Doktrin Dalam Pelayanan Kesehatan
Doktrin Dalam Pelayanan Kesehatan
Doktrin Dalam Pelayanan Kesehatan
Disusun oleh :
1. Henni Katumlas
2. Irma Ayu Wijayanti
3. Oktofina Rumaropen
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia, berkat dan rahmat
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Doktrin Doktin Yang
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kesalahan-kesalahan, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
Kelompok XIII
DAFTAR ISI
1. Cover / halaman judul ........................................................................................ i
2. Kata pengantar ................................................................................................... ii
3. Daftar isi ............................................................................................................. iii
4. BAB I Doktrin - Doktrin Yang Berlaku Dalam Kesehatan................................ 1
5. BAB II Penutup...................................................................................................
6. Daftar Isi.............................................................................................................
BAB I
DOKTRIN – DOKTRIN YANG BERLAKU DALAM PELAYANAN KESEHATAN
A. PENDAHULUAN
1. Definisi Hukum Kesehatan Menurut pakar ahli hukum
Van Der Mijn, pengertian dari hukum kesehatan diartikan sebagai hukum yang
berhubungan secara langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang meliputi
penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara
Leenen Hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan
hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.
2) Kebiasaan ( costum )
Kebiasaan adalah perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan
berulang-ulang. Kebiasaan ini kemudian mempunyai kekuatan normatif,
kekuatan mengikat. Kebiasaan biasa disebut dengan istilah adat, yang
berasal dari bahasa Arab yang maksudnya kebiasaan. Adat istiadat
merupakan kaidah sosial yang sudah sejak lama ada dan merupakan tradisi
yang mengatur tata kehidupan masyarakat tertentu. Dari adat kebiasaan itu
dapat menimbulkan adanya hukum adat.
3) Yurisprudensi
Adalah keputusan hakim/ pengadilan terhadap persoalan tertentu, yang
menjadi dasar bagi hakim-hakim yang lain dalam memutuskan perkara,
sehingga keputusan hakim itu menjadi keputusan hakim yang tetap.
5) Perjanjian
Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum karena perjanjian yang
telah dibuat oleh kedua belah pihak (para pihak) mengikat para pihak itu
sebagai undang-undang. Hal ini diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUH
Perdata.
6) Doktrin.
Adalah pendapat para sarjana hukum terkemuka yang besar pengaruhnya
bagi pengadilan (hakim) dalam mengambil keputusannya. Doktrin untuk
dapat menjadi salah satu sumber hukum (formal) harus telah menjelma
menjadi keputusan hakim.
Doktrin adalah istilah yang berkaitan dengan ajaran tertentu. Istilah doktrin sering
terdengar jika muncul ajaran-ajaran yang terkait dengan agama dan kepercayaan.
Doktrin juga sering digunakan untuk memantapkan keyakinan seseorang terhadap
satu hal.
Doktrin adalah bagian dari penegasan suatu kebenaran. Doktrin adalah kata yang
sering digunakan dalam konteks agama, hukum, politik, hingga militer. Doktrin
adalah istilah untuk menegaskan apa yang biasanya benar.
Doktrin adalah konsep yang dapat digunakan untuk merujuk pada hal-hal yang telah
diajarkan. Doktrin adalah hal yang mengacu pada ajaran atau prinsip tertentu. Tujuan
doktrin adalah menunjukkan kebenaran terhadap suatu ajaran.
Doktrin berasal dari bahasa Latin, doctrina yang berarti "pengajaran, instruksi".
Menurut Vocabulary, kata doktrin dan doktor berasal dari satu kata latin docere yang
berarti mengajar. Doctor berarti guru, dan doctrina berarti mengajar.
Menurut KBBI, doktrin adalah ajaran tentang asas suatu aliran politik atau
keagamaan. Doktrin juga berarti pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan,
keagamaan, ketatanegaraan secara bersistem, khususnya dalam penyusunan kebijakan
negara. dalam sejarah Amerika kita kenal -- Monroe
Gronroos (1990: 27) dalam Ratminto (2005:2) “Pelayanan adalah suatu aktivitas atau
serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi
sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain
yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan”
Menurut Levey Loomba, pelayanan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh
suatu organisasi baik secara sendiri atau bersama-sama untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
perseorangan, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1994: 42).
Hodgetts dan Casio (Azwar, 1994: 43) menyatakan bahwa bentuk dan jenis pelayanan
kesehatan tersebut terbagi menjadi dua yaitu :
a. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran
(medical service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat berdiri
sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi
(institution). Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan
masyarakat (publik health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang
umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dan sasaran
utamanya adalah untuk kelompok dan masyarakat.
Pelayanan Kesehatan ini terdiri a
Karena itu doktrin res ipsa loquitur biasanya tidak diterapkan terhadap kasus
kejadian dimana penyebabnya tidak dalam keadaan bersalah, sepertikematian
yang disebabkan oleh tumbangnya pohon. Di samping itu kebiasaan dari pelaku
dapat pula dipakai sebagai pedoman bagi penerapan doktrin res ipsa loquitur.
Misalnya kebiasaan pelaku untuk bertindak ceroboh terhadap orang lain.
Sehingga besar kemungkinan dalam kasus yang sedang terjadi dia akan
mengulangi sikap ceroboh tersebut. Dalam hal ini pihak korban cukup menunjuk
bahwa dia memang punya sikap yang ceroboh tersebut. Tanpa perlu
membuktikan bahwa memang dia yang sebenarnya melakukan tindakan yang
tergolong perbuatan melawan hukum tersebut. Namun demikian, kajian terhadap
doktrin res ipsa loquitur secara historis menunjukkan bahwa penerapan doktrin ini
banyak dilakukan terhadap pihak-pihak pelaku perbuatan tertentu yang menuntut
tingkat kehati-hatian yang tinggi.
Dalam sejarah hukum doktrin res ipsa loquitur paling sering diterapkan terhadap
pihak perusahaan pengangkutan umum, khususnya yang mengangkut manusia,
seperti terhadap perusahaan pengangkutan dengan kapal laut, bus umum, kereta
api dan lain-lain, yang memang sangat diharapkan untuk melaksanakan pekerjaan
dengan tingkat kehati-hatian yang sangat tinggi. Hampir setiap kasus dalam
bidang-bidang tersebut, misalnya jika terjadi kecelakaan umumnya mereka dapat
dituding sebagai pelaku perbuatan melawan hukum tanpa perlu membuktikan
kesalahannya, akan tetapi cukup dengan menunjukkan adanya peristiwa
kecelakaan tersebut dan pihak korban mengalami kerugian tertentu. Sebaliknya
kepada pihak pengangkutan dibebankan beban pembuktian bahwa dia sebenarnya
dalam keadaan tidak bersalah (tidak lalai).
a. Lebih memberikan rasa keadilan Dirasakan sangat tidak adil manakala pihak
korban dari perbuatan melawan hukum harus menaggung sendiri suatu
kerugian yang sebenarnya merupakan akibat dari kelalaian dari orang lain,
hanya karena pihak lain tersebut yang sebenarnya lebih banyak mengetahui
kejadiannya, akan tetapi tidak mau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Sementara pihak korban memang tidak mengetahui kejadiannya yang persis
karena tidak memiliki akses kepada kejadian tersebut, sehingga di pengadilan
tidak bisa membuktikan kesalahan pelaku perbuatan melawan hukum
tersebut. Ketidak adilan karena terbentur tembok hukum pembuktian ini
diterobos dengan memperkenalkan doktrin res ipsa loquitu, yakni dengan
memindahkan beban pembuktian (pembelaan tidak bersalah) kepada pihak
pelaku perbuatan, sementara pihak korban tidak perlu membuktikan
kesalahan pelaku, tetapi cukup membeberkan akibat yang terjadi terhadapnya
dan bagaimana sampai akibat tersebut terjadai, serta membuktikan bahwa
biasanya akibat seperti itu baru terjadi jika ada kelalaian (atau kesengajaan)
dari pihak pelaku perbuatan melawan hukum tersebut.
b. Merupakan presumsi kelalaian. Dengan diberlakukannya doktrin res ipsa
loquitur tersebut, maka terjadilah suatu presumsi kelalaian, artinya dengan
hanya membeberkan suatu akibat dan fakta yang menimbulkan akibat
tersebut, oleh hukum telah dipresumsi bahwa pihak yang disangka pelaku
perbuatan melawan hukum dianggap telah melakukannya dengan kelalaian
(atau kesengajaan), tanpa korban perlu membuktikan kelalaian (atau
kesengajaan) tersebut. Dengan demikian beban pembuktian bahwa pihak
pelaku tidak bersalah ada pada pundak pelakunya sendiri, karena pihak
pelakulah yang banyak mengetahui tentang hal ihwal terjadinya kejadian
tersebut. Sehingga apa yang terjadi sebenarnya adalah semacam pembalikan
alat bukti dari pundak korban ke pundak pelaku, atau yang disebut dengan
pemberlakuan bukti terbalik (omkering van bewijslast).
c. Menjadi bukti sesuai situasi dan kondisi. Sesuai dengan namanya bahwa
istilah res ipsa loquitur berarti benda tersebut yang berbicara, maka ketika
pihak korban membuktikan apa yang dialaminya sehingga menimbulkan
kerugian dari fakta, situasi dan kondisi kejadian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa biasanya kerugian seperti itu terjadi karena adanya
kesalahan dari pihak tertentu dalam hal ini oleh hukum dipresumsi sebagai
kesalahan pihak yang diduga sebagai pelakunya. Dengan demikian pihak
korban hanya membuktikan fakta, situasi dan kondisi (circumstantial
evidence) disekitar kejadian yang menimbulkan kerugian tersebut, dengan
menarik kesimpulan-kesimpulan tertentu dan membiarkan fakta tersebut
sendiri yang berbicara.
d. Memaksa pelaku untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Salah satu
pertimbangan mengapa doktrin res ipsa loquitur diberlakukan adalah karena
pihak pelaku perbuatan melawan hukum lebih banyak mengetahui dan banyak
akses untuk membuktikan apa sebenarnya yang terjadi mengenai kejadian
tersebut. Dia pula yang memiliki banyak saksi atau alat bukti lainnya. Karena
itu dalam keadaan yang demikian sepantasnyalah jika oleh hukum dia digiring
untuk menjelaskan kejadian tersebut dengan cara membebankan pembuktian
seandainya dia tidak bersalah.
e. Konsekuensi terhadap pelaku ganda. Pemberlakuan doktrin res ipsa loquitur
mempunyai dampak khusus bagi perbuatan melawan hukum dengan pelaku
ganda atau pelaku salah atu diantara banyak orang, orang mana persisnya
tidak diketahui oleh korban. Memang kaidah hukum yang berlaku umum
adalah bahwa pihak korban dari perbuatan melawan hukum harus
membuktikan siapa diantara banyak orang yang pada kenyataannya
melakukan perbuatan melawan hukum tersebut, sehingga kepadanya oleh
hukum dibebankan tanggungjawab untuk memberikan suatu ganti kerugian.
Akan tetapi dalam kasus-kasus res ipsa loquitur tertentu salah satu atau lebih
dari pelaku dapat dimintakan tanggungjawabnya secara hukum, meskipun
korban tidak dapat menunjukkan siapa diantara mereka yang bersalah dan
melakukan tindakan tersebut. Adalah kewajiban dari pihak yang disangka
sebagai pelaku untuk membuktikan bahwa dirinya sebenarnya tidak bersalah
atau bahkan tidak melakukan tindakan tersebut.
2. BELAJAR SEPANJANG HAYAT
Belajar sepanjang hayat disebut juga Lifelong learning, Belajar sepanjang hayat
adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan
(continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase
perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada
masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-
tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai
dewasa dan bahkan masa tua.
3. INFORM CONSENT
Informed Consent lahir karena ada hubungan teurapeutik antara tenaga
kesehatan dengan pasiennya. Masing-masing pihak mempunyai hak dan
kewajiban yang harus dihormati. Hak untuk menerima yang dimiliki seseorang
akan bersinggungan dengan kewajiban pihak lain untuk memberi, demikian pula
sebaliknya. Interaksi antara hak dan kewajiban inilah yang melahirkan hubungan
hukum yang akan dan harus diatur oleh hukum agar fungsi hukum yaitu
tercapainya keteraturan (kepastian) dan ketertiban dalam kehidupan manusia di
dalam masyarakat dapat terwujud.
Hak adalah wewenang, kekuasaan supaya berbuat sesuatu atau menuntut
sesuatu, sebaliknya kewajiban adalah tunduk pada, menghormati hak tersebut atau
berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh hak tersebut.
Hak pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan akan berhubungan
dengan kewajiban tenaga kesehatan dan rumah sakit untuk menunaikan hak-
haknya. Dalam konteks ini, adalah Hak Asasi Manusia (HAM) untuk memutuskan
sendiri apa yang akan dilakukan terhadap dirinya sendiri, sehingga memunculkan
doktrin informed consent. Sejarah hukum tentang informed consent berjalan
seiring dengan sejarah hukum tentang riset di bidang kedokteran.
Di Perancis walaupun Nuremberg code acapkali dikatakan sebagai asal
mulanya informed consent, namun yurisprudensi Perancis memastikan kebutuhan
untuk memperoleh informed consent baru pada tahun 1920. Opini ini dipastikan
oleh Mahkamah Agung Perancis pada 28 Januari 1942, bahwa semua dokter
mempunyai kewajiban fundamental terhadap negara untuk memperoleh
persetujuan dari pasien terlebih dahulu. Pada awal mulanya, dikenal hak atas
Persetujuan/Consent, baru kemudian dikenal ha katas informasi yang kemudian
menjadi “Informed Consent” . penambahan kata Consent menjadi Informed
Consent di dala, prakteknya harus melalui beberapa fase. Maka di katakana bahwa
Informed Consent itu adalah suatu Comunication Proses. Appelbaum
menekankan “….. Consent as a process, not an Event” memberi definisi doktrin
Informed Consent sebagai “ the lehal model of the medical decision making
process”.
Doktrin Informed Consent timbul berdasarkan karena 2 (dua) hal pokok, yaitu:
Equity, dalam arti kepatutan, dan Battery, dalam arti
penyentuhan/pencederaan tubuh seseorang tanpa izinnya.
Bentuk persetujuan yang diberikan oleh pasien terhadap tenaga kesehatan / dokter
/ dokter gigi dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. Persetujuan lisan
adalah persetujuan yang diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk
gerakan menganggukkan kepala yang diartikan sebagai ucapan setuju.
Persetujuan tertulis adalah suatu bentuk persetujuan yang diberikan oleh pasien
kepada tenaga kesehatan / dokter / dokter gigi, dimana isi persetujuan itu telah
dituangkan dalam bentuk formulir Informed consent yang telah dibakukan
dinamakan dengan perjanjian standar. Sedangkan bentuk persetujuan untuk
“tindakan medis beresiko tinggi” harus dibuat dalam bentuk tertulis. Tindakan
medis beresiko tinggi adalah seperti tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
4. Rekam Medis
“Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien
pada sarana pelayanan kesehatan”.
1. Data medis / klinis, yaitu segala data dan informasi tentang
keadaan medis / klinis pasien.
2. Data sosiologis / non medis, yaitu segala data atau informasi yang
bersangkut paut dengan data identitas pasien yang sifatnya non medis.
Dimana kedua bentuk data tersebut bersifat rahasia (confidential).
Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis,
berkas dan catatan tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.
Perubahan catatan atau kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan
dengan pencoretan dan dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.
Dokumen rekam medis merupakan milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan
sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien, yang dititipkan / diamanatkan
kepada dokter untuk memperlakukan sesuai dengan ketentuan penyelenggaraan
yang berlaku. Oleh karena itu rekam medis harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Maka
dengan demikian, baik atau buruknya pelayanan kedokteran / pelayanan kesehatan
di suatu sarana pelayanan kesehatan (termasuk rumah sakit), dapat diketahui
antara lain dari baik / buruknya penyelengaraan rekam medik.
5. Rahasia kedokteran
Hakikat rahasia adalah :
“Suatu hal yang tidak boleh atau tidak dikehendaki untuk diketahui oleh orang yang tidak
berkepentingan atau tidak berhak mengetahui hal itu”.
Dalam bidang medis/kedokteran, segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai
rahasia medik atau rahasia kedokteran dan rahasia ini sepenuhnya milik si pasien.
Merupakan prinsip hukum dan etika bahwa ada informasi tertentu yang tidak boleh
dibuka sembarangan, informasi mana terbit dari hubungan antara para profesional bahkan
hubungan bisnis, termasuk didalamnya hubungan antara dokter dengan pasien.
Masalah larangan membuka rahasia pasien oleh dokter ini merupakan salah satu masalah
klasik dalam bidang kedokteran. Sedemikian klasiknya, sehingga dalam bentuk naskah
kedokteran/kesehatan kita dapat menemukan ketentuan yang pada prinsipnya melarang
dokter untuk membuka rahasia pasien yang oleh pasien telah dibuka kepada dokter yang
bersangkutan.
Perlindungan terhadap kerahasiaan yang terbit dari hubungan antara dokter dan pasiennya
ini dilakukan dalam rangka melindungi hak-hak individual dari pasien, yaitu melindungi
hak-hak sebagai berikut :
1. Hak otonomi, yakni hak untuk menentukan nasibnya sendiri,
2. Hak privacy, yakni hak untuk tidak diganggu atau dicampuri masalah pribadi oleh
orang lain.
Kerahasiaan antara dokter dan pasiennya bukan hanya rahasia yang terbit dari hubungan
langsung (konsultasi) antara dokter dan pasiennya, melainkan termasuk juga perlindungan
kerahasiaan dari informasi yang didapatkan dokter dari sumber lain yang berkaitan
dengan pasien yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan hubungan kerahasiaan antara dokter dan pasien adalah :
“Kerahasiaan atas segala informasi atau pengakuan, dokumen, hasil laboratorium,
komunikasi, hasil investigasi, hasil observasi, hasil diagnosis maupun terapeutik, fakta,
data, atau informasi tentang jiwa dan raga yang diperoleh dokter dari pasiennya atau dari
pihak lain yang berhubungan dengan pasiennya itu, yang dilindungi berdasarkan prinsip
hubungan kerahasiaan antara dokter dengan pasiennya, berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, baik jika diminta oleh pasien agar rahasia tersebut dibuka,
ataupun tidak, atau jika rahasia tersebut dibuka, kemungkinan akan memalukan pasiennya
dan atau merugikan kepentingan pasiennya atau kepentingan orang lain dimana rahasia
tersebut tidak boleh dibuka baik oleh dokter, oleh bawahan, atasan, atau rekan, ataupun
mitra kerja dari dokter, baik pada saat pengobatannya bahkan sebelum maupun setelah
pengobatan atau setelah berakhirnya hubungan antara dokter dan pasien tersebut, baik
ketika pasien masih hidup bahkan ketika pasien sudah meninggal dunia.”
Tentu saja tidak semua informasi atas pengakuan, dokumen, fakta dan data, jiwa raga,
atau informasi yang diperoleh dokter dari pasiennya atau dari pihak lain yang
berhubungan dengan pasiennya itu merupakan kerahasiaan yang dilindungi oleh hukum.
Hanya kerahasiaan tertentu saja yang merupakan rahasia yang dilindungi yakni rahasia-
rahasia yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Rahasia tersebut sebelumnya belum pernah terbuka untuk umum secara meluas.
Apabila rahasia tersebut telah terbuka untuk umum, tetapi belum meluas atau jika
rahasia tersebut sudah dibuka sebagai alat bukti, rahasia tersebut tetap tidak boleh
dibuka oleh dokter kepada orang lain.
2. Rahasia tersebut merupakan informasi yang substansial dan penting bagi pasien atau
bagi pengobatannya.
3. Rahasia tersebut bukanlah informasi yang memang tersedia untuk publik (public
information).
4. Rahasia yang jika dibuka akan menimbulkan rasa malu bagi pasien, dokter, atau
pihak-pihak lainnya.
5. Rahasia yang jika dibuka akan merugikan kepentingan pasiennya.
6. Rahasia yang jika dibuka akan mempersulit pengobatan oleh dokter terhadap
pasiennya.
7. Rahasia yang jika dibuka akan menimbulkan kemungkinan pasien tidak lagi
memberikan informasi selanjutnya kepada dokter. Hal tersebut akan mempersulit
dokter dalam melakukan pengobatannya.
8. Bagi pasien, informasi tersebut sangat penting dan sensitif.
9. Jika dibuka rahasia tersebut, akan menimbulkan kemarahan/gejolak atau sikap
masyarakat yang merugikan kepentingan pasien dan atau merugikan kepentingan
pengobatan.
Pasien tidak pernah mengizinkan (no waiver) secara tegas atau secara tersirat untuk
dibuka rahasia tersebut.
Kerahasiaan kedokteran atas pasien dapat di buka kepada:
1. Jika dilakukan untuk kepentingan kesehatan pasien;
2. Jika dilakukan untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum;
3. Jika dilakukan atas permintaan pasien sendiri;
4. Jika dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan lainnya
Pengecualian membuka rahasia pasien juga dapat diberlakukan terhadap :
Hal-hal yang mendesak/membahayakan kepentingan umum atau membahayakan orang
lain, misalnya seorang pasien yang diketahui oleh dokter menderita penyakit AIDS yang
akan menyumbangkan darahnya kepada pihak lain dimana jika tranfusi darah dilakukan
dapat menyebabkan tertularnya pihak lain tersebut. Jadi dokter secara etika dan hukum
wajib memberi tahu bahwa penyumbang darah tersebut adalah penderita AIDS. Contoh
lainnya adalah seorang sopir bus yang mengidap penyakit ayan (epilepsi) yang dapat
membahayakan keselamatan penumpangnya.
Hal-hal yang termasuk untuk kepentingan umum atau kepentingan yang lebih tinggi,
misalnya untuk kepentingan pendidikan kedokteran atau untuk penelitian dan
pengembangan ilmu kedokteran itu sendiri dimana informasi tentang penyakit pasien
yang seharusnya dirahasiakan tetapi dibutuhkan untuk kepentingan pendidikan dan
penelitian tersebut.
Dasar yuridis dari adanya kewajiban menyimpan rahasia kedokteran ini, selain diatur dalam
UUPK, juga dapat dikaitkan dengan ketentuan dalam :
1. Pasal 322 KUHP yang menyebutkan :
“Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib menyimpan oleh jabatan
atau pekerjaannya, baik sekarang maupun yang dahulu, dihukum dengan penjara selama-
lamanya sembilan bulan atau denda.”
2. Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad). Dimana
disebutkan setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain,
mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.
3. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil diskusi pada kelompok kami, telah kami temukan beberapa doktrin
dalam Kesehatan:
Yakni kurang lebih adalah 5 doktrin yang sering di gunankan dalam Kesehatan baik
dalam kedokteran, keperawatan, Kebidanan dan lain-lain.
Secara singkat doktrin adalah konsep yang dapat digunakan untuk merujuk pada hal-
hal yang telah diajarkan. Doktrin adalah hal yang mengacu pada ajaran atau prinsip
tertentu. Tujuan doktrin adalah menunjukkan kebenaran terhadap suatu ajaran.
Doktrin dalam Kesehatan erat kaitannya dengan pelayanan Kesehatan ini dimana
doktrin tersebut bertujuan melindungi pemberi pelayanan tetapi juga yang menerima
pelayanan, tidak sedikit berangkat dari doktrin ini ada beberapa doktin yang telah di
sahkan menjadi suatu SOP dalam pemberian pelanyan Kesehatan.
B. SARAN
Penulis menyadari minimnya sumber Pustaka yang membahas tentang doktrin-doktrin
dalam pelayanan Kesehatan itu sendiri maka, lewat hasil diskusi kami ini mungkin
belum mengcover semua materi yang seharusnya diberikan atau di ketahui oleh
tenaga Kesehatan, khususnya di perkuliahan ini. Sehingga penulis sangat
mengharapakan penambahan meteri tentang doktrin – doktin dalam Kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
https://hot.liputan6.com/read/4723235/doktrin-adalah-ajaran-kenali-pengertiannya-dalam-
berbagai-bidang, di post oleh : Sundari. Anugerah ayu pada tanggal 29 November 2021 jam
12.00 WIB.
https://www.kompasiana.com/rayanmie/5c27767443322f680b447398/wajib-belajar-dan-
doktrin-mahasiswa-kedokteran
https://www.gede-portfolio.com/blog/to-blog-or-not-to-blog-blog.-of-course-wed-say-that
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi9k-
qUzff3AhUj7XMBHTt7BzsQFnoECCcQAQ&url=https%3A%2F%2Fid.scribd.com%2Fdoc
%2F71785848%2FTiga-Doktrin-Hukum-Kedokteran&usg=AOvVaw3WFpiks0gWA7B9Q-
RjsPcB