Laporan Tetap Reproduksi - Inez Salsabila Aryoso - 4411420012

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

REPRODUKSI JANTAN DAN REPRODUKSI BETINA

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun dalam rangka memenuhi laporan Fisiologi Hewan

Kelompok 5 :
Nama : Inez Salsabila Aryoso
NIM : 4411420012
Rombel : Biologi B1 2020
Hari Praktikum : Kamis

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
A. Judul Praktikum
Reproduksi Jantan dan Reproduksi Betina

B. Tanggal Praktikum
21 April 2022

C. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah
1. Menghitung jumlah spermatozoa
2. Menghitung presentase normalitasspermatozoa
3. Memperkirakan tahap siklus estrus hewan percobaan dengan membuat dan
mengamati apus vagina

D. Landasan Teori
Testis merupakan kelenjar utama dalam sistem reproduksi jantan yang
bertanggung jawab terhadap produksi gamet jantan atau spermatozoa
(spermatogenesis) dan sintesis hormon jantan atau androgen (steroidogenesis).
Testis berjumlah sepasang, terletak di inguinal, tersimpan dalam kantung
skrotum. Pada mammal, testis turun dan keluar dari rongga abdomen
(peritoneal) menuju posisi ekstrakorporeal dan akhirnya masuk ke dalam
skrotum (inguinoskrotal). Proses ini dikenal sebagai descensus testiculorum
yang dikendalikan oleh androgen. Dengan posisi ini temperatur testis menjadi
lebih rendah daripada temperatur tubuh (sekitar 2–4 C) yang diperlukan
untuk spermatogenesis (Hughes & Acerini, 2008) dalam Fitria et al., 2015.
Selain testis, terdapat kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap (accessory sex
glands), yaitu: vesikula seminalis, kelenjar koagulasi, prostat, bulbouretralis
(kelenjar Cowper), dan ampula. Kelenjar-kelenjar ini menghasilkan berbagai
sekret yang berperan dalam transportasi spermatozoa, buffer, suplai nutrien
dan substrat metabolik untuk kehidupan spermatozoa terutama motilitas dan
fertilitas, fungsi lubrikasi, dan membentuk vaginal plug. Sekret yang
dihasilkan accessory sex glands bersama-sama dengan spermatozoa dan sekret
epididimis disebut semen (Gofur et al., 2014).
Testosteron sebagai androgen utama yang diproduksi oleh sel-sel
interstitial Leydig, berperan dalam regulasi spermatogenesis, yaitu memacu
pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel spermatogenik. Di samping itu
testosteron juga berperan dalam menstimulasi pertumbuhan serta memelihara
struktur dan fungsi organ-organ reproduksi (termasuk saluran dan kelenjar),
serta memunculkan dan mempertahankan ciri kelamin jantan sekunder (Gofur
et al., 2014). Gangguan hormonal sangat berpengaruh terhadap struktur dan
fungsi sistem reproduksi, terutama kelenjar-kelenjar reproduksi. Pada kondisi
normal, organ-organ tersebut memiliki struktur dan fungsi yang bervariasi
Siklus reproduksi pada hewan primata umumnya dan manusia khususnya,
dikenal dengan siklus menstruasi. Siklus ini erat hubungannya dengan
perkembangan folikel telur dan endometrium uterus. Siklus ini dikendalikan
oleh hormon-hormon reproduksi yang dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis
dan ovarium. Siklus reproduksi yang lain dan identik dengan hewan mamalia
primata juga terjadi pada hewan mamalia nonprimata yang dikenal dengan
siklus estrus. Siklus ini juga memiliki empat fase yaitu : diestrus, proestrus,
estrus dan metetrus (postestrus) (Huda, dkk, 2017). Siklus ini dapat dengan
mudah diamati dengan melihat perubahan sel-sel penyusun lapisan epitel
vagina (Narulita, dkk, 2017).
Diestrus adalah fase dalam siklus berahi yang ditandai dengan tidak
adanya kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi
tenang. Diestrus adalah fase yang terlama diantara fase-fase yang terdapat
dalam siklus berahi (Huda, dkk, 2017).
Proestrus adalah fase persiapan. Fase ini biasanya pendek, gejala yang
terlihat berupa perubahan-perubahan tingkah laku dan perubahan alat kelamin
bagian luar. Pada saat proestrus, estrogen diproduksi seiring dengan
perkembangan folikel di ovarium. Hormon estrogen menyebabkan
peningkatan mitosis dan proliferasi sel-sel epitel dan proses pertandukan pada
sel-sel epitel permukaan. Konsentrasi estrogen yang tinggi pada saat estrus
mengakibatkan penebalan dinding vagina dan mengakibatkan sel-sel epitel
mengalami pertandukan dan terlepas dari dinding epitel vagina. Estrogen
menyebabkan peningkatan mitosis dan proliferasi sel-sel epitel dan proses
pertandukan pada sel-sel epitel permukaan (Busman, 2013).
Pada fase estrus terjadi ovulasi dan pada fase ini juga terjadi puncak birahi
pada hewan betina dan siap menerima hewan jantan untuk kopulasi. Metestrus
adalah fase dalam siklus berahi yang terjadi segera setelah estrus selesai
(Huda, dkk, 2017).

E. Alat Dan Bahan


1. Alat 2. Bahan
1) Alat bedah 1) NaCl fisiologis
2) Kaca objek dan penutupnya 2) Eosin
3) Mikroskop 3) Tikus/mencit jantan
4) Hemositometer 4) Tikus/mencit betina
5) Hand counter 5) Metylen blue
6) Bak parafin
7) Cotton bud
8) Pipet

F. Cara Kerja
A. Jantan

Seekor mencit/tikus dibunuh dan dibedah untuk diambil epididymis dan vas
deverensnya

Keduanya diletakan dalam cawan petri berisi NaCl fisiologis, kemudian dicuci

Epididymis dipotong kecil-kecil (dicacah), untuk vas deferens cukup diplurut


dan dimaukkan dalam wadah yang berisi 1ml NaCl fisiologis 0,9%. Suspense
yang terbentuk digunakan sebagai larutan stok
1. Mengukur konsentrasi spermatozoa

Larutan stok dihisap dengan pipet hemositometer (SDM) sampai tanda 0,5

Larutan NaCl fisiologis dihisap sampai 101

Pipet dikocok beberapa saat sampai larutan tercampur

Beberapa tetes larutan dibuang pada kertas saring/tisu, kemudian diteteskan pada
bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup yang sudah disiapkan pada
mikroskop

Diperiksa dengan mikroskop (kamar hitung terdiri dari 9 bujur sangkar. dipilih
4 buah bujur sangkar di keempat sudut Neubauer (daerah menghitung sel darah
putih) yaitu kotak kiri atas, kanan atas, kanan bawah, kiri bawah. ). Pada
keempat bujur sangkar tersebut, masing-masing terdiri dari 16 bujur sangkar
kecil

Konsentrasi spermatozoa = jumlah spermatozoa terhitung dalam 4 bidang kotak


(S)/64 x 160 x factor pengenceran (10 atau 20 kali)

2. Menghitung persentase spermatozoa yang hidup (Normalitas)

Diteteskan 1 tetes larutan stok pada kaca objek dan dicampur dengan zat warna

Dibuat preparate apus, dikeringkan dan diamati dengan mikroskop

Dihitung 100 sel yang yang terlihat, kepala spermatozoa tang mati terlihat
berwarna merah dan yang hidup transparan
B. Betina
1. Mendeteksi tahap siklus estrus pada mencit/tikus

Hewan dipegang dengan tangan kiri dalam posisi terlentang

Cotton bud yang sudah dibasahi dengan larutan NaCl fisiologis dimasukkan ke
dalam vagina tikus betina sedalam 0,5 cm, kemudian dikorek perlahan dan hati-
hati. Atau dengan cara lain, yaitu dengan menyemprotkan larutan NaCl
fisiologis dengan pipet ke dalam vagina, lalu diisap kembali sampai di dalam
pipet terisi oleh larutan keruh.

Ujung cotton bud diusapkan pada kaca objek dan ditetesi dengan zat warna
eosin, dicampur kemudian ditutup dengan kaca penutup

Diamati dibawah mikroskop dan dideskripsikan sel-sel yang terdapat dalam


apusan, ditentukan fase siklus estrus

G. Data Praktikum
Betina Jantan
Kelompok Jumlah sperma Normalitas
Jenis sel Fase
(juta/ml suspensi) (%)
1 Sel epitel menanduk Estrus 4400 57%
3 Sel epitel menanduk Estrus 950 50%
Sel epitel menanduk
5 Estrus 4350 100%
dan leukosit

H. Analisis Data
a. Reproduksi betina
Pada praktikum ini disimpulkan bahwa dari percobaan menggunakan tikus
putih betina ini yang telah dilakukan, dapat menghasilkan estrus atau
birahi adalah suatu keadaan dimana hewan menerima hewan jantan untuk
kawin. Sel epitel menanduk pada apus vagina.
b. Reproduksi jantan

grafik reproduksi jantan


4400 4350

4050
3550
3050
2550
2050
1550
950
1050
550
50
Kelompok 1 Kelompok 3 Kelompok 5
Jumlah Sperma 4400 950 4350
Normalitas 57% 50% 100%

Jumlah Sperma Normalitas

I. Pembahasan
Pada praktikum bab reproduksi pada kali ini adalah menguji dan mengamati
sperma tikus dan apus vagina pada tikus putih, Variabel yang diamati pada
sperma meliputi motilitas spermatozoa, viabilitas spermatozoa, morfologi
spermatozoa, jumlah spermatozoa. Suspensi spermatozoa dalam NaCl
fisiologis diteteskan di atas gelas objek, kemudian ditetesi zat warna eosin dan
ditutup dengan gelas penutup diamati di bawah mikroskop dengan
pembesaran 40x. Pengamatan morfologi ditekankan pada kelainan bentuk dan
abnormalitas spermatozoa. Bentuk spermatozoa disebut abnormal bila terdapat
satu atau lebih bagian spermatozoa yang abnormal (kepala, midpiece, ekor
melingkar, kepala kecil, ekor double), dan hasilnya dinyatakan dalam persen.
Untuk melihat jumlah spermatozoa, suspensi spermatozoa dalam NaCl
fisiologis dipipet dengan pipet dan dilakukan pengenceran 200x dengan NaCl
Fisiologis. Setelah itu sperma yang telah diencerkan, tetesan pertama dari
pipet dibuang, tetesan selanjutnya diamati dalam kamar hitung hemasitometer
di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x. Hasil yang didapat oleh
keempat kelompok pada awetan sperma tikus putih, pada sampel ini hanya
dapat diamati jumlah suspensi sel sperma dan normalitas atau morfologi.
Hasilnya pada jumlah sel sperma dan normalitas pada ketiga kelompok yaitu
1, 3 dan 5 lebih dari 50%, sedangkan untuk kelompok 3 sendiri memiliki
jumlah sperma 950 sel dalam 1 mL sel sperma. Hal tersebut dapat terjadi
karena awetan saluran reproduksi yang digunakan kelompok belum
sepenuhnya matang, sehingga terlihat abnormal. Sel spermatozoa diproduksi
di dalam testis dan mengalami proses pematangan di dalam saluran
epididimis. Setelah menjadi sel spermatozoa yang matang, barulah sel
spermatozoa mampu membuahi sel telur. Sebelum menjadi sel spermatozoa
yang matang, sel itu tidak mampu membuahi. Morfologi spermatozoa
merupakan salah satu parameter yang penting untuk menilai fertilitas individu
jantan. Setiap sperma yang mempunyai morfologi abnormal tidak dapat
membuahi ovum. Selama persentase abnormalitas morfologi spermatozoa
belum mencapai 20%, maka individu itu masih bisa dianggap fertil. Kemudian
pengamatan apus vagina tikus putih menggunakan metode apus vagina yang
merupakan metode paling umum digunakan untuk mengetahui siklus estrus
hewan percobaan, misalnya pada kali ini adalah tikus putih. Sel-sel epitel
vagina diambil menggunakan cotton bud kemudian diapus pada gelas benda
untuk diberi zat warna metilen blue, kemudian diamati. Siklus estrus
merupakan siklus seksual yang terjadi pada hewan betina, siklus estrus terbagi
dalam beberapa fase yang berurutan yaitu fase estrus, fase metestrus, fase
diestrus dan fase proestrus. Adanya perubahan dari satu fase ke fase
berikutnya sangat dipengaruhi oleh kondisi hormonal dari individu tersebut.
Kondisi pada fase fase seksual ini dapat dilihat dari bentuk sel epitel
vaginanya, pada fase estrus banyak terdapat sel epitel menanduk, fase
metestrus banyak mengandung leukosit dengan berberapa sel epitel
menanduk, fase diestrus leukosit juga berjumlah banyak namun sedikit sel
epitel berinti, dan fase proestrus bentuk sel epitelnya bulat dan berinti, dengan
sedikit leukosit atau bahkan tidak ada. Pengamatan pada ketiga kelompok
menunjukkan bahwa dua tikus putih yang digunakan semuanya sedang
mengalami fase estrus, hal tersebut dibuktikan dengan hasil pengamatan di
mikroskop yang menunjukkan banyak sel epitel menanduk pada keempat
preparat apus vagina.
J. Kesimpulan
1. Sel sperma yang didapat oleh kelompok 1 dan 5 dapat dikatakan normal,
namun tidak pada kelompok 3, karena sperma yang diamati memiliki jumlah
jauh dibawah 20 jt/mL, serta normalitas di angka 50%. Namun, selama
persentase normalitas morfologi spermatozoa belum mencapai dibawah 20%,
maka individu itu masih bisa dianggap fertil.
2. Pada praktikum reproduksi betina ketiga kelompok menunjukkan bahwa
kedua tikus putih yang diujikan dan diamati apus vaginanya, semuanya
sedang mengalami siklus estrus, hal tersebut dibuktikan dengan hasil
pengamatan dibawah mikroskop yang menunjukkan banyaknya sel epitel
menanduk pada preparat apus vagina.

I. Diskusi
1. Jelaskan perjalanan spermatozoa dari tempat pembuatannya (testis) sampai
dikeluarkan dari tubuh hewan jantan!
Jawab: Spermatogenesis adalah awal dari proses pembentukan sel
spermatozoa atau sperma. Proses ini terjadi di organ kelamin jantan yang
disebut testis, tepatnya di bagian tubulus seminiferous. Tubulus seminiferous
berperan penting pada proses pembentukan sperma karena pada dindingnya
terdapat calon sperma (spermatogonium/spermatogonia) yang berjumlah
ribuan. Benih-benih sperma ini diberi nutrisi oleh sel Sertoli, yang juga
terdapat di tubulus seminiferous, untuk bisa melakukan pembelahan sel yang
terdiri dari mitosis dan meiosis, hingga pada akhirnya terbentuk menjadi
sperma yang matang. Sperma yang matang kemudian disimpan di suatu
saluran yang terletak di belakang testis, yaitu epididimis. Dari epididimis,
sperma bergerak ke bagian lain yaitu vas deferens dan duktus ejakulatorius.
Di dalam duktus ejakulatorius, cairan yang dihasilkan oleh organ reproduksi
lainnya, seperti vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan bulbo uretra,
ditambahkan pada sperma hingga membentuk cairan yang biasa disebut
sebagai semen atau air mani. Cairan ini kemudian mengalir menuju uretra dan
dikeluarkan ketika ejakulasi.
2. Carilah berbagai abnormalitas morfologi sperma dan penyebabnya!
Jawab: Sperma yang normal mempunyai bentuk kepala oval dan ekor
panjang. Sperma abnormal bentuk kepalanya tidak oval, terlalu besar, dan
ekornya bengkok atau bercabang. Akibat abnormalitas tersebut, sperma tidak
dapat berfungsi dengan maksimal. Sperma tidak mampu berenang dengan
gesit menuju sel telur dan melakukan pembuahan. Beberapa hal diketahui bisa
menjadi penyebab umum bentuk sperma yang abnormal yaitu Pembesaran
pembuluh darah di dalam skrotum (varicocele), Demam yang tinggi,
Penggunaan obat obatan terlarang dan infeksi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Busman, Hendri. 2013. Histologi Ulas Vagina Dan Waktu Siklus Estrus Masa
Subur Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki.
Prosiding Semirata FMIPA. Universitas Lampung.

Fitria, L., Mulyati, C.M. Tiraya, dan A. Budi. 2015. Profil Reproduksi Jantan
Tikus (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) Galur Wistar Stadia Muda,
Pradewasa, dan Dewasa. JURNAL BIOLOGI PAPUA. Volume 7, Nomor 1
April 2015 Halaman: 29–36.

Gofur, M.R., K.M.M. Hossain, R. Khaton, and M.R. Hasan. 2014. Effect of
testosterone on physio-biochemical parameters and male accessory sex
glands of black bengal goat. IJETAE 4(9): 456–465.

Huda, Nadayatul Khaira, dkk, 2017. Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis


paniculata Nees.) Terhadap Siklus Estrus Mencit (Mus musculus L. Swiss
Webster). Eksakta. 18 (2).

Narulita, Erlia, dkk. 2017. Perubahan Kadar Estradiol dan Histologi Uterus
Mencit (Mus musculus) Betina dengan Induksi Progesteron Sintetik.
Biosfera. 34 (3).

Sengupta, P. 2013. The laboratory rat: Relating its age with human's. International
Journal of Preventive Medicine 4(6): 624–630.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai