1002-Article Text-1807-1-10-20190804
1002-Article Text-1807-1-10-20190804
1002-Article Text-1807-1-10-20190804
1, 2019
P-ISSN 2087-3638, E-ISSN 2655-7746
http://journal.uinmataram.ac.id/index.php/eltsaqafah
Abstract: This article aimed to describe three focuses: first, how sounds of
language signify its meaning; second, how composition of sounds corresponds
to the composition of meaning; and third, what are the proofs that the sounds
of al-Qur’an verses compose its meanings. Research approach of this article
is qualitative approach using library research. Based on phonological and
semantic studies, this research concludes that the relation between words
and its meaning in Arabic is natural relation; sounds of al-Qur’an therefore
indicates its meaning; and it can be proofed by analysing al-Qur’an from
phonological and semantic perspective.
Keywords: Al-Qur’an, Sound, Meaning, Arabic Language
A. Pendahuluan
Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar sepanjang masa. Ia tidak terbatas ruang
dan waktu. Perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa memperkuat
kemukjizatannya. Dikaji dari aspek apapun, al-Qur’an tetaplah mukjizat. Dari
aspek aturan, hukum-hukum al-Qur’an selalu menjamin kemasalahatan manusia
kapapanpun dan dimanapun. Dari aspek sains, al-Qur’an adalah kitab terbuka
66 |
Keutuhan Nada dan Makna... [Dedy Wahyudin, Djuaini]
yang selalu benar dan dibuktikan kebenarannya oleh setiap perkembangan ilmu
pengetahuan. Dari aspek kebenaran informasi, sejarah membuktikan bahwa apapun
informasi al-Qur’an tentang peristiwa yang belum terjadi selalu dibuktikan tepat
setelah peristiwa itu terjadi. Dari aspek bahasa, al-Qur’an seperti bangunan utuh
yang tidak mengalami kontradiksi internal satu hurufpun. Semua berada di tempat
yang tepat merangkai kesempurnaan bahasa al-Qur’an. Kesempurnaan bahasa yang
berada di luar kemampuan manusia, betapapun kecanggihannya dalam menyusun
huruf, kata dan kalimat.
Jika susunan (naẓm) bahasa al-Qur’an –sebagaimana diyakinkan oleh Abd al-
Qāhir al-Jurjānī-- adalah rahasia kemukjizatan al-Qur’an sebelum yang lain-lain, maka
susunan itu pastilah terdiri dari huruf, kata, kalimat, dan narasi yang membentuk satu
kesatuan utuh ayat-ayat al-Qur’an, dari awal sampai akhir. Jika huruf, sebagaimana
diintrodusir Abu Naṣr al-Farabi, Ibnu Sina dll adalah suara tanpa bunyi maka suara
adalah unsur pembentuk pertama kemukjizatan al-Qur’an itu; bukan sekedar suara
tetapi suara yang bernada; bukan sekedar nada tetapi nada yang berkorespondensi
dengan makna. Jika aspek kata (morfologis) dan kalimat (sintaksis) telah banyak
dielaborasi oleh para ulama, baik ulama bahasa (lugawiyyūn) atau ulama tafsir
(mufassirūn) maka aspek nada yang merangkai makna belum banyak didedahkan
oleh para ulama. Oleh karena itu, tulisan ini adalah upaya untuk meneropong
korespondensi nada dan makna yang membentuk keutuhan bahasa al-Qur’an.
Elaborasinya dimulai dari fakta bahwa al-Qur’an adalah suara sebelum tulisan;
ia turun berbentuk suara (nazala nuzūlan ṣautiyyan) sebelum dilambangkan dalam
bentuk tulisan. Karena suara adalah dasar turunnya al-Qur’an maka sudah pasti suara
menunjuk makna. Susunan suara yang terbentuk dalam fonem, kemudian morfem,
struktur dan teks mengindikasikan makna yang selanjutnya dibentuk oleh susunan
kata dan kalimat. Dengan demikian, fokus tulisan ini adalah: 1) bagaimana suara
atau nada menunjuk makna?;2) bagaimana aliran suara berkorespondensi dengan
aliran makna?;3) apa saja contoh-contoh ayat-ayat al-Qur’an yang menegaskan
korespendensi itu?. Perangkat ilmunya adalah gabungan ilmu fonetik dan semantik.
Kajiannya menjadi fonetis-semantis. Harapannya, tulisan ini berhasil membuktikan
bahwa pilihan huruf yang melahirkan bunyi dalam al-Qur’an adalah pilihan by
design sebagai akar pertama rahasia kemukjizatan al-Qur’an untuk selanjutnya
diteruskan oleh susunan kata, kalimat dan teks. Pembuktian asumsi tulisan ini tidak
fokus-detil pada satu ayat atau surat tertentu dalam al-Qur’an, tetapi secara terukur
berselancar untuk menampilkan contoh-contoh ayat atau potongan ayat al-Qur’an
yang membuktikan betapa bunyi al-Qur’an berimplikasi dalam satu kesatuan yang
harmonis dengan makna yang hendak ditunaikan.
B. Landasan Teori
Wilayah kerja tema tulisan ini berada tiga bidang yang saling kait mengkait:
susunan bahasa al-Qur’an,suara bahasa, dan hubungan suara dan makna dalam ayat-
ayat al-Qur’an. Untuk menjelaskan susunan bahasa al-Qur’an, penulis merujuk ke
| 67
El-Tsaqafah: Jurnal Jurusan PBA, Vol. 18, No.1, 2019
teori nażm yang terutama diidentikkan dengan Abd al-Qāhir al-Jurjānï. Teori nażm
menjelaskan rahasia kemukjizatan al-Qur’an. Menurut teori ini, kemukjizatan al-
Qur’an terutama terletak pada susunannya. Yang membedakan ayat-ayat al-Qur’an
dengan prosa atau puisi berbahasa Arab pada umumnya adalah susunannya. Susunan
bahasa al-Qur’an berada di level sempurna dari seluruh aspek analisis kebahasaan;
satu level yang tidak terjangkau oleh kemampuan manusia seberapapun jeniusnya
dalam menggubah susunan bahasa.
Untuk menjelaskan suara bahasa, penulis merujuk ke teori formasi suara yang
dikembangkan terutama oleh linguis Arab terkemuka, Tamam Hassan. Formasi
suara bahasa, menurut Tamam Hassan, berada di urutan pertama dalam mengenali
bahasa Arab; berada di level pertama dari tiga level pemerolehan bahasa Arab
yang terdiri dari: pengenalan (ta’arruf), penguasaan (isti’ab) dan pendalaman rasa
(tazawwuq). Formasi suara itu terdiri dari unsur makharij al-huruf, sifat huruf, syllable,
dan intonasi. Dengan mengenali seluruh unsur ini, seseorang sudah berada di level
pertama dalam penguasaan bahasa Arab karena ia menjadi tahu karakter susunan
suara dalam bahasa Arab yang terdiri atas posisi satu huruf dengan huruf sebelum
dan sesudahnya. Ada huruf yang bisa berdekatan; ada juga yang selalu berjauhan.
Sementara itu, untuk memahami hubungan suara dan makna, penulis merujuk
kepada teori relasi natural (‘alāqah ṭabi’iyyah) antara suara dan makna yang di
era klasik diintrodusir oleh ahli bahasa Arab, Ibnu Jinnī dan di era kontemporer
banyak dielaborasi oleh Dr. Hassan Abbas. Yang terakhir ini bahkan menulis satu
buku khusus berjudul: Khaṣa’iṣ al-Hurūf al-Arabiyyah wa Ma’ānīha (Karakter Huruf
Arab dan Maknanya)untuk membuktikan bahwa setiap huruf Arab memiliki sifat
yang mengindikasikan maknanya. Artinya, ketika huruf-huruf ini membentuk
kata dan kemudian kalimat, susunan suaranya melambangkan makna yang hendak
ditunaikannya. Inilah basis teori yang menjelaskan betapa paripurnanya keutuhan
suara/nada dan makna dalam susunan bahasa Al-Qur’an. Dus, suaranya saja sudah
menggambarkan maknanya; apalagi kalau analisisnya meluas ke wilayah morfologi,
sintaks dan semantiknya.
C. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian pustaka (library research). Penelitian kualitatif
dalam hal ini digunakan terutama dalam pengertian pendekatan naturalistik untuk
memahami fenomena dalam “suatu latar yang berkonteks khusus”.1 Latar khusus
yang dimaksud adalah bahasa al-Qur’an. Latar yang lebih khusus lagi adalah nada
atau suara dalam bahasa al-Qur’an.
Untuk memahami latar khusus itu, penulis merujuk kepada dua sumber
primer yaitu karya-karya yang terkait aspek suara dalam bahasa dan karya-karya
yang membahas kemukjizatan susunan bahasa al-Qur’an, terutama susunan suara
68 |
Keutuhan Nada dan Makna... [Dedy Wahyudin, Djuaini]
| 69
El-Tsaqafah: Jurnal Jurusan PBA, Vol. 18, No.1, 2019
syair, mengingkari hati nuraninya untuk tunduk kepada Sang Pencipta. Suara al-
Qur’an menagih telinga mereka untuk terus menerus mendengarkannya, menawan
hati mereka untuk terus menerus mencari yang baru dari ayat-ayatnya, membuat
mereka sembunyi-sembunyi secara terpisah tetapi berbarengan untuk menikmati
keindahan suara al-Qur’an. Al Walīd Ibn al-Mugīrah, pemuka Arab ternama itu
membuat testimoni setelah mendengar Rasulullah membaca Q.S. Gāfir (40): 1-3:
واهلل لقد سمعت من حممد آنفا كالما ما هو من كالم اإلنس وال من كالم اجلن إن له
حلالوة وإن عليه لطالوة وإن أعاله ملثمر و إن أسفله ملغدق وأنه يعلو وما يعىل عليه
Demi Allah, baru saja saya mendengar dari Muhammad ucapan yang bukan ucapan
manusia, tidak juga jin. Ucapan itu manis dan indah. Atasnya berbuah lebat. Bawahnya
sangat subur. Ia tinggi tak tertandingi.3
Labīd Ibn Rabī’ah, penyair terkemuka itu, menjawab Amīr al-Mu’minīn Umar
Ibn al-Khaṭṭab tentang kenapa dia meninggalkan syair sama sekali setelah dia masuk
Islam bahwa Surat al-Baqarah saja sudah mencukupkannya dari seluruh syair yang
pernah ditekuninya.4
Mażhūl. Para tokoh dan penyair Arab-Quraisyitu kelimpungan menilai al-
Qur’an demi mempertahankan keyakinan mereka. Mereka menyebut al-Qur’an itu
sihir tapi tidak seperti sihir; kegilaan tapi tidak memiliki ciri-ciri kegilaan; mantra para
dukun tapi tidak seperti mantra. Suara al-Qur’an tidak ada dalam semua referensi yang
pernah mereka kenal. Ini digambarkan oleh Q.S. al-Muddatstsir (74): 18-26. Walhasil,
wajah-wajah mereka mengkerut dan putus asa. Tak kuasa menandingi al-Qur’an,
karena al-Qur’an memang tak tertandingi. Ia adalah mukjizat. Susunan bunyi, kata,
kalimat dan teksnya adalah mukjizat. Maknanya adalah mukjizat. Ilmunya adalah
mukjizat. Informasinya adalah mukjizat. Keseluruhannya adalah mukjizat. Ar-Rāfi’ī
menyebut:
ما أشبه القرآن الكريم يف تركيب إعجازه وإعجاز تركيبه بصورة كالمية من نظام
وأخلقوا جوانبه، وتعاوروه من كل ناحية،الكون الذي اكتنفه العلامء من كل جهة
ثم هو بعد ال يزال عندهم عىل كل ذلك خلقا جديدا ومراما بعيدا،بحثا وتفتيشا
Alangkah persisnya Qur’an yang mulia ini dalam susunan kemukjizatan dan
kemukjizatan susunannya dengan susunan alam semesta yang dikaji oleh para
ilmuwan dari segala sisi; dibuatkan penelitian dari segala aspek. Namun setelah itu
3 ar.wikipedia, 2018.
4 ar.wikipedia, 2018.
70 |
Keutuhan Nada dan Makna... [Dedy Wahyudin, Djuaini]
semua, mereka menemukannya sebagai sesuatu yang baru dan capaian pengetahuan
yang masih jauh untuk direngkuh.5
Al-Qur’an sendiri menyebut dirinya sendiri sebagai “ahsan al-hadīts”, ucapan
yang paling baik; ucapan yang membuat bulu roma orang-orang beriman bergidik;
ucapan yang membuat hati mereka bergetar tunduk kepada kekuasaan Allah; ucapan
yang gunung sekalipun tidak kuasa menahan diri selain tunduk dan berguncang karena
takut kepada-Nya; ucapan yang menjadi tugas Rasulullah SAW untuk dibacakan
kepada umatnya; ucapan yang bagai cahaya menghapus kegelapan dan menggantinya
dengan keterangbenderangan; ucapan yang diwahyukan selama sekitar 22 tahun
untuk terus menerus menguatkan hati, menyegarkan batin dan memperbaharui
semangat Rasulullah SAW untuk menyelamatkan umat manusia dari kesesatan demi
kesesatan; ucapan yang menjadi warisan terbesar Rasulullah, Muhammad SAW dan
menjadi jaminan umatnya hingga akhir zaman untuk tidak tersesat di jalan gelap;
ucapan yang menjadi pelita bagi umat manusia untuk menempuh jalan terang dalam
hidup mereka.6
Membaca al-Qur’an artinya membunyikan suara al-Qur’an. Itulah rahasia
kenapa kitab ini dinamakan al-Qur’an. Ia dibaca dan terus menerus dibaca sejak
diturunkan sampai hari kiamat. Syarīf Hādi, di kanal ahl al-Qur’ān menulis:
وبلغ للناس، نزل مقروأ، أسمه القرآن لكثرة قراءته... قبل كل يشء الكتاب
فهو مقروء قراءة، ويتعبد به الناس منذ حلظة نزوله وحتى يوم القيامة مقروأ، مقروأ
.متصلة غري منقطعة منذ حلظة نزوله من السامء وحتى يوم الوعد لذلك هو قرأن
Sebelum lebih jauh, kitab ini… namanya Al-Qur’an karena begitu sering dibaca; turun
dengan cara dibaca; disampaikan kepada manusia dengan cara dibaca; dijadikan
sarana ibadah sejak diturunkan sampai hari kiamat dengan cara dibaca. Ia terus
menerus dibaca tanpa putus sejak diturunkan sampai hari kiamat. Karena itulah ia
(disebut) qur’an (bacaan).7
Tak pelak lagi, sebelum menjadi kitab dalam bentuk tulisan, al-Qur’an adalah
suara yang dibacakan, didiktekan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi
hingga hari akhir. Dan dalam bacaan itu, suara mencari tulang punggungnya: suara
yang menjadi mukjizat; suara yang bernada; suara yang satu gelombang frekuensi
dengan suara alam semesta yang paling murni sehingga mudah menyatu dan dih-
afalkan oleh mereka yang berhati bersih; suara yang kemudian disimbolkan dalam
huruf, ditulis dengan rasm uṡmani, dan keseluruhannya menjelma menjadi mushaf
| 71
El-Tsaqafah: Jurnal Jurusan PBA, Vol. 18, No.1, 2019
dalam bentuk kitab suci al-Qur’an yang dibukukan. Disinilah urgensi suara dalam
pewahyuan al-Qur’an.
2. Dari Suara Susunan Alquran Bermula
Materi kebahasaan al-Qur’an tidak berbeda dengan segala jenis teks berbahasa
Arab; huruf, kata dan kalimatnya adalah huruf, kata, dan kalimat bahasa Arab.
Yang berbeda adalah susunannya; susunan huruf yang membentuk kata; susunan
kata yang membentuk kalimat; dan susunan kalimat yang membentuk teks. Yang
berbeda adalah huruf apa yang datang sebelum dan setelah huruf tertentu; kata
apa yang berada sebelum dan setelah kata tertentu; kalimat apa yang eksis sebelum
dan setelah kalimat tertentu. Susunan seluruh unsur inilah yang menjadi rahasia
kemukjizatan al-Qur’an. Susunan yang berada di luar kemampuan manusia dan jin
untuk menyusunnya meskipun sekedar satu ayat; meskipun mereka bahu membahu
untuk mengusahakan pewujudannya; meskipun mereka mengusahakan dulu,
sekarang, nanti dan sampai kapanpun.8
Suara dilambangkan dengan huruf. Huruf belum berbunyi jika berdiri sendiri.
Ia baru berbunyi jika dirangkai dengan huruf sebelum dan sesudahnya.9Suara
yang dilambangkan oleh huruf itu memiliki makhraj dan sifat. Huruf-huruf bahasa
Arab terdistribusi ke dalam lima tempat keluar: rongga mulut (jauf), tenggorokan
(halq); lidah (lisān), kedua bibir (syafatain), dan batang hidung (khaisyum). Sifat-sifat
huruf beranjak dari lemah, sedang, dan kuat. Ada lima sifat yang saling berlawanan:
jelas (jahr) >< samar (hams); kuat (syiddah) >< lunak (rakhwah); terangkat (isti’lā’)
>< turun (istifāl); terbuka (infitāh) >< tertutup (ithbāq); dan tertahan (iṣmāt) ><
lancar (iżlāq). Sifat yang berlawanan ini masih ditambah dengan 9 sifat yang tidak
ada lawannya, yaitu: tawassuṭ (tengah antara syiddah dan rakhwah); layyin (lunak);
inhirāf (condong); takīir (mengulang-ulang); ṣafīr (siul); tafasysyi (menyebar); qalqalah
(goncang); istiṭālah (memanjang); dan gunnah (berdengung).10
Tamām Hassan, linguis Arab terkemuka berkebangsaan Mesir, menyebut bahwa
karena makhraj dan sifat huruf yang berbeda-beda inilah susunan suara kebahasaan
dalam bahasa Arab tampil beragam dari yang paling buruk sampai yang paling indah
bahkan dengan keindahan di luar kuasa manusia. Ada huruf-huruf yang saling tidak
bisa bertemu dalam satu susunan; ada huruf-huruf yang saling berharmonisasi
menyusun bunyi yang indah; ada huruf-huruf yang menyusun keindahan bunyi
dengan mengorbankan makna; dan ada huruf-huruf yang saling bersesuaian antara
keindahan bunyi dan kecanggihan makna yang hendak ditunaikan. Tabel berikut
menggambarkan penjelasan Tamām Hassāndimaksud:11
72 |
Tabel 1: Makhraj dan Sifat Huruf Menurut Tamam Hassan
Sifat
Makhraj
Dipotong/
Kuat (Syiddah) Lembut (Rakhwah) Kombinasi Sedang (Tawassuṭ)
(Tarkīb)
Nasal Trill Lateral Lembut
Jelas (Majhūr) Desis (Mahmūs) Jelas (Majhūr) Desis (Mahmūs)
(Anfī) (Mukarrar) (Jānibī) (Layyin)
Tebal Tipis Tebal Tipis Tebal Tipis Tebal Tipis
Majhūr
Maj-hūr Maj-hūr Maj-hūr Maj-hūr
(Mufakhkhah) (Muraqqaq) (Mufakhkhah) (Muraqqaq) (Mufakhkhah) (Muraqqaq) (Mufakhkhah) (Muraqqaq)
Labial
ب م و
(Syafawi)
Labiodental
(Syafawi ف
asnānī)
Dental
ظ ذ ث
(Asnānī)
Alveolar
(Asnānī ض د ط ت ز ص س
liṡawi)
Liṡawi ن ر ل
Uvular
ق
(Lihawī)
Pharyngeal
غ خ
(Hulqūmī)
Pharyngeal
ع ح
(Halqī)
Laringeal
ء هـ
(Hanjarī)
| 73
Keutuhan Nada dan Makna... [Dedy Wahyudin, Djuaini]
El-Tsaqafah: Jurnal Jurusan PBA, Vol. 18, No.1, 2019
ومنها حسن،وحتت هذه املبادئ الثالثة تقع مجيع الظواهر املوقعية يف اللغة العربية
التأليف واإلدغام و الوقف واملناسبة و اإلعالل و اإلبدال و التوصل و التخلص
و احلذف و اإلسكان ومراوحة الكمية واإلشباع و اإلضعاف والنرب والتنغيم
.وظواهر أخرى من نظام اللغة
Di bawah tiga prinsip inilah seluruh fenomena posisi suara dalam bahasa Arab berada
di antaranya: susunan yang baik, idgãm, waqf, kesesuaian huruf dengan sebelum
dan setelahnya, i’lãl, mengganti huruf dengan huruf lain, meminta bantuan huruf
tertentu untuk menyambung bacaan, pengabaian, membuang huruf, mensukunkan
huruf, pengaturan atau intervensi pada jumlah huruf, menyempurnakan bacaan,
mendobelkan huruf, penekanan suara, intonasi, dan fenomena-fenomena lain dalam
sistem bahasa.12
Selain makhraj dan sifat huruf, sistem bunyi bahasa Arab termanifestasi pada tiga
sub-sistem yaitu: 1) maqṭa’ atau syllable adalah satuan bunyi bahasa Arab yang terdiri
atas fonem yang menyusun struktur. Berdasarkan penelitian, maqṭa’ bahasa Arab
terdiri dari unsur inti (nucleus, nuwat al- maqṭa’ dan unsur-unsur pendukung (marginal
factors). Vokal (harakat,ṣawā’it)adalah inti dan konsonan (ṣawāmit) adalah unsur
pendukung, sehingga jumlah maqṭa’ dalam satu kata adalah sejumlah harakāt-nya ;
2) nabr(stress, penekanan bunyi) adalah power atau tingkat kenyaringan (loudness) dari
satu maqṭa’dalam lafaz tertentu; dan 3) tangīm(intonasi) adalah serial frekuensi suara
(pitch) yang berbeda tinggi rendahnya yang diselingi oleh “berhenti sebentar”(non
final pause) atau “berhenti tetap” (final pause). Intonasi kalimat berita, pertanyaan,
perintah, ataueksklamasi biasanya berbeda-beda.13
12 Ibid, 25.
13 Salmān HassanAl-Ānī,At-Tasykīl as-Ṣauṭi fi al-Lugah al-Arabiyyah Funulujiya al-
Arabiyyah, Jeddah: an-Nādī al-Adabī al-Ṡaqafī, 1983, 131-147.
74 |
Keutuhan Nada dan Makna... [Dedy Wahyudin, Djuaini]
| 75
El-Tsaqafah: Jurnal Jurusan PBA, Vol. 18, No.1, 2019
Relasi suara dan makna semacam ini dalam laku bahasa Arab disebut “taqammuṣ”,
satu fenomena dimana penutur bahasa meresapi makna dan mengekspresikannya
dalam lakon penuh (suara, gerakan badan, mimik muka dan seterusnya) secara
ekspresif; persis seperti pemain teater atau film yang sedang memerankan tokoh
tertentu seolah-olah ia adalah tokoh tersebut.16Proses inilah yang menjelaskan
bagaimana proses orang-orang Arab, terutama para pujangga, melahirkan kata-kata
bahasa Arab yang suaranya mengisyaratkan maknanya. Dalam proses ini diperlukan
rasa yang bening dengan mengaktifkan seluruh panca indera untuk menemukan
huruf-huruf yang sesuai dengan rasa yang ditangkap dan mendistribusikannya ke
dalam masing-masing dari lima panca indera manusia. Inilah hasilnya:17
Tabel 3: Penunjukan Huruf terhadap Makna
No Makna yang ditangkap oleh indera/rasa Huruf yang menunjukkannya
76 |
Keutuhan Nada dan Makna... [Dedy Wahyudin, Djuaini]
وملا كان األصل يف نظم القرآن أن تعترب احلروف بأصواهتا وحركاهتا ومواقعها
استحال أن يقع يف تركيبه ما يسوغ احلكم يف كلمة زائدة أو،من ا لداللة املعنوية
أو ما يقال فيه إنه تغوث،حرف مضطرب أو ما جيري جمرى احلشو واالعرتاض
بل نزلت كلامته منازهلا عىل ما،واسرتاحة كام جتد من كل ذلك يف أساليب البلغاء
وما قد يشبه أن يكون من هذا النحو الذي متكنت به،استقرت عليه طبيعة البالغة
مفردات النظام الشميس وارتبطت به سائر أجزاء املخلوقات صفة متقابلة بحيث
لو نزعت كلمة منه أو أزيلت عن وجهها ثم أدير لسان العرب كله عىل أحسن منها
...يف تأليفها وموقعها وسدادها مل يتهيأ ذلك وال اتسعت له اللغة بكلمة واحدة
18 Hasan Abbas, Khaṣa’iṣ al-Hurūf al-Arabiyyah wa Ma’ānīha, Damskus: Ittihād Kuttāb al-
‘Arab, 1998, 174.
| 77
El-Tsaqafah: Jurnal Jurusan PBA, Vol. 18, No.1, 2019
Jika dasarnya dalam “naẓm al-Qur’ān” adalah bahwa huruf-huruf dengan suara,
harakat dan posisinya merupakan bagian dari penunjukkan maknanya maka menjadi
mustahil terjadi dalam susunan al-Qur’an ada kata tambahan, huruf yang tidak
sesuai atau sesuatu yang sekedar muncul sebagai sempalan atau bukan pada tempatnya
(karena kelemahan atau kejenuhan penyusun) seperti yang biasa anda temukan pada
susunan karya para pujangga. Tetapi kata berada di tempat yang seharusnya menurut
ilmu balagah (muṭābaqah al-maqāl li muqtaḍā al-hāl/ujaran sesuai persis dengan
kebutuhan)sebagaimana satuan planet yang terkait satu sama lain dalam sistem tata
surya. Artinya, kalau satu kata dicabut atau diganti tempatnya lalu seluruh kata
dalam Bahasa Arab dicari untuk menggantikannya maka satu katapun tidak bisa
menunaikannya...19
Hal senada diungkap oleh Sayyid Quṭb. Begitu anda memasuki ayat-ayat al-
Qur’an, anda lebih dulu terpana oleh nada dan imaginasi yang digambarkannya.
Dalam berbagai karya Sayyid Qutb, terutama “at-Taṣwir al-Fanni fi al-Qur’ān” dan
kitab tafsir “fi Ẓilāl al-Qur’ān”, beliau memastikan bahwa bunyi (jars) dan siluet (ẓill)
al-Qur’an langsung menggambarkan makna ayat bahkan sebelum anda memikirkan
dan merungkannya. Harmonisasi keduanya (nada dan makna) terjadi sedemikian
rupa sehingga kedua-duanya tertunaikan secara sempurna. Ini tidak terjadi pada
karya pujangga Arab, betapapun genius dan berpengalamannya.
Sayyid Ali Mīr Lūhī dan Mājid an-Najjār menulis:
كام هو شأن الشعر حيث يستقيم،فاإليقاع القرآين ال يقوم عىل حساب املعنى
فالوزن والقافية كثري ًا،الوزن وتقوم القافية يف أغلب األحيان عىل حساب املعنى
قد ال يقصدها أو إذا، إىل معانيه سوق ًا، وهو ينظم قصيدته،ما َي ُسوقان الشاعر
ّ أما يف القرآن.قصدَ ها فقد ال ير َتضيها
فإن اإليقاع والفاصلة يتعانقان سو ّية يف َ
من دون أن، وبيان اجلانب الداليل من جهة ثانية،رسم الصورة الفنية من جهة
.ينقص من هذا يشء أو يزيد عىل ذلك يشء
Ritme Qur’ani sama sekali tidak mengorbankan makna seperti yang terjadi pada
kasus syair dimana seringkali wazn dan qāfiyah (padanan ritme pada syair) eksis
dengan mengorbankan makna. Wazn dan qāfiyah seringkali menggiring penyair ketika
menggubah syairnya menuju makna; boleh jadi makna itu memang dimaksudkannya
atau diniatkan tetapi tidak memuaskannya. Sementara di dalam al-Qur’an, ritme
dan pemisah(fāṣilah, pause) saling mendukung dalam menggambar bentuk keindahan
19 Mustafa Sadiq Al-Rafi’i, I’jaz al-Qur’an wa al-Balagah an-Nabawiyyah, Beirut: Dar al-
Kutub al-Arabi, Cet. IX, 1973, 224-225.
78 |
Keutuhan Nada dan Makna... [Dedy Wahyudin, Djuaini]
di satu sisi dan aspek penunjukan makna di sisi lain tanpa berkurang di sini atau
bertambah di sana.20
É ȀÈ ÌdzÈƗ
È ƥƢǬÈ ǸÈ ÌdzơǶÉ ÉƫǁÌ ǃÉ ȄËÈƬƷÈ ÎǂÉ ÉƯƢǰÈ ËÈƬdzơǶÉ ǯƢ
ÏǂÊ
20 Sayyid Ali Mīr Lūhī dan Mājid Al-Najjār, “Al-I’jāz al-Ṣauṭī fi al-Qur’ān al-Karīm: Naẓrah fi
Kutub al-Bāhiṡīn al-Arab al-Qudāmā wa al-Mu’āṣirīn”, Majallah Ahl al-Bait no. 9: 31-56 http://abu.
edu.iq/research/articles/13145, 2009, 54.
21 Mahdi ‘Inād Ahmad Qabha, At-Tahlīl al-Ṣawṭi li al-Naṣ, Tesis. Palestina: Jami’ah al-Najah al-
Watniyah, 2011, 80.
22 Ibid, 77-78.
23 Ibid, 80.
| 79
El-Tsaqafah: Jurnal Jurusan PBA, Vol. 18, No.1, 2019
harus “ziarah” ke kuburan yang sempit; kemudian ia dibangkitkan dari kesempitan itu
untuk memasuki alam akhirat yang baginya jauh lebih sempit tetapi akan dideritanya
berulang-ulang untuk selamanya.
Nada al-Qur’an kadang-kadang datang begitu kuatnya untuk menggambarkan
kedahsyatan hari kiamat ketika bumi bergoncang dan terbalik sebagaimana
digambarkan dalam firman Allah SWT:
ÕÎdž ËÉ ȁÈ ÔÎdžÈ ǠÈ LjÌ ǟÈ ơÈƿÊƛDzÊ ÌȈËÈǴdzơȁÈ
È ǨËÈ ÈǼÈƫơÈƿÊƛƶÊ ÌƦǐdzơ
Demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh
apabilafajarnya mulai menyingsing(Q.S. at-Takwīr (81): 17-18)
Malam tidak pernah berlalu tiba-tiba. Ia beringsut perlahan. Kegelapan malam
beranjak dari pekat, semakin tipis dan akhirnya sirna digantikan fajar. Huruf sīn
yang berulang-ulang di dua ayat ini bertutur tentang tabiat malam dan subuh. Malam
adalah waktu istirahat paling ideal. Dalam tidur, manusia dipeluk malam dengan
lembut. Ketika subuh tiba, malam seperti menarik nafas untuk menggeliat bangun
dan meninggalkan tempat untuk digantikan waktu subuh. Subuh adalah waktu
paling hening-bening untuk memulai kehidupan. Syekh Rātib Nabulsi mengatakan
bahwa huruf sīn selalu menunjukkan sesuatu yang berada di dalam; sesuatu yang
menenangkan; sesuatu yang lembut, intrinsik dan personal.25
Suara selembut apapun, orang tuli tidak bisa mendengarkannya. Ucapan
seringan apapun orang bisu tidak bisa mengucapkannya. Obyek seterang apapun,
orang buta tidak bisa melihatnya. Itulah gambaran orang munafik sebagaimana
ditunjukkan oleh firman Allah SWT:
80 |
Keutuhan Nada dan Makna... [Dedy Wahyudin, Djuaini]
ثم اإلطباق،أليس يف إغالق الفم املتكرر أثناء تالوة هذه الكلامت صعودا وهبوطا
عىل النون يف آخرها ما يشري إىل اإلغالق والطمس واخلتم الذي ابتيل به املنافقون
والكافرون يف حواشهم بسبب إرصارهم عىل الباطل وحبس أنفسهم عىل الضالل
والعمى فصمت آذاهنم وسدت أفواههم وختم عىل أبصارهم؟
Bukankahpada menutupnya mulut yang berulang-ulang ketika membaca kata-kata
ini dengan nada naik dan turun, kemudian (kembali) tertutupnya (mulut) di akhir
(setiap maqṭa’) menjadi sesuatu yang menunjukkan ketertutupan, ketertutupan dan
ketertutupan yang dialami oleh orang-orang munafik dan orang-orang kafir dalam
keterpinggiran hidup mereka oleh karena kengototan mereka dalam kebatilan dan
tertahannya diri mereka dalam kesesatan dan kebutaan sehingga telinga mereka tuli,
murut mereka terkunci dan pandangan mereka tertutup (buta)?26
| 81
El-Tsaqafah: Jurnal Jurusan PBA, Vol. 18, No.1, 2019
E. Simpulan
Salah satu ciri khas bahasa Arab adalah kata-katanya membentuk bunyi yang
melambangkan relasi naturalnya dengan alam. Relasi natural ini terbentuk dari bunyi
huruf yang sifat-sifatnya disesuaikan dengan penunjukan maknanya. Konsekwensinya,
bunyi bahasa Arab berkorespondensi dengan makna yang ditunjuknya. Kekhasan
inilah yang dikuatkan dan disempurnakan oleh susunan bahasa al-Qur’an. Sub-sistem
suara dalam susunan al-Qur’an yang terdiri atas huruf, syllable, tekanan, intonasi dan
ritme berkorespondensi secara sempurna dengan makna yang ditunjuki baik secara
langsung atau secara simbolik dengan menciptakan atmosfer yang mengkondisikan
pembaca untuk memahami makna yang diinginkan melalui pemahaman utuh
terhadap sistem suara yang diaplikasikan. Keutuhan nada dan makna dalam susunan
bahasa al-Qur’an ini dibuktikan dengan contoh-contoh analisis nada dan makna yang
ditampilkan di bagian akhir dari tulisan ini.
Implikasi teoritis dari kesimpulan ini adalah keharusan para pengkaji al-Qur’an
untuk semakin detil meneliti kaitan nada dan makna al-Qur’an dalam setiap ayat
dalam mushaf al-Qur’an. Dengan demikian, para penikmat bacaan al-Qur’an bukan
sekedar menikmati keindahan nada bacaan ayat-ayat al-Qur’an semata tetapi bisa
mengaitkannya dengan keagungan pesan ketuhanan yang diembannya. Pendengar
bacaan al-Qur’an lantas menjadi faham mengapa bacaan al-Qur’an bisa membuatnya
merinding, meneteskan air mata, bahkan mengalami kegoncangan batin yang
menuntunnya untuk tunduk dan mengakui kemahabesaran dan kemahakuasaan
Allah SWT.
Daftar Pustaka
82 |
Keutuhan Nada dan Makna... [Dedy Wahyudin, Djuaini]
| 83