Meylinasari 2215201210045
Meylinasari 2215201210045
Meylinasari 2215201210045
DOSEN PENGAMPU :
Oleh
Meylinasari
2215201210045
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah “Manajemen Kepemimpinan
Dalam Pelayanan Kebidanan” . Oleh karena itu saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Darmayanti Wulandatika, S.ST. M,KEB selaku dosen pengampu mata kuliah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
sangat membangun, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi saya
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu penyusunan
makalah ini dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i
BAB I ....................................................................................................................................................... 1
1. Manajemen Pelayanan Kebidanan................................................................................................ 1
A. Konsep dan Prinsip Manajemen Secara Umum ................................................................ 1
B. MANAJEMEN KEBIDANAN ............................................................................................... 3
2. Pengertian Manajemen Kebidanan ............................................................................................... 3
A. Prinsip-prinsip manajemen ................................................................................................... 6
B. Langkah Pelayanan Manajemen Kebidanan ........................................................................ 8
C. Aplikasi Manajemen Pelayanan Kebidanan ......................................................................... 9
BAB 2......................................................................................................................................................13
1. Advokasi dan Negosiasi Dalam Praktek Kebidanan ...............................................................13
2. Teknik Lobi dan Negosiasi ........................................................................................................15
3. Tujuan serta Fungsi Lobi dan Negosiasi ..................................................................................15
4. Prinsip Dasar Lobi dan Negosiasi .............................................................................................16
5. Studi Kasus dan Praktik Advokasi ...........................................................................................17
BAB 3......................................................................................................................................................21
1. Evidence Based terkait Asuhan Kebidanan .............................................................................21
BAB. 4.....................................................................................................................................................23
1. Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan......................................................................................23
2. Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan Berdasarkan Konsep Plan, Do, Check, and Action
(PDCA) ...............................................................................................................................................28
PENUTUP ..............................................................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................56
ii
BAB I
Bidan di dalam praktiknya secara profesional, dituntut tanggung jawab manajerial yang
bermutu. Untuk itu metode ilmiah akan dapat dilakukan bila telah memahami betul teknik- teknik
manajemen yang adekuat. Artinya di dalam praktiknya yang penuh tanggung jawab itu dilakukan
menggunakan teori-teori dan prinsip manajemen, yang telah diakui secara nasional maupun
internasional.
d. Drs. Oey Liang Lee: Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan
pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya
manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Teori ini menganggap yang penting adalah organisasi pada tingkat teratas, karena segala
sesuatu dapat berjalan dengan baik jika para manajer dapat manajer dapat menggerakkan
organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen.
c. Teori motivasional ( motivational Theory )
Teori ini mengatakan bahwa efektif manajer adalah seseorang yang dapat memotivasi
stafnya untuk bekerja lebih baik dengan memperhatikan staf tersebut.
d. Teori situasional ( Situational Theory )
2
Teori ini berdasarkan pada asumsi dasar untuk melakukan motivasi pada seseorang
untuk melakukan pekerjaan, yang berhubungan dengan :
1) Pencapaian tujuan yang diharapkan.
2) Kepuasan pribadi
3) Reward
B. MANAJEMEN KEBIDANAN
Berdasarkan uraian di atas mengenai konsep manajemen secara umum kami akan
membahas bagaimana manajemen kebidanan manajemen kebidanan kaitannya dengan
peran dan fungsi seorang bidan di dalam prakteknya secara professional, dituntut
tanggungjawab manajerial yang bermutu. Untuk itu metode ilmiah akan dapat dilakukan
bila telah memahami betul teknik – teknik manajemen yang adekuat. Artinya di dalam
prakteknya yang penuh tanggungjawab itu dilakukan menggunakan teori-teori dan prinsip
manajemen , yang telah diakui secara nasional maupun internasional. Dengan perkataan
lain, bidan praktek telah menggunakan manajemen kebidanan yang adekuat dalam
memberikan asuhan kebidanan pada kliennya.
3
2. Menurut Depkes RI, 2005
Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan masalah ibu dan anak
yang khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada
individu, keluarga dan masyarakat.
Bidan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam asuhan yang mandiri,
kolaborasi, dan melakukan rujukanyang tepat. Oleh karena itu, bidan dituntut untuk mampu
mendeteksi dini tanda dan gejala komplikasi kehamilan, memberikan pertolongan
kegawatdaruratan kebidanan dan perinatal dan merujuk kasus. Praktek kebidanan telah
mengalami perluasan peran dan fungsi dari focus terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru
lahir serta anak balita bergeser kepada upaya mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat
yang dinamis yaitu menuju kepada pelayanan kesehatan reproduksi sejak konsepsi,
persalinan, pelayanan ginekologis, kontrasepsi, asuhan pre dan post menopause, sehingga hal
ini merupakan suatu tantangan bagi bidan
Asuhan yang diberiakan oleh bidan harus dicatat secara benar, singkat, jelas, logis
dan sistematis sesuai dengan metode pendokumentasian. Dokumentasi sangat penting artinya
baik bagi pemberi asuhan maupun penerima pelayanan asuhan kebidanan, dan dapat
digunakan sebagai data otentik bahwa asuhan telah dilaksanakan.
Bidan sebagai tenaga kesehatan yang professional memberikan asuhan kepada klien
memiliki kewajiban memberikan asuhan untuk menyelamatkan ibu dan anak dari gangguan
kesehatan. Asuhan yang dimaksud adalah asuhan kebidanan. Secara definitive, asuhan
kebidanan dapat diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh bidan kepada individu ibu atau
anak. Asuhan kebidanan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang diarahkan
untuk
mewujudakan kesehatan kelaurga dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia sejahtera.
4
Untuk melaksanakan asuhan tersebut digunakan metode dan pendekatan yang disebut
manajemen kebidanan. Metode dan pendekatan digunakan untuk mendalami permasalahan
yang dialami oleh klien, dan kemudian merumuskan permasalahan tersebut serta akhirnya
mengambil langkah pemecahannya. Manajemen kebidanan membantu proses berfikir bidan
dalam melaksanakan asuhan dan pelayanan kebidanan.
Dalam melaksanakan tugasnya pada pelayanan kebidanan, seorang bidan melakukan
pendekatan dengan metode pemecahan masalah yang dikenal dengan manajemen kebidanan.
Manajemen kebidanan untuk mengaplikasikan pendekatan itu, adalah :
1. Identifikasi dan analisis masalah yang mencakup pengumpulan data subjektif dan
objektif dan analisis dari data yang dikumpul/dicatat.
2. Perumusan (diagnosis) masalah utama, masalah yang mungkin akan timbul
(potensial) serta penentuan perlunya konsultasi, kolaborasi, dan rujuakan.
3. Penyusunan rencana tindakan berdasarkan hasil perumusan.
4. Pelaksanaan tindakan kebidanan sesuai dengan kewenangannya.
5. Evaluasi hasil tindakan. Hasil evaluasi ini digunakan untuk menentukan tingkat
keberhasilan tindakan kebidanan yang telah dilakukan dan sebagai bahan tindak
lanjut.
Semua tahapan dari manajemen kebidanan ini didokumentasi sebagai bahan tanggung
jawab dan tanggung gugat dan juga untuk keperluan lain seperti referensi serta penelitian.
Manajemen juga tidak dapat lepas dari adanya praktik pelayanan kebidanan. Tanpa
adanya manajemen, pelayanan kebidanan tidak akan dapat memperoleh hasil capaian yang
maksimal. Lalu, seperti apakah manajemen dilihat dari kacamata kebidanan. Maka di bawah
ini akan kita bahas tentang pengertian manajemen kebidanan dari beberapa sumber yang dapat
kita temui.
1. Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian,
analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Buku
50 tahun IBI, 2007).
Proses manajemen kebidanan sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh A CNM (1999)
terdiri atas:
1. Mengumpulkan dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan secara
sistematis melalui pengkajian yang komprehensif terhadap kesehatan setiap klien,
termasuk mengkaji riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan fisik.
2. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosis berdasar interpretasi data dasar.
3. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam menyelesaikan
masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan bersama klien.
4. Memberi informasi dan dukungan kepada klien sehingga mampu membuat
keputusan dan bertanggungjawab terhadap kesehatannya.
5. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien
6. Secara pribadi, bertanggungjawab terhadap implementasi rencana individual.
7. Melakukan konsultasi perencanaan, melaksanakan manajemen dengan
berkolaborasi, dan merujuk klien untuk mendapat asuhan selanjutnya.
8. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi dalam situasi darurat jika terdapat
penyimpangan dari keadaan normal.
9. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan
kesehatan dan merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.
A. Prinsip-prinsip manajemen
a. Efisiensi
Efisiensi adalah bagaimana mencapai akhir dengan hanya menggunakan sarana yang
perlu, atau dengan menggunakan sarana sesedikit mungkin. Efisiensi adalah ukuran
mengenai hubungan antara hasil yang dicapai dan usaha yang telah di keluarkan
(misalnya oleh seorang tenaga kesehatan).
b. Efektivitas
6
Efektivitas adalah seberapa besar suatu tujuan sedang, atau telah tercapai, efektivitas
merupakan sesuatu yang hendak ditingkatkan oleh manajemen.
c. Rasional dalam mengambil keputusan
Pengambilan keputusan yang rasional sangat diperlukan dalam proses manajemen.
Keputusan merupakan suatu pilihan dari dua atau lebih tindakan. Dalam istilah
manajemen, pengambilan keputusan merupakan jawaban atas pertanyaan tentang
perkembangan suatu kegiatan.
7
B. Langkah Pelayanan Manajemen Kebidanan
Langkah I : pengumpulan data dasar
8
up to date.
Langkah VI
• Bisa dilakukan oleh bidan, klien, keluarga klien, maupun tenaga
kesehatan yang lain.
• Bidan bertanggungjawab untuk mengarahkan pelaksanaan asuhan
bersama yang menyeluruh.
Langkah VII
Evaluasi efektifitas dari asuhan yang telah dilakukan
Bidan harus memiliki keterampilan professional, ataupun global. Agar bidan dapat
menjalankan peran fungsinya dengan baik, maka perlu adanya pendekatan sosial
budaya yang dapat menjembatani pelayanan pada pasien
Promotif,
Penting untuk diingat bahwa upaya promotif tidak selalu menggunakan dana
negara, adakalnya diperlukan adakalanya tidak. Selain itu, penyebaran informasi
hendaknya dilakukan secara berkesinambungan dengan memanfaatkan media yang
ada dan sedapat mungkin dikembangkan agar menarik dan mudah dicerna. Materi
yang disampaikan seyogyanya selalu diupdate seiring dengan perkembangan ilmu
kesehatan terkini.
9
Preventif
Kuratif
10
Rehabilitatif
Bidan melakukan upaya pemulihan kesehatan, terutama bagi pasien yang memerlukan
Bidanan atau pengobatan jangka panjang.
1) Monitoring keadaan fisik, psikologis spiritual dan sosial perempuan dan keluarganya
sepanjang siklus reproduksinya
3) Meminimalkan intervensi
Adapun tugas dan prinsip bidan dalam praktik kebidanan ketika melakukan tugasnya
yaitu:
1) Cintai yang anda lakukan, lakukan yang anda cintai (love your do, do your love).
Profesi bidan harus dihayati. Banyak orang yang memilih bidan karena dorongan
orangtua, dengan harapan cepat bekerja dengan masa pendidikan yang singkat dan dapat
membuka praktek mandiri. Oleh karena itu terlepas dari apapun motivasi seseorang
menjadi bidan, setiap bidan harus mencintai pekerjaannya.
Dalam memberi asuhan, usahakan tidak ada kesalahan. Bidan harus bertindak sesuai
dengan standar profesinya. Untuk itu bidan harus terus menerus belajar dan meningkatkan
keterampilan. Kesalahan yang dilakukan memberi dampak sangat fatal. Jangan pernah
berhenti mengasah keterampilan yang telah dimiliki saat ini, terus meningkatkan diri, dan
mau belajar kaena ilmu selalu berubah. Keinginan untuk terus belajar dan kemauan untuk
11
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan akan sangat membantu kita menghindari
kesalahan.
Apapun yang dilakukan harus tetap berfokus pada pelanggan. Siapa yang anda beri
pelayanan, bagaimana karakter pelanggan anda, bagaimana pelayanan yang anda berikan
dapat mereka terima dan dapat member kepuasan sehinga anda tetap dapat member
pelayanan yang sesuai engan harapan dan keinginan pelanggan
Bidan harus terus menerus meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada
kliennya. Dalam member pelayanan, jangan pernah merasa puas. Oleh karena itu, bidan
harus terus menerus meningkatkan diri, mengembangkan kemampuan kognitif dengan
mengikuti pelatihan, mempelajari dan menguasai perkembangan ilmu yang ada saat ini,
mau berubah ke arah yang lebih baik, tentu saja juga mau menerima perubahan pelayanan
di bidang kebidanan yang telah dibuktikanlebih bermanfaat secara ilmiah.
Bidan harus terus menerus meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada
kliennya. Dalam member pelayanan, jangan pernah merasa puas. Oleh karena itu, bidan
harus terus menerus meningkatkan diri, mengembangkan kemampuan kognitif dengan
mengikuti pelatihan, mempelajari dan menguasai perkembangan ilmu yang ada saat ini,
mau berubah ke arah yang lebih baik, tentu saja juga mau menerima perubahan pelayanan
di bidang kebidanan yang telah dibuktikanlebih bermanfaat secara ilmiah.
Bekerja dengan takut akan tuhan (work with reverence for the Lord).
Sebagai bangsa indonesia yang hidup majemuk dan beragama, bidan harus menghormati
setiap kliennya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bidan juga harus percaya segala yang
dilakukan dipertanggungjawabkan kepada Sang pencipta.
Oleh karena itu, bidan harus memperhatikan kaidah/norma yang berlaku di masyarakat,
menjunjung tinggi moral dan etika, taat dan sadar hukum, menghargai pelanggan dan
teman sejawat, bekerja sesuai dengan standar profesi.
Bidan dalam menjalankan tugas, baik secara individual (mandiri) sebagai manajer
maupun dalam kelompok (rumah sakit, puskesmas, di desa) tentu saja menghadapi dan
melihat banyak masalah pada proses pelaksanaan pelayanan kebidanan. Setiap masalah
yang dihadapi akan menjadi pengalaman dan guru yang paling berharga. Bidan dapat juga
belajar dari pengalaman bidan lainnya dan masalah yang mereka hadapi serta bagaimana
mereka mengatasinya. Setiap masalah, baik masalah manajemen maupun asuhan yang
diberikan, membuat kita dapat belajar lebih baik lagi di waktu yang akan datang.
12
BAB 2
Menurut Johns Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik
melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif.
Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang dianggap
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang
dilaksanakan.Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi adalah para pemimpin atau
pengambil kebijakan( policy makers) atau pembuat keputusan(decision makers) baik di institusi
pemerintah maupun swasta.
Tujuan Advokasi
Mendapat dukungan,baik dalam bentuk kebijakan lisan atau tertulis ,dalam bentuk Surat
Keputusan, Surat edaran,himbauan,pembentukan kelembagaan, ketersediaan dana,sarana,tenaga.
Mendorong para pengambil keputusan untuk suatu perubahan dalam kebijakan ,program
atau peraturan.
13
2.1.2 Fungsi Advokasi
Advokasi berfungsi untuk mempromosikan suatu perubahan dalam kebijakan program atau
peraturan dan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak lain.
Dipercaya (Credible), dimana program yang ditwarkan harus dapat meyakinkan para
penentu kebijakan atau pembuat keputusan , oleh karena itu harus didukung akurasi data dan
masalah.
Layak (Feasible), program yang ditawarkan harus mampu dilaksanakan secara tejhnik
prolitik maupun sosial.
Penting dan mendesak (Urgent), program yang ditawarkan harus mempunyai prioritas
tinggi
Advokasi bergerak secara top-down (dari atas ke bawah). Melalui advokasi, promosi
kesehatan masuk ke wilayah politik. Agar pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang
menguntungkan kesehatan (kebidanan). Advokasi adalah suatu cara yang digunakan guna
mencapai suatu tujuan yang merupakan suatu usaha sistematis dan terorganisir untuk
mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan public secara bertahap
maju. Misalnya kita memberikan promosi kesehatan dengan sokongan dari kebijakan public dari
kepala desa sehingga maksud dan tujuan dari informasi kesehatan bias tersampaikan dengan
kemudahan kepada masyarakat atau promosi kesehatan yang kita sampaikan dapat menyokong
atau pembelaan terhadap kaum lemah (miskin)
Dalam negosiasi diperlukan kemampuan untuk melakukan tawar menawar dengan alternatif yang
cukup terbuka.
14
2. Teknik Lobi dan Negosiasi
A. Memahami Lobi dan negosiasi
Sebagai mahluk sosial, manusia niscaya melakukan lobi ( lobbiying ) dan negosiasi
(negotiation ) dalam keadaan tertentu untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Lobi dan
negosiasi selalu melibatkan dua atau lebih pihak yang berhubungan dengan maksud dan tujuan
masing-masing, agar pihak-pihak tersebut dapat berinterkasi dan berkomunikasi hingga mencapai
tujuannya, diperlukan kepandaian melakukan lobi dan negosiasi.
Pada dasarnya lobi dan negosiasi tidak jauh berbeda. Keduanya saling berhubungan dan
bahkan sulit di pisahkan satu sama lain dalam suatu kondisi. Dilihat dari cara melakukannya, lobi
dan negosiasi sama-sama merupakan suatu upaya pendekatan dan tindakan mempengaruhi orang
lain, individu maupun kelompok yang dilaksanakan pihak satu terhadap lainnya.
Sebagaimana dikatakan oleh A.B. Susanto, lobi adalah usaha yang dilaksanakan untuk
mempengaruhi pihak-pihak yang menjadi sasaran agar terbentuk sudut pandang positif terhadap
topik lobi. Dengan demikina, lobi diharapkan memberikan dampak positif bagi pencapaian
tujuan.
Sementara itu, pengertian negosiasi adalah aktivitas komunikasi dua pihak atau lebih yang
berdeda kepentingan dan dilaksanakan untuk mencapai kesepakatan. Dalam kamus Oxford
Dictionary, negosiasi didefinisikan sebagai pembicaraan terhadap orang lain dengan maksud
mencapai kompromi atau kesepakatan untuk mengatur atau mengemukakan.
Lobi pada umumnya dilaksanakan dalam nuansa yang bersifat nonformal. Adapun
negosiasi biasanya bersifat lebih formal dan mengikat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
kontrak, perjanjian, serta kesepakatan di atas kertas (memorandum of understanding) sebagai
hasil dari negosiasi.
A. Fungsi Lobi
Mengacu pada fungsinya, lobi dilakukan atas dasar mempengaruhi kalangan tertentu,
entah itu individu, lembaga, organisasi, ataupun pemerintah. Apabila seseorang atau kelompok
sedang mempunyai kepentingan yang harus melibatkan pihak-pihak terkait, maka lobi
15
berfungsi sebagai jalan memberitahukan kepentingan tersebut serta mempengaruhi pihak-
pihak tersebut supaya menerima atau bahkan membukakan jalan bila diperlukan.
Dalam konteks organisasi lobi nerfungsi sebagai jalan membangun hubungan atau koalisi
antar organisasi. Melalui cara ini beberapa organisasi yang terlibat memiliki kesempatan untuk
mewujudkan kepentingan bersama.
Dalam konteks bisnis, fungsi lobi tidak jauh beda dengan lobi pada organisasi, selain
mempengaruhi, lobi juga dilakukan sebagai kontak terhadap orang-orang tertentu yang di
anggap mampu melindungi kepentingan bisnis.
Dengan demikian, lobi berfungsi sebagai penjagaan ataupun bentuk upaya mewujudkan
kepentingan di ranah individu, kelompok, organisasi, lembaga, instansi dan sebagainya.
B. Fungsi Negosiasi
Fungsi dari negosiasi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan lobi. Negosiasi juga berfungsi
sebagai jalan untuk mempengaruhi pihak-pihak tertentu yang terlibat di dalamnya. Hanya saja
negosiasi lebih menekankan pemenuhan kesepakatan di antara pihak-pihak yang
berseberangan. Dengan kata lain, negosiasi memiliki fungsi untuk menemukan jalan tengah
yang sebisa mungkin menguntungkan semua pihak.
Jadi berdasarkan pengertiannya, negosiasi berfungsi sebagai media berunding atau tawar
menawar untuk mendapatkan suatu kesepakatan bersama bagi pihak-pihak yang terlibat. Lebih
dari itu negosiasi berfungsi sebagai sarana mecari perdamaian manakal terjadi konflik.
Artimya, negosiasi merupaka solusi untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah yang
dialami beberapa pihak.
16
2. Menganalisis opini yang sudah terbentuk
4. Melakukan koalisi
5. Menetapkan tujuan
7. Mengembangkan kasus
9. Menjaga fleksibilitas
Contoh: Jika ada ibu bersalin yang lahir di dukun dan menggunakan peralatan
yang tidak steril, maka bidan melakukan advokasi kepada pemerintah setempat
agar pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun menggunakan peralatan
yang steril salah satu caranya adalah melakukan pembinaan terhadap dukun bayi
dan pemerintah memberikan sangsi jika ditemukan dukun bayi di lapangan
menggunakan alat-alat yang tidak steril.
Ny “D” 39 tahun datang ke BPM “X” mengeluhkan bahwa ia takut untuk melakukanhubungan
seksual karena takut hamil lagi. Ny “D” adalah ibu post partum 40 hari. Ia memiliki 5 orang anak
dengan jarak anak yang relatif singkat. Anak pertama berumur 11 tahun 3 bulan, anak kedua
berumur 8,5 tahun, anak ketiga berumur 5 tahun, anak keeempat berumur 3 tahun dan anak
kelima merumur 40 hari. Suami Ny “D” bekerja sebagai buruh bangunan. Ny “D” datang sendiri
ke BPM tanpa ditemani oleh suami mengatakan sampaisaat ini belum menggunakan alat
kontrasepsi. Ia dilarang suaminya untuk mengikuti program KB, karena suami beranggapan
bahwa KB itu haram dan suaminya mengatakan bahwa didaerah tempat tinggalnya pada
umumnya tidak menggunakan KB termasuk para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Suami Ny
“D” beranggapan bahwa KB itu tidak baik untuk digunakan dan banyak berisiko. Sementara Ny
“D” sendiri tidak terlalu mengetahui tentang KB. Ia hanya ingin tidak mau punya anak lagi. Ny
“D” sangat takut jika menggunakan KB tanpa sepengetahuan suaminya karena suaminya telah
melarang keras hal tersebut dan tidak pernah menghiraukan ajakan Ny “D” jika diminta untuk
mengikuti program KB
ADVOKASI KEBIDANAN
Advokasi dalam konteks kebidanan adalah melakukan pendampingan kepada masyarakat untuk
berdaya dibidang kesehatan dan bersama-sama melakukan upaya-upaya untuk perubahan
perilaku di bidang kesehatan (kebidanan).
- Memberikan anjuran kepada Ny “D” untuk mengajak suaminya untuk kembali datang secara
bersama ke tempat bidan atau Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya agar mendapat
informasi yang cukup tentang program KB sehingga tidak ada kesalah pahaman tentang program
KB tersebut.
- Memberikan pendidikan kesehatan kepada Ny “D” dan suami tentang pentingnya program KB
untuk kesejahteraan keluarga, efek negatif jika tidak menggunakan program KB, macam-macam
alat kontrasepsi yang bisa digunakan beserta kelebihan dan kekurangan dari alat kontrasepsi
tersebut sambil memperlihatkan bentuk alat-alat kontrasepsinya.
- Menjelaskan kepada Ny “D” dan suami tentang manfaat metode kontrasepsi jangka panjang
yang bisa digunakan karena pada kasus ini Ny “D” sudah mempunyai 5 orang anak.
18
- Menjelaskan kepada Ny “D” dan suami tentang kemungkinan efek-efek negatif yang akan
ditimbulkan jika suatu keluarga tidak menggunakan metode kontrasepsi baik dari segi ekonomi,
pendidikan anak, kesejahteraan, kebahagiaan secara fisik, mental, psikologi maupun dari segi
kesehatan (Ny “D” sudah berisiko jika terjadi kehamilan lagi.
- Memberikan informasi kepada Ny”D” dan suami bahwa di puskesmas bisa mendapatkan
pelayanan tentang kontrasepsi secara gratis
- Menyediakan leaflet tentang program KB agar Ny “D” dan suami bisa membaca dan membawa
pulang leaflet tersebut sehingga bisa mempertimbangkan dan mengingat kembali mengenai
penjelasan program KB yang diberikan sehingga timbul suatu keyakinan tentang kontrasepsi
yang akan digunakan
- Melakukan pendekatan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat dan kader kesehatan untuk
memberikan informasi dan meyakinkan toma, toga dan kader kesehatan tentang pentingnya
programem KB untuk kesejahteraan masyarakat demi mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera
- Memberikan informasi kepada toma, toga dan kader kesehatan bahwa di daerahnya program KB
belum berjalan dengan baik dan perlu untuk dilakukan penanganan dengan segera
- Memberikan informasi kepada toma, toga dan kader kesehatan bahwa program KB ini perlu
didukung dan sudah merupakan program dari pemerintah dalam rangka menyejahterakan
masyarakat
- Meminta toma, toga dan kader kesehatan untuk memberikan informasi ini jika ada pertemuan
antar masyarakat agar masyarakat mengetahui hal ini
- Meminta toma, toga dan kader kesehatan menyediakan waktu untuk mengumpulkan masyarakat
agar masyarakat dapat mendengarkan suatu penyuluhan tentang KB yang telah didukung oleh
toma, toga dan kader kesehatan.
- Meminta bantuan toma, toga dan kader kesehatan agar bisa meyakinkan masyarakat bahwa
program KB itu adalah halal dan aman untuk digunakan demi mewujudkan keluarga kecil
bahagia sejahtera.
1. Partisipan, biasanya pihak yang mrnyampaikan pengajuan serta pihak yang menawar. Pada
beberapa kondisi dalam memecahkan masalah atau konflik ada partisipan ketiga yang berperan
sebagai penengah, perantara atau juga pemandu.
5. Pada saat tidak terjadi kesepakatan maka hal itu berarti tidak terjadi negosiasi
20
BAB 3
Pengertian evidence Base jika ditinjau dari pemenggalan kata (Inggris) makaevidence
Base dapat diartikan sebagai berikut Evidence adalah Bukti atau faktadan Based adalah Dasar.
Jadi evidence base adalah: praktik berdasarkan bukti.
Evidence Based Midwifery (Practice) didirikan oleh RCM dalam rangkauntuk membantu
mengembangkan kuat profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuh bidan berorientasi
akademis. EBM secara resmi diluncurkansebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni
bukti pada konferensitahunan di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al,
2003).
Dirancang 'untuk membantu bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan
kebidanan dengan tujuan utama meningkatkan perawatan untuk ibudan bayi '(Silverton, 2003).
EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada praktek dan profesi
kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai penelitian kuantitatif, analisis filosofis
dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur, tinjauan sistematis, kohort studi, terstruktur, logis
dantransparan, sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi untuk praktek, pendidikan
dan penelitian lebih lanjut.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Base antara lain:
21
2 .Meningkatkan kompetensi (kognitif)
bermutu
asuhan yang benar, seseuai dengan bukti dan teori serta perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Evidence based medicine dapat dipraktekkan pada berbagai situasi,khususnya jika timbul
keraguan dalam hal diagnosis, terapi, dan penatalaksanaan pasien. Adapun langkah-langkah
dalam EBM adalah:
1.Memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan dengan masalah penyakit yang diderita
oleh pasien.
Di sini mengandung arti bahwa bukti-bukti ilmiah tersebut harus berasaldari studi-studi
yang dilakukan dengan metodologi yang sangat terpercaya (khususnya randomized double blind
controlled clinical trial), yang dilakukansecara benar. Studi yang dimaksud juga harus
menggunakan variabel-variabel penelitian yang dapat diukur dan dinilai secara obyektif
(misalnya tekanandarah, kadar Hb, dan kadar kolesterol), di samping memanfaatkan metode-
metode pengukuran yang dapat menghindari resiko “bias” dari penulis atau peneliti.
2.Clinical expertise.
22
pengenalan secara baik terhadap nilai-nilai yang dianut oleh pasien sertaharapan- harapan yang
tersirat dari pasien.
3.Patient values.
Setiap pasien, dari manapun berasal, dari suku atau agama apapun, tentumempunyai nilai-
nilai yang unik tentang status kesehatan dan penyakitnya.Pasien juga tentu mempunyai harapan-
harapan atas upaya penanganan dan pengobatan yang diterimanya. Hal ini harus dipahami benar
oleh seorang klinisiatau praktisi medik, agar setiap upaya pelayanan kesehatan yang
dilakukan,selain dapat diterima dan didasarkan pada bukti-bukti ilmiah, jugamempertimbangkan
nilai-nilai subyektif yang dimiliki oleh pasien.
Mengingat bahwa EBM merupakan suatu cara pendekatan ilmiah yangdigunakan untuk
pengambilan keputusan terapi, maka dasar-dasar ilmiah darisuatu penelitian juga perlu diuji
kebenarannya untuk mendapatkan hasil penelitian yang selain update, juga dapat digunakan
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
BAB. 4
Penilaian
Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari
pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada waktu
melakukan penilaian haruslah diingat bahwa penilaian dilakukan pada tahap akhir (summative
evaluation) sehingga perhatian hendaknya lebih ditujukan pada unsur keluaran (output) dari
program menjaga mutu. Dalam hal ini merujuk pada mutu pelayanan kesehatan yang
disenggarakan. Untuk dapat melakukan penilaian sumatif ini perlu memahami standar serta
indikator yang digunakan, yakni standar dan indikator yang merujuk pada mutu pelayanan
kesehatan.
Penilaian dapat ditemukan pada setiap tahap pelaksanaan program dan secara umum
a. Penilaian pada tahap awal program, yaitu penilaian yang dilakukan pada saat
merencanakan suatu program (formative evaluation). Tujuan utamanya adalah untuk
meyakinkan bahwa rencana yang disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang
ditemukan (dapat menyelesaikan masalah tersebut). Penilaian yang dimaksudkan untuk
mengukur kesesuaian program dengan masalah dan/atau kebutuhan masyarakat dan
disebut dengan studi penjajakan kebutuhan (need assessment study).
b. Penilaian pada tahap pelaksanaan program, yaitu penilaian pada saat program sedang
dilaksanakan (promotive evaluation). Tujuan utamanya adalah untuk mengukur apakah
program yang sedang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau
23
apakah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian
tujuan dari program tersebut. Pada umumnya ada dua bentuk penilaian pada tahap
pelaksanaan program yaitu pemantauan (monitoring) dan penilaian berkala (periodical
evaluation).
c. Penilaian pada tahap akhir program, yaitu penilaian yang dilakukan pada saat program telah
selesai dilaksanakan (summative evaluation). Tujuan utamanya secara umum dapat
dibedakan atas dua macam yakni untuk mengukur keluaran (output) serta untuk mengukur
dampak (impact) yang dihasilkan. Dari kedua macam penilaian akhir ini, diketahui bahwa
penilaian keluaran lebih mudah daripada penilaian dampak karena pada penilaian dampak
diperlukan waktu yang lama.
Ruang lingkup penilaian secara sederhana dapat dibedakan atas empat kelompok sebagai
berikut.
Tabel 4.1
1. 6.
Teknik Observasi
Tingkatkepatuhan
a. Pengertian observasi
24
Obstervasi merupakan teknik pengumpulan data untuk menilai dengan menggunakan
indra(tidak hanya dengan mata saja). Mendengarkan, mencium, mengecap meraba juga
termasuk bentuk dari observasi. Instrumen yang digunakan dalam observasi adalah panduan
pengamatan dan lembar pengamatan.
1) Tidak selalu memungkinkan untuk mengamati suatu kejadian yang spontan, harus
ada persiapan
2) Tidak bisa menentukan ukuran kuantitas terhadap variabel yang ada karena
hanya dapat menghitung variabel yang kelihatan.
3) Sulit mendapatkan data terutama yang sifatnya rahasia dan memerlukan waktu
yang lama.
4) Apabila sasaran penilaian mengetahui bahwa mereka sedang diamati, mereka
akan dengan sengaja menimbulkan kesan-kesan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan, jadi sifatnya dibuat-buat.
5) Subyektifitas dari observer tidak dapat dihindari
d. Penilaian mutu dengan observasi
Penilaian mutu pelayanan kebidanan dengan observasi dapat dilakukan dengan memantau
(monitoring) mutu pelayanan, yaitu dengan cara melihat data informasi objektif dari sistem
informasi yang ada tentang struktur, proses, dan outcome pelayanan antara lain melalui:
25
e. Instrumen penilaian mutu dengan observasi
(a) Daftar alat berisi nama subyek dan beberapa hal/ciri yang akan diamati dari
sasaran pengamatan. Pengamat dapat memberi tanda cek (√) pada daftar tersebut
yang menunjukkan adanya ciri dari sasaran pengamatan.
(b) Daftar tilik terdiri dari 4 bagian,yaitu: daftar tilik pengamatan pelayanan, daftar
tilik pengetahuan pasien, daftar tilik pengetahuan petugas,dan daftar tilik sarana
esensial.
(c) Daftar tilik hanya dapat menyajikan data kasar saja, hanya mencatat ada
tidaknya suatu gejala. Contoh daftar tilik yang digunakan dalam menilai misalnya
pelayanan antenatal yang meliputi instrumen penilaian pengetahuan pasien tentang
ANC, pengetahuan petugas tentang ANC, dan pengetahuan petugas tentang sarana
untuk pelayanan ANC.
Skala ini berupa daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku yang dicatat secara bertingkat.
Rating scale ini dapat merupakan satu alat pengumpulan data untuk menerangkan,
menggolongkan, dan menilai seseorang atau suatu gejala.
3) Alat-alat mekanik
Alat-alat ini antara lain: alat perekam, alat fotografis, film, tape recorder, kamera televisi,
dan sebagainya. Alat-alat tersebut setiap saat dapat diputar kembali untuk memungkinkan
mengadakan penilaian secara teliti. Contoh: penilaian terhadap kompetensi ANC bidan
dapat dilakukan dengan merekam menggunakan video rekaman sehingga jika
diperlukan penilaian ulang maka dapat diputar ulang.
2. Teknik Wawancara
a. Pengertian wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dimana
penilai mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang sasaran penilaian. Data diperoleh
langsung dari orang yang dinilai melalui suatu pertemuan/percakapan. Wawancara sebagai
pembantu utama dari metode observasi. Gejala-gejala sosial yang tidak dapat terlihat atau
diperoleh melalui observasi dapat digali dari wawancara. Jenis wawancara yang sering
digunakan dalam penilaian mutu adalah wawancara terpimpin yaitu wawancara yang
dilaksanakan berdasarkan pedoman-pedoman berupa panduan penilaian yang telah
disiapkan secara matang sebelumnya.
b. Kelebihan wawancara
26
1) Flexibility: pewawancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan
situasi saat itu dan memungkinkan diberikan penjelasan kepada responden bila
pertanyaan kurang dimengerti.
rasa suka, rasa tidak suka, atau perilaku lainnya pada saat pertanyaan diajukan dan
dijawab oleh responden.
4) Time of interview: pewawancara dapat menyusun jadwal wawancara yang relatif pasti,
kapan dan dimana, sehingga data yang diperoleh tidak keluar dari rancangan yang sudah
disusun.
c. Kelemahan wawancara.
d. Penilaian mutu dengan wawancara secara spesifik digunakan pada hal-hal berikut.
1) Saat tim penjaga mutu melakukan validasi terhadap interpretasi data yang bertujuan
untuk mengatasi masalah mutu pelayanan kesehatan
e. Instrumen penilaian mutu dengan wawancara dapat berupa kuesioner yaitu daftar
pertanyaan yang sudah disusun dengan baik sehingga pewawancara selama
melakukan wawancara dapat menuliskan jawaban atau tanda pada lembaran tersebut.
27
3. Teknik Dokumentasi
a. Pengertian dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang kondisi dan
perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan.
b. Pembagian dokumen
Dokumen terbagi dua kategori yaitu: 1) dokumen sumber resmi, merupakan dokumen
yang dibuat/dikeluarkan oleh lembaga atau perorangan atas nama lembaga. Ada dua bentuk
yaitu sumber resmi normal dan sumber resmi informal; 2) dokumen sumber tidak resmi,
merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu tidak atas nama lembaga. Ada dua
bentuk yaitu sumber tak resmi formal dan sumber tak resmi informal.
Untuk melakukan penilaian mutu agar dapat menemukan masalah mutu dalam pelayanan
kebidanan dapat menggunakan cara di atas agar dalam pelaksanaannya berjalan dengan baik
perlu dikembangkan atau disusun daftar tilik/cheklist. Checklist adalah sebuah daftar pekerjaan
yang harus dilakukan dalam suatu rangkaian proses kegiatan untuk meminimalkan kesalahan
akibat kelalaian dalam melakukan pekerjaan. Checklist berupa kolom-kolom yang memuat daftar
pekerjaan dan kolom tempat kita memberi tanda atau keterangan apakah pekerjaan tersebut
sudah dilakukan atau belum serta keterangan lainnya.
2. Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan Berdasarkan Konsep Plan, Do, Check, and
Action (PDCA)
Siklus PDCA adalah rangkaian kegiatan yang terdiri dari penyusunan rencana kerja,
pelaksanaan rencana kerja, pemeriksaan pelaksanaan rencana kerja dan perbaikan rencana yang
telah dilakukan sebagai uji coba, serta pelaksanaan rencana kerja yang telah direvisi. Plan, do,
check, and action (PDCA) mencerminkan dasar program mutu yang berkelanjutan yang terdiri
dari empat tahapan, yang satu mengikuti yang lain secara berulang-ulang menuju ke arah
tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu diperlukan upaya dan tenaga yang tidak sedikit untuk
mencapai tujuan tersebut. Tanpa upaya yang serius mustahil siklus PDCA tersebut akan
mencapai tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai mutu tertentu itu harus
diupayakan, diusahakan, dan didukung oleh semua pihak yang berkepentingan.
28
A. PERENCANAAN (PLAN)
Perencanaan (plan) adalah proses yang menghasilkan suatu uraian detail dan langkah-
langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Sebenarnya pada konsep program
menjaga mutu, kegiatan menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah, serta
menetapkan cara menyelesaikan masalah termasuk dalam pekerjaan perencanaan. Pada
model ini, perencanaan hanya diartikan sebagai menyusun rencana cara penyelesaian masalah
yang ditetapkan ke dalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta terkait dan terpadu
sehingga dapat dipakai sebagai pedoman dalam melaksanakan cara menyelesaikan masalah.
Hasil dari proses perencanaan adalah rencana.
Unsur-unsur rencana yang harus tercantum dalam suatu rencana kerja tergantung dari
rencana kerja yang akan dilaksanakan. Unsur-unsur yang dimaksud antara lainantara lain
adalah sebagai berikut.
1. Judul Rencana
Tetapkanlah judul rencana kerja yang akan dilaksanakan. Judul rencana yang baik
harus mencerminkan kegiatan dan tujuan yang ingin dicapai. Tulislah judul rencana kerja
tersebut dengan jelas. sebaiknya memakai kalimat aktif dan paling banyak terdiri dari 12
kata. Contohnya: Meningkatkan persalinan dibantu Bidan.
29
dilayani oleh klinik KB PKMI Jakarta pada bulan Januari 2010 mengalami komplikasi infeksi
panggul pasca insersi.Ada baiknya rumusan pernyataan masalah ini dilengkapi dengan uraian
masalah yakni sajian singkat tentang latar belakang masalah, alasan pentingnya masalah
tersebut diselesaikan, serta kaitannya dengan penyebab masalah yang terjadi berhasil
diidentifikasi.
3. Rumusan Tujuan
Rumusan tujuan yang baik adalah yang jelas targetnya. Contoh rumusan tujuan yang
baik: Menurunkan angka komplikasi infeksi panggul pasca insersi IUD di klinik KB
PKMI Jakarta dari 30% pada bulan Januari 2010 menjadi 5% pada bulan Desember 2010.
4. Uraian Kegiatan
Suatu rencana kerja yang baik harus mencantumkan uraian kegiatan yang akan
dilaksanakan. Cantumkan kegiatan tersebut secara berurutan. Utamakan pada kegiatan yang
bersifat pokok saja, yakni yang dinilai paling menentukan tercapainya tujuan.
Contoh:
5. Waktu
Ada baiknya uraian waktu ini dikaitkan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan,
sehingga membentuk suatu bagan. Contoh: 3 Januari 2016.
6. Pelaksana
Jika personalia tersebut lebih dari satu orang, maka harus dilengkapi dengan uraian tugas
dan tanggung jawab masing-masing.
Contoh : Bidan
7. Biaya
Mencantumkan biaya yang dibutuhkan untuk dapat menyelenggarakan rencana kerja yang
dimaksud. Sesuaikan biaya dengan rencana kerja yang akan dilaksanakan dalam kegiatan
tersebut.
Suatu rencana kerja yang baik, harus mencantumkan metode serta kriteria penilaian hasil
yang dicapai. Contoh metode yang digunakan: wawancara, rekam medik, pengamatan, dll.
Untuk kriteria penilaian sesuaikan dengan metode yang digunakan dalam kegiatan tersebut.
30
Beberapa contoh kegiatan/aktivitas yang dilakukan dalam perencanaan adalah sebagai
berikut:
a. Menetapkan target/sasaran apa yang akan dicapai tahun depan, bulan depan, minggu
depan, dan seterusnya. Misalnya tahun depan sudah dapat memberikan pelayanan
lengkap kepada ibu dan anak dengan fasilitas lengkap.
b. Menetapkan langkah-langkah, tindakan, dan kegiatan yang akan dilakukan dalam 1 0
tahun, satu tahun, satu bulan, dan, satu minggu ke depan, dan seterusnya.
c. Menyusun kebutuhan perlengkapan, peralatan, serta obat-obatan yang dibutuhkan
dalam satu bulan mendatang.
B. PELAKSANAAN (DO)
C. PEMERIKSAAN (CHECK)
Langkah ketiga yang dilakukan adalah secara berkala memeriksa (check) berbagai
kemajuan dan hasil yang dicapai dari pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan. Untuk dapat
memeriksa pelaksanaan dari rencana kerja dan cara penyelesaian masalah, ada dua alat bantu
yang sering dipergunakan yaitu lembaran pemeriksaan (check list) dan peta kontrol
(kontrol diagram), yaitu:
Lembaran pemeriksaan adalah suatu formulir yang dipergunakan untuk mencatat secara
periodik setiap penyimpangan yang terjadi. Untuk dapat mempergunakan lembaran
pemeriksaan, diperlukan langkah-langkah berikut.
Peta kontrol ialah status grafik yang menggambarkan besarnya penyimpangan dalam satu
kurun waktu tertentu. Jika penyimpangan tersebut melampaui batas maksimum dan/atau
minimum yang telah ditetapkan, berarti pelaksanaan cara penyelesaian masalah tidak
memperoleh kemajuan. Untuk itu manfaatkanlah data yang berhasil direkam dalam lembaran
pengamatan ke dalam peta kontrol yang telah dipersiapkan.
31
Untuk membuat peta kontrol gunakan langkah-langkah sebagai berikut:
b. Buat grafik yang memanfaatkan hasil perhitungan yang diperoleh dari lembaran
pengamatan.
b. Mengevaluasi pelaksanaan suatu kegiatan dan mengecek apakah ada yang kurang, ada
yang tidak sesuai dengan rencana, jadwal, dana, dan seterusnya.
D. PERBAIKAN
Langkah keempat yang dilakukan pada program PDCA adalah melaksanakan perbaikan (action)
rencana kerja. Lakukanlah penyempurnaan rencana kerja sesuai dengan hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan. Selanjutnya, rencana kerja yang telah diperbaiki tersebut dilaksanakan kembali.
Jangan lupa untuk memantau kemajuan serta hasil yang dicapai. Untuk kemudian tergantung
dari kemajuan serta hasil tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai.
2. Tujuan
a. Tujuan Program Jaminan Mutu secara Umum dapat dibedakan atas dua.
Tujuan tersebut adalah:
1) Tujuan Umum.
Tujuan Program Jaminan Mutu adalah untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
2) Tujuan Khusus.
a) Diketahuinya masalah mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
b) Diketahuinya penyebab munculnya masalah mutu pelayanan
kesehatan yang diselanggarakan.
3. Manfaat
a. Pemahaman staf terhadap tingkat mutu pelayanan yang ingin dicapai.
b. Meningkatkan efektifitas pelayanan yang diberikan.
c. Mendorong serta meningkatkan efisien dalam pengelolaan pelayanan
kesehatan.
d. Melindungi pelaksanaan pelayanan kesehatan dari gugatan hukum
e. Semakin meningkatnya mutu pelayanan.
4. Syarat
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan
yang dimaksud dan dipandang penting ialah:
34
a. Bersifat khas
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti
jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya
untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini,
maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik
perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap
penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut
bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai
mekanisme umpan balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan
berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku
35
f. Mudah dimengerti
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya.
Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit
dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
36
B. PROGRAM MENJAGA MUTU RETROSPEKTIF
6. Pengertian
Program menjaga mutu retrospektif adalah program menjaga mutu
yang dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk
ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur keluaran, yakni menilai
pemanpilan peleyanan kesehatan. Jika penampilan tersebut berada dibawah
standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehtan yang
diselenggarakan kurang bermutu.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar
keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan,
maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa
hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa
kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record
review, tissue,review, survei klien dan lain-lain
Program menjaga mutu retrospektif adalah suatu pengukuran terhadap
mutu layanan kesehatan yang dilakukan setelah penyelenggaraan layanan
kesehatan selesai dilaksanakan.
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa
pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan
kebutuhan kepuasan pelanggan.
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa
yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya
rasa aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang
dihasilkan tersebut
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan
standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang
telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah
sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan
37
menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
9. Manfaat
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang
akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat
diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang
benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat
diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan
dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
39
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat
dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah
standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena
harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah
standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan
penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar
dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
40
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan
munculnya gugatan hukum.
10. Syarat-syarat
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan
yang dimaksud dan dipandang penting ialah:
a. Bersifat khas.
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti
jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan
hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat
seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga
mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga
mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan
setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut
bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya
mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan
berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau
kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah
program menjaga mutu yang baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai
dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan,
terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program
yang baik.
e. Mudah dilaksanakan.
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah
sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self
41
assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung,
dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan
pelayanan kesehatan.
f. Mudah dimengerti
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan
pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang
hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
42
bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.
c. Unsur proses.
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan
atau non medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut
tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of
conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik.
13. Tujuan
a. Tujuan Umum Tujuan umum Program Menjaga Mutu adalah untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
43
b. Tujuan Khusus Tujuan khusus Program Menjaga Mutu dapat dibedakan
atas lima macam yakni:
1) Diketahuinya masalah mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarkan.
2) Diketahuinya penyebab munculnya masalah kesehatan yang
diselenggarakan.
3) Tersusunnya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu
pelayanan kesehatan yang ditemukan.
4) Terselenggarakan upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah
mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan.
5) Tersusunnya saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. (Sarwono, 2009 : 18)
44
mencakup tenaga dan saran, dapatlah dihindarinya berfungsinya institusi
kesehatan yang tidak memenuhi syarat. Standarisasi adalah suatu
pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu yang menyangkut
masukan proses dari system pelayanan kesehatan. Telah disadari
bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetric
neonatal merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari pelayanan kebidanan di setiap tingkat pelayanan.
Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat
diturunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini untuk
penanganan keadaan tersebut, disamping standar untuk pelayanan
kebidanan dasar. Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan
kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut:
a) Standar pelayanan umum (2 standar)
b) Standar pelayanan antenatal (6 standar)
c) Standar pertolongan persalinan (4 standar)
d) Standar pelayanan nifas (3 standar)
e) Standar penanganan kegawatdaruratan obstetric-neonatal (9
standar)
2) Perizinan (licensure)
Sekalipun standarisai telah terpenuhim bukan lalu berarti mutu pelayana
kesehatan selalu dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mencegah
pelayanan kesehatan yang tidak bermutu, standarisasi perlu diikuti
dengan perizinan yang lazimnya ditinjau secara berkala. Izin
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang memenuhi
persyaratan. Lisensi adalah proses administasi yang dilakukan oleh
pemerintah atau yang berwewenang berupa surat izin praktik yang
diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk
pelayanan mandiri. Tujuan lisensi adalah sebagai berikut:
a) Tujuan umum lisensi: Melindungi masyarakat dari pelayanan
profesi.
45
b) Tujuan khusus lisensi: Memberi kejelasan batas wewenang dan
menetapkan sarana dan prasarana. Lisensi (perizinan) pada
tenaga kesehatan ini juga tercantum pada peraturan pemerintah
Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 Bab III Pasal 4.
c) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan yang
bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
d) Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat. (Wahyuningsih :
2005)
15. Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan, yakni memberikan sertifikat
(pengakuan) kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang
benar-benar memenuhi persyaratan.
16. Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikat yang nilainya dipandang lebih
tinggi. Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan secara bertingkat, yakni yang
sesuai dengan kemampuan institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. (Sarwono, 2009 : 25-6)
a. Program Menjaga Mutu Konkuren (concurrent qualityassurance)
Program Menjaga Mutu Konkuren adalah Program Menjaga Mutu yang
diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini
perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan
menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang
ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
kurang bermutu. Program Menjaga Mutu Konkuren dinilai paling baik,
namun paling sulit dilaksanakan. Penyebab utamanya adalah karena
adanya factor tenggang rasa serta „bias‟ pada waktu pengamatan.
Seseorang akan cenderung lbih berhati-hati, apabila mengetahui sedang
diamati. Kecuali apabila pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan oleh
satu tim ( team work ) atau apabila telah terbentuk kelompok kesejawatan
(peer group). (Sarwono, 2009 : 26).
46
b. Program Menjaga Mutu Retrospektif (retrospective quality assurance)
Program menjaga mutu retrospektif adalah program menjaga mutu yang
dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk
ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsure keluaran, yakni menilai
penampilan pelayanan kesehatan. Jika penampilan pelayanan kesehatan
tersebut berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka berarti
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu. Karena
Program Menjaga Mutu Retrospektif dilaksanakan setelah
diselenggarakannya pelayanan kesehatan, maka objek Program Menjaga
Mutu umumnya bersifat tidak langsung. Dapat berupa hasil dari
pelayanan kesehatan, atau pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Beberapa contoh Program Menjaga Mutu Retrospektif adalah :
1) Review rekam medis (record review) Di sisni penampilan pelayanan
kesehatan dinilai dari rekam medis yang dipergunakan. Semua catatan
yang adadalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan. Tergantung dari masalah yang ingin dinilai, review rekam
medis dapat dibedakan atas beberapa macam. Misalnya drug usage
review jika yang dinilai adalah penggunaaan obat, dan atau surgical
case review jika yang dinilai adalah pelayanan kesehatan.
2) Review jaringan (tissue review) Di sisni penampilan pelayanan
kesehatan (khusus untuk bedah) dinilai dari jaringan pembedahan
yang dilakukan. Apabila gambaran patologi anatomi dari jaringan
yang diangkat telah sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan, maka
berarti pelayanan bedah tersebut adalah pelayanan kesehatan yang
bermutu.
3) Survey klien (client survey)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari pandangan pemakai
jasa pelayanan kesehatan. Survey klien ini dapat dilakuakn secara
informal, dalam arti melangsungkan Tanya jawab setelah usainya
setiap pelayanan kesehatan, atau secara formal, dalam arti melakukan
suatu survey yang dirancang khusus. Survei dapat dilaksanakan
melalui kuesioner atau interview secara langsung
47
maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya :
survei kepuasan pasien. (Sarwono, 2009 : 27) Tetapi jika ditinjau dari
kedudukan organisasi yang diserahkan tanggungjawab melaksanakan
Program Menjaga Mutu, bentuk Program Menjaga Mutu dapat
dibedakan atas dua macam:
c. Program Menjaga Mutu Internal (I n t e r n a l Q u a l i t y Assurance)
Program Menjaga Mutu Internal (Internal Quality Assurance)
dilaksanakan oleh suatu organisasi yang dibentuk di dalam institusi
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini di
dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi
yang secara khusus diserahkan tanggung jawab akan menyelenggarakan
program menajga mutu. Penyelenggara dapat berupa tim ataupun bersama-
sama dalam suatu organisai. Pembentukan organisasi sebaiknya pada
setiap unit organisasi yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Organisasi yang dibentuk banyak macamnya. Jika
ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara umum dapat dibedakan
atas dua macam :
1) Para pelaksana Program Menjaga Mutu adalah para ahli yang tidak
terlibat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan (expert group) yang
secara khusus diberikan wewenang dan tanggung jawab
menyelenggarakan Program Menjaga Mutu.
2) Para pelaksana Program Menjaga Mutu adalah mereka yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan (team based ), jadi semacam
Gugus Pengendali Mutu, sebagai mana yang banyak dibentuk di dunia
industri. Dari dua bentuk organisasi yang dapat dibentuk ini, yang
dinilai paling baik adalah bentuk anak kedua, karena sesungguhnya
yang paling bertanggung jawab menyelenggarakan Program Menjaga
Mutu seogyanya bukan orang lain melainkan adalah mereka yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu sendiri. (Sarwono, 2009 :
28)
48
d. Program Menjaga Mutu Eksternal (External quality assurance)
Pada bentuk ini kedudukan organisasi yang bertanggungjawab
menyelenggarakan program menjaga mutu berada diluar institusi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini, biasanya untuk suatu
wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu, dibentuklah
suatu organisasi, diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan program
menjaga mutu, misalnya suatu badan penyelenggara program asuransi
kesehatan, yang untuk kepentingan programnya, membentuksuatu unit
program menjaga mutu, guna memantau, menilai serta mengajukan saran-
saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh
berbagai institusipelayanan kesehatan yang tergabung dalam program yang
dikembangkannya.
1) Jika dibandingkan antara program menjaga mutu internal dengan
program menjaga mutu eksternal maka program menjaga mutu
internal yang lebih baik, karena program menjaga mutu akan lebih
mudah tercapai (penyelenggaranya terlibat langsung).
2) Juga untuk dapat menyelenggarakan program menjaga mutu eksternal
dibutuhkan sumber daya yg tidak sedikit (dalam banyak hal sulit
dipenuhi) (Sarwono, 2009 : 28-9)
49
badan penyelenggara program asuransi kesehatan, yang untuk kepentingan
programnya, membentuk suatu unit program menjaga mutu, guna memantau,
menilai serta mengajukan saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh berbagai institusi pelayanan kesehatan yang tergabung
dalam program yang dikembangkannya. Pada program menjaga mutu eksternal
seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang biasanya sulit
diterima.
17. Menetapkan Masalah Mutu
Masalah adalah sesuatu hal yang tidak sesuai dengan harapan. Dengan demikian,
masalah mutu layanan kesehatan adalah kesenjangan yang terjadi antara
harapan dengan kenyataan dari berbagai dimensi mutu layanan kesehatan
termasuk kepuasan pasien, kepuasan petugas kesehatan, dan kepatuhan
petugas kesehatan dalam menggunakan standar layanan kesehatan sewaktu
memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Masalah mutu layanan
kesehatan dapat dikenali dengan berbagai cara antara lain :
a. Melalui pengamatan langsung terhadap petugas kesehatan yang sedang
melakukan layanan kesehatan.
b. Melalui wawancara terhadap pasien dan keluarganya, masyarakat, serta
petugas kesehatan.
c. Dengan mendengar keluahan pasien dan keluarganya, masyarakat, serta
petugas kesehatan.
d. Dengan menbaca serta memeriksa catatan dan laporan serta rekam
medik.
Inventarisasi masalah mutu layanan kesehatan dasar akan dilakukan oleh
kelompok. Jaminan mutu layanan kesehatan melalui curah pendapat atau
teknik kelompok nominal. Setiap anggota kelompok diminta
mengemukakan sebanyak mungkin masalah mutu layanan kesehatan.
Setelah terkumpul, masalah utu tersebut harus diseleksi untuk membedakan
mana yang benar-benar masalah mutu atau bukan. Seleksi dilakukan melalui
klarifikasi dan komfirmasi terhadap masalah yang terkumpul. Klarifikasi di
sini ditujukan untuk menghilangkan atau
50
memperjelas masalah yang belum atau tidak jelas dan untuk menghindari terjadinya masalah
mutu layanan kesehatan yang tumpang tindih. Komfirmasi maksudnya adalah terdapatnya
dukungan data untuk setiap masalah yang telah diklarifikasikan sebagai bukti bahwa masalah
mutu layanan kesehatan memang ada. Setelah dilakukan klarifikasi dan konfirmasi, maka
yang bukan masalah mutu akan disingkirkan, sementara masalah mutu yang tersisa akan
ditentukan prioritasnya. Masalah mutu yang baik dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk
mencari pengalaman dalam memecahkan masalah mutu layanan kesehatan. Karakteristik
masalah mutu semacam ini antara lain:
1) Mudah dikenali, karena biasanya dapat dipecahkan dengan mudah dan
cepat.
2) Masalah mutu layanan kesehatan, yang menurut petugas layanan
penting.
3) Masalah mutu layanan kesehatan yang mempunyai hubungan
emosional dengan petugas layanan.
Program menjaga mutu eksternal lazimnya merupakan pelengkap
program menjaga mutu internal, yang peranannya lebih banyak bersifat
lembaga pembanding. Dalam arti apabila terdapat perselisihan pendapat
tentang hasil penilain mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
oleh program menjaga mutu internal (biasanya dari klien) dirujuk
keprogram menjaga mutu eksternal atau sering pula ditemukan pada
program asuransi kesehatan, yakni untuk menilai mutu pelayanan yang di
selenggarakan oleh institusi kesehatan yang diserahkan tanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada peserta program asuransi
kesehatan yang menjadi tanggungannya seperti:
1. Aspek profesi atau mutu dari pendekatan sumber daya
2. Kepuasan pasien dengan pelayanan yang diberikan
51
3. Definisi Penjaminan Mutu
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan
berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan peningkatan
mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar
layanan kesehatan yang disepakati. Istilah jaminan mutu layanan kesehatan ini mencakup
semuakegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu.
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara
berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan
penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan,
menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan
yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran-saran tindak lanjut
untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Herlambang, 2016).
Menurut Herlambang (2016), menyatakan bahwa manfaat dari program jaminan
mutu adalah:
a. Dapat Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan dapat
diatasinya masalah kesehatan secara tepat, karena pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi ataupun
standar yang telah ditetapkan.
b. Dapat Meningkatkan Efisiensi Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efisiensi yang dimaksudkan ini erat hubungannya dengan dapat
dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar ataupun
yang berlebihan. Biaya tambahan karena harus menangani efek samping atau
komplikasi karena pelayanan kesehatan dibawah standar dapat dihindari.
Demikian pula halnya mutu pemakaian sumber daya yang tidak pada
tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan
a. Dapat Meningkatkan Penerimaan Masyarakat Terhadap Pelayanan
Kesehatan
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya
pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada
52
gilirannya pasti akan berperan besar dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.
b. Dapat Melindungi Penyelenggara Pelayanan Kesehatan dan
Kemungkinan Timbulnya Gugatan Hukum
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat,
maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk
mencegah kemungkinan gugatan hukum terhadap penyelenggara pelayanan
kesehatan, antara lain karena ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan,
perlulah diselenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Dari uraian tersebut, mudah dipahami bahwa terselenggaranya
program menjaga mutu pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang
besar dalam melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan
kemungkinan timbulnya gugatan hukum, karena memang pelayanan
kesehatang yang diselenggarakan telah terjamin mutunya.
2. Total Quality Manajement (TQM)
Total quality management (TQM) atau manajemen mutu terpadu, continous
quality improvement atau peningkatan mutu berkesinambungan, quality
management atau manajemen mutu. Dengan demikian jaminan mutu layanan
kesehatan mencakup kegiatan :
a. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi
pelanggan eksternal layanan kesehatan.
54
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dengan adanya makalah ini dapat di gunakan sebagai acuan dalam memberikan Asuhan
Kebidanan. Diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan bermanfaat demi
kemajuan Ilmu Kebidanan.
55
DAFTAR PUSTAKA
Asrinah,dkk. 2010. Konsep kebidanan. Graha Ilmu : Yogyakarta. Estiwidani, dkk. 2009.
Lailiyana, Laila, A., Daiyah, I., Susanti, S. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan persalinan.
Jakarta: EGC.
Saifudin, A.B., Affandi. B., Baharudin. M., Soekis.S., (2011).Buku Panduan PraktisPelayanan
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Yustina.2007. “Upaya Strategis Menurunkan AKI Dan AKB”.Jurnal Wawasan. Volume 13,Nomor 2.
http://www.mitrothemaks.file.wordpress.com
Fatma, 2009. Prioritas Tema untuk Advokasi. http://www.rafpakistan.org di akses pada tanggal 22
Februari 2012.
http://devilia-guritno.blogspot.com/2012/03/strategi-advokasi-dalam-pelayanan.html?m=1
56
https://www.slideshare.net/eddysanusisilitonga/teknik-negosiasi-rangkuman-lobi-negosiasi-
mempengaruhi-orang-lain-secepat-kilat
57
Artikel Kebidanan. “contoh berpikir kritis dalam kebidanan” (online),
darihttps://www.artikelkebidanan.com/artikel/contoh-berpikir-kritis-dalam-
kebidanan.html/page/4
“ issue terkini dan evidence based practice dalam asuhan kehamilan” (online),
darihttps://caridokumen.com/queue/issue-terkini-dan-evidence-based-practice-dalam-asuhan-
kebidanan-kehamilan5a44c852b7d7bc7b7a86051a_pdf?queue_id=-1Khairunnisa, Marlina. 2013.
58