ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN S - RPK - Owyn Lemuel Widagdo

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S DENGAN MASALAH UTAMA


RISIKO PERILAKU KEKERASAN PADA KASUS SKIZOFRENIA
PARANOID DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH DR. RM SOEDJARWADI KLATEN

Disusun Oleh :
Owyn Lemuel Widagdo
2204198

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan dengan Masalah Utama Risiko Perilaku Kekerasan Pada


Kasus Skizofrenia Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa RSJD Dr.RM
Soedjarwadi Klaten

Klaten, Agustus 2023

Mengetahui,

Penguji Akademik Penguji Klinik

(Erik Adik Putra BK, S.Kep., Ns., MSN) (Saktiyon, S.Kep., Ns)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga atas
berkatnya penulis dapat menyelesaikan tugas dengan judul “Asuhan Keperawatan
pasien Tn. S dengan Masalah Utama Risiko Perilaku Kekerasan Pada Kasus
Skizofrenia di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soedjarwadi Klaten”.
Proses penyusunan asuhan keperawatan ini telah dibantu dan didukung oleh
berbagai pihak, untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Hj. Anisa Renang Yulianti, M.Sc, Sp.KL, MARS selaku Direktur Rsjd Dr.
Rm. Soedjarwadi Klaten.
2. Ibu Nurlia Ikaningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB, PhD., NS, selaku
Ketua STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.
3. Ibu Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS, selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik
STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.
4. Ibu Indah Prawesti. S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Kaprodi Sarjana
Keperawatan STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.
5. Bapak Erik Adik Putra BK, S.Kep., Ns., MSN, selaku penguji akademik
6. Pak Purnomo Hadi, S.Kep., Ns, selaku penguji klinik
7. Dan perawat geranium yang sudah memberikan kesempatan untuk
mendapatkan ilmu dan masukan untuk penulis.
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun demi
perbaikan selanjutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca.

Yogyakarta, Agustus 2023

(Owyn Lemuel Widagdo)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan mental adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan
tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati
kehidupan sehari-hari dan mengahrgai orang lain di sekitar. Kesehatan
mental menjadi komponen integaral dan esensial dari kesehatan. Menurut
World Health Organization (WHO) menyatakan kesehatan mental lebih
dari sekedar tidak hanya adanya gangguan atau cacat mental. Tingkat
kesehatan mental seseorang ditentukan oleh berbagai faktor sosial,
psikologis, dan biologis. Seseorang dapat dikatakan sehat secara mental
ketika ia merasa sejahtera baik secara psikologis, emosional, dan sosial
(Kartikasari et al. 2022).

Gangguan mental atau gangguan jiwa adalah bentuk gangguan dan


ekekacauan fungsi mental atau kesehatan mental yang disebabkan oleh
kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan
terhadap stimulus ekstren dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul
gangguan fungsi atau gangguan struktur dari satu bagian, atau sistem
kejiwaan/mental. Gangguan jiwa sebagai sindrom perilaku yang edimiliki
seseorang secara khas yaitu psikologi, perilaku, biologic, dan gangguan
tersebut tidak berhubungan dengan orang tersebut akan tetapi dengan
masyarakat (Beo et al. 2022). Beberapa gangguan jiwa yang diprediksi
dialami oleh penduduk Indonesia diantaranya adalah gangguan depresi,
cemas, skizoprenia, bipolar, gangguan perilaku, autis, gangguan perilaku
makan, cacat intelektual, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Gangguan jiwa dengan jumlah paling banyak yang dialami oleh penduduk
di dunia adalah Skizofrenia (KemenkesRI 2020).
Prevalensi gangguan jiwa di seluruh dunia menurut data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2019, terdapat 264 juta orang mengalami
depresi, 45 juta orang menderita gangguan bipolar, 50 juta orang
mengalami demensia, dan 20 juta orang jiwa mengalami skizofrenia.
Meskipun prevalensi skizofrenia tercatat dalam jumlah yang relatif lebih
rendah dibandingkan prevalensi jenis gangguan jiwa lainnya berdasarkan
National Institute of Mental Health (NIMH), skizofrenia merupakan salah
satu dari 15 penyebab besar kecacatan di seluruh dunia, orang dengan
skizofrenia memiliki kecendrungan lebih besar peningkatan resikobunuh
diri. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 menunjukkan
bahwa prevalensi skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 7% per 1000
rumah tangga (Riskesdas 2018).

Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak yang


melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor meliputi perubahan struktur
fungsi otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik. Skizofrenia
adalah sindrom heterogen kronis yang melibatkan banyak hal yang
mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku individu yang ditandai
dengan gangguan psikososial yaitu delusi, halusinasi, gangguan bicara
seperti inkoheren serta tingkah laku katatonik atau perilaku kekerasan.
Tanda dan gejala dari skizofrenia meliputi gangguan proses berfikir,
gangguan afek emosi, emosi berlebihan, perilaku kekerasan, hilangnya
kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik, gangguan
kemauan, dan gangguan psikomotor.

Perilaku kekerasan adalah satu respon maladaptive ketika seseorang


sedang marah sebagai ungkapan perasaan jengkel yang timbul akibat
respon terhadap kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman (Yunita, Isnawati, and Addiarto 2020). Tanda dan gejala perilaku
kekerasan menurut Direja, (2011) meliputi: Fisik: Mata melotot atau
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah,
dan tegang, serta postur tubuh kaku. Verbal: mengancam, mengumpat
dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus.
Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain,
merusak lingkungan, amuk atau agresif. Emosi: tidak adekuat, tidak aman
dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut,
Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme. Spiritual: merasa
diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan,
kekerasan, ejekan, dan sindiran. Perhatian: bolos, melarikan diri, dan
melakukan penyimpangan seksual. Intervensi pada pasien dengan perilaku
kekerasan dapat dilakukan dengan pemberian teknik mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik yaitu relaksasi tarik nafas dalam serta
penyaluran energi, pemberian obat, verbal atau social, dan spiritual.
Intervensi tersebut dilakukan kepada pasien lalu pasien diberikan jadwal
kegiatan sehari dalam upaya mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol
perilaku kekerasan pasien (Prasetya, 2018).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, bagaimana cara melakukan asuhan
keperawatan pada pasien skizofrenia dengan masalah utama risiko
perilaku kekerasan di Ruang Geranium Rumah Sakit Jiwa Dr. Soedjarwadi
Klaten?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktik mahasiswa mampu memahami Asuhan
Keperawatan pasien dengan masalah utama risiko perilaku kekerasan
di Ruang Geranium RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Provinsi
Jawa Tengah.
2. Tujuan Khusus
a Mahasiswa mampu memahami secara teori apa itu risiko
perilaku kekerasan.
b Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan
pada pasien risiko perilaku kekerasan.
c Mahasiswa mampu membuat analisa data, daftar masalah,
pohon masalah asuhan keperawatan pada pasien dengan risiko
perilaku kekerasan.
d Mahasiswa mampu membuat rumusan diagnosa yang sering
muncul asuhan keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku
kekerasan.
e Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan keperawatan
pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan.
f Mahasiswa mampu melaksanakan rencana keperawatan yang
telah dibuat pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan.
g Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari tindakan yang telah
diberikan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan.
h Mahasiswa mampu megevaluasi sebagai tolak ukur guna
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
utama perilaku kekerasan.

D. Metode Pengumpulan Data


Dalam penulisan laporan ini, penulis mencoba menerapkan beberapa
metode, antara lain:
1. Wawancara
Berbicara langsung dengan pasien secara tatap muka sehingga di
dapatkan data subjektif maupun objektif
2. Observasi
Mengumpulkan data dengan cara melihat atau mengobservasi.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan karena gangguan jiwa sering sekali
disertai dengan masalah fisik yang sangat berpengaruh bagi kesehatan
jiwa. Sebagai kesatuan yang utuh dan holistik, penulis pun
menggunakan metode ini untuk pengumpulan data.
4. Studi dokumentasi
Mengumpulkan data dengan cara melihat atau mempelajari dokumen
atau catatan yang berhubungan dengan status pasien guna melengkapi
data yang dibutuhkan.
5. Studi kepustakaan
Metode pengumpulan data dari sumber buku yang berhubungan
dengan kasus yang dikelola.
6. Preceptor dan Staf Karyawan
Masukan dan bimbingan dari staf yang telah lama mengikuti dan
mengamati pasien dapat dijadikan perbandingan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP MEDIS SKIZOFRENIA


1. Definisi
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak yang
melibatkan beberapa factor meliputi perubahan fungsi fisik, otak,
perubahan struktur otak, dan factor genetic. Skizofrenia ini melibatkan
gangguan pemikiran yang tidak logis, persepsi dan perhatian yang keliru,
afek yang datar atau tidak sesuai, sering kali penderita memasuki dalam
kehidupan fantasi yang penuh dnegan delusi dan halusianasi (Yunita,
dkk, 2020).
World Health Organization (WHO) mendefinisikan skizofrenia sebagai
gangguan mental berat, dengan tanda adanya distorsi dalam berpikir,
persepsi, emosi, bahasa, rasa diri dan perilaku. Pengalaman psikotik yang
umum muncul adalah halusinasi (mendengar, melihat atau merasakan
hal-hal yang tidak ada) dan delusi (keyakinan palsu atau kecurigaan yang
dipegang teguh bahkan ketika ada bukti yang bertentangan). Skizofrenia
merupakan gangguan yang merusak fungsi manusia dan dikaitkan
dengan kecacatan melalui hilangnya kemampuan yang diperoleh untuk
mendapatkan mata pencaharian dan dapat mempengaruhi kinerja
manusia dalam bidang pendidikan dan pekerjaan (Muhith 2015).
2. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 diperbolehkan
bahwa sebanayk 21 juta jiwa dinunia menderita skizofrenia. Sementara
itu dari data Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
angka kejadian jumlah penderita skizofrenia sebanyak 7 per mil. Menurut
WHO jika 10% dari populasi mengalami masalah kesehatan jiwa maka
harus mendapat perhatian karena termasuk rawan kesehatan jiwa. Satu
dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami
gangguan jiwa, di Indonesia diperkirakan mencapai 264 dari 1000 jiwa
penduduk yang mengalami gangguan jiwa. Salah satu gangguan jiwa
Psikosa Fungsional yang terbanyak adalah Skizofrenia. Studi
epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angkaprevalensi Skizofrenia
secara umum berkisar antara 0,2% hingga 2,0% tergantung di daerah atau
negara mana studi itu dilakukan. Insidensi atau kasus baru yang muncul
tiap tahun sekitar 0,01% (Lesmanawati, 2012). Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018, menyatakan penyebaran prevalensi
tertinggi di Bali (11%) dan di Yogyakarta (10%) (Muhith 2015).

3. Etiologi
Menurut Riska Yunita 2020 terdapat beberapa factor yang dapat
menyebabkan skizofrenia :
a. Keturunan
Angka kesakitan bagi bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan
salah satu orang tua mengalami skizofrenia mencapai angka kejadian
40-60%, untuk anak kembar mengalami kemungkinan yang cukup
dibilang tinggi 61-86%.
b. Metabolisme
Teori ini didasarkan penderita skizofrenia yang memiliki manifestasi
klinis pucat, tidak sehat, ujung ekstremitas agak sianosis, nafsu makan
berkurang, dan berat badan menurun serta dengan penderita stupor
kaatatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini dilakukan
pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
c. Susunan saraf pusat
Kelainan sistem saraf pusat (SSP) yaitu pada diensefalon atau korteks
otaka, kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh
perubahaan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu
pembuatan sediaan.

d. Teori Adolf Meyer


Menurut teori ini suatu konstitusi inferior atau badaniah dapat
mempengaruhi timbuknya skizofrenia. Skizofrenia ini merupakan
suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan seiring waktu lama kelamaan orang
tersebut menjauhkan diri dari kenyataan.
e. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat beberapa penyebab :
1) Kelemahan ego yang dapat timbul kerena penyebab psikogenik
ataupun somatic.
2) Super ego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan id
yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme.
3) Kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga
terapi psikoanalitik tidak mungkin.
f. Eugen Bleuler
Pada penyebab ini menonjolkan gejala utama yaitu jiwa yang terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir,
perasaan, dan perbuatan. Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi
2 yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi,
gangguan kemauan, dan autism) dan gejala sekunder (waham,
halusinasi, gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain).
g. Proses psikososial dan lingkungan
1) Teori perkembangan
Kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih syang di tahun-
tahun di awal kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya
identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas, dan menarik diri
dari hubungan.
2) Teori keluarga
Teori ini berkaiatan dengan keluarga yang diimplikasikan dalam
peningkatan angka kekambuhan individu dnegan skizofrenia
sangat mengekspresikan emosi (high exspressed emotion).
Keluarga yang dapat memunculkan ini yaitu keluarga yang terllau
ikut campur, kasar, kurang perhatian, dan kritis.
3) Status sosial ekonomi
Skizofrenia berhubungan status ekonomi yang rendah lebih
cenderung mempengaruhi karena adanya tekanan tuntutan untuk
mendapatkan uang dengan jumlah banyak untu memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
4) Model kerentanan stress
Model interaksional yang mengemukakan bbahwa penderita
skizofrenia mempunyai kerentanan genetic dan biologic terhadap
skizofrenia. Nilai kerentanan disertai dnegan pajangan stressor
kehidupan dapat menjadi pencetus tersebut.

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari skizofrenia menurut Yudhantara & Istiqomah
(2018) sebagai berikut:
a. Tanda dan gejala primer antara lain
1) Gangguan proses berfikir
2) Gangguan afek emosi
3) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan
4) Emosi berlebihan
5) Hilangnya emosi untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
6) Gangguan kemauan: terjadi kelemahan kemauan, perilaku
negativism atau permintaan, otomatisme merasa pikiran atau
perbuatannya dipengaruhi orang lain.
7) Gangguan psikomotor : stupor atau hyperkinesia, logorea dan
neologisme, stereotipi, ketelep yaitu mempertahankan posisi tubuh
dalam waktu yang lama, dan autism.
a. Tanda dan gejala skizofrenia sekunder
1) Waham dan Halusinasi Istilah ini menggambarkan persepsi
sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari kelima
pancaindra. Halusinasi pendengaran dan penglihatan yang paling
umum sering terjadi.
2) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa rangsangan
(stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara atau
bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara
atau bisikan itu.
3) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur
pikirannya.

5. Klasifikasi
skizofrenia digolongkan menjadi 2 jenis sebagaai berikut :
a. Gejala positif meliputi halusinasi, waham, asosiasi longgar, dan
perilaku yang aneh.
b. Gejala negative meliputi emosi tertahan (efek datar), anhedonia,
avilisi, alogia, dan menarik diri.
Skizofrenia dibagi dalam beberapa jenis anatara lain :
a. Skizofrenia paranoid
Gejala yang paling mencolok yaitu waham primer disertai waham
sekumder dan halusinasi, terdapat gangguan afek emosi dan kamauan,
individu penuh curiga, argumentative, kasar, dan agresif.
b. Skizofrenia hebefrenik
Sering timbul pada remaja 12-25 tahun, gejalaa yang mencolok proses
berfikir, gangguan psikomotor, perilaku kekanak-kanakan, perilaku
kacau, afek datar, gangguan asosiasi banayak terjadi, mempunyai
sikap anaeh, mengabaikan hygiene, penampilan diri, agresif, dan
kontak yang buruk.
c. Skizofrenia katatonik
Biasanya timbul pertama kali umur 15-30 tahun ditandai dengan stress
emosional. Ciri utama individu mengalami gangguan psikomotor
melibatkam mobilisasi, aktivitas berlebih. Pada stupor katatonik
individu menunjukkan ketidakefektifan, berpikir negataif, kelenturan
tubuh berlebihan. Catatonic excitement menunjukkan agitasi yang
ekstrim dan disertai ekolalia dan ekopaksia.
d. Skizofrenia simplek
Sering timbul pada usia pubertas, gejala utama kadang emosi memiliki
kemunduran kemauan, gangguan proses berpikir sukar ditemukan,
waham, halusinasi.
e. Episode skizofrenia akut
Gejala mendadak sekali pasien seperti dalam keadaan bermimpi.
Kesadaran menurun seperti berkabut, timbul keadaan dunia luar
maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan menjadi
mepunyai satu arti tersendiri bagi penderita.
f. Skizofrenia residual
Skizofrenia dnegan gejala bleuler, keadaan ini biasa terjadi apabila
sudah mengalami serangan skizofrenia beberapa kali.
g. Skizofrenia skizo aktif
Skizofrenia muncul bersamaan dengan gejala depresi (skizo depresif)
atau gejala mania (psiko manik) Maramis (2014).
6. Fase Skizofrenia
Fase skizofrenia menurut Yuliyanti (2019) Perjalanan penyakit
skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Fase prodromal
Fase promodal biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum
onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi
perawatan diri. Perubahanperubahan ini akan mengganggu individu
serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan
“orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal
semakin buruk prognosisnya.
b. Fase aktif Gejala positif/psikotik
Fase aktif Gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek.
Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak
mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut dapat hilang spontan
suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan
diikuti oleh fase residual.
c. Fase residual
Gejala-gejala fase ini sama dengan fase prodromal tetapi gejala
positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala yang
terjadi pada ketiga fase di atas, pendenta skizofrenia juga mengalami
gangguan kognitifberupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan
peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan
sosial).
7. Rentang Respon
Rentang respon skizofrenia menurut Muhith (2015) sebagai berikut:

 Pikiran logis  Pikiran kadang  Gangguan emosi


menyinggung atau waham

 Persepsi  Ilusi  Halusinasi


akurat
 Emosi  Reaksi  Kesulitan untuk
konsisten emosional memproses emosi
dengan berlebihan atau
pengalaman kurang

 Perilaku sesuai  Perilaku aneh  Isolasi sosial

8. Proses Terjadinya Masalah


Didalam otak terdapat banyak sel, dalam setiap smabuangan menjadi
tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari smabungan sel
lain. Dalam neutrasmiter membawa pesan dari sambungan sel satu ke sel
lain. Apabila terjadi didalam otak dapat mengakibatkan skizofrenia
karena skizofrenia terjadi karena kerusakan pada sistem komunikasi
tersebut. Pada orang normal sistem Switch bekerja dengan normal, tetapi
pada penderita skizofrenia sinyal yang dikirimkan mengalami gangguan
sehingga tidak mencapai sambungan sel selanjutnya.

Sejatinya skizofrenia dimulai secara bertahap dimana orang disekitarnya


atau pasien sendiri dapat menyadari apabila terjadi sesuatu yang tidak
beres di dalam otak. Gejala skizofrenia mengalami gangguan singkat dan
kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran atau delusi, dan
kegagalan berfikir. Skizofrenia ini dapat mengalami kekambuhan, pada
setelah periode psikotik lewat, pasien bisa mengalami depresi, dan dapat
berlangsung seumur hidup. Factor resiko terjadinya skizofrenia yaitu
keturunana atau genetic menjadi salah satu penyebabnya bisa karena
orang tua salah satu mengalami, atau yanag lebih tinggi kemungkinannya
saudara kembar monozygot akan tetapi saudara tiri juga dapat
menyebabkan timbulnya skozofrenia dari kebiasaan sehari-hari selalu
bersama atau mengalami tekanan dari saudara lain. Selain itu anak saat
proses kelahiran mengalami kesulitan sehingga menyababkan trauma
pada otak dapat diketahui dengan melihat anak tersebut pemalu, menarik
diri, tidak mempunyai teman, tidak patuh, proses berpikir idiosinkratik.
Keluarga dengan sifat orang tuanya paranoit, kritis, keras, membuat anak
dalam keluarga tersebut mengalami tekanan akan tuntutan yang
diberikan, anak bisa lagi dalam penyalahgunaan obat dan zat terlarang
seperti amfetamin, kokain yang meberikan efek menenangkan, membuat
tidur (Yunita, Isnawati, and Addiarto 2020).

9. Penatalaksanaan
Menurut Maramis (2014) penatalaksanaan skizofrenia adalah :
a. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin
dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan
obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi
pasien. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini,
yaitu :
1) Antispikotik konvensional
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat
antipsikotik konvensional antara lain : haloperidol, Mellaril
(thioridazine), Navane (thiothixene), Prolixin (fluphenazine),
Stelazine ( trifluoperazine), Thorazine (chlorpromazine),
Trilafon (perphenazine).
2) Newer Aptycal Antispikotik
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal serta
sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan
antipsikotik konvensional. Beberapa contoh obat ini antara lain :
Risperdal (risperidone), Seroquel (quetiapine), Zyprexa
(olanzopine).
3) Clorazil
Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Clozaril memiliki
efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-
kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel
darah putih yang berguna untuk melawan Infeksi.

10. Prognosis
Pemberian antipsikotik atipikal sebagai pengobatan lini awal dapat
meningkatkan prognosis yang lebih baik untuk gangguan psikotik fase
akut. Namun demikian penggunaan antipsikotik tipikal seperti
Haloperidol tetap dipakai sampai sekarang. Pada penderita dewasa muda,
antipsikotik dosis rendah biasanya efektif untuk mengendalikan
halusinasi, waham, gangguan isi pikir dan perilaku aneh. Dosis yang
rendah juga akan mengurangi kemungkinan terjadinya efek samping
gejala ekstrapiramidal (Mar, 2012).
B. KONSEP MEDIS RISIKO PERILAKU KEKERASAN
1. Pengertian Risiko Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukkan
bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau
lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal. Perilaku
kekerasan dapat timbul akibat hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau
membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri (Pardede et al. 2020).

2. Etiologi
Masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh adanya faktor
predisposisi (faktor yang melatar belakangi) munculnya masalah dan
faktor presipitasi (faktor yang memicu adanya masalah).faktor
predisposisi terdpat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
masalah perilaku kekerasan sebagai berikut:
a. Faktor Biologis
1) Teori dorongan naluri (Instinctual Drive Theory)
Teori menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabakan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Teori Psikomatik (Psycomatic Theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh psikologi terhadap
stimulus eksternal maupun internal, sehingga sistem limbic
memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan maupaun
menghambat rasa marah.
b. Faktor Psikologis
1) Teori agresif frustasi (Frustasion Agrresion Theory) Teori
perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi. Hala
ini dapat terjadi keinginan individu untuk mencapai suatau gagal
atau terhambat. Keadaan frustasi dapat mendorong individu
untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan
berkurang melalui perilaku kekerasan.
2) Teori perilaku (Behavioral Theory) Kemarahn merupakan
bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang
diterima saat melakukan kekerasan sering menimbulkana
kekerasan di dalam maupun luar rumah.
3) Learning theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan merupakan hasil belajar
dari individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati
bagaimana respon ibu saat marah.
c. Faktor sosial budaya
1) Latar Belakang Budaya
Budaya permissive: kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima.
2) Agama dan Kenyakinan
a) Keluarga yang tidak solid antara nilai keyakinan dan
praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang
rusak.
b) Kenyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan
tentang marah dalam kehidupan. Misal yakin bahwa
penyakit merupakan hukuman dari Tuhan.
3) Keikutsertaan dalam Politik
a) Terlibat dalam politik yang tidak sehat
b) Tidak siap menerima kekalahan dalam pertarungan politik.
4) Pengalaman sosial
a) Sering mengalami kritikan yang mengarah pada
penghinaan.
b) Kehilangan sesuatu yang dicintai (orang atau pekerjaan).
c) Interaksi sosial yang provaktif dan konflik
d) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
e) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal.
5) Peran sosial
a) Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
b) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
c) Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
d) Pradigma negatif.
e) Adanya budaya atau norma yang menerima suatu ekspresi
marah
a. Faktor presipitasi
Azizah (2016) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang
dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga
7) Penilaian terhadap stressor
8) Penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman dampak
dari situasi stress bagi individu. Itu mencakup kognitif, afektif
fisiologis, perilaku dan respon sosial.
b. Sumber koping
Sumber koping bisa berupa asset ekonomi, kemampuan dan
ketrampilan, Teknik defensive, dukungan sosial dan motivasi.
Hubungan antara individu, keluarga kelompok dan masyarakat
sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya
termasuk kesehatan energi dukungan spiritual, keyakinan positif,
ketrampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial
dan material dan kesejahteraan fisik.

2. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan
keperawatan jiwa dengan masalah perilaku kekerasan menurut Pardede
(2020) antara lain:
1) Subyektif
a) Mengungkapkan perasaan kesal atau marah
b) Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c) Pasien suka membentak dan menyerang orang lain
2) Obyektif
a) Mata melotot/ pandangan tajam
b) Tangan mengepal dan rahang mengatup
c) Wajah memerah
d) Postur tubuh kaku
e) Mengancam dan mengumpat dengan kata-kata kotor
f) Suara keras
g) Bicara kasar, ketus
h) Menyerang orang lain, melukai diri sendiri
i) Merusak lingkungan
j) Amuk
Rentang Respon Risiko Perilaku Kekerasan

Rentang Respon Marah Menurut Azizah (2016) rentang respon marah


adalah sebagai berikut:
Adaptif Maladaptif

Keterangan:
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif
dan melarikan diri/respon melawan dan menentang sampai respon
maladaptif yaitu agresif-kekerasan
a. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan orang lain dan ketenangan.
b. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan, kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternative.
c. Pasif: perilaku dimana seseorang tidak mampu mengungkapkan
perasaan sebagai suatu usaha dalam mempertahankan haknya
d. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman memberi kata-kata ancaman tanpa niat
melukai orang lain. Umumnya pasien masih dapat mengontrol
perilaku untuk tidak melukai orang lain
e. Kekerasan: sering juga disebut dengan gaduh gelisah atau amuk.
Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara
menakutkan, memberi kata-kata ancaman melukai disertai melukai
pada tingkat ringan, dan paling berat adalah melukai / merusak secara
serius. Pasien tidak mampu mengendalikan diri atau hilang kontrol
3. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme
koping pasien sehingga dapat membantu pasien untuk mengembangkan
mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya
(Azizah, 2016). Mekanisme koping yang umum di gunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti:
a. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada obyek yang
begitu seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
c. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan
dari kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
Ancaman atau kebutuhan
d. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan
Stress
dengan apa yang benar-benar di lakukan orang lain.
1. Proses Terjadinya Marah Cemas
Menurut Yusuf & Hanik (2015) proses terjadinya marah dapat dilihat
dalam bagan berikut: Marah

Merasa kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak kuat

Menatang orang lain Menjaga keutuhan Melarikan diri

Masalah tidak selesai Lega Mengingkari

Marah Ketegangan menurun Marah tidak terungkap

Rasa marah teratasi

Muncul rasa bermusuhan

Rasa
bermusuhan

Marah pada diri Marah pada orang


sendiri lain/lingkungan

Agresif
Depresi psikomatik mengamuk
1. Proses Terjadinya Amuk
Menurut Yusuf & Hanik (2015) amuk merupakan respons kemarahan
yang paling maladaptive yang ditandai dengan perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, individu dapat merusak
diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Amuk adalah respons marah
terhadap adanya stress, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus
asa, dan ketidakberdayaan. Respon marah dapat diekspresikan secara
internal atau eksternal. Internal berupa perilaku yang tidak merusak diri
atau asertif sedangkan eksternal berupa perilaku agresif. Respon marah
dapat diungkapkan secara verbal melalui 3 cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal
b. Menekan
c. Menantang

2. Penatalaksanaan
Menurut Eko Prabowo (2014) penatalaksanaan perilaku kekerasan
adalah:
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
mempunyai dosis efektif contoh chlorpromazine untuk mengendalikan
psikomotornya.
b. Terapi okupasi
Terima ini disebut terapi kerja, terapi ini merupakan langkah awal
yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan sehat dan sakit pasien.
Perawat membantu keluarga dalam melakukan 5 fungsi keluarga
dalam kesehatan. Keluarga mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah perilaku mal adaktif, menanggulangi
perilaku maladaktif ke perilaku adaktif.
d. Terapi somatic
Terapi somatic diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaktif menjadi perilaku adaktif
dengan melakukan tindakan yang ditunjuk pada kondisi fisik pasien,
terapi adalah perilaku pasien.
e. Terapi kejang listrik
Electronic Convulsive Therapy (ECT) adalah terapi kejang listrik
adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang
grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda
membutuhkan 20-30x terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3x
sehari (seminggu 2x).

C. KONSEP KEPERAWATAN
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses traupetik yang
melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan pasien, keluarga
atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Tindakan
asuhan keperawatan yang dilakukan berupa tindakan generalis meliputi
dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan (Makhruzah, 2021).

1. Pengakajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
dengan mengadakan kegiatan mengumpulkan data-data atau
mendapatkan data yang akurat dari pasien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2021). Tahap pengkajian
terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah
pasien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian keperawatan jiwa dapat
dikelompokkan menjadi:
Faktor predisposisi
a. Psikoanalisis: merupakan hasil dari dorongan insting
b. Psikologis: adanya tujuan yang tidak tercapai sehingga
menyebabkan frustasi berkepanjangan
c. Biologis: adanya gangguan otak pada sistem limbik, lobus
temporal, lobus frontal, dan neurotransmitter
d. Perilaku: adanya kerusakan otak, retardasi mental, dan gangguan
belajar, penekanan emosi yang berlebihan, perilaku kekerasan
pada usia muda, koping yang tidak efektif, adanya sosialisasi yang
tidak sempurna
e. Sosial kultural: adanya norma yang ketat, budaya masyarakat
terhadap masalah yang terjadi
Faktor presipitasi
a. Internal
1) Kelemahan: kelemahan fisik
2) Rasa percaya menurun
Rasa percaya diri yang menurun membuat orang memiliki
perasaan negatif mengensi diri dalam berespon terhadap suatu
kejadian.
3) Takut sakit
4) Hilang kontrol: mudah marah, emosi
Seseorang dengan hilang kontrol mengakibatkan susah
mengendalikan emosi sehingga dapat mengakibatkan
kekerasan.
b. Eksternal
1) Penganiayaan fisik
Adanya penganiyaan fisik mengakibatkan sesorang mengingat
dan menyimpan dendam sehingga mengakibatkan sesorang
melakukan kekerasan.
2) Kehilangan
Rasa kehilangan akan menyebabkan seseorang merasa cemas
hingga mengalami kecemasan yang berlebihan itulah yang
akan menyebabkan seseorang mengalami gangguan kejiwaan
(Saputri, 2016).
3) Kritik
Kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang
yang dicintai atau pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab dari risiko perilaku kekerasan (Hardiyanti, 2016).

2. Analisa Data
Data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu
data subjektif dan data objektif.
a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan
1) Pasien tidak memerlukan peningkatan kesehatan tetapi pasien
memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan follow
up secara periodik karena tidak ada masalah serta pasien telah
mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
2) Pasien memerlukan peningkatan kesehatan berupa prevensi
dan promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah.
b. Ada masalah dengan kemungkinan
1) Resiko terjadinya masalah karena sudah ada faktor yang
dapat menimbulkan masalah.
2) Aktual terjadi masalah disertai data pendukung.

3. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan pada perilaku kekerasan (Azizah, 2016), yaitu
sebagai berikut:
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
d. Isolasi sosial
e. Harga Diri Rendah
f. Koping Tidak efektif

4. Pohon Masalah
Azizah (2016) pohon masalah pada kasus perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


Efek
lingkungan

Perilaku Kekerasan
Core problem

Gangguan persepsi sensori:


Halusinasi Etiologi

Isolasi Sosial

Harga diri rendah

Koping tidak efektif


5. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan dapat
dijadikan sebagai dasar dalam pemilihan intervensi untuk menjadi
tanggung gugat perawat (Hidayat, 2021).
a. Risiko Perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
c. Isolasi sosial
6. Rencana Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan Pasien
Gangguan Risiko perilaku kekerasan
Nama Pasien : ……… Dx.Medis :
No.RM : ……… Ruangan :

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan


1. Perilaku kekerasan Kontrol Diri (L.09076) Manajemen Perilaku (I.12463)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi harapan untuk
ketidakmampuan keperawatan .. x .. jam menit mengendalikan perilaku
mengendalikan dorongan diharapkan kontrol diri 2. Bicara dengan nada rendah dan tenang.
marah ditandai dengan melukai meningkat dengan kriteria hasil: 3. Beri penguatan positif terhadap
diri sendiri/orang lain. 1. Perilaku menyerang menurun. keberhasilan mengendalikan perilaku.
2. Perilaku melukai diri 4. Informasikan keluarga bahwa keluarga
sendiri/orang lain menurun. sebagai dasar pembentukan kognitif.
3. Perilaku merusak lingkungan
sekitar menurun.
4. Suara keras menurun.
5. Bicara ketus menurun.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan
2. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan Manajemen halusinasi (I.09288) :
berhubungan dengan gangguan keperawatan ... jam menit 1. Monitor perilaku yang
pendengaran diharapkan persepsi sensori mengindikasikan halusinasi
membaik dengan kriteria hasil: 2. Monitor isi halusinasi.
1. Verbalisasi mendengar 3. Diskusikan respon dan perilaku pada
bisikan menurun saat halusinasi
2. Perilaku halusinasi menurun 4. Ajarkan pada Pasien cara mengontrol
3. Mondar mandir menurun halusinasi
4. Konsentrasi membaik 5. Observasi pemberian obat antipsikotik
dan antiansietas

3. D.0121 L.13116 Terapi Aktivitas (I.05186)


Isolasi sosial berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor response emosional, fisik,
dengan ketidakadekuatan keperawatan .... jam menit sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
sumber daya personal diharapkan keterlibatan sosial 2. Libatkan dalam permainan kelompok
(pengendalian diri buruk) meningkat dengan kriteria hasil: yang tidak kompetitif, terstruktur, dan
ditandai dengan menarik diri. 1. Perilaku menarik diri aktif.
menurun. 3. Berikan penguatan positif atas
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan
2. Kontak mata membaik. partisipasi dalam aktivitas.
Perilaku bermusuhan menurun. 4. Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
sosial, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan.
5. Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu.
1. Implementasi
Melakukan tindakan apa yang harus dilakukan saat itu pada pasien dan catat
apa tindakan yang telah dilakukan pada pasien, tindakan ini merupakan
aplikasi kongrit dari rencana intervensi yang telah dibuat. Teknik yang perlu
diperhatikan adalah strategi komunikasi, yang harus dilakukan yaitu: bersikap
tenang, bicara lambat, bicara tidak dengan cara menghakimi, bicara netral
dengan cara yang kongkrit, tunjukkan respek pada pasien, hindari intensitas
kontak mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan
berlebihan, fasilitasi pembicaraaan pasien, dengarkan pasien, jangan terburu-
buru menginterpretasikan, jangan buat janji yang tidak dapat perawat sejati.
Lingkungan: menyediakan berbagai aktivitas. Tindakan perilaku: membuat
kontrak dengan pasien mengenai perilaku yang dapat diterima.
2. Evaluasi
Langkah akhir drai proses keperawatan, di mana evaluasi adalah kegiatan
yang dilakukan secara terus-menerus yang dilibatkan pasien, perawatan dan
anggota tim kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan yang diharapkan:
pasien sudah dapat mengidentifikasi penyebab, frekuensi perilaku kekerasan
dan mengontrol perilaku kekerasan dengan Tarik nafas dalam dan pukul kasur
atau bantal, pasien tidak melakukan perilaku kekerasan, pasien minum obat
dengan benar dan teratur.
3. Discharge Planning
Pendidikan kesehatan diarahkan untuk membantu pasien dan keluarganya
melakukan perawatan diri terhadap keluarga sendiri dan bertanggung jawab
terhadap kesehatan mereka sendiri. Pendidikan kesehatan ini dapat mencakup
beberapa bidang, termasuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit,
masalah kesakitan/disabilitas dan dampaknya pada pasien dan keluarga.
Edukasi yang dapat diberikan antara lain yakni mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara tarik napas dan pukul kasur bantal, menganjurkan
minum obar secara teratur, latihan dengan cara komunikasi secara verbal atau
bicara baik-baik serta latihan
BAB III
TINJAUAN KASUS

D. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 14 Agustus 2023 Jam : 08.00 WIB

Oleh : Owyn Lemuel Widagdo

Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan

studi dokumentasi

Sumber : Pasien, perawat, dan Rekam Medis

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 49 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Alamat : Klaten

Tgl. Masuk RS : 11-08-2023

Ruang : Flamboyan

Nomer RM : 1906xxxx

2. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan tidak ada keluhan yang dirasakan

3. ALASAN MASUK
Pasien dari klinik dengan keluhan 3 hari mudah marah, berkata-kata kasar,
teriak-teriak, bingung, suka pergi dari rumah tanpa sepengetahuan orang
rumah tetapi pulang, rajin control tetapi tidak patuh minum obat. (Data dari
pasien dan rekam medis)

4. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?
Ya √ Tidak
b. Pengobatan sebelumnya
Berhasil √ Kurang berhasil Tidak berhasil
c. Trauma
Jenis Trauma Usia Pelaku Korban Saksi
Aniaya Fisik - - - -

Aniaya Sosial - - - -
Penolakan - - - -
Kekerasan dalam - - - -
Keluarga
Tindak Kriminal - - - -
Lain-lain - - - -
Jelaskan no. a,b,c:

Pasien tidak pernah putus obat, pasien rajin kontrol tetapi pernah
tidak taat minum obat pasien semenjak sering marah tidak
diperbolehkan naik kendaraan sendiri. Pasien tidak memiliki riwayat
trauma.
Masalah keperawatan: Ketidakpatuhan
d. Anggota keluarga yang gangguan jiwa ?
Ada √ Tidak
e. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan ?
Pasien merasa keluarganya tidak berlaku adil kepada dirinya, pasien
pernah dibuli gila oleh anak kecil disekitar rumah pada usia 27tahun.
Masalah Keperawatan: Koping Tidak Efektif
1. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda Vital:
TD: 125/79 mmHg N: 87 x/menit
S: 36,40C P: 20 x/menit
Ukuran
Berat badan (BB): 60 Kg Tinggi Badan: 165 cm

(Normalweight)

b. Keluhan Fisik
√ Tidak ada Ada
Jealaskan: Pasien mengatakan tidak ada keluhan.
1) Kepala: rambut berwarna hitam dan pendek, tidak ada benjolan,
tidak ada lecet, penglihatan baik, konjungtiva merah muda, sklera
putih, lubang hidung bersih, tidak ada benjolan diarea hidung,
mukosa bibir lembab, gigi utuh, tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid, telinga pasien simetris, tidak ada gangguan pendengeran
2) Dada: bentuk dada simetris, tidak ada benjolan pada dada, gerakan
dinding dada simetris, tidak ada nyeri tekan
3) Perut: perut tidak buncit, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka lecet
4) Ekstermitas:
a) Atas: jari tangan kanan dan kiri lengkap, kuku pendek, pasien
mengatakan tangan kiri tidak kuat jika menahan beban berat
b) Bawah: jari kaki kanan dan kiri lengkap, kuku pendek,
tampak kaki kotor
2. PSIKOSOSIAL
a. Genogram

Keterangan:
Perempuan :
Laki-laki :
Meninggal :
Tinggal serumah :
Pasien :.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
c. Konsep Diri
1) Gambaran diri
Pasien mengatakan bersyukur karena anggota geraknya lengkap,
tidak ada kelemahan
2) Identitas diri
Pasien mampu menyebutkan namanya, usia, pasien pernah
pasien bersyukur dilahirkan sebagai seorang laki-laki,
pendidikan pasien mengatkan SMA (Data dari pasien
disinkronkan dengan rekam medis).
3) Peran
Pasien berperan sebagai suami.
4) Ideal diri
Pasien mengatakan berharap ingin punya pasangan lagi dan
mendapatkan pekerjaan agar tidak menyusahkan orang rumah
untuk beli obat, ingin cepat sembuh agar bisa pulang.
5) Harga diri
Pasien mengatakan lebih suka sendiri dan enggan berbaur
Masalah keperawatan: Tidak ada
c. Hubungan Sosial
1) Hubungan yang berarti
Pasien mengatakan semua anggota keluarganya berarti.
2) Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat
Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di masyarakat
kalau di rumaha hanya dirumah saja, keluar seperlunya.
3) Hambatan hubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan merasa biasa saja dengan orang lain.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial: menarik diri
d. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
Pasien beragama Islam dan mengatakan yang sedang dialami
merupakan ujian dari Allah
2) Kegiatan ibadah
Sebelum sakit pasien rajin sholat 5waktu, tetapi tidak pernah
mengikuti pengajian
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

3. STATUS MENTAL
a. Penampilan

Rapi
Penggunaan
Bagaimana pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak biasa
Bagaimana
Jelaskan: Pasien rapi dengan mengenkan seragam dari bangsal
dengan sesuai.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
b. Pembicaraan
√ √
Cepat Keras Gagap
Inkohensi Apatis Tidak mampu memulai pembicaraan
Lambat Membisu
Jelaskan: Pasien dalam melakukan pembicaraan cepat dan nada
suara keras, pasien dapat menjawab setiap pertanyaan dengan baik.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
c. Aktivitas Motorik


Lesu Tegang Gelisah
TIK Grimisen Tremor
Agitasi Kompulsif
Jelaskan: Pasien tampak tenang, dan pasien sering melamun
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
d. Afek dan emosi

Tumpul Datar Labil Sesuai


Jelaskan: Pasien menunjukkan afek yang sesuai ketika diajak
berkomunikasi.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
d. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif
√ Mudah tersinggung Kontak mata kurang
Defensif Curiga

Jelaskan: Pasien selama wawancara tatapan tajam, nada bicara


sesekali naik dan keras, pasien kooperatif dan tenang. Pasien
mengatakan selama di RS pasien jarang marah.
Masalah keperawatan: Risiko Perilaku Kekerasan
e. Persepsi Sensori
1) Apakah ada gangguan ? Ada √ Tidak ada
2) Halusinasi:
Pengecapan Pendengaran
Penglihatan Penghidu
Perabaan
3) Ilusi:
Ada √ Tidak ada
Lain-lain
Masalah Keperawatan : Tidak ada
f. Proses Pikir
1) Proses pikir (Arus dan Bentuk Pikir)
Srikumtansial Hipokondria
Blocking Pikiran magis


Fight of idea Pengulangan pembicaraan/perservasi

Jelaskan: Pasien tidak mengalami gangguan proses pikir karena


pasien dapat memahami dan menjawab pertanyaan yang sesuai.
2) Isi Pikir
Obsesi Hipokondria
Depersonalisasi Pikira magis
Ide terkait
Jelaskan: Pasien tidak mengalami gangguan isi pikir dan tidak
ada waham
Waham:
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistik Sikap pikir Siar pikir Kontrol pikir
Jelaskan: Pasien tidak ada masalah waham
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
g. Tingkat Kesadaran
Bingung Sedasi Stupor

√ Lain-lain
Jelaskan: Pasien dalam keadaan sadar, mampu menyebutkan nama
lengkap, lokasi sekarang dan menyebutkan nama teman-temannya.
Ada gangguan orientasi (disorientasi):
Waktu Tempat Orang
Jelaskan: Pasien mengetahui hari, tanggal, jam, dan saat ini berada di
Rumah Sakit Jiwa Klaten
h. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat jangka menengah
Gangguan daya ingat jangka pendek
Konfabulasi
Jelaskan: Pasien dapat mengingat kejadian jangka pendek yaitu
pasien kegiatannya pagi ini adalah senam dan tensi. Kejadian jangka
menengah yaitu pasien mengatakan dirinya dibawa ke Rumah Sakit
jiwa Klaten menggunakan bis berangkat dari dinas social Banyumas.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
i. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : pasien mampu fokus ketika diwawancarai, pasien juga
mampu berhitung secara sederhana
j. Kemampuan penilaian
√ Ganguan ringan Gangguan bermakna
Lain-lain
Jelaskan: Pasien mengatakan akan mandi dulu baru tidur.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
k. Daya Tilik Diri
√ Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Lain-lain
Jelaskan: Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan supaya tidak
minum obat lagi
Masalah keperawatan: Ketidakpatuhan
4. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG
a. Kemampuan pasien memenuhi kebutuhan

Kemampuan Memenuhi Ya Tidak


Kebutuhan
Makanan √ -
Keamanan √ -
Perawatan kesehatan √ -
Pakaian √ -
Transportasi √ -
Tempat tinggal √ -
Keuangan √ -
Lain-lain
Jelaskan: Pasien mengatakan aktivitas masih bisa dilakukan secara
mandiri, mandi 2x sehari, kemudian obat dari RS rutin diminum,
pasien tidak perlu diarahkan untuk tidur
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
b. Kegiatan Hidup Sehari-hari (ADL)

1) Perawatan diri

Kegiatan Hidup Sehari- Bantuan Total Bantuan


hari
Minimal
Mandi - √
Kebersihan - √
Makan - √
Buang Air Kecil (BAK) - √
Buang Air Besar (BAB) - √
Ganti Pakaian - √
Jelaskan: Perawatan diri pasien mampu malakukan secara madiri
dengan bantuan minimal.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
1) Nutrisi
- Apakah anda puas dengan pola makan anda

√ Puas Tidak puas


- Apakah saat makan anda memisahkan diri ?
Ya √ Tidak
- Frekuensi makan sehari 3 x
- Nafsu makan

√ Meningkat Menurun
Berlebihan Sedikit-sedikit
- Berat badan
√ Meningkat Menurun
Jelaskan: Pasien mengatakan makanannya enak, makan di
ruang makan, menghambiskan 1 porsi makanan.
2) Tidur
- Apakah ada masalah tidur ?
√ Tidak ada
Ada
Jelaskan: Pasien mengataka untuk tidur pulas, tidak ada
keluhan saat tidur, pasien setiap selesai makan tidur
- Apakah merasa segar setelah bangun tidur?
√ Segar
Tidak segar
- Apakah ada yang menolong anda untuk mempermudah
tidur ?
√ Tidak ada Ada
- Tidur malam jam: 20.00. Bangun pagi 05.00 WIB, rata-
rata tidur malam 8 jam.

Jelaskan : Pasien mengataakan selama dirumahjika obatnya


habis sulit untuk tidur, selama di RS pasuen tidak ada
keluhan sulit tidur
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

c. Kemampuan Pasien dalam menilai hal-hal berikut


1) Mengantisipasi kegiatan sehari hari

√ Ya Tidak
2)Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri :

Ya √ Tidak
3) Mengatur penggunaan obat :
Ya √ Tidak

4) Melakukan pemeriksaan kesehatan :

Ya √ Tidak

Jelaskan : Pasien mengataakan obat rutin diminum, tetapi


pernah sehari tidak minum obat karena habis, pasien jarang
kontrol karena jauh dari Fasilitas Kesahatan.
Masalah keperawatan : Ketidakpatuhan

d. Pasien memiliki sistem pendukung


 Keluarga Ya Tidak

 Teman Sejawat Ya √ Tidak

 Terapis √ Ya Tidak

 Kelompok sosial √ Ya Tidak


Jelaskan : Sistem pendukung pasien saat ini adalah keluarga
yaitu bapak dan kakak pasien
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
e. Apakah pasien menikmati saat bekerja, kegiatan produktif, atau
hobi?
√ Ya/menikmati
Tidak menikmati
a.
Jelaskan: Pasien mengatakan menikmati hobinya yaitu sepak bola

5. MEKANISME KOPING
Adaptif Mal Adaptif
Berbicara dengan orang lain Nada bicara tinggi dan keras
Aktifitas konstruktif Tatapan mata tajam
Olahraga
Jelaskan: Koping pasien yang adaptatif pasien bersedia melakukan
wawancara pengkajian, tenang, bersikap kooperatif. Mekanisme koping
maladaptive dari nada bicara pasien sesekali tinggi dan keras, tatapan
pasien tajam.
Masalah keperawatan: Risiko Perilaku Kekerasan

6. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


a. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifikasinya pasien tidak
berkecimpung didalam kegiatan kelompok yang ada didaerah
lingkungan rumah.
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan, pasien takut diganggu
saat keluar rumah
c. Masalah dengan pendidikan, spesifikasinya pasien mengatakan lulus
SMA.
d. Masalah dengan pekerjaan, spesifikasinya pasien mengatakan tidak
bekerja
e. Masalah dengan perumahan, spesifikasinya tidak ada.
f. Masalah dengan ekonomi, spesifikasinya keuangan pasien dilakukan
oleh orang rumah dan BPJS.
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan, pasien mengatakan jarak dari
rumah ke pelayanan kesehatan jauh
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

7. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Apakah pasien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan
yang kurang tentang suatu hal ?
√ Penyakit/gangguan jiwa Sistem pendukung
Apakah
Faktor presipitasi √ Koping
Apakah
Penyakit fisik √ Obat-obatan
Apakah
Lain-lain
Apakah
Jelaskan: Pasien mengatakan dirawat di RSJD Klaten karena suka marah-
marah dan menyendiri, pasien rutin minum obat untuk membuatnya
sembuh
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

8. ASPEK MEDIS
Diagnosa medis: Skizofrenia Paranoid
Terapi medis:
a. Haloperidol 2x5mg
b. Trihexyphenidyl 2x2mg
c. Lorazepam 1x2mg

ANALISA OBAT
Nama Obat Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping Implikasi
keperawatan

haloperidol sebagai terapi hipersensitivitas antikolinergik, Observasi


psikosis obat, serta pasien sedasi, disfungsi tanda gejala
haloperidol dapat yang memiliki ereksi pada pria, alergi,
digunakan untuk kondisi sistem dan gangguan observasi
gangguan tic saraf pusat lain menstruasi pada tanda-tanda
berat, sindrom yang berat perempuan vital.
Tourette, terapi
Nama Obat Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping Implikasi
keperawatan

tambahan pada
gangguan ansietas
dan tingkah laku
berat,
kebingungan

Trihexyphenidyl Gejala parkinson Prostat membesar, Lelah, pusing, Pantau TTV


glaukoma, dan demam. serta efek
hipertensi samping yang
mungkin
muncul

Lorozepam Golongan obat Insufisiensi paru Diskrasia darah, Observasi


psikotropika yang akut, depresi Kelelahan, tingkat
digunakan untuk pernafasan, Kelemahan otot., kecemasan
mengatasi glaukoma sudut Mengantuk, pasien
kecemasan, obat sempit akut, sedasi, pusing,
yang diberikan keadaan obsesif, tidak stabil,
untuk induksi miastenia Kebingungan,
anestesi dalam gravis.Gangguan depresi,
operasi, mengatasi hati berat. halusinasi,
insomnia yang Kehamilan pingsan, Gagal
terkait dengan (merencanakan napas, apnea.
kecemasan. kehamilan, Ruam.
Lorazepam trimester 1 atau 3).
bekerja dengan
cara meningkatkan
efek unsur kimia
tertentu di dalam
otak dan
memberikan efek
menenangkan di
berbagai bagian
otak dan sistem
saraf pusat.
E. ANALISA DATA, DAFTAR MASALAH, POHON MASALAH
1. ANALISA DATA

NO DATA PENUNJANG MASALAH (P) PENYEBAB (E)

1. DS: Risiko Perilaku Curiga pada orang


 mudah marah, berkata-kata kekerasan
kasar, teriak-teriak
DO:
 Nada bicara pasien sesekali
tinggi dan keras
 Tatapan pasien tajam
 Pasien tampak tegang
2. DS: Ketidakpatuhan Ketidakadekuatan
pemahaman (kurang
 Pasien memiliki riwayat motivasi)
susah untuk minum obat
tetapi rajin untuk kontrol
DO:
 Pasien tenang
 Pasien meminum obat
setiap diberikan obat dari
perawat jaga
3. DS: Pasien mengatakan tidak suka Isolasi social Perubahan status
mental
keluar rumah.
DO:

 Pasien jarang berinteraksi


dengan teman-teman
sekamar
2. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
a. Risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan faktor risiko curiga kepada
orang
b. Ketidakpatuhan berhubungan dengan ketidakadekuatan pemahaman
(kurang motivasi) ditandai dengan:
DS:Pasien memiliki riwayat susah untuk minum obat tetapi rajin untuk
kontrol
DO:
 Pasien tenang
 Pasien meminum obat setiap diberikan obat dari perawat jaga
c. Isolasi social berhubungan dengan perubahan status mental ditandai
dengan:
DS: Pasien mengatakan tidak suka keluar rumah karena sering
digangguin orang sekitar rumah.
DO:
 Pasien terlihat diam saat dikamar
 Pasien jarang berinteraksi dengan teman-teman sekamar
 Pasien terlihat menundukan kepalanya saat bercerita tentang yang
membuli dirinya
3. POHON MASALAH

Ketidakpatuhan Efek/Akibat

Risiko Perilaku Kekerasan Core problem

Gangguan Persepsi sensori: Halusinasi

Etiologi
Isolasi Sosial

Harga diri rendah

Koping tidak efektif


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan faktor risiko curiga
kepada orang
2. Ketidakpatuhan berhubungan dengan ketidakadekuatan pemahaman
(kurang motivasi) ditandai dengan:
DS: Pasien memiliki riwayat susah untuk minum obat tetapi rajin
untuk kontrol
DO:
 Pasien tenang
 Pasien meminum obat setiap diberikan obat dari perawat jaga
3. Isolasi social berhubungan dengan perubahan status mental ditandai
dengan:
DS: Pasien mengatakan tidak suka keluar rumah karena sering
digangguin orang sekitar rumah.
DO:
 Pasien terlihat diam saat dikamar
 Pasien jarang berinteraksi dengan teman-teman sekamar
C. RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn S
Ruangan : Flamboyan
Tanggal : 14Juli 2023
Nama Mahasiswa : Owyn Lemuel Widagdo
No. Diagnosa Tindakan Keperawatan
Rasional
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Tgl: 14 Agustus Tgl: 14 Agustus 2023 Tgl: 14 Agustus 2023 Tgl: 14 Agustus 2023
2023 Jam: 08.00WIB Jam: 08.00WIB Jam: 08.00WIB
Jam: 08.00WIB (L.09076) Kontrol diri I.14544
D.0146 Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perilaku 1. Pasien
Risiko perilaku keperawatan selama 3x24 Kekerasan mengungkapkan
kekerasan jam diharapkan kontrol diri 1. Identifikasi penyebab, tanda
dibuktikan meningkat dengan kriteria penyebab, tanda gejala, perilaku
dengan faktor hasil: gejala, dan akibat kekerasan yang
risiko curiga 1. Verbalisasi ancaman marah dilakukan, dan akibat
kepada orang terhadap orang lain 2. Monitor adanya dari marah, pasien
menurun benda yang dapat mengungkapkan
2. Verbalisasi umpatan berpotensi perasaan serta
menurun membahayakan mengetahui Tindakan
3. Perilaku merusak (mis. benda tajam, yang perlu diberikan
lingkungan menurun tali) apa saja
4. Perilaku menyerang 3. Pertahankan 2. Keamanan
menurun lingkungan bebas ditingkatkan dengan
dari bahaya secara cara menyimpan
rutin benda-benda yang
4. Latih cara dapat menimbulkan
mengungkapkan bahaya yang ada di
perasaan secara lingkungan pasien
asertif yangmana dapat
5. Latih cara membahayakan pasien
mengurangi dan pasien lain.
kemarahan secara 3. Penatalaksanaan
verbal dan lingkungan merupakan
nonverbal (mis. prioritas utama jika
relaksasi, bercerita) pasien berada di
a. Latihan secara lingkungan komunitas
fisik (Tarik napas dalam waktu yang
dalam dan lama
memukul bantal) 4. Tindakan asertif
b. Minum obat mampu membantu
dengan 6 benar pasien dengan risiko
obat perilaku kekerasan
c. Verbal yaitu untuk mengungkapkan
meminta, perasaannya secara
menolak, dan positifMelatih cara
mengungkapkan mengontrol emosi
d. Spiritual yaitu dengan
berdoa mengungkapkan
e. Kolaborasi secara baik
pemberian obat 5. Tarik napas dalam dan
Trihexypenidyl memukul bantal dapat
2mg, Haloperidol memberikan perasaan
5mg, dan lebih rileks pada
Lorazepam 2 mg pasien dan
melampiaskan marah
pada bantal tanpa
melukai diri sendiri
maupun orang lain.
Minum obat dengan 6
benar dapat mencegah
munculnya
kekambuhan atau
mengurangi rasa
emosi pada pasien.
Verbal yaitu pasien
dapat mengutarakan
atau mengungkapkan
perasaannya secara
baik atau positif.
Berdoa yaitu untuk
mengatasi penderitaan
dan untuk mengatasi
masalah kehidupan,
serta mempercepat
penyembuhan di
samping perawatan
medis yang diberikan.

2. Tgl: 14 Agustus Tgl: 14 Agustus 2023 Tgl: 14 Agustus 2023 Tgl: 14 Agustus 2023
2023 Jam: 08.00WIB Jam: 08.00WIB Jam: 08.00WIB
Jam: 08.00WIB (L.13116) Standar luaran: (I.13498) Standar
D.0121 Keterlibatan sosial intervensi: Promosi 1. Menjalin hubungan
Isolasi social Setelah dilakukan tindakan sosialisasi pertemanan, diskusi,
berhubungan keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi kerjasama yang
dengan jam diharapkank terlibatan kemampuan diterapkan dalam
perubahan status sosial meningkat dengan melakukan interaksi kehidupan
mental ditandai kriteria hasil: dengan orang lain bermasyarakat
dengan: 1. Minat interaksi 2. Motivasi 2. Memberikan
DS: Pasien meningkat berpartisipasi dalam dukungan dalam
memiliki riwayat 2. Verbalisasi isolasi aktivitas baru dan menjalin hubungan
susah untuk menurun kegiatan kelompok bermasyarakat
minum obat 3. Perilaku menarik diri 3. Anjurkan 3. Meningkatkan minat
tetapi rajin untuk menurun berinteraksi dengan interaksi dengan
kontrol orang lain secara orang lain
DO: bertahap.
 Pasien
tenang
 Pasien
meminum
obat setiap
diberikan
obat dari
perawat jaga

3. Tgl: 14 Agustus Tgl: 14 Agustus 2023 Tgl: 14 Agustus 2023 Tgl: 14 Agustus 2023
2023 Jam: 08.00WIB Jam: 08.00WIB Jam: 08.00WIB
Jam: 08.00WIB (L.12110) Tingkat (I.12361) Standar
D.0114 kepatuhan intervensi: Dukung
Ketidakpatuhan Setelah dilakukan tindakan kepatuhan program 1. Mengetahui
berhubungan keperawatan selama 3x24 pengobatan kepatuhan pasien
dengan jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi untuk mengikuti
ketidakadekuatan kepatuhan meningkat kepatuhan program
pemahaman dengan kriteria hasil: menjalani pengobatan
(kurang motivasi) 1. Verbalisasi kemauan program 2. Memberikan
mematuhi program pengobatan yang pengetahuan
pengobatan meningkat sudah di tentukan tentang program
2. Perilaku mengikuti 2. Informasikan pengobatan
program pengobatan program 3. Memberikan
meningkat pengobatan pengetahuan
yang harus kepada pasien
dijalani tentang manfaat
3. Informasikan mengikutu
manfaat yang program
akan diperoleh pengobatan
jika teratur
menjalani
program
pengobatan

Anda mungkin juga menyukai