Hukum Acara Perdata (Uts)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 41

HUKUM ACARA

PERDATA
HUKUM ACARA PERDATA 2
P E N D A H U L U A N

PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN

PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN

P E M B U K T I A N

P U T U S A N

PE LAK SANAAN PUTUSAN

UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN


3

PENDAHULUAN
PENGERTIAN
HUKUM ACARA PERDATA 4

• Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya
hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
• Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata
formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan
dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg
diatur dalam hukum perdata materiil
Hukum Acara Perdata : Process Recht : Formeel Recht :
SIFAT
HUKUM ACARA PERDATA 5

1. Bersifat mengikat / memaksa:


2. Bersifat Mengatur:
3. Adanya perkara bergantung pada inisiatif penggugat
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
• Sumber hukum → tempat kita menggali hukum
• Sumber Hukum Acara Perdata : 6
1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / Reglemen Indonesia yg diperbaharui : S. 1848 no. 16, S. 1941 no. 44 → u/ daerah Jawa dan Madura
2. Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten) / Reglemen daerah seberang : S. 1927 no. 227 → u/ luar Jawa dan Madura
3. Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) : S. 1847 no. 52, S. 1849 no. 63 → u/ gol. Eropa
4. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in Indonesie) / Reglemen tentang Organisasi Kehakiman : S. 1847 no. 23
5. BW (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa
6. WvK (Wetboek van Koophandel)
7. UU 20/1947 yg mengatur mengenai hukum acara perdata dalam hal banding bagi Pengadilan Tinggi → u/ daerah Jawa dan Madura
8. SEMA 3/1963
9. UU 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
10. UU 1/1974 tentang Perkawinan
11. PP 9/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang Perkawinan jo uu 16/2019
12. UU 7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU 3/2006
13. UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU 5/2004
14. UU 2/1986 tentang Peradilan Umum jo UU 8/2004
15. UU 5/1986 tentang PTUN
16. UU 31/1997 tentang Peradilan Militer
17. UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi
18. Yurisprudensi
19. Adat kebiasaan para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata
20. Perjanjian Internasional, misal : Perjanjian Kerja Sama di bidang peradilan antara RI dgn Thailand
21. Doktrin atau ilmu pengetahuan
22. Instruksi & SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata & hukum perdata materiil
FUNGSI
HUKUM ACARA PERDATA 7

• Melaksanakan dan mempertahankan atau


menegakkan hukum perdata materiil dengan
perantaraan kekuasaan negara (peradilan)
ASAS – ASAS
HUKUM ACARA PERDATA 8

1. Verbod Van Eigenrichting


2. Kebenaran Formil
3. Hakim bersifat menunggu
4. Hakim pasif
5. Sifat terbukanya persidangan
6. Mendengar kedua belah pihak (Audi Et Alteram Partem)
7. Putusan harus disertai alasan – alasan
8. Beracara dikenakan biaya
9. Tidak ada keharusan mewakilkan
10. Tidak Memihak = memihak pada kebenaran = kebenaran formil
9

PENGAJUAN
GUGATAN DAN PERMOHONAN
GUGATAN DAN PERMOHONAN 10
• Ada 2 perkara yg diajukan yg diajukan ke
pengadilan yaitu Gugatan dan permohonan
GUGATAN PERMOHONAN
• Terdapat pihak • Diajukan o/ seorang
penggugat & pihak pemohon/lebih scr
tergugat bersama-sama
• Terdapat suatu • Tidak ada suatu
sengketa atau sengketa atau konflik
konflik • Hasil akhirnya disebut
• Hasil akhirnya penetapan
disebut putusan
KEWENANGAN MUTLAK dan
KEWENANGAN RELATIF 11

• Dalam Hukum Acara Perdata dikenal 2 macam


kewenangan :

1. Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie):


menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan
peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan
menyangkut pemberian kekuasaan u/ mengadili
(attributie van rechtsmacht)
2. Kewenangan relatif (Relative Competentie) :
mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara
pengadilan yg serupa, tergantung dari tempat tinggal
tergugat → Ps. 118 HIR
→ azas “Actor Sequitur Forum Rei” : yg berwenang
adalah PN tempat tinggal tergugat
GUGAT LISAN dan GUGAT TERTULIS 12

• Ps. 118 HIR → gugatan harus diajukan secara tertulis


dengan “surat gugatan” yg di-ttd o/ penggugat atau
wakil/kuasanya yg sah.
• Ps. 120 HIR → bagi mereka yg buta huruf, gugatan
dilakukan secara lisan melalui Ketua PN yg berwenang
u/ mengadili perkara itu, Ketua PN akan
membuat/menyuruh membuat gugatan tsb.
• Ps. 121 (4) HIR → Setelah surat gugatan atau gugat lisan
dibuat, harus didaftarkan di Kepaniteraan PN yg
bersangkutan serta membayar uang perkara.
Isi/Materi Muatan Gugatan 13

• Identitas Pihak-Pihak yg berperkara = identitas


penggugat dan tergugat
• Fundamentum Petendi/Posita = alasan-alasan
gugatan; hub hukum; duduk perkara
• Petitum = hal2 yg dimohonkan utk diputus. Terdiri
atas petitum primair, subsidair, dan tambahan
(mis: uitvoerbaar bij vooraad, dwangsom, bunga,
biaya perkara)
Teori Mengenai Isi Gugatan 14

1. Teori Individualisering : Gugatan cukup


garis-garis besarnya saja
2. Teori Substantiering : segala sesuatu harus
diperhatikan

Jurisprudensi dan Ahli Hukum Menganut


Teori Individualisering
Syarat diterimanya Gugatan 15

1. Mempunyai Hak
2. Beralasan
3. Ada Kepentingan
Asas Pengajuan Gugatan 16

Pasal 118 HIR, 142 Rbg:


• Asas Actor Sequator Forum Rei (forum domicili)
• Actor Sequator Forum Rei dengan Hak Opsi
• Actor Sequator Forum Rei tanpa Hak Opsi
• Tempat Tinggal Penggugat
• Forum Rei Sitae
• Forum Rei Sitae dgn Hak Opsi
• Domisili Pilihan
17

PEMERIKSAAN
DI PERSIDANGAN
18
Penggugat mengajukan Didaftar Penetapan & Penunjukann
gugatan & melunasi Kepaniteraan PN Majelis Hakim o/ Ketua PN
biaya perkara

Majelis Hakim :
Penyerahan Surat Panggilan Sidang 1. Menetapkan tgl. Hari sidang;
& Salinan Surat Gugatan 2. Memanggil para pihak pd
kpd Para Pihak o/ Juru Sita. hari sidang dgn membawa
saksi-saksi & bukti-bukti.

Juru Sita menyerahkan


PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Risalah (Relaas)
DI PERSIDANGAN
Panggilan kpd Majelis Hakim.
PUTUSAN GUGUR 19
• Suatu perkara perdata dpt diputus scr :
1. contradictoir (kedua belah pihak hadir di persidangan); atau
2. di luar hadirnya salah 1 pihak yg berperkara.
merealisir asas : “audi et alteram partem” → kepentingan kedua pihak harus
diperhatikan
• Apabila penggugat tdk datang pd hari sidang yg ditetapkan & tdk pula mengirim wakilnya
menghadap meski telah dipanggil scr patut o/ Juru Sita, maka dapat dilakukan
pemanggilan kedua. (Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rv)
• Apabila setelah pemanggilan kedua, penggugat/wakilnya tdk hadir sedang tergugat hadir,
maka u/ kepentingan tergugat, haruslah dijatuhi putusan. Dalam hal ini gugatan
penggugat dinyatakan gugur serta dihukum membayar biaya perkara (Ps. 124 HIR; Ps. 148
Rbg).
• Dlm putusan gugur, isi gugatan tdk diperiksa, shg putusan gugur itu tdk mengenai isi
gugatan.
• Kpd penggugat diberi kesempatan u/ mengajukan gugatan lg dgn membayar biaya
perkara.
• Apabila penggugat pd hr pertama sidang hadir, tp pd hr sidang berikutnya tdk hadir, mk
perkara diperiksa scr contradictoir.
VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR) 20
• Apabila tergugat tdk hadir stl dipanggil scr patut, mk gugatan
dikabulkan dgn putusan diluar hadir atau verstek, kecuali kalau
gugatan itu melawan hak atau tdk beralasan.

• Kapan boleh dijatuhkan putusan verstek ?

Ps. 125 HIR; Ps. 149 Rbg → ada 2 pendapat :


1. pd hr sidang pertama;
2. tdk hanya pd hr sidang pertama;

Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rbg → memberi peluang pemanggilan kedua.

“HIR tdk mewajibkan tergugat u/ datang di persidangan.”


Lanjutan …..
VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR) 21

• Putusan verstek tdk berarti selalu dikabulkannya gugatan penggugat. Krn pd


hakekatnya lembaga verstek bertujuan merealisir asas “audi et alteram
partem”, shg seharusnya scr ex officio hakim harus mempelajari isi gugatan.

1. Jika gugatan tdk bersandarkan hukum, yaitu apabila peristiwa2 sbg dasar
tuntutan tdk membenarkan tuntutan, mk gugatan akan dinyatakan tdk
diterima. Putusan tdk diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok
perkara, shg di kmd hr penggugat masih dpt mengajukan lg gugatannya.
2. Jika gugatan tdk beralasan, yaitu apabila tdk diajukan peristiwa2 yg
membenarkan tuntutan, mk gugatan akan ditolak. Penolakan mrpk putusan stl
hakim mempertimbangkan pokok perkara, shg tdk terbuka lg kesempatan u/
mengajukan gugatan tsb u/ kedua kalinya kpd hakim yg sama (nebis in idem).

• Dlm putusan verstek dimana penggugat dikalahkan, penggugat dpt mengajukan


banding.
• VERZET = PERLAWANAN TERGUGAT ATAS PUTUSAN VERSTEK

• Dalam putusan verstek, kalau tergugat hadir pd sidang pertama tp tdk hadir pd
sidang berikutnya, mk perkaranya diperiksa scr contradictoir.
PERDAMAIAN 22

• Apabila pd hr sidang pertama kedua belah pihak hadir, mk hakim


harus berusaha mendamaikan mereka (Ps. 130 HIR; Ps. 154 Rbg)
• Demi perdamaian ini, hakim akan mengundur sidang, & pd hr sidang
berikutnya apabila tjd perdamaian, mk harus dinyatakan dlm surat
perjanjian dibawah tangan yg ditulis di atas kertas bermeterai.
Demikian sbg dasar bg hakim menjatuhkan putusan, yg isinya
menghukum kedua belah pihak u/ memenuhi isi perdamaian yg telah
dibuat diantara pr pihak.
• Apabila tjd perdamaian, mk tdk dimungkinkan u/ dilaksanakan
banding.
• ACTE VAN VERGELIJK = SURAT PENYELESAIAN PERSELISIHAN
• ACTA VANDADING
• Usaha perdamaian terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.
JAWABAN 23

• Ps. 121 ayat 2 HIR; Ps. 145 ayat 2 Rbg → tergugat dpt
menjawab baik scr tertulis maupun lisan.
• Bentuk/isi Jawaban :
1. Pengakuan → membenarkan isi gugatan
penggugat, baik sebagian maupun seluruhnya.
2. bantahan (verweer) → pd hakekatnya bertujuan
agar gugatan penggugat ditolak. Bantahan ada 2
macam :
a. Tangkisan/Eksepsi → suatu sanggahan/bantahan dr pihak tergugat
thd gugatan penggugat yg tdk langsung mengenai pokok perkara,
yg berisi tuntutan batalnya gugatan.
b. Sangkalan → sanggahan yg berhubungan dgn pokok perkara.
EKSEPSI 24

Tangkisan/Eksepsi → suatu sanggahan/bantahan dr pihak tergugat thd


gugatan penggugat yg tdk langsung mengenai pokok perkara, yg berisi
tuntutan batalnya gugatan.
Implikasi Eksepsi : Dimungkinkan Gugatan Penggugat Tidak Dapat
Diterima
Penyebab Gugatan Tidak Dapat Diterima:
1. Error In Persona
a. Diskualifikasi In Person
b. Gemis Aanhoedanig Heid
c. Plurium Litis Consortium
Lanjutan… 25
2. Obscur Libel
a. Posita Tidak Jelas
b. Objek Gugatan Tidak Jelas
c. Penggabungan Beberapa Gugatan yang sebenarnya berdiri Sendiri
d. Saling bertentangan antara Posita dan Petitum
e. Petitum Tidak Rinci

3. Nebis In Idem
a. Apa yg digugat sudah pernah diperkarakan
b. Sudah ada putusan inkracht
c. Subjek perkara sama
d. Objek perkara sama
e. Materi pokok perkara sama
Lanjutan… 26
4. Gugatan Prematur
Masih terdapat hal yang menangguhkan gugatan

5. Rei Judicata Deductae


a. Perkara yang diajukan sudah pernah diajukan tetapi belum
putus
b. Proses masih berlangsung di tingkat banding atau kasasi

6. Dikesampingkan
a. Apa yang digugat telah dipenuhi
b. Sudah dihapus sendiri oleh penggugat
c. Telah melepaskan diri
d. Daluarsa
SURAT KUASA 27

Pasal 1792, 1793 KUHPerdata


Konsekuensi Perjanjian Kuasa:
1. Penerima Kuasa langsung berkedudukan sbg
Wakil Pemberi Kuasa
2. Pemberian Kuasa bersifat konsensuil
3. Memilik Karakter Batasan
4. Kuasa dapat berakhir secara sepihak (1813 BW)
JENIS-JENIS SURAT KUASA 28

1. Kuasa Umum (1795 BW)


2. Kuasa Istimewa (1796 BW)
3. Kuasa Perantara (1792 BW)
4. Kuasa Berdasar Hukum (123 ayat 2 HIR)
5. Kuasa Lisan (123 ayat 1 HIR)
6. Kuasa Tunjuk (125 HIR)
7. Kuasa Khusus (123 HIR)
8. Kuasa Insidentil
MASUKNYA PIHAK KETIGA
(interventie) 29

INTERVENIENT
1. VOEGING (MENYERTAI)
2. VRIJWARING (PENANGGUNGAN)
3. TUSSENKOMST (MENCAMPURI/MENENGAHI)
GUGATAN CLASS ACTION 30

• SUATU PROSEDUR PENGAJUAN GUGATAN


UNTUK DIRINYA SENDIRI SEKALIGUS MEWAKILI
KELOMPOK ORANG YANG JUMLAHNYA BANYAK,
YANG MEMILIKI KESAMAAN FAKTA DAN DASAR
HUKUM ANTARA WAKIL KELOMPOK DAN
ANGGOTA KELOMPOK.
• Contoh: gugatan pencemaran lingkungan;
korban penggusuran; perkara konsumen; dll.
SITA JAMINAN (BESLAG)
31

• SITA REVINDIKATOIR (226 HIR)


• SITA MARITAL
• SITA CONSERVATOIR (227HIR)

Sahnya Penyitaan (Pasal 198 HIR, 213 Rbg)


GUGAT BALIK (REKONVENSI) 32

• DALAM RANGKA MENGHEMAT BIAYA,


MENYEDERHANAKAN PROSEDUR DAN
MENGHIDARKAN PUTUSAN YANG
BERTENTANGAN SATU SAMA LAIN, PASAL 132 a
dan 132b HIR membuka kesempatan kepada
Tergugat untuk mengajukan gugat balik
(rekonvensi)
33

PEMBUKTIAN
ARTI 34
• “Membuktikan” mengandung beberapa pengertian :
1. Dalam arti logis → memberi kepastian yg bersifat mutlak, krn
berlaku bagi setiap orang & tdk memungkinkan adanya bukti
lawan.
2. Dalam arti konvensionil → memberi kepastian yg bersifat
nisbi/relatif, baik berdasarkan perasaan belaka maupun
pertimbangan akal.
3. Dalam hukum acara perdata mempunyai arti yuridis
→ memberi dasar-dasar yg cukup kpd hakim yg memeriksa
perkara guna memberi kepastian ttg kebenaran peristiwa yg
diajukan
→ hanya berlaku bagi pihak-pihak yg berperkara atau yg
memperoleh hak dari mereka
→ tdk menuju kpd kebenaran mutlak
→ mrpk pembuktian historis
TUJUAN 35

• Tujuan Pembuktian → putusan hakim yg didasarkan atas


pembuktian tsb
BEBAN PEMBUKTIAN 36

• Hakim membebani para pihak dengan pembuktian


(bewijs last, burden of proof)
• Asas pembagian beban pembuktian → “barang siapa
yg mengaku mempunyai hak atau yg mendasarkan
pada suatu peristiwa u/ menguatkan haknya itu atau
u/ menyangkal hak orang lain, harus membuktikan
adanya hak atau peristiwa itu” → Ps. 163 HIR (Ps. 283
Rbg, Ps. 1865 BW)
artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt
dibebani dgn pembuktian, terutama penggugat wajib
membuktikan peristiwa yg diajukannya, sedang
tergugat berkewajiban membuktikan bantahannya.
ALAT – ALAT BUKTI 37
Macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata
(Ps. 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW):
1. Alat Bukti Tertulis
2. Saksi-saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan (Bekentenis Confession)
5. Sumpah

Alat bukti lain/tambahan :


6. Pemeriksaan setempat (descente)
7. Keterangan Ahli (Expertise)
Alat Bukti Tertulis 38
• Dasar hukum :
Ps. 138, 165, 167 HIR; Ps. 164,
285 – 305 Rbg; S 1867 no. 29;
Ps. 1867 – 1894 KUHPerdata;
Ps. 138 – 147 Rv.
• Alat bukti tertulis → surat

AKTA OTENTIK
AKTA
AKTA
SURAT DIBAWAH TANGAN

BUKAN AKTA
Saksi-saksi
• Dasar Hukum : Ps. 139-152, 168-172 HIR; Ps. 165-179 Rbg; Ps. 1895, 1902-1912 BW
• Kesaksian adalah kepastian yg diberikan kpd hakim di persidangan tentang peristiwa yg disengketakan dgn jalan
pemberitahuan secara lisan & pribadi o/ orang yg bukan salah 1 pihak dlm perkara, yg dipanggil di persidangan 39
• Ps. 139 HIR, 165 Rbg, 1909 BW → setiap orang yg bukan salah 1 pihak dapat bertindak sbg saksi, kecuali :
I. segolongan orang yg dianggap tdk mampu bertindak sbg saksi :
a. tidak mampu secara mutlak (absolut)
1. keluarga sedara & keluarga semenda menurut keturunan yg lurus dr salah 1 pihak → Ps. 145 (1) sub 1 HIR, 172
(1) Sub 1 Rbg, 1910 alinea 1 BW
2. suami/istri salah 1 pihak, meski sudah cerai → Ps. 145 (1) sub 2 HIR, 172 (1) Sub 3 Rbg, 1910 alinea 1 BW
b. tidak mampu secara nisbi (relatif)
1. anak-anak dibawah 15 th → Ps. 145 (1) sub 3 jo. (4) HIR, 172 (1) Sub 4 jo. 173 Rbg, 1912 BW
2. orang gila → Ps. 145 (1) sub 4 HIR, 172 (1) Sub 5 Rbg, 1912 BW
II. Segolongan orang yg a/ permintaan mereka sendiri dibebaskan memberi kesaksian →
hak ingkar (verschoningsrecht) → Ps. 146 HIR, 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW :
a. saudara pa & pi serta ipar pa & pi dr salah 1 pihak
b. keluarga sedarah menurut keturunan yg lurus & saudara pa & pi dr suami/istri
salah 1 pihak
c. semua orang yg krn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah wajib
mempunyai rahasia sehubungan dgn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah itu
• Ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW → azas “unus testis nullus testis” → satu saksi bukan saksi
• Ps. 171 (2) HIR, 308 (2) Rbg, 1907 BW → keterangan yg diberikan o/ saksi harus tentang peristiwa atau kejadian yg dialaminya
sendiri
• Kewajiban seorang saksi : menghadap, bersumpah, memberi keterangan
• Sifat kesaksian sbg alat bukti : tidak memaksa
Persangkaan 40

• Dasar Hukum : Ps. 164, 173 HIR; Ps. 284, 310 Rbg; Ps. 1866, 1915 -
1922 KUHPerdata.

• Pasal 1915 KUHPerdata → Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh


undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang
diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui
umum. Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan
undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-
undang.

• Ps. 173 HIR (Ps. 310 Rbg) → hanya mengatur persangkaan yg


didasarkan a/ kenyataan atau praesumptiones facti (feitelijke atau
rechterlijke vermoedens).

Anda mungkin juga menyukai