Teks tersebut membahas tentang qira'at (bacaan Al-Quran), termasuk definisi, sejarah perkembangan, dan parameter keshahihan qira'at. Qira'at berkembang sejak masa Nabi hingga masa Tabi'in dengan munculnya ahli-ahli qira'at dan buku-buku tentang qira'at. Parameter untuk menilai keshahihan qira'at meliputi sanad yang shahih, sesuai dengan bahasa Arab, dan sesuai dengan rasm Al
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan3 halaman
Teks tersebut membahas tentang qira'at (bacaan Al-Quran), termasuk definisi, sejarah perkembangan, dan parameter keshahihan qira'at. Qira'at berkembang sejak masa Nabi hingga masa Tabi'in dengan munculnya ahli-ahli qira'at dan buku-buku tentang qira'at. Parameter untuk menilai keshahihan qira'at meliputi sanad yang shahih, sesuai dengan bahasa Arab, dan sesuai dengan rasm Al
Teks tersebut membahas tentang qira'at (bacaan Al-Quran), termasuk definisi, sejarah perkembangan, dan parameter keshahihan qira'at. Qira'at berkembang sejak masa Nabi hingga masa Tabi'in dengan munculnya ahli-ahli qira'at dan buku-buku tentang qira'at. Parameter untuk menilai keshahihan qira'at meliputi sanad yang shahih, sesuai dengan bahasa Arab, dan sesuai dengan rasm Al
Teks tersebut membahas tentang qira'at (bacaan Al-Quran), termasuk definisi, sejarah perkembangan, dan parameter keshahihan qira'at. Qira'at berkembang sejak masa Nabi hingga masa Tabi'in dengan munculnya ahli-ahli qira'at dan buku-buku tentang qira'at. Parameter untuk menilai keshahihan qira'at meliputi sanad yang shahih, sesuai dengan bahasa Arab, dan sesuai dengan rasm Al
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3
Nama : Siti Sholehah Doholio
Kelas : IQT-B semester 5
Tugas : resume Al-Qur‟an sebagai kitab suci yang memberi petunjuk kepada manusia (QS. al-Isra‟/7: 9), harus dibaca dan difahami untuk diamalkan dalam kehidupan. Pemahaman seseorang terhadap Al-Qur‟an tentu terkait erat dengan penguasaannya terhadap ilmu qirâ‟at (bacaan Al-Qur‟an), disamping ilmu-ilmu lain seperti bahasa Arab, sejarah Al-Qur‟an, Ulum AlQur‟an, kaidah-kaidah tafsir, karena Al-Qur‟an diturunkan dalam bahasa Arab. QS. Ibrahim 14/4: mengatakan yang artinya : “Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” Pengertian Qira’at Dilihat Secara etimologis, kata qira’at merupakan bentuk kata benda bentukan (masdar) mengikuti wazan (rumus) fi’alah, yang berakar kata ( ق- ر- )ا. Dari kata dasar ini lahir kata qurán dan qiraáh. Kedua kata ini mempunyai makna (a) menghimpun dan menggabungkan (al-jamú) yakni menghimpun dan menggabungkan antara satu dengan yang lainnya (b) membaca (al-tilawat) yaitu mengucapkan kalimat-kalimat yang tertulis, seperti ungkapan aku membaca kitab (mengucapkan atau membunyikan huruf). Tilawah disebut qira‟áh karena menggabungkan suara-suara huruf menjadi satu dalam pikiran untuk membentuk kalimat- kalimat yang akan diucapkan. Kata qirâ‟at berbentuk tunggal, meskipun dalam studi ilmu Al- Qur‟an, ia ditempatkan dalam bentuk jamak karena pembahasannya mencakup banyak jenis qirâ‟at (bacaan). Sedangkan Qirâ‟at menurut terminology didefinisikan Abu Syamah sebagai: Ilmu yang membahas tentang tata cara melafalkan kosa kata Al-Qur‟an dari segi perawinya. Sedangkan Abd Fattah mendefiniskannya sebagai: “Ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kata-kata Al-Qur‟an berikut cara penyampaiannya, baik yang disepakati (ulama ahli Al-Qur‟an) ataupun yang terjadi perbedaan pendapat, dengan menisbatkan setiap model (wajah) bacaanya kepada seorang Imam Qirâ‟at” Kondisi Bangsa Arab Ketika Al-Qura‘an Diturunkan Keadaan bangsa Arab Ketika Al- Qur‟an diturunkan kepada mereka adalah bangsa yang terdiri dari kabilah-kabilah yang terpencar di beberapa kawasan di semenanjung Arab. Mereka yang tinggal di perkampungan seperti suku Tamim, Qais, Sa‟d dan lain lainnya mempunyai tradisi, logat dan dialek tersendiri. Sementara yang di perkotaan juga mempunyai tradisi dan dialek atau gaya bicara yang berbeda pula. Kata “sab‟atu ahruf” dipahami berbeda oleh ulama. Ada yang memahami kata sab‟ah sebagai bilangan tujuh, dan ada pula yang memahami bilangan yang banyak, karena orang Arab biasa menyebut jumlah banyak dengan kata sab‟ah. Adapun kata ahruf merupakan bentuk plural dari kata harf yang secara etimologi berarti salah satu huruf hijaiyyah. Ada juga yang mengatakan bahwa makna harf secara bahasa adalah tepi sesuatu. Ketika harf dipahami dalam konteks terminologi sab‟atu ahruf, maka muncullah berbagai macam pendapat. Ada yang memaknainya dengan bacaan, model, bahasa, dialek, cara, segi, atau lainnya. Menurut Abu Hatim ibn Hibban (w. 354/965) ada sekitar tiga puluh lima pendapat ulama mengenai permasalahan ini. Sedangkan menurut al-Suyuthi (w. 991/1583) ada empat puluh pendapat tentang terminologi sab‟atu ahruf. Sejarah Perkembangan Qira’at Masa Nabi dan Sahabat Pada masa Al-Qur‟an diturunkan secara bertahap berlangsung. Setiap ayat yang turun akan dihafal dengan baik oleh Rasulullah saw. sendiri maupun para Sahabat Pemeliharaan Al- Quran dari sisi tulisan dilakukan dengan cara menunjuk secara resmi beberapa orang Sahabat sebagai penulis wahyu seperti: „Ali ibn Abi Thalib, Mu‟awiyah ibn Abi Sufyan, Aban ibn Abi Sa‟id, Khalid ibn Walid, Ubay ibn Ka‟ab, Zaid ibn Tsabit dan Tsabit ibn Qais.Selain mengemban tugas resmi sebagai penulis Al-Qur‟an, beberapa orang sahabat yang disebutkan diatas dan beberapa sahabat lainnya juga memiliki dokumen atau catatan pribadi yang terkait dengan Al-Qur‟an, seperti Ali ibn Abi Thalib, Ubay ibn Ka‟ab, Abdullah ibn „Abbas, Abdullah ibn Mas‟ud dan „Aisyah.Tulisan Al-Qur‟an juga dicek oleh Rasulullah, Bahkan sebelum Rasulullah wafat- menurut sebuah riwayat- Zaid ibn Tsabit telah menyerahkan dokumen tertulis yang mengakomodir semua huruf dan qira‟at kepada Rasulullah untuk dikoreksi. Masa Tabi‟in Pada masa Tabi‟in, yakni pasca disusunnya mushaf Usmani periwayatan qira‟at seperti pada masa Sahabat tetap berlangsung. Di masa Tabi‟in inilah masa keemasan dan kematangan disiplin ilmu qira‟at berlangsung. Antusias masyrakat dalam mengkaji ilmu ini sangat besar. Sehingga pada abad kedua Hijriyah, lahirlah ahli-ahli qira‟at hasil bimbingan Sahabat, di antaranya Abu Ja‟far Yazid ibn Qa‟qa‟ (w. 130/747), Nafi‟ ibn Abd al-Rahman (w. 169/785) qurra‟ wilayah Madinah, Ibn Katsir al-Dary (w. 120/737), Humaid ibn Qais alA‟raj (w. 123/740) qurra‟ Makkah, Abdullah al-Yahshubi atau „Amir (w. 118/736) qari‟ dari Syam, Abu „Amr (w. 154/770) qari‟ Basrah, „Ashim al-Jahdari (w. 128/745), „Ashim ibn Abi al- Najud (w. 127/744), Hamzah ibn Hubaib al-Zayyat (w. 188/803), Sulaiman al-A‟masy (w.119/737) qurra‟ dari Kufah. Pada masa Tabi‟in ini buku-buku qira‟at hasil karya para qurra‟ bermunculan, seperti Abu „Ubaid al-Qasim ibn Sallam (154-224/774-838) menulis sebuah buku dengan judul alQira‟at. Dalam karya ini, ia mengangkat 25 qira‟at termasuk di dalamnya imam qira‟at sab‟. Ahmad ibn Jubair al-Kufi (w. 258) menulis kitab qira‟at al- khamsah, Isma‟il ibn Ishaq alMaliki (w. 282) menyusun kitab qira‟at yang mengangkat 20 qira‟at, termasuk di dalamnya imam qira‟at sab‟ah, al-Thabari (w. 310) menyusun karya yang diberi nama al-Jami‟, yang mengangkat kurang lebih 20 qira‟at, Abu Bakar al-Dajuni (w. 324) menyusun kitab qira‟at dengan memasukkan Abu Ja‟far (salah satu Imam qira‟at sepuluh), dan Ibnu Mujahid (w. 324) mengarang buku berjudul “Kitab al-Sab‟ fi Al-Qur‟an” yang mengangkat nama imamimam qira‟at tujuh. Karya-karya ini menjadi petanda lahirnya disiplin ilmu qira‟at. Parameter keshahihan sebuah qira’at Mengingat banyaknya ragam qirâ‟ât yang beredar dikalangan umat islam yang diriwayatkan oleh para qâri‟, Maka untuk menentukan kualitas qirâ‟ât, para ulama membuat parameter berupa syarat-syarat, sebagai ketentuan untuk dijadikan acuan ketika menilai shahih atau tidaknya sebuah qirâ‟ât. Parameter ini meliputi:1) Qira‟at itu harus memiliki rangkaian sanad yang shahih dan bersambung sampai kepada Rasulullah saw.2)redaksi dari qira‟at itu harus sesuai dengan kaedah bahasa Arab.3) Bentuk tulisannya harus sesuai dengan salah satu rasm (gambararan dari tulisan) mushaf Utsmâni. Diantara ulama yang menetapkan tiga parameter ini adalah syaikh al-Makki ibn Abî Tâlib (w.347)43. Parameter ini dipopelerkan oleh Ibnu al-Jazari (w.833) yang dicantumkan dalam bait “Thaibah al-Nasyr” yang artinya adalah: “Setiap Qirâ‟ât apabila sesuai dengan kaedah nahwu (bahasa), sesuai dengan rasm Utsmani, dan memiliki sanad shahih maka wajib diakui ke Qur‟anannya.” Inilah tiga rukun yang harus dipenuhi, sekiranya tidak terpenuhi tiga syarat tersebut maka qira‟at itu dianggap syadz” Hubungan Qira’at Dengan Penafsiran Muhammad bin Muhammad al-Thahir bin Asyur al-Tunisi (1296-1393 H/ 1879-1973 M). Dalam muqaddimah kitab tafsirnya membahas tentang qirâ‟at dan pengaruhnya terhadap penafsiran Al-Qur‟an. Menurut Ibn „Asyur hubungan antara qirâ‟at dan tafsir dapat dikelompokkan menjadi: pertama, qirâ‟at yang tidak berimplikasi pada penafsiran dan Kedua, qirâ‟at yang berimplikasi pada penafsiran. Jenis pertama, yaitu qirâ‟at yang tidak berimplikasi pada penafsiran, diantaranya disebabkan oleh perbedaan pengucapan huruf, tanda baca (harokat), panjang dan pendeknya bacaan (mad), al-Imalah, al-Takhfif, al-Tashil, al-Tahqiq, al-Jahr, al-Hams dan al-Gunnah. Kritik dan saran Dalam sifat keilmuan mungkin belum tentu bisa menguasai semua tentang kebidangan atas ilmu ilmu yang ada, itu pada umumnya.Namun al Quran ini adalah petunjuk terbesar untuk Ummat manusia, yang tidak menyulitkan apa apa yang ummatnya akan lakukan. Bahkan dari gaya bahasa, hukum, adab, bahkan tatanan hidup keseluruhan sudah di bahas di dalamnya.