LP - Fraktur (1) New Sand Print

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FRAKTUR

Disusun Oleh :

Rahmat Susandi

Pembimbing :

Ns.Rogayah, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DIII

STIKES SISMADI

JAKARTA

2023
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price dan Wilson, 2018).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan
sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2020).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit
seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh
rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan ,
dan krepitasi.

B. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (2015), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi:
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

C. MANISFESTASI KLINIK
Menurut Smeltzer&Bare (2020), manifestasi klinik dari fraktur adalah:
1. Nyeri
Nyeri pada fraktur bertambah berat sampai tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah
yang di rancang utuk meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
2. Deformitas
Setelah terjadi fraktur, pergeseran fragmen tulang pada fraktur
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pemendekan Tulang
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Krepitasi
Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).

5. Pembengkakan dan Perubahan Warna Lokal


Terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cidera.

D. PENATALKSANAAN
1. Prinsip-prinsip penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan atau pertimbangkan
pada waktu menangani fraktur:
a. Rekognisi: mengkaji, menygangkat diagnosa fraktur pada tempat
kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
b. Reduksi dan imobilisasi: Reduksi adalah reposisi fragmen fraktur
sedekat mungkin dengan letak normalnya. Setelah fraktur di
reduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi untuk membantu
tulang pada posisi yang benar hingga menyambung kembali..
Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual
dengan traksi atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan
melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan
alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
c. Retensi: metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)
d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh
cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan
gerak dengan kruck).

2. Tindakan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal
Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. ORIF (Open Reduction And Internal Fixation) :
ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung
dengan tehnik pembedahan yang mencakup di dalamnya
pemasangan pen, skrup, logam atau protesa untuk memobilisasi
fraktur selama penyembuhan (Depkes, 2005).
Menurut Apley (2005) terdapat 5 metode fiksasi internal yang
digunakan, antara lain:
1) Sekrup kompresi antar fragmen
2) Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah
3) Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar
4) Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan
tibia
5) Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung
proksimal dan distal femur
Prosedur singkat
1) Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera ddan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur
2) Fraktur diperiksa dan diteliti
3) Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
4) Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal
kembali
5) Sesudah reduksi, fragmen-fragmen tulang dipertahankan
dengan alat ortopedik berupa pin, sekrup, plate dan paku.
E. KOMPLIKASI FRAKTUR
1. Komplikasi awal
a. Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tak kelihatan) dan
kehilangan cairan eksterna ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstermitas,toraks,pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak, pada saat terjadi fraktur, globula lemak
dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsung tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang
dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak
dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok otak, paru, ginjal dan organ lain.
c. Sindrom Kompartemen, merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Hal ini bisa disebabkan karena penurunan
ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat, atau
peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (mis. Iskemia, cedera
remuk, penyuntikan bahan penghancur atau toksik jaringan)
d. Tromboemboli
e. Infeksi, semua fraktur terbuka dianggap mengalami kontaminasi.
f. Koagulopati Intravaskuler Diseminata (KID) meliputi sekelompok
kelainan perdarahan dengan berbagai penyebab termasuk trauma
masif. Manifestasi KID meliputi ekimosis, perdarahan yang tak
terduga setelah pembedahan dan perdarahan dari membran
mukosa, tempat tusukan jarum infus, saluran gastrointestinal dan
kemih.

F. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Nyeri b.d terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan :
Setekah dilakukan intervensi keperawatan Nyeri dapat berkurang
atau hilang
Kriteria Hasil :
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Klien tampak tenang.
Intervensi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
b. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
c. Observasi tanda-tanda vital.
d. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesic.

2. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan, perubahan status metabolik,


kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan kulit
dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu

Kriteria hasil :
tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, kemerahan, luka bersih
tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda vital dalam batas normal
atau dapat di toleransi.
Intervensi :
a. Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
g. Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.

3. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri atau ketidak nyamanan,


kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan
penurunan kekuatan/tahanan.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien mampu melakukan
pergerakan dan perpindahan, mempertahankan mobilitas optimal
yang dapat ditoleransi dengan karakteristik
Kriteria hasil :
klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan
karakteristik
Intervensi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
d. Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka atau
kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan :
infeksi tidak terjadi atau terkontrol
Kriteria hasil :
tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih tidak lembab
dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital
b. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse,
kateter, drainase luka, dll.
d. Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan
darah, seperti Hb dan leukosit.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2018. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran Egc.

Chang, E. Dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran Egc

Dongoes M. 2020.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran Egc.

Engram, B. 2019. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran Egc.

Black, J. M. and Hawks, J. H. (2014) Keperawatan Medikal Bedah. 8 buku 2.


Singapore: Elsevier.

PPNI, T. P. S. D. (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasioanl Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi


Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasioanl Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesi. 1st edn. Jakarta:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasioanl Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai