Untitled

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 110

KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN Tn.C


DENGAN MASALAH UTAMA WAHAM KEBESARAN
DI WILAYAH SIWALANKERTO SELATAN
SURABAYA

Oleh :
MEILASARI SUKMAYANI
NIM : 203.0069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG
TUAH SURABAYA
2021
KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN Tn.C


DENGAN MASALAH UTAMA WAHAM KEBESARAN
DI WILAYAH SIWALANKERTO SELATAN
SURABAYA
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Ners

Oleh :
MEILASARI SUKMAYANI
NIM : 203.0069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG
TUAH SURABAYA
2021

ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa, karya ilmiah

akhir ini adalah hasil karya saya dan saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan

peraturan yang berlaku di Stikes Hang Tuah Surabaya. Berdasarkan pengetahuan dan

keyakinan penulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, saya nyatakan dengan

benar. Bila ditemukan adanya plagiasi, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan

menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 20 Juli 2021


Meilasari Sukmayani
Penulis,
NIM. 203.0069

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa:

Nama : Meilasari Sukmayani


Nim : 203.0069
Prodi : Profesi Ners Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Tn.C Dengan Masalah
Utama Waham Kebesaran Di Wilayah Siwalankerto Selatan
Surabaya.

Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat menyetujui


bahwa Karya Ilmiah Akhir ini guna persyaratan untuk memperoleh gelar :

NERS (Ns.)

Surabaya, 20 Juli 2021


Pembimbing

(Dr.A.V.Sri Suhardiningsih,S.Kp., M.Kes)


NIP.04015

Ditetapkan di : STIKES Hang Tuah


Surabaya Tanggal : 21 Juli 2021

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir dari :

Nama : Meilasari Sukmayani

NIM 2030069

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Judul : Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Tn.C Dengan Masalah Utama

Waham Kebesaran Di Wilayah Siwalankerto Selatan Surabaya.

Telah dipertahankan dihadapan dewan penguji Karya Ilmiah Akhir di STIKES Hang

Tuah Surabaya, dan dinyatakan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar “NERS (Ns)” pada program studi Pendidikan Profesi Ners STIKES

Hang Tuah Surabaya.

Penguji 1 : Dya Sustrami,S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIP. 03.007

Penguji 2 : Hidayatus Sya’diyah,S.Kep.,M.Kep


NIP. 03.008

Penguji 3 : Dr.A.V.Sri Suhardiningsih,S.Kp., M.Kes


NIP. 04015

Mengetahui,
Ka Prodi Pendidikan Profesi Ners
STIKES Hang Tuah Surabaya

Nuh Huda, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB


NIP. 03020

Ditetapkan di : STIKES Hang Tuah


Surabaya Tanggal : 21 Juli 2021

v
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa

atas limpahan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis

ini sesuai waktu yang telah ditentukan. Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai salah satu

syarat dalam menyelesaikan program Pendidikan Profesi Ners.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran karya ilmiah ini bukan hanya

karena kemampuan penulis saja, tetapi banyak bantuan dari berbagai pihak, yang telah

dengan ikhlas membantu penulis demia terselesainya penulisan, oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Dr. A.V. Sri Suhardiningsih,S.Kp., M.Kes, selaku Ketua Stikes Hang Tuah Surabaya

atas kesempatan kepada kami menyelesaikan pendidikan profesi Ners di Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya.

2. Puket 1, 2 dan 3 Stikes Hang Tuah Surabaya yang telah memberi kesempatan dan

fasilitas kepada peneliti untuk mengikuti dan menyelesaikan program studi

ProfesiNers.

3. Ns, Nuh Huda, M.Kep. Sp. Kep. KMB selaku kepala program studi pendidikan Profesi

Ners Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan dorongan penuh dengan

wawasan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

4. Dr. A. V. Sri Suhardiningsih,S.Kp., M.Kes., selaku pembimbing yang penuh

kesabaran, selalu memberikan kritik, memberikan support kepada kami, saran yang

membangun untuk kesempurnaan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Dya Sustrami, S.Kep.,Ns., M.Kes selaku penguji 1 yang berkenan memberikan

pengarahan, dorongan, kritik dan saran demi kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir

berlangsung.

vi
6. Hidayatus Sya’diyah, S.Kep.,M.Kep selaku penguji 2 yang penuh kesabaran,
pengajaran, kritik serta saran demi kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir berlangsung.

7. Bapak dan Ibu Dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan bekal bagi

penulis melalui materi - materi kuliah yang penuh nilai dan makna dalam

penyempurnaan penulisan Karya Ilmiah Akhir ini.

8. Pasien dan keluarga pasien yang bersedia membantu dalam kelancaran penulisan

Karya Ilmiah Akhir ini.

9. Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril dan

spiritual.

10. Teman-teman sealmamater dan semua pihak yang telah membantu kelancaran

penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir ini masih banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka saran dan kritik yang konstruktif

senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga Karya Ilmiah Akhir ini

dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca terutama bagi Civitas Stikes

Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 20 Juli 2021

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Cover Dalam..............................................................................................................................ii
Surat Pernyataan Keaslian Laporan.............................................................................iii
Halaman Persetujuan.....................................................................................................iv
Lembar Pengesahan........................................................................................................v
Kata Pengantar...............................................................................................................vi
Daftar Isi........................................................................................................................viii
Daftar Tabel....................................................................................................................xi
Daftar Gambar..............................................................................................................xii
Daftar Lampiran..........................................................................................................xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................5
1.4.1 Manfaat Teoristis............................................................................................5
1.4.2 Manfaat Praktis..............................................................................................5
1.5 Metode penulisan............................................................................................5
1.6 Sistematika Penulisan.....................................................................................7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Gangguan Jiwa..................................................................................8
2.1.1 Definisi Gangguan Jiwa..................................................................................8
2.1.2 Penyebab Ganggun Jiwa.................................................................................8
2.1.3 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa.................................................................11
2.1.4 Macam-Macam Gangguan jiwa....................................................................13
2.1.5 Penggolongan Gangguan Jiwa.....................................................................16
2.1.6 Dampak Gangguan Jiwa...............................................................................16
2.2 Konsep Waham.............................................................................................17
2.2.1 Pengertian Waham........................................................................................17
2.2.2 Etiologi........................................................................................................18
2.2.3 Rentang Respon............................................................................................20
2.2.4 Fase Waham..................................................................................................21
2.2.5 Jenis Waham.................................................................................................24
2.2.6 Tanda dan gejala...........................................................................................25
2.2.7 Penatalaksanaan Medis.................................................................................30
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan.......................................................................32
2.4 Diagnosa Keperawatan.................................................................................36
2.5 Rencana Keperawatan...................................................................................36
2.6 Implementasi Keperawatan..........................................................................38
2.7 Evaluasi Keperawatan..................................................................................38
2.8 Konsep Komunikasi Terapeutik.....................................................................39
2.8.1 Definisi Komunikasi Terapeutik...................................................................39
2.8.2 Prinsip Komunikasi Teraputik.......................................................................40
2.8.3 Karakteristik Komunikasi terapeutik............................................................41
2.8.4 Tahap Komunikasi Terapeutik......................................................................43
2.9 Konsep Stres Adaptasi dan Mekanisme Koping..........................................44
2.9.1 Definisi Stres.................................................................................................44
2.9.2 Macam-macam Stres.....................................................................................45
2.9.3 Sumber Stressor............................................................................................46
2.9.4 Cara Mengendalikan Stres............................................................................47
viii
2.9.5 Definisi Adaptasi..........................................................................................47
2.9.6 Macam-macam Adaptasi..............................................................................48
2.9.7 Definisi Mekanisme Koping.........................................................................52
2.9.8 Jenis Koping..................................................................................................53
2.9.9 Karakteristik Koping....................................................................................55
2.9.10 Sumber Koping............................................................................................57
2.10 Konsep Keluarga...........................................................................................57
2.10.2 Definisi Keluarga..........................................................................................57
2.10.3 Fungsi Keluarga............................................................................................58
2.10.4 Tugas Keluarga.............................................................................................59

BAB 3 TINJAUAN KASUS


3.1 Pengkajian.....................................................................................................61
3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................66
3.3 Analisa Data.................................................................................................67
3.4 Pohon Masalah.............................................................................................68
3.5 Rencana Keperawatan...................................................................................69
3.6 Implementasi dan Evaluasi...........................................................................72

BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian.....................................................................................................74
4.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................75
4.3 Tahap Perencanaan.......................................................................................77
4.4 Tahap Implementasi......................................................................................79
4.5 Tahap Evaluasi..............................................................................................80

BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan.......................................................................................................81
5.2 Saran.............................................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................83
LAMPIRAN...................................................................................................................85

x
DAFTAR

3.3 Analisa Data........................................................................................................................67

3.4 Pohon Masalah....................................................................................................................68

3.5 Rencana Keperawatan Jiwa.................................................................................................69

3.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Pada Keluarga Klien Waham............................72

3.7 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Pada Klien Waham...........................................73

xi
DAFTAR

2.2 Rentang Respon...................................................................................................................20

3.1 Genogram............................................................................................................................62

xii
DAFTAR

Lampiran 1 SPTK............................................................................................................85

Lampiran 2 API ANALISA PROSES INTERAKSI (API).............................................92

Lampiran 3 LEAFLET WAHAM....................................................................................94

xiii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang yang terus tumbuh dan

berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta terbebas

dari stress yang serius (Direja, 2011). Kesehatan jiwa tidak luput dari beberapa gangguan

jiwa yang merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya

distorsi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku (Nasir, 2011). Salah

satu bentuk gangguan jiwa yaitu waham, menurut Dep Kes RI, 2018 menyatakan bahwa

waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi dipertahankan

dan tidak dapat dirudah secara logis oleh orang lain, keyakinan ini berasal dari pemikiran

klien dimana sudah kehilangan control (yosep & sutini, 2013). Menurut Keliat (2019),

secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri dan keutuhan

keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham. Selain itu kecemasan,

kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa

yang dipikirakan dengan perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar lagi

dibedakan, antara rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari lingkungan (Damaiyanti &

Iskandar, 2013). Pada fenomena ini pasien dengan waham yang berada di rumah sangat

membutuhkan bantuan keluarga untuk sembuh. Akan tetapi, ada beberapa keluarga yang

belum mampu bahkan belum mengerti tentang penyakit gangguan jiwa waham tersebut.

Keluarga hanya akan membantu pasien secara harfiahnya manusia seperti kebutuhan

sandang dan pangan seperti yang keluarga lakukan seperti biasa tanpa perawatan yang

dibutuhkan oleh pasien.

1
1

Menurut data dari WHO (2011) penderita gangguan jiwa berat telah menempati

tingkat yang luar biasa, lebih dari 24 juta mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah

penderita gangguan jiwa di dunia, seperti fenomena gunung es yang kelihatanya hanya

puncaknya, tetapi dasarnya lebih banyak lagi yang belum diketahui (Riskesdas, 2013).

Dalam Sinthana dan Sari, (2014) menyebutkan bahwa secara nasional terdapat sekitar 1,7

per mil penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat atau secara absolut

terdapat 400 ribu jiwa penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat

(Rikesdas, 2013). Prevalensi menurut Ariawan, Rastep dan Westa (2013) mengatakan

bahwa gangguan waham menetap di dunia sangat bervariasi, prevalensi gangguan waham

pada pasien yang dirawat inap dilaporkan sebesar 0,5-0,9% dan pada pasien yang dirawat

jalan, berkisar antara 0,83-1,2%. Sementara, pada populasi dunia, angka prevalensi dari

gangguan ini mencapai 24-30 kasus dari 100.000 orang.

Waham terjadi karena keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi di mana

seseorang melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu

biasanya peka dan mudah tersinggung. sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan

ini sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman, merasa benci,

kaku, cinta ada diri sendiri yang belebihan, angkuh dan keras kepala. Dengan seringnya

memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta mendambakan

sesuatu secara berlebihan, maka keadaan ini dapat berkembang menjadi waham. Secara

perlahan- lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri dari khayalanya dan kemudian

meninggalkan dunia realitas. Sedangkan kecintaan-kecintaan pada diri sendiri, angkuh

dan keras kepala, adanya rasa tidak aman, membuat seseorang berkhayal ia sering

menjadi penguasa dan hal ini dapat berkembang menjadi waham besar (Damaiyanti &

Iskandar, 2013).
1

Dalam beberapa penelitian dijelaskan bahwa orientasi realita dapat meningkatkan

fungsi perilaku. Pasien perlu dikembalikan pada realita bahwa hal-hal yang dikemukakan

tidak berdasarkan fakta dan belum dapat diterima orang lain dengan tidak mendukung

ataupun membantah waham. Tidak jarang dalam proses ini pasien mendapatkan

konfrontasi dari lingkungan terkait pemikiran dan keyakinannya yang tidak realistis. Hal

tersebut akan memicu agresifitas pasien waham. Reaksi agresif ini merupakan efek dari

besarnya intensitas waham yang dialami pasien. Salah satu cara untuk mengontrol

perilaku agresif dari pasien waham yaitu dengan memberi asuhan keperawatan jiwa

(Keliat, 2019). Pemberian intervensi keperawatan jiwa pada pasien dengan waham

berfokus pada orientasi realita, menstabilkan proses pikir, dan keamanan (Townsend,

2015)
1

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Tn. C Dengan

Masalah Utama Waham Kebesaran Di Wilayah Siwalankerto Selatan

Surabaya?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Memberikan Asuhan Keperawan Jiwa Pada Klien Tn.C dengan Masalah

Utama Waham Kebesaran di Wilayah Siwalankerto Selatan Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan Waham

Kebesaran, mahasiswa/i diharapkan mampu :

1. Melakukan Pengkajian Keperawatan Jiwa pada Klien Tn. C dengan

Masalah Utama Waham Kebesaran di Wilayah Siwalankerto Selatan

Surabaya.

2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan Jiwa pada Klien Tn. C dengan

Masalah Utama Waham Kebesaran di Wilayah Siwalankerto Selatan

Surabaya.

3. Menyusun Perencanaan Tindakan Keperawatan Jiwa pada klien Tn. C

dengan Masalah Utama Waham Kebesaran di Wilayah Siwalankerto

Selatan Surabaya.

4. Melaksanakan Tindakan Asuhan Keperawatan Jiwa pada klien Tn. C

dengan Masalah Utama Waham Kebesaran di Wilayah Siwalankerto

Selatan Surabaya.

5. Mengevaluasi Tindakan Keperawatan pada klien Tn. C dengan Diagnosa

Medis Waham Kebesaran di Wilayah Siwalankerto Selatan Surabaya.


1

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai pengembangan ilmu keperawatan atau sebagai bahan kajian terhadap

materi dukungan keluarga tentang perawatan penderita waham kebesaran

serta referensi bagi mahasiswa dalam memahami dukungan keluarga tentang

perawatan penderita waham kebesaran di wilayah siwalankerto selatan

surabaya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Perawat

Dapat menambah pengetahuan bagi perawat masalah gambaran dukungan

keluarga tentang perawatan penderita gangguan jiwa waham kebesaran di

Siwalankerto Selatan Surabaya.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan studi di Stikes

Hang Tuah Surabaya dalam memberikan dukungan keluarga tentang

perawatan penderita gangguan jiwa waham kebesaran di Siwalankerto

Selatan Surabaya.

3. Bagi Penderita dan Keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan ke

keluarga dalam merawat angggota keluarganya yang mengalami

gangguan jiwa khususnya wahamkebesaran.

1.5 Metode Penulisan

1. Metode

Studi kasus yaitu metode yang memusatkan perhatian pada satu obyek tertentu

yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga

mampu membongkar relitas dibalik fenomena.


1
2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Data diambil atau diperoleh melalui percakapan baik dengan pasien,maupun

keluarga pasien.

b. Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan secara langsung terhadap keadaan,

reaksi, sikap, dan perilaku pasien yang dapat diamati.

c. Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik yang dapat menunjang menegakkan diagnose dan

penanganan selanjutnya.

3. Sumber Data

a. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh dari pasien.

b. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari keluarga pasien

c. Kepustakaan

Yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul karya tulis dan

masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika Penulisan

1. Bagian awal, membuat halaman judul, abstrak penulisan, persetujuan

pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi,

daftar tabel, daftar lampiran dan abstrak.


1

2. Bagian ini terdiri dari lima bab, yang masing – masing bab terdiri sub bab

berikut ini :

Bab 1 : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan manfaat penulisan, dan sistematika penulisan studi kasus.

Bab2 : Landasan teori, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis dan

asuhan keperawatan klien dengan Masalah Utama Waham Kebesaran.

Bab3 : Hasil berisi tentang data hasil pengkajian, diagnose keperawatan,

perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi dari

pelaksanaan.

Bab4 : Pembahasan kasus yang ditemukan yang berisi data, teori, dan opini serta

analisis.

Bab5 : Simpulan dan saran.

3. Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gangguan Jiwa

2.1.1. Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa

yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan

pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Gangguan jiwa atau mental

illnes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan

orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya

sendiri (Fajar, 2016).

Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat

adanya distorsi emosi sehingga ditentukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal ini

terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa adalah gangguan yang

mengenai satu atau lebih fungsi jiwa. Ganguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai

oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca

indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stres dan penderitaan bagi penderita dan

keluarganya (Stuart, 2007).

Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya

saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks mulai dari yang ringan seperti rasa cemas,

takut, hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila (Fajar

2016)

2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa memiliki berbagai macam penyebab. Penyebab gangguan jiwa dapat

bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan

tidak adil, diperlakukan semenamena, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan

pekerjaan dan sebagainya.

8
1

Selain itu ada pula gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor organik, kelainan saraf,

dan gangguan pada otak (Sutejo, 2017).

Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada

unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan (somatogenik), di lingkungan

sosial (sosiogenik), ataupun psikis (psikogenik) (Maramis, 2010). Biasanya tidak terdapat

penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang

saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan

ataupun gangguan jiwa.

Menurut Santrock (2013) dalam Sutejo (2017), penyebab gangguan jiwa dapat

dibedakan atas :

a. Faktor Biologis/Jasmaniah

1) Keturunan Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam

mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat

ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.

2) Jasmaniah Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan

dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh gemuk/endoform cenderung

menderita psikosa manik depresif, sedang yang kurus/ectoform cenderung menjadi

skizofrenia.

3) Temperamen Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah

kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa.

4) Penyakit dan cedera tubuh Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung,

kanker, dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan rasa murung dan sedih. Demikian

pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.


1

b. Faktor Psikologis

Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan

mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih sayang orang tua yang dingin,

acuh tak acuh, kaku dan keras akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki

kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.

c. Faktor Sosio-Kultural Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat

dilihat maupun yang tidak terlihat.

Faktor budaya bukan merupakan penyebab langsung yang dapat menimbulkan

gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping

memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang, misalnya melalui

aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut (Sutejo, 2017).

Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut, yaitu :

1). Cara membesarkan anak

Cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, dapat menyebabkan hubungan

orangtua dan anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak dewasa mungkun

bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka bergaul atau justru menjadi

penurut yang berlebihan.

2). Sistem nilai

Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu dengan yang

lain, antara masa lalu dengan sekarang, sering menimbulkan masalah-masalah

kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan di rumah / sekolah, dengan

yang dipraktikkan di masyarakat sehari-hari.

3) Kepincangan antara keinginan dengan kenyataan yang ada Iklan-iklan di radio,

televisi, surat kabar, film dan lain lain menimbulkan bayangan-bayangan yang

menyilaukan tentang kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup

seharihari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba mengatasinya


1

dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang merugikan masyarakat.

4) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi

Dalam masyarakat modern, kebutuhan dan persaingan makin meningkat dan

makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil teknologi modern. Memacu orang

untuk bekerja lebih keras agar dapat memilikinya.

Faktor-faktor gaji rendah, perumahan yang buruk, waktu istirahat dan berkumpul

dengan keluarga sangat terbatas dan sebagainya, merupakan sebagian

mengakibatkan perkembangan kepribadian yang abnormal.

5) Perpindahan kesatuan keluarga Khusus untuk anak yang sedang berkembang

kepribadiannnya, perubahan-perubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan),

sangat cukup mempengaruhi.

6) Masalah golongan minoritas

Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari lingkungan, dapat

mengakibatkan rasa pemberontakan yang selanjutnya akan tampil dalam bentuk

sikap acuh atau melakukan tindakan-tindakan yang merugikan banyak orang.

2.1.3 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

Gejala-gejala gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks antara unsur

somatik, psikologik, dan sosio-budaya. Gejala-gejala inilah sebenarnya menandakan

dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutama pemikiran, perasaan dan perilaku

(Maramis, 2010). Nasir & Muhith (2011) menguraikan beberapa tanda dan gejala

gangguan jiwa sebagai berikut :

a. Gangguan Kognitif

Kognitif adalah suatu proses mental di mana seorang individu menyadari dan

mempertahankan hubungan dengan lingkungannya, baik lingkungan dalam maupun

lingkungan luar (fungsi mengenal). Proses kognitif meliputi beberapa hal, antara lain
1

sensasi dan persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi, pertimbangan, pikiran, serta kesadaran.

b. Gangguan Perhatian

Perhatian merupakan pemusatan dan konsentrasi energi, dengan menilai dalam suatu

proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu rangsangan.

c. Gangguan Ingatan

Ingatan (memori) merupakan suatu kemampuan untuk menyimpan, mencatat,

memproduksi isi, dan tanda-tanda kesadaran.

d. Gangguan Asosiasi

Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan, kesan, atau gambaran

ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan atau gambaran ingatan respons/konsep lain

yang sebelumnya berkaitan dengannya.

e. Gangguan Pertimbangan

Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk membandingkan/menilai

beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk

memutuskan maksud dan tujuan dari suatu aktivitas.

f. Gangguan Pikiran

Pikiran umum adalah meletakkan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan

seseorang.

g. Gangguan Kesadaran

Kesadaran adalah kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan dengan

lingkungan, serta dirinya melalui pancaindra dan mengadakan pembatasan terhadap

lingkungan serta dirinya sendiri.

h. Gangguan Kemauan

Kemauan adalah suatu proses di mana keinginan-keinginan dipertimbangkan yanng

kemudian diputuskan untuk dilaksanakan sampai mencapai tujuan.


1

i. Gangguan Emosi dan Afek

Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada aktivitas

tubuh serta menghasilkan sensasi organik dan kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan atau

nada perasaan emosional seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu

pikiran, bisa berlangsung lama dan jarang disertai komponen fisiologis.

Menurut Suswinarto (2015) Perubahan prilaku pada kestabilan emosi merupakan

tanda seseorang mengalami gangguan jiwa. Perubahan perilaku tersebut ditandai dengan

perilaku menyimpang diantaranya adalah keluyuran, merusak barang, menyakiti orang,

mudah marah dan memendam perasaan.

j. Gangguan Psikomotor

Psikomotor adalah gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa.

2.1.4 Macam-Macam Gangguan Jiwa

Sistem yang paling banyak digunakan untuk mengelompokkan gangguan jiwa dan

menyediakan kriteria diagnosa standar, Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder (DSM) (2013) merilis beberapa kategori gangguan mental umum, termasuk

gangguan kecemasan, bipolar, gangguan disosiatif, gangguan makan, gangguan

neurokognitif, gangguan perkembangan saraf, gangguan kepribadian, gangguan tidur

bangun, gejala somatis, gangguan adiktif dan yang terkait substansi, serta trauma dan

gangguan terkait stresor (Sutejo, 2017).

a. Skizofrenia

Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi

personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering

dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang

sebab musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis 2010). Dalam kasus berat,

klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya

abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi
1

sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan

dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat” (Sutejo,

2017).

b. Depresi

Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam

perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu

makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan

bunuh diri. Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada

alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup,

perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah suatu perasaan sedih

dan yang berhubungan dengan penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri

sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Sutejo, 2017). Depresi adalah gangguan

patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan,

sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak

berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang

akan datang.

Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai

akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa

ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan

kesedihan dengan tanda depresi. Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang

depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang

menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. Depresi dianggap normal

terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan

peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang

mulai pulih (Fajar, 2016).


1

c. Gangguan Kepribadian Klinik

Menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatis) dan gejala-

gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun

rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi

sebagian besar tidak tergantung pada satu dan yang lain atau tidak berkorelasi (Fajar, 2016).

d. Gangguan mental organik

Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh

gangguan fungsi jaringan otak (Maramis, 2010). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat

disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengeni otak atau yang terutama diluar

otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi

mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian

otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala

dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan

tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu

dari pada pembagian akut dan menahun (Fajar, 2016).

e. Gangguan psikomatik

Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis

2010). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau

semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf

vegetative. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu

neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut

juga gangguan psikofisiologik (Sutejo 2017).

f. Gangguan Intelektual

Gangguan intelektual merupakan keadaan dengan intelegensi kurang (abnormal) atau

dibawah rata-rata sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak).

Retardasi mental ditandai dengan adanya keterbatasan intelektual dan ketidakcakapan dalam
1

interaksi sosial (Stuart & Sundeen, 2008).

g. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja

Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan

permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis 2010). Anak dengan

gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan.

Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan

tetapi akhirnya kedua faktor ini saling memengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk

anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada

anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat

mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi

perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka

dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah (Sutejo 2017).

2.1.5 Penggolongan Gangguan Jiwa

Menurut Yosep (2009) penggolongan gangguan jiwa dapat dibedakan menjadi :

1. Neurosis Neurosis ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis

dimana tidak ada rangsangan yang spesifik.

2. Psikosis Psikosis merupakan gangguan penilaian yang menyebabkan ketidakmampuan

seseorang menilai realisitis dengan fantasi dirinya. Hasilnya, terdapat realitas baru versi

orang psikosis tersebut. Psikosis dapat pula diartiakan sebagai suatu kumpulan gejala atau

sindrom yang berhubungan gangguan psikiatri lainnya, tetapi gejala tersebut bukan

merupakan gejala spesifik penyakit yang menyebabkan kecemasan tersebut (Sutejo,

2017).

2.1.6. Dampak Gangguan Jiwa

Dampak gangguan menurut Wahyu (2012) terdiri dari :

1. Penolakan : Timbul ketika ada keluarga yang menderita gangguan jiwa, anggota

keluarga lain menolak penderita tersebut. Sikap ini mengarah pada ketegangan, isolasi

dan
1

kehilangan hubungan yang bermakna dengan anggota keluarga yang lainnya.

2. Stigma : Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua dalam anggota

keluarga mengetahuinya. Keluarga menganggap penderita tidak dapat berkomunikasi

layaknya orang normal lainnya. Sehingga menyebabkan beberapa keluarga merasa tidak

nyaman dengan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

3. Kelelahan dan Burn out : Sering kali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan

anggota keluarga yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin mulai merasa tidak

mampu untuk mengatasi anggota keluarga dengan gangguan jiwa yang yang terus-menerus

harus dirawat

4. Duka : Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki penyakit mental.

Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi dan berpartisipasi dalam

kegiatan normal dari kehidupan sehari-hari.

2.2 Konsep Waham

2.2.1 Pengertian Waham

Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang

salah tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat. Waham merupakan

gangguan dimana penderitanya memiliki rasa realita yang berkurang atau terdistorsi

dan tidak dapat membedakan yang nyata dan yang tidak nyata (Victoryna, F.,

Wardani,

I. Y., & Fauziah, 2020)

Gangguan proses pikir waham merupakan suatu keyakinan yang sangat mustahil

dan dipegang teguh walaupun tidak memiliki bukti-bukti yang jelas, dan walaupun

semua orang tidak percaya dengan keyakinannya (Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson,

2019)
1

2.2.2 Etiologi

Menurut World Health Organization (2016) secara medis ada banyak

kemungkinan penyebab waham, termasuk gangguan neurodegeneratif, gangguan

sistem saraf pusat, penyakit pembuluh darah, penyakit menular, penyakit

metabolisme, gangguan endokrin, defisiensi vitamin, pengaruh obat-obatan, racun,

dan zat psikoaktif (World Health Organization, 2016).

1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan delusi atau

waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan dengan gangguan

ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di bandingkan dengan populasi

umum. Studi pada manusia kembar juga menunjukan bahwa ada keterlibatan faktor.

b. Teori Psikososial.

System Keluarga : Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan

disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Bayaknya

masalah dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dimana anak

tidak mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya. Beberapa ahli

teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang tua yang dingin,

perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan, perasaan mementingkan diri sendiri

yang berlebihan dan tidak percaya pada individu. Klien menjadi orang dewasa

yang rentan karena pengalaman awal ini.

c. Teori Interpersonal.

Dikemukakan oleh Pawirowiyono (2015) di mana orang yang mengalami psikosis

akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas

tinggi(Keliat, B.A., & Pawirowiyono, 2015). .Hal ini jika di pertahankan maka

konsep diri anak akan mengalami ambivalen.


1

d. Psikodinamika.

Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau perhatian

ibu,dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal untuk

membangun rasa percayanya sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh

karena kerusakan harga diri yang parah, perasaan kehilangan kendali,takut dan

ansietas berat. Sikap curiga kepada seseorang di manifestasikan dan dapat

berlanjut di sepanjang kehidupan.

Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah:

1. Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat.

2. Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian

3. Hubungan yang tidak harmonis dengan oranglain

4. Perpisahan dengan orang yang dicintainya

5. Kegagalan yang sering dialami

6. Menggunakan penyelesaian masalah yang tidak sehat misalnya

menyalahkan orang lain.

2. Faktor Presipitasi

a. Biologi

Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif

termasuk:

1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi

2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang

mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi rangsangan.


1

b. Stres lingkungan

Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi

dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Pemicu gejala

Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang sering menunjukkan episode baru

suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon neurobiologik yang

maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku

individu (Direja, 2011).

2.2.3 Rentang Respon

Menurut Darmiyanti (2012), rentang respon waham sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Disorientasi Pikiran Gg.Proses


pikir/Waham
Persepsi Akurat Ilusi Sulit Berespon
Emosi Konsisten Reaksi Emosi Ber (+/-) Perilaku Tidak
sesuai
Perilaku Sosial Perilaku Aneh/Tdk Biasa Isolasi Sosial
Hubungan Sosial Menarik Diri Halusinasi
1

2.2.4 Fase Waham


Menurut Eriawan (2019) Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :

1. Fase Lack of Humanneed

Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik

maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang

dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan

menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk

melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi

terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan self ideal sangat tinggi. Misalnya

ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat

cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham

terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat

dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life

spanhistory).
1

2. Fase Lack Of Selfesteem

Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara

self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan

yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui

kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan

teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan

yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut.

Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi,

pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.

3. Fase Control Internal External

Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa- apa yang ia

katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan

kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat

berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan

diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan

tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien

mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar,

tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan

menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau

konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang

lain.

4. Fase Environment Support

Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya

menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu

yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.

Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma

(Super Ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
1

5. Fase Comforting

Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap

bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan

sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya.

Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial (Isolasi

sosial).

6. Fase Improving

Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu

keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering

berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan- kebutuhan yang tidak

terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi.

Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk

mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya

keyakinan relegiusnya bahwa apa- apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar

serta ada konsekuensi social.


1

2.2.5 Jenis Waham

Menurut (Prakasa, A., & Milkhatun, 2020) jenis waham yaitu :

1. Waham Kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau

kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai

kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!”

atau, “Saya punya tambangemas.”

2. Waham Curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok

yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang

kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh

saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan

kesuksesansaya.”

3. Waham Agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu

agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai

kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus

menggunakan pakaian putih setiaphari.”

4. Waham Somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya

terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi

tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.”

(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-

tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakitkanker).

5. Waham Nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di

dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai

kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini

adalah roh-roh”.
1

6. Waham Sisip Pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang

disisipkan ke dalam pikirannya.

7. Waham Siar Pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa

yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya

kepada orang tersebut

8. Waham Kontrol Pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh

kekuatan di luar dirinya.

2.2.6 Tanda dan Gejala

Menurut (Prakasa, A., & Milkhatun, 2020) bahwa tanda dan gejala gangguan

proses pikir waham terbagi menjadi 8 gejala yaitu, menolak makan,

perawatan diri, emosi, gerakan tidak terkontrol, pembicaraan tidak sesuai,

menghindar, mendominasi pembicaraan, berbicara kasar.

1. Waham Kebesaran

a. DS : Klien mengatakan bahwa ia adalah presiden, Nabi, Wali,

artis dan lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan dirinya.

b. DO : Perilaku klien tampak seperti isiwahamnya

1) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis,

tidak berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat

dimengerti

2) Klien mudah marah

3) Klien mudah tersinggung


1

2. Waham Curiga
a. DS:

1) Klien curiga dan waspada berlebih pada orang tertentu

2) Klien mengatakan merasa diintai dan akan membahayakan dirinya.

b. DO:

1) Klien tampak waspada

2) Klien tampak menarik diri

3) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

4) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis,

tidak berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat

dimengerti)

3. Waham Agama

a. DS : Klien yakin terhadap suatu agama secara

berlebihan, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan

kenyataan.

b. DO:

1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

2) Klien tampak bingung karena harus melakukan isi wahamnya

3) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis,

tidak berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat

dimengerti)

4. Waham Somatik

a. DS : Klien mengatakan merasa yakin menderita penyakit fisik.


1

b. DO:

1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

2) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis,

tidak berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat

dimengerti)

3) Klien tampak bingung

4) Klien mengalami perubahan pola tidur

5) Klien kehilangan selera makan

5. Waham Nihilistik

a. DS : Klien mengatakan bahwa dirinya sudah meninggal dunia,

diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan

kenyataan.

b. DO:

1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

2) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis,

tidak berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat

dimengerti)

3) Klien tampak bingung

4) Klien mengalami perubahan pola tidur

5) Klien kehilangan selera makan

6. Waham Bizzare

a. Sisip Pikir:

1) DS:

Klien mengatakan ada ide pikir orang lain yang disisipkan dalam

pikirannya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai

dengan kenyataan.
1

2) DO:

a) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

b) Klien tampak bingung

c) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak

berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)

d) Klien mengalami perubahan pola tidur

b. Siar Pikir

1) DS:

a) Klien mengatakan bahwa orang lain mengetahui apa yang dia

pikirkan yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai

dengan kenyataan.

b) Klien mengatakan merasa khawatir sampai panik

c) Klien tidak mampu mengambil keputusan

2) DO:

a) Klien tampak bingung

b) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

c) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak

berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)

d) Klien tampak waspada

e) Klien kehilangan selera makan


1

c. Kontrol Pikir

1) DS:

a) Klien mengatakan pikirannya dikontrol dari luar

b) Klien tidak mampu mengambil keputusan

2) DO : Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

a) Klien tampak bingung

b) Klien tampak menarik diri

c) Klien mudah tersinggung

d) Klien mudah marah

e) Klien tampak tidak bisa mengontrol diri sendiri

f) Klien mengalami perubahan pola tidur

g) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis,

tidak berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat

dimengerti)
1

2.2.7 Penatalaksanaan Medis

Menurut (Prastika, Y., Mundakir, S. K., & Reliani, 2014) penatalaksanaan medis

waham antara lain :

1. Psikofarmalogi

a. Litium Karbonat

Jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan

bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Litium masih efektif dalam

menstabilkan suasana hati pasien dengan gangguan bipolar. Gejala

hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat juga

digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan ulang

pasien bipolar dengan riwayat mania.

b. Haloperidol

Obat anti psikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon.

Mekanisme kerja yang tidak diketahui. Haloperidol efektif untuk

pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-anak yang sering

membangkang, untuk pengobatan jangka pendek, pada anak yang

hiperaktif juga melibatkan aktivitas motorik berlebih memiliki kelainan

tingkah laku seperti: Impulsif, sulit memusatkan perhatian, agresif,

suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.

c. Karbamazepin

Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor,

dan neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi

tidak berhubungan dengan obat anti konvulsan lain atau obat lain

yang digunakan untuk mengobati nyeri pada neuralgia trigeminal.


1

1) Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik potensi rendah

Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi

untuk pengamanan pasien. Hal ini menggunakan penggunaan obat

anti psikotik untuk pasien waham.

2) Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone). Pilihan awal

Risperidone tablet 1mg, 2mg, 3mg atau Clozapine tablet 25mg,

100mg.

3) Tipikal (klorpromazin, haloperidol), klorpromazin 25-100mg.

Efektif untuk menghilangkan gejala positif.

4) Penarikan diri selama potensi tinggi seseorang mengalami waham.

Dia cenderung menarik diri dari pergaulan dengan orang lain dan

cenderung asyik dengan dunianya sendiri (khayalan dan pikirannya

sendiri). Oleh karena itu, salah satu penatalaksanaan pasien waham

adalah penarikan diri yang potensial, Hal ini berarti

penatalaksanaannya penekanan pada gejala dari waham itu sendiri,

yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan kecanduan morfin

biasanya sewaktu- waktu sebelum waktu yang berikutnya, penarikan

diri dari lingkungan sosial

5) ECT tipe katatonik Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah sebuah

prosedur dimana arus listrik melewati otak untuk pelatihan kejang

singkat. Hal ini menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang

dapat mengurangi penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia

katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika gejala yang parah atau jika

obat-obatan tidak membantu meredakan episode katatonik.


1

6) Psikoterapi Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien

waham, namun psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak

sesuai untuk semua orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk

terlibat dalam proses terapi yang memerlukan komunikasi dua

arah. Yang termasuk dalam psikoterapi adalah terapi perilaku,

terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identifikasi klien

Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak

dengan klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat,

tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.

b. Keluhan utama/alasan masuk

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan

keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga

untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.

c. Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami

gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami,

penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan

dalam keluarga dan tindakan kriminal. Dapat dilakukan pengkajian

pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya

gangguan:
1

1) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi

respon psikologis dari klien.

2) Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan

dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-

anak.

3) Sosial Budaya

Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan,

kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress

yang menumpuk.

d. Aspekfisik/biologis

Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,

pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji

fungsi organ kalau ada keluhan.

e. Aspek psikososial

1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi

yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga,

masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan

dan pola asuh.

2) Konsep diri

a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap

tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.

b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat,


1

kepuasan klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan

klien sebagai laki- laki/perempuan.

c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga /kelompok dan

masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas

tersebut.

d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas,

lingkungan dan penyakitnya.

e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan

penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi

pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud

harga diri rendah.

3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam

kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat

4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.

f. Status mental

Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,

aktvitas motori klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir),

afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir,

isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung,

kemampuan penilaian dan daya tilik diri.

g. Proses pikir.

Proses pikir dalam berbicara jawaban klien kadang melantur,

masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada

tujuan (flight ofideas) kadang-kadang klien mengulang

pembicaraan yang sama (persevere) Masalah keperawatan:

Gangguan Proses Pikir.


1

h. Isi Pikir

Contoh isi pikir klien saat diwawancara :

1) Klien mengatakan bahwa dirinya banyak mempunyai

pacar, dan pacarnya orang kaya dan bos batu bara

Masalah keperawatan : waham kebesaran.

2) Klien mengatakan alasan masuk RSJ karena sakit liver.

Masalah keperawatan : waham somatik.

i. Kebutuhan Persiapan Pulang

1) Kemampuan makan, mampu menyiapkan, membersihkan

alat makan

2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan

membersihkan WCserta membersihkan dan merapikanpakaian

3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi

kebersihan tubuh.

4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah

5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan

j. Masalah psikososial dan lingkungan: Dari data keluarga atau

klien mengenai masalah yang dimiliki klien.

k. Pengetahuan

Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap

bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.

l. Aspek medic

Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti

terapi psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi

spiritual,
1

terapi okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu

refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat

melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan

bermasyarakat.

2.4 Diagnosa Keperawatan


Menurut (Darmiyanti, 2012) Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien

waham adalah: Gangguan proses pikir: waham, Kerusakan komunikasi verbal dan

Harga diri rendah kronik.

2.5 Rencana Keperawatan


Rencana Keperawatan yang diberikan pada klien tidak hanya berfokus pada

masalah waham sebagai diagnosa penyerta lain. Hal ini dikarenakan tindakan yang

dilakukan saling berkontribusi terhadap tujuan akhir yang akan dicapai. Rencana

tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan proses pikir : waham

yaitu(Keliat, 2009) :

1. Bina hubungan saling percaya

Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, saudara harus membina

hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman

saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan dalam

rangka membina hubungan saling percaya adalah:

a. Mengucapkan salam terapeutik

b. Berjabat tangan

c. Menjelaskan tujuan interaksi

d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
1

2. Bantu orientasi realita

a. Tidak mendukung atau membantah waham pasien

b. Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman

c. Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari

d. Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa

memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti

membicarakannya

e. Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan

realitas.

f. Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi

sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah.

g. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan

emosional pasien.

h. Berdikusi tentang kemampuan positif yang dimiliki

i. Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki

j. Berdiskusi tentang obat yang diminum

k. Melatih minum obat yang benar.


1

2.6 Implementasi keperawatan

Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata

sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana hal ini terjadi karena perawat belum

terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan

(Dalami, E., ROCHIMAH, N., SURYATI, K. R., & LESTARI, 2009). Adapun

pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan Strategi Pelaksanaan

(SP) yang sesuai dengan masing-masing maslaah utama. Pada masalah gangguan

proses pikir : waham terdapat 4 macam SP yaitu :SP 1 Pasien : Membina hubungan

saling percaya, latihan orientasi realita : orientasi orang, tempat, dan waktu serta

lingkungan sekitar.

SP 2 Pasien : Mengajarkan cara minum obat secara teratur

SP 3 Pasien : Mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi

kebutuhan; mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi

SP 4 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien yang dimiliki

dan membantu mempraktekkannya

2.7 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan klien (Dalami, E., ROCHIMAH, N., SURYATI, K. R., & LESTARI,

2009). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan yang

telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu : evaluasi proses atau

formatif dilakukan selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif

dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan

khusus yang telah ditentukan.


1

Menurut(Yusuf, A., 2015) evaluasi yang diharapkan pada asuhan

keperawatan jiwa dengan gangguan proses pikir adalah:

1. Pasien mampu melakukan hal berikut:

a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan.

b. Berkomunikasi sesuaikenyataan.

c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh.

2. Keluarga mampu melakukan hal berikut:

a. Membantu pasienuntuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan.

b. Membantu pasienmelakukan kegiatan-kegiatan sesuai

dengan kemampuan dan kebutuhan pasien.

c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh.

2.8 Konsep Dasar Komunikasi Terapeutik

2.8.1 Definisi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,

bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Fitria, 2018).

Sedangkan menurut Struart & Sundeen komunikasi terapeutik merupakan cara untuk

membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan

pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud yang mempengaruhi orang lain.

Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses interaksi antara pasien

dan perawat yang membantu pasien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis

dengan orang lain. Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa

komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar,

bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina hubungan

yang terapeutik antara perawat dan pasien.


1

Komunikasi ialah faktor penting bagi perawat dalam melakukan asuhan

keperawatan dengan pasien. Semakin baik komunikasi perawat, maka semakin

berkualitas pula asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien karena komunikasi

yang baik dapat membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Perawat

yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja mudah menjalin

hubungan saling percaya dengan pasien, tapi juga dapat menumbuhkan sikap empati dan

caring, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam

pelayanan keperawatan dan bahkan dapat meningkatkan citra profesi keperawatan serta

citra rumah sakit (Sarfika et al., 2018).

2.8.2 Prinsip - Prinsip Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan

Menurut Buku Ajar Keperawatan Dasar (Sarfika et al., 2018), prinsip-prinsip

komunikasi terapeutik meliputi :

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri (self awareness) yang berarti

memahami nilai-nilai yang dianut

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan

saling menghargai.

3. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental

4. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas

berkembang tanpa rasa takut

5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki

motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lauknya sehingga tumbuh

makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi


1

6. Perawat harus mampu mengontrol perasaan sendiri secara bertahap untuk

mengetahui dan mengatasi perasaan emosional seperti perasaan gembira,

sedih, marah, keberhasilan, maupun frustasi

7. Perawat harus mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat

mempertahankan konsistensinya

8. Perawat harus mampu memahami arti empati dan menggunakannya sebagai

tindakan yang terapeutik, dan mampu memahami arti simpati yang bukan

sebagai tindakan terapeutik

9. Perawat harus mampu memahami bahwa kejujuran dan komunikasi terbuka

merupakan dasar dari hubungan terapeutik

10. Perawat harus mampu menjadi role model agar dapat menyakinkan dan

sebagai contoh kepada orang lain tentang perilaku sehat.

11. Perawat harus mampu mengungkapkan perasaan dan menyatakan sikap

yang jelas

12. Perawat mampu memiliki sifat altruisme yang berarti menolong atau

membantu permasalahan pasien tanpa mengharapkan imbalan apapun dari

pasien.

13. Perawat harus mampu mengambil keputusan berdasarkan prinsip

kesejahteraan manusia

14. Bertanggung jawab pada setiap sikap dan tindakan yang dilakukan.

2.8.3 Karakteristik Komunikasi Terapeutik


Menurut (Fitria, 2018), ada tiga hal yang mendasar yang memberi ciri-ciri

komunikasi terapeutik antara lain :


1

1. Keikhlasan (Genuiness)
Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap

keadaan pasien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai

kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga mampu belajar untuk

mengkomunikasikan secara tepat

2. Empati (Empathy)

Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap

perasaan yang dialami pasien dan kemampuan merasakan dunia pribadi pasien. Empati

merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas

apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman

diantara orang yang terlibat komunikasi.

3 Kehangatan (Warmth)

Dengan kehangatan, perawat akan mendorong pasien untuk mengekspresikan ide-

ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau

dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan

adanya rasa penerimaan perawat terhadap pasien. Sehingga pasien akan

mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.


1

2.8.4. Tahapan dalam Komunikasi Terapeutik

Dalam komunikasi terapeutik ada tempat tahap, dimana pada setiap tahap

mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Fitria, 2018).

1. Fase Pra Interaksi

Pra interaksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan pasien, perawat

mengumpulkan data tentang pasien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri

dan membuat rencana pertemuan dengan pasien.

2. Fase Orientasi

Fase ini dimulai ketika perawat bertemu dengan pasien untuk pertama kalinya.

Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan pasien minta pertolongan yang akan

mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-pasien. Dalam menilai hubungan tugas

pertama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian komunikasi yang

terbuka dan perumusan kontrak dengan pasien. Pada tahap ini perawat melakukan

kegiatan sebagai berikut : memberi salam dan senyum pada pasien, melakukan validasi,

memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama kesukaan pasien, menjelaskan

kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan

saling percaya.

3. Fase Kerja

Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah

memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya, menanyakan keluhan


1

utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai

rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif

pasien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang

meningkatkan integritas pasien dengan meminimalisasi ketakutan,

ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada pasien.

4 Fase Terminasi

Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan oleh

perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan pasien, melakukan

kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

2.9 Konsep Dasar Stres Adaptasi dan Mekanisme Koping

2.9.1 Definisi Stres

Stres adalah segala situasi dimana terdapat banyaknya tuntutan yang

mengharuskan seorang individu untuk merespon atau melakukan suatu tindakan.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa stress ialah apabila seseorang

mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas

yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespons dengan tidak mampu terhadap tugas

tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres. Namun juga sebaliknya apabila

seseorang yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu mengatasi beban dengan

tubuh berespons dengan baik, maka orang itu tidak mengalami stress (Lestari, 2016).
1

2.9.2 Macam – Macam Stress

Ditinjau dari (Lestari, 2016), maka stres dibagi menjadi enam macam,

diantaranya adalah :

1. Stres fisik

Stres yang disebabkan karena adanya keadaan fisik seperti karena temperatur

yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena

tegangan arus listrik.

2. Stres kimiawi

Stres ini karena disebabkan zat kimia seperti obat-obatan, zat beracun, asam

basa, faktor hormon, atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia.

3. Stres mikrobiologik

Stres ini disebabkan karena kuman seperti virus, bakteri atau parasit

4. Stres fisiologik

Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya

gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.

5. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan

Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti

pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.

6. Stres psikis ataua emosional

Stres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan

kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial

budaya atau faktor keagamaan.


1

2.9.3 Sumber Stresor

Sumber stressor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat

mempengaruhi sifat dari stressor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikososial

maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas seperti

air minum, makanan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan psikososial dapat

berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, sedangkan

lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah

atau lainnya (Lestari, 2016).

Sumber stressor lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan fisiologis

dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan atau lainnya. Sedangkan sumber

stressor dari pikiran adalah berhubungan dengan penilaian seseorang terhadap status

kesehatan yang dialami serta pengaruh terhadap dirinya (Lestari, 2016).

1. Sumber Stres di Dalam Diri

Sumber stress dalam diri sendiri pada umunya dikarenakan konflik yang terjadi

antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan

yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat

menimbulkan suatu stress.

2. Sumber Stres di Dalam Keluarga

Stres ini bersumber dari masalah keluarga yang ditandai dengan adanya

perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda

diantara keluarga permasalahan ini akan selalu menimbulkan suatu keadaan yang

dinamakan stress.
1

3. Sumber Stres di Dalam Masyarakat dan Lingkungan

Sumber stres ini dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada umumnya,

seperti lingkungan pekerjaan, secara umum disebut stress pekerja karena lingkungan

fisik, dikarenakan hubungan interpersonal serta kurangnya ada pengakuan dimasyarakat

sehingga tidak dapat berkembang.

2.9.4 Cara Mengendalikan Stress

Menurut Modul Stres dan Adaptasi (Lestari, 2016) Stres dapat menimbulkan

masalah yang merugikan individu sehingga diperlukan beberapa cara untuk

mengendalikannya. Ada beberapa kiat untuk mengendalikan stres yaitu :

1. Positifkan sikap, keyakinan dan pikiran : bersikaplah fleksibel, rasional, dan

adaptif terhadap orang lain, artinya jangan terlebih dahulu menyalahkan orang

lain sebelum melakukan intropeksi diri dengan pengednalian internal.

2. Kendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan cara mengasah : perhatikan diri

sendiri, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan.

3. Kembangkan sikap efisien

4. Lakukan relaksasi (tarik nafas dalam)

5. Lakukan visualisasi (angan-angan terarah)

2.9.5 Definisi Adaptasi


Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini

dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan


1

lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi

(Oliver, 2019). Menurut Herdjan dalam buku modul stres dan adaptasi (Lestari, 2016)

mengungkapkan bahwa adaptasi adalah suatu usaha atau perilaku penyesuaian diri yang

tujuannya untuk mengatasi kesulitan dan hambatan, penyesuaian diri ini berupa

perubahan anatomi, psikologi, dan fisiologi dalam diri seseorang yang terjadi sebagai

reaksi terhadap stress.

Berdasarkan dua pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa adaptasi itu

merupakan suatu pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari

pengalaman untuk mengatasi suatu masalah, seperti secara individu atau kelompok itu

dituntut beradaptasi ketika memasuki suatu lingkungan baru contohnya dalam keluarga,

suatu perusahaan, bangsa, dan lingkungan sekitarnya.

2.9.6 Macam - Macam Adaptasi

Menurut buku modul stres dan adaptasi (Lestari, 2016), adaptasi ini suatu proses

penyesuaian tubuh secara alamiah atau secara fisiologis untuk mempertahankan

keseimbangan dari berbagai faktor yang menimbulkan atau mempengaruhi keadaan

menjadi tidak seimbang, contohnya seperti masuknya kuman penyakit, maka secara

fisiologis tubuh berusaha untuk mempertahankan baik dari pintu masuknya kuman atau

sudah masuknya kuman dalam tubuh. Proses adaptasi ini dapat dibedakan menjadi

beberapa macam antara lain :

1. Adaptasi Secara Fisiologis

Adaptasi fisiologis dapat dibedakan menjadi dua yaitu :


1

a. LAS (Local Adaptation Syndrom)

Apabila kejadian atau proses adaptasi bersifat lokal, seperti ketika

daerah tubuh atau kulit terkena infeksi, maka akan terjadi daerah

sekitar kulit tersebut kemerahan, bengkak, nyeri, panas dan lain-lain

yang sifatnya lokal pada daerah sekitar yang terkena

b. GAS (General Adaptation Syndrom)

Bila reaksi lokal tidak dapat diatasi maka menyebabkan gangguan

secara sistemik tubuh akan melakukan proses penyesuaian seperti

panas seluruh tubuh, berkeringat dan lain-lain. GAS diuraikan dalam

tiga tahapan berikut :

1) Tahap Alarm

Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan

pikiran untuk menghadapi stressor seperti pengaktifan hormon

yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya

menyiapkan individu untuk bereaksi. Aktifitas hormonal yang luas

ini menyiapkan individu untuk melakukan respons melawan atau

menghindar. Respons ini bisa berlangsung dari menit sampai jam.

Bila stresor menetap maka individu akan masuk kedalam fase

resistensi.

2) Tahap Resistensi (Melawan)

Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan

psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh

berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada

keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor


1

penyebab stres. Bila teratasi, gejala stres menurun atau normal.

Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir

yaitu fase kelelahan atau kehabisan tenaga.

3) Tahap Akhir (Kelelahan)

Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat

tertanggulangi pada fase sebelumnya. Tahap ini cadangan energi

telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi

menghadapi stres. Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan

diri terhadap stresor inilah yang akan berdampak pada kematian

individu tersebut.

2. Adaptasi Psikologis

Merupakan proses penyesuaian secara psikologis akibat stressor yang ada, dengan

cara memberikan mekanisme pertahanan diri dengan harapan dapat melindungi atau

bertahan dari serangan-serangan atau hal-hal yang tidak menyenangkan. Dalam proses

adaptasi secara psikologis terdapat dua cara untuk mempertahankan diri dari berbagai

stressor yaitu :

a. Task Oriented Reaction (reaksi berorientasi pada tugas)

Reaksi ini merupakan koping yang digunakan dalam mengatasi

masalah dengan berorientasi pada proses penyelesaian masalah,

meliputi afektif (perasaan), kognitif (pengetahuan), psikomotor

(keterampilan).

b. Ego Oriented Reaction (reaksi berorientasi pada ego)

Reaksi ini dikenal dengan mekanisme pertahanan diri secara psikologis

agar tidak mengganggu psikologis yang lebih dalam. Diantara


1

mekanisme pertahanan diri yang dapat digunakan untuk melakukan

proses adaptasi psikologis antara lain :

1) Rasionalisasi

Memberi keterangan bahwa sikap/ tingkah lakunya menurut alasan

yang seolah-olah rasional, sehingga tidak menjatuhkan harga

dirinya. Misalnya, seorang mahasiswa yang menyalahkan cara

mengajar dosennya ketika ditanyakan oleh orang tuanya mengapa

nilai semesternya buruk.

2) Displacement

Mengalihkan emosi, arti simbolik, fantasi dari sumber yang

sebenarnya (benda, orang, atau keadaan) kepada orang lain, benda

atau keadaan lain. Misalnya, seorang pria bertengkar dengan

pacarnya dan sepulangnya ke rumah marah-marah pada adiknya.

3) Kompensasi

Menutupi kelemahan dengan menonjolkan kemampuannya atau

kelebihannya.

4) Proyeksi

Hal ini berlawanan dengan intropeksi, dimana menyalahkan orang

lain atas kelalaian dan kesalahan-kesalahan atau kekurangan diri

sendiri.

5) Represi

Penyingkiran unsur psikis (suatu afek, pemikiran, motif, konflik)

sehingga menjadi tidak sadar dilupakan/ tidak dapat diingat lagi.


1

Represi membantu individu mengontrol impuls-impuls berbahaya,

seperti contohnya suatu pengalaman traumatis menjadi terlupakan.

6) Denial

Menolak untuk menerima atau menghadapi kenyataan yang tidak

enak. Misalnya, seorang gadis yang telah putus dengan pacarnya

menghindarkan diri dari pembicaraan mengenai pacar, perkawinan

atau kebahagiaan.

3. Adaptasi Sosial Budaya

Merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses

penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, berkumpul

dengan masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan.

4. Adaptasi Spiritual

Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan

pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya.

Apabila mengalami stres, maka seseorang akan giat melakukan ibadah seperti rajin

melakukan ibadah.

2.9.7 Definisi Mekanisme Koping

Mekanisme koping merupakan sebuah cara atau usaha yang biasa digunakan oleh

individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi berbagai perubahan dalam kehidupan

sehari-hari dan situasi yang mengancam atau mengganggu baik secara kognitif maupun

perilaku (Apriliani, 2020). Koping bisa dikatakan juga sebagai proses individu dalam

mengelola ketidakseimbangan
1

antara tuntutan dan kemampuan individu berada dalam situasi yang penuh tekanan,

maka individu tersebut akan mengambil sebuah tindakan untuk mengatasi rasa stress

yang dialaminya.

Koping individu adalah suatu respon positif yang digunakan oleh individu untuk

melakukan pemecahan terhadap masalah atau mengurangi stress yang diakibatkan dari

masalah maupun peristiwa yang dialami, dengan menggunakan sumber-sumber dalam

diri individu serta mengembangkan perilaku yang bertujuan untuk menumbuhkan

kekuatan dan mengurangi dampak stres yang dialami, menurut (Stuart, 2013) dalam

jurnal (Apriliani, 2020).

Mekanisme koping dapat diartikan sebagai suatu proses yang disertai sebuah

usaha mengubah perilaku secara konstan untuk mengendalikan tuntutan dan tekanan

yang membebani serta melampaui kemampuan ketahanan individu. Koping sangat

fleksibel terutama apabila seseorang berhadapan dengan situasi atau keadaan yang

menyebabkan individu tersebut mengambil tindakan untuk mengatasi rasa stres dengan

cara modifikasi strategi yang sesuai (Apriliani, 2020).

2.9.8 Jenis – Jenis Mekanisme Koping


Lazarus dan Folkam dalam (Apriliani, 2020) mengatakan bahwa koping dapat

memiliki dua fungsi yaitu dapat berupa berfokus pada suatu titik permasalahan serta

melakukan regulasi emosi dalam merespons masalah, yaitu sebagai berikut :


1

1. Mekanisme koping berpusat pada masalah (Problem Focus Coping)


Mekanisme koping yang berpusat pada masalah ini diarahkan untuk mengurangi

tuntutan situasi yang mengurangi stress atau mengembangkan sumber daya untuk

mengatasinya. Mekanisme koping ini bertujuan untuk menghadapi tuntutan secara sadar,

realistik, subjektif, objektif, dan rasional. Aspek-aspek yang berhubungan dengan

mekanisme koping yang berpusat pada masalah sebagai berikut :

a. Seeking Informational Support, yaitu berusaha untuk mencari atau

mendapatkan informasi dari orang lain baik teman maupun dosen atau

guru yang berada dilingkungan sekitar.

b. Confrontative Coping, merupakan suatu usaha untuk mengubah keadaan

atau masalah secara agresif, menggambarkan tingkat kemarahan serta

pengambilan resiko. Mekanisme koping ini dapat konstruktif apabila

mengarah pada pemecahan masalah, tetapi juga dapat destruktif apabila

perasaan stres diarahkan pada hal yang agresif dan negatif.

c. Planful Problem Solving, ialah suatu bentuk menganalisa situasi yang

menimbulkan masalah kemudian berusaha untuk mencari solusi secara

langsung dalam menghadapi masalah.

2. Mekanisme koping berpusat pada emosi (Emotional Focused Coping)


Usaha mengatasi stres dengan mengatur respon emosional dalam rangka

menyesuaikan diri dengan dampak yang ditimbulkan oleh suatu yang dianggap penuh

tekanan. Emotional Focused Coping ditunjukan untuk mengatur respon emosional

terhadap situasi stres yang digunakan :


1

a. Self-control : Usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi

yang menekan.

b. Seeking social emotional support : Yaitu suatu tindakan mencari

dukungan baik secara emosional maupun sosial kepada orang lain.

c. Discanting : Merupakan suatu usaha yang dilakukan individu agar tidak

terlibat dalam permasalahan, dan menciptakan pandangan yang positif.

d. Positive reaprisial : Usaha mencari makna positif dari permasalahan

dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya bersifat religius.

e. Escape/ avoidance : Usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari

dari situasi tersebut dan menghindari dengan beralih pada hal lain seperti

makan, minum, dan merokok.

f. Accepting responsibility : Yaitu menerima dan menjalankan masalah

yang dihadapinya seiring berjalan waktu memikirkan solusi dari masalah

tersebut.

2.9.9 Karakteristik Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sundeen dalam (Apriliani, 2020), rentang respon mekanisme

koping dapat digambarkan sebagai berikut :

Adaptif Maladaptif

1. Mekanisme Koping Konstruktif (Adaptif)

Koping konstruktif (adaptif) merupakan suatu kejadian dimana individu dapat

melakukan koping baik serta cukup sehingga dapat mengatur berbagai tugas

mempertahankan hubungan dengan orang lain, mempertahankan konsep


1

diri dan mempertahankan emosi serta pengaturan terhadap respon stres. Koping yang

cukup artinya individu itu mampu melakukan manajemen tingkah laku terhadap

pemecah masalah yang paling sederhana dan realistis yang berfungsi untuk bisa

membebaskan diri dari masalah yang sedang dihadapinya. Adapun karakteristik

mekanisme koping adaptif sebagai berikut :

a. Dapat menceritakan secara verbal tentang perasaan

b. Mengembangkan tujuan yang realistis

c. Dapat mengidentifikasi sumber koping

d. Dapat mengembangkan mekanisme koping yang efektif

e. Mengidentifikasi alternatif strategi

f. Memilih strategi yang tepat

g. Menerima dukungan

2. Mekanisme Koping Destruktif (Maladaptif)

Mekanisme koping maladaptif adalah suatu keadaan dimana individu melakukan

koping yang kurang sehingga mengalami keadaan yang berisiko tinggi atau suatu

ketidakmampuan untuk mengatasi stressor. Koping maladaptif atau koping yang kurang

menandakan bahwa individu mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap

lingkungan maupun situasi yang sangat menekan. Karakteristik koping maladaptif,

sebagai berikut :

a. Menyatakan tidak mampu

b. Tidak mampu menyelesaikan masalah secara efektif


1

c. Perasaan lemas, takut, irritable, tegang, gangguan fisiologis, adanya stres kehidupan.

d. Tidak mampu memenuhi kebituhan dasar.

2.9.10 Sumber Koping

Sumber koping merupakan pilihan-pilihan atau strategi yang membantu seseorang

menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang berisiko, menurut Stuart dalam jurnal

(Apriliani, 2020), sumber koping individu terdiri dari dua jenis sumber yaitu sumber koping

internal dan eksternal, sebagai berikut :

1. Sumber koping internal

Sumber koping internal berasal dari pengetahuan, keterampilan seseorang, komitmen dan

tujuan hidup, kepercayaan diri, kepercayaan agama, serta kontrol diri. Karakteristik

kepribadian seseorang yang tersusun atas kontrol diri, komitmen dan tantangan merupakan

sumber mekanisme koping yang tangguh. Individu yang memiliki pribadi tangguh menerima

stressor sebagai sesuatu yang dapat diubah maupun dianggap sebagai suatu tantangan.

2. Sumber koping eksternal

Dukungan sosial merupakan sumber koping eksternal yang utama. Dukungan sosial ini

sebagai rasa memiliki informasi terhadap seseorang atau lebih. Hal ini menyebabkan seseorang

merasa bahwa dirinya dianggap atau dihargai sehingga disebut sebagai dukungan harga diri.

Dukungan sosial dapat meningkatkan kepribadian mandiri dan tidak menyebabkan

ketergantungan terhadap individu yang lainnya.

2.10 Konsep Keluarga

2.10.1 Definisi Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan

dan ikatan emosional dan mengidentifikasian diri mereka sebagai bagian dari keluarga

(Zakaria, 2017). Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2000, keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di

suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling kebergantungan. Duval dan Logan
1
(1986 dalam Zakaria, 2017)mengatakan keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan

perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan menciptakan, mempertahankan budaya dan

meningkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota

keluarganya.Dari hasil analisa Walls, 1986 (dalam Zakaria, 2017) keluarga sebagai unit yang

perlu dirawat, boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tetapi berfungsi

sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga.

Dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh

ikatan perkawinan, kelahiran, adopsi dan boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah dan

hukum yang tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan

dan memiliki kedekatan emosional yang memiliki tujuan mempertahankan budaya,

meingkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial sehingga menganggap diri

mereka sebagai suatu keluarga.

2.10.2 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018) sebagai berikut:

1. Fungsi afektif dan koping; dimana keluarga memberikan kenyamanan emosional

anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas, dan mempertahankan saat

terjadi stres

2. Fungsi sosialisasi; keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap,

dan mekanisme koping, memberikan feedback dan saran dalam penyelesaian

masalah.

3. Fungsi reproduksi; dimana keluarga melanjutkan garis keturunannya dengan

melahirkan anak.

4. Fungsi ekonomi; keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarga dan

kepentingan di masyarakat.

5. Fungsi pemeliharaan kesehatan; keluarga memberikan keamanan dan kenyamanan

lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat juga

penyembuhan dari sakit.


1
2.10.3 Tugas Keluarga

Tugas kesehatan keluarga menurut Bailon dan Maglalaya (2009) :

1. Mengenal masalah kesehatan

Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahanperubahan yang

dialami anggota keluarga.Dan sejauh mana keluarga mengenal dan mengetahui

fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala,

faktor penyebab dan yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap

masalah kesehatan.

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Hal ini meliputi sejauh mana kemampuan keluarga mengenal sifat dan luasnya

masalah. Apakah keluarga merasakan adanya masalah kesehatan, menyerah

terhadap masalah yang dialami, adakah perasaan takut akan akibat penyakit, adalah

sikap negatif terhadap masalah kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau

fasilitas kesehatan yang ada, kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan, dan

apakah keluarga mendapat informasi yang benar atau salah dalam tindakan

mengatasi masalah kesehatan.

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, keluarga

harus mengetahui beberapa hal seperti keadaan penyakit, sifat dan perkembangan

perawatan yang dibutuhkan, keberadaan fasilitas yang diperlukan, sumber-sumber

yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, finansial,

fasilitas fisik, psikososial), dan sikap keluarga terhadap yang sakit.

4. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat Hal-hal

yang harus diketahui oleh keluarga untuk memodifikasi lingkungan atau

menciptakan suasana rumah yang sehat yaitu sumbersumber keluarga yang

dimiliki, manfaat dan keuntungan memelihara lingkungan, pentingnya dan sikap

keluarga terhadap hygiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit.


1
5. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat

Hal-hal yang harus diketahui keluarga untuk merujuk anggota keluarga ke fasilitas

kesehatan yaitu keberadaan fasilitas keluarga, keuntungankeuntungan yang dapat

diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga dan adanya

pengalaman yang kurang baik terhadap petugas dan fasilitas kesehatan, fasilitas

yang ada terjangkau oleh keluarga


BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

1. Identitas Pasien

Tn.C lahir di Surabaya, pada tanggal 22 Januari 1987, beragama islam,

Jawa/Indonesia, belum pernah menikah, tidak pernah bekerja, dan tidak pernah

sekolah. Pengkajian dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2020, pukul 09.00 WIB.

2. Keluhan Utama

Klien merasa dirinya adalah seorang perwira TNI

3. Faktor Predisposisi

Klien pernah mengalami gangguan jiwa. Klien tidak pernah mendapatkan

pengobatan sebelumnya. Klien tidak pernah mengalami penganiayaan maupun

kekerasan/trauma. Klien memilik keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu

adik kandung perempuannya dan sepupunya. Klien tidak memiliki masala lalu yang

tidak menyenangkan.

Masalah Keperawatan: Koping Tidak Efektif

4. Pemeriksaan Fisik

Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,

didapatkan hasil TD : 120/80 mmHg ; N : 80x/mnt ; S : 36 oC ; RR : 22x/mnt. Klien

memiliki tinggi badan 175 cm dan berat badan 99 Kg.

61
6

5. Psikososial
a. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki
---- : Tinggal dalam satu rumah
: Perempuan
: meninggal
: Klien
Penjelasan :

Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dan ayahnya sudah meninggal.

Dalam keluarga klien, ibu merupakan orang yang berperan penting

dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.

b. Konsep Diri

1) Gambaran diri : Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak

ada yang cacat

2) Identitas : Klien merupakan seorang laki laki berusia 33

tahun dan belum menikah, belum bekerja, dan tidak pernah

sekolah.

3) Peran : Klien merupakan anak 1 dari 3 bersaudara

4) Ideal diri : Klien berkeinginan menikah dan bekerja jika sembuh nanti

5) Harga diri : Klien klien merasa tidak dihargai oleh saudara perempuan.

Masalah keperawatan: Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah


1

c. Hubungan Sosial

Klien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti

dalam hidupnya, terutama ayahnya. Klien tidak mengikuti kegiatan di

kelompok/masyarakat. Klien mengatakan mempunyai berhubungan baik

dengan orang lain dan teman-temannya.

d. Spiritual

1) Nilai dan Keyakinan : Klien beragama islam dan yakin dengan agamanya.

2) Kegiatan Ibadah : Klien terkadang ikut melakukan ibadah/sholat

e. Status Mental

1) Penampilan

Penjelasan : Klien kurang rapi dan bersih, klien mandi 1x sehari,

menggunakan shampo sesuai keinginan saja dan sabun dan jarang menggosok

gigi nya.

Masalah keperawatan : Defisit Perawatan Diri

2) Pembicaraan

Penjelasan : Klien saat diberikan pertanyaan kadang- kadang menjawab tidak

nyambung.

Masalah keperawatan : Gangguan Komunikasi Verbal

3) Aktivitas Motorik

Penjelasan : Klien tampak tenang ketika diajak berkomunikasi

4) Alam perasaan

Penjelasan : Klien tampak gembira berlebih karena dia merasa menjadi

seorang perwira TNI

Masalah keperawatan : Waham (Waham Kebesaran)


1

5) Afek

Penjelasan : tumpul, ada perubahan ekspresi wajah saat dilakukan komunikasi

6) Interaksi selama wawancara

Penjelasan : Kontak mata pasien kurang selama komunikasi berlangsung

Masalah Keperawatan : Kerusakan Komunikasi

7) Persepsi

Penjelasan : Klien tidak mengalami gangguan persepsi sensori

8) ProsesPikir

Penjelasan : Klien berfikir seperti Flight of idea. Klien pada saat di ajak

berbicara tidak nyambung, menjawabnya tidak tepat pada fokus pertanyaan

daripembicaraan.

Masalah keperawatan : Kerusakan Komunikasi

9) Isi pikir

Penjelasan : Klien mengatakan terobsesi menjadi seorang perwira TNI

Masalah Keperawatan : Waham (Waham Kebesaran)

10) Tingkat kesadaran

Penjelasan :Klien tampak bingung dengan sekelilingnya karena tidak ada yang

memperhatikan ucapannya

Masalah Keperawatan : Waham (Waham Kebesaran).

11) Memori
Penjelasan : Klien tidak ada gangguan daya ingat. Klien mampu mengingat

suatu hal.
1

12) Tingkat konsentrasi berhitung

Penjelasan : Klien tidak mampu berkonsentrasi cukup baikdan klien tidak

mampu berhitung sederhana karena tidak pernah sekolah.

13) Kemampuan penilaian

Penjelasan : Klien tidak mampu menilai mana yang lebih diutamakan dalam

mengambil keputusan.

Masalah Keperawatan : Koping Tidak Efektif

14) Daya tilikdiri


Penjelasan : Klien tidak menyadari gejala penyakit pada dirinyadan merasa

tidak butuh pertolongan

Masalah Keperawatan : Mengingkari Penyakit Yang Diderita

6. Kebutuhan Persiapan Pulang

1. Makan, Minum,BAB/BAK

Pasien dapat mengambil makan dan minum dan dapat kekamar mandi untuk

BAB/BAK.

2. Mandi, berpakaian/berhias

Pasien mengatakan dapat mandi dan berpakaian secara mandiri

3. Istirahat dantidur

Tidur siang lama : 13.00 WIB s/d 16.30 WIB, tidur malam lama : 22.00 WIB

s/d 05.00 WIB


1

7. Mekanisme Koping

Klien mampu berbicara dengan orang lain dengan baik. Pada saat diajak

berbicara sedikitmelantur

Psikososial dan Lingkungan

Klien tidak pernah sekolah dan bekerja

Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa

Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan tidak

pernah berobat ataupun meminum obat.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan Komunikasi Verbal b.d Hambatan Psikologis

2) Defisit Perawatan Diri b.d Gangguan Psikologis

3) Koping Tidak Efektif b.d Ketidakpercayaan Terhadap Kemampuan

Diri Mengatasi Masalah

4) Waham (Waham Kebesaran) b.d Faktor Biologis

5) Harga Diri Rendah Kronik b.d Gangguan psikiatri

Surabaya, 29Oktober2020

Perawat yang mengkaji

MeilasariSukmayani.SKep
1

3.3 Analisis Data

Tgl Data Etiologi Masalah TTD


29 DS : Hambatan Gangguan
Okt DS: Psikologis Komunikasi
ober 1. Sulit memahami Verbal
202 komunikasi (SDKI
0 2. Kontak mata saat D.0119)
komunikasi Kategori :
kurang Relational
Subkategori :
Interaksi Sosial
DS : Pasien mengatakan Gangguan Defisit
jarang mandi, keramas dan Psikologis Perawatan Diri
gosok gigi (SDKI D.0109)
DO : Kulit rambut. Kuku, Kategori :
dan gigi pasien terlihat Perilaku
kotor Subkategori :
Kebersihan Diri

DS: pasien mengatakan Ketidak Koping Tidak


tidak mampu percayaan Efektif (SDKI
menyelesaiakan masalah terhadap D.0096)
yang datang menimpanya kemampuan diri Kategori :
DO: klien tidak mampu mengatasi Psikologis
menilai mana yang lebih masalah Subkategori :
diutamakan dalam Integritas Ego
mengambil keputusan
DS : pasien Faktor Biologis Waham (SDKI
mengatakan bahwa (Keturunan) D.0105)
dirinya adalah seorang Kategori :
perwiraTNI DO : Psikologis
Pasien selalu Subkategori
berangan-angan yang tidak :
logis Integritas Ego
DS : Pasien mengatakan Gangguan Harga Diri Rendah
bahwa diperlakukan tidak Psikiatri Kronik (SDKI
baik oleh adiknya D.0105) Kategori :
DO : Psikologis
1. Perilaku tidak aserif Subkategori :
2. Kontak mata kurang Integritas Ego
3. Merasa tidak
berarti/tidak berharga
1

3.4 Pohon Masalah

Effect Hambata
n
Komunik

Defisit
Core Problem Perawata

Koping
Tidak

Causa Gangguan
proses pikir
Waham

Harga
Diri
Rendah
Kronik
1

3.5 Rencana Keperawatan Jiwa


Nama klien : Tn. C Nama Mahasiswa : Meilasari Sukmayani
NIM : 2030069 Institusi : Stikes Hang Tuah Surabaya

Tanggal Diagnosa Perencanaan Rasional


keperawa tan Tujuan Kriteria evaluasi Tindakan
Keperawatan
29 Ganggua n 1. Keluarga
Oktober proses pikir: dapat Keluarga SP Keluarga
2020 waham Keluarga mampu
menjelaskan mampu mengerti 1. Mengkaji
kebesaran dan paham
perasaan nya dan paham
masalah tentang waham
2. Keluarga mampu tentang waham
pasien dan cara
menjelaskan dan cara
yang perawatann ya
cara merawat perawatanya
dirasakan
pasien waham.
keluarga
3. Keluarga
dalam
mampu
merawat
mendemonstra
pasien
sikan cara
perawatan 2.
pasien waham. Menjela
4. Keluarga skan proses
mampu terjadinya
waham
berpartisipasi
yang
dalam merawat
dialami
pasien waham
pasien
3. Mendiskus
ikan cara
merawat
pasien
dengan
waham dan
memutuska
n cara
merawat
yang sesuai
dengan
kondisi
pasien
4. Melatih
keluarga
cara
merawat
pasien
waham
1
Tanggal Diagnosa Perencanaan Rasional
keperawa tan Tujuan Kriteria evaluasi Tindakan
Keperawatan
29 Ganggua n Kognitif :
Oktober proses pikir: 1.Klien mampu Ekspresi wajah a. Bina Hubungan saling
2020 waham menyebutkan orientasi bersahabat, hubungan percaya merupakan
kebesaran terhadap realitas menunjukkan saling dasar untuk
(orang, tempat, dan rasa senang, ada percaya kelancaran
waktu ) kontak wajah, : salam komunikasi.
2. Klien mampu mau menjawab terapeutik,
menyebutkan salam dan klien perkenalan
kebutuhan yang belum mau duduk diri,
terpenuhi berdampingan jelaskan
3.Klien mampu aspek dengan perawat, tujuan
positif yang dimiliki mau mengatakan interaksi,
masalah yang ciptakan Menghadirkan
Psikomotor : dihadapi lingkungan realita dapat
1. Klien mampu yang tenang, membuka pikiran
berorientasi buat kontrak bahwa realita itu
terhadap realitas Klien mampu yang jelas lebih benar dari
(orang, tempat, mengenal dirinya (topic, pada apa yang
dan waktu ) sendiri, orang lain, waktu dan dipikirkan.
2. Kien mampu waktu, tempat, tempat)
memenuhi lingkungan secara b. Bicara
kebutuhan realita dengan klien
3. Klien mampu dalam
melatih ospek konteks
positif yang realita
dimiliki c. Jangan
4.Klien mampu minum membanta
obat dengan prinsip 8 h dan
benar ( benar obat, mendukun
benar klien, benar g waham
waktu, benar cara, klien
benar dosis, benar d. Yakinkan
manfaat, benar klien
kadaluwarsa, dan dalam
benar dokumentasi) keadaan
aman dan
Afektif : terlindungi
1. Klien mampu e. Observasi
meras amanfaat dari waham
latihan yang dilakukan klien
2. Klien mampu dalam
merasa nyaman dan pemenuha
tenang n
kebutuhan
1
Kognitif : Klien mampu a. Beri Dengan mengetahui
Ganggua n pujian pada
1. Klien mampu mengidentif kemampuan yang
proses pikir: penampilan
menyebutkan ikasi dimiliki maka
waham dan
orientasi terhadap perasaan isi bermanfaat
kebesaran kemampuan
realitas ( orang,
pikiran
tempat, dan waktu ) klien
secara yang realita
2. Klien mampu
menyebutkan terbuka b.
kebutuhan yang Diskusik
belum terpenuhi an
3. Klien mampu aspek dengan
positif yang klien
dimiliki kemampu
an yang
Psikomotor : dimiliki
1. Klien mampu yang
berorientasi realita
terhadap realitas c. Tanyakan
(orang, tempat, dan apa yang
waktu ) bisa
2. Klien mampu dilakukan.
memenuhi Anjurkan
kebutuhan untuk
3. Klien mampu melakukan
melatih ospek sendiri
positif yang d. Jika
dimiliki klien
4. Klien mampu bicara
minum obat dengan tentang
prinsip 8 benar ( wahamnya
benar obat, benar ,
klien, benar waktu, dengarkan
benar cara, benar sampai
dosis, benar kebutuhan
manfaat, benar wahamnya
kadaluwarsa, dan selesai
benar dokumentasi) e. Tunjukkan
bahwa
Afektif : klien
1, Klien mampu meras penting
amanfaat dari latihan
yang dilakukan
2, Klien mampu merasa
nyaman dan tenang
1

3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan Pada Keluarga Klien


Nama : Meilasari Nim :

Tgl Dx Kep Implementasi Evaluasi TTD

29 Gangguan proses SP 1 : S : keluarga klien merasa senang dan merasakan


Oktober pikir : waham 1. Membina hubungan manfaatnya
2020 kebesaran saling percaya dengan O:
keluarga; - keluarga klien mampu mendiskusikan
2. Mengidentifikasi masalah kembali masalah yang dirasakan dalam
menjelaskan proses terjadinya merawat klien
masalah - menjelaskan pengertian, tanda, gejala dan
jenis waham yang dialami klien
- menjelaskan cara merawat
klien A : SP1 tercapai
P : lanjutkan SP2

S : keluarga klien merasa senang dan merasakan


SP 2 : manfaatnya
1. Membina hubungan O:
saling percaya dengan - melatih keluarga
keluarga mempraktekkan cara merawat
2. Melatih keluarga cara klien
merawat pasien - melatih keluarga cara
merawat langsung kepada
klien
A : SP2 tercapai
P : pertahankan SP 1 dan 2
1

3.7 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan Pada Klien


Nama : Meilasari Nim :
Tgl Dx Kep Implementasi Evaluasi TTD

29 Gangguan proses SP 1 : S : “ Mereka tidak percaya kalau saya ini seorang


Oktober pikir : waham 1. Membina hubungan saling perwira TNI yang hebat.”
2020 kebesaran percaya “ Saudara saya tidak pernah menghargai saya sebagai
2. Membantu orientasi realita seorang kaka.”
3. Mendiskusikan kebutuhan yang “ Saya ingin bermain bola bersama teman-teman.”
tidak terpenuhi “ Saya mau latihan setiap pagi pukul 09.00.”
4. Membantu klien memenuhi O : “ pembicaran cepat, afek labil, klien
kebutuhannya memasukkan latihan bola kedalam jadwal harian
5. Menganjurkan klien setiaphari
memasukkan dalam jadwal A : SP1P tercapai
kegiatan harian klien P : lanjutkan SP2P pukul 13.00 didepan teras rumah,
motivasi klien untuk latihan bermain bola pukul 09.00
pagi sesuai jadwal harian

S : “ Saya tadi bermain bola, dan saya menang.”


“ Mari saya tunjukkan kehebatan saya bermain
SP 2 : bola.”
1. Membina hubungan saling O : Klien kooperatif, kontak mata baik
percaya A : SP 2 tercapai
2. Mengevaluasi jadwal P : pertahankan SP 1 dan 2
kegiatan harian klien
3. Berdiskusi tentang
kemampuan yang dimiliki
klien
4. Melatih kemampuan
yang dimiliki klien
BAB 4

PEMBAHASAN

Dalam Pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang terjadi

antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan kepada Tn.C dengan

waham (Waham Kebesaran) di Wilayah Siwalankerto Selatan Surabaya,yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.

Selama pengkajian, perawat harus mendengarkan, memperhatikan, dan mendokumentasikan

semua informasi, baik melalui wawancara maupun observasi yang diberikan oleh pasien

tentang wahamnya. Pada tahap pengkajian melalui wawancara dengan pasien, penulis tidak

mengalami kesulitan karena penulis telah mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud

penulis yaitu untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien sehingga pasien dapat terbuka

dan mengerti serta kooperatif. Saat wawancara dengan klien, klien mengatakan kalau dirinya

adalah anggota TNI. Dalam tinjauan teori, alasan pasien masuk atau dirawat yang perlu dikaji

pada pasien waham menurut Damaiyanti dan Iskandar, (2012) adalah umumnya pasien dengan

gangguan orientasi realita. Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik, flight of ideas,

kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar. Serta klien mengungkapkan sesuatu

yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara

berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. Biasanya klien tampak tidak mempunyai orang lain,

curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat

waspada, tidak dapat menilai lingkungan/realitas, ekpresi wajah klien tegang, mudah

tersinggung.

Didalam tinjauan kasus klien tampak tegang dan klien meyakini sesuatu hal yang tidak

realistic yaitu menjadi anggota TNI. Seperti yang ditemukan pada saat pengkajian klien

mengatakan tidak pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya.


74
1

Faktor penyebab waham dikutip dari Nita (2010) :

3. Faktor predisposisi

a. Faktor perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan perkembangan interpersonal

seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan

persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak

efektif.

b. Faktor psikologis

Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda / bertentangan, dapat menimbulkan

ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. Dalam tinjauan kasus saat

pengkajian klien merasa sedih karena tidak pernah dihargai oleh adik perempuannya

c..Faktor biologis

Waham diyakini terjadi karena adanya atrifik otak, pembesaran ventrikel di otak, atau

perubahan pada sel kortikal limbik.

Dari beberapa kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, maka dapat

disimpulkan bahwa hampir semua yang terdapat dalam tinjauan teori ada beberapa yang

muncul pada tinjauan kasus dengan sedikit dinamika yang lebih kompleks.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Setelah pengkajian dilakukan, data subyektif dan obyektif sudah ditemukan pada

pasien, sesuai dengan tinjauan teori diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:

1. Hambatan komunikasi verbal

2. Defisit perawatan diri

3. Koping tidak efektif

4. Gangguan proses pikir : waham kebesaran

5. Harga diri rendah kronik.


1

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan satu diagnosa keperawatan yaitu gangguan proses

pikir: waham kebesaran. Sedangkan pada masalah keperawatan secara teori ada 3 yaitu:

1. Kerusakaan komunikasi kronik

2. Gangguan proses pikir: waham

3. Harga diri rendah kronik.

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan 7 masalah keperawatan yaitu:

1. Koping tidak efektif

2. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

3. Defisit Perawatan Diri

4. Gangguan Komunikasi Verbal

5. Waham (Waham Kebesaran)

6. Kerusakan Komunikasi

7. Mengingkari Penyakit Yang Diderita

Penentuan diagnosa utama sama yaitu gangguan pola pikir : waham kebesaran
1
4.3 Tahap Perencanaan

Menurut Keliat (2019) Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal

dengan rencana asuhan keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah

pangkajian dan penentuan diagnosa keperawatan(Keliat, B. A., 2019). Pada tahap

perencanaan penulis hanya menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan

pohon masalah keperawatan yaitu : Gangguan proses pikir: Waham (Waham

Kebesaran).

Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak ada kesenjangan

sehingga penulis dapat melaksanakan tindakan seoptimal mungkin. Secara teoritis

digunakan cara strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul

saat pengkajian. Berdasarkan teori rencana keperawatan pada pasien dengan masalah

utama waham adalah sebagai berikut :

1. Rencana keperawatan pada pasien

a. klien dapat berorientasi terhadap realita secara bertahap

b. klien dapat memenuhi kebutuhan dasar

c. klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan

2. Rencana keperawatan pada keluarga

a. Keluarga mampu mengidentifikasi waham klien

b. Keluarga mampu memfasilitasi klien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh

wahamnya

Menurut Keliat (2019) berikut tujuan dari pemberian asuhan keperawatan jiwa isolasi

sosial. Tujuan pertama adalah pada kognitif seperti Klien mampu menyebutkan orientasi

terhadap realitas ( orang, tempat, dan waktu ), klien mampu menyebutkan kebutuhan yang

belum terpenuhi, dan klien mampu aspek positif yang dimiliki.


1

Tujuan yang kedua adalah psikomotor seperti klien mampu berorientasi terhadap realitas

(orang, tempat, dan waktu ), klien mampu memenuhi kebutuhan, klien mampu melatih

ospek positif yang dimiliki, klien mampu minum obat dengan prinsip 8 benar ( benar obat,

benar klien, benar waktu, benar cara, benar dosis, benar manfaat, benar kadaluwarsa, dan

benar dokumentasi). Tujuan yang terakhir adalah tujuan afektif seperti lien mampu merasa

manfaat dari latihan yang dilakukan dan klien mampu merasa nyaman dan tenang

Pada tinjauan kasus SP keluarga direncanakan karena dengan adanya kehadiran keluarga

dapat membantu kesembuhan pasien. Sedangkan pada rencana keperawatan sesuai tinjauan

kasus penyusun memakai rencana keperawatan sebagai berikut :

SP 1 :

1. Membina hubungan saling percaya

2. Membantu orientasi realita

3. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi

4. Membantu klien memenuhi kebutuhannya

5. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 2 :

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki

3. Melatih kemampuan yang dimiliki


1

4.4 Tahap Implementasi

Pelaksanaan rencana keperawatan dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi.

Karena disesuaikan dengan keadaan pasien yang sebenarnya. Pada tinjauan pustaka,

perencanaan pelaksanaan tindakan keperawatan pasien tersebut terdapat SP yang akan

dilaksanakan menurut (Keliat, B.A., & Pawirowiyono, 2015) diantaranya yaitu :

1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien.

2. SP 1 Pasien: Latihan Orientasi Realita : Orientasi orang, tempat, dan waktu serta lingkungan

sekitar, Jangan membantah dan mendukung waham klien, Yakinkan klien dalam keadaan

aman dan terlindungi, Observasi waham klien dalampemenuhan kebutuhan

3. SP 2 Pasien: Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realita, Diskusikan

dengan klien kemampuan yang dimiliki yang realita, Tanyakan apa yang bisa dilakukan.

Anjurkan untuk melakukan sendiri, Jika klien bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai

kebutuhan wahamnya selesai, Tunjukkan bahwa klien penting

4. SP 1 Keluarga: memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai masalah

waham, penyebab, waham, dan cara merawat pasien waham.

5. SP 2 Keluarga: melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien waham langsung

dihadapan pasien.
1

Dalam proses asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada hari pertama, pasien kurang

kooperatif, sehingga susah untuk membentuk hubungan saling percaya. Pada pelaksanaan

intervensi hari pertama pada tinjauan kasus PHBS dan PS 1 mengidentifikasi masalah

menjelaskan proses terjadinya masalah terlaksana sesuai harapan sehingga digunakan

keesokan harinya.

Dalam penulisan asuhan keperawatan ini penulis tidak menemukan kesulitan, pasien

kooperatif, saat diberikan pertanyaan pasien menjawab dengan suara lantang. Pasien mampu

mencapai PHBS dan SP 1 dan pada hari berikutnya pasien mampu melakukan SP 2 yaitu

berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki klien dan melatih kemampuan yang dimiliki

klien. Penulis juga melibatkan keluarga dalam proses pengkajian untuk memperlengkap data

pasien sehingga intervensi dan implementasi pada pasien tepat dan berhasil.

4.5 Tahap Evaluasi

Pada tinjauan kasus, evaluasi dapat dilakukan karena dapat diketahui keadaan pasien

dan masalahnya secara langsung, dilakukan setiap hari selama pasien di rumah. Evaluasi

tersebut menggunakan SOAP sehingga terpantau respon pasien terhadap intervensi

keperawatan yang telah dilakukan.

Pada SP 1 pasien, dilakukan SP 1 pasien mampu mengevaluasi orientasi realita, mampu

mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan mampu memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.

Pada hari ke-2 dilakukan SP 2 pasien, pasien mampu mengidentifikasi kemampuan

positif yang dimiliki dan mampu memasukkan dalam jadwal kegiatan harian, yaitu dengan

kemampuan berolah raga sepak bola.


BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses

keperawatan dan menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh

perawat dan peserta didik keperawatan. Penerapan keperawatan dapat meningkatkan

otonomi, percaya diri, cara berfikir yang logis, ilmiah, sistematis dan memperlihatkan

tanggung jawab dan tanggung gugat serta pengembangan diri perawat. Disamping itu

klien dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang baik khususnya pada

klien waham, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pengkajian

teoritis maupun penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian klien.

2. Dalam usaha mengatasi masalah yang dihadapi klien penulis menyusun

tindakan keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan SP.

3. Dalampelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan

dan dapat dilaksanakan walaupun belum optimal.

4. Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang dihadapi klien

tidak teratasi semua sesuai dengan masalah klien.

81
82

5.2 Saran

1. Bagi Mahasiswa

Hendaknya mahasiswa/i dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan- tahapan

dari Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan baik dan benar yang diperoleh

selama masa pendidikan baik di akademik maupun dilapangan praktek.

2. Bagi Pasien

Diharapkan pasien dapat menerapkan terapi yang telah diberikan baik secara

medik maupun terapi keperawatan yang telah diajarkan demi percepatan

penyembuhan penyakit dengan masalah gangguan jiwa.

3. Bagi Perawat

Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan strategi

pertemuan 1-4 pada klien dengan waham sehingga dapat mempercepat proses

pemulihan klien.

4. Bagi Keluarga

Agar keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga perawatan

gangguan proses pikir: waham kebesaran dirumah.

5. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi ners sehingga

mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien-

pasien yang mengalami waham kebesaran


1

DAFTAR PUSTAKA

Asis, S. J. De (2018) Psychiatric Disorders Late in Life. Psychiatric Disorders Late in Life,.

Available at: https://doi.org/10.1007/978-3-319-73078-3.

Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson, S. (2019) De-Rationalising Delusions. Available at:

https://doi.org/10.1177/2167702620951553.

Dalami, E., ROCHIMAH, N., SURYATI, K. R., & LESTARI, W. (2009) Asuhan

Keperawatan klien dengan gangguan jiwa. Jakarta: ECG.

Darmiyanti, A. (2012) ‘Analisa Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi Ii Pada Tn. A

Dengan Gangguan Proses Pikir: Waham Studi Kasus di Ruang 23 Psikiatri RSUD

Saiful Anwar Malang’, Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang.

Available at: http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/29871.

Direja, A. H. S. (2011) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Hendarsyah, F. (2016) ‘Diagnosis dan tatalaksana skizofrenia paranoid dengan gejala-gejala

positif dan negatif’. jakarta: Jurnal Medula, pp. 57–62.

Keliat, B. A., D. (2019) Keliat, B. A., dkk. jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Keliat, B.A., & Pawirowiyono, A. (2015) Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok

Edisi 2. jakarta: ECG.

Keliat, B. A. (2009) Model praktik keperawatan profesional jiwa. jakarta: ECG.

Keliat B, dkk. (2019) Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. jakarta: ECG.

Pardede, J. A., & Siregar, R. A. (2016) ‘Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat

Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klienskizofrenia. Mental Health’, 3 (1).

Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015) ‘Kepatuhan dan Komitmen Klien Skizofrenia

Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And Commitment Therapy dan Pendidikan

Kesehatan Kepatuhan Minum Obat’, Jurnal Keperawatan Indonesia, 18 (3).


1
Prakasa, A., & Milkhatun, M. (2020) ‘Analisis Rekam Medis Pasien Gangguan Proses Pikir

Waham dengan Menggunakan Algoritma C4. 5 di Rumah Sakit Atma Husada

Mahakam Samarinda. Borneo Student Research’, 2 (1). Available at:

https://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:98_XaqlexBUJ:sc

holar.google.com/+prevalensi+WAHAM&hl=id&as_sdt=0,5.

Prastika, Y., Mundakir, S. K., & Reliani, S. K. (2014) ‘Asuhan Keperawatan Jiwa Pada

Pasien Waham Kebesaran Dengan Diagnosa Medis Skizofrenia Hebefrenik Di Ruang

Flamboyan Rs Jiwa Menur Surabaya’, Doctoral dissertation, Universitas

Muhammadiyah Surabaya.

Rowland, dkk. (2019) ‘Short-term outcome of first episode delusional disorder in an early

intervention population. Schizophrenia Research’, pp. 72–79. Available at:

https://doi.org/10.1016/j.schres.2018.08.036.

Skelton, M., Khokhar, W. A., & Thacker, S. P. (2015) ‘Treatments for delusional disorder.

Schizophrenia Bulletin’. Available at:

https://doi.org/10.1093/schbul/sbv080%0A%09%0A.

Sofian, R. (2017) ‘Asuhan Keperawatan jiwa dengan kasus waham kebesaran pada Tn. K di

RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang’, Doctoral dissertation, STIKes Maharani

Malang.

Townsend, M. C., & Morgan, K. I. (2017) Psychiatric mental health nursing: Concepts of

care in evidence-based practice. FA Davis.

Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020) ‘Penerapan Standar Asuhan Keperawatan

Jiwa Ners untuk Menurunkan Intensitas Waham Pasien Skizofrenia.’, Jurnal

Keperawatan Jiwa, 8, pp. 45–52. Available at:

https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.45-52 .

World Health Organization (2016) Scizofrenia. Available at: https://www.who.int/news-

room/fact- sheets/detail/schizophrenia.

Yusuf, A., dkk. (2015) Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. jakarta: Salemba Medika.
1
LAMPIRAN

STRATEGI PELAKSANAAN PADA KELUARGA KLIEN DENGAN WAHAM

A. Proses Keperawatan.

1. Kondisi Klien.

Data subjektif : Keluarga klien mengatakan bahwa klien mengatakan hal yang tidak

nyata yaitu klien merasa dirinya adalah seorang perwira TNI

Data objektif : pembicaraan klien berulang-ulang, isi pembicaraan tidak sesuai

kenyataan

2. Diagnosa Keperawatan: Waham

3. Tujuan Keperawatan :

a. Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien

b. Keluargamampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang

dipenuhi oleh wahamnya

c. Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal

4. Tindakan Keperawatan.

a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat pasien dirumah

b. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien

c. Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat pasien waham dirumah,

kondisi pasien memerlukan konsultasi segera

d. Berikan latihan kepada keluarga tentang cara merawat pasien waham


1
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

SP 1 Keluarga : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga;

dan mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah

Orientasi

“Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya Meila, saya Mahasiswa Keperawatan yang akan

mewawancarai anak ibu, Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”

“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah Tn.c dan cara merawat Tn.c di

rumah?”

“Dimana kita mau berbicara? Bagaimana kalau di ruang wawancara?”

“Berapa lama waktu ibu? Bagaimana kalau 30 menit”

Kerja

“Bu, apa masalah yang Ibu rasakan dalam merawat Tn.C? Apa yang sudah dilakukan di rumah?

Dalam menghadapi sikap anak ibu yang selalu mengaku-ngaku sebagai seorang perwira TNI,

tetapi nyatanya bukan seorang perwira TNI merupakan salah satu gangguan proses berpikir.

Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapinya. Setiap kali anak ibu berkata bahwa

ia seorang perwira TNI ibu dengan mengatakan pertama:

‘’Ibu mengerti Tn.C merasa sebagai seorang perwira TNI, tapi sulit bagi ibu untuk

mempercayainya karena setahu kami seorang perwira TNI setiap harinya bekerja dan memakai

seragam doreng.”

“Kedua: ibu harus lebih sering memuji Tn.C jika ia melakukan hal-hal yang baik.”

“Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang berinteraksi dengan Tn.C”

“Ibu dapat bercakap-cakap dengan Tn.C tentang kebutuhan yang diinginkan, misalnya: “Ibu

percaya Tn.C punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada ibu Tn.C kan punya

kemampuan.............“ (kemampuan yang pernah dimiliki oleh anak)


1
“Keempat: Bagaimana kalau dicoba lagi sekarang?”(Jika anak mau mencoba berikan pujian)

Terminasi

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat Tn.C di rumah?”

“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung ke

rumah ibu.”

“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi saya datang kembali kesini dan kita akan mencoba

melakukan langsung cara merawat Tn.C sesuai dengan pembicaraan kita tadi”

“Jam berapa saya bisa kerumah ibu?”

“Baik bu, kita ketemu lagi di tempat ini ya bu”


1
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien

Orientasi

“Assalamualaikum bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi”

“Bagaimana bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua hari yang lalu?”

“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya bu?”

“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke Tn.C ya?”

“Berapa lama ibu punya waktu?”

Kerja

“Sekarang anggap saya Tn.C yang sedang mengaku-aku sebagai seorang perwira TNI, coba

ibu praktekkan cara bicara yang benar bila Tn.C sedang dalam keadaan yang seperti ini”

“Bagus, betul begitu caranya”

“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada kemampuan yang dimiliki Tn.C.

Bagus.”

“Bagus sekali, ternyata ibu sudah mengerti cara merawat Tn.C”

“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada Tn.C?”

(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

Terminasi

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berlatih cara merawat Tn.C?”

“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali ibu bersama Tn.C”

“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi

cara merawat Tn.C sampai ibu lancar melakukannya”

“Jam berapa saya bisa kerumah ibu?” “Baik bu, kita ketemu lagi di rumah ini ya bu”
1
LAMPIRAN

STRATEGI PELAKSANAAN PADA KLIEN DENGAN WAHAM

A. Proses Keperawatan.

1. Kondisi Klien.

Data subjektif : Klien mengatakan hal yang tidak nyata yaitu klien merasa dirinya

adalah seorang perwira TNI

Data objektif : pembicaraan klien berulang-ulang, isipembicaraan tidak sesuai

kenyataan

2. Diagnosa Keperawatan: Waham

3. Tujuan Khusus :

a. Membina hubungan saling percaya

b. SP1 :

1) Identifikasi tanda dan gejala waham

2) Bantu orientasi realita : nama,waktu, orang dan tempat/lingkungan

3) Diskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi

4) Bantu pasien memenuhi kebutuhan realistis

4. Tindakan Keperawatan.

a. Membina hubungan saling percaya

b. SP1:

1) Identifikasi tanda dan gejala waham

2) Bantu orientasi realita : nama,waktu, orang dan tempat/lingkungan

3) Diskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi

4) Bantu pasien memenuhi kebutuhan realistis


1
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kebutuhan yangtidak


terpenuhi, dan cara memenuhi kebutuhan

Pra Interaksi :

3. Perawat mengkaji perasaan dan persiapan diri sebelum melakukan kegiatan dalam sp 1

4. Perawat mempersiapkan alat tulis dan jam tangan

5. Perawat mempersiapkan tempat pertemuan

Orientasi :
“ selamat pagi, perkenalkan nama saya M, saya mahasiswa keperawatan yang akan

mewawancarai Bapak hari ini. Nama tuan siapa, senangnya dipanggil apa ?”

“ Boleh kita berbincang-bincang tentang apa yang Tn.C rasakan sekarang ?”.

“ Berapa lamaTn. C mau berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 30 menit ?”

“ Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak ?”.

Kerja :

“ Saya mengerti Tn.C merasa bahwa Tn.C adalah seorang perwira TNI, tetapi sulit

bagi saya untuk mempercayainya karena setahu saya semua perwira TNI setiap harinya

bekerja. Bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak ?”

“ Tampaknya Tn.C gelisah sekali, bisa Tn.C ceritakan apa yang Tn.C rasakan ?”

“ O… jadi Tn.C merasa tidak dihargai oleh orang lain dan tidak punya hak untuk

mengatur diri anda sendiri ?”.

“ Siapa yang sering tidak menghargai Tn.C dirumah ?”

“ Jadi, saudara perempuan Tn.C yang sering tidak menghargai Tn.C sendiri ?”. “

Kalau Tn.C sendiri, inginnya seperti apa ?”.

“ Bagus, Tn.C sudah punya rencana dan jadwal tersebut “. “

Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut “.

“ Wah, bagus sekali ! jadi setiap harinya Tn.C ingin ada kegiatan di luar rumah karena

bosan kalau dirumah terus ya ?”.


1
Terminasi :

“ Bagaimana perasaan Tn.C setelah berbincang-bincang dengan saya ?”. “

Apa saja tadi yang telah kita bicarakan ? Bagus !”

“ Bagaimana kalau jadwal ini Tn.C coba lakukan, Setuju ?”. “

Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi ?”.

“ Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah Tn.C miliki ?”.


1

SP2: Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu

mempraktikkannya Orientasi :

“ Selamat pagi Tn.C, bagaimana perasaanya saat ini ? Baik !”. “ Apakah Tn.C sudah mengingat-

ingat apa saja hobi Tn. C ?”.

“ Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang ?”

“ Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi Tn.C tersebut ?”.

“ Berapa lama Tn.C mau kita berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 20 menit ?”.

Kerja :

“ Apa saja hobi Tn.C ? saya catat ya Tn.C, terus apa lagi ?”.

“ Wah, rupanya Tn. C pandai main bola ya, tidak semua orang bisa bermain bola seperti itu

lho Tn. C .”

“ Dapatkah Tn.C ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main bola, siapa yang

dulu mengajarkan kepada Tn.C , dimana ?”.

“ Dapatkah Tn.C peragakan kepada saya bagaimana bermain bola yang baik itu ?” “ Wah, Baik

sekali permainannya.”

“ Coba kita buat jadwal untuk kemampuan Tn.C ini ya, berapa kali sehari /

seminggu Tn.C mau bermain bola?”

“ Apa yang Tn.C harapkan dari kemampuan bermain bola ini ?”

“ Ada tidak hobi Tn.C yang lain selain bermain bola ?”

Terminasi :

“ Bagaimana perasaan Tn.C setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan kemampuan Tn.C

?”

“ Setelah ini, coba Tn.C lakukan latihan bola sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ini ya !”

“ Besok kita bertemu lagi ya Tn.C ? bagaimana kalau nanti sebelum makan siang ? ditempat

makan saja ya ?”
1

ANALISA PROSES INTERAKSI (API)

Namaklien : Tn. C Nama MHS : Meilasari Sukmayani


Fase interaksi :Fase1 Tanggal : 29 Oktober 2020

Tujuan:untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien dan menilai kemampuan pasien

Deskripsi klien : Tn.C tampak duduk sendirian diruangan keluarga didepan TV

Komunikasi Verbal Komunikasi Non-Verbal Analisa berpusat Analisa berpusat pada Rasional
pada perawat Klien
“Halo, selamat pagi pak. P : Tersenyum Ingin memulai Klien memberi respon Salam terapeutik
K : Tampak melihat sedikit interaksi dengan klien positif Diberikan untuk
Perkenalkan, saya perawat
malu interaksi
Meila. Mulai hari ini saya
bertugas untuk merawat
bapak selama 1 minggu ke
depan.

Nama bapak siapa? Nama


P: Tersenyum Memulai tanya nama Klien menjawab dengan Perkenalan dilakukan
lengkapnya? suka dipanggil K : Agak menunduk panggilan kepada Baik untuk menjalankan
klien interaksi
siapa? oh ya, baiklah. Saya
panggil bapak C saja ya. Hari
ini saya jaga pagi dari jam 8
sampai jam 2 sore.
1
“Bagaimana kabarnya hari P : Tersenyum sambil Mengenal klien lebih Klien menerima namun Agar menjadi
melihat pasien dekat sepertimalu lebih dekat
ini, pak? tadi pagi bapak K : Menjawab agak danakrab
sudah sarapan? menunduk

“Bagaimana perasaan dan P : Tersenyum Ingin mengetahui Klien menerima namun Agar menjadi
K : Menjawab sambil interaksi pasien memperhatikan perawat lebih dekat
keadaan bapak hari ini? melihatperawat danakrab
Apakah ada yang
dikeluhkan atau
ditanyakan sebelum kita
berbincang-bincang?”

P : Memandang tersenyum Menyemangati dengan Klien menjawab dan Mendukung


“bapak tidak usah K:Memandang memandang
mendukung dengan jawaban
khawatir karena kita klien
berada di tempat yang
aman. Saya dan perawat-
perawat di sini akan selalu
menjadi teman dan
membantu bapakc”
1
LEAFLET
1

Anda mungkin juga menyukai