Resensi Novel
Resensi Novel
Resensi Novel
“LAUT BERCERITA”
Disusun oleh :
Syva Ambari Magfira
XI IPS 3
PROFIL PENULIS
Novel Laut Bercerita dikisahkan dalam beberapa babak. Babak pertama novel
berlatar di tahun 1998 mengisahkan tentang seorang mahasiswa bernama Biru Laut
yang diculik oleh sekelompok orang tidak dikenal. Bersama dengan tiga temannya yang
lain, ia dibawa ke sebuah tempat tidak dikenal dan disekap selama berbulan-bulan.
Selama disekap keempat sekawan itu diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan
disetrum agar bersedia membuka suara.
Orang-orang itu ingin tahu, siapa dalang di balik gerakan aktivis dan mahasiswa
kala itu. Masih di tahun yang sama, keluarga Wibisono tengah menjalani aktivitas di
hari Minggu seperti biasanya. Setelah acara masak bersama, sang ayah menyusun piring
di atas meja untuk empat orang, untuk dirinya, untuk sang ibu, untuk si bungsu, dan
juga untuk Biru Laut. Namun, meski lama menunggu Biru Laut tidak kunjung muncul.
Dua tahun selang hilangnya Biru Laut secara misterius, sang adik Asmara Jati
dan Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin oleh Aswin Pradana mencoba mencari
jejak mereka yang hilang. Mereka juga mempelajari testimoni dari mereka yang
kembali.
Tidak hanya Asmara Jati, kekasih Laut, Anjani dan juga orang tua serta istri
aktivis yang hilang turut menuntut kejelasan nasib anggota keluarga mereka. Sementara
itu, dari dasar laut yang sunyi, Biru Laut bercerita kepada dunia tentang apa yang terjadi
pada dirinya dan kawan-kawannya.
RESENSI BUKU
Laut bercerita adalah novel karya penulis asal Indonesia bernama Leila S.
Chudori, Novel ini terbit pada tahun 2017 dan bisa dilihat di ujung novel, penerbitnya
ialah KPG. Novel ini mengangkat tema persahabatan, percintaan, kekeluargaan dan
rasa kehilangan. Dengan berlatarkan waktu ditahun 90-an dan 2000, yang membuat
para pembacanya dapat merasakan emosi dari alur cerita.
Novel setebal 379 halaman ini, mengingatkan kita pada era reformasi
ditahun 1998 yang berisi kepahitan dan kekejaman bagi para pembela kebenaran dan
keadilan rakyat. Cerita ini terbagi menjadi 2 sudut pandang yaitu dari sisi sudut pandang
Biru Laut, membahas tentang seorang aktivis mahasiswa yang berjuang bersama
teman-temannya dan tentang penangkapan serta penyiksaan selama dikurung dalam
penjara. Sedangkan dari sisi sudut pandang adiknya yaitu Asmara Jati, pada bagian ini
kita akan merasakan emosi tentang sebuah rasa kehilangan, mewakili para keluarga
yang menuntut jawaban tentang kejelasan nasib anak mereka yang menghilang dan luka
serta trauma para mahasiswa yang kembali pasca penyiksaan. Bagi saya pada bagian
ini rasa sedih, marah, kecewa menjadi satu.
Leila selaku penulis menegaskan banwa novel ini hanya fiksi sejarah, tetapi
ditulis berdasarkan fakta dan wawancara riset secara langsung pada korban yang
berhasil kembali, dan kerabat korban yang terlibat tragedi penculikan aktivis 1998 dan
13 aktivis yang belum diketahui kabarnya hingga saat ini.
KUTIPAN KATA
“Pengkhianat ada di mana-mana, bahkan di depan hidung kita, Laut. Kita tak
pernah tahu dorongan setiap orang untuk berkhianat”
Makna dari kutipan diatas adalah kita tidak pernah menduga siapa yang akan
berkhianat dan atas alasan apa orang itu berkhianat bisa saja karena duit, kekuasaan,
dendam, atau sekadar rasa takut dan tekanan penguasa. Kita harus belajar kecewa
bahwa orang yang kita percaya ternyata memegang pisau dan menusuk punggung
kita. Kita tak bisa berharap semua orang akan selalu loyal pada perjuangan dan
persahabatan.
KELEBIHAN
Novel ini ditulis dengan riset yang mendalam sehingga dibeberapa keadaan,
tempat dan yang lainnya sangat relate dengan apa yang diceritakan dalam novel tersebut.
Masing-masing tokoh dalam novel ini juga memiliki karakteristik yang kuat, serta
puisi-puisi yang ditulis juga menjadi daya tarik tersendiri dari novel Laut Bercerita ini.
KEKURANGAN
Kekurangan dari novel Laut Bercerita ini terletak pada covernya, cover dari
novel ini kurang menarik sehingga akan membuat para pembaca bingung tentang alur
cerita seperti apa yang akan dibahas, jika hanya melihat dari covernya saja. Selain itu
penggunaan bahasa Jawa dalam dialog yang kurang dimengerti bagi beberapa pembaca
luar Pulau Jawa.
PENUTUP
Menurut saya, ketika membaca novel ini ada perasaan kalut dan sedih
bercampur marah. Tokoh-tokohnya memang fiktif, tetapi banyak hal yang
menginspirasi dari terciptanya buku ini. Reformasi 1998 itu nyata, penculikan aktivis
itu benar-benar terjadi, dan peristiwa 1965 itu masih menghantui. Membaca novel
“Laut Bercerita” terasa seperti sedang membaca sejarah yang hilang, yang diceritakan
dari sisi lain, yaitu sisi yang kelam. Novel ini cocok dibaca bagi mahasiswa, organisasi-
organisasi kampus, para politikus, atau orang-orang yang bercerita tentang kebebasan.
Pembaca akan terseret dalam permainan emosi dari para karakter-karakternya hingga
akhir cerita.