FIB - Hibah Buku Ajar Audio Visual - Sastra Indonesia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 257

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kepada Tuhan Yang Maha Esa,


yang telah memberikan karunia hidup dan ilham kepada tim penulis.

Kepada orang tua tercinta,


yang selalu memberikan dukungan, cinta, dan inspirasi.

Kepada suami/istri dan anak-anakku atau keluarga,


yang menjadi sumber kebahagiaan dan motivasi dalam hidupku.
HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada


Rektor Universitas Andalas dan lembaga pengembangan pendidikan dan penjaminan
mutu (LPPM) Universitas Andalas, yang telah memberikan kesempatan untuk tim
penulis dalam menulis buku ajar ini.

Dosen Program Studi Sastra Indonesia, yang memberikan dukungan untuk buku ajar ini.

Profesor Dr. Yulianeta, M.Pd., yang memberikan bimbingan dan wawasan yang
berharga dalam buku ajar ini.

Tim Lembaga yang membantu dalam penyuntingan dan penerbitan buku ini.

Dan kepada semua individu dan kelompok yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
yang telah memberikan dukungan, saran, dan motivasi dalam perjalanan ini.
Terima kasih atas segala bantuan dan doa yang telah diberikan.
Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca.
KATA SAMBUTAN

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dengan rasa syukur dan bahagia, kami mempersembahkan kepada Anda buku audio
visual ini. Buku ini merupakan hasil kerja keras dan dedikasi dari tim yang terlibat, serta
dukungan dan kontribusi berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Buku audio visual ini hadir sebagai bentuk inovasi dalam mempersembahkan
informasi dan cerita kepada Anda, melalui kombinasi visual yang menarik dan suara yang
menggugah emosi. Kami berharap buku ini dapat memberikan pengalaman belajar dan
hiburan yang menyenangkan.

Dalam buku ini, kami mengeksplorasi berbagai tema dan konten, dengan tujuan
memberikan informasi yang bermanfaat, menginspirasi, serta meningkatkan pemahaman
dan pengetahuan Anda. Kami berharap Anda dapat menikmati setiap momen yang
tercipta melalui buku audio visual ini.

Tak lupa, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Anda, para pembaca setia.
Anda adalah inspirasi bagi kami untuk terus berkarya dan memberikan yang terbaik.
Kami harap buku audio visual ini dapat memenuhi harapan dan kebutuhan Anda.

Akhir kata, kami berharap buku audio visual ini menjadi sarana pembelajaran dan
hiburan yang berharga bagi Anda. Semoga pengalaman yang Anda dapatkan melalui
buku ini dapat memperkaya pengetahuan, menginspirasi, dan membawa kebaikan dalam
hidup Anda.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam,

Profesor Dr. Yulianeta, M.Pd.


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dengan rasa syukur dan harapan, kami mempersembahkan kepada Anda buku ajar audio
visual ini. Buku ini dirancang khusus untuk membantu Anda dalam proses pembelajaran,
dengan memanfaatkan kekuatan visual dan suara untuk memberikan pengalaman yang
lebih mendalam dan interaktif.

Dalam dunia yang terus berkembang ini, teknologi telah membawa perubahan
signifikan dalam cara kita belajar dan mengajar. Buku ajar audio visual ini hadir sebagai
salah satu upaya kami untuk menyediakan metode pembelajaran yang lebih menarik dan
efektif. Melalui buku ajar audio visual ini, kami berusaha untuk menghadirkan materi
pelajaran dengan cara yang lebih visual dan interaktif. Visualisasi yang menarik dan
penjelasan yang terperinci melalui narasi suara akan membantu Anda memahami konsep
dan informasi dengan lebih baik.

Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Andalas dan
lembaga pengembangan pendidikan dan penjaminan mutu (LPPM) Universitas Andalas,
tim penulis, ahli bidang, dan pengajar yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku
ajar ini. Dedikasi dan pengetahuan mereka telah membentuk isi buku ini, dengan tujuan
memberikan materi yang lengkap dan mudah dipahami. Tidak lupa, kami juga
mengucapkan terima kasih kepada penerbit dan tim produksi yang telah memberikan
dukungan teknis dan logistik, serta memastikan bahwa buku ini dapat tersedia bagi Anda
dengan kualitas yang baik.

Para pembaca yang terhormat, Anda adalah alasan kami untuk terus berinovasi dan
menciptakan buku ajar yang relevan dan berkualitas. Kami berharap buku ajar audio
visual ini dapat membantu Anda dalam menguasai materi pelajaran dengan lebih baik,
merangsang minat belajar, dan memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih
menyenangkan. Akhir kata, kami berharap buku ajar audio visual ini dapat menjadi
sahabat setia Anda dalam perjalanan belajar. Manfaatkan buku ini sebaik mungkin,
berinteraksilah dengan konten yang ada, dan jadikanlah proses pembelajaran sebagai
petualangan yang menarik. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam hangat,

Tim Penulis
PRAKATA

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah Swt. karena atas seluruh nikmatnya,
tim penulis dapat menyelesaikan buku ajar dengan judul Audio Visual. Buku ini
merupakan sebuah dorongan atas perkembangan audio dan visual yang berkembang di
seluruh dunia, khususnya Indonesia. Sebagai sebuah industri kreatif yang masif, audio
visual pun mengembangkan “sayap” ke berbagai hal. Tidak hanya industri kreatif, tetapi
berbagai bidang, khususnya komersialisasi atau pemasaran sebuah produk atau bisnis
membutuhkan audio visual untuk menarik perhatian pembeli.

Buku ini berisi mengenai berbagai informasi komprehensif terkait dengan audio dan
visual, khususnya adalah perfilman karena buku ini dapat digunakan bagi mahasiswa,
akademisi, atau praktisi dalam bidang humaniora. Buku ini dapat dijadikan referensi
pengantar pemahaman audio visual secara umum dan komprehensif sehingga pembaca
dapat mengetahui dasar-dasar audio visual itu sendiri. Tim penulis berharap semua pihak
dapat membaca dan memahami buku ini dengan mudah, khususnya bagi mahasiswa yang
sedang mengampu mata kuliah audio visual pada semester 4.

Tim penulis mengucapkan terima kasih Rektor Universitas Andalas dan lembaga
pengembangan pendidikan dan penjaminan mutu (LPPM) Universitas Andalas yang telah
memfasilitasi proses penerbitan naskah buku ini. Tim penulis pun mengucapkan terima
kasih kepada seluruh dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Andalas yang telah mendukung penulisan buku ajar ini.

Buku ajar ini masih dapat dikatakan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, tim
penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran dari para pembaca untuk
menyempurnakan buku ajar ini. Kritik dan saran dapat dikirimkan melalui surel
[email protected].
Padang, 26 Juni 2023

Ketua Penulis
DAFTAR ISI
Table of Contents

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................................................................................................................. 2

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................................................................................................. 3

KATA SAMBUTAN ........................................................................................................................................................................................... 4

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................................................................................... 5

PRAKATA ....................................................................................................................................................................................................... 7

SUSUNAN BAB DARI BAB 1 SAMPAI TERAKHIR .............................................................................................................................................. 17

PETUNJUK BAGI MAHASISWA UNTUK MEMPELAJARI BUKU AJAR .................................................................................................................. 19

PETUNJUK BAGI DOSEN UNTUK MEMPELAJARI BUKU AJAR ........................................................................................................................... 20

BAB 1 ........................................................................................................................................................................................................... 21

PENGANTAR AUDIO VISUAL.......................................................................................................................................................................... 21

1.1.1 Deskripsi Bab ................................................................................................................................................................................................. 21


1.1.2 Tujuan Pembelajaran .................................................................................................................................................................................... 21
1.1.3 KAITAN BAB 1 DENGAN PENGETAHUAN AWAL MAHASISWA ........................................................................................................................................... 21
1.2 SEKILAS PANDANG TERKAIT AUDIO VISUAL ..................................................................................................................................................................... 22
1.2.1 Sekilas Pandang Terkait Aspek Audio Visual................................................................................................................................................. 23
1.2.2 Sekilas Pandang Terkait Contoh Platform Audio Visual................................................................................................................................ 25
1.2.3 Sekilas Pandang Terkait Contoh Bentuk Audio Visual .................................................................................................................................. 27
1.3 TUJUAN PEMBELAJARAN AUDIO VISUAL......................................................................................................................................................................... 32
1.4 SEJARAH AUDIO VISUAL .............................................................................................................................................................................................. 33
1.5 PENGERTIAN AUDIO VISUAL......................................................................................................................................................................................... 38
1.5 CIRI-CIRI AUDIO VISUAL .............................................................................................................................................................................................. 46
1.6 CONTOH AUDIO VISUAL .............................................................................................................................................................................................. 54
1.7 LATIHAN DAN DISKUSI ................................................................................................................................................................................................ 59
1.8 RINGKASAN .............................................................................................................................................................................................................. 60
1.9 ISTILAH PENTING ....................................................................................................................................................................................................... 60
1.10 REFERENSI .............................................................................................................................................................................................................. 66

BAB 2 KEKURANGAN DAN KELEBIHAN AUDIO VISUAL .................................................................................................................................... 66

2.1 KEKURANGAN ........................................................................................................................................................................................................... 66


2.2 KELEBIHAN ............................................................................................................................................................................................................... 70
2.3 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN AUDIO VISUAL ............................................................................................................................................................. 74
2.4 LATIHAN DAN DISKUSI ................................................................................................................................................................................................ 83
2.5 RINGKASAN .............................................................................................................................................................................................................. 83
2.6 ISTILAH PENTING ....................................................................................................................................................................................................... 83

BAB 3 BAHASA DALAM AUDIO VISUAL .......................................................................................................................................................... 84

2.1 BAHASA DALAM AUDIO VISUAL .................................................................................................................................................................................... 84


2.1.1 BAHASA DALAM KARYA SASTRA ................................................................................................................................................................................. 84
2.1.2 BAHASA DALAM AUDIO VISUAL ................................................................................................................................................................................. 86
2.2 BAHASA DALAM PERFILMAN ........................................................................................................................................................................................ 91
2.3 CONTOH ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA DALAM AUDIO VISUAL BERUPA PERFILMAN........................................................................................................... 96
2.4 ISTILAH-ISTILAH PENTING ............................................................................................................................................................................................ 96
2.6 LATIHAN ANALISIS DAN DISKUSI ................................................................................................................................................................................... 96
2.7 RINGKASAN .............................................................................................................................................................................................................. 96
2.8 ISTILAH PENTING ....................................................................................................................................................................................................... 96

BAB 4 UNSUR-UNSUR SINEMATOGRAFI ........................................................................................................................................................ 97

3.1 PENGERTIAN UNSUR-UNSUR SINEMATOGRAFI ................................................................................................................................................................ 97


3.1.1 Prepoduction ................................................................................................................................................................................................. 97
3.1.2 Production ................................................................................................................................................................................................... 106
3.1.3 Pascaproduction .......................................................................................................................................................................................... 115
3.2 CONTOH ANALISIS UNSUR-UNSUR SINEMATROGRAFI ..................................................................................................................................................... 120
3.3 LATIHAN ANALISIS DAN DISKUSI.................................................................................................................................................................................. 120
3.4 RINGKASAN ............................................................................................................................................................................................................ 120
3.4 ISTILAH .................................................................................................................................................................................................................. 120

BAB 5 PERKEMBANGAN SINEMATROGRAFI ................................................................................................................................................. 121

4.1 PERKEMBANGAN AUDIO VISUAL (SINEMATOGRAFI) DI DUNIA.......................................................................................................................................... 126


4.2 PERKEMBANGAN AUDIO VISUAL (SINEMATOGRAFI) INDONESIA........................................................................................................................................ 132

4.2. KAJIAN POLITIK KEKUASAAN ................................................................................................................................................................ 142

4.3 METODE ........................................................................................................................................................................................... 154

4.4 DISKUSI ............................................................................................................................................................................................ 154

4.5 KESIMPULAN .................................................................................................................................................................................... 159

REFERENSI: ................................................................................................................................................................................................ 160

SOAL LATIHAN :.......................................................................................................................................................................................... 182

4.3 LATIHAN ANALISIS DAN DISKUSI ................................................................................................................................................................................. 183


4.4 RINGKASAN ............................................................................................................................................................................................................ 183
4.5 ISTILAH PENTING ..................................................................................................................................................................................................... 184

BAB 6 PERFILMAN ...................................................................................................................................................................................... 185

5.1 MENILAI PILIHAN FILM ............................................................................................................................................................................................. 185


Pengertian Film .................................................................................................................................................................................................... 189
5.2 SUTRADARA DAN VISI SUTRADARA ............................................................................................................................................................................. 193
RANGKUMAN TUJUAN BELAJAR........................................................................................................................................................................................ 194
ISTILAH PENTING ........................................................................................................................................................................................................... 195

BAB 7 PERKEMBANGAN.............................................................................................................................................................................. 207

1 SEJARAH SINGKAT PERFILMAN DUNIA............................................................................................................................................................................. 208


2 SEJARAH SINGKAT PERFILMAN INDONESIA ....................................................................................................................................................................... 216

BAB 8 MENULIS SKENARIO ......................................................................................................................................................................... 231

4.1 PENGERTIAN SKENARIO ............................................................................................................................................................................................ 231


4.2 MENULIS SKENARIO ................................................................................................................................................................................................. 234
4.3 CONTOH SKENARIO .................................................................................................................................................................................................. 256
4.4 LATIHAN ................................................................................................................................................................................................................ 256
4.5 RINGKASAN ............................................................................................................................................................................................................ 256
4.6 ISTILAH PENTING ..................................................................................................................................................................................................... 256

BAB 9 PENUTUP ......................................................................................................................................................................................... 257

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DESKRIPSI SINGKAT MATA KULIAH

Audio Visual merupakan mata kuliah wajib yang akan mempelajari terkait dengan audio
dan visual yang ada di Indonesia dan luar negeri, khususnya dalam ranah perfilman yang
memuat bahasa, sastra, dan budaya Indonesia. Mata kuliah ini merupakan sebuah aplikatif
dari teori-teori perfilman untuk memproduksi karya film pendek. Selain itu, mata kuliah
ini pun tidak hanya mengembangkan kreatif dan inovasi mahasiswa untuk memproduksi
sebuah film, tetapi juga mampu untuk memproduksi sebuah naskah cerpen yang
kemudian ditransformasikan sebagai naskah skenario. Mata kuliah ini diambil oleh
mahasiswa pada semester 4 dengan syarat telah lulus pada mata kuliah pengantar
kesusastraan pada semester satu.
KEGUNAAN MATA KULIAH

Mata kuliah audio visual memiliki beragam kegunaan yang berkaitan dengan produksi,
pengolahan, dan pemahaman media audio visual. Berikut adalah beberapa kegunaan dari
mata kuliah audio visual.
1. Produksi Media Audio Visual: Mata kuliah ini memberikan pengetahuan dan
keterampilan dalam produksi media audio visual, seperti film, video, animasi, dan
presentasi multimedia. Anda akan belajar tentang teknik pengambilan gambar,
pencahayaan, pengeditan, dan penulisan naskah. Keterampilan ini dapat diterapkan dalam
berbagai bidang, termasuk industri kreatif, periklanan, televisi, perfilman, dan produksi
konten digital.
2. Komunikasi Visual: Mata kuliah audio visual membantu memahami bagaimana visual
dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dengan efektif. Anda akan mempelajari
prinsip-prinsip desain grafis, komposisi visual, pemilihan warna, dan penggunaan
elemen-elemen visual lainnya untuk menciptakan komunikasi yang efektif. Keterampilan
ini berguna dalam berbagai bidang, seperti desain grafis, periklanan, media sosial, dan
pemasaran.
3. Pemahaman Media: Mata kuliah audio visual juga membantu dalam memahami dan
menganalisis media audio visual. Anda akan mempelajari teori-teori dan konsep-konsep
yang berkaitan dengan produksi dan penerimaan media, serta bagaimana media dapat
mempengaruhi budaya, opini publik, dan masyarakat. Pengetahuan ini penting dalam
mengembangkan pemahaman kritis terhadap media dan menjadi konsumen yang cerdas.
4. Presentasi dan Public Speaking: Mata kuliah audio visual juga dapat membantu dalam
mengembangkan keterampilan presentasi dan public speaking. Anda akan belajar tentang
penggunaan media visual untuk mendukung presentasi, bagaimana membangun narasi
yang kuat, dan cara mengomunikasikan pesan dengan jelas kepada audiens. Keterampilan
ini sangat berharga dalam dunia bisnis, pendidikan, dan bidang lain di mana kemampuan
berbicara di depan umum diperlukan.
5. Penciptaan Konten Digital: Dalam era digital saat ini, mata kuliah audio visual menjadi
semakin penting dalam menciptakan konten digital yang menarik dan relevan. Anda akan
mempelajari teknik dan alat untuk menciptakan video, animasi, dan konten multimedia
lainnya yang dapat digunakan dalam berbagai platform online, termasuk media sosial,
situs web, dan saluran YouTube. Keterampilan ini dapat berguna jika Anda tertarik dalam
pemasaran digital, produksi konten, atau pekerjaan di industri kreatif.
Itulah beberapa kegunaan dari mata kuliah audio visual. Mata kuliah ini memberikan
landasan yang kuat dalam produksi, pengolahan, dan pemahaman media audio visual,
serta dapat membuka peluang karir di berbagai industri yang berkaitan dengan media dan
komunikasi visual.
TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep audio visual dalam sinematografi


Dengan rincian:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian audio visual
b. Mahasiswa mampu menjabarkan contoh audio visual
c. Mahasiswa mampu memberikan contoh film Indonesia

2. Mahasiswa mampu mengidentifikasikan bahasa dalam audio visual


Dengan rincian:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan bahasa dalam perfilman
b. Mahasiswa mampu memberikan contoh penggunaan bahasa dalam sinematografi

3. Mahasiswa mampu mengidentifikasikan unsur-unsur sinematografi pada tahap


preproduction, production, dan pascaproduction
Dengan rincian:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan unsur-unsur sinematografi (terutama ide, stop
motion, mise en scene, actor, make up, kostum, dan editing)
b. Mahasiswa mampu menjelaskan unsur sinematografi tahap preproduction,
production, dan pascaproduction pada karya film
c. Mahasiswa mampu mengidentifikasikan dan memberikan ulasan salah satu film

4. Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan sinematografi Indonesia


a. Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan sinematografi Indonesia dari film
bisu hingga masa kini

5. Mahasiswa mampu mengonstruksi sebuah karya cerpen


Dengan rincian:
a. Mahasiswa mampu berdiskusi kelompok untuk merancang sebuah naskah cerpen
b. Mahasiswa mampu mengonstruksi sebuah cerpen hasil diskusi kelompok dengan
tema bebas
6. Mahasiswa mampu mengonstruksi sebuah karya cerpen menjadi sebuah skenario
film
Dengan rincian:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan proses penulisan skenario film
b. Mahasiswa mampu berdiskusi kelompok terkait transformasi naskah cerpen yang
dibuat
c. Mahasiswa mampu mengonstruksi naskah skenario dari sebuah naskah cerpen
kelompok

7. Mahasiswa mampu memproduksi karya kreatif (film) yang bertalian dengan


masyarakat
Dengan rincian:

a. Mahasiswa mampu mempraktikkan teoretis terkait dengan pembuatan film


b. Mahasiswa mampu memproduksi film pendek hasil yang berdasarkan pada skenario
film yang dirancang
SUSUNAN BAB DARI BAB 1 SAMPAI TERAKHIR

Buku ajar ini terdiri dari delapan bab yang berisikan satu kesatuan rangkaian pembahasan
yang utuh terkait dengan audio visual. Pada bab 1, pembahasan menitikberatkan pada
pendahuluan yang berisi mengenai deskripsi bab dan tujuan. Namun, bagian ini tidak
hanya ada di bab 1 saja, tetapi juga ada di seluruh bab, kecuali bab 6 yang berisi penutup.
Selanjutnya, pada bab ini membahas terkait dengan sejarah, pengertian, ciri-ciri, dan
contoh audio visual yang ada di masyarakat. Lalu, pada bab ini adanya latihan dan diskusi.
ringkasan, dan istilah penting. Sama seperti pendahuluan yang ada pada setiap bab, ketiga
hal tersebut pun ada pada setiap akhir bab.

Bab 2 membahas terkait dengan kekurangan dan kelebihan pada audio, visual, dan
audio visual. Pada bab ini juga akan membahas terkait dengan petunjuk teknis yang ada
di dalam audio visual. Bab 3 akan membahas bahasa dalam audio visual. Bahasa dalam
audio visual bukanlah sesuatu yang dapat dimaknai sebagai bahasa pada umumnya, tetapi
sebuah teks yang memiliki makna. Lalu, pada bab ini akan ada bahasa yang dibahas
berupa bahasa dalam audio visual yang tediri atas bahasa dalam karya sastra dan bahasa
dalam audio visual. Selanjutnya, adanya bahasa dalam perfilman yang difokuskan pada
bagian. Selanjutnya, adanya analisis bahasa yang digunakan dalam audio visual agar
mahasiswa mampu memahami penggunaan bahasa dalam karya audio visual.

Bab 4 berisi mengenai unsur-unsur yang terdapat di dalam audio visual. Pada bagian
ini, mahasiswa akan mempelajari terlebih dahulu terkait dengan pengertian unsur-unsur
audio visual yang berupa preproduction, production, dan postproduction. Tidak lupa,
pada bab ini juga akan memaparkan terkait dengan contoh analisis unsur-unsur dalam
audio visual dan latihan bagi mahasiswa. Selanjutnya, bab 5 memaparkan terkat dengan
perkembangan audio visual di dunia dan Indonesia. Pada bab ini pun disajikan sebuah
artikel yang membahas terkait dengan sebuah kajian politik kekuasaan terkait dengan
audio visual, dan metode penelitian audio visual.

Bab 6 membahas terkait dengan fokus pada buku ini adalah perfilman. Hal ini karena
mahasiswa yang mempelajari perkuliahan ini adalah mahasiswa sastra yang berfokus
pada sebuah karya film melalui sebuah penulisan skenario. Lalu, pada bab ini akan
memiliki subbab berupa pengertian film, menilai pilihan film, visi sutradara. Bab
selanjutnya adalah bab 7 yang membahas terkait dengan perkembangan film yang ada di
dunia dan Indonesia. Bab 8 membahas terkait dengan menulis skenario film baik film
pendek maupun panjang. Pada bab ini akan membahas subbab terkait dengan cara
menulis, sumber inspirasi, penulisan, adaptasi, contoh karya, dan contoh kepenulisan.
Selain itu, pada materi ini pun akan membahas terkait dengan contoh skenario. Lalu, pada
bab akhir, bab 9 merupakan penutup yang berisi simpulan dan saran berdasarkan pada
buku ajar ini.
PETUNJUK BAGI MAHASISWA UNTUK MEMPELAJARI BUKU AJAR

Mahasiswa diharapkan untuk dapat membaca buku ini sebelum memulai perkuliahan
pada setiap pertemuan. Setelah memperoleh pemahaman konsep dan teori, mahasiswa
diharapkan mahasiswa dapat mampu memahami konsep dan teori tersebut melalui
pengaplikasian latihan dan diskusi yang digunakan pada setiap pertemuan. Pemahaman
yang komprehensif akan mengarahkan mahasiswa untuk fokus dan dapat menciptakan
suatu projek audio visual berdasarkan teori dan konsep yang telah dipelajari.
PETUNJUK BAGI DOSEN UNTUK MEMPELAJARI BUKU AJAR

Dosen diharapkan menggunakan buku ini sebagai panduan dalam kegiatan belajar di kels
melalui bab-bab yang telah disusun secara sistematis dengan menggunakan berbagai
sumber referensi lainnya, seperti artikel jurnal, berita, dan karya-karya hasil audio visual
untuk mendukung perkuliahan yang berbasis projek ini.

Selain itu, dosen yang ingin membahas latihan dan diskusi pada buku ajar ini
diharapkan sudah melakukan latihan secara mandiri agar dapat memberikan penjelasan
jawaban yang komprehensif kepada mahasiswa. Selain itu, dosen perlu melakukan riset
terkait dengan pertanyaan yang memungkinkan muncul saat diskusi dan memberikan
jawaban yang tepat melalui rujukan berbagai sumber yang memiliki kredibilitas.

Sebelum mahasiswa mengerjakan latihan soal, dosen dapat melakukan review


kembali terkait dengan materi yang telah dijelaskan sehingga mahasiswa dapat
mengerjakan soal-soal yang ada di buku dengan tepat. Selain itu, bab pada buku ini dapat
digunakan sebagai pedoman dasar saja. Saudara dapat mengakses lebih bebas kembali
dan menelusuri hal lainnya yang dapat mendukung, menolak, atau memberikan gagasan
terbaru terkait dengan buku ajar ini.
BAB 1

PENGANTAR AUDIO VISUAL

1.1 Pendahuluan

1.1.1 Deskripsi Bab


Bab ini berisi mengenai penjelasan terkait dengan audio, visual, dan audio visual yang
dapat dipahami oleh mahasiswa sebelum lebih jauh lagi. Pada bab ini akan dipaparkan
pula terkait sejarah audio visual secara umum, ciri-ciri, contoh-contoh audio visual, dan
latihan serta diksusi yang dapat dipahami oleh mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan
ini.

1.1.2 Tujuan Pembelajaran


Mahasiswa mampu menjelaskan konsep audio visual, khususnya dalam sinematografi
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian audio visual
b. Mahasiswa mampu menjabarkan contoh audio visual
c. Mahasiswa mampu memberikan contoh film

1.1.3 Kaitan Bab 1 dengan Pengetahuan Awal Mahasiswa


Bab 1 ini menjelaskan konsep dasar audio visual melalui sejarah singkat adanya audio
visual, pengertian, ciri-ciri, dan contoh audio visual. Pembahasan bab ini akan
menstimulasi kemampuan berpikir mahasiswa dan mengelaborasikan pengetahuan yang
mereka miliki dan pengamatan yang telah mereka miliki tentang audio visual di
sekitarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan, seperti “Apakah
Anda pernah melihat atau mendengar salah satu contoh audio visual di sekitar Anda?”
“Apakah kehidupan Anda dekat atau jauh dengan berbagai hal yang berhubungan dengan
audio visual?” atau “Apakah contoh dari audio, visual, dan audio visual yang ada di
sekitar Anda?”.
1.2 Sekilas Pandang Terkait Audio Visual
Audio visual pada masa kini sangat berkembang dan meluas penggunaannya. Hal ini
disebabkan oleh kemajuan teknologi dan perangkat lunak yang semakin canggih,
sehingga memungkinkan pengguna untuk membuat dan mengedit video serta audio
dengan lebih mudah dan cepat. Beberapa contoh penggunaan audio visual pada masa kini
adalah sebagai berikut.
1. Media sosial
Audio visual banyak digunakan sebagai konten yang dibagikan di media sosial seperti
Instagram, Facebook, dan TikTok. Video pendek, animasi, dan gambar dengan efek
suara menjadi semakin populer dan menarik perhatian pengguna.
2. Perfilman
Industri perfilman terus berkembang dan menghasilkan banyak film dengan kualitas
visual dan audio yang semakin tinggi. Teknologi animasi dan efek khusus juga
semakin canggih, memungkinkan film untuk menghadirkan pengalaman audio visual
yang lebih mendalam bagi penonton.
3. Musik
Musik video adalah salah satu contoh penggunaan audio visual pada industri musik.
Musik video yang menarik dan berkualitas tinggi dapat membantu meningkatkan
popularitas artis atau lagu tersebut.
4. Pendidikan
Audio visual juga digunakan dalam bidang pendidikan, seperti dalam presentasi dan
video pembelajaran online. Pendidikan online semakin populer dan audio visual
menjadi alat yang efektif untuk memudahkan pembelajaran.
5. Advertising
Audio visual digunakan dalam berbagai iklan baik di televisi, internet, maupun media
sosial. Iklan dengan audio visual yang menarik dan kreatif dapat memengaruhi
keputusan konsumen untuk membeli produk atau menggunakan jasa yang ditawarkan.
6. Game
Industri game juga menggunakan audio visual sebagai elemen penting dalam
pengalaman bermain game. Game dengan grafik dan audio yang realistis semakin
populer dan diminati oleh para gamer.
1.2.1 Sekilas Pandang Terkait Aspek Audio Visual
Pengenalan audio visual mengacu pada pengenalan konsep dasar dan teknologi yang
digunakan dalam produksi dan penggunaan media audio visual. Audio visual adalah
teknologi yang digunakan untuk menggabungkan elemen suara dan gambar dalam suatu
media. Beberapa konsep dasar dalam audio visual adalah sebagai berikut.
1. Suara
Komponen suara adalah salah satu aspek penting dalam produksi audio
visual. Dalam produksi video, suara dapat digunakan untuk memberikan informasi,
membantu menekankan point penting dalam cerita atau memberikan efek emosional
pada penonton.
2. Gambar
Gambar juga merupakan komponen penting dalam produksi audio visual.
Kualitas gambar yang baik dapat meningkatkan daya tarik dan daya saing dari video.
3. Teknik Pencahayaan
Pencahayaan yang tepat dapat memberikan efek dramatis pada gambar dan
membantu menekankan point penting pada cerita.
4. Teknik Editing
Editing adalah proses memotong dan mengatur materi untuk menciptakan
sebuah video yang terstruktur dan mudah dipahami. Teknik editing yang tepat dapat
memberikan pengalaman yang lebih baik bagi penonton.
5. Teknologi Produksi
Teknologi produksi meliputi peralatan dan perangkat lunak yang digunakan
dalam produksi audio visual, seperti kamera, perangkat lunak editing video, dan
teknologi suara.
6. Format
Format adalah cara penyajian video yang dapat diputar pada berbagai
platform atau perangkat, seperti televisi, DVD, dan internet. Pengenalan audio visual
juga meliputi pemahaman mengenai aplikasi dan penggunaan media audio visual
dalam berbagai konteks, seperti dalam bidang hiburan, pemasaran, pendidikan, dan
lain-lain. Dengan pemahaman yang baik mengenai konsep dasar dan teknologi
dalam audio visual, seseorang dapat menghasilkan produk audio visual yang
berkualitas dan efektif dalam menyampaikan pesan atau cerita.
Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) audio visual bersifat dapat didengar
dan dilihat. Jadi secara tidak langsung semua hal yang dapat dilihat dan didengar
termasuk kedalam audio visual.
Audio visual berasal dari kata audible dan visible, audible berarti dapat didengar,
visible berarti dapat dilihat. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, audio merupakan
hal-hal yang berhubungan dengan suara atau bunyi. Audio berhubungan dengan indera
pendengaran,pesan yang ingin disampaikan dituangkan kedalam lambang-lambang
auditif, baik verbal ataupun non verbal. Visual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan
penglihatan; berfungsi sebagai penglihatan diterima melalui indera penglihatan;
dihasilkan atau terjadi sebagai gambaran dalam ingatan. Jadi Audiovisual merupakan alat
peraga yang bisa ditangkap dengan indra mata dan indra pendengaran yang mempunyai
unsur suara dan unsur gambar.
Melihat dari pengertian yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa audio visual
adalah sebuah alat untuk menyampaikan pesan yang dapat dilihat dan didengar. Untuk
dapat dilihat dan didengar tentu ada aspek aspek yang mendukung dan membangun audio
visual sehingga dapat memenuhi nilai nilai tersebut. Aspek aspek dalam audio visual itu
yang akan penulis bahas pada kesempatan kali ini.
Untuk dapat mengetahui aspek apa saja yang ada dalam audio visual kita tentu
harus tau apa saja hal utama yang terdapat didalam audio visual itu. hal pertama yang
menurut penulis paling penting dalam sebuah audio visual merupakan Bahasa. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang
arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi,
dan mengidentifikasikan diri. Dalam audio visual bahasa yang digunakan bukan hanya
bahasa sebagai bunyi, namun juga bahasa sebagai bahasa tubuh dan bahasa visual.
Hal kedua yang paling penting menurut penulis dalam audio visual adalah
kreatifitas dalam penyampaian pesan kepada para penonton atau pendengar. Sebab
apabila dalam penyampaian terlalu monoton dan membosankan maka ditakutkan pesan
yang ingin disampaikan tidak akan sampai.
Hal ketiga yang tidak kalah penting menurut penulis dalam audio visual adalah
ide. Menurut penulis, ide ide dalam audio visual harus sesuai dengan perkembangan
jaman pada saat ini. bisa saja membahas hal hal lampau yang telah terjadi, namun tetap
memadukan dengan kondisi pada saat ini. Ide juga sangat penting dalam audio visual
karna sebuah audio visual harus memiliki pesan yang disampaikan kepada penonton dan
itu harus memiliki landasan dan pemikiran yang konkret agar bisa disampaikan kepada
audiens.
Hal keempat yang penting menurut penulis dalam audio visual adalah teknik atau
bentuk dalam penyampaian audio visual. Ada berbagai teknik atau bentuk dalam
penyampaian audio visual, salah satunya adalah Clay Animation yang menurut penulis
cocok jika digunakan untuk audiens yang tergolong anak anak karna cenderung menarik
bagi mereka. Jadi teknik atau bentuk dalam penyampaian audio visual harus ditentukan
sesuai dengan usia atau kategori audiens yang akan dituju agar pesan yang ingin
disampaikan itu tersampaikan kepada audiens. hal terakhir yang menurut penulis tak
kalah penting dalam audio visual adalah bagaimana komposisi dan estetika dalam
penggambilan gambar dalam audio visual. Beberapa kali penulis melihat dalam proses
pengambilan gambar sering kali tidak efektif dan cenderung merusak nilai estika dan juga
komposisi dalam gambar itu sendiri sehingga mengurangi nilai nilai itu sendiri. Jadi
beberapa aspek dalam audio visual menurut penulis adalah Bahasa, Kreatifitas, Ide,
Teknik Penyampaian, Komposisi dan estetika. Semua hal itu jika dipadukan dengan baik
maka akan menghasilakan karya audio visual yang baik dan bermutu.

1.2.2 Sekilas Pandang Terkait Contoh Platform Audio Visual


Dalam masa kini, audio visual terus berkembang dan menghasilkan teknologi baru
yang memberikan pengalaman multimedia yang semakin baik dan imersif. Audio visual
juga menjadi semakin penting dalam industri hiburan, pendidikan, bisnis, dan kreatif,
serta memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari.
1. Film Indonesia
Industri perfilman di Indonesia telah menghasilkan banyak film yang sukses
di dalam negeri maupun internasional. Beberapa film Indonesia yang populer antara
lain Laskar Pelangi, Ada Apa dengan Cinta, dan Filosofi Kopi. Industri film
Indonesia semakin berkembang pesat dengan semakin banyaknya film Indonesia
yang dirilis setiap tahunnya. Industri ini juga semakin dikenal secara internasional
melalui berbagai penghargaan internasional yang diraih oleh film Indonesia.
2. Televisi Indonesia
Televisi merupakan media audio visual yang masih sangat populer di Indonesia.
Industri televisi di Indonesia telah menghasilkan banyak acara televisi populer
seperti sinetron, komedi, dan acara olahraga. Industri televisi di Indonesia juga
semakin berkembang dengan semakin banyaknya saluran televisi dan acara televisi
yang tersedia. Selain itu, platform streaming seperti Netflix, iFlix, dan Vidio semakin
populer di Indonesia, memberikan pengalaman menonton yang lebih nyaman dan
beragam.
3. Musik Indonesia
Industri musik Indonesia juga sangat berkembang dan menghasilkan banyak
musisi dan band yang populer. Beberapa artis musik Indonesia yang sukses seperti
Didi Kempot, Raisa, dan Nella Kharisma.
4. Komunitas Kreatif
Komunitas kreatif di Indonesia juga semakin berkembang dan menghasilkan banyak
karya audio visual seperti film pendek, video musik, dan animasi.
5. Teknologi Virtual Reality (VR)
Teknologi VR semakin berkembang di Indonesia dan mulai digunakan dalam berbagai
aplikasi seperti dalam industri film, game, dan pariwisata. Teknologi Virtual dan
Augmented Reality juga mulai banyak digunakan di Indonesia, terutama dalam
industri periklanan dan hiburan. Teknologi ini memberikan pengalaman yang lebih
interaktif dan mendalam bagi pengguna.

Fenomena audio visual di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia memiliki


potensi besar dalam industri kreatif dan teknologi, serta mampu menciptakan karya-karya
yang berkualitas dan mampu bersaing di tingkat internasional.Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa audio visual pada masa kini memiliki peran yang sangat penting dalam
banyak aspek kehidupan, baik dalam industri kreatif, hiburan, pendidikan, maupun bisnis.
Kemajuan teknologi audio visual terus berkembang, membuka peluang baru bagi inovasi
dan kreativitas dalam memproduksi konten audio visual yang semakin menarik dan
berkualitas tinggi.
Menurut KBBI audio visual bersiat dapat didengar dan dilihat, contoh platform yang
berkaitan dengan audio visual ialah Youtube.
Dari banyaknya media sosial yang telah hadir dan digunakan, Youtube rupanya
menjadi salah satu ruang menarik dan tepat bagi pengguna untuk memperkenalkan diri.
Saat ini, Youtube merupakan tempat populer untuk mencari hiburan, berbisnis,
menyampaikan aspirasi, belajar, dan lain-lainnya. Rupanya, sastra pun juga ikut masuk
ke dalam media sosial Youtube. Bahkan, saat ini masyarakat Indonesia maupun negara
lain dari berbagai kalangan lebih memilih membangun channel Youtube sebagai tempat
untuk mengumpulkan pundi-pundi penghasilan ataupun mempromosikan karyanya, pada
kategori inilah sastra pada Youtube dapat digolongkan sebagai industri kreatif.
Puisi di Youtube memiliki bentuk penyajian yang menarik yaitu audio visual.
Unsur audio visual ini kemudian menjadikan puisi pada Youtube dengan puisi yang
tertulis diatas kertas menjadi berbeda. Penyajian puisi pada Youtube telah
menghubungkan antara teks dengan teknologi komputer (multimedia) yang bentukannya
berupa audio visual. Hal tersebut menunjukan bahwa puisi tidak hanya berupa teks,
melainkan lebih dari itu. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Santoso(2018) dalam
penelitiannya yang menyatakan bahwa teks sastra cetak mulai dipengaruhi oleh internet
dan multimedia digital.
Unsur audio visual puisi pada Youtube merupakan unsur yang menjadi ciri khas
atau karakteristik puisi yang ada di Youtube tepatnya pada bentuk penyajian puisi. Baik
unsur audio maupun visual. Artinya, puisi Youtube telah berbentuk audio visual.
Berdasarkan jurnal yang saya baca, ada 23 data dalam 2 akun Youtube (Fiksionalisme
dan Pena Safa) yang digunakan sebagai data, adapun unsur audio visual puisi dapat
diurutkan secara terpisah. Unsur visual puisi Youtube diantaranya, (1) foto (gambar),
(2) teks puisi/musikalisi puisi (3) video (gambar bergerak), (5) slide foto, dan (6)
tampilan depan (thumbnail Youtube).

1.2.3 Sekilas Pandang Terkait Contoh Bentuk Audio Visual


Namun, jika membahas terkait dengan bentuknya, audio visual pada masa kini
berkembang pesat dan semakin terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini
adalah beberapa tren terkini dalam bidang audio visual.
1. Streaming Video dan Audio
Teknologi internet telah mengubah cara kita mengakses dan menikmati konten
multimedia seperti film, musik, dan acara televisi. Saat ini, streaming video dan audio
menjadi salah satu cara paling populer untuk mengakses konten multimedia di rumah
atau di mana saja. Platform video online seperti Netflix, Amazon Prime Video, dan
Disney+ semakin populer di kalangan pengguna. Pengguna bisa menonton film, acara
TV, dan konten video lainnya dengan mudah melalui internet.
2. Realitas Virtual dan Augmented
Teknologi realitas virtual dan augmented semakin berkembang, yang memungkinkan
pengguna untuk merasakan pengalaman multimedia yang lebih imersif.
3. Video Conference dan Webinar
Audio visual juga memainkan peran penting dalam komunikasi bisnis. Teknologi
video conference dan webinar memungkinkan orang untuk berkomunikasi dan
berkolaborasi dengan mudah dari jarak jauh, tanpa harus bertemu langsung.
4. Teknologi Sensor
Teknologi sensor semakin banyak digunakan dalam industri audio visual, seperti
dalam kamera yang dapat mengambil gambar yang lebih baik dan perangkat audio
yang dapat menghasilkan suara yang lebih jernih dan berkualitas tinggi.
5. Audio dan vidio berkualitas tinggi
Teknologi audio berkualitas tinggi semakin populer, seperti headphone nirkabel dan
speaker pintar, yang memungkinkan pengguna untuk mendengarkan musik dengan
kualitas suara yang lebih baik. Kualitas audio dan video yang lebih tinggi juga menjadi
fokus utama dalam perkembangan audio visual saat ini. Kualitas gambar dan suara
yang lebih jernih dan detail semakin menjadi prioritas, sehingga pengalaman
multimedia semakin nyaman dan memuaskan bagi pengguna.
6. Kamera dan Editing Video
Kamera video semakin canggih dan mudah digunakan, dan perangkat lunak editing
video semakin terjangkau dan mudah diakses. Ini memungkinkan pengguna untuk
menghasilkan konten video berkualitas tinggi dengan biaya yang lebih rendah.
7. Produksi Konten Audio Visual untuk Media Sosial
Platform media sosial seperti YouTube, TikTok, dan Instagram semakin populer
sebagai tempat untuk berbagi konten audio visual. Ini telah menciptakan peluang bagi
individu untuk memproduksi dan membagikan konten audio visual mereka sendiri.

A. Audio visual
Audio visual atau media audio visual adalah media yang mengandung unsur suara dan
juga memiliki unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, film dan
sebagainya. Media audio visual, media berarti wadah atau sarana, dalam bidang
komunikasi, istilah media yang sebenarnya adalah penyebutan singkat dari media
komunikasi. Penyebutan audio visual mengacu pada indra yang menjadi sasaran dari
media tersebut. Media audio visual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari
khalayak, produk audio visual dapat menjadi media dokumentasi, sebuah produk audio
visual melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar
dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerit, iklan, media pembelajaran adalah contoh
media audio visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi. Media dokumentasi
sering menjadi salah satu elemen dari media komunikasi. Karena melibatkan banyak
elemen media, maka produk audio visual yang diperuntukkan sebagai media
komunikasi sering juga disebut multimedia.
B. Bentuk Contoh Audio Visual
• Media audio visual dapat diklasifikasikan menjadi beberapa hal:
1. Dilihat dari sifatnya
a. Media Auditif : ialah media yang hanya bisa di dengar saja, seperti radio dan rekaman suara
b. Media Visual: ialah media yang hanya bisa dilihat, namun tidak mengandung suara, seperti film
slide, tranparasi, lukian, gambar, dan lain sebagainya
c. Media Audio Visual: ialah media yang bisa di dengar dan bisa juga di lihat, seperti rekaman video,
slide suara, dan sebagainya
2. Dilihat dari jangkaunnya
a. Media yang mempunyai daya liput luas dan serentak, seperti radio dan televisi
b. Media yang terbatas pad aruang dan waktu, seperti film slide, film, video
3. Dilihat dari Teknik pemakaiannya
a. Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, fil strip, transparasi
b. Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio
• Media Audio
Media audio berkaitan dengan Indera pendengaran, dilihat dari sifat penerimanya, media
audio dapat menyampaikan pesan verbal berbentuk bahasa lisan atau kata-kata, maupun non
verbal berbentu bunyian dan vocal, contohnya sradio, tape record, telepon
• Media Visual
Media visual dilihat dari sifat penerimanya menyampaikan pesan dituangkan dalam
bentuk-bentuk visual, selain itu juga mempunyai fungsi untuk menarik perhatian, memperjelas
sajian ide, mengambarkan fakta yang mudah dicerna dan diingat jika disajikan dalam bentuk
visual, macam-macam media pembelajran visual dibedakan menjadi dua:
1. Media Visual Diam
Berupa foto, film bingkai, bagan, diagram, poster, peta
2. Media Visual Gerak
Berupa gambar-gambar proyeksi bergerak seperti film bisu dan sebagainya
• Media Audio Visual
Media yang mampu menampilkan gerak dan suara, dibedakan menjadi 2:
1. Media Audio Visual Gerak
Berupa film TV, film bersuara, gambar bersuara
2. Media Audio Visual Diam
Film rangkai bersuara, buku bersuara

Media Audio-visual adalah media penyampai informasi yang memiliki karakteristik audio
(suara) dan visual (gambar). Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena
meliputi kedua karakteristik tersebut. Selanjutnya media audio-visual dibagi dua yaitu:
a) Audio-visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film
bingkai suara (sound slide), film bingkai suara, dan cetak suara;
b) audio-visual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsure suara dan gambar yang
bergerak seperti film suara dan Video cassette.

Pembagian lain dari media audio-visual adalah:


1. audio-visual murni, yaitu baik unsur suara maupun gambar berasal dari satu sumber seperti
film video cassette;
2. audio-visual tidak murni, yaitu yang unsur suara dan unsur gambar berasal dari sumber
yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya dari slide proyektor
dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder.

Media visual dua dimensi merupakan media yang bersifat elektronik yang di
proyeksikan dan terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).
Penggunaan media ini memerlukan aliran listrik untuk dapat menggerakkan pemakainya. Ada
beberapa jenis media visual dua diemensi ini, antara lain:
1) Overhead proyector,
2) Slide, dan
3) Film strip
Media audio berkaitan dengan indera pendengar, dimana pesan yang disampaikan
dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata atau bahasa lisan)
maupun non verbal media yang dapat dikelompokan dalam media audio, antara lain:
1) radio,
2) pita perekam magnetic,
3) laboratorium bahasa
Media audio visual adalah media audio visual gerak yaitu dapat berupa:
1) Film bersuara atau gambar hidup atau
2) Televisi.
Dua media audio visual tersebut merupakan alat audio visual lengkap, sedangkan slideyang
ditambahkan suara bukan alat audio visual lengkap, karena suara dan rupa beradaterpisah,
oleh karena itu slide termasuk media visual saja atau media visual plus suara.Sedangkan visual
merupakan sesuatu yang dilihat oleh mata. Semua benda bersifat visual,karena setiap benda
yang dapat dilihat itu memantulkan cahaya. Dan audio merupakan sesuatu yang dapat
didengar oleh telinga

Macam-macam audio visual yang berguna sebagai penunjang media pembelajaran, antara lain:
1. Film Gerak Bersuara
Film adalah alat yang ampuh untuk menyampaikan suatu maksud kepada masyarakat dan juga
anak yang lebih banyak menggunakan aspek emosinya di banding aspek rasionalitasnya,film
adalah alat komunikasi yang dapat membantu proses pembelajaran efektif, karena apa yang
terpandang mata dan terdengar oleh telinga, lebih cepat dan lebih mudah di ingat dari pada
apa yang dapat dibaca saja atau hanya di dengar saja.
A. Documentary Film
Film documenter adalah cabang non-fiksi dari industry film dan biasanya narasi yang berbasis
aspek kehidupan sekarang yang khalayak mainstream mungkin atau mungkin tidak akrab
dengan ini. Film ini oftened digunakan untuk menyoroti suatu aspek dari masyarakat atau
mungkin cerita individu untuk tjuan membawa masalah ke permukaan
B. Animasi
Definisi animasi berasal dari kata “to animate” yang berarti menggerakkan, menghidupkan.
Misalnya sebuah benda mati, lalu digerakkan melalui perubahan sediit demi sedikit dan teratur
sehingga memberikan kesan hdup, animasi adalah proses penciptaan efek gerak atau efek
perubahan bentuk yang terjadi selama beberapa waktu.
2. Video
Video maupun film memiliki banyak kemiripan dalam segi karakteristik dan kelemahan, yakni
mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, kelemahannya lebih mementingkan materi dari press
pengembangan materi tersebut

Media pembelajaran audio visual adalah teknologi audio visual dengan cara menghasilkan
atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk
menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Ciri utama teknologi media audio visual adalah :
a. Bersifat linear.
b. Menyajikan visual yang dinamis.
c. Digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya.
d. Merupakan presentasi fisik dari gagasan real atau gagasan astrak.
e. Dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif.
f. Berorientasi kepada guru dengan tingkat perlibatan interaktif murid yang rendah.

Terdapat juga kekurangan pada Audio Visual Sebagai Penunjang pembelajaran


1. Materi pembelajaran yang penyampainnya secara satu arah
2. Proses belajar mengarah dan cenderung pada pelatihan
3. Tidak semua tempat menyediakan fasilitas
4. Kurangnya tenaga profesionl yang memiliki keterampilan dalam hal media pembelajaran secara audio
visual.

1.3 Tujuan Pembelajaran Audio Visual


Tujuan pembelajaran audio visual adalah untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas
proses pembelajaran dengan menggunakan media audio visual. Berikut adalah beberapa
tujuan pembelajaran audio visual:
1. Meningkatkan pemahaman
Media audio visual dapat membantu siswa memahami materi pelajaran dengan
lebih baik dan efektif. Audio visual dapat membantu mahasiswa dalam
memvisualisasikan konsep dan ide-ide yang abstrak dan sulit dipahami.
2. Meningkatkan daya ingat
Audio visual dapat membantu siswa untuk mengingat dan memahami informasi
dengan lebih baik karena informasi disajikan secara visual dan audio secara
bersamaan. Hal ini dapat membantu siswa dalam mengingat informasi lebih lama
dan lebih akurat.
3. Meningkatkan motivasi
Media audio visual dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih menarik dan
menyenangkan bagi mahasiswa, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan minat s
mahasiswa dalam belajar.
4. Meningkatkan kreativitas
Media audio visual juga dapat membantu siswa dalam mengembangkan kreativitas
dan imajinasi mereka. mahasiswa dapat belajar melalui gambar, video, dan audio
yang menarik dan kreatif sehingga dapat meningkatkan kreativitas dan daya
imajinasi siswa.
5. Memperluas cakupan pembelajaran
Media audio visual dapat membantu siswa dalam mempelajari dan memahami hal-
hal yang tidak bisa diakses atau dijelaskan dengan cara yang tradisional. Misalnya,
mahasiswa dapat mempelajari konsep-konsep yang sulit dipahami melalui video,
gambar, atau animasi yang menarik.

Dengan menggunakan media audio visual dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran


dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Mahasiswa dapat memahami dan
mengingat informasi dengan lebih baik, dan motivasi dan kreativitas mahasiswa dapat
meningkat.

1.4 Sejarah Audio Visual


Kemunculan pertama audio visual yaitu pada saat perang dunia ke dua. Rekaman –
rekaman yang diambil pada peristiwa bersejarah digunakan sebagai alat propaganda
dalam perang. Pada saat itu, rekaman yang ada masih berwarna hitam putih karena belum
adanya perkembangan teknologi. Tujuan dari pengambilan rekaman itu adaalah, untuk
menarik simpati Masyarakat agar tertarik untuk masuk dan bergabung ke institusi militer
dan berperang untuk negara.
Audio adalah suara atau bunyi yang dihasilkan oleh getaran dari benda sehingga bunyi
itu dapat di dengar dan ditangkap oleh telinga manusia. Jadi audio adalah bunyi yang
dapat didengar oleh manusia. Beberapa contoh audio dalam audio visual adalah radio, di
dalam televisi juga terdapat audio, yaitu bunyi – bunyi yang dihasilkan pada televisi dan
dapat didengar oleh manusia. Selanjutnya adalah visual, visual merupakan media
penggambaran yang dapat dilihat oleh mata manusia guna menyampaikan pesan. Visual
jelas secara gambaran maupun fisiknya dan terlihat oleh manusia. Audio visual
merupakan gambar, seperti dalam televisi.

Dari asal usulnya, audio visual sudah berasal dari nenek moyang kita. Salah satu
contohnya adalah adanya pertunjukan ritual kebudayaan atau keagamaan yang
menampilkan Gerakan dari tubuh atau visual dan nyanyian dari mulut atau menggunakan
benda dari alat sebagai mendia audionya. Bahkan pertunjukan sejenis itu masih
berlangsung hingga saat ini. Temuan dari audio pertama kali oleh Sir Thomas A. Eddison
pada tahun 1877 dengan nama temuannya yaitu Phonograph. Phonograph adalah mesin
pertama yang dapat memainkan dan menyimpan suara. Selanjutnya adalah teknologi
visual yang ditemukan pertama kali oleh Paul Nipkow pada tahun 1884. Temuaannya
dinamakan Nipkow Disk, yaitu dia menemukan prinsip scanning pada televisi yang
kemudian diaplikasikan dalam televisi mekanik dan televisi tabung.

Pada awal tahun 1900-an, audio visual mengalami banyak tantangan karena sudah
maraknya kemunculan industri perfilman. Saat itu film yang ditayangkan Sebagian besar
adalah film bisu yaitu film yang muncul tanpa suara dan dialog. Penyebab utamannya
adalah, belum ada sinkronisasi antara teknologi audio maupun visual. Sehingga film yang
dihasilkan adalah film tanpa suara atau film bisu yang hanya menampikan gerak dari
pemain tanpa ada dialog dan warnanya pun masih hitam putih. Salah satu contohnya
adalah pada film Chaplin.

Kemudian pada tahun 1920-an, Warner Bros dengan bantuan AT dan TIS berhasil
menciptakan sebuah inovasi atau sistem yang mampu menggabungkan antara audio dan
visual, sistem ini dinamakan Vitaphone. Sistem ini mengasilkan karya – karya animasi
yang luar biasa seperti Merrie Melodies. Sistem ini sudah lebih baik dan lebih maju dari
sistem sebelumnya. Sudah ada audio dan visual dalam satu film, tetapi warnya visualnya
masih tetap sama yaitu hitam putih. Setidaknya pada masa ini sudah mengalami
perkembangan sehingga Masyarakat dalam melihat dan mendengar dari objek media
yang ditampilkan.

2. Contoh Audio Visual dan Perkembangannya


Salah satu contoh dari audio visual adalah animasi. Kata animasi berasal dari kata kerja
dalam bahasa latin yaitu animare yang berarti menghidupkan atau memberi nafas
(Wright, 2005). Jadi dapat dikatakan bahwa animasi adalah suatu bentuk atau usaha yang
dilakukan untuk untuk memberi nuansa hidup dari gambar yang diam atau mati. Sehingga
gambar tersebut dapat memiliki ilusi hidup atau bergerak dan tidak hanya diam saja.
Animasi dibentuk dari Gerakan yang diberikan sentuhan visual sehingga gambar yang
awalnya diam menjadi bergerak.

Dari Sejarah yang ada, film animasi mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal itu
terlihat sejak munculnya film animasi pendek dengan Teknik stop motion pertama
yang ada di dunia yaitu pada tahun 1899 oleh Arthur Melbourne-Cooper yang diberi judul
Matches : An Apeal. Kemudian dilanjutkan dengan adanya animasi berbentuk gambar
pertama yang dibuat oleh seorang kartunis Amerika bernama James Struat Blacton yang
berjudul Humarous Phases of Funny Faces saat itu pada tahun 1906. Sedangkan film
animasi Panjang (feature) pertama yang tercatat adalah animasi siluet Adventure of Prince
Ahmed yang diproduksi oleh Lotte Reiniger dari Jerman pada tahun 192 sehingga
kemudian animasi dikenal hampir seluruh dunia dan menjadi industry besar. Akhirnya
saat itu dikenal sebagai era emas animasi tradisional (golden age of animation) dimana
itu bisa dikatakan sebagai usaha atau kerja keras dari Disney an tim nya dengan
memproduksi film animasi Panjang berwarna pertama di dunia pada tahun 1937 yang
berjudul Snow White and Seven Dwarft. Film animasi yang sangat buming pada saat itu
hingga sampai saat ini dengan inovasi baru yang dihadirkan oleh Disney sesuai dengan
perkembangan zaman. Film yang saat ini kita kenal dengan nama Putri Salju dan Tujuh
Kurcaci, menjadi film terlaris dan banyak ditonton oleh masyarakat dunia.
Dari Teknik – Teknik yang dihasilkan seperti visual, cerita, media dan teknologi yang
sederhana di awal tahun 1900-an, berkembang menjadi bentuk yang lebih kompleks di
era Disney. Bentuk dan perkembangan itu terus meningkat apalagi setelah adanya televisi
sebagai media eletronik yang terbaru pada tahun 50-an yang menandai era baru dalam
animasi yang pada saat itu disebut dengan era animasi televisi. Media ini menjadi sumber
bagi perkembangan animasi dalam bantuk audio maupun visual dan mencapai puncak
kejayaan hingga pada tahun 70-an.

Selanjutnya masa perkembangan yang signifikan atau kompleks adalah setelah


ditemukannya teknologi digital yang lebih maju pada tahun 80-an. Namun dampak yang
dirasakan yaitu baru sekitar 10 tahun kemudian atau tahun 90-an terutama melalui visual
effect pada film seperti Terminator, Forest Gump dan lain sebagainya. Hingga awal
puncaknya yang ditandai dengan dirilis atau diluncurkannya film animasi Panjang 3
dimensi pertama di dunia dengan judul Toy Story. Pada tahun 1995 oleh studio animasi
Pixar. Muncul film Toy Story ini dianggap menjadi tonggak baru film animasi tiga
dimensi di era digital.

Dari perkembangan – perkembangan animasi film itulah, dapat dilihat Bagaimana audio
visual itu berkembang. Mulai dari bentuk yang sederhana sampai bentuk yang kompleks.
Adanya peningkatan dari masa ke masa menunjukkan perkembangan teknologi yang
pesat juga dalam dunia perindustrian film yang menjadi salah satu dari bagian audio
visual. Hingga saat ini, bentuk – bentuk dari media, industry dan teknologi, cerita atau
lain sebagainya telah mengalami perubahan yang sangat luar biasa jika dibandingkan
dengan awal munculnya teknologi pertama di dunia.

Bentuk perkembangan teknologi pada era digital memang mengalami perubahan yang
cukup kompleks dari berbagai sisi, baik itu dari segi bentuk atau rupa, gerak animasi,
teknologi, media, cerita, audio maupun visualnya. Perubahan atau perkembangan yang
menonjol itu terutama dalam bentul detail dan gerak yang sudah maju dan memungkinkan
adanya fantasi, cerita, dan imajinasi visual yang tidak bisa diwujudkan atau ditemukan di
era – era sebelumnya. Hal itu tentunya ibarat sebuah mimpi yang menjadi nyata dan hadir
dalam realita berkat adanya teknologi digital terbaru.
Animasi sangat erat kaitannya dengan audio visual. Karena di dalam animasi atau film
animasi itu menampilkan aspek – aspek berupa bunyi sebagai audio dan gambar sebagai
visual. Adapun animasi dalam perkembangannya mengalami tahapan atau babak. Babak
– babak itu adalah, Cavalier (2011) membagi Sejarah animasi dunia menjadi lima babak
besar dan masing – masing babak itu punya ciri – ciri atau pertandanya. Babak pertama
yaitu sebelum tahun 1900-an (the origin of animation) yaitu era sebelum film dan
proyektor modern ditemukan. Dimulai sejak ditemukan gambar di dinding – dinding goa
pada masa prasejarah hingga penemuan mainan dan beragam alat optic. Salah satu contoh
dari penemuan tersebut adalah Traumatrope (1825) oleh seorang fisikawan asal Inggris
John Airton Paris.

Babak berikutnya dimulai pada tahun 1900 sampai 1927 (film Animation : The era
of Experimentation). Ini merupakan era awak cinema yang dimulai sejak tahun 1895.
Eksperimentasi gerak dan Teknik serta cinematografi awal film animasi langsung era ini.
Film pertama yang dibuat dengan Teknik stop frame dibuat oleh orang Inggris pada tahun
1899 dengan judul Matches: An Apeal oleh Arthur Melbourne Cooper. Babak ketiga pada
tahun 1928 – 1957 (film animation : the golden age of Cartoon). Ini adalah era emas
animasi karton baik dalam segi tekniknya. Era ini sering disebut sebagai sera Disney
karena pada era ini Disney mendominasi animasi dunia yang diawali denga kesuksesan
Steamboat Willie dengan karakter utamanya Mickey Mouse. Hinga animasi Panjang
berwarna pertama di dunia yang sangat fenomenal adalah Snow White and the Seven
Dwarfs pada tahun 1937.

Babak ke empat pada tahun 1958 – 1985 (the television age). Yaitu animasi era televisi
yang dimulai pada tahun 1958 ketika medium eleltronik baru yang bernama televisi mulai
mendominasi layer lebar dan menjadi bentuk baru dalam menikmati film animasi.
Animasi – animasi mulai hadir di rumah karena sudah adanya televisi sebagai media
elektronik dan film mulai diproduksi secara serial. Selanjutnya adalah babak ke lima pada
tahun 1986 – 2010 ( the digital down). Penemuan teknologi digital turut mempengaruhi
perkembangan animasi dalam banyak aspek. Kemampuan teknologi digital yang
menghadirkan visual dalam Bentuk foto dan video menjadi kekuatan animasi era ini.
Banyak aspek – aspek produksi yang berubah dari era sebelumnya setelah kemunculan
teknologi digital. Penanda besar pada era ini adalah dirilisnya animasi 3D Panjang
pertama dengan judul Toy story oleh studio Pixar pada tahun 1995 setelah melakukan
riset dan produksi sejak tahun 1987. Setelah itu laju digital terus berkembang hingga saat
ini dengan banyaknya bermunculan film – film modern.

Dari gambaran babak – babak yang telah dibahas, itu dapat menjadi gambaran bagaimana
teknologi dalam audio visual itu berkembang. Mulai dari bentuk yang sangat sederhana
sampai pada bentu yang sangat modern. Perkembangan dari audio visual tentunya tak
lepas dari kemajuan teknologi dan peradaban, hal itu dicipyakan oleh manusia sebagai
wujud seni dan kreativitas yang berguna sebagai media hiburan, Pendidikan,
pengembangan dan lain sebagainya. Masyarakat luas dapat menikmati hasil dari
perkembangan digital tersebut. tak heran jika semakin lama maka bentuk dari audio
maupu visual akan terus berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia akan hal itu.

1.5 Pengertian Audio Visual


Komunikasi antar manusia (human communication) merupakan ciri mendasar dari
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial pada tataran kehidupan yang sederhana. Akan
tetapi, pada tingkat kehidupan yang modern dan lebih kompleks, komunikasi pada
hakikatnya merupakan alat terpenting kehidupan manusia dan jantung dari seluruh
kehidupan sosial.

Pada mulanya, manusia berkomunikasi secara langsung bertatap muka dengan


menggunakan media tradisional. Akan tetapi ketika pergaulan manusia dalam masyarakat
berkembang, komunikasi dan tatap muka atau media tradisional ternyata tidak dapat lagi
mencukupi kebutuhan manusia termasuk keperluan akan informasi yang relevan dengan
taraf kehidupannya. Namun, pada akhirnya, manusia menemukan media komunikasi dan
penyebaran informasi secara cepat, serentak, serta sanggup menjangkau khalayak yang
tidak terbatas. Media komunikasi tersebut adalah media cetak atau media massa. Setelah
beberapa tahun kemudian muncullah media-media lain salah satunya adalah media audio
visual.
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”
perantara’ atau pengantar. Dalam bahasa arab media adalah perantara atau pengantar
pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Hal ini didukung oleh pengertian audio
visual menurut Arief S. Sadiman, dkk. media secara harfiah berarti perantara atau
pengantar pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan.

Audio visual adalah gabungan dari audio dan visual. Audio adalah suara yang dapat
didengar sedangkan visual adalah yang dapat dilihat. Menurut Ahmad Rohani audio
visual atau AVA adalah media intruksional modern yang sesuai dengan perkembangan
zaman atau kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang meliputi media yang dapat
dilihat, didengar dan dapat dilihat serta didengar. Selanjutnya, menurut Drs. Syaiful bahri
dan Aswin Zain audio visual adalah media yang mempunyai unsur-unsur suara dan unsur
gambar. Lalu, menurut Andre (1982:21) audio visual adalah suatu media yang terdiri dari
media visual yang disinkronkan dengan media audio yang sangat memungkinkan
terjadinya komunikasi dua arah antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.
Tidak hanya menurut pakar tersebut, Azhar Arsyad audio visual adalah cara
menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis
dan elektronik untuk menyampaikan pesan-pesan audio dan visual. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa audio visual adalah alat peraga yang bisa ditangkap dengan indera
mata dan indera pendengaran yakni yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar.

Media audio visual gerak adalah media instruksional modern yang sesuai dengan
perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) karena meliputi
penglihatan, pendengaran dan gerakan, serta menampilkan unsur gambar yang bergerak.
Jenis media yang termasuk dalam kelompok ini adalah televisi, video tape, dan film
bergerak.

1) Film
Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam

frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada
layar terlihat gambar itu hidup. Kemampuan film melukiskan gambar hidup dan suara
memberinya daya tarik tersendiri. Kedua jenis media ini pada umumnya digunakan untuk
tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka dapat menyajikan
informasi, memaparkan ketrampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan
mempengaruhi sikap. Oemar Hamalik mengemukakan bahwa film yang baik memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:

1. a) Dapat menarik minat anak


2. b) Benar dan autentik
3. c) Up to date dalam setting, pakaian dan lingkungan
4. d) Sesuai dengan tingkatan kematangan audien
5. e) Perbendaharaan bahasa yang dipergunakan secara benar
6. f) Kesatuan dan squence-nya cukup teratur
7. g) Teknis yang dipergunakan cukup memenuhi persyaratan dan

cukup memuaskan.16

14 Nana Sudjana, Media Pengajaran, Pustaka Dua, Surabaya, 1973, hlm. 192.

15 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 48.

16 Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Ciputat Pers, Jakarta, hlm.

2) Video
Video sebagai media audio visual yang menampilkan gerak,

semakin lama semakin populer dalam masyarakat kita. Pesan yang disajikan dapat
bersifat fakta (kejadian/peristiwa penting, berita), maupun fiktif (seperti misalnya cerita),
bisa bersifat informatif, edukatif maupun intruksional. Sebagaimana besar tugas film
dapat digantikan oleh video, maupun tidak berarti bahwa video akan menggantikan
kedudukan film. Masing-masing memiliki keterbatasan dan kelebihan sendiri.

3) Televisi(TV)
Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan
gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel dan ruang. Dewasa ini
televisi yang dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dengan mudah dapat dijangkau
melalui siaran dari udara ke udara dan dapat dihubungkan melalui satelit. Televisi
pendidikan adalah penggunaan program video yang direncanakan untuk mencapai tujuan
pengajaran tertentu tanpa melihat siapa yang menyiarkannya. Televisi pendidikan tidak
hanya menghibur, tetapi lebih penting adalah mendidik. Oleh karena itu, ia memiliki ciri-
ciri tersendiri, antara lain yaitu:

1. a) Dituntun oleh instruktur, seorang instruksi atau guru menuntun siswa sekedar
menghibur tetapi yang lebih penting adalah mendidik melalui pengalaman-pengalaman
visual.
2. b) Sistematis, siaran berkaitan dengan mata pelajaran dan silabus dengan tujuan dan
pengalaman belajar yang terencana.
3. c) Teratur dan berurutan, siaran disajikan dengan selang waktu yang berurutan secara
berurutan dimana satu siaran dibangun atau mendasari siaran lainnya.

Terpadu, siaran berkaitan dengan pengalaman belajar lainnya, seperti latihan, membaca,

diskusi, laboratorium, percobaan, menulis dan pemecahan masalah.17

Televisi sebenarnya sama dengan film, yakni dapat didengar dan dilihat. Media ini
berperan sebagai gambar hidup dan juga sebagai radio yang dapat dilihat dan didengar

secara bersamaan.18

Media komunikasi massa khususnya televisi berperan besar dalam hal interaksi budaya
antar bangsa, karena dengan sistem penyiaran yang ada sekarang ini, wilayah jangkauan
siarannya, tidak ada masalah lagi. Meskipun demikian, bagaimanapun juga televisi hanya
berperan sebagai alat bukan merupakan tujuan kebijaksanaan komunikasi, karena itu
televisi mempunyai fungsi:

1. a) Sebagai alat komunikasi massa


Daerah jangkaun televisi, dibelahan bumi manapun sudah tidak menjadi masalah bagi
media massa. Hal ini karena ada revolusi dibidang satelit komunikasi massa yang terjadi
pada akhir-akhir ini. Sebagai akibat adanya sistem komunikasi yang canggih itu, media
massa televisi mampu membuka isolasi masyarakat tradisional yang sifatnya tertutup
menjadi masyarakat yang terbuka.

2. b) Sebagai alat komunikasi pemerintah


Sebagai alat komunikasi pemerintah, televisi dalam pesan komunikasinya terhadap
kondisi sosial budaya suatu bangsa, meliputi tiga sasaran pokok, yaitu: memperkokoh
pola-pola sosial budaya, melakukan adaptasi terhadap kebudayaan, kemampuan untuk
19
mengubah norma-norma sosial budaya bangsa.

17

b. Media Audio Visual Diam


Media audio visual diam yaitu media yang menampilkan suara

dan gambar diam, seperti:

1. 1) Film bingkai suara (sound slides)

Film bingkai adalah suatu film transparan (transparant) berukuran 35mm, yang biasanya
dibungkus bingkai berukuran 2x2 inci terbuat dari karton atau plastik. Ada program yang
selesai dalam satu menit, tapi ada pula yang hingga satu jam atau lebih. Namun yang
lazim, satu program film bingkai suara (sound slide) lamanya berkisar antara 10-30 menit.
Jumlah gambar (frame) dalam satu program pun bervariasi, ada yang hanya sepuluh buah,

tetapi ada juga yang sampai 160 buah atau lebih.20

2. 2) Film rangkai suara


Berbeda dengan film bingkai, gambar (frame) pada film rangkai berurutan merupakan
satu kesatuan. Ukurannya sama dengan film bingkai, yaitu 35mm. Jumlah gambar satu
rol film rangkai antara 50- 75 gambar dengan panjang kurang lebih 100 sampai dengan

130, tergantung pada isi film itu.21

3. Fungsi Media Audio Visual


Pada mulanya media hanya berfungsi sebagai alat bantu yang

memperlancar dan mempertinggi proses belajar mengajar. Alat bantu tersebut dapat
memberikanpengalaman yang mendorong motivasi belajar, memperjelas dan
mempermudah konsep yang abstrak, menyederhanakan teori yang kompleks, dan
22
mempertinggi daya serap atau retensi belajar.

Media pembelajaran memiliki fungsi dan berperan sebagai berikut: a. Menangkap suatu
obyek atau peristiwa-peristiwa tertentu. Peristiwa-

peristiwa penting atau obyek yang langka dapat diabadikan dengan foto,

film atau direkam melalui video atau audio, kemudian peristiwa itu

dapat disimpan dan dapat digunakan manakala diperlukan.

2. Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau obyek tertentu

Melalui media pembelajaran guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat abstrak
23
menjadi konkret sehingga mudah dipahami dan dapat menghilangkan verbalisme.

3. Menambah gairah dan motivasi belajar siswa


Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa
terhadap materi pembelajaran dapat lebih meningkat.
Audio adalah suara atau bunyi yang bisa didengar oleh telinga manusia atau binatang.
Audio seringkali diproses, direkam, dan disimpan dalam format digital, seperti MP3 atau
WAV, dan kemudian diputar kembali melalui perangkat audio seperti speaker atau
headphone. Audio juga dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti untuk musik, film,
podcast, radio, atau panggilan telepon. Audio memiliki frekuensi, amplitudo, dan
kekuatan suara yang berbeda-beda dan dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dan
emosi.

Audio dalam audio visual merujuk pada segala jenis suara atau bunyi yang digunakan
dalam produksi media seperti film, televisi, atau video. Audio visual adalah kombinasi
antara elemen visual dan elemen audio dalam satu kesatuan produksi. Dalam produksi
audio visual, audio sangat penting untuk menambahkan dimensi suara yang dapat
meningkatkan pengalaman penonton. Audio dalam audio visual dapat berupa dialog,
musik, efek suara, atau suara latar belakang, dan dapat direkam dan diproses dalam format
digital. Penggunaan audio yang tepat dalam produksi audio visual dapat memberikan
nuansa yang lebih hidup dan menarik bagi penonton.

Audio dalam audio visual merujuk pada segala jenis suara atau bunyi yang digunakan
dalam produksi media seperti film, televisi, atau video. Audio visual adalah kombinasi
antara elemen visual dan elemen audio dalam satu kesatuan produksi. Dalam produksi
audio visual, audio sangat penting untuk menambahkan dimensi suara yang dapat
meningkatkan pengalaman penonton. Audio dalam audio visual dapat berupa dialog,
musik, efek suara, atau suara latar belakang, dan dapat direkam dan diproses dalam format
digital. Penggunaan audio yang tepat dalam produksi audio visual dapat memberikan
nuansa yang lebih hidup dan menarik bagi penonton.

Visual adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penglihatan atau pandangan mata.
Dalam audio visual, visual merujuk pada elemen gambar atau visual yang digunakan
dalam produksi media seperti film, televisi, atau video. Visual dapat berupa gambar,
grafis, animasi, atau footage (rekaman). Visual juga dapat direkam dan diproses dalam
format digital, seperti MPEG atau AVI. Visual sangat penting dalam produksi audio
visual karena dapat menambah dimensi estetika dan storytelling dalam cerita yang ingin
disampaikan. Visual yang baik dapat meningkatkan daya tarik dan memperkuat pesan
yang ingin disampaikan kepada penonton.

Visual dalam cinematografi merujuk pada segala elemen visual atau gambar yang
digunakan dalam produksi film. Cinematografi adalah seni dan teknik pengambilan
gambar dan pencahayaan dalam produksi film. Dalam cinematografi, visual sangat
penting karena dapat menentukan nuansa dan estetika visual dalam sebuah film. Visual
dalam cinematografi dapat berupa tata warna, kontras, pencahayaan, sudut pandang
kamera, atau komposisi gambar. Visual dalam cinematografi juga dapat menciptakan
atmosfer yang cocok dengan tema cerita yang ingin disampaikan. Penggunaan visual
yang tepat dalam cinematografi dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda dan
meningkatkan kualitas film secara keseluruhan.

Audio visual adalah istilah yang merujuk pada kombinasi antara suara (audio) dan gambar
(visual). Audio visual biasanya digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi
melalui media seperti film, televisi, video, presentasi, dan sebagainya. Contoh
penggunaan audio visual adalah pada presentasi bisnis, film, acara televisi, dan video
tutorial. Dengan memadukan audio dan visual, pesan atau informasi dapat disampaikan
dengan lebih efektif dan efisien, karena audiens dapat memperoleh informasi secara
visual dan juga mendengarkan suara yang mengiringinya.

Audio visual dalam cinematografi merujuk pada gabungan antara elemen visual dan
elemen audio yang digunakan dalam produksi film. Dalam produksi film, audio visual
sangat penting karena dapat meningkatkan pengalaman penonton dan menciptakan
nuansa yang tepat dalam cerita yang ingin disampaikan. Audio dalam produksi
cinematografi dapat berupa dialog, musik, efek suara, atau suara latar belakang,
sementara visual dapat berupa tata warna, kontras, pencahayaan, sudut pandang kamera,
atau komposisi gambar. Penggunaan audio visual yang tepat dapat menciptakan
pengalaman yang lebih hidup dan menarik bagi penonton, serta meningkatkan kualitas
film secara keseluruhan.
Pengertian media audio dalam pembelajaran, dimaksudkan sebagai bahan yang
mengandung pesan dalam bentuk auditif (pita suara atau piringan hitam), yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga terjadi
pembelajaran.
Pemanfaatan media audio dalam pembelajaran terutama dalam:
1. Pembelajaran sastra musik (pembacaan sajak), dan kegiatan dokumentasi.
2. Pembelajaran bahasa asing, apakah secara audio ataupun audiovisual.
3. Pembelajaran melalui radio atau radio pendidikan.
4. Paket-paket pembelajaran untuk berbagai jenis material, yang memungkinkan siswa
dapat melatih daya penahanannya
dalam suatu mata pelajaran.
Beberapa jenis dari media audio yang dapat digunakan dalam pembelajaran antara lain
sebagai berikut:
1. Radio
2. Rekaman Suara (spt: Tape Recorder, MP-3, CD, dll)
3. Telpon (HP non 3G)
4. Laboratorium bahasa, yang tidak menggunakan monitor.

1.5 Ciri-ciri Audio Visual


Audio visual adalah sebuah bentuk media yang menggabungkan unsur-unsur suara (audio)
dan gambar (visual) untuk menyampaikan informasi, pesan, atau pengalaman kepada
khalayak. Ini adalah metode yang efektif untuk berkomunikasi dan menyampaikan pesan
dengan lebih kuat dan menarik, karena menggabungkan dua indera utama manusia, yaitu
pendengaran dan penglihatan.
Unsur audio dalam audio visual mencakup suara, musik, narasi, atau percakapan,
sementara unsur visual mencakup gambar, video, animasi, grafik, dan elemen-elemen
visual lainnya.

Ciri-ciri audio visual adalah kemampuan untuk menerima, menginterpretasikan, dan


merespons informasi melalui dua indera utama: pendengaran (audio) dan penglihatan
(visual).

1. Pendengaran (Audio):
- Kemampuan mendengar suara dan memahami percakapan.

Kemampuan mendengar suara dan memahami percakapan adalah kemampuan dasar


dalam berkomunikasi secara verbal. Ini mencakup:

1. **Pendengaran**: Kemampuan untuk mendengar suara dan bunyi dari lingkungan


sekitar, termasuk suara-suara manusia dan objek lainnya.

2. **Pemahaman Bahasa Lisan**: Kemampuan untuk memahami kata-kata, kalimat, dan


percakapan yang diucapkan oleh orang lain.

3. **Mengenali Suara**: Kemampuan untuk mengidentifikasi suara-suara berbeda dan


membedakan antara berbagai sumber suara.

Kemampuan ini sangat penting dalam berbagai aspek komunikasi, termasuk berbicara
dengan orang lain, mengikuti instruksi, berpartisipasi dalam percakapan, dan memahami
informasi yang disampaikan secara lisan. Ini adalah salah satu indera utama manusia, dan
memiliki peran sentral dalam interaksi sosial dan proses pembelajaran.

Contohnya seperti dialog-dialog yang ada di sebuah film, suara kicauan burung, atau
suara hujan.

- Kemampuan mengidentifikasi sumber suara.


Contohnya :

Kemampuan untuk mengidentifikasi sumber suara adalah kemampuan untuk menentukan


asal atau sumber dari suara yang didengar. Ini melibatkan pengenalan sumber suara
berdasarkan karakteristik khususnya. Misalnya, seseorang dapat mengidentifikasi sumber
suara seperti:

1. **Identifikasi Suara Orang**: Mengenali suara atau suara-suara orang tertentu, seperti
teman, anggota keluarga, atau rekan kerja, berdasarkan intonasi atau ciri-ciri vokal
mereka.

2. **Identifikasi Sumber Bunyi Lingkungan**: Mengenali sumber-suara dari lingkungan


sekitar, seperti suara alam, kendaraan, hewan, atau mesin.

3. **Identifikasi Musik atau Lagu**: Mengenali lagu atau musik berdasarkan melodi atau
penyanyi yang terkenal.

Kemampuan ini merupakan bagian penting dari kemampuan pendengaran dan


pengenalan suara, dan seringkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk
mengidentifikasi dan merespons suara-suara yang kita dengar.

- Kemampuan membedakan berbagai jenis suara.

Kemampuan untuk membedakan berbagai jenis suara adalah kemampuan untuk


mengidentifikasi perbedaan antara berbagai suara atau jenis bunyi. Ini melibatkan
kemampuan untuk mengenali dan memahami karakteristik suara yang unik. Contoh dari
kemampuan ini termasuk:

1. **Membedakan Suara Instrumen Musik**: Kemampuan untuk membedakan antara


berbagai instrumen musik dalam sebuah orkestra atau band, seperti membedakan antara
suara gitar dan piano.
2. **Membedakan Suara Hewan**: Kemampuan untuk mengenali suara hewan dan
membedakan antara jenis hewan yang berbeda berdasarkan suara yang dihasilkan,
misalnya membedakan suara anjing dan kucing.

3. **Membedakan Suara Kendaraan**: Kemampuan untuk mengidentifikasi jenis


kendaraan berdasarkan suara mesinnya, seperti membedakan antara suara mobil, sepeda
motor, dan truk.

Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk merespons dan mengidentifikasi asal


suara secara lebih baik, dan ini sering digunakan dalam pengalaman sehari-hari, seperti
mendengarkan musik, mengenali suara alam, atau berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

2. Penglihatan (Visual):
- Kemampuan melihat dan memproses informasi visual.

Kemampuan untuk melihat dan memproses informasi visual adalah kemampuan dasar
dalam persepsi visual. Ini mencakup kemampuan:

1. **Penglihatan**: Kemampuan untuk melihat objek dan gambar dengan mata dan
mengambil informasi visual dari lingkungan sekitar.

2. **Pemrosesan Visual**: Kemampuan untuk memproses dan menganalisis informasi


yang diterima melalui mata, termasuk pengenalan objek, warna, bentuk, dan pola.

3. **Interpretasi Visual**: Kemampuan untuk memberikan makna pada apa yang kita
lihat, seperti mengidentifikasi objek atau menghubungkan gambar dengan konsep atau
informasi yang telah kita pelajari.

Kemampuan ini adalah dasar dari banyak aspek kehidupan sehari-hari, seperti membaca,
mengemudi, mengenali wajah, dan memahami pesan visual seperti tanda-tanda jalan atau
grafik informasi. Proses penglihatan dan pemrosesan visual ini kompleks dan melibatkan
kerja yang cepat dari otak untuk mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi
visual.

- Kemampuan mengenali warna, bentuk, dan pola.

Kemampuan untuk mengenali warna, bentuk, dan pola adalah kemampuan yang
mendasar dalam pengenalan visual. Ini melibatkan:

1. **Mengenali Warna**: Kemampuan untuk mengidentifikasi dan membedakan


berbagai warna, termasuk warna primer seperti merah, biru, dan kuning, serta warna-
warna campuran.

2. **Mengenali Bentuk**: Kemampuan untuk mengidentifikasi berbagai bentuk


geometri, seperti lingkaran, segitiga, persegi, dan persegi panjang.

3. **Mengenali Pola**: Kemampuan untuk melihat dan memahami pola atau susunan
dari berbagai elemen visual. Ini bisa mencakup pola sederhana seperti garis lurus atau
pola yang lebih kompleks seperti motif batik.

Kemampuan ini penting dalam pengenalan objek dan pengamatan visual sehari-hari.
Misalnya, dalam pengemudiannya, kemampuan untuk mengenali warna lampu lalu lintas
atau bentuk tanda-tanda jalan sangat krusial. Selain itu, dalam seni, desain, dan
kreativitas, kemampuan untuk memahami dan menggabungkan warna, bentuk, dan pola
memainkan peran penting dalam ekspresi artistik dan desain.

- Kemampuan untuk menginterpretasikan gambar dan grafik.


Kemampuan untuk menginterpretasikan gambar dan grafik adalah kemampuan untuk
memahami, menganalisis, dan mengekstrak informasi dari berbagai jenis gambar,
diagram, atau grafik visual. Ini mencakup:
1. **Mengidentifikasi elemen-elemen visual**: Kemampuan untuk mengenali dan
memahami berbagai komponen dalam gambar atau grafik, seperti sumbu, label, data,
garis, dan warna.

2. **Menguraikan informasi**: Kemampuan untuk menguraikan dan memahami data


atau informasi yang disajikan dalam gambar atau grafik. Ini bisa melibatkan pemahaman
pola, tren, perbandingan, dan hubungan antara data.

3. **Mengambil kesimpulan: Kemampuan untuk menarik kesimpulan atau pemahaman


dari gambar atau grafik tersebut, dan menggunakannya untuk menginformasikan
keputusan atau tindakan.

4. Menggunakan gambar atau grafik sebagai alat komunikasi

Kemampuan untuk menggunakan gambar atau grafik untuk menyampaikan informasi


kepada orang lain.

Kemampuan ini sangat penting dalam berbagai konteks, termasuk pendidikan, bisnis,
ilmiah, dan sehari-hari. Gambar dan grafik sering digunakan untuk menyajikan data atau
informasi yang kompleks dengan cara yang lebih mudah dimengerti dan diakses oleh
pemirsa. Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk menjadi pembaca yang lebih
efektif dan pemaham data visual yang lebih baik.

- Kemampuan bergerak dan berkoordinasi dengan penglihatan.


Kemampuan bergerak dan berkoordinasi dengan penglihatan mengacu pada kemampuan
seseorang untuk menggerakkan bagian tubuhnya, seperti tangan atau kaki, secara sesuai
dengan apa yang dilihat oleh mata. Ini melibatkan integrasi antara penglihatan dan
motorik (gerakan) dalam sistem saraf kita. Contoh yang sederhana adalah kemampuan
untuk menjangkau dan mengambil objek yang dilihat.

Kemampuan ini sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Ini
memungkinkan kita untuk melakukan tugas-tugas seperti menulis, mengemudi, bermain
olahraga, atau bahkan berinteraksi dengan objek di sekitar kita. Kemampuan ini
merupakan hasil dari koordinasi otot dan sistem visual kita, dan dapat berkembang
melalui latihan dan pengalaman.

Kemampuan audio visual sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
komunikasi, pembelajaran, dan pengalaman sehari-hari.

Ciri-Ciri Audio Visual

1. Pada Umumnya bersifat linier.


Audio visual yang bersifat linear artinya adalah media yang disajikan dalam urutan
berurutan, mirip dengan narasi atau cerita. Ini berarti konten audio visual dimainkan atau
ditampilkan secara berurutan dan berlangsung dari awal hingga akhir tanpa banyak
interaksi atau pilihan yang bisa diambil oleh pemirsa. Contoh umum audio visual yang
bersifat linear adalah film, acara TV, dan presentasi video yang mengikuti alur cerita atau
urutan yang telah ditentukan sebelumnya. Pemirsa biasanya tidak memiliki kendali atas
perkembangan cerita atau urutan yang diputar.

2. Pada umumnya menyajikan visual yang dinamis.


Audio visual yang menyajikan visual yang dinamis berarti bahwa elemen visual dalam
media tersebut bergerak atau berubah secara aktif selama presentasi. Visual yang dinamis
bisa mencakup animasi, efek visual bergerak, perubahan warna, pergeseran objek, dan
sejenisnya. Ini memberikan elemen tambahan yang menarik dalam pengalaman audio
visual dan sering digunakan dalam bentuk seperti video, animasi, presentasi multimedia,
dan permainan video. Visual yang dinamis dapat memberikan ketegangan, memperkaya
konten, dan meningkatkan daya tarik pemirsa.

3. Digunakan dengan cara yang telah di terapkan sebelumnya oleh perancang ataupun
pembuatnya.

Anda benar. Audio visual yang digunakan dengan cara yang telah diatur sebelumnya oleh
perancang atau pembuatnya mengikuti skenario atau rencana yang telah ditentukan
sebelumnya. Ini berarti bahwa pengalaman audio visual tersebut diarahkan atau diatur
sedemikian rupa oleh pembuatnya, dan pemirsa biasanya memiliki sedikit kontrol atas
perkembangan atau interaktivitas dalam konten tersebut. Contoh umum dari ini adalah
film, acara TV, dan presentasi video yang mengikuti naskah atau rencana yang telah
ditulis sebelumnya dan dieksekusi sesuai dengan rencana tersebut.

4. Berupa representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak.

Audio visual yang berupa representasi fisik dari gagasan nyata atau abstrak adalah media
yang digunakan untuk menggambarkan konsep atau ide dalam bentuk yang dapat dilihat
dan didengar. Ini berarti audio visual ini mewakili sesuatu yang dapat berupa objek fisik
atau konsep yang lebih abstrak. Contoh-contoh ini bisa termasuk gambar, grafik, video,
animasi, atau elemen-elemen visual dan suara lainnya yang digunakan untuk
memvisualisasikan atau mengomunikasikan gagasan, konsep, atau cerita kepada pemirsa.

5. Dikembangkan dengan prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif.

Audio visual yang dikembangkan dengan prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif
mencerminkan pendekatan dalam pengembangan media yang berhubungan dengan
psikologi perilaku (behaviorisme) dan psikologi kognitif.

1. **Behaviorisme**: Prinsip ini berfokus pada pengamatan dan analisis perilaku


manusia. Audio visual yang dikembangkan dengan pendekatan ini mungkin
menggunakan teknik-teknik belajar seperti penguatan positif atau pengulangan untuk
mempengaruhi respons atau reaksi pemirsa. Contohnya adalah penggunaan umpan balik
positif untuk memotivasi pemirsa atau pemirsa melakukan tindakan tertentu.

2. **Kognitif**: Pendekatan kognitif fokus pada proses berpikir dan pemahaman. Audio
visual yang dikembangkan dengan prinsip kognitif mungkin dirancang untuk merangsang
pemahaman, refleksi, dan pengolahan informasi yang lebih dalam. Ini bisa melibatkan
presentasi informasi yang logis, penekanan pada proses berpikir, dan membangun
koneksi konsep.
Dalam kedua kasus ini, audio visual digunakan sebagai alat untuk memengaruhi perilaku
atau pemahaman pemirsa sesuai dengan prinsip-prinsip psikologi yang mendasarinya.

6. Biasanya berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan interaktif murid yang
rendah.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam konteks tertentu, media audio visual
seringkali didesain lebih berorientasi pada peran guru atau instruktur, sementara tingkat
pelibatan interaktif muridnya rendah. Ini adalah ciri umum dalam pendidikan tradisional
di mana guru adalah sumber utama informasi dan audio visual digunakan sebagai alat
bantu untuk menyampaikan materi kepada siswa. Tingkat interaktivitas yang rendah
dalam hal ini mengacu pada keterbatasan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, di
mana mereka lebih banyak menerima informasi daripada aktif terlibat dalam pengalaman
belajar.

Namun, perlu dicatat bahwa pendidikan dan penggunaan audio visual terus berkembang.
Ada upaya untuk meningkatkan interaktivitas dalam pembelajaran dengan menggunakan
teknologi yang memungkinkan siswa terlibat lebih aktif melalui elemen-elemen seperti
perangkat lunak pembelajaran, platform pembelajaran online, dan aplikasi interaktif.
Dengan pendekatan yang tepat, audio visual dapat digunakan untuk menciptakan
pengalaman belajar yang lebih interaktif dan melibatkan siswa dengan lebih baik.

1.6 Contoh Audio Visual


Berikut ini adalah beberapa contoh audio visual:
1. Film: Sebuah produksi audio visual yang melibatkan gambar bergerak, suara, dan narasi
untuk menyampaikan cerita atau pesan tertentu. Film dapat berupa film-film drama,
dokumenter, animasi, atau film pendek.
2. Video musik: Video musik adalah audio visual yang diciptakan untuk mengiringi lagu
atau musik. Video musik sering kali menampilkan artis atau band yang tampil dalam
adegan visual yang sesuai dengan tema atau suasana lagu.
3. Presentasi slide: Presentasi slide adalah audio visual yang menggunakan kumpulan slide
gambar dan teks untuk menyampaikan informasi atau pesan. Biasanya digunakan dalam
presentasi bisnis, pendidikan, atau konferensi.
4. Video pembelajaran: Video pembelajaran adalah audio visual yang diciptakan untuk
tujuan pendidikan. Ini dapat berupa video tutorial, kuliah, atau demonstrasi yang
menggabungkan gambar bergerak dengan narasi untuk menyampaikan materi pelajaran.
5. Iklan televisi: Iklan televisi adalah audio visual pendek yang digunakan untuk
mempromosikan produk, layanan, atau merek tertentu. Iklan televisi biasanya dirancang
secara kreatif dengan kombinasi gambar, suara, dan pesan yang kuat untuk menarik
perhatian penonton.
6. Video klip: Video klip adalah audio visual pendek yang dibuat untuk mendukung lagu
atau musik. Video klip sering menampilkan adegan-adegan visual yang menggambarkan
cerita atau konsep yang terkait dengan lirik atau suasana lagu.
7. Animasi: Animasi adalah audio visual yang menggunakan gambar bergerak atau grafis
komputer untuk menciptakan ilusi gerakan. Animasi dapat berupa animasi tradisional,
animasi komputer 2D, atau animasi 3D yang digunakan dalam film, iklan, atau konten
digital lainnya.
8. Webinar: Webinar adalah presentasi atau diskusi yang dilakukan secara online
menggunakan audio visual. Peserta dapat mengikuti acara ini melalui komputer atau
perangkat lain yang terhubung ke internet.
Harap dicatat bahwa jenis audio visual ini hanya beberapa contoh, dan ada berbagai
bentuk dan variasi lainnya tergantung pada tujuan dan konteks penggunaannya.

Menurut Anderson (1994:99), media audio visual adalah rangkaian gambar elektronis
yang disertai oleh unsur suara audio juga mempunyai unsur gambar yang dituangkan
melalui pita video. Serta menurut Barbabara (Miarso, 1994: 41), media audio visual
adalah cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan
mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio visual.

Audio visual adalah salah satu media yang di dalamnya melibatkan unsur gambar dan
juga suara. Audio visual juga merupakan kombinasi dari elemen suara (audio) dan gambar
(visual) untuk menyampaikan pesan, informasi, atau hiburan, yang dapat berupa gambar,
video, presentasi multimedia, film, animasi, dan sebagainya.
Istilah audio visual mengacu pada penggunaan komponen gambar dan suara secara
bersamaan untuk kemudian disajikan ke dalam sebuah presentasi, tontonan, dan juga
program acara yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam proses penyampaian itu biasanya
akan dilakukan dengan cara dimunculkan dalam sebuah layar proyektor yang tersambung
dengan perangkat pribadi seperti laptop atau ponsel pintar. Audiovisual memiliki
beberapa ciri, di antaranya:

1. Penyajiannya memiliki sifat linier,


2. Disajikan dengan cara yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat atau
perancangnya,
3. Audio visual adalah representasi dari gagasan yang real ataupun gagasan yang
abstrak,
4. Dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan juga kognitif, dan
5. Menyajikan visual yang bersifat dinamis atau selalu berubah dan bergerak.

Berikut beberapa contoh audio visual:


1. Film
Berikut pengertian film menurut para ahli:
a. Menurut Kridalaksana, film adalah media massa yang memiliki sifat audio visual,
yang bisa mencapai khalayak banyak.
b. Menurut Michael Rabiger adalah bersifat menghibur dan juga menarik, sehingga
mampu membuat para penontonnya untuk berpikir lebih dalam.

Beberapa contoh film Indonesia berdasarkan genrenya, yaitu:


a. Imperfect: Film komedi yang pertama kali dirilis pada tahun 2019 ini dibintangi oleh
Jessica Mila, Reza Rahardian, Karina Nadila, Dion Wiyoko, Clara Bernadeth, Shareefa
Daanish, Kiky Saputri, Karina Suwandi, Boy William, Deevina Aurel, Diah
Permatasari, Ardith Erwanda, dan masih banyak lagi. Film ini disutradarai oleh Ernest
Prakasa dan mendapat banyak respon positif dari berbagai pihak karna cerita dan
alurnya yang sangat bagus.
b. Ali & Ratu-Ratu Queens: Film drama komedi Indonesia yang disutradarai oleh Lucky
Kuswandi dan diproduksi oleh Palari Films. Film ini mengambil latar tempat di kota
Queens, New York dan Jakarta. Film tersebut menampilkan Iqbaal Ramadhan, Nirina
Zubir, Asri Welas, Tika Panggabean, dan Happy Salma. Penonton akan sangat terhibur
dengan pengambilan gambar berlatar New York. Selain itu film ini juga mempunyai
karakter yang kuat pada setiap pemain.

2. Video Musik
Video musik adalah kombinasi dari musik (audio) dan gambar bergerak (visual) yang
digunakan untuk mengiringi lagu. Video musik sering digunakan untuk
meningkatkan pemahaman tentang lirik dan memberikan elemen artistik tambahan.
Video musik adalah sebuah video yang dibuat untuk menampilkan karya musik. Video
musik biasanya menampilkan artis atau band yang memainkan musik mereka, atau bisa
juga menampilkan cerita yang berkaitan dengan lirik lagu tersebut. Video musik
pertama kali muncul pada tahun 1970an dan sejak saat itu telah menjadi bagian penting
dari industri music

3. Animasi
Animasi adalah gambar bergerak yang dibuat dari gambar, model, dan lain- lain yang
difoto atau dibuat oleh komputer. Animasi dapat digunakan untuk membuat film
animasi, video game, iklan, dan banyak lagi. Ada beberapa jenis animasi, termasuk
animasi 2D, animasi 3D, dan stop-motion. Dalam pembuatan animasi diperlukan
berbagai skill dan peralatan. Berikut beberapa studio animasi terkenal dunia:
a. Studio Animasi Amerika Serikat : DreamWorkS SKG, Filmation, Sony Pictures
Animation, Walt Disney Pictures, Warner Bros.
b. Studio Animasi Kanada: Atkinson Film-Arts, CineGroupe, Nelvana, National Film
Board of Canada.

c. Studio Animasi Eropa: Aardman Animation (Inggris UK), Belvision (Belgia), DIC
(Prancis), Centre for Animated Films Cacak (Serbia), CreaSyn Studio (Prancis), Red 3ye
Productions (Prancis).
d. Studio Animasi Jepang: Bandai Visual, Studio Ghibli, Sunrise, Tatsunoko
Productions, Toel.
e. Studio Animasi China: Beijing Xie Art, Colorland (Hong Kong), Wang Film
Productions (Taiwan).
f. Studio Animasi Filipina: Toon City.
g. Studio Animasi Australia: DisneyToon Studios, Liquid Animations, Yoram Gross
Films / Flying Bark Productions.
4. Dokumenter

Film dokumenter adalah contoh lain dari audio visual. Mereka menggunakan gambar dan
suara untuk menggambarkan kenyataan, cerita, atau topik tertentu. Dokumenter sering
digunakan untuk tujuan edukasi, pengungkapan masalah sosial, atau hiburan. Film
dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan dan fakta. Film
dokumenter tidak mengandung unsur fiktif yang sengaja dibuat demi mendramatisir alur
ceritanya 2. Istilah “dokumenter” pertama kali digunakan dalam resensi film Moana
(1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson,
di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926

Berikut adalah beberapa film dokumenter terkenal di Indonesia:


a. Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso: Sebuah dokumenter Netflix yang
mengisahkan kasus pembunuhan high profile Mirna Salihin yang diduga tewas setelah
menenggak es kopi Vietnam yang dicampur sianida. Dokumenter ini cukup berimbang
dan khas dengan gaya Netflix.
b. Pulau Plastik: Perjalanan dan Catatan untuk Masa Depan: Sebuah dokumenter
Netflix yang mengangkat isu lingkungan, berbicara tentang masalah sampah plastik yang
menggunung di Indonesia.
c. Sexy Killers: Film dokumenter buatan WatchDoc Documentary yang diunggah
melalui channel YouTube mereka dan saat ini sudah ditonton oleh 11 juta viewer. Film
ini mengisahkan tentang kasus pembunuhan sadis di Indonesia.
d. Asimetris: Film dokumenter yang mengisahkan tentang perjuangan seorang
wartawan dalam melawan kekuasaan.
e. Banda The Dark Forgotten Trail: Film dokumenter yang mengisahkan tentang
perjalanan sekelompok musisi dalam mencari inspirasi di Banda Neira.

5. Presentasi berbasis web


Di era digital, presentasi audio visual sering ditemukan dalam format web. Ini mencakup
presentasi berbasis web yang menggunakan gambar, video, dan suara untuk
menyampaikan pesan atau informasi kepada pemirsa online. Presentasi berbasis web
adalah presentasi yang dibuat dan disajikan melalui internet. Dalam presentasi ini, materi
presentasi disimpan di server web dan diakses melalui browser web. Beberapa contoh
aplikasi presentasi berbasis web yang populer adalah Google Slides, Microsoft
PowerPoint, Canva, dan Slides.com.
Dalam presentasi berbasis web, pengguna dapat membuat, mengedit, dan
mempresentasikan materi presentasi dari perangkat apa pun yang terhubung ke
internet. Selain itu, pengguna dapat berkolaborasi secara real-time dengan orang lain
dalam membuat dan mempresentasikan materi presentasi.

1.7 Latihan dan Diskusi


Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan pemahaman dari materi yang telah Anda
pelajari!

1. Apa yang dimaksud dengan audio, visual, dan audio visual?


2. Berikan contoh masing-masing dari ketiga istilah pada nomor 1!
3. Apakah audio visual penting digunakan pada masa kini?
4. Apakah audio visual memiliki peran penting dalam kehidupan dan seluruh bidang
pekerjaan manusia?
5. Apakah audio visual memberikan dampak penting dalam cinamatografi Indonesia!

Kunci jawaban
Umpan balik
1.8 Ringkasan
Audio visual merujuk pada kombinasi antara suara (audio) dan gambar (visual)
dalam bentuk media atau pengalaman. Ini mencakup berbagai bentuk media seperti film,
video, presentasi slide, iklan televisi, video musik, animasi, dan banyak lagi. Audio visual
digunakan untuk menyampaikan informasi, cerita, atau pesan secara lebih menarik dan
efektif melalui penggunaan gambar bergerak, suara, dan narasi. Kelebihan dari audio
visual adalah kemampuannya untuk membangkitkan emosi, meningkatkan pemahaman,
dan meningkatkan keterlibatan penonton atau pemirsa. Audio visual juga dapat
digunakan dalam konteks pendidikan untuk memfasilitasi pembelajaran yang interaktif
dan menggugah minat siswa. Dalam era digital saat ini, audio visual semakin populer
dengan adanya platform streaming, media sosial, dan teknologi yang memungkinkan
pembuatan dan berbagi konten audio visual dengan lebih mudah dan luas.

1.9 Istilah Penting


Media audio merupakan suara-suara ataupun bunyi yang berkaitan dengan materi
pembelajaran yang direkam dengan menggunakan alat perekam suara. Artinya media
audio menampilkan bentuk suara atau bunyi yang direkam, kemudian hasil perekaman
tersebut diperdengarkan kepada peserta didik dengan menggunakan sebuah alat
pemutarnya (Lestari dkk, 2016:3).
Media visual merupakan media yang hanya melibatkan indera penglihatan. Artinya
media visual ini hanya bisa digunakan oleh indera penghilatan saja yaitu mata dan dapat
pula menampilkan gambar-gambar yang bisa dilihat langsung oleh orang yang
menggunakannya. Media audio visual merupakan media yang melibatkan indera
pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses (Pritasari dan Asri, 2014:3).
Barbara (dalam Anderson, 1994) mengemukakan bahwa media audio visual adalah
cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis
dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio visual.
Audio visual merupakan media yang di dalamnya terdapat unsur gambar dan suara.
Audio yang berarti suara dan visual berarti gambarnya. Cotoh dari Audio adalah suara
air, suara gunung meletus, suara kemacetan, dll. Contoh visual yaitu kamera, foto, dll.
Di dalam Audio visual terdapat istilah-istilah yang penting dalam pembuatan skenario
film. Skenario merupakan sebuah naskah cerita yang berisi urut-urutan adegan, tempat,
keadaan, dan dialog. Dalam menumis skenario diperlukannya istilah-istilah agar
memlermudah pembuatannya.
Istilah-istilah yang harus diketahui dalam pembustan skenario yaitu:
ACTION, selain diartikan sebagai perintah sutradara saat pengambilan gmbar,
ACTION juga bisa diartikan sebagai gerak laku pemeran, yang terjadi dalam suatu
adegan. Selain itu, kata ACTION juga bisa dipakai ntuk menentukan jenis sebuah film,
yang diartikan sebagai film laga.
BIG CLOSE UP (BCU), pengambilan gambar pada jarak sangat dekat. Msalnya,
dalam gambar orang hanya terlihat bibirnya saja. Contoh pemakaian dalam skenario,
untuk menunjukkan sebuah cincin di jari manis tokoh, kita bisa pakai BCU untuk cincin.
Namun jika ini sudah diperjelas dalam deskripsi, tidak perlu ditulis BCU lagi, sebab ini
adalah tugas sutradara.
CLOSE UP (CU), Pengambilan gambar pada jarak dekat. Dalam gambar orang
terlihat wajahnya saja. Untuk pemakaian dalam skenario, CU bisa untuk menegaskan
ekspresi tokoh. Namun, penggunaan CU sebisa mungkin untuk hal-hal yang sangat
penting saja, misalnya menegaskan sebuah lirikan mata dan senyum sinis A pada B. Jika
tidak terlalu penting, Jangan gunakan tanda CU ini karena masalah shot adalah wilayah
Sutradara.
COMMERCIAL BREAK, Jeda dalam tayangan sinetron yang diisi iklan. biasanya
penulis skenario juga harus memperhitungkan saat jeda ini, drgan memberikan suspense
pada cerita–sebelum commercial break–agar penonton tetap. CREDIT TITLE,
Penayangan nama tim kreatif dan para ahli, serta semua orang yang terlibat dalam
pembuatan sinetron/ film tersebut.
CUT BACK TO, Transisi dengan tempo cepat, tapi kembali ke adegan/ lokasi yang
telah dilihat sebelumnya. Contoh penggunaannya dalam skenario, misalnya seorang anak
menangis karena terpisah dari ibunya di mal. CUT TO, ibu sedang mencari anaknya
dengan gelisah di sudut yang lain, maka ketika akan kembali ke gambar anak yang
menangis tadi, yang saat ini mungkin sudah dibantu satpam, transisinya kita pakai CUT
BACK TO. CUT TO, Transisi/ peralihan dengan tempo yang cepat, misalnya untuk
menggambarkan kejadian yang terjadi bersamaan tapi pada tempat yang berbeda. Atau
juga kelanjutan adegan, tapi masih pada hari yang sama.
DISSOLVE TO, Transisi yang menunjukkan gambar menjadi kabur, kemudian
masuk ke gambar adegan berikutnya. Dalam skenario, ini biasanya dipakai untuk
menggambarkan sebuah mimpi, mengenang masa lalu, atau flash back, membayangkan
sesutau yang akan terjadi.
DIALOG, Kalimat yang diciptakan oleh penulis skenario, yang nantinya diucapkan oleh
seorang aktor. DIALOG harus mewakili peran, karakter, dan perasaan si tokoh dalam
cerita. DURASI, waktu tayang di televise sudah termasuk commercial break. Durasi yang
umum: 30 menit, biasanya untuk sinetron serial komedi. Durasi 60 menit, biasanya untuk
sinetron serial drama, durasi ni paling umum kita lihat di televise. Durasi 90 menit,
biasanya untuk sinetron cerita lepas, semacam telesinema dan FTV.
ESTABLISHING SHOT, biasa disingkat ESTABLISH saja, artinya pengambilan
gambar secara penuh, terlihat secara keseluruhan. Biasanya pengambilan dari jarak jauh
sehingga gambar terlihat kecil. Contoh, jika kita ingin memasuki setting sebuah kamar
dalam rumah sakit, biasanya kita beri dulu ESTABLISH gedung rumah sakit secara
keseluruhan. Namun, jika tempat itu sudah diperlihatkan secara keseluruhan, tidak perlu
ada ESTABLISH berulang kali.
EXT. Singkatan dari EXTERIOR, biasanya dalam scenario ditulis pada deretan judul
scene, untuk menunjukkan keterangan tempat di luar ruangan. Tulisan EXT. Dan INT.
Bisa digabung menjadi misalnya: EXT./INT. Yang menunjukkan adegan di jalanan/
dalam mobil. Bisa juga gabungan itu dipakai jika menunjukkan adegan pada teras sebuah
rumah. INT, sngkatan dari INTERIOR, penulisannya dalam scenario sama dengan EXT.,
tapi ini untuk menujukkan keterangan tempat di dalam ruangan.
FADE OUT, transisi gambar dari terang ke gelap dengan cara lambat. FADE IN:
Transisi gambar dari gelap ke terang dengan cara lambat. Dalam scenario, penulisan
FADE OUT dan FADE IN biasanya bersamaan ntuk transisi yang menujukkan perubahan
waktu, bisa dari malam ke pagi, atau dalam hitungan hari, minggu, bulan, bahkan tahun.
Selain menujukkan perubahan waktu, bisa juga menggambarkan perubahan keadaan dan
perubahan lokasi.
FLASH BACK, Bisa diartikan sebagai kilas balik. Cerita yang kembali pada waktu
sebelum kejadian berlangsung. FLASH BACK bisa menunjukkan kemunduran waktu
beberapa tahun ke belakang, bisa juga hanya dalam waktu beberapa saat sebelumnya.
FREEZE, menghentikan aksi atau bertahan pada posisi akhir adegan. Dalam
penulisan scenario biasanya digunakan untuk akhir sebuah episode, di mana gambar
berhenti mengakhiri sebuah cerita. Akhir cerita ini pada sinetron serial biasanya diambil
gambar yang paling menegangkan , sehingga akan terjadi suspense bagi penonton.
FREEZE umumnya untuk gambar tokoh sentralnya.
INSERT: Sisispan adegan pendek dan singkat tapi penting, di dalam sebuah scene.
Misalnya, pada adegan beberapa orang ngobrol di dalam ruang tamu, tiba-tiba di luar ada
orang yang mengintip dan menguping pembicaraan mereka. Meskipun setting berubah,
kita tak perlu membuat scene baru untuk adegan mengintip itu, cukup dengan INSERT
saja.
INTERCUT, perpindahan dengan cepat, dari satu adegan ke adegan lain yang berada
dalam satu kesatuan cerita. Misalnya adegan telepon, dua setting yang bergantian
ditampilkan, maka kita bisa menggunakan INTERCUT untuk pergantian cepat setiap
dialog si penelepon dan orang yang ditelepon.
LONG SHOT (LS), pengambilan gambar pada jarak jauh. Biasanya ntuk gambar
yang harus terlihat keseluruhan. Misalnya gambar orang akan terlihat seluruh badan
berikut latar belakangnya. Namun, jika tak terlalu penting jangan cantumkan LS dalam
scenario karena sama seperti CU dan BCU, ini juga wewenang sutradara.
MAIN TITLE, Judul cerita pada sebuah tayangan sinetron/ film. Dalam penulisan
scenario biasanya ditampilkan atau ditulis setelah adegan teaser. Dan dilanjutkan dengan
penayangan credit titles.
MONTAGE = Beberapa gambar yang menujukkan adegan berkesinambungan dan
mengalir, bisa beberapa lokasi yang berbeda, tapi menyatu dalam rangkaian. Dalam
penulisan scenario, misalna seorang sedang putus cinta, maka ia mulai mengenang masa
indahnya dulu bersama mantan kekasihnya. Dalam hal ini kita pakai MONTAGE dengan
menampilkan beberapa adegan indah anatara si tokoh dan mantan kekasihnya ketika
masih bersama, kita tampilkan mereka sedang berkejaran di pantai, lalu kita tampilkan
juga saat mereka berduaan di taman bunga, lalu saat mereka saling menukar barang
kenangan, dsb.
RATING, ini kita istilahkan sebagai survey jumlah penonton yang menyaksikan
tayangan di televise, dalam hal ini termasuk tayangan sinetron yang cerita dan
skenarionya kita tulis. Survei ini dilakukan oleh sebuah lembaga bernama AC NIELSON,
yang sudah diakui kredibilitasnya oleh masyarakat pertelevisian di Indonesia. Setiap
minggunya pihak ini akan memebrikan lembaran hasil surveinya ke semua stasiun
televise dan PH, di lembaran itu akan terlihat urutan tayangan mulai dari yang terbanyak
penontonnya, hingga yang paling sedikit. RATING sampai saat ini masih menjadi tolok
ukur tayangan di Indonesia. RATING tinggi berarti tayangan dianggap laku dan secara
bisnis menguntungkan PH/ Broadcast, sehingga diproduksi terus, sebaliknya bila
RATING rendah maka tayangan akan cepat dihentikan agar tidak merugikan produksi.
SCENE, kata lain dari adegan, yaitu bagian terkecil dari sebuah cerita. SCENARIO,
artinya sama dengan scenario, hanya masalah perbedaan bahasa saja, penulisan
menggunakan “K” karena sudah diindonesiakan. SCREENPLAY, artinya juga sama
dengan Scenario/ Skenario. SCRIPTWRITER, Orang yang kerjanya membuat/ menulis
scenario atau disebut juga Penulis Skenario.
SEQUENCE, ata lain dari Babak, yaitu kumpulan dari beberapa adegan. SLOW
MOTION, Gerakan yang terlihat lebih lambat dari biasanya. Hal ini biasanya digunakan
untuk menampilkan adegan yang sangat dramatis. Misalnya, adegan seorang tokoh
ditembak dari belakang. Saat si tokoh jatuh, gerakan bisa saja dibuat SLOW MOTION
agar lebih terkesan dan menyentuh perasaan penontonnya
SOUND EFFECT, biasanya dalam penulisan digunakan istilah FX, maksudnya suara
yang dihasilkan di luar suara mausia dan ilustrasi musik. Msalnya, suara telepon
berdering, bel tanda masuk sekolah, suara alat dapur berjatuhan, dsb.
SPLIT SCREEN, Dua adegan berbeda yang muncul pada satu layer. Bisa kita pisahkan
dengan garis vertical atau horizontal. Pada penulisan dalam Scenario bisa kita pakai saat
ingin menggambarkan adegan telepon yang menampilkan ekspresi kedua tokoh secara
bersama-sama.
TEASER, adegan gebrakan, ditampilkan pada pembukaan/ awal cerita, yang tujuannya
memancing penonton untuk menyaksikan kelanjutan cerita di belakangnya. Teaser bisa
berupa sebuah scene/ adegan baru yang diiciptakan oleh penulis scenario, bisa juga
cuplikan adegan paling menarik/ konflik utama yang sudah ada dalam scenario.
VOICE OVER (VO), dialog yang terdengar tapi tidak tampak di gambar, misalnya
terdengar orang berbicara dari ruang sebelah. Atau, bisa juga orangnya tampak, suaranya
terdengar, tapi bibirnya tidak bergerak, jadi dia terlihat berbicara dalam hati.
1.10 Referensi
Cavalier, S. (2011). The World History of Animation. California: University of
California Press.
Kurnianto, Arik. (2015). Tinjauan Singkat Perkembangan Animasi Indonesia Dalam
Konteks Animasi Dunia. Binus Journal
Retnowati., Agnes Herawati dkk. (2015). Humaniora: Language, People, Art, and
Communication Studies. Binus Journal. Vol 6. No 2.
Whybali. (22. Oktober 2020). Materi Sejarah Audio Visual. Youtube.
https://youtu.be/1Wbb8FEcfhs?feature=shared
Wright, J. A. (2005). Animation Writing and Development: From Script Development to
Pitch, Burlington: Elsevier.

2 Rosdakarya Bandung, 1988, hlm. 1.


3 2
4 Pemanfaatannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 6.
5 Arsyad, Media Pembelajaran, Grafindo, Jakarta, 2006, hlm. 3.
3 Arief S. Sadiman, et. Al, Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan

6 Azhar Arsyad, Op.cit., hlm. 50-51.


18 Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Op.cit., hlm. 102.

19 Fatah Syukur NC, Teknologi Pendidikan, Rasail, Semarang, 2005, hlm. 150-152.

BAB 2 KEKURANGAN DAN KELEBIHAN AUDIO VISUAL

2.1 Kekurangan
A. Latar belakang

Audio visual adalah media yang mempunyai unsur dan gambar, serta kemampuan yang
lebih baik karena meliputi suara dan gambar. Media audio visual adalah media yang
penyampaian pesannya dapat diterima oleh indera pendengaran dan indera penglihatan
manusia. Akan tetapi gambar yang dihasilkannya adalah gambar diam atau sedikit
memiliki unsur gerak. Media audio visual merupakan media yang terdiri antara audio dan
visual yang digabungkan dengan kaset audio yang memiliki unsur suara dan gambar yang
biasa dilihat, contohnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara dan sebagainya
(Hastuti and Budianti, 2014).

Menurut Ernadia dalam jurnalnya menyebutkan bahwa jenis media audio visual dibagi
menjadi dua jenis, yang pertama media audio visual murni, seperti film gerak (movie
bersuara), televisi dan vidio. Adapaun yang kedua adalah media audio visual tidak murni,
yaitu yang dikenal dengan slide dan peralatan lainnya, bila diberi unsur suara dari
rekaman kaset yang dimanfaatkan secara bersamaan dalam satu waktu atau proses
pembelajaran (Ernadia, 2019).

selanjutnya dalam jurnal purnomo menyebutkan bahwa kedua jenis media audio visual
pada umumnya digunakan untuk hiburan, dokumentasi dan pendidikan. Film dan video
dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang
rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan
mempengaruhi sikap (Purnomo, 2014).Akhir tahun 1950, teori komunikasi mulai
mempengaruhi penggunaan alat audio visual, dalam pandangan teori komunikasi, alat
audio visual berfungsi sebagai alat penyalur pesan dari sumber pesan kepada penerima
pesan. Begitupun dalam dunia pendidikan, alat audio visual bukan hanya dipandang
sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga berfungsi sebagai penyalur pesan belajar
(HM. Musfiqon, 2012: 42). Menurut Yudhi Munadi (2008: 56) media audiovisual adalah
media yang melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses.
Sifat pesan yang dapat disalurkan melalui media dapat berupa pesan verbal dan non verbal
yang terlihat layaknya media visual juga pesan verbal dan non verbal yang terdengar
layaknya media audio. Pesan visual yang terdengar dan terlihat itu dapat disajikan melalui
program audiovisual seperti film dokumenter, film drama, dan lain-lain. Semua program
tersebut dapat disalurkan melalui peralatan seperti film, video dan juga televisi dan dapat
disambungkan pada alat proyeksi

Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, Sebab mengandung kedua
jenis media baik auditif dan juga visual.
Kekurangan audio visual

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, audio visual merupakan media yang mempunyai
unsur dan gambar serta kemampuan yang lebih baik karena meliputi suara dan gambar.
Selain itu ada juga jenis-jenis audio visual, macam-macam audio visual, kelebihan dan
kekurangan audio visual, serta contoh dari Audio Visual. Yang akan saya bahas adalah
mengenai kekurangan dari audio visual.

Kekurangan Media Audivisual diantaranya:

1. Perhatian penonton sulit di kuasai,partipasi mereka jarang di praktikan


2. Sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus di imbangi dengan pencarian bentuk
umpan balik yang lain
3. Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang di sajikan secara sempurna
4. Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.

Kelemahan media audio visual lainnya adalah : Pengadaan film dan video umumnya
memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak. Tidak semua siswa mampu
mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui film tersebut.Menurut Dina
Indriana (2011: 92) kekurangan media film Adalah:

Harga produksinya cukup mahal dan bahkan sangat mahal.

Pembuatannya memerlukan proses yang lama sehingga menyita banyak waktu dan
tenaga.

Memerlukan penggelapan ruangan.

Contohnya film, di Indonesia harga produksi suatu sangat mahal, pembuatan nya juga
memerlukan waktu yang cukup lama, serta pekerjaan yang menguras tenaga dan
memerlukan waktu untuk menata Cahaya yang diinginkan. Kekurangan audio visual
diantaranya juga meliputi: Sering dianggap sebagaihiburan, dan kegiatanmelihat video
adalahkegiatan pasif. Suaranya juga terkadang tidak jelas.

Jadi diantara kekurangan yang sudah dijelaskan diatas, semenarik apapun audio visual
pada masa sekarang tetap ada yang namnya kekurangan didalamnya, seperti tadi
dikatakan bahwa audio visual kadang suaranya kurang jelas. Kekurangan lainnya adalah
dari sifat media ini yaitu, Sifat komunikasinya satu arah, Misalnya apabila kita sedang
melakukan aktivitas belajar mengajar secara daring atau online dan media pembelajaran
nya itu media audio maka pendengar akan akan mengalami kesulitan bila ada materi yg
kurang pada pahami serta sulit buat mendiskusikan sebab media audio ini bersifat one
way Communication atau komunikasinya satu arah. Ada kelemahan tersebut
menguranginya dapat diatasi dengan telepon.

Banyak menggunakan audio sertab bahasa mulut dengan pemahamannya kurang


mungkin hanya bisa dinikmati oleh pengguna yang mempunyai pendegaran yang bagus.
Media audio juga hanya dapat melayani si pendengar atau penerima pesan yang sudah
mampu dapat berfikir apa arti atau esensi dari audio yang di dapatkan. Biasanya
menggunakan media ini seperti di acara radio Biasanya serempak dan tidak dapat
terkontrol atau sulit melakukannya.

Kekurangan asal Media Visual menjadi berikut :

1. Berukuran gambar sering Kali kurang tepat dalam pengajaran kelompok besar
2. Memerlukan ketersediaan asal sertaketerampilan, serta kejelian pengajar dapat
memanfaatkannya.
3. Lambat dan kurang simpel
4. Tidak adanya audio Media visual hanya berbentuk tulisan tentu, Tidak bisa
didengar,sebagai
Akibatnya kurang mendetail materi yang disampaikan.
5. Visual yg terbatas, Media ini hanya bisa memberikan visual Berupa gambar yang
mewakili isi informasi.

Kesimpulan

Jadi kesimpulannya adalah, secanggih apapun sekarang. Tetap ada yang namnya
kekurangan dan kelebihannya, seperti yang sudah dibahas diatas lumayan banyak
kekurangan dari Audio visual ini, seperti tadi kurang jelasnya suara, harga produksi film
yang cukup mahal, serta komunikasi satu arah yang kurang efektif untuk dilakukan.
Media audio visual bisa menggabungkan unsur gambar dan suara akan membuat peserta
didik lebih tertarik dalam proses belajar dan mengajar.

2.2 Kelebihan
1. Audio Visual sebagai Media Pembelajaran

Media Audio Visual Menurut Marshall Meluhan (2008: 99) adalah bentuk
perantara audio visual yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau
menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, pendapat atau gagasan yang
dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Untuk kelebihan dari media
yang satu ini pastinya akan terkesan lebih komunikatif, karena memang output-nya
dapat dilihat secara visual dan didengar secara auditif. Media Audio Visual sendiri
juga bisa berperan sebagai alat bantu yang kerap dimanfaatkan untuk menyampaikan
informasi, pengetahuan, ide, gagasan yang dituangkan dalam bentuk presentasi tulisan
dalam sebuah pembelajaran, perkuliahan, sekolah, ataupun dalam dunia perkantoran.

Audio visual mempunyai dua unsur yaitu unsur suara dan unsur gambar. Audio
visual memiliki keahlian yang lebih baik karena meliputi kedua unsur tersebut yaitu
auditif (mendengar) dan juga visual (melihat). Dengan berbagai kemudahan dan
keahlian dari audio visual, maka dapat digunakan dalam situasi belajar untuk
membantu tulisan serta kata yang diucapkan dalam memberi pengetahuan, sikap, dan
juga ide. Media pembelajarannya sebagai pembangkit rangsangan indera dapat
berbentuk Audio (suara), Visual (gambar), maupun Audio Visual. Penggunaan media
audio visual dalam pembelajaran dapat memudahkan dalam menyampaikan materi.
Beberapa tahun terakhir penggunaan media audio visual dalam pembelajaran semakin
meningkat karena memberikan banyak manfaat bagi siswa dalam mengingat maupun
memahami pembelajaran.

Selain dapat membantu siswa, media audio visual juga memberikan kemudahan
kepada guru dalam mengajar diantaranya:

1. Media pembelajaran lebih menarik, karena ketika siswa diajak untuk melihat gambar
dan mendengar suara maka siswa akan merasa seperti dilibatkan dalam proses
pembelajaran. Hal ini akan membuat pembelajaran terasa lebih menyenangkan dan
tidak membosankan.
2. Membantu siswa untuk cepat memahami pelajaran, dengan menggunakan gambar dan
suara topik yang kompleks bisa dijelaskan secara jelas dan mudah dipahami.
3. Memperkuat daya ingat siswa, penelitian menunjukkkan bahwa siswa lebih mudah
mengingat informasi yang diberikan melalui gambar maupun video. Dengan demikian
maka siswa bisa mengingat materi lebih mudah dan lebih lama.
4. Meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, siswa dapat mempunyai
kesempatan untuk menonton video dan presentasi atau bahkan membuat presentasi
sendiri. Hal ini membuat siswa terlibat dan lebih aktif dalam proses pembelajaran.
5. Membantu guru dalam mengajarkan materi, guru dapat memanfaatkan audio visual
untuk menyampaikan informasi yang lebih jelas dan mudah dipahami. Selain itu,
dengan bantuan media audio visual guru dapat memotivasi siswa dan membuat
suasana pembelajaran terasa lebih seru.

Adapun contoh media audio visual dalam pembelajaran yaitu:

• Proyektor, dengan menggunakan proyektor guru dapat menampilkan gambar, video,


dan presentasi dengan mudah di depan kelas. Dengan menggunakan proyektor guru
dapat memproyeksikan slide presentasi atau video langsung dari komputer. Melihat
gambar atau video lebih menarik daripada hanya melihat teks dan siswa dapat melihat
bagaimana suatu konsep bekerja secara nyata.
• Papan tulis interaktif, yaitu alat bantu pembelajaran yang menggabung elemen visual
dan juga audio. Papan tulis ini menggunakan teknologi sensor yang memungkinkan
untuk menulis pada papan tulis dan mengontrol computer secara langsung. Selain
meningkatkan keterlibatan siswa, papan tulis interaktif dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran karena guru dapat memperlihat gambar atau video untuk menjelaskan
konsep pembelajaran. Selain itu juga dapat memudahkan kolaborasi siswa dalam
pembelajaran, mereka dapat menulis bersama-bersama pada papan tulis, berdiskusi,
dan memecahkan masalah secara langsung.
• Sound system, sebagai media audio memungkinkan siswa untuk mendengarkan suara
lebih jelas saat guru memberikan penjelasan, suara presentasi maupun video, ataupun
suara music yang digunakan sebagai pengiring pembelajaran. Penggunaan sound
system dapat meningkatkan kualitas pendidikan, memperkuat ketrampilan bahasa
inggris baik keterampilan berbicara, mendengar, maupun memahami bahasa Inggris.
• Digital signage, yaitu media visual yang dapat menampilkan informasi dalam bentuk
teks, gambar maupun video. Media ini dapat digunakan di ruang kelas, aula, atau ruang
public lainnya di sekolah. Digital signage dapat memperkuat identitas sekolah karena
dapat menampilkan logo dan slogan sekolah. Selain itu, informasi yang ditampilkan
menarik dan menantang bagi siswa seperti gambar atau video tentang ilmu
pengetahuan atau seni.

2. Kelebihan Audio Visual

Dalam beberapa hal audio visual memiliki beberapa kelebihan yaitu diantaranya
sebagai berikut:

1. Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangsangan luar
lainnya. Hal inilah yang membuat audio visual sangat cocok digunakan sebagai media
dalam pembelajaran sehingga bisa membuat para peserta didik untuk lebih fokus
terhadap materi yang disampaikan.

2. Dengan alat perekam pita vidio sejumlah besar penonton dapat memperoleh informasi
dari ahli-ahli atau spesialis.
3. Desmontrasi yang sulit bisa di persiapkan dan di rekam sebelumnya sehingga pada
waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada penyajiannya. Hal ini
memudahkan guru dalam mempersiapkan diri untuk memberikan materi yang terbaik
bagi peserta didiknya.
4. Menghemat waktu dan rekaman dapat di putar berulang-ulang. Peserta didik juga
dimudahkan dengan hal ini karena pemahamannya bisa semakin diperkuat dengan
berulang kali menonton rekaman dari materi yang disiapkan.
5. Keras lemah suara yang ada bisa di atur dan di sesuaikan bila akan di sisipi komentar
yang di dengar.
6. Gambar proyeksi biasa di –“beku”-kan untuk di amati dengan seksama. Guru bisa
mengatur dimana dia akan menghentikan gerakan gambar tersebut.
7. Ruang tidak perlu di gelapkan waktu menyajikannya.
Ada banyak sekali kelebihan dari audio visual terutama dalam pembelajaran.
Sehingga para pendidik maupun peserta didik bisa meningkatkan pemahamannya
terhadap materi pembelajaran. Audio memungkinkan materi yang disampaikan
tersampaikan dengan jelas sedangkan dengan adanya visual maka akan membantu
daya ingat peserta didik.

3. Fungsi Audio Visual

Sebagai suatu sarana komunikasi, terdapat beberapa fungsi dari audio visual
diantaranya sebagai berikut:

1. Fungsi sosial, audio visual disini untuk menyampaikan informasi dalam berbagai
bidang. Hal ini dapat membantu untuk mendapatkan pemahaman terkait orang lain
maupun adat istiadat.
2. Fungsi edukasi, berjalan dengan memberikan pengalaman yang bermakna serta
pengetahuan yang luas kepada seseorang. Tidak hanya itu, audio visual juga sebagai
sarana menyampaikan nilai-nilai sehingga membantu untuk berpikir kritis.
3. Fungsi budaya, melalui audio visual unsur-unsur seni dan budaya dalam suatu
masyarakat dapat diwariskan. Selain itu, dapat juga memberikan gambaran tentang
perubahan kehidupan manusia.
4. Fungsi ekonomis, dengan menggunakan audio visual maka suatu tujuan dapat dituju
secara efektif. Karena materinya dapat disampaikan dengan tenaga, biaya, dan waktu
yang seminimal mungkin tanpa mengurangi efektivitasnya.

4. Manfaat Audio Visual

Manfaat dari keberadaan audio visual dapat dirasakan dari berbagai bentuk
aktivitas, diantaranya sebagai berikut:

• Memuncurkan rasa penasaran dan rasa ingin ingin tahu, hal ini terjadi karena adanya
visual yang ditampilkan visual yang menarik beserta audio. Dengan demikian akan
menimbulkan rasa ingin tahu terutama di kalangan anak-anak.
• Tidak membosankan, karena sangat bervariasi antara penggabungan audio dan visual
yang dapat dikreasikan dalam bentuk tayangan.
• Memudahkan penyampaian materi, terutama dalam pembelajaran media audio visual
sangatlah membantu sebab dapat menarik perhatian siswa. Anak-anak bisa
mengetahui dan memahami isi materi dengan mudah.
• Memastikan adanya pemahaman, media audio visual dapat memastikan informasi
yang diterima sesuai dengan yang disampaikan karena dalam bentuk penayangan
pemahamannya bisa lebih cepat terserap.

5. Tujuan Media Pembelajaran Audio Visual


Menurut Anderson, ada beberapa tujuan dari media pembelajaran audio visual
yaitu sebagai berikut:
• Untuk mengembangkan kognitif pada anak agar bisa mengenal berbagai hal dan
merangsang gerak.
• Untuk mengajarkan berbagai pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan juga hukum
tertentu.
• Untuk menunjukkan beberapa contoh dan juga cara bersikap yang menyangkut
interaksi siswa.
• Untuk menyampaikan materi informasi yang paling efektif.

2.3 Petunjuk Teknis Penggunaan Audio Visual


(Ramli)

Inilah beberapa petunjuk praktis yang perlu diperhatikan bila mempertimbangkan akan
memproduksi gambar bergerak, baik film maupun televisi:

1. Media ini didisain terutama untuk memperlihatkan gerak,

bukan memperlihatkan gambar diam.

2. Jika digarap dengan baik, gambar bergerak sangat baik untuk

tujuan afektif (mempengaruhi siswa untuk mengubah sikap).


3. Untuk kepentingan pengajaran, sebaiknya gambar bergerak digunakan berdasarkan
hubungan langsung dengan penonton pribadi. Berapapun besarnya kelompok siswa yang
menonton, pesan yang diminta dalam naskah hendaklah

menghitung siswa sebagai pribadi

4. Suara yang mengiringi gambar harus sesuai dengan isi

gambar.

5. Narasi tidak boleh menceritakan apa yang terlihat di layar,

kecuali kalau untuk menginterpretasikan atau untuk

memperjelas, atau untuk tekanan hal yang penting.

6. Semua media gambar bergerak harus mengandung isi yang sudah dibakukan, serta harus
disunting dan diujicobakan. sebelum digunakan dalam kegiatan pengajaran. Sebelum
dicetak, konsultasikan dulu materinya pada orang yang ahli dalam bidang itu. Anda juga
perlu mencobakan kemantapan media ini pada sekelompok siswa.
7. Karena film dan video sesungguhnya adalah media gambar bergerak, narasinya
hendaklah dikembangkan berdasarkan visual naskah yang didisain dengan teliti. Penulis
naskahnya harus berpikir secara visual (berpikir dalam tata gambar (tan bukan dalam tata
kalimat).
8. Ingat, penonton Anda tidak terikat. Mereka hanya bisa mengalihkan perhatian pada hal-
hal lain jika tontonan itu tidak menarik baginya. Oleh karena itu dalam perencanaan
naskah media ini, harus dipertimbangkan juga sikap penonton, latar belakang budaya
Tatar, umur, jenis kelamin, serta gagasan dan harapan mereka.
9. Gambar yang disajikan hendaklah bervariasi, dan diambil dari sudut pengambilan yang
berbeda-beda, supaya penonton tidak cepat bosan. Usahakan lama masa putarnya
seminimum mungkin.
10. Memproduksi media gambar bergerak adalah suatu pekerjaan yang rumit. Kegiatan ini
melibatkan banyak ahli dari berbagai disiplin serta teknisi yang terampil. Sistem kerja
yang diatur oleh suatu kepanitiaan tidak cocok dengan kegiatan produksi ini, bahkan
hanya akan menambah biaya frustrasi dan kesimpangsiuran. Tanggung jawab pengaturan
kerja pada berbagai tingkat produksi, dan tanggung jawab atas persetujuan hasil akhir,
secara terus-menerus harus ada di tangan satu orang. Jadi siapa pun orangnya, dia harus
ditunjuk sebagai produser dan harus selalu siap, untuk mengkoordinasikan kerja sama
berbagai pihak yang terlibat dalam produksi.

1. Semua ketentuan di atas bukanlah merupakan syarat

mutlak atau suatu keharusan bagi setiap usaha memproduksi media bergerak. Mungkin
saja ketentuan tersebut tidak berlaku dalam setiap kasus, atau, tidak semua ketentuan
berlaku pada suatu kasus.

Uraian ini tidak dimaksudkan untuk lebih mempertajam pertentangan antara film dan
video sebagai media yang bersaing dalam menarik peminatnya. Panduan dan daftar
pertanyaan yang dikemukakan berikut ini dimaksudkan agar pembaca memiliki dasar
pengetahuan yang terorganisasi

Dengan menggunakan video (disertai suara atau tidak), kita dapat menunjukkan kembali
gerakan tertentu. Gerak yang ditunjukkan itu dapat berupa rangsangan yang serasi, atau
berupa respon yang diharapkan dan siswa. Umpamanya: program pendek (vignette) yang
mem- perlihatkan interaksi orang-orang. Dengan melihat program ini siswa dapat melihat
apa yang "harus atau jangan" dilakukan.

b.Dengan video, penampilan siswa dapat segera dilihat kembali untuk dikritik atau
dievaluasi. Caranya adalah dengan jalan merekam kegiatan yang terpilih, misalnya saja
kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan keterampilan interpersonal, seperti
teknik mewawancarai, memimpin sidang, memberi ceramah dan sebagainya. Semua ini
dimaksudkan untuk memantapkan penguasaan siswa terhadap suatu keterampilan
sebelum terjun ke dalam arena yang sebenarnya.

c. Dengan menggunakan efek tertentu dapat diperkokoh baik proses belajar maupun nilai
hiburan dari penyajian itu. Beberapa jenis efek visual yang bisa didapat dengan video
antara lain: penyingkatan/perpanjangan waktu, gambaran dari beberapa kejadian yang
berlangsung bersamaan "split /multiple screen image" (pada layar terlihat dua atau lebih
kejadian), perpindahan yang lembut dari satu gambar/ babak ke gambar/babak
berikutnya, dan penjelasan gerak (diperlambat atau dipercepat).

4. Anda akan mendapatkan isi dan susunan yang utuh dari materi pelajaran/latihan, yang
dapat digunakan secara interaktif dengan buku kerja, buku petunjuk,'-buku teks, alat atau
benda lain yang biasanya untuk di lapangan.
5. Informasi yang dapat disajikan secara serentak pada waktu yang sama di lokasi (kelas)
yang berbeda, dan dengan

jumlah penonton atau peserta yang tak terbatas, dengan jalan menempatkan monitor
(pesawat televisi) di kelas- kelas.

f. Suatu kegiatan belajar mandiri di mana siswa belajar sesuai dengan kecepatan masing-
masing dapat dirancang. Rancangan kegiatan yang mandiri ini biasanya dilengkapi atau
dikombinasikan dengan bantuan komputer atau bahan cetakan.

2. Keterbatasan yang terdapat pada media audio visual

1. Ketika akan digunakan, peralatan video tentu harus sudah tersedia di tempat penggunaan;
dan harus cocok ukuran dan formatnya dengan pica video yang akan digunakan.
2. Menyusun naskah atau skenario video bukanlah pekerjaan yang mudah dan menyita
waktu.
3. Biaya produksi video sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mampu
mengerjakannya.
4. Apabila gambar pada pica video ditransfer ke film hasilnya jelek.

e.Layar monitor yang kecil akan membatasi jumlah pe- nonton, kecuali jaringan monitor
dan sistem proyeksi video diperbanyak.

f. jumlah huruf pada grafis untuk video terbatas, yakni separoh dari jumlah huruf grafis
untuk film/gambar di-am.

g.Bila Anda menggunakan grafis yang berwarna pada TV hitam putih haruslah berhati-
hati sekali. Contoh: warna- warna merah dan hijau dengan kepekatan tertentu akan terlihat
sama pada layar TV hitam putih. Sedapat mungkin usahakan membuat grafis dengan
warna hitarn putih atau kelompok abu-abu.

berhubungan

dengan

h. Perubahan yang pesat keterbatasan sistem berkelanjutan.

dalam video

teknologi menjadi

menyebabkan masalah yang

Secara khusus kelebihan dan kelemahan media audio visual dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu televisi dan film/VTR/VCD/DVD. Kedua kelompok akan bahas secara
sederhana berikut ini.

1. Kelebihan dan Kelemahan Televisi

Terdapat beberapa kelebihan televisi sebagai media dalam pembelajaran, antara lain
sebagai berikut:

a.TV dapat menerima, menggunakan dan mengubah atau membatasi semua bentuk media
yang lain, menyesuaikan dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai,

b. TV merupakan medium yang menarik, modern dan selalu siap diterima oleh anak-anak
karena mereka mengenalnya sebagai bagian dari kehidupan luar sekolah mereka,

c. TV dapat memikat perhatian sepenuhnya dari penonton, seperti halnya film. TV


menyajikan informasi visual dan lisan secara simultan,

d. TV mempunyai realitas dari film tapi juga mempunyai kelebihan yang lain yaitu
immediacy (objek yang baru saja ditangkap kamera dapat segera dipertontonkan)
e.Sifatnya langsung dan nyata. Dengan TV siswa tahu mutakhir, mereka bisa mengadakan
kontrak dengan orang- orang besar/terkenal dalam bidangnya, melihat dan mendengarkan
mereka berbicara,

6. Horizon kelas dapat diperlebar dengan TV. Batas ruang dan waktu dapat diatasi,
7. Hampir setiap mata pelajaran bisa di TV-kan,
8. TV dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru

dalam mengajar.

Di samping kelebihannya, televisi juga mempunyai

beberapa kelemahan sebagai berikut:

1. Harga pesawat TV relatif mahal,


2. Sifat komunikasinya hanya satu arah,
3. Jika akan dimanfaatkan di kelas jadwal siaran dan jadwal

pelajaran di sekolah seringkali sulit disesuaikan,

4. Program di luar kontrol guru, dan


5. Besarnya gambar layar relatif kecil dibandingkan dengan film,

sehingga jumlah siswa yang dapat memanfaatkan TV terbatas.

2. Kelebihan dan kelemahan Film/VTR/VCD/DVD

Terdapat beberapa kelebihan Film/VTR/VCD/DVD sebagai media dalam pembelajaran,


antara lain sebagai berikut:

1. Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat

dari rangsangan luar lainnya,

2. Dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton

dapat memperoleh informasi dari ahli-ahli/spesialis,


c.Demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga pada
waktu mengajar guru bisa

memusatkan perhatian pd penyajiannya,

.Menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang- ulang,

e. Kamera bisa mengamati lebih dekat objek yang lagi bergerak atau objek yang
berbahaya seperti harimau,

f. Keras-lemahnya suara yang ada bisa diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komenter
yang akan didengar,

g.Gambar proyeksi biasa dibekukan untuk diamati dengan seksama. Guru bisa mengatur
di mana dia akan menghentikan gerakan gambar tersebut. Kontrol sepenuhnya di tangan
guru,

h. Ruangan tak perlu digelapkan waktu menyaksikannya.

Di samping kelebihannya, Film/VTR/VCD/DVD juga mempunyai beberapa kelemahan


sebagai berikut:
a. Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang

dipraktekkan,
b.Sifat komunikasinya yang satu arah haruslah diimbangi

dengan pencarian bentuk umpan balik yang lain,


c. Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan

secara sempurna,
d. Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.

D. Komponen Pengembangan Media Audio Visual


Dalam pembuatan media audio visual pembelajaran terdapat beberapa komponen yang
harus ada selayaknya pembuatan sebuah film biasa. Komponen-komponen tersebut
adalah:

1. Naskah

Naskah merupakan teks cerita yang ditampilkan oleh para pemain, yang berisikan tentang
pesan-pesan pembelajaran yang akan difilmkan, biasanya dapat berupa naskah
dokumenter atau naskah dialog yang terdiri dari beberapa pemain film. Naskah dibuat
oleh guru yang bersangkutan dengan berkonsultasi kepada beberapa tenaga ahli lainnya,
seperti ahli isi, ahli komunikasi, dan lain-lain.

2. Sutradara

Ketika pembuatan audio visual atau film tentunya sangat diperlukan adanya seorang
sutradara, yang mengatur rentetan perekamannya, agar dapat berjalan sesuai dengan
rencana, dan dapat berhasil dengan efektif dan efisien.

3. Kameramen

Kameramen adalah orang yang melakukan perekaman semua adegan yang difilmkan.
Teknisi ini harus mempunyai keahlian khusus, sebab jika tidak akan menghasilkan
rekaman yang kurang bahkan tidak memuaskan. Di samping itu juga dapat menghambat
cepat lambatnya penyelesaian media audio visual yang dibuat.

4. Pemain film

Untuk menjalankan sebuah rekaman media audio visual tidak akan bisa lepas dari pemain
yang berperan di dalam adegan tersebut, walaupun hanya sekedar berjalan atau duduk
tanpa bersuara karena ia dijadikan sebagai media yang dijelaskan atau lainnya. Pemain
ini harus betul-betul mahir sebab bila tidak sangat memperlambat selesainya proses
perekaman.

5. Seperangkat alat untuk merekam film dan Editing


Setelah semua rekaman selesai, maka langkah terakhir adalah editing, dengan
menggunakan seperangkat alat editing layaknya sebuah film, sebab mungkin ada yang
perlu ditambah dengan animasi lainnya, atau ada adegan yang dipotong, disambung,
bahkan ada yang harus didabing.

E. Langkah-langkah Penggunaan Media Audio-Visual dalam Pembelajaran

Dalam implementasinya ketika pembelajaran, langkah- langkah penggunaan media


audio-visual jika jauh beda dengan media audio, yaitu:

1. Langkah Persiapan

a. Persiapan dalam merencanakan, seperti berkonsultasi para ahli.

b.Berikan pengarahan, khusus terhadap ide-ide yang sulit bagi siswa yang akan
dikemukakan dalam materi.

c. Perhitungkan kelompok sasaran.


d. Usahakan sasaran harus dalam keadaan siap. e. Periksa peralatan yang akan
dipergunakan.

2. Langkah Penyajian

a. Sajikan dalam waktu yang tepat dengan kebiasaan atau cara mendengarkan.

b. Atur situasi ruangan, sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pembelajaran.

c. Berikan semangat untuk mulai mendengarkan dan mulai konsentrasi terhadap


permasalahan yang akan dihadapi.

3. Tindak Lanjut

Merupakan langkah untuk melakukan koreksi dan perbaikan secara menyuruh terhadap
kegiatan, baik yang berhubungan dengan langkah persiapan maupun kegiatan yang
terdapat dalam langkah pengajian. Sangat perlu pada kegiatan tindak lanjut siswa
diberikan kesempatan untuk bertanya, bahkan perlu ditindaklanjuti dengan penugasan
terhadap para siswa secara individu atau kelompok. Untuk mengetahui apakah mereka
betul-betul menyimak dan memperhatikan penyajian yang ditayangkan dan mencatat
secara seksama.

2.4 Latihan dan Diskusi

2.5 Ringkasan

2.6 Istilah Penting


BAB 3 BAHASA DALAM AUDIO VISUAL
Sebelum mmebahas men

2.1 Bahasa dalam Audio Visual

2.1.1 Bahasa dalam Karya Sastra


Di dalam sebuah jurnal yang di tulis oleh Agung Septian, seorang mahasiswa S1
universitas Pamulang menuliskan bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang
serampangan, digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
komunikasi antar manusia. Terdapat delapan prinsip dasa dalam hrakikat bahasa, yaitu
bahasa adalah suatu sistem, bahasa adalah vokal, bahasa tersususn dari lambang- lambang
mana suka, setiap bahasa bersifat unik dan bersifat khas, bahasa dibangun dari kebiasaan-
kebiasaan, bahasa adalah alat komunikasi, bahasa berhubungan erat dengan budaya
tempatnya berada, dan bahasa itu berubah-ubah.

Bahasa merupakan salah satu instrumen di dalam sebuah karya sastra, dengan bahasa
dapat menciptakan sebuah karya sastra yang indah dan sarat akan makna. Karya sastra
merupakan representasi akal budi pengarang yang menggunakan bahasa sebagai
medianya. Sastra tidak jatuh begitu saja dari langit, ia dihasilkan oleh seorang sastrawan
dengan tujuan untuk di baca orang lain. Tentunya sastra juga mempunyai asal-usul, ia
berasal dari masyarakat yang mencakup si sastrawan sebagai anggotanya. Sastra juga
sering dikait-kaitkan dengan kenyataan oleh pembacanya, karena ilmu sastra bertugas
menafsirkan makna yang ada dalam karya sastra, tersedia berbagai cara yang bisa
ditempuh untuk maksud tersebut. Secara garis besar, ada dua pendekatan yang lazim
dilaksanakan, yakni pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik.

Pada dasarnya, pendekatan intrinsik menganggap karya sastra sebagai keutuhan yang bisa
berdiri sendiri, yang penafsirannya tidak tergantung pada faktor-faktor di luar karya
sastra itu sendiri. Sebaliknya, pendekatan ekstrinsik menggaris bawahi pentingnya
faktor-faktor di luar karya sastra untuk membantu penafsirannya. Faktor-faktor luar itu
bisa berupa pengarang, zaman, masyarakat, dan kenyataan yang telah menghasilkannya.
Dikutip dari artikel Linguistik Sastrawi yang ditulis Ganjar Harimansyah; bahasa dalam
karya sastra adalah pemakaian bahasa yang khusus. Sifat-sifat dan keberadaan bahasa
sastra yang khusus ini karena ada pemolaan bahasa yang digunakan secara khusus pula
sebagai bahan dasarnya. Oleh sebab itu, teks sastra memiliki status khusus sebagai seni
verbal, di mana bahasa sebagai inti semiotika kemanusiaan merupakan aktivitas yang
bermakna dalam komunikasinya (Cumming dan Simons, 1986:vii). Pemakaiannya harus
dibedakan dari pemakaian bahasa sehari-hari secara umum, pemakaian bahasa dalam
media massa (baik visual maupun auditoris), buku-buku ilmiah, perundang-undangan
atau peraturan-peraturan, dalam pidato-pidato resmi ataupun nonresmi (Teeuw,1983:1).

Masalah perbedaan bahasa dalam teks sastra dan nonsastra sebenarnya terletak pada ciri-
ciri bahasa sastra yang tidak selamanya ajeg (consistent). Artinya, ada bahasa dalam teks
nonsastra yang bercirikan bahasa sastra, dan sebaliknya ada bahasa sastra yang bercirikan
bahasa nonsastra. Bahkan ciri-ciri bahasa puisi dengan karya sastra lainnya, seperti prosa
dan drama, saling tumpang tindih (overlapping).

Perbedaan teks sastra dengan bahasa sehari-hari dapat juga dijelaskan dengan adanya dua
sistem dalam bahasa sastra. Sistem yang pertama, yaitu sistem primer, merupakan sistem
yang berkaitan dengan bahasa yang alami (bahasa sehari-hari). Yang kedua, sistem
sekunder, yaitu sistem kode bahasa sastra itu sendiri yang dikembangkan dengan
bertumpu pada sitem primernya. Sistem primer ini dapat dijelaskan sebagai hubungan
linear sedangkan sistem sekunder sebagai hubungan tidak linear dan dari hubungan tidak
linear (paradigmatis) tersebut akan muncul gejala metafora. Misalnya, dalam puisi “Aku”
karya Chairil Anwar ada ungkapan aku ini binatang jalang yang selain menggunakan
materi bahasa yang memiliki pola kalimat sehari-hari, seperti aku ini mahasiswa teladan,
tetapi ditinjau dari sistem sekundernya baris puisi tersebut menunjukkan kekhasan; selain
dapat dilihat adanya bunyi antarkata dan adanya pemenggalan larik, sehingga larik dari
kumpulannya terbuang tidak ditulis dalam satu baris. Di samping itu, bahasa puisi dalam
konvensi sekundernya menunjukkan pemadatan, pengayaan makna, pola paduan bunyi,
dan variasi penataan hubungan sintagmatik.

Di dalam karya sastra terdapat gaya bahasa yang membuatnya khusus dan berbeda dengan
bahasa pada umumnya. Tujuannya agar menarik emosional dan menghasilkan makna
yang indah dari karya sastra. Gaya bahasa juga dikenal sebagai majas.Majas adalah
penyampaian pesan menggunakan kata-kata kiasan, yang mempunyai makna tidak
sebenarnya atau imajinatif. Pada umumnya, majas cenderung menunjukkan makna yang
tidak sesuai dengan kondisi realitas sebenarnya.

Bahasa memiliki peran yang sangat penting sebagai alat komunikasi manusia dalam
berinteraksi. Bahasa juga merupakan alat untuk berpikir dan belajar. Indonesia adalah
negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan budaya. Begitu pula
dengan bahasa, Indonesia memiliki beragam bahasa daerah yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke. Sejak dikukuhkan bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional, dengan
demikian setiap komunikasi kita menggunakan bahasa Indonesia.

Bahasa juga memiliki peran yang amat penting dalam menimbulkan daya pikat terhadap
karya sastra, maka penulis menempuh berbagai macam jalan untuk menarik perhatian
pembaca salah satunya melalui gaya kata (diksi). Oleh karena itu, analisis gaya kata dalam
rangka membongkar sisi-sisi keunikan bahasa karya sastra selalu menarik untuk
dilakukan. Kesimpulannya,bahasa adalah lambang bunyi yang serampangan, digunakan
oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri. Perbedaan utama bahasa sastra dengan nonsastra adalah pada
gaya bahasa dan diksi-diksinyang digunakan sehingga menghasilkan makna yang
indah.Bahasa juga memiliki peran yang sangat penting karena merupakan alat utama
dalam pembuatan sebuah karya sastra.

2.1.2 Bahasa dalam Audio Visual


PENDAHULUAN

Perkembangan bahasa anak usia dini adalah suatu perubahan sistem lambang bunyi yang
berpengaruh pada kemampuan berbicara anak usia dini. Dengan kemampuan
berbicaranya itu anak usia dini bisa mengidentifikasi dirinya, serta berinteraksi dan
bekerja sama dengan orang lain4. Sebelum dapat berbicara umumnya seorang anak
memiliki perilaku untuk mengeluarkan suara-suara yang bersifat sederhana lalu
berkembang secara kompleks dan mengandung arti. Misalnya seorang anak menangis,
mengoceh, lalu ia akan dapat menirukan berbagai kata yang didengar dari orang tua
(lingkungannya) seperti kata mama, papa, makan, minum dan sebagainya
(Raudatussolihah, 2022)
Perkembangan bahasa dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti
dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan
seterusnya, anak belajar bahasa seperti halnya belajar yang lain, meniu dan menguang
merupakan hasil yang didapat cara belajar bahasa awal. Lalu anak menambh kata-kata
dengan meniru bunyi-bunyi yang didengarnya.6 Seiring dengan bertambahnya usia anak,
kemampuan berbicara mereka akan berkembang. Untuk mengoptimalkan perkembangan
bahasa tersebut maka diperlukan pemberian stimulasi berupa pembelajaran

Adapun Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, khususnya
teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap penyusunan dan penerapan strategi
pembelajaran. Melalui perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut para guru
dapat menggunakan berbagai media sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran.
Media dapat meningkatkan produktivitas pendi-dikan. Salah satu bentuk media
komunikasi elektronik adalah media audio-visual. Misalnya media video dengan
karakteristik utamanya “visual motion” serta dukungan audio.

Penggunaan media video (audio-visual) sebagai sumber belajar, dapat dilakukan dengan
dua cara, (1) by utilization yaitu memanfaatkan produk yang pada awalnya tidak
dirancang untuk pembelajaran, (2) by design artinya media tersebut dirancang/ dikem-
bangkan berdasarkan tujuan pembelajaran tertentu sehingga keberadaanya merupakan
bagian integral dari sistem pembelajaran. Oleh sebab itu fungsi utama dari media
pembelajaran ini adalah sebagi alat bantu belajar mengajar yang dipergunakan oleh guru.
Melalui media audio visual diharapkan ada peningkatan dalam proses pembelajaran
terutama dalam hal menyimak cerita dan peningkatan prestasi siswa.

PEMBAHASAN

Audio-Visual

Menurut perjalanan sejarah, dunia pendidikan telah mengalami empat tahap


perubahan ditinjau dari cara penyajian materi pelajarannya. Perkembangan pendidikan
yang pertama adalah tatkala dalam masyarakat tumbuh suatu profesi baru yang disebut
“guru” yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan mewakili orang tua.
Dengan demikian, maka terjadi pergeseran peranan pendidikan, yang biasa
diselenggarakan dirumah berubah menuju ke pendidikan sekolah secara formal.
Perkembangan kedua dimulai dengan dipergunakannya bahasa tulisan disamping
bahasa lisan dalam menyajikan ajaran. Perkembanganpendidikan yang ketiga terjadi
dengan ditemukannya teknik percetakan yang memungkinkan diperbanyaknya
bahanbahan bacaan dalam bentuk buku-buku teks sebagai materi pelajaran tercetak.
Perkembangan pendidikan yang keempat terjadi dengan mulai masuknya teknologi-
teknologi yang canggih berdasarkan kemajuan zaman dan peradaban manusia, berikut
produknya yang menghasilkan alat-alat mekanis, optis, maupun elektronis. (Salsabila,
Seviarica & Himah, 2020)

Bahasa Audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga
mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran
film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan
lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.

Menurut Nugrawiyati (2018) bahasa visual adalah media yang menggabungkan


penggunaan suara memerlukan pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Salah satu
pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio-visual adalah penulisan naskah
dan storyboard yang memerlukan persiapan yang banyak, rancangan, dan penelitian.
Yang didalamnya terdapat media audio dan visual seperti televisi, headphone, video
player, radio cassette, dan alat perekam. Pada awal pelajaran media harus
mempertunjukan sesuatu yang dapat menarik perhatian semua siswa. Hal ini diikuti
dengan salinan logis keseluruhan program yang dapat membangun rasa berkelanjutan-
sambung-menyambung dan kemudian menuntut kepada kesimpulan atau rangkuman.
Kontinuitas program dapat dikembangkan melalui penggunaan cerita atau permasalahan
yang memerlukan pemecahan (Manshur, 2019)

Bahasa audio-visual cara menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-


mesin mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio-visual pengajaran
secara audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses
pembelajaran,seperti mesin proyektor film, tape rekorder, proyektor visual yang lebar.
Pendekatan yang berorientasi pada guru atau lembaga adalah sistem pendidikan yang
konfensional dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh para
guru dan staf lembaga pendidikan. Dalam sistem ini guru mengkomunikasikan
pengetahuannya kepada siswa dalam bentuk pokok bahasan dalam beberapa macam
bentuk silabus. Biasanya pembelajaran berlangsung dan selesai dalam jangka waktu
tertentu. Sedangkan metode mengajar yang dipakai tidak beragam bentuknya, biasanya
menggunakan metode ceramah dengan pertemuan tatap muka (face to face).

Macam-macam Media Audio Visual dan Pemanfaatannya

1. Audio visual murni yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber
seperti video kaset.
2. Audio visual tidak murni yaitu unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber
yang berbeda. Misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya berasal dari slides
proyektor dan unsur suaranya berasal dari tape recorder.
a. Media dengan daya liput luas dan serentak.Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang
serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama. Seperti radio dan televisi serta
internet.
b. Media dengan daya liput terbatas oleh ruang dan tempat media ini dalam penggunaannya membutuhkan
ruang dan tempat yang khusus seperti film sound slides film rangkai, yang harus menggunakan tempat tertutup
dan gelap
c. Media untuk pembelajaran invidual. Media ini penggunaannya hanya untuk seorang diri.termasuk media
ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui komputer (Ernandia, 2019)

Dampak Penggunaan Media Audio Visual

Audio -visual itu murah dan terjangkau, seperti sekali kita membeli tape dan
peralatan hampir tidak diperlukan lagi biaya tambahan karena tape dapat dihapus setelah
digunakan dan pesan baru dapat direkam kembali. Di samping itu, tersedia puka materi
audio yang dapat digunakan dan dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
Audio dapat menampilkan pesan yang memotivasi. Audio juga dapat dibawa ke mana-
mana, dank arena tape recorder dapat menggunakan baterai, maka ia dapat digunakan di
lapangan atau di tempat-tempat yangtak terjangkau oleh listrik. Kaset tape audio dapat
pula dimanfaatkan untuk pelajaran dan tugas di rumah. Ini dimungkinkan karena hampir
semua siswa memiliki alat audio. Di samping menarik dan memotivasi siswa untuk
mempelajari materi lebih banyak, materi audio dapat digunakan untuk:

1. Mengembangkan ketrampilan mendengar dan mengevaluasi apa yang telah didengar.


2. Mengatur dan mempersiapkan diskusi atau debat dengan mengungkapkan pendapat-
pendapat para ahli yang berada jauh dari lokasi.
3. Menjadikan model yang akan ditiru oleh siswa. menyiapkan variasi yang menarik dan
perubahan-perubahan tingkat kecepatan belajar mengenai suatu pokok bahasan atau
sesuatu masalah

Berikut dampak yang bisa terjadi dengan adanya penggunaan audio visual dalam suatu
pembelajaran.

1. Penyampaian materi dapat diseragamkan. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar
penyajian melalui media menerima pesan yang sama. Meskipun para guru menafsirkan
isi pelajaran dengan cara yang berbeda-beda, dengan menggunakan media ragam hasil
tafsiran itu dapat dikurangi sehingga informasi yang sama dapat disampaikan kepada
siswa sebagai landasan untuk pengkajian, latihan, dan aplikasi lebih lanjut.
2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai
penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan. Kejelasan dan
keruntutuan pesan, daya tarik image yang berubah-ubah penggunaan efek khusus yang
dapat menimbulkan keingintahuan menyebabkan siswa tertawa dan berpikir, yang
kesemjanya menunjukkan bahwa media memiliki aspek motivasi dan meningkatkan
minat.
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan
prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan
penguatan.
4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga. Lama waktu pembelajaran yang diterima dapat
dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu yag singkat untuk
mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan
kemungkinannya dapat diserap oleh siswa.
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Bilamana integrasi kata dangambar sebagai
media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara
yang terorganisasikan dengan baik, spesifik, dan jelas.
6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Pembelajaran dapat diberikan kapan dan di mana diinginkan atau diperlukan terutama
jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secra individu
7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.
8. Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif. Beban guru untuk
penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi atau bahkan
dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian terhadap aspek penting lain dalam
proses belajarr mengajar, misalnya sebagai konsultan atau penasihat siswa.

KESIMPULAN

Perkembangan bahasa dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti
dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan
seterusnya, anak belajar bahasa seperti halnya belajar yang lain, Perkembangan teknologi
dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, khususnya teknologi informasi sangat
berpengaruh terhadap penyusunan dan penerapan strategi pembelajaran. Salah satu
bentuk media komunikasi elektronik adalah media audio-visual. Bahasa audio-visual cara
menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronis untuk
menyajikan pesan-pesan audio-visual pengajaran secara audio-visual jelas bercirikan
pemakaian perangkat keras selama proses pembelajaran,seperti mesin proyektor film,
tape rekorder, proyektor visual yang lebar.

2.2 Bahasa dalam Perfilman


Dalam dunia perfilman, bahasa biasanya menjadi unsur utama. Dalam ilmu komunikasi
dikatakan bahwa proses utama komunikasi adalah penyampaian pikiran atau perasaan
kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai medianya. Simbol
sebagai saluran media utama dalam proses komunikasi adalah bahasa, tanda, gambar, dan
lain-lain, yang mampu menerjemahkan pikiran dan perasaan komunikator secara langsung
kepada komunikator. Bahasa komunikasi yang paling sering digunakan adalah bahasa yang
jelas karena merupakan satu-satunya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran
seseorang ke orang lain. Jadi, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Bahasa memiliki
posisi sebagai alat berkomunikasi melalui lambang serta tanda- tanda. Sarana fisik dalam
film terbagi menjadi dua hal, yaitu:

1. Media Gambar (Visual)


Secara garis besar, unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri dari garis, bentuk,
warna dan tekstur (Arsyad, 1997). Garis tidak lain merupakan kumpulan dari titik-titik.
Media visual terbagi menjadi dua golongan, yakni:

a. Media Visual Non Proyeksi

1) Benda Realita (benda nyata)

Benda nyata adalah benda yang dapat dilihat atau didengar atau pengalaman sehingga siswa
mempunyai sesuatu untuk ditawarkan. Beri mereka pengalaman langsung. Orang ini tidak
melakukan itu. Harus berada di dalam kelas pada saat proses pembelajaran Meskipun masih
dalam proses, siswa dapat melihat langsung tempat tersebut obyek. Misalnya saja belajar
tentang keberagaman Klasifikasi biologi, organisme, ekosistem, dan Siswa dapat
mengamati langsung tanaman yang ada di lokasi Habitat berdasarkan kunjungan dan survei
lapangan.

2) Model dan Prototipe

Model dan prototype adalah komoditas model bagian dalam arsitektur tiga bagian yang
mengadakan refleksi atau surogat semenjak komoditas yang sesungguhnya. Penggunaan
ideal atau prototype bagian dalam edukasi menjelang menerobos keterikatan ketersediaan
komoditas realita, kesetiaan keterikatan karena tanda iuran maupun karena sulit dijangkau.
Contohnya, menjelang mengobservasi perihal geografis tempat diplanet loka diperlukan
ideal bercorak adam loka. Untuk mengobservasi ilmu tasyrih badan depan fauna dan jiwa
dibutuhkan ideal atau prototype tumbuhan, fauna dan badan jiwa yang terbuat semenjak
bibit serat glas, plastic, karet, dan lain-lain.

3) Media Cetak

Media cetak adalah media pembelajaran yang disajikan dalam bentuk cetakan (print media).
Media jenis ini merupakan salah satu kelompok media tertua dan banyak digunakan dalam
proses pembelajaran karena nyaman digunakan dan tersedia di banyak tempat. Contoh
manual, modul, majalah, dll.

4) Media Grafis

Komunikasi grafis menyalurkan pesan dan informasi melalui simbol visual. Fungsi media
grafis sangat menarik memperhatikan, memperjelas penyajian suatu pelajaran, dan
mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah dilupakan jika dilakukan semata-
mata melalui penjelasan lisan. Contoh gambar, kartun, karikatur, grafik, diagram, dll.

b. Media Visual Proyeksi

Proyektor memiliki efek menampilkan objek atau karya seni pada layar proyeksi atau layar
kendali yang lebih besar dari ukuran sebenarnya agar mudah dilihat. Dan diamati oleh
seluruh siswa selama kegiatan pembelajaran. Materi presentasi visual dapat tercipta dari
karya yang diambil dengan kamera maupun karya yang diambil tanpa kamera melainkan
menggunakan berbagai program aplikasi yang tersedia seperti Powerpoint, ChemDraw,
AutoCard, Paint dan lain-lain.

Dalam media visual atau gambar, memiliki unsur-unsur dalam rangka penyajian sebuah
cerita, yaitu:

• Pelaku

Informasi yang disampaikan penonton dapat dilihat melalui penampilan para aktornya.
Pemirsa dapat mengetahui jenis kelamin, perkiraan usia, tingkat sosial atau tingkat
ekonomi.
• SET

SET dekat penjadian gambar hidup bukanlah “dekor” tetapi “bekas kejadian”. Maka jilid
bagian dalam gambar hidup digresi berisi kamar, aula duduk, gelanggang bola, Mall, aula
bagian dalam perangkat angkasa, celah rimba belantara, lautan, dan lainlain. Melihat jilid
bagian dalam sekarakter gambar hidup berwai pirsawan bisa mengidentifikasi seumpama
periode ekonomi, nada lingkungan, dan lain-lain. Dalam SET terdiri beberapa unsur-unsur,
yakni menjelaskan pemilik, menjelaskan tingkat ekonomi, menjelaskan social budaya,
menjelaskan suasana jiwa, dan menjelaskan suasana.
• Properti

Properti adalah segala jenis perangkat yanguntuk ditambahkan depan pemain film atau
tempat. Prop bagian dalam negeri komidi gambar bukan perangkat kamera, lampu senter
tetapi ballpoint, lukisan, paying, BH, tempayan keramik, CD, dan lain-lain. berlawanan
memiliki kemangkusan sendiri: seumpama aparat tulis, pelingdung matahari, hiasan, dan
lain-lain. Semuanya bisa berganti berperan unsure data jam pirsawan mengincar filmnya.
• Cahaya

Cahaya merupakan salah satu unsur media visual karena informasi dapat dilihat melalui
cahaya. Di malam hari, terangnya gelap. Pada siang hari akan berawan Panas, cahayanya
agak kuat. Saat Anda pergi ke klub malam atau kedai kopi, pencahayaannya akan sedikit
redup. Cahaya dapat memberikan informasi tentang waktu, mendukung suasana hati, dan
mewakili adegan dramatis.

2. Media Suara (Audio)

Media audio adalah media yang penyampaian pesannya hanya dapat diterima oleh indra
pendengaran. Pesan atau informasi yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambang-
lambang auditif yang berupa kata-kata, musik, dan sound effect (Sulsiliana dan Riyana,
2007). Menurut Sadiman, Media audio adalah media untuk menyampaikan pesan

yang akan disampaikan dalam bentuk lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata–
kata atau bahasa lisan) maupun non-verbal. (Sadiman, 2012). Media audio untuk pengajaran
adalah bahan yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (pita suara, atau piringan suara),
yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga terjadi
proses belajar mengajar. (Sudjana dan Rivai, 1997).
Dari pemaparan definisi yang terdapat di atas, dapat diambil sebuah pengertian Bahasa
dalam perfilman merupakan sebuah tujuan utama dalam keberlangsungan sebuah film.
Melalui Bahasa kita dapat memahami makna dan isi yang ada didalam sebuah film.
Kemudian adapun beberapa contoh Bahasa dalam perfilman, yakni:

1. Dialog

Dialog merupakan sebuah percakapan yang terjadi diantara dua tokoh dalam suatu cerita
atau film. Dalam hal ini contoh penerapan dari dialog sendiri ialah dengan memulai sebuah
percakapan yang bersifat timbal balik. Hal ini memiliki tujuan khusus tertentu salah satunya
untuk mengetahui watak atau karakter yang ada didalam sebuah tokoh melalui dialog atau
percakapan.
2. Narasi

Narasi ialah sebuah rangkaian cerita yang disusun secara berurutan yang memiliki tujuan
sebagai penggambaran sebuah jalannya cerita. Hal ini diterapkan agar cerita berjalan sesuai
alur.
3. Casting

Casting merupakan tahap pencarian peran yang harus melalui berbagai proses untuk masuk
ke dalam kriteria karakter atau peran yang akan dimainkan. Hal ini diterapkan bertujuan
agar film berjalan sesuai dengan karakter-karakter yang telah ditentukan
4. Reading

Reading merupakan tahap pembacaan naskah yang dilakukan sebelum pelaksaan shooting
film. Hal ini diterapkan sebagai bentuk permulaan dari seluruh komponen film.
5. Angle

Angle ialah sebuah penempatan posisi kamera dalam pengambilan gambar. Hal ini
diterapkan untuk menunjukkan sebuah sudut pandang terkhusus bagi penonton.
2.3 Contoh Analisis Penggunaan Bahasa dalam Audio Visual berupa Perfilman

2.4 Istilah-Istilah Penting

2.6 Latihan Analisis dan Diskusi

2.7 Ringkasan

2.8 Istilah Penting

Referensi

https://jurnalpost.com/bahasa-dalam-karya-sastra/34973/ 2.

https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/824/linguistik-
sastrawi#:~:text=Bahasa%20dalam%20karya%20sastra%20adalah,khusus%20pula%20
sebagai%20ba han%20dasarnya

3. https://www.kompas.com/skola/read/2022/10/06/090000569/jenis-jenis-gaya-bahasa-
dalam-sastra- dan-contohnya

4. https://www.kompasiana.com/iklimahtintaayu/635aa9c908a8b51a0a4b5d82/peran-
bahasa-dalam- sastra-dan-media
BAB 4 UNSUR-UNSUR SINEMATOGRAFI

3.1 Pengertian Unsur-Unsur Sinematografi

3.1.1 Prepoduction
3.1.1.1 Ide
Ketika kita ingin mencari sebuah ide dalam audio visual, kita harus mengetahui terlebih
dahulu terkait apa itu ide. Ide memiliki tiga tingkatan, berupa tahu, kenal, dan paham.
Dalam membuat film, kita sebagai film maker sebaiknya berada pada tingkat paham dan
agar kita dapat memahami segala sesuatu yang dekat dengan kita, misalnya dari
lingkungan sekitar, seperti orang tua atau keluarga, kekasih, teman baik, idola, hobi,
binatang kesayangan, tradisi di sekitar kita.

makhluk yang tidak terduga dan kompleks, manusia akan selalu memiliki kemampuan
untuk mengejutkan atau membuat terkejut. dapat berjalan di jalan mana pun di kota mana
pun, melihat
dengan seksama wajah orang-orang yang datang ke arah , tetapi tidak akan benar- benar
tahu apa yang sebenarnya terjadi di bawah permukaan. Sebagian besar dari kita adalah
bunglon dalam hal interaksi sosial, menyesuaikan kepribadian kita agar sesuai dengan
keadaan tertentu, atau orang yang bersama kita pada waktu tertentu. Tidak mengherankan
bahwa kadang-kadang kita hanya tahu sedikit tentang orang- orang yang berbagi kantor
dengan kita, atau bahkan teman-teman kita, karena kebanyakan dari kita menjalankan
bisnis sehari-hari dengan mengungkapkan sedikit dari diri kita, sering kali menyamarkan
rasa sakit, kelicikan, korupsi, penyimpangan, penipuan, tragedi dan siksaan pribadi.

Namun, jika kita menemukan sesuatu yang tidak kita pahami untuk dijadikan sebuah
subjek film, seseorang membutuhkan riset atau penelitian yang meliputi

a) pengumpulan data
b) klasifikasi data
c) verifikasi data
d) analisis data
e) pelaporan
ketiga hal tersebut dapat dicapai dengan adanya pengamatan atau observasi dan
wawancara. Hal yang harus diperhatikan saat riset adalah penggunaan vidio karena bisa
menjadi bias antara riset dan sgooting karena saat meriset pastinya pembuat film belum
membuat sebuah cerita. Hal ini karena alat yang sebaiknya digunakan adalah perekam
suara, kamera foto dan buku atau kertas untuk mencatat.

Mencatat saat di lapangan survei adalah hal yang sangat penting. Tidak hanya mencatat
data saat di lapangan, tetapi juga adanya dokumen lainnya yang dapat digunakan sebagai
dokumen atau buku harian yang telah dibuat oleh penulis diri sendiri atau orang lain.
Selain itu, kita pun dapat menemukan ide atau fakta dan data dari adanya otobiografi
tokoh terkenal seperti The Autobiography of Malcom IX, An Autobiography of The Story
of My Experiments with Truth.

Selain itu, adanya dokumen pribadi yang dapat dijadikan sebagai ide dalam bekerja.

A. Menemukan Kebenaran

Sebagai pembuat film, memiliki kesempatan langka untuk menanggalkan lapisan luar dan
menggores di bawah permukaan sensorik untuk menemukan kebenaran, membuka mata
kita terhadap apa yang sebenarnya terjadi di sekitar kita dan menantang kita untuk melihat
hal-hal dalam cahaya yang berbeda. Film yang tidak memberi kita wawasan baru tentang
karakter di dalamnya, atau hanya memberi tahu kita apa yang dapat kita lihat secara
lahiriah, atau yang sudah kita ketahui, berisiko menjadi biasa-biasa saja dan tidak
berpetualang, dengan sedikit memikat atau melibatkan kita, atau mendorong kita untuk
mengajukan pertanyaan yang kita inginkan jawaban.
1. Menjelajahi di bawah permukaan sensorik

Teks sebuah film – yang dapat kita lihat dalam bentuk aksi, dialog, suara – adalah sesuatu
yang hampir dapat kita jangkau dan sentuh. Subteks – pikiran dan perasaan batin yang
menyamarkan perilaku, pikiran dan perasaan yang sebenarnya, ketegangan, agenda atau
keinginan pribadi – berjalan paralel dengan teks utama, menggelegak di bawah
permukaan, sampai kita, penonton, menghubungkan keduanya – yang, jika waktunya
tepat, menjadi saat wahyu dan pemahaman sejati.

Teknik Kreatif Produksi Film

Subteks bekerja dengan baik dalam drama karena penulis dapat dengan hati- hati
menyusun dua tingkat, sedangkan dalam film dokumenter kita berada pada belas kasihan
peristiwa kehidupan nyata saat mereka terungkap di sekitar kita, tidak selalu ingin
bermain bola dengan rencana induk kita, dan meskipun dokumenter tidak selalu
bergantung pada segala bentuk subteks untuk membuatnya bekerja, drama hampir pasti
berhasil.

2. Subteks dalam drama


Ini adalah hal yang sangat emosional, dibuat lebih kuat oleh subteks yang bergerak maju
selaras dengan teks utama, membuat kita merenungkan kesulitan yang dimiliki manusia
dalam menghadapi masalah hubungan, kematian, kehilangan, cinta abadi dan komitmen
– tidak hanya dengan pasangan dan pasangan, tetapi antara orang tua dan anak.

3. Subteks dalam dokumenter


Sementara pembuat film dokumenter tidak dapat membangun subteks dengan cara yang
sama, ada banyak contoh di mana subteks dapat memperkuat sebuah cerita. Misalnya,
Potret film penyanyi/penulis lagu yang memiliki bakat luar biasa dan banyak pengikut,
tetapi untuk beberapa alasan tidak pernah mencapai ketenaran internasional dan
penghargaan finansial. Dia selalu tersenyum di depan kamera selama latihan dan
pertunjukan, tidak sekali pun melepaskan kewaspadaannya tentang masa-masa kelam
yang dia alami. Meskipun dia menyimpan penyesalan tentang kegagalannya untuk
memenuhi keinginan profesionalnya, dia akhirnya mengungkapkan, selama wawancara,
bahwa dekat dengan kematian dan kelahiran putrinya baru-baru ini telah mengembalikan
hidupnya ke dalam perspektif dan membuatnya sadar akan hal-hal yang benar-benar
penting dalam hidupnya.

4. Melampaui hal-hal yang jelas


Mungkin tugas tersulit yang hadapi sebagai pembuat film adalah membuat karya begitu
menarik dan eksklusif sehingga menonjol dari karya film lainnya, sambil
mempertahankan gaya dan substansi artistik yang kuat. Siapa pun dapat mengambil
kamera dan memfilmkan urutan yang menarik dan menghibur untuk, katakanlah, balapan
motor Formula Satu, dengan memotret berbagai sudut derit ban dan mobil yang meluncur
melewati kamera, lalu mengeditnya bersama dengan musik cepat. Tapi ribuan film telah
dibuat dengan cara ini dan, tidak peduli seberapa profesional mereka terlihat, mereka
bekerja terutama pada satu tingkat stimulasi visual.
Dengan melihat melampaui yang jelas dan mengidentifikasi subteks, mungkin
menemukan bahwa cerita memiliki banyak lapisan yang dapat dieksplorasi: seorang
pengemudi yang merasa bahwa usia sedang mengejarnya dan tekanan untuk tetap di atas
menciptakan tantangan yang lebih besar dan lebih berisiko; atau persaingan yang
mengakar antara pengemudi yang menciptakan ketegangan dramatis atau mendorong
perilaku sembrono yang mungkin berdampak pada rekan kerja dan keluarga.
Penggabungan gambar dan suara dalam kaleidoskop peristiwa yang penuh warna tidak
ada gunanya dan biasa kecuali jika dapat menjangkau dan mengeluarkan sesuatu yang
lebih bermakna. Kesadaran tentang bagaimana

ambisi yang kejam pada akhirnya dapat menghancurkan manusia, atau bagaimana usaha
manusia dapat berhasil melawan segala rintangan, hanyalah dua contoh elemen yang
dapat membawa film melampaui apa yang terlihat dan memungkinkan audiens
mendapatkan manfaat dari keterlibatan dan pemenuhan emosional yang lebih dalam.

Menggunakan Eksposisi

Penempatan eksposisi dalam narasi – informasi yang dibutuhkan audiens untuk


memahami sepenuhnya apa yang sedang terjadi – sangat penting untuk keberhasilan
penceritaan cerita dan juga dapat membuat subteks menjadi lebih kuat. Tetapi eksposisi
yang diberikan sebagai informasi langsung kepada penonton tanpa upaya untuk
menyamarkan atau menyembunyikannya dapat terlihat berat dan canggung dan seringkali
merusak dampak film .

1. Eksposisi bekerja langsung dengan subteks

Dalam drama pendek informasi penting tentang latar belakang bermasalah dari karakter
utama ditahan hingga akhir film. Jika sutradara merasa perlu tahu tentang masalahnya
maka dia mungkin memilih untuk menggunakan pengisi suara untuk memperkenalkan
karakter dan menjelaskan tentangkarakter utamanya.

2. Eksposisi dalam dokumenter


Terkadang penting untuk memberikan informasi utama kepada penonton sejak awal film.
Dalam beberapa kasus, dokumenter tidak dapat menahan eksposisi untuk membuat cerita
lebih menarik dan mengungkapkan dengan cara yang sama seperti drama.
Sehingga bagian eksposisi yang diletakkan di depan cerita akan secara efektif
menghancurkan subteks dan kedua film akan diputar hanya pada satu tingkat, dampaknya
terhadap cerita sangat mungkin berkurang secara signifikan.

Bagaimana Pembuat Film Dapat Mengubah Persepsi

1. Melihat cahaya
Pembuatan film objektif atau observasional, meskipun informatif, tidak menusuk
permukaan sensorik dengan cara yang sama seperti pembuatan film subjektif. Namun
sementara kebenaran memberi kita fakta, pencerahan melampaui kebenaran untuk
mengungkapkan konsekuensi emosional dan konsekuensi luas dari tindakan kita.
Kebenaran adalah fakta. Pencerahan adalah apa yang kita pelajari dari pengungkapan
situasi atau rangkaian keadaan tertentu.
Persepsi dan sikap kita yang berubah adalah bagian dari proses alami pencerahan dan
pembuat film dapat menciptakan kesadaran sambil membantu memengaruhi persepsi
tersebut. Film memungkinkan kita untuk menjadi cermin bagi masyarakat kita dan
membuat perbandingan antara dua gaya hidup dan sikap yang sangat berbeda, yang satu
sama-sama tidak dapat dipercaya satu sama lain.

Film, baik drama atau dokumenter, dapat memiliki dampak emosional yang tinggi pada
penontonnya, terutama jika penonton dapat menghubungkannya dengan pengalaman
pribadi.

4. Rangkuman Tujuan Belajar

Dalam kasus tersebut, pembuat film telah mengupas fasad luar dan
mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi, merancang sebuah narasi di mana
untaian yang mendasari cerita mendukung teks utama dengan efek maksimal.

5. Istilah Penting

Objektif Persepsi Subteks

6. Pertanyaan Esai dan Diskusi

1. Bagaimana pembuatan subteks dalam drama ?

2. Bagaimana Menggunakan eksposisi ?

3. Bagaiman eksposisi bekerja langsung dengan subteks ?

4. Bagaiman Eksposisi dalam dokumenter ?

5. Buatlah teks film ?


3.1.1.2 Stop Motion
3.1.1.3 Mise en scene
A. Pengertian Sinematografi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sinematografi adalah teknik perfilman atau
suatu teknik pembuatan film. Secara etimologis sinematografi berasal dari Bahasa Latin yaitu:
Kinema (gerak), Photos (cahaya), Graphos (lukisan/tulisan). Sinematografi dalam produksi
sebuah film akan mengambil peran Ketika seluruh aspek mise en scene sudah dipersiapkan.
Bordwell, Thompson, dan Smith (2016) Cinematography (literally, “writing in movement”)
depends to a large extent on photography (“writing inlight”). Jadi sinematografi dapat diartikan
sebagai aktivitas melukis, merekam, menangkap, mengambil gerak dengan bantuan cahaya.
Menurut kamus Ilmiah Serapan Bahasa Indonesia Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan
Teknik pembuatan film atau ilmu, Teknik, dan seni pengambilan gambar film dengan
sinematograf (Kamarulzaman,2005).

Kata “sinematografi” diciptakan dari kata yunani κίνημα (kinema), yang berarti “gerakan” dan
γράφειν (graphein) yang berarti “untuk merekam”, bersama-sama berarti “gerak rekaman”. Kata
yang digunakan untuk merujuk pada seni, prose, atau pekerjaan filmfilm, tetapi kemudian
maknanya terbatas pada “fotografi film”.13 Sinematografi memiliki berbagai etika, seperti
pencahayaan, pengetahuan, komposisi, dan kebebasan berekspresi dalam imajinasi.

Film sebagai bagian dari karya sinematografi yang dihasilkan dari paduan seseorang maupun
kelompok yang menguasai teknologi, seni, komunikasi, serta manajemen organisasi tertentu
akan menghasilkan sebuah karya film yang berkualitas dari segi pengambilan gambar.

B. Pihak Dalam Sinematografi

Pihak dalam sinematografi terbagi atas 3 (yaitu) :

1) Pencipta Pencipta ialah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri- sendiri atau
bersama-sama menghasilkan sesuatu
2) Pemegang hak cipta Pemegang hak cipta adalah Pencipta yang menjadi pemilik hak
cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima
lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah,

3) Pemilik hak terkait Pasal 20 Undang Undang 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta menjelaskan
bahwa yang dimaksudkan dari pemilik hak terkait disini dalam Pasal 3 huruf b merupakan hak
ekslusif meliputi :

a. Hak moral Pelaku Pertunjukan

Hak moral pelaku pertunjukan merupakan hak yang melekat pada pelaku pertunjukan yang tidak
dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya
telah dialihkan

b. Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan

Pelaku pertunjukan mempunyai hak ekonomi dimana hak ekonomi tersebut meliputi hak
melaksanakan sendiri, memberikan izin, dan melarang pihak lain untuk penyiaran atau
komunikasi atas pertunjukan pelaku pertunjukan, penggandaan atas fiksasi pertunjukannya
dengan cara atau bentuk apapun, dan pendistribusian atas fiksasi pertunjukan atau salinannya.

d. Hak ekonomi Lembaga Penyiaran

Lembaga penyiaran juga mempunyai hak ekonomi, dimana hak ekonomi tersebut meliputi hak
melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan seperti
penyiaran ulang suara, komunikasi siaran, fiksasi siaran, dan penggandaam fiksasi siaran.

C. Unsur-unsur Sinematografi

Secara umum, unsur yang mencankup sinematografi dibagi tiga aspek, yaitu : kamera dan film,
framing, dan durasi gambar (Pratisia, 2017)

1) Kamera dan film


Unsur kamera dan film sangat erat kaitannya dengan Teknik yang akan dilakukan dengan
dengan kamera seperti pemilihan lensa, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar yang
diambil, visual efek yang diterapkan, kontras warna, dan sebagainya.

2) Framing

Unsur framing sangat erat kaitannya dengan hubungan kamera dengan objek yang akan diambil
gambar maupun videonya. Ruang Lingkup framing meliputi wilayah frame gambar, jarak
frame dengan objek, ketinggian s dengan objek, Teknik pergerakan kamera.

3) Durasi gambar

Unsur gambar lebih ke arah lama durasi sebuah objek. Adegan yang diambil, direkam oleh
kamera yang sudah diatur oleh tim of photography.

Sebagai contoh adalah Teknik medium shoti yang merupakan Teknik yang digunakan untuk
pengambilan gambar yang dimulai dari pinggang hingga kepala. Efek dari penggunaan Teknik
medium shot ini juga akan menampilan bagian atas kepala hingga ke pinggang, sehingga pada
shot ini yang menjadi fokus adalah pergerakan dari badan bagian atas objek seperti tangan dan
akan menampilkan visualisasi gambar yang apik.

D. Unsur Pra Production

Tahap Pra produksi merupakan tahap yang harus dilakukan sebelum memasuki proses produksi
dari pembuatan storyline kemudian dikembangkan menjadi stroryboard. Dalam tahap pra
produksi ini melakukan pemilihan ide atau jalan cerita (storyline) melalui riset yang sudah
dilakukan yang kemudian dijadikan storyboard untuk bahan acuan nanti dalam taham produksi
dengan menggunakan unsur naratif realistik. Menurut Pratista (2008) “naratif realistik
menyajikan sebuah cerita apa adanya layaknya kehidupan itu sendiri”

Berikut adalah unsur-unsur dalam sinematografi pada pra production, yaitu : Pekerjaan seorang
sinematografer dalam produksi film dimulai sebelum pengambilan gambar dilakukan. Tugas
umum dalam fase ini adalah:

1. Membuat materi produksi


Sinematografer berkolaborasi dengan sutradara, perancang produksi, dan pimpinan departemen
seni untuk membangun cerita visual film. Hal ini dapat melibatkan desain seputar gaya visual,
nada, warna dan tampilan. Mereka akan berkontribusi pada materi seperti buku tampilan, papan
suasana hati, dan papan cerita.

2. Menentukan Lokasi

Dengan pengambilan gambar di lokasi, sinematografer akan membantu selama pencarian lokasi
dan mungkin melakukan tes seputar pencahayaan, pengaturan kamera, dan ruang.

4, Mempersiapkan Peralatan yang dibutuhkan

Sinematografer akan berkomunikasi dengan produser dan sutradara untuk membuat pilihan
peralatan seputar kamera, lensa, filter, stok film, dan bahkan efek khusus.

5. Membentuk tim kru

Seorang direktur fotografi perlu mengandalkan tim yang terampil dan dapat dipercaya, sehingga
mereka ingin terlibat dalam pengambilan keputusan seputar kru kamera dan pencahayaan. Kru
yang berinteraksi erat dengan sinematografer adalah juru kamera atau operator kamera, asisten
pertama dan kedua, bapak, dan pegangan kunci.

3.1.2 Production
3.1.2.1 Aktor
3.1.2.2 Proses Shooting
3.1.2.3 Teknologi Kamera
Pada abad ke-19, Louis Daguerre memperkenalkan fotografi kepada dunia, menciptakan
gambar-gambar indah yang awalnya memerlukan eksposur selama berjam-jam. Sejak itu,
perkembangan teknologi kamera telah melalui perubahan revolusioner, membawa kita ke
era di mana kamera telah menjadi salah satu alat paling penting dalam kehidupan sehari-
hari kita. Inovasi tak henti-henti dalam teknologi kamera telah mengubah cara kita
melihat dunia. Daguerreotype, teknik fotografi pertama yang diciptakan oleh Louis
Daguerre, merupakan pencapaian yang luar biasa dalam sejarah fotografi. Dengan
metodenya, para fotografer pertama kali dapat mengabadikan momen-momen berharga
dalam gambar yang tidak hanya memikat mata, tetapi juga menciptakan jendela ke masa
lalu. Namun, teknologi ini memiliki beberapa kekurangan yang signifikan. Proses
pembuatan gambar dengan Daguerreotype sangat rumit dan memerlukan waktu yang
lama. Fotografer harus bekerja dengan teliti untuk mengekspos gambar dalam waktu yang
cukup lama, sering kali berjam-jam, untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Selain
itu, gambar yang dihasilkan hanya bisa menjadi salinan tunggal, sehingga membuatnya
sulit untuk disebarluaskan (History of the Camera, 2020).

Pada awalnya, kamera adalah alat besar dan kaku yang memerlukan tingkat keahlian
khusus untuk menggunakannya. Fotografi adalah seni yang membutuhkan pemahaman
mendalam tentang pencahayaan, komposisi, dan teknik pemotretan yang rumit.
Penggunaan kamera pada masa itu membutuhkan proses yang rumit dan tahan lama.
Fotografer harus memiliki pengetahuan tentang berbagai pengaturan, seperti waktu
eksposur dan bukaan diafragma, serta kemampuan untuk mengoperasikan peralatan yang
seringkali besar dan rumit. Selain itu, proses pengembangan dan pencetakan film juga
merupakan tahap yang rumit dan memakan waktu, memerlukan keterampilan khusus dan
laboratorium yang sesuai (History of the Camera, 2020).

Namun, era perubahan revolusioner datang dengan munculnya kamera saku (pocket
camera) pada akhir abad ke-19. Pada saat ini, kamera yang lebih kecil dan portabel mulai
tersedia bagi masyarakat umum. Hal ini memberikan akses yang lebih luas kepada orang-
orang untuk mengambil foto, meskipun tetap memerlukan penggunaan film khusus dan
pengembangan manual (History of the Camera, 2020). Meskipun ukurannya yang lebih

kecil, kamera saku ini masih menawarkan hasil yang memukau, dan banyak orang dengan
antusiasme mulai menjadikannya sebagai teman setia dalam perjalanan dan momen
penting dalam hidup mereka.

Perkembangan teknologi ini mencapai titik puncaknya ketika George Eastman


menemukan kamera dengan film gulungan pada tahun 1888. Kamera ini memudahkan
pengguna dalam mengganti film tanpa perlu membuka ruang gelap. Fotografer amatir
dapat dengan lebih mudah mengambil foto tanpa perlu memahami proses pengembangan
film yang rumit. Pengguna hanya perlu memasukkan gulungan film baru dan
mengirimnya ke laboratorium untuk pengembangan. Inovasi ini mengubah cara orang
berinteraksi dengan fotografi dan membawa kemajuan yang signifikan dalam industri
kamera (History of the Camera, 2020).

Perkembangan ini memberikan kemudahan bagi para penggemar fotografi untuk


berekspresi dan mengabadikan momen dalam hidup mereka dengan cara yang lebih
mudah dan sederhana. Dari kamera besar yang memerlukan keahlian khusus hingga
kamera saku dan kamera dengan film gulungan, teknologi kamera telah menjalani evolusi
luar biasa yang memberikan kebebasan dan kreativitas kepada penggunanya, sekaligus
membentuk cara kita memahami dan merekam dunia di sekitar kita.

Kemajuan berikutnya dalam perkembangan teknologi kamera adalah transisi dari film
fotografi tradisional ke era fotografi digital yang mengubah lanskap seluruh industri
fotografi. Perkembangan ini melibatkan perubahan fundamental dalam cara kita
mengambil, melihat, dan berbagi gambar. Salah satu aspek paling revolusioner adalah
pengenalan fotografi digital, yang telah menghilangkan kebutuhan akan film fisik.
Teknologi ini memberikan pengguna kemampuan untuk melihat hasil foto secara instan
pada layar LCD kamera dan menyimpan ribuan gambar dalam satu perangkat
penyimpanan.

Kemampuan untuk melihat hasil foto secara instan telah mengubah cara kita berinteraksi
dengan fotografi. Tidak lagi dibatasi oleh jumlah eksposur pada gulungan film, pengguna
dapat dengan leluasa mengambil gambar tanpa khawatir tentang biaya pengembangan
film. Seiring dengan kemajuan penyimpanan digital, fotografer dapat mengambil
sejumlah besar gambar tanpa perlu khawatir tentang kehabisan film.

Selain itu, perkembangan kamera digital telah memungkinkan para pengguna untuk lebih
kreatif dalam mengambil gambar dan bereksperimen dengan pengaturan kamera. Fitur-
fitur seperti pengaturan ISO yang dapat diubah-ubah, kecepatan rana yang dapat
disesuaikan, dan pengaturan bukaan diafragma memberikan fotografer kontrol yang lebih
besar atas hasil akhir gambar. Ini membantu menciptakan hasil yang lebih baik dan lebih
sesuai dengan visi kreatif masing-masing individu (Smith, 2017).

Selama tahun 2000-an, kemajuan dalam fotografi digital semakin mengukuhkan


posisinya dalam industri. Sebagai contoh, pada tahun 2000, Sony menghadirkan Cyber-
shot DSC-F1, yang dianggap sebagai kamera digital pertama dengan kemampuan
merekam video. Ini adalah tonggak penting dalam evolusi kamera digital yang membawa
elemen video ke dalam pemotretan sehari-hari. Dengan kemampuan merekam video,
fotografer tidak hanya dapat menangkap gambar diam, tetapi juga memperluas potensi
kreatif mereka untuk merekam momen bergerak (Smith, 2017).

Tentunya, perkembangan kamera digital telah mengubah cara kita melihat dan
memahami fotografi. Ini membuka peluang baru untuk berkreasi, berbagi, dan
memperluas batas imajinasi kita melalui medium yang kuat dan lebih mudah diakses.

Selanjutnya, perkembangan teknologi sensor gambar menjadi poin penting dalam


perjalanan kamera digital. Sensor gambar yang lebih besar dan lebih canggih
memungkinkan pengambilan gambar yang lebih berkualitas, terutama dalam kondisi
cahaya rendah (Meylan, 2019). Ini juga membantu dalam perkembangan fotografi
smartphone, di mana produsen seperti Apple dan Google terus berinvestasi dalam
peningkatan kualitas gambar dengan penggunaan sensor gambar yang lebih besar
(Meylan, 2019).

Perkembangan yang tak kalah penting adalah kemunculan kamera mirrorless. Kamera ini
menghilangkan cermin dalam desain DSLR tradisional, membuatnya lebih ringan dan
kompak, tetapi tetap mempertahankan kualitas gambar yang tinggi (Fujifilm, 2020).
Inovasi ini semakin mempercepat perubahan dalam industri fotografi, dengan banyak
fotografer profesional yang beralih ke kamera mirrorless untuk fleksibilitas dan
portabilitas yang ditawarkannya (Fujifilm, 2020).

Poin terakhir dalam evolusi teknologi kamera adalah pengembangan dalam kecerdasan
buatan (artificial intelligence, AI). Teknologi ini telah merambah ke dunia fotografi
dengan kontribusi yang signifikan dalam peningkatan pengalaman fotografi. AI telah
memungkinkan kamera untuk mengambil peran lebih aktif dalam membantu pengguna
menghasilkan gambar yang lebih baik.

Salah satu aspek terpenting dari AI dalam fotografi adalah kemampuan kamera untuk
mengenali wajah. Sistem pengenalan wajah yang didukung AI memungkinkan kamera
untuk secara otomatis fokus pada wajah subjek dan menyesuaikan pengaturan seperti
pencahayaan dan komposisi untuk menghasilkan gambar yang lebih baik. Ini sangat
menguntungkan dalam pengambilan gambar potret dan fotografi keluarga (Cohen, 2019).
Tidak hanya itu, kamera yang didukung AI juga dapat mengoptimalkan pengaturan
kamera secara otomatis berdasarkan situasi. Misalnya, ketika pengguna berada dalam
kondisi pencahayaan yang sulit, AI dapat menyesuaikan pengaturan untuk mencapai hasil
yang optimal. Hal ini membantu pengguna yang mungkin tidak memiliki pengetahuan
fotografi yang mendalam untuk tetap mendapatkan gambar yang baik.

Selain mengenali wajah dan mengoptimalkan pengaturan, AI juga telah digunakan dalam
pengembangan efek-efek kreatif. Misalnya, beberapa smartphone seperti iPhone telah
memanfaatkan kecerdasan buatan untuk menciptakan efek bokeh yang indah di latar
belakang subjek. Ini memberikan hasil yang menakjubkan yang sebelumnya hanya dapat
dicapai dengan penggunaan lensa khusus dalam fotografi konvensional. AI juga
membantu dalam pemrosesan gambar, menghasilkan gambar yang lebih tajam dan jelas
(Cohen, 2019).

Dengan pengembangan ini, AI telah menjadi sekutu yang kuat bagi fotografer, baik
pemula maupun profesional. Penggunaan kecerdasan buatan dalam teknologi kamera
telah membuka pintu bagi inovasi dan kreativitas yang lebih besar dalam fotografi. Ini
juga mengubah cara kita mengambil, mengedit, dan berbagi gambar dengan dunia. Kita
telah melihat perkembangan teknologi kamera dari kamera besar abad ke-19 hingga
kamera cerdas yang digerakkan oleh kecerdasan buatan. Teknologi kamera terus
berkembang dengan cepat, dan kita dapat dengan aman mengantisipasi lebih banyak
inovasi yang akan datang dalam waktu yang akan datang. Perjalanan menembus batas
imajinasi melalui teknologi kamera masih jauh dari selesai.

Referensi:

Cohen, D. (2019). How Artificial Intelligence Is Changing Photography.


Fujifilm. (2020). What Is a Mirrorless Camera?
History of the Camera. (2020). The History of the Camera.
Johnson, A. (2018). The Evolution of Camera Technology: From Daguerreotypes to
DSLRs.
Kitchin, R. M. (2003). Science, Technology and Photography. Reaktion Books.
Langford, M. J., & Bilissis, V. (2007). Langford's Basic Photography: The Guide for
Serious Photographers. Focal Press.
Meylan, J. (2019). How Have Digital Cameras Evolved Over Time?
Smith, J. (2017). A Brief History of the Digital Camera.
Efrat, K. (2016). Digital Cameras: From Technophobia to Technophilia. Bloomsbury
Publishing.

PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR SINEMATOGRAFI

Sinematografi adalah suatu disiplin ilmu mengenai teknik mengambil dan menggabung-gabungkan
gambar pada kamera dan film sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide sesuai
keinginan sineas. Seorang sineas tidak hanya sekedar merekam sebuah adegan semata namun juga harus
mengontrol dan mengatur bagaimana adegan tersebut diambil, seperti jarak, ketinggian, sudut, lama
pengambilan, dan sebagainya.

Istilah sinematografi adalah serapan dari bahasa Inggris, yaitu Cinematography yang diambil dari dari
bahasa Latin, yaitu kinema yang artinya gerakan, serta grafi atau graphoo yang mempunyai arti menulis.
Dengan demikian, sinematografi mempunyai arti menulis dengan gambar yang bergerak. Menurut
Pratista (2008), pengertian sinematografi adalah tindakan yang dilakukan pada kamera dan film,
berkaitan dengan kamera dan objek yang akan diambil. Sementara, penyuntingan atau editing
merupakan transisi dari satu frame ke frame yang lain. Terakhir, suara merupakan semua hal pada film
yang dapat didengar oleh telinga audience.

Sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab atas semua aspek-aspek visual yang terdapat pada
pembuatan sebuah film yang membuat film tersebut menarik dan enak dilihat. Di dalamnya mencakup
skenario, dipilihnya jenis kamera yang akan digunakan, pemilihan lensa, lampu dan jenisnya juga sangat
diperhatikan sehingga konsep sang sutradara yang didapat dari skenario menghasilkan visualisasi yang
sangat menarik dan bagus. Seorang sinematografer harus bisa membantu visi dari seorang sutradara dan
skenario.

APA SAJA UNSUR SINEMATOGRAFI? -Produksi

Sinematografi adalah suatu disiplin ilmu mengenai teknik mengambil dan menggabung-gabungkan
gambar pada kamera dan film sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide sesuai
keinginan sineas. Elemen sinematografi mencakup segalanya mulai dari perlengkapan kamera, gerakan
kamera dan sudut kamera hingga pencahayaan, pembingkaian, pemilihan film, komposisi, kedalaman
bidang, warna, pencahayaan, dan banyak lagi. Sinematografer menggunakan elemen sinematografi
untuk mencapai segala jenis hasil yang hebat.

Sinematografer yang memasukkan elemen kunci eksposur, komposisi, pergerakan kamera, dan warna
ke dalam proyek mereka memiliki kemungkinan sukses terbesar dalam proyek film yang mereka buat.

Mari kita lihat berbagai elemen sinematografi dan bagaimana semuanya bekerja sama demi kebaikan
film tersebut.

PAPARAN

Salah satu dari beberapa elemen kunci sinematografi, eksposur yang dikontrol oleh kamera berpotensi
menambah perubahan kuat pada sebuah adegan.

Cukup dengan menyesuaikan eksposur kamera, sehingga lebih banyak atau lebih sedikit cahaya yang
masuk dapat memainkan peran penting dalam bagaimana gambar akhir muncul di layar untuk audiens
Anda. Ingatlah bahwa eksposur dipengaruhi oleh hal-hal seperti cahaya, kecepatan rana, kecepatan
bingkai, ISO, dan bukaan. Semua elemen penting ini harus dipertimbangkan saat memproduksi rekaman
apa pun yang Anda rekam.

KOMPOSISI

Komposisi pengambilan gambar Anda benar-benar merupakan pilihan yang mengubah permainan bagi
para pembuat film. Komposisi kamera tidak hanya memengaruhi apa yang dapat dan tidak dapat dilihat
oleh audiens Anda. Hal ini juga memengaruhi cara penonton terhubung dengan gambar dalam adegan
Anda. Menyesuaikan komposisi kamera Anda. Bergerak sepanjang adegan. Dan bahkan menangkap
berbagai adaptasi karakter Anda dalam latar tempat Anda syuting sangatlah penting untuk proyek akhir
Anda.

PERENCANAAN ADALAH KUNCINYA


Rencanakan pergerakan kamera dengan tepat, tetapi pastikan juga Anda memperhatikan berbagai hal.
Seperti posisi bakat Anda dalam bingkai, kedalaman bidang, pencahayaan, dan bagaimana bidikan Anda
dibingkai.

GERAKAN KAMERA

Kami tidak bisa cukup menekankan pergerakan kamera! Dari semua elemen sinematografi,
menggerakkan kamera adalah salah satu yang paling sederhana untuk dicapai dan juga paling mudah
untuk dilakukan!

Para pembuat film menghabiskan waktu puluhan tahun untuk mencoba menyempurnakan berbagai
gerakan kamera. Terutama ketika sudah banyak pergerakan yang terjadi di tempat kejadian.

Dan sulit untuk memasukkan kamera ke dalam perangkat yang sudah berantakan.

KEMUNGKINAN TANPA BATAS

Ingat, pergerakan kamera adalah salah satu elemen sinematografi yang dapat dilibatkan dalam beberapa
cara. Tentu saja ada kamera genggam dan semua gerakan yang menyertainya, ya…memegang kamera.

Namun ada juga peralatan tambahan yang dapat membuat pergerakan kamera jadi lebih bertenaga,
efektif, rumit, dan menyenangkan! Dari dolly track hingga Steadicam, drone, dan perangkat genggam.

Persediaan peralatan kamera sepertinya tidak ada habisnya untuk membuat gerakan kamera menarik,
menarik, dan menarik bagi audiens Anda.
SUDUT KAMERA

Kami telah membicarakan banyak hal tentang elemen sinematografi lainnya, namun sudut kamera tidak
bisa diabaikan begitu saja.

Elemen halus dari sekadar menyesuaikan sedikit sudut kamera dapat memberikan dampak yang sangat
kuat pada audiens Anda.

Gerakan kamera ini dapat berkisar dari memiringkan kamera ke atas untuk menciptakan tampilan
sesuatu yang lebih besar dari kehidupan atau menangkap bidikan dari atas untuk memberikan ilusi
superioritas atau inferioritas.
PERSEPSI PENONTON

Sudut kamera pasti sangat berkaitan dengan cara penonton memandang karakter Anda dan pendapat
mereka tentang latar Anda.

Terlepas dari berapa banyak peralatan yang harus Anda gunakan atau berapa anggaran Anda.
Penyesuaian sederhana pada sudut kamera dalam bingkai dapat dilakukan untuk menciptakan dampak
yang kuat di semua film.

WARNA & PENCAHAYAAN

Meskipun kedua elemen sinematografi ini tidak sama, keduanya sangat penting.

Warna memiliki kekuatan tidak hanya untuk merujuk pada suasana bahagia, sedih, atau tidak nyaman,
namun pencahayaan juga dapat memainkan peran utama.

Penggunaan berbagai sumber cahaya, lampu yang menggabungkan pewarnaan yang tepat, dan
penggunaan peralatan tambahan seperti gel warna atau benda lainnya dapat membantu Anda
mendapatkan tampilan yang bervariasi.

MISALNYA

Secara manual, Anda dapat menerapkan warna pada film Anda hanya dengan memilih untuk
memfilmkan pada waktu yang berbeda dalam sehari. Misalnya, pembuatan film saat Golden Hour dapat
memberikan kesan romantis pada film Anda.

Dan mungkin membuat audiens Anda memikirkan hal-hal yang membahagiakan. Demikian pula,
mengambil gambar di malam hari bisa sangat cocok untuk sebuah film yang bertujuan menampilkan
kesedihan, kegelapan, atau ketakutan.

ZOOM & ELEMEN LAINNYA

Selain semua elemen sinematografi yang telah dibahas sebelumnya.

Penting untuk dicatat bahwa zoom dan elemen penting lainnya juga ada untuk membantu pembuat film
mencapai hasil yang diinginkan.
Seseorang dapat menggunakan elemen sinematik yang berbeda dengan cara yang berbeda. Semuanya
untuk mencapai respons emosional, koneksi, resonansi, dan pemahaman yang diinginkan di antara
audiens Anda.

PERTIMBANGKAN INI

Misalnya, memperbesar latar memberi penonton perasaan bahwa sesuatu yang penting akan segera
terjadi. Ini juga memberi penonton Anda perspektif unik tentang lingkungan sekitar dan elemen dalam
adegan.

Demikian pula, pembuat film mencapai dampak besar dalam cerita dengan menyesuaikan jarak kamera.
Mengganti lensa untuk jenis lensa yang berbeda. Dan dengan mengedit rekaman di pasca produksi.

CUPLIKAN TERAKHIR

Berbagai elemen sinematografi merupakan aspek penting dalam pembuatan film sehari-hari. Dan
memainkan peran penting dalam pengalaman penonton film.

Seni dan kerajinan elemen sinematografi seperti fokus kamera, komposisi pengambilan gambar,
penempatan kamera, dan pergerakan kamera.

Semuanya bersatu membentuk cuplikan akhir yang dikirim ke tim penyuntingan untuk pemrosesan
pasca produksi.

3.1.3 Pascaproduction
Secara harfiah sinematografi berasal dari kata serapan bahasa inggris, yaitu
Cinematographie (chinema+tho = phytos (cahaya) dan graph (gambar)). Sinematografi
dalam produksi sebuah film akan mengambil peran ketika seluruh aspek mise en scene
sudah dipersiapkan. Brodwell, Thompson, dan Smith Chinematography (literally,
“writing in movement”) depends to a large extend on photography (“writing in light”).
Jadi, sinematografi dapat diartikan sebagai aktivitas melukis, merekam, menangkap,
mengambil gerak dengan bantuan cahaya. Menurut Kamus Ilmiah Serapan Bahasa
Indonesia, Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan teknik pembuatan film atau ilmu,
teknik, dan seni pengambilan gambar film dengan sinematograf.

Film sebagai bagian dari karya sinematografi yang dihasilkan dari paduan seseorang
maupun kelompok yang menguasai teknologi, seni, komunikasi, serta manajemen
organisasi tentu akan menghasilkan sebuah karya film yang berkualitas dari segi
pengambilan gambar. Pratista (2017) menegaskan bahwa seorang sineas tidak hanya
sekedar merekam adegan semata. Akan tetapi juga harus mampu mengontrol, mengatur
adegan yang akan diambil seperti jarak, ketinggian, durasi, sudut pandang, dan
sebagainya.

Secara umum, unsur yang mencakup sinematografi dibagi dalam tiga aspek, yaitu kamera
dan film, framing, dan durasi gambar. Kamera dan film berkaitan dengan teknik yang
akan dilakukan dengan kamera, seperti pemilihan lensa, penggunaan lensa, kecepatan
gerak yang akan diambil, visual efek yang diterapkan, kontras warna, dan sebagainya.
Sedangkan unsur framing berkaitan dengan hubungan kamera dengan objek yang
diambil. Yang terakhir adalah durasi gambar dari satu objek ke objek lain.

Dalam pembuatan atau garapan sebuah film ada tiga tahapan juga, yaitu preproduction,
production, dan pascaproduction. Preproduction adalah tahapan yang akan dilakukan
sebelum pembuatan sebuah film, mulai dari perencanaan naskah, scenario, dan mise en
scene. Setelah semua itu selesai sampailah ke tahap produksi sebuah karya garapan atau
biasa disebut dengan proses shooting. Dan yang terakhir adalah pascaproduction, yaitu
setelah tahapan shooting akan ada tahapan editing, penyesuaian cahaya, desain suara, efek
visual, dan sebagainya.

3.1.3.1 Editing
Ketika sudah selesai dalam proses pengambilan gambar atau shooting, tahapan
selanjutnya adalah editing. Jadi, editing merupakan proses menggabungkan beberapa
gambar dan suara yang berurutan dan sesuai dengan script atau naskah dan juga menurut
panjang dan irama tertentu yang tepat dengan keadaan dalam cerita. Sebelumnya, pada
tahapan produksi dimana shoot demi shoot yang yang sudah diambil akan dipilih, diolah,
dan disusun menjadi kesatuan yang utuh. Orang yang bertugas dalah hal pengeditan
adalah seorang editor.

Editing pada sebuah film sangat erat hubungannya dengan penciptaan waktu secara
filmis. Waktu filmis merupakan waktu yang tidak sama dengan kenyataan. Proses editing
hasil pengambilan gambar dibagi menjadi editing rough cut (pemotongan kasar) dan
editing fine cut (pemotongan halus).

Setelah pascaproduksi film, editor berperan menggabungkan shoot menjadi adegan atau
scene. Editing merupakan proses paling akhir dalam pembuatan audio visual. Metode
yang digunakan dalam proses editing adalah cutting dan transisi. Cutting adalah proses
pemotongan gambar secara langsung tanpa adanya manipulasi gambar. Sedangkan
transisi adalah proses pemotongan gambar dengan penggunaan transisi untuk perindahan
gambar. Dalam tahap ini peran editor sangat penting dalam penyusunan gambar yang
kemudian menjadi suatu karya hasil garapan audio visual. Berikut adalah tahap-tahap
editing.

a. Preview screening

Dalam tahap ini editor menerima semua hasil gambar (shoot) yang telah diambil atau bisa
dikatakan bahwa editor menerima semua bahan mentah dan kemudian ditonton bersama
dengan tim. Hal ini bertujuan agar editor mengenali semua bahan baku yang telah didapat
saat proses shooting.

b. Capture

Dalam tahap ini editor memindahkan semua hasil shooting atau pengambilan gambar ke
dalam komputer agar menjadi bentuk digital dengan format video AVI 720x576 pixels
untuk masuk ke tahap penyuntingan gambar atau editing.

c. Logging

Dalam tahapan ini seorang editor melihat catatan dan menyesuaikan setiap shoot-shoot
berdasarkan laporan time code agar memudahkannya dalam memilah-memilih shoot
yang menurut time code yang sesuai dan juga sesuai dengan kebutuhan skenario.

d. Assembling
Pada tahap ini editor sudah mulai menyusun dan menyambung setiap shoot berdasarkan
urutan scene pada skenario. Tetapi, penyambungan setiap shoot ini masih secara kasar
dan masih menggunakan time code yang sebenarnya. Artinya, pada tahapan ini belum
ada transisi dan masih kasar.

e. Rough cut

Pada tahap ini editor memotong dan membuang adegan-adegan yang tidak dipakai dan
menjadikannya satu alur cerita. Kemudian memiih shoot- shoot yang sudah mewakili
skenario. Penyusunan pertama yang dilakukan oleh editor berdasarkan inti cerita yang
ingin dicapai. Ditahap ini editor banyak berdisikusi dengan sutradara.

f. Fine cut & Trimming

Ditahap ini editor sudah mulai melakukan pemotongan dan penghalusan gambar yang
sudah tersusun dengan baik. Kemudian editor merapikan

b. Suara

setiap potongan antar shoot yang kurang baik dan mengganggu. Pada tahap inilah editor
menambahkan transisi atau efek-efek untuk penyambungan scene atau pemindahan
scene. Tujuannya adalah agar alur cerita tersusun dengan baik.

Unsur sinematik yang tidak kalah penting setelah proses produksi adalah suara. Suara
dalam film dapat dipahami sebagai seluruh bagian yang keluar dalam gambar. apalagi
dalam audio visual, setiap tampilan atau visual membutuhkan suara agar makna yang ada
tersampaikan. Secara umum, suara dalam film dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu
dialog (bentuk komunikasi secara verbal yang dilakukan oleh tokoh atau pemeran yang
ada dalam film, music, efek suara (suara tambahan yang dihasilkan oleh semua objek
yang ada dalam sebuah film).

Dalam tahap ini editor bisa menambahkan efek suara yang mendukung pada kondisi saat
shooting dilakukan agar suasana yang diceritakan lebih terasa oleh penontonnya. Suara
yang awalnya diambil saat pengambilan gambar akan dikembangkan kualitasnya dan juga
akan ditambahkan aransemen musik sebagai pengiring sesuai dengan kebutuhan film.
Yang ditambahkan mungkin efek suara ketika pintu terbuka, kaca pecah, dan lain-lain.
Penambahan suara ini disebut dengan foley artist.

Setelah selesai proses produksi film, langkah-langkah penataan suara dalam tahap pasca
produksi melibatkan serangkaian prosedur. Pertama, terdapat tahap sinkronisasi, di mana
audio dan visual disatukan dengan cermat. Kemudian, pada tahap penataan dialog, data
suara dievaluasi dan jika perlu diperbaiki dengan penggantian suara asli oleh rekaman
yang lebih baik dari data produksi atau lapangan. Setelah itu, tahap Re-Assembly
berkaitan dengan penyelarasan kembali data suara dengan gambar yang telah diedit
(pictlock), yang merupakan langkah persiapan penting sebelum memasuki tahap mixing
audio. Selanjutnya, efek suara yang mendukung cerita dan suasana adegan ditambahkan
atau disesuaikan dalam tahap penataan efek suara. Selain itu, penyesuaian musik dan
lagu dilakukan untuk memastikan bahwa elemen musik mengkomunikasikan nuansa
yang diinginkan dalam setiap adegan. Akhirnya, semua tahapan ini mengarah ke proses
mastering hasil akhir suara, di mana kualitas audio film ditingkatkan dan disesuaikan
agar siap untuk tayang di layar besar. Dengan demikian, tahapan ini merupakan bagian
kunci dalam menciptakan pengalaman audiovisual yang memukau dalam produksi film.

c. Efek Visual

Efek visual (visual effect) adalah pemberian efek pada sebuah film yang menyesuaikan
dari gambar saat syuting asli dengan rekayasa dari komputer. Tujuan dari penambahan
efek visual ini adalah untuk menciptakan efek atau kejadian yang asli (realistis) sesuai
skenario. Efek visual yang dibuat adalah sesuai dengan kebutuhan pada film yang sedang
digarap. Tujuan ditambahkannya efek visual ini adalah untuk menyempurnakan adegan
pada film yang sedang digarap. Selain itu, dengan adanya efek visual hasil dari film itu
bisa lebih menarik dan banyak diminati.

d. Color Grading

Color grading merupakan proses meningkatkan dan mengubah warna film untuk
mendapatkan efek visual yang diinginkan. Warna dalam sebuah film juga melambangkan
atau mewakilkan sebuah emosi, warna yang ditampilkan memiliki dampak bagi
penontonnya. Para penonton yang mengerti tentang masalah ini tentu paham apa yang
dimaksud. Kemahiran yang dimiliki editor sangat berguna dalam mengakurasi, palet
warna film yangberubah menjadi atmosfer, gaya dan emosi khusus.

Editor bertugas dalam mengkoreksi warna yang sudah dilihat kektika proses shooting.
Yang menyebabkan adanya color grading adalah shot demi shot memiliki komposisi
warna yang berbeda yang disebabkan oleh kamera yang berbeda atau intensitas cahaya
yang kurang bagus.

3.2 Contoh Analisis Unsur-Unsur Sinematrografi

3.3 Latihan Analisis dan Diskusi

3.4 Ringkasan

3.4 Istilah

Referensi

M. Ali Murshid Al Fatoni, D. M. (2020). Pengantar Teori Film . Sleman: CV BUDI


UTAMA.

http://csinema.com/tahapan-produksi-film-pasca-produksi/

https://repositori.kemdikbud.go.id/24078/1/Modul%202%20tata%20kerja%20paska%2
0pr oduksi%20suara%20film.PDF

https://sipadu.isi-ska.ac.id/sidos/rpp/20171/rpp_98752.pdf https://sipadu.isi-
ska.ac.id/mhsw/laporan/laporan_4262150921124104.pdf

https://communication.uii.ac.id/old/images/PERKULIAHAN/materi%20mata%20kulia
h%2 0editing%20tanggal%2021%20februari%202011.pdf
BAB 5 PERKEMBANGAN SINEMATROGRAFI

Pada buku ini, hal yang menjadi fokus pembahasan adalah perfilman mengingat bahwa
mahasiswa yang mempelajari buku ajar ini adalah mahasiswa jurusan sastra. Namun,
buku ini dapat digunakan pula oleh mahasiswa, akademisi, praktisi, dan pihak lainnya
sebagai sumber referensi.

1. dunia kita yang berubah telah mempengaruhi cara kita berkomunikasi dan
mendokumentasikan kehidupan kita, baik di bioskop dan televisi yang sudah mapan, atau
melalui gadget berbasis internet yang menawarkan platform untuk pekerjaan kita yang
dapat diakses oleh jutaan orang melampaui batas-batas bahasa dan budaya dalam
hitungan detik. Padahal pada kenyataannya berkat teknologi di dunia yang semakin
terinformasi dan semakin kecil ini, membuat hidup kita lebih instan, lebih kompak dan
lebih mudah diakses.

Era digital tidak hanya mengubah cara kita membuat film tetapi juga cara kerja kita dapat
dilihat oleh orang lain, didiskusikan, dianalisis, dan dicerna oleh penonton yang
menonton dan diakses melalui layar raksasa, proyektor, perangkat televisi konvensional,
CD-ROM, DVD, hard drive komputer atau smartphone. Kemajuan luar biasa dalam
teknologi audio visual ini menghasilkan serangkaian peralatan portabel ringan yang
menawarkan pemutaran instan dan dapat mengatasi semua masalah teknis, membuat kita
bebas dalam mengekspresikan diri dengan cara apa pun yang kita pilih

pilihan itu ditingkatkan saat kita meninjau, manipulasi dan kesibukan kita di salah satu
lingkungan paling kreatif (suite edit digital), di mana program dapat dibuat lebih cepat
dari sebelumnya menjadi mahakarya pribadi.

Teknologi saja, tidak dapat menghasilkan film-film hebat yang menghibur penonton atau
mempengaruhi emosi mereka ketika menonton, ini karena sebuah karya yang menarik,
membutuhkan properti dan video yang bagus, membutuhkan motivasi, semangat, dan
keahlian untuk membuat film. Ini hanya dapat dicapai dengan ketekunan dan dedikasi,
dikombinasikan dengan kemampuan untuk menciptakan sebuah video kisah yang
terstruktur dengan baik yang dapat membuat penonton merasakan emosi yang ada dalam
film, meningkatkan kesadaran manusia, dan membuat kita dapat melihat dunia dengan
cara yang berbeda.

Dunia yang terus berkembang telah menciptakan perubahan yang luar biasa, entah dalam
cara kita berinteraksi dalam masyarakat multikultural atau beradaptasi dengan ancaman
global, semuanya memiliki tantangan yang berbeda-beda. Kita perlu mencoba
menyebarkan sumber daya kita ke berbagai multi-platform yang tak terbatas agar tetap
bisa mengikuti perkembangan dunia yang makin besar.

Pertumbuhan channel siaran telah menciptakan pilihan bagi pemirsa dan produser, hal itu
juga menempatkan pembatasan dan tekanan yang meningkat pada pembuat film. Dari
sini, para pembuat film profesional, baik pembuat film dokumenter maupun drama,
jadwal dan tenaga mereka terus-menerus diperas, sutradara juga merasa mereka harus
menyediakan lebih banyak inventif, yang berarti, waktu persiapan, pembuatan film, dan
waktu untuk editing menjadi sangat sedikit dan terbatas. Walaupun begitu mereka tetap
mampu menghasilkan karya yang sangat penting dan bernilai, ini karena mereka faham,
bagaimana cara membuat sistem bekerja dengan baik untuk mereka, sehingga, dengan
bakat seorang pembuat film, pengalaman dan kontinyuitas sehari-hari mereka akan
mampu menciptakan film dengan efek pengalaman yang sangat luar biasa bagi
penontonnya. Kunci keberhasilnya adalah : dengan mengorganisir hal-hal dengan baik
dan memiliki persiapan yang matang untuk pembuatan sebuah film.

Kebutuhan untuk syuting secara ekonomis merupakan hal yang penting, terutama pada
pemotretan/syuting dokumenter di mana keadaan mungkin akan berubah secara tidak
terduga, misalnya ketika ingin melakukan syuting outdoor tiba-tiba hujan turun. Memiliki
rencana permainan, memberi diri pilihan dan mengorganisir segala hal yang akan lakukan
dapat membantu mengatasi hambatan yang mungkin tidak dapat diatasi. Di halaman
berikutnya kita akan melihat berbagai cara di mana dapat mengadopsi sejumlah praktik
kerja yang akan membantu mencapai tujuan dan membuat

tetapfokus,sehingga dapatmenghasilkanfilmyanglayakdandibuatdengan

baik dengan sedikit kompromi, jika ada.

7. Memutuskan ingin menjadi pembuat film seperti apa

Sebelum terlibat dalam detail seperti itu, sebaiknya menentukan ingin menjadi pembuat
film seperti apa. mungkin hanya ingin membuat video pendek dua menit untuk
didistribusikan di internet, atau memilih untuk membuat film pendek untuk menunjukkan
kemampuan, atau untuk dikirimkan ke siaran televisi, yang terakhir menawarkan banyak
channel dan khalayak luas, meskipun di sini sebagian besar berada atas perintah
preferensi pribadi dari editor komisioning atau produser eksekutif.

Menggunakan film pendek apa saja yang buat untuk masuk ke festival film atau dikirim
ke produser untuk mendapatkan pijakan di industri merupakan rencana permainan yang
bermanfaat, meskipun bekerja sebagai karyawan di perusahaan film atau penyiar bisa
berarti membuat film yang diformulasikan atau sesuai dengan slot transmisi yang
tersedia, pengalaman yang diperoleh pada akhirnya sepadan dengan usaha yang lakukan

8. Membuat film menonjol dari keramaian


Memastikan film dan juga diri menonjol dari keramaian jelas merupakan sesuatu yang
perlu pikirkan secara serius, karena apa pun keterampilan dan bakat , pembuatan film
adalah industri yang sangat kompetitif. Dalam buku ini, kita akan melihat beberapa opsi
yang tersedia yang mungkin sukai. Banyak hal yang tergantung pada apakah melihat film
sebagai bentuk seni murni, atau sebagai prospek komersial yang mencakup ekspresi
kreatif. Pilihlah pilihan yang relevan saat mengevaluasi pilihan .
9. Apakah akan mengambil rute yang lebih terkontrol, konvensional, atau
benar-benar spontan dan reaksioner – atau akankah menggunakan kombinasi gaya dan
teknik, gaya yang seperti apa, surealis atau abstrak, untuk menceritakan kisah ?

10. Apakah film akan dibuat murni observasional, atau akan lebih subjektif, terus-menerus
menggores di bawah permukaan sensorik orang yang filmkan?
11. Apakah akan mempertahankan gaya dramatis yang dipilih, atau melewati batas antara
fiksi dan non-fiksi?
12. Apakah akan menangani masalah sosial, menjadi provokatif, menghibur, atau mengambil
pendekatan yang lucu dan menyindir?
13. Akankah itu mencerminkan kepada pemirsa yang diketahui, atau yang tidak diketahui,
atau kombinasi keduanya?
14. Kebangkitan film pendek
Dalam mempertimbangkan opsi-opsi ini, dan banyak lainnya yang akan kita lihat nanti,
jelas bahwa membuat film pendek bukanlah masalah sederhana mengambil kamera dan
membuat karya master instan, jadi ada baiknya meluangkan waktu untuk
mempertimbangkan bagaimana merasa paling bisa mengekspresikan diri dan mengapa
penting untuk menjelajahi berbagai kemungkinan. Dengan pilihan yang saat ini tersedia,
tak mengherankan bahwa dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi ledakan kecil video
diary

dan drama mini atau dshort movie (film pendek) yang sebagian besar dapat diakses di
internet atau aplikasi dengan gratis, YouTube misalnya. Film dokumenter telah
menikmati kebangkitan yang signifikan, dengan banyak penyiar, termasuk channel
Discovery, Biography and History, yang merangkul hampir secara eksklusif dokumenter,
dan pertumbuhan festival film pendek dan dokumenter di seluruh dunia telah memberi
ribuan pembuat film kesempatan global untuk memamerkan karya mereka.

10. Mempertimbangkan harapan audiens


Dalam menganalisis peran sebagai pembuat film, perlu diingat juga, seperti halnya tata
bahasa film yang semakin disempurnakan selama bertahun-tahun, demikian juga dengan
ekspektasi penonton. Kecepatan aksi dan pengeditan yang difilmkan, variasi sudut
kamera (Camera angles) yang lebih besar, jump-cuts (penghilangan aksi yang disengaja
dalam bidikan kamera untuk membuatnya secara fisik ‘jump’ posisi di layar) dan transisi
antar adegan yang memungkinkan pemirsa untuk 'mengisi' beberapa dari celah-celah itu,
hanyalah beberapa dari teknik yang kini telah dikenal oleh penonton dan mereka
menawarkan serangkaian tantangan baru bagi generasi direktur, editor, dan teknisi masa
depan.
11. Menjaga pesan tetap jelas
Hal ini bukan untuk menyarankan bahwa film harus menjadi eksperimental secara
terbuka atau menggunakan teknik yang berisiko membuat sebagian besar penonton meras
asing, karena kebutuhan dasar penonton – untuk diinformasikan dengan jelas, dan dihibur
dengan rasa senang – telah berubah sedikit selama bertahun-tahun, dan meskipun banyak
dari kita menginginkan film yang menggugah pikiran dan inovatif, hanya sedikit dari kita
yang ingin duduk di auditorium atau kursi berlengan favorit kita hanya untuk diledakkan
dengan citra yang tidak berarti, serangkaian efek khusus, atau diharapkan untuk
memahami maknanya. pesan sutradara yang disamarkan secara cerdik dan mendalam
dengan menghadiri sesi terapi selama beberapa minggu setelahnya. Dalam kebanyakan
kasus, lebih sedikit pasti lebih banyak, dan kesederhanaan adalah kunci sukses.

Namun, kita akan selalu membutuhkan pembuat film yang akan menantang

konvensi kita, doktrin kita, politik kita, etika sosial kita, cara kita hidup dan cara kita mati,
dan apapun metode dan apapun gaya yang dipilih, media film. dan video akan terus
menawarkan berbagai kemungkinan dan alternatif yang menarik bagi semua orang yang
menerima tantangan.
4.1 Perkembangan Audio Visual (Sinematografi) di Dunia
A. PENDAHULUAN

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia saat
ini. Hampir seluruh aktivitas umat manusia tidak akan terlepas dari peran teknologi informasi. Baik
untuk aktivitas pribadi apalagi aktivitas yang berkaitan dengan interaksi antar sesama manusia.
Kemajuan TIK dewasa ini telah berkembang begitu pesat. Bahkan kecepatan kemajuan dan
perkembangannya dalam bentuk penemuan atau inovasinya jauh melebihi kecepatan atas pemerataan
dan implementasi dari produk TIK itu sendiri di masyarakat. Salah satu dari Teknologi informasi dan
komunikasi yaitu berupa Sinematografi. Sejarah perkembangan Sinematografi sebenarnya sudah
dimulai sejak manusia menggunakan media visual untuk berkomunikasi. Ditemukannya lukisan-
lukisan dalam gua-gua purba telah menunjukkan bahwa sejak ribuan, bahkan jutaan tahun yang lalu
manusia sudah mampu menuangkan idenya dalam bentuk gambar. Untuk lebih jelasnya akan dibahas
pada makalah ini mengenai Sejarah dan Perkembangan Sinematografi.

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SINEMATOGRAFI

1. Sinematografi

Sinematografi secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu; Kinema (gerak), Photos (cahaya),
Graphos (lukisan/ tulisan). Jadi sinematografi dapat diartikan sebagai aktivitas melukis gerak dengan
bantuan cahaya. Menurut Kamus Ilmiah Serapan Bahasa Indonesia (Aka Kamarulzaman: 2005, 642)
Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan teknik pembuatan film atau ilmu, teknik, dan seni
pengambilan gambar film dengan sinematograf. Sinematograf itu sendiri bararti kamera untuk
pengambilan gambar atau shooting, dan alat yang digunakan untuk memperoyeksikan gambar-gambar
film. Sedangkan sinema (cinema) diartikan sebagai gambar hidup, film, atau gedung bioskop.
Sinematografi adalah segala perbincangan mengenai sinema ( perfilman ) baik dari estetika, bentuk,
fungsi, makna, produksi, proses, maupun penontonnya. Jadi seluk beluk perfilmam dikupas tuntas
dalam sinematografi.

Selanjutnya mengenai Sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab semua aspek Visual
dalam pembuatan sebuah film. Mencakup Interpretasi visual pada skenario, pemilihan jenis Kamera,
jenis bahan baku yang akan dipakai, pemilihan lensa, pemilihan jenis filter yang akan dipakai di depan
lensa atau di depan lampu, pemilihan lampu dan jenis lampu yang sesuai dengan konsep sutradara dan
cerita dalam skenario. Seorang sinematografer juga memutuskan gerak kamera, membuat konsep
Visual, membuat floorplan untuk ke efisienan pengambilan gambar. Artinya seorang sinematografer
adalah orang yang bertanggung jawab baik secara teknis maupun tidak teknis di semua aspek visual
dalam film.

Sinematografer harus mendukung visi dari sutradara dan skenario, karena bagaimanapun yang akan di
sampaikan ke pada penonton adalah semua informasi dalam bentuk Visual yang sesuai dengan visi
sutradara dan visi skenario walaupun di beberapa kasus, sutradara bisa mengubah jalan cerita dalam
skenario demi keindahan bercerita yang sudah merupakan gaya sutradara tersebut.

2. Sejarah Sinematografi

Film (movie atau cinema) merupakan produk atau buah karya dari kegiatan sinematografi. Film sebagai
karya sinematografi merupakan hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau sekelompok orang
dalam penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan manajemen berorganisasi.

Memasuki dunia perfilman berarti memasuki dunia pemahaman estetik melalui paduan seni akting,
fotografi, teknologi optik, komunikasi visual, industri perfilman ide, cita-cita dan imajinasi yamg
sangat kompleks. Pemahaman estetik dalam seni (secara luas), bentuk pelaksanaannya merupakan
apresiasi. Apresiasi seni merupakan proses sadar yang dilakukan penghayatan dalam menghadapi
karya seni (termasuk film). Apresiasi tidak identik dengan penikmatan, karena mengapresiasi adalah
proses untuk menafsirkan sebuah makna yang terkandung dalam sebuah karya seni.

Sinematografi adalah salah satu upaya manusia untuk menggambarkan kepada orang lain, melalui
penggunaan teknik yang menggabungkan gambar gerak dan teks, dunia dan pesan tersebut
mengalihkan karena ini dipahami oleh seniman. Dengan sinematografi panjang, satu hari ini
menjelaskan disiplin membuat pilihan pencahayaan dan kamera saat merekam gambar foto untuk
digunakan bioskop. Berdasarkan dua kata Yunani, sinematografi etimologis berarti "menulis dalam
gerakan" dan diperkenalkan sebagai teknik baru untuk merekam gambar orang dan benda-benda saat
mereka bergerak dan proyek mereka pada jenis layar. Dikombinasikan dengan patung, lukisan, tari,
arsitektur, musik, dan sastra, sinematografi saat ini dianggap menjadi seni ketujuh.

Hal ini sangat sulit bagi seorang peneliti untuk menemukan dan menentukan individu yang bisa diberi
nama "bapak" sinematografi, menerima bahwa kata melambangkan suatu teknik yang digunakan untuk
pembuatan gambar gerak. Tapi, jelas bahwa manusia telah bereksperimen, sangat awal dalam sejarah
manusia, dengan metode yang berbeda yang akan memungkinkan dia untuk merekam gerakan gambar.
Sangat erat kaitannya dengan masih fotografi, yang telah menjadi katalis untuk perkembangan
sinematografi sejak pertengahan abad ke-19, teknik yang akan memungkinkan gambar yang akan
direkam sementara di gerak telah dipelajari secara ekstensif. Salah satu upaya pertama untuk
menganalisis unsur gerakan dengan bantuan mesin foto dibuat oleh Edward Muybridge fotografer
Inggris pada tahun 1878. Setelah berhasil mengembangkan metode baru menghasilkan gambar foto
berturut-turut, ia mencatat gerakan kuda berjalan. Melalui film yang diproduksi, ia berhasil
membuktikan bahwa ada contoh ketika kuda sedang berjalan yang tidak ada kakinya menyentuh tanah.
Sekitar sama periode, fisikawan Perancis Etienne Mare berhasil menangkap, juga dengan
menggunakan mesin foto yang bisa merekam 12 gambar per detik, gerakan burung terbang.

Berdasarkan perkembangan awal 1880-an dalam mengungkap gambar pada elemen peka cahaya,
dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison dan Lumiere bersaudara antara lain, bentuk seni
baru film memperkenalkan jenis baru estetika yang menangkap perhatian orang yang ingin
mengeksplorasi aplikasi dan menciptakan karya seni. Salah satu yang pertama cinematographers yang
memutuskan untuk memeriksa dimensi gambar bergerak adalah Maries-George-Perancis Jean Mlis
yang menjadi salah satu direktur bioskop pertama. Dengan, Trip filmnya ke Bulan (Le pelayaran dans
la lune) pada tahun 1901, ia menciptakan sebuah cerita fantastis perjalanan ke bulan menggunakan
gambar gerak. Dia juga salah satu yang memperkenalkan teknik pewarnaan dalam film oleh setiap
lukisan salah satu frame dengan tangan.

Selama tahap bayi gambar gerak, sinematografer itu peran ganda, bertindak sebagai direktur dan orang
yang memegang dan memindahkan kamera. Seperti tahun-tahun disisipkan, bentuk seni baru
dikembangkan lebih lanjut oleh alat-alat teknologi baru yang diperkenalkan. Baru art terkait profesi
muncul dan karena kemampuannya bioskop untuk menangkap perhatian besar penonton di seluruh
dunia, dengan menarik lebih dari satu panca indera, sinematografi muncul untuk apa yang dikenal hari
ini sebagai industri multi-miliar dolar dan salah satu bentuk seni favorit di dunia.

3. Perkembangan Sinematografi

Seorang Sinematografer yang baik harus juga mengenal dengan baik atau memahami alat yang akan
dipakai dalam pembuatan sebuah film. Karena Kamera hanyalah “alat Bantu” atau Tools saja maka
seperti alat Bantu yang lainnya juga kita sebagai Sinematografer yang memindahkan semua ilmu dan
pengetahuan kita lewat kamera tersebut. Artinya kamera harus menuruti kemauan kita yang sudah
menjadi visi sutradara dan visi cerita atau skenario.

Untuk memahami kamera kita harus membaca buku prtunjuk dari setiap kamera yang akan kita
gunakan karena setiap industri kamera mempunyai tekhnologinya sendiri-sendiri. Pada prinsipnya
semua kamera sama dan hanyalah alat Bantu kita mewujudkan gambar yang sesuai dengan yang di
inginkan akan tetapi alangkah baiknya jika pengguna sudah memahami kamera tersebut secara teknis
dalam petunjuk di bukunya (manual book).

Pada masa sekarang kamera secara garis besar terbagi dalam tiga jenis dilihat dari penggunaan bahan
baku. Yaitu:

a. Motion Picture Camera atau kamera dengan bahan baku seluloid baik 35 mm/16mm. Contoh
kamera: Arriflex 435 Xtreme – 35 mm camera

b. Video Camera atau kamera dengan bahan baku video tape. Contoh kamera: Sony HDV Video
Camcorder

c. Digital camera atau kamera dengan bahan baku digital/tapeless. Biasanya menggunakan CF card
atau SD card bisa juga dengan cakram seperti DVD. Contoh kamera: Sony EX3 – Digital Camcorder.

v Teknologi Film Seluloide

a. Tahun 1864 film masih merupakan embrio. Film sebagai embrio merupakan gabungan dari
penemuan: teknologi mekanik, kimia, dan optik (lensa photografi). Para pelopornya antara lain; Louis
Ducos du Houron, Leonardo da Vinci, Thomas Alfa Edison.

b. Thomas Alfa Edison berhasil menciptakan sebuah alat kinetoscope atau kotak berisi rangkaian
gambar bergerak yang cara pengoperasiannya dengan mengintip melalui lubang kecil pada salah satu
sisinya.

c. Auguste & Louis Lumiere (Lumiere bersaudara) berhasil menciptakan Cinematographe yaitu
kamera film seluloide yang juga berfungsi sebagai proyektor. Alat ini hasil modifikasi dari alat ciptaan
Thomas Alfa Edison yaitu Cinematographe. Hal ini menandai dimulainya era pertunjukan film untuk
orang banyak.
d. Tanggal 28 Desember 1895 pertama kali di dunia puluhan orang berada dalam satu ruangan guna
menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar. Lumiere bersaudara menyewa Grand Cafe
sebuah ruangan bilyard tua di bawah tanah di Boulevard Des Capucines Paris yang kemudian dikenal
sebagai ruang bioskop pertama di dunia.

e. Gedung Bioscope I di Amerika disebut Nickel-odeon. Artinya (5 sen dolar – Arena pertunjukan).
Tahun 1907 Leede Forest menemukan Audion (tabung triode elektron) sebagai pelengkap peralatan
proyektor.

f. Tahun 1926 Film berwarna (bisu) pertama berjudul Black Pirate dengan sistem technicolour-
trademark. Dalam era film bisu, pertunjukan film umumnya diiringi musik secara langsung (live music
performance). Jadi sebenarnya film itu disajikan dengan suara, tidak sepenuhnya hening.

g. Tahun 1927 dibuat film bersuara (backsound) berjudul “Don Juan”. Film real audio pertama
berjudul “The Jazz Singer” (Sutradara: Alan Crosland, 1927, hitam putih) dengan pemeran Al Johnson
sutrada Alan Crosland. Inilah film pertama di dunia yang menyajikan secara lengkap musik, dialog dan
nyanyian.

h. Film cerita panjang pertama di dunia yang dibuat dengan sistem Technicolor adalah Black Pirate
(Sutradara: Albert Parker, 1928, bisu) Technocolor kemudian berkembang menjadi merk dagang dan
digunakan sebagian besar film berwarna sesudahnya. Dalam tahun 1920-1930 an film “bicara” belum
tentu berwarna dan sebaliknya.

i. Film “bicara” pertama di Indonesia adalah “Terpakasa Menikah” (Sutradara, Penanata Fotografi
dan Suara: G. Krugners, 1932). Film itu dipromosikan sebagai berikut: “100% bitjara dan njanji, lebih
terang, bagoes, kocak dan ramai dari Njai Dasima.....”

j. Tahun 1952 menandai awal produksi film berwarna pertama di Indonesia Rodrigo de Villa
(Sutradara Gregorio Fernandez, Rempo Urip) seluruhnya dikerjakan di Studio LVN Manila Filipina.
Mulai tahun 1968 baru muncul “musim warna” dalam produksi film Indonesia, semua film diproduksi
dengan full color hingga sekarang.

v Era Teknologi Video

Teknologi produksi film telah berkembang pesat hingga saat ini. Ditemukannya pita video tahun 1970-
an telah mengungguli film dari segi kemudahan pembuatan (biaya produksi) sekaligus penyajiannya.
Video dapat merekam gambar dan suara sekaligus, sedangkan film seluloide hanya dapat merekam
gambar. Untuk merekam suara pada film seluloide digunakan medium rekam lain semisal DAT (digital
audio tape) secara terpisah.

Kelebihan lainnya adalah bobot kamera video yang relatif lebih ringan dan mudah dioperasikan. Orang
tidak harus mahir mengoperasikan kamera film atau kamera video profesional (yang besar dan berat).
Saat ini, hanya dengan kamera handycam sebuah produk film bisa dengan mudah diciptakan.

Ada tiga jenis kamera video sebagai alat perekam. Masing-masing tipe menggunakan bahan perekam
yang berbasis pita (kaset) video dengan kualitas yang berbeda, yaitu: Pada teknologi video, dikenal
dua format yang sudah menjadi standar internasional yaitu format PAL dan format NTSC. Kedua
format ini tidak kompatible satu sama lain sebab satuan frame tiap detiknya (frame per second/fps)
berbeda. Format NTSC jumlah frame tiap detiknya antara 29-30 sedangkan format PAL jumlah frame
tiap detiknya 25 buah. Hal ini harus diperhatikan terutama pada saat akan mengeditnya maupun
menayangkannya dalam player tertentu, di mana tidak semua perangkat elektronik kompatible satu
format dengan format lainnya.

v Era Teknologi Digital

Pada saat ini hampir semua produk media elektronik sudah menggunakan sistem teknologi digital,
demikian halnya dengan produk kamera video. Digitalisasi kamera video yaitu proses mengubah sinyal
gambar yang ditangkap lensa menjadi kode binner (pasangan angka 0 dan 1 yang membangun sistem
komputer seluruh dunia). Bahan perekam film yang digunakan tidak lagi menggunakan pita kaset video
tapi sudah dalam bentuk piringan cakram optik dalam format CD, DVD, atau dalam bentuk stick/ disk
memory hingga hardisk. Format file out put video yang dihasilkan tidak hanya dalam bentuk .avi dan
.dat, tapi sudah berkembang secara variatif diantaranya .mpg1, mpg2, mov, flv, dan sebagainya.

Pada era digital ini, proses pengambilan (perekaman) gambar dan suara video tidak selalu
menggunakan kamera video shooting tetapi cukup melalui pesawat handphone atau digital kamera foto
yang memiliki fasilitas kamera video, juga bisa menggunakan kamera web (webcam), kamera
tersembunyi (hidden camera) dalam bentuk kamera CCTV, kancing baju, bollpoint, bross, dan
sebagainya.

C. KESIMPULAN
Sinematografi secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu; Kinema (gerak), Photos (cahaya),
Graphos (lukisan/ tulisan). Jadi sinematografi dapat diartikan sebagai aktivitas melukis gerak dengan
bantuan cahaya. Menurut Kamus Ilmiah Serapan Bahasa Indonesia (Aka Kamarulzaman: 2005, 642)
Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan teknik pembuatan film atau ilmu, teknik, dan seni
pengambilan gambar film dengan sinematograf. Sinematograf itu sendiri bararti kamera untuk
pengambilan gambar atau shooting, dan alat yang digunakan untuk memperoyeksikan gambar-gambar
film. Sedangkan sinema (cinema) diartikan sebagai gambar hidup, film, atau gedung bioskop. Film
(movie atau cinema) merupakan produk atau buah karya dari kegiatan sinematografi. Film sebagai
karya sinematografi merupakan hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau sekelompok orang
dalam penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan manajemen berorganisasi.

Sejarah perkembangan Sinematografi sebenarnya sudah dimulai sejak manusia menggunakan media
visual untuk berkomunikasi. Ditemukannya lukisan-lukisan dalam gua-gua purba telah menunjukkan
bahwa sejak ribuan, bahkan jutaan tahun yang lalu manusia sudah mampu menuangkan idenya dalam
bentuk gambar. perkembangan sinematografi ada sejak pertengahan abad ke-19. Salah satu upaya
pertama untuk menganalisis unsur gerakan dengan bantuan mesin foto dibuat oleh Edward Muybridge
fotografer Inggris pada tahun 1878. Kemudian pada awal 1880-an muncul pengungkapan gambar pada
elemen peka cahaya, dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison dan Lumiere bersaudara
antara lain, bentuk seni baru film memperkenalkan jenis baru estetika yang menangkap perhatian orang
yang ingin mengeksplorasi aplikasi dan menciptakan karya seni. Diatas juga dijelaskan Perkembangan
sinematografi terbagi menjadi 3 era yaitu era teknologi film seluloide, era teknologi video, dan era
teknologi digital.

4.2 Perkembangan Audio Visual (Sinematografi) Indonesia


Zakky (2014) menguraikan sejarah film dunia sebagai berikut : Awal ide film pertama
muncul di tahun 1878. Saat itu seorang tokoh asal Amerika Serikat bernama Edward
James Muybridge membuat 16 gambar gambar kuda yang disambungkan dalam 16 frame
yang kemudian memunculkan ilusi seakan-akan kuda tersebut sedang berlari. Konsep
film secara frame by frame ini pun menjadi awal dan konsep dasar dari pembuatan film
di era itu dan juga di era modern ke depannya. Konsep kuda berlari itu juga menjadi
gambar gerak animasi pertama yang diciptakan di dunia. Perkembangan inovasi kamera
kemudian memunculkan film film yang pertama dibuat di dunia. Adalah ilmuwan
Thomas Alfa Edison yang mengembangkan fungsi kamera yang mampu merekam
gambar bergerak, dan tidak hanya memotret gambar diam saja. Era sinematografi pun
dimulai dengan diciptakannya film dokumenter singkat yang pertama kali di dunia oleh
Lumiere bersaudara. Film pertama itu berjudul Workers Leaving the Lumiere's Factory
dan hanya berdurasi beberapa detik saja. Selain itu ceritanya hanya menggambarkan para
pekerja pabrik yang pulang dan meninggalkan tempat kerja mereka di pabrik Lumiere.
Meski begitu film ini tercatat dalam sejarah sebagai film pertama yang ditayangkan dan
diputar di Boulevard des Capucines di kota Paris, Prancis. Tanggal pemutaran film itu
pada tanggal 28 Desember 1895 kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnyasinematografi.
Sejak itu pun muncul film film pendek lain yang dibuat. Awalnya pembuatan film
memang tidak memiliki tujuan dan alur cerita yang

jelas dan kontinyu. Para pembuat film hanya merekam gambar dan keadaan di sekeliling
mereka. Namun kemudian ide pembuatan film mulai merambah dunia industri. Film film
pun mulai dibuat dengan lebih berkonsep dan memiliki alur cerita yang jelas. Saat itu
memang layar film masih hitam-putih dan juga tidak didukung audio suara. Oleh karena
itu saat pemutaran film biasanya ada pemain musik yang mengiringi secara langsung
sebagai efeksuara.Memasuki abad 20, perkembangan film mulai berkembang dengan
pesat. Dimulai dengan pengembangan audio suara. Film film pun mulai dibuat dengan
durasi yang lebih panjang. Konsep dan tema cerita juga mulai meluas dari berbagai genre,
mulai dari film komedi, romantis, petualangan hingga perang. Berbagai perusahaan dan
studio film pun mulai banyak dibuat untuk keperluan bisnis dan hiburan di zaman
tersebut. Di era 1900-an dan 1910-an, film film produksi asal Eropa, terutama dari negara
Prancis, Italia atau Jerman mencuri perhatian dan mampu populer di seluruh dunia. Baru
di era 1920-an industri film Amerika Serikat produksi Hollywood mulai dibuat dan
langsung populer. Industri film Hollywood ini kemudian menjadi industri film paling
populer yang menghadirkan film film berkualitas hingga sekarang. Itulah sedikit
informasi mengenai sejarah film dunia dari masa ke masa sejak awal hingga sekarang.
Pengembangan film memang memiliki sejarah panjang sejak pertama kali dibuat. Dan
kini memasuki zaman modern, dunia film kian berkembang secara drastis dengan adanya
kemajuan teknologi yang semakin canggih yang dapat membantu dalam produksi film.
Semoga info tersebut bisa bermanfaat.
Menurut Biran (2009: xv), sejarah film pertama terjadi di Prancis, tepatnya pada 28
Desember 1895, ketika Lumiere bersaudara telah membuat dunia “terkejut”. Mereka telah
melakukan pemutaran film pertama kalinya di depan public, yakni di Café de Paris. Film
film buatan Lumiere yang diputar pada pertunjukkan pertama itu adalah tentang para laki
laki dan wanita yang sedang bekerja di pabrik, juga tentang kedatangan kereta api di
stasiun La Ciotat, bayi yang sedang makan siang dan kapal kapal yang meninggalkan
pelabuhan.

Teknologi yang ditemukan Lumiere itu kemudian mendunia dengan cepat karena juga
didukung oleh teknologi proyektor berfilm 2,75 inci yang lebih unggul keluaran The
American Biograph ciptaan Herman Casler pada tahun 1896.

Lahirnya film tak terlapas dari perkembangan teknologi fotografi. Dalam Kamus bebas
Wikipedia Indonesiasejarah fotograf tidak bisa lepas dari peralatan pendukungnya,
seperti kamera. Kamera pertama di dunia ditemukan oleh seorang Ilmuwan Muslim, Ibnu
Haitham. Fisikawan ini pertama kali menemukan Kamera Obscura dengan dasar kajian
ilmu optik menggunakan bantuan energi cahaya matahari. Mengembangkan ide kamera
sederhana tersebut, mulai ditemukan kamera-kamera yang lebih praktis, bahka
inovasinya demikian pesat berkembang sehingga kamera mulai bisa digunakan untuk
merekam gambar gerak. Ide dasar sebuah film sendiri, terfikir secara tidak sengaja. Pada
tahun 1878 ketika beberapa orang pria Amerika berkumpul dan dari perbincangan ringan
menimbulkan sebuah pertanyaan : “Apakah keempat kaki kuda berada pada posisi
melayang pada saat bersamaan

bagian ini menjelaskan pertumbuhan film di Indonesia ditentukan oleh sejarah kreativitas
insan film (creator) dan dinamika kekuasaan oleh regim yang berkuasa. Pada masa awal
tradisi film, yakni pada masa penjajahan Belanda, film dibuat untuk menyaingi kesenian
tradisional (seni pertunjukkan keliling atau sering disebut juga teater Stambul) yang
waktu itu menjadi hiburan rakyat. Pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945),
sepenuhnya film dibuat sebagai alat propaganda Jepang untuk menggelorakan rakyat
Indonesia mengikuti kemauan politik imperialisme. Setelah Indonesia merdeka (1945-
1965) film sebagai bagian dari kesenian diposisikan oleh pemerintah Orde Lama dibawah
kekuasaan Soekarno sebagai alat perjuangan revolusi. Film yang mementingkan estetika
atau keindahan kurang dihargai karena dianggap membangun mental yang lembek.
Soekarno sempat melarang lagu lagu Rock asal Amerika diputar di Indonesia. Mereka
menyebutnya sebagai lagu “ngak ngik ngok”. Muncul perlawanan para seniman yang
mengatas namakan manusia Indonesia bagian dari masyarakat universal dengan
deklarasinya yang dikenal sebagai “Manifesto Kebudayaan”. Tokoh tokoh seniman
manifesto banyak diintimidasi oleh Orde Lama. Bahkan surat khabar “Indonesia Raya”
yang dinahkodai Mochtar Lubis dibredel. Akibatnya film tidak berkembang pada masa
itu. Kemudian pada masa Orde Baru, film film yang berbau politik (mengkritisi
pemerintah) disensor dengan ketat oleh Badan Sensor Film (BSF) atau film film yang
berbau ideology kekirian (Marxisme) dianggap sebagai karya karya subversive.
Sebaliknya, film diproduksi untuk mencari selamat dari sensor pemerintah. Akhirnya
muncul genre film horror (mistis), film silat (action), keduanya dibalut dengan adegan
adegan pornografi. Dan pada masa Reformasi (pasca 1998), Negara tidak terlalu
mengambil bagian atau mengatur perkembangan film. Film betul betul ditentukan oleh
pasar.

Sinematografi dalam sejarah perkembangannya di Indonesia telah melalui berbagai tahap


hingga mencapai titik pada saat ini. Perkembangan sinematografi di Indonesia telah
menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Industri perfilman di
Indonesia telah mengalami transformasi dalam hal produksi, kualitas, dan penerimaan publik
baik di kancah nasional maupun internasional. Kemajuan sinematografi Indonesia ini tentu
tidak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangannya yang dimulai dari film tanpa suara yang
masih berwarna hitam putih yang tentu tidak lagi kita rasakan pada masa kini.

Aspek-aspek dalam sinematografi Indonesia yang dapat kita lihat dan rasakan
kemajuannya yaitu pada aspek kualitas produksi, diversifikasi genre, partisipasi dalam festival-
festival film berkancah internasional, dukungan pemerintah, peran teknologi, dan peningkatan
pelatihan dan pendidikan dalam bidang sinematografi. Kemajuan dalam bidang sinematografi
ini tentu tidak terjadi karena peran satu pihak saja, namun dukungan kita sebagai masyarakat
penikmat karya turut mengambil andil dalam kemajuan ini.

Perkembangan sinematografi di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu :

1. Masa Awal (1900-1941)


Film pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tanggal 5 Desember 1900 di Batavia
(Jakarta). “Gambar Idoep” adalah sebutan untuk film pada masa itu. Pertunjukkan film pertama
kali di adakan di Tanah Abang. Film pertama di Indonesia ini merupakan sebuah film
dokumenter tentang bagaimana gambaran perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag.
Namun, agak disayangkan pertunjukkan film pertama ini bisa dibilang tidak sukses karena
harga karcis yang pada waktu itu dianggap terlalu mahal. Akibat peristiwa tersebut harga karcis
diturunkan hingga 75% untuk menarik minat penonton.
Perintis bioskop pertama di Hindia Belanda (Indonesia) yaitu, The Royal Bioscope yang
mulai menyajikan “gambar idoep” yang bisa bicara. Film yang berupa cerita pertama kali
dikenal di Indonesia pada tahun 1905, yaitu film-film impor dari Amerika yang ternyata cukup
laku dan dinikmati di Indonesia. Pada tahun 1924 film-film dari daratan Cina mulai masuk dan
merambah dunia perfilman Indonesia.
Film produksi Indonesia pertama adalah film yang berjudul Loetoeng Kasaroeng pada
tahun 1926. Film ini diproduksi oleh NV Java Film Company yang diproduseri dan disutradarai
oleh L. Heuveldrop (Belanda) yang mengajak G. Krugers, ipar FAA. Buse (Jerman). Film
Loetoeng Kasaroeng ini merupakan film tanpa suara atau film bisu. Pada tahun 1928, tiga
bersaudara Nelson, Joshua, dan Othniel Wong yang berasal dari Shanghao, Tiongkok datang
ke Jakarta dan mendirikan Halimun Film yang produksi film pertamanya berjudul Melatie van
Java, disutradarai Nelson Wong. Pendirian rumah-rumah film terus bermunculan, selanjutnya
giliran Tan bersaudara yang mendirikan Tan’s Film. Tan’s Film memproduksi film berjudul
Njai Dasima, sebuah film tragedi karangan G. Francis pada tahun 1896.
Pamflet pemutaran film Loetoeng Kasaroeng di bioskop Elita, Bandung.

Sumber : Wikipedia

Industri film Indonesia baru bisa memproduksi film bersuara pada tahun 1931. Film ini
berjudul Atma de Vischer (Nelayan Atma) yang diproduksi oleh Tans Film Company yang
bekerja sama dengan Kruegers Film Bedrif di Bandung. Pada kurun waktu 1926-1931,
Indonesia telah memproduksi sebanyak 21 judul film baik film bisu maupun bersuara.

Orang Indonesia pertama yang menjadi sutradara film adalah Bahctiar Effendy. Dia
memulai kariernya dengan menjadi pekerja kasar pembantu bagian dekor di Tan’s Film miliki
Tan Koen Yauw. Ketika Tan’s Film mulai memproduksi film bersuara, Njai Dasima II (1933),
Bachtiar diberikan kepercayaan untuk menyutradarai sekaligus menulis skenario film tersebut.
Setelah debutnya beberapa orang Indonesia yang menjadi sutradara, barulah pada tahun 1950
terbitnya sutradara perempuan pertama Indonesia yang bernama Ratna Asmara, lewat karya
filmnya yang berjudul Sedap Malam.

Pada kurun waktu 1935-1936, seorang wartawan sekaligus sutradara bernama Albert
Alink (Belanda) memproduksi film berjudul Tanah Sabrang yang menggambarkan tentang
transmigrasi. Film karyanya ini merupakan film yang mengandung unsur dokumentasi dan
instruktif, disutradarai oleh Mannus Franken. Film-film produksi produser Cina yang masuk ke
Indonesia disebut masih bersifat komersial, sebab film-film tersebut dinilai masih tanpa potensi
seni dan tanpa usaha untuk meningkatkan mutu seninya. Film-film tersebut beberapa di
antaranya yaitu, Pat Bie Fo (Delapan Wanita Jelita, 1932), Pat Kiam Hiap (Delapan Jago
Pedang, 1933), Ouw Phe Tjoa (Ulat Hitam, 1934) dan Lima Tikoes Siluman (1935).

Pada tahun 1937 muncullah film dengan bentuk cerita panjang (feature-length film). Film
ini merupakan film yang diproduksi oleh rumah produksi buatan R.M. Soetarto yaitu Universal
Film Corporation. R.M. Soetarto adalah seorang juru kamera dan sineas Indonesia pertama.

Hubungan film Belanda dan Indonesia tampak berhenti pada tahun 1940-an. Hal tersebut
merupakan hasil dari Perang Dunia II, yang mana pada saat itu tentara Jerman menyerbu
Belanda. Akibatnya film dari Belanda dan negara Eropa lainnya tidak masuk ke Indonesia dan
film-film Amerika pun mulai berhenti diimpor dan dilarang pemutarannya di Indonesia. Hal ini
tentu sangat menguntungkan bagi dunia perfilman Indonesia, sebab pesaingnya jadi berkurang.
Hal ini mengakibatkan Indonesia dapat memproduksi banyak film yang berjumlah hingga 28
film sampai akhir tahun 1941.

2. Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)


Pada kurun waktu ini Jepang telah mulai pelarangannya film luar negeri lain secara resmi,
namun sebelum peresmian itu, rumah produksi Popular Film Coy masih sempat menyelesaikan
beberapa film, yaitu Pulo Inten, Bunga Semboja, dan 1001 Malam. Pada tanggal 8 Maret 1942,
Belanda menyerah, yang kemudian membuat Jepang mengambil alih N.V. Multi Film, lalu
mengubahnya menjadi Nippon Eiga Sha, yang berada di bawah naungan Sendenhu
(Departemen Propaganda). Berpindahnya penguasaan media massa khususnya film ke tangan
Jepang, membuat Jepang lebih bebas dalam menggunakan film sebagai alat propaganda yang
akan melumpuhkan kegiatan Belanda dan Cina dalam dunia industri dan media massa. Semua
produksi film yang dihasilkan oleh Jepang memiliki satu tujuan pasti yaitu, untuk kepentingan
perang dan politiknya. PERSAFI atau Pendirian Persatuan Artis Film Indonesia merupakan
bidang produksi film, distribusi dan impor film-film Jepang dan bekerja sama dengan Nippon
Eiga Sha. Pada tahun 1943 pembangunan sound stage masih sangat dalam bentuk sederhana,
sebab kekurangan bahan bangunan. Film-film yang terkenal dari masa ini adalah film Ke
Seberang, Hujan, Berjuang, Di Desa, Jatuh Berkait, dan Menar. Akibat dari pelarangan film
asing untuk masuk ke Indonesia, selain dari film-film produksi Jepang, tidak ada film asing
yang masuk ke Indonesia. Hal ini mengakibatkan masyarakat hanya bisa menonton film-film
Jepang dan film Indonesia yang sudah ada. Film-film buatan Jepang yang hanya berisi tentang
propaganda ini tentu tidak dapat menarik perhatian masyarakat yang sebelumnya telah di manja
oleh film-film barat yang dianggap lebih berkualitas dan menarik. Maka, masa pendudukan
Jepang dianggap sebagai masa kelam dan kemunduran bagi perkembangan film di Indonesia.
Hal ini juga menyebabkan banyak artis, karyawan dan kru film yang beralih ke panggung
sandiwara untuk bertahan hidup.
3. Masa Peralihan (1945-1949)
Pada masa ini, tepatnya pada tahun 1945, dilaksanakannya serah terima kepemimpinan
Nippon Eiga Sha dari T. Ishimoto kepada R.M. Soetarto. Setelah serah terima tersebut
dilaksanakan, maka Nippon Eiga Sha berganti dengan mendirikan Berita Film Indonesia yang
dinaungi oleh Kementerian Penerangan RI. Pada tahun 1946, beberapa seniman bekerjasama
mendirikan Lingkaran Studio di jalan Sumbing 5 Yogyakarta, yang kemudian menjadikan
kantor majalah Arena dan Harian Patriot menjadi sineas perintis di Indonesia. Pada kurun tahun
1948-1949, Pemerintah melalui Kementerian Penerangan RI. Mendirikan Lembaga Pendidikan
Film dan Drama yang dinamakan Cine Drama Institute. Namun kesulitan keuangan membuat
lembaga ini mati sebelum berkembang. Setelah kedaulatan diserahkan kepada Republik
Indonesia Serikat (RIS), Rengerings Film Bedrijf dialihkan dan berubah menjadi Perusahaan
Film Negara (PFN).
4. Masa Produksi Film (Nasional)

Industri perfilman mengalami perkembangan, dengan peningkatan produksi film dalam


negeri dari 24 judul menjadi puncaknya pada tahun 1955 dengan 59 judul film, namun
mengalami penurunan signifikan pada tahun 1959 dengan hanya 17 judul film. Dalam konteks
ini, PERFINI dan PFN tetap menjadi dua perusahaan film yang secara konsisten menghasilkan
film-film nasional berkualitas. Antara Bumi dan Langit menjadi film pertama yang ditolak
Badan Sensor Film (BSF) sehingga kemudian berganti judul menjadi Frieda.
Film perdana yang diproduksi oleh PERFINI adalah Darah dan Doa atau The Long
March of Siliwangi, menjadi film nasional pertama, sehingga tanggal tersebut menjadi titik
penting dalam sejarah perfilman Indonesia. Pada tahun 1951, didirikannya Perseroan Artis
Republik Indonesia (PERSARI) sebagai tempat perlindungan bagi artis film dan sadiwara, yang
dipimpin oleh Djamaluddin Malik.
Sementara itu, tahun 1952 menyaksikan keikutsertaan film Si Pincang yang disutradarai
oleh Kotot Sukardi dalam Festival Film Internasional Karlovy Vary di Cekoslowakia. Film ini,
sebagai pelopor film anak-anak Indonesia, masih dalam format hitam putih.
Pada tahun 1953, film Krisis yang diarahkan oleh Usmar Ismail menciptakan titik penting
dalam industri perfilman. Film ini menjadi produksi nasional pertama yang ditayangkan di
bioskop kelas satu yang umumnya diperuntukkan bagi film-film impor. Keberhasilan film ini
bertahan lebih dari satu bulan dan mendapatkan predikat box office, sebuah pencapaian yang
belum pernah diraih oleh film-film Indonesia pada masa itu. Pada tahun 1955, terjadi pendirian
Persatuan Pers Film Indonesia (PERPENI) yang dipimpin oleh Boes Boestami, menandakan
peningkatan kesadaran terhadap publikasi dalam mempromosikan film. Film-film seperti
Tarmina (1954) dan Lewat Jam Malam (1954) meraih penghargaan sebagai film terbaik pada
Festival Film Indonesia yang diadakan untuk pertama kalinya. Terdapat 28 perusahaan film
yang bersama-sama memproduksi hingga 59 judul film dalam satu tahun.

Pada tahun 1955, Djamaludin Malik mendorong untuk diadakannya Festival Film
Indonesia (FFI) I untuk lebih mempopulerkan film Indonesia, yang mana sebelumnya telah
terbentuk Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) pada tanggal 30 Agustus 1954.

Pada tahun 1959, film India mulai mendapatkan penerimaan langsung dari masyarakat dan
menjadi pesaing signifikan bagi produksi film nasional.

5. Masa Pergolakan (1960-1969)


Partai Komunis Indonesia (PKI) muncul sebagai kekuatan sosial baru, sementara
organisasi kebudayaan LEKRA aktif di berbagai sektor, termasuk dunia perfilman. Terdapat
usaha yang bersifat merugikan untuk menghentikan penayangan film-film nonkomunis, baik
produksi dalam negeri maupun film impor. Penghargaan "diplome d'honneur" diberikan kepada
film Indonesia Invites dalam Festival Film Touristik oleh Association des Anciens Combatians
dan Mutuelie de la Presse Sportive et Touristique di Marseille, Perancis Selatan, pada bulan
Juli 1965. Pada tanggal 30 September 1965, pemberontakan G30S/PKI menciptakan
ketidakpastian dalam situasi keamanan dan politik yang berlanjut hingga pertengahan Maret
1966, mengakibatkan lumpuhnya semua kegiatan produksi di berbagai sektor. Pada tahun 1967,
Sembilan, sebuah film produksi Anugra Film yang diarahkan oleh Wim Umboh, menjadi film
berwarna pertama di Indonesia yang menggunakan format widescreen. Pada tanggal 30 Mei
1968, Dewan Produksi Film Nasional didirikan, fokus pada kegiatan produksi film.

6. Kebangkitan Perfilman Indonesia (1970-1990)


Pada tahun 1970, proses pengambilan gambar film Indonesia yang berjudul "Pembalasan
Iblis" dimulai di Pulau Bali. Film ini, diproduksi dalam format Eastmancolor dan Cinemascope,
merupakan hasil karya pertama dari Gidprofin (Gabungan Importir dan Distributor Film
Indonesia) yang diberi kesempatan untuk memproduksi film dengan biaya yang disetujui
berdasarkan SK Menpen no 71/1967. Pada tanggal 26 Juni 1970, Gubernur DKI Jakarta Ali
Sadikin secara resmi membuka Lembaga Pendidikan Kesenian Djakarta (LPKD, kini dikenal
sebagai IKJ). Pada tahun 1970, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mengresmikan Jaya Antjol
Drive-in Theatre, yang merupakan satu-satunya bioskop mobil di Indonesia dan dianggap
sebagai yang paling mewah dan modern di Asia Tenggara. Proyek ini, dikenal dengan nama
Antjol – PT Pembangunan Jaya, dibangun di sepanjang pantai Bina Ria, Ancol, Jakarta Utara.
Pada tahun 1970, terdapat laporan dari Direktorat Film Departemen Penerangan yang mencatat
bahwa produksi film nasional sebanyak 19 judul. Jumlah ini mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan produksi film tahun 1969 yang hanya mencapai 11 judul, dan tahun 1968
yang tercatat sebanyak 6 judul film. Pada bulan Desember 1971, film-film stereo lebar
berukuran 70 milimeter untuk pertama kalinya ditayangkan di Djakarta Theater. Film-film ini
memiliki perbedaan dengan yang biasanya diputar sebelumnya, yang berukuran 35 milimeter.
Perbedaan tersebut mencakup track suara, ukuran gambar yang lebih besar, serta tingkat
ketajaman yang lebih tinggi. Selain itu, juga diperlukan layar yang lebih lebar untuk
menampilkannya. Pada tahun 1972, Wim Umboh menyutradarai film berjudul "Mama," yang
menjadi film Indonesia pertama dengan ukuran 70 milimeter. Pada tanggal 6 September 1980,
Djohardin, Sekretaris Dewan Film Nasional, menyatakan bahwa produksi film nasional dalam
bentuk kaset video diizinkan karena belum ada ketentuan yang melarang. Pembuatan kaset
video yang berisi film nasional tidak akan berdampak pada industri perfilman dan gedung
bioskop, karena distribusi kaset video di Indonesia masih terbatas.
7. Kelesuan Pefilman Indonesia (1990-1998)
Pada tahun 1992, keadaan industri perfilman nasional Indonesia mengalami masa sulit,
merupakan kondisi terburuk sejak mengalami kebangkitan pada awal tahun 1970-an. Jumlah
produksi film nasional dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan.
Ketidakberdayaan dan situasi sulit dalam industri perfilman Indonesia mendorong para pekerja
film untuk beralih ke pembuatan film iklan dan produksi acara televisi. Selama bulan Februari
1993, tidak ada satu pun film nasional baru yang diputar di bioskop. Hal ini mencerminkan
penurunan berkelanjutan dalam produksi film nasional, yang dirasakan sejak beberapa tahun
terakhir.
8. Pertumbuhan Perfilman Indonesia yang Berkualitas (1998-2021)
Film "Kuldesak," yang disutradarai oleh Mira Lesmana, Nan Triveni Achnas, Riri Riza,
dan Rizal Manthovani, akan ditayangkan di bioskop-bioskop jaringan 21 mulai tanggal 24
Oktober. Film Indonesia, yang sejak tahun 1990-an jarang diputar di jaringan bioskop 21,
kecuali film "Fatahillah," akan kembali menghibur penonton di berbagai kota besar melalui
jaringan bioskop tersebut. Pada tahun 1999, pengumuman Kabinet Persatuan Nasional yang
dipimpin oleh Presiden Abdurahman Wahid juga menandai pembubaran resmi Departemen
Penerangan (Deppen). Dengan pembubaran Deppen, semua aturan terkait birokrasi dan kendali
media dihapuskan, membuka peluang lebih besar untuk kreativitas dalam pembuatan film. Pada
tanggal 14 Juni 2000, kehadiran film "Petualangan Sherina" sebagai film musikal keluarga
menghidupkan kembali industri film. Keberhasilan ini diperoleh melalui promosi dan publikasi
yang intens, menarik perhatian masyarakat sehingga banyak yang mendatangi bioskop. Film
ini mencapai jumlah penonton sekitar 1,6 juta, angka yang mengesankan, mengingat film anak-
anak dari Disney pada waktu itu hanya mencapai 250 ribu penonton, menjadikannya prestasi
yang luar biasa. Pada tahun 2002, film "Ada Apa Dengan Cinta?" yang diproduksi oleh PT
Miles Production meraih penghargaan sebagai film terbaik tahun itu dari Forum Film Bandung
(FFB), dengan memenangkan delapan penghargaan. Selain itu, film ini mencapai kesuksesan
dengan menarik perhatian 2,7 juta penonton ketika diputar di bioskop-bioskop di seluruh
Indonesia. Pada tahun 2004, pemilihan film "Arisan!" sebagai pemenang kategori film terbaik
di Festival Film Indonesia 2004 mencerminkan kontribusi positif dari generasi baru dalam
industri perfilman Indonesia. Kemenangan ini juga mencerminkan pergeseran arah sinema yang
lebih jelas dalam penceritaan, seringkali mengangkat isu-isu dengan nuansa yang penuh
semangat dan kehidupan muda yang penuh gejolak. Pada tahun 2016, film pendek "Prenjak (In
the Year of Monkey)" meraih penghargaan terbaik dalam Festival Film Cannes 2016, menandai
prestasi pertama bagi perfilman Indonesia. Penghargaan ini diberikan di Espace Miramar,
Perancis. Industri film nasional mencatat pertumbuhan tertinggi dalam sejarahnya pada tahun
2019, dengan penjualan tiket mencapai 53 juta. Jika kita asumsikan harga tiket rata-rata sebesar
Rp 40.000, total penjualan tiket film nasional mencapai Rp 2,12 triliun. Keberhasilan ini terlihat
dari pencapaian lain, yaitu 15 film nasional yang berhasil menjual lebih dari 1 juta tiket, dengan
"Dilan 1991" menempati peringkat pertama dan mencapai penjualan sebanyak 5.253.411 tiket.

4.2. Kajian Politik Kekuasaan

Dalam perspektif budaya, suatu karya seni tumbuh dan kembang atau sebaliknya, sangat
ditentukan oleh campur tangan Negara dalam dalam mengatur karya tersebut. Film
disamping diakui sebagai produk seni, juga dianggap sebagai produk industri (barang
dagangan), dan sebagai media massa. Sebagai karya seni menuntut adanya kebebasan
dalam ekspresi isi pesan, konsep keindahan, dan inovasi. Sebagai produk industri, film
membutuhkan sarana dan prasarana sehingga sampai kepada masyarakat. Dan sebagai
mediamassa, film memiliki banyak fungsi; mendidik, mempengaruhi (persuasi), member
informasi, dan menghibur.
Campur tangan Negara dalam dunia film meliputi banyak hal, mulai dari isi film,
peredaran, menciptakan iklim yang kondusif sampai mengatur hal hal yang dilarang dan
diwajibkan. Dalam banyak era perfilman, campur tangan Negara ini sangat mewarnai
eksistensi film yang beredar di Indonesia. Dalam konteks campur tangan Negara dalam
perfilman inilah yang dimaksud dengan “politik perfilman”.

Di Indonesia, sejarah film mulai dikenal oleh masyarakat kita sejak awal abad ke-
20. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah iklan di surat khabar pada masa itu. Iklan dari De
Nederlandsche Bioscope Maatschappij yang dipasang di surat khabar Bintang Betawi,
Jumat30 Nopember 1900 menyatakan “….bahoewa lagi sedikit hari ija nanti kasih lihat
banyak hal…” Dalam surat khabar yang sama terbitan 4 Desember 1900, ada iklan yang
berbunyi:…Besok hari Rebo 5 Desember PERTOENDJOEKAN BESAR JANG
PERTAMA di dalam satoe roemah di Tanah Abang Kebondjaer (MANAGE)moelai
poekoel TOEDJOE malem…”. Pada 5 Desember 1900 jam 7 malam, bioskop yang masih
belum diberi nama itu (kemudian diberi nama The Roijal Bioscope) mulai dioperasikan
di tanah Abang Kebonjae dengan harga tiket f 2 untuk kelas I; dan 1 f untuk kelas II;
sedangkan f 0,5 untuk kelas III. Inilah bioskop pertama di Indonesia [1]

Indonesia sebagai “negara” belum ada, maka fungsi politiknya dijalankan oleh
pemerintah Kolonial. Pada masa awal itu, fungsi film masih murni sebagai produk seni,
yang banyak diambil alih oleh orang orang Belanda di Jakarta (Batavia). Peredarannya
yang belum massif tidak mengkawatirkan pemerintahan Kolonial terhahap dampak film
terhadap kesadaran nasionalisme pribumi. Maka pertumbuhan film berjalan alamiah,
tanpa campur tangan kekuasaan. Yang terjadi adalah proses adaptasi dalam proses kreatif
terhadap nilai nilai, norma, dan mitos sehingga film banyak menyerap mitos dan legenda
yang sudah tumbuh subur di tanah air. Film film awal banyak bercerita tentang cerita
rakyat yang sebelumnya banyak disajikan dalam pertunjukan seni panggung. Boleh
dikata, periode awal film Indonesia merupakan tahapan metamorfose cerita panggung
(pertunjukan keliling).

Pada masa itu, seni pertunjukkan yang sedang digemari masyarakat adalah Komedi
Stamboel (ejaan lama u ditulis oe, seperti Soeharto dibaca Suharto) atau sering disebut
Opera Melayu. Antara tradisi pertunjukkan film dengan Komedi Stamboel ada
kemiripannya, yakni semacam sandiwara keliling yang diadakan di sebuah tenda yang
ditutup kain besar. Penontonnya bukan hanya kalangan probumi tetapi semua golongan,
seperti keturunan China, Arab, maupun orang Belanda. Sampai tahun 1920-an, film
belum mampu menyaingi popularitas Komedi Stamboel itu. Barulah pada tahun 1930-an,
bioskop mampu mematikan pertunjukan keliling. Hal tersebut dikarenakan dari segi tema,
pada waktu itu produksi film mengambil mitos atau cerita yang sudah popular
sebelumnya sepertihikayat. Pada masa itu berdiri banyak perusahaan perusahaan yang
bergerak dalam pembuatan film. Film Terang Boelan menjadi box offeice, sehingga
setelah itu banyak artis artis pertunjukkan keliling yang hijrah menjadi pemain atau actris
film [2]

Pada ahirnya film dapat menggantikan pertunjukan keliling. Film pun diedarkan
melalui distribusi seperti pertunjukkan keliling sehingga disebut “bioskop keliling”.
Erwantoro mencatat bioskop keliling merupakan mesin peredaran film nasional yang
sangat efektif di dalam memasyarakatkan film nasional ke tengahtengah masyarakat.
Melalui bioskop keliling mimpi film nasional menjadi tuan rumah di negeri sendiri secara
realistik dapat terwujud. Anggapan yang selama ini dipahami oleh kalangan perfilman
bahwa menjadi tuan
rumah di negeri sendiri hanya dapat dicapai dengan cara menguasai bioskop yang
permanen,mewah dan yang berada di kota-kota berakibat mengubur potensi besar yang
dimiliki bioskop keliling [3]

Sementara itu, pada pendudukan Jepang (1942-1945), film digunakan sebagai alat
propaganda Jepang dalam rangka memenangkan perang. Bukan hanya film yang
dipergunakan sebagai alat propaganda Jepang, tetapi juga karya seni yang lain.
Sebagaimanadiungkapkan oleh Kamiya (1984) yang dikutip oleh Fitriana Puspita Dewi,
Untuk mencapai tujuan dari cita-cita imperialismenya, selain menggunakan kekuatan
militer Jepang juga memanfaatkan teknik propaganda. Teknik propaganda ini dibawa
oleh sejumlah sastrawan dan seniman yang dikirimkan ke daerah pendudukan Jepang dan
dilibatkan sebagai anggota departemen propaganda. Mereka menguasai media massa
seperti majalah, Koran, radio dan lain sebagainya. Di Indonesia, salah satu media masa
yang dijadikan ajang propaganda Jepang adalah majalah Djawa Baroe yang terbit sejak 1
Januari 1943 sampai dengan 1 Agustus 1945 [4].

Pada masa Orde Lama (1945-1966) dan Orde Baru (1966-1998) menurut Yoyon
Mudjiono menunjukkan adanya relasi antara tema film dengan situasi dan kondisi politik
pada waktu itu. Mudjiono mencontohkan film “Enam Jam di Jogja” misalnya
menunjukkan situasi politik yang penuh pertentangan ideologis antara sipil dan militer.
Hal seperti itu merupakan karakteristik empiric pada zamannya. Demikian juga dengan
film “Janur Kuning” dan “Serangan Fajar” yang diproduksi pada zaman Orde Baru”
memperlihatkan film Janur Kuning dan Serangan Fajar diproduksi masa Orde Baru,
sebuah periode yang ditandai oleh dominannya peran kelompok militer yang ditopang
oleh ideologi yang kuat. Janur Kuning diproduksi PT Metro 77 sebuah perusahaan film
yang dimiliki oleh anggota senior polisi di Jakarta dan PT Karya Mandiri perusahaan film
yang dimiliki Marsudi seorang kolonel yang memiliki hubungan dekat dengan Soeharto
sejak perang kemerdekaan. Dan Marsudi pula yang bertanggung jawab terhadap bahan-
bahan sejarah bagi film ini18 . Adapun perusahaan yang mensponsori dan memproduksi
Serangan Fajar adalah Pusat Produksi Film Negara (PPFN) yang dikepalai oleh Brigjen
G.Dwipayana, yang telah lama menjadi staf pribadi Presiden Soeharto dan sekaligus
menjadi penanggung jawab publikasi istana negara [5]

Pada masa Orde Baru film dijadikan instrument untuk melegitimasi peran militer
dalamperjuangan kemerdekaan dan sekaligus mendiskriditkan lawan lawan politiknya,
terutama kelompok yang terlibat dalam gerakan Partai Komunikasi Indonesia (PKI).
Salah satu studi yang dilakukan oleh Panuju (2018) menemukan visualisasi asap rokok
untuk mentigma orang orang yang merencanakan pemberontakan PKI pada tahun 1965
[6]

Setelah Orde Baru tumbang dan digantikan dengan Orde Reformasi (1998- sekarang).

Menurut Manurung (2016: 153) Kompetisi dalam industri film nasional yang masih
didominasi oleh film impor,sekarang ini bukan hanya dari Amerika tapi dari banyak
negara lain, makin meningkat tajam. Sekalipun UU perfilman yang baru menetapkan
proporsi 60% film Indonesia harus diputar di layar lebar, pada kenyataannya tidak (selalu)
demikian. Kondisi pasar bebas ini tidak menyurutkan semangat kebebasan berekspresi
para pembuat film yang relatif masih muda untuk terus berkarya dan memproduksi film-
film Indonesia yang unggul dan kompetitif [7]
Tulisan ini membahas relasi antara politik cinema Indonesia dengan karakterisrik
perfilman pada masa Orde Reformasi. Masa reformasi merupakan periode dimana
luruhnya ideology otoritarianisme dan sentralisme digantikan dengan harapan
berseminya ideology kebebasan ekspresif dimana negara mengambil jarak dengan
industry film.

Film Indonesia selama ini menjadi media untuk merepresentasikan dan mengkritisi
dinamika politik dan kekuasaan di masyarakat. Penggambaran kekuatan politik dan
ekonomi dalam film Indonesia dapat membantu penonton memahami bagaimana faktor
kekuatan politik dan ekonomi dapat mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. Kajian
terhadap film Indonesia menunjukkan bahwa film dapat menjadi alat yang ampuh untuk
mewakili dan mengkritik dinamika politik dan kekuasaan dalam masyarakat.

Sinema Indonesia telah lama menjadi cerminan lanskap politik dan sosial negara ini.
Mulai dari pemerintahan otoriter Presiden Soeharto hingga transisi demokrasi pasca-
reformasi, para pembuat film Indonesia telah menangkap kompleksitas kekuasaan dan
politik dalam karya-karya mereka. Dalam esai ini akan menganalisis persinggungan
antara politik dan kekuasaan dalam sinema Indonesia. Kami akan mengkaji bagaimana
kekuatan politik direpresentasikan dalam film, pengaruh politik terhadap tema dan narasi
sinema Indonesia, serta penerimaan dan interpretasi pesan-pesan politik oleh penonton.
Dengan mengeksplorasi permasalahan ini, kami berharap dapat memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam mengenai peran sinema dalam membentuk opini publik dan wacana
politik di Indonesia.

Representasi kekuasaan politik dalam sinema Indonesia merupakan tema berulang


yang dieksplorasi oleh banyak sineas. Dalam film-film Indonesia, kekuasaan politik
seringkali digambarkan melalui penggambaran pejabat pemerintah, personel militer, dan
elit politik. Misalnya, dalam film "The Act of Killing" (2012), sutradara Joshua
Oppenheimer mewawancarai mantan anggota regu pembunuh Indonesia yang ikut serta
dalam pembunuhan massal terhadap tersangka komunis pada tahun 1960an. Film ini
menggambarkan orang-orang ini sebagai tokoh berpengaruh yang dihormati oleh banyak

orang di masyarakat Indonesia, meskipun mereka terlibat dalam tindakan kekerasan


yang mengerikan. Penggunaan simbolisme dan pencitraan juga lazim di sinema Indonesia
untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Misalnya, dalam film "The Look of Silence"
(2014), sutradara Joshua Oppenheimer menggunakan gambaran sungai untuk mewakili
aliran sejarah dan sifat siklus kekerasan di Indonesia. Melalui contoh-contoh tersebut,
kita dapat melihat bagaimana sineas Indonesia menggunakan berbagai teknik untuk
merepresentasikan kekuatan politik dalam karya-karyanya.

Pengaruh politik terhadap sinema Indonesia merupakan isu kompleks yang telah
membentuk tema dan narasi banyak film. Sensor dan peraturan pemerintah memberikan
dampak yang signifikan terhadap industri film di Indonesia. Misalnya, pada masa
pemerintahan otoriter Presiden Suharto, film-film yang mengkritik pemerintah atau
mendorong perubahan sosial sering kali dilarang atau disensor. Namun, di era pasca-
reformasi, para pembuat film menikmati kebebasan yang lebih besar untuk
mengeksplorasi tema-tema politik dan mendorong perubahan sosial. Peran pembuat film
dalam mendorong perubahan politik dan sosial juga merupakan aspek penting dalam
sinema Indonesia. Misalnya saja film "Arisan!" garapan sutradara Nia Dinata. (2003)
mengeksplorasi isu-isu seksualitas dan gender dalam masyarakat Indonesia, menantang
norma-norma tradisional dan mendorong penerimaan yang lebih besar terhadap
keberagaman. Melalui contoh- contoh ini, kita dapat melihat bagaimana politik
mempengaruhi tema dan narasi sinema Indonesia, dan bagaimana para pembuat
film menggunakan karya mereka untuk mendorong perubahan sosial.

Penerimaan dan interpretasi tema-tema politik dalam sinema Indonesia merupakan


aspek penting untuk memahami dampak film-film tersebut terhadap opini publik
dan wacana politik. Penonton memahami dan menafsirkan pesan-pesan politik dalam film
berdasarkan konteks budaya dan sejarahnya. Misalnya, film "The Raid" (2011) awalnya
dikritik oleh sebagian penonton Indonesia karena penggambaran petugas polisi yang
korup, yang menurut mereka merupakan cerminan negatif terhadap negara. Namun,
kesuksesan film tersebut di pasar internasional membantu mengubah persepsi ini, dan
kini film tersebut dianggap sebagai karya penting di perfilman Indonesia.

Salah satu kajian mengenai film Indonesia adalah “ Politik Kekuasaan dan Ekonomi
Dalam Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck: "Adapun gambaran kekuasaan politik
dan ekonomi dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck . Penelitian menemukan
bahwa film tersebut merepresentasikan bagaimana kekuatan politik dan faktor ekonomi
dapat menghambat kisah cinta antara dua tokoh utamanya. Studi ini menunjukkan bahwa
film dapat digunakan untuk mewakili dampak kekuatan politik dan faktor ekonomi
terhadap hubungan pribadi.

Kajian lain menganalisis posisi dan resistensi industri film Indonesia terhadap
industri film global, khususnya Hollywood, dari perspektif ekonomi dan politik. Hasil
penelitian menemukan bahwa industri film nasional perlu dianalisis dalam konteks makro
industri film global yang menunjukkan bahwa film dapat digunakan untuk
merepresentasikan dampak politik dan perekonomian global terhadap industri film
nasional. Selain itu, buku “Film Sebagai Gejala Komunikasi Massa" membahas tentang
keterkaitan sinema Indonesia dengan karakteristik industri film pada Era Reformasi.
Buku ini menunjukkan bagaimana film dapat digunakan sebagai alat propaganda, seperti
yang terlihat pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Buku ini juga membahas
bagaimana film dapat digunakan untuk mewakili isu-isu sosial, moral, dan gender.

Kajian “ Politik Representasi Islam Dalam Film 212 The Power of Love"
menganalisis representasi Islam dalam film 212 The Power of Love. Penelitian
menemukan bahwa film tersebut merepresentasikan Islam sebagai kekuatan politik yang
mampu memobilisasi masyarakat untuk memperjuangkan keadilan. Studi ini
menunjukkan bahwa film dapat digunakan untuk merepresentasikan dampak agama
terhadap politik dan masyarakat. Kajian dan buku-buku ini menunjukkan bahwa film
dapat menjadi alat yang ampuh untuk mewakili dan mengkritik dinamika politik dan
kekuasaan dalam masyarakat. Film dapat digunakan untuk mewakili dampak kekuatan
politik dan faktor ekonomi terhadap hubungan pribadi, industri film nasional, peristiwa
sejarah, dan agama. Dengan

Selain kajian dan buku-buku tersebut di atas, terdapat pula beberapa film yang
merepresentasikan dinamika politik dan kekuasaan dalam masyarakat Indonesia.
Misalnya saja film “ Gie ” yang menggambarkan kehidupan Soe Hok Gie , seorang aktivis
Indonesia pada tahun 1960an. Film tersebut memperlihatkan bagaimana Soe Hok Gie
berperang melawan rezim otoriter Presiden Sukarno dan kediktatoran militer Presiden
Suharto. Film "The Act of Killing" menggambarkan pembunuhan massal terhadap
tersangka komunis di Indonesia pada tahun 1960an. Film tersebut memperlihatkan
bagaimana pelaku pembunuhan masih berkuasa dan bagaimana mereka membenarkan
tindakannya.

Film lain yang mewakili dinamika politik dan kekuasaan dalam masyarakat
Indonesia adalah “The Look of Silence”. Film ini merupakan bagian pendamping dari
"The Act of Killing" dan menggambarkan keluarga salah satu korban pembunuhan
massal. Film ini menunjukkan bagaimana anggota keluarga menghadapi pelaku
pembunuhan dan bagaimana mereka mencari keadilan bagi orang yang mereka cintai.

Film-film ini menunjukkan bagaimana film dapat digunakan untuk mewakili dan
mengkritik dinamika politik dan kekuasaan dalam masyarakat. Dengan
merepresentasikan peristiwa sejarah dan perjuangan politik, film dapat membantu kita
memahami dampak kekuatan politik dan faktor ekonomi terhadap kehidupan kita sehari-
hari. Selain itu, film dapat digunakan untuk mewakili isu-isu sosial, moral, dan gender,
serta dampak agama terhadap politik dan masyarakat.

Kesimpulannya, film Indonesia telah menjadi media untuk merepresentasikan dan


mengkritik dinamika politik dan kekuasaan di masyarakat. Penggambaran kekuatan
politik dan ekonomi dalam film Indonesia dapat membantu penonton memahami
bagaimana faktor kekuatan politik dan ekonomi dapat mempengaruhi kehidupan mereka
sehari-hari. Kajian terhadap film Indonesia menunjukkan bahwa film dapat menjadi alat
yang ampuh untuk mewakili dan mengkritik dinamika politik dan kekuasaan dalam
masyarakat. Dengan perjuangan politik, isu-isu sosial, moral, dan gender, serta dampak
agama terhadap politik dan masyarakat.

Film adalah bentuk seni dan sarana komunikasi yang sangat kompleks. Selain
menjadi karya estetis, film juga berfungsi sebagai alat informasi, hiburan, propaganda,
bahkan alat politik. Fungsinya yang beragam membawa implikasi bahwa film tidak hanya
dapat dipahami dari perspektif budaya, tetapi juga harus dilihat dalam konteks sejarah,
sosial, politik, dan ekonomi.

Sebagai medium audiovisual yang menarik, perfilman di Indonesia telah hadir sejak
zaman kolonial Belanda, meskipun perkembangannya tidak signifikan. Beberapa sineas
muda meragukan eksistensi perfilman nasional, menganggapnya tidak nyata tanpa
infrastruktur yang jelas, sumber daya manusia yang memadai, dan gaya atau tema tertentu
yang mencerminkan proyeksi dan ekspresi sinematik dari komunitas nasional.

Pertanyaan krusial yang muncul adalah, "Kapan film nasional akan menjadi tuan
rumah di negerinya sendiri?" Tapi, menjawab pertanyaan ini tidak mudah, karena
perfilman nasional menghadapi tantangan kompleks, termasuk dominasi film asing,
masalah struktural yang melibatkan negara, pasar, dan publik. Pendekatan ekonomi-
politik kritis akan digunakan untuk merinci permasalahan ini secara menyeluruh,
menggambarkan struktur yang belum sempurna dan dinamis.

Perkembangan perfilman Indonesia dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sejarah,


sosial, budaya, dan politik. Artikel ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan kunci,
seperti konteks historis perfilman nasional, intervensi negara dalam kebijakan perfilman,
pengaruh pasar terhadap industri perfilman, apresiasi publik terhadap film nasional, serta
bagaimana relasi negara, pasar, dan publik mempengaruhi pertumbuhan perfilman
nasional.
Industri media, menurut McChesney (1998:3), terkait dengan sifat hubungannya
dengan struktur masyarakat dan dipengaruhi oleh kepemilikan, dukungan mekanisme,
dan kebijakan pemerintah. James Curran & Michael Gurevitch (1992) melihat proses
sejarah sebagai kunci untuk memahami media dalam konteks ekonomi politik, termasuk
pertumbuhan media, ekspansi perusahaan media, komodifikasi informasi, dan campur
tangan pemerintah. Artikel ini akan dibagi menjadi empat bagian, membahas konteks
historis, peran negara, pasar, dan khalayak dalam menggambarkan berbagai dimensi
perfilman nasional.

Industri film adalah adalah salah satu seni hiburan yang memiliki dampak besar
dalam membentuk opini publik dan budaya suatu negara. Catatan sejarah telah
memberikan bahwa perfilman Indonesia selalu ada tenggelam dalam permainan rekanan
kekuasaan antara negara, pasar dan publik. intervensi negara yang kuat nampak dalam
pembuatan regulasi, pembinaan, sensor film dan pemungutan pajak yang tinggi tanpa
terdapat prosedur pengembalian pajak global perfilman. Ditinjau pada sudut pandang
ekonomi-politik media, setidaknya ada tiga akibat konkret akibat hegemoni negara yang
sedemikian besar pada industri perfilman Indonesia.

Pertama, adanya ambivalensi kebijakan perfilman yg ada dimana urusan film


nasional lebih banyak dilakukan sang pemerintah, sedangkan urusan film impor lebih
poly diserahkan pada perusahaan partikelir dengan kontrol yang lebih longgar. kedua,
kuatnya pendekatan politis dalam memaknai fungsi film, sebab sejak jaman Belanda,
Jepang, Orde lama sampai Orde Baru, film lebih dimaknai menjadi indera politik buat
meneguhkan keberadaan penguasa ketimbang menjadi alat ekspresi seni atau bahkan
menjadi alat hiburan. Ketiga, film yg berhubungan dengan sejarah bangsa lebih
difungsikan dalam konteks pengendalian dan bukan pada kerangka proses pemberdayaan
rakyat menuju kondisi yg lebih demokratis bertindak menjadi fasilitator yg mampu
berwujud bridging fund atau stood capital buat perfilman Indonesia.

Dalam distribusi film, sudah sepantasnya pemerintah membuat kebijakan


antimonopoli baik dalam perbioskopan dan juga impor film. Sedangkan dalam konsumsi
film, pemerintah diperlukan memberi jalan bagi keterlibatan publik baik dalam
mengapresiasi film yg ada maupun membangun film alternatif. Berkaitan menggunakan
pasar perfilman yg dipengaruhi kapitalisme global dimana Hollywood sebagai market
leader, dunia perfilman butuh komitmen bertenaga buat menembus pasar bebas melalui
kerja keras, kreativitas yg tinggi, sumber daya manusia yg handal, teknologi yg
berimbang dan banyak sekali alternatif breaktrough.

Politik memiliki pengaruh yang signifikan dalam industri perfilman di Indonesia,


seperti halnya dalam banyak industri lainnya. Pengaruhnya yaitu:
Regulasi dan Kebijakan Pemerintah

Pemerintah memiliki kontrol atas industri perfilman melalui regulasi dan kebijakan
yang diterapkan. Ini termasuk pengawasan sensor, peraturan tentang konten, pajak, dan
insentif fiskal. Perubahan dalam kebijakan ini dapat secara langsung memengaruhi
produksi, distribusi, dan konsumsi film.

Censorship

Sensor dan regulasi pemerintah dapat membatasi konten yang dapat dihasilkan oleh
industri perfilman. Beberapa film mungkin dilarang atau diedit secara substansial untuk
memenuhi persyaratan sensor, yang dapat mempengaruhi narasi dan pesan yang ingin
disampaikan oleh sutradara.

Hubungan Pemerintah dan Industri

Produser dan sutradara seringkali harus berhubungan dengan pejabat pemerintah


untuk mendapatkan izin produksi dan distribusi film. Hubungan ini dapat mempengaruhi
proses produksi dan distribusi serta biaya terkait dengan perizinan.

Pendanaan Publik dan Swasta

Banyak film di Indonesia menerima pendanaan dari pemerintah atau entitas


pemerintah, yang dapat memengaruhi pemilihan proyek film yang didukung. Pendanaan
publik juga dapat digunakan untuk mempromosikan pesan politik atau budaya tertentu
melalui film.

Kontroversi dan Isu Sosial-Politik

Beberapa film Indonesia telah memicu kontroversi politik karena isu-isu yang
mereka angkat. Ini dapat memengaruhi hubungan antara pemerintah dan industri film,
serta dapat memengaruhi tindakan penonton dan dukungan yang diberikan kepada film
tersebut

Pasar Internasional

Hubungan diplomasi dan politik internasional juga dapat memengaruhi ekspor film
Indonesia ke pasar internasional. Perjanjian perdagangan dan kerja sama budaya antara
pemerintah Indonesia dan negara-negara lain dapat memengaruhi akses ke pasar luar
negeri.

Konten Politik dalam Film

Beberapa film Indonesia memiliki pesan politik yang kuat, baik yang mendukung
atau mengkritik pemerintah. Ini dapat memicu reaksi dari pemerintah dan masyarakat.

Hubungan Pemerintah dengan Industri Terkait


Politik juga memengaruhi industri terkait, seperti industri hiburan secara
keseluruhan. Keputusan tentang peraturan hiburan, pajak, dan infrastruktur yang
mendukung industri film juga memiliki dampak pada perkembangan industri ini.

Produksi film sebaiknya dirancang dengan sistem three angle system (sistem
produksi yg diadopsi berasal luar negeri) yaitu kerjasama antara produser, pengarah
adegan, serta penulis skenario yg tidak hanya memproduksi serta menulis naskah akan
tetapi pula tahu dengan baik marketing film yg tidak hanya mengandalkan tiket, tapi juga
merchandising film baik berupa buku skenario, kaset soundtrack, penayangan di stasiun
televisi, penjualaan cakram VCD dan DVD maupun keikutsertaan pada aneka macam
festival.

Kemudian perlu dikembangkan aneka macam jenis festival buat mengapresiasi film
nasional sekaligus membuka ruang publik melalui aneka macam produksi film
independen. Dengan begitu publik tidak lagi terhegemoni sang pasar dikuasai film-film
Amerika, melainkan selera yg lebih natural sesuai dengan perkembangan film yg ada di
tanah air untuk menciptakan suatu global khalayak yang apresiatif, aktif dari melek film".
Pemikiran tersebut mungkin saja ideal, namun pelaksanaannya tentu tidak simpel.

Regulasi film yg didesain pada masa Orde Baru tidak relevan dengan perkembangan
konteks sosial politik pasca reformasi. Selain itu, belum terdapat upaya kentara
menumbuhkan produksi film nasional sekaligus melakukan upaya resistensi terhadap
gempuran film impor. Pasar film sendiri membagikan film nasional harus bersaing ketat
dengan meluapnya film impor pada pasaran, televisi serta pembajakan cakram VCD serta
DVD. Meskipun begitu, langkah awal buat menuju pertumbuhan status periferi perfilman
Indonesia mulai ada.

Ada resistensi yang kuat berasal segolongan sineas yang mempunyai background
keilmuan film buat memproduksi film yang berkualitas sekaligus memadukan dengan
taktik pasar balk nasional maupun intemasional. Mereka membangun pasar serta
penonton film baru sekaligus memasarkan film nasional melalui ajang-ajang festival
intemasional. Hal yang sama pula dilakukan oleh para sineas film independen yg
memiliki pola produksi serta distribusi yg unik. Kajian di atas menunjukkan bahwa
penggunaan world system theory dalam analisis ekonomi politik secara teoritis
menyampaikan sumbangan yang akbar terutama dalam menunjukkan konteks makro
industri perfilman nasional dalam tatanan film global.

Perspektif ini juga memungkinkan penggunaan analisis historis materialis buat


melihat ke belakang pertumbuhan industri film nasional serta dunia yg menghipnotis
kenyataan pada masa ini industri perfilman Indonesia. Modifikasi world-system theory
serta ekonomi politik media menunjukkan bahwa cistern film dunia berikut struktur yang
memuat relasi core-periphery bersifat bergerak maju yang tergantung dengan konteks
etika dan geografis. Respon serta resistensi industri film Indonesia dan negara-negara lain
pada Asia terhadap dominasi film Hollywood tidaklah bersifat sama.

Representasi kekuasaan politik dalam film-film tertentu:

1. Representasi Kekuasaan Politik dalam Film Indonesia

Film Indonesia sering kali mencerminkan dinamika kekuasaan politik dalam


berbagai periode sejarah. Sebagai contoh, film seperti "Gie" yang disutradarai oleh Riri
Riza dapat dijadikan objek kajian. Film ini mengangkat kisah kehidupan aktivis Soe Hok
Gie selama era Orde Lama di Indonesia. Melalui narasinya, film ini menggambarkan
kritik terhadap rezim otoriter pada masa itu dan menyoroti perjuangan individu melawan
kekuasaan yang represif.

Selain itu, film-film seperti "The Act of Killing" karya Joshua Oppenheimer dapat
menjadi bahan kajian yang menarik. Meskipun produksi ini melibatkan aspek
dokumenter, namun penggambaran kekuasaan politik Orde Baru melalui mata para
pembunuh massa memberikan sudut pandang unik. Film ini tidak hanya menyoroti
kekuasaan politik, tetapi juga mengeksplorasi dampaknya terhadap masyarakat secara
psikologis dan moral.

2. Perubahan Dinamika Kekuasaan dalam Film Kontemporer:

Kajian politik kekuasaan dalam perfilman Indonesia juga harus mencakup film-
film kontemporer yang merefleksikan perubahan dalam dinamika politik. Contohnya,
"The Seen and Unseen" karya Kamila Andini bisa diulas. Film ini tidak hanya
mencerminkan kekuasaan politik yang eksplisit, tetapi juga menggali dimensi kekuasaan
yang lebih halus dan simbolis dalam konteks budaya dan tradisi.

Film-film yang merespons isu-isu sosial dan politik terkini, seperti ketidaksetaraan
gender, hak asasi manusia, atau isu-isu keberlanjutan, juga dapat menjadi bahan kajian
yang relevan. Misalnya, "Marlina the Murderer in Four Acts" yang disutradarai oleh
Mouly Surya memberikan gambaran tentang perubahan dinamika kekuasaan di kalangan
perempuan dan sekaligus menggali nuansa politik lokal.

Dengan demikian, kajian politik kekuasaan dalam perfilman Indonesia tidak hanya
memerlukan pemahaman terhadap narasi film, tetapi juga interpretasi terhadap simbol-
simbol, nilai budaya, dan pandangan politik yang terkandung dalam karya-karya tersebut.
Analisis mendalam terhadap elemen-elemen ini akan memberikan wawasan yang lebih
komprehensif mengenai bagaimana perfilman menjadi medium untuk merefleksikan,
mengkritisi, dan membentuk pemahaman masyarakat terhadap kekuasaan politik dalam
konteks Indonesia.
Meskipun begitu, masa depan cerah bagi perfilman Indonesia akan selalu ada
sepanjang semua rekanan kekuasaan yg ada pada perfilman nasional beranjak secara
bergerak maju saling mensugesti menggunakan sebuah pencerahan sehingga tidak akan
sia-sia apa yang telah dimiliki satu abad lamanya dalam industri perfilman nasional.

4.3 METODE

Tulisan ini disusun berdasarkan pendekatan dokumentatif dengan analisis


intertekstualitas. Dokumen dokumen yang berisi fenomena film pada periode tertentu
dikumpulkan dari berbagai sumber; buku, jurnal, disertasi, data skunder dari media
maupun lembaga tertentu yang menghimpun masalah film, berita media massa maupun
on-line.

Istilah Intertekstualitas diperkenalkan oleh Julia Kristeva di akhir tahun 60-an. Teori
Intertekstualitas yang dikembangkan oleh Kristeva sebenarnya merupakan hasil
penelaahannya terhadap konsep Bakhtin mengenai Dialogisme. Pembacaan Julia
Kristeva terhadap konsep Bakhtin melahirkan aksen baru yang sangat menentukan.
Kristeva tidak lagi membedakan antara teks monologis dan polilogis, melainkan
menegaskan konsep intertekstualitas sebagai ciri utama teks, terutama teks sastra [8]

Allen menjelaskan, bahwa teks tidak memiliki kesatuan makna dalam dirinya, ia selalu
terhubung dengan proses sosial dan kultural yang berkelanjutan, dengan kata lain makna
selalu pada saat yang bersamaan berada di dalam sekaligus di luar teks [9]. Dokumen
berupateks, gambar, dan grafis dikonversi sebagai makna tertentu dalam suatu kesatuan.
Termasuk film sebagai sebuah karya seni mengandung makna yang dapat diurai melalui
inter tekstualitas.

4.4 DISKUSI

Bukti bahwa film mempunyai kemampuan membangun realitas, paling tidak realitas
pemikiran atau pendapat, diuraikan secara lugas oleh Jones dengan memaparkan bukti
selema pendudukan Jepang di Indonesia, film dimanfaatkan sebagai sarana propaganda.
Jepang sangat kawatir bila isi film tidak diarahkan sesuai dengan tujuan imperialismenya
akan menyebabkan perlawanan terhadap pemerintahannya. Menurut Jones, control
negara terhadap produksi dan distribusi film mengikuti model yang sudah ada di Jepang.
Di Indonesia, Jepang menggunakan rumah produksi film yang disita dari Belanda untuk
membuat film mereka dan mengambil alih seluruh bioskop yang ada dan menjalankan
pemutaran film layar tancap. Pilihan pilihan tontonan segera berubah sejumlah besar film
diimpor dari Jepang dan merangsang produksi film local untuk berita dan film untuk
tujuan propaganda [ 10]
Pada masa Orde Lama, film Indonesia tidak mampu bangkit secara significant karena
situasinya tidak kondusif. Para elite sibuk memperdebatkan ideology politik sebagai
instrument kekuasaan. Soekarno memasukkan karya seni sebagai alat revolusi sosial.
Film Amerika dan music Rock (sering disebut music ngak ngik ngok) dilarang masuk ke
Indonesia karena dianggap menjadi penghambat revolusi sosial bangsa ini. Pemikiran
seni genre universalitas dipinggirkan oleh seni realisme sosial.

Tidak banyak data yang menginformasikan bagaimana hubungan antara dominasi


politikterhadap seni dengan produktivitas para seniman, namun dari beberapa penelitian
menunjukkan di sector film memperlihatkan hubungan tersebut. Alkhajar ENS misalnya,
menemukan bukti dua periode masa masa suram dunia perfilman Indonesia, yakni; (1)
periode 1957-1968 dan (2) periode 1992-2000 [11].

Bila ditelaah lebih lanjut, dua periode di atas menunjukkan masa masa krisis dari
meningkatnya otoritarianisme dan kemudian kejatuhan yang diikuti transisi kekuasaan
baru. Pada situasi instabilitas seperti itu menyurutkan produksi film sebagai tontonan
masyarakat.

GR Mitalia dalam studinya tentang situasi perfilman di Surabaya tahun 10970


mengilustrasikan dalam kondisi ekonomi yang kurang baik para periode 1950-1970
dengan kenaikan harga kebutuhan pokok tentu menyulitkan bagi masyarakat kelas bahwa
Surabaya untuk mengikuti perkembangan tren pakaian. Harga kain pada tahun 1950-an
berkisar antaraRp. 27,-- hingga Rp. 50,-- jauh lebih mahal bila dibandingkan harga beras
yang berkisar Rp 3, 30 hingga Rp 4, 25 tiap kilonya. Mengikuti tren-tren selalu identik
dengan masyarakat kelas atas dengan kondisi ekonominya yang sangat baik. Masyakarat
kelas atas Surabaya pada periode tersebut biasanya berasal dari kalangan pejabat, pegawai
pemerintahan dan perwira-perwira militer [12].

Setelah itu, bersamaan dengan semangat Orde Baru menggelorakan ideology


pembangunan, masyarakat mulai lelah dengan hiruk pikuk politik. Maka film mulai
mendapat tempat di masyarakat sebagai hiburan. Film film berbau politik atau
propaganda dijauhi, dan kecenderungannya genre film yang mendapat tempat adalah
genre horror dan action (silat). Keduanya menurut beberapa kajian didominasi dengan
latar mitos atau legenda.

Menurut Adi Wicaksono & Asyahdie, mulai tahun 1973 pertarungan sinema
Indonesia dipenuhi dengan kompetisi antara film horror psikologis dan film horror hantu.
Film horror hantu memenangi pertarungan. Ada 20 judul film horor yang diproduksi
selama 1973— 1979, semuanya menampilkan horor hantu yang bercampur dengan
okultisme, sadisme, seks, dan komedi. Kemenangan film horror hantu bukan saja
dibuktikan dengan raupan jumlah penonton, namun juga penghargaan dalam Festival
Film Indonesia (FFI). Penghargaan dunia film juga didapatkan oleh film horor. Ratu
Pantai Selatan (1980) mendapatkan piala LPKJ pada FFI 1981 untuk Efek Khusus; Rina
Hassim dalam Genderuwo (1981) masuk unggulan FFI 1981 untuk Pemeran Pembantu
Wanita; Masih di FFI tahun yang sama Ratu Ilmu Hitam (1981) bahkan masuk unggulan
dalam lebih banyak kategori, Suzana untuk Pemeran Utama Wanita, WD Mochtar untuk
Pemeran Pembantu Pria, juga editing, fotografi, dan artistik. Pada FFI 1987, 7 Manusia
Harimau (1986) masuk unggulan untuk Pemeran Pembantu Pria (Elmanik), sementara
Pernikahan Berdarah (1987) diunggulkan untuk kategori Artistik pada FFI 1988 [13]

Pada decade Orde Baru runtuh (1990), ada 33 judul film horror diproduksi. Dari sisi
tema, film film tersebut hanyalah mengulang tema tema decade sebelumnya. Rusdiati SR
mencatat film tersebut antara lain: Misteri dari Gunung Merapi II (Titisan Roh Nyai
Kembang) (1990), Misteri dari Gunung Merapi III (Perempuan Berambut Api) (1990),
yang melanjutkan Misteri dari Gunung Merapi (Penghuni Rumah Tua), (1989) atau versi
layar lebar serial televisi yang sukses, seperti Si Manis Jembatan Ancol (1994).
Keberhasilan Petualangan Cinta Nyi Blorong dalam memadukan horor dan eksploitasi
tubuh perempuan menjadi formula selanjutnya yang mengantarkan perfilman Indonesia
pada masa kejatuhan.
Gairah Malam (1993), Godaan Perempuan Halus (1933), Misteri di Malam Pengantin
(1993), Susuk Nyi Roro Kidul (1993), Godaan Membara, 1994, Cinta Terlarang
(1994),
Pawang (1995), Bisikan Nafsu (1996), Mistik Erotik (1996), Rose Merah, (1996),
Birahi
Perempuan Halus (1997)[14]

Pada saat yang sama, film bergenre action (silat) yang berseting legenda membayangi
film horror. Pada tahun 1970-1990-an, film film silat asal Hongkong merajai bioskop
bisokop di tanah air. Bintang bintang film genre Kung Fu seperti Cien Kuan Tai, Fu Sen,
Tilung, Jacky Chan, dan kemudian Jet Lee sangat popular di tanah air. Di tengah gagah
perkasanya film silat asal Hongkong tersebut, film silat Indonesia mampu bersaing
merebut pasar film. Banyak film silat Indonesia yang berhasil menarik perhatian
penonton seperti cerita tentang Si Buta dari Gua Hantu, Si Pitung, Mandala, Brama
Kumbara, dan legenda lainnya. Muncul bintang silat seperti Berry Prima, Ratno Toemoer,
Advend Bangun, WD Moechtar, dan banyak lagi.
Berdasarkan data sebelumnya menunjukkan bahwa intervensi politik negara terhadap
kandungan film tidak menyebabkan lesunya produksi film dan merosotnya apresiasi
masyarakat terhadap film nasional, namun intervensi politik terhadap kandungan hanya
menyebabkan munculnya genre film non-politik. Seperti kanalisasi air bah, dibendung
pada satu saluran, akan mengalir melalui saluran yang lain. Sebagai contoh, ketika regim
Orde Baru yang resisten terhadap ideology Marxisme, maka bermunculan genre film
horror/mistis, komedi, dan action dengan setting sama sekali tidak menyinggung ideology
politik, sebab sumber cerita lebih banyak berasal dari mitos atau legenda yang
berkembang di masyarakat.

Ada factor lain di luar masalah intervensi negara terhadap film. Menurut Novi Kurnia,
penyebab lesunya film nasional adalah karena negara kurang responsive terhadap
perkembangan flm dunia. Regulasi yang ada sudah tidak relevan dengan perkembangan
konteks sosial politik yang ada dimana hampir semua kebijakan film serta lembaga film
yang digunakan merupakan produk Orde Baru. Selain itu, Kurnia juga menyorot negara
tidak berupaya menumbuhkan produksi film nasional sekaligus melakukan upaya
resistensi terhadap gempuran film impor [15]

Kurnia menyoroti juga persoalan film bioskop yang harus bersaing dengan
penayangan film gratis di Televisi, juga maraknya pembajakan keeping VCD dan DVD
yang tak lagi ragu membajak karya anak bangsa. Dengan kata lain, negara masih
diharapkan intervensinya dalam memperbaiki tata niaga film, seperti menyehatkan jalur
distribusi. Belum lagi distribusi film yang melalui media sosial seperti chanal youTube.
Semua itu turutmenggerogoti penonton film di bisokop.

Bioskop di Indonesia pernah mengalami puncak masa jayanya pada tahun 90-an, di
mana pada tahun tersebut Jumlah bioskop di Indonesia mencapai jumlah tertinggi, yaitu
2.600 buah dengan 2.853 layar, dan Jumlah penonton mencapai 32 juta orang. Era 1991-
2002 terjadi keterpurukan bagi usaha perbioskopan di Indonesia secara drastis. Dari
Jumlah 2.600 pada tahun 1990, tinggal 264 bioskop dengan 676 layar di tahun 2002.
Kemudian antara tahun 2003 hingga 2007 kembali terjadi peningkatan Jumlah bioskop di
Indonesia. Dari 264 bioskop dengan 676 layar di tahun 2002 menÂjadi 483 bioskop
dengan 959 layar pada pertengahan tahun 2007. Lalu jika dilihat dari jumlah layar di
Indonesia saat ini, negeri
ini hanya memiliki sekitar 700-an layar yang dikuasai mayoritas oleh dua exhibitor.
MenurutJB Kristanto, 82% dari jumlah layar dikuasai oleh jaringan bioskop XXI, 10%
oleh jaringan Blitzmegaplex, dan sisanya sebesar 8% diisi oleh jaringan bioskop
alternatif. 700-an layar yang tersisa di Indonesia merupakan sebuah ironi dimana
seharusnya infrastruktur perfilman nasional meningkat, namun kenyataannya justru
mengalami penurunan. Ini menyebabkan film nasional kehilangan kekuatan distribusi
untuk menjangkau public [16].

Menurut data dari Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) sampai
dengan tahun 2019 ini, total layar yang dimiliki Indonesia sebanyak 1.641. Dibanding dengan
tahun 2007 (700-an layar), maka terjadi peningkatan jumlah layar hingga 100%

lebih selama 12 tahun.

Perkembangan jumlah layar bioskop sangat dibutuhkan untuk menyosong prospek


perfilman Indonesia yang semakin baik. Pertumbuhan industri film Indonesia semakin
meningkat dengan semakin banyaknya produksi film dalam negeri dan jumlah
penontonnya.Pada tahun 2018 ini, film yang bergenre romansa remaja, Dilan, mampu
menyedot penontonhingga 6,3 juta orang, dan mampu bertahan di layar-layar bioskop
hingga lebih dari satu bulan. Sebelumnya pada tahun 2016, film Pengabdi Setan garapan
Joko Anwar mampu meraih 4,2 juta penonton, di mana film Warkop DKI Reborn:
Jangkrik Bos! Part 1, produksitahun 2016 silam, yang masih menjadi film dengan jumlah
penonton terbanyak sepanjang sejarah perfilman Indonesia, yaitu sebanyak 6,5 juta
penonton.Semakin tingginya jumlah penonton yang menyaksikan film lokal tersebut
tentu merupakan hal yang sangat menggembirakan bagi industri film nasional. Pasalnya
dengan semakin banyaknya jumlah penonton, diharapkan makin banyak investor yang
melirik industri film lokal.Perkembangan dan pertumbuhan industri film nasional selama
ini, pada dasarnya, belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat pada kontribusi industri film
terhadap perekonomian Indonesia. Pada tahun 2015, industri film hanya menyumbang
sekitar 0,16% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sementara, ketika
itu, rata-rata sektor industri kreatif mampu menyumbang 6,03% terhadap PDB Indonesia.
Industri film nasional dapat bertumbuh subur bila pangsa pasarnya semakin meningkat.
Peningkatan jumlah penonton film lokal tentu menjadi hal positif. Oleh karena itu,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mentargetkan film nasional bisa menguasai
50% pasar perfilman dalam negeri pada tahun ini [17]

Dalam konteks film sebagai industry, Ariel Haryanto menyatakan: tujuan si pembuat
film untuk mendapat untung. Membuat film membutuhkan dana yang besar, butuh
investasi yang besar. Film dibuat bukan tujuan politik, tapi untuk cari uang. Dan dia hanya
bisa cari uang kira kira dengan cara menyenangkan orang. Karena itu secara metodologik
film menjadi menarik untuk diperhatikan karena film merupakan kritalisasi atau
penegasan dari apa yang sudah menjadi norma dalam masyarakat. Pembuat film tidak
mau menanggung resiko dengan membuat yang aneh aneh. Dia hanya menegaskan
kembali yang diyakini masyarakat. Mungkin film tidak selalu mencerminkan realitas,
namun jelas menegaskan kembali norma norma yang sudah menjadi dominan.[18]
Beberapa film yang mendapat apresiasi masyarakat ternyata bukan karena temanya,
namun karena promosi yang bagus. Sebut saja misalnya film Dilan 1991 yang mampu
menyedot jumlah penonton sebanyak 6,3 juta penonton dalam tiga bulan, disebabkan
promosi film ini berjalan baik, dalam arti menggunakan banyak media dan kegiatan.
Komunikasi pemasaran untuk film ini sangat baik. Media sosial dan mainstream jalan
bersamaan. Ruang
public diisi dengan kegiatan bertema Dilan. Bahkan Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil
dan Menteri Pariwisata Arief Yahyah menggunakan nama Dilan sebagai nama monument
di Taman Saparua Kota Bandung. Maka, Dilan dibranding oleh berbagai lapisan
masyarakat dan dengan melalui jenis media. Apa yang dilakukan Ridwan Kamil itu
merupakan contoh kecil intervensi negara dalam komunikasi pemasaran film.

4.5 KESIMPULAN

Intervensi negara yang dibutuhkan industry film bukan berupa regulasi yang mengatur
isi film, misalnya tentang ide, tema, setting sosial, dan cerita, melainkan regulasi yang
memberikemudahan film nasional tumbuh di negerinya sendiri, yaitu membangun jumlah
layar bioskop yang lebih banyak, melindungi film dalam negeri dari persaingan film
global, menciptakan iklim investasi di industry film dalam negeri, dan melindungi hak
cipta creator film dari pembajakan.

Sementara intervensi negara dalam kandungan film menyebabkan pengekangan


terhadap genre film tertentu, sehingga kurang merangsang munculnya diversifikasi
tematik dalam film kita. Biarkan Genre film dan tema cerita menjadi urusan seniman film
untuk memproduksi film berdasarkan pertimbangan estetika, pasar, dan manajemen
psikologi sosial khalayak. Film akan hadir di tengah masyarakat sesuai dengan
kebutuhan. Di tengah maraknya film bergenre romans, Horor, dan komedi misanya,
ternyata juga hadir film bertema politik seperti Sang Penari (The Dancer), atau juga
Sumur Tanpa Dasar dan Surat Dari Praha, yang semuanya bernuansa kisah tahun 1965-
an. Juga siapa yang menyangka film film yang mendaur ulang tema lama sukses juga di
pasar. Semua itu membuktikan bahwa tema tidak perlu diatur oleh negara.
Referensi:
[1] Miran, MY. (2009). Sejarah Film 1900-1950 (Bikin Film di Jawa). Jakarta:
Komunitas Bambu. Cet ke-2, p. xvi

[2] ibid.

[3] Erwantoro, H. (2014). Bioskop Keliling Peranannya dalam Memasyarakatkan Film


Nasional Dari Masa ke Masa. Jurnal Patanyala.Volume 6(2), pp. 285-301. DOI :
http://dx.doi.org/10.30959/patanjala.v6i2.200.

[4] Dewi, FP; Setyanto, A; Ambarastuti, RD. (2015). BENTUK PROPAGANDA


JEPANGDI BIDANG SASTRA PADA MAJALAH DJAWA BAROE SEMASA
KEPENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA 1942-1945. JIA Volume 2(1), pp. 47-
59. Diakses dari http://fib.ub.ac.id/wrp-con/uploads/Journal-Aurora-April2015-_Aji-
Setyanto_.pdf
[5] Mudjiono, Y. (2011). Kajian Semiotika dalam Film. Jurnal Ilmu Komunikasi,
Volume1(1), pp.125-139. E-ISSN: : 2088-981X

[6] Panuju, R. (2018). Cigarette asa Tool for Representing Masculinity in Indonesian Left-Wing
Films. Jurnal Komunikasi Indonesia. Volume 7(3), pp. 246-257. DOI: 10.7454/jki.v7i3.9840

[7] Manurung, AE. (2016). Film Indonesia dari Masa Ke Massa. Salatiga: Universitas
Kristen Satya Wacana. Diakses dari
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13097/3/D_902011106_BAB%20
III.pdf

[8] Kuswarini, P. (2016). PENERJEMAHAN, INTERTEKSTUALITAS,


HERMENEUTIKA DAN ESTETIKA RESEPSI. Jurnal Ilmu Budaya. Volume 4 (1), pp.
39-48. ISSN: 2 3 5 4 - 7 2 9 4

[9] Allen, G.( 2000). Intertextuality:The New Critical Ideom . p.37. London: Routledge.
ISBN: 13: 978-0415596947

[10] Jones, T. (2015). Kebudayaan dan Kekuasaan Indonesia: Kebijakan Budaya


Selama Abad ke-20 Hingga Era Reformasi. Jakarta: Yayasan Obor Pustaka Indonesia,
p.77. ISBN: 979-461-885-3

[11] Alkhajar, ESN. (2010). MASA MASA SURAM DUNIA FILM INDONESIA.
Tesis.Surakarta: Universitas Sebemas Maret.

[12] Mitalia, GRM. (2012). DIBALIK LAYAR PERAK: FILM-FILM BIOSKOP DI


SURABAYA 1950-1970. Verleden, Volume 1(1), pp.51-59. Diakses dari
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/5_%20Ghesa.pdf

[13] Wicaksono, Adi & Nurruddin Asyhadie. (2006). “Paramarupa Film Horor Kita”
(Majalah F, no. 3, Februari-Maret 2006)

[14]. Rusdiati, SR. (-). Film Horor Indonesia: Dinamika Genre. Diakses dari
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/suriella/publication/filmhororindonesia.pdf

[15]. Kurnia, N. (2008). Posisi dan Resistensi: Ekonomi Politik Perfilman Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Fisipol UGM.pp. vi. Diakses dari
https://repository.ugm.ac.id/37667/1/Posisi%20dan%20Resistensi.pdf

[16]. Patters, R. (2014). Kemana Bioskop Indonesia? Diakses dari


https://www.kompasiana.com/hitchiker_12324/54f77b64a333119d6a8b45e2/kemana-
bioskop-indonesia
ketika kuda berlari?" Pertanyaan itu terjawab ketika Eadweard Muybridge membuat 16
frame gambar kuda yang sedang berlari. Dari 16 frame gambar kuda yang sedang berlari
tersebut, dibuat rangkaian gerakan secara urut sehingga gambar kuda terkesan sedang
berlari. Dan terbuktilah bahwa ada satu momen dimana kaki kuda tidak menyentuh tanah
ketika kuda tengah berlari kencang Konsepnya hampir sama dengan konsep film kartun.
Gambar gerak kuda tersebut menjadi gambar gerak pertama di dunia. Dimana pada masa
itu belum diciptakan kamera yang bisa merekam gerakan dinamis. Setelah penemuan
gambar bergerak Muybridge pertama kalinya, inovasi kamera mulai berkembang ketika
Thomas Alfa Edison mengembangkan fungsi kamera gambar biasa menjadi kamera yang
mampu merekam gambar gerak pada tahun 1888, sehingga kamera mulai bisa merekam
objek yang bergerak dinamis. Maka dimulailah era baru sinematografi yang ditandai
dengan diciptakannya sejenis film dokumenter singkat oleh Lumière Bersaudara. Film
yang diakui sebagai sinema pertama di dunia tersebut diputar di Boulevard
des Capucines, Paris, Prancis dengan judul Workers Leaving the Lumière's Factory pada
tanggal 28 Desember 1895 yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya sinematografi
(diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Film , pada 01/03/2019 pukul
9:46) .

Jauh sebelum Lumeire menggemparkan dunia pada tahun 1895, sejarah film dunia dapat
dilacak dari beberapa fakta yang mendahului. Kukuh Giaji (tanpa tahun) memberi catatan
erkembangan awal mula film berkembang dimulai dengan adanya The Magic Lantern
ditahun 1761 yang pada perkembangan selanjutnya The Magic Lantern tersebut
digunakan untuk memvisualisasikan beberapa still image yang dibuat menjadi seperti
cerita drama.

Pada tahun 1876 Eadweard Muybridge (1830-1904) membuat 16 frame gambar kuda
yang sedang berlari dengan menggunakan Praxinoscope buatan Emilie Reynold (1844-
1918) dan menjadikan gambar bergerak tersebut sebagai gambar bergerak pertama di
dunia. Pada perkembangan selanjutnya ditahun 1888 ketika Muybridge bertemu dengan
Etienne Marrey (1830-1904) di Eropa, Marrey menyampaikan kepada Muybridge tentang
masalah dia terkait tentang gambar pergerakan burung yang diambilnya terhambat akibat
pergerakan burung yang terlalu cepat sehingga pergerakan gambar mengalami
perloncatan antar gambar satu dengan gambar lainnya. Pada tahun itu pula terdapat
kemunculan roll film yang dipasarkan oleh perusahaan The Eastman Kodak yang ternyata
memungkinkan Marrey untuk mengambil gambar berkesinambungan dalam waktu yang
panjang secara berurutan dan disesuaikan dengan lajur film. Ditengah-tengah itu Thomas
A. Edison membeli gambar milik Muybridge dan menunjukkannya kepada assitennya,
William K.L.Dickson.

Pada tahun 1890, Dickson berhasil mengambil gambar berurutan dengan cepat hingga
mencapai 40-frames-per-second dan dia mematenkannya sebagai teknik kinetograph dan
selanjutnya di july 1891, Edison mematenkan alatnya yang bernama kinetoscope.
Bersama dengan Dickson pada Februari 1893 Edison membangun Edison Laboratorium
yang lebih dikenal dengan Black Maria. Pada April 11, 1894 kinestoscope pertama
Amerika dipublikasikan di New York City. Hanya dengan 25 cent orang-orang dapat
menonton 10
film hitam putih yang berbeda sepanjang 90 detik, termasuk “trapeze,”, “Horse Shoeing,”
“Wrestlers.” And “Roosters.”

Hingga pada akhirnya, kemunculan kinetoscope mempengaruhi perkembangan industri


kinetograph selanjutnya ditandai dengan dibangunnya perusahaan Kinetoscope pada
Agustus 1894 yang didirikan oleh Messrs Raff dan Gammon.

Namun Kinetoscope sendiri belum sempurna hingga banyak orang-orang yang mulai
berusaha untuk menyempurnakan Kinetoscope-nya yang dimulai dari Henri Jolly yang
membuat alat bernama Photozootrope. Dibandingkan dengan Kinetoscope yang hanya
dapat digunakan oleh satu penonton, Photozootrope mempunyai empat lubang digunakan
oleh penonton untuk menonton dimana alat tersebut dapat menanyangkan dua film
sekaligus. Dan perkembangan selanjutnya yang memenangkan penyempurnaan
Kinestoscope adalah Lumière brothers yang mengkombinasikan Kinetoscope dengan The
Magic Lantern.

Setelah Perang Dunia Kedua, film sebagai industry di dominasi produksi Amerika
Serikat. Bahkan menurut beberapa referensi dominasi Amerika dalam industry perfilman
dunia sudah dimulai sejak perang dunia kedua, yakni pada tahun 1920-an dan 1930-an.
Untuk keperluan pengambilan gambar dibuatlah studio film berupa studi alam dan rumah
rumah besar, yang kemudian dikenal sebagai Holywood. Sebuah kawasan wilayah di
bagian Los Angeles, California, Amerika Serikat. Hollywood kini dikenal sebagai
industri tempat produksi film film terbaik dan ternama di dunia. Hollywood pun seakan
menjadi pusat dari industri entertainment di seluruh dunia. Film film barat dan film
Amerika banyak diproduksi di Hollywood sehingga disebut sebagai

film Hollywood. Film Hollywood selalu dinanti tiap tahunnya di bioskop di seluruh dunia
dan banyak yang populer serta sukses meraih predikat box office dunia. Namun
bagaimanakah awal munculnya sejarah perfilman hollywood.

Ridaratnatika (2016) menulis, Hollywood sukses mendobrak industri film dunia dengan
berbagai film film bagus dan berkualitas yang populer di era itu. Di tahun 1920-an hingga
1930-an misalnya, dimana film film Hollywood asal Amerika Serikat menjadi terkenal
dengan rata-rata 800 produksi film per tahun. Berbagai genre film seperti film komedi,
film petulangan, film romantis dan lain-lain menjadi andalan produksi film Hollywood di
era itu. Aktor dan aktris terkenal seperti Charlie Chaplin, Douglas Fairbanks atau Clara
Bow menjadi superstar andalan Hollywood di masa itu.

Industri entertainment di Hollywood pun kian berkembang dengan pesat. Dengan adanya
teknologi film berwarna di era 1950-an, maka film film hitam putih mulai ditinggalkan.
Banyak film produksi studio-studio di Hollywood yang kemudian sukses di seluruh
dunia. Industri film asal Hollywood pun seakan menahbiskan diri sebagai produksi film
terbaik dan terpopuler di dunia.

Film sebagai sebuah industry berarti sama dengan sebagai suatu komoditas (barang
dagangan). Sebagai barang dagangan yang bersifat masih, industry film bisa meraup

keuntungan dari penjualan tiket hingga triliunan, namun sebaliknya ada juga yang merugi
dalam jumlah yang lebih besar. Sebagai ilustrasi, berikut data film Hollywood yang
meraup keuntungan dan mengalami kerugian.

Berdasarkan data dari Brilio.net (2018), ada 12 film Hollywood yang berhasil meraup
pendapatan lebih dari Rp.1 Triliyun dalam waktu satu minggu:

Tebel

Daftar Film Hoollywood Yang Meraup Lebih Dari Rp.1 Triliyun Seminggu

N Jud K P
o ul i e
Fil s n
m a d
(ta h a
hun p
) a
t
a
n
1 RIS K
E o
R
UP n
p
(20 f
.
17) l
2
i
T
k
r
a
i
n
l
t
i
a
y
r
u
a
n
M
a
n
u
s
i
a
d
e
n
g
a
n
M
o
n
s
t
e
r
L
a
u
t
a
n

2 FA F
ST i
R
FU l
p
RI m
.
OU a
1
S 8 c
,
(20 t
3
17) i
T
o
r
n
i
d
l
e
i
n
y
g
u
a
n
n
t
e
m
b
a
k
d
a
n
k
e
b
u
t
k
e
b
u
t
a
n

3 E I W K
V N A i
R
E F R s
p
N I a
.
G N h
8
E I p
,
R T e
7
S Y r
3
: a
T
( n
r
2 g
i
0 a
l
1 n
i
8 t
y
) a
u
r
n
p
l
a
n
e
t

d
e
n
g
a
n
m
u
n
c
u
l
n
y
a
p
a
h
l
a
w
a
n
p
a
h
l
a
w
a
n
b
a
r
u

4 IN K
CR i
R
ED s
p
IB a
.
LE h
2
S 2 t
,
(20 e
5
18) n
T
t
r
a
n i
g l
m i
a y
n u
u n
s
i
a
m
a
n
u
s
i
a
d
e
n
g
a
n
k
e
k
u
a
t
a
n
e
n
e
r
g
y
l
u
a
r
b
i
a
s
a
.

5 M W Y - R
I I O p
S L U .
S L 1
G S ,
R E 8
E E T
Y r
N i
O l
W i
( y
2 u
0 n
1
8
)

6 BL K
AC i
R
K s
p
PA a
.
NT h
7
HE S
,
R u
1
p
T
(20 e r
18) r i
H l
e i
r y
o u
y n
a
n
g
b
e
r
j
u
a
n
g
m
e
m
b
a
s
m
i
k
e
t
i
d
a
k
a
d
i
l
a
n
d
a
n
k
e
s
e
w
e
n
a
n
g
w
e
n
a
n
g
a
n

7 TH R
E p
NU .
M 1
(20 ,
18) 9
5
T
r
i
l
i
y
u
n

8 BA P
TM e
AN r
V t
SU e
PE m
R p
M u
AN r
a
n
d
u
a

s R
u p
p .
e 5
r T
H r
e i
r l
o i
y y
a u
n n
g
d
i
s
e
b
a
b
k
a
n
f
i
t
n
a
h

9 IT R
(20 p
17) .
1
,
5
T
r
i
l
i
y
u
n

1 De K R
0 adp i p
ool s .
2 a .
(20 h 2
18) a ,
n 6
t T
i r
s i
u l
p i
e y
r u
H n
e
r
o

1 Liv K
1 e i
R
and s
p
Act a
.
ion h
2
: c
,
Be i
2
aut n
T
y t
r
and a
i
Th a
l
e n
i
Be t
y
ast a
u
(20 r
n
17) a
s
i
B
u
r
u
k
d
e
n
g
a
n
s
i
c
a
n
t
i
k

1 Be K
2 ho i
R
mia s
p
n a
.
Rh h
2
abs p
,
ody e
1
n
T
y
r
a
i
n
l
y
i
i
y
t
u
e
n
r
k
e
n
a
l
R
u
d
y
M
e
r
c
u
r
y
v
o
c
a
l
i
s
B
a
n
d
Q
u
e
e
n

Sumber : ttps://www.brilio.net/film/12-film-hollywood-ini-raup-pendapatan-
rp-1-triliun- dalam-seminggu-181106z.html

Sedangkan film film Hollywood yang mengalami kerugian nampak dari tabel berikut.
Arti kerugian adalah jumlah biaya produksi, distribusi dan promosi lebih besar dari hasil
penjualan tiket dan pendapatan lain yang berkaitan dengan film tersebut.

Di Indonesia, sejarah film mulai dikenal oleh masyarakat kita sejak awal abad ke-20.
Hal ini dapat dilihat dari sejumlah iklan di surat khabar pada masa itu. Iklan dari De
Nederlandsche Bioscope Maatschappij yang dipasang di surat khabar Bintang Betawi,
Jumat30 Nopember 1900 menyatakan “….bahoewa lagi sedikit hari ija nanti kasih lihat
banyak hal…” Dalam surat khabar yang sama terbitan 4 Desember 1900, ada iklan yang
berbunyi:…Besok hari Rebo 5 Desember PERTOENDJOEKAN BESAR JANG
PERTAMA di dalam satoe roemah di Tanah Abang Kebondjaer (MANAGE)moelai
poekoel TOEDJOE malem…”. Pada 5 Desember 1900 jam 7 malam, bioskop yang masih
belum diberi nama itu (kemudian diberi nama The Roijal Bioscope) mulai dioperasikan
di tanah Abang Kebonjae dengan harga tiket f 2 untuk kelas I; dan 1 f untuk kelas II;
sedangkan f 0,5 untuk kelas III. Inilah bioskop pertama di Indonesia (Biran, 2009:xvi).

Pada masa itu, seni pertunjukkan yang sedang digemari masyarakat adalah Komedi
Stamboel (ejaan lama u ditulis oe, seperti Soeharto dibaca Suharto) atau sering disebut
Opera Melayu. Antara tradisi pertunjukkan film dengan Komedi Stamboel ada
kemiripannya, yakni semacam sandiwara keliling yang diadakan di sebuah tenda yang
ditutup kain besar. Penontonnya bukan hanya kalangan probumi tetapi semua golongan,
seperti keturunan China, Arab, maupun orang Belanda. Sampai tahun 1920-an, film
belum mampu menyaingi popularitas Komedi Stamboel itu. Barulah pada tahun 1930-an,
bioskop mampu mematikan pertunjukan keliling. Hal tersebut dikarenakan dari segi tema,
pada waktu itu produksi film mengambil mitos atau cerita yang sudah popular
sebelumnya sepertihikayat. Pada masa itu berdiri banyak perusahaan perusahaan yang
bergerak dalam pembuatan film. Film Terang Boelan menjadi box offeice, sehingga
setelah itu banyak artis artis pertunjukkan keliling yang hijrah menjadi pemain atau actris
film.

Pada masa pendudukan Jepang, film dijadikan sebagai alat propaganda. Film lebih
bermakna bagi kegiatan perang karena film lebih banyak ditonton rakyat dan durasi
pertunjukkan juga tidak sepanjang sandiwara. Pada masa itu lebih dari 30 film diproduksi
yang sebagian besar berisi propaganda Jepang.

Setelah Indonesia merdeka (1945), iklim perfilman Indonesia belum menunjukkan


perkembangan yang berarti karena situasi politik menyebabkan kreativitas seni kurang
terakomodasi dalam kekuasaan. Iklim kemerdekaan seharusnya memberi ―nafas baru‖
yanglebih segar dalam perfilman nasional. Namun demikian, ternyata situasi politik yang
sering tidak stabil menyebabkan situasi kurang kondusif. Era pemerintahan Soekarno
mencirikan kepentingan politik yang sangat berbeda yang berimplikasi pada kebijakan
yang berbeda pula pada industri film. Pada era Soekarno, perang dingin antara Amerika
Serikat dan Uni Soviet turut mempengaruhi politik di Indonesia. Soekarno berpendapat,
budaya populer seperti musik, sastra, dan film seharusnya mencerminkan identitas
bangsa, sehingga semua aliran kebarat-baratan ditolak. Semangat nasionalisme yang
diawali dengan kemunculan film ―Terang Boelan‖ menunjukkan berbagai upaya untuk
melahirkan film yang serba Indonesia, baik dalam hal pemilihan artis, modal, ide
cerita dan tema. Diakuinya
kemerdekaan Indonesia secara internasional (1949) dan perginya Belanda secara formal
dari negeri ini, menempatkan situasi tahun 1949-1951 pada masa transisi. Pertumbuhan
ekonomi mulai meningkat menjadi tujuh persen. Berbagai momentum perfilman nasional
terjadi, mulai dari lahirnya Perusahaan Film Nasional (Perfini) dan Persatuan Indonesia
(Persari) di tahun 1950. Untuk lebih mempopulerkan film Indonesia, Djamaluddin Malik
mendorong adanya Festival Film Indonesia (FFI) pertama pada tanggal 30 Maret-5 April
1955, setelah sebelumnya duet Usmar Ismail dan Djamaluddin Malik mendirikan PPFI
(Persatuan Produser Film Indonesia). Film ―Lewat Jam Malam‖ karya Usmar Ismail
tampil sebagai film terbaik dalam festival ini. Film ini merupakan karya terbaik Usmar
Ismail, dan sekaligus terpilih mewakili Indonesia dalam Festival Film Asia II di (diambil
dari wikipedia) Film Indonesia dari Masa ke Masa 75 Singapura. Sebuah film yang
menyampaikan kritik sosial yang sangat tajam mengenai para bekas pejuang setelah
kemerdekaan. Film-film penting lainnya dalam periode ini adalah, ―The Long March‖
(Darah dan Doa, Umar Ismail, 1950), ―Si Pintjang‖ garapan Kotot Suwardi (1951), dan
―Turang‖ garapan Bachtiar Siagian (1957). Film ―Darah dan Doa‖ ini dianggap sebagai
film asli pertama buatan Indonesia karena diproduksi oleh PERFINI dan yang
mengerjakan semuanya orang Indonesia asli (pribumi), bahkan Usmar Ismail disebut
Soekarno sebagai ―sutradara Indonesia yang sesungguhnya‖. Usmar Ismail sempat
mengenyam pendidikan sinematografi di Amerika Serikat pada tahun 1952. Tahun 1956
ditandai dengan munculnya film musikal pertama di Indonesia yaitu film ―Tiga Dara‖
(Manurung, 2016)

Masih menurut Manurung (2016) pada masa Orde Baru (1966-1989), Kebijakan
politikrepresi Orde Baru sangat mempengaruhi berbagai sektor kehidupan, termasuk di
dunia perfilman Indonesia. Banyak film layar lebar dibuat berdasarkan pesanan politik
pemerintah.Film anti-komunisme yang paling kontroversial adalah Penghianatan G30S.
Malam setiap pemutaran film ini dilakukan sudah dapat dipastikan menjadi malam horor
bagi anak–anak karena mereka diharuskan menonton film yang penuh dengan kekerasan.
Salah satu sebabnya PPFN tidak mau mengambil resiko jika film ini gagal di pasar atau
tidak mendapatperhatian penonton. Di samping itu, film propaganda pemerintahan Orde
Baru yang berkisah tentang keberhasilan Soeharto dalam memimpin Divisi Siliwangi
menyelesaikan masalah adalah ―Bandung Lautan Api‖. Film antikomunisme berupaya
menempatkan PKI sebagai dalang kerusuhan massa di tahun 1965, dan setelahnya, dan
kelahiran Surat Pemerintah Sebelas Maret (Supersemar) sebagai alat legitimasi
pengambilalihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto.
Sensor pada masa ini kembali ditegakkan, namun praktiknya sungguh paradoks.
Film- film asli garapan Garin Nugroho yang menunjukkan kondisi masyarakat yang
termarjinalkanmalah dilarang diputar di dalam negeri padahal memenangkan berbagai
penghargaan di luar negeri, sementara film-film bertemakan seks dan erotisme tumbuh
subur di tanah air. Sensor pornografi tidak dilaksanakan beriringan dan konsisten dengan
sensor politik (Manurung, 2016: 152).
Bagaimana setelah Regim Orde Baru ditumbangkan oleh gerakan massa pada tahun
1998? Menurut Manurung (2016: 153) Kompetisi dalam industri film nasional yang
masih didominasi oleh film impor,sekarang ini bukan hanya dari Amerika tapi dari
banyak negara lain, makin meningkat tajam. Sekalipun UU perfilman yang baru
menetapkan proporsi 60% film Indonesia harus diputar di layar lebar, pada kenyataannya
tidak (selalu) demikian. Kondisi pasar bebas ini tidak menyurutkan semangat kebebasan
berekspresi para pembuat film yang relatif masih muda untuk terus berkarya dan
memproduksi film-film Indonesia yang unggul dan kompetitif.

Referensi

Alfian & Nazariddin Syamsuddin. (1991). Profil Budaya Politik Indonesia. Jakarta:
GramediaPustaka Utama

Alfian, “Implikasi Sosial Budaya dari Revolusi Komunikasi”, jurnal Penelitian dan
Komunikasi Pembangunan RI, Jakarta No.18/1987, h.48

Alvonco, Johnson. (2014). Practical Communication Skill. Jakarta: PT Elexmedia


Komputindo

Ancok, Djamaludin (dkk). (1992). Dasar Dasar Ilmu Sosial Untuk Public
relations.

Yogyakarta: Rena Pariwara.


Baran, Stanley & Dannis K Davis. (2006). Mass Communication Theory. Kanada:
WADSWORTH, 3th edition.

Beckhard, Richard. (1997). The Organizational of The Feature. Jakarta: PT Elexmedia


Komputindoisbach Y. (2009). Sejarah Film 1900-1950 (Bikin Film di Jawa). Jakarta:
Komunitas Bambu. Cet ke-2.

Biran, M
Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Cushway, Barry & Derek Lodge. (1999). Organisational Bahavior and Design, alih
bahasa

Sularto Tjiptowardoyo. Jakarta: PT Elexmedia Komputindo


Dahlan, M. Alwi (2008). Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia: 75 tahun Alwi
Dahlan.

Jakarta: Penerbit buku KOMPAS.


Dahlan, Alwi Pembangunan Teknologi Informasi menuju Masyarakat Informasi
Indonesia,

jurnal ISKI no.5 & 6 tahun 1993


Danesi, Marcel.(2010). Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra
Dominick, Joseph R. (2013). The Dynamics of Communication Media in Transition.
New

York: McGraw-Hill. 12th edition

Fauzi. ( 2014). Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Syareat Islam di Aceh (Suatu
Kajian Realitas SosialPenerapan Syareat Islam di Kota Banda Aceh, Disertasi S3 Ilmu
Sosial, Pascasarjana Unmer, Malang

Fisher, B. Aubrey. ( 1990). Teori Teori Komunikasi, Penyunting Jalaluddin


Rakhmat.

Bandung: PT Rosdha Karya.


Giaji, Kukuh (tanpa tahun). Ringkasan Sejarah Film Dunia. Diakses
dari https://kgiaji.wordpress.com/2015/10/25/essai-ringkasan-
sejarah-perfilman-dunia , pada 01/03/2019 pukul 9:57

Manurung, AE. (2016). Film Indonesia dari Masa Ke Massa.


Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Ridaratnatika. (2016). FAKT A D AN SE J AR AH FI L M


HO L LY WOO D
AME RI KA” . Diakses dari
https://ridaratnatika17.wordpress.com/2016/03/22/first-blog-
post , pada 01 Maret 2019 pukul 10:35

Wikipedia.com. (2019). Perkembangan Film. Diakses dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Film, pada 01
Maret 2019 pukul 9:46

Zakky, Mokhammad. (2014). Sejarah Film Dunia dari Massa Ke


Massa. Diakses dari
http://namafilm.blogspot.com/2014/07/sejarah-film-dunia.html

Soal Latihan :

1. Sebutkan karakteristik film sebagai gejala Komunikasi Massa?

2. Uraikan lingkup kajian film dalam tradisi Ilmu Komunikasi

3. Buatlah ringkasan sejarah film dunia (1 halaman)

4. Buatlah ringkasan sejarah film Indonesia (1 halaman)

5. Bandingkan karakteristik film pada awal tahun 1900, zaman


pendudukan Jepang, MasaOrde Lama, Orde Baru, dan Orde
Reformasi.
4.2.1 Cinema Indonesia: Politik Kekuasaan dan Industri Film

4.2.2
4.2.3

4.3 Latihan Analisis dan Diskusi

1 Jelaskan dampak digital dalam pembuatan film ?


2 Bagaimana cara mengoptimalkan penggunaan teknologi audio
visual ?
3 Tantangan apa yang muncul saat pembuatan film ?
4 Jelaskan tekanan yang terjadi pada saat produksi film ?
5 Bagaimana mengatur keuangan dalam produksi film dengan
efedien ?
6 Bagaimana membuat keputusan yang tepat ?
7 Bagaimana membuat film menonjol dari keramaian ?
8 Bagaimana empertimbangkan harapan audiens ?
9 Bagaimana menjaga pesan tetap jelas
10 Bagaimana film menjadi alternatif yang menarik bagi
masyarakat ?

4.4 Ringkasan

Berkat teknologi di dunia yang semakin terinformasi dan


semakin kecil ini, membuat hidup kita lebih instan, lebih kompak
dan lebih mudah diakses. Kemajuan luar biasa dalam teknologi
audio visual ini menghasilkan serangkaian peralatan portabel
ringan yang menawarkan pemutaran instan dan dapat mengatasi
semua masalah teknis. Walaupun begitu mereka tetap mampu
menghasilkan karya yang sangat penting dan bernilai, ini karena
mereka faham, bagaimana cara membuat sistem bekerja dengan
baik untuk mereka, sehingga, dengan bakat seorang pembuat

4.5 Istilah Penting


Film

Interpretasi

Inspirasi

Inventif

Digital

Jump-Cuts

Audio

Camera Angle

Ekspresi

Visual
BAB 6 PERFILMAN

erapa pun panjang film yang rencanakan, baik itu memiliki durasi
dua atau sepuluh menit atau lebih panjang dari itu, tujuan utama
adalah membuat cerita semenarik mungkin. Membuat audiens
tetap duduk

menonton film, tetapi hal pertama yang perlu lakukan


memutuskan gaya film apa yang akan gunakan. Ada beberapa
gaya film yang dapat ambil:

1. dokumenter, drama dokumenter, atau drama romansa


2. objektif atau subjektif
3. realis atau surealis
4. konvensional atau abstrak
5. artistik atau komersial
6. spesialis atau daya tarik universal.

5.1 Menilai Pilihan Film

Film dokumenter lebih menonjolkan suara aktor yang bersih, tidak terganggu dengan
backsound, narasi, dan musik. Film dokumenter meng lkan suara alami untuk
menceritakan kisah. Kelemahannya adalah, ketika menonton film semacam ini lebih dari
beberapa menit bisa saja muncul rasa bosan dan jenuh, sehingga audiens akan merasa
tidak sabar ingin mengetahui informasi apa asaja yang akan diberikan di film ini, sehingga
jika temponya terlalu lambat dan tidak menarik perhatian maka audiens akan
menggantinya dengan film lainnya.

1. Kreativitas dan kebenaran

Demikian juga, perlu mempertimbangkan secara serius apakah film akan mencerminkan
kebenaran mutlak dari situasi tertentu. Masukan kreatif akan menandakan nilai pembuat
film, jadi cobalah sekali-kali untuk melihat film bersama dengan orang lain dan dengan
masukan/kritikannya.
2. Keterampilan interpretasi kreatif
Untuk pembuat film yang baik, tidak boleh mengesampingkan ekspresi artistik atau
masukan kreatif dari kru bisa saja menambahkan atau memindahkan memindahkan trek
suara yang ada di sekitar dan menambahkan beberapa musik sebagai backsound, sehingga
ini akan meningkatkan tingkat kenikmatan bagi pembuat film dan penonton.

Penggambaran kebenaran, atau versi kreatifnya, adalah sesuatu yang dapat

memengaruhi cara mendekati film, jadi ada baiknya melihat beberapa opsi. 3. Interpretasi
dramatis

Untuk banyak film, terutama yang mengacu pada peristiwa masa lalu (flashback), satu-
satunya cara paling efektif untuk mengilustrasikan cerita adalah merekonstruksi
sedramatis mungkin, ini dapat digunakan bersama dengan, foto, potongan koran, gambar,
surat-surat lama, peta dan grafik. Jika film pendek adalah film dokumenter yang
membutuhkan urutan drama, perlu mempertimbangkan:

1. naskah
2. latihan
3. audisi
4. pakaian
5. d n
6. properti
7. mengatur desain.

Jika film adalah film dokumenter drama sejarah, harus memastikan dialog, kostum, dan
alat peraga film tersebut akurat secara historis. Cek semua hal- hal termasuk maslaha-
masalah yang akan muncul ketika membuat film sejarah/historikalini,karena
harusflashbackkemasalaluyangsaatinisudah tidak ada lagi. Beberapa film memerlukan
rekonstruksi dramatis yang memiliki relevansi dengan masa kini – misalnya, rekonstruksi
kejahatan, atau laporan saksi mata dari insiden tertentu. Film dokumenter “Gerimis
Kenangan dari Sahabat Terlupakan” menampilkan kisah-kisah orang biasa yang terjebak
dalam situasi darurat, yang secara efektif menggabungkan wawancara dan trek suara
dengan rekonstruksi dramatis. Jenis film ini sering menggunakan dua gaya pembuatan
film yang sangat berbeda – metode tripod- di-kamera yang dikendalikan untuk merekam
orang yang diwawancarai dan pendekatan semua-tindakan genggam yang membuat
kontras dinamis antara keduanya. Dalam beberapa kasus, bahkan dapat memutuskan
untuk memberikan adegan aksi tampilan visual yang berbeda untuk menyuntikkan lebih
banyak gaya ke dalam film dan membuat kontras antara kedua teknik tersebut menjadi
lebih menonjol.

4. Perbedaan pendekatan
Jika membuat drama atau film dokumenter pendek yang akan mencakup rekonstruksi
drama, bagaimanapun, pendekatan pembuatan film umumnya akan sangat berbeda dari
film dokumenter, dengan mempertimbangkan:

1. Perubahan sudut dramatis di antara bidikan kamera kamera


2. Pembuatan titik edit yang paling efektif
3. Kesinambungan tindakan
4. Kesadaran Eye-line (Garis mata)
5. Pencocokan suara antara set-up.

5. Lisensi artistik
Selangkah lebih maju, mungkin merasa cocok untuk menciptakan tampilan surealis atau
abstrak pada film. Namun, ada perbedaan antara seni dan

pendekatan bergaya, khususnya dalam pembuatan film dokumenter. Seni mungkin


menyenangkan, tetapi tidak akan menyamarkan cerita yang dibuat secara tidka maksimal.
Akan lebih efektif lagi jika mengintegrasikan gaya ke dalam narasi yang kuat.
Pemeriksaan mimpi buruk seseorang atau mimpi yang berulang, misalnya, dapat
membantu kita memahami keseriusan masalah orang tersebut dengan menggunakan
beberapa adegan abstrak yang dibangun dengan hati-hati. Meskipun dapat dikatakan
bahwa adegan seperti itu hanya memberikan kesan 'kebenaran', dapat juga dikatakan
bahwa adegan tersebut tidak mendistorsi pengalaman kehidupan nyata jika diucapkan
dengan tulus dan bahkan dengan rasa takut. Interpretasi visual dari suatu situasi, bagi
saya, sangat dapat diterima jika inti cerita mencerminkan pengalaman subjek dengan
kejujuran. Itu juga bisa memberikan tingkat informasi lain sambil meningkatkan respons
emosional pemirsa sendiri.
6. Mengaburkan garis
Ada perbedaan mencolok dalam membuat konvensi film bagi penonton, dan menciptakan
interpretasi yang salah tentang orang dan peristiwa. Ketika kita menonton sebuah karya
fiksi kita tahu bahwa semuanya adalah imajinasi seseorang atau visualisasi sutradara dari
sebuah cerita, apakah cerita itu asli atau cerita fiksi dari sebuah peristiwa yang
sebenarnya. Dengan film-film faktual, dokumenter dan dokumenter-dramatis, garis-
garisnya tidak selalu tergambar dengan jelas dan sangat mudah untuk memberikan
interpretasi tentang kebenaran, atau bahkan memutarbalikkan kebenaran, baik secara
kebetulan maupun disengaja.
7. Nyata atau imajiner
The War Game (sebuah film dokumenter tahun 1965) dianggap sangat realistis oleh pihak
berwenang sehingga dilarang disiarkan selama lebih dari 20 tahun, ketika akhirnya
diputuskan bahwa film ini tidak akan memberikan trauma terhadap penonton. The War
Game, meskipun tercantum dalam kompilasi Channel 4 dari film dokumenter top
sepanjang masa, bukanlah sebuah dokumenter melainkan sebuah karya fiksi yang dibuat
dengan gaya dokumenter sehingga tampak lebih bersahaja dan dapat dipercaya.
8. Film Realisme dan pengaruhnya terhadap masyarakat
Seorang penulis bernama Jeremy Sandford menunjukkan dengan sangat detail sebuah
keluarga biasa yang jatuh ke dalam kemiskinan dan menjadi tunawisma. Sutradaranya
mengadopsi gaya dokumenter dalam menceritakan kisah pasangan muda yang memulai
kehidupan pernikahan dengan penuh harapan dan optimisme, tapi pada akhirnya menreka
mengalami kemalangan, perpisahan dan pengusiran, dan klimaks-nya adalah kedua anak
mereka diambil oleh Dinas Sosial secara paksa dan menggunakan kekerasan, yang
membuat mereka menjerit dan menangis histeris. Adegan itu begitu realistis, sehingga
banyak pemirsa pasti percaya bahwa itu dimainkan secara nyata. Dari film ini, citra Dinas
Sosial pastinya akan jatuh di mata masyarakat, karena ddigambarkan pihak bewenang
yang seharusnya melindungi dan peduli dengan masyarakat, justru malah melakukan hal-
hal menggunakan kekerasan dan paksa, memberikan image para dinsos tidak memiliki
rasa

kemanusiaan dan kepedulian terhadap keluarga tersebut, ini juga menimbulkan perasaan
bias dalam representasinya dari situasi kehidupan nyata. Film ini, membentuk konvensi
baru yang kuat, memberikan kontribusi substansial untuk debat publik dan politik yang
mengikutinya, termasuk masyarakat luas yang menontonnya, karena dari sini image
negatif terbentuk, dalma p ngan masyarakat yang awam, pihak berwenang semuanya
adalah sama dengan yang ada dalam film, sehingga sebagai pembuat film juga harus
mempirtimbangkan hal-hal kecil seperti ini ketika sedang membuat film yang berbau
dokumenter.

Pengertian Film

Film dalam kamus besar Bahasa Indonesia, memiliki arti sebagai selaput tipis yang
terbuat dari seluloid yang berfungsi sebagai tempat gambar negatif (yang akan dibuat
potret) maupun gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop). Selain itu, film juga
diartikan sebagai lakon (cerita) gambar hidup (KBBI, 1990). Sebagai bagian dari industri,
film juga memiliki arti sebagai sesuatu bagian dari produksi ekonomi di suatu masyarakat
dan film harus dipandang dalam hubungannya dengan produk- produk lainnya. Film juga
termasuk bagian dari komunikasi yang merupakan bagian terpenting dari sebuah sistem
yang digunakan oleh individu maupun kelompok yang berfungsi untuk mengirim dan
menerima pesan (Ibrahim, 2011).

Secara harfiah film adalah sinematografi. Sinematografi berasal dari kata sinema yang
memiliki arti “gerak”. Tho atau phytos yang memiliki arti (cahaya). Oleh karena itu, film
juga dapat diartikan sebagai melukis sebuah proyek dengan memanfaatkan cahaya.
Selanjutnya, film juga memiliki arti sebagai dokumen sosial dan budaya yang membantu
mengkomunikasikan zaman ketika film itu dibuat bahkan sekalipun ia tak pernah
bermaksud untuk itu (Ibrahim, 2011). Javadalasta (2011) juga menyatakan bahwa film
merupakan rangkaian dari gambar yang bergerak dan membentuk suatu cerita yang
dikenal dengan sebutan movie atau video. Film sebagai media audio visual yang terdiri
dari potongan gambar yang disatukan menjadi kesatuan yang utuh, dan memiliki
kemampuan di dalam Menangkap realita sosial budaya, tentu membuat film mampu
menyampaikan pesan yang terkandung di dalamnya dalam bentuk media visual. Pada film
“Lamaran” terlihat dengan jelas bahwa sutradara mengonstruksi sebuah realita sosial
budaya yang ada di Indonesia. Realita sosial budaya tersebut dikemas dengan sebaik
mungkin agar film “Lamaran” mampu berkomunikasi dengan penonton tanpa ada batas.

Film juga dinilai sebagai salah satu media massa, yaitu bentuk komunikasi yang
menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan
secara massal, dengan jumlah yang banyak, yang tinggal jauh dari lokasi siaran, dan
menimbulkan efek tertentu pada masyarakat. Film adalah bagian dari media massa yang
bersifat kompleks. Film sendiri terdiri dari audio juga visual yang mampu mempengaruhi
emosi penonton dari gambar juga suara yang dihadirkannya. Zaman dahulu film sering
diartikan sebagai potongan gambar yang kemudian disatukan sehingga membentuk
kesatuan berupa video. Namun seiring perkembangan zaman, film tidak lagi
menggunakan potongan gambar untuk membentuk suatu kesatuan karena seiring
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan proses pengambilan atau perekaman film
dapat dipermudah. Maka dapat disimpulkan bahwasanya film adalah bentuk komunikasi
massa melalui media elektronik audio visual yang mampu menampilkan kata-kata, bunyi,
citra, dan kombinasi.

A. Menilai Pilihan Film


1. Kreativitas dan Kebenaran
Hal yang paling dipertimbangkan dalam film adalah kebenarannya.
Apakah film tersebut mengandung kebenaran yang masuk akal dalam situasi
tertentu. Membumbui kebenaran ini bisa dengan memasukkan kreativitas
yang akan mencerminkan nilai dari film tersebut. Cobalah untuk menonton
film bersama orang lain lalu minta masukan dan kritik darinya. Itu akan
sangat membantu meningkatkan kualitas film yang ingin dibuat.
2. Keterampilan Interprestasi Kreatif
Dalam membuat film yang baik, ekspresi artistik atau masukan kreatif
entah itu dari kru atau staff tidak boleh diabaikan begitu saja. Kru film
biasanya akan menambahkan beberapa musik sebagai backsound yang akan
meningkatkan kenikmatan bagi pembuat film juga penonton. Penggambaran
kebenaran atau versi kreatif adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi film
menjadi baik, jadi ada baiknya untuk mendengarkan masukan kreatif dari
para kru.
3. Interpretasi Dramatis
Untuk kebanyakan film, terutama yang mengacu pada peristiwa masa
lalu, cara paling efektif untuk mengambarkan cerita seperti ini ialah dengan
merekonstruksi sedramatis mungkin, bisa dengan foto, potongan koran,
surat-surat lama, peta dan grafik. Jika film pendeknya adalah film
dokumenter yang membutuhkan urutan drama, maka hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. naskah
b. latihan
c. audisi
d. pakaian
e. properti
f. aturan desain.
Namun jika film adalah film dokumenter drama sejarah, harus
memastikan dialog, kostum dan alat peraga film tersebut dengan akurat. Hal-
hal yang kemungkinan akan menjadi masalah juga harus di cek-cek kembali
karena scene flashback tidak ada lagi.
Seperti pada film dokumenter “Gerimis Kenangan dari Sahabat
Terlupakan” yang menampilkan kisah orang biasa yang terjebak situasi
darurat, yang secara efektif menggabungkan wawancara dan trek suara
rekonstruksi yang sangat dramatis. Jenis film seperti ini biasanya
menggunakan dua gaya pembuatan film yang sangat berbeda.
4. Perbedaan Pendekatan
Jika membuat film dokumenter pendek yang akan mencakup
rekonstruksi drama, pendekatan pembuatan filmnya akan sangat berbeda
dengan film dokumenter. Hal yang perlu dipertimbangkan yaitu sebagai
berikut :
a. Perubahan sudut pandang dramatis di antara bidikan kamera-
kamera
b. Pembuatan titik edit yang paling efektif
c. Kesinambungan tindakan
d. Kesadaran eye-line (garis mata)
e. Pencocokan suara atau set-up.
5. Lisensi Artistik
Ada perbedaan antara pendekatan artistik dan pendekatan stilisasi,
khususnya dalam film dokumenter. Seni mungkin menyenangkan, tapi tidak
bagi sejarah yang tercipta secara tidak optimal. Akan lebih efektif apabila
menggabungkan gaya menjadi sebuah cerita yang kuat. Menjelajahi mimpi
buruk misalnya. Pengulangannya dapat membantu kita memahami
keseriusan masalah manusia menggunakan beberapa adegan yang dibangun
dengan hati-hati. Namun meski bisa dikatakan pemandangan itu seperti
memberi perasaan, bisa dibilang adegan itu tidak mengubah pengalaman
nyata ketika diceritakan secara tulus atau bahkan dengan rasa takut. Hal ini
dapat meningkatkan emosional penonton.
6. Mengaburkan Garis
Ada perbedaan besar dalam membuat konvensi film dalam menciptakan
interpretasi yang salah terhadap orang dan peristiwa. Saat melihat fiksi, kita
tahu itu hanya sekedar imajinasi penggambaran sabuah cerita oleh seseorang,
terlepas dari apakah cerita tersebut memang asli atau tidak, atau kisah fiksi
imajinasi dari kisah nyata. Film-film nyata, dokumenter dan dokumenter-
dramatis, garis-garisnya tidak selalu tergambar dengan jelas dan sangat
mudah untuk memberikan interprestasi tentang kebenaran, atau bahkan
memutarbalikkan kebenaran, baik itu secara tidak sengaja atau disengaja.
7. Nyata dan Imajiner
Sebuah film dokumenter tahun 1965 berjudul The War Game dianggap
terlalu realistis sehingga dilarang tayang selama 20 tahun lebih karena
dianggap memberikan trauma terhadap penonton. Namun film ini bukanlah
sebuah dokumenter melainkan sebuah karya fiksi yang dibuat dengan gaya
dokumenter sehingga terkesan lebih realistis dan dapat dipercaya.
8. Film Realisme dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat
Seorang penulis bernama Jeremy Sandford menunjukkan dengan sangat
detail bagaimana sebuah keluarga biasa jatuh dalam kemiskinan dan menjadi
tunawisma. Sang sutradara memakai gaya dokumenter dalam menceritakan
kisah pasangan muda yang memulai kehidupan pernikahan dengan penuh
damai namun pada akhirnya mengalami kemalangan, perpisahan dan
pengusiran dan klimaks nya ketika dua anak mereka direbut dinas sosial yang
membuat mereka menangis menjerit. Adegan itu sangat realistis seolah nyata
adanya.
5.2 Sutradara dan Visi Sutradara
Herbert Zettl, seorang pakar dan pengamat televisi dari San Fransisco State University
mendefinisikan terminologi Sutradara televisi sebagai Director dalam Naratama (2013:7) sebagai
berikut: “ (a person) in charge of directing talent and technical operations. Is ultimately responsible
for transforming a script into effective video and audio massages. At small stationsmay often be the
producer as well.” Artinya sutradara adalah seorang yang bertugas memberikan pengarahan kepada
pemain atau pengisi acara dan teknis oprasional. Secara langsung bertanggung jawab memindahkan
secara efektif yang tertulis di dalam naskah ke dalam bentuk audio visual.”

Sutradara merupakan bagian yang paling atas dari sebuah team work atau orang yang bertanggung
jawab sebagai otak sejak pra hingga pasca produksi. Seorang sutradara juga harus bisa memimpin
timnya dari segala aspek, baik saat pra produksi, produksi, maupun pasca produksi. Menurut Tato
Nuryanto (2014:51). “Tugas utama seorang sutradara adalah mengkoordinasikan hal ihwal
pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai. Sutradara mempunyai tugas
pokok yang berat dalam pementasan. Tidak hanya akting para pemain yang diurusnya, tetapi juga
kebutuhan yang berhubungan dengan artistik dan teknis.”

Sutradara juga harus mengarahkan tentang bagaimana musi yang dibutuhkan, pentas seperti apa yang
harus diatur, penyinaran, tata rias, ataupun kostum. Semuanya diatur atas persetujuan sutradara. Oleh
karena itu, sutradara harus menguasai hal-hal yang berhubungan dengan segi artistik dan segi teknis
pentas. Selain di atas, dalam satu pementasan memerlukan latihan yang tgerus menerus dalam waktu
memadai agar pemain dapat menghayati perannya. Latihan itu berupa latihan fisik, latihan psikis, dan
penyesuaian dengan peralatan teknis dan dengan pemain lainnya. Pemain dapat memainkan berbagai
watak dan peran. Inilah sederet tugas yang harus dikuasai oleh seorang sutradara (Tato Nuryanto,
2014:52).

Visi sutradara adalah cara sutradara melihat film dalam pikirannya dan menerjemahkannya kepada
kru filmnya, dan yang menjadi tantangannya adalah menjelaskan visi tersebut kepada krunya.
Pernyataan visi adalah saat sutradara memperjelas visinya dengan kata-kata. Sutradara adalah wujud
pengawas film kreatif, maka pernyataan visi sutradara merupakan alat utama dalam setiap produksi
film. Seorang sutradara harus memiliki visi untuk sebuah drama atau film yang digarapnya.

Visi akan memberikan sebuah dorongan, tampilan, dan nada pada suatu drama atau film. Sebuah visi
menciptakan faktor pemersatu, sesuatu yang dapat dikomunikasikan tidak hanya melalui teks namun
melalui pementasan, pencahayaan, set, suara, maupun kostum. Visi dapat membantu pemain fokus
pada gambaran yang lebih besar. Lebih dari sekedar mempelajari garis dan memblokir. Sebuah visi
memberikan tujuan kepada sutradara: hal itu merupakan elemen kreatif yang dibawakan sutradara.
Jika dilihat di atas, visi sutradara ini sangat penting dalam mengatur jalannya sebuah film. Terutama
dalam hal kerja sama antara satu kru dengan kru lainnya dan antara kru dengan aktor atau aktris atu
pemainnya sehingga dapat menciptakan kolaborasi yang epik dan menjadi hasil yang memuaskan.

Pembuatan film harus selalu menjadi pengalaman yang menggembirakan dan bermanfaat, apakah
membuat komik pendek yang seru dan menyenangkan, atau retrospektif puitis, maupun menangani
jurnalisme investigasi mendalam. Film tidak selalu harus memiliki pesan tersembunyi atau menusuk
hati nurani kita atau mencerminkan masalah masyarakat. Film juga bisa menjadi ekspresi majinasi
kita dalam keadaan mentah dan top-of-the-head. Sutradara dapat membuat film tentang hal-hal yang
menginspirasi, yang membuat orang tertawa atau menangis, tentang ilmu pengetahuan yang sangat
diketahui atau yang belum diketahui orang-orang, atau membuat film hanya karena keinginan kreatif.

Seorang sutradara harus mampu bersenang-senang dengan film. Humor adalah subjek yang dipilih
oleh banyak orang sebagai film pertama. Film humor memiliki beragam teknik yang digunakan untuk
memberikan kenikmatan universal kepada penonton. Selain itu, imajinasi adalah segalanya.
Berimajinasi adalah hal yang paling menyenangkan bagi pembuat film.imajinasi dapat membantu
kita menemukan adegan-adegan untuk menceritakan sebuah kisah yang menarik. Segala jenis adegan
yang ada pada script/naskah film akan menjadi semakin kreatif dan mendramatisir jika dibayangkan
terlebih dahulu lalu memraktikkannya.

Rangkuman Tujuan Belajar

Sutradara merupakan bagian yang paling atas dari sebuah team work atau orang yang bertanggung
jawab sebagai otak sejak pra hingga pasca produksi. Seorang sutradara juga harus bisa memimpin
timnya dari segala aspek, baik saat pra produksi, produksi, maupun pasca produksi. Sutradara juga
harus mengarahkan tentang bagaimana musi yang dibutuhkan, pentas seperti apa yang harus diatur,
penyinaran, tata rias, ataupun kostum. Semuanya diatur atas persetujuan sutradara. Oleh karena itu,
sutradara harus menguasai hal-hal yang berhubungan dengan segi artistik dan segi teknis
pentas. Visi sutradara adalah cara sutradara melihat film dalam pikirannya dan menerjemahkannya
kepada kru filmnya. Adapun visi sutradara secara umum adalah pembuatan film dari hati,
bersenang-senang dengam film, dan imajinasi adalah segalanya.
Istilah Penting

Referensi
Their, Ela. 2021. Apa Itu Visi Seorang Sutradara: Penyutradaraan film diungkapkan.
https://theindependentfilmschool-com.translate.goog/film-directing-directors-vision/?-x-tr-sl=en&-x-tr-
tl=id&-x-tr-hl=id&-x-tr-pto=tc. Diupdate pada Sabtu, 21 Oktober 2023. Pukul 20.16 WIB.
Lindsay, Harga. 2014. Guru Drama: Menciptakan Visi Sutradara.
https://www-theatrefolk-com.translate.goog/blog/drama-teachers-creating-directors-vision/?-x-tr-sl=en&-
x-tr-tl=id&-x-tr-hl=id&-x-tr-pto=tc. Di update pada Sabtu, 21 Oktober 2023. Pukul 22.26 WIB.
Naratama. 2013. Menjadi Sutradara Televisi: dengan single dan multi-camera. Jakarta: PT. Grasindo
Nuryanto, Tato. 2014. Mari Bermain Drama Kebahagiaan Sejati: (Panduan Praktis untuk menjadi Aktor
dan Aktris). Cirebon: Syariah Nurjati Press
Repository.bsi.ac.id.
httpss://repository.bsi.ac.id/repo/files/244487/download/8.2.-BAB-III-SUTRADARA.pdf. Diupdate pada
Sabtu, 21 Oktober 2023. Pukul 21.10 WIB.
Ali Muhammad, Dani Manesah. 2020. Pengantar Teori Film. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.
Naurah Zulfa, Asep Purwo. “Tindak Tutur Perlokusi Pada Dialog Film ‘Keluarga Cemara’ Karya
Yandy Laurens.” Jurnal Bahasa, Sastra, Pembelajarannya 03, No. 2 (2020).
Nugroho, Sarwo. 2021. Teknik Kreatif Produksi Film : Publikasi Media Sosial. Surabaya: Yayasan
Prima Agus Teknik.
Oktavianus, Handi. “Penerimaan Penonton Terhadap Praktek Eksorsis di Dalam Film Conjuring.”
Jurnal E-Komunikasi 03, No. 2 (2015).

BAB 7 PERFILMAN

beberapa pilihan yang tersedia bagi pembuat film, tetapi tidak


ada set rumus foto karena film umumnya merupakan ekspresi
kreatif yang diwujudkan oleh visi satu orang. Banyak praktisi
profesional, akan memiliki pandangan pribadi yang sangat
berbeda dengan orang biasanya, tentang bagaimana mendekati
pembuatan genre film apa pun. Saya hanya menempatkan
berbagai pilihan sebelum mempertimbangkan dan mengevaluasi.
Yang terpenting, harus terlebih dahulu memutuskan jenis film
apa yang ingin buat.

1. Apakah film akan murni observasional atau subjektif?


2. Apa yang akan mendorong narasi?
3. Akankah kita memahami di mana posisi orang dalam konflik?
4. Akankah karakter mendapatkan apa yang mereka inginkan atau
butuhkan?
5. Akankah karakter mendapatkan empati penonton?
6. Apakah film akan informatif, lucu, sedih, investigasi?
7. Apakah akan menggunakan kombinasi gaya dan teknik?
8. Apakah film akan seimbang dan tidak memihak atau sepenuhnya
subjektif?
9. Apakah cerita akan sepenuhnya dibulatkan atau meninggalkan
pertanyaan

yang belum terjawab?

10. Apakah filmnya akan lambat dan terukur atau cepat dan dinamis?
11. Akankah cerita memiliki satu atau lebih titik balik yang pasti?
12. Bisakah menyamarkan eksposisi?
13. Apakah akan menggunakan subteks dalam narasi?
14. Apakah film akan menarik?

Poin terakhir diatas adalah hal terpenting, karena menarik atau


tidaknya

sebuah film akan mempengaruhi banyak dan sedikitnya


penonton yanga kan menonton dan menikmati fim . Walaupun
begitu, tidak perlu juga memsukkan semua poin yang ada diatas
pada film , karena hanya membutuhkan poin-poin yang hanya
akan gunakan saya dan emnggabungkannya untuk membuat
narasi sekuat mungkin untuk menceritakan kisah khusus.

Menemukan Gaya
Materi yang telah kita bahas pada bab-bab sebelumnya akan
membantu fokus pada gaya dasar film , pada pertimbangan
pertama, tidak memberikan petunjuk yang jelas tentang rute
mana yang harus ambil. Contoh saja pembuatan video untuk
band rock, ini aka membutuhkan jenis pendekatan spontan,
menggunakan gambar yang sangat kontras dengan suntingan
suara yang dramatis untuk menceritakan kisah yang sedang
berlangsung, mungkin akan bekerja dengan baik–
terutamajikasubjek
tidakselaludapatdidekatiataudapatmengekspresikan diri mereka
dengan jelas. Mengapa membuang soundtrack, mungkin
bertanya, dengan suara yang tidak relevan dan tidak koheren
yang tidak menambahkan apa pun ke dalam cerita dan mungkin
berisiko mengurangi dampaknya sebagai bagian pembuatan film
yang kreatif dan kuat?

B. Pertimbangkan Alternatifnya

Di sisi lain, jika anggota band sangat blak-blakan dan merasa


mereka memiliki sesuatu untuk dikatakan, tentang musik,
bepergian dengan koper bersama
rekankerjayangtidakrapidenganmemilikikebiasaanburuk,maka
mungkiningin berhenti sejenak dan merenungkan apakah
pendekatan yang lebih subjektif akan memberikan dimensi dan
stimulus ekstra pada film , bahkan mungkin menambahkan
sentuhan humor sesekali untuk mengurangi tekanan dan
ketegangan sehari-hari. Masalah bahkan mungkin muncul
selama tur, gesekan antara anggota band atau ketidak nyamanan
mereka ketika perjalanan, atau bahkan masalah yang didapat dari
manajernya; penggemar yang tidak puas merasa bahwa band
telah kehilangan arah, menghasilkan karya yang membosankan
dan tidak menginspirasi, sehingga akan membuat semua orang
kehilangan minat, dan merugikan Agensi/perusahaan band rok .

C. Kekuatan Pendorong
Narasi untuk film khusus, ditambah dengan ledakan tawa para
anggota band, manajer, dan kru lainnya akan menunjukkan
sebuah cerita sebuah perjalanan yang berjalan dengan halus.
Bagaimanapun mungkin, memutuskan pada tahap kasar bahwa
informasi penting tertentu hilang yang diperlukan untuk
mengikat semua untaian narasi bersama-sama. Film pada titik ini
mungkin, misalnya, tidak memberikan indikasi jarak antara
tempat, jumlah jam yang dihabiskan untuk bepergian dan tampil,
pemesanan yang berkurang saat tur berlangsung, atau
konfrontasi dramatis yang membayangi antara pemodal dan band
di tempat terakhir. Tak satu pun dari ini telah ditangkap secara
memadai selama sesi wawancara untuk menjelaskannya karena,
sejujurnya, ada jauh lebih banyak peristiwa dadakan dan
menarikyangmengalirdisekitar
disetiaptahappembuatanfilm.Bahkanmungkin ada sub-plot yang
melibatkan kelompok yang menuduh anggota band melakukan
perilaku yang tidak pantas, polisi dipanggil untuk menyelidiki
keluhan tentang kamar hotel yang hancur, penyanyi utama
ditahan karena mabuk dan perilaku tidak tertib di beberapa kota
di tengah malam, entah dari mana informasi tersebut ada (bisa
jadi Antifan, atau fans yang terlalu agresif) dan tentunya mereka
akan berusaha mati-matian untuk mengejar rombongan utama
sebelum pertunjukan berikutnya dimulai.

Pilihan yang tersedia adalah membuang elemen-elemen tertentu


dari cerita atau mengatur sesi wawancara baru dengan band
untuk menopang kesenjangan, atau merekam narasi yang
ekonomis dan selektif yang tidak hanya akan secara efektif
menggabungkan elemen bersama tetapi memberikan cerita
beberapa intrik dan ketegangan dramatis yang sangat
dibutuhkan.

D. Bersiaplah Dan Simpan Kekecewaan


Banyak sutradara merasa bahwa, di belakang, mereka mungkin
telah membuat film yang lebih baik jika mereka diberi lebih
banyak waktu atau lebih siap. Sebelumnya saya membahas
pentingnya memberi diri pilihan dan menjadi terorganisir dan
disiplin untuk membantu mengatasi masalah tertentu. Jelas dapat
mempertimbangkan beberapa opsi pada tahap pengeditan dan
dalam beberapa kasus bahkan meningkatkan – atau menyimpan
– film . Tapi tidak selalu. Jika ingat bahwa persiapan adalah
investasi terbesar yang dapat lakukan dalam film , akan memberi
diri peluang terbaik untuk menghasilkan produk akhir yang
sukses. Dan meskipun tidak selalu mungkin untuk meramalkan
dengan tepat apa yang akan terjadi setelah berangkat dengan
kamera di bawah lengan , penelitian menyeluruh akan sangat
membantu memutuskan semua skenario dan alternatif yang
mungkin sehingga dapat merencanakannya dengan tepat.

E. Pendekatan Pribadi

Sesuatu yang pada akhirnya akan menentukan pendekatan adalah


kategori genre dasar film . Meskipun drama dan dokumenter
sangat berbeda dalam gaya dan teknik, mereka tetap dapat
mempertahankan banyak elemen genre yang sama, dari
petualangan aksi hingga intrik romantis, dari masalah sosial
hingga yang sangat lucu atau sarkastik. mungkin merasa,
misalnya, bahwa lebih banyak humor dapat diperas dari sebuah
cerita dengan menggunakan narasi yang jenaka, atau bahwa
karya investigasi akan jauh lebih kuat jika aksinya dibiarkan
berbicara sendiri, dengan konfrontasi yang mentah dan murni.

F. Membuat Film Berfungsi Di Lebih Dari Satu Level

Tugas selanjutnyaadalahmemutuskanapakahfilm
akanmenggunakansatu atau beberapa teknik. Jika anggaran
untuk film band rock masih terbilang masuk akal, mungkin ingin
memasukkan beberapa urutan pemutaran musik fantasi
imajinatif yang berjalan paralel dengan narasi utama yang lebih
membumi. Urutan seperti itu kemudian dapat 'diperlakukan'
secara visual di suite edit untuk memberi mereka pemisahan yang
lebih besar. Mengadopsi metode pengintegrasian dua atau lebih
gaya yang sangat berbeda tentu saja tidak terbatas pada jenis
skenario ini. Adegan flashback baik dalam drama atau
dokumenter, atau adegan rekonstruksi, bisa sangat efektif jika
direncanakan dengan baik, relevan dengan narasi, dan dieksekusi
dengan bakat.

G. Counterpoint Menggerakkan Aksi Ke Depan

Jangan pernah meremehkan kekuatan counterpoint untuk


memperkuat tulang belakang cerita , atau untuk membuat poin
edit yang lebih dinamis. Counterpoint dapat digunakan dalam
berbagai cara, misalnya, memotong dari adegan seorang ahli seni
bela diri yang berlatih gerakannya di danau yang tenang, ke
skenario pertempuran yang lebih agresif, penuh dengan gerutuan,
erangan dan pukulan tubuh, menggunakan gerakan lengan atau
tangan untuk melakukan pemotongan. Dalam contoh ini kami
tidak hanya membedakan tindakan, tetapi juga suara, dan
pengeditan menjadi lebih efektif untuk menerapkan keduanya
sebagai kekuatan pelengkap.

Ketika memilih untuk menggunakan counterpoint, ingatlah


bahwa mungkin tidak selalu mudah untuk membuat transisi
seperti itu di suite edit jika belum
merencanakanskenarioinisebelumsyuting.Membayangkanadega
ndikepala dan dengan hati-hati mempertimbangkan pilihan akan
membuka pikiran terhadap banyak kemungkinan jauh sebelum
mulai menjalankan rekaman video melalui kamera .

H. Ciptakan Cahaya Dan Bayangan


Bagaimana membuat tekstur film adalah pertimbangan penting
lainnya, yang akan kita tinjau kembali di bab selanjutnya tentang
pengeditan. Bertekstur berarti harus selalu memastikan bahwa
film – drama atau dokumenter – tidak berjalan pada satu tingkat
yang berkelanjutan, tetapi pasang surut, terkadang dengan
elemen kejutan, untuk membuat penonton tetap tertarik dan
terstimulasi sepenuhnya. Banyak editor film atau video telah
menyelamatkan sebuah proyek dari kematian sebelum waktunya
dengan menyandingkan gambar dan adegan untuk membuat
struktur narasi lebih menarik dan menarik. Itu mungkin dengan
memperlambat atau mempercepat laju edit, terkadang dengan
musik atau suara lainnya; menahan citra atau informasi untuk
memberikan dampak yang lebih besar, atau memotong adegan
dengan cara yang berbeda untuk meningkatkan ketegangan
dramatis atau untuk memberi penonton waktu istirahat darinya.
Namun, ingatlah bahwa seorang editor hanya dapat bekerja
dengan materi, jadi semakin dapat memvisualisasikan pasang
surut presentasi , dan memfilmkan elemen yang sesuai, semakin
besar peluang untuk membuatnya. permukaan bertekstur lebih
efektif saat mengacak gambar di sekitar suite edit.

I. Libatkan Audiens Sejak Awal

Audiens bisa berubah-ubah dan sangat menuntut. tidak perlu


memulai film dengan adegan eksplosif, penuh aksi yang
membuat buku-buku jari mereka memutih saat mereka
memegang sisi kursi mereka, tetapi setidaknya, harus membuat
beberapa menit pembukaan film itu cukup menarik untuk
menarik perhatian mereka dan memudahkan mereka masuk ke
dalam cerita. Seperti yang akan kita lihat di Bab 16, semua jenis
trik dapat digunakan untuk menarik audiens pada tahap
pengeditan, tetapi, seperti sebelumnya, hanya akan ada begitu
banyak materi yang dapat mainkan, jadi pikirkan saat-saat
pembukaan sebelum syuting bisa terbukti sangat
menguntungkan.
J. Sudut Pandang Yang Seimbang

Keseimbangan sebuah film tidak selalu relatif terhadap aplikasi


teknis atau estetikanya. Ketika memiliki poin tertentu untuk
dibuat, atau hanya memiliki keinginan membara untuk membuat
pernyataan tentang masalah atau perhatian tertentu, sangat
mudah untuk membuat merasa asing jika mengawali video
dengan suasanya yang berat. Karena merasa bersemangat tentang
sesuatu, bukan berarti harus memukul kepala audiens dengan
tongkat atau memukul mereka agar tunduk dan agar pandanga
tersampaikan. Ini bisa memiliki efek sebaliknya, ketika
mempertimbangkan betapa lebih bermanfaatnya menggunakan
keterampilan sebagai pembuat film. Gantikan wawancara
antagonis dan ide visual yang canggung dengan teknik sinematik
yang lebih halus jika memungkinkan dan gunakan kombinasi ide
dan subteks imajinatif untuk memungkinkan film bekerja di
berbagai tingkatan.

Akan tetapi, ini tidak berarti harus tampil sepenuhnya, tetapi


akan sangat mungkin untuk mendapatkan simpati audiens
dengan sudut p ng jika menunjukkan bahwa telah
mempertimbangkan kedua sisi argumen, dan memberikan
kesempatan kepada semua pihak untuk menyampaikan
pendapatnya. Misalnya, membuat film tentang keluhan publik
terhadap pemerintah tanpa meminta komentar/tanggapan dari
juru bicara pemerintah, mungkin tampak tidak seimbang, kecuali
jika pemerintah diberi kesempatan untuk menanggapi, tetapi
mereka menolak untuk memberi tanggapan. Perusahaan besar
sering mendapat kecaman dari pembuat film karena terlibat
dalam kegiatan yang meragukan dan tidak bertanggung jawab,
tetapi jika film tidak memiliki perwakilan perusahaan, berisiko
tampil kurang diteliti, atau paling buruk terlibat dalam karya
yang dibuat- buat dan bias.

Sementara kita menyadari kengerian yang dilakukan oleh


berbagai orang dalam berbagai situasi, atau terkejut dengan
tindakan yang dilakukan orang-orang yang berada di luar
pemahaman kita, penting juga untuk memahami mengapa hal itu
terjadi dan bagaimana hal itu terjadi. Dengan memberikan suara
kepada pelaku seperti itu – baik melalui fiksi atau film
dokumenter – setidaknya kita memiliki kesempatan untuk
menilai situasi untuk diri kita sendiri. Bahkan mungkin memberi
kita pemahaman yang lebih besar tentang apa yang membuat
mereka melakukan sesuatu yang begitu tidak dapat dijelaskan –
sebuah kesempatan yang mungkin telah kita tolak.

Kebebasan berekspresi sangat penting dalam setiap masyarakat


demokratis. Tentusaja,
dapatmembuatfilmyangsepenuhnyasubjektifatasdasarbahwaoran
g lain memiliki hak untuk membuat film mereka sendiri yang
mengekspresikan sudut pandang yang berlawanan – tetapi jika
begitu terancam oleh kemungkinan validitas dan persuasif dari
opini yang berlawanan tersebut sehingga mendorong tidak
memasukkannya ke dalam film jika itu merusak sudut p ng
sendiri?

Sementara beberapa orang mungkin berpendapat bahwa siapa


pun yang membuat film memiliki pendapat tentang subjek dan
karena itu secara otomatis bias,
itubermuarapadamasalahbagaimana
mendekatipembuatanfilmdanrepresentasi materi pelajaran .
Dalam banyak kasus, sangat sah bagi seseorang untuk membuat

film tanpa sudut p ng yang jelas, karena perjalanan penemuan itu


sendiri adalah inti dari pembuatan film tersebut. Film bisa
menjadi media yang sangat persuasif dan berpengaruh. Saya
ingin berpikir bahwa sebagian besar pembuat film siap untuk
mengadopsi pikiran terbuka pada banyak hal yang berkaitan
dengan dunia pada umumnya.

K. Dapatkah Film Memberikan Kesimpulan


Terlepas dari teknik modern aksi jump-cutting, leapfrogging,
menggunakan layar terpisah untuk menampilkan adegan paralel,
dan inter-cutting flashback (Intercutting kilas balik) dan flash
forward (kilas kedepan), tidak disarankan untuk membiarkan
penonton mengisi celah yang seharusnya isi untuk mereka.
Penulis Charlie Kaufman membingungkan dan membingungkan
audiensnya dengan setiap karya fiksi yang dia hasilkan, tetapi
potongan-potongan teka-teki pada akhirnya masuk akal, bahkan
jika penonton harus bekerja lebih keras untuk menyatukannya.
Dan karena film-film seperti Eternal Sunshine of the Spotless
Mind direkayasa dengan begitu ahli oleh penulis, sutradara, dan
editor, kebanyakan dari kita akan siap untuk mengabaikan area
kebingungan karena kita telah dihibur secara menyeluruh dan
imajinatif.

L. Memilih Materi Pelajaran

Untuk film pertama tentu ingin membuat pekerjaan seefektif dan


seefektif mungkin. mungkin sudah memiliki naskah drama atau
subjek dalam pikiran yang sukai dan benar-benar fokus untuk
membuat film . Jika tidak, saya menawarkan saran berikut:

1. Tuliskan lima judul subjek berbeda yang menurut dapat


membuat cerita yang

menarik, mungkin membuat masing-masing memiliki gaya dan


pendekatan yang berbeda, apakah itu investigasi, lucu, komedi,
horor, petualangan,
bergayaatauapapun.Kemudianbuatlahdaftarkomponenterpisahya
ng rasa akan dibutuhkan untuk menceritakan kisah itu dengan
keyakinan dan ketepatan dan libatkan perhatian kita dari awal
hingga akhir. Nilai mana dari
limayangdapatbekerjadilebihdarisatutingkatdantawarkan
potensipaling besar untuk membuat tekstur baik materi pelajaran
maupun citra visual.
2. Jika ini adalah drama mini, dan merupakan film pertama , buatlah
karya kontemporer untuk menghindari keharusan membuat
referensi sejarah yang akurat terkait dengan tata rias, lemari
pakaian, dan properti. Pilih atau tulis cerita dengan struktur kuat
yang orisinal dan tidak klise, memiliki suara yang unik, dan akan
bekerja tanpa terlalu dibebani dengan dialog dan liku-liku, atau
berantakan dengan banyaknya karakter yang masuk dan keluar
bingkai. Pertimbangkan bagaimana ide dapat diubah menjadi
narasi visual yang mencolok menggunakan gaya yang jelas dan
tidak terlalu rumit. Buku-buku Syd Field, William Goldman, dan
Robert McKee mungkin dapat gunakan sebagai referensi karena
buku-buku tersebut akan memberikan petunjuk yang sangat baik
tentang seni penulisan skenario, meskipun naskah pada akhirnya
harus merupakan karya asli ekspresi diri.

Jika film faktual, hubungi orang yang ingin filmkan dan cari tahu
apakah mereka akan memberikan izin mereka. Jika orang-orang
ini ingin mendorong narasi tetapi tidak tertarik untuk difilmkan,
atau sama sekali tidak memiliki karisma di layar, tidak memiliki
film. Atau jika mendekati pemilik properti dan otoritas setempat
untuk meminta izin membuat film di lokasi yang diinginkan
tetapi ditolak, mungkin tidak memiliki film, tergantung pada
pentingnya film tersebut bagi cerita dan apakah dapat
menggantinya. Dengan kata lain, mulailah dengan sebuah visi,
lalu persempit menjadi praktis, sesuaikan konsep dengan
kompromi sesedikit mungkin – atau lanjutkan ke opsi dua.

M. Temukan Apa Yang Dilakukan Pembuat Film Lain

Sebelum membuat keputusan akhir, akan bermanfaat untuk


melihat beberapa dari ratusan film pendek yang tersedia untuk
ditonton dengan mengklik mouse di web. Range and
depth/Rentang dan kedalaman film-film ini mengejutkan dan
akan memberi ide bagus tentang berbagai cerita, gaya, dan teknik
yang diadopsi oleh pembuat film yang sedang naik daun.
Tentusaja
harusmembenamkandiridalambudayafilmdisetiapkesempatan, di
televisi dan di bioskop. Dengan mengamati para profesional,
akan menemukan pengalaman dan inovasi yang berharga dan
beragam yang akan menjadi katalis untuk evaluasi dan eksplorasi
kemungkinan yang kaya dan tak terbatas.

N. Rangkuman Tujuan Belajar

Penonton memiliki harapan bahwa setiap film yang mereka


tonton akan, dalam beberapa cara, mengikat ujung yang longgar
dan membawa masalah ke kesimpulan. Hal ini tidak selalu
terjadi. Beberapa film meninggalkan penonton untuk mengambil
keputusan sendiri tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya,
tetapi jika film tidak, atau tidak dapat, sepenuhnya dibulatkan,
narasi setidaknya harus dieksekusi dengan imajinasi dan bakat
dengan cara kompensasi.

Konflik seperti itu dalam film tidak boleh dibiarkan begitu saja,
tetapi juga tidak boleh melupakan fakta bahwa hanya sifat
manusia bagi orang untuk 'bertindak' ketika kamera diarahkan ke
mereka – terutama mereka yang memiliki opini sendiri. atau
memiliki ego yang meningkat. Adegan seperti itu mungkin
berisiko tampak dibuat-buat dan norak jika tidak ditangani
dengan benar, yang pada akhirnya merusak tujuan untuk
melukiskan gambaran kehidupan yang akurat dan jujur di jalan.
Dalam hal ini, hubungan, dan kepercayaan, yang bangun dengan
subjek akan berkontribusi besar pada kesuksesan film secara
keseluruhan dan ini tidak boleh diremehkan.

Pertanyaan Esai dan Diskusi

1. Bagaimana menentukan pembuatan film ?

2. Bisakah menggunakan counterpoint ?

3. Apakah film akan memiliki serial ?


4. Bisakah menarik audiens dari adegan pembuka ?

5. Apakah itu artistik, komersial, atau kombinasi keduanya ?

6. Akankah itu melewati batas antara non-fiksi dan fiksi ?

BAB 7 PERKEMBANGAN
1 Sejarah Singkat Perfilman Dunia

Film yang ditemukan sekitar akhir abad ke-19 sampai saat


sekarang ini terus mengalami perkembangan yang begitu pesat.
Pada mulanya, film Edison dan Lumiere merupakan sebuah film
yang memiliki durasi hanya beberapa menit. Film tersebut
menunjukkan bentuk dari realitas yang direproduksi kembali
melalui film—selebriti, atlet angkat besi, pemain sulap, dan bayi
yang sedang makan. Proses perekaman gambarnya diambil
menggunakan frame (bingkai) secara statis (kamera tidak
bergerak sama sekali) dan tidak ada proses penyuntingan
terhadap hasil gambar yang sudah direkam.

George Mélies seorang pembuat film berkebangsaan Perancis,


mulai membuat sebuah cerita gambar bergerak, yaitu suatu film
yang bercerita. Proses pembuatan film yang dilakukan oleh
George Mélies Sampai dengan akhir taun 1890-an. Setelah itu,
George Mé€lieés mulai membuat dan menampilkan film dalam
satu adegan, film pendek. Setelah itu, ia mulai membuat konsep
cerita berdasarkan gambar yang diambil secara berurutan di
tempat-tempat yang berbeda. Oleh karena itu, Méli¢s sering kali
disebut “artis pertama dalam dunia sinema”. Hal tersebut
disebabkan karena kemampuan yang ia dimilikinya dalam
membawa, membuat cerita narasi pada sebuah medium dalam
bentuk kisah imajinatif seperti A Trip to the
Moon (Baran, 2012).

Selanjutnya, Edwin S. Porter, seorang juru kamera Edison


Company, melihat kemampuan dari film yang mampu menjadi
alat maupun wadah dalam penyampai cerita melalui Teknik
penggunaan dan penempatan kamera secara artistik yang disertai
dengan proses penyuntingan setelah proses produksi. Oelh
karena itu, membuat ia membuat sebuah karya film dengan
durasi 12 menit yang berjudul The Great Train Robbery (1903).
Film tersebut merupakan sebuah film yang disertai dengan
proses penyuntingan setelah proses produksi. Hal tersebut
membuat ia memproduksi karya film yang berdurasi 12 menit
yang berjudul The Grat Train Robbery (1903). Film tersebut
merupakan film yang disempurnakan melalui penyuntingan
sehingga mampu nmenghasilkan dan menceritakan kisahan yang
cenderung kompleks. Sejak tahun 1907—1908, banyak film
memiliki narasi daripada film documenter. Contoh lainnya
adalah nickelodeon di Amerika yang meningkat 10 kali lipat.
Selain itu, adanya jumlah gedung pertunjukan dan antusias
publik menciptakan film yang semakin banyak dibutuhkan. Hal
ini berdampak banyak pula industry yang bergerak di bidang film
bermunculan (Baran dalam Alfathoini(Pengantar Teori Film -
Muhammad Ali Mursid Alfathoni, M.Sn., Dani Manesah, M.Sn. -
Google Buku, n.d.)
dalam proses produksi film.

Film pada awalnya masih berupa gambar dengan warna hitam


putih dan sebagainya dengan cepat berkembang dengan sangat
pesat. Melalui perkembangan tersebut membuat film menjadi
sebuah komoditas industri baik dalam komoditas Hollywood,
Bollywood, dan Hongkong.

Perkembangan film memiliki perjalanan cukup panjang hingga


pada akhirnya menjadi seperti film di masa kini yang kaya
dengan efek, dan sangat mudah didapatkan sebagai media
hiburan. Perkembangan film dimulai ketika digunakannya alat
kinetoskop temuan Thomas Alfa Edison yang pada masa itu
digunakan oleh penonton individual. Film awal masih bisu dan
tidak berwarna. Pemutaran film di bioskop untuk pertama
kalinya dilakukan pada awal abad 20, hingga industri film
Hollywood yang pertama kali, bahkan hingga saat ini
merajai industri perfilman populer secara global.

Pada tahun 1927 teknologi sudah cukup mumpuni untuk


memproduksi film bicara yang dialognya dapat didengar secara
langsung, tetapi masih hitam-putih. Hingga pada 1937 teknologi
film sudah mampu memproduksi film berwarna yang lebih
menarik dan diikuti dengan alur cerita yang mulai populer. Pada
tahun1970-an, film sudah bisa direkam dalam jumlah massal
dengan menggunakan videotape yang kemudian dijual.

Tahun 1980-an ditemukan teknologi laser disc, lalu VCD dan


kemudian menyusul teknologi DVD. Hingga saat ini digital
movie yang lebih praktis banyak digemari sehingga semakin
menjadikan popularitas film meningkat dan film menjadi
semakin dekat dengan keserarian masyarakat modern.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan
dalam dua pengertian. Yang pertama, film merupakan sebuah
selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk
menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Yang kedua, film
diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks
khusus, film diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak
yang biasanya juga disimpan dalam media seluloid tipis dalam
bentuk gambar negatif. Meskipun kini film bukan hanya dapat
disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film dapat juga
disimpan dan diputar kembali dalam media digital.

Sejarah film tidak bisa lepas dari sejarah fotografi. Dan sejarah
fotograf tidak bisa lepas dari peralatan pendukungnya, seperti
kamera. Kamera pertama di dunia ditemukan oleh seorang
Ilmuwan Muslim, Ibnu Haitham. Fisikawan ini pertama kali
menemukan Kamera Obscura dengan dasar kajian ilmu optik
menggunakan bantuan energi cahaya matahari.
Mengembangkan ide kamera sederhana tersebut, mulai
ditemukan kamera-kamera yang lebih praktis, bahka inovasinya
demikian pesat berkembang sehingga kamera mulai bisa
digunakan untuk merekam gambar gerak. Ide dasar sebuah film
sendiri, terfikir secara tidak sengaja.

Pada tahun 1878 ketika beberapa orang pria Amerika berkumpul


dan dari perbincangan ringan menimbulkan sebuah pertanyaan:
“Apakah keempat kaki cicak berada pada posisi melayang pada
saat bersamaan ketika kuda berlari?" Pertanyaan itu terjawab
ketika Eadweard Muybridge membuat 16 frame gambar kuda
yang sedang berlari. Dari 16 frame gambar kuda yang sedang
berlari tersebut, dibuat rangkaian gerakan secara urut sehingga
gambar kuda terkesan sedang berlari. Dan terbuktilah bahwa ada
satu momen di mana kaki kuda tidak menyentuh tanah ketika
kuda tengah berlari kencang Konsepnya hampir sama dengan
konsep film kartun. Gambar gerak kuda tersebut menjadi gambar
gerak pertama di dunia. di mana pada masa itu belum diciptakan
kamera yang bisa merekam gerakan dinamis.

Setelah penemuan gambar bergerak Muybridge pertama kalinya,


inovasi kamera mulai berkembang ketika Thomas Alfa Edison
mengembangkan fungsi kamera gambar biasa menjadi kamera
yang mampu merekam gambar gerak pada tahun 1888, sehingga
kamera mulai bisa merekam objek yang bergerak dinamis. Maka
dimulailah era baru sinematografi yang ditandai dengan
diciptakannya sejenis film dokumenter singkat oleh Lumière
Bersaudara.

Film yang diakui sebagai sinema pertama di dunia tersebut


diputar di Boulevard des

Capucines, Paris, Prancis dengan judul Workers Leaving the


Lumière's Factory pada tanggal 28

Desember 1895 yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya


sinematografi. Film inaudibel yang hanya berdurasi beberapa
detik itu menggambarkan bagaimana pekerja pabrik
meninggalkan tempat kerja mereka di saat waktu pulang.

Pada awal lahirnya film, memang tampak belum ada tujuan dan
alur cerita yang jelas. Namun ketika ide pembuatan film mulai
tersentuh oleh ranah industri, mulailah film dibuat lebih
terkonsep, memiliki alur dan cerita yang jelas. Meskipun pada
era baru dunia film, gambarnya masih tidak berwarna alias
hitam-putih, dan belum didukung oleh efek audio. Ketika itu, saat
orang-orang tengah menyaksikan pemutaran sebuah film, akan
ada pemain musik yang mengiringi secara langsung gambar
gerak yang ditampilkan di layar sebagai efek suara.
Dan meskipun Max dan Emil Skladanowsky muncul lebih dulu
di Berlin pada 1 November

1895, namun pertunjukan Lumiere bersaudara inilah yang diakui


kalangan internasional. Kemudian film dan bioskop ini
terselenggara pula di Inggris (Februari 1896). Uni Sovyet (Mei
1896), Jepang (1896-1897), Korea (1903) dan di Italia (1905).

Perubahan dalam industri perfilman, jelas nampak pada


teknologi yang digunakan. Jika pada awalnya, film berupa
gambar hitam putih, bisu dan sangat cepat, kemudian
berkembang hingga sesuai dengan sistem pengelihatan mata kita,
berwarna dan dengan segala macam efek- efek yang membuat
film lebih dramatis dan terlihat lebih nyata. Isu yang cukup
menarik dibicarakan mengenai industri film adalah
persaingannya dengan televisi. Untuk menyaingi televisi, film
diproduksi dengan layar lebih lebar, waktu putar lebih lama dan
biaya yang lebih besar untuk menghasilkan kualitas yang lebih
baik.

Menurut Jack Valenti, kekuatan unik yang dimiliki film, adalah:

1. Sebagai hasil produki sekelompok orang yang berpengaruh


terhadap hasil film:

2. Film mempunyai aliran-aliran yang menggambarkan


segmentasi dari audiensnya. Seperti: drama, komedi, horor, fiksi
ilmiah, action dan sebagainya. Bagi Amerika Serikat, meski film-
film yang diproduksi berlatar belakang budaya sana, namun film-
film tersebut merupakan ladang ekspor yang memberikan
keuntungan cukup besar.
Hal lainnya adalah soal konglomerasi dalam industri ini, dimana
konglomerat besar industri film dunia mempunyai kontrol
terhadap pendistribusian film ke bioskop, video, stasiun Televisi
kabel dan stasiun televisi sampai luar negeri. Hal tersebut
berimplikasi yangmembuat pemain baru tidak bisa masuk.

Hampir sama dengan industri musik dan rekaman, pelanggaran


hak atas kekayaan intelektual juga menghantui industri Sejarah
film baru dimulai dan baru sedikit orang yang bekerja di sini
sehingga sejarah

film memiliki keterbatasan teoritik.

Selama ini sejarah film: Terlalu ditekankan pada TV dan film itu
sendiri, karena sejarah ini ditulis oleh para kritikus. Film
merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Selama ini
pendekatan Sejarah film dilakukan dengan pendekatan yang sulit
diadaptasi, Penulisan sejarah tergantung dan hanya menyangkut
kenangannya saja, bukan

pendekatan sejarah yang benar. Penulisan sejarah dilakukan


dengan menggunakan sumber sutradara atau actor tanpa sikap
kritis. Pendekatan baru dalam sejarah film menggunakan lebih
banyak data, bukan hanya kesaksian actor, sutradara, dll.

Pendekatan sejarah film selama ini terlalu kategorik. Pengertian


gerakan film dan aliran film tidak membantu banyak dalam
penulisan sejarah film. Contohnya. nouvelle vague (new wave:
gerakan baru sinema Perancis di tahun 1960-an, dengan Jean Luc
Godard sebagai salah satu eksponennya, pen.). Nouvelle vague
itu gerakan atau hal yang semu semata? Bentuknya stereotip.
Penulisan sejarah film biasanya menggunakan biografi

Tahun 1913-1914 merupakan periode sejarah yang kompleks.


Film bisu merupakan early cinema, tapi bukan film primitif.
Pengertian primitif dalam film sebenarnya terpengaruh oleh
terminologi seni primitif yang mengacu pada seni Afrika. Lalu
istilah ini dipakai untuk menyebut film-film Melies. Early
cinema digunakan untuk menyebuat sinema awal.

Periode tahun 1902-1908, gambar ditampilkan dalam bentuk


lukisan (model Melies). Ini yang disebut model representasi
primitive (Noel Bratch). Pengambilan gambar diambil dalam
bentuk general shot. Penonton berada di luar frame. Setiap tableu
bersifat otonom.

Pada tahun 1918, ada fenomena yang berdampak ganda pada film
seni. Dalam salah satu film Melies, ada adegan kejar-mengejar
yang menampakkan cirri film comic. Dari sinilah muncul
scenario dan munculnya scenario ini didorong oleh munculnya
editing film. D.W. Griffith mengembangkan adegan kejar-
mengejar ini dari Pathe, sementara ia juga menggunakan gambar
telepon dan surat yang silih berganti. Gambar ini beraas! dari
film Goumount. Di film Griffith ini mulai terjadi peralihan ruang.
Pada tahun 1978, Federasi Arsip Film mengadakan kongres di
Brighton dan mempertontonkan 500 film early cinema. School
of Brighton adalah sebuah kolokium historiografi film. Film-film
ini ditemukan oleh sinematek Inggris. Ahli-ahli yang
berkonsentrasi pada early cinema ini kira-kira 350-an orang. Dari
temuan itu, kita mengetahui bahwa pada tahun 1908 profesi
sutradara belum seterhormat sekarang. Hal ini membuktikan
bahwa sejarah film harus terus-menerus ditulis
2 Sejarah Singkat Perfilman Indonesia

Setelah membahas tentang sejarah singkat perkembangan film


secara global, selanjutnya akan mengulas sejarah singkat
perkembangan perfilman di Indonesia. Sejarah perfilman di
tanah air ini juga mengalami perkembangan dari masa ke masa.
Stanley J. Baran (2012) dalam Pengantar Komunikasi Massa,
menguraikan seperti apa perkembangan film Indonesia dari masa
ke masa itu, sebagaimana dapat dijumpai di
bawah ini:

1. Tahun 1900-1920, film masuk ke Indonesia.


. Tahun 1929, produksi film pertama di Indonesia.
3. Tahun 1955, pembentukan FFI.

4. Tahun 1960-1970an, kelesuan dan kebangkitan perfilman


Indonesia.

5. Tahun 1980-1990an, munculnya persaingan dengan film asing


dan
sinetron televisi.

6. Tahun 2000, kebangkitan kembali perfilman Indonesia.

Dari penjabaran yang diungkap oleh Stanley J. Baran di atas,


menunjukkan bahwa di Indonesia film pertama kali
diperkenalkan pada 5 Desember 1900 di Batavia sekarang
dikenal dengan nama Jakarta. Pada masa itu, film di Indonesia
dikenal sebagai sebuah “gambar idoep”. Film pertama kali
dipertontonkan adalah sebuah film dokumenter yang
berceritakan tentang perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den
Haag.
Sejarah film mencatat pula adanya film impor dari film yang ada
di Amerika. Pada awalnya, film ditemukan tidak dianggap
sebagai karya seni. Film dianggap sebagai sebuah tiruan dari
sebuah kenyataan. Pada akhirnya, film dapat diakui sebagai
sebuah karya seni yang diawali dengan adanya sejarah panjang
yang ditandai oleh sejarah panjang dengan bermunculan para
pembuat film di berbagai negara dan akhirnya film diakui
sebagai bagian dari karya seni.

Di antara film-film paling terkenal di Indonesia adalah film-film


yang diproduksi pada awal 1950-an oleh Perusahaan Perfini,
tentang zaman perjuangan—masa perjuangan nasional—yang
dimulai dengan deklarasi kemerdekaan oleh Sukarno dan Hatta
pada 17 Agustus 1945 dan berlanjut hingga kemerdekaan dari
Belanda pada 27 Desember 1949. Perusahaan Perfini
(Perusahaan Film Nasional Indonesia) didirikan pada awal 1950
oleh penulis-produser-sutradara kelahiran Sumatera Barat,
Usmar Ismail (1921–1971 ). Meskipun Usmar Ismail bukanlah
sutradara pertama yang menyelesaikan sebuah film di negara
Indonesia yang baru merdeka, film-film yang diproduksi olehnya
dan rekan-rekannya di perusahaan Perfini selama sepuluh tahun
pertama secara luas dianggap di Indonesia sebagai satu-satunya
yang paling penting. karya-karya inovatif perfilman Indonesia
pada masa awal pasca kemerdekaan.1
Sebelum mendirikan Perfini, Usmar telah bekerja di berbagai
bidang. Selama perang Pasifik, sebagai pemuda dia dikenal
karena pementasan dramanya yang berbakat dengan grup Maya,
seorang amatir

perusahaan teater yang didirikan di Jakarta pada Juli 1944 di


bawah naungan pendudukan Jepang melalui Pusat Kebudayaan
mereka, 'Keimin Bunka Shidōsho' (Pusat Bimbingan Pencerahan
Budaya Populer). Perusahaan mementaskan lakon Barat dalam
terjemahan, tetapi juga beberapa lakon Jepang dan lakon
Indonesia baru.2 Cohen menganggap Usmar Ismail sebagai
'kekuatan artistik pendorong yang tak diragukan lagi' dalam
kelompok Maya. Pada tahun 1945, dengan berakhirnya perang,
Usmar bekerja sebagai jurnalis, pertama di Jakarta, dan
kemudian—dengan kembalinya Belanda ke Jakarta—di daerah
Yogyakarta yang dikuasai Republik, sekaligus menjadi mayor di
New York. membentuk Tentara Nasional Indonesia. Ia sempat
dipenjarakan oleh Belanda ketika ia pergi ke Jakarta untuk
meliput Konferensi Renville yang ditengahi PBB, yang
diselenggarakan bersama Belanda pada bulan Desember 1947. Ia
dibebaskan melalui teman-temannya yang berpengaruh, dan
kemudian pada tahun 1948 dan 1949 memperoleh pengalaman
bekerja di Jakarta. pada film yang diproduksi oleh perusahaan
Belanda, South Pacific Films. Di sini ia mendapatkan
pengalaman pertamanya terlibat dalam penyutradaraan film layar
lebar.
Usmar menyutradarai berbagai macam film dalam berbagai
genre dalam perjalanan karirnya. Namun, film-film Usmar yang
paling banyak dikagumi adalah film-film pertama yang ia
sutradarai setelah kemerdekaan, dimulai dengan Darah dan Do'a
(secara harfiah berarti 'Darah dan Doa', tetapi juga dikenal
dengan judul bahasa Inggris 'The Long March'), ceritanya
berkembang dari peristiwa yang terjadi di Jawa Tengah dan Jawa
Barat dalam delapan belas bulan terakhir perjuangan
kemerdekaan. Lokasi pengambilan gambar Darah dan Do'a
dimulai pada tanggal 30 Maret 1950, hanya tiga bulan setelah
pencapaian resmi kemerdekaan Indonesia pada akhir tahun 1949.
Film Perfini awal yang banyak dikagumi lainnya termasuk Enam
Djam di Jogja ('Enam Jam di Jogja', 1951 ), yang
menggambarkan pemberontakan melawan pendudukan Belanda
di Yogyakarta pada Maret 1949, dan Lewat Djam Malam
('Setelah Jam Malam', 1954), tentang kembalinya seorang
pejuang kemerdekaan ke kehidupan sipil.3 Karya Usmar sangat
dihargai di Indonesia. periode ini adalah peringatan hari
pembuatan film Darah dan Doa dimulai, 30 Maret, diperingati di
Indonesia sebagai Hari Film Nasional.4
Salah satu tujuan dari bab ini adalah untuk memberikan analisis
kritis yang mendetail tentang film-film tersebut dan untuk
mengevaluasi signifikansinya, mengingat bahwa terlepas dari
reputasinya di Indonesia, film-film tersebut belum pernah
dibahas secara mendetail sebelumnya, baik oleh para sarjana dan
kritikus Indonesia, maupun oleh para sarjana dari luar negeri. .
Terlepas dari persetujuan luas di kalangan film Indonesia tentang
pentingnya karya Usmar, hal ini telah ditentang oleh para sarjana
sinema Indonesia di luar negeri, dan pandangan mereka akan
dibahas pada waktunya. Isu kedua adalah hubungan film-film
awal Usmar Ismail dengan neorealisme Italia. Gaya film-film ini
sering dibandingkan dengan gaya film-film neorealis yang
muncul di Italia sekitar lima tahun sebelumnya. Masalah ketiga
dan utama adalah potret bangsa yang ditampilkan oleh film-film
Perfini ini, karena jelas merupakan karya-karya nasionalis, tetapi
potret bangsa yang mereka hadirkan terkadang kritis terhadap
aspek perjuangan kemerdekaan, tidak seperti film-film neorealis
Italia Rossellini. , misalnya, dengan penekanan kuat pada
kemanusiaan rakyat Italia pada saat penggulingan fasisme di
Italia, tetapi dengan sedikit pemeriksaan terhadap fasisme itu
sendiri.
Berkenaan dengan isu neorealisme, kesamaan gaya film-film
Usmar awal ini sama dengan film-film neorealis Italia yang
diakui secara internasional—penggunaan non-aktor dan lokasi
aktual; hanya penggunaan pencahayaan buatan yang terbatas,
yang menghasilkan efek newsreel; berkurangnya pre-scripting
sebuah film, dengan adegan dan cerita yang diimprovisasi di
lokasi—telah ditunjukkan oleh banyak kritikus Indonesia.5 Yang
lain mempertanyakan bukti pengaruh ini, menunjukkan bahwa
tidak ada diskusi tentang neorealisme dalam tulisan-tulisan
Usmar.6 Faktanya , dalam laporannya tentang Festival Film
Venesia tahun 1959, Usmar membandingkan film Rossellini
baru yang ditayangkan di sana, Il Generale Della Rovere, dengan
film-film neorealis Rossellini sebelumnya, dengan alasan bahwa
masalah dengan Il Generale Della Rovere adalah naskahnya
terlalu jelas dan tidak memiliki spontanitas yang muncul dari
kebutuhan akan improvisasi yang menjadi ciri film-film
Rossellini sebelumnya. Dan improvisasi berdasarkan garis besar
cerita dasar adalah fitur modus produksi Usmar Darah dan Do'a,
seperti yang dijelaskan dalam esainya tentang produksi film itu,
'Film Saya Yang Pertama' (Film Pertama Saya). ), pertama kali
diterbitkan pada tahun 1963.7 Jelas dari artikel ini bahwa Usmar
pada tahap tertentu memikirkan cara produksi Rossellini dan
beberapa metode neorealisnya. Selain itu, ada laporan bahwa ada
diskusi tentang neorealisme Italia di kalangan Usmar pada tahun
1949, seperti yang diharapkan, mengingat para pembuat film
muda ini akan tertarik dengan perkembangan terkini dalam
sinema dunia.8 Oleh karena itu, hampir pasti bahwa Usmar sadar
secara luas dari metode neorealis Italia ketika dia mulai membuat
Darah dan Do'a pada awal 1950, bahkan jika dia belum pernah
menonton film neorealis.9 Selain itu, mengingat sumber daya
yang tersedia untuk Usmar pada saat itu, dia perlu memanfaatkan
banyak dari metode neorealis ini, jika dia ingin membuat film.
Kesamaan dan perbedaan film-film tersebut dengan beberapa
film neorealis akan ditelaah lebih lanjut di bab ini.
Pembahasan singkat Krishna Sen tentang film-film awal Usmar
dalam bukunya tahun 1994, Sinema Indonesia: Membingkai
Orde Baru, terutama tidak ditekankan pada film-film itu, tetapi
pada apa yang disebut 'elitisme' latar belakang keluarga Usmar,
dan pada latar belakang keluarga Usmar. budaya Muslim sayap
kanan

politik 1960-an.10 Sebaliknya, ia menekankan karya pembuat


film sayap kiri, Bachtiar Siagian (1923–2002). Baru-baru ini,
Charlotte Setijadi-Dunn dan Thomas Barker menyatakan bahwa
klaim yang dibuat—oleh Misbach Biran dan lainnya—mengenai
pentingnya film-film Usmar di awal 1950-an sebagai karya
perintis, film-film pertama yang mewujudkan kesadaran nasional
Indonesia, ' menggerogoti kekayaan sejarah film Indonesia', yang
pada dasarnya mengaburkan peran etnis Tionghoa dalam
membangun industri produksi film di Indonesia sejak akhir
1920-an dan seterusnya.11 Bahkan, banyak dari buku perintis
Biran tentang sejarah pembuatan film film-film di Jawa dari
tahun 1900 hingga 1950, berdasarkan penelitian orisinalnya
sendiri selama bertahun-tahun, dikhususkan untuk
mendeskripsikan karya produser-sutradara etnis Tionghoa dalam
membangun industri film layar lebar di Batavia antara tahun
1928 dan 1949.12 Sebagai kepala pendiri Sine- matek Indonesia,
arsip film di Jakarta, Biran juga merupakan kolektor awal utama
dari salinan film-film yang masih ada yang dibuat pada masa
penjajahan oleh produser-produser Cina. Namun, persoalan
besar bagi Setijadi dan Barker adalah pernyataan singkat Biran—
dalam buku yang sama tentang film di Jawa pada masa
kolonial—bahwa karena Indonesia masih belum ada saat itu,
film-film buatan Hindia Belanda tidak bisa dianggap sebagai
film. sebagai film Indonesia, karena tidak didasarkan pada
kesadaran nasional Indonesia.13 Biran juga menyatakan bahwa
hingga tahun 1950, film diproduksi terutama untuk mencari
keuntungan dengan memberikan hiburan, dan cerita mereka
sering diambil dari film Cina atau dari Hollywood, dan hanya
dengan Darah dan Do'a seorang sutradara 'akan membuat film
yang mencerminkan karakteristik kepribadian bangsa', mengutip
pernyataan yang dibuat oleh Usmar sendiri dalam sebuah
wawancara yang diberikan pada tahun 1950 tentang tujuannya
membuat film tersebut.14

Dengan pemikiran ini, Barker membahas film-film Usmar awal


1950-an sebagai titik awal dari wacana memecah belah film
nasional, sebuah wacana yang tidak hanya meminggirkan
inisiatif 'non-pribumi' dalam industri film, tetapi lebih
menekankan pada idealisme daripada komersial. - sialisme, dan
mendukung sinema berkualitas yang terlepas dari selera
populer.15 Namun, teori-teori yang mengutamakan penciptaan
sinema nasional pribumi tidak hanya terbatas di Indonesia.
Faktanya, wacana film nasional di Indonesia memiliki kedekatan
dengan beberapa tujuan pembuat film dan kritikus yang
mengadvokasi ‘Sinema Ketiga’. Menulis di tahun 1960-an dan
1970-an, para pembuat film ini—sering kali di negara-negara
yang baru merdeka dan terjajah—menganjurkan sinema lokal
atau nasional yang akan mencerminkan, memajukan (dan bahkan
menginterogasi) budaya lokal, sekaligus menolak nilai-nilai
budaya lokal. bioskop yang sukses secara komersial di mana
mereka melihat Hollywood (dan peniru lokalnya) sebagai
perwakilan utama, dan dengan siapa mereka harus bersaing.16
Kritik para sarjana luar negeri terhadap penilaian Indonesia
terhadap film-film Perfini akan diperiksa lebih lanjut menjelang
akhir bab ini, setelah saya menetapkan dasar-dasar yang dapat
digunakan untuk menilai kualitas dan pentingnya film-film
tersebut. Kita mungkin ingat bahwa salah satu alasan film-film
Usmar dirayakan di Indonesia adalah karena sebagian besar
disimpan dalam bentuk yang relatif lengkap di lemari besi
Sinematek Indonesia, dan dapat ditonton secara penuh—
misalnya di festival film atau di televisi atau di Sinematek—tidak
seperti film-film yang dibuat oleh orang Tionghoa Indonesia
pada periode 1929–1949, tidak ada satupun yang bertahan dalam
bentuk utuh, selusin atau lebih film dari periode ini yang
disimpan dalam koleksi di Sinematek Indonesia sebagian besar
hanya berupa fragmen.

1. Jelaskan apa yang Anda pahami terkait film!


2. Jelaskan sejarah singkat perkembangan film dunia!
3.
Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Proyeksi film
indonesia pertama muncul pada masa kolonial, yang mana film-film tersebut
terbatas hanya dapat ditonton oleh orang-orang Eropa dan Amerika. Film ini
pun kebanyakan adalah film dokumenter mengenai kehidupan warga lokal
indonesia dan keindahan alam, selain itu film-film panjang banyak diimpor
dari Prancis dan Amerika Serikat. Salah satu contoh film dokumenter yang
tayang pada 1919 adalah Onze Oost atau Timur Milik Kita. Sempat menjadi
raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, dekade tersebut merupakan
puncak pencapaian dalam popularitas industri setelah periode Kemerdekaan,
terutama ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop lokal. Film-film
yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan masih
banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara
lain Onky Alexander, Meriam Bellina, Lydia Kandou, Nike Ardilla,
Paramitha Rusady, Desy Ratnasari. HATI HATI ADA RENDI

Definisi film Indonesia pun menjadi pertimbangan penting bagaimana


sebuah film dapat disebut beridentitas lokal atau Indonesia, Badan Perfilman
Indonesia atau BPI merangkum definisi film indonesia sebagai film-film
yang dibuat dengan sumberdaya Indonesia, dan keseluruhan atau sebagian
Kekayaan Intelektualnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau Badan
hukum Indonesia. Pada tahun-tahun itu acara Festival Film Indonesia masih
diadakan tiap tahun untuk memberikan penghargaan kepada insan film
Indonesia pada saat itu. Tetapi karena satu dan lain hal perfilman Indonesia
semakin jeblok pada tahun 90-an yang membuat hampir semua film
Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat
itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri.
Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut. Hal
tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film Petualangan
Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, penyanyi cilik penuh bakat
Indonesia. Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan
kepada anak-anak. Riri Riza dan Mira Lesmana yang berada di belakang
layar berhasil membuat film ini menjadi tonggak kebangkitan kembali
perfilman Indonesia. Antrian panjang di bioskop selama sebulan lebih
menandakan kesuksesan film secara komersial. Setelah itu muncul film film
lain yang lain dengan segmen yang berbeda-beda yang juga sukses secara
komersial, misalnya film Jelangkung yang merupakan tonggak tren film
horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu yang
cukup lama. Selain itu masih ada film Ada Apa dengan Cinta? yang
mengorbitkan sosok Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra ke kancah
perfilman yang merupakan film romance remaja. Sejak saat itu berbagai film
dengan tema serupa yang dengan film Petualangan Sherina (diperankan oleh
Derbi Romero, Sherina Munaf), yang mirip dengan Jelangkung (Di Sini Ada
Setan the Movie, Tusuk Jelangkung), dan juga romance remaja seperti
Biarkan Bintang Menari, Eiffel I'm in Love. Ada juga beberapa film dengan
tema yang agak berbeda seperti Arisan! oleh Nia Dinata.

Selain film-film komersial itu juga ada banyak film film nonkomersil
yang berhasil memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul Pasir
Berbisik yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dengan Christine Hakim
dan Didi Petet. Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh Christine
Hakim seperti Daun di Atas Bantal yang menceritakan tentang kehidupan
anak jalanan. Tersebut juga film-film Garin Nugroho yang lainnya, seperti
Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, juga ada film Marsinah yang penuh
kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain itu juga ada film film
seperti Beth, Novel tanpa huruf R, Kwaliteit 2 yang turut serta meramaikan
kembali kebangkitan film Indonesia. Festival Film Indonesia juga kembali
diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun. Jumlah penonton
bioskop pun meningkat dengan lebih dari 42 juta penonton pada tahun 2017.
Dengan jumlah layar berkitar pada 1700 layar di tahúr 2018, dan di
perkirakan akan bertambah sampai dengan 3000 layar pada tahun 2020,
sektor ini pun di dominasi oleh sejumlah grup besar, terutama 21 Cineplex,
CGV Cinemas dan Cinemaxx.

Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat


bangun. Masyarakat Indonesia mulai mengganggap film Indonesia sebagai
sebuah pilihan di samping film-film Hollywood. Walaupun variasi genre
filmnya masih sangat terbatas, tetapi arah menuju ke sana telah terlihat.

-Sejarah

1.Periode 1900 – 1942


Poster film Loetoeng Kasaroeng tahun 1926.

Era awal perfilman Indonesia ini diawali dengan berdirinya bioskop


pertama di Indonesia pada 5 Desember 1900 di daerah Tanah Abang, Batavia
dengan nama Gambar Idoep yang menayangkan berbagai film bisu. Film
pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu tahun
1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda
G. Kruger dan L. Heuveldorp. Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor
lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama
kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic,
Bandung. Setelah sutradara Belanda memproduksi film lokal, berikutnya
datang Wong bersaudara yang hijrah dari industri film Shanghai. Awalnya
hanya Nelson Wong yang datang dan menyutradarai Lily van Java (1928)
pada perusahaan South Sea Film Co. Kemudian kedua adiknya Joshua dan
Otniel Wong menyusul dan mendirikan perusahaan Halimoen Film.

Sejak tahun 1931, pembuat film lokal mulai membuat film bicara.
Percobaan pertama antara lain dilakukan oleh The Teng Chun dalam film
perdananya Boenga Roos dari Tcikembang (1931) akan tetapi hasilnya amat
buruk. Beberapa film yang lain pada saat itu antara lain film bicara pertama
yang dibuat Halimoen Film yaitu Indonesia Malaise (1931). Pada awal tahun
1934, Albert Balink, seorang wartawan Belanda yang tidak pernah terjun ke
dunia film dan hanya mempelajari film lewat bacaan-bacaan, mengajak
Wong Bersaudara untuk membuat film Pareh dan mendatangkan tokoh film
dokumenter Belanda, Manus Franken, untuk membantu pembuatan film
tersebut. Oleh karena latar belakang Franken yang sering membuat film
dokumenter, maka banyak adegan dari film Pareh menampilkan keindahan
alam Hindia Belanda. Film seperti ini rupanya tidak mempunyai daya tarik
buat penonton film lokal karena dalam kesehariannya mereka sudah sering
melihat gambar-gambar tersebut. Balink tidak menyerah dan kembali
membuat perusahaan film ANIF (Gedung perusahaan film ANIF kini
menjadi gedung PFN, terletak di kawasan Jatinegara) dengan dibantu oleh
Wong bersaudara dan seorang wartawan pribumi yang bernama Saeroen.
Akhirnya mereka memproduksi membuat film Terang Boelan (1934) yang
berhasil menjadi film cerita lokal pertama yang mendapat sambutan yang
luas dari kalangan penonton kelas bawah. Jumlah film layar lebar yang
diproduksi di Indonesia

2.Periode 1942 - 1949

"Bekerdja", salah satu film propaganda yang diproduksi oleh Jepang.


Pada masa ini, produksi film di Indonesia dijadikan sebagai alat propaganda
politik Jepang. Pemutaran film di bioskop hanya dibatasi untuk penampilan
film -film propaganda Jepang dan film-film Indonesia yang sudah ada
sebelumnya, sehingga bisa dikatakan bahwa era ini bisa disebut sebagai era
surutnya produksi film nasional. Pada 1942 saja, Nippon Eigha Sha (日本映
畫社), perusahaan film Jepang yang beroperasi di Indonesia, hanya dapat
memproduksi 3 film yaitu Pulo Inten, Bunga Semboja dan 1001 Malam.
Lenyapnya usaha swasta di bidang film dan sedikitnya produksi yang
dihasilkan oleh studio yang dipimpin oleh Jepang dengan sendirinya
mempersempit ruang gerak dan kesempatan hidup para artis dan karyawan
film dan pembentukan bintang-bintang baru hampir tidak ada. Namun
mereka yang sudah dilahirkan sebagai artis tidaklah dapat begitu saja
meninggalkan profesinya. Satu-satunya jalan keluar untuk dapat terus
mengembangkan dan memelihara bakat serta mempertahankan hidup adalah
naik panggung sandiwara. Beberapa rombongan sandiwara profesional dari
zaman itu antara lain adalah Bintang Surabaya, Pancawarna dan Cahaya
Timur di Pulau Jawa. Selain itu sebuah kumpulan sandiwara amatir Maya
didirikan, dimana didalamnya bernaung beberapa seniman-seniwati
terpelajar dibawah pimpinan Usmar Ismail yang kelak menjadi Bapak
Perfilman Nasional.

3.Periode 1950 - 1962

Hari Film Nasional diperingati oleh insan perfilman Indonesia setiap


tanggal 30 Maret karena pada tepatnya tanggal 30 Maret 1950 adalah hari
pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of
Siliwangi yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Hal ini disebabkana karena
film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia. Selain
itu film ini juga merupakan film pertama yang benar-benar disutradarai oleh
orang Indonesia asli dan juga diproduksi oleh perusahaan film milik orang
Indonesia asli yang bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia)
dimana Usmar Ismail tercatat juga sebagai pendirinya. Selain itu pada tahun
1951 diresmikan pula Metropole, bioskop termegah dan terbesar pada saat
itu. Pada masa ini jumlah bioskop meningkat pesat dan sebagian besar
dimiliki oleh kalangan non pribumi. Pada tahun 1955 terbentuklah Persatuan
Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan Gabungan Pengusaha Bioskop
Seluruh Indonesia (GAPEBI) yang akhirnya melebur menjadi Gabungan
Bioskop Seluruh Indonesia (GABSI). Pada masa itu selain PFN yang dimiliki
oleh negara, terdapat dua perusahaan perfilman terbesar di Indonesia, yaitu
Perfini (dipimpin Usmar Ismail) dan Persari (dipimpin oleh Djamaluddin
Malik).

4.Periode 1962 - 1965

Era ini ditandai dengan beberapa kejadian penting terutama menyangkut


aspek politis, seperti aksi pengganyangan film-film yang disinyalir sebagai
film yang menjadi agen imperialisme Amerika Serikat, pemboikotan,
pencopotan reklame, hingga pembakaran gedung bioskop. Saat itu Jumlah
bioskop mengalami penurunan sangat drastis akibat gejolak politik. Jika pada
tahun 1964 terdapat 700 bioskop, pada tahun berikutnya, yakni tahun 1965
hanya tinggal tersisa 350 bioskop.

5.Periode 1965 - 1970

Era ini dipengaruhi oleh gejolak politik yang diakibatkan oleh peristiwa
G30S PKI yang membuat pengusaha bioskop mengalami dilema karena
mekanisme peredaran film rusak akibat adanya gerakan anti imperialisme,
sedangkan produksi film nasional masih sedikit sehingga pasokan untuk
bioskop tidak mencukupi. Saat itu inflasi yang sangat tinggi melumpuhkan
industri film. Kesulitan ini ditambah dengan kebijakan pemerintah
mengadakan sanering pada tahun 1966 yang menyebabkan inflasi besar-
besaran dan melumpuhkan daya beli masyarakat. Pada akhir era ini perfilman
Indonesia cukup terbantu dengan membanjirnya film impor sehingga turut
memulihkan bisnis perbioskopan dan juga meningkatkan animo masyarakat
untuk menonton yang pada akhirnya meningkatkan jumlah penonton.

6.Periode 1970 – 1991


Pada masa ini teknologi pembuatan film dan era perbioskopan mengalami
kemajuan, meski di satu sisi juga mengalami persaingan dengan televisi
(TVRI). Pada tahun 1971 didirikan Sinepleks Jakarta Theater oleh pengusaha
Indonesia, Sudwikatmono menyusul dibangunnya Studio 21 pada tahun
1987. Akibat munculnya raksasa bioskop bermodal besar itu mengakibatkan
terjadinya monopoli dan berimplikasi terhadap timbulnya krisis bagi bioskop
- bioskop kecil dikarenakan jumlah penonton diserap secara besar-besaran
oleh bioskop besar. Pada masa ini juga muncul fenomena pembajakan video
tape.

7.Periode 1991 - 1998

Di periode ini perfilman Indonesia bisa dikatakan mengalami "musim


dingin" dan hanya mampu memproduksi 2-3 film tiap tahun. Selain itu film-
film Indonesia didominasi oleh film-film bertema seks yang meresahkan
masyarakat. Kematian industri film ini juga ditunjang pesatnya
perkembangan televisi swasta, serta munculnya teknologi VCD, LD dan
DVD yang menjadi pesaing baru. Bertepatan dengan era ini lahir pula UU
No 8 Tahun 1992 tentang Perfilman yang mengatur peniadaan kewajiban izin
produksi yang turut menyumbang surutnya produksi film. Kewajiban yang
masih harus dilakukan hanyalah pendaftaran produksi yang bahkan
prosesnya bisa dilakukan melalui surat-menyurat. Bahkan sejak Departemen
Penerangan dibubarkan, nyaris tak ada lagi otoritas yang mengurusi dan
bertanggungjawab terhadap proses produksi film nasional. Dampaknya
ternyata kurang menguntungkan sehingga para pembuat film tidak lagi
mendaftarkan filmnya sebelum mereka berproduksi sehingga mempersulit
untuk memperoleh data produksi film Indonesia - baik yang utama maupun
indie - secara akurat. Pada era ini muncul juga buku mengenai perfilman
Indonesia yaitu 'Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia yang terbit
pada tahun 1992 dan mengupas tahapan perfilman Indonesia hanya sampai
periode 1991. Pada masa inipun sinetron mulai mengisi jam-jam hiburan
masyarakat. Dengan tajamnya tingkat penurunan produksi film nusantara,
pembajakan karya audiovisual, dan kehadiran sinetron di stasiun Tv nasional
memperburuk suasana industri perfilman dalam negeri. Meskipun begitu,
tidak banyak pilihan yang dapat ditemukan oleh penonton tanah air saat itu.
Dikarenakan juga oleh produksi film yang secara mayoritas adalah film-film
dewasa yang bernuansa vulgar dan dinilai kurang mendidik secara moral, dan
tidak sesuai dengan definisi film nasional Indonesia tayang secara bebas di
bioskop kecil daerah, melalui media video, televisi dan/atau proyeksi publik.
Sinetron juga secara mayoritas di awal kehadirannya diproduksi oleh
Multivision Plus yang didirikan oleh Raam Punjabi. Perusahaan film yang
pada masa itu lebih banyak memproduksi sinetron untuk televisi.

8.Periode 1998 - 2009

Akhir tahun 1999 hanya ada sekitar tujuh film produksi dalam negeri yang
tayang secara luas, keterpurukan ini dimulai sejak mundurnya produksi pada
tahun 1996 dengan hasil tiga puluh tiga film yang dapat diproduksi dan
terdata dalam sistem. Krisis ekonomi, kerusuhan berbau SARA (Suku, Ras,
Agama, dan Antar Golongan) dan berakhirnya Orde Baru di penghujung
tahun 1998 hampir mematikan industri perfilman indonesia secara
keseluruhan. Memasuki tahun 1999, era ini dianggap sebagai era
kebangkitan perfilman nasional atau kelahiran baru setelah mati suri.
Kebangkitan ini ditunjukkan dari kondisi perfilman Indonesia yang
mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang menggembirakan. Film
pertama yang muncul pada era ini adalah Cinta dalam Sepotong Roti karya
Garin Nugroho. Setelah itu muncul Mira Lesmana dengan Petualangan
Sherina dan Rudi Soedjarwo dengan Ada Apa dengan Cinta? (AADC) yang
sukses di pasaran. Hingga saat ini jumlah produksi film Indonesia terus
meningkat pesat meski masih didominasi oleh tema-tema film horor dan film
remaja. Pada tahun 2005, hadir Blitzmegaplex di dua kota besar di Indonesia,
Jakarta dan Bandung. Kehadiran bioskop dengan konsep baru ini mengakhiri
dominasi Cineplex yang dimiliki oleh Group 21 yang selama bertahun-tahun
mendominasi penayangan film.

9.Periode 2010 – 2019

Dalam kurun periode satu dekade terakhir perfilman Indonesia


mengalami berbagai peningkatan sangat signifikan dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya, tidak hanya dengan pembangunan ruangan bioskop baru
di wilayah luar jawa, tetapi dalam industri dibalik layarpun kehadiran
berbagai asosiasi yang mendukung produksi menjadi salah satu faktor
penting. Di dalam negeri upaya pemerintah dalam mempromosikan film
lokal dengan peraturan Undang-Undang Nomor 33 Perfilman pada tahun
2009 berimbas positif dalam perkembangan industri ini, dalam pasal 10
dijelaskan bahwa kegiatan perfilman dan pelaku usaha pertunjukan film
wajib mengutamakan film Indonesia dalam bagian 1, dan menjelaskan
mengutamakan penggunaan sumber daya dalam negeri secara optimal dalam
bagian 2. Sedangkan di perjelas dalam pasal 12 bahwa pelaku usaha
pertunjukan film dilarang mempertunjukan film hanya dari satu rumah
produksi dan dalam pengedarannya dilarang impor film melebihi 50% (lima
puluh persen) dari jam pertunjukannya selama enam bulan berturut-turut
demi menghindari praktek monopoli dan/atau persaingan tidak sehat. Film
Indonesia pun semakin marak hadir di festival-festival Internasional dan
mulai menggandeng negara lain sebagai pendukung dalam distribusi dan
produksi.

10.Periode 2020 - Sekarang

Pandemi COVID-19 di awal tahun 2020 melumpuhkan industri perfilman


dalam dan luar negeri. Indonesia yang tidak luput dari pandemi sempat
menjadi salah satu negara dengan tingkat infeksi tertinggi di dunia pada Juli
2021 dengan sekitar 44.721 kasus aktif, hal ini juga memaksa pemerintah
untuk membuat keputusan Penegakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM) darurat, yaitu pembatasan berbagai kegiatan berkelompok salah satu
imbasnya menyentuh pengusaha bioskop dan kegiatan pembuatan film untuk
tutup atau tertunda untuk sementara secara nasional sejak pertengahan maret
2020. Penutupan bioskop secara nasional menyentuh sekitar 68 bioskop, 387
layar yang tersebar di 33 kota dan 15 provinsi di Indonesia di periode awal
pandemi demi keamanan staff dan penonton. Meskipun terbatas dengan
kewajiban menjaga jarak dan kerja daring, pandemi tidak melumpuhkan
kreativitas anak bangsa untuk menulis dan membuat film, dan pengusaha
rumah produksi untuk tetap melanjutkan kegiatan profesional mereka
melalui platform daring. Hal ini pun mengadaptasi mulai berkembangnya
tren penonton daring dari platform Netflix dan mendorong industri lokal
untuk meningkatkan mutu platform mereka, dan/atau bekerja sama dengan
pihak channel televisi nasional untuk menghindari krisis ekonomi yang
disebabkan oleh pandemi. Berbagai rumah produksi independen pun mulai
ramai memproduksi film mereka dengan platform independen yang juga
dapat diakses secara legal dan daring seperti Viddsee dan Vidio.com sebuah
platform film dan series berbayar yang menayangkan tidak hanya film
Indonesia tetapi juga film-film luar negeri.

BAB 8 MENULIS SKENARIO

4.1 Pengertian Skenario


Menurut Cambridge Dictionary, skenario memiliki pengertian
sebagai deskripsi tindakan atau peristiwa yang mungkin terjadi di masa depan.
Definisi skenario dalam Kamus Bear Bahasa Indonesia adalah “rencana lakon
sandiwara atau film berupa adegan demi adegan yang tertulis secara
terperinci”. Berdasarkan pengertian tersebut, skenario berhubungan dengan
kata kunci “tindakan”, “masa depan, “rencana” “tertulis”, “terperinci”,
sehingga dapat didefinisikan bahwa skenario merupakan rencana tertulis yang
berisi tindakan-tindakan yang disusun secara rinci atau untuk dilaksanakan di
masa mendatang.

Pengertian skenario memiliki hubungan dengan tujuan, sebab


rencana yang disusun tentu mengarah kepada pencapaian suatu tujuan di masa
depan. Istilah skenario banyak digunakan dalam berbagai bidang, terutama di
bidang pendidikan. Skenario yang digunakan dalam bidang pendidikan
berhubungan dengan pembelajaran yang terjadi antara guru dengan peserta
didik selama proses belajar berlangsung, yang disebut dengan skenario
pembelajaran.

Skenario adalah sebuah dokumen yang berisikan deskripsi lengkap


tentang bagaimana adegan demi berlangsung dan terjalin menjadi sebuah
cerita utuh. Skenario bisa juga dibilang “cetak biru” atau “blue print” yang
menjadi tulang punggung sebuah cerita. Dalam penulisan skenario harus
menggunakan aplikasi khusus seperti final draft, celtx, trelby dan writer duet.
Di dalam skenario harus ada elemen dasar yakni heading, action, character,
parenthetical, dan dialogue.

Jenis-jenis skenario ada dua antara lain

• Plot Driven

Plot driven merupakan skenario yang mengutamakan plot sebagai tujuan


ceritanya. Penulis ingin membuat sebuah kejadian yang dialami tokoh utama
dan menceritakan inti dari cerita tersebut. Hal ini membuat para penonton
dapat memahami hal-hal apa saja yang dimaksud dari sebuah film. Selain itu,
penulis akan menyisipkan kejadian-kejadian utama yang membuat penonton
ingin pada beberapa adegan. Begitu pesan dari penulis skenario dapat
tersampaikan dengan baik tanpa adanya masalah

• Character Driven

Chracter Driven menggunakan karakter yang berbeda di dalam cerita untuk


mengontrol alur cerita. Sehingga karakter yang berhasil dimunculkan pada
sebuah film mempunyai kesan yang amat mudah untuk dapat diingat
penonton. Jenis skenario ini membuat keberadaan satu karakter sangat penting
dan tidak dapat diganti oleh karakter lainnya. Berbeda dengan plot driven yang
membuat peristiwa demi peristiwa datang menghampiri karakter utama demi
jalan cerita.

Cara menulis skenario yang baik

Hal yang utama yang perlu ditumbuhkan adalah minat kita sendiri
dalam mewujudkan tekad menjadi seorang penulis skenario yang baik.
Menjadi penulis skenario yang baik bukanlah cita-cita kebanyakan orang,
namun sebenarnya profesi ini merupakan alternatif pekerjaan yang cukup
menjanjikan, termasuk dari sisi finansial sehingga minat untuk menjadi
penulis skenario bisa dibangkitkan. Untuk penjadi penulis skenario
profesional, kita dibutuhkan bakat dalam bidang tulis-menulis. Bakat bisa
karena punya garis keturunan dari seorang penulis, dapat pula bakat alamiah
yang diperoleh bukan karena faktor keturunan. Jika kita telah memiliki modal
bakat, kita tinggal mempelajari mengenai teori kepenulisan maka tujuan
menjadi seorang penulis skenario dapat terwujud.

Keterampilan mengarang sangat dibutuhkan dalam kepenulisan


skenario, keterampilan mengarang itu sendiri bisa dipelajari oleh siapa saja,
sesuai dengan talenta yang kita punya dan juga ketekunan dalam bidang ini.
Sebagai penulis skenario, kita perlu juga mempunyai motivasi yang kuat,
motivasi dalam arti: apa tujuan kita menjadi penulis skenario? Masing-masing
orang bisa memiliki motivasi yang berbeda-beda, namun dengan berbekal
motivasi yang kuat, kita pasti akan berjuang lebih keras dan pantang menyerah
menjalani apa yang sedang kita kerjakan. Sebagai penulis skenario, kita perlu
menanamkan sikap disiplin terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan
urusan pekerjaan. Dalam disiplin waktu kerja, terkadang seorang penulis tidak
ingin dibatasi waktu berkerjanya, sebab dirinya bisa berkerja sampai larut
malam bahkan sampai pagi, hanya karena ingin mencari ketenangan atau
sedang mencari inspirasi. Namun hal ini sangat menganggu dan menyiksa diri
sendiri jika kita tidak disiplin dalam menentukan waktu kerja.

Menjadi penulis skenario perlu bekal kemampuan berpikir yang baik


atau kecerdasan yang prima. Kecerdasan dibutuhkan untuk dapat mengolah
cerita dengan baik, merangkai kisah demi kisah, konflik demi konflik secara
menarik dan apik. Kecerdasan juga diperlukan saat kita mendapatkan pesanan
skenario. Pikiran cerdas membantu kita memahami maksud si pemesan, dalam
hal ini adalah pihak production house atau broadcast sehingga kita tidak salah
menafsikan apa yang harus kita kerjakan. Sebagai penulis skenario,
pengetahuan luas juga dibutuhkan agar cerita yang kita buat dapat bervariasi,
tidak melulu berbicara tentang hal yang ada dalam diri sendiri saja. Kita perlu
banyak pengetahuan agar dapat memenuhi segala pesanan skenario. Pahami
segala macam bahan bacaan, baik fiksi maupun non fiksi. Mulai dari yang
menyangkut problem anak-anak hingga problem orang dewasa dan manula,
baik kisah dari dalam negeri maupun cerita-cerita dari luar negeri.

Cara menulis skenario

• Ide cerita
• Alur cerita atau plot
• Grafik cerita
• Setting cerita
• Observasi
• Riset
• Sinopsis
• Kerangka tokoh
• Profil tokoh

4.2 Menulis Skenario


4.2.1 Cara Menulis Skenario yang Baik dan Benar

4.2.2 Sumber Inspirasi dalam Menulis Skenario

Sebelum membahas tentang sumber inspirasi dalam menulis skenario sangat


penting untuk kita ketahui terlebih dahulu apa itu skenario. Jadi skenario
adalah sebuah naskah cerita yang menguraikan urut- urutan adegan, tempat,
keadaan, dan dialog, yang disusun dalam konteks struktur dramatik. Seorang
penulis skenario dituntut untuk mampu menerjemahkan setiap kalimat z
format pandang layar Bioskop atau televisi. Adapun fungsi dari skenario
adalah untuk digunakan sebagai petunjuk kerja dalam pembuatan film.

Menurut Baried dalam Venny Indria Ekowati (2003). Naskah adalah tulisan
tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil
budaya bangsa masa lampau.

Menciptakan dan menulis dasar acuan dalam bentuk naskah/skenario atas


dasar ide cerita sendiri atau dari pihak lain. Bagi penulis dasar acuan itu bisa
dilakukan secara bertahap mulai dari ide cerita, sinopsis (basic story),
treatment dan skenario, atau bisa langsung menjadi skenario.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi III, 2005). Naskah yaitu
karangan yang masih ditulis dengan tangan, karangan seseorang yang belum
diterbitkan, bahan-bahan berita yang siap untuk diset, atau sebuah rancangan.

Untuk membuat sebuah skenario atau naskah film tentu tidaklah mudah
diperlukannya ide-ide atau gagasan tentang sebuah cerita yang nantinya akan
dijadikan sebuah naskah film. Bagus atau tidaknya sebuah film juga
tergantung pada naskahnya atau skenarionya, jika jalan ceritanya bagus akan
tetapi skenarionya asal-asalan dan berantakan maka film yang dihasilkan juga
asal-asalan dan tidak memuaskan sehingga nantinya penulis skenario merasa
kecewa akan dirinya sendiri. Jadi sebelum membuat skenario yang bagus dan
memuaskan dibutuhkannya sumber inspirasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, inspirasi adalah


ilham atau imajinasi yang berbentuk daya cipta atau kreativitas. Sementara itu,
menurut English Collins Dictionary, inspirasi adalah stimulasi atau gairah
pikiran, perasaan, untuk aktivitas atau kreativitas khusus atau tidak biasa.

Sumber inspirasi dalam menulis skenario salah satunya adalah lingkungan,


yang merupakan berbagai bentuk alam jagat raya yang semuanya mempunyai
nilai estetika yang tinggi, terlihat sangat sempurna, sangat agung dan indah.
Pandangan terlihat luas ketika memandang sebuah lingkungan yang elok nan
indah, akan terjadi sebuah ketakjuban alam jagat raya ini. Berdirinya kita
karena lingkungan, lingkungan yang membangun kita menjadi seseorang yang
akan menghargai dan menghormati yang diciptakannya, sesungguhnya semua
isi dunia ini adalah anugerah yang tak terhingga nilainya, menyeluruh dan luas
seluasnya.

Definisi lingkungan hidup menurut para ahli, yaitu sebagai berikut.

Lingkungan hidup adalah Semua benda dan kondisi yang terdapat di dalam
ruang dimana manusia itu berada dan berpengaruh terhadap kelangsungan dan
kesejahteraan manusia (Munajat Saputra).
Lingkungan hidup adalah Lingkungan adalah jumlah sebuah benda dan
kondisi yang berada di dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi
kehidupan manusia (Otto Sumarwoto).

Lingkungan hidup adalah Segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruhnya


yang terdapat di dalam ruang yang mempengaruhi segala yang berada di dalam
ruang yang kita tempati (Emil

Salim).

lingkungan adalah sumber inspirasi karena kita hidup dalam sebuah


lingkungan yang membentuk karakter diri kita sendiri bagaimana caranya
bertahan hidup, bersosialisasi, berteman dan lain-lain semuanya diajarkan oleh
lingkungan sekitar kita. semua hal yang terjadi dalam lingkungan bisa kita
jadikan sebagai sumber inspirasi pembentukan sebuah karya atau yang saat ini
sedang kita bahas yaitu skenario. Jadi lingkungan termasuk salah satu sumber
inspirasi dalam menulis sebuah skenario. Kadang hal yang tidak pernah kita
pikirkan sebelumnya lalu kemudian terjadi dilingkungan sekitar kita membuat
kita memiliki ide-ide baru dengan memunculkan imajinasi dan membuatnya
menjadi indah dan semenarik mungkin

misalnya yang terjadi akhir-akhir ini yaitu kasus bunuh diri yang dilakukan
oleh seorang mahasiswi Unnes dengan cara terjun dari lantai 4 Mall Paragon
Semarang kita bisa menjadikan kasus ini inspirasi membuat sebuah skenario
film tentang pentingnya kesehatan mental dan kepedulian orang-orang
terhadap masalah yang dihadapi temannya atau kerabatnya guna menyadarkan
orang-orang bahwa kesehatan mental itu tidak bisa dianggap remeh butuh ahli
untuk membantu menyembuhkannya dan bagaimana peran orang sekitar
membantu si korban dengan menunjukkan kepeduliannya agar korban tidak
merasa sendirian dan dapat secara perlahan sembuh dari penyakit mentalnya
karena mengingat masih banyaknya orang yang sayang dan peduli akan
dirinya. Atau kita bisa juga membuat film fiksi tentang hero yang mencegah
orang-orang yang akan atau mau melakukan bunuh diri akan ada begitu
banyak ide yang muncul jika kita telah menemukan inspirasi dan salah satu
sumber inspirasi tersebut adalah lingkungan.
Sumber inspirasi dalam menulis skenario yang kedua adalah pengalaman
pribadi.

Semua hal yang terjadi pada diri kita bisa dijadikan sumber inspirasi dalam
menggarap sebuah film atau naskah film kita bisa menjadikan hal-hal menarik
yang pernah terjadi dalam hidup kita sebagai sebuah inspirasi dengan
menambahkan imajinasi di dalamnya. Misalnya pengalaman senang mendapat
juara atau sedih karena ditinggal oleh orang yang disayangi untuk selamanya
atau bisa juga momen lagi jatuh cinta sama seseorang, momen ditembak oleh
doi hal itu juga bisa dijadikan sebuah inspirasi, kita hanya perlu menambahkan
atau mengembangkan pengalaman pribadi tersebut menjadi sesuatu hal atau
cerita yang lebih kompleks dengan alur cerita yang seru dengan bumbu-bumbu
konflik yang menegangkan dan penyelesaian masalah yang jelas dengan alur
plottwist.

Menjadikan pengalaman pribadi sebagai salah satu sumber inspirasi juga dapat
membantu penulis skenario menentukan bagaimana harusnya skenario yang
akan dibuatnya tanpa berpikir panjang hanya perlu mengingat kejadian yang
pernah dialaminya dan tambahan hal-hal imajinasi dari otaknya dengan
mengganti nama tokoh, latar tempatnya dan lain sebagainya.

Sumber inspirasi menulis Skenario selanjutnya yaitu berita media massa,


karena berita dari media massa bisa memunculkan ide-ide baru seperti yang
sudah dibahas di atas tentang berita bunuh diri mahasiswi Unnes yang terjun
dari lantai 4 Mall Paragon Semarang memunculkan ide pembuatan film
tentang mental health, ada begitu banyak sekali berita yang beredar di media
massa baik itu berita yang penting bahkan berita yang tidak penting. Dari
berita atau kasus selingkuh atau perceraian kita juga bisa memunculkan ide
skenario film tentang dampak perceraian orang tua pada anak kita bisa
memberikan gambaran dari skenario film tersebut bahwa beginilah dampak
yang terjadi kepada anak jika orang tua bercerai, bagaimana kondisi hidup
mereka, bagaimana mereka bertahan dengan Kurangnya kasih sayang orang
tua, dan dampak perceraian tersebut terhadap psikis mereka. Hal ini bisa
menyadarkan masyarakat sekitar bahwa perceraian itu memiliki banyak
dampak terhadap anak sehingga membuat orang-orang yang awalnya berniat
untuk bercerai tidak jadi melakukan hal tersebut mengingat dampaknya
terhadap anak mereka, dan mereka akan mencoba untuk memperbaiki
hubungan rumah tangganya agar anaknya hidup dalam lingkungan keluarga
yang harmonis seperti yang diidamkan semua orang. Kita juga bisa membuat
film tentang kasus atau berita ibu yang Baby blues bahayanya menikah pada
usia yang belum matang dan persiapan mental yang kurang guna menyadarkan
masyarakat bahwa menjadi seorang ibu bukanlah hal yang mudah karena
kehidupan perempuan yang sebelumnya santai dan tenang menjadi berubah
total sehingga membuat mental perempuan tersebut terganggu dan menjadi
benci pada anak ya karena menganggap kehidupannya kacau karena hadirnya
anak tersebut. Juga berita ini bisa menjadi media untuk menyadarkan orang-
orang agar tidak terburu-buru untuk menikah jika belum siap mengalami
perubahan-perubahan yang akan terjadi kedepannya dalam hidup mereka.

Selanjutnya sumber inspirasi dalam menulis skenario yang keempat yaitu


membaca buku

Membaca buku selain untuk menambah ilmu dan memperluas wawasan juga
dapat menjadi inspirasi akan munculnya ide-ide pembuatan sebuah atau suatu
karya baik itu film atau yang lainnya. Hal yang kita baca bisa kita jadikan
inspirasi entah itu dari segala sesuatu konflik yang terjadi dalam buku tersebut
atau suatu kata baru yang kita temukan dalam buku tersebut juga bisa menjadi
sebuah inspirasi. Misalnya kita membaca buku tentang memasak makanan
yang lezat hal tersebut bisa menjadi inspirasi membuat film atau skenario film
tentang film masak-masak atau pertarungan ibu-ibu Komplek memasak
makanan khas daerah, atau membuat film MasterChef ala-ala, atau mungkin
jika membaca buku tentang pertualangan kita bisa membuat skenario film
tentang orang yang berpetualang menaiki gunung atau melewati hutan-hutan
rimba dan lain sebagainya. Jika kita membaca buku tentang ilmu pengetahuan
kita bisa membuat skenario film tentang manusia yang pintar dan kaya akan
ilmu dan bisa juga membagikan ilmu tersebut kepada orang lain, membuat
film tentang edukasi atau pendidikan.

Jadi dari sini jelas bahwa membaca buku juga menjadi salah satu inspirasi
dalam menulis sebuah skenario film selain untuk menambah wawasan juga
menambah ide-ide yang dapat memperkaya imajinasi pengarang.
Sumber inspirasi yang kelima yaitu mendengarkan musik. Musik adalah
sarana hiburan yang menggunakan irama atau melodi-melodi yang indah pada
setiap katanya diiringi oleh permainan alat musik. Kenapa musik bisa menjadi
salah satu sumber inspirasi karena musik itu seolah bercerita entah itu tentang
cinta tentang kesedihan, kesepian, kebahagiaan dari setiap kata yang terucap
atau dinyanyikan oleh penyanyinya kita bisa mendapatkan ide atau inspirasi

Seperti misalnya lagu cinta untuk mama bisa menjadi inspirasi dalam
pembuatan film tentang seorang mama yang rela berkorban demi anaknya
yang menjadikan anaknya prioritas hidupnya dan bentuk terima kasih seorang
anak kepada mamanya yang begitu hebat dalam membesarkannya
mendidiknya sehingga bisa menjadi manusia berguna bagi mamanya. Atau
lagu galau tentang putus cinta menjadi inspirasi membuat skenario film
tentang bagaimana tanggapan masing-masing pribadi orang jika menghadapi
masalah putus cinta, dari sini akan terlihat bagaimana pribadi masing-masing
orang itu berbeda beda dan tanggapannya tentang cinta juga berbeda ada yang
sangat haus akan cinta, ada yang bodoamat akan cinta dan ada yang rela
melakukan hal bodoh demi cinta

Sumber inspirasi dalam menulis skenario selanjutnya yaitu menonton film.


Kenapa menonton film? Karena setiap hal atau adegan yang terjadi dalam film
tersebut bisa menginspirasi kita untuk bisa membuat film juga sebagus yang
dibuat oleh orang-orang atau mungkin perasaan kurang puas menonton film
tersebut bisa kita puaskan dengan membuat skenario film kita sendiri yang
alurnya sesuai dengan apa yang kita inginkan. Jika kita menonton film action
maka kita akan terinspirasi juga untuk membuat film action dengan kegiatan
action seperti yang kita mau. Menonton film juga bisa menambah wawasan
atau pengetahuan kita tentang sebuah film, bagaimana sebaiknya pengambilan
gambarnya, bagaimana seharusnya pemecahan masalahnya dan lain
sebagainya.

Sumber inspirasi selanjutnya yaitu ide dari produser. Sebelumnya produser


adalah seorang yang bertanggung jawab atas seluruh pelaksanaan kegiatan
produksi film mulai dari persiapan tahap pra produksi, produksi hingga
pascaproduksi.
Ide dari produser bisa menjadi inspirasi membuat skenario karena produserlah
yang nantinya akan menentukan bagaimana film ini akan di produksi

Selanjutnya yaitu cerita rakyat. Inspirasi membuat naskah film juga bisa kita
dapatkan dari cerita rakyat atau legenda terdahulu seperti legenda batu malin
kundang yang sudah pernah dijadikan film guna menyadarkan masyarakat
agar tidak durhaka terhadap orang tua terutama pada seorang ibu. Karena ibu
yang melahirkan, memberi makan dan membesarkan kita dengan penuh
kehangatan dan kasih sayangnya berharap anaknya suatu saat menjadi orang
yang sukses dan berguna yang bisa membantu sesama. Malin kundang berhasil
menjadi orang sukses akan tetapi durhaka pada ibunya lupa akan kebaikan-
kebaikan ibunya sehingga dikutuk lah dia menjadi batu. Cerita ini bisa menjadi
inspirasi bagi kita dalam menulis skenario film karena mengandung banyak
makna dan pengakaran hidup di dalamnya. Kita juga bisa membuat ulang
filmnya dengan versi terbaru dan alur yang sedikit berbeda dengan imajinasi
yang berbeda.

Yang terakhir adalah sumber inspirasi menulis skenario karena tuntutan


pendidikan audio visual di kelas jurusan sastra Indonesia fakultas ilmu budaya.
Dosen membagi satu kelas menjadi 3 kelompok dan dari ketiga kelompok
tersebut masing-masing menghasilkan sebuah cerpen kemudian
dikembangkan menjadi cerita dengan alur yang plottwist kemudian dibuatkan
skenario filmnya dengan memperhatikan posisi kameranya bagaimana
pembagian tugas dalam kelompok bagaimana dan memperhatikan setiap
detail- detailnya dengan mise en scene yaitu semua aspek visual yang masuk
ke dalam frame atau kamera dalam pembuatan atau produksi sebuah film.

Tuntutan tugas inilah yang menginspirasi dalam penulisan skenario film


karena jika tidak ada tuntutan tugas mungkin hingga saat ini saya belum tahu
atau belum akan membuat skenario film karena membuat skenario sebuah film
tidaklah gampang karena banyak hal yang dipertimbangkan di dalamnya dan
harus menyesuaikan dengan naskah cerita yang telah dibuat dengan
sedemikian rupa.

Sumber inspirasi adalah hal yang menginspirasi atau sesuatu yang menjadi
dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu yang berguna, jadi sumber
inspirasi dalam menulis skenario yang saya dapatkan adalah dengan melihat
lingkungan sekitar dengan banyaknya fenomena yang terjadi bisa menambah
inspirasi kita untuk menulis skenario, yang kedua yaitu pengalaman pribadi
dari penulis skenario entah itu pengalaman sedih, pengalaman bahagia,
pengalaman haru, pengalaman jatuh cinta dan masih banyak pengalaman-
pengalaman yang lainnya yang bisa dijadikan inspirasi dalam menulis sebuah
skenario film, sumber inspirasi yang ketiga yaitu berita dari media massa, hal
yang sedang marak saat ini bisa dijadikan sebuah film atau skenario film
contohnya kerugian yang dialami oleh para penjual online setelah tiktok shop
di tutup karena pihak tanah abang mendemokan hal tersebut. Yang keempat
yaitu membaca buku karena dari buku kita bisa mendapat bacaan atau kalimat-
kalimat baru yang bisa menambah wawasan kita akan suatu hal yang bisa
menjadi inspirasi sebuah film atau pembuatan skenario film jika membaca
buku novel tentang kisah cinta maka kita akan terinspirasi membuat skenario
tentang novel tersebut. Selanjutnya yang kelimat yaitu mendengarkan musik
setiap bait atau kata yang diucapkan dalam musik atau lagu menggambarkan
suatu kedaan entah itu keadaan senang, sedih, haru dan lain sebagainya bisa
menjadi inspirasi membuat sebuah skenario film dari alunan lagu yang kita
dengarkan menambahkan ide-ide baru kepada kita yang mendengarkan.
Selanjutnya yang kelima yaitu ide dari produser yang mengharuskan penulis
skenario menulis sesuai dengan apa yang diinginkan produser, selanjutnya
cerita rakyat juga menjadi salah satu sumber inspirasi seperti misalnya cerita
malin kundang yang memiliki banyak pesan moral dan makna di dalamnya
yang bisa menambah inspirasi kita untuk membuat sebuah film atau skenario
film juga bisa menginspirasi kita membentuk konflik-konflik dalam film yang
akan kita buat, dan yang terakhir yaitu tuntutan tugas audio visual yang
menginspirasi dalam membuat skenario film karena jika tidak ada tuntutan
tugas ini maka saya sampai saat ini belum paham dan belum mengerti
bagaimana caranya membuat sebuah naskah atau skenario film.

4.2.3 Penulisan Skenario yang Baik dan Benar


Scenario merupakan naskah yang berisikan teks yang mengurutkan adegan adegan,
tempat, waktu dan dialog, yang sistematik. Scenario digunakan sebagai pedoman bagi
seluruh elemen yang ada yang terkait dengan pembuatan suatu projek. Penulisan scenario
menjadi kerangka suatu film, dalam scenario dapat dijelaskan dengan detail setiap objek
yang terkait dengan pembuatan film. Dalam scenario cerita atau dialog dikembangkan.
Penulisan scenario sangat berpengaruh kepada hasil jadi film tersebut. Penulisan scenario
dapat dilakukan oleh siapapun termasuk sutradara.

Penulisan scenario dapat terinspirasi dari novel, cerpen maupun cerita nyata. Penulisan
cerita atau pengembangan ide scenario yang terinspirasi dari novel, cerpen maupun cerita
nyata dapat dikembangkan lebih luas, ditambah maupun dikurangi.
Dilansir dari kompas.com penulis scenario berperan sebagai berikut.
1. Menulis sebuah cerita sebagai panduan atau petunjung pembuatan scenario atau
naskah
2. Mengembangkan cerita
3. Penulis scenario berperan untuk mengembangkan ide kreatif
4. Penulis scenario menulis scenario sesuai dengan format yang sudah ditentukan
5. Penulisan atau penyusunan scenario agar penonton dapat menikmati alur cerita
6. Menulis scenario dalam bentuk tertulis.

Scenario digunakan untuk berbagai media, seperti film, scenario tv, scenario drama,
scenario teater dan lainnya. Secara umum scenario digunakan untuk film, tv dan teater.
Scenario termasuk karya sastra tertulis. Format penulisan skenario sangat penting untuk
memastikan bahwa skenario Anda mudah dimengerti dan dapat diproduksi dengan baik.

Berikut adalah format penulisan skenario yang umum digunakan dalam industri film dan
televise, merujuk dari buku “The Screenwriter’s Bible” oleh David Trottier:
1. Halaman Skenario:
a. Gunakan kertas berukuran 8,5 x 11 inci.
b. Gunakan font Courier New dengan ukuran 12 poin.
c. Setel margin sekitar 1 inci dari semua sisi kertas.

2. Header:
a. Di pojok kiri atas halaman, tulis nama Anda, alamat, nomor telepon, dan alamat
email.
b. Di pojok kanan atas halaman, tulis jumlah revisi (jika ada), judul skenario, dan genre
(misalnya, "Naskah Skenario: [Judul]").
3. Slugline (Master Scene Heading):
a. Tempatkan slugline di sebelah kiri tengah halaman dengan menggunakan huruf tebal.
b. Slugline mencakup informasi tentang lokasi (INT. atau EXT.), tempat, dan waktu
(jika relevan).
c. c. Contoh: "INT. RUANG TAMU - MALAM" atau "EXT. TANAH
LAPANGAN - HARI".

4. Deskripsi Adegan:
a. Deskripsikan adegan dengan gaya naratif yang jelas dan singkat.
b. Gunakan paragraf pendek dan deskripsi yang mudah dimengerti.
c. Hindari deskripsi yang berlebihan atau terlalu detail.

5. Dialog:
a. Setelah deskripsi adegan, gunakan tanda panah (>) untuk menulis dialog karakter.
b. Nama karakter yang berbicara ditulis dalam huruf besar di tengah halaman.
c. Dialog ditulis di sebelah kiri tengah halaman dan diatur dengan format yang jelas.

6. Transisi:
a. Gunakan transisi seperti "CUT TO:", "DISSOLVE TO:", atau "FADE OUT."
untuk mengindikasikan perpindahan adegan.

7. Percabangan Cerita:
a. Jika cerita memiliki percabangan atau alternatif dalam alur cerita, gunakan format
yang jelas untuk menjelaskan pilihan tersebut.

8. Catatan dan Petunjuk Khusus:


a. Jika Anda memiliki catatan atau petunjuk khusus untuk sutradara, produser, atau tim
produksi, tambahkan dalam format yang terpisah (biasanya dalam huruf miring).
9. Naskah Lainnya:
a. Skenario juga mencakup elemen lain seperti keterangan musik, efek suara, dan aksi
khusus yang harus ditampilkan dalam produksi. Gunakan format yang khusus untuk
ini.

10. Nomor Halaman:


a. Nomor halaman biasanya ditempatkan di sudut kanan bawah halaman. Didalam
sebuah scenario selain adanya naskah atau dialog, juga terdapat gerak camera, atau
bagaimana pengambilan gambar pada suatu film diatur didalam scenario.
Pengambilan atau cara pengambilan gambar pada scenario sangat mempengaruhi
sudut pandang dan suasana pada film tersebut, didalam scenario tsegala hal aspek
diatur dengan detail.

Penulisan scenario yang baik dan bener dilihat dari penulisan pengembangan cerita yang
diangkat, selain kepada penulisan cerita, scenario yang baik mengantur sefala aspek film,
mulai dari kostum, make up, latar tempat, waktu, waktu tokoh masuk atau keluar. Dalam
suaru naskah scenario harus ditulis secara jelas dan tidak bertele tele, atau tidak
menggunakan bahasa yang berbelit belit agar semua orang dapat membaca naskah dan
membanyangkan saat dilapangan.

Cerita dalam suatu scenario dapat dikembangkan dengan baik apabila seorang penulis
memiliki kreatifitas yang tinggi, mengembangkan scenario dengan alur alur yang
tersusun rapid an masuk akal menjadi poin penting. Penulis dapat membawa penonton
atau pembaca scenario kedalam cerita.Alur yang ditulis oleh penulis scenario juga
menentukan scenario dapat dipahami atau dibaca. lur film adalah urutan peristiwa atau
cerita dalam sebuah film yang menggambarkan perkembangan karakter, konflik, dan
tema. Alur ini berfungsi sebagai tulang punggung narasi film dan membawa penonton
dari awal hingga akhir cerita.

Berikut adalah komponen dasar dalam alur film.


1 Pengenalan (Exposition) yaitu bagian awal film yang memperkenalkan penonton
kepada karakter utama, latar belakang, dan pengaturan cerita. Yang berisi informasi
yang diperlukan untuk memahami cerita, seperti waktu, tempat, dan karakter utama.
Konflik Utama Peristiwa atau situasi yang memicu konflik utama dalam cerita. Ini
adalah momen di mana karakter utama dihadapkan pada tantangan atau masalah yang
menggerakkan alur cerita.
2 Klimaks (Climax)Puncak ketegangan dalam cerita di mana konflik mencapai
tingkat tertinggi. Pada titik ini, karakter utama menghadapi tantangan terbesar dan
harus membuat keputusan kritis selanjutnya ada Penyelesaian (Resolution). Epilog
Bagian akhir yang memberikan penutupan untuk karakter dan cerita. Ini adalah
kesempatan untuk memberikan gambaran tentang masa depan karakter atau pesan
moral cerita. Penokohan dan Karakterisasi Seiring dengan perkembangan alur,
karakter-karakter dalam film juga mengalami perubahan dan perkembangan. Ini
mencakup perkembangan karakter utama dan karakter pendukung.
3 Tema dan Pesan Film sering menggambarkan tema dan pesan tertentu yang ingin
disampaikan kepada penonton. Ini dapat ditemukan dalam alur, tindakan karakter, dan
dialog. Twist atau Kejutan film memiliki twist plot atau kejutan yang tidak terduga
untuk menambahkan elemen kejutan dalam alur.
4 Alur film dapat sangat bervariasi tergantung pada genre film dan niat kreatif
pembuatnya. Hal ini mencakup berbagai jenis cerita, dari drama dan komedi hingga
thriller dan film fiksi ilmiah. Sebuah alur yang baik harus memiliki konstruksi yang
logis dan mempertimbangkan perkembangan karakter, ketegangan, dan resolusi untuk
menciptakan pengalaman yang memuaskan bagi penonton.

Skenario 3 Babak : Babak 1 :


1.Pastikan kita pembaca memihak tokoh utama
2.Jangan mengenalkan banyak tokoh baru dalam waktu cepat
3.Harus ada 1 hal yg dipertaruhkan
4.Pancing penonton dg masalah pokok dlm cerita
5.Masukkan kejadian yg merangsang emosi penonton
6.Perjelas sasaran tokoh utama (alasan2 mengapa dia harus meraih)
7.Cari momen menarik yg membelokkan cerita ke arah baru, yg mengubah kehidupan
tokoh utama dan mengantarkan kita ke Babak 2

Babak 2 :
1.Bangun cerita, bangun resiko lebih tinggi
2.Balikkan harapan-harapan. Mari memaksa protagonis mengambil resiko lebih besar
3.Beri rintangan, kesulitan yg lebih tinggi yg menghalangi
4.Jangan membosankan. Jagan membosankan, jaga suasana tegang, bahaya. Ini
tempat memperdalam tokoh utama, jangan bertele-tele
5.Masalah harus dashyat, kalau tokoh gagal, lalu apa yg terjadi.Buat penonton enggan ke
kamar mandi, kuatir kehilangan / ketinggalan momen
6.Jaga situasi penuh bahaya
7.Tidak menulis dialog berlebihan
8.Tokoh harus ada dalam situasi yg buruk di akhir babak

Babak 3 :
1.Harus seperti desakan yg cepat menuju akhir cerita
2.Jadikan momen terbesar dalam film kita sebagai titik klimaks. Jadi kita harus tahu
klimaks kita dulu sbeelumnya
3.Kita perlu punya kesadaran akan penyelesaian. Temukan cara yang menarik untuk satu
penyelesaian
4.Ingat, penyelesaian yg jelas adalah hasil keputusan positif atas krisi yg dihadapi dan
keputusan tersebut memberi kekuatan pada tokoh untuk menggapai sukses pada klimaks
film. Paksa tokoh membuat keputusan
5.Konsisten dari awal. Definiskan dg jelas semuanya
6.Akhir cerita harus konsisten dg tema. Hatihati di akhir cerita, karena harus
mengesankan lebih dari sebagian di film.

4.2.4 Adaptasi Penulisan Skenario dari Karya Sastra


Skenario merupakan bagian terpenting dalam pembuatan film. Skenario
adalah kunci untuk menciptakan sebuah cerita dalam pembuatan film.
Kreativitas seorang penulis skenario sangat besar pengaruhnya terhadap
kualitas film yang dihasilkan. Menurut Misbach (2006:19), skenario adalah
suatu rancangan penyampaian cerita atau gagasan dengan menggunakan
media film. Istilah skenario mengacu pada liku-liku sebuah cerita. Scenario
sendiri dibuat oleh seorang script writer. Di dalam sebuah produksi audio
visual script writer memiliki peran yang sangat penting. Skenario menurut
(Martinez-Sierra, 2012) adalah inti sari atau secara ekstrem bisa disebut roh
jiwa dari terbentuknya cerita dalam sebuah tayangan audio visual. Di dalam
penulisan naskah feature, script writer bertugas menulis naskah yang
didalamnya terdapat beberapa informasi diantaranya; sequence/babak. video,
narasi serta Durasi. Namun, pekerjaan seorang penulis skenario tidak
berakhir di atas kertas. Selain produser, staf, dan aktor yang perlu
memikirkan cara membuat cerita dapat dibaca dalam bentuk teks, yang lebih
penting lagi, penulis skenario perlu membayangkan gaya penulisan yang
seharusnya. Untuk program unggulan, itu divisualisasikan. Tentu saja agar
sebuah teks dapat menarik perhatian khalayak, diperlukan kepekaan untuk
membayangkan gambaran-gambaran yang diciptakan oleh teks tersebut.

Tugas penulis skenario adalah menulis alur cerita, dialog, alur cerita,
deskripsi visual, dan menciptakan karakter untuk sebuah skenario, monolog,
film, komersial, drama radio, atau sinetron. Peran penulis skenario (Redvall.
2009) sangat penting dalam setiap film drama, melodrama, iklan, drama
radio, atau monolog. Sebab, naskah adalah nyawa dan jiwa dari film apa pun,
yaitu drama. sinetron, iklan, maupun monolog. Tanpa cerita (skenario) yang
baik, maka cerita yang disajikan juga akan hambar bahkan tidak bermutu
(Aulia 2017).

Skenario menurut Syd Field (1982) dalam bukunya The Foundations of


Screenwriting adalah: “Skenario adalah cerita yang diceritakan dengan
gambar, dalam dialog dan deskripsi, dan ditempatkan dalam konteks struktur
dramatis. Skenario adalah kata benda tentang seseorang, atau orang, di suatu
tempat atau beberapa tempat, melakukan hal mereka. Semua skenario
menjalankan premis dasar ini. Orang adalah karakternya, dan melakukan hal
tersebut adalah tindakannya". (Field, 2005).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa skenario itu adalah


sebuah naskah cerita yang menguraikan urut-urutan adegan, tempat,
keadaan, dan dialog, yang disusun dalam konteks struktur dramatik. Seorang
penulis skenario dituntut untuk mampu menerjemahkan setiap kalimat dalam
naskahnya menjadi sebuah gambaran imajinasi visual yang dibatasi oleh
format pandang layar bioskop atau televisi. Adapun fungsi dari skenario
adalah untuk digunakan sebagai petunjuk kerja dalam pembuatan film.

Karya Sastra berasal pihak isi, sastra biasanya dikatakan serupa makalah
yang tidak berisi bukti tetapi fiksi. Sastra terbebas berasal berbagai macam
lainnya seperti, berita, pengaduan perjalanan, sejarah, biografi, dan tesis,
latar belakang macam-macam huruf itu mempersembahkan informasi yang
terbukti. Dengan demikian menurut kepercayaan filsafat ini, jelas bahwa
tulisan adalah segala macam karangan yang mengandung tempat khayalan
manusia, yang tidak dapat begitu saja dihubungkan dengan kenyataan.
Konsekuensi filsafat ini adalah bahwa tempat diciptakan kritikus sastra
bagian dalam puisi, novel, dan sandiwara menakhlikkan risiko khayalan yang
harus dipisahkan berasal tempat nyata, yakni tempat yang kita hayati sehari
ini.

Dalam arti terbatas penafsiran suatu karya sastra menjelaskan makna bahasa
melalui penjelasan, parafrase, dan sebagainya. Penafsiran dan penafsiran ini
biasanya terkonsentrasi Perhatikan bagian yang sulit atau "gelap" dalam
pengertian ini. Makna ganda dalam karya sastra menafsirkan suatu karya
sastra dalam arti luas berarti menjelaskan maknanya. Semua karya seni yang
menggunakan bahasa sebagai medianya. Dalam arti ini, Interpretasi adalah
memperjelas genre karya sastra itu sendiri, Elemen, struktur, tema, efek.
Terjadi penafsiran ini erat kaitannya dengan apa yang disebut dengan proses
rekonsiliasi Hermeneutika.

Karya sastra bisa menjadi sangat kompleks Oleh karena itu, ia dianggap
sebagai "struktur organis" yang pada dasarnya hidup. Sekalipun demikian,
itu akan sangat wajar dan relevan Kami saling memandang dan mengulangi
suara yang ada di sana. Gema di balik jaringan struktur dan tekstur di daerah
otonom Melalui tindakan kritik (sastra), Ketika itu juga mempengaruhi
jaringan eksternal dan dunia di sekitar kita Sebuah karya sastra juga
merupakan dunia yang membentuknya. dengan mengkritisinya secara
komprehensif dan serentak. Termasuk semua organisasi kompleks yang
mempromosikan karya sastra ini, bentuk suara yang muncul dalam karya
sastra yang bergema secara menyeluruh.

Bentuk karya sastra, seperti puisi, prosa dan drama yang sering kita temui di
sekitar kita. Seperti puisi, Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra
yang dihasilkan dari ungkapan dan perasaan penyair melalui bahasa. Terikat
oleh ritme, meteran, rima, susunan liris dan puitis, serta sarat makna. puisi
mengungkapkan pikiran Emosi penyair bersifat imajinatif dan dikonstruksi
dengan memusatkan kekuatan bahasa. Struktur fisik dan struktur internalnya.
Puisi menekankan pada bunyi, bentuk, dan makna Penyampaian makna
menjadi bukti bahwa puisi yang memiliki makna mendalam lebih unggul.
Setiap elemen bahasa dipadatkan. Menurut Sumardi: Pengertian puisi
menurut sumardi ialah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan,
dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-
kata kias (imajinatif). Sedangkan menurut Herbert Spencer: Pengertian puisi
ialah bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan
mempertimbangkan keindahan. Prosa merupakan karya sastra yang ditulis
secara bebas dan tidak terikat oleh berbagai kaidah. Sajak, penggunaan,
ritme, dll. Secara linguistik (etimologis), kata prosa berasal dari bahasa. Kata
Latin "prosa" berarti "sederhana". Karya sastra prosa juga mencakup karya
sastra seperti: sebagai penjelasan fakta. Dan drama adalah genre karya sastra
berupa karangan yang menggambarkan atau mengilustrasikan realita
kehidupan, watak, dan tingkah laku manusia dimana kisah di dalamnya
disampaikan melalui peran dan dialog.

Proses adaptasi dari buku ke film atau televisi bukanlah suatu proses yang
mudah. Namun demikian, dari dulu hingga seka -rang, banyak sekali film
yang diciptakan merupakan hasil adaptasi dari naskah drama, cerita pendek,
atau pun novel. Idealnya, naskah untuk film memang harus diciptakan secara
khusus karena film memiliki karakter yang berbeda dari karya sastra. Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Ingmar Bergman,

sutradara dari Swedia, yang menegaskan bahwa drama film yang orisinil
mutlak diperlukan karena menurut pendapatnya, film tidak ada kaitannya
dengan karya sastra (Kernodle, 1967:520).

Adaptasi penulisan skenario dari sebuah karya sastra, seperti sebuah puisi
atau novel, adalah proses mengubah teks sastra menjadi format yang sesuai
untuk digunakan dalam produksi film, drama, atau media visual lainnya.
Berikut adalah langkah-langkah umum dalam mengadaptasi penulisan
skenario dari karya sastra:

1. Pahami Karya Asli

2. Identifikasi Poin-Poin Utama

3. Pilih Format Skenario

4. Rampingkan Narasi

5. Identifikasi Adegan
6. Tuliskan Dialog

7. Deskripsi Visual

8. Mantapkan Naskah

9. Revisi dan Feedback

10. Tinjau Ulang dan Koreksi

11. Kerjasama dengan Tim Produksi

12. Pelaksanaan Produksi

13. Tinjau dan Koreksi Saat Produksi:

Mengadaptasi karya sastra ke dalam skenario adalah proses yang


memerlukan pemahaman mendalam tentang kedua bentuk ekspresi seni
tersebut. Ini juga melibatkan kemampuan untuk menyampaikan esensi cerita
dan karakter dalam format yang sesuai untuk media visual.

4.2.5 Contoh Karya Sastra

• Karya Sastra Puisi

Film “Ada Apa Dengan Cinta” ini menceritakan tentang seorang perempuan di sekolah
SMA jatuh cinta kepada seorang laki-laki di sekolahnya, laki-laki itu menyukai sastra (puisi)
disekolahnya. Di Film “Ada Apa Dengan Cinta” menjadikan puisi sebagai pendukung jalannya
sebuah film tersebut, ada berbagai macam puisi yang ditampilkan dalam film tersebut yang
bergenre romantis. Adapun puisi-puisi yang terdapat di Film tersebut seperti berikut.

Aku Ingin Bersama Selamanya


Oleh: Rako Prijanto

Ketika tunas ini tumbuh Serupa tubuh yang mengakar


Setiap napas yang terembus adalah kata
Angan, debur dan emosi bersatu dalam jubah berpautan
Tangan kita terikat, Lidah kita menyatu
Maka setiap apa yang terucap adalah sabda pandita ratu
Hahhh di luar itu pasir, di luar itu debu
Hanya angin meniup saja lalu terbang hilang tak ada
Tentang Seseorang
Oleh: Rako Prijanto

Ku lari ke hutan, kemudian menyanyiku Ku lari ke pantai, kemudian teriakku Sepi-sepi dan sendiri
Aku benci
Aku ingin bingar
Aku mau di pasar
Bosan aku dengan penat Dan enyah saja kau pekat Seperti berjelaga jika ku sendiri
Pecahkan saja gelasnya biar ramai
Biar mengaduh sampai gaduh
Ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang di tembok keraton putih
Kenapa tak goyangkan saja loncengnya, biar terdera
Atau aku harus lari ke hutan lalu belok ke pantai?
Puisi “Tentang Seseorang” dibawakan oleh Rangga. Puisi ini sangat cocok dengan seorang
Rangga yang orangnya introvert dan kesepian, Si Aku di puisi itu merupakan seorang kesepian

Ada Apa Dengan Cinta?


Oleh : Rako Prijanto Perempuan datang atas nama cinta Bunda pergi karena cinta

Digenangi air racun jingga adalah wajahmu


Seperti bulan lelap tidur di hatimu
Yang berdinding kelam dan kedinginan
Ada apa dengannya
Meninggalkan hati untuk dicaci
Baru sekali ini aku melihat karya surga dalam mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta
Tapi aku pasti akan kembali
Dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya
Bukan untuknya Bukan untuk siapa Tapi untukku
Karena aku ingin kamu
Itu saja
Contoh karya prosa yang menjadi dijadikan film dan ringkasan cerita

Link film https://youtu.be/75jJUzqXK3c?si=Ym8uzpN6cqKa_HPX

Referensi

https://mdentertainment.com/pictures/id/news-id/film-pesantren-
impian/#:~:text=Film%20Pesantren%20Impian%20adalah%20film,Nadia%20dengan%20judul%20ya
ng%20sama.

Film Pesantren Impian adalah film yang disutradarai oleh Ifa Isfansyah dan diproduksi oleh MD
Pictures, salah satu PH terbesar di Indonesia. Film ini merupakan adaptasi dari novel karya Asma Nadia
dengan judul yang sama.

Pesantren impian.

Film ini dirilis pada tanggal 3 Maret 2016 memiliki tema religi dan genre horor

Berikut daftar pemeran film Pesantren Impian: Prisia Nasution sebagai Eni.

Fachri Albar sebagai Umar. Dinda Kanyadewi sebagai Inong. Indah Permatasari sebagai Sissy.
Deddy Sutomo sebagai Gus Budiman. Sita Nursanti sebagai Hanum.

Annisa Hertami sebagai Tanti. Sheila Cascales sebagai Sri.

Shabrina Sungkar sebagai Rini. Trina Titiliani sebagai Yanti. Vanda Mutiara sebagai Iin.

Lina Sugiarto sebagai Ita.

Vika Aditya sebagai Dr. Aulia.

Febby Stephanie Ginting sebagai Butet. Fuad Idris sebagai Pak Dodo.
Usmiati Brohisman sebagai Mbok Jum. Haydar Rukman Rosadi.

Alexandra Gottardo.

Ringkasan Cerita

Pada adegan pertama ditampilkan seorang korban pembunuhan di sebuah kamar hotel yang mana
pelakunya tidak diperlihatkan. Para polisi berusaha mencari pelaku dengan jejak yang di tinggalkan
berupa putung rokok dan manik-manik kecil.

Selanjutnya adegan di kantor polisi briptu eni dan komandan polisi membahas masalah tentang
kasus pembunuhan tersebut dan diketahuilah bahwa pembunuh itu berada di pesantren impian, maka
berangkatlah briptu eni kesana bersama dengan para calon santri wati.

Pesantren impian bukanlah seperti pesantren pada umumnya karena pesantren tersebut menerima
santriwati dengan latar belakangnya yang kelam dan tanpa dipungut biaya apapun dalam proses belajar
mengajar tersebut. Latar belakang mereka beragam, ada yang pelacur, anak jalanan, pengedar narkoba,
hamil luar nikah, wanita panggilan dan lainnya.

Penyelidikan itu bermula adanya salah satu santriwati itu yang bernama tanti terbunuh dikamar
mandi dan briptu eni mulai mencurigai karena kasus pembunuhan di hotel itu sama dengan kematian
yanti karena adanya jejak peninggalan pelaku berupa puntung rokok, lalu briptu eni melapor ke gus
budiman ( pendiri pondok) dan mengatakan bahwa inong diduga adalah pelaku karena dompet yang
ditemukan eni di dalam tas inong cocok dengan manik-manik yang eni temukan di hotel tempat
pembunuhan dan ditambah eni mengingat inong menggunakan tisu untuk memeriksa mayat tanti yang
mana tisu itu juga ada pada saat terjadinya pembunuhan di hotel crystal dan eni meminta izin kepada gus
budiman untuk menangkap inong sementara dan disetujui.
Beberapa hari setelahnya butet menjadi korban pembunuhan kedua yang mana jejak yang
ditinggalkan setelah kematian butet adalah barang milik mafia anton king yang diduga butet mencurinya
dan anak buah mafia anton king lah yang membunuh butet. Briptu eni juga mencurigai teman sekamar
butet yaitu sri karena didalam koper sri lah mayat butet ditemukan dan sri pun ditangkap eni ke sebuah
ruangan yang ditempati juga oleh inong.

Malam berikutnya yanti hilang dari pesantren dan belum ditemukan, hal itu membuat resah para
santri lain dan bahkan sebagian dari mereka seperti sisri dan iin ingin pulang dan pergi dari pondok
pesantren tapi eni melarang dengan tegas bahwa tidak ada yang boleh pergi dulu dari pesantren impian
dan malam selanjutnya di hari ulang tahun eni, ibuk hanum ustazah pesantren mengatakan bahwa
menjadi wanita yang baik adalah hak semua wanita dan mengingatkan eni untuk sholat dan mengirimkan
doa kepada ibu eni yang sudah meninggal. Tak disangka pada pagi harinya ibu hanum menjadi korban
pembunuhan yang ke empat dan hal itu pun membuat eni marah dan frustasi karena pelaku tak kunjung
ditemukan apalagi yang terbunuh adalah sesosok wanita yang sangat baik dan pengertian seperti buk
hanum.

Tak berselang lama kematian buk hanum, ditemukanlah mayat yanti dekat kuburan di belakang
pesantren sehingga eni nyaris saja menyerah untuk mengusut kasus pembunuhan tersebut Karena inong
dan sri terbukti tidak bersalah karena saat terjadi pembunuhan, inong dan sri tidak

keluar dari ruangan yang dikunci oleh eni. Malam itu eni melakukan diskusi dengan umar (asisten
gus

budiman) bahwa sebelum kematian korban-korban tersebut, umarlah yang mereka temui dan ajak

bicara meskipun begitu tak ada bukti apapun penyebab pembunuhan itu terjadi. Saat eni tertidur
dimalam hari, sebuah buku jatuh menimpa eni dan eni pun membuka buku tersebut dan menemukan
sebuah foto umar dan seorang wanita dan di belakang foto tersebut tertulis ' Umar ♡ Jane 2005 ' Tersadar
akan sesuatu, eni segera berlari ke kamar gus budiman dan melihat gus budiman sudah meninggal dunia
dengan memeluk papan nisan yang bernama 'hasan' eni pun melihat umar yang menangis disampingnya
dan tulisan-tulisan yang ada di dinding sebanyak lima kalimat. Eni bertanya mengapa nama papan nisan
itu hasan, umar menjawab hasan adalah nama asli gus budiman dan sebenarnya pemilik pondok tersebut
adalah umar bukan gus budiman. Menyadari hal tersebut eni marah dan bertanya siapa jeni. Mendengar
hal itu umar marah Tapi eni melawan kemarahan umar tersebut dan tetap mempertanyakan tentang jeni
seketika langit-langit kamar tersebut bolong, eni melihat ke atas langit-langit kamar itu dan naik ke
atasnya lalu melihat banyak barang berserakan disana dan terdapat juga tulisan ' jane ♡ umar kamulah
yang terakhir untukku'. Umar mengatakan bahwa itu adalah kata-kata terakhir yang ia ucapkan kepada
jane sebelum jane meninggal.

Umar bercerita bahwa dia dan jane berlibur ke hotel tetapi hotel itu terbakar dan jane tak
terselamatkan dan akhirnya eni paham bahwa kematian para korban itu berhubungan dengan umar karena
sebelum kematian mereka, kata-kata terakhir umarlah yang mereka dengar seakan akan jane akan
membunuh siapa pun orang terakhir yang berbicara dengan umar mereka akan mati.

Jane menyalahkan umar dan memutuskan untuk menguburkan korban tersebut dan membawa

semua santri meninggalkan pesantren impian, saat semua santriwati dan pengurus pesantren wanita
sudah naik bis, kebetulan bisa harus sedikit diperbaiki pak dodo dan ada sesosok wanita berpakaian serba
hitam dari belakang didalam bisa mengunci bis tersebut dan melajukannya dengan ugal ugalan hal itu
menyebabkan roda bis menginjak kaki pak dodo yang sedang memperbaiki bis. Umar mengejar bis
tersebut dan melihat yang melajukan bis tersebut adalah jane. Eni, inong dan santriwati lainnya berusaha
untuk mengambil alih kemudi namun jane sangat kuat hingga saat hampir sampai ditepi jurang bis
berhenti dan eni menendang jeni keluar dari bis, akibatnya jeni jatuh ke jurang dan kepalanya terhantuk
batu dan berdarah.

Umar pun tiba dengan motor dan menuju ke tepi jurang untuk melihat jane tetapi tidak
menemukannya, hanya ada jejak darah di batu tersebut. Mereka pun bersama sama kembali dengan
menggunakan kapal.

Beberapa hari kemudian terpecahkan lah kasus pembunuhan di pesantren impian yang menjadi
tersangka dan buronannya adalah jane yang mana tidak diketahui kemana jane pergi.
Dia akhir film ditampilkan adegan eni yang sedang sholat lalu lampu di sekitarnya mulai redup dan
muncullah sosok yang tak jelas di belakang eni yang sedang sholat lalu TAMAT.

" Masih menjadi misteri di dalam film ini, jane itu apakah dia manusia ataukah tidak? Karena jika
dia manusia kemana dia menghilang? Bukankah dia tidak terselamatkan saat kebakaran hotel? Jika dia
bukan manusia bagaimana caranya dia bisa menyentuh dan mengendarai bis dan jelas sekali jane jatuh
berguling dan terhantuk akibat tendangan eni. Sampai sekarang saya sebagai penonton merasa sangat
penasaran tentang sosok jeni ini".

"Beberapa sinopsis dan komentar dari film yang telah saya baca, memang banyak alur cerita dari
novel ke film dan di novel yang meninggal karena dibunuh hanya satu orang yaitu yanti (pecandu narkoba
dan rokok) dan umar adalah yang menyelesaikan kasus tersebut bersama eni yang mana pelakunya adalah
seorang wanita bayaran dan akhir cerita umar melamar gadis bayaran tersebut. Sedangkan di film korban
pembunuhannya sebanyak lima orang dan umar menjadi penyebab meninggalnya para korban dan
adanya penambahan pemain yaitu jane yang berperan sebagai pelaku dan jane pun tak jelas manusia
ataupun bukan".

4.2.6 Contoh Penulisan Skenario yang Berasal dari Karya Sastra

4.3 Contoh Skenario

4.4 Latihan

4.5 Ringkasan

4.6 Istilah Penting

Referensi
Aristo, S. (2017). Pengantar Penulisan Skenario (Scripwriting). Profilm, Hal 45-82.

Kompas.com (Penulis Skenario: Pengertian, Peran, dan Langkah-langkahnya)

https://ilkom.upnjatim.ac.id/wp-content/uploads/2019/11/Menulis-Skenario-Film_MKF- W6.pdf

BAB 9 PENUTUP
Daftar Pustaka
Indeks

Anda mungkin juga menyukai