Naskah Drama Malin Kundang
Naskah Drama Malin Kundang
Naskah Drama Malin Kundang
Prolog:
Alkisah, pada zaman dahulu hiduplah seorang janda tua miskin bernama Mande
Rubayah. Janda tua itu tinggal bersama anak laki-lakinya bernama Malin Kundang di
sebuah daerah bernama Pantai Air Manis. Meski hidup miskin, Mande dan Malin
saling menyayangi satu sama lain. Sebab bagi keduanya, masing-masing dari
mereka adalah satu-satunya anggota keluarga yang dimiliki.
Sejak kecil Malin dikenal sebagai anak berbakti. Dia melakukan berbagai pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meski giat bekerja, upah yang didapatkan
Malin tetap tak seberapa untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Babak 1
Suatu hari, di pantai berlabuh sebuah kapal saudagar dari negeri seberang. Di kapal
itu, Malin bertemu dengan sahabat masa kecilnya bernama Rasyid. Kehidupan
Rasyid terlihat membaik setelah ikut berlayar bersama kapal saudagar. Dari
pertemuan Malin dengan awak kapal, Malin mulai terinspirasi untuk mengubah nasib
dengan merantau.
Rasyid: "Ya beginilah Malin, aku bersyukur hidupku cukup baik sekarang ini setelah
ikut kapal ini berlayar."
Malin Kundang: "Begitukah Rasyid? Banyak kah upah yang kau dapat saat ikut
berlayar?"
Rasyid: "Puji syukur Malin. Kapal ini telah mengubah nasibku, jadi lebih baik.
Sekarang aku bisa pulang bawa banyak uang untuk keluargaku yang lama
kutinggalkan."
Malin Kundang: "Aku jadi ingin juga mengubah nasib keluargaku yang miskin,
setidaknya agar lebih berkecukupan. Jika aku ingin bergabung ikut dengan kapal ini,
apa masih ada tempat untukku?"
Rasyid: "Aku tak tahu pasti, Malin. Tapi mungkin aku bisa bantu bilang pada kepala
kapal. Tapi sebaiknya, kau mintalah restu pada ibumu dulu, Malin. Sebab pergi
merantau terlebih berlayar di kapal itu tidak sebentar."
Malin Kundang: "Baik Rasyid, nanti aku akan minta restu ibu dahulu. Semoga
diizinkan"
Rasyid: "Jangan terlalu lama, ya Malin. Sebab, besok lusa kapal ini sudah akan
berlayar lagi."
Malin Kundang: "Baiklah, kawan. Aku akan segera pulang dan minta restu ibu. Terima
kasih, Rasyid."
Babak 2
Di malam hari itu juga Malin Kundang langsung menemui sang ibu yang tengah sibuk
menyiapkan makan malam. Malin mengumpulkan keberanian untuk meminta restu
ikut berlayar dengan kapal saudagar untuk merantau.
Malin: "Saya ingin merantau ikut kapal saudagar yang sedang bersandar di pantai,
Bu."
Ibu Malin: "Apa? Ibu tak rela kau pergi jauh-jauh. Kau ini satu-satunya anak ibu. Harta
ibu paling berharga, Malin."
Malin: "Bu, ini demi nasib keluarga kita. Setidaknya agar ibu tidak capek-capek
bekerja terus. Ibu sudah tua. Jadi biarkan Malin yang pergi merantau. Saat nanti
Malin pulang dengan membawa uang yang banyak, ibu tinggal istirahat saja."
Ibu Malin: "Ibu tak butuh banyak uang, Malin. Ibu merasa cukup."
Malin: "Bu, tadi pagi saya ketemu Rasyid temanku semasa kecil. Dia ikut berlayar
kapal itu. Sekarang hidupnya berubah, keluarganya berkecukupan. Ibu dan ayah
Rasyid tak perlu lagi capek-capek bekerja. Keluarganya terlihat bahagia. Malin ingin,
Bu. Malin ingin bahagiakan ibu seperti itu."
Ibu Malin: "Yakin kau Nak, tega meninggalkan ibumu yang sudah tua ini tinggal di
rumah sendirian?"
Malin: "Malin sebenarnya juga tidak tega, Bu. Tetapi Malin juga bertekad ingin
mengubah nasib keluarga kita supaya bisa lebih baik. Malin sudah bosan hidup
miskin dan dihina sama tetangga terus menerus, Bu."
Ibu Malin: "Baiklah, Malin. Jika itu memang sudah menjadi keputusanmu. Ibu akan
memberimu restu. Tapi janji dengan ibu, jangan lupa pulang ya, Nak. Pulanglah saat
sudah merasa cukup. Ibu tak perlu uang banyak-banyak."
Malin: "Baik, Ibu. Malin akan penuhi janji itu. Terima kasih atas doa dan restunya, Bu.
Ibu Malin: "Secepat itukah kamu akan pergi, Nak, Kamu akan pergi meninggalkan ibu
sendirian?"
Malin: "Iya, Bu. Doakan Malin agar selamat dan berhasil sampai tujuan ya, Bu."
Malin tak sanggup berkata-kata. Dia hanya bisa mengangguk dan tersenyum sambil
menatap sang ibu.
Babak 3
Setelah mendapatkan restu, Malin menemui Rasyid. Keesokan harinya, Rasyid juga
sudah mengabarkan jika kepala kapal mengizinkan Malin untuk ikut serta. Alhasil,
hari selanjutnya Malin tinggal ikut berangkat berlayar. Malin berangkat di antar sang
ibu. Mande menunggu di tepi pantai sampai kapal yang ditumpangi Malin hilang dari
pandangannya.
Di atas kapal, untuk pertama kali Malin bertemu dengan saudagar pemilik kapal.
Rasyid memperkenalkan Malin ke pada sang sudagar.
Rasyid: "Iya, Malin kita sudah dekat dengan cita-cita kita. Malin, itu tuan saudagar
pemilik kapal. Mari saya kenalkan dengannya."
Malin: "Iya."
Rasyid: "Tuan, perkenalkan ini Malin. Dia baru pertama kali ikut berlayar dengan
kapal ini.
Saudagar: "Baiklah, kebetulan saya sedang mencari 2 orang pekerja untuk kapalku.
Apakah kalian mau bekerja bersamaku?"
Rasyid: "Tentu saja kami mau Tuan saudagar, dengan senang hati."
Saudagar: "Kalau begitu, nanti setelah kapal ini sudah sampai. Kalian bisa bekerja di
rumahku. Nanti saja kalau kapal ini sudah berlabuh. Kalian berdua ikuti saja aku."
Kapal itupun akhirnya sampai di pelabuhan tujuan. Sang saudagar segera turun
diikuti anak buahnya yang menurunkan barang-barang yang diborong dari Pantai Air
Manis. Sesuai janji, Malin Kundang dan Rasyid mengikuti sang saudagar pulang ke
rumahnya.
Kedatangan saudagar kaya itu bersama Malin dan Rasyid disambut oleh seorang
perempuan muda yang sangat cantik. Dia ternyata merupakan putri satu-satunya
dari sang saudagar.
Saudagar: "Itu Rasyid dan Malin, mereka akan bekerja di rumah ini."
Saudagar: "Yang lebih tinggi, tegap dan berisi itu Malin, yang sedikit lebih kecil
badannya adalah Rasyid."
Putri Saudagar: "Tidak ada apa-apa Yah, Saya cuma ingin tahu saja."
Babak 5
Tak disangka tak diduga, putri saudagar ternyata tertarik pada Malin. Bukan hanya
karena fisiknya yang rupawan. Putri juga kagum pada kinerja Malin Kundang yang
sangat rajin. Diam-diam, hal yang sama juga dirasakan Malin Kundang. Malin juga
menaruh hati pada putri saudagar.
Sang Saudagar yang tahu putrinya dan Malin saling menaruh hati memberikan restu.
Dia mengizinkan putrinya menikah dengan Malin Kundang karena pemuda itu terlihat
rajin dan pekerja keras. Apalagi setelah menikah, Malin terbukti tekun dan perlahan
mengubah hidupnya di perantauan. Kini, dia mulai menjadi kaya raya.
Sebaliknya nasib malang justru dialami Rasyid yang memang terlihat lebih sering
malas-malasan saat bekerja. Dia kemudian dipulangkan ke kampung halamannya.
Sampai suatu hari Malin Kundang, istri dan rombonganya berlayar ke Pantai Air
Manis untuk membeli sesuatu.
Malin: "Iya, adinda. Dinda, lihatlah pedagang baju itu. Itu Rasyid teman kanda yang
dulu dipulangkan karena sering malas-malasan. Adinda ingat dia bukan?"
Rasyid: "Oh ternyata kamu Malin, sahabatku. Kamu sudah jadi orang kaya sekarang
dan kamu sudah menjadi suami dari Putri tuan kita dulu, Selamat ya!"
Malin: "Iya, kawan puji syukur. Seandainya dulunya kamu tidak malas-malasan,
mungkin kamu bisa menjadi sepertiku sekarang."
Rasyid: "Benar apa yang engkau katakan, kawan. Sedari dahulu yang namanya
penyesalan memang akan datang belakangan. Aku menyesal karena dulu kerja
malas-malasan."
Malin: "Ya sudah saya pamit mau membeli sesuatu dulu, ya. Dan tolong terima ini.
Aku memberimu modal supaya usahamu makin berkembang."
Babak 6
Ibu Malin: "Saya ibundanya Malin Kundang, Nak. Kau istri Malin? Menantuku?"
Malin: "Jangan berbohong, siapa kamu? Apa kamu sudah gila, mana mungkin saya
mempunyai ibu miskin, tua seperti kau."
Ibu Malin: "Astaga Malin, ini aku Mande Rubayah, Ibundamu Nak. Aku yang sudah
melahirkan dan membesarkanmu. Mengapa engkau berubah menjadi seperti ini?
Apakah kekayaanmu telah membuatmu lupa pada ibu yang telah melahirkanmu?
Aku ibumu, Malin."
Putri Saudagar: "Suamiku tidak mungkin memiliki ibu yang miskin, tua dan kotor
sepertimu. Jangan mengada-ngada."
Malin: "Kamu bukan ibuku! Ibuku sudah lama meninggal. Menjauhlah dariku, nanti
bajuku bisa kotor wanita tua. Baju ini sangat mahal, kau tak akan sanggup
menggantinya jika rusak." (sambil mendorong ibunya)
Ibu Malin: "Ya Allah, mengapa anakku berubah menjadi seperti ini? Mengapa hatinya
menjadi sekeras batu? Aku yang telah melahirkan dan merawatnya Ya Allah.
Berikanlah anakku itu teguranmu, sesungguhnya anakku telah menjadi anak yang
durhaka!! Tuhan kukutuk dia menjadi sebuah batu."
Saat itu juga, secara tiba-tiba langit menjadi gelap. Hujan badai dan ombak tinggi
muncul secara bersamaan. Sebuah kilat dan petir kemudian menyambar tubuh Malin
Kundang yang sempoyongan hingga akhirnya jatuh tertunduk. Malin sadar akan
kesalahannya pada sang ibu. Dia menyesal namun semua sudah terlambat.
Malin: "Aaaahhhhh, Mohon ampun Ibu. Maafkan Malin, Ibu! Maafkan Malin."
Namun Malin benar-benar sudah terlambat. Setelah tersambar kilat tubuh Malin
Kundang, perlahan tubuhnya berubah menjadi batu. Kapalnya pecah dihantam
ombak dan badai.
Tamat
Pemeran
Malin Kundang : Hasya
Rasyid : Lintar
Saudagar : Dzikrul
Mande : Tiara
Putri Saudagar/Istri Malin : Keyza
Tetangga/kerabat : Jihan
Rombongan kapal : Nazriel
Perlengkapan/Properti :
Hasya : Baju kaos, celana pendek, sandal jepit, baju adat melayu, sepatu, peci.
Lintar : Baju kaos, celana pendek, sandal jepit, baju adat melayu, sepatu, peci.
Dzikrul : Baju adat melayu, sepatu, peci.
Tiara : Kain sarung/samping, kemeja, kerudung, tas, sandal.
Keyza : Baju muslim melayu, kerudung, selendang. Sandal.
Jihan : Kain sarung/samping, kemeja, kerudung, sandal.
Rombongan Kapal : Baju adat melayu, sepatu, peci.
Kapal bagian depan. Bakul/tempayan, Batu Tiruan, ombak kecil, uamg mainan.