Bab Ii - 2018294te PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terkait

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggali informasi dari penelitian-penelitian


sebelumnya sebagai bahan rujukkan. Penelitian tentang pengendalian Hybrid SMC dan
PID telah dilakuakan pada beberapa sistem. Hal ini dibuktikan dari penelitian tentang
Sliding Mode Control (SMC) untuk kontrol kecepatan pada Motor Brushless DC[5]
mengatakan pengontrolan kecepatan dapat diatur dengan perpindahan rotor dengan
frekuensi yang bermacam-macam dengan pulses based pada sinyal feedback dari sensor
hall. Hasil dari motor BLDC pada kontrol kecepatan pengendali SMC sangat baik saat
diimplementasikan. Pengendali SMC menampilkan hasil kontrol yang lebih baik dan
cocok untuk ketahanan. Perbandingan dengan pengendali PI yang konvensional pada
motor BLDC dengan pengendali SMC dapat dicapai dengan mengatur kecepatan settling
time dengan lebih sedikit. seperti yang kita lihat pengendali SMC lebih baik dari pada
pengendali PI untuk mengontrol kecepatan pada motor BLDC.

Perancangan Kontrol Kecepatan Motor Arus Searah Tanpa Sikat Menggunakan


Sliding Mode Berbasis PID[1]. Pada peneltian dilakukan dalam perangkat keras
peranacangan mekanik dan elektronik. Perancangan makanik merupakan perancangan
utama pada plant, yaitu berupa motor BLDC serta rem elektromagnetik. Rem
elektromagnetik bekerja untuk memberikan efek pembebanan pada kinerja motor. Selain
perangkat keras berupa motor BLDC dan driver untuk rem elektromagnetik.
Mikrckontroler Adruino juga akan digunkan pada sistem sebagai perantara sensor dan
driver dengan komputer. Serta rangakian pengatur PWM (Pluse Width Modulation) yang
digunakan untuk mengatur besarnya sinyal kontrol yang diberikan pada rem untuk
mengatur besarnya pembebanan megnetik.

Perancangan Pengendali Kecepatan Motor DC Shunt Menggunkan Metode Sliding


Mode Control (SMC) dan Proposional Integral Derivative (PID)[7]. Penelitian ini
mengajukan suatu studi tentang sistem pengendalian pada pengaturan kecepatan motor DC
shunt. Teknik kendali yang digunakan adalah pengendali sliding mode dan proposional
integral dan derivative. Berdasarkan pengamatan, hasil yang diperoleh menunjukkan

II-1
bahwa kedua pengendali yaitu pengendali sliding mode dan PID dapat digunakan pada
plant pengaturan kecepatan motor DC shunt. Namun hasil perbandingan kecepatan dan
sinyal kendali simulasi menunjukkan bahwa pengendali successive sliding mode
menghasilkan performansi kecepatan yang lebih baik dibandingkan pengendali sliding
mode dengan waktu transien cepat dimana diperoleh τ= 0.020detik, ts = 0.5%= 0.1, 2%=
0.08, 5%= 0.06 detik, tr = 0.588 detik, dan td = 0.0138 detik, overshoot = 0.71%, Error
Steady State = 25, dan Time Peak (TP) = 375 detik. Dan sinyal kendali pada successive
sliding mode dengan waktu transien diperoleh τ = 0.012detik, ts = 0.5%= 0.06, 2%= 0.048,
5%= 0.036 detik, tr =0.0353 detik, dan td = 0.0831 detik, overshoot = 0.2%, Error Steady
State = 5, dan Time Peak (TP) = 30 detik.

Studi Performasi Pengendali Siliding Mode dan PID pada pengendali Kecepatan
Motor DC[8]. Penelitian ini diusulkan untuk mempelajari kinerja modus dan PID geser
untuk mengontrol kecepatan motor DC. Studi Kinerja telah dilakukan simulasi di Matlab /
Simulink. Berdasarkan pengamatan, hasilnya menunjukkan bahwa ke dua pengendali yaitu
sliding mode kontrol dan PID menghasilkan kinerja yang baik. Namun, berdasarkan hasil
analisis, mode pengontrol geser menghasilkan kinerja yang lebih baik dari PID controller
dengan perbandingan waktu transien adalah 1: 3 Dengan hasil berikut adalah τ = 0,1001
detik, ts = 0,5005 s, tr = 0,2947 detik, dan td = 0,2487 detik

Berdasrkan kajian pustaka diatas menunjukan bahwa pengendali Hybrid SMC dan
PID memiliki keunggulan yang telah dibuktikan dari beberapa penelitain-penelitian pada
beberapa sistem yang telah menggunakan pengendali hybrid SMC dan PID. Sehingga
penelitian ini diharapkan mampu memberikan nilai set point dan keandalan yang lebih baik
pada sistem Motor Brushless DC yang akan dikendalikan menggunakan pengendali Hybrid
SMC dan PID. Oleh sebab itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Analisa
Pengandalian kecepatan Motor Brushless DC menggunakan pengendali Hybrid SMC
dan PID dengan Metode Hueristik”.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Motor Brushless DC

Secara umum, motor BLDC dianggap sebagai motor dengan performa tinggi yang
mampu menghasilkan torsi yang besar pada rentang kecepatan yang besar. BLDC motor
adalah turunan dari motor DC yang paling umum digunakan, yaitu motor DC dengan sikat,

II-2
dan mereka memiliki kurva karakteristik torsi dan kecepatan yang sama. Perbedaan utama
antara keduanya adalah penggunaan sikat. Masalah besar yang sering terjadi pada motor
DC salah satunya adalah operasi komutasi. Komutasi mekanik menyebabkan keterbatasan
kinerja motor. Jika terjadi overheat, komutator dapat melengkung dan berubah bentuk.
Komutator juga harus terlindung dari kelembaban dan debu, karena akan menyebabkan
kontak dengan brush menjadi tidak sempurna sehingga terjadi sparking. Masih banyak
kekurangan lain yang dimiliki proses komutasi ini.

Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut, maka proses switching dicoba


digantikan oleh komutasi elektronik. Motor yang menggunakan sistem komutasi elektronik
ini dikenal sebagai Electronically Commutated Motor. Electronically commutated
diartikan sebagai fungsi switch mekanik karena Electronically Commutated Motor
beroprasi tanpa brush maka motor jenis ini disebut Motor brushless DC.

Motor Brushless Dirrect Current (BLDC) banyak digunakan untuk penggerak


putaran mulai dari otomotif, peralatan otomasi industri, dan instrumentasi. Motor brushless
DC memiliki karakteristik biaya perawatan yang lebih relatif rendah dan dapat bekerja
dengan kecepatan yang lebih tinggi karena tidak menggunakan brush atau sikat. Motor
brushless DC memiliki efisiensi yang lebih tinggi dari pada motor induksi karena torsi
awal yang lebih tinggi karena rotor terbuat dari magnet permanen. Motor brushless DC
mempunyai magnet yang berputar dengan tetap pada sumbu motor, dengan menggunakan
rotor berupa magnet maka tidak dibutuhkan lagi komutator. Namun ada kelemahan motor
brushless DC dalam pengaturan kecepatan sulit dilakukan baik dalalm keadaan konstan
maupun bervariasi karena memerlukan pengaturan frekuensi atau torsi. Maka dari itu,
diperlukan suatu sistem kendali untuk mendapatkan pengaturan kecepatan yang diinginkan

Motor brushless DC (BLDC) salah satu jenis motor yang popularitasnya mulai
naik. Dikembangkan untuk mengatasi permasalahan sikat pada motor DC yang
memerlukan perawatan ekstra. Motor brushless DC dibedakan menjadi beberapa jenis
seperti inner rotor dan outer rotor. Pada jenis inner rotor posisi rotor berada didalam yang
dikelilingi oleh stator. Sedangkan pada jenis outer rotor posisi rotor berada diluar.

II-3
Gambar 2.1 Konstruksi BLDC Inner Rotor dan Outer Rotor [9]

Prinsip kerja inner rotor dan outer rotor adalah sama, hanya saja kecepatan dan torsi
yang dihasilkan akan berbeda. Outer rotor menghasilkan torsi lebih besaar dan kecepatan
yang lebih lambat dibandingkan dengan inner rotor. Hal tersebut disebabkan oleh
perbedaan jumlah magnet pada rotornya. Semakin banyak magnet pada rotor, maka
pergerakan satu stepnya akan semakin kecil, sehingga membutuhkan pergerakan yang
lebih banyak dalam satu putaran.

Dengan tidak adanya brush pada motor brushless DC, untuk menetukan timing
komutasi yang terdapat pada motor ini sehingga didapatkan torsi dan kecepatan yang
konstan, diperlukan 3 buah sensor Hall dan atau encoder. Pada sensor hall, timing
komutasi ditentukan dengan cara mendeteksi medan magnet rotor dengan menggunakan 3
buah sensor hall untuk mendaptkan 6 kombinasi timing yang bebeda, sedangkan pada
encoder, timimg komutasi ditentukan dengan cara menghitung jumlah pola yang ada pada
encoder.

2.2.2 Konstusksi Motor Brushless DC

Setiap motor BLDC memiliki dua bagian utama, rotor (bagian berputar) dan stator
(bagian stasioner). Bagian penting lainnya dari motor adalah gulungan stator dan magnet
rotor.

A. Rotor
Rotor adalah bagian pada motor yang berputar karena adanya gaya elektromagnetik
dari stator, dimana pada motor DC brushless bagian rotornya berbeda dengan rotor pada
motor DC konvensional yang hanya tersusun dari satu buah elektromagnet yang berada
diantara brushes (sikat) yang terhubung pada dua buah motor hingga delapan pasang kutub

II-4
magnet permanen berbentuk persegi pajang yang saling direkatkan menggunakan semacam
“epoxy” dan tidak ada brushes-nya[10].

Gambar 2.2 Rotor Motor BLDC[10]


B. Stator
Stator adalah bagian pada motor yang diam/statis dimana fungsinya adalah sebagai
medan putar motor untuk memberikan gaya elektromagnetik pada rotor sehingga motor
dapat berputar. Pada motor DC brushless statornya terdiri dari 12 lilitan (elektromagnet)
yang bekerja secara elektromagnetik dimana stator pada motor DC brushless terhubung
dengan tiga buah kabel untuk disambungkan pada rangkaian kontrol sedangkan pada motor
DC konvensional statornya terdiri dari dua buah kutub magnet permanen[10] .

Gambar 2.3 Stator Motor BLDC[10]

2.2.3 Prinsip Kerja Motor Brushless DC

Untuk mengembangkan sebuah motor DC tanpa brush, diambil sebuah dasar yaitu
motor AC, seperti motor induksi dengan rotor sangkar atau motor sinkron dengan magnet
permanen. Dasar pemikirannya adalah motor-motor ini tidak memiliki komutor dan brush,
sehingga motor-motor ini dapat dijalankan dengan sumber DC maka dapat disebut sebagai
motor brushless DC. Jadi jika sebuah motor dengan permanen magnet menggunakan
rangkaian elektronik sebagai pengontrol dan sensor posisi maka motor ini dapat disebut

II-5
sebgai motor brushless DC dengan karakteristik yang hampir sama dengan motor DC
konvensional.

Motor brushless DC ini dapat bekerja ketika stator yang terbuat dari kumparan
diberikan arus 3 fasa. Akibat arus yang melewati kumparan pada stator tombul medan
magnet (B):

Dimana:
N = jumlah lilitan
i = arus
1 = panjang lilitan dan
= permeabilitas bahan
Karena arus yang diberikan berupa arus AC 3 fasa sinusoidal, nilai medan magnet
dan polaritas setiap kumparn akan berubah-ubah setiap saat. Akibat yang ditimbulkan dari
adanya perubahan polaritas dan besar medan magnet tiap kumparan adalah terciptanya
medan putar magnet dengan kecepatan.

Dimana:
f = frekuensi arus input
p = jumlah pole rotor
2.2.4 Model Matematika Motor Brushless DC

Pemodelan matematis dari sistem motor brushless DC tidak benar-benar berbeda


dengan motor DC konvensional. Untuk pemodelan motor DC dapat dilihat pada gambar
2.4.

II-6
Gambar 2.4 Rangkaian motor listrik sederhana[11]

Gambar 2.5 Diagram simetris motor DC[11]

Menggerakan hukum tegangan kirchoff:

Pada kedudukan tetap (kedudukan DC pada frekuensi 0)


Selain itu untuk kedudukan tidak stabil, persamaan 2.3 diatur ulang untuk
menyediakan back EMF, seperti yang ditunjukkan dalam persamaan 2.4 di bawah ini:

Dimana:
Vs = Sumber tegangan DC
i = Arus dinamo
Sama halnya dengan mempertimbangkan sifat matematis dari motor DC,
berdasarkan hukum gerak newton kedua, sifat matematis tergantung pada putaran dari
sistem pengeturan pada gambar 2.4 dan 2.5 kan menjadi hasil beban inertia, m adalah
nilai kecepatan sudut, adalah sama dengan jumlah semua torsi, berikut ini adalah
persamaan 2.5 dan 2.6

Dimana: Te = Putaran elektrik


kf = Gesekan konstan
J = Rotor inersia
= Kecepatan sudut

II-7
TL = Beban mekanik
Putaran elektrik dan back EMF dirumusan menjadi:

e= dan Te =
Dimana:
= Back EMF konstan
= Putaran konstan
Kemudian tulis kembali 2.4 dan 2.5, persamaan 2.8 dan 2.9 maka diperoleh:

Menggunakan transformasi laplace untuk mengevaluasi dua persamaan 2.8 dan


2.9, berikut ini diperoleh dengan tepat (semua kondisi awal diasumsikan 0):

Untuk persamaan 2.8

{ }

Berarti,

Untuk persamaan 2.9

{ }

Berarti,

Tanpa beban untuk TL = 0 persamaan dari 2.13 menjadi

Untuk persamaan 2.14, i pada persamaan 2.11 dapat diganti dengan menggunakan
persamaan berikut:

II-8
( )( *

Persamaan 2.16 menjadi

{( ) }

Kemudian persamaan 2.17 berubah jadi 2.18

{ }

Maka, trasnfer function dapat dicari dengan memnggunakan rasio dan kecepatan
sudut, untuk sumber tegangan Vs adalah:

Fungsi alih tersebut disederhanakan menjadi:

( )
Dengan mempertimbangkan asumsi berikut:

1. Gesekan konstan kecil, yaitu mendekati 0, ini berarti;


2.
3.

Dan nilai 0 diabaikan, penyerdehanaan fungsi alih berubah menjadi;

Jadi, maka disusun kembali dan manipulasi matematis pada JL sebagai berikut, dari
persamaan 2.21 dengan mengalikan pembilan kali penyebut.

II-9
Persamaan 2.22 maka diperoleh rumus sebagai berikut;

Berdasarkan persamaan 2.15 maka diperoleh rumus untuk mechanical (time constant);

Electrical (time constant)

Mensubstitusi Persamaan 2.23 dan 2.24 ke dalam Persamaan 2.22;

Pada permodelan motor brushless DC tidak jauh berbeda dengan motor DC, hal
yang membedakan permodelannya terletak pada fase yang mempengaruhi hasil
keseluruhan model BLDC. Fase khusus yang mempengaruhi resitif dan induktif dari
susunan BLDC. Misalnya pengaturan sederhana dengan simetris 3-fase dan koneksi
internal yang bisa memberikan gambaran singkat tentang keseluruhan konsep yang ada.

Pada persamaan 2.22 – 2.24, kita dapat melihat perbedaan pada motor DC dan
motor BLDC. Perbedaan ini mempengaruhi mekanis awal dan elektrik konstan dikarenkan
mereka merupakan bagian yang sangat penting dalam model parameter.

Gambat 2.6 Diagram Simetris BLDC[11]

II-10
Untuk ketetapan mechanical time constant dengan pengaturan sistematis,
persamaan 2.23 menjadi:


Electrical time constant,



Oleh karena itu dengan adanya susunan sistematis dan fase ke-3, mechanical dan
electrical constant diketahui menjadi:

Mechanical constant,

Electrical constant,

Efek fase,

( *

Sehingga persamaan 2.31 berubah menjadi:

Dimana Ke merupakan nilai dari fase EMF tegangan konstan:


Lalu terdapat hubungan anatara Ke dan Kt yaitu menggunakan tenaga elektrik (sisi
kiri) dan tenaga mekanik (sisi kanan) maka:

II-11

Dimana,

[ ]

[ ]

Kemudian, adapun persamaan untuk motor BLDC dapat diperoleh dari persamaan
2.25 berikut dengan menghitung efek dari konstan dan fase, maka:

Pada perancangan ini motor Brushless DC yang digunakan adalah type Maxson EC
flat 45 mm, berikiut ini adalah spesifikasi motor yang digunkan:

Tabel 2.1 parameter motor brushless DC[18]

Parameter Motor Brushless DC Value Unit


Terminal resistance phase to phase (R) 1.20
Terminal inductance phase to phase (L) 0.560 mH
Putaran konstan 25.5 mNm/A
Kecepatan konstan 37.4 Rpm/V
Gradasi kecepatan/ putaran 17.6 Rpm/mNm
Mechanical time constant 17.1 ms
Rotor inertia (J) 92.5
Number of phasa 3

2.2.5 Sliding Mode Control (SMC)

Sliding Mode Control (SMC) merupakan sebuah kendali umpan balik pensaklaran
berkecepatan tinggi yang efektif dan kokoh dalam mengendalikan sistem linear maupun
non-linear. Sistem kendali ini kokoh karena menyediakan sebuah metoda perancangan
sistem yang tidak peka terhadap ketidakpastian parameter lingkungan dan gangguan dari
luar. SMC merupakan pengendali yang didesain dengan menyediakan sebuah pendekatan
sistematis, dan memiliki performa yang konsisten didalam ketidakpastian model

II-12
parameter. Pengendali SMC telah sukses dalam penggunaan manipulasi robot, mesin
kendaraan, transmisi otomatis, elektrik motor dan sistem tenaga listrik[12].
Pada prinsipnya, SMC menggunakan sebuah hukum kendali pensaklaran
berkecepatan tinggi untuk membawa trajektori status dalam dari sistem linear/non-linear
kedalam sebuah permukaan tertentu dalam ruang status permukaan luncur/ sliding surface,
kemudian trajektori status tersebut dipelihara agar tetap meluncur pada permukaan
tersebut. Proses pemeliharaan trajektori status pada permukaan luncur mengakibatkan
terjadinya osilasi pada permukaan luncur. Osilasi ini sering disebut dengan chattering.
Fenomena chattering pada permukaan luncur akan berdampak pada stabilitas dari sistem
kendali[12].

Gambar 2.7 Diagram Trajektori Status[13].

2.2.6 Chattering

SMC merupakan pengendali berumpan balik dengan pensaklaran berkecepatan


tinggi (High Speed Swittching Feedback), sehingga dalam proses SMC mengalami
chattering yang dapat menggagu kestabilan sistem[13].

Gambar 2.8 Fenomena Chattering Effect[13]

II-13
Chattering adalah sebuah fenomena perubahan kendali dengan frekuensi tinggi
ketika trajektori disekitar permukaan bidang luncur dan ketika harga signum sering
berubah-ubah. Beberapa cara untuk mengurangi chattering adalah dengan memperluas
fungsi signum menjadi saturasi, atau mengganti fungsi signum dengan arus tangen[13].

a. Fungsi Saturasi b. Fungsi Arcus Tangen

Gambar 2.9 Fungsi saturasi dan Fungsi Arcus Tangen [13]

2.2.7 Perancangan Permukaan Luncur

Stoline (1985) dalam penelitiannya menuliskan bahwa perancangan luncur dapat


rumuskan dengan persamaan awal sebagai berikut [14]:

xn (t) = f (x) + b (x,t) . U + d (t)


Dimana U merupakan input kendali, x merupakan faktor keadaan, f(x,t) dan b(x,t)
berupa fungsi terbatas, d(t) gangguan eksternal. Jika xd merupakan x yang diinginkan
maka tracking errornya dapat dinyatakan dengan:

e(t) = x(t) – xd (t)


Fungsi swicthing yaitu permukaan S (x,t) didalam ruang keadaan Rn, memenuhi
persamaan (Slotine 1985):

( *

Dengan berupa konstanta positif. Dimana fungsi swicthing ini digunakan untuk
menentukan besarnya nilai U agar memenuhi kondisi sliding.

Permukaan luncur (sliding surface) merupakan persamaan yang memenuhi:

II-14
Besar nilai control input pada SMC bergantung pada nilai S, sehingga memenuhi
pertidaksamaan yang disebut kondisi sliding. Kondisi tersebut ditulis dalam bentuk sebagai
berikut:

̇ | |
Keterangan:
S = Permukaan Luncur
= Konstanta Positif
n = Orde Sistem
e = Error

Gambar 2.10 permukaan luncur pada sliding mode[14]

2.2.8 Sinyal Kendali

Untuk mendapatkan suatu sinyal yang mampu membawa trajektori menuju


permukaan luncur dan mempertahankan status trajektori tetap berada disekitar permukaan
luncur. Dalam kendali SMC terdapat dua sinyal kendali. Pertama adalah sinyal kendali
ekivalen (ueq) yang berfungsi untuk membawa status trayektori menuju permukaan luncur.
Dan sinyal kendali kedua adalah sinyal kendali natural (u n) yang berfungsi untuk
mempetahankan status trayektori agar tetap berada pada permukaan luncur [14].

Keterangan:
u = Sinyal Kendali

ueq = Sinyal Kendali Ekivalen

un = Sinyal Kendali Natural


2.2.9 Persamaan Lyapunov

II-15
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menguji suatu sistem proses.
Lyapunov adalah salah satu metode yang dapat digunakan menguji kestabilan suatu proses.
Lyapunov mengembangkan metode untuk menentukan kestabilan berdasarkan pengamatan
enegi yang disimpan. Dengan menggunakan persamaan lyapunov, maka stabilitas dari
sistem proses yang berbrntuk linear maupun non-linear dapat ditentukan[14].

Alexander Mikhalovich Lyapunov, merupakan seorang ilmuan dari Rusia, telah


mengembangkan metode untuk menentukan stabilitas dari sistem proses didasarkan dari
penghematan energi yang disimpan. Menurut Lyapunov, hubungan antara kestabilan dan
energi adalah sebagai berikut: Sistem dikatan stabil apabila energi yang disimpan makin
lama makin besar, maka osilasi yang terjadi semakin lama semakin besar juga. Agar sistem
dapat dianalisis kestabilannya maka perlu dibuat modek matematis yang menghubungkan
antara masukan, proses dan keluaran.[14].

Pada pengandali, diharapkan agar keluaran suatu respon menuju pada set point
yang diberikan. Hal ini identik pada nilai error yang menuju nol. Berdasarkan teori state
space dimana error dapat diambil sebagai variabel state maka dapat juga diambil suatu
fungsi saklar:

Yang memenuhi
̇ ̇

2.2.10 Propotional Integral Derivative (PID)

Pengendali PID adalah salah satu pengendali yang terdiri dari perpaduan tiga aksi
dasar kendali yaitu Proposional, Integral, Derivative. Pada masing-masing miliki aksi
yang khas pada tiap-tiap kekurangan, tapi pengendali P, I, dan D dapat saling menutupi
dengan menggabungkan ketiganya dan merangkai secara paralel menghasilkan pengendali
PID. Pengendali PID merupakan pengendali berumpanbalik yang populer didunia industri.
Pada masing- masing aksi keseluruhan memiliki tujuan untuk mempercepat reaksi sebuah
sistem yang mampu menghilang offset dan menghasilkan perubahan yang besar [15].
Untuk menunjukkan bentuk umum dari aksi ketiga pengendali P, I, dan D dapat
dengan rumus berikut:

II-16

Persamaan 2. diubah kedalam bentuk laplace menjadi

Dimana:
Kp = Propsional Gain
Ki = Integral Gain
Kd = Derivative Gain

Pengendali proposional (Kp) akan memberikan efek mengurangi waktu naik, tetapi
tidak menghapus error steady state. Pengendali integral (Ki) akan memberikan efek
menghapus error staady state tetapi berakibat buruk saat menanggapi respon. Pengendali
derivative (Kd) berdampak pada meningkatnya stabilitas sistem, menurangi kesalahan
keadaan tunak dan menaikan respon transien. Hubungan dari aksi tiga pengendali tersebut
ditunjukan pada table 2.2.

A. Penalaan Parameter PID

Penalaan atau tuning parameter P, I, dan D merupakan hal krusial dalam desain
pengendali PID. Untuk itu perlu dilakukan penalaan terhadap parameter tersebut. Metode
penalaan parameter pengendali yang digunakan adalah metode uji coba atau metode
heuristik atau metode uji coba yaitu dengan mengkombinaksikan anatara parameter
pengndali hingga didapatkan respon yang memuaskan.

Hubungan dari ketiga aksi pengendalian tersebut ditujukkan pada Table 2.2

Table 2.2 Hubungan antara kendali P, I, dan D[15]

Respon lup Kesalahan


Waktu naik overshoot Waktu turun
tertutup keadaan tunak
Kp Menurun Meningkat Perubahan kecil Menurun
Ki Menurun Meningkat Meningkat Hilang
Kd Perubahan kecil Menurun Menurun Perubahan kecil

B. Pengendali PID Metode Heuristik

II-17
Metode Heuristik merupakan sebuah metode pemecah masalah menggunakan
eksplorasi dan cara coba-coba. Heuristik adalah suatu metode untuk bisa menyelesaikan
solusi secara penalaan. Rancangan metode heuristik ini diperoleh dengan cara perubahan
parameter yang disesuaikan dengan kinerja plant yang akan dikendalikan. Untuk
perancangan sistem pengendali PID dilakukan pencarian nilai besarnya Kp, Ki, dan Kd.
Maka pengujian dilakukan dengan beberapa tahap, dengan penalaan (Heuristik
Method)[16].

1. Penalaan pengendali dimulai dengan hanya menggunkan pengendali P.


2. Kemudian baru ditambahkan pengendali I.
3. Dan terakhir ditambahkan dengan pengendali D.

Pemberian nilai parameter disesuaikan dengan karakteristik respon sistem yang diperoleh.

2.2.11 Program Matlab

Matlab merupakan singkatan dari Matrix Laboratori yang berarti bahasa


pemograman level tinggi dengan kinerja tinggi untuk komputasi masalah teknik. Matlab
mengintgrasikan komputasi, visualisasi, dan pemograman dalam sebuah lingkungan
tunggal. Matlab memberikan sistem interaktif yang menggunkan konsep array/matrix
sebagai variabel elemennya tanpa membutuhkan pendeklerasiannya array[17].
Matlab dikembangkan oleh Mathwork pada tahhun 1970. Aplikasi matlab itu
sendiri banyak digunakakn dalam bidang yang membutuhkan perhitungan matematika
yang rumit, dimana seluruh operasi perhitungan dalam matlab berupa operasi matrix.
Matlab dapat menghasilakn operasi perhitungan dalam bentuk plot grafik dan dapat juga
dirancang menggunakan GUI (Graphical User Interface) yang kita rancang. Pada sofware
Matlab 7.8.0 (R2014a) terdapat beberapa bagian penting yang digunakan dalam
menjalankan program yaitu:

1. Command window digunakan untuk mengetik fungsi yang diinginkan.


2. Command history berfungsi agar yang telah digunakan sebelumnya dapat
digunakan kembali.
3. Workspace digunakan untuk membuat variabel yang ada dalam matlab.

II-18
Gambar 2.11 Tampilann Matlab 7.8.0 (R2014a) [16]

2.2.12 Simulink-Matlab

Simulink adalah sebuah kumpulan aplikasi dalam Matlab untuk melakukan


modeling, simulasi, dan melakukan analisis dinamik pada suatu sistem. Program simulink
memudahkan user untuk membuat suatu simulasi lebih interaktif. Tiruan sistem
diharapkan mempunyai perilaku yang sangat mirip dengan sistem fisik. Jika digunakan
dengan benar, simulasi akan membantu proses analisis dan desain sistem [17].

Simulink dalam matlab juga dapat menunjukkan performasi sistem dalam bentuk
grafik dua dimensi ataupun tiga dimensi. Dalam perancangannya user dibantu oleh blok-
blokdiagram yang dapat dengan mudah diatur sedemikian rupa, sesuai dengan model
matematis dari sistem atau plant yang dikendalikan. [17].

II-19

Anda mungkin juga menyukai