Contoh Proposal PKMP

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 31

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM PERANCANGAN ALAT BIOFILTRASI UDARA YANG TERKONTAMINASI TOLUENA DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGISI KARBON AKTIF GRANULAR

BIDANG KEGIATAN: Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP)

Diusulkan oleh: Ketua Pelaksana Kegiatan : Estu Fitri Prasastiani (040506027X, angkatan 2005) (0405060571, angkatan 2005) (0706269703, angkatan 2007)

Anggota Pelaksana Kegiatan : Rizka Yulina Dhinda Prinita Sari

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2008

1. Judul kegiatan

: Perancangan Alat Biofiltrasi Udara yang Terkontaminasi Toluena dengan Menggunakan Bahan Pengisi Karbon Aktif Granular

2. Bidang kegiatan 3. Bidang ilmu 4. Ketua pelaksana kegiatan a. Nama lengkap b. NPM c. Jurusan d. Universitas e. Alamat rumah/telp f. Alamat email

: PKMP : Teknologi dan rekayasa : : Estu Fitri Prasastiani : 040506027X : Teknik Kimia : Universitas Indonesia : Jl. Angklung I nomor 359 RT 10/08 Depok : [email protected]

5. Anggota pelaksana kegiatan: 2 orang 6. Dosen pembimbing a. Nama lengkap b. NIP : : Ir. Praswasti PDK Wulan, MT. : 132 008 518

7. Biaya kegiatan total DIKTI : Rp 6.000.000,00 8. Jangka waktu pelaksanaan : Disesuaikan dengan jadwal dari DIKTI

Menyetujui, Ketua Departemen Teknik Kimia Ketua Pelaksana Kegiatan

(Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA.) NIP. 131 627 864 Pembantu atau Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan/Direktur Politeknik/ Ketua Sekolah Tinggi

(Estu Fitri Prasastiani) NPM 040506027X

Dosen Pembimbing

(Arie Budi Susilo) NIP. 131 861 377

(Ir. Praswasti PDK Wulan, MT.) NIP. 132 008 518

A.

JUDUL PROGRAM

Perancangan Alat Biofiltrasi Udara yang Terkontaminasi Toluena dengan Menggunakan Bahan Pengisi Karbon Aktif Granular

B.

LATAR BELAKANG MASALAH Selain dampak positif, perkembangan industri petrokimia juga tak lepas dari

dampak negatif, khususnya dampak lingkungan. Limbah industri petrokimia yang umumnya berbahan baku gas bumi atau minyak bumi akan menghasilkan limbah hidrokarbon yang merupakan salah satu komponen penyebab pencemaran udara dan dapat memberikan dampak buruk terutama bagi kesehatan manusia. Berdasarkan data yang diperoleh, menurut Bapedalda Bandung konsentrasi hidrokarbon mencapai 4,57 ppm padahal baku mutu PP 41/1999 adalah 0,24 ppm [3]. Salah satu limbah hidrokarbon yang tersebar luas di lingkungan adalah toluena. Toluena digunakan sebagai aditif pada gasolin untuk meningkatkan tingkat oktan; dalam produksi benzena, nilon, plastik, dan poliuretan; dan sebagai pelarut pada cat, tinta, adhessive, dan pembersih [1]. Toluena bersifat non-korosif, tidak berwarna, berbau aromatik, dan tergolong sebagai senyawa organik volatile (VOC). Senyawa organik volatile (VOC) adalah senyawa organik yang mudah menguap, pencemar udara yang berbahaya, dan juga merupakan precursor ozon yang dapat meningkatkan produksi ozon meningkat dengan cepat, dimana peningkatan ozon ini juga dapat menyebabkan berbagai efek negatif lainnya. Nilai mbang batas toluene dinyatakan sebagai time-weighted average (TWA) oleh ACGIH TLV (American Conference of Governmental and Industrial Hygienists' threshold limit value) yaitu sebesar 50 ppm (188 mg/m3). Nilai ambang batas tersebut menyatakan konsentrasi toluena yang dapat terpapar tanpa menimbulkan efek negatif pada sebagian besar pekerja [17]. Toluene dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Kadar rendah sampai menengah dapat menyebabkan keletihan, kebingungan, kelemahan, bertindak seperti pemabuk, hilang ingatan, mual, hilang nafsu makan, hilang pendengaran, dan hilang penglihatan akan warna. Gejala-gejala ini biasanya hilang ketika kontak dengan toluena dihentikan. Sedangkan, menghirup toluena dengan kadar tinggi dapat menyebabkan kepala

terasa berkunang-kunang, pusing, mengantuk, pingsan, dapat merusak ginjal dan hati, bahkan dapat berujung pada kematian [1]. Oleh karena itu, untuk menghindari dampak negatif dari pencemaran udara yang terkontaminasi toluena diperlukan suatu proses untuk mereduksi kandungan toluena pada udara yang terkontaminasi toluena sehingga tidak melebihi ambang batas. Berbagai proses telah dikembangkan untuk mereduksi gas toluena dari lingkungan. Diantaranya adalah adsorpsi dengan karbon aktif. Metode adsorpsi ini memiliki kelemahan berupa biaya operasional yang tinggi karena faktor penggantian adsorben yang telah jenuh secara rutin. Metode pengolahan limbah lainnya adalah biodegradasi. Biodegradasi merupakan metode aplikasi proses biologi yang memanfaatkan aktivitas mikroba untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan kontaminan dalam limbah. Namun, metode biodegradasi ini juga memiliki kelemahan berupa tingginya kebutuhan energi dan biaya operasional [16]. Oleh karena itu, untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada metode tersebut dikembangkan teknologi dengan mengkombinasikan proses biodegradasi dan adsorpsi yang disebut dengan metode biofiltrasi. Limbah gas akan diadsorpsi oleh adsorben yang ditambahkan. Kemudian adsorben yang sudah jenuh akan direaktivasi oleh mikroorganisme dengan mendegradasi kontaminan yang terserap oleh adsorben tersebut (reaktivasi secara bioregenerasi). Sehingga proses pengeliminasian kontaminan menjadi lebih efektif dan efisien karena adsorben yang telah jenuh tidak perlu sering diganti. Hal tersebut membuat proses secara keseluruhan tidak perlu dihentikan sehingga dapat mempercepat waktu operasi dan penghematan biaya operasional [9]. Atau dengan kata lain bahwa biofiltrasi memiliki kelebihan utama yaitu biaya perawatan dan operasional yang rendah, serta efisiensi proses yang tinggi dimana dapat mencapai lebih dari 90 % [13]. Perancangan suatu sistem biofilter merupakan faktor yang penting untuk kesuksesan proses biofiltrasi. Beberapa parameter yang harus dipertimbangkan dalam perancangan alat biofilter antara lain: pemilihan jenis kolom adsorpsi, penentuan dimensi kolom, serta penentuan komponen-komponen yang harus digunakan dalam mendukung sistem biofilter tersebut. Semua parameter tersebut diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan adsorben, mikroorganisme, dan kondisi operasi biofilter. Sedangkan, uji kinerja dari rancangan alat biofilter

dilakukan dengan memvariasikan laju alir kontaminan untuk mendapatkan hasil operasi (efisiensi degradasi) yang optimum.

C.

RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana perancangan alat biofilter yang akan digunakan untuk proses biofiltrasi udara yang terkontaminasi toluena? 2. Bagaimana pengaruh laju alir kontaminan terhadap nilai efisiensi degradasi (RE) pada alat biofilter? 3. Bagaimana kemampuan adsorpsi karbon aktif granular (GAC) dalam mengadsorpsi gas toluena menggunakan alat biofilter?

D.

TUJUAN PROGRAM

Mereduksi kontaminan yang berbahaya (toluena) pada udara yang terkontaminasi toluena agar berada di bawah ambang batasnya.

E.

LUARAN YANG DIHARAPKAN

PKMP (Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian)

F.

KEGUNAAN PROGRAM 1. Mengatasi pencemaran udara akibat kontaminan berbahaya yang berasal dari limbah gas industri petrokimia 2. Mengembangkan teknologi bioproses dalam mengatasi masalah lingkungan

G.

TINJAUAN PUSTAKA

G.1 Toluena Toluena juga dikenal sebagai methylbenzene, toluol, atau phenylmethane. Nama toluena merupakan turunan dari produk resin alami sebagai Balsam of Tolu yang merupakan nama sebuah kota kecil di Kolombia. Nama ini dipilih karena toluena merupakan produk degradasi dari pemanasan resin alami. Toluena merupakan senyawa hidrokarbon aromatik yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas [15]. Toluena merupakan senyawa turunan dari benzene. Toluena merupakan benzena yang telah tersubstitusi oleh gugus metil.

Gambar G.1 Senyawa toluena [4]

Sebelum Perang Dunia I, toluena diproduksi hanya dalam jumlah yang sedikit melalui pemanasan minuman coke. Saat perang dunia pecah, kebutuhan akan toluena sebagai bahan dasar produksi trinitro toluena (TNT) untuk pembuatan bahan peledak meningkat tajam. Permintaan akan toluena yang tinggi mengharuskan pencarian bahan baku alternatif karena toluena yang dihasilkan melalui proses pemanasan coke sangat sedikit. Setelah melakukan penelitian, ternyata toluena dapat diperoleh dengan proses termal cracking dari minyak bumi khususnya nafta [15]. Penemuan toluena dari minyak bumi ini sangat menjanjikan untuk waktu selanjutnya karena persediaan minyak bumi sebagai bahan baku sangat melimpah di Amerika Selatan seperti Kolombia, Venezuela, dan Brazil; di Timur Tengah juga ditemukan sumber minyak bumi potensial. Setelah perang dunia kembali berkecamuk, toluena diproduksi secara besar-besaran melalui proses catalytic reforming untuk digunakan dalam dunia penerbangan selama perang [15]. Toluena biasa diproduksi bersama dengan senyawa aromatik lainnya seperti benzena dan xilena melalui proses catalytic reforming untuk hidrokarbon C6 sampai C9 nafta. Hasil yang terbentuk diekstraksi, biasanya lebih sering dengan sulfolane atau tetraethylene glycol dan suatu ko-solven untuk menghasilkan campuran antara benzene, toluena, xilene, dan C9 aromatik, untuk selanjutnya dipisahkan dengan fraksionasi. Pada tahun 1997 ditemukan sebuah teknologi baru untuk produksi BTX yaitu dari pirolisis hidrokarbon ringan C2-C5, LPG, dan nafta. Kapasitas produksi toluena murni di Amerika Serikat adalah sekitar 6.1 x 106 metrik ton pertahun dimana sebanyak 75-80% digunakan sebagai bahan baku industri kimia dan pelarut [15]. Berikut ini adalah data fisika toluena sebagai hidrokarbon aromatik:

Tabel G.1 Sifat fisika toluena [15] Sifat Berat molekul Titik lebur Titik didih Temperature kritis Titik bakar Temperatur autoignition Tekanan kritis Volume kritis Faktor kompresibilitas kritis Faktor aksentrik Densitas Cp Viskositas Konduktivitas termal Tegangan permukaan Kelarutan pada 160C Kelarutan pada 20 C
0

Nilai 92.140 178.150 383.750 591.800 278.000 809.000 4.110 0.316 0.264 0.262 9.380 156.500 1.470 0.162 27.900 0.470 0.515

Satuan

K K K K K MPa L/gr.mol

L/mol J/mol.K cP

gr/L gr/L

Toluene dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Kadar rendah sampai menengah dapat menyebabkan keletihan, kebingungan, kelemahan, bertindak seperti pemabuk, hilang ingatan, mual, hilang nafsu makan, dan hilang pendengaran dan penglihatan akan warna. Gejala-gejala ini biasanya hilang ketika kontak dengan toluena dihentikan. Menghirup toluena dengan kadar tinggi dalam waktu singkat dapat membuat kepala terasa berkunang-kunang, pusing, atau mengantuk. Bahkan dapat menyebabkan pingsan, dan kematian. Kadar toluena yang tinggi dapat merusak ginjal dan hati, bahkan dapat berujung pada kematian [1]. Nilai mbang batas toluene dinyatakan sebagai time-weighted average (TWA) oleh ACGIH TLV (American Conference of Governmental and Industrial Hygienists' threshold limit value) yaitu sebesar 50 ppm (188 mg/m3). Data ini juga merupakan data yang dijadikan standar nasional indonesia untuk nilai ambang batas toluene di udara.

G.2 Adsorpsi Fenomena adsorpsi terjadi ketika molekul-molekul yang berada di sekitar permukaan suatu zat padat dapat mengikat molekul senyawa cair atau gas yang dapat larut di dalamnya. Peristiwa terikatnya molekul fluida ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya tegangan permukaan, gaya tarik elektrostatis, serta afinitas molekul. Pada peristiwa ini, zat yang mengadsorpsi molekul fluida disebut adsorben, sedangkan molekul yang teradsorpsi disebut adsorbat [6]. Adsorpsi adsorbat oleh adsorben dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, sebagai berikut [6]: Jenis adsorben Sebaiknya adsorben yang digunakan murni dan tidak mengandung molekul yang lain sehingga adsorpsi dapat terjadi secara maksimal. Porositas adsorben sangat mempengaruhi proses adsorpsi sehingga besar pori dan luas permukaannya harus diketahui dengan spesifik. Adsorben yang sering digunakan di industri adalah karbon aktif. Adsorben yang baik memiliki luas permukaan aktif yang besar dan kemurniannya tingi. Jenis adsorbat Seperti ukuran molekul, berat molekul, diameter pori kolom, dan kepolaran molekul adsorbat. Sebaiknya ukuran pori adsorbat sedikit lebih besar daripada pori adsorben sehingga dapat masuk kedalamnya. Konsenttrasi adsorbat juga sangat menentukan keberhasilan dan lamanya proses adsorpsi mencapai titik jenuh. Jika konsentrasi adsorbat tinggi, proses adsorpsi akan berlangsung cepat karena adsorben akan cepat jenuh sehingga perlu dipulihkan atau diganti dengan yang baru. Tekanan Kenaikan tekanan pada adsorpsi fisika akan meningkatkan jumlah zat yang diadsorpsi sedangkan untuk adsorpsi kimia jumlah zat yang diadsorpsi semakin sedikit. Temperatur Temperatur yang lebih rendah meningkatkan jumlah molekul adsorbat yang diserap oleh adsorben. Adsorpsi fisika yang substansial biasanya terjadi pada

10

temperatur di bawah titik didih adsorbat sekitar 500C. Proses adsorpsi merupakan proses eksotermis.

G.3 Biodegradasi Seperti makhluk hidup yang lain, mikroorganisme juga melakukan respirasi yang disebut dengan katabolisme. Jalur utama untuk proses respirasi adalah sistem transfer elektron. Biodegradasi adalah proses dekomposisi senyawa kimia yang kompleks menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana memanfaatkan metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme, substrat yang sederhana tersebut dapat dijadikan sebagai nutrisi mikroba. Keberhasilan proses biodegradasi sangat ditentukan oleh mikroba, kondisi sistem operasi seperti pH, temperatur, ketersediaan oksigen, dan medium yang digunakan [14]. Mikroorganisme menggunakan enzim untuk melakukan proses biokimia degradasi kontaminan. Reaksi yang paling penting adalah reaksi oksidasi dan reduksi yang melibatkan transfer elektron dari suatu molekul ke molekul lain. Reaksi secara umum keseluruhan adalah [14]: Karbon kompleks + O2 G.4 Biofiltrasi Biofilter telah banyak digunakan di negara-negara Eropa, Amerika dan Jepang karena memiliki efektivitas yang tinggi untuk mengolah emisi gas buang dari berbagai industri dengan volume gas yang besar namun mempunyai konsentrasi polutan yang rendah. Selain itu jika dibandingkan dengan metode fisika-kimia konvensional, metode biofilter ini mempunyai kelebihan yaitu biaya investasi dan operasional yang rendah, stabil pada waktu yang relatif lama, dan memiliki daya degradasi gas polutan yang tinggi. Desain biofilter berdasarkan pada laju alir volumetrik udara yang akan diolah, kontaminan udara spesifik, konsentrasi, karakteristik media, ukuran biofilter (area), kontrol kandungan air, perawatan, dan biaya. Kinerja sistem biofilter dapat dinilai berdasarkan beberapa hal berikut [18]: 1. Laju atau kapasitas degradasi maksimum (g/kg-media kering/hari). CO2 + H2O + energi

11

2. Kecepatan tercapainya kondisi aklimatisasi mikroba. Parameter ini akan menunjukkan kinerja dari bioavailibilitas konsorsium mikroba yang dikembangkan untuk mendegradasi gas polutan. Semakin cepat masa adaptasi mikroba (log phase), maka kinerja biofilter akan semakin baik. 3. Kemampuan mempertahankan rasio degradasi gas (efisiensi degradasi) dalam waktu yang lama. Rasio degradasi polutan gas dari biofilter umumnya di atas 95 % dan dapat bertahan dalam janngka waktu yang relatif lama. 4. Kemampuan bahan pengisi dalam mempertahankan kondisi pH, temperatur dan kadar air. Kemampuan ini menggambarkan kinerja biofilter terhadap fluktuasi beban polutan gas yang tinggi, kurangnya humidifikasi dan masa tidak terpakainya biofilter akibat fluktuasi proses produksi pada industri.

G.5 Bioreaktor Packed/Fixed Bed Dalam adsorpsi unggun diam, konsentrasi fasa fluida dan padatan akan berubah terhadap waktu sesuai dengan posisinya pada unggun. Laju alir kontaminan yang dimasukkan dalam kolom tidak terlalu besar sehingga karbon aktif sebagai unggun tidak ikut keluar bersama hasil adsorpsi. Pada awalnya kebanyakan transfer massa terjadi pada daerah dekat masukkan dimana fluida akan kontak pertama kali dengan adsorben. Karena karbon aktif yang digunakan sebagai adsorben telah dibersihkan dari pengotor, konsentrasi keluaran kolom akan mendekati nol. Ini terjadi karena adsorben berupa pori-pori karbon aktif masih mampu mengadsorp semua adsorbat yang jumlahnya masih sedikit [9]. Seiring dengan berjalannya waktu maka konsentrasi keluaran akan semakin meningkat dan pada saat adsorben telah jenuh dengan adsorbat, konsentrasi keluaran akan sama dengan konsentrasi kontaminan masuk kolom. Padatan menyerap sejumlah kontaminan yang cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Ketika kapasitas adsorpsi padatan mendekati atau telah mencapai kejenuhan, harus dilakukan regenerasi [9]. Dalam proses adsorpsi, kolom packed bed biasa digunakan untuk memperoleh luas permukaan kontak yang besar antara fasa gas dan padat (solid) atau liquid sehingga didapatkan kondisi dimana proses perpindahan massa dan perpindahan panas antara adsorbat dan adsorben berlangsung secara lebih cepat.

12

Tipikal umum dari kolom packed bed adalah suatu kolom silindris yang diisi oleh sejumlah bahan pengisi (packing material) yang sesuai dengan proses adsorpsi yang dilakukan.

G.6 Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon Biodegradasi hidrokarbon disesuaikan dengan bakteri. Lebih dari 200 spesies mikroba tanah telah diidentifikasi dapat mengasimilasi substrat hidrokarbon. Beberapa dari mikroba tersebut adalah Pseudomonas, Flavobacterium, Micrococcus, Mycobacterium, Nocordia, Bacillus, dan Acinetobacter. Laju dan kemampuan mikroba untuk mendegradasi hirokarbon tergantung pada kemampuan kondisi lingkungan untuk menunjang komunitas mikroba yang sehat. Kondisi yang mempengarauhi laju degradasi hidrokarbon meliputi temperatur, porositas, kandungan air, kandungan oksigen, dan nutisi [15]. Dalam penelitian ini konsorsium bakteri yang digunakan adalah konsorsium bakteri Pseudomonas sp. dan Bacillus sp.

G.6.1 Pseudomonas sp. Terdapat lebih dari 230 spesies dalam genus Pseudomonas. Mikroorganisme ini memiliki kemampuan untuk tumbuh dalam senyawa hidrokarbon alifatik maupun hidrokarbon aromatik. Suhu optimum pertumbuhan Pseudomonas sp. adalah 300C dengan pH sekitar 7 dan termasuk dalam kategori mesofil. Pseudomonas sp. merupakan bakteri gram negatif yang bersifat aerobik dan mampu tumbuh pada lingkungan yang ekstrim. Beberapa sumber karbon dan hidrokarbon merupakan tempat hidup yang sesuai untuk bakteri ini. Spesies ini biasa digunakan untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon dengan cara mengisolasi dari lingkungan tanah yang mengandung konsentrasi senyawa hidrokarbon poliaromatik yang tinggi. Beberapa spesiesnya dikenal sebagai bakteri patogen terhadap manusia dan hewan. Pseudomonas dapat terinkubasi pada suhu 20-250C (pada makanan dan lingkungan), dan pada suhu 35-370C (pada hewan). Pada nutrien agar, bakteri ini membentuk koloni besar dengan panjang sekitar 2-4 mm, datar, menyebar, dan berpigmen warna kuning kehijauan atau kuning kebiruan [5].

13

G.6.2 Bacillus sp. Bacillus merupakan genus bakteri gram positif yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif. Beberapa spesiesnya terdapat di tanah, hewan yang telah mati membusuk, dan juga pada sayuran yang bermasalah. Bakteri ini berukuran hingga 10 x 1 m dan biasanya menempel membentuk rangkaian atau rantai. Sebagian besar spesiesnya motil, beberapa membentuk koloni motil dan membentuk kapsul. Karakter fisiologis dari bakteri ini sangat bervariasi, terdapat jenis bakteri yang aerob sempurna, namun ada pula yang bersifat anaerob fakultatif. Sejumlah kecil dari jenis bakteri ini adalah termofil, namun semua jenis bakteri ini merupakan katalase positif [5].

G.7 Karbon Aktif Karbon aktif atau yang dikenal sebagai activated carbon adalah karbon yang daya adsorpsinya telah ditingkatkan. Activated adalah proses penghilangan komponen hidrokarbon, gas, dan air dari permukaan karbon yang akan digunakan. Pengaktifan ini terjadi karena terbentuknya gugus aktif akibat adanya interaksi radikal bebas pada permukaan karbon dengan atom seperti oksigen dan nitrogen. Tujuannya adalah untuk memperoleh luas permukaan yang maksimal dan pori yang sesuai sehingga karbon mampu mengadsorp adsorbat. Luas permukaan dari karbon aktif adalah 500 2000 m2/gr dengan bentuknya berupa silinder [15].

Gambar G.2 Karbon aktif [2]

Saat ini karbon aktif diproduksi dalam dua bentuk yaitu powder activated carbon (PAC) berupa carbon aktif bubuk dan granular activated carbon (GAC) berupa karbon aktif granular. Penggunaan PAC saat ini sudah berkurang dan kebanyakan industri menggunakan GAC dalam proses adsorpsi. PAC terdiri dari

14

partikel-partikel karbon yang sangat kecil berukuran kurang dari 0.05 mm yang ditambahkan dalam air dalam bentuk suspensi. GAC biasanya berukuran lebih besar dari PAC yaitu sekitar 0.3 3 mm [12]. Penggunaan GAC lebih luas dibandingkan dengan PAC dalam proses adsorpsi karena kelebihan GAC sebagai berikut [16]: 1. Penggunaan GAC akan memberikan yield kapasitas adsorpsi yang lebih baik daripada penggunaaan PAC karena GAC akan jenuh pada konsentrasi influen yang lebih tinggi dibandingkan PAC. 2. Penggunaan GAC lebih ekonomis daripada PAC untuk efisiensi proses adsorpsi yang sama. 3. GAC lebih mudah ditangani daripada PAC karena bentuk fisiknya yang tidak terlalu kecil.

Gambar G.3 Karbon aktif granular

G.7.1 Adsorpsi oleh Karbon Aktif Dalam aplikasinya, karbon aktif dibedakan menjadi karbon adsorben gas yang digunakan untuk pemurnian atau recovery pada fasa uap/gas dan karbon adsorben cair yang digunakan untuk pemurnian larutan dengan tujuan

menghilangkan bau dan rasa air. Aplikasi fasa gas dari karbon aktif salah satunya adalah untuk filter zat-zat yang mengkontaminasi udara. Karbon aktif yang paling banyak digunakan pada aplikasi fasa gas adalah karbon aktif granular (GAC) [15]. Karbon aktif untuk aplikasi fasa gas ini memiliki luas permukaan antara 800 1200 m2/g dan ukuran partikel sekitar 0,05 inchi. GAC digunakan dengan cara mengalirkan udara yang terkontaminasi ke unggun diam dalam reaktor fixed bed atau reaktor semi fixed bed yang nantinya akan berperan sebagai filter bagi kontaminan yang melaluinya [15]. Penggunaan GAC juga untuk meminimalkan pressure drop dalam reaktor fixed bed.

15

Yang menjadi perhatian utama dalam melakukan proses adsorpsi dengan karbon aktif adalah ukuran dan bentuk pori-porinya. Secara umum berdasarkan besarnya ukuran pori, karbon aktif dibedakan atas tiga jenis yaitu [15]: Micropore, karbon aktif dimana proses adsorpsi berlangsung maksimal dengan ukuran pori kurang dari 2 nm. Mesopore, sering juga disebut area transisi/transitional pore dengan ukuran pori sekitar 2 50 nm. Macropore, merupakan pintu masuknya adsorbat menuju ke dalam micropore, dengan ukuran pori lebih besar dari 50 nm. Untuk aplikasi karbon adsorben gas khususnya untuk pengolahan/filter udara yang terkontaminasi, jenis karbon aktif yang digunakan berdasarkan ukuran porinya adalah jenis karbon aktif micopore [15].

G.7.2 Luas Permukaan Karbon Aktif Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menentukan luas permukaan spesifik karbon aktif adalah metode Brenauer Emmet and Teller (BET) dengan bantuan autosorb. Prinsipnya adalah dengan mengukur pori mesopore dan micropore karbon untuk adsorpsi gas nitrogen pada tekanan tertentu. Luas permukaan karbon aktif yang dijual di pasaran adalah 500 2000 m2/g [15]. Berikut ini adalah persamaan BET, yaitu: 1 1 = + P0 CVm V 1 P Keterangan: P P0 V Vm C Qa Qp

(C 1) P

P0 CVm

= tekanan gas saat adsorpsi = tekanan jenuh adsorbat pada suhu percobaan = Volume gas yang diadsorpsi pada tekanan P = Volume gas yang diadsorpsi untuk monolayer = konstanta panas adsorpsi dan panas pencairan = Panas adsorpsi pada layer pertama = panas adsorpsi pada layer yang lain

16

Dari persamaan tersebut kita dapat memperkirakan kapasitas adsorpsi dari karbon aktif yang digunakan.

G.8 Kromatografi Gas Gas Chromatography (GC) merupakan teknik pemisahan komponenkomponen dalam campuran yang didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen tersebut dalam fasa gerak dan fasa diam [8]. GC yang biasa digunakan untuk analisis sampel gas adalah dengan menggunakan detektor ionisasi nyala atau flame ionization detector (FID). Detektor akan menangkap hantaran listrik yang terjadi akibat ion dan elektron yang dihasilkan dari nyala H2 atau udara karena pengaruh adanya gas organik. GC FID ini digunakan untuk menganalisa hampir semua jenis senyawa organik. Berikut ini adalah instrumrntasi dari GC [12]: Sumber gas pembawa Sumber ini berupa tabung silinder dimana gas pembawa dihasilkan. Gas pembawa berfungsi untuk membawa sample melalui kolom dan menyediakan matriks yang sesuai untuk detector. Gas pembawa harus inert, kering, dan murni untuk mencegah kerusakan kolom. Gas pembawa yang biasa digunakan antara lain nitrogen, helium, dan hidrogen. Sistem Penginjeksi Sampel Sampel diinjeksikan kedalam kolom dengan suatu alat, yang biasa digunakan adalah microsyringes. Penginjeksian ini harus dilakukan dengan cepat, karena jika tidak akan menghasilkan sebaran pita yang lebih banyak. Setelah diinjeksi, sampel diuapkan agar lebih mudah dibawa oleh gas pembawa baru kemudian dimasukkan kedalam kolom. Oleh karenanya, temperatur sistem penginjeksi sampel perlu diperhatikan agar seluruh sampel dapat menjadi uap. Pada sistem ini, juga terdapat katup yang dinamakan dengan gas sampling valve, yang berfungsi untuk menurunkan tekanan cairan sampel yang memiliki titik didih rendah sehingga dapat berubah menjadi uap.

17

Kolom Kolom merupakan tempat dimana komponen-komponen yang terdapat dalam sampel dipisahkan. Biasanya kolom dibentuk huruf U atau dikumpar menjadi spiral. Kolom diisi dengan fasa diam. Detektor Detektor berfungsi untuk memberikan respon terhadap komponen-komponen dalam sampel. Detektor yang baik harus mampu merespon dengan cepat, tidak merusak sampel, dan temperaturnya berkisar dari temperatur ruang hingga dibawah 4000C. Sistem Komputer Sinyal yang diperoleh dari detektor diperkuat dengan amplifier dan diteruskan ke komputer untuk menghasilkan hasil visual dari sampel yang dianalisis.

Suhu Tinggi

Input Sampel

Kolom

Detektor

Recorder (Sistim Komputer)

Gas pembawa

Gambar G.4 Diagram alir kromatografi gas

Metode kromatografi gas sering digunakan untuk analisis senyawa organik karena metode ini banyak memiliki keuntungan antara lain [11]: Metode GC dapat digunakan untuk mengidentifikasi minyak bumi baik secara kualitatif, ataupun secara kuantitatif. Memiliki sensitivitas yang tinggi (ketelitiannya sampai ppm bahkan ppb). Hanya membutuhkan sedikit sampel (dalam ukuran monogram bahkan pikogram). Bisa memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran sekaligus berdasarkan laju difusinya diantara dua fasa (GC). Limit deteksi tinggi (dapat mengidentifikasikan ketidakmurnian cairan volatile dengan konsentrasi 90 ppm).

18

Analisa kuantitatif dengan akurasi tinggi. Memiliki respon yang sama untuk semua uap organik sehingga perbandingan konsentrasi dari uap organik yang berbeda menjadi sederhana dan dapat diukur dengan mudah dari area dibawah tiap puncak.

Mudah digunakan, murah, dan cepat dalam mendapatkan hasil (data) kromatografi sehingga analisis dan identifikasi senyawa dapat dilakukan dengan cepat.

19

H.

METODE PELAKSANAAN

H.1 Skema Penelitian

20

H.2 Perhitungan Perancangan Alat biofilter Dalam perhitungan perancangan kolom biofilter, parameter-parameter yang perlu diketahui adalah sebagai berikut: a. Void fraction unggun karbon aktif granular dalam kolom () Fraksi kekosongan (void fraction) dari unggun suatu kolom adsorpsi didefinisikan sebagai volume dari ruang kosong yang berada di antara partikel-partikel unggun karbon aktif granular dan dapat dihitung dengan persamaan:

= 1
Keterangan: bed

bed solids

= densitas kolom biofilter

solids = densitas partikel unggun (karbon aktif granular)


b. Void fraction unggun pada kondisi fluidisasi minimum (mf) Pada kondisi fluidisasi minimum ada beberapa parameter yang harus dipenuhi agar kondisi aliran fluida tidak sampai menyebabkan unggun mencapai kondisi terfluidisasi. Salah satu parameternya adalah fraksi kekosongan pada fluidisasi minimum (mf). Nilai mf dapat dihitung dengan korelasi yang ditemukan Wen dan Yu sebagai berikut:

s mf 3

1 14

Keterangan: s = spherisitas partikel karbon aktif granular dalam unggun

c. Tinggi dan berat unggun pada kondisi fluidisasi minimum (Lb,mf dan Wb.mf)
Parameter lain yang harus diperhitungkan pada kondisi fluidisasi minimum adalah tinggi dan berat unggun karbon aktif granular yang digunakan. Tinggi unggun karbon aktif granular yang digunakan dapat dihitung menggunakan persamaan:

Lb,mf =

M bed S (1 mf ) p

21

Keterangan: S = luas penampang kolom

p = densitas partikel karbon aktif granular


Berat unggun karbon aktif granular pada kondisi fluidisasi minimum dilakukan secara langsung. Pengukuran dilakukan dengan mengisi kolom biofilter dengan sejumlah karbon aktif granular sampai tinggi unggun sesuai hasil perhitungan persamaan sebelumnya. Kemudian semua karbon aktif granular tersebut dikeluarkan lagi untuk ditimbang dengan neraca elektronik. Setelah ditimbang maka diketahui nilai Wb,mf .

d. Luas penampang (cross-cectional area) total kolom


Luas penampang total kolom (AT) merupakan luas area pada kolom yang mungkin dilewati oleh fluida ketika mengalir di sepanjang kolom. Nilai AT dapat dihitung dengan persamaan luas lingkaran biasa : 1 2 AT = Din 4 Keterangan: Din merupakan diameter bagian dalam kolom biofilter.

e. Kecepatan fluidisasi minimum (umf)


Kecepatan fluidisasi minimum (umf) adalah kecepatan maksimum fluida yang diperbolehkan untuk mengalir di dalam kolom agar tetap berfungsi sebagai kolom unggun tetap (fixed bed). Kecepatan fluida yang tinggi akan menyebabkan gaya tarik (drag) dan gaya apung (buoyancy) fluida dapat mengalahkan besarnya gaya gravitasi sehingga unggun akan terekspansi dan terjadi fluidisasi, kondisi inilah yang disebut dengan fludisasi minimum. Kecepatan fludisasi minimum dari fluida yang mengalir dalam kolom unggun tetap dapat dihitung dengan persamaan:

( p f )g =

1,75 u mf (1 mf )
2

D p mf

150u mf (1 mf ) 2 D p mf f
2 3

Untuk mempermudah perhitungan persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi persamaan kuadrat:

E=

C umf D

A umf B

22

Karena variabel A, B, C, D dan E merupakan bilangan desimal yang membentuk persamaan kuadrat yang rumit, maka untuk menyelesaikan persamaan tersebut dilakukan metode Trial and Error dengan prosedur sebagai berikut: 1. Menghitung terlebih dahulu nilai A,B,C,D dan E yang ada dalam persamaan dimana nilai: A = 150 (1 mf ) 2 B = D p mf f
2 3

D = D p mf

E = ( p f )g

C = 1,75 f (1 mf ) 2. Melakukan trial terhadap nilai umf sehingga nilai E pada hasil perhitungan no.1 sama dengan nilai E hasil trial. Ketika nilai E persamaan = E trial, proses trial dihentikan dan nilai umf yang dimasukkan tersebut merupakan penyelesaian dari persamaan di atas.

f. Dimensi kolom biofilter


Pada penelitian ini kolom biofilter berupa bioreaktor fixed bed. Perhitungan dimensi kolom biofilter meliputi perhitungan diameter kolom (Dk) dan tinggi kolom (h). Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

Diameter kolom (D)


Dimensi diameter kolom biofilter dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: D= Qoperation u operation ( / 4)

dimana: Qoperation = laju alir volumetrik rata-rata uoperation = kecepatan rata-rata fluida Besarnya laju alir volumetrik (Q) dan kecepatan (u) fluida selama operasi disesuaikan dengan kemampuan kompresor yang ada karena kompresor dalam percobaan ini merupakan sumber aliran udara.

Tinggi kolom (L)


Tinggi kolom biofilter (L) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

23

L=

M packing

p (1 mf )( / 4) D 2

+ TDH

dimana: Mpacking = massa bahan pengisi (karbon aktif granular)

p mf
TDH

= densitas bahan pengisi (karbon aktif granular) = Void fraction unggun pada kondisi fluidisasi minimum = Transport Disengagement Height yang dihitung dari grafik 6.10(i) pada buku Chemical Process

Equipment.

Gambar H.1 Rancangan kolom biofilter

H.3 Prosedur Percobaan H.3.1 Persiapan Peralatan Biofilter


Pada awal penelitian, semua peralatan yang akan digunakan harus disterilkan terlebih dahulu. Sterilisasi ini sangat penting untuk menjaga kondisi operasi tetap sesuai yang kita inginkan dan untuk mencegah kontaminasi oleh pengotor yang mungkin ada pada alat yang akan digunakan.

24

Pada tahap ini juga dilakukan perancangan alat biofilter sesuai dengan hasil perhitungan perancangan alat biofilter yang terlebih dahulu dilakukan. Kemudian dilakukan perancangan alat dari keseluruhan sistem biofilter seperti pada Gambar 3.1. Pada perancangan alat ini digunakan flow meter yang digunakan untuk mengontrol/mengatur laju alir udara. Kolom biofilter juga dilengkapi dengan sebuah pengontrol pH untuk menjaga nilai pH = 7 dan dioperasikan pada suhu 250C. Pemakaian larutan NaOH digunakan untuk mengontrol pH dan pressure drop.

H.3.2 Persiapan Karbon Aktif Granular (GAC)


Langkah-langkah untuk menyiapkan GAC yang akan digunakan sebagai adsorben, bahan pengisi biofilter, dan tempat hidup bakteri adalah: GAC dipisahkan terlebih dahulu berdasarkan ukurannya (mesh) dimana yang akan digunakan dalam penelitian adalah GAC yang berukuran mesh-12. GAC dicuci dengan air yang terdemineralisasi dan dikukus selama 120 menit dalam autoclave untuk menghilangkan pengotor. GAC dikeluarkan dari autoclave, kemudian diletakkan di atas alumunium foil dan dimasukkan ke dalam oven selama 12 jam pada suhu 1100C. Hasilnya adalah karbon yang telah diaktivasi. Densitas dan void GAC ditentukan dengan mengukur volume dan massa GAC.

H.3.3 Persiapan Konsorsium Mikroba


Pada tahap ini dilakukan persiapan kultur mikroba (Pseudomonas sp. Dan bacillus sp.) yang memiliki potensi untuk mendegradasi toluena. Kultur mikroba ini disiapkan dengan menggunakan pembudidayaan yang terendam dengan uap toluena sebagai karbon tunggal dan sumber energi. Pembudidayaan dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml dengan volume 100 ml pada suhu 250C dalam pengaduk berputar untuk mengaktifkan mikroba. Selanjutnya konsorsium bakteri dikulturkan dalam GAC untuk dapat beradaptasi, bertahan hidup, dan berkembang dengan sumber karbon yang berasal dari kontaminan toluena.

25

H.3.4 Penjenuhan GAC


GAC dijenuhkan melalui beberapa prosedur berikut ini: Memasukkan GAC yang telah diaktivasi ke dalam kolom biofilter. Mengalirkan kontaminan ke dalam kolom biofilter yang telah berisi GAC. Mengambil data konsentrasi kontaminan pada inlet dan outlet kolom biofilter setiap interval waktu tertentu. Kemudian dianalisa dengan kromatografi gas (GC). Tahap penjenuhan GAC selesai saat konsentrasi toluena pada aliran keluaran tidak berubah (konsentrasi inlet kolom biofilter sama dengan konsentrasi outlet)

H.3.5 Pelaksanaan Biofiltrasi


Dalam pelaksanaan penelitian, tahapan secara umum untuk mengevaluasi kinerja biofilter dalam mendegradasi toluena dengan memvariasikan laju alir kontaminan sehingga diperoleh kondisi operasi (RE) yang optimum adalah: 1. Memasukkan konsorsium bakteri yang telah diaklimatisasi ke dalam kolom biofilter. 2. Mengalirkan gas sampel toluena ke dalam alat biofilter dengan laju alir dan konsentrasi tertentu. 3. Mengambil data konsentrasi kontaminan pada aliran outlet kolom biofilter setiap interval waktu tertentu dengan menggunakan sampling port. 4. Melakukan analisa sampel dengan kromatografi gas (GC) untuk mengetahui konsentrasi kontaminan pada aliran outlet kolom biofilter. 5. Mengulangi langkah percobaan 2 sampai 4 dengan memvariasikan laju alir kontaminan yang masuk ke dalam kolom biofilter. Namun, konsentrasi masukan kontaminan dibuat konstan. Percobaan dihentikan jika sudah diperoleh laju alir kontaminan yang optimum.

H.4 Pengolahan Data dan Analisa


Data penelitian dianalisa dengan menggunakan bentuk persamaan yang didefinisikan sebagai berikut:

26

Nilai
Elimination capasity (EC)

Persamaan
EC = (C in C out ). OL = C in RE = Q Vb Q Vb

Satuan

(g .m
c

.h 1 .h 1

) )

Organic load (OL) Removal eficincy (RE) Dimana:

(g .m
c

EC .100 OL

(%)

Cin, Cout = polutan inlet dan outlet g c .m 3 Q Vb = laju alir udara m 3 .h 1

) = Volume filter bed (m )


3

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah laju alir udara dan variabel terikatnya adalah konsentrasi gas toluene keluar (outlet). Laju alir udara divariasikan untuk memperoleh biodegradasi yang optimum. Sedangkan konsentrasi inlet dibuat konstan. Nilai biodegradasi dinyatakan dengan nilai RE (removal efficiency). Semakin besar nilai RE ( 100%) menunjukkan nilai biodegradasi yang besar pula. Oleh karena itu diharapkan dari rancangan alat biofilter ini diperoleh laju alir optimum dengan konsentrasi keluaran biofilter yang rendah sehingga menghasilkan efisiensi degradasi (RE) yang juga optimum. Konsentrasi outlet kontaminan diukur dengan menggunakan alat

kromatografi gas (GC). Kemudian hasil pengolahan data dibuat grafik antara RE (efisiensi degradasi) vs Q (laju alir udara) sebagai berikut:

27

RE (efisiensi degradasi)

Q (laju alir udara)

Gambar H.2 Grafik RE (fisiensi degradasi) vs Q (laju alir udara)

Hipotesis awal dari grafik ini adalah bahwa pada laju alir udara yang semakin kecil maka nilai RE semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin kecil laju alir maka akan meningkatkan waktu tinggal (EBRT). Peningkatan waktu tinggal (EBRT) menyebabkan kontak antara kontaminan dan adsorben akan semakin lama sehingga kontaminan yang dapat diadsorpsi (degradasi) juga akan semakin besar. Peningkatan jumlah kontaminan yang dapat didegradasi inilah yang menyebabkan peningkatan nilai RE pada laju alir udara yang rendah.

28

I. JADWAL KEGIATAN PROGRAM


No. Kegiatan Persiapan penelitian (pematangan rencana, perhitungan dan perancangan alat, pembelian bahan) Pelaksanaan penelitian (pengambilan sampel, proses biofiltrasi, pengolahan data, dan analisa) Pra-seminar, Seminar Penyusunan laporan (tahap I, II, III) Bulan Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

3 4

J. NAMA DAN BIODATA KETUA SERTA ANGGOTA KELOMPOK


1. Ketua pelaksana kegiatan

a. Nama lengkap b. NPM c. Fakultas/Program studi d. Perguruan tinggi e. Waktu untuk kegiatan PKM
2. Anggota Pelaksana Kegiatan a. Nama NPM b. Nama NPM

: Estu Fitri Prasastiani : 040506027X : Teknik Kimia : Universitas Indonesia : 30 jam/minggu

: Rizka Yulina : 0405060571 : Dhinda Prinita Sari : 0706269703

K. NAMA DAN BIODATA DOSEN PEMBIMBING


1. Nama lengkap dan gelar 2. Golongan pangkat dan NIP 3. Jabatan fungsional 4. Jabatan struktural

: Ir. Praswasti PDK Wulan, MT.


:132 008518 : Dosen : Wakil Ketua Departemen Bidang Non AKademik

29

5. Fakultas/program studi 6. Perguruan Tinggi 7. Bidang keahlian 8. Waktu untuk kegiatan PKM

: Fakultas Teknik/Teknik Kimia : Universitas Indonesia : Proses pemisahan, katalisis : 15 jam/minggu

L. BIAYA
Rincian Bahan 1. Karbon aktif granular 2. Gas toluena 3. NaNO3 5. H2O2 6. H3PO4 7. Aquadest 8. Konsorsium bakter Alat 1. alumunium foil 2. Pengaduk kaca 3. Selang silikon 4. Suntikan 5. Stopwatch 6. Katup pengatur laju aliran 7. Peralatan kromatografi gas (sewa) Lain-lain Literatur dan fotocopy JUMLAH Unit 5 3 2 2 1 Satuan kg lt kg lt lt Harga Satuan Rp Rp Rp Rp Rp 10.800 220.000 200.000 200.000 1.000.000 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Total 54.000 660.000 400.000 400.000 1.000.000 200.000 400.000

3 10 5 3 3 3 20

rol buah meter buah buah buah sampel

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

30.000 10.000 25.000 350.000 50.000 65.000 50.000

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

90.000 100.000 125.000 1.050.000 150.000 195.000 1.000.000

Rp Rp

176.000 6.000.000

30

M. DAFTAR PUSTAKA
[1]. Agency for Toxic Substances and Disease Registry-Departement of Health and Human Services. ToxFAQs for Toluene. http://www.atsdr.cdc.gov/ tfacts56.html (17 mei 2008) [2]. Anonim. Activated Carbon. http://www.activatedcarbonindia.com/

activated_carbon.htm (02 Juni 2008) [3]. Anonim. Pecemaran Udara oleh Hidrokarbon. http://dizzproperty. blogspot.com/2007/10/pencemaran-udara-olehhidrokarbon.html (17 Mei 2008) [4]. Anonim. Toluena. http://en.wikipedia.org/wiki/Toluene. (17 Mei 2008) [5]. Collins, C.H. dkk. 1995. Microbiological Methods. Oxford: Butterworth Heinemann. [6]. Figueredo, J.L., Molijin JA. 1986. Carbon and Coal Gasification Science and Technology. Boston: Martinus Nijheff Publisher. [7]. Fogler, H. Scott. 1999. Elements of Chemical Reaction Engineering, 3rd edition. New Jersey: Prentice Hall PTR. [8]. G. Kitson, Fullton, et.al.. 1996. Gas Chromatography and Mass Spectrometry. New York: Academic Press. [9]. Gozan, Misri. 2004. Sequential anaerobic-aerobic Activated carbon Biobarrier for elimination of chlorinated hydrocarbons in groundwater. Gottingen: Civillier Verlag. [10]. Mc Cabe, Waren L., Smith, Julian C, and Hariot. Unit Operation of Chemical Engineering. Singapore: Mc Graw-Hill. [11]. McNair, Harold M, PhD dan James M. Miller, PhD. 1998. Basic Gas Chromatography. New York: John Willey & Sons. [12]. Miller, J.M. 1987. Chromatography: Concepts and Contrasts. New York: John Willey & Sons. [13]. Misiaczek, Ondrej dkk. 2007. Star-up and performance Characteristics of trickle bed reactor degrading toluene. Brazil: Brazilian Archives of Biology and Technology. [14]. Morrrison, Robert D. 2000. Enviromental Forensics: Principles & Applications. Boca Raton: CRC Press.

31

[15]. Othmer, Kirk. 1992. Encyclopedia of Chemical T echnology, 4th edition. New York: John Wiley & Sons. [16]. Sontheimer, C dan Summers. 1998. Avtivated Carbon for Water Treatment. DVGW Forchungstelle. [17]. United State Enviromental Protection Agency. Hazard summary of Toluene. http://www.epa.gov/chemfact/s_toluen.txt (24 Mei 2008) [18]. Wahyuni, Ahnur. Penghilangan H2S dengan Metode Biofilter

Menggunakan Media Kompos dan Arang Aktif yang Diinokulasi dengan Thiobacillus sp. Institut Pertanian Bogor, 2004. [19]. Walas, Stanley M. 1990. Chemical Process Equipment: Selection and Design. Newton USA: Butterworth-Heinemann Publishing. [20]. Wrenn, Brian A. 1998. Biodegradation of Aromatic Hydrocarbons. Email: [email protected]

32

N. LAMPIRAN Daftar Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Pelaksana Kegiatan 1. Ketua pelaksana kegiatan
a. Nama lengkap b. NPM c. Alamat rumah/telp d. Riwayat pendidikan 1992 1993 1993 1999 1999 2002 2002 2005 2005 ........ : Estu Fitri Prasastiani : 040506027X : Jl. Angklung I No. 359 RT 10/08 Depok :

: TK Islam Bhakti 4 Depok : SDN Mekarjaya 28 Depok : SMPN 3 Depok : SMAN 1 Depok : Teknik Kimia Universitas Indonesia

2. Anggota pelaksana kegiatan 2.1 Anggota pertama


a. Nama lengkap b. NPM c. Alamat rumah/telp : Rizka Yulina : 0405060571 : Jl. Kalisari No. 62 RT 10/01 Kalisari, JakTim

d. Riwayat pendidikan : 1992 1993 1993 1999 1999 2002 2002 2005 2005 ........ : TK Aisiyah Medan : SD Kartika XI-2 Jakarta : SMPN 49 Jakarta : SMAN 39 Jakarta : Teknik Kimia Universitas Indonesia

2.2 Anggota kedua


a. Nama lengkap b. NPM c. Alamat rumah/telp : Dhinda Prinita Sari : 0706269703 : Komp. Bintaro Jaya I, Jl. Jeruk No. 24 Bekasi

d. Riwayat pendidikan : 1995 2001 2001 2004 2004 2007 2007 ........ : SDN 010 Pagi Pondok Kelapa, Jakarta Timur : SMPN 109 Jakarta Timur : SMAN 61 Jakarta Timur : Teknik Kimia Universitas Indonesia

33

Anda mungkin juga menyukai