1930063-NOVI TRIYAS DIYANTO KTI Intra Cranial Hemorhage.
1930063-NOVI TRIYAS DIYANTO KTI Intra Cranial Hemorhage.
1930063-NOVI TRIYAS DIYANTO KTI Intra Cranial Hemorhage.
SURABAYA
Oleh :
NOVI TRIYAS DIYANTO, S.Kep.
NIM. 1930063
SURABAYA
Oleh :
NOVI TRIYAS DIYANTO, S.Kep.
NIM. 1930063
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN
Saya bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa karya
ilmiah akhir ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan peraturan yang
punulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, saya nyatakan dengan
benar. Bila ditemukan plagiasi, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM : 1930063
menyetujui bahwa karya tulis ini diajukan dalam sidang guna memenuhi sebagai
NERS (Ns)
Pembimbing
iii
HALAMAN PENGESAHAN
NIP. 04.014
NIP. 03.039
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
akhir ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karya tulis ilmiah ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program Pendidikan Profesi Ners.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran karya tulis ilmah ini
bukan hanya karena kemampuan penulis saja, tetapi banyak bantuan dari berbagai
pihak yang telah dengan ikhlas membantu penulis demi terselesaikannya penulisan,
oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan
1. Ibu Wiwiek Lestyaningrum, S.Kp., M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
3. Bapak Ns. Nuh Huda, M.Kep., Sp.Kep.MB., selaku Kepala Program Studi
4. Ibu Ninik Ambar Sari, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing yang penuh
kesabaran dan penuh perhatian memberikan saran, kritik dan bimbingan demi
v
5. Seluruh staf dan karyawan STIKES Hang Tuah Surabaya yang telah
yang selalu bersama-sama dan menemani dalam pembuatan karya tulis ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
bantuannya. Penulis hanya bisa berdo’a semoga Allah SWT membalas amal
baik semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian Karya
Selanjutnya penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah Akhir ini masih
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka saran dan kritik yang
Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca terutama
Penulis
vi
DAFTAR ISI
vii
2.3.4 Mekanisme Kerja ..........................................................................................38
2.3.5 Komplikasi ....................................................................................................39
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Intra Cerebral Hemoragik ............................42
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian .....................................................................................................56
3.2 Analisa Data ..................................................................................................65
3.3 Priorotas Masalah ..........................................................................................67
3.4 Intervensi Keperawatan .................................................................................59
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan .....................................................96
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian ...................................................................................................102
4.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................109
4.3 Intervensi Keperawatan ...............................................................................111
4.4 Implementasi Keperawatan .........................................................................115
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan .....................................................................................................117
5.2 Saran ............................................................................................................118
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................120
LAMPIRAN……...…………………………………………………………….123
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
DAFTAR SINGKATAN
SIMBOL
% : Persen
? : Tanda Tanya
/ : Atau
= : Sama Dengan
: Sampai
(+) : Positif
(-) : Negatif
< : Kurang Dari
> : Lebih Dari
≤ : Kurang Dari Sama Dengan
≥ : Lebih Dari Sama Dengan
SINGKATAN
ATLS : Advanced Trauma Life Support
PERDOSSI : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
ICH : Intra Cerebral Hemoragik
ICU : Intensive Care Unit
MRI : Magnetic Resonance Imaging
MAP : Mean Arterial Pressure
N : Nervus
O2 : Oksigen
PD : Pembuluh Darah
STIKES : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
TD : Tekanan Darah
TIA : Transiert Iskemik Attack
TIK : Tekanan Intra Kranial
WOC : Web Of Coution
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral
ruptur pembuluh darah (Ariani, 2012). Salah satu faktor terjadinya ICH adalah
pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien dengan ICH didapatkan tanda
klinis seperti kelemahan tiba-tiba pada anggota gerak tubuh, sampai mengakibatkan
Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien ICH adalah penurunan
kelompok usia produktif, insidennya 10-20 kasus per 100.000 penduduk per tahun,
lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua, dan orang Asia dan Afrika.
Amerika, sedangkan di Jepang dan Asia merupakan 20-30% dari seluruh kasus
setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan
sisanya menderita kelumpuhan sebagian atau total, hanya 15% yang dapat sembuh
total dari serangan stroke dan kecacatan (Khairunnisa, 2014). Kasus Intra
cerebral hemoragik di RSPAL Dr. Ramelan pada bulan April sampai Juni
12
13
selebral paling sering terjadi akibat penyakit hipertensi dan usia diatas 50 tahun.
serebral biasanya kecil (2-6mm) hal ini bisa menyebabkan ruptur/pecah (Black
kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsur elastis dari dinding
arteri. Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah dengan beban tekanan darah
aneurismata tersebut berkembang terutama pada arteria serebri media yaitu Arteria
marah, mengeluarkan tenaga banyak dan sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah.
Pada saat itu juga, orang nya jatuh pingsan, nafas mendengkur dalam sekali dan
dirumah sakit dilakukan interevensi yang tepat pada kasus ICH. Penatalaksaan di
rumah sakit berfokus pada mengotrol Tekanan Intra Kranial (TIK) dan penanganan
kematian pada penderita cedera pada kepala. Aktivitas yang dapt dilakukan yaitu
al., 2011). Edema serebral merupakan penyebab peningkatan TIK, dengan cara
2010). Atas dasar berbagai permasalahan di atas maka dipandang perlu untuk
meneliti mengenai Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosa Medis ICH
Post Op Trepanase Hari Ke 14 di ruang ICU IGD RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.
Untuk mengetahui lebih lanjut perawatan penyakit ini maka penulis akan
melakukan kajian asuhan keperawatan Intra cerebral hemoragik dengan membuat
rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Diagnosa Medis Intra Cerebral Hemoragik post op trepanase hari
ke 14 di Ruang ICU IGD RSPAL Dr. Ramelan Surabaya?”
Berdasarkan tujuan umum di atas, maka penulisan karya tulis ilmiah akhir ini
memiliki tujuan khusus sebagai berikut :
Terkait tujuan, maka karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat memberi
manfaat sebagai berikut.
1.4.1. Manfaat Teoritis
dan efisien akan menghasilkan keluaran klinis yang baik, menurunkan angka
kejadian Intra Cerebral Hemoragik dan angka mortalitas pada pasien dengan
Hasil studi kasus, dapt menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit agar
Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khusunya
dalam hal asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose medis Intra
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti berikutnya,
dan mampu mengembangkan ilmu yang akan melakukan studi kasus pada
Hemoragik (ICH).
1. Metode
Metode yang digunakan dalam karya ilmiah akhir adalah menelaah dan ,
Hemoragik (ICH).
A. Sumber Data
1) Data Sekunder
ilmiah akhir ini diperoleh dari hasil penulisan KTI asuhan keperawatan
3. Tinjauan Kepustakaan
Hemoragik (ICH).
abstrak penelitisn, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel,
2. Bagian inti terdiri dari lima bab yang masing-masing bab terdiri dar sub bab
sebagai berikut
BAB 2 : Tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis
dan asuhan keperawatan pasien dengan diagnose Intra Cerebral
Hemoragic, serta kerangka masalah
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai konsep, landasan teori dan berbagai aspek,
a. Tulang tengkorak
oleh sutura. Sedangkan tulang vertebrata tersusun atas 33 buah tulang yang
dengan tengkorak
5. Pericranium
c. Meninges
tengkorak dan lapisan luar durameter, ruang subdural yaitu ruang antara
1. Durameter
tabula interna atau bagian dalam cranium namun tidak melekat pada
sebut ruang subdural yang terletak antara duramater dan arachnoid. Pada
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis
2. Arakhnoid
yang disebut sisterna. Salah satu pelebaran yang terbesar adalah sisterna
3. Piameter
intrakranial.
Otak manusia berisi 98% jaringan saraf tubuh atau sekitar 10 miliar neuron
yang menjadi kompleks secara kesatuan fungsional. Berat pada otak berkisar1,4 kg
dan memiliki volume sekitar 1200 cc. perkembangan otak terletak didalam rongga
memperlihatkan tiga gejala pembesarnya yang disebut otak depan, otak tengah dan
a. Serebrum
Adalah bagian otak yang paling besar,kira-kira 80% dari berat otak.
emosi dan fungsi fisik. Pada bagian frontal sebelah kiri terdapat area
proses input sensori, sensasi posisi, sensasi raba, tekan dan perubahan
suhu ringan.
b. Dienchepalon
1. Talamus adalah massa sel saraf besar yang berbentuk telor, terletak
integrasi dari medulla spinalis ke korteks serebri dan bagian lain dari
otak.
haus, lapar, respon system saraf otonom dan control terhadap sekresi
perkembangan seksual
c. Batang Otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (mesencephalon), Pons dan medulla
fungsi vital tubuh. Otak tengah berperan utama sebagai relay stimulus
d. Serebellum
Serebellum adalah bagian terbesar dari otak belakang, memiliki besar kira-
kira seperempat dari serebrum. Antara serebellum dan serebrum dibatasi oleh
2.2.1 Pengertian
Intra Serebral Hemoragik adalah kondisi pecahnya salah satu arteri dalam
otak yang memicu perdarahan di sekitar organ tersebut sehingga aliran darah
pada sebagian otak berkurang atau terputus. Tanpa pasokan oksigen yang dibawa
sel darah, sel otak dapat cepat mati sehingga fungsi otak dapat terganggu secara
permanen. Perdarahan saat pecahnya pembuluh darah dalam otak disebut dengan
ruang di antara lapisan pembungkus otak bagian tengah dan dalam disebut
jaringan otak, menyebabkan kerusakan pada otak Anda. Biasanya gejala muncul
kelumpuhan, terutama pada satu sisi tubuh. Penumpukan darah memberi tekanan
pada otak Anda dan mengganggu pasokan oksigennya. Ini dapat dengan cepat
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikisi ICH menurut Carlos (2005) dapat dibagi jadi beberapa bagian :
1. Putaminal Hemorrhage
Jenis perdarahan putaminal berada di daerah posterior dari nukleus dan biasanya
transversal. Bentuk dari ICH di aspek putamen lateral posterior berasal dari
perdarahan arteri cabang lateral. Secara lateral, lumen ini adalah arteri cerebral
tengah yang bercabang dengan ukuran sekitar 200 dan 400mm menuju ke otak
25
untuk mensuplai putamen, kapsula interna dan caudate nucleus. Dari sinilah
daerah sekitarnya: secara medial ke internal capsule dan lateral ventricle, secara
superior ke corona radiata, dan secara inferolateral ke white matter dari lobus
sama dengan putaminal hemorrhage, namun jenis ini jarang ditemukan. Angka
kejadian yang rendah pada klien dengan hipertensi, membuat clinician mencari
2. Thalamic Hemorrhage
menuju ke media ventrikel ketiga dan lateral internal capsule. Perdarahan yang
yang moderat dan hematom thalamic yang besar, biasanya menyebar ke arah
superior menuju corona radiate dan parietal white matter, mengikuti arah
serabut.
Ditemukan di sekitar fiber bundles dari lobus serebral (parietal dan oksipital).
dan menyebar sejalan oleh white matter. Hematom ini dekat dengan permukaan
kortikal, dari ventrikular sistem dan struktur midline. Biasanya tidak kontak
langsung dengan struktur hemisfer yang dalam (internal capsule, basal ganglia).
26
4. Cerebellar Hemorrhage
Ditemukan pada salah satu bagian hemisfer, dimulai dari dentate nucleus lalu
5. Pontine Hemorrhage
yang menyebar secara simetris, mengenai bilateral basis pontis. Jejak hematom
Hematom biasanya berdampak pada ventrikel IV dan menyebar secara lateral dan
ventral ke tegmentum dan bagian atas dari basis pontis pada satu sisi.
2.2.3 Etiologi
Tekanan darah tinggi adalah penyebab paling umum dari ICH. Pada orang
yang lebih muda, penyebab umum lainnya adalah terbentuknya pembuluh darah di
3. Malformasi arteriovenosa
5. Tumor berdarah
Faktor risiko paling penting untuk ICH termasuk hipertensi (HTN) dan
angiopati amiloid serebral (CAA). ICH terkait HTN lebih mungkin terjadi pada
struktur dalam dan risiko ICH meningkat dengan meningkatnya nilai tekanan darah.
CAA cenderung terjadi dalam kaitannya dengan usia lanjut dan ICH terkait CAA
cenderung terjadi di daerah lobar (NIH, 2013). Faktor risiko lain untuk ICH
a. Hipertensi.
b. Diabetes.
c. Kolesterol tinggi.
d. Obesitas.
f. Sleep apnea.
a. Merokok.
d. Kecanduan alkohol.
Anda, terutama jika itu hanya terjadi pada satu sisi tubuh Anda
3. Kesulitan menelan
memahami)
7. Mual, muntah
9. Kebingungan, delirium
2.2.6 Patofisiologi
perdarahan intraserebral dibagi atas perdarahan intra serebral primer dan sekunder.
tumor otak, vaskulopati non hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, post stroke
pada massa otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, pembuluh yang pecah
trauma.
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih
sering disebabkan oleh sebab lain misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi
pembuluh darah otak yang pecah, atau penyakit pada dinding pembuluh darah otak
maligna dengan frekuensi lebih kecil dari pada perdarahan subkortikal. Perdarahan
biasanya berhenti karena pembentukan sumbatan oleh fibrae trombosit dan oleh
merupakan resiko serius 7-10 hari. Setelah perdarahan yang pertama. Rupture dapat
berakibat berhentinya aliran darah ke daerah tertentu. Timbul iskemi focal dan
infark jaringan otak. Tambahan pula bahwa keluarnya darah yang mendadak bisa
menimbulkan gegar otak dan hilang kesadaran. Perdarahan yang masuk kedalam
jaringan otak dapat menimbulkan kerusakan pada otak akibat otak terbelah
sepanjang serabut.
Darah itu sendiri bisa merupakan bahan yang merusak dan bila terjadi
hemolisis, darah mengiritasi pembuluh darah, meninges, dan otak. Darah dan bahan
perfusi cerebral.
darah yang mendadak (abrupt) atau kenaikan dalam jumlah yang sangat mencolok
dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari
(early afternoon).
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya
dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan
spilitting” tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh
destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan hermiasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada 1/3 kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, thalamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar
sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan
menyebabkan nekrosis. Akhir-akhir ini para ahli bedah otak di Jepang berpendapat
bahwa pada fase awal perdarahan otak ekstravasasi tidak langsung menyebabkan
nekrosis. Pada saat-saat pertama, mungkin darah hanya akan mendesak jaringan
otak tanpa merusaknya, karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi. Pada
darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorpsi darah terjadi dalam
waktu 3-4 minggu. Gejala klinik perdarahan di korteks mirip dengan gejala infark
2.2.7 Komplikasi
Bergantung pada lokasi perdarahan dan berapa lama otak tanpa oksigen,
2. Kelelahan
4. Kehilangan penglihatan
6. Radang paru-paru
8. Pembengkakan di otak
9. Kejang
11. Demam
2.2.8 Penatalaksanaan
pendarahan yang lebih parah akan ditangani dengan prosedur bedah atau operasi.
1. Perawatan medis
Pasien akan dirawat di unit stroke atau ICU agar dapat diawasi dan ditangani
oleh dokter:
d. Pemasangan kateter
e. Penanganan hyperventilation
2. Operasi
permukaan otak.
34
endoskopi atau jarum yang dimasukkan dengan bantuan alat stereotactic, untuk
3. Obat-obatan
darah, mencegah kejang, mengurangi rasa sakit, serta membantu pasien yang
a. Obat penenang
c. Pain-killer
disebabkan oleh kerusakan pada otak. Tergantung pada gejala, perawatan dapat
4. Pengobatan di rumah
Apa saja perubahan-perubahan gaya hidup atau pengobatan rumahan yang dapat
Berikut adalah gaya hidup yang dapat membantu Anda mengatasi pendarahan
otak:
35
a. Atasi tekanan darah tinggi. Penelitian menunjukkan 80% dari pasien dengan
pendarahan otak memiliki sejarah tekanan darah tinggi. Hal terpenting yang
b. Jangan merokok.
pada otak.
f. Berhati-hati dengan coumadin. Jika Anda menggunakan obat ini, atau yang
disebut juga dengan warfarin, periksakan secara rutin dengan dokter untuk
3. Cerebral Angiography
5. X-Ray
2.3.1 Pengertian
membrikan bantuan nafas pada pasien dengan memberikan teknan udara positif
pada paru-paru mrlalui jalan nafas buatan (Brunner dan Suddarth, 2002).
4. Respiratory arrest
2. Hasil analisa gas darah dengan masker Pao2 kurang dari 70 mmHg
ventilator tidak selalu dibantu oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari mode
yang kita setting. Mode-mode tersebut adalah sebagai berikut menurut (Pontodipan,
2011) :
1. Mode control
pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan
disinkronisasi SIMV. Mode ini diberikan kepada pasien yang sudah bisa
Mode ini diberikan kepada pasien yang sudah bisa nafas spontan
atau pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumenya tidak cukup
untuk bernafas.
melalui hidung. Efek dari CPAP adalah meningkatkan volume paru dan
CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk tatalaksana
residual paru, mencegah obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah
40
residu fungsional
d) Mempertahankan surfaktan
f) Mempertahankan diafragma.
Cidera pada hidung misalnya erosi pada septal nasi, dan nasal
2. Pneumothorak
4. Distensi abdomen
bawah cukup baik untuk dapat menahan distensi abdomen karena tekanan
2.4.1 Pengkajian
1. Data Umum
(Riskesdas, 2018).
mengalami Intra Cerebral Hemroragik adalah pada usia produktif >45 tahun. Pada
jenis kelamin terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan.
adalah tidak bekerja karena tidak memiliki aktivitas fisik yang cukup untuk
2. Keluhan Utama
kesehatan, MRS dengan gejala kesadaran menurun, luka di kepala, muntah, sakit
napas, pasien kesulitan saat bernapas, RR: 28x/menit, irama napas tidak
tambahan, cappilary refille time (CRT) kembali <3 detik, akral hangat
e. Exposure: Misalnya rambut dan kulit kepala tampak bersih tidak terdapat
a. Alergi: kaji riwayat alergi pasien, pastikan pasien tidak memiliki alergi
pasien sebelumnya dan kaji pasien apakah pernah dirawat di rumah sakit
tahun.
kerumah sakit dan apa yang terakhir di konsumsi oleh pasien. Misalnya
3. Pemeriksaan Fisik
E.Marlyn, 2014)
a) Pernafasan (B1)
Bentuk dada biasanya normal, pola nafas kadang ditemukan dyspnea,tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu nafas, suara nafas terdengar
b) Kardiovaskular (B2)
Didapatkan tekanan darah yang menurun atau meningkat, suhu biasanya batas
terdapat murmur,tidak ada pembesaran jantung, tidak ada oedem, akral hangat
kering merah
c) Persyarafan (B3)
makan
f) Sistem Muskuloskeletal
keperawatan. Analisa data didapatkan dari 2 jenis data yang dikumpulkan dan
dibedakan menjadi data subyektif dan data obyektif. Pada pasien dengan
obyektif dapat ditegakkan dengan melihat kondisi pasien saat ini dan melakukan
pemeriksaan fisik terhadap pasien. Dari uraian analisa data selanjutnya dapat
6. Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive (SDKI, D0142) hal
304.
Kriteria hasil: Vital sign normal, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
sesuai kebutuhan.
Kriteria hasil: ekspresi wajah rileks, skala nyeri berkurang, vital sign dalam
batas normal
R/ Mengetahui perkembangan
R/ Mengetahui perkembangan
otot meningkat, tidak terjadi kontraktur, tidak terjadi atropi otot, sendi tidak
kaku.
R/ Menentukan intervensi
c. Lakukan ROM aktif pada ekstremitas yang tidak sakit dan ROM pasif
R/ Melancarkan sirkulasi
R/ Mencegah kontraktur
6. Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive (SDKI, D0142) hal
304.
infeksi”
52
53
54
55
56
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Intra Cerebral Hemoragik (ICH) post trepanase hari ke14
dimulai dari tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan dan evaluasi pada tanggal 27-
29 Juni 2019 di ruang ICU IGD RSPAL Dr.Ramelan Surabaya dengan data sebagai
berikut :
3.1 Pengkajian
Data pengkajian ini dilakukan oleh penulis pada tanggal 27 Juni 2019 pada jam
08.00 WIB. Pengkajian ini dilakukan pada pasien dengan diagnosa medis intra
Pasien masuk ke ruang ICU IGD RSPAL Dr.Ramelan Surabaya pada tanggal 14 Juni
3.1.1 Identitas
Pasien bernama Tn. S berusia 58 tahun. Pasien adalah seorang laki-laki dengan
status perkawinan adalah kawin. Pasien beragama Islam, pasien berasal dari suku jawa
dan berbangsa Indonesia. Pendidikan terakhir pasien adalah SMA. Pasien bekerja sebagai
a. Keluhan utama :
Pada tanggal 13 Juni 2019 jam 01.00 WIB pasien merasa sakit kepala, mual
beberapa saat kemudian tidak sadarkan diri. Jam 03.00 di bawa oleh keluarga ke
IGD RSPAL Dr. Ramelan Surabaya. Kemudian dilakukan pemasangan infuse dengan
cairan NS 7 tpm, O2 dengan masker NRB 10 lpm, pasang NGT, pasang monitor, pasang
57
kateter, pemeriksaan lab DL, SE, KK, pemeriksaan GDA, EKG, foto torax, CT scan
kepala. Px Mendapat terapi pardipine 0,5mg infuse transamin 500mg, injeksi cefriaxsone
2 mg, furosemid 20 mg, urine bag 1300 ml/ 3 jam. Kemudian pada jam 09.00 pasien
masuk ke ruang OK IGD dilakukan operasi trepanase dengan Ciaran 500ml. Setelah
dilakukan operasi pasien pindah ke ruang ICU IGD, dengan kesadaran koma, GCS 2X3
dan telah terpasang ventilator mode BPAP. Pada tanggal 22 Juni 2020 di ganti dengan
ventilator CPAP mendapat terapi lasix 10 mg, ceftasidime 2 gr, meropem 1 gr, ranitidine
2 mg, paracetamol infuse 1gr/100 ml, sucralfac 100 ml 4 x 2 sdt, anemolat 1 mg, candestan
16 mg dan alupurinol 100mg, curcuma, nebulizer ventolin 2,5 mg dan alupurinol 100
mg. Pada saat ini produksi sekret sedang, terdengar suara ronkhi pada anterior sinistra dan
dekstra, tidak ada dikubitus. luas luka trepanase sekitar 7-10 cm dengan 9 jahitan, tampak
luka kering tidak ada tanda tanda infeksi,masih terpasang drain dengan produksi cairan
warna merah darah dengan jumlah sedikit, dengan status kesadaran sopor, GCS 2X3,
Semua kebutuhan mandi dan higiene dibantu sepenuhnya oleh perawat, kulit tampat
Anak pasien mengatakan bahwa sebelumnya ayahnya pada tahun 2013 pernah
di rawat dengan stroke ringan dan darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu dan anak juga
e. Riwayat alergi
B1 (Breathing)
Pasien tampak sesak, bentuk dada normal, nafas melalui dibantu ventilator, sejak
tanggal 02 Juli mode CPAP PS 5, PEEP 5, FiO2 35%, parameter yang keluar IE 1:2,0,
MV 10.9, VTE 0.606, RR: 20 x/menit. Bentuk dada normal chest, trakea di tengah, tidak
ada retraksi dinding dada, irama nafas irreguler, tidak menggunakan otot bantu napas.
Tidak sianosis, tidak terdapat napas cuping hidung. Produksi sekret sedang ketika di
suction berwarna putih kental, batuk tidak efektif, terdengar suara ronkhi pada lapang
B2 (Blood)
Konjungtiva tidak anemis, seklera tidak ikterik, tidak tampak distensi vena
juguler. Terpasang CVC pada bahu kanan, diaforesis tidak ada, CRT <2 detik, akral
teraba hangat, TD 179/71 mmHg, suhu : 36,7oC, nadi 50 x/menit, teraba lemah dan
B3 (brain)
Kesadaran sopor, GCS 2X3, pupil isokor diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+.
Terdapat luka post trepanase hari ke 14 di kepala dengan panjang sekitar 10cm.
Pemeriksaan nervus :
Nervus III (okulomotoris) pupil bulat isokor, diameter 2mm reflek cahaya +/+
Nervus X (Vagus): pasien tidak mampu menelan dan pernapasan disupport ventilator.
Nervus XI (aksesorius): tidak ada tahanan otot, otot tidak dapat berkontraksi melawan
gravitasi (mengangkat).
B4 (Bledder)
Pasien terpasang Folley kateter no.16 terfiksasi dengan baik, foley kateter
terpasang sejak tanggal 13 Juni 2020, warna kuning jernih,tidak ada distensi kandung
kemih.
Balance cairan :
Input
Infus tutofusin 1000 cc
Infus normal salin 1000 cc
Perdipin 0,5 gr 16,5/3 jam 132 cc
CDMPR 6X150 1800 cc +
Total Input 3.932 cc
Output
Urin 3300 cc
IWL 900 cc +
Total Output 4300 cc
Bising usus 18 x/menit, tidak ada ascites, tidak kembung, pasien terpasang NGT
no. 12. Diet CDMRP (cair diabetes mellitus rendah protein) 6 x 150 cc, kebersihan
mulut kurang, mukosa bibir kering, BAB sebelum MRS setiap satu hari sekali setelah
B6 (Bone)
Warna kulit sawo matang, turgor kulit sedang, didapatkan tidak edema kaki
dan tangan, tidak ada kontraksi otot secara tiba-tiba (kejang), kelemahan ekstrimitas
1111 1111
1111 1111
Keterangan:
5: otot normal, dapat melawan tahanan maksimal
4: otot mampu berkontraksi dan bergerak melawan tahanan minimal
3: otot dapat berkontraksi dan bergerak melawan gravitasi
2: otot dapat berkontraksi tetapi tidak mampu melawan gravitasi
1: Terdapat kontraksi otot
0: Tidak ada kontraksi otot
Pemenuhan kebutuhan Activity Daily Living pasien dibantu sepenuhnya oleh perawat.
1. Laboratorium
Tabel 3.1 Lembar Pemeriksaan Laboratorium Tn. S dengan Diagnosa Medis ICH
(intra cranial hemoralgik) post trepanase hari ke 14 di Ruang ICU IGD Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya
Analysis Item Result Unit Ref. Range
Tabel 3.3 Daftar Analisa DataTn. Pdengan Diagnosa Medis ICH post
trepanase hari ke 14 di Ruang ICU IGD RSPAL Dr. Ramelan Surabaya
Data / Faktor resiko Etiologi Masalah
DS :
Tidak terkaji dalam penurunan Edema serebral Penurunan kapasitas
kesadaran
adaptif intrakranial
DO : (SDKI, D0066)
- Kondisi umum pasien
lemah,
- GCS 2X3
- kesadaran sopor
- Post op ctrepanase hari ke
14
- TD: 179/71 mmHg
- Nadi 69 x/menit.
65
66
Ds :
Tidak terkaji dalam penurunan Kelemahan Defisit perawatan diri
kesadaran
(SDKI, D0109)
Do :
- Kondisi umum pasien lemah
- kesadaran sopor
- GCS 2X3
- Daerah genetalia dan
sekitarnya tampak sedikit kotor
- kebersihan mulut kurang,
mukosa bibir
- Activity Daily Living pasien
dibantu sepenuhnya oleh
perawat.
Tabel 3.5 Intervensi Asuhan Keperawatan Tn. S dengan Diagnosa Medis ICH post trepanise hari ke 14 di Ruang ICU IGD
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan Rasional
keperawatan hasil
1 Bersihan jalan Setelah diberikan 1. Pantau frekuensi nafas catat 1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
nafas tidak efektif asuhan keperawatan rasio inspirasi espirasi obstruksi jalan nafas dan dapat /tidak di
selama 1x8 jam manifestasikan adanya bunyi nafas
diharapkan jalan nafas advensitisius misalnay penyebaran, krekes
efektif, dengan kriteria basah,(bronchitis) bunyi nafas redup dengan
hasil ekspirasi mengi(emfisema), atau tidak adanya
bunyi nafas.
1.Tidak ada suara napas 2. Takipnea biasanya ada pada beberapa
2. monitor bunyi nafas
tambahan derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
tambahan misalnya seperti
2. Jalan napas paten mengi, wheezing, krekes, atau selama stress nfeksi akut.
ronki.
3. Observasi karateristik batuk 3. Batuk dapat menetap tapi tidak efektif,
khususnya pada pasien lansia, sakit akut atau
kelemahan.
4. Melakukan visioterapi dada 4. Drainase dan postural bagian penting untuk
(vibrasi dan clapping) membuang banyak secretdan memperbaiki
sebelum suction ventilasi pada segmen paru.
5. Lakukan hiper oksigenasi 5. penghisapanmelebihi waktu 15 menit dapat
sebelum melakukan suction membuat pasien kekurangan O2
6. lakukan penghisapan sekret 6. Kebutuhan O2 pasien terprnuhi kembali.
kurang dari 15 detik
7. kolaborasi pemberian 7. Merilekskan otot halusdan menurunkan
bronkodiraor ventolin kongesti local menurunkan spasme jalan nafas,
2,5mg. mengi, dan produksi mukosa.
60
2 Penurunan Setelah dilakukan 1. Terntukan faktor faktor 1. Menntukan pilihan interfensi. Penurunan
kapasitas adaptif tindakan keperawatan yang berhubungan dengan tanda dan gejala neurologis, atau kegagalan
intra cranial 1x8 jam penuruna keadaan tertentu atau yang dalam pemulihannya setelah serangan awal
kapasitas adaptif menyebabkan koma, mungkin menunjukan bahwa pasien perlu di
kembali, dengan kriteria penurunan perfusi jaringan pindahkan ke intensif care.
hasil: Kesadaran kompos serebral dan potensi
mentis, GCS E4 V5M6 peningkatan TIK. 2. Mengkaji adanya kecenderungan pada
TTV dalam batas normal 2. Pantau status neurologis tingkat kesadaran dan potensial peningkata
(GCS) secara teratur dan TIK dan bermanfaat dalam menetukan
1. TD 140/90mmHg, bandingkan nilai standar. lokasi, perluasan dan perkembangan
2. N : 60-100x/menit, kerusakan SSP.
3. S : 36-37,5oC 3. Pantau tensi darah catat 3. Normalnya auto regulasi
4. RR : 16-20x/menit adanaya hipertensi sistolik mempertahankan aliran darah otak yang
5. Tidak ada defisit dan tekanan nadi yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan
neurologis semakin berat. darah sistemik kehilangan auteregulasi dapat
mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral
local atau menyebar.
4. Pantau suhu tubuh dan atur 4. Demam dapat mencermikan kerusakan pada
suhu lingkungan sesuai hipotalamus
indikasi
5. Pertahankan posisi 5. Perubahan pada intracranial akan dapat
kepala dan leher netral menyebabkan resiko terjadinya herniasi otak
6. Batasi jumlah cairan 6. Pembatasan cairan memungkin
sesuai indikasi, berikan diperlukan untuk menurunkan edema
cairan dengan alat control serebral.meningkatkan fluktuasi aliran
7. Kolaborasi pemberian vaskuler tekanan darah dan TIK.
3 Tidak stabilan Setelah dilaksanakan 1 Identifikasi penyebab 1. Penyebab hiperglikemi yaitu resistensi
kadar gula darah tindakan keperawatan hiperglikemi insulin pada DM tipe 1
selama1x8 jam masalah 2. Monitor kadar gula darah 2. Jika pasien dalam kondisi penurunan
resiko ke tidak kesadaran peningkatan hipolikemi tidak
seimbangan kadar gula menunjukan tanda dan gejala.
darah teratasi. 3. Monitor tanda dan gejala 3. Tanda hiperglikemi pada pasien
hiperglikemia seperti lemas, penuruna kesadaran biasanya tidak tampak.
Kriteria hasil:
penurunan kesadaran.
1. Gula darah puasa 4. Berikan asupan cairan oral 4. Pemberian makana melalui oral lebih baik
70-130 mg/dL cair diabeties melitus rendah jika pasien sadar dan
protein (CDMRP) gastointestinalberfungsi dengan baik.
2 2 jam PP < 5. kolaborasikan pemberian 5. Insulin regular memiliki awitan cepat
140 mg/dL insulin ACT 8 unit karenanya dengan cepat memindahkan
3 Tidak ada glukosa darah ke dalam sel.
tanda tanda
anuria dan
oliguria
62
3.5 Implementasi & Evaluasi Keperawatan
Tabel 3.6 Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan Tn. S dengan Diagnosa Medis ICH post op trepanase hari ke 1
di Ruang ICU IGD Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Dx Waktu Implementasi Paraf Evaluasi dan SOAP
Kep /tanggal
1.2.3 27/6/2019 - Melakukan observasi tanda-tanda vital : Dx1
09:00 TD : 140/51 mmhg S : Tidak terkaji pasien dalam
RR : 20x/menit penrunan kesadaran
HR : 73x/menit O:
S : 37,o c - Secret saat penghisapan warna
SPO2 : 100% putih jumlah banyak,suara nafas
Kesadaran sopor tambahan ronchi,
GCS 3X2 - RR 20 x/menit,
3 09:30 - Cek 2 jam pp 245 mg/dL, - jalan nafas belum bebas
1.2.3 10:00 - Observasi tanda tanda vital - ronchi pada lapang paru kiri dan
TD : 145/50 mmhg kanan
RR : 20 x/menit A: Masalah belum teratasi
HR : 80 x/menit P: Intervensi di lanjutkan
S : 36,7 OC
SPO2 : 100% Dx.2
1.2 10:10 - Injeksi cefasidim 2 mg S: Tidak terkaji pasien dalam
2 10:20 - Ranitidine 2 mg penurunan kesadaran
2.3 10:30 - Mebuang urine warna kuning jernih jumlah O:
750 ml - GCS 2X3,
1.2.3 11:00 - Obserfasi tanda tanda vital - TD : 155/60,
TD : 150/50 mmhg - RR : 21 x/menit,
RR : 20 x/menit - S:37,1 0C,
HR : 75 X/menit. - kesadaran sopor
63
Tabel 3.7 Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan Tn. S dengan Diagnosa Medis ICH post op trepanase hari ke 2
di Ruang ICU IGD Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Dx. Waktu Implementasi Paraf Evaluasi dan SOAP
/tanggal
1,2,3, 28/6/2019 - Pelaksanan serah terima dengan jaga Dx1
08:00 malam. S : Tidak terkaji pasien dalampenurunan
- Observasi TTV kesadaran
TD : 160/59 mmhg - secret saat penghisapan warna putih jumlah
RR : 19x/ menit banyak,
HR : 78x/ menit - suara nafas tambahan ronchi,
o A : masalah belumteratasi
S:36,5 c
SPO2 : 100 % P : lanjutkan interfensi.
GCS : 3X2
- keadaan umum lemah Dx.2
2 08:30 - Membuang urin jumlah 250 ml, warna S : Pasien dalam penurunan kesadaran
kuning jernih. O:
1.2,3 09:00 - Observas TTV - GCS 2X3,
TD : 157/60 mmhg - TD : 147/78 mm/Hg,
RR :20 x/menit - RR :21 x/menit,
HR:79 x/menit - S:36,70C,
S:36,6 o c - kesadaran sopor
SpO2 100% Balance : - 110 ml/24 jam
2 09:20 - Rawat luka dan drin,luka tampak A : masalah belum teratasi
kering ,produksi drain tidak ada. P : lanjutkan intervensi
3 09:30 - Cek 2 jam pp 228 ml/dL
1.2.3 10:00 - Monitor TTV
TD : 1170/50 mmhg
RR:20 x/menit
65
HR:86 x/menit
S 37,5 OC, Dx 3.
SPO2 : 100 % S : pasien dalam penurunan keadaan
1 10:30 - Injeksi cefasidim 2 mg O:
2 10:40 - Ranitidine 2 mg - Pemeriksaa gula darah 2 jam PP 228
2 10:50 - Mebuang urine warna kuning jernih mg/dL,
jumlah 800 ml - Tidak ada poliuria
1.2.3 11:00 - Mbservasi TTV: A : masalah belum teratasi
TD : 150/50 mmhg P : lanjutkan interfensi
RR :20 x/menit
HR : 75 X/menit
S : 37,5. 0C
2 11:30 - Pemberian Paracetamol 500 mg/100ml
1.2.3 12:00 - Observasi TTV
TD150/60 mmhg
RR : 20 x/menit
HR : 69 x/menit
S : 36,5 OC
1 12:10 - Auskultasi bunyi nafas terdengar
12:15 ronchi pada lapang paru
- Melakukan fisioterapi dada
1 12:20 - Menghisap secret jumlah secret
12:30 banyak dengan warna putih.
3 - Injeksi sc ACT 8 unit
3 13:00 - Member susu 150 ml lewat sonde
sucraftat 2 sdt
1.2.3 - Observasi TTV
TD : 165/67 mmhg
66
RR : 21 X/menit
HR : 74 x/menit
S : 37,2 oc.
2 13:50 - Mebuang urin kuning jernih jumlah
150 ml
1.2.3 14:00 - Observasi TTV:
TD : 147/78 mmHg
RR : 21 x/menit
HR : 82 x/menit
S : 37,2 oc.
Spo2 : 100 %
67
Tabel 3.8 Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan Tn. S dengan Diagnosa Medis ICH post op hari ke 3 di Ruang ICU IGD
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Dx Waktu Implementasi Paraf Evaluasi dan SOAP
/tanggal
1,2,3, 29/6/19 - Monitor TTV Dx1
08:00 TD : 140/51 mmhg, S : Tidak terkaji pasien dalam penurunan
RR : 20 x/menit kesadaran
HR : 73 x/menit, O : Auskultasi terdengar ronchi pada lapang
S : 37,6 o c paru kanan, saat penghisapan warna secret
SPO2 100 % putih kental jumlah banyak, RR : 21x/menit,
09:00 Monitor irama nafas regular.
TD : 145/50 mmhg, A : Masalah teratasi sebagian
RR : 20 x/menit P : lanjutkan interfensi
HR : 80 X/menit
S : 36,7 OC,
SPO2 : 100 %
09:30
- Pemeriksaan gula darah 2 jam PP 187
mg/dL
09:40
- Injeksi cefasidim 2 mg Dx.2
- Ranitidine 2 mg S : Pasien dalam penurunan kesadaran
09:45 - Mebuang urine warna kuning jernih O : GCS 2X3, TD : 135/67 mm/Hg, RR : 21
jumlah 560 ml x/menit, HR : 80 x/menit, S : 37,4 0c
10:00 - Monitorn TTV: Balance cairan
TD : 150/50 mmhg, Balance : - 150 ml/24 jam
RR : 20 x/menit A : masalah teratasi sebagian
HR : 75 X/menit. P : lanjutkan intervensi
S 36,7 0C
10:50 - Paracetamol 500 mg/100ml
11:00
- Monitor TTV Dx.3
TD : 160/50 mmhg, S : Pasien dalam penurunan keadaan
RR : 21 x/menit DO
HR : 77 X/menit - Gula darah 2 jam PP 187 mg/dL
11:30 S : 36,9 OC - Tidak ada anuria
- Auskultasi bunyi nafas terdengar ronchi A:masalah belum teratasi
11:40 pada lapang paru kanan P:lanjutkan interfensi
- Menghisap secret jumlah secret banyak
12:00 dengan warna putih.
12:15 - Injeksi sc ACT 8 unit
- Memberi makan lewat sonde susu cair
13:00 150 ml nac 1 tab, sucraftat 2sdt.
- Monitor TTV
TD : 155/60 mmhg
12:00 RR : 21X/menit
HR : 85x/menit
12:50 S : 37,2 oc.
13:00 - Mebuang urin kuning jernih 600 ml
- Monitor TTV:
TD : 140/70 mmHg
RR : 20 x/menit
HR : 77 x/menit
S :37,2 oc.
14:00 Spo2 : 100 %
- Monitor TTV:
TD : 135/67 mmHg
RR : 21 x/menit
HR : 80 x/menit S : 37,4 oC.
68
69
3 Tidak stabilan kadar gula darah S : Tidak terkaji pasien dalam penurunan kesadaran
O:
- kadar gula darah puasa
- 2 jam PP masih belum dalam batas normal
- tidak ada anuria dan oliguria
A : Masih belum teratasi
I : Intervensi dilanjutkan
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab 4 penulis akan membahas hasil kajian asuhan keperawatan pada pasien
Tn. S dengan diagnosa medis Intra Cerebral Hemoragik (ICH) di ICU IGD RSPAL
Dr. Ramelan Surabaya. Penulis mengambil pasien TN. S karena pada data
terhadap proses kajian asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, rumusan
4.1 Pengkajian
pasien, sehingga pasien dan keluarga terbuka dan mengerti secara kooperatif.
pada keluarga, pasien, pemeriksaan fisik dan data dari pemeriksaan penunjang
kesenjangan, namun gambaran klinis yang ada pada tinjauan pustaka tidak semua
71
1. Identitas Paien
Penulis melakukan kajian bahwa nama pasien adalah Tn. S berusia 58 tahun,
berjenis kelamin laki-laki yang bekerja sebagai wiraswasta. Studi penelitan yang
dilakukan oleh (Melisa et al., 2017) menunjukkan angka kejadian ICH dari tahun
2004 sampai 2017 di RSUD Dr. Soetomo menunjukkan usia terbanyak yakni 45
tahun. Menurut asumsi penulis bahwa resiko terjadinya ICH tertinggi terjadi pada
usia produktif yang memiliki rentang usia >45 tahun. Usia merupakan salah satu
faktor suatu penyakit, imunitas pada usia produktif cenderung menurun sehingga
yang kurang sehat pada masa lalu juga berdampak pada kesehatan di masa usia
produktif.
Menurut asumsi penulis faktor resiko yang paling banyak adalah laki-laki
dapat disebabkan oleh tingkat mobilitas pada laki-laki yang tinggi dibandingkan
dikarenakan gaya hidup yang kurang sehat seperti pola makan dan pola istirahat
hipetensi sudah sejak 10 tahun yang lalu dan telah terserang stoke ringan pada
6 tahun yang lalu. Sehingga dipastikan faktor riwayat penyakit dahulu
atau rupture pada pembulu darah dan mengakibatkan suatu komplikasi sesuai letak
perdarahan. Pada kasus ICH letak rupture pembulu darah berada di otak sehingga
neurologis lainya.
hipertensi yang sejak 10 tahun yang lalu yang tidak terkontrol sehingga
mengakibatkan pecahnya pembulu darah di otak. Sama halnya masalah stroke yang
diderita klien merupakan akibat dari hipertensi yang tidak diobati secara berkala.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pernafasan (breath)
dinding dada simetris pada dekstra dan sinistra, tidak ada pernapasan
cuping hidung, tidak ada otot bantu nafas, tidak ada batuk. Irama nafas
ETT. Pada saat auskultasi terdapat suara tambahan ronkhi, pada saat
anastesi).
kesadaran.
b. Kardiovaskuler (Blood)
tunggal, denyut nadi lemah, irama regular. Kesan: Cord dan Pulmo tak
yang harus selalu dipantau tekanan darahnya, karena pada masa akut
yakni 7-14 hari tekanan darah biasanya belum stabil. Pada masa akut juga
c. Persyarafan (Brain)
disorientasi waktu, tempat dan orang dan reflex Babinski +. Hasil Ct-Scan
mengakibatkan syaraf pada otak tertekan karena ada massa yaitu berupa
gumpalan darah. Letak perdarahan dapat mengakibatkan masalah pada
motorik pada keadaan pasien, sesuai dengan letak perdarahan yang tejadi.
pada ganglia basalis adalah pada gangguan pergerakan salah satunya yaitu
Udayana, 2017).
d. Perkemihan (Bledder)
Balance cairan :
Input
Infus tutofusin 1000 cc
Infus normal salin 1000 cc
Perdipin 0,5 gr 16,5/3 jam 132 cc
CDMPR 6X150 1800 cc +
Total Input 3.932 cc
Output
Urin 3300 cc
IWL 900 cc +
Total Output 4300 cc
kateter.
e. Pencernaan (Bowel)
ascites, tidak kembung, pasien terpasang NGT no. 12, NGT terpasang
sejak tanggal 31 Juni 2020. Pada tinjauan teori menurut (Tutu Aprilia,
2013) dalam (Diyan Mutyah, 2018) pada fase akut pasien dengan ICH
pemenuhan nutrisi.
f. Tulang (Bone)
edema kaki dan tangan, tidak ada kontraksi otot secara tiba-tiba
1111 1111
1111 1111
Intracranial hemoraghic (ICH) dapat mempengaruhi pergerakan
jalan nafas paten. Data mayor untuk objektif (batuk tidak efektif, tidak
nafas berubah).
pengkajian data yang meunjang yaitu Tn. S tidak mampu batuk, terdengar
suara ronkhi pada dekstra dan sinistra, terdapat produksi secret dan pola
serebral
mayor pada subjektif (sakit kepala) dan pada objektif (tekanan darah
masalah keperawatan dan analisa data . Defisit perawatan diri adalah tidak
mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri. Gejala
dan tanda mayor pada subjektif (menolak melakukan perawatan diri) dan
secara mandiri).
gerakan fisik dari satu adalah lebih ekstermitas secara mandiri. Gejala dan
dan pada objektif ( kekuatan otot menurun, dan ROM menurun). Gejala
dan tanda minor pada subjektif (nyeri saat bergerak, enggan melakukan
pergerakan dan merasa cermas) dan pada subjektif (sendi kaku, gerakan
data yang menunjang yaitu kekuatan otot menurun, tampak fisik lemah,
kesadaran sopor.
insulin
kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal. Gejala dan tanda
darah adalah data yang menunjang yaitu kesadaran spoor, hasil GDA :
245 mg/dL.
sebelumnya yaitu dari KTI Rully, Morphan (2019) dari 4 diagnosa keperawatan
sehingga menurut asumsi penulis diagnosa yang dapat muncul atau dapat
ditambahkan dalam asuhan keperawatan dengan kondisi pasien Tn. S antara lain:
serebral
mengguankan sistem simbol. Gejala dan data mayor pada objektif (tidak
Gejala dan tanda minor pada objektif (afasia, difasia, praksia, disleksia,
disatria, pelo, gagap, tidak ada kontak mata, sulit mempertahankan
komunikasi verbal adalah adanya data yang menunjang yaitu Tn. S tidak
mampu berbicara karena keadaan sopor, tidak ada kontak mata dan sulit
spiritual adalah adanya faktor resiko yaitu sakit kronis yang ditandai
dengan kesadaran sopor dan memiliki penyakit kronis yaitu intra cerebral
hemoragik
hasil yang mengacu pada pencapaian tujuan yang sesuai dengan perencanaan pada
tinjauan kasus. Pada kasus kelolaan dapat diketahui keadaan pasien secara langsung
upaya menyelesaikan masalah dan perubahan tingkah laku pasien ke arah yang
lebih baik namun masing-masing intervensi tetap mengacu pada sasaran dan
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan hiper sekresi jalan nafas (SDKI,
jam diharapakan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil :1. Tidak ada
catat rasio beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
kriteria hasil jalan nafas paten, sedangkan kondisi klinis pasien dalam
kerusakan SSP 3) Pantau tensi darah catat adanya hipertensi sistolik dan
mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi
tubuh dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi, rasionalnya demam dapat
Simvastatin 10 mg
Elevasi kepala 15- 30º. Disamping itu tindakan elevasi kepala 15- 30º
perdarahan.
posisi yang sesuai, salah satunya posisi semi fowler kepada pasien dengan
terapi obat yang sudah ada sesuai dengan advis dokter sebelumnya.
berada pada batas rentang normal, dengan Kriteria hasil: 1. Gula darah
puasa 70 – 130 mg/dL 2. 2 jam PP <140 mg/dL 3. Tidak ada tanda tanda
makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan gastointestinal
glukosa darah dan memberikan jumlah yang tepat pada waktu yang tepat
sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali insulin prandial (rapid acting)
sudah ditentukan. Nilai normal pada GDA sebelum makan adalah 70-130
mg/dL.
dapat ditambahkan intervensi diagnosa yang tidak diangkat dan diagnosa baru yang
yaitu :
D0054)
Menurut (Nugroho, 2019) kekuatan otot merupakan salah satu indikator yang
pergerakan atau gangguan mobilitas fisik. Pasien dengan gangguan mobilitas fisik
perlu diberikan stimulus yaitu dengan latihan ROM pasif. Latihan ROM pasif
stimulus atau respon terhadap otot tubuh. Latihan ROM Pasif atau Aktif dapat
kesehatan.
dari tirah baring lama disertai dengan penurunan dalam berbagai kemampuan fisik
dan daya tahan fisik pasien sangat rentan untuk terjadi luka dekubitus. Salah satu
tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus adalah
meningkatkan kelembapan kulit dan menghilangkan sel kulit mati. sehingga tidak
terjadinya kerusakan pada lapisan kulit atau kulit kering. teknik yang bisa
dilakukan pada pasien dengan tirah baring yaitu menseka seluruh tubuh dengan
waslap dan air yang hangat. manfaat air hangat sendiri adalah untuk mengangkat
sel kulit mati, memberikan rilexasi pada permukaan kulit dan melancarkan
sirkulasi darah.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
Defisit komunikasi verbal pada pasien dengan stroke atau penurunan kesadaran
disebabkan kelumpuhan otot pada mulut dan lidah seperti otot stiloglosus,
disampaikan oleh pasien keperawat atau sebaliknya akan terganggu bahkan bisa
missing persepsi. salah satu cara yang dapat dilakukan adalaj menggunakan bahasa
isyarat yang telah disepakati, baik menggunakan tangan, berkedip atau mengangguk,
gelombang delta yang muncul didaerah frontal dan sentral baik sebelah kananmaupun
kiri otak. Fungsi daerah frontal adalah sebagai fungsi intelektual umum dan pengontrol
Menurut asumsi penulis, kondisi yang dialami pasien adalah dalam penurunan
beragama islam.
Pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
nafas catat rasio inspirasi espirasi, memonitor bunyi nafas tambahan didapatkan
faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma,
penurunan perfusi jaringan serebral dan potensi peningkatan TIK, memantau status
neurologis (GCS) secara teratur, memantau tensi darah dantekanan nadi yang
semakin membesar, memantau suhu tubuh dan mengatur suhu lingkungan sekitar,
membatasi jumlah cairan sesuai indikasi, melakukan terapi pemberian obat lasix 1
mg, memberikan terapi obat amlodipin 10 mg dan memberikan terapi obat
sumvastatin 10 mg.
hipersekresi jalan nafas masih terdengan ronkhi pada lapang paru bagian kanan,
pada saat melaksanakan suction masih terdapat banyak sputum, irama nafas reguler,
intervensi dilanjutkan.
edema serebral didapatkan tensi masih sering naik turun, GCS 2X3, TD 135/67
dilanjutkan.
Diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin kadar gula darah puasa dan 2 jam PP masih belum dalam batas normal, tidak
ada anuria dan oliguria, masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah belum
PENUTUP
Setelah penulis melakukan kajian pada pasien Tn. S dengan pasien dengan diagnosa
medis Intra Cerebral Hemoragik (ICH), maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut.
5.1. Simpulan
Penulis telah menguraikan tentang kajian asuhan keperawatan pada pasien Tn. S
dengan ICH post trepanasi, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
2. Diagnosa Keperawatan
Pada pasien dengan ICH akan mengalami beberapa masalah baik fisik,
jalan nafas tidak efektif, Penurunan kapasitas adaptif intra kranial, Gangguan
distres spiritual.
96
3. Perencanaan Keperawatan
Hemorragic (ICH) harus melihat kondisi pasien secara keseluruhan dan target
4. Pelaksanaan Keperawatan
dengan bekerja sama secara tim dengan perawat ruangan, semua rencana
intrakranial.
5. Evaluasi Keperawatan
dan output cairan, posisikan semi fowler, kolaborasi dalam pemberian terapi.
6. Dokumentasi Keperawatan
ada.
5.2. Saran
dengan ICH di masa yang akan datang saran dari penulis antara lain :
1. Bagi mahasiswa agar lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan
tanggung gugat.
DAFTAR PUSTAKA
CPAP ).
Eka, A., & Yudindra, P. (2017). Efektifitas Continous Positive Airway Pressure
(CPAP) Pada Obstructive Sleep Apnea (OSA) (Vol. 01, Issue 1).
https://www.healthline.com/health/lobar-intracerebral-hemorrhage#causes
Melisa, Dr, A., & Dr, A. (2017). Clinical Characterictic And Ct-Scan Imaging Of
https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/pendarahan-otak/
Englis).
Smeltzer, & Bare. (2010). Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Supadi. (2012). Pengaruh Pravelensi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik
Tobat, S. R., Dharma, S., & Rahmi, A. (2015). RAPID ACTING TERHADAP
23–28.
https://www.alodokter.com/stroke/komplikasi
102
LAMPIRAN 1
CURRICULUM VITAE
Nim : 1930063
Agama : Islam
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
LAMPIRAN 2
MOTTO
motivasi dalam melangkah. Terus produktif dan berkarya, suatau saat pasti akan
PERSEMBAHAN
mengerjalan tugas ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah S.W.T membalas
Lampiran 3
EDUKASI MANAJEMEN HIPERTENSI
Pengertian Cara mengontrol tekanan daraha sehingga diharapkan tekanan
darah dalam batas normal sesuai usia melalui program CERDIK
dan PATUH
Lampiran 3
Lampiran 4
EDUKASI ROM
Definisi Melakukan latihan pergerakan rentang gerak sendi (ROM) sesuai
dengan rentang gerak sendi penuh tanpa menyebabkan
ketidaknyamanan.
ROM Pasif adalah latihan pergerakan perawat atau keluarga yang
menggerakkan persendian pasien sesuai dengan rentang geraknya
Tujuan 1. Mempertahankan mobilitas, fungsi otot dan sendi
2. Mencegah atropi (pengecilan jaringan) dan kontraktur (kekakuan
sendi).
3. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah komplikasi.
Langkah 1. Mengatur posisi tidur pasien dengan senyaman mungkin.
Rendahkan pelindung tempat tidur sisi kita bekerja.
2. Mulai dari atas dan teruskan ke bawah pada satu sisi tubuh pada
satu waktu.
a. Kepala
Bila memungkinkan posisikan duduk, dengan gerakan:
– Rotasi: palingkan kepala ke kanan dan kiri,
– Flexi dan ekstensi: gerakkan kepala menyentuh dada kemudian
sedikit didengakkan,
– Flexi lateral: gerakkan kepala ke samping kanan dan kiri hingga
telinga dan bahu bersentuhan.
b. Leher
Rotasi: Putar leher ½ lingkaran, kemudian berhenti dan lakukan
pada arah yang berlawanan.
e. Bahu
- Letakkan satu tangan di atas siku dan pegang tangan klien
dengan tangan lainnya.
- Gerakkan tangan klien menjauhi tubuh perawat/ keluarga.
- Gerakan lengan bawah ke belakang sampai menyetuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
f. Pergelangan tangan
g. Jari tangan
- Tangan mengenggam mengepal dan kembalikan ke posisi
semula.
109
h. Kaki
- Gerakkan atau tekuk lutut kearah paha Kembalikan lutut atau
kaki ke posisi semula.
Sumber
Kusnanto, et al. 2016. Buku Standar Prosedur Operasional (SPO)
Keperawatan Dasar. Surabaya: Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
111
Apa saja tanda gejala hipertensi ??? Bagaimana Penalaksanaan Hipertensi??? Pencegahan Hipertensi
1. Pusing
1. Rekomendasi konsumsi garam menurut
2. Migraine WHO yaitu tidak lebih dari 2400 miligram
3. rasa natrium atau 6 gram garam perhari atau setara
berat di dengan setengah sendok makan
tengkuk, (Almatsier,2008).
Stres
Faktor Penyebab Hipertensi Hawks
APA ITU HIPERTENSI ??? Stres meningkatkan resistensi vascular
& Black (2014) dibedakan menjadi 2 jenis :
perifer dan curah jantung serta men-
Hipertensi meru- 1. Faktor tidak dapat diubah : stimulasi aktifitas system saraf simpatis.
pakan suatu pen- Stres yang dialami seseorang akan
Riwayat Keluarga membangkitkan saraf simpatis yang akan
ingkatan tekanan
darah di dalam memicu kerja jantung dan me-
Usia
arteri. Hiper nyebabkan peningkatan tekanan darah
artinya berlebi- Jenis Kelamin Susilo & Wulandari, 2010).
Aktivitas fisik Kurangnya aktifitas
han , sedangkan 2. Faktor yang dapat diubah fisik menyebabkan jantung tidak terlatih,
tensi artinya
pembuluh darah kaku, sirkulasi darah
tekanan atau te- Diabetes : Mempercepat aterosklerosis dan me-
nyebabkan hipertensi karena kerusakan pada tidak mengalir dengan lancar, dan
gangan. tekanan darah atau denyut
pembuluh darah besar. menyebabkan kegemukan. Faktor- factor
jan- tung yang lebih tinggi ini lah yang menyebabkan hipertensi
dibandingkan dengan normal karena (Gunardi, 2012).
Obesitas/ gaya hidup : Obesitas dapat disebab- kan
penyempitan pembuluh darah atau
oleh konsumsi lemak jenuh menyebabkan se- makin
gangguan lainnya (Kamus Besar Merokok
banyak timbunan lemak dan semakin besar risiko
Bahasa Indonesia). terjadinya ar- terosklerosis dalam pem- buluh darah, Berhenti mengkonsumsi Kopi
Hipertensi adalah sehingga semakin tinggi pula re- sistensi vaskular
sistemik dan memicu peningkatan
meningkatnya tekanan darah
tekanan darah (Dasmond, dkk.,2007)
sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebh Nutrisi :
besar dari 90 mmHg (Depkes,
Membatasi konsumsi lemak agar kadar kolesterol
2007). darah tidak terlalu tinggi dan garam menyebabkan
113
Langkah-langkah
penumpukan cairan dalam tubuh. Garam menarik
Perlu diperhatikan
cairan di luar sel untuk masuk ke dalam sel, se- hingga EDUKASI CARA MEMBERIKAN MAKANAN DAN MINUMAN
akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Dirjen MELALUI SELANG MAKAN PADA PASIEN
Segera mencari bantuan ke tenaga kesehatan 1. Beritahukan pada pasien.
PP & PL, 2006).
atau menghubungi home care jika : 2. Cuci tangan. DI RUMAH
3. Atur posisi, kepala lebih tinggi / setengah duduk.
1. Pada saat pengecekan, sisa makanan 4. Letakkan pengalas di bawah selang makan /
didalam lambung terlalu banyak. NGT.
5. Ajak berdo’a / bimbing sebelum makan. Pengertian
2. Selang macet, makanan tidak bisa masuk. 6. Lakukan pengecekan sisa makanan dengan cara Memberikan makanan dan minuman melalui selang
3. Sudah waktunya ganti selang ( 7 hari). menarik spuit. makan adalah cara memasukkan makanan dan minuman
7. Tutup selang dengan menjepit dengan jari / melalui selang makan / sonde / NGT.
4. Pasien tersedak / muntah. menekuk selang.
8. Pasang corong selang sambil tetap menjepit /
5. Bila ada obat dihaluskan dan dilarutkan menekuk selang.
dengan air puith secukupnya.
Tujuan
9. Masukkan cairan makanan / obat secara
perlahan-lahan, jepitan selang dilepas. 1. Memenuhi kebutuhan makan, minum dan obat-
10. Masukkan obat-obatan dengan cara yang sama. obatan.
11. Apabila makanan sudah cukup, masukkan air 2. Pasien tetap aman dan nyaman.
putih untuk membilas.
3. Mendekatkan hubungan pasien dan keluarga.
12. Tutup selang dengan spuit (yang semula sudah
terpasang pada ujung selang).
13. Ajak pasien berdoa sesudah makan.
14. Lepas pengalas. Alat dan bahan
15. Cuci tempat makan dan corong/spuit.
1. Makanan cair pada tempatnya. Makanan cair
16. Cuci tangan.
17. Catat jumlah makanan / minuman yang sudah bisa dibuat sendiri oleh keluarga sesuai dengan
masuk. hasil konsultasi dengan ahli gizi atau bisa pesan
diit di rumah sakit.
2. Air minum untuk pembilas.
3. Corong atau spuit 50 cc.
4. pengalas
114