20230404-Ngaji Alkes Kota Kediri PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 38

NGAJI Pengadaan

Bincang Seputar Pengadaan Barang/Jasa Kesehatan


( Bag ian Pen g ad aan Baran g / J as a Kot a Ked iri)

SAIFUDIN ZUHRI, S.Si. MM.


085330088181
SAIFUDIN ZUHRI, S.Si. MM
ALAMAT : JL. YOS SUDARSO III /16 TULUNGAGUNG
TELPON : 0853 3008 8181
EMAIL : [email protected]
FB : saifudin.zuhri.17

- FUNGSIONAL AHLI MADYA PENGELOLA PBJ KAB. TULUNGAGUNG


- FASILITATOR PENGADAAN B/J LEVEL 4 LKPP
- PROBITY ADVISOR LKPP
- DEWAN PENGURUS NASIONAL IFPI
- DEWAN PENGURUS DAERAH IAPI JAWA TIMUR
- PRAKTISI DAN KONSULTAN PENGADAAN B/J PADA BLUD
- KONSULTAN MANAJEMEN KESEHATAN BNSP
Alat Kesehatan
Alat Kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implant
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Pasal 1 angka 5 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Obat
Bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi pada manusia
Pasal 1 angka 8 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman,
berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau/

Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan,


pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan
alat kesehatan harus memenuhi standar mutu
pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah

Pasal 98 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika - PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi & Alkes
Pasal 6
Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan terdiri dari penyaluran
dan penyerahan

Pasal 9
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
memperoleh izin edar dari Menteri
Pasal 15
Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan
oleh:
a. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi yang berupa bahan obat,
obat dan alat kesehatan

PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi & Alkes


Izin Edar Alat Kesehatan
(1) Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan
PKRT yang diproduksi, diimpor, dirakit dan/atau dikemas
ulang, yang akan diedarkan di wilayah Negara Republik
Indonesia harus memiliki Izin Edar
(2) Izin Edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
oleh Menteri
.
(3) Menteri mendelegasikan pemberian Izin Edar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur
Jenderal

Permenkes No. 62/2017 ttg Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro Dan PKRT
CONTOH AKD/AKL DAN PKD/PKL
Sanksi Izin Edar

Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah.

Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 1,5 miliar
rupiah.

UU no. 36 Tahun 2009 ttg KESEHATAN


Dikecualikan dari ketentuan Izin Edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, untuk:
a. Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro yang masuk ke wilayah Negara Republik
Indonesia melalui mekanisme jalur khusus
Dikecualikan (Special Access Scheme) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;

izin edar b. Alat Kesehatan dan PKRT tertentu yang


diproduksi oleh perusahaan rumah tangga;
dan/atau
c. Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Pasal 5 Permenkes No. 62/2017 ttg Izin Vitro dan PKRT karena alasan tertentu yang
Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan
Diagnostik In Vitro Dan PKRT ditetapkan oleh Menteri
(1) Perusahaan Rumah Tangga hanya dapat memproduksi Alat
Kesehatan dan PKRT tertentu yang memenuhi persyaratan
keamanan, mutu, dan manfaat.

(2) Alat Kesehatan dan PKRT tertentu sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. produk yang menggunakan peralatan manual sampai semi
Dikecualikan otomatis dalam proses produksinya;
b. produk yang berisiko rendah bagi pengguna;
(Perusahaan c. produk non-invasif;
d. produk non-steril;
Rumah Tangga) e. produk non-elektrik;
f. produk tidak mengandung antiseptik dan desinfektan; dan
g. proses produksi tidak perlu penanganan limbah.
Permenkes No. 70/2014 ttg Perusahaan
Rumah Tangga Alat Kesehatan Dan (3) Daftar jenis Alat Kesehatan dan PKRT tertentu sebagaimana
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
Setiap Perusahaan Rumah Tangga wajib memiliki
1 Sertifikat Perusahaan Rumah Tangga dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Sertifikat Perusahaan Rumah Tangga hanya dapat


diberikan kepada Perusahaan Rumah Tangga yang
2 telah mendapatkan penyuluhan dari petugas
kesehatan yang berwenang di dinas kesehatan provinsi
yang dibuktikan dengan surat keterangan/rekomendasi
Sertifikat
Perusahaan Rumah Tangga Sertifikat Perusahaan Rumah Tangga berlaku
3 sebagai izin edar untuk setiap produk yang
diedarkan di wilayah provinsi tempat dinas
Permenkes No. 70/2014 ttg Perusahaan kesehatan kabupaten/kota pemberi izin
Rumah Tangga Alat Kesehatan Dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Dalam hal produk diedarkan di luar wilayah
4 provinsi, harus memiliki izin edar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
10

PKRT / Alkes
Perusahaan Rumah Tangga dilarang memproduksi
jenis Alat Kesehatan dan/atau PKRT tertentu selain
yang tercantum dalam Sertifikat Perusahaan Rumah
Tangga

11
Perusahaan Rumah Tangga selain melakukan produksi, dapat
juga menyalurkan dan mengedarkan jenis Alat Kesehatan
dan/atau PKRT tertentu yang diproduksinya sebagaimana
tercantum dalam Sertifikat Perusahaan Rumah Tangga

Permenkes No. 70/2014 ttg Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan Dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
BOLEH DIPERJUALBELIKAN
TANPA IZIN EDAR

Permenkes No. 70/2014 ttg


Perusahaan Rumah Tangga Alat
Kesehatan Dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
Pasal 5 Permenkes No 1191/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan
KUALIFIKASI PENYEDIA
(1) Penyaluran alat kesehatan hanya dapat
dilakukan oleh PAK, Cabang PAK, dan toko
alat kesehatan.
(2) Selain penyalur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), alat kesehatan tertentu dalam
jumlah terbatas dapat disalurkan oleh
apotek dan pedagang eceran obat

Izin Penyaluran Alat Kesehatan (IPAK)

Izin Cabang Penyaluran Alat Kesehatan


APOTEK
Toko Alat Kesehatan (Alkes Tertentu) Pedagang Eceran Obat
#02
Pengadaan Obat
Izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi bagi
produk obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen
makanan, dan makanan yang dikeluarkan oleh Badan
Nomor Izin Edar (NIE) Obat Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia agar
atau produk tersebut secara sah dapat diedarkan di wilayah
Nomor Registrasi Obat Indonesia

Nomor Izin Edar (NIE) atau Nomor Registrasi Obat


terdiri dari 15 digit, contoh :
Peraturan Kepala Badan POM No.
HK.00.05.1.23.3516 Tentang Izin
Edar Produk Obat, Obat Tradisional, DKL1234567891A1
Kosmetik, Suplemen Makanan Dan
Makanan Yang Bersumber, Digit Pertama Digit Kedua Digit ketiga
Mengandung, Dari Bahan Tertentu D = Nama Dagang B = Obat Bebas L = Lokal
Dan Atau Mengandung Alkohol G = Generik T = Obat Bebas Terbatas I = Impor
K = Obat Keras
P = Psikotropika
N = Narkotika
Titik Kritis Obat
1 Komposisi / Kandungan Obat

2 Pelaku Distribusi Obat

3 Tanggal Kedaluwarsa
Perpres No 82 Tahun 2018 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

Pengadaan obat, alkes dan/atau BMHP oleh


FK milik Pemerintah maupun swasta untuk
Pasal 60 ayat (1) program JK dilakukan melalui e-purchasing
berdasarkan katalog elektronik

Dalam hal pengadaan obat, alkes dan/atau


bmhp belum dapat dilakukan melalui e-
Pasal 60 ayat (2) purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) maka pengadaan dapat dilakukan secara
manual berdasarkan katalog elektronik

Dalam hal obat, alkes dan/atau bmhp yang


dibutuhkan oleh FK tidak terdapat dalam
katalog elektronik maka FK dapat
Pasal 60 ayat (3) mengadakan obat, alkes dan/atau bmhp
tetap mengacu pada formularium nasional
atau kompendium alat kesehatan
Permenkes No. 5/2019
Perencanaan Dan Pengadaan Obat
Berdasarkan Katalog Elektronik
Permenkes No. 5/2019

Perencanaan Obat Pengadaan Obat


Pengaturan perencanaan dan pengadaan obat erdasarkan Katalog
Elektronik bertujuan untuk menjamin transparansi, efektifitas, dan
efisiensi proses perencanaan dan pengadaan obat melalui E-purchasing
berdasarkan Katalog Elektronik yang dilaksanakan oleh institusi
pemerintah dan institusi swasta (Pasal 2).

Institusi Pemerintah : Institusi Swasta :


a. Satker bidang kesehatan di a. FKRTL milik swasta yang bekerja
pemerintah sama dengan BPJS Kesehatan.
b. Dinkes Pemda Prov/Kab/Kota b. FKTP milik swasta yang bekerja
c. FKTP milik Pemerintah dengan pola sama dengan BPJS Kesehatan.
pengelolaan keuangan BLU c. Apotek yang bekerja sama
d. FKRTL milik pemerintah dengan BPJS Kesehatan untuk
PRB.
PERENCANAAN OBAT (Pasal 3)
Institusi Pemerintah dan Swasta wajib
menyampaikan RKO kepada Menteri

Penyampaian RKO paling lambat bulan APRIL tahun


sebelumnya

Penyampaian RKO menggunakan E-Monev Obat


PENGADAAN OBAT (Pasal 4)

1. Pengadaan obat oleh institusi pemerintah dan institusi swasta


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 untuk program Jaminan
Kesehatan dilakukan melalui E-purchasing berdasarkan Katalog
Elektronik.

2. FKTP milik swasta dan Apotek yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b
hanya dapat melakukan pengadaan obat PRB.
Pengadaan obat dapat dilakukan manual :
a. Mengalami Kendala Terjadi Kegagalan pengadaan obat dengan
Operasional dalam aplikasi katalog elektronik sehingga berpotensi
b. Institusi swasta belum terjadi kekosongan obat
mendapatkan akun e-
purchasing 1. Disebabkan industri farmasi tidak
memenuhi surat pesanan
2. Dibuktikan dengan Surat Pernyataan
Pengadaan dilakukan secara dari Industri Farmasi
langsung kepada industri farmasi 3. Dapat mengadakan obat dengan zat
yang tercantum dalam katalog aktif yang sama sesuai dengan
elektronik ketentuan PerUUan
Pasal 18 Permenkes No 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi

(1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada
KUALIFIKASI PENYEDIA PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan
kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. apotek;
b. instalasi farmasi rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat.
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat
keras kepada toko obat
Pasal 17 Permenkes No 9 TAHUN 2017 Tentang Apotek

(2) Penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


APOTEK Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan
untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam hal:
(1) Apotek hanya dapat menyerahkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan a. terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
Bahan Medis Habis Pakai kepada: dan Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas distribusi; dan
a. Apotek lainnya; b. terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
b. Puskesmas; dan Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas pelayanan
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit; kesehatan.
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter;
f. bidan praktik mandiri; (3) Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
g. pasien; dan medis habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
h. masyarakat. huruf e sampai dengan huruf h hanya dapat dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Pasal 86 Undang-udang No. 3 Tahun 2014
(1) Produk dalam negeri wajib digunakan oleh:
a. K/L/PD, lembaga pemerintah nonkementerian, dalam PBJ apabila sumber
pembiayaannya berasal dari APBN/APBD, termasuk pinjaman atau hibah
dari dalam negeri atau luar negeri; dan
b. BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta dalam PBJ yang pembiayaannya
berasal dari APBN, APBD dan/atau pekerjaannya dilakukan melalui pola
kerja sama antara Pemerintah dengan badan usaha swasta dan/atau
mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.
(2) Pejabat pengadaan barang/jasa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif; dan/atau
c. pemberhentian dari jabatan pengadaan barang/jasa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan
besaran denda administrative diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Pengenaan sanksi dikecualikan dalam hal produk dalam negeri belum tersedia
atau belum mencukupi
Pasal 87 Undang-udang No. 3 Tahun 2014

(1) Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dilakukan sesuai besaran
komponen dalam negeri pada setiap barang/jasa yang
ditunjukkan dengan nilai tingkat komponen dalam negeri.
(2) Ketentuan dan tata cara penghitungan tingkat komponen
dalam negeri merujuk pada ketentuan yang ditetapkan
oleh Menteri.
(3) Tingkat komponen dalam negeri mengacu pada daftar
inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri yang
diterbitkan oleh Menteri.
(4) Menteri dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat
komponen dalam negeri pada Industri tertentu
PP No. 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan industri
Pasal 58
(1) Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri dilakukan pada
tahap perencanaan dan pelaksanaan pengadaan Barang/Jasa.
(2) Pengguna Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 harus memberikan informasi mengenai rencana
kebutuhan tahunan Barang/Jasa yang akan digunakan

Pasal 61
(1) Dalam pengadaan Barang/Jasa, pengguna Produk Dalam Negeri
wajib menggunakan Produk Dalam Negeri apabila terdapat Produk
Dalam Negeri yang memiliki penjumlahan nilai TKDN dan nilai
Bobot Manfaat Perusahaan minimal 4O%.
(2) Produk Dalam Negeri yang wajib digunakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memiliki nilai TKDN paling sedikit 25%.
PP No. 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan industri
Pasal 64
(1) Pengguna Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
57 wajib memberikan preferensi Harga atas Produk Dalam Negeri
yang memiliki nilai TKDN lebih besar atau sama dengan 25% (dua
puluh lima persen).
(2) Preferensi Harga Produk Dalam Negeri untuk Barang diberikan paling
tinggi 25% (dua puluh lima persen).
(3) Preferensi Harga Produk Dalam Negeri untuk Jasa konstruksi yang
dikerjakan oleh perusahaan dalam negeri diberikan paling tinggi
7,5% (tujuh koma lima persen) atas harga penawaran terendah dari
perusahaan asing.
(4) Ketentuan dan tata cara pemberian preferensi Harga sesuai dengan
yang diatur dalam peraturan presiden tentang Pengadaan
Barang/Jasa pemerintah.
Pasal 66 Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021
(1) Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah wajib menggunakan
produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan
nasional.
(2) Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan apabila terdapat produk dalam negeri yang
memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 4O%.
(3) Nilai TKDN dan BMP mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa
produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
(3a) Kewajiban penggunaan produk dalam negeri dilakukan pada tahap
Perencanaan Pengadaan, Persiapan Pengadaan, atau Pemilihan
Penyedia.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) dicantumkan dalam
RUP, spesifikasi teknis/KAK, dan Dokumen Pemilihan.
Pasal 67 Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021
(1) Preferensi harga merupakan insentif bagi produk dalam negeri pada pemilihan
Penyedia berupa kelebihan harga yang dalrat diterima.
(2) Preferensi harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai HPS
paling sedikit di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Preferensi harga diberikan pada pengadaan Barang dengan ketentuan :
a. diberikan terhadap Barang yang merniliki TKDN paling rendah 25%;
b. diberikan paling tinggi 25%;
c. diperhitungkan dalam evaluasi harga penawaran yang telah memenuhi
persyaratan administrasi dan teknis;
d. penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah Hasil Evaluasi Akhir
(HEA);
e. HEA dihitung dengan rumus HEA = (1 KP) x HP; dan
f. dalam hal terdapat 2 atau lebih penawaran dengan HEA terendah yang sama,
penawar dengan TKDN lebih besar ditetapkan sebagai pemenang.
(4) Untuk Pekerjaan Konstruksi pada metode pemilihan Tender Internasional,
preferensi harga diberikan paling tinggi 7,5% kepada badan usaha nasional di atas
harga penawaran terendah dari badan usaha asing.
Apakah masih
boleh IMPORT?
Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pengadaan barang yang berasal dari luar negeri (import) dimungkinkan dalam hal :

01 Barang tersebut belum dapat diproduksi/dihasilkan di dalam negeri; atau

02 Volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan


TKDN DALAM PERENCANAAN PENGADAAN

IDENTIFIKASI SPESIFIKASI ANALISA PERKIRAAN


KEBUTUHAN TEKNIS / KAK PASAR HARGA
(KOMPONEN
PEKERJAAN)
TKDN
TKDN DALAM PERSIAPAN PENGADAAN

SPESIFIKASI MEMENUHI BESARAN DIATUR DALAM


TEKNIS ( WAJIB SYARAT PREFERENSI DOKUMEN
TKDN ? ) PREFERENSI HARGA TENDER
HARGA ?
TKDN DALAM PELAKSANAAN PENGADAAN

TERCANTUM PENGENDALIAN TKDN DALAM SANKSI


DALAM PELAKSANAAN SERAH TERIMA DENDA ?
KONTRAK KONTRAK PEKERJAAN
Terima
kasih
Saifudin Zuhri

Anda mungkin juga menyukai