17033105-Nadya Syahdi-Bab 4 Sejarah Fisika

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

RESUME SEJARAH FISIKA

Perkembangan Fisika di Eropa Sebelum Renaisance

NAMA : NADYA SYAHDI


NIM/TP : 17033105/2017
PRODI : PENDIDIKAN FISIKA D

DOSEN : Silvi Yulia Sari, S.Pd, M.Pd

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
Perkembangan Fisika di Eropa Sebelum Renaisance

Sejarah Renaisans Eropa

Peradaban modern, dengan segala kelebihan dan kekurangannya bagi umat manusia,
berawal dari kota-kota Italia dan Prancis Selatan sekitar abad ke-14. Kota-kota ini berbeda
dengan kota-kota Eropa pada umumnya, yang di bawah otoritas raja, bangsawan, maupun gereja.
Para warga menyebutnya sebagai komuni otonom yang mampu mengatur diri sendiri. komuni-
komuni ini berlimbah daya imajinasi dan rasa ingin tahu, karena kemakmuran yang sudah
mereka peroleh. Hasil kebudayaan dari mereka seakan menghidupkan kembali kejayaan zaman
Yunani dan Romawi, masa inilah yang dikenal sebagai Renaisans Eropa. Pada kesempatan ini
kita akan menelusuri jejak-jejak sejarah Renaisans di Eropa.

Konsep Kelahiran Kembali (Renaisans)

Penggunaan kata Renaisans sebenarnya baru mulai digunakan pada awal abad ke 19,
sebelumnya ide Renaisans lebih sering dikenal dengan sebutan kelahiran kembali. Sebenarnya
agama Kristen sendiri telah mempopulerkan konsep kelahiran kembali melalui ritual baptisan
yang menciptakan seorang pribadi yang terlahir kembali dengan nama Kristen yang baru. Selain
dari ajaran Kristen Cicero telah mempopulerkan kata renovatio untuk menggambarkan teori Stoa
mengenai siklus penghancuran dunia oleh api dan pembentukan kembali.

Ketika Francesco Petrarca (Petrarch) (1304-1374) menyarankan fajar periode baru pada
abad ke-14 sebagai saat manusia menerobos kegelapan menuju gerak menuju cahaya murni dan
asli, ide tersebut bukan hal yang baru. Yang baru adalah bahwa pada waktu ini ide itu menjadi
populer, dan menjadi slogan gerakan-gerakan pembaharuan yang sedang merebak.

Jika ada konsep kelahiran kembali, pasti ada masa sebelum itu, masa ini dikenal sebagai
zaman kegelapan Eropa. Pada awalnya terdapat perbedaan pendapat mengenai kapan dimulainya
masa kegelapan tersebut, tokoh-tokoh tersebut antara lain Domenico Bandini, dan Leonardo
Bruni. Namun, menjelang pertengahan abad ke-15, disepakati bahwa periode abad pertengahan
Eropa berlangsung selama seribu tahun, dari jatuhnya Roma sekitar tahun 412 masa kelahiran
kembali 1412.

Pada abad tahun 1855, Jules Michelet menggunakan kata Renaissance dalam karyanya
Histoire de France, ini merupakan penggunaan kata Renaissance yang pertama kali dalam buku
sejarah. Kata Renaissance sendiri jika diterjemahkan secara literal ke dalam bahasa Inggris
adalah Rebirth (kelahiran kembali).

Latar Belakang Munculnya Renaisans

Pasca keruntuhan Romawi pada abad ke-5, bangsa Eropa mengalami fase yang
dinamakan dark ages. Fase ini merupakan fase stagnan kebudayaan pada masa itu. Pada masa ini
bangsa Barat tertinggal jauh dari kemajuan-kemajuan kebudayaan Islam. Akar kebudayaan
klasik Eropa sesungguhnya tidak lenyap dari Eropa. Bangsa Barat mulai berusaha untuk bangkit
kembali pada abad ke-9, ketika Charlemagne berusaha memulihkan kekaisaran Romawi di Barat
dengna merangsang kebangkitan kembali kesusastraan, seni, arsitektur, dan lembaga-lembaga
politik Romawi. Masa ini dinamakan kebangkitan kembali yang pertama.

Kebangkitan kembali berikutnya terjadi pada abad ke-12, sebagian sejarawan


menganggap masa ini lebih penting ketimbang Renaisans abad ke-14, karena gagasan
kebangkitan ini tersebar secara luas, dan menghasilkan sistematisasi pengetahuan ilmiah dan
logika yang disebut skolatisisme. Kebangkitan ini muncul bersamaan dengan kebangkitan
kembali ekonomi hebat di seluruh Eropa: sebagai hasil perang Salib, perluasan perbatasan,
peningkatan perdagangnan, dan pengembangan kota, khususnya Italia.

Unsur baru yang diperoleh dari kebangkitan intelektual abad ke-12 adalah kembali
bangkitnya minat pada ilmu, dan filsafat Yunani. Hal ini dirangsang oleh kontak yang terjadi
dengan orang-orang Islam selama perang Salib. Keilmuwan yang kebanyakan telah hilang dari
Barat, masih bertahan di daerah Islam dalam terjemahan-terjemahan, dan komentar-komentar
berbahasa Arab. Tidak mengherankan para sarjana Barat seperti Gerard dan Michael Scot,
berlomba pergi ke Toledo untuk belajar bahasa Arab dan menerjemahkan keilmuwan Yunani ini.
Pasca diterjemahkannya literatur-literatur Yunani Kuno, bangsa Eropa mulai mengenal
kembali keilmuwan-keilmuwan yang ditulis pada masa Yunani Kuno, salah satunya filsafat.
Namun, keberhasilan penerjemahan ke dalam bahasa latin tersebut justru dianggap ancaman bagi
dogma gereja. Salah kebijakan kontroversial greja adalah melarang mahasiswa di universitas
baru di Paris membaca karya Aristoteles.

Golongan gereja menganggap pemikiran Aristoteles bertentangan dengan dogma gereja.


Aristoteles berpendapat, sekali dunia telah digerakkan, dunia diatur oleh hukum-hukum rasional
abadi yang di dalamnya tidak lagi berperan lebih lanjut dari tuhan. Selain itu Aristoteles tidak
percaya pada kebakaan individu, atau kebangkitan kembali individu, ia juga berpendapat
manusia jauh dari dosa karena secara alamiah bersifat sosial dan mampu mengatur dirinya di
dalam komunitas politik.

Ide-ide dari pemikir Yunani tersebut jika diterima, tentu saja akan mengacaukan struktur dunia
Kristen. Pada kenyataanya terbukti sangat sulit untuk mendamaikan ide-ide klasik dengan ide
Kristen, khususnya. Pada abad ke-14 muncul suatu gerakan Renaisans pimpinan Petrarch, yang
menjadikan kebudayaan klasik sebagai model serta dasar bagi seluruh peradaban manusia.
Renaisans merupakan gerakan gerakan budaya yang mempunyai pengaruh besar pada kehidupan
intelektual Italia, pada abad ke-14.

Pada abad ke-14, negara-negara kota di Utara Italia cukup makmur dan damai untuk menopang
seniman, dan penulis kelas atas. Ini yang membuat suasana mendukung untuk mendorong
inovasi kebudayaan Renaisans. Pengaruh kebudayaan Renaisans dirasakan dalam bidang sastra,
seni, ilmu pengetahuan, dan politik.

Kota-Kota Italia Sebagai Pelopor Renaisans

Kekayaan Ekonomi di Italia merupakan faktor terbesar di dalam politik negeri periode
ini. Kota-kota Italia pada abad-14 meskipun masih dipimpin oleh kekuatan Gereja dan
bangsawan, namun mulai muncul keinginan penduduk untuk mempunyai andil di dalam
pemerintahan, dan di berbagai kota mereka bahkan mengambil alih pemerintahan, menyebut diri
mereka sendiri sebagai “komuni” ketika mereka berhasil melengserkan kaum pendeta, dan
bangsawan dari monopoli kekuasaan.
Italia mempunyai komuni yang paling banyak jika dibandingkan dengan bangsa Eropa lainnya.
Setidaknya terdapat lima negara kota yang bersaing untuk mendominasi: Republik Venice,
Tanah Bangsawan Milan, Republik Florence, Negara Papal, Kerajaan Naples. Negara kecil lain,
seperti pusat seni dan intelektual Ferrara, dan Modene, memainkan peran kecil tapi krusial.

Jika melihat tingkat kemerdekaan, dan kebebasan kota-kota Italia, dan peran rakyat jelata
serta para seniman di dalam pemerintahan mereka. Di dalam bisnis besar Florence para
pemegang modal mempunyai pandangan yang lebih dekat dengan bangsawan, ketimbang orang
biasa. Sehingga kebijakan-kebijakan komuni ini tetap bersifat konservatif, dan membatasi rakyat
jelata.

Monopoli yang dilakukan oleh pemegang modal bukannya tidak mendapat tentangan, rakyat
(pedagang, tukang ahli, dan buruh) berusaha menjaga argumen republikan tetap hidup. Mereka
berusaha mencegah para pemegang modal melaksanakan monopoli kekuasaan absolut. Rakyat
jelata inilah, yang menciptakan ledakan konsumen yang mendorong kebangkitan kembali seni
klasik. Kemakmuran kota-kota Italia juga berasal dari perdagangan dengan kota-kota luar Italia,
hal ini ikut membentuk etos kehidupan di Italia.

Selain kemakmuran, yang membantu menjelaskan mengapa Renaisans mengambil bentuk seperti
yang di Italia, dalam hubungan dengan kebudayaan klasik. Ketika Romawi runtuh kebudayaan
klasik Romawi tidak sepenuhnya hilang dari Italia, melainkan akar-akar budaya klasik tersebut
masih ada, dan pada abad-14 ini budaya-budaya klasik tersebut mulai bangkit kembali.

Terdapat kesepakatan mendasar antara Kristeller dan Burckhardt dalam persepsi mereka bahwa
tradisi ilmiah warisan klasik hanyalah salah satu dari berbagai unsur yang membentuk
Renaisans, atau yang membidani kelahiran Humanisme. Burckhardt bersikerasa menyatakan
bahwa yang paling berperan adalah kecerdasan bangsa Italia, sedangkan Kristeller bersikeras
bahwa unsut lainnya adalah kepustakaan yang diperroduksi para humanis Italia.

Namun, dari pendepat Kristeller dan Burckhardt tersebut, mereka mengabaikan salah satu aspek
penting yang mendasari munculnya Renaisans di Italia. Aspek itu adalah hubungan antara Sisilia
dan dunia Islam pada Abad Pertengahan. Perlu dicatat Sisilia pernah berada dalam pemerintahan
dinasti Islam, yang dimulai dari masa dinasti Aghlabiyah, kemudian mencapai puncaknya pada
masa dinasti Fatimiyah. Sisilia pada masa Fatimiyah mengalami kemajuan pesat, akibat
dijadikan sebagai pangkalan persenjataan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dinasti-dinasti Islam membawa pengaruh terhadap kemajuan
budaya Italia, karena melihat dari realitasnya pada masa itu bangsa Eropa jauh tertinggal jika
dibandingkan dengan dinasti-dinasti Islam. Banyak hal yang ditiru negara-negara Eropa dari
budaya Islam tersebut, mulai dari sistem pendidikan pondok, metode pengajaran, sistem hukum,
dan pengajaran dalam kajian Humanisme.

Florence, Pusat dari Renaisans

Di tengah-tengah aktivitas seni dan intelektual yang terjadi di seluruh Italia, Florence,
provinsi dari wilayah Tuscan ini, merupakan negara kota yang paling terkemuka. Pada abad ke-
14 sampai 15, sistem politik Florence mengalami tiga fase, berubah dari republik ke oligarki,
dari oligarki ke aturan kekeluargaan. Selama periode pergolakan ini, bagaimanapun, seniman,
dan penulis Florentine membuat negara kota mereka sebagai pusat Renaisans masa awal.

Sistem republik, yang dimulai dari abad ke-14 dengan harapan kesetaraan politik, akhirnya jatuh
ke tangan oligarki orang-orang kaya. Oligarki, terdiri dari bankir, pedagang kaya, dan anggota
perserikan dan tukang ahli sukses. Oligarki ini memerintah sampai awal abad ke-15, ketika
keluarga Medici mengambil alih kontrol politik.

Keluarga Medicis mendominasi politik dan budaya Florentine mulai 1434 sampai 1494, ketika
memerintah terkadang bertindak sebagai penguasa yang lalim. Giovanni di Bicci de’ Medici
(1360-1429) pertama kali mengumpulkan kekayaan keluarga melalui perbankan, dan kedekatan
hubungan finansial dengan kepausan. Anaknya, Cosimo (1389-1464) menambah kekayaan
keluarga Medicis, dan mengakali musuh politiknya, menjadi penguasa dari Florence yang tidak
diakui.

Cosimo menghabiskan uangnya untuk buku, lukisan, istana, dan mengaku untuk menjadi teman
orang-orang biasa, dia akhirnya dianugerahi julukan Pater Patriae (bapak negara), julukan
romawi yang dihidupkan kembali pada masa renaissans. Anak dari Cosimo, Piero, memerintah
untuk periode yang pendek, dan digantikan oleh anaknya yang bernama Lorenzo (1449-1492).
Lorenzo mendapat julukan the Magnificent karena keagungan gaya hidupnya.

Lorenzo, dan saudaranya Giuliano mengatur Florence hingga Giuliano terbunuh pada tahun
1478, oleh keluarga Pazzi, saingan dari Medicis. Lorenzo kemudian secara kejam mengeksekusi
konspirator pembunuhan, dan memerintah secara diktator selama 14 tahun kemudian. Lorenzo
meninggal pada 1492.

Dua tahun setelah kematian Lorenzo, keagungan kekuatan, dan martabat Florence mulai
melemah. Dua peristiwa menandai gejala kemunduruan kekuasaan Florentine. Pertama, invasi
tentara Prancis yang dipimpin Charles ke-8. Invasi ini memulai kemunduran politik dan budaya
yang dapat berujung dengan pengambil alihan Italia, apalagi kota-negara kecil tidak akan dapat
betahan dari serangan Monarki Eropa. Pasukan Prancis akhirnya mengusir keluarga Medici dari
Florence, mereka bertahan di pengasingan sampai 1512.

Peristiwa kedua adalah ketika para penentang gereja yang dipimpin Dominician monk Fra
Savonarola (1452-1498) melawan pemerintahan keluarga Medici. Dia menentang peraturan
Medici dan menginginkan untuk mengembalikan bentuk pemerintahan republik. Dengan
pidatonya yang berapi-api, dia menuduh pemimpin Florence dan kota tergila-gila akan seni. Dia
kemudian bertabrakan dengan kepausan, hingga dikucilkan, dan pada akhirnya dieksekusi di
muka umum, tetapi sebelum dieksekusi, dia telah memberikan efek sangat besar kepada rakyat,
termaksuk pelukis Botticelli, yang mengatakan telah membakar beberapa lukisannya ketika
berada di bawah pengaruh gerakan Savonarola.

Produk-Produk Renaisans
Humanisme, Ilmu Pengetahuan, dan Sekolah-Sekolah Baru

Petrarch

Menjelang akhir abad ke-14, kelompok orang-orang Italia yang terdidik terpesona oleh
peradaban Romawi kuno. Terinspirasi dari ketertarikan Petrarch pada kesusasteraan, dan bahasa
Romawi, sarjana-sarjana mulai mengumpulkan, dan menerjemahkan manuskrip Romawi yang
ditemukan di perpustakaan biara, dan tempat-tempat penyimpanan yang lain. Terdapat
pergeseran dari perhatian pada bahasa latin gereja di abad pertengahan ke bahasa latin yang
murni dengan gaya bahasa Cicero.

Kecintaan para sarjana terhadap kesusasteraan digambarkan Petrarch dalam perkataannya :


“suatu nafsu yang tak pernah terpuaskan, dan tak dapat kukendalikan, juga tidak akan
kukendalikan seandainya aku bisa. Aku tidak mungkin merasa telah memperoleh cukup buku”.
Selama masa hidupnya dia banyak melakukan perjalanan ke berbagai penjuru Eropa, untuk
mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan klasik, di antara literatur yang diperoleh Petrarch
adalah Decadesnya Livy, manuskrip Propertius, dan Letters to Atticusnya Cicero.

Petrarch membentuk sikap baru terhadap buku-buku, dan suatu bahasa baru untuk
membicarakannya. Bahasa ini memberi petunjuk mengenai pengaruh Petrarch di kemudian hari,
sehingga Petrarch dapat dikatakan sebagai peletak kecenderungan, atau pendiri dari suatu
gerakan, gerakan Renaisans.

Nafsu petrarch menular dengan cepat, kepada para sarjana-sarjana lain. Diantaranya Giovannni
Boccaccio (1313-1375), yang ketika melakukan perburuan buku di Montecassino, menangis
setelah melihat kondisi buku-buku tersebut. Kemudian, Coluccio Salutati, seorang kanselir
Florence pada tahun 1375. Dia mempunyai kecintaan yang sama terhadap buku-buku, sama
halnya seperti Petrarch. Salutati telah mencoba memperoleh ssalinan Catullus, dan Propertiusnya
petrarch. Dia adalah yang pertama yang memperoleh buku-buku dari perpustakaan Petrarch.

Memasuki abad ke-15, para sarjana mulai berbicara mengenai ketertarikan literatur mereka, dan
pelajaran baru seperti studi humanisme. Pada awalnya, orang-orang yang belajar humanisme
membaca karya yang berhubungan dalam bahasa latin, tetapi setelah Yunani yang sebenarnya
mulai muncul pada abad ke-15, dan pelajaran mengenai bahasa kuno menyebar, mereka dapat
mengkaji teks Yunani dengan baik.

Sebagai respon dari permintaan untuk pembelajaran humanisme, sekolah-sekolah baru dibuka di
negara-kota Italia. Di sekolah-sekolah ini lahir cita-cita Renaisans untuk pendidikan yang
mampu memerdekakan pemikiran, pendidikan liberal. Pada akhirnya, pembelajaran berdasar
pada karya-karya Latin dan Yunani yang ditemukan pada masa itu, daripada berkiblat pada
kurikulum skolastisisme, dan pengikut Aristoteles yang berlaku pada abad pertengahan. Salah
satu tokoh yang mempunyai kontribusi besar dalam perubahan kurikulum ini adalah Vittorino da
Feltre (1378-1446)

Sarjana-sarjana renaisans pertama, yang fokus utamanya untuk mencari manuskrip latin yang
asli, adalah filologis, yang berpengalaman dalam penelitian bahasa dan linguistik. Pada masa itu,
mereka memanggil diri mereka sendiri sebagai humanis, karena pelatihan mereka dalam studi
humanisme. Golongan humanis awal ini membuat cabang dari pembelajaran, uang sekarang
disebut sebagai kritik naskah, yang membandingkan beberapa versi dari naskah untuk
menentukan mana yang paling benar dan otentik.

Arsitektur, Seni Pahat, dan Lukisan

Jika membicarakan tokoh yang mempunyai kecintaan terhadap seni, Niccolo Niccoli, merupakan
tokoh yang mempunyai perhatian lebih terhadap seni. Mereka mempunyai nafsu untuk
menyelidiki bangunan-bangunan kuno. Hal baru yang berasal dari mereka adalah pengolahan
mereka yang sadar diri atas seni, dan arsitektur sebagai tanda seorang manusia terlatih, atau ahli
menilai seni.
Salah seorang pencinta seni dari zaman Renaisans adalah Petrarch sebagai kolektor awal lukisan-
lukisan Giotto, dan Simone Martini. Pertrach menjelaskan, bahwa kreasi bukan hanya mengenai
karya-karya seni, tetapi juga mengenai pencinta seni, orang cukup berbudaya untuk menghargai
dan mendukungnya. Dari sudut pandang ini, seni yang dicintai dan ditiru oleh para humanis
mencerminkan cita rasa dan semangat mereka sendiri yang berwawasan luas.

Ide mengenai keahlian menilai seni dimulai di dalam lingkungan Niccoli yang membuka diri
dengan bahasa nafsu dan semangatnya. Nicolli secara pribadi mengenal Filippo Brunelesschi,
seorang arsitek dan pemahat Florentine dengan karya besarnya kubah besar katedral. Gombrich
berspekulasi bahwa mungkin Niccoli lah yang mengobarkan minat Brunelleschi pada zaman
kuno. Nicolli juga mendorong pemahat seperti Donatello, Luca della Robbia, dan Lorenzo
Ghiberti, untuk mempersiapkan bangunan-bangunan dan karya seni paling penting di kota itu
pada abad ke-15.

Arsitektur Brunelleschi

Prestasi yang paling mencolok adalah pembangunan kubah besar katedral yang hingga saat ini
masih mendominasi Florence. Bangunan inilah yang membuat kagum Leon Battista Alberti
ketika melihat rumah leluhurnya untuk pertama kalinya pada tahun 1434.

Prestasi Brunelleschi yang paling revolusioner sebenarnya bukan pada bidang arsitektur
melainkan pada bidang lukisan. Setelah kembali dari suatu kunjungan ke Roma bersama
pemahat muda Donatello pada tahun 1410, dia mengadakan eksperimen yang begitu baru
sehingga semua sahabatnya membicarakan sebuah lukisan mengenai ruang baptis bersegi
delapan dari dalam pintu katedral itu berlawanan dengannya, menggunakan pintu-pintu itu
sebagai bingkai untuk melengkungi lukisannya. Ketika lukisan tersebut selesai, ia membuat
lubang kecil di belakang lukisan itu, menaruh sebuah cermin di depannya, dan membuat para
sahabatnya meliaht melaui lubang-lubang kecil untuk melihat lukisannya terpantul di dalam
cermin di depannya, dengan cara ini memaksa mereka melihat pemandangan itu dari sudut
pandang tunggal.

Linier Perspective Brunelleschi

Pada bidang arsitektur, Donatello, dalam relief perunggu mengenai pesta makan Herodes di
dalam palung pemandingan di Siena, di dalam mimbar San Lorenzo di Florence, dan juga
Ascension marmernya di Victoria, dengan reliefnya yang begitu dangkal sehingga cita rasa ruang
dan kedalaman yang ia ciptakan luar biasa.
Daftar Pustaka

Brown, Alison. 2009. Sejarah Renaisans Eropa. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Anda mungkin juga menyukai