Makalah Eksistensi Allah
Makalah Eksistensi Allah
Makalah Eksistensi Allah
ALLAH
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Nama Anggota : 1. Fiola Safitri
2. Adela Paramitha
3.
Puji dan syukur kami ucapkan sebagai penulis kepada Allah SWT., karena atas berkat
Rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul
“Eksistensi Allah dan pentingnya ber-Iman kepada Allah SWT”. Makalah disusun dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang memberi paduan dalam
penyusunan makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Radial, S.pd., M.pd.,
selaku dosen mata kuliah Agama Islam.
Kami sangat berharap bahwa makalah yang telah kami tulis ini dapat menambah ilmu,
pengetahuan dan wawasan bagi siapapun yang membaca nya.
Kami sangat menyadari bahwa penulisan di dalam makalah ini sangat jauh dari kata
sempurna oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami
butuhkan, sehingga kami dapat memperbaiki apa yang salah di dalam makalah ini dan dapat
membuat makalah yang lebih baik untuk ke depannya.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu untuk
menyelesaikan makalah ini.
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
I. EKSISTENSI ALLAH.....................................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksistensi Allah dan beriman kepada Allah SWT adalah isu yang telah mendominasi
pemikiran manusia sepanjang sejarah. Ini adalah pertanyaan mendasar yang melibatkan
aspek-aspek filosofis, agama, etika, dan sosial. Keyakinan akan adanya Tuhan adalah inti dari
banyak agama, termasuk Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, dan banyak lagi. Namun, dalam
konteks masyarakat yang semakin sekuler dan dunia yang terus berkembang, pertanyaan
tentang eksistensi Allah dan pentingnya beriman kepada-Nya tetap relevan.
Pentingnya beriman kepada Allah SWT dapat diamati dalam berbagai aspek
kehidupan sehari-hari. Hal ini memengaruhi bagaimana individu membuat keputusan moral,
mengatasi kesulitan, dan mencari makna dalam hidup mereka. Beriman kepada Allah tidak
hanya memiliki implikasi dalam kehidupan pribadi, tetapi juga memainkan peran penting
dalam membentuk nilai-nilai dan etika dalam masyarakat. Selain itu, pertanyaan eksistensi
Allah telah menjadi fokus perdebatan dan penelitian di kalangan filosof, teolog, ilmuwan, dan
intelektual. Mereka mencoba untuk menjelaskan dan membuktikan eksistensi Allah dengan
berbagai argumen filosofis dan ilmiah.
Dalam makalah ini, kami akan mengeksplorasi konsep eksistensi Allah dan
mengungkapkan pentingnya beriman kepada Allah dalam kehidupan individu dan
masyarakat. Kami juga akan menyelidiki beberapa argumen yang telah diajukan untuk
mendukung keyakinan akan eksistensi-Nya, sekaligus mencari pemahaman yang lebih dalam
tentang peran beriman dalam membentuk nilai-nilai dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1) Apa argumen-argumen utama yang digunakan untuk mendukung eksistensi Allah, dan
bagaimana argumen-argumen tersebut dapat dijelaskan dari sudut pandang filosofis dan
teologis?
2) Bagaimana beriman kepada Allah SWT memengaruhi praktek keagamaan dan moralitas
individu dalam berbagai agama?
3) Bagaimana beriman kepada Allah memengaruhi cara individu mengatasi tantangan, krisis,
dan kesulitan dalam kehidupan sehari-hari?
4) Bagaimana beriman kepada Allah memengaruhi hubungan sosial dan harmoni dalam
masyarakat?
PEMBAHASAN
A. Konsep dan Definisi Allah
Allah SWT, atau Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam bahasa Arab, adalah konsep
Tuhan yang mendasar dalam Islam dan agama-agama Abrahamic lainnya, termasuk Kristen
dan Yahudi. Konsep Allah SWT juga ditemukan dalam beberapa bentuk dalam agama-agama
lain di seluruh dunia. Allah adalah pemahaman tentang entitas ilahi yang Maha Kuasa, Maha
Tahu, dan Maha Pengasih.
1) Ke-Esa-an Allah: Tauhid adalah konsep ke-esa-an Allah dalam Islam yang merupakan
salah satu prinsip fundamental dalam keyakinan. Tauhid mengacu pada keyakinan bahwa
Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang benar, tidak ada yang setara dengan-Nya, dan
tidak ada Tuhan selain-Nya. Konsep ke-esa-an Allah ini memiliki beberapa aspek penting:
a. Tauhid Rububiyyah: Ini adalah aspek tauhid yang mengakui bahwa Allah adalah
satu-satunya pencipta, pemelihara, dan pengendali alam semesta. Tidak ada entitas lain yang
memiliki kekuasaan sejati atas segala sesuatu di alam semesta.
b. Tauhid Uluhiyyah: Ini berkaitan dengan tauhid dalam ibadah. Maksudnya adalah
bahwa manusia hanya boleh menyembah Allah, dan tidak ada yang berhak menerima ibadah
selain Dia. Ini menunjukkan ketaatan dan penyembahan yang hanya diarahkan kepada Allah.
c. Tauhid Asma' wa Sifat: Konsep ini mengacu pada keyakinan bahwa Allah memiliki
sifat-sifat dan nama-nama yang sempurna, seperti Maha Kuasa, Maha Penyayang, Maha
Bijaksana, dan sebagainya. Tidak ada yang bisa menyamai atau menandingi sifat-sifat-Nya.
Pentingnya tauhid dalam Islam adalah untuk memastikan bahwa keyakinan pada Allah tetap
murni dan tak tercampuri dengan elemen-elemen lain. Ini adalah landasan dasar bagi semua
praktek keagamaan dalam Islam dan membentuk dasar etika dan moralitas yang kuat dalam
kehidupan sehari-hari.
Konsep ke-esa-an Allah adalah landasan bagi pemahaman Islam tentang eksistensi-
Nya, dan keyakinan ini juga sangat penting dalam banyak agama lainnya. Itu menunjukkan
bahwa dalam pandangan Islam, hanya Allah SWT yang memiliki kekuatan mutlak dan
sebagai satu-satunya objek penyembahan yang benar.
2) Atribut-atribut Allah: Allah memiliki berbagai atribut atau sifat yang menggambarkan
hakikat-Nya. Dalam Islam, ini mencakup sifat-sifat seperti Rahman (Maha Pengasih), Rahim
(Maha Penyayang), Al-Alim (Maha Mengetahui), dan Al-Qadir (Maha Kuasa). Atribut-
atribut Allah adalah sifat-sifat atau karakteristik yang digunakan dalam Islam untuk
menggambarkan hakikat Allah. Berikut adalah beberapa atribut utama Allah dalam Islam:
a. Ar-Rahman (َّرْح َٰم نJJ)ال: Ini adalah atribut Allah yang menggambarkan sifat-Nya
sebagai Maha Pengasih. Allah adalah sumber segala kasih sayang dan belas kasihan dalam
kehidupan.
b. Ar-Rahim ()الَّر ِح يم: Ini adalah atribut Allah yang menggambarkan sifat-Nya sebagai
Maha Penyayang. Allah adalah Pemberi rahmat yang tidak terbatas dan penuh kasih sayang
terhadap ciptaan-Nya.
c. Al-Alim ()ٱْلَعِليم: Ini adalah atribut Allah yang menggambarkan sifat-Nya sebagai
Maha Mengetahui. Allah memiliki pengetahuan yang tidak terbatas tentang segala sesuatu,
termasuk masa lalu, masa kini, dan masa depan.
d. Al-Qadir ()ٱْلَقاِد ر: Ini adalah atribut Allah yang menggambarkan sifat-Nya sebagai
Maha Kuasa. Allah memiliki kekuatan mutlak untuk menciptakan, mengatur, dan
mengendalikan seluruh alam semesta.
e. As-Sami ()ٱلَّس ِم يع: Ini adalah atribut Allah yang menggambarkan sifat-Nya sebagai
Maha Mendengar. Allah mendengar segala sesuatu, bahkan doa-doa dan permohonan
terdalam manusia.
f. Al-Basir ()ٱْلَبِص ير: Ini adalah atribut Allah yang menggambarkan sifat-Nya sebagai
Maha Melihat. Allah melihat segala sesuatu, termasuk apa yang tersembunyi dari pandangan
manusia.
g. Al-Hakim ()ٱْلَحِكيم: Ini adalah atribut Allah yang menggambarkan sifat-Nya sebagai
Maha Bijaksana. Setiap tindakan dan keputusan Allah adalah tindakan kebijaksanaan yang
sempurna.
h. Al-Wadud (*)ٱْل َو ُدود: Ini adalah atribut Allah yang menggambarkan sifat-Nya
sebagai Maha Pencinta. Allah mencintai semua ciptaan-Nya dan memberikan kasih sayang-
Nya kepada mereka.
Atribut-atribut Allah ini adalah bagian integral dari pemahaman Islam tentang Allah
dan merupakan panduan bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan mereka. Atribut-
atribut ini mencerminkan sifat-sifat yang menginspirasi kasih sayang, kebijaksanaan, dan
kekuasaan Allah dalam kehidupan manusia.
3) Pencipta Alam Semesta: Allah dianggap sebagai pencipta segala sesuatu dalam alam
semesta. Keyakinan akan peran Allah sebagai pencipta menciptakan dasar untuk banyak
argumen eksistensi-Nya. Dalam berbagai agama, konsep tentang Allah sebagai Pencipta
Alam Semesta adalah inti dari keyakinan. Ini mencerminkan keyakinan bahwa Allah adalah
sumber segala penciptaan dan eksistensi. Di bawah ini adalah konsep dan definisi pencipta
alam semesta dari perspektif Islam, yang juga memiliki kesamaan dengan pandangan agama-
agama lain:
a. Allah sebagai Al-Khaliq ()ٱْلَخ اِلق: Dalam Islam, Allah dikenal sebagai Al-Khaliq,
yang berarti Pencipta. Allah adalah sumber segala penciptaan dan menghasilkan alam
semesta dari ketiadaan.
b. Allah sebagai Al-Bari' ()ٱْلَباِر ئ: Allah juga disebut sebagai Al-Bari', yang berarti
Sang Pembentuk. Ini mencerminkan konsep bahwa Allah bukan hanya menciptakan alam
semesta, tetapi juga membentuknya dengan indah dan kebijaksanaan.
c. Allah sebagai Al-Musawwir ()ٱْلُمَصِّو ر: Al-Musawwir mengacu pada Allah sebagai
Sang Pemodeller atau Sang Pembentuk. Allah adalah seniman agung yang membentuk segala
sesuatu dalam alam semesta dengan keindahan dan harmoni yang sempurna.
d. Allah sebagai Al-Muhaymin ()ٱْلُمَهْيِم ن: Ini menggambarkan Allah sebagai Penjaga
atau Pengawas. Allah tidak hanya menciptakan alam semesta tetapi juga mengawasinya dan
mengaturnya sesuai dengan kebijaksanaan-Nya.
e. Allah sebagai Al-Muhyi (*)ٱْلُم ْح ِيي: Ini mengacu pada Allah sebagai Pemberi
Kehidupan. Allah memberikan kehidupan kepada semua makhluk dan mempertahankannya.
f. Allah sebagai Al-Mumit (*)ٱْلُمِم يت: Ini menggambarkan Allah sebagai yang Maha
Mematikan. Allah memiliki kuasa untuk mengakhiri kehidupan setiap makhluk sesuai dengan
kehendak-Nya.
Pemahaman tentang Allah sebagai Pencipta alam semesta adalah dasar dalam banyak
agama, termasuk Islam. Ini menggambarkan kekuasaan, kebijaksanaan, dan keindahan Allah
dalam menciptakan dan mengatur segala sesuatu dalam alam semesta. Keyakinan ini juga
memengaruhi praktek keagamaan dan etika dalam kehidupan sehari-hari umat beriman.
4) Hakim Ilahi: Allah adalah hakim ilahi yang menentukan keadilan dan hukum moral dalam
kehidupan manusia. Keyakinan ini memberikan dasar bagi etika dan moralitas dalam beriman
kepada Allah. Hakim Ilahi adalah konsep dalam Islam yang mengacu pada Allah sebagai
Hakim atau Pengadil yang Maha Kuasa dan Maha Adil. Berikut adalah konsep dan definisi
Hakim Ilahi dalam Islam:
a. Allah sebagai Hakim Ilahi: Dalam Islam, Allah dianggap sebagai Hakim Ilahi yang
memiliki otoritas tertinggi dalam menentukan keadilan dan hukum moral. Allah adalah
sumber segala hukum dan ketentuan yang mengatur kehidupan manusia.
b. Keadilan Ilahi: Konsep Hakim Ilahi mencerminkan keadilan absolut Allah. Allah
tidak hanya mengetahui segala sesuatu, tetapi juga memutuskan berdasarkan kebijaksanaan-
Nya yang sempurna. Keputusan-Nya selalu adil dan benar.
c. Pengawas dan Pelaksana Hukum: Allah adalah Pengawas alam semesta dan
pelaksana hukum-Nya. Dia memantau tindakan manusia dan memberikan konsekuensi sesuai
dengan perbuatan mereka. Allah adalah sumber hukum moral dan etika yang mengatur
tingkah laku manusia.
d. Hakim dalam Akhirat: Selain mengatur kehidupan di dunia, Allah juga dianggap
sebagai Hakim Ilahi dalam akhirat. Pada Hari Kiamat, semua manusia akan diadili oleh
Allah, dan menerima ganjaran atau hukuman sesuai dengan perbuatan mereka selama hidup
di dunia
e. Pengampun dan Penyayang: Sementara Allah adalah Hakim Ilahi yang adil, Dia
juga Maha Penyayang. Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk bertaubat dan
memohon ampunan-Nya. Dalam kasus kesalahan, Allah adalah Pengampun yang murah hati.
Konsep Hakim Ilahi adalah bagian integral dari pemahaman Islam tentang hukum
moral dan etika. Keyakinan dalam keadilan dan hukum Ilahi ini memengaruhi praktek
keagamaan dan tindakan individu dalam mencari kebenaran dan keadilan dalam hidup
mereka.
5) Hubungan Pribadi: Beriman kepada Allah SWT juga seringkali mencakup hubungan
pribadi antara manusia dan Tuhan. Ini mencerminkan ketaatan, doa, dan ibadah sebagai cara
untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Hubungan pribadi dengan eksistensi Allah adalah
bagian penting dari kehidupan banyak individu yang beriman. Ini mencerminkan cara
individu merasakan, berinteraksi, dan menghubungkan diri dengan Allah dalam ranah
spiritual dan keagamaan. Di bawah ini adalah konsep dan definisi hubungan pribadi terhadap
eksistensi Allah:
b. Doa dan Ibadah: Salah satu cara utama individu menjalani hubungan pribadi
dengan Allah adalah melalui doa dan ibadah. Ini mencakup berbicara dengan Allah,
memohon petunjuk, dan merenungkan kebijaksanaan-Nya.
f. Kontemplasi dan Refleksi: Bagian dari hubungan pribadi dengan Allah melibatkan
kontemplasi dan refleksi atas tindakan, keputusan, dan prinsip dalam kehidupan. Individu
mencari pemahaman lebih dalam tentang kebijaksanaan Allah.
g. Kesadaran akan Penyayang Allah: Hubungan pribadi seringkali mencerminkan
kesadaran akan kasih sayang dan penyayang Allah. Individu merasa diberkati dan dihadiahi
oleh kasih-Nya.
Konsep hubungan pribadi dengan eksistensi Allah adalah subjektif dan unik bagi setiap
individu. Ini mencerminkan pengalaman spiritual dan keagamaan yang mendalam, serta
peran Allah dalam kehidupan mereka. Hubungan pribadi dengan Allah adalah aspek yang
sangat penting dalam banyak keyakinan agama dan membantu membentuk nilai-nilai dan
etika individu dalam kehidupan sehari-hari.
I. EKSISTENSI ALLAH
Eksistensi Allah mengacu pada pertanyaan tentang apakah Allah benar-benar ada atau
ada dalam realitas. Ini adalah masalah filosofis dan teologis yang mempertimbangkan apakah
Tuhan atau entitas ilahi yang ada dalam alam semesta. Beberapa poin kunci terkait eksistensi
Allah meliputi:
2) Peran Agama: Eksistensi Allah sering menjadi inti keyakinan dalam agama-agama
monoteistik seperti Islam, Kekristenan, dan Yudaisme. Keberadaan Allah adalah landasan
bagi keyakinan dan praktik dalam agama ini.
3) Ateisme dan Agnostisisme: Di sisi lain, ada orang yang menyatakan diri sebagai ateis,
yang tidak percaya pada eksistensi Allah, atau agnostik, yang meragukan kemungkinan untuk
mengetahui apakah Allah ada atau tidak.
4) Dampak Filosofis dan Etis: Pertanyaan eksistensi Allah juga berdampak pada filosofi dan
etika. Keyakinan atau ketidakpercayaan kepada Allah dapat memengaruhi pandangan tentang
moralitas, tujuan hidup, dan sumber nilai-nilai etis.
Eksistensi Allah adalah subjek yang telah memicu banyak debat dan penelitian dalam
sejarah filsafat, teologi, dan sains. Orang-orang memiliki pandangan yang beragam tentang
apakah Allah benar-benar ada, dan berbagai argumen dan bukti digunakan untuk mendukung
atau menantang eksistensi-Nya.
A. Konsep dan Definisi Allah
Konsep dan definisi Allah sangat bervariasi tergantung pada agama dan kepercayaan.
Sebagian besar agama monoteistik menganggap Allah sebagai entitas ilahi yang menciptakan
alam semesta dan memiliki kekuasaan absolut. Berikut adalah beberapa definisi umum
tentang Allah dalam beberapa agama utama:
1) Islam: Dalam Islam, Allah (atau Allah SWT) adalah Tuhan yang satu-satunya, Maha
Kuasa, Maha Penyayang, dan Maha Bijaksana. Allah dianggap sebagai pencipta alam
semesta dan memberikan petunjuk melalui Al-Quran.
2) Kristen: Dalam agama Kristen, Allah adalah Tuhan yang berkuasa, dan keyakinan
terhadap Yesus Kristus sebagai Anak Allah adalah inti dari iman Kristen. Allah dianggap
sebagai entitas yang menciptakan dunia dan memberikan keselamatan melalui Yesus.
3) Yahudi: Dalam agama Yahudi, Allah adalah Tuhan yang berdaulat dan berkuasa, pencipta
alam semesta, dan dikenal melalui kitab suci Ibrani (Tanakh) serta perjanjian dengan bangsa
Israel.
4) Agama-agama lain: Banyak agama lain memiliki konsep-konsep unik tentang Tuhan atau
dewa-dewa mereka masing-masing, seperti Brahman dalam Hinduisme, Tao dalam Taoisme,
dan banyak lagi.
Penting untuk diingat bahwa konsep Allah sangat bervariasi dan kompleks, dan ini
hanya merangkum definisi umum dari sudut pandang beberapa agama besar. Setiap individu
dan kelompok mungkin memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan khusus tentang
Allah sesuai dengan keyakinan mereka.
Bukti eksistensi Allah telah menjadi subjek debat dan refleksi intelektual selama
berabad-abad. Ada berbagai argumen yang diajukan oleh teolog, filsuf, dan pemikir agama
untuk mendukung keyakinan akan eksistensi Allah. Di bawah ini adalah beberapa argumen
klasik yang sering digunakan sebagai bukti eksistensi Allah:
a. Premis Pertama: Segala sesuatu yang ada memiliki penyebab atau sebab akibat. Ini
adalah prinsip dasar bahwa setiap peristiwa atau kejadian memiliki penyebab yang memulai
atau mengawalinya.
b. Premis Kedua: Tidak mungkin ada regresi tak terbatas dari penyebab atau akibat.
Ini berarti bahwa jika setiap peristiwa memerlukan penyebab, maka tidak mungkin ada
deretan penyebab yang tak berujung yang membentuk alam semesta. Ada harus ada
"Penyebab Pertama" atau "Sebab Pertama" yang tidak memerlukan penyebab lain.
c. Kesimpulan: Ada "Penyebab Pertama" atau "Sebab Pertama" yang ada di luar alam
semesta. Argumen ini menyatakan bahwa ada entitas ilahi atau kekuatan ilahi yang menjadi
penyebab pertama atau sebab pertama dari alam semesta. Argumen ini mengidentifikasi
"Penyebab Pertama" ini dengan konsep Allah.
Argumen kausalitas ini mendasarkan diri pada gagasan bahwa tidak mungkin ada
rangkaian tak terbatas dari penyebab dan akibat yang membentuk alam semesta, sehingga
harus ada sesuatu yang menjadi penyebab pertama yang tidak memerlukan penyebab lainnya.
Ini mengarah pada keyakinan akan eksistensi Allah sebagai "Penyebab Pertama" yang
mendirikan dan memulai segala sesuatu.
b. Premis Kedua: Rancangan yang luar biasa ini tidak mungkin terjadi secara
kebetulan. Argumen ini berpendapat bahwa kemungkinan terjadinya rancangan semacam itu
secara kebetulan sangat rendah.
Argumen desain sering kali menggambarkan alam semesta sebagai jam tangan yang
rumit, dan penunjukkan pada keharmonian, keteraturan, dan adaptasi dalam dunia alam
sebagai bukti adanya seorang Pencipta yang bijaksana. Salah satu contoh yang sering dikutip
adalah kerumitan dalam struktur organisme hidup dan kesempurnaan dalam kondisi yang
mendukung kehidupan di Bumi.
3) Argumen Moral (Moral Argument): Argumen moral adalah argumen yang mencoba
membuktikan eksistensi Allah berdasarkan adanya standar moral objektif dalam kehidupan
manusia. Argumen ini mengklaim bahwa moralitas yang ditemukan dalam tindakan manusia
memerlukan sumber moral yang objektif, yaitu Allah. Ada beberapa versi argumen moral,
salah satunya adalah:
a. Premis Pertama: Terdapat standar moral objektif yang diterima oleh manusia di
seluruh dunia. Ini mengacu pada pandangan yang hampir universal bahwa beberapa tindakan
dianggap baik (moral) dan beberapa dianggap buruk (amoral atau immoral).
b. Premis Kedua: Standar moral ini tidak dapat diberikan dasar yang memadai dalam
kerangka ateis atau sekuler. Argumen ini berpendapat bahwa moralitas yang objektif tidak
dapat dijelaskan atau dibenarkan tanpa adanya dasar yang lebih tinggi.
Argumen ontologis berfokus pada pemikiran tentang entitas sempurna, seperti Tuhan.
Salah satu versi paling terkenal dari argumen ini adalah yang dikemukakan oleh Anselmus,
yang disebut "argumen ontologis modal." Dalam argumen ini, ia mengklaim bahwa Tuhan
adalah "sesuatu yang tidak dapat dipikirkan lebih besar." Dengan kata lain, jika kita dapat
membayangkan entitas sempurna, maka entitas itu harus ada, karena ada sesuatu yang lebih
besar dari apa yang kita bayangkan.
Namun, argumen ontologis telah menjadi subjek kontroversi dan kritik yang intens
dari para filsuf. Beberapa menganggapnya sebagai contoh ketidaklogisan atau kurangnya
dasar empiris, sementara yang lain mempertahankannya sebagai argumen yang kuat dalam
pemikiran teologis. Ini tetap menjadi topik perdebatan filosofis yang berkelanjutan.
II. BER-IMAN KEPADA ALLAH SWT
Iman kepada Allah adalah rukun iman yang pertama dalam ajaran Islam yang menjadi
asas dan dasar bagi akidah Islam. Kedudukan iman kepada Allah dinyatakan oleh
Muhammad melalui periwayatan hadis. Pembuktian iman kepada Allah ialah dengan akhlak
mulia. Iman kepada Allah SWT adalah dasar keyakinan dalam agama Islam. Ini mengacu
pada keyakinan yang kuat dalam keberadaan Allah (Tuhan), keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya,
serta ketaatan dan ibadah kepada-Nya. Iman kepada Allah SWT adalah salah satu prinsip
utama dalam ajaran Islam.
Beriman kepada Allah SWT memiliki makna yang dalam dalam Islam. Ini adalah
dasar dari keimanan (iman) dalam ajaran agama Islam. Beberapa arti dan makna beriman
kepada Allah SWT meliputi:
1) Kepatuhan: Beriman kepada Allah berarti patuh kepada perintah-Nya, menjauhi larangan-
Nya, dan menjalani ajaran-Nya sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran dan Hadis.
2) Kepercayaan: Ini mencakup kepercayaan yang kuat bahwa Allah adalah satu-satunya
Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Adil.
3) Ibadah: Beriman kepada Allah melibatkan pengabdian kepada-Nya dalam ibadah sehari-
hari seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
4) Kepedulian sosial: Beriman kepada Allah juga mencakup aspek kepemimpinan yang baik,
empati terhadap sesama, dan kewajiban untuk membantu yang membutuhkan.
5) Kesabaran: Beriman kepada Allah memperkuat sikap kesabaran dalam menghadapi ujian
dan cobaan dalam kehidupan.
6) Penyerahan: Beriman kepada Allah berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya dan
menerima kehendak-Nya dalam setiap aspek kehidupan.
7) Cinta dan takwa: Beriman kepada Allah berdampak pada cinta dan takwa kepada-Nya,
serta berusaha untuk menjauhi dosa dan melakukan kebaikan.
Keyakinan dalam ajaran agama Islam mencakup beberapa hal pokok, yang dikenal
sebagai Rukun Iman. Terdapat enam Rukun Iman dalam Islam, yaitu:
1) Iman kepada Allah: Keyakinan akan keberadaan satu Allah yang Maha Esa, Maha Kuasa,
Maha Mengetahui, dan Maha Adil. Allah adalah pencipta alam semesta dan memiliki sifat-
sifat yang unik dalam ajaran Islam.
2) Iman kepada Malaikat: Keyakinan akan makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah, yang
termasuk dalam tugas mereka adalah melaksanakan perintah-Nya dan mencatat perbuatan
manusia.
3) Iman kepada Kitab-kitab Suci: Keyakinan kepada kitab-kitab suci yang diwahyukan oleh
Allah kepada para nabi, termasuk Al-Quran sebagai kitab terakhir yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW.
4) Iman kepada Nabi-nabi: Keyakinan kepada para nabi yang diutus oleh Allah untuk
membimbing umat manusia, termasuk Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan
Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi terakhir.
5) Iman kepada Hari Akhir: Keyakinan akan hari kiamat, yaitu hari di mana manusia akan
dihidupkan kembali dan dihisab atas perbuatan-perbuatan mereka selama hidup di dunia.
6) Iman kepada Takdir: Keyakinan akan takdir atau ketentuan Allah, bahwa segala yang
terjadi di dunia ini telah ditentukan oleh-Nya, dan manusia memiliki kebebasan untuk
memilih tindakan mereka, tetapi Allah mengetahui hasil akhirnya.
Beriman memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan individu, terutama
dalam konteks agama. Bagi banyak orang, beriman memiliki dampak yang mendalam pada
berbagai aspek kehidupan. Beberapa peran beriman dalam kehidupan individu meliputi:
1) Panduan Moral: Beriman dalam ajaran agama memberikan pedoman moral yang kuat.
Keyakinan akan ajaran agama membantu individu untuk memahami perbedaan antara benar
dan salah, dan mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang baik, jujur, dan etis.
2) Tujuan Hidup: Beriman memberikan tujuan dan makna dalam hidup. Keyakinan akan
makhluk yang lebih tinggi atau tujuan ilahi membantu individu untuk menjalani hidup
dengan arah yang jelas dan orientasi yang positif.
3) Kekuatan dalam Kesulitan: Beriman membantu individu untuk menghadapi cobaan dan
kesulitan dengan ketabahan. Keyakinan kepada kekuatan yang lebih tinggi memberikan
dukungan emosional dan mental saat menghadapi tantangan.
4) Etika dan Nilai: Beriman sering kali menciptakan dasar untuk etika dan nilai-nilai
individu. Ini membentuk sikap, perilaku, dan interaksi dengan orang lain.
5) Hubungan Sosial: Beriman dapat memperkuat hubungan sosial. Misalnya, orang yang
memiliki keyakinan agama sering merasa terhubung dengan komunitas agama mereka dan
berbagi nilai-nilai serupa dengan sesama anggota komunitas.
6) Ketenangan Pikiran: Beriman dapat memberikan ketenangan pikiran dan perasaan
kepastian. Keyakinan akan kekuatan yang lebih tinggi seringkali mengurangi kecemasan dan
ketakutan yang berkaitan dengan ketidakpastian dalam hidup.
7) Rasa Syukur: Beriman mendorong individu untuk merasa bersyukur atas berkah-berkah
yang diberikan oleh Allah atau entitas ilahi. Ini mengarah pada rasa penghargaan terhadap
hidup dan apa yang dimiliki.
8) Etos Kerja: Keyakinan dapat memengaruhi etos kerja individu. Orang yang beriman
mungkin cenderung bekerja dengan tekun, integritas, dan tanggung jawab, karena mereka
percaya bahwa pekerjaan adalah bentuk ibadah.
Hubungan antara beriman (keyakinan) dan praktek keagamaan sangat erat dalam
banyak agama, termasuk Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, dan banyak lainnya. Praktek
keagamaan adalah cara di mana individu mengungkapkan, memperkuat, dan
mengaktualisasikan keyakinan mereka. Berikut adalah beberapa cara hubungan antara
beriman dan praktek keagamaan dapat dijelaskan:
2) Patuh Terhadap Ajaran: Praktek keagamaan sering kali melibatkan patuh terhadap ajaran
agama, seperti mengikuti perintah dan menjauhi larangan yang terdapat dalam kitab suci atau
tradisi agama.
3) Ritual Keagamaan: Banyak agama memiliki serangkaian ritual keagamaan yang harus
dijalani oleh penganutnya. Ini termasuk upacara pernikahan, ibadah harian, atau ritual
penyucian.
4) Kode Moral dan Etika: Keyakinan agama sering memengaruhi kode moral dan etika
individu. Praktek keagamaan dapat mencakup menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai
moral yang diajarkan oleh agama.
5) Kepedulian Sosial: Banyak agama mendorong individu untuk berbuat baik kepada sesama
dan melakukan amal kebajikan sebagai bagian dari praktek keagamaan mereka.
6) Studi Agama: Praktek keagamaan bisa melibatkan studi mendalam tentang ajaran agama
dan kitab suci, yang membantu individu memahami keyakinan mereka dengan lebih baik.
7) Kesalehan dan Ketaatan: Praktek keagamaan juga mencakup tingkat kesalehan dan
ketaatan individu terhadap ajaran agama. Hal ini bisa mencakup pengorbanan, pengabdian,
dan ketaatan terhadap perintah Tuhan.
8) Pergantian Hidup: Dalam beberapa agama, praktek keagamaan dapat mencakup
pengalaman penting, seperti konversi, inisiasi, atau ritus tertentu yang mengubah status atau
pandangan hidup individu.
Beriman kepada Allah SWT memiliki pentingnya yang mendalam dalam berbagai
aspek kehidupan. Pentingnya beriman kepada Allah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Makna dan Tujuan Hidup: Beriman kepada Allah memberikan makna dan tujuan hidup.
Ini membantu individu untuk memahami bahwa kehidupan memiliki tujuan yang lebih tinggi
dan bahwa mereka ada untuk mengabdi kepada Allah dan melakukan kebaikan.
2) Pedoman Moral: Keyakinan kepada Allah memberikan dasar moral yang kuat. Individu
yang beriman cenderung mengikuti ajaran etika dan moral agama mereka, yang memandu
mereka dalam membedakan antara benar dan salah.
3) Kepuasan dan Ketenangan Batin: Beriman kepada Allah dapat memberikan rasa
ketenangan batin dan kepuasan. Keyakinan ini memberi individu keyakinan bahwa Allah
selalu ada untuk mendengarkan, membantu, dan memberi kekuatan dalam menghadapi
cobaan dan kesulitan.
4) Rasa Syukur dan Penghargaan: Beriman kepada Allah mendorong rasa syukur terhadap
berkah hidup. Individu cenderung merasa bersyukur atas karunia Allah dan apa yang mereka
miliki.
9) Perspektif yang Luas: Beriman kepada Allah membantu individu memiliki perspektif yang
lebih luas tentang kehidupan dan dunia. Mereka tidak hanya memandang masalah dengan
sudut pandang duniawi, tetapi juga dengan sudut pandang spiritual.
Menghadapi kesulitan dan ujian adalah bagian alamiah dari kehidupan. Dalam beriman
kepada Allah SWT, ada beberapa langkah yang dapat membantu individu mengatasi
kesulitan dan ujian.
1) Tawakal kepada Allah: Beriman bahwa Allah adalah Maha Kuasa dan Maha Bijaksana
membantu individu untuk menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada-Nya. Tawakal
kepada Allah berarti melepaskan kekhawatiran dan kecemasan kepada-Nya.
2) Doa dan Ibadah: Menghadapi kesulitan dan ujian adalah saat yang tepat untuk
memperdalam hubungan dengan Allah melalui doa dan ibadah. Doa adalah cara untuk
meminta pertolongan dan petunjuk-Nya.
3) Sabar: Kesabaran adalah nilai penting dalam Islam. Beriman kepada Allah mendorong
individu untuk bersabar ketika dihadapkan pada kesulitan. Sabar adalah cara untuk
menghadapi ujian dengan kepala dingin dan hati yang tenang.
4) Tafakkur (Merenung): Merenung tentang makna dan hikmah di balik kesulitan dan ujian
dapat membantu individu memahami bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari rencana
Allah.
5) Kepedulian Sosial: Beriman kepada Allah juga berarti peduli terhadap sesama.
Mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan dan memberikan dukungan kepada
orang lain dapat membantu mengatasi kesulitan.
6) Merenung Kitab Suci: Studi dan refleksi pada kitab suci agama, seperti Al-Quran dalam
Islam, dapat memberikan inspirasi, petunjuk, dan ketenangan saat menghadapi kesulitan.
7) Mengambil Pelajaran: Menghadapi kesulitan dan ujian adalah peluang untuk belajar dan
tumbuh sebagai individu. Beriman kepada Allah mendorong individu untuk mencari hikmah
dan pelajaran dari pengalaman tersebut.
8) Berkonsultasi dengan Orang Bijaksana: Terkadang, berkonsultasi dengan ulama atau orang
bijaksana dalam komunitas agama dapat memberikan pandangan dan nasihat yang berharga.
C. Kesejahteraan Spiritual dan Mental
Kesejahteraan spiritual dan mental dapat sangat dipengaruhi oleh beriman kepada
Allah atau keyakinan dalam agama. Berikut adalah cara beriman kepada Allah dapat
berkontribusi pada kesejahteraan spiritual dan mental:
Kesejahteraan Spiritual:
1) Makna dan Tujuan Hidup: Beriman kepada Allah memberikan individu makna dan tujuan
hidup yang lebih besar. Mereka percaya bahwa hidup memiliki tujuan spiritual yang lebih
dalam, yang membantu mereka merasa terhubung dengan sesuatu yang lebih besar daripada
diri sendiri.
2) Koneksi Spiritual: Beriman kepada Allah menciptakan hubungan spiritual antara individu
dan Tuhan. Ini dapat menghasilkan perasaan koneksi, kerendahan hati, dan rasa
keterhubungan yang mendalam.
3) Perdamaian Batin: Keyakinan pada Allah dapat memberikan perdamaian batin dan
ketenangan. Doa, meditasi, dan refleksi spiritual dapat meredakan stres dan kecemasan.
Kesejahteraan Mental:
3) Kesejahteraan Sosial: Beriman kepada Allah dapat memengaruhi kualitas hubungan sosial.
Individu yang beriman mungkin memiliki nilai-nilai moral dan etika yang kuat, yang dapat
mendukung hubungan yang sehat dengan orang lain.
Penting untuk diingat bahwa seseorang yang beriman kepada Allah juga dapat
mengalami kesulitan mental dan emosional. Oleh karena itu, penting untuk mencari
dukungan profesional jika diperlukan. Namun, bagi banyak individu, beriman kepada Allah
adalah sumber kekuatan, kenyamanan, dan harapan dalam menghadapi tantangan hidup.
Beriman kepada Allah memiliki peran yang signifikan dalam masyarakat dan
kehidupan sosial. Ini dapat memengaruhi cara individu berinteraksi dengan orang lain,
berperilaku dalam masyarakat, dan memainkan peran dalam membangun komunitas yang
lebih baik. Berikut adalah beberapa peran beriman kepada Allah dalam masyarakat dan
kehidupan sosial:
1) Etika dan Moral yang Kuat: Beriman kepada Allah seringkali membentuk dasar etika dan
moral individu. Hal ini menghasilkan perilaku yang lebih etis, integritas, dan kejujuran dalam
interaksi sosial.
2) Kepedulian Sosial: Beriman kepada Allah mendorong individu untuk peduli terhadap
kesejahteraan sesama. Hal ini melibatkan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan,
berbagi dengan orang lain, dan berpartisipasi dalam upaya kemanusiaan.
4) Tanggung Jawab Moral: Beriman kepada Allah membawa rasa tanggung jawab moral
terhadap tindakan dan keputusan. Ini membantu individu untuk memilih tindakan yang benar
dan menjauhi yang salah.
5) Etika dalam Bisnis dan Pekerjaan: Keyakinan agama juga memengaruhi cara individu
berperilaku dalam bisnis dan pekerjaan. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, keadilan, dan tidak
mengeksploitasi orang lain adalah inti dari etika bisnis dalam banyak agama.
6) Solidaritas dan Dukungan Komunitas: Komunitas agama sering menjadi sumber dukungan
sosial, persahabatan, dan solidaritas. Individu yang beriman merasa terhubung dengan
komunitas mereka dan berbagi nilai-nilai serupa.
7) Kontribusi Positif: Beriman kepada Allah dapat memotivasi individu untuk memberikan
kontribusi positif dalam masyarakat. Mereka mungkin melihat pengabdian dan kerja amal
sebagai cara untuk memenuhi tanggung jawab moral mereka.
9) Pemberian dan Kebaikan: Keyakinan kepada Allah sering memandu individu untuk
melakukan kebaikan dan berperilaku dengan kasih sayang. Ini menciptakan hubungan yang
lebih baik dalam masyarakat.
IV. CONTOH DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Beriman kepada Allah SWT dapat tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-
hari seseorang. Berikut adalah beberapa contoh bagaimana beriman kepada Allah dapat
diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari:
1) Shalat: Melakukan shalat lima waktu adalah salah satu cara paling klasik untuk
mengaktualisasikan keyakinan kepada Allah dalam rutinitas harian. Shalat adalah ibadah
utama dalam Islam yang mengingatkan individu untuk selalu berkomunikasi dengan Allah.
3) Berbuat Baik kepada Sesama: Menggunakan setiap kesempatan untuk berbuat baik kepada
sesama, memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, dan menjalin hubungan baik
dengan tetangga dan teman-teman adalah cara untuk menjalankan ajaran kasih sayang dan
kebaikan dalam agama.
4) Berbagi Rezeki: Mengingat bahwa segala yang dimiliki adalah anugerah dari Allah,
beriman kepada-Nya dapat tercermin dalam sikap berbagi rezeki dengan yang membutuhkan,
seperti memberikan sedekah, zakat, atau bantuan sosial.
5) Kejujuran dan Integritas: Beriman kepada Allah memotivasi individu untuk bersikap jujur,
baik dalam perkataan maupun tindakan. Mereka menghindari kebohongan dan perilaku tidak
etis.
6) Menerima Tantangan dengan Sabar: Menghadapi kesulitan dan ujian dengan kesabaran
dan tawakal kepada Allah adalah cara untuk mengaktualisasikan keyakinan bahwa Allah
Maha Bijaksana dan Maha Kuasa.
7) Pendidikan dan Pengetahuan: Beriman kepada Allah mendorong pencarian ilmu dan
pengetahuan. Menuntut ilmu adalah cara untuk menghormati kebijaksanaan Allah dan
memahami ciptaan-Nya.
8) Kepedulian Lingkungan: Memahami bahwa alam semesta adalah ciptaan Allah, individu
yang beriman dapat menciptakan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan dan
alam.
9) Menjaga Hubungan Keluarga: Memelihara hubungan yang baik dengan keluarga, merawat
orang tua, dan memberikan dukungan kepada anak-anak adalah contoh nyata dari beriman
kepada Allah, yang mengajarkan pentingnya keluarga dan kesejahteraan mereka.
10) Memberikan Dukungan Sosial: Membantu sesama dalam saat-saat kesulitan, seperti
dalam situasi bencana alam atau krisis kemanusiaan, mencerminkan sikap kemanusiaan yang
didorong oleh keyakinan agama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eksistensi Allah dan pentingnya beriman kepada Allah SWT adalah topik yang luas
dan mendalam dalam berbagai ajaran agama dan filsafat. Kesimpulan dari makalah tentang
topik ini dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Eksistensi Allah:
- Berbagai argumen filosofis dan teologis telah diajukan untuk mendukung eksistensi Allah,
seperti argumen kosmologis, argumen teleologis, dan argumen ontologis.
- Meskipun eksistensi Allah tidak dapat dibuktikan secara empiris, banyak individu
mengalami keyakinan kuat akan keberadaan-Nya melalui pengalaman pribadi dan iman.
- Beriman kepada Allah memberikan makna dan tujuan hidup. Individu yang beriman
percaya bahwa kehidupan memiliki tujuan spiritual yang lebih dalam.
- Beriman kepada Allah memberikan panduan moral dan etika. Individu cenderung
mengikuti prinsip-prinsip agama mereka, yang membantu mereka membedakan antara benar
dan salah.
- Beriman kepada Allah memberikan ketenangan batin dan kepuasan. Keyakinan kepada
Tuhan memberikan dukungan emosional dalam menghadapi cobaan dan kesulitan.
- Beriman kepada Allah memotivasi individu untuk berbuat baik kepada sesama, berbagi
dengan yang membutuhkan, dan menjaga hubungan baik dalam masyarakat.
3. Kesimpulan Umum:
- Eksistensi Allah adalah subjek dari berbagai argumen dan keyakinan pribadi. Meskipun
kontroversial, keberadaan-Nya tetap menjadi pokok utama dalam berbagai agama di seluruh
dunia.
- Beriman kepada Allah memiliki dampak yang mendalam pada berbagai aspek kehidupan,
termasuk moral, etika, kesejahteraan emosional, dan kualitas hubungan sosial.
- Bagi banyak individu, beriman kepada Allah adalah inti dari identitas dan membentuk
banyak aspek kehidupan mereka. Hal ini juga dapat memberikan rasa makna dan tujuan
dalam hidup yang seringkali dianggap sangat penting.
Namun, penting untuk diingat bahwa eksistensi Allah dan pentingnya beriman adalah
masalah yang berkaitan erat dengan keyakinan pribadi dan filosofi agama, dan pandangan
dapat bervariasi secara signifikan. Kesimpulan dalam makalah harus mencerminkan berbagai
sudut pandang yang ada dalam masyarakat dan ilmu pengetahuan.
B. Saran
Jika Anda adalah seorang pembaca makalah tentang eksistensi Allah dan pentingnya
beriman kepada Allah SWT, berikut adalah beberapa saran yang dapat membantu Anda
memahami dan mengevaluasi makalah dengan lebih baik:
1. Buka Pikiran: Bersikap terbuka dan objektif saat membaca makalah. Ini adalah topik yang
sensitif dan kompleks, jadi jangan terlalu berpandangan sempit atau defensif.
2. Cari Argumentasi yang Kuat: Tinjau argumen-argumen yang diajukan dalam makalah.
Coba pahami argumen pro dan kontra yang diberikan, dan pertimbangkan apakah argumen
tersebut didukung dengan bukti yang kuat.
4. Pertimbangkan Perspektif yang Berbeda: Ingatlah bahwa topik ini melibatkan banyak
perspektif yang berbeda. Cobalah untuk memahami pandangan yang mungkin berbeda
dengan keyakinan pribadi Anda.
5. Diskusikan dengan Akal Sehat: Gunakan akal sehat Anda saat mengevaluasi argumen.
Tanyakan pada diri sendiri apakah argumen tersebut logis dan kohesif, dan apakah ada celah
logis.
6. Hormati Pendapat Pribadi: Hormati pendapat pribadi penulis, bahkan jika Anda memiliki
pandangan yang berbeda. Ini adalah topik yang sangat pribadi, dan penghargaan terhadap
keragaman pandangan adalah penting.
7. Ajukan Pertanyaan: Jika ada konsep atau argumen yang tidak Anda pahami, jangan ragu
untuk mencari klarifikasi. Ajukan pertanyaan kepada penulis atau gunakan sumber daya lain
untuk memahami lebih lanjut.
8. Fokus pada Isu Utama: Jangan terlalu terjebak dalam perdebatan seputar eksistensi Allah.
Cobalah untuk mengidentifikasi isu-isu utama yang diajukan dalam makalah.
10. Buat Catatan: Membuat catatan selama membaca makalah bisa membantu Anda melacak
poin-poin penting dan mempersiapkan diri untuk berdiskusi atau menyusun tanggapan jika
perlu.
11. Diskusikan dengan Orang Lain: Diskusikan makalah dengan teman atau kolega untuk
mendapatkan perspektif yang beragam dan mendalam.
12. Pertahankan Rasa Hormat: Terlepas dari keyakinan agama Anda sendiri, selalu
pertahankan rasa hormat terhadap keyakinan dan nilai-nilai yang diungkapkan dalam
makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Blegur, R. (2023). EKSISTENSI ALLAH., AQUINAS, M. I. R. D. T. BUKTI EKSISTENSI
TUHAN., Siswadi, G. A. (2021). Argumen Logis tentang Eksistensi Tuhan dalam Wacana
Filsafat Ketuhanan. Sanjiwani: Jurnal Filsafat, 12(2), 127-135., Tjahjadi, S. P. L. (2009).
Eksistensi Tuhan Menurut Immanuel Kant: Jalan Moral Menuju Tuhan. Jurnal Orientasi
Baru, 18(2), 163-176., MATONDANG, H. A. (2019). ARGUMEN TENTANG WUJUD
TUHAN. Jurnal Al-Harakah, (3)., IQBAL, A. (2021). ARGUMEN KRITIS MUHAMMAD
IQBAL ATAS EKSISTENSI TUHAN DALAM TINJAUAN ONTOLOGI ANTON BAKKER
(Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada)., Zamzami, M. C. (2015). Penguatan
pengalaman keagamaan di sekolah. J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(2)., Hasan,
M., & Anita, A. (2022). Pengaruh Islam Terhadap Pengamalan Keagamaan Masyarakat Di
Indonesia. AT-THARIQ: Jurnal Studi Islam Dan Budaya, 2(02)., Ghoni, A. (2016). Konsep
Tawakal dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam: Studi komparasi mengenai
konsep tawakal menurut M. Quraish Shihab dan Yunan Nasution. An-Nuha: Jurnal Kajian
Islam, Pendidikan, Budaya Dan Sosial, 3(2), 249-263., Sartika, A., & Kurniawan, I. N.
(2015). Skala tawakal kepada Allah: Pengembangan ukuran-ukuran psikologis surrender to
God dalam perspektif Islam. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 20(2),
129-142.,