Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

Disusun Oleh:
Dina Ayu Septiani
(011 STYC20)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN NERS
MATARAM 2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

1.1 KONSEP HALUSINASI


1.1.1 Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi biasanya muncul pada klien gangguan jiwa
diakibatkan terjadinya perubahan orientasi realita,klien meraskan stimulasi
yang sebetulnya tidak ada. Dampak yang muncul akibat gangguan
halusinasi adalah hilangannya kontrol diri yang menyebabkan seseorang
menjadi panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi (Syahdi &
Pardede, 2022).

Gangguan persepsi sensori adalah perubahan persepsi terhadap stimulus


baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,
berlebihan atau terdistorsi (SDKI, 2017) Halusinasi merupakan suatu gejala
gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu stimulus yang sebenarnya
tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman
(Sutejo, 2017).

Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi


pengalaman indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indera yang
salah), dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penciuman, pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Putri,
2017). Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia membedakan antara rangsangan internal
dan rangsangan eksternal dari klien, klien memberikan persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa adanya objek atau rangsangan yang
nyata.
1.1.2 Rentang Respon Halusinasi

Keterangan :

1. Respon Adaptif
Respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
Adapun respon adaptif yakni :
a. Pikiran Logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan
yang dapat diterima akal.
b. Persepsi Akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi Konsisten dengan pengalaman merupakan perasaan jiwa yang
timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
d. Perilaku Sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan
dengan individu tersebut yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau
ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
e. Hubungan Sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang
lain dalam pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan.
2. Respon Psikososial
Adapun respon psikososial yakni:
a. Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam
mengabstrakan dan mengambil kesimpulan.
b. Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
c. Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi
yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
e. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, baik dalam berkomunikasi maupun berhubungan
sosial dengan orang-orang di sekitarnya.
3. Respon Maladaptif
Respon maladaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan.
Adapun respon maladaptif yakni:
a. Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan keyakinan sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan.
c. Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol
emosi seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami
kesenangan, kebahagiaan, dan kedekatan.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku
berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di
timbulkan.
e. Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa kesepian
tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
(Stuart, 2017).
1.1.3 Etiologi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungan.
c. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang
maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogen neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat
demi masa depannya, klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan
energi ekstra untuk menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari
lingkungan, misalnya partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama
tidak diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana
sepi atau terisolasi, sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang
tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Penyebab Halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi (Oktiviani, 2020) yaitu :
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien.
d. Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual
Secara sepiritual klien Halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan
jarang berupaya secara sepiritual untuk menyucikan diri. Saat
bangun tidur klien merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdirnya memburuk.
1.1.4 Klasifkasi
Menurut (Pardede & Ramadia, 2021), beberapa jenis halusinasi antara lain:
1. Halusinasi Pendengaran (auditory) 70%
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatau (kadang-
kadang hal yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan
telinga pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah
tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit, dan adanya gerakan
tangan.
2. Halusinasi Pengihatan (visual) 20%
Stimulus penglihatan dalam bentuk pencaran cahaya, gambar, orang
atau panorama yang luas dan kompleks, biasanya menyenangkan atau
menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat
tertentu, menunjuk kearah tertentu, serta ketakutan pada objek yang
dilihat.
3. Halusinasi Penciuman (Olfaktori)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah,
urine atau feses, kadang-kadang tercium bau harum seperti parfum.
Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti
mencium,mengarahkan hidung pada tempat tertentun dan menutup
hidung.
4. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan,
seperti rasa darah, urine, dan feses. Perilaku yang muncul adalah seperti
mengecap, mulut seperti gearakan mengunyah sesuatu sering meludah,
muntah.
5. Halusinasi Perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat,
seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain, merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan,
binatang kecil dan mahluk halus. Perilaku yang muncul adalah
mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan kulit,terlihat
menggerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
1.1.5 Manifestasi Klinis
Tanda-tanda halusinasi menurut Yosep (2010) & Fajariyah (2012)
meliputi sebagai berikut :

Jenis Halusinas Data Subjektif Data Objektif

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak bicara sendiri.


Pendengaran mendengar suara atau 2. Klien tampak tertawa
(Auditory- kegaduhan. sendiri.
hearing voices or 2. Klien mengatakan 3. Klien tampak marah-marah
sounds) mendengar suara yang tanpa sebab.
mengajaknya untuk 4. Klien tampak mengarahkan
bercakap-cakap. telinga ke arah tertentu.
3. Klien mengatakan 5. Klien tampak menutup
mendengar suara yang telinga.
menyuruhnya untuk 6. Klien tampak menunjuk-
melakukan sesuatu yang nunjuk kearah tertentu.
berbahaya. 7. Klien tampak mulutnya
4. Klien mengatakan komat kamit sendiri.
mendengar suara yang
mengancam diri nya atau
orang lain.
Halusinasi 1. Klien mengatakan melihat 1. Klien tampaktatapan mata
Penglihatan seseorang yang sudah pada tempat tertentu.
(Visual-seeing meninggal, melihat 2. Klien tampak menunjuk
persons or makhluk tertentu, melihat nunjuk kearah tertentu.
things) bayangan hantu atau 3. Klien tampak ketakutan pada
sesuatu yang menakutkan objek tertentu yang dilihat.
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak mengarahkan
Penghidu mencium sesuatu seperti : hidung pada tempat tertentu.
(Olfactory- bau mayat, bau darah, bau 2. Ekspresi wajah klien tampak
smeeling odors) bayi, bau feses, atau bau seperti mencium sesuatu
masakan, parfum yang dengan gerakan cuping
menyenangkan. hidung
2. Klien mengatakan sering
mencium bau sesuatu.
Halusinasi 1. Klien mengatakan ada 1. Klien tampak mengusap,
Perabaan sesuatu yang menggaruk garuk, meraba-
(Tactile-feeling menggerayangi tubuh raba permukaan kulitnya.
bodily sensations) seperti tangan, binatang 2. Klien tampak menggerak-
kecil, atau makhluk halus. gerakkan tubuhnya seperti
2. Klien mengatakan merasakan sesuatu
merasakan sesuatu di merabanya.
permukaan kulitnya seperti
merasakan sangat panas
atau dingin, merasakan
tersengat aliran listrik, dan
sebagainya
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak seperti
Pengecapan merasakan makanan mengecap sesuatu.
(Gustatory- tertentu, rasa tertentu, atau 2. Klien tampak sering
experiencing mengunyah tertentu meludah.
tastes) padahal tidak ada yang 3. Klien tampak mual atau
sedang dimakannya. muntah.
2. Klien mengatakan
merasakan minum darah,
nanah.

1.1.6 Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi


1. Tahap I (Comforting)
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum
halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien
mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba
berfokus pada pikiran yang dapat menghilangan ansietas, pikiran dan
pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.

Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (Comforting) yaitu


tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan
berkonsentrasi.

2. Tahap II (Condeming)
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori
menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai
merasa kehilangan control, menarik diri dari orang lain.
Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaiu dengan terjadi
peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian
dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman
sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan
realitas.
3. Tahap III (Controlling)
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak
dapat ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima
pengalaman sensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan
kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah halusinasi ditaati,
sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan
berkurang, hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah dari
perawat, tampak tremor dan berkeringat.
4. Tahap IV (Conquering)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.
Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila
tidak diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panik, resiko
tinggi mencederai, agitasi atau katatonia, tidak mampu berespon
terhadap lingkungan.
1.1.7 Mekanisme Koping Halusinasi
Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep
(2016), diantaranya:
a. Regresi
Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan
perilaku kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
b. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya
untuk menjelaskan kerancuan identitas).
c. Menarik diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar
sumber stressor, sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan
perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa
takut dan bermusuhan.
1.1.8 Pohon Masalah

Melukai diri sendiri, orang lain dan Efek


lingkungan

Gangguan Kebersihan Diri Efek

Halusinasi Pengelihatan Core Problem


dan pendegaran

Menarik Diri Cause

Skizofrenia
1.1.9 Penatalaksanaan
1. Psikofarmakoterapi
Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi perlu
mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun obat-
obatannya seperti :
a. Golongan butirefenon : haloperidol (HLP), serenace, ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg (IM),
pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien
biasanya diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg. Atau sesuai dengan
advis dokter (Yosep, 2016).
b. Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile.
Pada kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg, apabila
kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x 100 mg pada
malam hari saja, atau sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2016).
2. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif
menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan
pada kondisi fisik pasien walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik
klien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien. Jenis terapi somatis
adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi (Kusumawati &
Hartono, 2011).
a. Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual
untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk
melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang lain.
b. Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan
menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus listrik
kekuatan rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang ditempelkan
beberapa detik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
c. Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri
diruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan
melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya potensial
yang mungkin terjadi. akan tetapi tidak dianjurkan pada klien
dengan risiko bunuh diri, klien agitasi yang disertai dengan
gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta perilaku yang
menyimpang.
d. Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien
dengan mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. cocok
diberikan pada klien dengan depresi.

1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan (Direja, 2011). Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan,
mengorganisasikan dan mencatat data-data yang menjelaskan respon tubuh
manusia yang diakibatkan oleh masalah kesehatan .
Kegiatan utama dalam tahap pengkajian ini adalah pengumpulan data,
pengelompokan data, dan analisis data guna perumusan diagnosis
keperawatan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik serta studi dokumentasi . Data
yang dikumpulkan merupakan data pasien secara holistik, meliputi aspek
biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang kemudian yang akan
dikelompokkan kembali menjadi menjadi data subjektif dan data objektif
(Direja, 2011). Menurut Keliat (2012), data objektif yaitu data yang dapat
secara nyata melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
Sedangkan data subjektif yaitu data yang disampaikan secara lisan oleh
klien dan keluarganya. Data ini didapat melalui wawancara perawat kepada
klien dan keluarganya.
Dalam keperawatan jiwa, seorang perawat diharapkan memiliki
kesadaran atau kemampuan tilik diri (self awereness), kemampuan
mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi dengan terapeutik, dan
kemampuan berespon secara efektif karena hal tersebut merupakan kunci
utama dalam menumbuhkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien akan memudahkan
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Yusuf dkk, 2015).
Stuart dan Sundeen dalam Yusuf dkk (2015) menyebutkan bahwa
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber
koping, dan kemampuan koping yang dimiliki pasien adalah aspek yang
harus digali selama proses pengkajian. Menurut Yusuf, dkk (2015),
pengkajian pada pasien dengan halusinasi terdiri dari :
1. Identitas Klien
Identitas ditulis lengkap meliputi Nama,Usia,Alamat,Pendidikan,
Agama, Status Perkawinan, Pekerjaan, Jenis kelamin, Nomor Rekam
Medis, dan Diagnosa Medisnya.
2. Alasan Masuk
Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan apa yang
menyebabkan klien datang kerumah sakit, apa yang sudah dilakukan
oleh klin/keluarga sebelumnya atau dirumah untuk mengatasi masalah
ini dan bagaimana hasilnya. Klien dengan halusinasi biasanya
dilaporkan oleh keluarga bahwa klien sering melamun, menyendiri, dan
terlihat berbicara sendiri, tertawa sendiri.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini,
penyebab munculnya gejala, upaya yang dilakukan keluarga untuk
mengatasi dan bagaimana hasilnya.
4. Faktor Predisposisi
Menanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa
lalu, pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma
masa lalu, factor genetic dan silsilah orang tuanya dan pengalaman masa
lalu yang tidak menyenangkan.
5. Pemeriksaan Fisik
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pada umumnya
yang dikaji meliputi TTV (Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan dan suhu),
Tinggi badan, serta keluhan fisik lainnya.
6. Psikososial
1. Genogram
Membuat genogram beserta keterangannya untuk mengetahui
kemungkinan adanya riwayat genetik yang menyebabkan
menurunkan gangguan jiwa.
2. Konsep Diri
1) Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya,
bagian tubuhnya yang paling/tidak disukai.
2) Identitas diri, bagaimana persepsi tentang status dan posisi
klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap suatu/posisi
tersebut, kepuasan klien sebagi laki-laki atau perempuan.
3) Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi,
status, tugas/peran yang harapannya dalam keluarga,
kelompok, masyarakat dan bagaimana kemampuan klien
dalam melaksanakan tugas/peran tersebut.
4) Ideal diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi,
status, tugas/peran dan harapan klien terhadap lingkungan.
5) Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam
hubungannya dengan orang lain sesuai dengan kondisi dan
bagaimana penilaian/ penghargaan orang lain terhadap diri dan
lingkungan klien.
3. Hubungan Sosial
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien,
bagaimana peran serta dalam kegiatan dalam
kelompok/masyarakat serta ada/tidak hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.
4. Spiritual
Apa agama/keyakinan klien. Bagaimana persepsi, nilai, norma,
pandangan dan keyakinan diri klien, keluarga dan masyarakat
setempat tentang gangguan jiwa sesui dengan norma budaya dan
agama yang dianut.
5. Status Mental
1) Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usia,
cara berpakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan,
ekspresi wajah, kontak mata.
2) Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien,
apakah cepat, keras. Gagap, inkoheren, apatis, lambat,
membisu dan lain-lain.
3) Aktivitas motorik (psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu
dicacat dalam hal tingkat aktivitas (latergik, tegang, gelisah,
agitasi), jenis (TIK, tremor) dan isyarat tubuh yang tidak
wajar.
4) Afek dan emosi
Afek merupakan nada perasaan yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan
berlangsung relatif lama dan dengan sedikit komponen
fisiologis/fisik serta bangga, kecewa. Emosi merupakan
manifestasi afek yang ditampilkan/diekspresikan keluar,
disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung relatif
lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, kuatir
atau gembira berlebihan.
5) Interaksi selama wawancara
Bagaimana respon klien saat wawancara, kooperatif/tidak,
bagaimana kontak mata dengan perawat dan lain-lain.
6) Persepsi sensori
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “apakah
anda sering mendengar suara saat tidak ada orang? Apa anda
mendengar suara yang tidak dapat anda lihat? Apa yang anda
lakukan oleh suara itu. Memeriksa ada/ tidak halusinasi, ilusi.
7) Proses pikir
Bagaimana proses pikir klien, bagaimana alur pikirnya
(koheren/inkoheren), bagaimana isi pikirannya realitas/tidak.
8) Kesadaran
Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau meninggi.
9) Orientasi.
Bagaimana orientasi klien terhadap waktu, tempat dan orang.
10) Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat, seperti: efek
samping dari obat dan dari psikologis.
11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi,
bagaimana kemampuan berhitung klien, seperti: disaat ditanya
apakah klien menjawab pentanyaan sesuai dengan yang
ditanyakan oleh observer.
12) Kemampuan penilaian
Mengamati gangguan kemampuan penilaian klien, apakah
gangguan kemampuan penilaian ringan yakni dapat
mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang
lain seperti : berikan kesempatan kepada klien untuk memilih
mandi dahulu sebelum makan atau makan dahulu sebelum
mandi yang sebelumnya diberi penjelasan terlebih dahulu dan
klien dapat mengambil keputusan.
13) Daya tilik diri
Mengamati/mengobservasi klien tentang penyakit yang di
deritanya. Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran menyadari bahwa ia berada
dalam masa pengobatan untuk mengendalikan emosinya yang
labil.
Selanjutnya dalam pengkajian untuk mendapatkan data yang
berkaitan dengan gangguan persepsi sensori halusinasi , Menurut Yosep
(2014) dapat ditemukan dengan melakukan wawancara yaitu:
1. Jenis Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui jenis dari halusinasi yang dialami oleh klien.
2. Isi Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui isi atau bentuk halusinasi yang dialami oleh klien.
3. Waktu Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui kapan saja halusinasi tersebut muncul.
4. Frekuensi Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui seberapa sering halusinasi tersebut muncul pada klien.
5. Respon terhadap Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui respon dari klien saat mengalami halusinasi.
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
1.2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (Slki) Intervensi (Siki)


Gangguan Persepsi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Halusinasi
Sensori Halusinasi keperawatan selama 3x24 (I.09288)
jam diharapkan gangguan Observasi
persepsi sensori membaik 1. Monitor perilaku yang
dengan kriteria hasil sbb : mengindikasi halusinasi.
1. Verbalisasi mendengr 2. Monitor isi halusinasi
bisikan menurun Terapeutik
2. Verbalisasi melihat 1. Pertahankan lingkungan
bayangan menurun yang aman.
3. Distorsi sensori 2. Diskusikan perasaan dan
menurun respon terhadap
4. Perilaku halusinasi halusinasi.
menurun 3. Hindari perdebatan
5. Menarik diri menurun tentang validitas
6. Melamun menurun halusinasi
7. Curiga menurun Edukasi
8. Mondar-mandir 1. Anjurkan memonitor
menurun sendiri situasi terjadinya
9. Respon sesuai stimulus halusinasi.
membaik 2. Anjurkan bicara pada
10. Konsentrasi membaik orang yang dipercaya
11. Orientasi membaik untuk memberikan
dukungan dan umpan
balik korektif terhadap
halusinasi. Anjurkan
melakukan distraksi
(misal mendengarkan
music, melakukan
aktivitas, dan teknik
relaksi).
3. Ajarkan pasien cara
mengontrol halusinasi.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
anti psikotik dan anti
ansietas, jika perlu
Risiko perilaku Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perilaku
kekerasan keperawatan 3x24 jam Kekerasan
diharapkan control diri Observasi:
meningkat dengan kriteria 1. Monitor adanya benda
hasil sbb: yang berpotensi
1. Verbalisasi ancaman membahayakan
kepada orang lain (mis.benda tajam, tali)
2. Monitor keamanan
menurun
barang yang dibawa
2. Verbalisasi umpatan
oleh pengunjung
menurun
3. Monitor selama
3. Perilaku menyerang penggunaan barang yang
menurun dapat membahayakan
4. Perilaku melukai diri (mis,pisau cukur)
sendiri/orang lain Terapeutik:
menurun 1. Pertahankan lingkungan
5. Perilaku merusak bebas dari bahaya secara
lingkungan sekitar rutin
menurun 2. Libatkan keluarga dalam
perawatan
6. Perilaku agresif/amuk
Edukasi
menurun
1. Anjurkan pengunjung
7. Suara keras menurun
dan keluarga untuk
8. Bicara ketus menurun
mendukung keselamatan
pasien
2. Latih cara
mengungkapkan
perasaan secara asertif
3. Latih mengurangi
kemarahan secara verbal
dan non verbal
(mis,relaksasi, bercerita)

Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan Promosi sosialisasi


keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan keterlibatan 1. Identifikasi kemampuan
social meningkat dengan melakukan interaksi
kriteria hasil sbb : dengan orang lain
1. Minat interaksi 2. Identifikasi hambatan
meningkat melakukan interaksi
dengan orang lain
2. Verbalisasi sosial
Terapeutik:
menuru
1. Motivasi meningkatkan
3. Verbalisasi ketidak keterlibatan dalam suatu
amanan ditempat umum hubungan
menurun 2. Motivasi kesabaran
4. Perilaku menarik diri dalam mengembangkan
menurun suatu hubungan
5. Kontak mata membaik 3. Motivasi berpartisipasi
dalam aktivitas baru dan
kegiatan kelompok
4. Motivasi berinteraksi
diluar lingkungan
(mis.jalan-jalan, ketoko
buku)
5. Diskusikan kekuatan
dan keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan
orang lain
6. Diskusikan perencanaan
kegiatan dimasa depan
7. Berikan umpan balik
positif dalam perawatan
diri
8. Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan
kemampuan
Edukasi
1. Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
2. Anjurkan ikut serta
kegiatan social dan
kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
4. Anjurkan meningktakan
kejujuran diri dan
menghormati hak orang
lain
5. Anjurkan penggunaan
alat bantu (mis.kacamata
dan alat bantu dengar)
6. Anjurkan membuat
perencanaan kelompok
kecil untuk kegiatan
khusus
7. Latih bermain peran
untuyk meningkatkan
keterampilan
komunikasi
8. Latih mengekspresikan
marah dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA
Oktiviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan masalah
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah
Sakit Jiwa Tampan (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).
Pardede J. Family Knowledge About Hallucination Related To Drinking
Medication Adherence On Schizophrenia Patient. Jppp [Internet]. 18sep.2020
[Cited 9mar.2022];2(4):399-08
Putri, V. S. (2017). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Halusinasi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien 22
Skizofrenia Di Ruang Rawat Inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jambi.Riset Informasi Kesehatan, 6(2), 174-183. Doi:10.30644/Rik.V6i2.95.
Pardede, Jek Amidos, Harjuliska Harjuliska, and Arya Ramadia. "Self-Efficacy
dan Peran Keluarga Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien
Skizofrenia." Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa 4.1 (2021): 57-66.
Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
(III). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Stuart, G. W. (2017). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta:Elsevier
Yosep, I. (2016). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai