LP DHF
LP DHF
LP DHF
OLEH :
223213453
A16-B
2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian DHF
2015) yaitu :
4. Patofisologi
Fenomena patologis menurut (Herdman , 2012), yang utama pada
penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang
mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma
yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya hipotensi
(tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan haemoglobin,
terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan
(syok). Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh
penderita adalah penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit
(petekie), sakit tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran limpa (splenomegali).
Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai
hematocrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau
hematocrit darah berkala untuk mengetahuinya. Setelah pemberian cairan
intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma
telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan
dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung.
Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan dan apabila tidak segera ditangani
dengan baik maka akan mengakibatkan kematian. Sebelumnya terjadinya
kematian biasanya dilakukan pemberian transfusi guna menambah semua
komponen-komponen di dalam darah yang telah hilang.
5. Gejala Klinis
1. Masa Inkubasi
Sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukkan virus
dengue ke dalam kulit , terdapat masa laten yang berlangsung 4 – 5 hari
diikuti oleh demam , sakit kepala dan malaise.
2. Demam
3. Perdarahan
4. Hepatomegali
6. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
1. Rambut
Pada klien dengan DHF biasanya pemeriksaan pada rambut akan terlihat
sedikit berminyak karena klien belum mampu mencuci rambut karena
demam dan lemas.
2. Mata
Pada klien dengan DHF pada pemeriksaan mata, penglihatan klien baik,
mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
3. Telinga
Pada klien dengan DHF tidak ada gangguan pendengaran, tidak adanya
serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa nyeri ketika di
palpasi.
4. Hidung
Klien dengan DHF biasanya pemeriksaan hidung simetris, bersih, tidak
ada sekret, tidak ada pembengkakan.
5. Mulut
Klien dengan DHF kebersihan mulut baik, mukosa bibir kering dan mulut
selalu terbuka.
6. Leher
Klien dengan DHF tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid.
b) Thorax
Paru- paru
Inspeksi : Klien dengan DHF dadanya simetris kiri kanan.
Perkusi : Pada klien dengan DHF saat diperkusi di atas lapang paru
bunyinya normal.
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia
Pada klien dengan DHF klien tidak ada mengalami gangguan pada genitalia.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Centers for Disease Control and Prevention, 2009), Pada setiap
penderita dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada penderita yang
disangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematocrit,
dan trombosit setiap 2-4 jam pada hari pertama perawatan. Selanjutnya
setiap 6-12 jam sesuai dengan pengawasan selama perjalanan penyakit.
Misalnya dengan dilakukan uji tourniquet.
1. Uji tourniquet
Perocbaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan
cara mengenakan pembendungan kepada vena sehingga darah menekan
kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu penyebab kurang
kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu
keluar dari kapiler dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga.
Nampak sebagai bercak kecil pada permukaan kulit.
Pandangan mengenai apa yang boleh dianggap normal sering
berbeda-beda. Jika ada lebih dari 10 petechia dalam lingkungan itu maka
test biasanya baru dianggap abnormal, dikatakan juga tes itu positif.
Seandainya dalam lingkungan itu tidak ada petechial, tetapi lebih jauh
distal ada, percobaan ini (yang sering dinamakan Rumpel-Leede) positif
juga.
2. Hemoglobin
Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan
bermacammacam cara yaitu dengan cara sahli dan sianmethemoglobin.
Dalam 28 laboratorium cara sianmethemoglobin (foto elektrik) banyak
dipakai karena dilihat dari hasilnya lebih akurat disbanding sahli, dan lebih
cepat. Nilai normal untuk pria 13-15 gr/dl dan wanita 12-14 gr.dl.
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau
sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti
peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling
awal yang dapat ditemukan pada penderita demam berdarah atau yang
biasa disebut dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DHF.
3. Hematokrit
Nilai hematokrit ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah
dan disebut dengan persen dan dari volume darah itu. Biasanya nilai itu
ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler. Nilai normal untuk pria
40-48 vol% dan wanita 37-43 vol%. penetapan hematocrit dapat dilakukan
sangat teliti, kesalahan metodik rata-rata kurang lebih 2%. Hasil itu
kadang-
kadang sangat penting untuk menentukan keadaan klinis yang menjurus
kepada tindakan darurat.
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari
perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan
penyakit demam berdarah. Seperti telah disebutkan bahwa peningkatan
nilai hematocrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi
akibat kebocoran plasma. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi
berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan 29
kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan,
umumnya nilai hematocrit tidak meningkat bahkan menurun.
Telah ditentukan bahwa pemeriksaan Ht secara berkala pada
penderita DHF mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Pada saat pertama kali seorang anak dicurigai menderita DHF,
pemeriksaan ini turut menentukan perlu atau tidaknya anak itu dirawat.
b. Pada penderita DHF tanpa rejatan pemeriksaan hematocrit berkala ikut
menentukan perlu atau tidaknya anak itu diberikan cairan intravena.
c. Pada penderita DHF pemeriksaan Ht berkala menentukan perlu atau
tidaknya kecepatan tetesan dikurangi, menentukan saat yang tepat untuk
menghentikan cairan intravena dan menentukan saat yang tepat untuk
memberikan darah.
4. Trombosit
Trombosir sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar
dibedakan deari kotoran kecil. Lagi pula sel-sel itu cenderung melekat
pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal-gumpal.
Jumlah trombosit dalam keadaan normal sangat dipengaruhi oleh
cara menghitungnya, sering dipastikan nilai normal itu antara 150.000 –
400.000/µl darah. Karena sukarnya dihitung, penelitian semukuantitatif
tentang jumlah trombosit dalam sediaan apus darah sangat besar artinya
sebagai pemeriksaan penyaring. Cara langsung menghitung trombosit 30
dengan menggunakan electronic particle counter mempunyai keuntungan
tidak melelahkan petugas laboratorium (Sofiyatun, 2008).
Diagnosis tegas dari infeksi dengue membutuhkan konfirmasi
laboratorium, baik dengan mengisolasi virus atau mendeteksi
antibodidengue spesifik. untuk virus isolasi atau deteksi DENV RNA
dalam serum spesimen oleh serotipe tertentu, real-time terbalik
transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), an-fase akut spesimen
serum harus dikumpulkan dalam waktu 5 hari dari onset gejala. Jika virus
tidak dapat diisolasi atau dideteksi dari sampel ini, spesimen serum fase
sembuh diperlukan setidaknya 6 hari setelah timbulnya gejala untuk
membuat diagnosis serologi dengan tes antibodi IgM untuk dengue dengan
IgM antibodi-capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA)
(Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Pemeriksaan diagnosis dari infeksi dengue dapat dibuat hanya
dengan pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada isolasi virus,
terdeteksinya antigen virus atau RNA di dalam serum atau jaringan, atau
terdeteksinya antibody yang spesifik pada serum pasien. Pada fase akut
sample darah diambil sesegera mungkin setelah serangan atau dugaan
penyakit demam berdarah dan pada fase sembuh idealnya sample diambil
2-3 minggu kemudian. Karena terkadang sulit untuk mendapatkan sampel
pada fase sembuh, bagaimanapun, sampel darah kedua harus selalu
diambil dari pasien yang dirawat pada saat akan keluar dari rumah sakit.
I. Diagnosis serologis
9. Penatalaksanaan
1. Medis
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Oleh karena itu,
pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat
penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu. Berikut ini adalah
pengkajian keperawatan pada pasien dengan dengue hemorrhagic fever menurut
(Widyorini et al., 2017):
a. Pengumpulan data
1. Identitas
b) Pola eliminasi
Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang dikaji
mengenai frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta keluhan saat
berkemih, sedangkan pada pola BAB yang dikaji mengenai frekuensi,
konsistensi, warna dan bau serta keluhan- keluhan yang dirasakan. Pada
klien dengan DHF biasanya BAK sedikit dan BAB diare bahkan sampai
melena.
Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur, kebiasaan
mengantar tidur serta kesulitan dalam hal tidur. Pada klien dengan DHF
biasanya mengalami gangguan pola istirahat tidur karena pusing dan
pegal- pegal di badan.
d) Pola Aktivitas
4. Pemeriksaan fisik
c) Kepala
7. Rambut
Pada klien dengan DHF biasanya pemeriksaan pada rambut akan terlihat
sedikit berminyak karena klien belum mampu mencuci rambut karena
demam dan lemas.
8. Mata
Pada klien dengan DHF pada pemeriksaan mata, penglihatan klien baik,
mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
9. Telinga
Pada klien dengan DHF tidak ada gangguan pendengaran, tidak adanya
serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa nyeri ketika di
palpasi.
10. Hidung
Klien dengan DHF biasanya pemeriksaan hidung simetris, bersih, tidak
ada sekret, tidak ada pembengkakan.
11. Mulut
Klien dengan DHF kebersihan mulut baik, mukosa bibir kering dan mulut
selalu terbuka.
12. Leher
Klien dengan DHF tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid.
d) Thorax
Paru- paru
Palpasi : Pada klien dengan DHF saat dilakukan palpasi tidak teraba massa.
Perkusi : Pada klien dengan DHF saat diperkusi di atas lapang paru
bunyinya normal.
Jantung
Inspeksi : Klien dengan DHF ictus cordis tidak terlihat. Palpasi : Klien
dengan DHF ictus cordis tidak teraba.
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia
Pada klien dengan DHF klien tidak ada mengalami gangguan pada genitalia.
5. Data Psikologis
a) Citra tubuh
Sikap ini mencakup persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai dan tidak disukai.
b) Ideal diri
Persepsi klien terhadap tubuh, posisi, status, tugas, peran, lingkungan
dan terhadap penyakitnya.
c) Harga diri
Penilaian/ penghargaan orang lain, hubungan klien dengan orang lain.
d) Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum dirawat dan kepuasan klien terhadap
status dan posisinya.
e) Peran
Seperangkat perilaku/tugas yang dilakukan dalam keluarga dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas.
6. Data Sosial dan Budaya
Dikaji mengenai hubungan atau komunikasi klien dengan keluarga,
tetangga, masyarakat dan tim kesehatan termasuk gaya hidup, faktor sosial
kultural dan support system.
7. Stresor
Setiap faktor yang menentukan stress atau mengganggu keseimbangan.
Seseorang yang mempunyai stresor akan mempersulit dalam proses suatu
penyembuhan penyakit.
8. Koping Mekanisme
Suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan
stres yang dihadapi.
9. Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan Perlu dikaji agar
tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
10. Data Spiritual
Pada data spiritual ini menyangkut masalah keyakinan terhadap tuhan
Yang Maha Esa, sumber kekuatan, sumber kegiatan keagamaan yang biasa
dilakukan dan kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan selama sakit serta
harapan klien akan kesembuhan penyakitnya.
11. Data Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. HB dan PVC meningkat (>20%)
2. Trombositopenia (<100.000/ml)
3. Leukopenia
4. Ig. D dengue positif
5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia dan hyponatremia
6. Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7. Asidosis metabolik : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
8. SGOT/SGPT mungkin meningkat
b) Uji serologi
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita yang
terjadi setelah infeksi.
c) Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat
reaksi hemaglutinasi darah oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi inhibitor (HI).
d) Uji netralisasi
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test
(PRNT).
e) Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitif dari pada uji HI. Prinsip dari
metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG di dalam
serum penderita.
f) Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/IV dan sebagian
besar grade II) di dapatkan efusi pleura.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang sering muncul pada kasus DHF menurut ((Erdin, 2018;
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), yaitu :
a) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
b) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
c) Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
ditandai dengan kebocoran plasma darah
d) Resiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
e) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi dibuktikan dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur.
3. RENCANA TINDAKAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Menurut
Keperawata Hasil SIKI
n
1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen
tindakan keperawatan Hipertermia
selama 3 x 24 jam maka
termoregulasi membaik Observasi
dengan kriteria hasil : Identifikasi
1. Menggigil menurun penyebab
2. Takikardi menurun hipertermia
3. Suhu tubuh membaik Monitor suhu tubuh
(36,0) Terapeutik
4. Tekanan darah Longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Lakukan
pendinginan
eksternal
Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
Edukasi
Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena
2. Defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Nutrisi tindakan keperawatan Observasi :
selama 3 x 24 jam Identifikasi
dengan kriteria hasil : status nutrisi
1. Nafsu makan Identifikasi
meningkat alergi dan
2. Porsi makan intoleransi
bertambah makanan
3. Berat badan Monitor asupan
menigkat makan
Monitor berat
badan
Monitor hasil
pemeriksaan
laboratoriun
Terapeutik
Lakukan oral
care
Fasilitasi
menentukan
pedoman-
pedoman diet
Edukasi
Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan jika
perlu
3. Resiko Setelah dilakukan Observasi
Hipovolemia tindakan keperawatan Periksa tanda dan
selama 3 x 24 jam gejala hipovolemia
dengan kriteria hasil : (mis: frekuensi nadi
Kekuatan nadi meningkat, nadi
meningkat teraba lemah,
Output urin tekanan darah
meningkat menurun, tekanan
Membran nadi menyempit,
mukosa lembab turgor kulit
meningkat menurun, membran
Ortopnea mukosa kering,
menurun volume urin
Dispnea menurun,
menurun hematokrit
Paroxysmal meningkat, haus,
nocturnal lemah)
dyspnea (PND) Monitor intake dan
menurun output cairan
Edema anasarka
menurun Terapeutik
Edema perifer
menurun
Frekuensi nadi Hitung
membaik kebutuhan
Tekanan darah cairan
membaik Berikan posisi
Turgor kulit modified
membaik Trendelenburg
Jugular venous Berikan asupan
pressure cairan oral
membaik Edukasi
Hemoglobin Anjurkan
membaik memperbanyak
Hematokrit asupan cairan
membaik oral
Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
cairan IV
isotonis (mis:
NaCL, RL)
Kolaborasi
pemberian
cairan IV
hipotonis (mis:
glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
Kolaborasi
pemberian
cairan koloid
(albumin,
plasmanate)
Kolaborasi
pemberian
produk darah
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyususun rencana keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawatat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih tindakan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan dicatat dalam format yang
telah ditetapkan oleh institusi (Aziz, 2017)
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke
efektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisi data dan perencanaa (Aziz, 2017). Perawat
melaksanakan evaluasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan
terdapat 3 kemungkinan hasil, menurut Hidayat, A. (2007) yaitu:
a) Tujuan tercapai
Apabila pasien telah menunjukkan perubahan dan kemajuan yg sesuai
dengan kriteria yang telah di tetapkan.
b) Tujuan tercapai sebagian
Jika tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari
berbagai masalah atau penyebabnya.
c) Tujuan tidak tercapai
Jika pasien tidak menunjukkan suatu perubahan ke arah kemajuan
sebagaimana dengan kriteria yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
: definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNIaryanto
dan Rosad (2015. (2020). NIFAS. Suparyanto Dan Rosad (2015, 5(3), 248–
253.