Tugas Komunikasi, Promkes Dan Epidemiologi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Nama : Fanny Ayu Rahmazahry

Kelas : 1-B
NIM : P07534022063
Tugas…..

 Kerjakan tugas sini secara mandiri,


Soal:

1. Jelaskan konsep penyebab penyakit model trias epidemiologi pada penyakit diare!
Jawaban: Model trias epidemiologi pada penyakit diare adalah suatu konsep yang
menggambarkan tiga faktor utama yang berperan dalam timbulnya penyakit diare. Ketiga
faktor ini saling terkait dan berinteraksi dalam proses terjadinya penyakit diare. Berikut
adalah penjelasan tentang konsep penyebab penyakit model trias epidemiologi pada penyakit
diare:
1.) Agen Penyebab (Agent): Agen penyebab adalah mikroorganisme atau zat yang
menyebabkan penyakit diare. Dalam kasus diare, agen penyebab yang paling umum adalah
infeksi bakteri, virus, atau parasit. Beberapa contoh agen penyebab diare meliputi
Escherichia coli patogenik, rotavirus, norovirus, dan parasit seperti Giardia lamblia atau
Entamoeba histolytica. Agen penyebab ini bisa masuk ke tubuh manusia melalui makanan
atau minuman yang terkontaminasi, kontak dengan benda yang tercemar, atau melalui kontak
langsung dengan individu yang terinfeksi.
2.) Inang Tertular (Host): Inang tertular adalah individu manusia yang rentan terhadap infeksi
oleh agen penyebab diare. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap
infeksi meliputi sistem kekebalan tubuh yang lemah, kurangnya kebersihan pribadi, kondisi
kesehatan umum yang buruk, atau usia yang sangat muda atau tua. Selain itu, individu
dengan gangguan pencernaan, seperti intoleransi laktosa atau gangguan penyerapan
makanan, juga dapat memiliki risiko lebih tinggi terkena diare.
3.) Lingkungan (Environment): Lingkungan memainkan peran penting dalam penyebaran
penyakit diare. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit diare
meliputi sanitasi yang buruk, akses terbatas ke air bersih, kepadatan penduduk yang tinggi,
kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai, dan kurangnya kesadaran tentang praktik-
praktik kebersihan. Kontaminasi air dan makanan juga merupakan faktor lingkungan yang
penting dalam penyebaran penyakit diare. Jika air minum atau makanan terkontaminasi
dengan agen penyebab diare, maka individu yang mengkonsumsinya memiliki risiko tinggi
terkena infeksi.
Ketiga faktor ini saling terkait dan berinteraksi dalam model trias epidemiologi pada penyakit
diare. Agar terjadi penularan penyakit, agen penyebab harus hadir dalam lingkungan yang
tepat, inang harus rentan terhadap infeksi, dan lingkungan harus mendukung penyebaran
penyakit. Pemahaman tentang model trias ini dapat membantu dalam upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit diare dengan mengintervensi salah satu atau beberapa faktor yang
terlibat dalam proses tersebut.

2. Jelaskan gambaran kondisi masalah kesehatan penyakit demam berdarah


dengue berdasarkan time, place and person?
Jawaban: Gambaran kondisi masalah kesehatan penyakit demam berdarah
dengue berdasarkan time, place, and person dapat memberikan pemahaman yang
lebih komprehensif tentang epidemiologi penyakit tersebut. Berikut adalah
penjelasan gambaran kondisi masalah kesehatan penyakit demam berdarah
dengue berdasarkan time, place, and person:

1.) Time (Waktu): Faktor waktu dalam epidemiologi penyakit demam berdarah
dengue melibatkan pola waktu munculnya kasus dan perubahan kejadian
penyakit dari waktu ke waktu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
- Musiman: Penyakit demam berdarah dengue cenderung menunjukkan pola
musiman dengan peningkatan kasus yang terjadi selama musim hujan. Vektor
penyakit, yaitu nyamuk Aedes aegypti, berkembang biak lebih baik di
lingkungan yang lembap, dan kondisi ini seringkali terjadi selama musim hujan.
- Perubahan jangka panjang: Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan
insiden dan penyebaran geografis penyakit demam berdarah dengue. Hal ini
dapat dikaitkan dengan perubahan iklim, urbanisasi, dan pergerakan populasi
manusia.
- Kejadian epidemik: Penyakit demam berdarah dengue dapat menunjukkan pola
kejadian epidemik, dengan peningkatan tajam jumlah kasus dalam waktu yang
relatif singkat di suatu wilayah tertentu.
2.) Place (Tempat): Faktor tempat dalam epidemiologi penyakit demam berdarah
dengue mencakup distribusi geografis penyakit tersebut dan faktor-faktor
lingkungan yang berkontribusi terhadap penularan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah:
- Distribusi geografis: Penyakit demam berdarah dengue dapat ditemukan di
berbagai wilayah di dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis. Wilayah
dengan kepadatan populasi yang tinggi, infrastruktur sanitasi yang buruk, dan
penanganan limbah yang tidak memadai dapat menjadi tempat berkembang
biaknya nyamuk vektor.
- Faktor lingkungan: Nyamuk Aedes aegypti, vektor penyakit demam berdarah
dengue, umumnya berkembang biak di sekitar permukiman manusia.
Penumpukan air di wadah seperti bak mandi, pot bunga, atau ban bekas yang
tidak terkelola dengan baik dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.
3.) Person (Individu): Faktor individu dalam epidemiologi penyakit demam
berdarah dengue melibatkan karakteristik individu yang berhubungan dengan
risiko terkena penyakit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
- Usia: Penyakit demam berdarah dengue dapat menyerang individu dari segala
usia, tetapi anak-anak dan remaja cenderung lebih rentan terhadap penyakit yang
parah. Individu yang pernah terinfeksi sebelumnya juga berisiko lebih tinggi
mengalami bentuk yang lebih berat saat terinfeksi lagi.
- Jenis kelamin: Tidak ada perbedaan signifikan dalam kejadian penyakit antara
pria dan wanita.
- Faktor genetik dan kekebalan: Faktor-faktor genetik dan kekebalan individu
juga dapat mempengaruhi risiko terkena penyakit demam berdarah dengue.
Memahami time, place, and person dalam epidemiologi penyakit demam
berdarah dengue dapat membantu mengidentifikasi pola penyebaran penyakit,
mengembangkan strategi pencegahan dan pengendalian yang efektif, serta
menyusun program vaksinasi dan kampanye penyuluhan yang tepat sasaran.
3. Berdasarkan data di Puskesmas A didapatkan outbreak Hepatitis A dengan
jumlah 65 orang, 28 diantaranya adalah anak-anak dan 37 adalah dewasa.
Hitunglah:
a. Proporsi penderita hepatitis A orang dewasa
b. Rasio penderita anak-anak terhadap penderita dewasa
Jawaban: a. Proporsi penderita hepatitis A orang dewasa:
Jumlah penderita dewasa: 37
Jumlah total penderita: 65
Proporsi penderita dewasa = (Jumlah penderita dewasa / Jumlah total penderita) x
100%
Proporsi penderita dewasa = (37 / 65) x 100%
Proporsi penderita dewasa = 0.569 x 100%
Proporsi penderita dewasa = 56.9%
Jadi, proporsi penderita hepatitis A orang dewasa adalah sekitar 56.9%.

b. Rasio penderita anak-anak terhadap penderita dewasa:


Jumlah penderita anak-anak: 28
Jumlah penderita dewasa: 37
Rasio penderita anak-anak terhadap penderita dewasa = Jumlah penderita anak-anak /
Jumlah penderita dewasa
Rasio penderita anak-anak terhadap penderita dewasa = 28 / 37
Rasio penderita anak-anak terhadap penderita dewasa ≈ 0.757
Jadi, rasio penderita anak-anak terhadap penderita dewasa adalah sekitar 0.757 atau
sekitar 1:1.3.

4. PT. Z mengadakan open house dengan mengundang warga sekitar, yang


menghadiri sebanyak 87 orang. Setelah 3 hari dari warga yang menghadiri
terdapat 47 orang yang didiagnosis terinfeksi Salmonella enterocolitis. Setelah
dilakukan investigasi ternyata berasal dari makanan yang disajikan dalam acara
tersebut. Hitunglah Attack Rate Penyakit tersebut.

Lakukan analisis apakah telah terjadi KLB atau tidak KLB pada wilayah
tersebut dan jelaskan alasannya
a. Kasus Difteri
Uraian Januari 2019 Januari 2020
Jumlah Kasus Baru
20 44
Difteri
Jumlah (Total) Kasus 1000 1000
Difteri dan Penyakit
lainnya
Proporsional Rate (%) 2 4.4

b. Pada kasus Leptospirosis bulan Agustus tahun 2015 didapatkan kematian


sejumlah 8 orang dengan jumlah kasus adalah sebanyak 50 orang, dan
pada bulan September 2015 juga didapatkan jumlah kematian yang
diakibatkan oleh penyakit yang sama yaitu sebanyak 10 orang dengan
jumlah kasus Leptospirosis sebanyak 60 orang. Apakah telah terjadi
KLB Leptospirosis?
Jawaban:
Untuk menghitung Attack Rate (AR) pada kasus Salmonella
enterocolitis:

Jumlah orang yang terinfeksi: 47


Jumlah orang yang hadir: 87

Attack Rate = (Jumlah orang yang terinfeksi / Jumlah orang yang


hadir) x 100%

Attack Rate = (47 / 87) x 100%


Attack Rate ≈ 54.0%

Jadi, Attack Rate penyakit Salmonella enterocolitis pada acara


open house tersebut sekitar 54.0%. Ini menunjukkan bahwa sekitar
54.0% dari orang-orang yang menghadiri acara tersebut terinfeksi
oleh Salmonella enterocolitis.

Analisis KLB:
Untuk menentukan apakah telah terjadi KLB (Kejadian Luar
Biasa) pada wilayah tersebut, perlu dilakukan perbandingan angka
insiden kasus penyakit Salmonella enterocolitis yang diamati
dengan angka insiden yang diharapkan dalam populasi wilayah
tersebut.
Untuk melakukan analisis KLB yang lebih komprehensif,
diperlukan informasi tambahan seperti angka insiden penyakit
sebelum acara open house, latar belakang kejadian penyakit di
wilayah tersebut, dan informasi mengenai acara open house
sebelumnya. Dengan informasi tersebut, dapat dilakukan
perbandingan antara angka insiden kasus sebelum dan setelah
acara open house untuk melihat adanya peningkatan yang
signifikan.
Namun, berdasarkan informasi yang diberikan, tanpa adanya data
latar belakang atau angka insiden sebelumnya, sulit untuk
membuat penilaian pasti apakah terjadi KLB. Informasi tambahan
yang lebih rinci diperlukan untuk melakukan analisis yang lebih
akurat.

Untuk menganalisis apakah terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa)


pada kasus difteri, kita perlu melihat data jumlah kasus baru difteri
pada Januari 2019 dan Januari 2020 serta membandingkannya
dengan jumlah total kasus difteri dan penyakit lainnya dalam
periode yang sama.

a. Kasus Difteri:

- Januari 2019: Jumlah kasus baru difteri = 20


- Januari 2020: Jumlah kasus baru difteri = 44
- Jumlah total kasus difteri dan penyakit lainnya: 1000 (sama untuk
kedua tahun)

Untuk menghitung Proporsional Rate, kita dapat menggunakan


rumus:

Proporsional Rate = (Jumlah kasus baru difteri / Jumlah total kasus


difteri dan penyakit lainnya) x 100%

Proporsional Rate Januari 2019 = (20 / 1000) x 100% = 2%


Proporsional Rate Januari 2020 = (44 / 1000) x 100% = 4.4%

Berdasarkan data tersebut, Proporsional Rate kasus difteri pada


Januari 2020 (4.4%) lebih tinggi daripada pada Januari 2019 (2%).
Ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah kasus
difteri pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019.
Namun, untuk menentukan apakah terjadi KLB, kita juga perlu
mempertimbangkan angka insiden yang diharapkan, tren jangka
panjang, dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
peningkatan kasus difteri. Selain itu, penting untuk melibatkan
otoritas kesehatan setempat dalam menganalisis situasi
epidemiologi secara lebih mendalam.
Sebagai kesimpulan sementara, berdasarkan data Proporsional Rate
yang diberikan, terdapat peningkatan yang signifikan dalam kasus
difteri pada Januari 2020 dibandingkan dengan Januari 2019.
Namun, analisis lebih lanjut dan informasi tambahan diperlukan
untuk menentukan apakah peningkatan tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai KLB.
b. Untuk menentukan apakah telah terjadi KLB (Kejadian Luar
Biasa) pada kasus Leptospirosis, kita perlu melihat data jumlah
kasus dan kematian pada bulan Agustus dan September tahun
2015.

Bulan Agustus 2015:


Jumlah kasus Leptospirosis: 50
Jumlah kematian: 8

Bulan September 2015:


Jumlah kasus Leptospirosis: 60
Jumlah kematian: 10

Untuk menentukan apakah terjadi KLB, kita perlu membandingkan


jumlah kasus dan kematian dengan latar belakang atau angka
baseline yang diharapkan. Biasanya, terdapat standar atau rasio
yang digunakan untuk mengidentifikasi KLB, seperti rasio
insidensi atau angka insidensi kasus yang melebihi batas yang
ditentukan.

Namun, tanpa informasi tentang angka insidensi atau latar


belakang yang diharapkan untuk kasus Leptospirosis di wilayah
tersebut, sulit untuk membuat penilaian pasti apakah terjadi KLB.
Informasi tambahan yang lebih rinci diperlukan untuk melakukan
analisis yang lebih akurat.

Dalam hal ini, kita hanya memiliki informasi tentang jumlah kasus
dan kematian pada bulan Agustus dan September tahun 2015.
Untuk dapat memastikan apakah telah terjadi KLB, kita
membutuhkan data lebih lanjut, seperti tren jangka panjang, angka
insidensi yang diharapkan, atau perbandingan dengan periode
sebelumnya.

Sebagai kesimpulan, berdasarkan informasi yang diberikan, sulit


untuk secara pasti menyimpulkan apakah telah terjadi KLB
Leptospirosis pada bulan Agustus dan September 2015. Analisis
lebih lanjut dan informasi tambahan yang lebih lengkap diperlukan
untuk membuat penilaian yang lebih akurat.

Anda mungkin juga menyukai