Laporan Pendahuluan BPH
Laporan Pendahuluan BPH
Laporan Pendahuluan BPH
Disusun oleh :
Nida Rahmawati
24201427
5. Manifestasi klinik
BPH merupakan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia rata-rata
lebih dari 50 tahun di karenakan peningkatan usia akan membuat ketidak
seimbangan rasio antara estrogen dan testosteron, dengan meningkatnya kadar
estrogen diduga berkaitan dengan terjadinya hiperplasia stroma, sehingga timbul
dengan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya ploriferasi sel
tetapi kemudian estrogen lah yang berperan untuk memperkembang stroma.
Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari dampak obstruksi saluran
kencing, sehingga klien kesulitan untuk miksi. Berikut ini adalah beberapa
gambaran klinis pada klien BPH :
a. Gejala prostatimus (nokturia, urgency, penurunan daya aliran urin).
Kondisi ini dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria yang gagal
mengeluarkan urin secara sepontan dan reguler, sehingga volume urin masih
sebagaianbesar tertinggal dalam vesika.
b. Retensi urin.
Pada awal obstruksi,biasanya pancaran urin lemah, terjadi hesistansi,
intermitensi,urin menetes, dorongan mengejan yang kuat saat miksi dan
retensi urin. Retensi urin sering dialami oleh klaien yang mengalami BPH
kronis. Secarafisiologis,vesika urinariamemiliki kemampuan untuk
mengeluarkan urin melalui kontraksi otot detrusor. Namun obstruksi yang
berkepanjangan akan membuat beban kerja destrusor semakin berat dan pada
akhirnya mengalami dekompensasi.
c. Pembesaran prostatHal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal toucher (RT)
anterior. Biasanya didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konsistensi
jinak.
d. Inkontinensia.
Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa m.detrusor gagal dalam
melakukan kontraksi. Dekompensasi yang berlangsung lama akan
mengiritabilitas serabut syaraf urinarius, sehingga kontrol untuk miksi hilang
(Prabowo & Pranata, 2014).
6. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya
usia,dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karenaproduksi
testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadikonversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.Keadaan ini
tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-selkelenjar prostat hormon ini
akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa
reduktase. Dehidrotestosteron inilahyang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostatuntuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan
kelenjar prostatmengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih
sehinggamempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapatmengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawantahanan itu (Presti et al, 2013).
Seiring dengan penambahan usia,maka prostat akan lebih sensitifdengan
stimulasi androgen, sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi
terhadap BPH. Dengan pembesaran yang melebihi dari normal, maka akan
terjadi desakan pada traktus urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius
jarang menimbulkan keluhan, karena dengan dorongan mengejan dan
kontraksi yang kuat dari m.detrusor mampu mengeluarkan urin secara spontan.
Namun obstruksi yang
sudah kronis membuat dekompensasi dari m.detrusor untuk berkontraksi yang
ahirnya menimbulkan obstruksi saluran kemih (Prabowo & Pranata, 2014).
Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi ini adalah dorongan
mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urin lemah,disuria (saat kencing terasa
terbakar), palpasi rektal toucher menggambarkan hipertrofo prostat, distensi
vesika hipertrofi fibromuskuler yang terjadi pada klien BPH menimbulkan iritasi
padamukosa uretra. Iritabilitas ini lah nantinya akan menyebabkan keluhan
frekuensi, urgensi, inkontinensia urgensi dan nukturia. Obstruksi yang
berkelanjutanakan menimbulkan komplikasi yang lebih besar ,misalnya
hidronefrosis, gagal ginjal dan lain sebagainya. Oleh karena itu kateterisasi
untuk tahap awal sangat efektif untuk mengurangi distensi vesika urinaria
(Prabowo & Pranata, 2014).
Pembesaran pada BPH terjadi secara bertahap mulai dari zona periuretral
dan transisional.Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat zona transsisional
yang posisinya proksimal dari spinter externus dikedua sisi dari verumontanum
dan di zona periuretral.kedua zona tersebut hanya merupakan hanya dua persen
dari volume prostat.sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat.Hiperplasia ini
terjadi secara nodular dan sering diiringi oleh proliferasi fibro muskular untuk
lepas darijaringan epitel. Oleh karena itu, hiperplasia zona transisional
ditandai oleh banyaknya jaringan kelenjr yang tumbuh pada pucuk dan cabang dari
pada duktus. Sebenarnya ploriferasi zona transisional dan zona sentral pada prostat
berasal dari turunan duktus Wolffi dan proliferasi zona periferberasal dari sinus
urogenital. Sehingga, berdasarkan latar belakang embriologis inilah bisa
diketahui mengapa BPH terjadi pada zona transisional dan sentral, sedangkan
Ca prostat terjadi pada zona perifer (Prabowo & Pranata, 2014).
7. Phatway
Prostat membesar
Resiko infeksi
Resiko ketidakefektifan jaringan perifer
8. Komplikasi
Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi :
a. Aterosclerosis
b. Infark jantung
c. Impoten
d. Haemoragik post operasi
e. Fistula
f. Struktur pasca operasi dan inconentia uring.
Ackley, Betty, dkk. 2011. Nursing Diagnosis handbook:an evidence based cevide to
planning care.USA:mosby Elsevier
Aulawi, K. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Terjemahan Suzanne
C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Cooperberg MR, Presti JC, Shinohara K, & Carrol PR. (2013). Neoplasms of the prostate
glad in: McAninch JW, Lue TF, editors. Smith & Tanagho's general urology. 18th edition
New York: Mc Graw Hill. p.350-6 .
Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi
Dengan Pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.
M. Bulechek, G. (2016). edisi enam Nursing interventions classification ( N I C ).
singapore: elsevier Global rights.
Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran
Outcomes Kesehatan Edisi kelima. Singapore: Elsevier Icn.
NANDA. 2013-2015. Panduan Diagnosa Keperawatan (Terjemahan). Jakarta: EGC.
Prabowo Eko dan Pranata Eka. 2014 .Buku ajar asuhan keperawatan sistem
perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika
Smeltzer dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan
dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Tanto. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Widijanto G. 2011. Nursing: Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit. PT Indeks Permata
Puri Media : Jakarta Barat