Rabies
Rabies
Rabies
No. Dokumen
No. Revisi
SOP
Tanggal Terbit
PUSKESMAS KARO
Halaman 1/4
1. Pengertian Penyakit infeksi akut sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies yang
termasuk genus Lyssa-virus, family Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia
melalui gigitan hewan yang terinfeksi (anjing, monyet, kucing,serigala,
kelelawar) Rabies hampir selalu berakibat fatal jika post-exposure prophylaxis
tidak diberikan sebelum onset gejala berati virus rabies bergerak ke otak
melalui saraf perifer. Masa inkubasi dari penyakit ini tergantung pada seberapa
jauh jarak perjalanan virus untuk mencapai sistem saraf pusat, biasanya
mengambil masa beberapa bulan.
2. Tujuan Dokter dapat melakukan pengelolaan penyakit yang meliputi
1. Anamnesa (subjective)
2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penjunjang Sederhana (Objective)
3. Penegakan Diagnosa (Assessment)
4. Penatalaksanaan
3. Kebijakan Kepala Puskesmas
5. Langkah/ Langkah 1. Melakukan Anamnesa (Subjective)
Keluhan
a. Stadium prodromal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri di tenggorokan
selama beberapa hari.
b. Stadium sensoris
Penderita merasa nyeri, merasa panas disertai kesemutan pada tempat
bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang
berlebihan terhadap rangsang sensoris.
c. Stadium eksitasi
Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi meninggi dan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Hal yang
sangat khas pada stadium ini adalah munculnya macam-macam fobia
seperti hidrofobia. Kontraksi otot faring dan otot pernapasan dapat
ditimbulkan oleh rangsangan sensoris misalnya dengan meniupkan udara
ke muka penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apneu, sianosis,
konvulsan, dan takikardia. Tindak tanduk penderita tidak rasional
kadang maniakal disertai dengan responsif. Gejala eksitasi terus
berlangsung sampai penderita meninggal.
d. Stadium paralisis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium sebelumnya,
namun kadang ditemukan pasien yang tidak menunjukkan gejala eksitasi
melainkan paresis otot yang terjadi secara progresif karena gangguan
pada medulla spinalis.
Pada umumnya rabies pada manusia mempunyai masa inkubasi 3-
RABIES
No. Dokumen
No. Revisi
SOP
Tanggal Terbit
PUSKESMAS KARO
Halaman 2/4
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium kurang bermakna.
No. Dokumen
No. Revisi
SOP
Tanggal Terbit
PUSKESMAS KARO
Halaman 3/4
Gejala fase awal tidak khas: gejala flu, malaise, anoreksia, kadang
ditemukan parestesia pada daerah gigitan, gatal-gatal, rasa terbakar (panas),
berdenyut
dan sebagainya.
Gejala lanjutan: agitasi, kesadaran fluktuatif, demam tinggi yang persisten,
nyeri pada faring terkadang seperti rasa tercekik (inspiratoris spasme),
hipersalivasi, kejang, hidrofobia dan aerofobia.
Diagnosis Banding
a. Tetanus.
b. Ensefalitis.
c. lntoksikasi obat-obat.
d. Japanese encephalitis.
e. Herpes simplex.
f. Ensefalitis post-vaksinasi.
Komplikasi
a. Gangguan hipotalamus: diabetes insipidus, disfungsi otonomik yang
menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipo/hipertermia, aritmia dan henti
jantung.
b. Kejang dapat lokal atau generalisata, sering bersamaan dengan aritmia
dan dyspneu.
No. Dokumen
No. Revisi
SOP
Tanggal Terbit
PUSKESMAS KARO
Halaman 4/4
pada otot deltoid atau anterolateral paha dengan dosis 0,5 ml pada hari 0,
3, 7,14, 28 (regimen Essen atau rekomendasi WHO), atau pemberian
VAR 0,5 ml pada hari 0, 7, 21 (regimen Zagreb/rekomendasi Depkes
RI).
g. Pada orang yang sudah mendapat vaksin rabies dalam waktu 5 tahun
terakhir, bila digigit binatang tersangka rabies, vaksin cukup diberikan 2
dosis pada hari 0 dan 3, namun bila gigitan berat vaksin diberikan
lengkap.
h. Pada luka gigitan yang parah, gigitan di daerah leher ke atas, pada jari
tangan dan genitalia diberikan SAR 20 IU/kgBB dosis tunggal. Cara
pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi pada sekitar luka dan
setengah dosis IM pada tempat yang berlainan dengan suntikan SAR,
diberikan pada hari yang sama dengan dosis pertama SAR.
Rekaman Historis