Rahima Zakia - Metopel

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

POTENSI SERAPAN KARBON MANGROVE SEBAGAI UPAYA

MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI KAWASAN


ESTUARI KOTA TANJUNGPINANG

RAHIMA ZAKIA

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................................................
DAFTAR TABEL...................................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian...............................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................4
2.1. Penelitian Terdahulu............................................................................................................4
2.2. Ekosistem Mangrove...........................................................................................................4
2.3. Fungsi Ekosistem Mangrove................................................................................................6
2.4. Biomassa dan Karbon Mangrove.........................................................................................7
2.5. Peranan Mangrove Dalam Mitigasi Perubahan Iklim..........................................................8
BAB.III METODE PENELITIAN......................................................................................................10
3.1. Waktu dan Tempat.............................................................................................................10
3.2. Alat dan Bahan..................................................................................................................10
3.3. Metode Penelitian..............................................................................................................11
3.3.1. Pengamatan Vegetasi Ekosistem Mangrove.................................................................11
3.3.2. Pengambilan Data........................................................................................................11
3.4. Analisis Data......................................................................................................................13
3.4.1. Sampel Pohon..............................................................................................................13
3.4.2. Sedimen.......................................................................................................................14
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil penelitian terdahulu........................................................................................................4


Tabel 2. Definisi sumber karbon berdasarkan IPCC guidelines.............................................................8
Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian.....................................................................10
Tabel 4. Contoh Model Persamaan Alometrik untuk Jenis Vegetasi Mangrove...................................14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka pikir
Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Gambar 3. Ilustrasi penentuan plot permanen (kotak kuning dan biru) untuk pemantauan komunitas
mangrove.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemanasan global adalah salah satu masalah utama yang menyebabkan perubahan
iklim. Pemanasan global dapat diartikan sebagai meningkatnya suhu di atmosfer yang
disebabkan oleh efek gas rumah kaca (Rizki et al., 2016). Perubahan iklim terjadi sebagai
akibat dari perubahan parameter iklim, terutama suhu udara dan curah hujan, yang terjadi
antara lima puluh hingga seratus tahun. Perubahan tersebut disebabkan oleh aktivitas
antropogenik melalui penggunaan bahan bakar fosil dan konversi lahan. Upaya
penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global dari
efek gas rumah kaca adalah melalui metode carbon sequestration yaitu menangkap
karbon di atmosfer dan disimpan dalam vegetasi pada biomassa. Emini karbon yang
berada di alam memiliki banyak bentuk salah satunya karbon dioksida (CO 2) yang
merupakan hasil aktivitas pernapasan makhluk hidup serta dalam bentik karbon
monoksida (CO) yang berasal dari hasil pembakaran minyak bumi yang berasal dari fosil.
Peningkatan gas karbon di alam juga disumbang oleh kegiatan pembakaran, merokok,
keluarnya gas alam berupa metana (CH4), gas rumah kaca seperti HFC
(hidrofluorokarbon) atau PFC (perfluorokarbon) dan lainnya (Purnobasuki, 2006).

Ekosistem mangrove memiliki fungsi sebagai penyerap karbon dalam upaya mitigasi
pemanasan global. Fungsi lainnya yaitu sebagai pemecah ombak, mencegah abrasi, serta
sebagai habitat berbagai biota. Mangrove memiliki kemampuan menyimpan karbon lebih
banyak dari hampir seluruh hutan di bumi (Dinilhuda, et.al., 2019). Kemampuan pohon
dalam menyerap karbon melalui fotosintesis mempengaruhi potensi penyerapan karbon.
Karbon yang diserap tersimpan dalam bentuk biomassa tumbuhan (Rachmawati,
et.al.,2014). Sebagai penyerap karbon terbesar di kawasan pesisir, hutan mangrove
memiliki peran penting terhadap mitigasi perubahan iklim (Liu et al., 2017). Informasi
karbon dapat dilihat dari biomassa yang merupakan tempat penyimpanan utama karbon
(Widyasari, 2010). Secara umum kajian biomassa terbagi menjadi dua, yaitu di atas
permukaan tanah (Above Ground Biomass/AGB) dan di bawah permukaan tanah (Below
Ground Biomass/BGB). Setiap sampel biomassa dari vegetasi hutan 50% tersusun atas
karbon (Purwanto et al., 2012). Melihat potensi vegetasi untuk penyerapan karbon maka
diperlukan upaya mitigasi untuk mengurangi emisi karbon dan mempertahankan hutan
mangrove sebagai penyerap karbon.

Tanjungpinang memiliki ekosistem mangrove seluas kurang lebih 1.300 ha, yang
terdiri dari 6 jenis mangrove yaitu Rhizophora sp., Bruguire sp., Sonneratia sp.,
Avicennia sp., Xylocarphus sp, dan Ceriops sp (Lestari, 2013, Hafsar, 2018). Karena
sedikitnya informasi
2

mengenai stok karbon mangrove sebagai salah satu upaya penurunan emisi CO 2 di
kawasan estuari kota Tanjungpinang, sehingga dirasa perlu diadakannya suatu kajian
mengenai potensi serapan karbon dalam rangka upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global melalui penurunan emisi CO 2.

1.2. Rumusan Masalah


Kawasan mangrove di estuari Kota Tanjungpinang memiliki keanekaragaman
jenis yang tinggi, akan tetapi karena kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar
mengenai fungsi ekologi mangrove khususnya sebagai penyimpan karbon dimana
diperkirakan 100 ha diantaranya rusak akibat penimbunan untuk pemukiman dan
industri (Hafsar, 2018). Berdasarkan uraian tersebut maka didapatlah rumusan
masalah dalam penelitian ini berupa:

1. Berapa banyak stok karbon yang terdapat pada tegakan atas mangrove
estuari Kota Tanjungpinang?
2. Berapa banyak stok karbon bawah permukaan mangrove estuari Kota
Tanjungpinang?
3. Bagaimanakah potensi serapan karbon mangrove sebagai upaya mitigasi
dan adaptasi perubahan iklim di kawasan estuari Kota Tanjungpinang?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui banyaknya stok karbon yang terdapat pada tegakan atas


mangrove estuari Kota Tanjungpinang.
2. Mengetahui banyaknya stok karbon bawah permukaan mangrove estuari
Kota Tanjungpinang.
3. Mengetahui potensi serapan karbon mangrove sebagai upaya mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim di kawasan estuari Kota Tanjungpinang.

1.4. Manfaat Penelitian


Dari penelitian ini diharapkan masyarakat lebih mengetahui peranan ekosistem
mangrove secara ekologi terutama peranannya dalam menyerap dan menyimpan
karbon sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim. Disamping itu juga
diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi pada khalayak ramai terkait
potensi serapan karbon yang ada pada ekosistem mangrove di kawasan estuari
kota Tanjungpinang.
3

Adapun kerangka pikir dari penelitian ini disajikan dalam Gambar 1 sebagai
berikut:

Gambar 1. Kerangka pikir


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini didasari oleh beberapa penelitian terdahulu tentang potensi serapan karbon
ekosistem mangrove. Berikut beberapa contoh penelitian terdahulu beserta hasilnya yang
disajukan pada Tabel 1 berikut:
Tabel . Hasil penelitian terdahulu
No Judul Penelitian
Peneliti Hasil Penelitian
.
1 Akbar, et Dugaan Serapan Berdasarkan hasil penelitian mangrove
al., (2019) Karbon pada Vegetasi dengan diameter yang lebih besar
Mangrove, di mempunyai kapasitas penyerapan
Kawasan Mangrove karbon lebih banyak yaitu sebesar
Desa Beureunut, 397,53 g/pohon. Bagian batang pada
Kecamatan Seulimum, kelas tinggi >100 cm merupakan
Kabupaten Aceh bagian yang paling banyak menyerap
Besar karbon yaitu 194,58 g/pohon. Besarnya
potensi serapan karbon dipengaruhi
oleh besar biomassanya.

2 Handoyo, Estimation Of Carbon Estimasi rata-rata serapan stok karbon


et al., Reserved in Mangrove mangrove pada kawasan hutan
(2020) Forest of Sungai mangrove Kecamatan Sungai Sembilan
Sembilan Sub- sebesar 289,ton/ha dengan biomassa
District, Dumai City, sebesar 621,46 ton/ha dan stok karbon
Riau Province organik tanah sebesar 1819,31 ton/ha.
Hasil rata-rata serapan CO2 pada
kawasan tersebut sebesar 1.074,99
ton/ha

3 Fitria & Ekosistem Mangrove Hasil penelitian ini menunjukkan


Dwiyanoto dan Mitigasi ekosistem mangrove mempunyai
(2021) Pemanasan Global potensi mitigasi yang sangat besar
sebagai solusi untuk menanggulangi
bencana yang disebabkan oleh
perubahan iklim akibat pemanasan
global dimana mangrove dapat
menyimpan 3-5 kali lebih banyak
karbon pada luasan areal yang sama
dari pada hutan hujan.

2.2. Ekosistem Mangrove


Hutan mangrove adalah suatu sistem produktif yang meliputi flora dan fauna yang
beradaptasi dengan kehidupan di sepanjang pantai (Lestari & Aswin, 2017). Menurut
Peraturan Menteri Keekosisteman No.P35 Tahun 2010, ekosistem mangrove merupakan
kesatuan antara mangrove, hewan dan organisme lain yang saling berinteraksi antara
sesamanya dengan lingkungannya. Di Indonesia, mangrove tumbuh pada berbagai substrat,
6

seperti lumpur, pasir, terumbu karang, dan kadang kala tumbuh pada batuan. Namun, substrat
mangrove yang paling baik adalah pantai berlumpur yang terlindung dari gelombang dan
selalu mendapat pasokan air tawar (Setyawan et al. 2003). Tiap jenis mangrove memiliki
kemampuan adaptasi yang berbeda terhadap lingkungannya yang mengakibatkan adanya
berpedaan komposisi mangrove dengan batasan yang khas tergantung dengan kondisi tahan,
salinitas, durasi penggenanagan serta pasang surut (Prihadi, et.al., 2017). Pembagian zonasi
pertumbuhan mangrove sering dibagi berdasarkan daerah penggenangan (Suryono, 2013).
Zonasi tersebut diklasifikasikan menjadi:

- Zona Proksimal
Zona proksimal merupakan zona terdepan tau zona yang dekat dengan laut. Pada zona ini
biasanya terdapat jenis-jenis Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, dan Sonneratia
alba.

- Zona Midle
Zona midle merupakan zona pertengahan atau zona yang terletak di antara laut dan darat.
Biasanya pada zona ini terdapat jenis-jenis Sonneratia caseolaris, Rhizophora alba,
Bruguera gymnorrhiza, Avicennia marina, Avicennia officinalis, dan Ceriops tagal.

- Zona Distal
Zona distal merupakan zona yang terjauh dari laut atau lebih terbelakang. Pada zona ini
biasanya dijumpai jenis-jenis Heriteria littiralis, Pongamia sp, Xylocarpus sp, Pandanus sp,
dan Hibiscus tiliaceus.
Menurut Ghufran & Kordi (2012) berdasarkan jenis pohonnya zonasi ekosistem mangrove
di Indonesia dibagi atas 4 zona dari arah laut ke darat ,yaitu sebagai berikut:
1. Zona Avicennia – Sonneratia , yang terletak paling depan dari arah laut ke darat
dengan kondisi substrat berlumpur agak lembek dimana salinitasnya cukup tinggi
dan terdapat sedikit nutrien.
2. Zona Rhizophora , terletak di bagian belakang zona Avicennia – Sonneratia
dengan substrat berlumpur lembek dan dalam serta biasanya pada zona ini juga
dijumpai jenis lain seperti Bruguiera sp, Xylocarpus sp dan Heritiera sp.
3. Zona Bruguiera, terletak di belakang zona Rhizophora dengan kondisi substrat
berlumpur agak keras serta di jumpai dekat dengan daratan dan pad zona ini juga
dijumpai jenis lain seperti Ceriops sp dan Lumnitzera sp.
7

4. Zona Nypa fruticane , merupakan zona yang paling dekat dengan daratan dengan
kondisi substrat yang keras dengan salinitas yang rendah serta kurang dipengaruhi
oleh pasang surut.

2.3. Fungsi Ekosistem Mangrove


Sebagai kawasan yang sangat produktif, ekosistem mangrove memberikan kontribusi
signifikan terhadap detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota di
sekitarnya (Suwondo et.al.,, 2006). Ekosistem mangrove memiliki fungsi fisik dan ekologis
yang penting bagi kelestarian ekosistem pesisir. Secara fisik, ekosistem mangrove berperan
sebagai pertahanan pantai terhadap pengaruh gelombang laut. Secara ekologis, ekosistem
mangrove menyediakan habitat bagi banyak spesies dengan berfungsi sebagai pembibitan,
tempat pemijahan dan tempat mencari makan bagi biota perairan yang terkandung. Sebagai
sumber daya alam hayati, ekosistem mangrove memiliki beragam potensi yang secara
langsung dan tidak langsung bermanfaat bagi penghidupan manusia. Ekosistem mangrove
memiliki banyak keterkaitan dan kontribusi untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik dalam
fungsinya sebagai penyedia pangan, papan dan kesehatan, maupun kontribusinya terhadap
lingkungan. Baik secara langsung maupun tidak langsung, ekosistem mangrove memberikan
banyak manfaat bagi kehidupan manusia (Suryono, 2013). Beberapa manfaat dan fungsi
mangrove juga dapat dikelompokkan menjadi:
a. Manfaat/fungsi fisik
 Menjaga stabilitas garis pantai
 Menjadi pelindung sungai dan pantai dari bahaya abrasi dan erosi
 Menjadi penahan angin/badai laut yang kuat
 Menjadi penahan akumulasi lumpur yang dihasilkan sehingga memungkinkan
pembentukan lahan baru
 Menjadi zona penyangga dan filter air laut
 Mengolah limbah beracun, menghasilkan O2 serta menjadi penyerap CO2
b. Manfaat/fungsi biologis
 Sumber makanan bagi fitoplankton yang berperan penting untuk keberlanjutan rantai
makanan
 Sebagai habitat, tempat berkembangbiak organisme akuatik seperti ikan-ikan, kerang,
kepiting dan udang
 Menjadi habitat tumbuh dan berkembangbiaknya burung dan satwa lain
8

 Sumber plasma nutfah dan sumber genetik


c. Manfaat/fungsi ekologis
 Menghasilkan kayu bakar, arang, bahan bangunan.
 Produsen bahan baku industri seperti pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan,
kosmetik, dll.
 Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng, melalui pola tambak silvofishery
 Tempat wisata, penelitian dan pendidikan.

2.4. Biomassa dan Karbon Mangrove


Kandungan biomassa dan karbon merupakan dua faktor penting yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Karbon merupakan salah satu unsur utama dalam pembentukan
bahan organik, termasuk organisme hidup. Karbon di daratan bumi disimpan dalam bentuk
sedimen seperti organisme (tanaman dan hewan), bahan organik mati, atau fosil tumbuhan
dan hewan. Hutan merupakan sumber karbon yang sangat besar bagi organisme hidup.
Persentase yang diukur untuk memperkirakan biomassa biasanya di atas tanah karena
merupakan proporsi besar dari berat total biomassa. Kandungan karbon primer hutan terdiri
dari biomassa hidup, biomassa mati, tanah, dan hasil kayu (Akbar, et al., 2019). Di hutan
mangrove, stok karbon terdistribusi di antara empat sumber karbon: biomassa di atas
permukaan tanah, biomassa di bawah permukaan tanah, bahan organik mati, dan karbon
organik tanah (Lestari & Aswin, 2017).

Tiga komponen pokok dimana karbon tersimpan menurut Hairiah dan Rahayu (2007)
adalah sebagai berikut:

1. Biomassa berupa masa dari bagian tumbuhan yang masih hidup baik tajuk pohon,
tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim
2. Nekromas berupa masa dari bagian pohon yang sudah mati baik yang masih tegak
atau yang sudah tumbang di permukaan tanah, ranting serta daun-daunan yang
gugur dan belum lapuk
3. Bahan organik tanah berupa sisa makhluk hidup yang telah mengalami pelapukan
baik sebagian ataupun semua bagian dengan ukuran partikelnya lebih kecil dari 2
mm.

Kauffman dan Donato (2012) mengemukakan bahwa mangrove menyimpan karbon


berupa biomassa baik pada bagian atas (carbon above ground) maupun bagian bawah
9

(carbon bellow ground). Secara umum, IPCC telah mengidentifikasi lima sumber
karbon hutan berdasarkan kategori utama seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2
berikut:

Tabel 2. Definisi sumber karbon berdasarkan IPCC guidelines


Sumber Keterangan
Biomassa Atas permukaan Seluruh biomassa dari tumbuhan hidup di atas
tanah, termasuk batang, tunggul, cabang, kulit,
daun serta buah. Baik dalam bentuk pohon,
semak maupun tumbuhan herbal
Bawah Tanah Seluruh biomassa dari akar hidup. Akar yang
halus dengan diameter kurang dari 2 mm
seringkali dikeluarkan dari penghitungan, karena
sulit dibedakan dengan bahan organik mati tanah
dan serasah.
Bahan Organik Kayu mati Semua biomasa kayu mati, baik yang masih
Mati atau tegak, rebah maupun di dalam tanah. Diameter
Nekromasa lebih besar dari 10 cm
Serasah Semua biomasa mati dengan ukuran > 2 mm dan
diameter kurang dari sama dengan 10 cm, rebah
dalam berbagai tingkat dekomposisi
Tanah Bahan Organik Tanah Semua bahan organik tanah dalam kedalaman
tertentu (30 cm untuk tanah mineral). Termasuk
akar dan serasah halus dengan diameter kurang
dari 2 mm, karena sulit dibedakan

2.5. Peranan Mangrove Dalam Mitigasi Perubahan Iklim


Hutan mangrove mempunyai peranan kunci dalam strategi mitigasi perubahan iklim.
Ekosistem mangrove berperan dalam menyediakan jasa lingkungan dalam penyimpanan
karbon berdampak baik bagi lingkungan maupun manusia. Dampak pemanasan global akibat
peningkatan konsentrasi gas di atmosfer seperti CO2 mempengaruhi peningkatan suhu bumi
Peningkatan ini telah menyebabkan iklim global berubah ketika presipitasi berubah dan
meningkat intensitas, frekuensi badai, kenaikan permukaan laut karena air laut mengembang
pada suhu yang lebih tinggi di atas. Efek lain dari pemanasan global seperti, permafrost akan
mencair di daerah kutub tanah, salinitas menurun dan sedimentasi meningkat di wilayah
pesisir dan lautan, sehingga semakin banyak mengancam kelestarian sumber daya alam
pesisir dan laut merupakan tumpuan hidup manusia (Latuconsina, 2010). Perubahan iklim
akan berdampak langsung terutama dampak negatif pada kesehatan manusia. Efek terhadap
10

pola hujan yang meningkatkan bencana banjir dapat menyebabkan peningkatan kejadian
penyakit perut karena efeknya pada sumber air dan penyediaan air bersih, penyakit malaria,
demam berdarah dengue, chikungunya dan penyakit lainnya yang ditularkan melalui rodent
seperti leptospirosis (Keman, 2007). Perubahan temperatur, kelembaban udara, dan curah
hujan yang ekstrem mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vektor yang
tertularkan penyakit pun bertambah (Triana, 2008). Kondisi iklim yang tidak stabil dapat juga
menyebabkan peningkatan kejadian bencana alam, seperti badai, angin siklon puting beliung,
kekeringan, dan kebakaran hutan, yang berdampak terhadap kesehatan fisik dan mental
masyarakat yang terserang. Efek tidak secara langsung ini menjadi sangat serius pada daerah
di dunia dengan penduduk miskin (Keman, 2007). Perubahan iklim yang tidak menentu
akibat dari pemanasan global sudah banyak dirasakan saat ini. Beberapa daerah di Indonesia
telah mengalami curah hujan yang sangat rendah sehingga terjadi krisis air (kekeringan).
Sedangkan di daerah lainnya malah curah hujan yang sangat tinggi, sehingga terjadi banjir
dan tanah longsor (Samidjo dan Suharso, 2017)

Meskipun hanya mencakup 0,7% dari luas hutan, mangrove dapat menyimpan sekitar 10%
dari seluruh emisi. Sebagian besar karbon disimpan di dalam tanah di bawah hutan
mangrove. Pada hutan mangrove yang tergolong ekosistem lahan basah, terdapat cadangan
karbon mencapai 800-1200 ton per hektar. Emisi dari hutan mangrove ke udara lebih rendah
dari hutan darat karena penguraian limbah tumbuhan air tidak melepaskan karbon ke udara
(Purnobasuki, 2006). Peningkatan emisi karbon di alam dapat dikurangi melalui kemampuan
mangrove dalam menyerap karbon. oleh karena itu, mangrove merupakan tempat
pembenaman karbon (carbon sinks) yang besar.
28

BAB.III METODE PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada............................... di kawasan estuari
Kota Tanjungpinang dengan sebaran lokasi sebagaimana disajikan dalam Gambar
2 sebagai berikut:

Gambar 2. Peta lokasi penelitian


3.2. Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan yang diperlukan saat
pengambilan maupun saat analisis data. Penelitian ini menggunakan alat dan
bahan yang disajikan pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian
Alat dan bahan Keterangan
Tali rafia untuk membuat plot pengamatan
Buku identifikasi mengidentifikasi jenis mangrove
GPS menentukan titik koordinat pengamatan
Meteran kain mengukur diameter batang mangrove
Rollmeter mengukur panjang plot pengamatan
Plastik wadah sampel daun, dan buah mangrove
11

Alat dan bahan Keterangan


Kertas label penanda wadah sampel
Alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan
Kamera Dokumentasi
Satelit Pengindraan jauh untuk menduga stok karbon atas
permukaan mangrove

3.3. Metode Penelitian


Penentuan lokasi pada penelitian ini menggunakan metode survey dengan
pemilihan stasiun pengamatan dilakukan secara purposive sampling.

3.3.1. Pengamatan Vegetasi Ekosistem Mangrove


Metode yang digunakan saat pengamatan berupa metode kuadran kontinu
menggunakan transek 10 x 10 meter sebagai acuan pengamatan vegetasi
mangrove dan transek 1 x 1 meter untuk pengamatan biota. Plot pengamatan
dibuat menggunakan tali transek dimana setiap area/zona dibuat tiga plot sebagai
ulangan. Pada lokasi dimana terdapat komunitas mangrove homogen atau tanpa
stratifikasi batas yang jelas maka untuk menentukan plot bisa dilakukan secara
acak dengan minimal 3 plot ulangan. Hal ini juga dilakukan jika stasiun potensial
memiliki ketebalan ekosistem mangrove kurang dari 50-100 meter (Gambar 4c).

Gambar 4. Ilustrasi penentuan plot permanen (kotak kuning dan biru) untuk
pemantauan komunitas mangrove.
3.3.2. Pengambilan Data
Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan metode non destruktif
dimana metode ini dilakukan tanpa melakukan pemanenan bagian tumbuhan,
yaitu dengan mengukur tinggi dan/ atau diameter pohon menggunakan persamaan
12

alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa atas-permukaan serta pengambilan


sampel sedimen untuk menduga stok karbon bawah-permukaan.
Persamaan allometrik yang digunakan bisa spesifik jenis maupun persamaan
umum yang dapat digunakan untuk seluruh species mangrove. Sampling dengan
cara ini memiliki tingkat akurasi yang lebih rendah dibandingkan destructive
sampling namun lebih efisien dalam hal waktu dan biaya.
a. Sampel pohon
Pada metode ini, sampel vegetasi hanya diukur parameter Diameter Setinggi
Dada (DBH) atau tinggi total batang (tinggi bebas cabang) atau keduanya
tergantung persamaan alometrik yang akan digunakan untuk menduga nilai
Biomassa atau langsung nilai Massa 17 Karbonnya. Namun, sebagian besar model
persamaan allometrik menggunakan DBH sebagai parameter penduganya.
Merujuk pada SNI 7742:2011 tentang Pengukuran dan Perhitungan Cadangan
Karbon (Pengukuran Lapangan untuk Penaksiran Cadangan Karbon Hutan)
tatacara pengkuran sampel vegetasi di lapangan adalah sebagai berikut:
 Identifikasi nama jenis pohon
 Pengukuran parameter DBH
 Catat data nama jenis dan DBH pada Tally Sheet
Pengukuran DBH pada berbagai kondisi pohon di lapangan dapat mengacu
pada acuan pengukuran tersebut diperuntukkan untuk jenis-jenis pohon bukan
mangrove namun pengaplikasiannya untuk keperluan pengukuran mangrove
masih dapat diterima / digunakan. Pengukuran biomassa diatas permukaan jika
menggunakan pendekatan model persamaan alometrik. dilakukan berdasarkan
kriteria ketersediaan informasi model alometrik untuk suatu jenis vegetasi
mangrove
b. Sedimen
Pengukuran ketebalan subsrat mangrove dilakukan dengan cara pengeboran
menggunakan bor tanah atau bor Eijkelkamp. Batas kedalaman maksimum pada
umumnya dibatasi sampai tidak ditemukan lagi substrat lumpur atau disesuaikan
dengan kedalaman yang direncanakan. Kegiatan pengeboran untuk mengetahui
kedalaman substrat dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel sedimen
untuk mengkuantifikasi karbon bawah permukaan. Pengukuran ketebalan
13

merupakan salah satu variabel untuk mengkuantifikasi volume sedimen. Karbon


organik yang terdapat dalam sedimen diukur melalui tiga tahapan, yaitu:
 Kuantifikasi Bulk Density.
 Kuantifikasi % C-Organik.
 Kuantifikasi Massa Karbon Sedimen
3.4. Analisis Data
3.4.1. Sampel Pohon
Pengukuran biomassa diatas permukaan jika menggunakan pendekatan model
persamaan alometrik dilakukan berdasarkan kriteria ketersediaan informasi model
alometrik untuk suatu jenis vegetasi mangrove. Hasil penghitungan jumlah
biomassa pada setiap pohon sampel dijadikan sebagai bahan untuk melakukan
pendugaan kandungan biomassa dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Y=aXb
Dimana
Y = variabel bergantung, berupa total biomasa pohon bagian atas tanah
(batang, cabang/dahan/ranting atau daun)
X = variabel bebas, berupa diameter batang (D)
a, b = konstanta
Adapun beberapa contoh model persamaan alometrik yang digunakan untuk
menghitung nilai biomassa diatas permukaan pada vegetasi mangrove dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Contoh Model Persamaan Alometrik untuk Jenis Vegetasi Mangrove
Jenis Persamaan Above p
Ground Biomass
Ceriop tagal* Wag = 0.251pDBH2.46 0.97
Rhizophora spp. Wag = 0.235*DBH2.42 -
Heritiera littoralis* Wag = 0.251pDBH2.46 0.98
Bruguiera spp. Wag = 0.186*DBH2.31 -
Avicennia spp. Wag = 0.308*DBH2.11 -
Sonneratia alba* Wag = 0.251pDBH2.46 0.78
Sonneratia caseolaris* Wag = 0.251pDBH2.46 0.5
Aegiceras corniculata* Wag = 0.251pDBH2.46 0.64
Xylocarpus moluccensis* Wag = 0.251pDBH2.46 0.74
Ket : * = Persamaan umum
Sumber : Komiyama et al (2005), Clought and Scout (1989)

Keterangan:
Wag = Biomasa di atas permukaan tanah (jumlah biomasa yang berada di atas
permukaan tanah)
14

DBH = Diameter at breast height (diameter batang setinggi dada)


p = Bulk density (kg/cm3 )

Perhitungan massa karbon menggunakan persamaan sebagai berikut:


Cag = B x % C-organik
Keterangan:
Cag = Massa karbon/ kandungan karbon dari biomassa (kg atau ton)
B = Biomassa (kg atau ton)
% Corganik = Persentase kandungan karbon sebesar 0,47 atau menggunakan
hasil %C yang diperoleh dari hasil analisis laboratorium

3.4.2. Sedimen
Penentuan Bulk Density (BD) mengacu pada metode Kauffman dan Donato
(2012). Bulk density dari substrat lumpur dianalisis dengan cara mengeringkan
sampel pada suhu 105 oC selama kurang lebih 48 jam. Nilai BD diperoleh dengan
cara membagi berat sampel setelah dikeringkan dengan volume sampel.
Perhitungan secara matematis untuk mencari BD adalah sebagai berikut:
massa sampel yang telahdikeringkan
Bulk Density (gram/cm3) =
volume sampel
Langkah selanjutnya adalah menentukan % C-organik dari sampel sedimen.
Persentase nilai karbon organik dihitung menggunakan metode Walkley dan
Black. Tanah yang akan dihitung % C-organiknya terlebih dahulu ditimbang
sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya, tanah
tersebut ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N dan dihomogenisasi. Tahap selanjutnya
adalah menambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat dan didiamkan selama 30 menit.
Setelah 30 menit, campuran larutan diencerkan dengan akuades dan dibiarkan
sampai dingin untuk selanjutnya didiamkan selama satu hari. Setelah satu hari,
tingkat absorbansi dari 38 sampel diukur menggunakan spektrofototmeter
menggunakan panjang gelombang 561 nm. Sebelum melakukan pengukuran
sampel, terlebih dahulu dilakukan pengukuran larutan standar dengan konsentrasi
0 dan 250 ppm. Kadar % C-organik dihitung menggunakan persamaan:
15

% C- organik =
Absorbansi sampel− Absorbansi blanko
×[larutan standar]× 0,02× F
Absorbansi standar

Langkah terakhir yang dilakukan untuk menghitung karbon sedimen adalah


menentukan massa karbon dari sedimen. Penentuan massa karbon sedimen
mengacu pada metode Kauffman dan Donato (2012). Parameter yang digunakan
dalam menghitung kadar karbon substrat lumpur adalah luas lahan (A).
Kedalaman substrat mangrove (h), Bulk Density (BD), dan % C-organik. Secara
matematis, kadar karbon substrat lumpur dihitung berdasarkan persamaan:
KCT = A x h x BD x %C
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, C., Arsepta, Y., Dewiyanti, I., & Bahri, S. 2019. Dugaan Serapan Karbon Pada
Vegetasi Mangrove, Di Kawasan Mangrove Desa Beureunut, Kecamatan Seulimum,
Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Laot Ilmu Kelautan. Vol 2 No 2
Clought BF, Scott K. 1989. Allometric relationship for estimating above ground biomass in
six mangrove species. Forest Ecology and Management (27): 117-127.
Dinilhuda, A., Akbar, A., & Jumiati,. (2019). Peran Ekosistem Mangrove Bagi Mitigasi Pemanasan
Global. Jurnal Teknik Sipil. 18.
Fitria, A.,& Dwiyanoto, G. 2021. Ekosistem Mangrove dan Mitigasi Pemanasan Global.
Jurnal Ekologi, Masyarakat & Sains. Vol. 2 No.1
Ghufran M dan Kordi HK. 2012. Ekosistem Mangrove. Potensi, Fungsi dan Pengelolaan.
Rineka Cipta. Jakarta.
Hafsar, Khairul. (2018). Kondisi Ekosistem Mangrove di Perairan Sei Carang Kota
Tanjungpinang Condition of Mangrove Ecosystem in Sei Carang Waters, Tanjung
Pinang City. Jurnal Akuatiklestari. Vol.1 No.2. 8-12.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan
Lahan. Bogor World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of
Brawijaya, Unibraw. Indonesia.77p
Handoyo, E., Amin, B., & Elizal. (2020). Estimation Of Carbon Reserved In Mangrove
Forest Of Sungai Sembilan Sub-District, Dumai City, Riau Province. Asian Journal of
Aquatic Sciences. 3. 123-134.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2001. The Scientific Basis. Contribution
of Working Group I to The Third Assessment Report of The Interngovernmental Panel
on Climate Change. Cambridge: Cambridge University Pr.
Kauffman JB, Donato DC. 2012. Protocols for The Measurement, Monitoring and Reporting
of Structure, Biomass and Carbon Stocks in Mangrove Forest. Bogor: Center for
International Forestry Research (CIFOR).
Keman,Soedjajadi. 2007. Perubahan Iklim Global, Kesehatan Manusia Dan Pembangunan
Berkelanjutan. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3(2), 195 – 204
Komiyama A. 2005. Common Allometric Equations For Estimating Mangroves. Gifu: Gifu
University Respitory.
Latuconsina, Husain. 2010. Dampak Pemanasan Global Terhadap Ekosistem Pesisir Dan
Lautan. Jurnal Ilmiah Agribisnis Dan Perikanan (Agrikan Ummu-Ternate), 3(1), 30-37.
Lestari, F. 2014. Komposisi Jenis dan Sebaran Ekosistem Mangrove di Kawasan Pesisir Kota
Tanjungpinang Kepulauan Riau. Jurnal Dinamika Maritim IV (1) : 68-75. ISSN: 2086-8049
Lestari, T.A. dan Aswin R. 2017. Metode Kuantifikasi Pendugaan Cadangan Karbon
Ekosistem Mangrove. Mangroves for the Future Indonesia, Bogor.
Liu K. Wang JD. Zeng WS. Song JL. 2017. Comparison and Evaluation of Three Methods for
Estimating Forest Above Ground Biomass using TM and GLAS Data. China: Beijing Normal
University.
Prihadi, Donny & Riyantini, Indah & Ismail, Mochamad. (2018). Pengelolaan Kondisi
Ekosistem Mangrove dan Daya Dukung Lingkungan Kawasan Wisata Bahari
Mangrove Di Karangsong Indramayu. Jurnal Kelautan Nasional. 1.
10.15578/jkn.v1i1.6748. Purnobasuki, Hery. 2006. Peranan Mangrove Dalam Mitigasi
Perubahan Iklim. Buletin PSL Universitas Surabaya 18: 9-10
Purwanto RS, Rohman, Ahmad M, Teguh Y, Dwiko BP, Makmun S. 2012. Potensi Biomassa Dan
Simpanan Karbon Jenis-Jenis Tanaman Berkayu Di Hutan Rakyat Desa Ngalanggeran, Gunung
Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan
Rachmawati, Ditha; Setyobudiandi, Isdradjad; dan Hilmi, Endang. 2014. Potensi Estimasi Karbon
Tersimpan Pada Vegetasi Mangrove Di Wilayah Pesisir Muara Gembong Kabupaten Bekasi.
Jurnal Omni-Akuatika, 13(19), 85 – 91.
Rizki GM. Bintoro A. Hilmanto R. 2016. Perbandingan Emisi Karbon Dengan Karbon Tersimpat Di
Hutan Rakyat Desa Buana Sakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur. Jurnal
Sylva Lestari Vol. 4 No. 1: (89—96).
Samidjo, Jacobus dan Suharso, Yohanes. 2017. Memahami Pemanasan Global dan Perubahan
Iklim. Jurnal Ilmiah, 24(2), 1-10.
Setyawan AD, Winarno K, Purnama PC. 2003. Ekosistem mangrove di Jawa: 1. Kondisi
terkini. Biodiversitas 2 (4): 133-145
Suryono, Ahmad. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove Sang Penyelamat Pulau.
Pustaka Baru Press : Yogyakarta.
Suwondo., E. Febrita, dan F. Sumanti. 2006. Struktur komunitas gastropoda di hutan
mangrove di Pulau Sipora. Jurnal Biogenesis. Vol. 2(1):25-29.
Triana, Vivi. 2008. Pemanasan Global. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(2), 159-163.
Widyasari NAE, Saharjo BH, Solichin, Istomo. 2010. Pendugaan Biomassa dan Potensi Karbon
Terikat di atas Permukaan Tanah pada Hutan Rawa Gambut Bekas Terbakar di Sumatera
Selatan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 15 (1): 41-49.

Anda mungkin juga menyukai