Isian Substansi Proposal Skema Dasar
Isian Substansi Proposal Skema Dasar
Isian Substansi Proposal Skema Dasar
JUDUL
REFORMULASI KEBIJAKAN KEBIRI KIMIA DALAM UPAYA
PENANGGULANGAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK BERBASIS
KESEJAHTERAAN ANAK DAN PERLINDUNGAN HAK KORBAN DAN
PELANGGAR
Telaah Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak menjadi Undang-undang
RINGKASAN
Kekerasan seksual berbasis anak merupakan salah satu jenis kejahatan yang berkembang
dengan pesat di Indonesia dan mengancam peran strategis anak sebagai generasi masa depan
bangsa. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Republik Indonesia bahwa dalam kurun waktu empat tahun terakhir
kasus kekerasan seksual terhadap anak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2019, jumlah anak korban kekerasan seksual mencapai 6.454 kasus, kemudian pada
tahun 2020 meningkat menjadi 6.980, pada tahun 2021 meningkat secara signifikan yakni
menjadi 8.730 kasus dan pada tahun 2022 terdapat 9.588 kasus1. Itulah sebabnya
beberapa ahli hukum menempatkan Negara Indonesia dalam suasana darurat kekerasan
seksual terhadap anak-anak2. Untuk mengantisipasinya, pelaku kekerasan seksual terhadap
anak dapat dikenakan pidana tambahan berupa sanksi kebiri kimia (Pasal 81 ayat (7) UU
Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo UU No. 35 Tahun
2014 dan UU No. 17 Tahun 2016).
Sanksi kebiri kimia menimbulkan polemik nasional karena dianggap bertentangan dengan
etika medis dan hak asasi seseorang. Hasil kajian penulis pada dua penelitian terdahulu,
yang didanai internal perguruan tinggi (2019 dan 2020) bahwa ketentuan kebiri kimia
memiliki kelemahan karena lebih menitikberatkan pada aspek pembalasan (deterrent effect)
demi terwujudnya perlindungan masyarakat (social defence), tetapi mengabaikan
perlindungan terhadap korban kejahatan dan penghormatan pada hak asasi para pelanggar.
Tujuan penelitian yakni, mengkaji dan merumuskan konsep pemikiran baru tentang sanksi
kebiri kimia dalam upaya penanggulangan kekerasan seksual berbasis anak sehingga
terwujudnya kesejahteraan anak dan keadilan kemanusiaan bagi korban dan para pelanggar.
Konsep pemikiran baru tersebut dapat menjadi masukan bagi Pemerintah RI dan DPR RI
dalam memperbaharui ketentuan kebiri kimia dalam UU Perlindungan Anak di masa
mendatang.
Tahapan penelitian diawali studi pustaka, identifikasi masalah, perumusan masalah,
pengumpulan data, pengolahan data, analisia data dan penarikan kesimpulan. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer yakni data yang diperoleh dari
narasumber sesuai keahliannya: ahli hukum, praktisi hukum, dokter, tenaga medis, psikolog,
dan tokoh agama serta mahasiswa Fakultas Hukum. Data sekunder terdiri atas sumber
bahan hukum primer: UU Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2020
tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia dan UU terkait; bahan hukum sekunder,
pendapat ahli hukum yang termuat dalam Jurnal hukum dan buku-buku yang relevan; dan
bahan hukum tersier: kamus hukum dan ensiklopedia.
Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan meneyelenggarakan FGD. Pengumpulan
data sekunder dilakukan dengan membaca dan menelaah dokumen-dokumen hukum
terkait ketentuan kebiri kimia. Pengolahan data dilakukan dengan pengelompokkan data
sesuai jenis dan peruntukannya. Kemudian data yang satu dihubungkan dengan yang lainnya.
Data ketentuan perundang-undangan dihubungkan dengan pendapat pakar hukum yang
diperoleh dari data dokumen dan masukan para ahli yang diperoleh dari FGD. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif, agar dapat diperoleh gambaran yang
jelas tentang upaya reformulasi ketentuan kebiri kimia dalam upaya pencegahan kekerasan
seksual berbasis anak demi kesejahteraan anak dan perlindungan hak korban dan
pelanggar. Luaran wajib yakni: terpublikasi pada jurnal Hasanuddin Law Review (2023) dan
hak paten (2024).
TKT yang mau dicapai dalam penelitian ini yakni TKT dua, berhubung pada tahun 2019
dan 2020 peneliti telah melakukan penelitian dasar untuk topik yang sama. Output yang
dicapai pada penelitian pertama dan kedua berupa sebuah konsep pemikiran baru tentang
ketentuan kebiri kimia dari perspektif hukum pidana, HAM dan hukum kesehatan. Output
dari penelitian sekarang yakni, konsep pemikiran baru tentang ketentuan kebiri kimia yang
berorientasi kesejahteraan anak dan perlindungan hak korban dan pelanggar sebagai
masukan bagi pengambil keputusan/kebijakan (pemerintah dan DPR).
KATA KUNCI
Reformulasi; Kebiri Kimia; Kekerasan Seksual; Korban dan Pelanggar
PENDAHULUAN
A. Latar belakang dan rumusan permasalahan yang akan diteliti
Kekerasan seksual berbasis anak merupakan salah satu jenis kejahatan yang berkembang
dengan pesat di Indonesia3 dan mengancam peran strategis anak sebagai generasi penerus
masa depan bangsa. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia bahwa dalam
kurun waktu empat tahun terakhir kasus kekerasan seksual terhadap anak mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019, jumlah anak korban kekerasan seksual
mencapai 6.454 kasus, kemudian pada tahun 2020 meningkat menjadi 6.980, pada tahun
2021 meningkat secara signifikan yakni menjadi 8.730 kasus3 dan pada tahun 2022
terdapat 9.588 kasus4. Itulah sebabnya beberapa ahli hukum menempatkan Negara
Indonesia dalam suasana darurat kekerasan seksual terhadap anak-anak5. Untuk
mengantisipasinya, pelaku kekerasan seksual terhadap anak diancam dengan pidana
tambahan berupa sanksi kebiri kimia (Pasal 81 ayat (7) UU No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak jo UU No. 35 Tahun 2014 jo UU No. 17 Tahun 2016). Ditegaskan,
sanksi kebiri kimia diancamkan bagi siapa pun yang dengan sengaja melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan, membujuk anak melakukan hubungan intim
dengannya atau dengan orang lain.
Keberadaan sanksi kebiri kimia telah menimbulkan polemik nasional karena dianggap
bertentangan dengan etika medis6 dan hak asasi seseorang. Selain itu, hasil kajian
penulis dalam penelitian terdahulu yang didanai internal perguruan tinggi (2019 dan
2020), menunjukkan bahwa ketentuan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan sesksual
berbasis anak memiliki kelemahan karena ketentuan tersebut menitikberatkan pada aspek
pembalasan (deterrent effect) demi terwujudnya perlindungan masyarakat (social
defence), tetapi mengabaikan upaya perlindungan terhadap hak korban kejahatan dan
para pelanggar yang jug adalah warga negara yang butuh perlindungan hukum. Dalam
peraturan perundang-undangan ditegaskan bahwa pelaksanaan tindakan kebiri kimia
dilakukan tanpa adanya persetujuan terlebih dahulu dari pelaku kejahatan. Hal ini
bertentangan dengan prinsip utama dalam pelayanan medis, tindakan medis diberikan
kepada seseorang setelah yang bersangkutan diberitahukan resiko dan manfaat yang
diperoleh dari tindak medis dan yang bersangkutan secara nyata menyatakan
persetujuannya (informed conscent).
Dalam konteks hukum pidana, penerapan sanksi kebiri kimia yang bersifat pembalasan
bertentangan dengan konsep sistem pemidanaan di Indonesia yang bersifat mengayomi
dan bukan pembalasan; yang diayomi bukan hanya korban kejahatan dan masyarakat,
melainkan juga pelaku kejahatan (pelanggar).
Hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang upaya rekonstruksi
ketentuan kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual berbasis anak. Masalah yang
dibahas yakni: Bagaimanakah mereformulasi ketentuan kebiri kimia dalam Perundang-
undangan dalam upaya penanggulangan kekerasan seksual berbasis anak sehingga
terwujudnya kesejahteraan anak dan perlindungan hak korban dan para pelanggar?
Tujuan penelitian yakni mengkaji dan merumuskan suatu konsep kebijakan baru tentang
sanksi kebiri kimia dalam peraturan perundang-undangan dalam upaya penanggulangan
kekerasan seksual berbasis anak sehingga terwujudnya kesejahteraan anak dan keadilan
kemanusiaan bagi korban dan para pelanggar.
Urgensi penelitiam yakni, Pemerintah RI dan DPR RI memperoleh masukan berupa
suatu konsep pemikiran baru tentang ketentuan kebiri kimia sebagai pedoman dalam
pengambilan keputusan/kebijakan dalam mereformulasi /memperbarui ketentuan kebiri
kimia. Diharapkan agar pembaharuan yang dilakukan demi terwujudnya kesejahteraan
bagi anak dan dapat memberikan perlindungan terhadap hak korban kejahatan dan para
pelanggar. Luaran wajib yakni Jurnal Hukum Sinta 1, Hasanuddin Law Review dan
luaran tambahan, memperoleh Hak Cipta.
Terkait spesifikasi penelitian ini meliputi: Bidang Fokus Riset yakni, Sosial Humaniora;
Tema Riset yakni Pembangunan dan Penguatan Sosial Budaya; sedangkan Topik Riset
yakni, Budaya dalam upaya mencegah dan menangani akibat dari kekerasan, radikalisme,
kekerasan berbasis gender, anak, etnisitas, agama, dan identitas lainnya, serta dalam
upaya mengembangkan kesejahteraan dan keunggulan prestasi. Sesuai dengan spesifikasi
penelitian tersebut maka penulis tertarik memilih judul penelitian: “Reformulasi
Kebijakan Kebiri Kimia Dalam Upaya Penanggulangan Kekerasan Seksual Terhadap
Anak Berbasis Kesejahteraan Anakdan Perlindungan Hak Korban Dan Pelanggar”.
E. Sitasi disusun dan ditulis berdasarkan sistem nomor sesuai dengan urutan pengutipan,
mengikuti format Vancouver
[1] https://nasional.kompas.com/read/2022/03/04/17062911/kemenpppa-797-anak-jadi-
korban-kekerasan-seksual-sepanjang-januari-2022?page=all.
[2] Ibid.
[3] https://nasional.kompas.com/read/2022/01/20/12435801/laporan-kasus-kekerasan-
terhadap-anak-dan-perempuan-meningkat-3-tahun, diakses tanggal 24 Februari
2022.
[4] https://nasional.kompas.com/read/2022/03/04/17062911/kemenpppa-797-anak-jadi-
korban-kekerasan-seksual-sepanjang-januari-2022?page=all
[5] Ibid.
[6] https://www.benarnews.org/english/news/indonesian/indonesia-rights-
08272019153613.html, diakses,16 Februari 2022.
[7] A.A.KT, Sudiana “Sanksi Pidana Kebiri Dari Perspektif Hak Asasi Manusia”,
Jurnal Advokasi (2017) 7:1.
[8] Abdul Aziz Harahap , Penolakan Peran Dokter Sebagai Eksekutor Sanksi Hukum
Kebiri di Indonesia Perspektif Filsafat Hukum Islam, Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil
Penelitian, Vol 16, No. 1, Mei 2021, h. 58.
[9] Hanafi Arief, Rekonstruksi Hukum Tentang Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Tindak
Pidana Pelecehan Seksual (Kajian Analisis Yuridis-Sosiologis PERPPU No. 1
Tahun 2016 Dalam Perspektif Kriminologi Hukum), Jurnal Khazanah: Jurnal Studi
Islam dan Humaniora, Vol. 14. No. 1 Juni 2017, H. 110-133.
[10] Ari Purwita Kartika, M. Lutfi Rizal Farid, dan Ihza Rashi Nandira Putri,
Reformulasi Eksekusi Kebiri Kimia Guna Menjamin Kepastian Hukum Bagi
Tenaga Medis/Dokter Dan Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pedophilia, Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 2 VOL. 27 MEI 2020, h. 345 -366.
[11] M.B. Miles dan A.M. Huberman, Analisis Data Kualitatif, 1992, h. 19.
METODA
Penelitian ini termasuk jenis penelitian yuridis sosiologis (socio legal) yang berusaha
menganalisis berbagai sumber tertulis terkait ketentuan kebiri kimia bagi pelaku kejahatan
seksual berbasis anak sebagaimana diatur dalam perundang-undangan dan dikaitkan dengan
realitas.
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan sekunder.
Data primer yakni data yang diperoleh dari narasumber sesuai dengan keahliannya masing-
masing: ahli hukum, praktiisi hukum, dokter, tenaga medis, psikolog, tokoh agama, masyarakat
dan mahasiswa Fakultas Hukum. Data sekunder, yaitu data yang berasal dari sumber tertulis
yang terdiri atas: (1) sumber bahan hukum primer yakni, UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak jo UU No. 35 Tahun 2014 jo UU No. 17 Tahun 2016, PP No. 70 Tahun
2020 Tentang tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia,Pemasangan alat Pendeteksi
Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak,
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait; (2)
Sumber bahan hukum sekunder yakni, hasil penelitian dan pendapat ahli hukum terkemuka
yang termuat dalam jurnal hukum dan buku-buku (dokumen resmi); dan (3) Sumber bahan
hukum tersier yakni, kamus hukum dan ensiklopedia.
Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara menyelenggarakan focus group
discussion (FGD). Sedangkan teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara
membaca, menyalin dan menelaah dokumen-dokumen hukum yang terkait dengan ketentuan
kebiri kimia, baik sumber bahan hukum primer dan sekunder maupun sumber bahan hukum
tersier.
Kemudian, data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan mengelompokkan data sesuai
dengan jenis dan peruntukannya. Kemudian data tersebut dihubungkan antara satu dengan yang
lainnya. Data yang terkait dengan ketentuan perundang-undangan dihubungkan dengan pendapat
para pakar hukum yang diperoleh dari data dokumen dan masukan para ahli yang diperoleh dari
FGD. Selanjutnya, data yang telah diolah tersebut akan dianalisis dengan menggunakan analisis
kualitatif dan selanjutnya dipaparkan secara deskriptif. Hal ini dilakukan agar dapat diperoleh
gambaran yang jelas tentang upaya rekonstruksi ketentuan kebiri kimia dalam upaya pencegahan
kekerasan seksual berbasis anak demi sejahteraan anak dan keadilan keamusiaan bagi korban
kejahatan dan para pelanggar.
Kegiatan analisis data meliputi beberapa tahap kegiatan, yakni: tahap pengumpulan data, tahap
reduksi data, tahap penyajian data, tahap analisis data dan penarikan kesimpulan. Bebarapa
tahap kegiatan analisis data tersebut merupakan upaya yang interaktif, artinya analisis data
tersebut merupakan upaya yang terus berlanjut dan berulang secara terus menerus, bergerak di
antara beberapa tahap kegiatan tersebut; selanjutnya bolak-balik di antara beberapa tahap
kegiatan tersebut (pengumpulan data melalui studi literatur dan FGD, reduksi data,
penyajian/pengolahan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan)11. Untuk lebih jelasnya,
lihat Diagram Alir Penelitian.
Penelitian ini dilakukan secara tim dengan penulis bertindak sebagai Ketua Tim dan dua orang
anggota tim peneliti yang lain. Untuk lebih memudahkan peneliti dalam menyelesaikan
penelitian ini maka sejak awal diadakan pembagian tugas di anatara peneliti. Saya selaku Ketua
Peneliti, bertanggungjawab penuh atas substansi isi penelitian dan mengkoordinasikan kegiatan
penelitian kepada anggota tim peneliti dan mahasiswa yang terlibat dalam penelitian. Sedangkan
anggota tim peneliti diberikan tugas dan tanggung jawab untuk membanttu peneliti dalam
mengumpulkan data sekunder yang diperlukan, teknis penulisan/pelaporan penelitian, dan
menjalankan tugas administasi dan dokumentasi setiap kegiatan penelitian, mulai dari awal
sampai berakhirnya penelitian. Selain itu, para peneliti secara bersama-sama menghadiri seminar
penelitian, FGD, monitoring dan evaluasi, interpretasi dan analisis data, serta menyusun
proposal/laporan hasil secara bersama-sama. Sedangkan mahasiswa yang dilibatkan dalam
penelitian ini bertugas untuk membantu peneliti dalam upaya mengumpulkan data sekunder dan
mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan, dilibatkan dalam diskusi dan mencatat masukan
pada FGD, serta mendokumentasikan kegiatan dalam setiap tahap penelitian seperti dalam
diagram berikut:
Penelitian ini dilakukan secara tim dengan penulis bertindak sebagai Ketua Tim dan dua orang
anggota tim peneliti yang lain. Untuk lebih memudahkan peneliti dalam menyelesaikan
penelitian ini maka sejak awal diadakan pembagian tugas di anatara peneliti. Saya selaku Ketua
Peneliti, bertanggungjawab penuh atas substansi isi penelitian dan mengkoordinasikan kegiatan
penelitian kepada anggota tim peneliti dan mahasiswa yang terlibat dalam penelitian. Sedangkan
anggota tim peneliti diberikan tugas dan tanggung jawab untuk membanttu peneliti dalam
mengumpulkan data sekunder yang diperlukan, teknis penulisan/pelaporan penelitian, dan
menjalankan tugas administasi dan dokumentasi setiap kegiatan penelitian, mulai dari awal
sampai berakhirnya penelitian. Selain itu, para peneliti secara bersama-sama menghadiri seminar
penelitian, FGD, monitoring dan evaluasi, interpretasi dan analisis data, serta menyusun
proposal/laporan hasil secara bersama-sama. Sedangkan mahasiswa yang dilibatkan dalam
penelitian ini bertugas untuk membantu peneliti terkait hal teknis dan administrasi, seperti dalam
upaya mengumpulkan data sekunder dan mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan,
dilibatkan dalam diskusi dan mencatat masukan pada FGD, serta mendokumentasikan kegiatan
dalam setiap tahap penelitian.
JADWAL PENELITIAN
Tahun ke-1
No Nama Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Penyusuanan Proposal
2 Koordinasi Dengan Anggota Peneliti
3 Pelaksanaan Penelitian: Pengumpulan data
(Studi Pustaka/Literatur)
4 FGD 1
5 Studi Pendalaman Hasil FGD 1
6 FGD 2
7 Studi Pendalaman Hasil FGD 2
8 pengolahan dan analisis data.
9 Monev Hasil
10 Penyusunan Laporan Kemajuan
11 Publikasi Buku Referensi
Tahun ke-2
Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Monev Hasil 1
2 FGD 3
Studi Perbandingan beberapa negara Asia
3
dan Eropa
Penyusunan Laporan Hasil Studi
3
Perbandingan
4 FGD 4
5 Pendalaman FGD 4
6 Seminar hasil
7 Penyusunan Laporan Hasil
8 Monitoring dan Evaluasi
9 Penyusunan Laporan Final
10 Luaran tambahan (HKI)
Publikasi Jurnal Terakreditasi Sinta 1-2,
11
terindeks Scopus (Hasanuddin Law Review)
DAFTAR PUSTAKA
[1] A.A.KT, Sudiana, “Sanksi Pidana Kebiri Dari Perspektif Hak Asasi Manusia”, Jurnal
Advokasi (2017) 7:1.
[2] Andenaes, Johannes, “The Morality of Deterrence,” (1970)37, The University of Chicago
Law Review, 649.
[3] -----------,“General Prevention Revisited: Research And Policy Implications, (1975) 66
(3), Journal of Criminal Law and Criminology.
[4] Arief, Hanafi, Rekonstruksi Hukum Tentang Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Tindak
Pidana Pelecehan Seksual (Kajian Analisis Yuridis-Sosiologis PERPPU No. 1 Tahun
2016 Dalam Perspektif Kriminologi Hukum), Jurnal Khazanah: Jurnal Studi Islam dan
Humaniora, Vol. 14. No. 1 Juni 2017.
[5] Berlin, Fred S., “Sex Offender Treatment and Legislation,” (2003) 31:4, The Journal of
the American Academy of Psychiatry and the Law.
[6] Daley, Matthew V., “A Flawed Solution to The Sex Offender Situation In The United
States: The Legality Of Chemical Castration For Sex Offenders,” (2008) 5:87, Indiana
Health Law Review.
[7] Douglas, Thomas, et al, “Coercion, Incarceration, and Chemical Castration: An
Argument From Autonomy,” (2013) 10, Bioethical Inquiry, 393–405.
[8] Harahap, Abdul Aziz, Penolakan Peran Dokter Sebagai Eksekutor Sanksi Hukum Kebiri
di Indonesia Perspektif Filsafat Hukum Islam, Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian,
Vol 16, No. 1, Mei 2021.
[9] Harrison, Karen, and Bernadette Rainey, “Suppressing human rights? A rights-based
approach to the use of pharmacotherapy with sex offenders,” (2009) 29:1, Legal Studies.
[10] Janus, Eric S., "A Crooked Picture: Re-Framing the Problem of Child Sexual Abuse"
(William Mitchell Law Review, 11/20/2009) <http://open.wmitchell.edu/facsch/165>,
accessed January 4th, 2020.
[11] Kartika,Ari Purwita, M. Lutfi Rizal Farid, dan Ihza Rashi Nandira Putri, Reformulasi
Eksekusi Kebiri Kimia Guna Menjamin Kepastian Hukum Bagi Tenaga Medis/Dokter
Dan Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pedophilia, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM
NO. 2 VOL. 27 MEI 2020.
[12] Larrubia, Evelyn (Times Staff Writer), “In Need Of Therapy”,
[13] https://www.latimes.com/archives/la-xpm-1999-sep-19-me-12075-story.html,
Oktober 26th 2019.
[14] Levenson, Jill S., and Andrea L. Hern, Sex Offender Residence Restrictions:
Unintended Consequences and Community Reentry, (2007) 9:1, Justice Research and
Policy.
[15] Levenson, J. S., & D'Amora, D. A., “Social policies designed to prevent sexual violence:
The Emperor's New Clothes?” (2007) 18(2), Criminal Justice Policy Review.
[16] Miles, M.B. dan A.M. Huberman, Analisis Data Kualitatif, 1992.
[17] North, Anna “Alabama’s law forcing sex offenders to get chemically castrated,
explained” (June 11th, 2019,
<https://www.vox.com/identities/2019/6/11/18661514/alabama-chemical-castration-bill-
kay-ivey-effects,> accessed November 11th, 2019.
[18] Noviana, Ivo, “Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak Dan Penanganannya Child
Sexual Abuse: Impact And Hendling”, Jurnal, Sosio Informa Vol. 01, No.1, Januari-
April, Tahun 2015.
[19] Scott, Charles L., and Trent Holmberg, “Castration of Sex Offenders: Prisoners’ Rights
Versus Public Safety”, (2003)31:4, Journal of the American Academy of Psychiatry and
the Law.
[20] Smith, Deirdre M. “Dangerous Diagnoses, Risky Assumptions, And The Failed
Experiment Of “Sexually Violent Predator” Commitment,” (2015) 67: 4. Oklahoma
Law review, Volume.
[21] Sorrentino, Renee, et al, “Sex Offenders: General Information and Treatment,”
(2018)48:2, Psychiatric Annals.
[22] https://nasional.kompas.com/read/2022/01/20/12435801/laporan-kasus-kekerasan-
terhadap-anak-dan-perempuan-meningkat-3-tahun, diakses tanggal 14 Februari 2022.
[23] https://www.benarnews.org/english/news/indonesian/indonesia-rights-08272019153613.html,
diakses, 16 Februari 2022.