Untitled
Untitled
Untitled
Oleh :
MEILASARI SUKMAYANI
NIM : 203.0069
Oleh :
MEILASARI SUKMAYANI
NIM : 203.0069
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa, karya ilmiah
akhir ini adalah hasil karya saya dan saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Stikes Hang Tuah Surabaya. Berdasarkan pengetahuan dan
keyakinan penulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, saya nyatakan dengan
benar. Bila ditemukan adanya plagiasi, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
NERS (Ns.)
iv
HALAMAN PENGESAHAN
NIM 2030069
Judul : Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Tn.C Dengan Masalah Utama
Telah dipertahankan dihadapan dewan penguji Karya Ilmiah Akhir di STIKES Hang
Tuah Surabaya, dan dinyatakan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar “NERS (Ns)” pada program studi Pendidikan Profesi Ners STIKES
Mengetahui,
Ka Prodi Pendidikan Profesi Ners
STIKES Hang Tuah Surabaya
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa
atas limpahan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ini sesuai waktu yang telah ditentukan. Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai salah satu
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran karya ilmiah ini bukan hanya
karena kemampuan penulis saja, tetapi banyak bantuan dari berbagai pihak, yang telah
dengan ikhlas membantu penulis demia terselesainya penulisan, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Dr. A.V. Sri Suhardiningsih,S.Kp., M.Kes, selaku Ketua Stikes Hang Tuah Surabaya
2. Puket 1, 2 dan 3 Stikes Hang Tuah Surabaya yang telah memberi kesempatan dan
ProfesiNers.
3. Ns, Nuh Huda, M.Kep. Sp. Kep. KMB selaku kepala program studi pendidikan Profesi
Ners Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan dorongan penuh dengan
kesabaran, selalu memberikan kritik, memberikan support kepada kami, saran yang
pengarahan, dorongan, kritik dan saran demi kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir
berlangsung.
vi
6. Hidayatus Sya’diyah, S.Kep.,M.Kep selaku penguji 2 yang penuh kesabaran,
pengajaran, kritik serta saran demi kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir berlangsung.
7. Bapak dan Ibu Dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan bekal bagi
penulis melalui materi - materi kuliah yang penuh nilai dan makna dalam
8. Pasien dan keluarga pasien yang bersedia membantu dalam kelancaran penulisan
9. Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril dan
spiritual.
10. Teman-teman sealmamater dan semua pihak yang telah membantu kelancaran
penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka saran dan kritik yang konstruktif
senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga Karya Ilmiah Akhir ini
dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca terutama bagi Civitas Stikes
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Cover Dalam..............................................................................................................................ii
Surat Pernyataan Keaslian Laporan.............................................................................iii
Halaman Persetujuan.....................................................................................................iv
Lembar Pengesahan........................................................................................................v
Kata Pengantar...............................................................................................................vi
Daftar Isi........................................................................................................................viii
Daftar Tabel....................................................................................................................xi
Daftar Gambar..............................................................................................................xii
Daftar Lampiran..........................................................................................................xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................5
1.4.1 Manfaat Teoristis............................................................................................5
1.4.2 Manfaat Praktis..............................................................................................5
1.5 Metode penulisan............................................................................................5
1.6 Sistematika Penulisan.....................................................................................7
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian.....................................................................................................74
4.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................75
4.3 Tahap Perencanaan.......................................................................................77
4.4 Tahap Implementasi......................................................................................79
4.5 Tahap Evaluasi..............................................................................................80
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan.......................................................................................................81
5.2 Saran.............................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................83
LAMPIRAN...................................................................................................................85
x
DAFTAR
xi
DAFTAR
3.1 Genogram............................................................................................................................62
xii
DAFTAR
Lampiran 1 SPTK............................................................................................................85
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang yang terus tumbuh dan
dari stress yang serius (Direja, 2011). Kesehatan jiwa tidak luput dari beberapa gangguan
jiwa yang merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya
distorsi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku (Nasir, 2011). Salah
satu bentuk gangguan jiwa yaitu waham, menurut Dep Kes RI, 2018 menyatakan bahwa
waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi dipertahankan
dan tidak dapat dirudah secara logis oleh orang lain, keyakinan ini berasal dari pemikiran
klien dimana sudah kehilangan control (yosep & sutini, 2013). Menurut Keliat (2019),
secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri dan keutuhan
keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham. Selain itu kecemasan,
kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa
yang dipikirakan dengan perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar lagi
dibedakan, antara rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari lingkungan (Damaiyanti &
Iskandar, 2013). Pada fenomena ini pasien dengan waham yang berada di rumah sangat
membutuhkan bantuan keluarga untuk sembuh. Akan tetapi, ada beberapa keluarga yang
belum mampu bahkan belum mengerti tentang penyakit gangguan jiwa waham tersebut.
Keluarga hanya akan membantu pasien secara harfiahnya manusia seperti kebutuhan
sandang dan pangan seperti yang keluarga lakukan seperti biasa tanpa perawatan yang
1
1
Menurut data dari WHO (2011) penderita gangguan jiwa berat telah menempati
tingkat yang luar biasa, lebih dari 24 juta mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah
penderita gangguan jiwa di dunia, seperti fenomena gunung es yang kelihatanya hanya
puncaknya, tetapi dasarnya lebih banyak lagi yang belum diketahui (Riskesdas, 2013).
Dalam Sinthana dan Sari, (2014) menyebutkan bahwa secara nasional terdapat sekitar 1,7
per mil penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat atau secara absolut
terdapat 400 ribu jiwa penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat
(Rikesdas, 2013). Prevalensi menurut Ariawan, Rastep dan Westa (2013) mengatakan
bahwa gangguan waham menetap di dunia sangat bervariasi, prevalensi gangguan waham
pada pasien yang dirawat inap dilaporkan sebesar 0,5-0,9% dan pada pasien yang dirawat
jalan, berkisar antara 0,83-1,2%. Sementara, pada populasi dunia, angka prevalensi dari
Waham terjadi karena keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi di mana
seseorang melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu
biasanya peka dan mudah tersinggung. sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan
ini sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman, merasa benci,
kaku, cinta ada diri sendiri yang belebihan, angkuh dan keras kepala. Dengan seringnya
sesuatu secara berlebihan, maka keadaan ini dapat berkembang menjadi waham. Secara
perlahan- lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri dari khayalanya dan kemudian
dan keras kepala, adanya rasa tidak aman, membuat seseorang berkhayal ia sering
menjadi penguasa dan hal ini dapat berkembang menjadi waham besar (Damaiyanti &
Iskandar, 2013).
1
fungsi perilaku. Pasien perlu dikembalikan pada realita bahwa hal-hal yang dikemukakan
tidak berdasarkan fakta dan belum dapat diterima orang lain dengan tidak mendukung
ataupun membantah waham. Tidak jarang dalam proses ini pasien mendapatkan
konfrontasi dari lingkungan terkait pemikiran dan keyakinannya yang tidak realistis. Hal
tersebut akan memicu agresifitas pasien waham. Reaksi agresif ini merupakan efek dari
besarnya intensitas waham yang dialami pasien. Salah satu cara untuk mengontrol
perilaku agresif dari pasien waham yaitu dengan memberi asuhan keperawatan jiwa
(Keliat, 2019). Pemberian intervensi keperawatan jiwa pada pasien dengan waham
berfokus pada orientasi realita, menstabilkan proses pikir, dan keamanan (Townsend,
2015)
1
Surabaya?
1.3 Tujuan
Surabaya.
Surabaya.
Selatan Surabaya.
Selatan Surabaya.
surabaya.
1. Bagi Perawat
Selatan Surabaya.
1. Metode
Studi kasus yaitu metode yang memusatkan perhatian pada satu obyek tertentu
yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga
a. Wawancara
keluarga pasien.
b. Observasi
c. Pemeriksaan
penanganan selanjutnya.
3. Sumber Data
a. Data Primer
b. Data Sekunder
c. Kepustakaan
Yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul karya tulis dan
2. Bagian ini terdiri dari lima bab, yang masing – masing bab terdiri sub bab
berikut ini :
Bab2 : Landasan teori, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis dan
pelaksanaan.
Bab4 : Pembahasan kasus yang ditemukan yang berisi data, teori, dan opini serta
analisis.
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Gangguan jiwa atau mental
illnes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan
orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya
adanya distorsi emosi sehingga ditentukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal ini
terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa adalah gangguan yang
mengenai satu atau lebih fungsi jiwa. Ganguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai
oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca
indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stres dan penderitaan bagi penderita dan
saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks mulai dari yang ringan seperti rasa cemas,
takut, hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila (Fajar
2016)
Gangguan jiwa memiliki berbagai macam penyebab. Penyebab gangguan jiwa dapat
bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan
8
1
Selain itu ada pula gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor organik, kelainan saraf,
Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada
sosial (sosiogenik), ataupun psikis (psikogenik) (Maramis, 2010). Biasanya tidak terdapat
penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang
saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan
Menurut Santrock (2013) dalam Sutejo (2017), penyebab gangguan jiwa dapat
dibedakan atas :
a. Faktor Biologis/Jasmaniah
1) Keturunan Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam
mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat
skizofrenia.
kanker, dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan rasa murung dan sedih. Demikian
b. Faktor Psikologis
mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih sayang orang tua yang dingin,
acuh tak acuh, kaku dan keras akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki
c. Faktor Sosio-Kultural Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat
Cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, dapat menyebabkan hubungan
orangtua dan anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak dewasa mungkun
bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka bergaul atau justru menjadi
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu dengan yang
kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan di rumah / sekolah, dengan
televisi, surat kabar, film dan lain lain menimbulkan bayangan-bayangan yang
menyilaukan tentang kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup
makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil teknologi modern. Memacu orang
Faktor-faktor gaji rendah, perumahan yang buruk, waktu istirahat dan berkumpul
Gejala-gejala gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks antara unsur
dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutama pemikiran, perasaan dan perilaku
(Maramis, 2010). Nasir & Muhith (2011) menguraikan beberapa tanda dan gejala
a. Gangguan Kognitif
Kognitif adalah suatu proses mental di mana seorang individu menyadari dan
lingkungan luar (fungsi mengenal). Proses kognitif meliputi beberapa hal, antara lain
1
sensasi dan persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi, pertimbangan, pikiran, serta kesadaran.
b. Gangguan Perhatian
Perhatian merupakan pemusatan dan konsentrasi energi, dengan menilai dalam suatu
c. Gangguan Ingatan
d. Gangguan Asosiasi
Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan, kesan, atau gambaran
ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan atau gambaran ingatan respons/konsep lain
e. Gangguan Pertimbangan
beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk
f. Gangguan Pikiran
Pikiran umum adalah meletakkan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan
seseorang.
g. Gangguan Kesadaran
h. Gangguan Kemauan
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada aktivitas
tubuh serta menghasilkan sensasi organik dan kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan atau
nada perasaan emosional seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu
tanda seseorang mengalami gangguan jiwa. Perubahan perilaku tersebut ditandai dengan
j. Gangguan Psikomotor
Sistem yang paling banyak digunakan untuk mengelompokkan gangguan jiwa dan
Disorder (DSM) (2013) merilis beberapa kategori gangguan mental umum, termasuk
bangun, gejala somatis, gangguan adiktif dan yang terkait substansi, serta trauma dan
a. Skizofrenia
personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering
dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang
sebab musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis 2010). Dalam kasus berat,
klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya
abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi
1
sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan
dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat” (Sutejo,
2017).
b. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri. Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada
alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup,
perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah suatu perasaan sedih
dan yang berhubungan dengan penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri
sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Sutejo, 2017). Depresi adalah gangguan
sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak
berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang
akan datang.
Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai
akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa
kesedihan dengan tanda depresi. Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang
depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang
menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. Depresi dianggap normal
terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan
peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang
gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun
rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi
sebagian besar tidak tergantung pada satu dan yang lain atau tidak berkorelasi (Fajar, 2016).
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh
gangguan fungsi jaringan otak (Maramis, 2010). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat
disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengeni otak atau yang terutama diluar
otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi
mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian
otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala
dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan
tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu
e. Gangguan psikomatik
2010). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau
semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf
vegetative. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu
neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut
f. Gangguan Intelektual
dibawah rata-rata sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak).
Retardasi mental ditandai dengan adanya keterbatasan intelektual dan ketidakcakapan dalam
1
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan
Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan
tetapi akhirnya kedua faktor ini saling memengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk
anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada
anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat
perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka
dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah (Sutejo 2017).
1. Neurosis Neurosis ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis
seseorang menilai realisitis dengan fantasi dirinya. Hasilnya, terdapat realitas baru versi
orang psikosis tersebut. Psikosis dapat pula diartiakan sebagai suatu kumpulan gejala atau
sindrom yang berhubungan gangguan psikiatri lainnya, tetapi gejala tersebut bukan
2017).
1. Penolakan : Timbul ketika ada keluarga yang menderita gangguan jiwa, anggota
keluarga lain menolak penderita tersebut. Sikap ini mengarah pada ketegangan, isolasi
dan
1
2. Stigma : Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua dalam anggota
layaknya orang normal lainnya. Sehingga menyebabkan beberapa keluarga merasa tidak
3. Kelelahan dan Burn out : Sering kali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan
anggota keluarga yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin mulai merasa tidak
mampu untuk mengatasi anggota keluarga dengan gangguan jiwa yang yang terus-menerus
harus dirawat
4. Duka : Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki penyakit mental.
Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi dan berpartisipasi dalam
Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang
salah tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat. Waham merupakan
gangguan dimana penderitanya memiliki rasa realita yang berkurang atau terdistorsi
dan tidak dapat membedakan yang nyata dan yang tidak nyata (Victoryna, F.,
Wardani,
Gangguan proses pikir waham merupakan suatu keyakinan yang sangat mustahil
dan dipegang teguh walaupun tidak memiliki bukti-bukti yang jelas, dan walaupun
semua orang tidak percaya dengan keyakinannya (Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson,
2019)
1
2.2.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan delusi atau
waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan dengan gangguan
ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di bandingkan dengan populasi
umum. Studi pada manusia kembar juga menunjukan bahwa ada keterlibatan faktor.
b. Teori Psikososial.
teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang tua yang dingin,
yang berlebihan dan tidak percaya pada individu. Klien menjadi orang dewasa
c. Teori Interpersonal.
akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas
tinggi(Keliat, B.A., & Pawirowiyono, 2015). .Hal ini jika di pertahankan maka
d. Psikodinamika.
ibu,dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal untuk
karena kerusakan harga diri yang parah, perasaan kehilangan kendali,takut dan
2. Faktor Presipitasi
a. Biologi
termasuk:
1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi
b. Stres lingkungan
c. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang sering menunjukkan episode baru
suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon neurobiologik yang
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan self ideal sangat tinggi. Misalnya
terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat
spanhistory).
1
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut.
Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi,
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa- apa yang ia
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien
mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar,
tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
lain.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(Super Ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
1
5. Fase Comforting
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial (Isolasi
sosial).
6. Fase Improving
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering
berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan- kebutuhan yang tidak
terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi.
Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
keyakinan relegiusnya bahwa apa- apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh
saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan
kesuksesansaya.”
agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini
adalah roh-roh”.
1
6. Waham Sisip Pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
7. Waham Siar Pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa
Menurut (Prakasa, A., & Milkhatun, 2020) bahwa tanda dan gejala gangguan
1. Waham Kebesaran
dimengerti
2. Waham Curiga
a. DS:
b. DO:
dimengerti)
3. Waham Agama
kenyataan.
b. DO:
dimengerti)
4. Waham Somatik
b. DO:
dimengerti)
5. Waham Nihilistik
kenyataan.
b. DO:
dimengerti)
6. Waham Bizzare
a. Sisip Pikir:
1) DS:
Klien mengatakan ada ide pikir orang lain yang disisipkan dalam
dengan kenyataan.
1
2) DO:
b. Siar Pikir
1) DS:
dengan kenyataan.
2) DO:
c. Kontrol Pikir
1) DS:
dimengerti)
1
Menurut (Prastika, Y., Mundakir, S. K., & Reliani, 2014) penatalaksanaan medis
1. Psikofarmalogi
a. Litium Karbonat
hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat juga
b. Haloperidol
c. Karbamazepin
tidak berhubungan dengan obat anti konvulsan lain atau obat lain
100mg.
Dia cenderung menarik diri dari pergaulan dengan orang lain dan
katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika gejala yang parah atau jika
sesuai untuk semua orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk
1. Pengkajian
a. Identifikasi klien
gangguan:
1
1) Psikologis
2) Biologis
anak.
3) Sosial Budaya
yang menumpuk.
d. Aspekfisik/biologis
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji
e. Aspek psikososial
2) Konsep diri
tersebut.
f. Status mental
g. Proses pikir.
masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada
h. Isi Pikir
alat makan
kebersihan tubuh.
k. Pengetahuan
l. Aspek medic
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti
spiritual,
1
bermasyarakat.
waham adalah: Gangguan proses pikir: waham, Kerusakan komunikasi verbal dan
masalah waham sebagai diagnosa penyerta lain. Hal ini dikarenakan tindakan yang
dilakukan saling berkontribusi terhadap tujuan akhir yang akan dicapai. Rencana
tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan proses pikir : waham
yaitu(Keliat, 2009) :
hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan dalam
b. Berjabat tangan
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
1
membicarakannya
realitas.
emosional pasien.
sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana hal ini terjadi karena perawat belum
(Dalami, E., ROCHIMAH, N., SURYATI, K. R., & LESTARI, 2009). Adapun
(SP) yang sesuai dengan masing-masing maslaah utama. Pada masalah gangguan
proses pikir : waham terdapat 4 macam SP yaitu :SP 1 Pasien : Membina hubungan
saling percaya, latihan orientasi realita : orientasi orang, tempat, dan waktu serta
lingkungan sekitar.
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan klien (Dalami, E., ROCHIMAH, N., SURYATI, K. R., & LESTARI,
2009). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan yang
telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu : evaluasi proses atau
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan
b. Berkomunikasi sesuaikenyataan.
Sedangkan menurut Struart & Sundeen komunikasi terapeutik merupakan cara untuk
pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud yang mempengaruhi orang lain.
Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses interaksi antara pasien
dan perawat yang membantu pasien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis
dengan orang lain. Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina hubungan
berkualitas pula asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien karena komunikasi
yang baik dapat membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Perawat
yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja mudah menjalin
hubungan saling percaya dengan pasien, tapi juga dapat menumbuhkan sikap empati dan
pelayanan keperawatan dan bahkan dapat meningkatkan citra profesi keperawatan serta
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
3. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lauknya sehingga tumbuh
7. Perawat harus mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya
tindakan yang terapeutik, dan mampu memahami arti simpati yang bukan
10. Perawat harus mampu menjadi role model agar dapat menyakinkan dan
yang jelas
12. Perawat mampu memiliki sifat altruisme yang berarti menolong atau
pasien.
kesejahteraan manusia
14. Bertanggung jawab pada setiap sikap dan tindakan yang dilakukan.
1. Keikhlasan (Genuiness)
Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap
kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga mampu belajar untuk
2. Empati (Empathy)
perasaan yang dialami pasien dan kemampuan merasakan dunia pribadi pasien. Empati
merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas
apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman
3 Kehangatan (Warmth)
ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau
dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan
Dalam komunikasi terapeutik ada tempat tahap, dimana pada setiap tahap
mengumpulkan data tentang pasien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri
2. Fase Orientasi
Fase ini dimulai ketika perawat bertemu dengan pasien untuk pertama kalinya.
Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan pasien minta pertolongan yang akan
pertama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian komunikasi yang
terbuka dan perumusan kontrak dengan pasien. Pada tahap ini perawat melakukan
kegiatan sebagai berikut : memberi salam dan senyum pada pasien, melakukan validasi,
kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan
saling percaya.
3. Fase Kerja
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah
utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai
4 Fase Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan oleh
perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan pasien, melakukan
kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa stress ialah apabila seseorang
mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas
yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespons dengan tidak mampu terhadap tugas
tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres. Namun juga sebaliknya apabila
seseorang yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu mengatasi beban dengan
tubuh berespons dengan baik, maka orang itu tidak mengalami stress (Lestari, 2016).
1
Ditinjau dari (Lestari, 2016), maka stres dibagi menjadi enam macam,
diantaranya adalah :
1. Stres fisik
Stres yang disebabkan karena adanya keadaan fisik seperti karena temperatur
yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena
2. Stres kimiawi
Stres ini karena disebabkan zat kimia seperti obat-obatan, zat beracun, asam
basa, faktor hormon, atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia.
3. Stres mikrobiologik
Stres ini disebabkan karena kuman seperti virus, bakteri atau parasit
4. Stres fisiologik
Sumber stressor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat
mempengaruhi sifat dari stressor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikososial
maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas seperti
air minum, makanan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan psikososial dapat
berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, sedangkan
lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah
Sumber stressor lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan fisiologis
dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan atau lainnya. Sedangkan sumber
stressor dari pikiran adalah berhubungan dengan penilaian seseorang terhadap status
Sumber stress dalam diri sendiri pada umunya dikarenakan konflik yang terjadi
antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan
yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat
Stres ini bersumber dari masalah keluarga yang ditandai dengan adanya
perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda
diantara keluarga permasalahan ini akan selalu menimbulkan suatu keadaan yang
dinamakan stress.
1
Sumber stres ini dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada umumnya,
seperti lingkungan pekerjaan, secara umum disebut stress pekerja karena lingkungan
Menurut Modul Stres dan Adaptasi (Lestari, 2016) Stres dapat menimbulkan
adaptif terhadap orang lain, artinya jangan terlebih dahulu menyalahkan orang
lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi
(Oliver, 2019). Menurut Herdjan dalam buku modul stres dan adaptasi (Lestari, 2016)
mengungkapkan bahwa adaptasi adalah suatu usaha atau perilaku penyesuaian diri yang
tujuannya untuk mengatasi kesulitan dan hambatan, penyesuaian diri ini berupa
perubahan anatomi, psikologi, dan fisiologi dalam diri seseorang yang terjadi sebagai
Berdasarkan dua pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa adaptasi itu
merupakan suatu pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari
pengalaman untuk mengatasi suatu masalah, seperti secara individu atau kelompok itu
dituntut beradaptasi ketika memasuki suatu lingkungan baru contohnya dalam keluarga,
Menurut buku modul stres dan adaptasi (Lestari, 2016), adaptasi ini suatu proses
menjadi tidak seimbang, contohnya seperti masuknya kuman penyakit, maka secara
fisiologis tubuh berusaha untuk mempertahankan baik dari pintu masuknya kuman atau
sudah masuknya kuman dalam tubuh. Proses adaptasi ini dapat dibedakan menjadi
daerah tubuh atau kulit terkena infeksi, maka akan terjadi daerah
1) Tahap Alarm
resistensi.
Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir
individu tersebut.
2. Adaptasi Psikologis
Merupakan proses penyesuaian secara psikologis akibat stressor yang ada, dengan
cara memberikan mekanisme pertahanan diri dengan harapan dapat melindungi atau
bertahan dari serangan-serangan atau hal-hal yang tidak menyenangkan. Dalam proses
adaptasi secara psikologis terdapat dua cara untuk mempertahankan diri dari berbagai
stressor yaitu :
(keterampilan).
1) Rasionalisasi
2) Displacement
3) Kompensasi
kelebihannya.
4) Proyeksi
sendiri.
5) Represi
6) Denial
atau kebahagiaan.
penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, berkumpul
4. Adaptasi Spiritual
pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya.
Apabila mengalami stres, maka seseorang akan giat melakukan ibadah seperti rajin
melakukan ibadah.
Mekanisme koping merupakan sebuah cara atau usaha yang biasa digunakan oleh
sehari-hari dan situasi yang mengancam atau mengganggu baik secara kognitif maupun
perilaku (Apriliani, 2020). Koping bisa dikatakan juga sebagai proses individu dalam
mengelola ketidakseimbangan
1
antara tuntutan dan kemampuan individu berada dalam situasi yang penuh tekanan,
maka individu tersebut akan mengambil sebuah tindakan untuk mengatasi rasa stress
yang dialaminya.
Koping individu adalah suatu respon positif yang digunakan oleh individu untuk
melakukan pemecahan terhadap masalah atau mengurangi stress yang diakibatkan dari
kekuatan dan mengurangi dampak stres yang dialami, menurut (Stuart, 2013) dalam
Mekanisme koping dapat diartikan sebagai suatu proses yang disertai sebuah
usaha mengubah perilaku secara konstan untuk mengendalikan tuntutan dan tekanan
fleksibel terutama apabila seseorang berhadapan dengan situasi atau keadaan yang
menyebabkan individu tersebut mengambil tindakan untuk mengatasi rasa stres dengan
memiliki dua fungsi yaitu dapat berupa berfokus pada suatu titik permasalahan serta
tuntutan situasi yang mengurangi stress atau mengembangkan sumber daya untuk
mengatasinya. Mekanisme koping ini bertujuan untuk menghadapi tuntutan secara sadar,
mendapatkan informasi dari orang lain baik teman maupun dosen atau
menyesuaikan diri dengan dampak yang ditimbulkan oleh suatu yang dianggap penuh
yang menekan.
dari situasi tersebut dan menghindari dengan beralih pada hal lain seperti
tersebut.
Menurut Stuart dan Sundeen dalam (Apriliani, 2020), rentang respon mekanisme
Adaptif Maladaptif
melakukan koping baik serta cukup sehingga dapat mengatur berbagai tugas
diri dan mempertahankan emosi serta pengaturan terhadap respon stres. Koping yang
cukup artinya individu itu mampu melakukan manajemen tingkah laku terhadap
pemecah masalah yang paling sederhana dan realistis yang berfungsi untuk bisa
g. Menerima dukungan
koping yang kurang sehingga mengalami keadaan yang berisiko tinggi atau suatu
ketidakmampuan untuk mengatasi stressor. Koping maladaptif atau koping yang kurang
sebagai berikut :
c. Perasaan lemas, takut, irritable, tegang, gangguan fisiologis, adanya stres kehidupan.
menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang berisiko, menurut Stuart dalam jurnal
(Apriliani, 2020), sumber koping individu terdiri dari dua jenis sumber yaitu sumber koping
Sumber koping internal berasal dari pengetahuan, keterampilan seseorang, komitmen dan
tujuan hidup, kepercayaan diri, kepercayaan agama, serta kontrol diri. Karakteristik
kepribadian seseorang yang tersusun atas kontrol diri, komitmen dan tantangan merupakan
sumber mekanisme koping yang tangguh. Individu yang memiliki pribadi tangguh menerima
stressor sebagai sesuatu yang dapat diubah maupun dianggap sebagai suatu tantangan.
Dukungan sosial merupakan sumber koping eksternal yang utama. Dukungan sosial ini
sebagai rasa memiliki informasi terhadap seseorang atau lebih. Hal ini menyebabkan seseorang
merasa bahwa dirinya dianggap atau dihargai sehingga disebut sebagai dukungan harga diri.
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan
dan ikatan emosional dan mengidentifikasian diri mereka sebagai bagian dari keluarga
(Zakaria, 2017). Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2000, keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling kebergantungan. Duval dan Logan
1
(1986 dalam Zakaria, 2017)mengatakan keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan
perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota
keluarganya.Dari hasil analisa Walls, 1986 (dalam Zakaria, 2017) keluarga sebagai unit yang
perlu dirawat, boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tetapi berfungsi
sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga.
Dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh
ikatan perkawinan, kelahiran, adopsi dan boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah dan
hukum yang tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan
meingkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial sehingga menganggap diri
Fungsi keluarga menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018) sebagai berikut:
terjadi stres
masalah.
melahirkan anak.
kepentingan di masyarakat.
fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala,
masalah kesehatan.
Hal ini meliputi sejauh mana kemampuan keluarga mengenal sifat dan luasnya
terhadap masalah yang dialami, adakah perasaan takut akan akibat penyakit, adalah
fasilitas kesehatan yang ada, kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan, dan
apakah keluarga mendapat informasi yang benar atau salah dalam tindakan
harus mengetahui beberapa hal seperti keadaan penyakit, sifat dan perkembangan
yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, finansial,
Hal-hal yang harus diketahui keluarga untuk merujuk anggota keluarga ke fasilitas
pengalaman yang kurang baik terhadap petugas dan fasilitas kesehatan, fasilitas
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Jawa/Indonesia, belum pernah menikah, tidak pernah bekerja, dan tidak pernah
sekolah. Pengkajian dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2020, pukul 09.00 WIB.
2. Keluhan Utama
3. Faktor Predisposisi
adik kandung perempuannya dan sepupunya. Klien tidak memiliki masala lalu yang
tidak menyenangkan.
4. Pemeriksaan Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
61
6
5. Psikososial
a. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
---- : Tinggal dalam satu rumah
: Perempuan
: meninggal
: Klien
Penjelasan :
Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dan ayahnya sudah meninggal.
b. Konsep Diri
sekolah.
4) Ideal diri : Klien berkeinginan menikah dan bekerja jika sembuh nanti
5) Harga diri : Klien klien merasa tidak dihargai oleh saudara perempuan.
c. Hubungan Sosial
d. Spiritual
1) Nilai dan Keyakinan : Klien beragama islam dan yakin dengan agamanya.
e. Status Mental
1) Penampilan
menggunakan shampo sesuai keinginan saja dan sabun dan jarang menggosok
gigi nya.
2) Pembicaraan
nyambung.
3) Aktivitas Motorik
4) Alam perasaan
5) Afek
7) Persepsi
8) ProsesPikir
Penjelasan : Klien berfikir seperti Flight of idea. Klien pada saat di ajak
daripembicaraan.
9) Isi pikir
Penjelasan :Klien tampak bingung dengan sekelilingnya karena tidak ada yang
memperhatikan ucapannya
11) Memori
Penjelasan : Klien tidak ada gangguan daya ingat. Klien mampu mengingat
suatu hal.
1
Penjelasan : Klien tidak mampu menilai mana yang lebih diutamakan dalam
mengambil keputusan.
1. Makan, Minum,BAB/BAK
Pasien dapat mengambil makan dan minum dan dapat kekamar mandi untuk
BAB/BAK.
2. Mandi, berpakaian/berhias
3. Istirahat dantidur
Tidur siang lama : 13.00 WIB s/d 16.30 WIB, tidur malam lama : 22.00 WIB
7. Mekanisme Koping
Klien mampu berbicara dengan orang lain dengan baik. Pada saat diajak
berbicara sedikitmelantur
Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan tidak
Surabaya, 29Oktober2020
MeilasariSukmayani.SKep
1
Effect Hambata
n
Komunik
Defisit
Core Problem Perawata
Koping
Tidak
Causa Gangguan
proses pikir
Waham
Harga
Diri
Rendah
Kronik
1
PEMBAHASAN
Dalam Pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang terjadi
antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan kepada Tn.C dengan
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
semua informasi, baik melalui wawancara maupun observasi yang diberikan oleh pasien
tentang wahamnya. Pada tahap pengkajian melalui wawancara dengan pasien, penulis tidak
mengalami kesulitan karena penulis telah mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud
penulis yaitu untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien sehingga pasien dapat terbuka
dan mengerti serta kooperatif. Saat wawancara dengan klien, klien mengatakan kalau dirinya
adalah anggota TNI. Dalam tinjauan teori, alasan pasien masuk atau dirawat yang perlu dikaji
pada pasien waham menurut Damaiyanti dan Iskandar, (2012) adalah umumnya pasien dengan
gangguan orientasi realita. Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar. Serta klien mengungkapkan sesuatu
yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. Biasanya klien tampak tidak mempunyai orang lain,
curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak dapat menilai lingkungan/realitas, ekpresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung.
Didalam tinjauan kasus klien tampak tegang dan klien meyakini sesuatu hal yang tidak
realistic yaitu menjadi anggota TNI. Seperti yang ditemukan pada saat pengkajian klien
3. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan
persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak
efektif.
b. Faktor psikologis
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. Dalam tinjauan kasus saat
pengkajian klien merasa sedih karena tidak pernah dihargai oleh adik perempuannya
c..Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrifik otak, pembesaran ventrikel di otak, atau
Dari beberapa kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, maka dapat
disimpulkan bahwa hampir semua yang terdapat dalam tinjauan teori ada beberapa yang
muncul pada tinjauan kasus dengan sedikit dinamika yang lebih kompleks.
Setelah pengkajian dilakukan, data subyektif dan obyektif sudah ditemukan pada
pasien, sesuai dengan tinjauan teori diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:
Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan satu diagnosa keperawatan yaitu gangguan proses
pikir: waham kebesaran. Sedangkan pada masalah keperawatan secara teori ada 3 yaitu:
6. Kerusakan Komunikasi
Penentuan diagnosa utama sama yaitu gangguan pola pikir : waham kebesaran
1
4.3 Tahap Perencanaan
Kebesaran).
Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak ada kesenjangan
digunakan cara strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul
saat pengkajian. Berdasarkan teori rencana keperawatan pada pasien dengan masalah
b. Keluarga mampu memfasilitasi klien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh
wahamnya
Menurut Keliat (2019) berikut tujuan dari pemberian asuhan keperawatan jiwa isolasi
sosial. Tujuan pertama adalah pada kognitif seperti Klien mampu menyebutkan orientasi
terhadap realitas ( orang, tempat, dan waktu ), klien mampu menyebutkan kebutuhan yang
Tujuan yang kedua adalah psikomotor seperti klien mampu berorientasi terhadap realitas
(orang, tempat, dan waktu ), klien mampu memenuhi kebutuhan, klien mampu melatih
ospek positif yang dimiliki, klien mampu minum obat dengan prinsip 8 benar ( benar obat,
benar klien, benar waktu, benar cara, benar dosis, benar manfaat, benar kadaluwarsa, dan
benar dokumentasi). Tujuan yang terakhir adalah tujuan afektif seperti lien mampu merasa
manfaat dari latihan yang dilakukan dan klien mampu merasa nyaman dan tenang
Pada tinjauan kasus SP keluarga direncanakan karena dengan adanya kehadiran keluarga
dapat membantu kesembuhan pasien. Sedangkan pada rencana keperawatan sesuai tinjauan
SP 1 :
SP 2 :
Karena disesuaikan dengan keadaan pasien yang sebenarnya. Pada tinjauan pustaka,
2. SP 1 Pasien: Latihan Orientasi Realita : Orientasi orang, tempat, dan waktu serta lingkungan
sekitar, Jangan membantah dan mendukung waham klien, Yakinkan klien dalam keadaan
3. SP 2 Pasien: Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realita, Diskusikan
dengan klien kemampuan yang dimiliki yang realita, Tanyakan apa yang bisa dilakukan.
Anjurkan untuk melakukan sendiri, Jika klien bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
dihadapan pasien.
1
Dalam proses asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada hari pertama, pasien kurang
kooperatif, sehingga susah untuk membentuk hubungan saling percaya. Pada pelaksanaan
intervensi hari pertama pada tinjauan kasus PHBS dan PS 1 mengidentifikasi masalah
keesokan harinya.
Dalam penulisan asuhan keperawatan ini penulis tidak menemukan kesulitan, pasien
kooperatif, saat diberikan pertanyaan pasien menjawab dengan suara lantang. Pasien mampu
mencapai PHBS dan SP 1 dan pada hari berikutnya pasien mampu melakukan SP 2 yaitu
berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki klien dan melatih kemampuan yang dimiliki
klien. Penulis juga melibatkan keluarga dalam proses pengkajian untuk memperlengkap data
pasien sehingga intervensi dan implementasi pada pasien tepat dan berhasil.
Pada tinjauan kasus, evaluasi dapat dilakukan karena dapat diketahui keadaan pasien
dan masalahnya secara langsung, dilakukan setiap hari selama pasien di rumah. Evaluasi
mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan mampu memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
positif yang dimiliki dan mampu memasukkan dalam jadwal kegiatan harian, yaitu dengan
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses
otonomi, percaya diri, cara berfikir yang logis, ilmiah, sistematis dan memperlihatkan
tanggung jawab dan tanggung gugat serta pengembangan diri perawat. Disamping itu
klien dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang baik khususnya pada
4. Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang dihadapi klien
81
82
5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
dari Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan baik dan benar yang diperoleh
2. Bagi Pasien
Diharapkan pasien dapat menerapkan terapi yang telah diberikan baik secara
3. Bagi Perawat
pertemuan 1-4 pada klien dengan waham sehingga dapat mempercepat proses
pemulihan klien.
4. Bagi Keluarga
Agar keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga perawatan
DAFTAR PUSTAKA
Asis, S. J. De (2018) Psychiatric Disorders Late in Life. Psychiatric Disorders Late in Life,.
Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson, S. (2019) De-Rationalising Delusions. Available at:
https://doi.org/10.1177/2167702620951553.
Dalami, E., ROCHIMAH, N., SURYATI, K. R., & LESTARI, W. (2009) Asuhan
Darmiyanti, A. (2012) ‘Analisa Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi Ii Pada Tn. A
Dengan Gangguan Proses Pikir: Waham Studi Kasus di Ruang 23 Psikiatri RSUD
Direja, A. H. S. (2011) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Keliat, B. A., D. (2019) Keliat, B. A., dkk. jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keliat, B.A., & Pawirowiyono, A. (2015) Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok
Keliat B, dkk. (2019) Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. jakarta: ECG.
Pardede, J. A., & Siregar, R. A. (2016) ‘Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat
Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015) ‘Kepatuhan dan Komitmen Klien Skizofrenia
https://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:98_XaqlexBUJ:sc
holar.google.com/+prevalensi+WAHAM&hl=id&as_sdt=0,5.
Prastika, Y., Mundakir, S. K., & Reliani, S. K. (2014) ‘Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Muhammadiyah Surabaya.
Rowland, dkk. (2019) ‘Short-term outcome of first episode delusional disorder in an early
https://doi.org/10.1016/j.schres.2018.08.036.
Skelton, M., Khokhar, W. A., & Thacker, S. P. (2015) ‘Treatments for delusional disorder.
https://doi.org/10.1093/schbul/sbv080%0A%09%0A.
Sofian, R. (2017) ‘Asuhan Keperawatan jiwa dengan kasus waham kebesaran pada Tn. K di
Malang.
Townsend, M. C., & Morgan, K. I. (2017) Psychiatric mental health nursing: Concepts of
Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020) ‘Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.45-52 .
room/fact- sheets/detail/schizophrenia.
Yusuf, A., dkk. (2015) Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. jakarta: Salemba Medika.
1
LAMPIRAN
A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien.
Data subjektif : Keluarga klien mengatakan bahwa klien mengatakan hal yang tidak
kenyataan
3. Tujuan Keperawatan :
4. Tindakan Keperawatan.
Orientasi
“Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya Meila, saya Mahasiswa Keperawatan yang akan
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah Tn.c dan cara merawat Tn.c di
rumah?”
Kerja
“Bu, apa masalah yang Ibu rasakan dalam merawat Tn.C? Apa yang sudah dilakukan di rumah?
Dalam menghadapi sikap anak ibu yang selalu mengaku-ngaku sebagai seorang perwira TNI,
tetapi nyatanya bukan seorang perwira TNI merupakan salah satu gangguan proses berpikir.
Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapinya. Setiap kali anak ibu berkata bahwa
‘’Ibu mengerti Tn.C merasa sebagai seorang perwira TNI, tapi sulit bagi ibu untuk
mempercayainya karena setahu kami seorang perwira TNI setiap harinya bekerja dan memakai
seragam doreng.”
“Kedua: ibu harus lebih sering memuji Tn.C jika ia melakukan hal-hal yang baik.”
“Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang berinteraksi dengan Tn.C”
“Ibu dapat bercakap-cakap dengan Tn.C tentang kebutuhan yang diinginkan, misalnya: “Ibu
percaya Tn.C punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada ibu Tn.C kan punya
Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat Tn.C di rumah?”
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung ke
rumah ibu.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi saya datang kembali kesini dan kita akan mencoba
melakukan langsung cara merawat Tn.C sesuai dengan pembicaraan kita tadi”
Orientasi
“Assalamualaikum bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua hari yang lalu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke Tn.C ya?”
Kerja
“Sekarang anggap saya Tn.C yang sedang mengaku-aku sebagai seorang perwira TNI, coba
ibu praktekkan cara bicara yang benar bila Tn.C sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada kemampuan yang dimiliki Tn.C.
Bagus.”
Terminasi
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali ibu bersama Tn.C”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi
“Jam berapa saya bisa kerumah ibu?” “Baik bu, kita ketemu lagi di rumah ini ya bu”
1
LAMPIRAN
A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien.
Data subjektif : Klien mengatakan hal yang tidak nyata yaitu klien merasa dirinya
kenyataan
3. Tujuan Khusus :
b. SP1 :
4. Tindakan Keperawatan.
b. SP1:
Pra Interaksi :
3. Perawat mengkaji perasaan dan persiapan diri sebelum melakukan kegiatan dalam sp 1
Orientasi :
“ selamat pagi, perkenalkan nama saya M, saya mahasiswa keperawatan yang akan
mewawancarai Bapak hari ini. Nama tuan siapa, senangnya dipanggil apa ?”
“ Boleh kita berbincang-bincang tentang apa yang Tn.C rasakan sekarang ?”.
Kerja :
“ Saya mengerti Tn.C merasa bahwa Tn.C adalah seorang perwira TNI, tetapi sulit
bagi saya untuk mempercayainya karena setahu saya semua perwira TNI setiap harinya
“ Tampaknya Tn.C gelisah sekali, bisa Tn.C ceritakan apa yang Tn.C rasakan ?”
“ O… jadi Tn.C merasa tidak dihargai oleh orang lain dan tidak punya hak untuk
“ Jadi, saudara perempuan Tn.C yang sering tidak menghargai Tn.C sendiri ?”. “
“ Wah, bagus sekali ! jadi setiap harinya Tn.C ingin ada kegiatan di luar rumah karena
mempraktikkannya Orientasi :
“ Selamat pagi Tn.C, bagaimana perasaanya saat ini ? Baik !”. “ Apakah Tn.C sudah mengingat-
“ Berapa lama Tn.C mau kita berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 20 menit ?”.
Kerja :
“ Apa saja hobi Tn.C ? saya catat ya Tn.C, terus apa lagi ?”.
“ Wah, rupanya Tn. C pandai main bola ya, tidak semua orang bisa bermain bola seperti itu
lho Tn. C .”
“ Dapatkah Tn.C ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main bola, siapa yang
“ Dapatkah Tn.C peragakan kepada saya bagaimana bermain bola yang baik itu ?” “ Wah, Baik
sekali permainannya.”
“ Coba kita buat jadwal untuk kemampuan Tn.C ini ya, berapa kali sehari /
Terminasi :
“ Bagaimana perasaan Tn.C setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan kemampuan Tn.C
?”
“ Setelah ini, coba Tn.C lakukan latihan bola sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ini ya !”
“ Besok kita bertemu lagi ya Tn.C ? bagaimana kalau nanti sebelum makan siang ? ditempat
makan saja ya ?”
1
Tujuan:untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien dan menilai kemampuan pasien
Komunikasi Verbal Komunikasi Non-Verbal Analisa berpusat Analisa berpusat pada Rasional
pada perawat Klien
“Halo, selamat pagi pak. P : Tersenyum Ingin memulai Klien memberi respon Salam terapeutik
K : Tampak melihat sedikit interaksi dengan klien positif Diberikan untuk
Perkenalkan, saya perawat
malu interaksi
Meila. Mulai hari ini saya
bertugas untuk merawat
bapak selama 1 minggu ke
depan.
“Bagaimana perasaan dan P : Tersenyum Ingin mengetahui Klien menerima namun Agar menjadi
K : Menjawab sambil interaksi pasien memperhatikan perawat lebih dekat
keadaan bapak hari ini? melihatperawat danakrab
Apakah ada yang
dikeluhkan atau
ditanyakan sebelum kita
berbincang-bincang?”