Eksplorasi Situs Genuk Kemiri Sebagai Penguat Jati Diri Bangsa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

EKSPLORASI SITUS GENUK KEMIRI SEBAGAI

PENGUAT JATI DIRI BANGSA

OLEH:

DEAN APRILIA NINGSIH

NIS: 202209070196

PEMERINTAH KABUPATEN PATI

DINAS PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI

SMKN JATENG DI PATI

TAHUN 2023

i
PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Eksplorasi Situs Genuk Kemiri
sebagai Penguat Jati Diri Bangsa” telah disahkan dan disetujui pada:

Hari : Jumat

Tanggal : 22 September 2023

Disetujui oleh:

Kepala SMK Negeri Jateng di Pati

Suprapto, S.Pd, M.Pd


NIP.1972 0816 200 70 11 019

ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Saya bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Dean Aprilia Ningsih
NIS : 202209070196
Asal Sekolah : SMK Negeri Jateng di Pati
Alamat : Ds. Semirejo, Dk. Randangan Rt 01/RW

03, Kec. Gembong, Kab.Pati.

Menyatakan dengan sesungguhnya karya ilmiah yang saya ajukan


dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah tentang Cagar Budaya Tingkat Provinsi
merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diikutsertakan
pada perlombaan sejenis serta dipublikasikan dalam bentuk apapun.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Jika
dikemudian hari ditemukan pelanggaran terhadap aturan yang
berlaku, saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan dari pihak
panitia.

Pati, 15 September 2023


Yang membuat pernyataan

Dean Aprilia Ningsih

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur kami panjatkan kepada Allah Swt yang


dengan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat melaksanakan dan
menyusun karya ilmiah yang berjudul “Eksplorasi Situs Genuk Kemiri
sebagai Penguat Jati Diri Bangsa”.
Sholawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafaat beliau di Yaumil
Mahsyar kelak. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Terima kasih saya ucapkan, atas bimbingan bapak/ibu guru dan
saran dari teman-teman maka disusunlah karya ilmiah ini dengan tujuan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia dalam pelestarian
dan pengelolaan cagar budaya Indonesia. Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, bahwa karya ilmiah yang saya buat ini masih jauh
dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun
penulisannya. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar
penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga karya
ilmiah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Pati, 15 September 2023

Dean Aprilia Ningsih

iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i

HALAMAN PENGESAHAN
ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN


iii

KATA PENGANTAR
iv

DAFTAR ISI
v

DAFTAR GAMBAR
...............vi

BAB I PENDAHULUAN
1

1.1 Latar Belakang


...............................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
...............................................................................................
3
1.3 Tujuan
...............................................................................................
4
1.4 Metode Penelitian
...............................................................................................
4

v
BAB II PEMBAHASAN................................................................................6

2.1 Cagar Budaya Perlu Dilestarikan


6............................................

2.2 Hubungan Situs Sejarah terhadap Pendidikan


..................................................................................................................
7

2.3 Situs Cagar Budaya di Pati “Genuk Kemiri”


8........................................

BAB III PENUTUP


..................................................................................................................
14

3.1 Kesimpulan............................................................................14

3.2 Saran......................................................................................14

Daftar Pustaka..........................................................................................16

Lampiran...................................................................................................17

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.3.1. Pohon Beringin..........................................................................17


..............................................................................

Gambar 2.3.2. Pendapa.....................................................................................17

Gambar 2.3.3. Observasi ............................................................................17

Gambar 2.3.4. Genuk Kemiri........................................................................... 17

Gambar 2.3.5. Makam Kembangjaya.................................................................17

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini


berarti bahwa kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah
dari bagian-bagian. Keseluruhannya mempunyai pola-pola atau desain
tertentu yang unik. Setiap kebudayaan mempunyai mozaik yang spesifik.
Sebagai titik-tolak analisis mengenai hakikat kebudayaan yang dapat
digunakan sebagai titik-tolak untuk mengerti hakikat pendidikan,

vii
penulis mengambil rumusan pelopor antropologi modern, Edward B.Tylor
dalam bukunya Primitive Culture yang terbit tahun 1871.

Menurut Tylor budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang


kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-
istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Indonesia diyakini sebagai salah satu negara yang merupakan


mozaik pusaka budaya terbesar di dunia. Warisan budaya tersebut
terlihat maupun tidak terlihat, yang terbentuk oleh alam maupun oleh
akal budi manusia, serta interaksi antar keduanya dari waktu ke waktu.
Kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur harus dilestarikan
guna memperkuat pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup,
memperkuat kepribadian bangsa, dan kebanggaan nasional,
memperkokoh persatuan bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sebagai arah kehidupan bangsa. Berdasarkan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu,
pemerintah mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan untuk
memajukan kebudayaan secara utuh untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Sehubungan dengan itu, seluruh hasil karya bangsa
Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang,
perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan
budaya masa lalu, cagar budaya menjadi penting perannya untuk
dipertahankan keberadaannya.

Cagar budaya menurut para ahli cagar budaya adalah warisan


budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar
budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar
budaya di darat dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya
karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan.

viii
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti cagar budaya
adalah istilah antropologi daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan
peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya
kepunahan.

Adapun pengertian cagar budaya dalam UURI No. 11 Tahun 2010 :


Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda
cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs
cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan atau di air yang
perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan
melalui proses penetapan.

Berdasarkan Undang-Undang bahwa cagar budaya adalah warisan


budaya yang bersifat kebendaan atau yang biasa disebut dengan
bersifat tangible. Setiap daerah sudah seharusnya mengenali dan
melakukan pelestarian terhadap cagar budaya, dengan demikian setiap
daerah juga memiliki ciri khas atau karakter yang berbeda dengan daerah
lain, karena memiliki latar belakang nilai-nilai yang ada pada cagar
budaya yang berbeda pula. Setiap daerah harus bangga dengan warisan
leluhur yang dimiliki, bukan justru terus ditinggalkan karena dianggap
sebagai warisan masa lalu yang kuno dan menyebabkan ketertinggalan
daerah. Cagar budaya dalam pengelolaannya sering dianggap sebagai
sesuatu yang statis. Pada kenyataannya cagar budaya justru sangat
dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan perubahan dinamika sosial
yang terjadi. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan secara
berkelanjutan agar cagar budaya dapat tetap hidup.

Maka dari itu, peran masyarakat sangat diperlukan dalam rangka


pelestarian cagar budaya. Dibutuhkan sikap keterbukaan dalam
mengelola cagar budaya agar menjadi modal potensial terhadap
pengembangan daerah. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
pengelolaannya dibutuhkan perjalanan panjang dengan berbagai

ix
rintangan dan jalan terjal, namun demikian sesungguhnya itulah sifat
dari cagar budaya yang memiliki sifat spesial dan bernilai tinggi.

Dalam pelaksanaan melestarikan cagar budaya, penulis akan


mendeskripsikan salah satu cagar budaya yang terdapat di daerah Pati,
sebagai upaya untuk menggali potensi cagar budaya yang ada pada
Indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, beberapa masalah


yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

(1) Mengapa situs-situs yang diduga cagar budaya perlu


dilestarikan dan dikelola?
(2) Apa hubungan antara situs sejarah dengan pendidikan?
(3) Bagaimanakah sejarah Genuk Kemiri?
(4) Nilai penting apakah yang bisa kita ambil?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari karya ilmiah ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pentingnya melestarikan dan mengelola cagar


budaya.
2. Untuk mengetahui adanya hubungan antara situs sejarah dengan
pendidikan.
3. Untuk mendeskripsikan sejarah yang terdapat pada situs Genuk
Kemiri.
4. Untuk meneladani nilai penting yang terkandung dalam sejarah
situs Genuk Kemiri.

1.4 METODE PENELITIAN

x
Pada penelitian kali ini penulis menggunakan metode deskriptif.
Dengan menggambarkan masalah yang terjadi pada masa sekarang atau
yang sedang berlangsung, bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa
yang terjadi sebagaimana mestinya pada saat penelitian dilakukan. Serta
dengan mencari referensi pada sumber-sumber tertentu, misal dari buku,
jurnal, dan makalah.

Dan pada penelitian kali ini penulis juga menggunakan metode


analisis sosiolegal. Artinya, kaidah-kaidah hukum, baik yang berupa
perundang-undangan, maupun berbagai tradisi lokal. Dijadikan sebagai
bahan rumusan pasal-pasal yang dituangkan dalam rancangan peraturan
perundang-undangan. Metode ini didasari oleh sebuah teori bahwa
hukum yang baik adalah hukum yang tidak hanya berlandaskan pada
kaidah-kaidah teoretis, akan tetapi juga berlandaskan pada kenyataan
yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Teknik Observasi
Mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara meninjau
langsung ke lapangan terhadap objek yang diteliti. Teknik ini
dilakukan guna mencari informasi yang dibutuhkan terkait isu,
potensi, kondisi lingkungan, lokasi, dan lain-lain.
2. Teknik Studi Literatur
Pengumpulan data yang diperoleh dari media cetak (buku,
majalah, koran) maupun media digital (e-book, jurnal, dokumenter,
media berita online) yang relevan dengan judul karya ilmiah.

xi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cagar Budaya Perlu Dilestarikan

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki


puluhan ribu pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Banyak dari pulau-pulau tersebut yang menyimpan sejarah peradaban
manusia yang sangat tua. Guna mencegah benda-benda bersejarah itu
dari kerusakan, Negara perlu menyiapkan aturan-aturan hukum yang
memadai. Persoalan hukum yang sering terjadi di Indonesia yang terkait
dengan sejarah peradaban dan kebudayaan kuno adalah tentang Cagar
Budaya, khususnya mengenai hukum kepemilikan atas penemuan
aset. Ada dasarnya semua cagar budaya baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak tidak ada yang bersifat abadi. Karena pengaruh
faktor lingkungan cagar budaya tersebut akan mengalami perubahan.
Perubahan yang terjadi bisa berupa kerusakan (damage) ataupun
pelapukan (weathering) dan akhirnya menjadi tanah (soiling process).
Mengingat Indonesia terletak di benua Asia yang beriklim tropis lembab,
maka keberadaan cagar budaya tersebut sangat rentan terhadap

xii
terjadinya proses kerusakan dan pelapukan. Sampai saat ini jumlah
cagar budaya yang telah ditetapkan masih sangat rendah sudah barang
tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Jika masih banyak cagar budaya yang belum
ditetapkan, maka dikhawatirkan cagar budaya tersebut akan terancam
kerusakan akibat adanya konflik kepentingan misalnya adanya tekanan
pembangunan, perluasan lahan, pemanfaatan lahan untuk permukiman,
dan lain-lain.

Cagar budaya yang sudah dipugar juga belum menunjukkan jumlah


yang signifikan dibandingkan dengan cagar budaya yang mengalami
kerusakan. Disisi lain peran sumber daya manusia juga diperlukan dalam
pengelolaan cagar budaya ini. Pengelolaan cagar budaya merupakan
upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan
cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan untuk kesejahteraan rakyat. Sedangkan, pelestarian
cagar budaya adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan
cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkannya. Sebagai implementasi dari Undang-Undang
Nomor. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pemerintah telah
menerbitkan Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya yang dapat diakses
masyarakat luas melalui laman http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/.
Laman ini diterbitkan dengan tujuan agar masyarakat luas dapat
mendaftarkan penemuan benda-benda kuno atau bersejarah yang
menarik untuk dapat ditingkatkan statusnya menjadi bagian dari cagar
budaya.

2.2 Hubungan Situs Sejarah terhadap Pendidikan

Pemanfaatan situs sejarah juga terdapat dalam Undang-Undang


No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 7 Nasional Pasal 36 ayat 1
yang berbunyi; Kurikulum pada semua jenis dan jenjang pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan

xiii
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Dari hal tersebut,
pembelajaran sejarah juga dituntut untuk mengembangkan potensi
daerah. Kabupaten Pati yang memiliki potensi daerah yang mendukung
salah satunya berupa situs sejarah masa Kolonial sebagai sumber belajar
sejarah seharusnya dapat dikembangkan secara lebih maksimal yang
bertujuan menguatkan pemahaman siswa mengenai sejarah lokal
(Mailina dkk., 2017:34). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi pada Bab Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum salah satu poin di dalamnya juga memungkinkan
pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar termasuk situs sejarah salah satunya. Dalam prinsip pelaksanaan
kurikulum disebutkan bahwa:

“Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan


multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang
memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar,
dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar
dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan
alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh, dan teladan. Kurikulum
dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya
serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan
seluruh bahan kajian secara optimal.”

Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua aspek


yang ada dalam lingkungan sekitar harus dimanfaatkan dengan
maksimal salah satunya dengan memanfaatkan situs sejarah.
Pemanfaatan situs sejarah seharusnya dapat mendukung kualitas
pembelajaran di SMA/SMK negeri di Kabupaten Pati menjadi lebih baik.

2.3 Situs Cagar Budaya di Pati “Genuk Kemiri”

Letak kabupaten Pati, khususnya kota terletak di sepanjang Pantai


Utara (Pantura) pada dasarnya merupakan daerah yang memiliki banyak
peninggalan budaya pada masa lampau. Pernyataan tersebut didukung

xiv
dengan adanya situs sejarah yang merupakan cikal bakal terbentuknya
Kadipaten Pati yaitu Genuk Kemiri. Genuk Kemiri memiliki lokasi yang
ditengarai bekas pusat pemerintahan Kadipaten Pati, sebelum
dipindahkan ke Kampung Kaborongan, Kelurahan Pati Lor hingga
sekarang, semula berupa tanah kosong yang banyak ditumbuhi pohon
besar dan rumpun bambu. Bagian depan masuk lokasi tersebut terdapat
pohon beringin tua. Kawasan itu mulai ditata dan diperindah, ketika
masa Pemkab Pati dijabat Bupati Sunardji. Selain dipasang tembok
pembatas keliling, bekas bangunan pendopo kabupaten juga dipindahkan
ke lokasi tersebut, sehingga pada setiap peringatan HUT Pati yang tiap
tahun jatuh pada 7 Agustus, pendapa berfungsi sebagai tempat malam
tirakatan. Di belakang sisi utara pendapa terdapat cungkup mirip sebuah
makam. Di dalam bangunan itulah terdapat sebuah genuk (tempayan)
yang dikenal sebagai Genuk Kemiri yang kondisinya sudah tidak utuh
lagi karena pecah. Di lokasi genuk itu, biasanya dijadikan tempat orang
untuk ngalap berkah. Pada sisi belakang pendapa terdapat makam tua
yang diyakini warga sebagai makam sesepuh Kemiri.

Konon situs ini merupakan cikal bakal Kabupaten Pati yang berdiri
pada tahun 1294 Masehi. Situs Kemiri berada di Desa Sarirejo Kecamatan
Kota. Ditempuh dari pusat kota sejauh 1,8 kilometer atau 5 menit dengan
berkendara. Depan situs terdapat gapura masuk. Di halaman paling
depan terdapat sebuah pohon beringin besar menjulang ke atas. Lalu
masuk ke dalam terdapat pendapa Situs Kemiri. Di dalam Situs Kemiri
terdapat Ringin Kurung, Pendopo Lama Kabupaten Pati, Genuk Kemiri,
serta makam Adipati Kembang Joyo pendiri Kadipaten Pati Pesantenan.
Ringin Kurung merupakan dua pohon beringin yang terdapat di depan
pendopo lama tepatnya di gerbang masuk ke Situs kemiri. Keberadaan
dua pohon di depan pendopo lama Kabupaten Pati selalu dikaitkan
dengan kepercayaan masyarakat Jawa. Dalam kebudayaan Jawa
dipercaya jika setiap pembangunan keraton maupun kadipaten (daerah
yang lebih rendah daripada Kesultanan dan dipimpin Adipati) haruslah

xv
menanam pohon dua pohon beringin terlebih dahulu. Pohon beringin
yang ditanam di dekat keraton atau kadipaten dipercaya sebagai simbol
pengayoman pemimpin terhadap rakyatnya.

Berdasarkan buku Cerita Rakyat dari Pati, Jawa Tengah. Oleh Yudiono
K.S. yang saya baca terkait sejarah situs Genuk Kemiri. Perang besar
antara Kadipaten Paranggaruda dan Kadipaten Carangsoka sudah
berakhir dan Paranggaruda menjadi bagian dari Carangsoka dibawah
pimpinan Adipati Puspa Andungjaya yang semakin bijaksana. Sambil
menata urusan kerajaan Puspa Andungjaya, berkesempatan menikahkan
Dewi Rayungwulan dengan Raden Kembangjaya. Kemudian mengangkat
Ki Dalang Sapanyana sebagai punggawa di Kadipaten Carangsoka, dan
merestui pernikahan Ambarsari dan Sukmayana. Pendek kata, kehidupan
Kadipaten Carangsoka semakin makmur dan hilanglah dendam
kekalahan seluruh warga Paranggaruda. Namun hal itu tidak mengurangi
kewaspadaan Raden Kembangjaya yang sadar pada tanggung jawabnya
sebagai pilar kekuasaan

Pada suatu hari Raden Kembangjaya meminta izin kepada Adipati


Andungjaya atau mertuanya untuk bermukim di wilayah penghubung
Carangsoka dan Paranggaruda. Tujuannya adalah mencari pengalaman
baru dan sekaligus mengawasi daerah taklukan agar tetap terkendali.
Dengan izin dan restu Sang Adipati maka secepatnya Raden Kembangjaya
mengajak Ki Sapanyana menyeberangi Bengawan Silugangga dan
melanjutkan perjalanan ke selatan menuju daratan Tanah Jawa yang
terhampar luas dengan hutan belukar yang masih perawan.

Pada suatu siang sampailah mereka di hutan Kemiri yang subur dan
sejenak timbul niatan untuk bermukim di wilayah tersebut. Tentu saja
niat itu harus dimulai dengan bekerja keras membabat hutan dan menata
lahan permukiman. Pada kesempatan itulah muncul Ki Sagola, seorang
penjual dawet yang ingin berbakti pada Raden Kembangjaya beserta
segenap pengikutnya. Ternyata minuman yang segar dan manis itu

xvi
memikat Raden Kembangjaya sehingga selama beberapa hari selalu
memesan dawet Ki Sagola. Di akhir kesibukannya bertanyalah Raden
Kembangjaya perihal membuat dawet tersebut.

“Dawet ini dibikin dari tepung. Dimaniskan dengan gula aren atau
kelapa yang diberi santan kelapa. Tentu saja santan atau santen itulah
yang membikin rasanya sedap dan nikmat. Mudah-mudahan Raden dan
para prajurit berkenan menikmatinya,” jawab Ki Sagola dengan penuh
hormat dan kesantunan.

Setelah mendengar jawaban itu maka berujarlah Raden Kembangjaya


dengan lembut seperti untuk dirinya sendiri.

“Jadi, santan atau santen itulah sumber kenikmatan dawet ini. Kalau
demikian, alangkah besar jasanya.”

Tidak lama kemudian, terdengarlah kata-kata Raden Kembangjaya


dengan semangat yang sumringah.

“Hai, prajurit dan saudara-saudaraku, dengar dan saksikan, kalau


tempat ini berkembang menjadi negeri yang makmur akan kunamakan
Pesantenan dan hendaklah menggantikan Carangsoka yang pernah
bersimbah darah.”

Semua orang yang mendengar sabda pembesar tersebut bersorak


kegirangan sambil menyadari perwujudannya membutuhkan waktu yang
lama dengan perjuangan yang keras. Namun, mereka yakin harapan itu
akan tercapai karena Raden Kembangjaya sudah terbukti mampu
menjadi pembesar yang sakti, santun, dan bijaksana.

Tidak lama kemudian Raden Kembangjaya harus menggantikan tahta


Kerajaan Carangsoka setelah mertuanya meninggal karena usia lanjut.
Beruntung pula pembesar itu menerima warisan Kuluk Kanigara dan
Keris Rambut Pinutung dari Raden Sukmayana yang meninggal beberapa
waktu kemudian. Dengan modal kekuasaan yang sah dan pusaka yang

xvii
ampuh itulah Raden Kembangjaya memindahkan pusat pemerintahan
Carangsoka ke kawasan hutan Kemiri yang kemudian bernama Kadipaten
Pesantenan. Waktunya kira-kira bersamaan dengan awal berdirinya
Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Sejak itu, tidak dikenal lagi Kadipaten
Carangsoka dan Paranggaruda, sedangkan nama Adipati Kembangjaya
pun berganti menjadi Adipati Jayakusuma.

Kadipaten Pesantenan memiliki sepasang pohon beringin besar di


alun-alun, dan didekatnya terdapat padasan (guci tempat air wudhu)
khusus bagi Sang Adipati. Airnya diambil dari Gunung MuriaHingga
sekarang padasan yang disebut Genuk Kemiri itu masih bertahan dan
konon airnya dipercaya ampuh mengobati berbagai penyakit. Ada pula
mitos terkait Genuk Kemiri yang dianggap sebagai peramal rezeki. Jika
pengunjung melihat air di dalam genuk musar. Hal tersebut pertanda
sulit mencari pekerjaan jika orang yang melihat air di dalam genuk naik
maka pertanda akan naik pangkat. Masyarakat Pati menganggap Genuk
Kemiri sebagai benda keramat. Mereka percaya bahwa air yang terdapat
dalam Genuk Kemiri adalah air yang bertuah sehingga juga dipercaya
oleh para pemimpin kota Pati. Setiap bupati yang baru saja terpilih harus
segera datang sowan ke makam Kembangjaya yang terdapat di situs
Genuk Kemiri untuk mendapatkan restu para leluhur Pati. Apabila ritual
tersebut tidak dilakukan maka bupati tersebut tidak akan lama

Menurut kepercayaan masyarakat, apabila seseorang mengunjungi


Genuk Kemiri lalu melihat air yang terdapat di dalamnya penuh, maka
rezekinya akan besar dan tidak berkekurangan. Namun apabila orang
tersebut melihat air di gentong tinggal sedikit atau bahkan habis maka
rezeki orang itu akan sedikit pula. Padahal air di dalam Genuk Kemiri
diisi oleh juru kunci setiap malam Jumat dengan ritual tertentu bukan
karena air tersebut muncul dengan sendirinya. Untuk mengisi air di
genuk kemiri pun seorang juru kunci harus melakukan ritual tertentu
disertai puasa sehari sebelumnya. Setiap tanggal 10 Sura kelambu di

xviii
Genuk Kemiri akan diganti oleh juru kunci. Ritual ini disebut bukak
klambu.

Hingga saat ini, Situs Resmi berada di bawah tanggung jawab Dinas
Pariwisata Kabupaten Pati, termasuk hal penunjukan juru kunci Situs
Kemiri. Di depan Genuk Kemiri terdapat Pendopo Lama Kabupaten Pati.
Tidak ada yang tahu awalnya dibangunnya pendopo tersebut. Mbah Man
menuturkan jika pendopo lama Kabupaten Pati diperkirakan diboyong
kembali dari kabupaten baru ke Situs Kemiri pada 1998 pada masa
Bupati Yusuf Muhammad. Sebelumnya, pendopo lama sempat dibawa ke
kabupaten baru pada tahun 1907.
Nilai sosial budaya Jawa yang terkandung dalam cerita rakyat
Genuk Kemiri perlu ditanamkan pada siswa sebagai generasi penerus
bangsa, karena memiliki nilai-nilai luhur yang tinggi. Budaya Jawa yang
dipegang teguh akan menciptakan sikap, kepribadian, dan perilaku orang
Jawa menjadi sosok yang halus, simpatik, santun, toleran, fleksibel, dan
menyukai keharmonisan. Sosok yang cocok dengan kehidupan bangsa
Indonesia yang bersifat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Dengan
membaca buku cerita rakyat lokal tersebut secara tidak langsung anak
mengenal dan memahami sosial budaya dari tempat tinggalnya sendiri
sehingga menumbuhkan keinginan dan kecintaan untuk melaksanakan
kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang ada
dalam kehidupan. Kebudayan mempunyai nilai penting dalam
perkembangan manusia. Begitu juga di wilayah Kabupaten Pati. Secara
historis wilayah Kabupaten Pati yang terletak di pesisir utara menjadi
pertemuan budaya antar etnis dan suku. Hal ini kemudian membuat Pati

xix
kaya akan berbagai budaya dari waktu ke waktu. Hampir sebagian besar
kebudayaan tersebut masih berlangsung dan mewarnai kehidupan
masyarakat di Pati. Kebudayaan yang berkembang di Pati menjadi potensi
Pati dan membentuk identitas daerah Pati, maka perlu adanya strategi
pembangunan dalam bidang kebudayaan untuk melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan ini untuk bisa terus lestari dan menjadi
potensi kehidupan bagi masyarakat Pati.

Cagar budaya harus secara bersama dan sungguh-sungguh untuk


dijaga dan dipelihara, dilestarikan, dikembangkan dan dimanfaatkan.
Cagar budaya merupakan bukti identitas bangsa yang merupakan jati diri
bangsa, sekaligus menjadi ketahanan bangsa. Dengan melestarikan cagar
budaya khususnya dan kebudayaan lokal pada umumnya juga dapat
membangun rasa nasionalisme yaitu rasa saling menjaga dan rasa saling
menghargai. Sehingga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap
kokoh walaupun dipisahkan oleh banyak pulau.
3.2 Saran
Penulis juga berharap setiap elemen masyarakat memahami benar,
betapa pentingnya menjaga apa yang telah ditinggalkan kepada kita,
menjaga warisan yang telah ditinggalkan oleh para leluhur, hal yang
paling sederhana dalam menghargai jasa–jasa para nenek moyang
terdahulu adalah dengan menjaga apa yang ditinggalkan, tidak harus
mempercayainya atau bahkan menyembahnya. Sesungguhnya banyak hal
yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan pusaka budaya
tersebut.
Dalam konteks ini, pemeliharaan dan pemberdayaan merupakan
bagian upaya pelestarian sekaligus sarana peningkatan perekonomian
masyarakat. Apabila hal tersebut berjalan maka dengan sendirinya akan
muncul keterkaitan dengan pengelola (dinas terkait/pihak – pihak non
pemerintah) dengan masyarakat sekitar serta tentunya dengan objek
peninggalan sejarah tersebut. Selanjutnya ini akan melahirkan sebuah
sikap yang merasakan sebagai kewajiban bersama untuk menjaga dan

xx
melestarikan berbagai situs dan peninggalan yang ada demi pemupukan
kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional.
Contoh bentuk partisipasi masyarakat untuk pelestarian kawasan
cagar budaya yang berkelanjutan sebagai berikut:

a. Membentuk jaringan kerja antara pemerintah dan masyarakat lokal


untuk menambah nilai lebih untuk kawasan cagar budaya.
b. Memberikan penyuluhan serta memberikan informasi terkait
pentingnya pelestarian cagar budaya.
c. Melibatkan masyarakat dalam pertemuan, diskusi,
menyumbangkan tenaga dalam merawat benda/bangunan cagar
budaya dan sebagainya.
d. Juru kunci lingkungan disekitar memberikan informasi terkait
kesejahteraan benda cagar budaya sebagai salah satu bentuk
pengawasan melestarikan benda cagar budaya.

DAFTAR PUSTAKA

M Philipus, Hadjon.1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat

Indonesia Surabaya: Bina Ilmu 23.

Mulyono, Yudiono K.S.2005. Cerita rakyat dari Pati, Jawa Tengah.


Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tylor, Edward Burnett.1903. Primitive Culture. London: John


Murray.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang


Cagar Budaya. Jakarta: Pemerintah Pusat.

xxi
Tribunnewswiki.com.(2019,27Juli).SitusKemiri.
https://www.tribunnewswiki.com/2019/07/27/situskemiri/
(diakses pada 28 Agustus 2023, pukul 17.00 WIB)

Kebudayaan.Kemdikbud.go.id. Cagar Budaya dalam Ketahanan


Bangsa.http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/. (diakses pada
28 Agustus 2023, pukul 19.20 WIB)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I

Gambar 2.3.1. Pohon Beringin Gambar 2.3.2. Pendapa

xxii
Gambar 2.3.3. Observasi Gambar 2.3.4. Genuk Kemiri

Gambar 2.3.5. Makam Kembangjaya

LAMPIRAN II

BIODATA PENULIS

Karya tulis ilmiah ini yang berjudul


“Eksplorasi Situs Genuk Kemiri sebagai Penguat
Jati Diri Bangsa” disusun oleh:

Nama : Dean Aprilia Ningsih

Alamat : Ds. Semirejo, Dk. Randangan Rt 01/RW

03, Kec. Gembong, Kab.Pati.

xxiii
No. HP : 088809598959

Alamat Sekolah : Jl. Raya Pati-Tlogowungu KM. 3,

Muktiharjo, Kec. Margorejo, Kabupaten Pati


59163 Telp (0293) 4101721 Provinsi Jawa
Tengah

No. HP Sekolah : 081390888636

xxiv

Anda mungkin juga menyukai