Rabies

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

RABIES

No. Dokumen

No. Revisi
SOP
Tanggal Terbit
PUSKESMAS KARO
Halaman 1/4

Theodora R. Sianturi, MKM.


NIP. 19710704 199903 2 002

1. Pengertian Penyakit infeksi akut sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies yang
termasuk genus Lyssa-virus, family Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia
melalui gigitan hewan yang terinfeksi (anjing, monyet, kucing,serigala,
kelelawar) Rabies hampir selalu berakibat fatal jika post-exposure prophylaxis
tidak diberikan sebelum onset gejala berati virus rabies bergerak ke otak
melalui saraf perifer. Masa inkubasi dari penyakit ini tergantung pada seberapa
jauh jarak perjalanan virus untuk mencapai sistem saraf pusat, biasanya
mengambil masa beberapa bulan.
2. Tujuan Dokter dapat melakukan pengelolaan penyakit yang meliputi
1. Anamnesa (subjective)
2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penjunjang Sederhana (Objective)
3. Penegakan Diagnosa (Assessment)
4. Penatalaksanaan
3. Kebijakan Kepala Puskesmas
5. Langkah/ Langkah 1. Melakukan Anamnesa (Subjective)
Keluhan
a. Stadium prodromal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri di tenggorokan
selama beberapa hari.
b. Stadium sensoris
Penderita merasa nyeri, merasa panas disertai kesemutan pada tempat
bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang
berlebihan terhadap rangsang sensoris.
c. Stadium eksitasi
Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi meninggi dan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Hal yang
sangat khas pada stadium ini adalah munculnya macam-macam fobia
seperti hidrofobia. Kontraksi otot faring dan otot pernapasan dapat
ditimbulkan oleh rangsangan sensoris misalnya dengan meniupkan udara
ke muka penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apneu, sianosis,
konvulsan, dan takikardia. Tindak tanduk penderita tidak rasional
kadang maniakal disertai dengan responsif. Gejala eksitasi terus
berlangsung sampai penderita meninggal.
d. Stadium paralisis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium sebelumnya,
namun kadang ditemukan pasien yang tidak menunjukkan gejala eksitasi
melainkan paresis otot yang terjadi secara progresif karena gangguan
pada medulla spinalis.
Pada umumnya rabies pada manusia mempunyai masa inkubasi 3-
RABIES

No. Dokumen

No. Revisi
SOP
Tanggal Terbit
PUSKESMAS KARO
Halaman 2/4

Theodora R. Sianturi, MKM.


NIP. 19710704 199903 2 002

8 minggu. Gejala-gejala jarang timbul sebelum 2 minggu dan biasanya


timbul sesudah 12 minggu. Mengetahui port de entry virus tersebut
secepatnya pada tubuh pasien merupakan kunci untuk meningkatkan
pengobatan pasca gigitan (post exposure therapy). Pada saat
pemeriksaan, luka gigitan mungkin sudah sembuh bahkan mungkin telah
dilupakan. Tetapi pasien sekarang mengeluh tentang perasaan (sensasi)
yang lain ditempat bekas gigitan tersebut. Perasaan itu dapat berupa
rasa tertusuk
Anamnesis penderita terdapat riwayat tergigit, tercakar atau kontak
dengan anjing, kucing, atau binatang lainnya yang:
a. Positif rabies (hasil pemeriksaan otak hewan tersangka).
b. Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit bukan dibunuh).
c. Tak dapat diobservasi setelah menggigit (dibunuh, lari, dan
sebagainya).
d. Tersangka rabies (hewan berubah sifat, malas makan, dan lain-lain).
Masa inkubasi rabies 3-4 bulan (95%), bervariasi antara 7 hari-7 tahun.
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya luka
gigitan, dan lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke sistem saraf pusat,
derajat patogenitas virus dan persarafan daerah luka gigitan). Luka pada
kepala inkubasi 25-48 hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari.
Faktor Risiko: -

2. Melakukan Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


(Objective)
Pemeriksaan Fisik
a. Pada saat pemeriksaan, luka gigitan mungkin sudah sembuh bahkan
mungkin telah dilupakan.
b. Pada pemeriksaan dapat ditemukan gatal dan parestesia pada luka bekas
gigitan yang sudah sembuh (50%), mioedema (menetap selama
perjalanan penyakit).
c. Jika sudah terjadi disfungsi batang otak maka terdapat: hiperventilasi,
hipoksia, hipersalivasi, kejang, disfungsi saraf otonom, sindroma
abnormalitas ADH, paralitik/paralisis flaksid.
d. Pada stadium lanjut dapat berakibat koma dan kematian.
e. Tanda patognomonis
Encephalitis Rabies: agitasi, kesadaran fluktuatif, demam tinggi yang
persisten, nyeri pada faring terkadang seperti rasa tercekik (inspiratoris
spasme), hipersalivasi, kejang, hidrofobia dan aerofobia.

Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium kurang bermakna.

3. Penegakan Diagnosa (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan dengan riwayat gigitan (+) dan hewan yang
menggigit mati dalam 1 minggu.
RABIES

No. Dokumen

No. Revisi
SOP
Tanggal Terbit
PUSKESMAS KARO
Halaman 3/4

Theodora R. Sianturi, MKM.


NIP. 19710704 199903 2 002

Gejala fase awal tidak khas: gejala flu, malaise, anoreksia, kadang
ditemukan parestesia pada daerah gigitan, gatal-gatal, rasa terbakar (panas),
berdenyut
dan sebagainya.
Gejala lanjutan: agitasi, kesadaran fluktuatif, demam tinggi yang persisten,
nyeri pada faring terkadang seperti rasa tercekik (inspiratoris spasme),
hipersalivasi, kejang, hidrofobia dan aerofobia.

Diagnosis Banding
a. Tetanus.
b. Ensefalitis.
c. lntoksikasi obat-obat.
d. Japanese encephalitis.
e. Herpes simplex.
f. Ensefalitis post-vaksinasi.

Komplikasi
a. Gangguan hipotalamus: diabetes insipidus, disfungsi otonomik yang
menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipo/hipertermia, aritmia dan henti
jantung.
b. Kejang dapat lokal atau generalisata, sering bersamaan dengan aritmia
dan dyspneu.

4. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
a. Isolasi pasien penting segera setelah diagnosis ditegakkan untuk
menghindari rangsangan-rangsangan yang bisa menimbulkan spasme
otot ataupun untuk mencegah penularan.
b. Fase awal: Luka gigitan harus segera dicuci dengan air sabun (detergen)
5-10 menit kemudian dibilas dengan air bersih, dilakukan debridement
dan diberikan desinfektan seperti alkohol 40-70%, tinktura yodii atau
larutan ephiran, Jika terkena selaput lendir seperti mata, hidung atau
mulut, maka cucilah kawasan tersebut dengan air lebih lama;
pencegahan dilakukan dengan pembersihan luka dan vaksinasi.
c. Fase lanjut: tidak ada terapi untuk penderita rabies yang sudah
menunjukkan gejala rabies, penanganan hanya berupa tindakan suportif
dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas.
d. Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) Bila serum heterolog (berasal dari
serum kuda) Dosis 40 IU/ kgBB disuntikkan infiltrasi pada luka
sebanyak-banyaknya, sisanya disuntikkan secara IM. Skin test perlu
dilakukan terlebih dahulu. Bila serum homolog (berasal dari serum
manusia) dengan dosis 20 IU/ kgBB, dengan cara yang sama.
e. Pemberian serum dapat dikombinasikan dengan Vaksin Anti Rabies
(VAR) pada hari pertama kunjungan.
f. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dalam waktu 10 hari infeksi yang
dikenal sebagai post-exposure prophylaxis atau “PEP”VAR secara IM
RABIES

No. Dokumen

No. Revisi
SOP
Tanggal Terbit
PUSKESMAS KARO
Halaman 4/4

Theodora R. Sianturi, MKM.


NIP. 19710704 199903 2 002

pada otot deltoid atau anterolateral paha dengan dosis 0,5 ml pada hari 0,
3, 7,14, 28 (regimen Essen atau rekomendasi WHO), atau pemberian
VAR 0,5 ml pada hari 0, 7, 21 (regimen Zagreb/rekomendasi Depkes
RI).
g. Pada orang yang sudah mendapat vaksin rabies dalam waktu 5 tahun
terakhir, bila digigit binatang tersangka rabies, vaksin cukup diberikan 2
dosis pada hari 0 dan 3, namun bila gigitan berat vaksin diberikan
lengkap.
h. Pada luka gigitan yang parah, gigitan di daerah leher ke atas, pada jari
tangan dan genitalia diberikan SAR 20 IU/kgBB dosis tunggal. Cara
pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi pada sekitar luka dan
setengah dosis IM pada tempat yang berlainan dengan suntikan SAR,
diberikan pada hari yang sama dengan dosis pertama SAR.

Konseling dan Edukasi


a. Keluarga ikut membantu dalam hal penderita rabies yang sudah
menunjukan gejala rabies untuk segera dibawa untuk penanganan segera
ke fasilitas kesehatan. Pada pasien yang digigit hewan tersangka rabies,
keluarga harus menyarankan pasien untuk vaksinasi.
b. Laporkan kasus Rabies ke dinas kesehatan setempat.
Kriteria Rujukan
a. Penderita rabies yang sudah menunjukkan gejala rabies.
b. Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter
spesialis neurolog.

7. Unit Terkait Apotek, Rumah Sakit

Rekaman Historis

NO Halaman Yang dirumah Perubahan Diperlakukan tgl.

Anda mungkin juga menyukai