Bab Ii - 2018294te PDF
Bab Ii - 2018294te PDF
Bab Ii - 2018294te PDF
TINJAUAN PUSTAKA
II-1
bahwa kedua pengendali yaitu pengendali sliding mode dan PID dapat digunakan pada
plant pengaturan kecepatan motor DC shunt. Namun hasil perbandingan kecepatan dan
sinyal kendali simulasi menunjukkan bahwa pengendali successive sliding mode
menghasilkan performansi kecepatan yang lebih baik dibandingkan pengendali sliding
mode dengan waktu transien cepat dimana diperoleh τ= 0.020detik, ts = 0.5%= 0.1, 2%=
0.08, 5%= 0.06 detik, tr = 0.588 detik, dan td = 0.0138 detik, overshoot = 0.71%, Error
Steady State = 25, dan Time Peak (TP) = 375 detik. Dan sinyal kendali pada successive
sliding mode dengan waktu transien diperoleh τ = 0.012detik, ts = 0.5%= 0.06, 2%= 0.048,
5%= 0.036 detik, tr =0.0353 detik, dan td = 0.0831 detik, overshoot = 0.2%, Error Steady
State = 5, dan Time Peak (TP) = 30 detik.
Studi Performasi Pengendali Siliding Mode dan PID pada pengendali Kecepatan
Motor DC[8]. Penelitian ini diusulkan untuk mempelajari kinerja modus dan PID geser
untuk mengontrol kecepatan motor DC. Studi Kinerja telah dilakukan simulasi di Matlab /
Simulink. Berdasarkan pengamatan, hasilnya menunjukkan bahwa ke dua pengendali yaitu
sliding mode kontrol dan PID menghasilkan kinerja yang baik. Namun, berdasarkan hasil
analisis, mode pengontrol geser menghasilkan kinerja yang lebih baik dari PID controller
dengan perbandingan waktu transien adalah 1: 3 Dengan hasil berikut adalah τ = 0,1001
detik, ts = 0,5005 s, tr = 0,2947 detik, dan td = 0,2487 detik
Berdasrkan kajian pustaka diatas menunjukan bahwa pengendali Hybrid SMC dan
PID memiliki keunggulan yang telah dibuktikan dari beberapa penelitain-penelitian pada
beberapa sistem yang telah menggunakan pengendali hybrid SMC dan PID. Sehingga
penelitian ini diharapkan mampu memberikan nilai set point dan keandalan yang lebih baik
pada sistem Motor Brushless DC yang akan dikendalikan menggunakan pengendali Hybrid
SMC dan PID. Oleh sebab itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Analisa
Pengandalian kecepatan Motor Brushless DC menggunakan pengendali Hybrid SMC
dan PID dengan Metode Hueristik”.
Secara umum, motor BLDC dianggap sebagai motor dengan performa tinggi yang
mampu menghasilkan torsi yang besar pada rentang kecepatan yang besar. BLDC motor
adalah turunan dari motor DC yang paling umum digunakan, yaitu motor DC dengan sikat,
II-2
dan mereka memiliki kurva karakteristik torsi dan kecepatan yang sama. Perbedaan utama
antara keduanya adalah penggunaan sikat. Masalah besar yang sering terjadi pada motor
DC salah satunya adalah operasi komutasi. Komutasi mekanik menyebabkan keterbatasan
kinerja motor. Jika terjadi overheat, komutator dapat melengkung dan berubah bentuk.
Komutator juga harus terlindung dari kelembaban dan debu, karena akan menyebabkan
kontak dengan brush menjadi tidak sempurna sehingga terjadi sparking. Masih banyak
kekurangan lain yang dimiliki proses komutasi ini.
Motor brushless DC (BLDC) salah satu jenis motor yang popularitasnya mulai
naik. Dikembangkan untuk mengatasi permasalahan sikat pada motor DC yang
memerlukan perawatan ekstra. Motor brushless DC dibedakan menjadi beberapa jenis
seperti inner rotor dan outer rotor. Pada jenis inner rotor posisi rotor berada didalam yang
dikelilingi oleh stator. Sedangkan pada jenis outer rotor posisi rotor berada diluar.
II-3
Gambar 2.1 Konstruksi BLDC Inner Rotor dan Outer Rotor [9]
Prinsip kerja inner rotor dan outer rotor adalah sama, hanya saja kecepatan dan torsi
yang dihasilkan akan berbeda. Outer rotor menghasilkan torsi lebih besaar dan kecepatan
yang lebih lambat dibandingkan dengan inner rotor. Hal tersebut disebabkan oleh
perbedaan jumlah magnet pada rotornya. Semakin banyak magnet pada rotor, maka
pergerakan satu stepnya akan semakin kecil, sehingga membutuhkan pergerakan yang
lebih banyak dalam satu putaran.
Dengan tidak adanya brush pada motor brushless DC, untuk menetukan timing
komutasi yang terdapat pada motor ini sehingga didapatkan torsi dan kecepatan yang
konstan, diperlukan 3 buah sensor Hall dan atau encoder. Pada sensor hall, timing
komutasi ditentukan dengan cara mendeteksi medan magnet rotor dengan menggunakan 3
buah sensor hall untuk mendaptkan 6 kombinasi timing yang bebeda, sedangkan pada
encoder, timimg komutasi ditentukan dengan cara menghitung jumlah pola yang ada pada
encoder.
Setiap motor BLDC memiliki dua bagian utama, rotor (bagian berputar) dan stator
(bagian stasioner). Bagian penting lainnya dari motor adalah gulungan stator dan magnet
rotor.
A. Rotor
Rotor adalah bagian pada motor yang berputar karena adanya gaya elektromagnetik
dari stator, dimana pada motor DC brushless bagian rotornya berbeda dengan rotor pada
motor DC konvensional yang hanya tersusun dari satu buah elektromagnet yang berada
diantara brushes (sikat) yang terhubung pada dua buah motor hingga delapan pasang kutub
II-4
magnet permanen berbentuk persegi pajang yang saling direkatkan menggunakan semacam
“epoxy” dan tidak ada brushes-nya[10].
Untuk mengembangkan sebuah motor DC tanpa brush, diambil sebuah dasar yaitu
motor AC, seperti motor induksi dengan rotor sangkar atau motor sinkron dengan magnet
permanen. Dasar pemikirannya adalah motor-motor ini tidak memiliki komutor dan brush,
sehingga motor-motor ini dapat dijalankan dengan sumber DC maka dapat disebut sebagai
motor brushless DC. Jadi jika sebuah motor dengan permanen magnet menggunakan
rangkaian elektronik sebagai pengontrol dan sensor posisi maka motor ini dapat disebut
II-5
sebgai motor brushless DC dengan karakteristik yang hampir sama dengan motor DC
konvensional.
Motor brushless DC ini dapat bekerja ketika stator yang terbuat dari kumparan
diberikan arus 3 fasa. Akibat arus yang melewati kumparan pada stator tombul medan
magnet (B):
Dimana:
N = jumlah lilitan
i = arus
1 = panjang lilitan dan
= permeabilitas bahan
Karena arus yang diberikan berupa arus AC 3 fasa sinusoidal, nilai medan magnet
dan polaritas setiap kumparn akan berubah-ubah setiap saat. Akibat yang ditimbulkan dari
adanya perubahan polaritas dan besar medan magnet tiap kumparan adalah terciptanya
medan putar magnet dengan kecepatan.
Dimana:
f = frekuensi arus input
p = jumlah pole rotor
2.2.4 Model Matematika Motor Brushless DC
II-6
Gambar 2.4 Rangkaian motor listrik sederhana[11]
Dimana:
Vs = Sumber tegangan DC
i = Arus dinamo
Sama halnya dengan mempertimbangkan sifat matematis dari motor DC,
berdasarkan hukum gerak newton kedua, sifat matematis tergantung pada putaran dari
sistem pengeturan pada gambar 2.4 dan 2.5 kan menjadi hasil beban inertia, m adalah
nilai kecepatan sudut, adalah sama dengan jumlah semua torsi, berikut ini adalah
persamaan 2.5 dan 2.6
II-7
TL = Beban mekanik
Putaran elektrik dan back EMF dirumusan menjadi:
e= dan Te =
Dimana:
= Back EMF konstan
= Putaran konstan
Kemudian tulis kembali 2.4 dan 2.5, persamaan 2.8 dan 2.9 maka diperoleh:
{ }
Berarti,
{ }
Berarti,
Untuk persamaan 2.14, i pada persamaan 2.11 dapat diganti dengan menggunakan
persamaan berikut:
II-8
( )( *
{( ) }
{ }
Maka, trasnfer function dapat dicari dengan memnggunakan rasio dan kecepatan
sudut, untuk sumber tegangan Vs adalah:
( )
Dengan mempertimbangkan asumsi berikut:
Jadi, maka disusun kembali dan manipulasi matematis pada JL sebagai berikut, dari
persamaan 2.21 dengan mengalikan pembilan kali penyebut.
II-9
Persamaan 2.22 maka diperoleh rumus sebagai berikut;
Berdasarkan persamaan 2.15 maka diperoleh rumus untuk mechanical (time constant);
Pada permodelan motor brushless DC tidak jauh berbeda dengan motor DC, hal
yang membedakan permodelannya terletak pada fase yang mempengaruhi hasil
keseluruhan model BLDC. Fase khusus yang mempengaruhi resitif dan induktif dari
susunan BLDC. Misalnya pengaturan sederhana dengan simetris 3-fase dan koneksi
internal yang bisa memberikan gambaran singkat tentang keseluruhan konsep yang ada.
Pada persamaan 2.22 – 2.24, kita dapat melihat perbedaan pada motor DC dan
motor BLDC. Perbedaan ini mempengaruhi mekanis awal dan elektrik konstan dikarenkan
mereka merupakan bagian yang sangat penting dalam model parameter.
II-10
Untuk ketetapan mechanical time constant dengan pengaturan sistematis,
persamaan 2.23 menjadi:
∑
∑
∑
∑
Oleh karena itu dengan adanya susunan sistematis dan fase ke-3, mechanical dan
electrical constant diketahui menjadi:
Mechanical constant,
Electrical constant,
Efek fase,
( *
√
Sehingga persamaan 2.31 berubah menjadi:
√
Lalu terdapat hubungan anatara Ke dan Kt yaitu menggunakan tenaga elektrik (sisi
kiri) dan tenaga mekanik (sisi kanan) maka:
II-11
√
Dimana,
[ ]
[ ]
Kemudian, adapun persamaan untuk motor BLDC dapat diperoleh dari persamaan
2.25 berikut dengan menghitung efek dari konstan dan fase, maka:
Pada perancangan ini motor Brushless DC yang digunakan adalah type Maxson EC
flat 45 mm, berikiut ini adalah spesifikasi motor yang digunkan:
Sliding Mode Control (SMC) merupakan sebuah kendali umpan balik pensaklaran
berkecepatan tinggi yang efektif dan kokoh dalam mengendalikan sistem linear maupun
non-linear. Sistem kendali ini kokoh karena menyediakan sebuah metoda perancangan
sistem yang tidak peka terhadap ketidakpastian parameter lingkungan dan gangguan dari
luar. SMC merupakan pengendali yang didesain dengan menyediakan sebuah pendekatan
sistematis, dan memiliki performa yang konsisten didalam ketidakpastian model
II-12
parameter. Pengendali SMC telah sukses dalam penggunaan manipulasi robot, mesin
kendaraan, transmisi otomatis, elektrik motor dan sistem tenaga listrik[12].
Pada prinsipnya, SMC menggunakan sebuah hukum kendali pensaklaran
berkecepatan tinggi untuk membawa trajektori status dalam dari sistem linear/non-linear
kedalam sebuah permukaan tertentu dalam ruang status permukaan luncur/ sliding surface,
kemudian trajektori status tersebut dipelihara agar tetap meluncur pada permukaan
tersebut. Proses pemeliharaan trajektori status pada permukaan luncur mengakibatkan
terjadinya osilasi pada permukaan luncur. Osilasi ini sering disebut dengan chattering.
Fenomena chattering pada permukaan luncur akan berdampak pada stabilitas dari sistem
kendali[12].
2.2.6 Chattering
II-13
Chattering adalah sebuah fenomena perubahan kendali dengan frekuensi tinggi
ketika trajektori disekitar permukaan bidang luncur dan ketika harga signum sering
berubah-ubah. Beberapa cara untuk mengurangi chattering adalah dengan memperluas
fungsi signum menjadi saturasi, atau mengganti fungsi signum dengan arus tangen[13].
( *
Dengan berupa konstanta positif. Dimana fungsi swicthing ini digunakan untuk
menentukan besarnya nilai U agar memenuhi kondisi sliding.
II-14
Besar nilai control input pada SMC bergantung pada nilai S, sehingga memenuhi
pertidaksamaan yang disebut kondisi sliding. Kondisi tersebut ditulis dalam bentuk sebagai
berikut:
̇ | |
Keterangan:
S = Permukaan Luncur
= Konstanta Positif
n = Orde Sistem
e = Error
Keterangan:
u = Sinyal Kendali
II-15
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menguji suatu sistem proses.
Lyapunov adalah salah satu metode yang dapat digunakan menguji kestabilan suatu proses.
Lyapunov mengembangkan metode untuk menentukan kestabilan berdasarkan pengamatan
enegi yang disimpan. Dengan menggunakan persamaan lyapunov, maka stabilitas dari
sistem proses yang berbrntuk linear maupun non-linear dapat ditentukan[14].
Pada pengandali, diharapkan agar keluaran suatu respon menuju pada set point
yang diberikan. Hal ini identik pada nilai error yang menuju nol. Berdasarkan teori state
space dimana error dapat diambil sebagai variabel state maka dapat juga diambil suatu
fungsi saklar:
Yang memenuhi
̇ ̇
Pengendali PID adalah salah satu pengendali yang terdiri dari perpaduan tiga aksi
dasar kendali yaitu Proposional, Integral, Derivative. Pada masing-masing miliki aksi
yang khas pada tiap-tiap kekurangan, tapi pengendali P, I, dan D dapat saling menutupi
dengan menggabungkan ketiganya dan merangkai secara paralel menghasilkan pengendali
PID. Pengendali PID merupakan pengendali berumpanbalik yang populer didunia industri.
Pada masing- masing aksi keseluruhan memiliki tujuan untuk mempercepat reaksi sebuah
sistem yang mampu menghilang offset dan menghasilkan perubahan yang besar [15].
Untuk menunjukkan bentuk umum dari aksi ketiga pengendali P, I, dan D dapat
dengan rumus berikut:
II-16
∫
Dimana:
Kp = Propsional Gain
Ki = Integral Gain
Kd = Derivative Gain
Pengendali proposional (Kp) akan memberikan efek mengurangi waktu naik, tetapi
tidak menghapus error steady state. Pengendali integral (Ki) akan memberikan efek
menghapus error staady state tetapi berakibat buruk saat menanggapi respon. Pengendali
derivative (Kd) berdampak pada meningkatnya stabilitas sistem, menurangi kesalahan
keadaan tunak dan menaikan respon transien. Hubungan dari aksi tiga pengendali tersebut
ditunjukan pada table 2.2.
Penalaan atau tuning parameter P, I, dan D merupakan hal krusial dalam desain
pengendali PID. Untuk itu perlu dilakukan penalaan terhadap parameter tersebut. Metode
penalaan parameter pengendali yang digunakan adalah metode uji coba atau metode
heuristik atau metode uji coba yaitu dengan mengkombinaksikan anatara parameter
pengndali hingga didapatkan respon yang memuaskan.
Hubungan dari ketiga aksi pengendalian tersebut ditujukkan pada Table 2.2
II-17
Metode Heuristik merupakan sebuah metode pemecah masalah menggunakan
eksplorasi dan cara coba-coba. Heuristik adalah suatu metode untuk bisa menyelesaikan
solusi secara penalaan. Rancangan metode heuristik ini diperoleh dengan cara perubahan
parameter yang disesuaikan dengan kinerja plant yang akan dikendalikan. Untuk
perancangan sistem pengendali PID dilakukan pencarian nilai besarnya Kp, Ki, dan Kd.
Maka pengujian dilakukan dengan beberapa tahap, dengan penalaan (Heuristik
Method)[16].
Pemberian nilai parameter disesuaikan dengan karakteristik respon sistem yang diperoleh.
II-18
Gambar 2.11 Tampilann Matlab 7.8.0 (R2014a) [16]
2.2.12 Simulink-Matlab
Simulink dalam matlab juga dapat menunjukkan performasi sistem dalam bentuk
grafik dua dimensi ataupun tiga dimensi. Dalam perancangannya user dibantu oleh blok-
blokdiagram yang dapat dengan mudah diatur sedemikian rupa, sesuai dengan model
matematis dari sistem atau plant yang dikendalikan. [17].
II-19