MAKALAH FILSAFAT ISLAM Kel.5

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT ISLAM

Islam dan Ilmu Pengetahuan Serta


Pengembangan Masyarakat
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat
islam Dosen pembimbing: Prof. Dr. Aminullah S.Ag

Disusun oleh:
Kelompok 6
Muhammad Razin ayatul Hayy (U20191122)

Hanik Susilawati (223104010005)

Nabila Fikriana (222104010074)

Aida Zulfa (222104010080)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI
ACHMAD SHIDDIQ JEMBER
APRIL, 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Puji syukur segala puji bagi Allah SWT karena atas segala rahmat
serta hidayah Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hubungan Antara Ilmu dan Agama” ini dengan mudah dan lancar.
Sholawat dan salam tak lupa juga kita panjatkan pada junjungan kita
ialah Nabi besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kegelapan hingga menuju ke alam yang terang menderang seperti saat ini
yakni agama islam.
Tak lupa juga ucapan terimakasih pada dosen pengampu atas segala
bimbingannya hingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Ucapan terimakasih juga kami ucapkan pada semua teman-teman yang telah
bersedia untuk berpartisipasi dalam diskusi ini. Semoga tulisan ini bisa
bermafaat dan menambah wawasan untuk kalian yang membacanya.
Makalah ini jauh dari kata sempurna dengan banyaknya kekurangan
yang ada, kami mohon kritik dan saran dari kalian karena kami hanyalah
insan biasa yang tal luput dari salah dan lupa.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I.....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................1
C. TUJUAN....................................................................................................................1
BAB II....................................................................................................................................2
PEMBAHASAN....................................................................................................................2
A. TITIK TEMU ANTARA ILMU DAN AGAMA......................................................2
B. PERKEMBANGAN HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN AGAMA....................3
BAB III..................................................................................................................................5
PENUTUP..............................................................................................................................5
A. KESIMPULAN..........................................................................................................5
B. SARAN......................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................6

iii
BAB I
PENDAHULU
AN
A. LATAR BELAKANG

Pembahasan tentang ilmu dan agama adalah 2 hal yang tak


bisa pisahkan antara keduanya. Adapun hubungan antara ilmu
dan agamakemungkinan titik temu keduanya menurut
BambangSugiharto adalah agama dapat membantu ilmu agar
tetap manusiawi dan selalu menyadari persoalanpersoalan konkrit
yang mesti dihadapi Terkadang agama islam juga disebut sebagai
sumber dari ilmu. Melalui agama,mengingatkan bahwa ilmu
bukanlah satu-satunya jalan menuju kebenaran dan makna
terdalam kehidupan manusia. Di Indonesia sempat terjadi
pemisahan antara keduanya dalam waktu yang cukup lama yang
mengakibatkan terjadinya pemisahan keilmuan di kalangan
ummat islam. Karena pemisahan yang cukup lama tersebut maka
timbullah rasa ingin mempersatukan kembali antara ilmu dan
agam karena dianggap sebagai penyebab kekalahan ummat islam.
Terkait hal ini juga Hanafi (2006: menyatakan sebuah
pernyataan yang mengatakan bahwa dikotomi ilmu atau
pemisahan ilmu dalam tradisi islam bukanlah sesuatu yang baru.
Agama senantiasa mengingatkan ilmu danteknologi untuk
senantiasa membela nilai kehidupan dan kemanusiaan. Begitu
juga dengan ilmu, mampu membantu agama merevitalisasi diri
melalui sikap kritis dan sikap realistis, kemampuan logis, dan
kehati-hatian dalam mengambil kesimpulan melalui temuannya
mampu membantu agama menghindari bahaya stagnasi dan
pengaratan dalam mewujudkan idealismeidealismenya secara
konkrit terutama menyangkut kemanusiaan umum.
Ditemukan dalam beberapa karya islam pada masa klasik
tentang pembagian ilmu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh filsafat
seperti Ibnu Khaldun yang membagi antara al-„ulum al „aqliyyah

1
dan al-„ulum an naqliyyah, dan Al Ghazali yang membagi antara

2
ilmu syar‟iyyah dan ilmu ghayr syar‟iyyah. Banyak diantara para
ilmuwan dahulu yang menguasai lebih dari satu bidang
keilmuwan. Seperti, Al Kindi, Al Khawarizmi, Abu Bakar Ar
Razi, Ibnu Sina, Jabir Ibnu Hayyan dan sebagainya. Dengan
banyaknya karya yang mereka ciptakan hingga memunculkan
beberapa ilmu yang mereka kembangkan didunia barat dan
tentunya sangat berpengaruh pada perkembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan yang cukup pesat di masa sekarang.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana titik temu antara ilmu dan agama?
2. Bagaimna perkembangan hubungan antara ilmu dan
agama?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan titik temu antara ilmu dan agama
2. Menjelaskan perkembangan hubungan ilmu dan agama

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Titik Temu Antara llmu dan Agama


Sains dan agama berada dalam zona yang meniscayakan
interdisipliner di mana penyelidikan berasal dari berbagai bidang.
Secara umum, forma logika yang diusung oleh sains maupun
agama sama-sama bertolak dari pengalaman interpretasi terhadap
realitas. Sains mendasarkan teorinya pada hukum kausalitas,
sementara agama berupaya menguak makna yang ada di balik
realitas.Sains diasumsikan sebagai kumpulan informasi yang
terdiri dari klasifikasi fakta, pengakuan, elaborasi makna serta
fungsinya dalam penataan pengetahuan mengenai perilaku alam
yang diatur oleh hukum kausalitas. Hukum tersebut merupakan
pernyataan umum mengenai korelasi numeratif antara sekian
besaran yang diteliti dan telah dianggap valid. Artinya terhadap
objek telah dilakukan pengujian empiris berulang-ulang dan
belum menunjukkan adanya kontradiksi.
Sementara agama secara metodik juga berupa
simultanitas pengalaman, teori, dan pemahaman tertentu tentang
suatu realitas yang diorientasikan (beyond) pada pencapaian akan
realitas akhir. Kenyataan ini menjadikan keyakinan agama tidak
dapat diberlakukan pada kerangka kerja yang dapat diuji secara
empiris. Beberapa instrumen untuk memahami agama lebih
bersifat subjektif dan personal yang lazimnya berkenaan dengan
keunikan, rasionalitas, atau halhal yang bersifat afektif. Karena
itu keyakinan agama sering diklaim sebagai pengetahuan yang
berbasis eksperiensial bukan eksperimental, dan lebih
mengandalkan sesuatu yang eksistensial dan bukan operasional.
Menurut Rolston, pemikiran sains maupun agama yang
berkutat pada persoalan alam, sejarah, dan Tuhan berjalan di atas

4
fakta-fakta teori-laden. Artinya, baik sains maupun agama pada
prinsipnya sama-sama berada pada taraf trial and error, keduanya
secara bersamaan sedang berproses untuk menemukan sesuatu
yang diyakini sebagai kebenaran. Karena itu dalam teori-laden
akan banyak ditemukan perubahan baik menyangkut
pengembangan narasi yang ada dalam agama maupun
penyusunan fakta dan data dalam penyelidikan sains. Ruparupa
kredo, keimanan, dan pengalaman terus menjadi kenyataan-
kenyataan silih berganti yang akan mewarnai upaya-upaya
evolutif agama dan progresivitas sains dalam memahami realitas.
Karena itu sains dan agama dapat bergerak manakala
teori-teori dan hipotesis-hipotesis baru muncul menggeser
paradigma lama dengan paradigma baru. Paradigma bekerja
untuk menjabarkan dan mengembangkan sebuah teori secara
terperinci untuk terus melakukan penafsiran-penafsiran terhadap
pengalaman baru. Peristiwa ini pada gilirannya akan menjadi
capaian tertentu yang dalam komunitas ilmiah atau beragama
diakui dalam kurun waktu tertentu sebagai telah menyediakan
dasar atau framework bagi praktik-praktik selanjutnya. Walaupun
harus diakui bahwa paradigma agama lebih tampak sebagai
afirmasi terhadap dalil-dalil normatif.

5
B. Perkembangan Hubungan Antara Ilmu dan Agama
Hubungan antara ilmu dan agama tidak selalu berjalan
dengan mulus, mereka memiliki akar sejarah yang tidak mudah
walaupun dalam satu kesatuan yang disebut dengan ilmu agama.
Terjadi gesekan yang keras bahkan tidak jarang melahirkan
benturan berupa konflik, meski untuk sekedar ingin
mempertemukan dua konsep dan paradigma yang berbeda. Di
dunia Islam, hubungan Islam dan ilmu terutama filsafat
mengalami fase-fase konstraksi yang tidak sederhana. Pada abad
10M ketika al-Ghazali mempersoalkan cara kerja filsafat dan
ilmu yang (dianggap) mengganggu kemapanan beragama, sering
dipahami oleh sebagian besar umat Islam sebagai bentuk
penolakan terhadap cara kerja ilmu dan filsafat. Meski penjelasan
atas pemahaman Al-Ghazali tersebut kemudian dibantah oleh Ibn
Rusyd, yang berupaya meluruskan kembali hubungan atara ilmu
dan filsafat.
Dalam perkembangannya, pengembangan ilmu
pengatahuan empiris (sains)dan ilmu agama oleh masingmasing
ahlinya ditemukan hubungan antara keduanya bersifat dikotomis,
dialogis, paralel, harmonis, bahkan konflik atau integrasi.
Kesemuanya itu sangat tergantung pada sikap dan kedalaman
suatu paradigma yang digunakan. Jika pengembangan suatu ilmu
itu rigid dan tidak menoleh ke arah ilmu yang lain, tidak saling
tegur sapa, maka hubungan keduanya akan cenderung bersifat
kaku dan dikotomis. Namun jika pengembangan keduanya dapat
saling tegur sapa, saling memahami, maka akan terjadi bentuk
dialog, paralel, dan harmoni, bahkan integrasi.
Seperti,menurut Ian G. Barbour dalam When Science
Meets Religion: Enemies, Strangers or Partners (2000), yaitu;
konflik, independensi, dialog dan integrasi.
(a) Hubungan agama dan ilmu pengetahuan mengalami konflik ketika
meterialisme ilmiah bertemu dengan literalisme biblikal. Keduanya
sama-sama mengeluarkan pernyataan berlawanan dalam domain
sejarah alam, sehingga orang harus memilih satu di antara dua.
6
Mereka percaya bahwa manusia tidak akan mempercayai evolusi
dan Tuhan secara sekaligus, masing-masing mengambil posisi yang
berseberangan. Materialisme memandang materi sebagai realitas
dasar alam semesta. Materialisme menafikan metafisika dan
meyakini metode ilmiah, serta memandang bahwa metode yang
sahih adalah metode ilmiah.
(b) Hubungan agama dan ilmu pengetahuan bersifat independensi.
Untuk menghindari dua wilayah itu masuk dalam kisaran konflik,
maka keduanya dimasukkan dalam wilayah yang berbeda.
Keduanya dapat dibedakan berdasarkan masalah yang ditelaah,
domain yang dirujuk dan metode yang digunakan. Ini merupakan
pembedaan yang tegas, tetapi secara keseluruhan mereka
membangun independensi dan otonomi dalam kedua bidang ini.
(c) Hubungan yang bersifat dialogis. Dalam memotret hubungan yang
lebih konstruktif, Barbour menawarkan hubungan dialogis antara
agama dan ilmu pengetahuan. Dialog dengan mempertimbangkan
pra-anggapan dalam upaya ilmiah, atau mengeksplorasi kesejajaran
metode sains dan agama, atau menganalisis konsep dalam satu
bidang dengan konsep bidang lain.
(d) Yang keempat adalah integrasi, Pandangan ini berkeyakinan bahwa
agama dan sains dapat berintegrasi (menyatu). Dalam theology of
nature terdapat klaim bahwa eksistensi Tuhan dapat disimpulkan
dari (atau didukung oleh) bukti desain alam. Sumber utama teologi
ini terletak di luar sains, tetapi teori-teori ilmiah bisa berdampak
kuat atas perumusan ulang doktrin-doktrin tertentu, terutama doktrin
tentang penciptaan dan sifat dasar manusia. Sementara dalam
sintesis sistematis, sains ataupun agama memberikan kontribusi
pada pengembangan metafisika yang inklusif, seperti filsafat proses.

Tahun 1970-an dunia Barat dan Muslim ketika


memperbincangkan Ilmu Agama Islam atau Islam sebagai obyek
ilmu pengetahuan masih tabu. Banyak pertanyaan-pertanyaan
mendasar yang dikemukakan. Masyarakat Barat juga memiliki
anggapan yang sama dan menolak asumsi adanya kemungkinan
melakukan penelitian terhadap agama. Sebab menurut mereka,
antara ilmu dan nilai, ilmu dan agama tidak dapat disinkronkan.
Karena ketika agama ditarik ke wilayah ilmu, maka banyak
variabel yang harus dipenuhi, dan syarat-syarat itu memerlukan
ketelitian dan syarat-syarat yang sangat ketat.

Mukti Ali salah satu perintis pengembangan ilmu agama


Islam di Indonesia pada tahun 1970-an menyatakan bahwa

7
agama, termasuk Islam, bisa diteliti. Pandangan tersebut
kemudian banyak diikuti oleh beberapa pemikir muslim lainnya.
Pandangan tersebut lahir berdasarkan realitas bahwa ketika
agama hadir dan menyatu dengan masyarakat maka muncul
pengaruh timbal balik dari pemeluk agama baik berupa prilaku,
tindakan, ucapan dalam segala pergaulan. Perilaku manusia yang
lahir karena pengaruh agama tersebut dapat dikategorikan
menjadi kajian studi agama, belum lagi dalam bentuk kajian teks,
institusi, dan alat-alat.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Agama dan ilmu menurut anggapan Sebagian masyarakat ialah 2
hal yang tidak bisa di pertemukan. Sejarah hubungan ilmu dan agama di
barat mencatat bahwa pemimpin gereja menolak teori heliosentris galileo
atau teori evolusi Darwin. Pemimpin gereja tersebut membuat
pernyataan yang berada di luar kompetensinya. Sebaliknya I saac
Newton dan tokoh-tokoh ilmu sekuler hanya menempatkan tuhan
sebagai penutup lubang kesulitan Ketika teori keilmuan mereka tidak
terjawab. Setelah terjawab, maka intervensi tuhan tidak diperlukan.pada
akhirnya, hanya sebagai pembuat jam dalam benak para ilmuan
“sekuler”. Lain halnya dengan dunia timur yaitu dunia pengajaran ilmu-
ilmu agama islam yang normatif-tekstual terlepas dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, ilmu ilmu sosial, hukum dan humaniora
pada umumnya.
Ilmu itu mengungkapkan sesuatu sebagaimana adanya. Ilmu
tanpa agama bisa digunakan untuk kehancuran umat manusia. Adanya
agamalah yang akan memberikan arah bahwa ilmu itu harus di gunakan
untuk kepentingan umat manusia.

B. Saran
Pada makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan kami. Oleh karena itu kepada pembaca
untuk memberikan saran yang membangun agar kami bisa memperbaiki
dengan lebih baik lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Barbour, Ian G.Issues in Science and Religion. New York:


Harper Torchbook, 1971.
-------------, Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer
dan Agama, terj. Fransiskus
Borgias M. Bandung: Mizan, 2005.
Dr. Abdul Chalik, “Filsafat Islam Pendekatan Kajian
Keislaman” (Yogyakarta:2015) cet ke-1
Hidayatullah (2016) “Realisasi Ilmu Pengetahuan dan Agama”
Malaysia, International Seminaron Generating Knowledge
Through Research

1
0

Anda mungkin juga menyukai