Htae KLMPK 11 PDF
Htae KLMPK 11 PDF
Htae KLMPK 11 PDF
Kelompok 11
2022/2023
i
Kata Pengantar
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas
makalah ini. Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak
kontribusi bagi kami, dosen pengampu mata kuliah Hadist dan Tafsir Ayat
Ekonomi Isramin, S.Ud., M.Pd dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang
membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang
terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna
di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami
memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami
selanjutnya.
Penyusun
ii
Daftar Isi
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
makanan yang beraneka ragam serta lezat dan bergizi. Dan kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna. Semuanya telah Allah jelaskan dalam al-
Qur’an, jika kita mau mempelajari dan mengimplementasikannya maka kita akan
mendapatkan keridoaan Allah swt.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana etos kerja dalam perspektif Islam dan Al-Qur’an?
2. Bagaimana bentuk bentuk filantropi dalam Islam?
3.
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1995), 427.
2
Andi Agung Prihatna. Filantropi dan Keadilan Sosial di Indonesia, dalam Chaider S. Bamualim
dan Irfan Abubakar (ed), Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syahid Hidayatullah, 2005), 3-4.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etos Kerja
3
Toto tasmara,membudayakan etos kerja islami,(Jakarta;Gema insani,2002,)Crt ke I Hlm 15
3
1. Pendorong timbulnya perbuatan
2. Penggairah dalam aktivitas
3. Penggerak,seperti mesin bagi mobil,besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan4
Dalam hal ini maka fungsi etos kerja yaitu sebagai pendorong ataupun
penggerak, sehingga mehghasilkan gairah atau semangat dalam bekerja. Dalam
melakukan pekerjaan harus disertai etos kerja yang tinggi. Oleh karena itu
melakukan suatu pekerjaan bukan hanya sekedar melakukannya saja, melainkan
harus disertai semngat dan mencintai apa yang kita kerjakan, sehingga pekerjaan
yang kita lakukan dapat bermanfaat, namun jika dalam bekerja tidak memiliki etos
maka hasil yang diperoleh dari pekerjan yang dilakukannya tidak mendapatkan
hasil yang baik.jadi, kehadiran etos dalam bekerja sangatlah penting, karena
termasuk pengabdian kepada Allah swt.
Dengan demikian etos kerja akan membentuk pribadi muslim yang baik,
kuat, disiplin, tawadhu, kreatif, dan inovatif. Sehingga ia dapat memelihara dirinya
dari pekerjaan-pekerjan yang diharamkan oleh Allah. Serta dapat mengurangi
harkat dan martabatnya sendiri.
c. Etos kerja dalam pandangan Islam
Etos kerja dalam islam pada hakikatnya merupakan bagian dari konsep
islam tentang manusia yang menyejarah dalam jatuh bangunnya kebudayaan
tersebut. Karena itu, etos kerja islam adalah bagian dari proses eksistensi diri
4
Drs.A. Ilyas Ismail, Ma, pintu-pintu kebaikan(Jakarta;PT Raja Grafindo,1997), cet ke I,Hlm 118
4
manusia dalam berbagai lapangan kehidupan manusia yang luas dan kompleks.
Allah mengangkat manusia yaitu Adam sebagai khalifah dimuka bumi, dan
diajarinya mannusia ( Adam)di ajarinya nama-nama benda atau iptek dan hal itu
tentu mengungguli malaikat dan setan. Semua itu karena manusia memiliki
kelebihan tersendiri. Dan hanya Allah lah yang lenih tau. Semua kelebihan yang
terdapat dam diri manusia dapat di kembangkan dengan cara membangun etos kerja
yang baik.
Dalam pandangan islam bekerja merupakan suatu kewajiaban, serta hak setiap
manusia dewasa sebagai upaya menjaga derajat kemanusiaan dan memenuhi
kebutuhan hidup negara dan masyarakat harus menjamin hak setiap manusia untuk
bekerja dan tidak membedakan hak tersebut antarasatu dengan yang lain. Manusia
perlu memenuhi kebutuhan hidup untuk kelangsungan hidupnya di dunia. Untuk
itu manusia perlu bekerja, sebab dengan bekerja manusia akan memanusiakan
dirinya sebagai makhluk Allah yang paling sempurna dari seluruh ciptaannya.6
5
Astri Fitria, pengaruh eika kerja islam terhadap sikap akuntan dalam perubahan organisasi dengan
komitmen organisasi sebagai variable intervening. Jurnal maksi, vol 3. Agustus 2003. Hlm 19
6
Prof. Dr.H. Baharudin Lopa,S.H. al-Qur’an dan Hak-hak asasi manusia. ( Yogyakarta, Dana bakhti
prima yasa,1996) cet ke I, Hlm 81.
5
d. Etos Kerja Dalam Perspektif al-Quran
Etos kerja dalam perspektif al-Quran adalah pekerjaan yang
mengedepankan nilai-nilai alQuran. Selalu menyertakan nilai-nilai al-Quran di
setiap pekerjaan yang dilakukannya. Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat
yang membahas tentang etos kerja. Dalam al-Quran manusia di perintahkan untuk
bekerja dan berusaha. Seperti yang dijelaskan dalam Qs-At-Taubah ayat 105.
7
Al-Qur’an dan terjemahan (Bandung: Cv mikraj khazanah ilmu,2011.) juz 10, hlm 103.
8
Ahmad Mustafa Al-Maragi. TAFSIR Al-Maragi. Semarang; CV Toha Putra. 1993. Juz 9. hlm
6
Pada ayat tersebut Allah memerintahkan kita untuk bekerja. Tentu
pekerjaan yang kita lakukan harus berupa pekejaan yang baik, karena Allah melihat
apa yang kita lakukan. Dan juga apa yang kita lakukan harus kita pertanggung
jawabkan. Maka bekerjalah sebaik mungkin dengan penuh tanggung jawab. Allah
memerintahkan kita untuk bekerja, tidak memaksakan kemampuan kita. Dalam
artian apa yang kita kerjakan sesuai dengan kesanggupan kita. Tidak menyakiti dri
kita sendiri. hal ini Allah jelaskan dalam Qs Al-Baqarah ayat 286.
ٓ َاخ ْذنَا
ِ س َبتْ َۗ َر َّبنَا ََل تُؤ
َ َعلَ ْيهَا َما ا ْكت
َ س َبتْ َو َ س َعهَا َۗ َلهَا َما َك ً ّٰللا نَ ْف
ْ سا ا ََِّل ُو ُف ه ُ ََل يُك َِل
علَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْب ِلنَا َربَّنَا َو ََلَ علَ ْينَا ٓ اِص ًْرا َك َما َح َم ْلتَ ٗهَ طأْنَا َربَّنَا َو ََل تَ ْح ِم ْل
َ س ْينَا ٓ اَ ْو اَ ْخ
ِ َّا ِْن ن
علَى ا ْلقَ ْو ِم
َ ص ْرنَا ْ عنَّ َۗا َوا ْغ ِف ْر لَنَ َۗا َو
ُ ارح َْمنَا َۗ اَ ْنتَ َم ْو ٰلىنَا فَا ْن ُ طاقَةَ لَنَا ِبه َواع
َ ْف َ تُح َِم ْلنَا َما ََل
ا ْل ٰك ِف ِر ْي َن
Terjemahan :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami;
ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir.9
Mengenai jenis pekerjaan, setiap individu bebas dan berhak untuk
menentukan pilihannya, dan yang terpenting adalah pekerjaan yang dilakukannya
itu baik dan juga halal. Seperti sabda Rasulullah Saw “sempurnakanlah pekerjaan
yang sesuai denganmu, karena sesungguhnya pekerjaan yang paling ialah yang
berkesenambungan walaupun sedikit” (HR. Ibn. Majah).
9
al-Qur’an dan terjemahan,….., juz 3, hlm 26.
7
mengganggu pekerjaan yang diamanatkan kepadanya, apabila ia melakukan
tindakan yang demikian haknya yang berupa gaji itu, oleh sebagian ulama di
anggap gugur seluruhnya, atau oleh sebagian ulama yang lain sesuai dengan
lamanya ia meninggalkan pekerjaan tersebut untuk melakukan pekerjaan
sampingan.10 jadi para pekerja yang telah di berikan amanat dalam bekerja, harus
berusaha sebaik mungkin untuk menjaga amanat tersebut
Terjemahan
B. Filantropi
10
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. Kajian tematik al-Quran ,….,. hl
11
Barbara Ibrahim. 2008. From Charity to Social Change; Trends in Arab Philanthropy, (Kairo:
American University in Cairo Press. hl.11
8
Kata filantropi berasal dari kata Yunani, yaitu dari kata philo yang artinya
cinta dan anthrophos yang artinya manusia.12 Filantropi itu sendiri lebih dekat
maknanya dengan charity, kata yang berasal dari Bahasa Latin (caritas) yang
artinya cinta tak bersyarat (unconditioned love). Namun, sebenarnya terdapat
perbedaan antara kedua istilah tersebut, charity cenderung mengacu pada
pemberian jangka pendek, sedangkan filantropi lebih bersifat jangka panjang.13
Semangat filantropi dalam Islam dapat ditemukan dalam sejumlah ayat al-
Quran dan hadits nabi yang menganjurkan umatnya agar berderma17, dalam QS. Al-
Baqarah ayat 215 disebutkan:
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka
infakkan. Katakanlah: “Apapun kebaikan yang kamu infakkan kepada orang tua
dan keluarga, anak yatim, orang miskin, dan orang asing, dan kebaikan apapun
yang kamu lakukan, Allah pasti mengetahuinya.‟
12
Marty Sulek, “On the Classical Meaning of Philanthropia”, Nonprofit and Voluntary Sector
Quarterly, 39:3 (2010). Hlm.386
13
Helmut K. Anheier and Regina A. List. 2005. A. Dictionary of Civil Society, Philanthropy and
the Non-Profit Sector, London-New York: Routledge. Hlm.196
14
Lawrence J. Friedman and Mark D. McGarvie, (2003). Charity, Philanthropy, and Civility in
American History, (New York: Cambridge University Press. hlm.37
15
Robert L. Payton and Michael P. Moody, Understanding Philanthropy, (Bloomington and
Indianapolis: Indiana University Press, 2008). Hlm.6
16
Marty Sulek, “On the Classical Meaning of Philanthropia”, Nonprofit and Voluntary Sector
Quarterly, 39:3 (2010). Hlm.395
17
Ahmad Kaleem and Saima Ahmed, “The Quran and Poverty Allevation: A Theoretical Model for
Charity-Based Islamic Microfinance Institution”, Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, 39:3,
(2010). Hlm 416
9
Ayat al-Qur‟an tersebut diperkuat oleh salah satu hadits Nabi Saw. yang
menyebutkan:
“Perbuatan baik itu menjadi penghalang bagi jalannya keburukan, sedekah
sembunyi-sembunyi dapat memadamkan amarah Tuhan, silaturahim dapat
memperpanjang umur, dan setiap kebaikan adalah sadaqah. Pemilik kebaikan di
dunia adalah pemilik kebaikan di akhirat, dan pemilik keburukan di dunia adalah
pemilik keburukan di akhirat, dan yang pertama masuk surga adalah pemilik
kebaikan”.
Ke dua dalil di atas menunjukkan bahwa prinsip umum filantripi Islam
adalah “setiap kebaikan merupakan sedekah”18. Semangat filantropi dalam Islam
dapat dibuktikan dalam wujud pelaksanaan zakat, infak, sedekah, hadiah dan
sebagainya.
b. Bentuk-Bentuk Filantropi Dalam Islam
Islam mengenal dua dimensi utama hubungan, yaitu hubungan manusia
dengan Allah, dan hubungan manusia dengan manusia.19 Tujuan dari kedua
hubungan ini adalah keselarasan dan kemantapan hubungan dengan Allah SWT,
dan sesama manusia termasuk dirinya sendiri dan lingkungan. Inilah aqidah atau
keyakinan dan wasilah (jalan) untuk mencapai kesejahteraan baik di dunia maupun
di akhirat.20
18
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1982). Hlm 357
19
Alhasbi S.O. and Ghazali A.H., 1994. Islamic Values and Management, (Kuala Lumpur: Institute
of Islamic Understanding Malaysia. Hlm 7-22
20
Muhammad Daud Ali 1988. Sistem Ekonomi Islam; Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press. hlm 29
21
Jennifer Bremer, “Islamic Philanthropy: Reviving Traditional Forms for Building Social Justice”,
CSID Fifth Annual Conference “Defining and Establishing Justice in Muslim Societies”,
(Washington DC, 2004). Hlm 1-26
10
1. Zakat
Zakat merupakan komponen utama kebijakan fiskal dalam ekonomi
Islam. Dana zakat merupakan sumber pertama dan terpenting dari penerimaan
negara, pada awal pemerintahan Islam.22 Pada beberapa ayat Al-Quran zakat
beberapa kali di sejajarkan dengan kewajiban shalat. Hal ini memang tidak
diherankan karena zakat pun menjadi salah satu dari lima perkara yang harus
dilakukan oleh seorang muslim, dimana Nabi Muhammad Saw., bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak
disembah selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Zakat bukanlah satu kegiatan yang semata-mata untuk tujuan duniawi,
seperti distribusi pendapatan, stabilitas ekonomi, dan lainnya, tetapi juga
mempunyai implikasi untuk kehidupan di akhirat. Hal inilah yang
membedakan kebijakan fiskal dalam Islam dengan kebijakan fiskal dalam
sistem ekonomi pasar.23 Hal ini berdasarkan Al-Qur’an surat At-Taubah ayat
103, yang artinya:
“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
2. Infak
Secara bahasa, kata infak berarti hal menafkahkan, membelanjakan, dan
berarti pula mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Sedang
kan menurut terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian harta
untuk suatu kebaikan yang diperintahkan Allah SWT.24 Atau infak adalah
22
Salman Ahmed Shaikh, “Sources of Public Finance in an Islamic Economy”, MPRA Paper No.
22998, (Munich: 2010). Hlm 1-18
23
Eko Suprayitno, Radiah Abdul Kader, and Azhar Harun, “The Impact of Zakat on Aggregate
Consumption in Malaysia”, Journal of Islamic Economics, Banking and Finance, Vol. 9 No. 1,
(IBTRA, 2013). Hlm 40-61
24
Gustian Djuanda, dkk., 2006. Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Hlm 11
11
pengeluaran suka rela yang dilakukan seseorang, setiap kali kita memperoleh
rizki, sebanyak yang ia kehendakinya sendiri. Infak berarti memberikan harta
dengan tanpa konpensasi apapun.25
Infak memiliki hikmah yang besar baik bagi pemberi dan penerimanya,
hal ini menumbuhkan sikap mental dan kesadaran bagi orang yang
melaksanakan infak serta merupakan pemenuhan kebutuhan bagi orang yang
menerimanya.26 Islam telah menggariskan tentang kewajiban pemberian
kelebihan harta seseorang, sebagaimana firman Allah:
“…dan mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah:‟yang lebih dari keperluan‟. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir.” (Q.S. Al-
Baqarah: 219).
Perintah wajib menginfakkan kelebihan harta tercantum setelah anjuran
beriman kepada Allah. “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugrahkan
kepada mereka.” (Q.S. AlBaqarah: 3). Menurut Yusuf Qardhawi, Al-Qur‟an
menetapkan infak berupa sebagian dari rizki Allah, maksudnya yang
dinafkahkan itu hanya sebagian, sedangkan sebagian lagi ditabungkan dan
dikembangkan untuk kegiatan produktif.27
3. Sedekah
Kata sedekah berasal dari bahasa arab yaitu shadaqa, artinya benar,
menurut terminologi syariah, pengertian sedekah sama dengan pengertian
infak, termasuk juga hukum dan ketentuannya, penekanan infak berkaitan
dengan materi, sedangkan sedekah memiliki arti lebih luas menyangkut hal
25
Ibid
26
Budi Budiman, “The Potential of Zis Fund as an Instrument in Islamic Economy: Its Theory and
Management Implementation”, Iqtisad Journal of Islamic Economics Vol. 4, No. 2, (2003). Hlm
119-143
27
P. R. M. Faizal, A. A. M. Ridhwan, and A. W. Kalsom , “The Entrepreneurs Characteristic from
al-Quran and alHadis “,International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 4, No. 4,
(2013). Hlm 191-196
12
yang bersifat non-materi.28 Sedekah juga diartikan sebagai pemberian
seseorang secara ikhlas, kepada yang berhak menerimanya yang diiringi oleh
pemberian pahala dari Allah.29
Islam memperbolehkan adanya kepemilikan pribadi, sehingga secara
fitrah terdapat individu-individu yang berinisiatif untuk memperoleh kekayaan
sebanyak banyaknya. Karena Al-Qur‟an mendorong semua orang untuk
berusaha mencari kekayaan untuk dirinya sendiri. Akan tetapi perlu untuk
diakui adanya seseorang lebih kaya dari yang lainnya. Allah berfirman:
“Dan Allah Melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam
hal rizki, …” (Q.S. An-Nahl: 71).
Sedekah tidak ditentukan jumlah dan sasaran penggunaannya, yaitu
semua kebaikan yang diperintahkan oleh Allah. Wujud sedekah tidaklah
terbatas hanya pada halhal yang material saja, akan tetapi dalam sedekah
tercakup halhal yang bersifat non-material, yaitu memberi nasihat,
melaksanakan amar ma‟ruf nahyi munkar, mendamaikan yang berseteru,
membaca tasbih, tahmid, tahlil, dan sebagainya.30 (Retsikas, 2014: 337-357).
28
Hisanori Kato, “Islamic Capitalism: The Muslim Approach to Economic Activities in Indonesia”,
Comparative Civilizations Review Number 71, (2014). Hlm 90-105
29
Makhrus dan Restu Frida Utami, “Peran Filantropi Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat di
Kabupaten Banyumas”, Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM
Universitas Muhammadiyah Purwokerto, (2015). Hlm 175-184
30
Konstantinos Retsikas, “Reconceptualising Zakat in Indonesia”, Indonesia and the Malay World,
Volume 42, Issue 124, (2014). Hlm 337-357
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Etos kerja merupakan, watak, kepribadian, atau sikap yang dimiliki oleh
individu maupun maupun sekelompok masyarakat dalam melakukan suatu
pekerjaan. Seseoarang akan bertindak sesuai dengan kepribadian dirinya.
Dalam bekerja seseorang harus memiliki etos yang baik sehingga apa yang
kita lakukan dapat berjalan lancer, tidak merugikan orang lain dan
mendapatkan keridoaan Allah. Membangun etos kerja sangatlah penting,
karena etos kerja sendiri berfungsi sebagai pendorong ataupun penggerak
sehingga memiliki gairah atau semangat yang positif dalam bekrja. Dalam
pandangan islam, melakukan pekerjaan merupakan suatu kewajiban yang
harus dijalani. Karena dengan bekerja manusia akan mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan bekerja pula manusia dapat menjaga derajat
kemanusiaannya, tidak dinilai rendah seperti orang yang meminta-minta.
Dalam melakuka suatu pekerjaan, bukan hanya dilakukan dengan asal-
asalan. Akan tetapi dalam bekerja harus dilandasi dengan etos kerja yamg
baik. yaitu memiliki sikap, karaker, dan kepribadian yang baik. sehingga
hasil yang didapatkan bermanfaat dunia dan akhirat. Bagaimana seorang
muslim membangun etos kerja dapat kita lihat dalam ayat-ayat al-Qur’an
yang telah Allah jelaskan. Saah satunya terdapat pada Qs al-Anfal ayat 27.
Dimana Allah menjelaskan bahwa, dalam bekerja seseorang harus bisa
menjaga amanat, dalam artian mengerjakan tugasyang dipercayakan
kepadanya dengan sebaik-baiknya. Dan juga masih banyak lagi ayat-ayat al-
Qur’an yang menjelaskan tentang etos kerja yang harus kita pelajari dan
pahami sehingga dapat membangun etos kerja.
2. Zakat, infak dan sedekah merupakan instrument keadilan distribusi dalam
ekonomi Islam. Jika dikelola dengan baik dan professional, fotensi dana
zakat yang besar ini akan berdampak signifikan terhadap perekonomian
Indonesia, khususnya dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Distribusi zakat yang baik akan meningkatkan daya beli masyarakat dan
menyebabkan pemerataan pendapatan, sehingga mampu meminimalisir
kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Zakat dan sedekah terlibat dalam
pengentasan kemiskinan melalui distribusi pendapatan dan mentransfer
kekayaan. Zakat juga digunakan untuk investasi jangka panjang untuk
meningkatkan aspek non pendapatan dari orang miskin seperti kesehatan,
pendidikan, sumber daya fisik, dan pekerjaan.
14
DAFTAR PUSTAKA
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia,
1995),
Andi Agung Prihatna. Filantropi dan Keadilan Sosial di Indonesia, dalam Chaider
S. Bamualim dan Irfan Abubakar (ed), Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus
Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN
Syahid Hidayatullah, 2005),
Astri Fitria, pengaruh eika kerja islam terhadap sikap akuntan dalam perubahan
organisasi dengan komitmen organisasi sebagai variable intervening. Jurnal
maksi, vol 3. Agustus 2003.
15
Ahmad Kaleem and Saima Ahmed, “The Quran and Poverty Allevation: A
Theoretical Model for Charity-Based Islamic Microfinance Institution”, Nonprofit
and Voluntary Sector Quarterly, 39:3, (2010).
Alhasbi S.O. and Ghazali A.H., 1994. Islamic Values and Management, (Kuala
Lumpur: Institute of Islamic Understanding Malaysia.
Muhammad Daud Ali 1988. Sistem Ekonomi Islam; Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI
Press.
Eko Suprayitno, Radiah Abdul Kader, and Azhar Harun, “The Impact of Zakat on
Aggregate Consumption in Malaysia”, Journal of Islamic Economics, Banking and
Finance, Vol. 9 No. 1, (IBTRA, 2013).
Gustian Djuanda, dkk., 2006. Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Makhrus dan Restu Frida Utami, “Peran Filantropi Islam dalam Pemberdayaan
Masyarakat di Kabupaten Banyumas”, Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil
Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, (2015).
Hlm 175-184
16