Sejarah Perkembangan (Ips) Ilmu Penegtahuan Sosial
Sejarah Perkembangan (Ips) Ilmu Penegtahuan Sosial
Sejarah Perkembangan (Ips) Ilmu Penegtahuan Sosial
(Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konsep Dasar IPS Di SD)
OLEH
Kelompok 3
Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan strategi baru
Social Studies, NCSS (1994) menggariskan hal-hal sebagai berikut:
1. Program Social Studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan kembali bahwa
civic competence bukanlah hanya menjadi tanggung jawab Social Studies.
2. Program Social Studies dalam dunia pendidikan persekolahan, mulai dari taman
kanak- kanak sampai ke pendidikan menengah, ditandai oleh keterpaduan
“...knowledge, skill, and attitudes within and across disciplines” (NCSS, 1994:3).
3. Program Social Studies dititik beratkan pada upaya membantu siswa dalam
construct a knowledge base and attitude drawn from academic discipline as
specialized ways of viewing reality (NCSS, 1994:4).
4. Program Social Studies mencerminkan "...the changing nature of knowledge,
fostering entirely new and highly integrated approaches to resolving issues of
significance to humanity" (NCSS, 1994:5).
Oleh karena itu, upaya pembangunan sektor pendidikan oleh pemerintah menjadi
prioritas. Program pembangunan pendidikan bidang sosial semakin ditingkatkan untuk
mengatasi dan menanamkan kewarganegaraan serta cinta tanah air Indonesia. Upaya
memasukan materi ilmu-ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia disajikan dalam mata pelajaran dan bidang studi/jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum ini merupakan perwujudan
dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen,
bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang
sehat dan kuat. Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di
antaranya sebagai berikut :
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integratif
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
dan latihan.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975
yang menampilkan empat profil, yaitu:
Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk
pendidikan IPS khusus.
Pendidikan IPS terpadu untuk SD
Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai
konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi
dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS
(ekonomi dan sejarah) untuk SMEA /SMK.
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang
secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam
aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4) sebagai materi pokok PMP. DalamKurikulum 1984, PPKn merupakan mata
pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU.
Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam:
1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI
2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan
ekonomi koperasi.
3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah
Umum di kelas.
I-II: Ekonomi dan Geografi di kelas I-II, Sejarah Budaya di kelas III program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam
rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI (Himpunan Sarjana Pendidikan
Ilmu Sosial) pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di
Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993, Konvensi
Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu menjadi agenda
pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan
Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana
dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu:
Bentuk keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial khususnya mereka yang
memiliki komitmen terhadap social studies atau pendidikan IPS sebagai program
pendidikan di tingkat sekolah, maka mereka berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu
sosial ke dalam kurikulum sekolah lebih jelas lagi. Namun karena tidak mungkin semua
disiplin ilmu sosial diajarkan di tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu sosial itu disajikan
secara terintegrasi atau interdisipliner ke dalam kurikulum IPS (social studies). Jadi
untuk program pendidikan ilmu- ilmu sosial di tingkat pendidikan dasar dan menengah
harus sudah mulai di ajarkan.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal
dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS
diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai
perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan
kebutuhan setempat. Di samping itu, khusus dalam kurikulum SD, IPS pernah diusulkan
digabung dengan Pendidikan kewarganegaraan yaitu menjadi pendidikan
kewrganegaraan dan pengetahuan sosial (PKnPS), namun akhirnya kurikulum
disempurnakan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006,
antara IPS dan PKn dipisahkan kembali.
Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan serta kepentingan
pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan
bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu
membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di
sekolah secara terpisah dengan IPS.
KESIMPULAN
Ide IPS pertama kali muncul di Amerika Serikat yang adopsi dari nama sebuah lembaga yang
bernama committe of social studies. Latar belakang Lahirnya IPS dapat ditinjau dari dua
aspek, yaitu aspek sosiologis dan aspek pedagogis. Aspek sosiologis dilatarbelakangi oleh
kondisi sosial masyarakat yang mengalami ketidakstabilan, bahkan kekacauan. Hal ini
nampak pada pola interaksi antar lapisan masyarakat yang tidak harmonis, yang digambarkan
dengan kehidupan kaum buruh dengan sesama buruh dan antara kaum buruh dengan majikan
yang mempekerjakan mereka dalam masyarakat Inggris sebagai dampak dari revolusi
industri.
Berbeda dari aspek sosiologis, aspek pedagogik lebih menekankan upaya mengatasi
pembelajaran ilmu sosial yang belum menyentuh kehidupan riil peserta didik karena sifat
ilmiah yang dimiliki oleh ilmu tersebut. Latar belakang sosiologis dan pedagogis tersebut
kemudian melahirkan tiga tradisi pembelajaran IPS, yang masing-masing dengan urgensi
yang berbeda. Ketiganya adalah