Perbedaan Keluhan Low Back Pain Pada Perawat Rawat
Perbedaan Keluhan Low Back Pain Pada Perawat Rawat
Perbedaan Keluhan Low Back Pain Pada Perawat Rawat
SKRIPSI
Oleh:
Farah Hutami Nurhafizhoh
NIM 6411415121
2019
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Juli 2019
ABSTRAK
Kata kunci : Low back pain, perawat, rawat inap, rawat jalan, IGD
Kepustakaan : 54 (1983-2018)
ii
Public Health Science Department
Faculty of Sports Science
Semarang State University
July 2019
ABSTRACT
iii
PERNYATAAN
iv
PENGESAHAN
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
“Barang siapa yang melapangkan kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka
Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat.” (Hadits Riwayat
Muslim dari Abu Hurairah)
“Lalu, mengapa hari tetap indah? Karena kupercaya, Dia tak pernah
meninggalkanku. Karena meski ada kabar buruk; tak ada yang sempurna dalam
hidup ini. Tapi selalu ada kabar baik; tak perlu sempurna untuk menikmati hidup.
Kuncinya ikhtiar, sabar, dan syukur” (Maman Suherman)
“Entah berkarir atau berumah tangga, seorang wanita harus berpendidikan tinggi
karena Ia akan menjadi seorang Ibu. Ibu yang cerdas akan melahirkan anak-anak
yang cerdas” (Dian Sastrowardoyo)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Orang tua saya, Ibunda
Nurkhalimah dan Ayahnda
Masudik, atas segala doa yang
tiada henti dan kasih sayang
yang tidak pernah putus
2. Almamater Universitas Negeri
Semarang
vi
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Skripsi yang berjudul “Perbedaan Keluhan Low back pain
pada Perawat Rawat Inap, Rawat Jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta
Semarang.
Pembimbing Skripsi.
persetujuan penelitian.
3. Pembimbing, Bapak Drs. Herry Koesyanto, M.S., atas arahan, bimbingan dan
4. Penguji I Skripsi, Ibu Evi Widowati, S.K.M., M.Kes, atas arahan, bimbingan
5. Penguji II Skripsi, Ibu dr. Anik Setyo Wahyuningsih, M.Kes atas arahan,
vii
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
7. Direktur Utama Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, Ibu Dr. Metta
8. Pembimbing Lapangan, Ibu Ns. Emy Purwani, S.Kep., M.Kep atas arahan,
10. Ibunda Nurkhalimah dan Ayahnda Masudik, atas do’a, motivasi baik moril
11. Adikku Nayla Shamara Indriani, atas do’a dan dukungannya selama kuliah.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya dalam
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT. Disadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan guna
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
PERNYATAAN .................................................................................................... iv
PENGESAHAN ..................................................................................................... v
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 37
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.11 Karakteristik Responden yang Pernah Merasakan LBP Karena Bekerja ....... 53
Tabel 4.12 Karakteristik Responden yang Keluhan LBP Mengganggu Pekerjaan ........... 53
Tabel 4.13 Karakteristik Aktivitas Responden pada Saat LBP Timbul ............................ 54
Tabel 4.14 Karakteristik Responden yang LBP Hilang Setelah Beristirahat .................... 54
Tabel 4.15 Hasil Analisis Univariat LBP Perawat Rawat Inap, Rawat Jalan, dan IGD di
Tabel 4.17 Hasil Analisis Bivariat LBP Perawat Rawat Inap, Rawat Jalan, dan IGD di
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari FIK UNNES untuk RSIJ Cempaka Putih .. 72
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
akibat kerja di seluruh dunia setiap harinya. 6.400 pekerja meninggal setiap
harinya karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Lebih dari 313 juta pekerja
mengalami kecelakaan kerja yang tidak fatal tetapi menyebabkan penyakit serius
dan kehilangan hari kerja. ILO juga mengestimasi 160 juta kasus penyakit akibat
kerja yang tidak fatal terjadi setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan penyakit
akibat kerja merupakan penyebab kematian enam kali lebih banyak dibanding
yang menghabiskan biaya kerja terbanyak yaitu 40%, dilanjut gangguan hati dan
sirkulasi 16%, kecelakaan 14%, gangguan pernafasan 9%, penuruan sistem saraf
pusat 8%, gangguan kesehatan mental 7%, tumor dan penyakit kulit 3%. MSDs
merupakan penyakit akibat kerja yang paling sering terjadi yaitu 59% pada 27
Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu
jenis penyakit MSDs. Keluhan low back pain bermula dari keluhan
menetap pada otot dan juga kerangka tubuh. Mekanisme terjadinya low back pain
1
2
telah lama dipelajari, namun penyebab pasti masih belum diketahui pasti.
Beberapa kondisi yang mungkin menjadi faktor terjadinya low back pain adalah
secara berlebihan yang dapat menimbulkan cedera otot serta saraf, posisi statis
atau posisi pekerja harus diam atau tidak bergerak dalam jangka waktu lama,
Low back pain merupakan salah satu keluhan yang dapat menurunkan
produktivitas kerja manusia. Low back pain jarang fatal namun nyeri yang
jam kerja pada usia produktif maupun usia lanjut. Low back pain digambarkan
(2004) menyebutkan aktivitas yang memiliki hazard yaitu back injuries salah
keluhan terbanyak dari cedera tersebut dan lebih banyak diderita oleh perawat
daya rumah sakit yang jumlahnya yang cukup besar dan memiliki peranan yang
melaksanakan asuhan kepada pasien memiliki tugas yang bervariasi, antara lain
3
cara mengangkat pasien mulai dari yang ringat sampai yang berat, melakukan
resusitasi jantung paru, merawat luka dan lain-lain. Selain tindakan mandiri
perawat juga mempunyai tugas yang sifatnya kolaboratif seperti memberikan obat
tubuh, khususnya di sekitar tulang punggung bawah, mengangkat benda berat, dan
mentransfer pasien merupakan faktor risiko terbesar terkena low back pain
(Ningsih, 2017).
Prevalensi low back pain pada tenaga kesehatan di Prancis terjadi sekitar
15-45%, sedangkan di Amerika pada umur 20-69 angka keluhan low back pain
tinggi pada perawat IGD di RSUD Tarakan, cukup tinggi pada perawat rawat inap
di RS Bhayangkara dan prevalensi yang rendah pada perawat IGD salah satu
dominan menimbulkan LBP pada perawat IGD dan ruang Rawat Inap adalah
transfer pasien dengan tingkat risiko LBP. Selain itu, karakteristik individu yang
4
berhubungan dengan keluhan LBP adalah jenis kelamin, tinggi badan, dan
Penelitian yang dilakukan oleh Jessi Indriasari (2017) pada perawat RSUD
Kota Yogyakarta bahwa ada hubungan signifikan antara beban kerja dengan
keluhan low back pain. Dalam penelitian Ariek Kurnia (2015) pada perawat
bangsal rawat inap kelas III di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
terdapat hubungan yang signifikan antara postur kerja, usia, masa kerja dengan
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih merupakan Rumah Sakit tipe B dan
merupakan salah satu rumah sakit swasta yang cukup besar yang ada Jakarta.
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih memiliki fasilitas rawat inap sebanyak
18 paviliun untuk pasien anak dan dewasa dan khusus, sedangkan untuk rawat
jalan terdapat 24 poliklinik. Menurut data tahun 2018 Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih memiliki total pegawai medis dan non medis sebanyak 932 orang
dengan perawat rawat inap, rawat jalan dan IGD berjumlah 401 orang. Jumlah
pasien Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih berdasarkan data terbaru
Januari – Maret 2019 yang dirawat adalah 1.634 pasien, yang berkungjung ke
rawat jalan adalah 3.539 pasien dan pasien yang ditangani IGD adalah 2.631
Manager Sumber Daya Insani diketahui perawat bekerja di Rumah Sakit Islam
Jakarta dengan dengan sistem shift yaitu shift pagi mulai pukul 07.00-14.00, shift
5
sore pukul 13.00-20.00, dan shift malam pukul 20.00-07.00 untuk rawat inap dan
unit gawat daraurat, sedangkan untuk poliklinik rawat jalan terdiri dari dua shift.
Shift pagi mulai pukul 07.00-14.00 dan shift sore pukul 13.00-20.00. Waktu kerja
pegawai khususnya perawat adalah 6 hari kerja dan 2 hari libur. Pada saat bekerja,
perawat tidak hanya bekerja menyuntik dan memberikan obat saja tetapi juga
menarik tempat tidur pasien dan mengangkat atau memindahkan pasien. Beban
kerja fisik yang dialami perawat pada rawat inap, rawat jalan, dan IGD tentunya
akan berbeda karena beban kerja dan jumlah pasien yang mereka hadapi juga
berbeda. Posisi kerja pada saat mengangkat atau memindah pasien, memeriksa
pasien yang tidak benar tentunya mempunyai resiko terjadinya low back pain.
perawat yang mengalami low back pain . Dengan data yang diperoleh peneliti
makan dilakukan survey pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 16-17 Mei
2019. Dari hasil observasi kepada 10 responden perawat rawat inap, rawat jalan
dan IGD Rumah Sakit Islam Jakarta yang diambil secara acak terdapat 4 perawat
(40%) yang mengeluhkan nyeri sedang, 4 perawat (40%) nyeri ringan, dan 2
penelitian mengenai “Perbedaan keluhan low back pain pada perawat rawat inap,
rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.”
6
rata-rata keluhan low back pain pada perawat rawat inap, rawat jalan, dan IGD di
1. Bagaimana proporsi keluhan low back pain pada perawat rawat inap,
rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih?
2. Adakah rata-rata perbedaan keluhan low back pain pada perawat rawat
inap, rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih?
perawat rawat inap, rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih.
1. Untuk mengetahui proporsi keluhan low back pain pada perawat rawat
inap, rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
perawat rawat inap, rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih.
7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau saran
untuk mengurangi risiko terjadinya penyakit akibat kerja (low back pain) pada
perawat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan pustaka dan
referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai low back pain dan sebagai bahan
pain pada perawat dan dapat menambah pengalaman peneliti mengenai gambaran
keluhan low back pain pada perawat rawat inap, rawat jalan, dan IGD di Rumah
R.W Monginsidi
Monginsidi Manado yaitu
Manado dengan nilai
signifikan p =
0,365
2 Meilani Prevalensi Deskripstif Variabel Faktor risiko
Patrianingru- dan Faktor pendekatan bebas : yang
m Risiko Nyeri cross sectional usia, jenis signifikan
Punggung kelamin, adalah
Bawah di BMI, kebiasaan
Lingkungan merorok, merokok (RR
Kerja aktifitas 1,35) dan
Anestesiologi olahraga, kurang
Rumah Sakit sikap kerja olahraga (RR
Dr. Hasan Variabel 80,04)
Sadikin terikat :
Bandung Nyeri
Punggung
Bawah
3 Desriana Hubungan Survei analitik Variabel Tidak ada
M.L Yacob antara Masa dengan bebas : hubungan yang
Kerja dan pendekatan masa kerja bermakna
Beban Kerja studi potong dan beban antara masa
dengan lintang kerja kerja dan
Keluhan Low Variabel beban kerja
back pain terikat : dengan
pada Perawat keluhan keluhan low
di Ruangan low back back pain pada
Rawat Inap pain Perawat di
RS Ruangan
Bhayangkara Rawat Inap RS
Tingkat III Bhayangkara
Manado Tingkat III
Manado
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-
Jakarta.
9
Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu bulan 28 Juni – 6 Juli 2019.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya mengenai low back pain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ruas-ruas tulang belakang dihubungkan satu sama lain oleh sendi yang sangat
rawan yang bekerja sebagai peredam kejut. Dua ligamen besar berada di
sepanjang tulang belakang. Selain itu, terdapat lgamen-ligamen yang lebih kecil
letaknya. Tujuh ruas pada leher (tulang leher) lebih kecil dibandingkan ruas tulang
punggung atas terdiri dari 12 ruas tulang belakang yang memiliki sendiri
tambahan tempat melekatnya tulang rusuk. Lima ruas tulang pinggang besardan
kokoh, karena ini menanggung sebagian besar dari berat tubuh kita. Sakrum
terdiri dari lima ruas tulang belakang yang menyatu. Sementara, tulang ekor
silinder yang dipisahkan oleh diskus invertebralis dan dilekatkan bersama oleh
10
11
nukleus pulposus pada bagian tegah yang dikelilingi oleh cicncin yang terdiri dari
tulang rawan dan tulang keras yaitu annulus fibrosus. Bagian posterior tulang
belakang terdiri dari arcus dan processus vertebrata. Setiap arcus terdiri dari
bagian lateral, satu processus spinosus pada bagian posterior, ditambah dua facies
articularis superior dan dua facies articularis inferior vertebrae. Kedudukan facies
superior dan inferior menghasilkan satu facet joint. Fungsi dari tulang belakang
bagian posterior adalah untuk melindungi medulla spinalis dan saraf di dalam
kanalis spinalis dan untuk menyediakan suatu jangkar sebagai tempat perlekatan
Leher mendukung berat dari kepala dan memproteksi saraf yang datang
dari otak ke seluruh tubuh. Bagian tulang belakang ini mempunyai tujuh tulang
vertebrata yang semakin kecil apabila mendekati basis crani. Nyeri leher akut
biasanya disebabkan oleh ketegangan otot, ligamentum atau tendon yang datang
dari tekanan yang tiba-tiba dan akan sembuh sesuai dengan waktu beserta terapi
atas. Tulang thorakal memberikan proteksi kepada organ-organ vital seperti paru-
paru dan jantung. punggung atas tidak bertujuan untuk pergerakan, maka jarang
12
ditemukan cedera pada tulang belakang thorakal. Namun, iritasi pada otot bahu
dan punggung yang besar atau disfungsi sendi pada punggung atas dapat
punggung atas dan juga menerima semua beban dari batang tubuh sehingga
menyebabkan bagian ini paling sering terjadi cedera. Mayoritas nyeri punggung
bawah disebabkan oleh ketegangan otot. Walaupun ini terdengar seperti tidak
serius, namun trauma terhadap otot dan jaringan lunak yang lain seperti tendon
dan ligamentum pada punggung bawah bisa menyebabkan nyeri punggung yang
belakang pelvis. Tulang ini berbentuk seperti segitiga yang menempati antara dua
tulang pelvis dan menyambungkan tulang belakang kepada bagian bawah tubuh.
Nyeri pada sakrum biasanya disebut disfungsi sacroiliac joint dan lebih sering
pada wanita dibanding pria. Tulang coccygeus (tailbone) adalah bagian sacral
yang terletak paling bawah dari tulang belakang. Nyeri tailbone disebut
coccydynia dan kejadiannya lebih sering pada wanita dibanding pria (Wiarto,
2017).
Nyeri pinggang (low back pain) adalah keluhan rasa nyeri, ketegangan
otot, atau rasa kaku di daerah pinggang bawah iga sampai lipatan bawah bokong
13
(plica glutea inferior), dengan atau tanpa disertai penjalaran rasa nyeri ke daerah
tungkai (scatica). Penyakit ini dapat terjadi akibat stress fisik yang berlebihan
pada sumsum tulang belakang yang normal, atau stress fisik yang normal pada
Posisi tubuh dan cara kerja yang tidak benar atau melebihi kemampuan
dapat menyebabkan low back pain. Nyeri ini bersumber pada tulang belakang
daerah spinal (punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya yang ada
disekitar daerah tersebut. LBP dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan pada
pinggang, hernia ingualis, penyakit atau kelainan pada testis atau ovarium.
membawa, menarik, atau mendorong beban berat atau yang dilakukan dengan
2.1.4 Klasifikasi
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
(Tarwaka, 2010)
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
2.1.5 Penatalaksanaan
yang mencetuskan timbulkan rasa nyeri pada kasus low back pain akut.
aktivitas tertentu. Pembedahan pada kasus low back pain tertentu kadang-kadang
diperlukan tetapi hanya untuk jangka pendek, maka pengobatan konservatif dan
The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), jenis
kelamin mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot rangka. Hal ini terjadi karena
secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria. Walaupun
masih ada pebedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin
terhadap resiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara
2.1.6.1.2 Usia
Usia merupakan jumlah tahun yang dihitung mulai dari responden lahir
sampai saat pengumpulan data dilakukan. Umumnya keluhan otot mulai dirasakan
pada usia kerja atau produktif yaitu 25-65 tahun. Keluhan awal biasanya mulai
dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat dengan
15
bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut, kekuatan dan
ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan dan nyeri otot
meningkat. Pada saat umur mencapai 60 tahun rata-rata kekuatan otot akan
umur dengan low back pain pada perawat IGD dan ICU RSU Sari Mutiara Medan
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupupakan
alat atau cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang
dapat meningkatkan resiko penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan
Indonesia, 2011).
normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur
> 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan
olahragawan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus
berikut:
16
berhubungan dengan low back pain, tetapi variabel indeks massa tubuh
(Ningsih, 2017).
back pain. Mekanisme pertama adalah terjadinya cidera secara tidak sengaja.
Kedua yaitu berat badan berlebih dan obesitas yang menyebabkan peradangan
reaktan fase akut yang dapat menyebabkan nyeri. Ketiga adanya hubungan yang
kuat antara nyeri punggung bawah dengan hipertensi dan disiplidemia. Keempat
berat badan berlebih dan obesitas berhubungan dengan degenerasi tulang karena
mobilitas tulang belakang akan menurun dengan adanya peningkatan berat badan
masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian beberapa penelitian telah
kebiasan merokok. Hal ini sebenarnya berkaitan erat dengan kondisi kesegaran
tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila tenaga kerja melakukan seluruh
pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam
mengalami nyeri punggung bawah pada responden yang merokok adalah 1,348
30 menit setiap kali melakukan olahraga dan dengan frekuensi minimal 3 kali
selama satu minggu (Welis & Sazeli, 2013). Berolahraga berarti melakukan
aktivitas fisik. Olahraga adalah segala aktivitas fisik yang dilakukan dengan
18
kerja fisik (daya tahan otot) sehingga tidak mudah lelah dan memiliki ketahanan
yang rendah akan mempertinggi risiko terjadi keluhan muskuloskeletal dan begitu
metabolisme dan tingginya kadar oksigen darah. Sehingga lama kelamaan otot
tubuh akan menjadi kuat dan menambah daya tahan serta menghindari kelelahan
Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kursiah pada
perawat rawat inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci bahwa perawat yang kurang
Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung menyatakan bahwa responden yang kurang
kali lipat lebih besar dibandingkan dengan responden yang aktif berolahraga
2.1.6.1.6 Pengetahuan
pekerjaan dapat dilakuan dengan aman tanpa memicu atau menyebabkan gejala
dikeluhkan oleh wanita yang sedang hamil. Bagi beberapa wanita itu bisa menjadi
penyebab utama low back pain kronik dan untuk sebagian lainnya bisa saja tidak
terasa nyeri selama hamil dan setelah melahirkan. Low back pain selama
kehamilan bisa saja merupakan hasil dari faktor kimia, hormon, dan yang lainnya
(Katonis, 2011).
awal di India terdapat hubungan antara status pernikahan dengan kejadian low
terjadi. Nyeri pinggang sering kali terjadi pada usia 35-55 tahun, pada jenis
pekerjaan yang serupa lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria, perokok
dan masalah kejiwaan yang berat seringkali merupakan faktor risiko yang
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di
suatu tempat mulai dari awal bekerja hingga penelitian dilakukan. Masa kerja
20
semakin bertambahnya masa kerja maka akan muncul kebiasaan pada tenaga kerja
selama 7 jam dalam satu hari, 40 jam dalam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam
satu minggu. Sedangkan untuk waktu kerja 5 hari dalam satu minggu sebaiknya 8
jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam satu minggu. Jam lembur yang diterapkan
sebaiknya 3 jam dalam satu hari atau 14 jam dalam satu minggu, untuk jam
itu istirahat setengah jam setelah bekerja selama 4 jam kerja secara terus menerus
Selain itu lama kerja pun mendukung timbulnya (Low back pain) LBP karena
apabila postur janggal yang berlangsung secara terus-menerus maka akan terjadi
yang harus dihadapi. Sedangkan menurut Hart & Staveland (1988) beban kerja
terlalu rendah memungkinkan rasa bosan dan kejenuhan atau understress. Pada
umumnya tingkat intensitas pembebanan kerja yang optimum akan dapat dicapai,
apabila tidak ada tekanan dan ketegangan yang berlebihan baik secara fisik
maupun mental. Yang dimaksud dengan tekanan disini adalah berkenaan dengan
lingkungan yang terjadi akibat adanya reaksi individu pekerja karena tidak
Kerja fisik adalah kerja yang memerlukan energi fisik pada otot manuasia
yang akan berfungsi sebagai sumber tenaga. Kerja fisik disebut juga manual
operation. Berat ringannya beban kerja yang diterima seseorang dapat digunakan
untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas
pekerjaannya. Dimana semakin berat beban kerja, makan akan semakin pendek
waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis
Penilaian beban kerja dapat melalui pengukuran denyut jantung atau nadi
10 Denyut
Denyut jantung/ = ------------------------------ x 60
DNK Waktu perhitungan
denyut nadi untuk mengestimasi indeks beban kerja fisik terdiri dari beberapa
jenis yaitu :
dimulai.
3. Nadi kerja : adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi
kerja.
Dimana denyut nadi maksimum untuk laki-laki adalah (220 – umur) dan
membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh
dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan
sistem muskuloskeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena
karakteristik tuntutan dari tugas, alat kera dan stasiun kerja yang tidak sesuai
Sikap tubuh dan cara kerja yang tidak benar atau melebihi kemampuan
dapat menyebabkan nyeri punggung bawah atau low back pain. Pekerjaan yang
mendorong beban berat atau yang dilakukan dengan posisi tubuh yang tidak
hubungan posisi kerja pada pekerja industri batu bata dengan kejadian low back
pain yang menunjukkan bahwa dari kelompok posisi kerja yang buruk sebanyak
18 orang atau 85,7% mengalami risiko tinggi LBP dari jumlah total 21 yang
2.1.6.2.5 Repetisi
Repetisi merupakan gerakan tubuh yang dihitung berapa kali sama atau
pola gerak yang sama selama periode waktu tertentu, misalnya satu menit.
dilakukan kurang dari atau 10 kali permenit, sedang apabila gerakan berulang
dilakukan 11-20 kali permenit, dan tinggi apabila gerakan berulang dilakukan
metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme yang biasa terjadi pada
tangan atau lengan bawah ketika melakukan kegiatan berulang, gerakan yang
kasar dan kuat termasuk pekerjaan yang berisiko tinggi (Tarwaka, 2010).
memanjang. Peradangan pada tendon dan ligamen sangat mungkin terjadi jika
gerakan yang dilakukan berulang secara terus menerus tanpa istirahat yang cukup
memindahkan beban atau memutar beban dengan tangan atau bagian tubuh lain.
pada tulang belakang, seperti nyeri pinggang (low back pain) sering diderita pada
Beban pada tulang belakang bertambah dari atas ke bawah dan terbesar
memberikan sifat lentur pada tulang belakang. Pada pekerjaan manual material
handling yang berat, cara yang salah dengan pembebanan yang tiba-tiba dapat
disekitanya, hal ini merupakan penyebab dari keluhan sakit pinggang (lumbago)
dan menarik beban, dan sisanya karena menahan, melempar, memutar, dan
beban, seperti tukang sampah, pekerja di sektor konstruksi, gudang dan perawat
2.1.6.3.1 Ergonomi
peralatan tersebut didesain untuk ukuran tenaga kerja luar negeri tempat alat
akan terjadi penurunan yang berarti. Demikian pula berbagai penyakit serta
kecelakaan akibat kerja yang dianggap sebagai kesalahan faktor manusia, ternyata
manusia dan alat akan mengakibatkan kelelahan dan berbagai keluhan yang
kerja untuk menuju penyesuaian ergonomis sulit dilakukan secara tambal sulam,
Faktor ini merupakan reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja,
hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur organisasi
puas dengan pekerjaan sekarang, tempat kerja, atau situasi sosial mempunyai
27
angka kejadian nyeri punggung bawah yang lebih tinggi. Pekerja yang
menyatakan bahwa mereka “nyaris tidak pernah” menikmati pekerjaan mereka 2,5
kali lebih mungkin untuk melaporkan cedera punggung dibanding pekerja yang
evaluasi buruk dari atasan langsung tampak mempunyai risiko lebih besar
terhadap cedera punggung dengan biaya lebih tinggi (J. Jeyaratnam, 2010).
Stress dapat diartikan sebagai suatu presepsi akan adanya ancaman atau
Secara umum dapat dikatakan, apabila seseorang dihadapkan pada pekerjaan yang
dapat mengubah sistem kekebalan tubuh dengan cara fighting disease cells.
Akibatnya orang cenderung akan sering menderita penyakit. Peneliti lain, Dantzer
dan Kelley (1989) berpendapat tentang pengaruh stress terhadap daya tahan tubuh
ditentukan oleh jenis, lama dan frekuensi stress yang dialami seseorang semakin
28
kuat stressor, makin lama dan sering terjadi, sangat berpotensi menurunkan daya
psikologis, yaitu ruangan kerja fisik yang kurang baik, beban kerja terlalu berat,
tempo kerja yang terlalu cepat, pekerjaan terlalu sederhana, konflik peran,
hubungan dengan atasan maupun dengan teman kurang baik serta iklim organisasi
ketegangan, mudah marah dan tersinggung. Untuk gejala fisik dapat berupa
peningkatan detak jantung dan tekanan darah. Biasanya dirasakan oleh pekerja
tersebut adalah berdebar-debar, sakit kepala, mual dan sebagainya (Anies, 2005).
sangat dipengaruhi oleh pendapat pribadi dan keadaan saat nyeri tersebut terjadi.
Gejala-gejala nyeri punggung dapat sangat bervariasi dari satu orang ke orang
yang lain. Gejala tersebut meliputi sakit, kekakuan, rasa baal (mati rasa),
kelemahan, dan kesemutan (seperti ditusuk peniti dan jarum) pada punggung.
spasme (kontraksi) otot punggung yang terasa sangat nyeri. Nyeri tersebut dapat
menjalar ke bokong, naum juga dapat menjalar turun ke tungkai dan bahkan kaki.
Bila nyeri bertambah berat atau berlangsung dalam waktu yang lama (akut) maka
akan muncul gejala kesulitan buang air kecil dan tidur, akan terjadi masalah
2.1.8.1 Substitusi
tidur, brankar transportasi dan bangku yang tidak adjustable menjadi adjustable
sedang berbaring di tempat tidur untuk meminimalisir risiko alat kerja tidak
Upayakan menggunakan alat bantu kerja yang memadai seperti lift table,
hand truck, fork lift truck, crane, kereta dorong, dan pengungkit (Tarwaka, 2010).
lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan
(Tarwaka, 2010).
30
sesuai dan selaras dengan kebutuhan proporsi fisik tugas kerja, oleh karenanya
bawah karena dengan memberi latihan yang tepat (spesifik), dengan demikian
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Pemerintah Indonesia, 2009).
Rumah Sakit saat inat tidak saja bersifat kuratif tetapi juga bersifat pemulihan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
2. Rumah Sakit khusus yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Seperti mata, paru, kusta,
subspesialistik.
Rawat inap adalah salah satu bentuk proses pengobatan atau rehabilitasi
oleh tenaga pelayanan kesehatan profesional pada pasien yang menderita suatu
penyakit tertentu, dengan cara di inapkan di ruang rawat inap tertentu sesuai
yang tidak mendapatkan pelayanan rawat inap di rumah sakit atau institusi
jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam
Pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya yang diselenggarakan oleh
sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal rumah sakit atau klinik,
tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home care) serta di rumah
perawatan (nursing homes). Bentuk pertama dari pelayanan rawat jalan adalah
yang diselenggarakan oleh klinik yang ada kaitannya dengan rumah sakit
(hospital based ambulatory care). Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit
rujukan oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk diagnosis atau terapi,
yang merujuk.
pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan
2018):
baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan
Indonesia, 2014)
4. Peneliti Keperawatan.
hingga masyarakat) baik dalam kondisi sakit maupun sehat, guna mencapai
Faktor Pekerjaan(1,4,5,6)
1. Masa Kerja
2. Lama Kerja
3. Beban Kerja Keluhan Low Back Pain
4. Sikap Kerja
5. Repetisi
6. Manual Material Handling
Tanda dan Gejala low back pain meningkat (8)
1. Sakit
Faktor Lingkungan(7) 2. Kekakuan
1. Ergonomi 3. Rasa baal (mati rasa)
2. Faktor Mental dan Psikologis 4. Kelemahan
3. Kepuasan Kerja 5. Kesemutan pada punggung bawah
4. Stress Kerja
Sumber : (1) (Tarwaka, 2010); (2) (Rohmawan & Hariyono, 2017) (3) (Ganesan, Acharya, Chauhan, & Acharya, 2017);
(4) (Harrianto, 2009); (5) (Ningsih, 2017); (6) (Sulaeman & Kunaefi, 2015); (7) (Anies, 2005); (8) (Eleanor, 2007)
36
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 PEMBAHASAN
5.1.1.1 Usia
(71,8% ) berusia 35 tahun atau lebih. Dengan semakin bertambahnya usia akan
terjadi penurunan fungsi sistem tubuh manusia yang salah satunya adalah sistem
Handoyo, & Girindra, 2009). Umumnya keluhan otot mulai dirasakan pada usia
kerja atau produktif yaitu 25-65 tahun. Pada saat umur mencapai 60 tahun rata-
rata kekuatan otot akan menurun hingga sampai 20% (Tarwaka, 2010).
kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena
secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria (Tarwaka,
2010). Perempuan memiliki angka kejadian LBP lebih besar pada semua
57
58
yang merupakan faktor risiko LBP (Wáng, Wáng, & Káplár, 2016).
indeks massa tubuh (IMT) 18,5-25 sebanyak 46 orang (59%), sedang sebanyak 32
orang (41%) memiliki indeks massa tubuh kurang dari 18,5 atau lebih dari 25.
Perawat yang memiliki kelebihan berat badan tingkat berat (IMT > 27) lebih
Azmunir, 2016).
terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan tingkat nyeri
belakang yang berpengaruh pada kelemahan dan kekakuan otot lumbal, yang
dapat menyebabkan LBP. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya fleksibilitas
rendah dari tulang belakang dan meningkatnya kekakuan pada bagian punggung
Dapat diketahui responden yang merasakan low back pain hanya pada saat
merasakan low back pain saat tidak sedang bekerja. Hal ini dikarenakan
59
berbedanya derajat nyeri yang dirasakan perawat dan faktor risiko yang
mempengaruhi yaitu faktor individu seperti usia dan indeks massa tubuh masing-
Dapat diketahui sebagian besar responden merasakan low back pain yang
responden (14,7%) tidak terasa terganggu pekerjaannya karena adanya low back
pain. Hal ini dapat dipengaruhi karena ingginya derajat nyeri yang responden
rasakan sehingga mengganggu dan membuat tidak nyaman pada saat bekerja.
merasakan keluhan low back pain karena pekerjaan sebanyak 26 orang (38,2%)
42 orang (61,8%).
menyangga tulang dan mengurangi nyeri yang dirasakan. Selain itu, responden
tidak beristirahat pada saat nyeri timbul adalah karena tidak adanya waktu
istirahat yang pasti, sehingga perawat dituntut untuk terus bekerja dan siaga pada
waktu bekerja.
60
merasakan keluhan low back pain karena pekerjaan sebanyak 63 orang (92,6%)
Lama bekerja yang menyebabkan beban statik yang terus menerus tanpa
nyeri punggung bawah. Dianjurkan pada para pekerja untuk merelaksasikan badan
diantara jam kerja, jika merasakan keluhan nyeri. dibiasakan untuk istirahat
selama 5-15 menit setelah 2 jam untuk menjaga kesehatan tubuh dan menaati
prosedur kerja yang telah ditetapkan (Rohmawan & Hariyono, Masa Kerja, Sikap
Kerja, dan Keluhan Low Back Pain (LBP) pada Pekerja Bagian Produksi PT
5.1.2.1 Gambaran Rata-Rata Kejadian Low Back Pain Pada Perawat Rawat
Dalam sebuah rumah sakit terdapat suatu sistem pembagian unit pelayanan
kesehatan secara umumnya adalah pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat yang dalam hal ini adalah IGD. Pekerjaan perawat dalam setiap unit dapat
menimbulkan banyak penyakit akibat kerja apabila pada saat bekerja kurang
Berdasarkan hasil uji analisis diketahui nilai rata-rata total LBP pada
perawat rawat inap, rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta adalah
4,64 yang berarti rata-rata perawat mengeluhkan nyeri kategori sedang. Apabila
dirinci nilai rata-rata keluhan LBP pada perawat rawat inap adalah 42,30, rawat
jalan adalah 18,32, dan IGD adalah 51,40. Dari hasil tersebut perawat IGD
memiliki nilai yang lebih paling tinggi dibanding perawat rawat inap dan rawat
jalan. Hal ini berarti rata-rata kejadian LBP tertinggi adalah pada perawat IGD.
Faktor risiko yang menyebabkan kejadian low back pain pada responden
adalah aktivitas kerja dan sikap kerja yang kurang ergonomis. Perawat dalam
benda berat, dan mentransfer pasien merupakan faktor risiko terbesar terkena low
Berdasarkan observasi diketahui baik perawat rawat inap, rawat jalan, dan
IGD saat bekerja banyak melakukan sikap atau posisi kerja yang tidak ergonomis.
Pada perawat rawat inap seperti memandikan pasien, memberikan obat injeksi,
mengangkat dan memindahkan pasien. Pada perawat rawat jalan posisi duduk dan
menatap komputer merupakan posisi kerja yang berisiko dikerjakan dengan tidak
ergonomis.
dilakukan oleh perawat setiap harinya, dikarenakan adanya pasien baru setiap
harinya. Dan diketahui perawat pada saat memasang infus membungkuk lebih
dari 45 derajat dan rata-rata dalam waktu lebih dari 1 menit. Perbedaan aktivitas
62
keluhan low back pain atau tinggi rendahnya derajat nyeri yang dirasakan.
perawat IGD memiliki basic risk 100 termasuk dalam kategori risiko tinggi salah
satu bahaya yang dapat mengakibatkan low back pain adalah bahaya ergonomi
jarum ke vena, membungkuk pada saat menjahit luka yang berdampak nyeri yang
Berdasarkan data rekam medis Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
diketahui rata-rata kunjungan pasien selama Bulan Januari – Maret 2019 adalah
2.631 pasien, atau 88 pasien setiap harinya. Perawat mengalami minimal 7 menit
pekerjaan dengan postur membungkuk, yaitu saat pengambilan darah pasien, saat
penusukan jarum ke vena, dan saat menjahit luka minimal perawat membungkuk
Sikap kerja statis dalam jangka yang lama, tubuh hanya bisa mentolerir
tetap dengan satu posisi hanya selama 20 menit. Jika lebih dari batas tersebut,
meningkat dan timbul rasa tidak nyaman pada daerah punggung (Kusuma, 2014).
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lanny (2009)
punggung >45° mempunyai risiko 4,5 kali untuk terjadinya LBP dibandingkan
63
(Widiyanti, 2009).
5.1.3.1 Analisis Perbedaan Rata-Rata Kejadian Low Back Pain Pada Perawat
signifikan antara kejadian low back pain pada perawat rawat inap, rawat jalan, dan
low back pain pada responden adalah aktivitas kerja dan sikap kerja yang kurang
ergonomis. Karena setiap unit kerja memiliki tugas pokok, fungsi, dan jumlah
pasien yang berbeda, hal ini menyebabkan adanya selisih kejadian dan berbedanya
lebih tinggi dibanding dengan perawat rawat inap dan perawat rawat jalan.
Dikarenakan pada pasien IGD diperlukan penanganan yang cepat dan frekuensi
rawat inap yang hanya jam dan situasi tertentu, seperti pemberian obat rutin,
memandikan pasien, atau ketika ada kondisi gawat yang jarang terjadi di unit
rawat inap.
menunjukkan adanya perbedaan prevalensi LBP antara perawat rawat inap dan
64
perawat UGD. Hal ini merupakan pengaruh dari aktivitas fisik terutama postur
membungkuk dan angkat-angkut pasien serta sarana kerja setiap unit kerjanya,
terlebih untuk unit layanan kesehatan 24 jam yaitu rawat inap dan UGD
(Kurniawidjaja, 2014).
5.2 HAMBATAN
1. Hambatan pada penelitian ini adalah pada saat pengambilan data waktu
yang dibutuhkan cukup lama, karena adanya shift kerja. Sehingga data
6.1 SIMPULAN
rawat inap, rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta dapat disimpulkan
bahwa :
1. Keluhan low back pain pada perawat rawat inap, rawat jalan dan IGD
termasuk pada kategori sedang. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata
2. Terdapat perbedaan rata-rata keluhan low back pain perawat rawat inap,
rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Islam Jakarta. Hal ini dibuktikan
0,002 (0,002<0,05). Perawat IGD memiliki keluhan low back pain yang
6.2 SARAN
65
66
edukasi mengenai sikap kerja ergonomis yang dapat mencegah low back
pain.
setelah 2 jam untuk menjaga kesehatan tubuh dan menaati prosedur kerja
2. Untuk perawat yang sering memperpanjang waktu kerja (lebih dari 1 shift
Allegri, M. (2016). Mechanisms of Low Back Pain: A Guide for Diagnosis and
Therapy. F1000Res. doi:doi: 10.12688/f1000research.8105.2
Amila, Sembiring, E., & Siregar, R. (2015). Nyeri Punggung Bawah pada Perawat
IGD dan ICU RSU Sari Mutiara Medan. Indonesian Nursing Journal of
Education and Clinic (INJEC), 2(2), 246-252. doi:
http://dx.doi.org/10.24990/injec.v2i2.39
Anies. (2005). Seri Kesehatan Umum Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: PT. Elex
Media Komputido.
Arwinno, L. D. (2018). Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Penjahit Garmen.
Higeia Journal of Public Health Research and Development, 2(3), 406-
416. doi:https://doi.org/10.15294/higeia/v2i3/23520
Astuti, S. J. (2016). Pengaruh Streching terhadap Nyeri Punggung Bawah dan
Lingkup Gerak Sendi pada Penyadap Getah Karet PT Perkebunan
Nusantara IX (Persero) Kendal. Unnes Journal of Public Health, 5(1), 1-9.
Budiono, A. S. (2016). Bunga Rampai Hiperkes & KK : Higiene Perusahaan,
Ergonomi, Kesehatan Kerja, Keselamatan Kerja. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
Budiono, I., Mardiana., Fauzi, L., Nugroho, E. 2017. Pedoman Penyusunan
Skripsi. Semarang: Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Davies, K. (2007). Buku Pintar Nyeri Tulang dan Otot. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Praktis Memantau
Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta.
Eleanor, B. (2007). Simple Guide Nyeri Punggung. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Fairbank, J. C., & Pyns, P. B. (2000). The Oswestry Disability Index. Spine,
25(22), 2940-2953.
Ganesan, S., Acharya, A. S., Chauhan, R., & Acharya, S. (2017). Prevalence and
Risk Factors for Low Back Pain in 1,355 Young Adults: A Cross-
Sectional Study. Asian Spine Journal, 11(4), 610-617.
doi:https://doi.org/10.4184/asj.2017.11.4.610
Goni, N. T., Khosama, H., & Tumboimbela, M. J. (2016). Karateristik Perawat di
Irina F RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang Mengalami Keluhan
Nyeri Punggung Bawah. Journal e-Clinic (eCl), 4(1), 1-6.
Harrianto, R. (2009). Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Health and Safety Executive. (t.thn.). Assessment of Repetitive Tasks of The
Upper Limbs (The ART Tool) Guidance for employers. Dipetik May 1,
2019, dari http://www.hse.gov.uk/pubns/indg438.pdf
Herlambang, S. (2016). Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Hignett, S., & McAtamney, L. (2000). Rapid entire body assessment (REBA).
Applied ergonomics, 31, 201-5. doi:10.1016/S0003-6870(99)00039-3.
67
68
Himawan, F., Handoyo, & Girindra, S. K. (2009). Hubungan Sikap dan Posisi
Kerja dengan Low Back Pain pada Perawat. Jurnal Keperawatan
Soedirman, 4(3), 131-139.
International Labour Organization. (2017). Global Trends on Occupational
Accidents and Disease. Geneva.
Iridiastadi, H., & Yassierli. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset.
J. Jeyaratnam, D. K. (2010). Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Katonis, P. (2011). Pregnancy-related low back pain. Hippokratia, 15(3), 205-
210.
Kurniawidjaja, L. M. (2014, Desember). Pengendalian Risiko Ergonomi Kasus
Low Back Pain pada Perawat di Rumah Sakit. MKB, 46(4), 225-233.
Kusuma, I. F. (2014). Pengaruh Posisi Kerja terhadap Kejadian Low Back Pain
pada Pekerja di Kampung Sepatu, Kelurahan Miji, Kecamatan Prajurit
Kulon, Kota Mojokerto. Jurnal IKESMA, 10(1), 59-66.
Lemeshow, S. (1997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Maulana, R. S., Mutiawati, E., & Azmunir. (2016). Hubungan Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan Tingkat Nyeri pada Penderita Low Back Pain (LBP)
di Poliklinik Saraf RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kedokteran Biomedis, 1(4), 1-6.
Mutohir, T. C., & Maksum, A. (2007). Sport Development Index. Jakarta: PT
Indeks.
Niere, K. (2009). Measurement of Headache. Dalam Headache, Orofacial Pain
and Bruxism. Churchill Livingstone.
Ningsih, K. W. (2017). Keluhan Low Back Pain pada Perawat Rawat Inap RSUD
Selasih Pangkalan Kerinci. Jurnal Ipteks Terapan, 11, 75-88.
Patrianingrum, M. (2015). Prevalensi dan Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah
di Lingkungan Kerja Anestesiologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif, 3(1), 47-56.
Pemerintah Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13.
Indonesia.
Pemerintah Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia: Sekertariat Negara.
Pemerintah Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor38
Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Indonesia.
Pemerintah Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun
2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan. Indonesia.
Pemprov DKI Jakarta. (2015, 18 Mei). Dipetik 12 Mei 2019, dari Jakarta Open
Data: http://data.jakarta.go.id/dataset/6925d6e6-d9a7-4159-906b-
96468f870d93/resource/5d550b55-52c0-4d71-aa12-
c4d319a593e8/download/Data-Rumah-Sakit-Di-DKI-Jakarta.csv
Putri, O. Z. (2017). Analisis Risiko Keselamatan dan kesehatan Kerja pada
Petugas Kesehatan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Akademik UGM.
Jurnal Kesehatan, 10(1), 1-12.
69