Hadis-Hadis Psikologi
Hadis-Hadis Psikologi
Hadis-Hadis Psikologi
H A DI S - H ADIS
PSIKOLOGI
HADIS-HADIS PSIKOLOGI
ISBN : 978-623-7090-78-6
Cetakan 1 : November 2019
Penerbit:
Pusat Penelitian dan Publikasi Ilmiah
LP2M UIN Mataram
Jln. Pendidikan No. 35 Mataram,
Nusa Tenggara Barat 83125
Telp. 0370-621298, 625337. Fax: 625337
Sanabil
Jl. Kerajinan 1 Blok C/13 Mataram
Telp. 0370- 7505946, Mobile: 081-805311362
Email: [email protected]
www.sanabilpublishing.com
KATA PENGANTAR
Penulis
Penulis
KATA PENGANTAR.......................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................iii
Hadis-Hadis Psikologi ~ v
BAB VI HADIS TENTANG ZIKIR, DO’A
DAN KALIMAT THOYYIBAH..........................................97
A.. Kandungan Makna Hadis..................................................98
B.. Zikir, Do’a dan Kalimat Thayyibah..................................101
C.. Tinjauan Psikologi............................................................119
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................307
TENTANG PENULIS . ...................................................................315
A. Pengertian Hadis
Secara etimologi, hadis berarti ﺍﻟﺠﺪﻳﺪ, yaitu sesuatu yang baru,
menunjukan sesuatu yang dekat dan waktu yang singkat.1 Hadis
juga berarti ﺍﻟﺨﺒﺮ, yang berarti “berita”, yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang
kepada orang lain. Selain itu, hadis juga berarti ﺍﻟﻘﺮﻳﺐ, yang berarti
”dekat”, dan tidak lama lagi terjadi.2
Sedangkan secara terminologi terdapat perbedaan pengertian
hadis antara muhadditsun, ushuliyyun, dan fuqaha. Menurut
muhadditsun, hadis adalah seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad ﷺ. Sedangkan menurut yang
lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad
ﷺ, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya,
sebagaimana redakasi berikut ini:
ﻛﻞ ﻣﺎ ﺁﺛﺮﺭ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﷺ ﻣﻦ ﻗﻮﻝ ﺁﻭ ﻓﻌﻞ ﺁﻭ: ﺁﻗﻮﺍﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﷺ ﻭ ﺁﻓﻌﺎﻟﻪ ﻭﺣﻮﺍﻟﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻻﺧﺮ
ﺗﻘﺮﺍﺭ
Menurut ushuliyyun, hadis adalah semua perkataan, perbuatan,
dan takrir Nabi Muhammad ﷺyang berkaitan dengan hukum
syara dan ketetapannya. Hal ini sebagaimana redaksi berikut ini:
ﺍﻗﻮﺍﻟﻪ ﷺ ﻭﺍﻓﻌﺎﻟﻪ ﻭﺗﻘﺎﺭﻳﺮﻩ ﻣﻤﺎﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﻪ ﺣﻜﻢ
Sedangkan menurut fuqaha, bahwa hadis adalah suatu
ketetapan yang datang dari Rasulullah ﷺdan tidak termasuk
kategori fardhu dan wajib, namun adalah sifat syara’ yang menuntut
pekerjaan tapi tidak wajib dan tidak disiksa bagi yang
1
Dzafar Ahmad Utsmani al-Tahawuni, Qowa’id al-Ulum al-Hadis, cet III
(Beirut: Maktabah al Mathba’ah al Islamiyah, 1972), h. 24.
2
Ajaj Al-Khatib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin (Beirut: Darul Fikr, 1971),
h. 20.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 1
meninggalkannya. Contohnya seperti shalat sunnah, puasa sunnah
dan sebagainya.3
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis adalah
semua yang datang dari Rasulullah ;ﷺbaik berupa perkataan,
tindakan, ataupun ketetapan beliau. Setelah berlalu masa Rasul ﷺ
dimasukkan ke dalam hadis apa yang datang dari para sahabat, sebab
sahabat adalah mereka yang selalu bergaul dengan Nabi Muhammad
ﷺ, mulai mendengar perkataan beliau hingga menyaksikan
perbuatannya, kemudian mereka menceritakan apa yang mereka lihat
dan yang mereka dengar. Lalu datang kemudian para tabi’in yang
bergaul dengan para sahabat mendengar dari mereka dan melihat
perbuatan mereka.4
Dalam konteks hukum Islam, hadis adalah sumber hukum
Islam yang kedua setelah al-Qur’an.5 Artinya, hadis merupakan
referensi kedua yang menjadi rujukan dalam segala amal-amal yang
dilakukan oleh kaum muslimin setelah al-Qur’an. Hadis juga bisa
dijadikan sebuah penjelas dan nalar dari kitab al-Qur’an. Hadis
diibaratkan sebuah tonggak penggerak dari pondasi yang bernama
Al-Qur’an, dan Al-Qur’an berjalan beriringan dengan hadis dan tidak
dapat dipisahkan satu sama lain6. Maka sudah seharusnya selain
beriman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya (Al-Qur’an), kaum
muslimin juga beriman kepada Rasul-Nya, serta apa yang diucapkan
dan dilakukan oleh beliau dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana
firman Allah:
ﺽ َ ٓﻻ ﺇِ ٰﻟَﻪَ ﺇِ ﱠﻻ ُﻫ َﻮ
ِ ۖ ﺕ َﻭ ۡٱﻷَ ۡﺭ ٱﻪﻠﻟِ ﺇِﻟَ ۡﻴ ُﻜﻢۡ َﺟ ِﻤﻴ ًﻌﺎ ٱﻟﱠ ِﺬﻱ ﻟَ ۥﻪُ ُﻣ ۡﻠ ُﻚ ٱﻟ ﱠ
ِ ﺴ ٰ َﻤ ٰ َﻮ ﺳﻮ ُﻝ ﱠ ُ ﻗُﻞۡ ٰﻳَٓﺄَﻳﱡ َﻬﺎ ٱﻟﻨﱠ
ُ ﺎﺱ ﺇِﻧﱢﻲ َﺭ
3
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2013), h. 5-7.
4Ahmad Amin, Fajar Islam, terj. Zaini Dahlan (Jakarta: Bulan Bintang,
1968), h. 267-268.
5
A.Hasimy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), h.
86.
6
Syaikh Muhammad Abdul ‘Aziz, Tarikh Fununul Hadis an-Nabawiyah
(Madinah: Darul Ibnu Katsir, 1984) h. 16
7
Endang Soetari, Ilmu Hadis: Kajian Riwayah dan Dirayah. (Bandung:
Mimbar Pustaka, 2005), h. 29.
8 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Perkembangan Hadis (Jakarta:
Bulan Bintang, 1973), h. 14-15.
9
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis:Sejarah Perkembangan
Hadis, cet.1 (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 34
Hadis-Hadis Psikologi ~ 3
menuliskannya di tempat-tempat tertentu, seperti keping-keping
tulang, pelepah kurma, di batu-batu, dan sebagainya. Untuk itulah
para sahabat, terutama yang mempunyai tugas istimewa, selalu
mencurahkan tenaga dan waktunya untuk mengabadikan ayat-ayat
al-Qur’an di media alat-alat yang mungkin dapat dipergunakannya.10
Sedangkan mengenai hadis kondisinya berbeda, tidak ada
perintah secara eksplisit untuk menuliskannya. Pada saat itu para
sahabat menyampaikan sesuatu dari hadis Nabi Muhammad ﷺ
hanya melalui lisan dan pendengaran saja. Karena terdapat sabda
Rasul ﷺ:
ﻻَﺗَ ْﻜﺘُﺒُﻮﺍ َﻋﻨﱠﻲ َﻭ َﻣﻦْ َﻛﺘ ََﺐ َﻋﻨﱠﻲ َﻏ ْﻴ َﺮ ﺍ ْﻟﻘُ ْﺮ ﺁ ِﻥ ﻓَ ْﻠﻴَ ْﻤ ُﺤﻪُ َﻭ َﺣ ﱠﺪﺛُ ْﻮﺍ َﺣ َﺮ َﺝ َﻭ َﻣﻦْ َﻛ َﺬ َﺏ َﻋﻠَ ﱠﻲ ُﻣﺘَ َﻌ ﱢﻤﺪًﺍ
(ﻓَ ْﻠﻴَﺘَﺒَ ﱠﻮ ْﺃ َﻣ ْﻘ َﻌ َﺪﻩُ ِﻣﻦَ ﺍﻟﻨﱠﺎ ِﺭ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
“Jangan kamu tulis sesuatu yang telah kamu terima dariku selain Al-
Qur’an. Barang siapa menulis dariku selain al-Qur’an,maka
hapuslah. Ceritakan saja yang kamu terima dariku, tidak mengapa.
Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah
ia menduduki tempat duduknya di neraka.” (HR Muslim).
Dalam riwayat lain, Sa’id al-Khudri mengatakan bahwa Nabi
bersabda:
(ﻻﺗﻜﺘﺒﻮ ﺍﻋﻨّﻰ ﺷﻴﺌﺎ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻤﻦ ﻛﺘﺐ ﻋﻨ ّﻰ ﺷﻴﺌﺎ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻠﻴﻤﺤﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
10
Saeful Hadi, Ulumul Hadis: Panduan Ilmu Memahami Hadis Secara
Komprehensif (Yogyakarta: Sabda Media, tt), h. 1.
11
Hadis Masa Rasulullah, dikutip dari situs
http://kickylover.blogspot.com/2010/06/-hadis-masa-rasulullah, diakses pada
tanggal 13 Pebruari 2017.
12
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis:Sebab-Sebab Sedikitnya
Penulisan Di Masa Rasulullah, Cet 8 (Jakarta: Pustaka Firdaus,2009), h. 34
13
Munzier Suparta,Ilmu Hadis, cet.1 (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2011),h. 73
Hadis-Hadis Psikologi ~ 5
mengoreksinya.14 Hal ini dilakukan oleh Nabi dalam rangka
memudahkan para Sahabat belajar dan memperoleh hadis.
2. Metode Tulisan
Metode tulisan dapat dilihat dari cara diplomasi Rasul dalam
mengirim delegasi khusus untuk menyampaikan surat kepada raja
dan penguasa di kawasan jazirah Arab dan sekitarnya pada waktu itu.
Begitu juga surat beliau kepada para kepala suku, kabilah dan
penguasa ketika itu dapat dikategorikan sebagai metode penyebaran
hadis melalui media tulis. Beberapa surat tersebut mengandung
berbagai masalah hukum, seperti zakat, jizyah, dan cara ibadah dan
mu’amalah.
Dalam melakukan misi tersebut, Nabi ﷺmengangkat 42
orang sebagai juru tulis yang bekerja untuk menuliskan isi surat
beliau, termasuk dalam kategori ini adalah kegiatan imla’ Nabi, para
Sahabat seperti Alibin Abi Thalib dan Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash.
Rasul juga pernah memerintahkan agar transkrip khutbahnya dikirim
kepada seorang warga Yaman bernama Abu Syadi.15
3. Metode Peragaan Praktis
Sepanjang hidup Rasulullah ﷺterhitung sejak menerima
wahyu senantiasa memberi pelajaran praktis disertai perintah yang
jelas untuk mengikutinya. Misalnya beliau bersabda: “Shalatlah
anda seperti saya mempraktikkan shalat” dan juga beliau bersabda:
“Ambillah cara-cara haji anda (manasik) dari cara aku
melaksanakan haji”.
Dalam menjawab pertanyaan, maka Rasulullah menjawab
langsung secara lisan (sunnah qawliyah), beliau meminta si penanya
untuk tinggal bersama sembari belajar melalui pengamatan terhadap
perilaku dan praktik ibadah beliau. Metode ini dalam konteks
14
Safar ‘Azmillah, Maqabisi An-Naqd Mutuni As-Sunnah (Riyadh:
Mamlakah Arabiah As-Su’udiyah, 1984), h. 11
15
Mahmud at-Tahhan, Ushul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, Terj.
Imam Ghazali Sa’id, (Surabaya: Diantama, 2007), h. XXV
16
Ibid, h. XXV-XXVI
Hadis-Hadis Psikologi ~ 7
sahabat lain, seperti Abdullah bin Umar, Anas bin malik
dan Abdullah bin Abbas.17
2. Perkembangan Hadis Pada Masa Sahabat (Khulafa' al-
Rasyidin)
Sahabat secara etimologi adalah pecahan dari kata ‘shubhah’
yang berarti orang yang menemani.18 Sedangkan secara terminologi
sahabat adalah orang yang bertemu Nabi, beriman kepada ajaran
Nabi, dan meninggal dalam keadaan Islam19. Pendapat lain
mengatakan bisa dinamakan sahabat jika dia berguru langsung
kepada Nabi ataupun mendapatkan pelajaran dari sahabat yang
mendengarnya. Akan tetapi pembahasan sahabat disini lebih
dikhususkan pada kepemimpinan sahabat yang empat (Khulafa al-
Rasyidin) sepeninggal Rasulullah.
Periode ini disebut al-Tatsabbut wa al-Iqlal min al-Riwayah’
(masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi Muhammad
ﷺwafat pada tahun 11 H. dan mewariskan al-Qur’an dan al-Hadis
kepada umat-Nya sebagai dua pegangan bagi pedoman hidup yang
harus dipegang dalam seluruh aspek kehidupan umat.20 Karakteristik
yang nampak pada era sahabat ini adalah, bahwa para sahabat
memiliki komitmen yang kuat terhadap kitab Allah. Mereka
memeliharanya dalam lembaran- lembaran mushaf, dan dalam hati
mereka.21
Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari
Rasulullah ﷺ, yaitu: pertama dengan jalan periwayatan lafzhi
(redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasulullah )ﷺ, dan
17
Ibid., h. 74.
18
al-Ajjaj al-Khatib, op.cit., h.197.
19
Muhammad Abu Zahwu, al-Hadis wa al-Muhadditsun (Mesir:
Maktabah al-Misriyah, 1987), h.129.
20
Endang Soetari, op.cit., h. 41-46; Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit. h. 59-69;
Barmawie Umarie, Status Hadis sebagai Dasar Tasjri (Solo: AB. Siti Sjamsijah,
1965), h. 17-18.
21
Munzier Suparta,op.cit.,h. 84.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 9
beliau terus-menerus mempertimbangkan gagasan ini, padahal
sebelumnya ia berniat mencatatnya. Diriwayatkan dari Urwah bin
Az-Zubair bahwa Umar bin Khatab ingin menulis hadis. Ia lalu
meminta pendapat kepada para sahabat Rasulullah dan umumnya
mereka menyetujui. Tetapi keraguan Umar selama sebulan akhirnya
melakukan istikharah, memohon petunjuk Allah tentang rencana
tersebut. Suatu pagi, setelah mendapat kepastian dari Allah, Umar
berkata, ”Aku telah menuturkan kepada kalian tentang penulisan
kitab hadis, dan kalian tahu itu. Kemudian aku teringat bahwa para
ahlul kitab sebelum kalian telah menulis beberapa kitab
disamping Kitab Allah, namun ternyata mereka malah lengah dan
meninggalkan kitab Allah. Dan Aku demi Allah, tidak akan
mengaburkan Kitab Allah dengan sesuatu apapun untuk selama-
lamanya”.26
Penting untuk dipahami, bahwa para sahabat dianggap telah
banyak meriwayatkan hadis apabila mereka sudah meriwayatkan
lebih dari 1000 hadis. Mereka itu adalah Abu Hurairah, Abdullah bin
Umar, Anas bin Malik, Sayyidah Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir
bin Abdullah, dan Abu Said al-Khudri.27
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadis di antara tujuh orang tersebut. Baqi bin Mikhlad
mentahrijkan hadis Abu Hurairah sebanyak 5374 Hadis. Di antara
jumlah tersebut 352 hadis disepakati oleh Bukhari Muslim, 93 hadis
diriwayatkan oleh Bukhari sendiri dan 189 hadis diriwayatkan oleh
Muslim sendiri. Menurut keterangan bin Jauzi dalam Talqih Fuhumi
al-Atsar, bahwa hadis yang diriwayatkannya sebanyak 5374, tapi
menurut al-Kirmani berjumlah 5364 dan dalam Musnad Ahmad
terdapat 3848 buah hadis.
26
Subhi As-Shalih, op.cit., h. 36.
27
Hadis Masa Rasulullah, loc.cit.
28
Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit., h. 43.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 11
ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah
tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan
pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.29
Para sahabat kecil dan tabi’in yang ingin mengetahui hadis-
hadis Nabi ﷺdiharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah
Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat
besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian,
pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-
pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun
menjadi ramai.30
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah
lembaga-lembaga hadis di berbagai daerah di seluruh negeri. Adapun
lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian,
pendidikan, dan pengembangan hadis terdapat di Madinah, Mekah,
Bashrah, Syam, Mesir, Maghribi, Andalus, Yaman dan Khurasan.31
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah
wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah
menjadi beberapa golongan: Pertama golongan ‘Ali bin Abi Thalib,
yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah; Kedua golongan
Khawarij yang menentang ‘Ali dan golongan Mu'awiyah; dan Ketiga
golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).
Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang
tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan
yang diklaim berasal dari Rasulullah ﷺ. untuk mendukung
golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu
dan menyebarkannya kepada masyarakat.
29
Subhi As-Shalih, op.cit., h. 53
30
Ibid, h. 53-54
31
Munzier Suparta, op.cit, h. 85
Hadis-Hadis Psikologi ~ 13
membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah
mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan
hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakar Muhammad Ibn
Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli
dalam urusan fiqh dan hadis. Mereka inilah ulama yang mula-mula
membukukan hadis atas anjuran Khalifah.35
Pembukuan seluruh hadis yang ada di Madinah dilakukan
oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang
memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama
hadis pada masanya. Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba
membukukan hadis atas anjuran Abu `Abbas As-Saffah dan anak-
anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah36.
Berikut ini dikemukakan tempat dan nama-nama tokoh dalam
pengumpulan hadis, antara lain:
a. Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150
H)
b. Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150
H)
c. Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibnu
Shabih (w. 160 H)
d. Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w.
161 H.)
e. Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)
f. Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-
188 H)
g. Pengumpul pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153
H)
h. Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188
H)
35
Ibid.
36
Nasruddin Razak, Dienul Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1973), h. 134.
37
Ibid, h. 71-82.
38
Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit., h. 83.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 15
kitab Ibnu Juraij, kitab Muwaththa' Imam Malik tersebar dalam
masyarakat dan disambut dengan gembira, kemauan menghafal
hadis, mengumpul, dan membukukannya semakin meningkat dan
mulailah ahli-ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain
dari sebuah negeri ke negeri lain untuk mencari hadis.
Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan hadis-hadis yang
terdapat di kotanya masing-masing. Hanya sebagian kecil di antara
mereka yang pergi ke kota lain untuk kepentingan pengumpulan
hadis. Keadaan ini diubah oleh Al-Bukhari. Beliaulah yang mula-
mula meluaskan daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadis.
Beliau pergi ke Maru, Naisabur, Rei, Baghdad, Bashrah, Kufah,
Mekah, Madinah, Mesir, Damsyik, Qusariyah, `Asqalani, dan
Himsh. Imam Bukhari membuat terobosan dengan mengumpulkan
hadis yang tersebar di berbagai daerah. Enam tahun lamanya al-
Bukhari terus menjelajah untuk menyiapkan kitab Shahihnya.
Para ulama pada mulanya menerima hadis dari para rawi lalu
menulis ke dalam kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat
menerimanya dan tidak memerhatikan sahih-tidaknya. Namun,
setelah terjadinya pemalsuan hadis dan adanya upaya dari orang-
orang zindiq untuk mengacaukan hadis, para ulama pun melakukan
hal-hal berikut.
a. Membahas keadaan para perawi dari berbagai segi,
baik dari segi keadilan, tempat kediaman, masa, dan
lain-lain.
b. Memisahkan hadis-hadis yang sahih dari hadis yang
dha'if yakni dengan men-tashih-kan hadis
Ulama hadis yang mula-mula menyaring dan membedakan
hadis-hadis yang sahih dari yang palsu dan yang lemah adalah Ishaq
ibn Rahawaih, seorang imam hadis yang sangat termasyhur.
Pekerjaan yang mulia ini kemudian diselenggarakan dengan
sempurna oleh al-Imam al-Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-
kitabnya yang terkenal dengan nama al-Jami al-Shahih. Di dalam
39
Ibid, h. 91-106.
40
Ibid, h. 107
Hadis-Hadis Psikologi ~ 17
Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3,
digelari Mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-
mata berpegang pada usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri, dengan
menemui para penghafalnya yang tersebar di setiap pelosok dan
penjuru negara Arab, Parsi, dan lain-lainnya.
Setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat.
Para ulama abad keempat ini dan seterusnya digelari `Mutaakhirin'.
Kebanyakan hadis yang mereka kumpulkan adalah petikan atau
nukilan dari kitab-kitab Mutaqaddimin, hanya sedikit yang
dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghapalnya.
Pada periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak terdapat
dalam kitab sahih pada abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain:
a. Ash-Shahih, susunan Ibnu Khuzaimah
b. At-Taqsim wa Anwa', susunan Ibnu Hibban
c. Al-Mustadrak, susunan Al-Hakim
d. Ash-Shalih, susunan Abu `Awanah
e. Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud
f. Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdul Wahid
Al-Maqdisy.41
Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam
periode ini adalah:
a. Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam
sebuah kitab.
Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis Al-
Bukhari dan Muslim adalah Kitab Al Fami' Bain Ash-
Shahihani oleh Ismail Ibn Ahmad yang terkenal
dengan nama Ibnu Al-Furat (414 H), Muhammad Ibn
Nashr Al-Humaidy (488 H); Al-Baghawi oleh
Muhammad Ibn Abdul Haq Al-Asybily (582 H).
b. Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam.
41
Ibid, h. 107-108
42
Ibid, h. 109-112
43
Umarie, op.cit., h. 2; danHasbi Ash-Shiddieqy, op.cit.,h. 113.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 19
Ibnu Majah, Kitab Zawa'id As-SunanAl-Kubra disusun oleh Al-
Bushiry, dan masih banyak lagi kitab zawa'id yang lain.
Di samping itu, para ulama hadis pada periode ini
mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam beberapa kitab ke
dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya adalah Kitab Fami' Al-
Masanid wa As-Sunan Al-Hadi li Aqwami Sanan, karangan Al-
Hafidz Ibnu Katsir, dan fami'ul fawami susunan Al-Hafidz As-
Suyuthi (911 H).
Banyak kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung hadis-
hadis yang tidak disebut perawinya dan pen-takhrij-nya. Sebagian
ulama pada masa ini berusaha menerangkan tempat-tempat
pengambilan hadis-hadis itu dan nilai-nilainya dalam sebuah kitab
yang tertentu, di antaranya Takhrij Hadis TafsirAl-Kasysyaf
karangan Al-Zailai'i (762), Al-Kafi Asy-Syafi fi Tahrij Ahadis Al-
Kasyasyaf oleh Ibnu Hajar Al-`Asqalani, dan masih banyak lagi kitab
takhrij lain.
Sebagaimana periode keenam, periode ketujuh ini pun
muncul ulama-ulama hadis yang menyusun kitab-kitab Athraf, di
antaranya Ithaf Al-Maharah bi Athraf Al- Asyrah oleh Ibnu Hajar Al-
`Astqalani, Athraf Al-Musnad Al-Mu'tali bi Athraf Al-Musnad Al-
Hanbali oleh Ibnu Hajar, dan masih banyak lagi kitab Athraf yang
lainnya.
Tokoh-tokoh hadis yang terkenal pada masa ini adalah: Adz-
Dzahaby (748 H),Ibnu Sayyidinnas (734 H), Ibnu Daqiq Al-`Ied,
Muglathai (862 H), Al-Asqalany (852 H), Ad-Dimyaty (705 H), Al-
`Ainy (855 H), As-Suyuthi (911 H), Az-Zarkasy (794 H), Al-Mizzy
(742 H), Al-`Alay (761 H), Ibnu Katsir (774 H), Az-Zaily (762 H),
Ibnu Rajab (795 H), Ibnu Mulaqqin (804 H), Al-Bulqiny (805 H),
Al-`Iraqy (w. 806 H), Al-Haitsamy (807 H), dan Abu Zurah (826
H).44
44
Ibid, h. 132.
ﻭﺡ ﻗُ ِﻞ ٱﻟﺮﱡ ﻭ ُﺡ ِﻣ ۡﻦ ﺃَﻣۡ ِﺮ َﺭﺑﱢﻲ َﻭ َﻣﺎٓ ﺃُﻭﺗِﻴﺘُﻢ ﱢﻣﻦَ ۡٱﻟ ِﻌ ۡﻠ ِﻢ ﺇِ ﱠﻻ ﻗَﻠِ ٗﻴﻼ َ َﺲ◌َ ﻟُﻮﻧ
ِ ۖ ﻚ َﻋ ِﻦ ٱﻟﺮﱡ َﻭﻳَ ۡٴ
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh.
Katakanlah: ‘Ruh itu Termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isrβ’: 85).
45
Mahrϋs Said Marsi, at-Tarbiyah wa at-Thabξ‘ah al-Insβniyah,
(Qahirah: Dβrul Ma‘βrif, 1408 H/ 1988 M), h. 277.
46
Marsi, at-Tarbiyah.., h. 33
47
Husain Muzhahiri, Jihad An-Nafs, trj, Ahmad Subandi, Meruntuhkan
Hawa Nafsu Membangun Ruhani, Cet. Pertama, (Jakarta: PT. Lentera Basritama,
2000), h. 33.
48
M. Adib Misbachul Islam, Menguak Sufisme Tuang Rappang: Telaah
atas Teks Daqβ’iq al-Asrβr, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 6, No. 2, 2008: 207
– 228. H.216
Hadis-Hadis Psikologi ~ 21
Allah berfirman;
ْ ﺖ ﻓِﻴ ِﻪ ِﻣﻦ ﺭﱡ ﻭ ِﺣﻲ ﻓَﻘَﻌ
َُﻮﺍ ﻟَ ۥﻪُ ٰ َﺳ ِﺠ ِﺪﻳﻦ ُ ﻓَﺈ ِ َﺫﺍ َﺳﻮ ۡﱠﻳﺘُ ۥﻪُ َﻭﻧَﻔَ ۡﺨ
“Maka apabila telah kusempurnakan ciptaan-Ku, dan telah
kutiupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku” (QS. Al-Hijr: 29).
49
Sa‘id Hawwa, Al-Islβm, terj. Abu ridha dan Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid, (Jakarta: al-I’tishom, 2002), h. 22
A. Manusia
Paradigma seseorang biasanya dipengaruhi oleh bagaimana
perspektifnya terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Seseorang
yang memandang dirinya sebagai yang berkuasa dan orang lain
sebagai yang dikuasai cenderung bersikap otoriter. Pandangan
evolusionisme biologis tentang manusia, bahwa manusia adalah
binatang mamalia yang cerdas, berbeda sekali dengan pandangan
spiritualisme Hindu, bahwa hakekat manusia adalah ruh (atman)nya.
Kalau pendidikan atau pembangunan suatu masyarakat di dasarkan
50
L. Sandra, Dinamika Psikologis Interaksi, Konsep Diri, Dan Identitas
Online, Disertasi, (Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,2012).
51
Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Penerbit
Andi Yogyakarta. 2010), h.15.
52
Rifaat Syauqi Nawawi, dkk., Metodologi Psikologi Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000), h. 3.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 23
kepada pandangan pertama, yang akan di perhatikan adalah
pendidikan, jasmani, dan penalaran. Kalau pendidikan dan
pembangunan itu di dasarkan kepada pandangan spiritualisme, yang
akan diperhatikan tentu hanya pendidikan keruhanian. Demikianlah
seterusnya, perbedaan sikap, orientasi pendidikan dan pembangunan
pada hakekatnya kelanjutan dari bagaimana pandangan yang
melaksanakannya terhadap manusia. Islam juga mengajarkan
pandangan tertentu tentang manusia. Sebelum pandangan Islam ini
diuraikan, terlebih dahulu ada baiknya difahami dulu perbedaan dan
kelebihan manusia di banding dengan makhluk lainnya.53
53
Bustanuddin Agus, al-Islam, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1993), h.
18-19.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 25
dunia eksternal sebagai al-ayat dan dunia internal sebagai jiw, dan
dengan cara ini mengingat kita akan pentingnya jiwa manusia itu
ungkapan tanda-tanda dan jiwa-jiwa yang terdapat dalam
kepustakaan Islam bersumber dari pertanyaan sebagai berikut :
54
Nawawi, Metodologi.., h. 5-7
55
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Jakarta:
Pustaka Pelajar,1995), h. 48.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 27
berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian
membangun teori dan filsafat mengenai manusia.56
Menurut Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 kategori :
aspek biologis (struktur id), psikologis (struktur ego), dan sosiologis
(struktur super ego). Dengan pembagian 3 aspek ini maka tingkatan
tertinggi kepribadian manusia adalah moralitas dan sosialitas, dan
tidak menyentuh pada aspek keagamaan, lebih lanjut Freud
menyatakan bahwa tingkatan moralitas digambarkan sebagai tingkah
laku yang irasional, sebab tingkah laku hanya mengutamakan nilai-
nilai luas, bukan nilai-nilai yang berada dalam kesadaran manusia
sendiri.57
Teori Freud ini banyak mendapat kecaman dari psikolog lain,
Paul Riccoeur misalnya menyatakan bahwa teori Freud telah
memperkuat pendapat orang-orang atheis, tetapi ia belum mampu
menyakinkan atau membersihkan imam orang-orang yang beragama.
Psikolog lain yang membantah teori Freud adalah Allport,
menurutnya pemeluk agama yang sholeh justru mampu
mengintegrasikan jiwanya dan mereka tidak pernah mengalami
hambatan-hambatan hidup secara serius. Ringkasnya perlu adanya
aspek agama dalam memahami kepribadian manusia.58
59
Mujib dan Muzakir, Nuansa-Nuansa.., h. 38-40
Hadis-Hadis Psikologi ~ 29
spirit dalam terminologi psikologi, sebab term ruh memiliki arti
jaubar (subtance) sedang spirit lebih bersifat aradh (accident).
Ruh adalah substansi yang memiliki natur tersendiri. Menurut
Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan awal jisim alami manusia yang
tinggi yang memiliki kehidupan dengan daya. Sedang bagi al-Farabi,
ruh berasal dari alam perintah (amar) yang mempunyai sifat berbeda
dengan jasad.60
Menruut Ibnu Qoyyim al-Jauziyah menyatakan pendapatnya
bahwa, ruh merupakan jisim nurani yang tinggi, hidup bergerak
menembusi anggota-anggota tubuh dan menjalar di dalam diri
manusia. Menurut Imam al-Ghazaly berpendapat bahwa ruh itu
mempunyai dua pengertian: ruh jasmaniah dan ruh ruhaniah. Ruh
jasmaniah ialah zat halus yang berpusat diruangan hati (jantung)
serta menjalar pada semua urat nadi (pembuluh darah) tersebut ke
seluruh tubuh, karenanya manusia bisa bergerak (hidup) dan dapat
merasakan berbagai perasaan serta bisa berpikir, atau mempunyai
kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan ruhruhaniah adalah
bagian dari yang ghaib. Dengan ruh ini manusia dapat mengenal
dirinya sendiri, dan mengenal Tuhannya serta menyadari keberadaan
orang lain (kepribadiam, ber-ketuhanan dan berperikemanusiaan),
serta bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.
B. Psikologi Agama
Psikologi Agama merupakan bagian dari psikologi yang
mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya
dengan keyakinan beragama. Dengan demikian psikologi agama,
mencakup dua bidang kajian yang sama sekali berlainan, sehingga ia
berbeda dari cabang-cabang psikologi lainnya.61 Para ilmuwan
(barat) menganggap filsafat sebagai induk dari segala ilmu. Sebab
60
Mujib dan Muzakir, Nuansa-Nuansa.., h. 41-42
61
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h.1
62
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 6.
63
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pres 2010), hal. 7.
64
Ramayulis, PsikologiAgama, h.3.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 31
Term psikologi agama sendiri merupakan gabungan dari kata
psikologi dan agama. Psikologi berasal dari kata psyche yang berarti
jiwa dan logos yang berarti ilmu.65 Segala aspek tingkah laku
manusia secara terbuka dan tertutup dia sebagai individu maupun
hubungan dengan lingkungannya menjadi wilayah psikologi.66 lmu
ini juga menyelidiki penghayatan dan perbuatan yang dilakukan oleh
manusia ditinjau dari fungsinya sebagai subjek.aspek jiwa sesorang
menjadi sasaran utama dalam melihat segala keterkaitan perbuatan
danalam jiwa
seseorang,dalamhalinipsikologijugadapatdiartikansebagaiilmujiwa.67
Karena jiwa itu bersifat abstrak, maka untuk memahami kehidupan
kejiwaan seseorang hanya mungkin dapat dilakukan dengan melihat
gejala-gejala yang tampak dari diri seseorang melalui sikap dan
tingkah laku yang ditampakkannya.
Psikologi merupakan kajian ilmiah yang bersifat teoritik-
empirik, dan sistematik yang dipergunakan secara umum untuk ilmu
tentang tingkah laku dan pengalaman manusia.68 Dengan demikian,
psikologi merupakan ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia
yang normal, dewasa dan beradab.
Sedangkan kata agama itu terdapat tiga istilah yang
menunjukkan pengertiannya yaitu: agama, religi, dan din.69 Secara
etimologis, pengertian agama yang berasal dari bahasa Sansekerta
terdiri dari a= tidak, dan gam= pergi, berarti tidak pergi, tetap, statis,
sudah ada sejak lama, menjadi tradisi, diwarisi secara turun temurun.
65
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2006), h. 4.
66
Muhubbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 10.
67
Baharuddin & Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam,
(Malang:UIN Malang Press, 2008), h. 21.
68
Jalaludin, psikologi agama, Rajawali, 2010, hal. 11
69
Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, [Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1989], h. 104-105
70
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, [Jakarta: UI
Press, 1979], h. 9-11
71
Endang Saifuddin Anshari, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam,
[Jakarta: Usaha Enterprises, 1976], h. 109
72
The American Heritage Concise Dictionary, Microsoft Encarta 97
Encyclopedia, [Hougthon Mifflin Company, 1994], Third ed. Copyright
73
Djamaluddin Ancok, Psikologi Islami:SolusiIslam Atas Problema-
problem Psikologi, [Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001], h. 77
Hadis-Hadis Psikologi ~ 33
berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling
maknawi.
Sedangkan Robert H. Thouless mendefinisikan Relegion
adalah sikap dan penyesuaian diri terhadap dunia yang mencakup
acuan yang menunjukkan lingkungan yang lebih luas daripada
lingkungan dunia fisik yang terikat ruang dan waktu.74
William James berpendapat bahwa agama sebagai perasaan,
tindakan, dan pengalaman-pengalaman manusia masing-masing
dalam ’keheningannya’.75 Kesadaran keagamaan berdasarkan
pengalaman subyektif, ada tiga ciri yang mewarnai agama, yaitu
pertama, pribadi, agama sebagai hal yang amat pribadi sesuai dengan
kenyataan sepenuhnya; kedua, emosionalitas, sebagai hakikat agama
yang baik dalam bentuk emosi maupun dalam perilaku yang
didasarkan atas perasaan keagamaan; dan ketiga, keanekaragaman
dalam pengalaman keagamaan.76
Selanjutnya lebih jauh, Anthony Giddens menjelaskan bahwa
agama terdiri dari seperangkat simbol, yang membangkitkan
perasaan takzim dan khidmat, serta terkait dengan pelbagai praktek
ritual maupun upacara yang dilaksanakan oleh komunitas
pemeluknya.77 Sebagai sebuah sistem makna, maka agama
memberikan penjelasan dan interpretasi tertentu atas berbagai
persoalan, dan mejadikan berberapa persoalan lainnya tetap sebagai
misteri. Agama memberikan jawaban atas pertanyaan tentang asal-
usul alam semesta dan manusia dalam kehidupan, kematian dan
hidup sesudah mati dalam konsep-konsep yang bernuansa keghaiban.
74
Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, [Jakarta: CV. Atisa,
1988], h. 10
75
Robert W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama Sejak William James
Hingga Gordon W. Allport, [Yogyakarta: Kanisius, 1993], h. 17
76
Ibid., h. 148-152
77
Anthony Giddens, Sociology, [Cambridge: Polity Press, 1989], h. 452
78
Clifford Geertz, the Interpretation of Cultures, [New York: Basic
Books, 1973],.
79
Anthony Giddens, Op.Cit.,
80
Ibid.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 35
hakikatnya ketiga pendekatan itu tidak saling bertentangan,
melainkan saling menyempurnakan dan melengkapi.81
Sementara istilah din berasal dari bahasa Arab, yang antara
lain dapat diartikan sebagai: kebiasaan atau tingkah laku, separti
dalam surat [Q.S. 6: 156, 25: 12, 109: 6]; jalan, peraturan atau hukum
Allah [Q.S. 12: 76]; ketaatan atau kepatuhan [Q.S. 16: 52],; balasan
yang setimpal atau adil [Q.S. 1: 3, 51: 6, 82: 17].
Dengan demikian, maka dapat dirumuskan bahwa agama
adalah kebiasaan atau tingkah laku manusia yang didasarkan pada
jalan, peraturan atau hukum Allah, yang apabila ditaati atau dipatuhi,
maka pemeluknya akan memperoleh balasan yang setimpal atau adil.
Di dalam al-Qur’an istilah din digunakan baik untuk agama Islam
maupun agama lainnya termasuk agama leluhur kaum Quraisy,
seperti ungkapan dalam Q.S. 109: 6, 48: 28, dan 61: 9. istilah din
menjadi khusus bagi agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad
ﷺ, jika dihubungkan dengan kata-kata: Allah, al-Haqq, al-
Qayyim, al-Khalish, menjadi: Din Allah, Din al-Qayyim, dan Din al-
Khalish.82
Dengan merujuk kedua pengertian, yaitu antara psikologi dan
agama, maka dapat dirumuskan bahwa agama tidak dapat di ukur
secara teoritik empirik semata, namun dengan pendekatan psikologi
dapat mempelajari dan menganlisis sikap atau tingkah laku dari
seseorang yang beragama secara lahiriah.
Psikologi agama berusaha meneliti secara mendalam
mengenai apa dan bagaimanakah manusia itu ketika berhadapan
dengan sesuatu yang dianggapnya sebagai zat yang adikodrati
(supranatural) dan psikologi agama mencakup proses beragama,
perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat
yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan terhadap suatu agama
81
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan kritis ;Depok:
Perspektif, 2005], h. 13-14.
82
E. Hasan Saleh, Studi Islam, [Jakarta: ISTN, 1998], h. 30-31
83
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,2005),
cet. Ke-18, h. 10.
84
Jalaludin, Psikologi Agama, 2004, h.16
Hadis-Hadis Psikologi ~ 37
(umum), seperti rasa lega, dan tentram sehabis sembahyang,
rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau
membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan
menyerah setelah berzikir dan ingat kepada Allah ketika
mengalami kesedihan dan kekecewaan yang
bersangkutan.Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang
secara individual terhadap tuhannya, misalnya rasa tentram
dan kelegaan batin.
2) Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh
kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada
tiap-tiap orang.
3) Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang
terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
4) Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan
seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.85
Oleh karena itu, psikologi agama diarahkan pada aplikasi
prinsip-prinsip psikologi terhadap perilaku keagamaan seseorang. Di
sebut juga dengan istilah kesadaran keagamaan diartikan sebagai
bagian atau segi yang hadir dalam pikiran dan dapat diuji melalui
instropeksi. Dengan kata lain, kesadaran keagamaan merupakan
aspek mental dan aktifitas keagamaan (beragama) seseorang.
Sedangkan pengalaman keagamaan (spritual) diartikan sebagai
perasaan yang membawa pada keyakinan yang dihasilkan oleh
tindakan.
Selanjutnya berkaitan dengan sejarah psikologi agama
diawali oleh penelitian tentang agama yang dilakukan para
anthropolog dan sosiolog. Terbitnya buku yang memuat pembahasan
mengenai pertumbuhan perasaan beragama yang berjudul The
Psychology of Religion, an empirical Study of growth of religions
counsciousness. Buku yang diterbitkan pada tahun 1899 merupakan
85
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa.., h. 11
86
Ramayulis, Psikologi Agama, h. 9
Hadis-Hadis Psikologi ~ 39
diabat ke-7 masehi berjudul Al-Siyar wa al- Maghazi memuat
berbagai fragmen dari biografi Nabi Muhammad ﷺ, atau pun
Risalah Hayy Ibn Yaqzan fi Asrar al-Hikmat al-Masyriqiyyat yang
juga ditulis oleh Abu Bark Muhammad ibn Abd-Al-Malin ibn Tufai
(1106-1185 M) juga memuat masalah yang erat kaitannya dengan
materi psikologi agama.87
87
Ibid., h. 10
88
A.F. jaelani, Pensucian jiwa (Tazkiyatun An Nafs) dan kesehatan
Mental, (Jakarta : Amzah, 2001) h43; M Taufik. Tazkiyatun Nafs. ( Lumajang
2012) . h. 14.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 41
Allah, atau suatu proses penyucian jiwa manusia dari brbagai
kotoran, baik kotoran lahir maupun batin.
Menurut Said Hawwa, Tazkiyat al-Nafs (menyucikan jiwa)
yang secara ringkas berarti menyucikan diri dari perbuatan syirik,
dan cabang-cabangnya (seperti sombong, riya, dengki dan lain-lain),
menanamkan nilai-nilai ketauhidan dan cabang-cabangnya, serta
menerapkan perbuatan sesuai dengan nama- nama Allah yang
diiringi ibadah kepada Allah, di dasari keikhlasan kepada Allah
dengan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ.89
Tazkiyat al-Nafs yang merupakan salah satu ajaran penting
dalam Islam. Bahkan salah satu tujuan diutusnya Nabi Muhammad
ﷺadalah untuk membimbing manusia meraih jiwa yang suci.90
Bahkan Tazkiyat al-Nafs merupakan tugas terpenting para Nabi dan
Rasul, serta menjadi tujuan orang-orang yang taqwa dan shaleh.
Rasulullah ﷺmerupakan pemimpin para Rasul sekaligus menjadi
pemimpin dalam memperbaiki dan membersihkan jiwa.
AllahTa’ala menyebutkan dalam firman-Nya:
ﻮﻻ ﱢﻣ ۡﻨ ُﻬﻢۡ ﻳَ ۡﺘﻠُﻮ ْﺍ َﻋﻠَ ۡﻴ ِﻬﻢۡ َءﺍ ٰﻳَﺘِ ِۦﻪ َﻭﻳُﺰَ ﱢﻛﻴ ِﻬﻢۡ َﻭﻳُ َﻌﻠﱢ ُﻤ ُﻬ ُﻢ ۡٱﻟ ِﻜ ٰﺘَ َﺐ ُ ُﻫ َﻮ ٱﻟﱠ ِﺬﻱ ﺑَ َﻌ َﺚ ﻓِﻲ ۡٱﻷُ ﱢﻣ ۧﻴﱢﻦَ َﺭ
ٗ ﺳ
ٰ َ ﻭ ۡٱﻟ ِﺤ ۡﻜﻤﺔَ ﻭﺇﻥ َﻛﺎﻧُﻮ ْﺍ ِﻣﻦ ﻗَ ۡﺒﻞ ﻟَﻔِﻲ
ﻴﻦ ٖ ِﺿﻠَ ٖﻞ ﱡﻣﺒ ُ َِ َ َ
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan
Hikmah (as-Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-
benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu‘ah [62]:2).
89
Sa’id Hawwa. Tazkiyatun Nafs intisari Ihya Ulumuddin. (Jakarta:
Darus Salam, 2005). h 191
90
Ahmad Farid, Tazkiyatun Nufϋs, (Bairut: Dβrul Qalam, 1985), h. 11
Hadis-Hadis Psikologi ~ 43
orang yang beriman.92
Dengan demikian, melakukan Tazkiyat al-Nafs menjadi
suatu kebutuhan bahkan kewajiban bagi setiap orang sehingga
terjaga dari segala kebinasaan dan kehancuran. Hal sebagaimana
ditegaskan al-Qur’an:
ﺶ ﺇِ ﱠﻻ ٱﻟﻠﱠ َﻤ ۚ َﻢ ﺇِ ﱠﻥ َﺭﺑﱠﻚَ ٰ َﻭ ِﺳ ُﻊ ۡٱﻟ َﻤ ۡﻐﻔِ َﺮ ۚ ِﺓ ﻫُ َﻮ ﺃَ ۡﻋﻠَ ُﻢ ﺑِ ُﻜﻢۡ ﺇِ ۡﺫ ﺃَﻧﺸَﺄَ ُﻛﻢ َ ٱﻹ ۡﺛ ِﻢ َﻭ ۡٱﻟﻔَ ٰ َﻮ ِﺣ ٓ
ِ ۡ ٱﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻳَ ۡﺠﺘَﻨِﺒُﻮﻥَ َﻛ ٰﺒَﺌِ َﺮ
ﻮﻥ ﺃُ ﱠﻣ ٰﻬَﺘِ ُﻜﻢۡ ۖ ﻓَ َﻼ ﺗُ َﺰ ﱡﻛ ٓﻮ ْﺍ ﺃَﻧﻔُ َﺴ ُﻜﻢۡ ۖ ﻫُ َﻮ ﺃَ ۡﻋﻠَ ُﻢ ﺑِ َﻤ ِﻦ ٱﺗﱠﻘَ ٰ ٓﻰ
ِ ُﺔ ﻓِﻲ ﺑُﻄٞ ﺽ َﻭﺇِ ۡﺫ ﺃَﻧﺘُﻢۡ ﺃَ ِﺟﻨﱠ ِ ﱢﻣﻦَ ٱﻷَ ۡﺭ
ۡ
“(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa- dosa besar dan
perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil.
Sesungguhnya Rabbmu Maha Luas ampunan-Nya. dan Dia lebih
mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari
tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling
mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32).
Ayat ini secara spesifik menjelaskan karakter orang yang
selalu melakukan proses Tazkita al-Nafs, yaitu dengan menjalankan
perintah Allah dan pada saat yang bersamaan meninggalkan dosa-
dosa besar dan perbuatan keji, seperti zina, minum khamr,
memakan riba dan membunuh. Sedangkan kesalahan atau dosa-dosa
kecil yang dilakukannya sesekali, boleh jadi ia khilaf atau lalai,
namun ia cepat kembali bertaubat, bukan dilakukan secara terus
menerus, sehingga menjadikannya termasuk orang-orang yang
muhsin.
93
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilal al-Qur’an, (Qahirah: Dβr As-Suruq,
1992), Jilid Enam, h. 3917.
94
Abdul Hamid, Penyucian Jiwa Motode Tabi‘in, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2000), h. 23-33.
95
Sa‘id Hawwa, Agar Kita Tidak Dilindas Zaman, (Solo: Pustaka mantiq,
1993), cet.ke-3, h. 27-28,
Hadis-Hadis Psikologi ~ 45
ﺼﻠَ ٰﻮﺓَ ﺗ َۡﻨﻬَ ٰﻰ َﻋ ِﻦ ۡٱﻟﻔَ ۡﺤ َﺸﺎٓ ِء َﻭ ۡٱﻟ ُﻤﻨ َﻜ ۗ ِﺮﺇِ ﱠﻥ ٱﻟ ﱠ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabϋt: 45).
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
Ra, bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
:ﻚ ﻳُ ْﺒﻘِﻲ ِﻣ ْﻦ ﺩ ََﺭﻧِ ِﻪ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍَ ِﺏ ﺃَ َﺣ ِﺪ ُﻛ ْﻢ ﻳَ ْﻐﺘَ ِﺴ ُﻞ ﻓِﻴ ِﻪ ُﻛ ﱠﻞ ﻳَﻮْ ٍﻡ َﺧ ْﻤﺴًﺎ َﻣﺎ ﺗَﻘُﻮ ُﻝ َﺫﻟ ِ ﺃَ َﺭﺃَ ْﻳﺘُ ْﻢ ﻟَﻮْ ﺃَ ﱠﻥ ﻧَﻬَ ًﺮﺍ ﺑِﺒَﺎ
.ﺲ ﻳَ ْﻤﺤُﻮ ﷲُ ﺑِﻬَﺎ ْﺍﻟﺨَ ﻄَﺎﻳَﺎ ِ ﺕ ْﺍﻟ َﺨ ْﻤ ﻚ ِﻣ ْﺜ ُﻞ ﺍﻟ ﱠ
ِ ﺼﻠَ َﻮﺍ َ ِﻻَ ﻳُ ْﺒﻘِﻲ ِﻣ ْﻦ ﺩ ََﺭﻧِ ِﻪ َﺷ ْﻴﺌًﺎ ﻗَﺎ َﻝ ﻓَ َﺬﻟ
“Bagaimana pendapat kalian jika seandainya ada sungai di depan
pintu salah satu di antara kalian, kemudian dia mandi di dalamnya
sehari sebanyak lima kali, apakah kalian akan mengatakan bahwa
masih ada kotoran yang tersisa?” Para sahabat berkata, “Tidak
akan ada kotoran sedikit pun yang tersisa.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Demikianlah perumpamaan shalat lima
waktu yang Allah menghapuskan dengannya dosa-dosa”.96
Berdasrakan hal ini, maka setiap muslim dituntut untuk
membimbing jiwa, pikiran dan perbuatannya berdasarkan syariat,
sehingga pikiran dan perbuatannya menyatu dengan perasaannya.
Inilah yang dinamakan mensucikan jiwa agar menjadi orang yang
lebih baik sebagaimana yang telah dikenal dengan istilah Tazkiyat
al-Nafs, yaitu sebuah proses pensucian dari ruh yang jelek (nafs al-
amarah dan nafs al-lawamah) dari dalam diri seseorang menuju
kebaikan dan ruh yang lebih baik (nafs al-mutmainah) dengan
mengikuti prinsip hukum Islam.97
Para sufi mengartikan Tazkiyat al-Nafs dengan Takhalliyat
al-Nafs dan tahliyat al-Nafs dalam arti melalui latihan jiwa yang
berat mengkosongkan diri dari akhlak tercela, dan mengisinya
96
Muhammad bin Isma‘il al-Bukhβri, Al-Jβmi‘ Ash-Shahξh... hadis No.
529, h. 184.; Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim an-Naisaburi, Shahξh Muslim...,
hadis No. 283 ), h. 300.
97
Ilhaamie Abdul Ghani Azmi, Human Capital Development And
Organizational Performanc: A Focus On Islamic Perspective, Syariah Journal,
Vol. 17. No. 2 (2009), h. 357
98
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Taﷺuf, (Surabaya, Bina Ilmu,
1984), h.. 45
99
Solihin, Taﷺuf Tematik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), h. 125-
135.
100
Sa‟id Hawwa, intisari ihya ‘ulumuddin Al-Ghazali, Mensucikan Jiwa
konsep tazkiyatun nafs terpadu (Rabbani Press, 1998), h. 180
Hadis-Hadis Psikologi ~ 47
Allah. Karenanya, siapapun yang mengharapkan Allah dan hari
akhir, maka harus memperhatikan kebersihan jiwanya, sehingga
kebahagiaan dan ketenangan seseorang tergantung kepada aspek
Tazkiyat al-Nafs. []
ِﷲﺐ ﻗَﺎ َﻝ َﻋ ْﺒ ُﺪ ﱠ ٍ ﺶ ﻋَﻦْ ﺯَ ْﻳ ِﺪ ْﺑ ِﻦ َﻭ ْﻫ ِ ﺹ ﻋَﻦْ ْﺍﻷَ ْﻋ َﻤ ِ ﻴﻊ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ْﺍﻷَ ْﺣ َﻮ
ِ ِﺴﻦُ ﺑْﻦُ ﺍﻟ ﱠﺮﺑ َ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺍ ْﻟ َﺤ
َ
ُﻕ ﻗَﺎ َﻝ ﺇِﻥﱠ ﺃ َﺣ َﺪ ُﻛ ْﻢ ﻳُ ْﺠ َﻤ ُﻊ َﺧ ْﻠﻘُﻪ ُ ﺼﺪُﻭ ْ ﻕ ﺍ ْﻟ َﻤ ﺳﻠﱠ َﻢ َﻭﻫ َُﻮ ﺍﻟ ﱠ
ُ ﺼﺎ ِﺩ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َ ِﷲ ﺳﻮ ُﻝ ﱠ ُ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َﺭ
ُﷲﺚ ﱠ ُ َ ْ
ُ ﻀ َﻐﺔً ِﻣﺜ َﻞ ﺫﻟِ َﻚ ﺛ ﱠﻢ ﻳَ ْﺒ َﻌ ُ َ ْ ُ َ
ْ ﻄ ِﻦ ﺃ ﱢﻣ ِﻪ ﺃ ْﺭﺑَ ِﻌﻴﻦَ ﻳَ ْﻮ ًﻣﺎ ﺛ ﱠﻢ ﻳَ ُﻜﻮﻥُ َﻋﻠَﻘَﺔً ِﻣﺜ َﻞ ﺫﻟِ َﻚ ﺛ ﱠﻢ ﻳَ ُﻜﻮﻥُ ُﻣ ُ ْ َﻓِﻲ ﺑ
ﺳ ِﻌﻴ ٌﺪ ﺛُ ﱠﻢ ﻳُ ْﻨﻔَ ُﺦ ﻓِﻴ ِﻪ َ ﺷﻘِ ﱞﻲ ﺃَ ْﻭ َ ﺕ َﻭﻳُﻘَﺎ ُﻝ ﻟَﻪُ ﺍ ْﻛﺘ ُْﺐ َﻋ َﻤﻠَﻪُ َﻭ ِﺭ ْﺯﻗَﻪُ َﻭﺃَ َﺟﻠَﻪُ َﻭٍ َﻣﻠَ ًﻜﺎ ﻓَﻴُﺆْ َﻣ ُﺮ ﺑِﺄ َ ْﺭﺑَ ِﻊ َﻛﻠِ َﻤﺎ
ُﻖ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ ِﻛﺘَﺎﺑُﻪ ُ ِﺴﺒْ َﻉ ﻓَﻴ ٌ ﻭﺡ ﻓَﺈِﻥﱠ ﺍﻟ ﱠﺮ ُﺟ َﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ﻟَﻴَ ْﻌ َﻤ ُﻞ َﺣﺘﱠﻰ َﻣﺎ ﻳَ ُﻜﻮﻥُ ﺑَ ْﻴﻨَﻪُ َﻭﺑَﻴْﻦَ ﺍ ْﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ ﺇِ ﱠﻻ ِﺫ َﺭﺍ ُ ﺍﻟﺮ ﱡ
ْ
ُ ﻖ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ ﺍﻟ ِﻜﺘ
َﺎﺏ ُ ِﺴﺒ َ
ْ َﻉ ﻓﻴ َ
ٌ ﻓَﻴَ ْﻌ َﻤ ُﻞ ﺑِ َﻌ َﻤ ِﻞ ﺃ ْﻫ ِﻞ ﺍﻟﻨﱠﺎ ِﺭ َﻭﻳَ ْﻌ َﻤ ُﻞ َﺣﺘﱠﻰ َﻣﺎ ﻳَ ُﻜﻮﻥُ ﺑَ ْﻴﻨَﻪُ َﻭﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﻨﱠﺎ ِﺭ ﺇِ ﱠﻻ ِﺫ َﺭﺍ
ﻓَﻴَ ْﻌ َﻤ ُﻞ ﺑِ َﻌ َﻤ ِﻞ ﺃَﻫ ِْﻞ ﺍ ْﻟ َﺠﻨﱠﺔ
Hadis-Hadis Psikologi ~ 49
maka ia kemudian melakukan perbuatan ahli surga (amal kebaikan).
(H.R. Bukhari).101
A. Kandungan Hadis
Hadis Nabi ini memiliki beberapa kandungan makna antara
lain:
Pertama, hadis ini menegaskan kembali tentang posisi
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di mata para sahabatnya
yang mulia, dan seharusnya itu juga menjadi sikap kita kepadanya.
Penyebutan Ash Shaadiqul Mashduuq (yang jujur lagi dipercaya)
kepadanya merupakan tingkat tsiqah (percaya) yang sangat tinggi
kepadanya; bahwa seluruh apa-apa yang datang darinya secara
shahih adalah kebenaran, risalah yang dibawanya adalah benar,
janjinya adalah benar, ancamannya adalah benar, berita darinya
adalah benar, bahkan berguraunya adalah benar dan memiliki makna,
bukan dusta. Sebagaimana firman AllahTa’ala:
ﻛﻤﺎ ﺭﻭﺍﻩ، ﻳﺒﻠﻐﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻛﺎﻣﻼ ﻣﻮﻓﱠﺮً ﺍ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺯﻳﺎﺩﺓ ﻭﻻ ﻧﻘﺼﺎﻥ،ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻘﻮﻝ ﻣﺎ ﺃﻣﺮ ﺑﻪ
.ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ
“Sesungguhnya dia hanyalah mengatakan apa-apa yang
diperintahkan, menyampaikannya kepada manusia secara sempurna
101
Hadis di atas diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam beberapa tempat
pada kitab Shahih-nya. Beliau menyebutkan di dalam pembahasan Bad'ul Khalq
bab Dzikrul Mala'ikah, juz 1V, hal.33, pada Kitab al-Qadr, juz VIII, hal. 122, dan
pada Kitab at-Tauhid bab Qaulullaahi Ta'ala Walaqad Sabaqat Kalimatuna
Li'ibadinal Mursalin, juz IX, hal.135. Lihat Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar
al-Fikr, t.th)
( ﺛُ ﱠﻢ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ13 ) ﺍﺭ َﻣ ِﻜﻴ ٍﻦ ٍ ﻄﻔَﺔً ﻓِﻲ ﻗَ َﺮ ْ ُ( ﺛُ ﱠﻢ َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎﻩُ ﻧ12 ) ﻴﻦٍ َﻭﻟَﻘَ ْﺪ ﺧَ ﻠَ ْﻘﻨَﺎ ﺍﻹ ْﻧﺴَﺎﻥَ ِﻣ ْﻦ ﺳُﻼﻟَ ٍﺔ ِﻣ ْﻦ ِﻁ
ْ
ﻄﻔَﺔَ َﻋﻠَﻘَﺔً ﻓَ َﺨﻠَ ْﻘﻨَﺎ ْﺍﻟ َﻌﻠَﻘَﺔَ ُﻣﻀْ َﻐﺔً ﻓَ َﺨﻠَ ْﻘﻨَﺎ ْﺍﻟ ُﻤﻀْ َﻐﺔَ ِﻋﻈَﺎ ًﻣﺎ ﻓَ َﻜ َﺴﻮْ ﻧَﺎ ْﺍﻟ ِﻌﻈَﺎ َﻡ ﻟَﺤْ ًﻤﺎ ﺛُ ﱠﻢ ﺃَ ْﻧﺸَﺄﻧَﺎﻩُ َﺧ ْﻠﻘًﺎْ ﺍﻟﻨﱡ
)14 ) َﷲُ ﺃَﺣْ َﺴﻦُ ْﺍﻟ َﺨﺎﻟِﻘِﻴﻦ ﻙ ﱠ َ ﺁ َﺧ َﺮ ﻓَﺘَﺒَﺎ َﺭ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik.” (QS. Al Mu’minun, 23: 12-14)
Ketiga, hadis ini menyebutkan bahwa ditiupnya ruh ke janin
yang berada dalam kandungan seorang wanita adalah pada hari ke
120 (kandungan usia 4 bulan).
Keempat, pada hadis ini disebutkan adanya malaikat yang
bertugas meniupkan ruh, sebagaimana telah masyhur pula adanya
malaikat yang bertugas mencabut ruh itu kembali. Keduanya hanya
bisa melakukannya dengan izin Allah Ta’ala.
Kelima, hadis ini juga menyebutkan takdir Allah Ta’ala bagi
setiap hamba-hambanya berupa rezeki, ajal, amal, dan bahagia serta
kesulitannya. Setiap manusia tidak dapat mengelak rencana Allah
Ta’ala terhadap mereka. Allah Ta’ala berfirman;
102
Abu Fida Ismail Ibn Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Quran Al-‘Azhim,
(Beirut: Dar al- Thayyibah Li al-Nasyr wa al-Tauzi’), Juz 7, h. 443.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 51
َﷲِ ﻓَ ْﻠﻴَﺘ ََﻮ ﱠﻛ ِﻞ ْﺍﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨُﻮﻥ
ﷲُ ﻟَﻨَﺎ ﻫُ َﻮ َﻣﻮْ ﻻﻧَﺎ َﻭ َﻋﻠَﻰ ﱠ
َﺐ ﱠ ِ ُﻗُﻞْ ﻟَ ْﻦ ﻳ
َ ﺼﻴﺒَﻨَﺎ ﺇِﻻ َﻣﺎ َﻛﺘ
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa
yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan
hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
(QS. At Taubah 99): 51)
Hendaknya seorang muslim mengimaninya, baik takdir yang
buruk atau yang baik, semuanya merupakan ketentuan Allah Ta’ala,
yang hikmahnya selalu baik bagi hamba-hambaNya. Dengan
mengimani hal ini secara baik dan benar, maka seorang muslim tidak
akan pernah gundah, lemah, khawatir, dan takut terhadap kematian
dan kemiskinan di dunia, sebab semuanya telah ada ketetapan dan
waktunya masing-masing yang tidak bisa dipercepat atau ditunda
jika memang sudah waktunya, dan tidak bisa dielak jika memang itu
bagian dari takdir kehidupan manusia
Keenam, hadis ini juga menyebutkan salah satu contoh takdir
Allah ‘Azza wa Jalla kepada hambaNya; yaitu takdir Allah Ta’ala
atas amal manusia. Telah banyak contoh yang membuktikan
kebenaran hadis ini, bahwa banyak manusia yang berubah pada akhir
hayatnya, berupa yang baik menjadi buruk, atau yang buruk yang
menjadi baik, namun kebanyakan yang terjadi adalah perubahan dari
amal-amal yang buruk kepada amal-amal yang baik di akhir
hidupnya.
103
Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991),
Juz 17, h. 88
104
Ibn Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Quran.., h. 452
105
Ibid.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 53
yang akan membuahi ovum. Rasulullah ﷺmenjelaskan fenomena
ini dalam hadisnya :
ًﺼﻴﺮﺍ
ِ َﺳ ِﻤﻴﻌﺎ ً ﺑ ٍ ﻄﻔَ ٍﺔ ﺃَ ْﻣﺸ
َ َُﺎﺝ ﻧﱠ ْﺒﺘَﻠِﻴ ِﻪ ﻓَ َﺠ َﻌ ْﻠﻨَﺎﻩ ْ ﺎﺍﻹﻧﺴَﺎﻥَ ِﻣﻦ ﻧﱡ
ِ ْ َﺎﺧﻠَ ْﻘﻨ
َ ﺇِﻧﱠ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani
yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah
dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan
melihat.”(Q.S. Al-Insan [76] : 2)
Dalam berbagai ayat al-Qur’an dinyatakan bahwa manusia
pada awal perkembangannya diciptakan dari tetesan (nutfah),
misalnya dalam al-Qur’an berikut ini :
106
Diriwayatkan oleh Muslim dari Muhammad ‘Ali Al-Bar: al-Wajiz fi
‘ilm al-ajnah Al-Qur’an, (Jiddah: Dar As-Su’udiyyah li an-Nasy wa at-
Tauzi,1985), h.14; Muhammad ‘Ali Al-Bar, Khalq al-Insan baina ath-Thib wa Al-
Qur’an, (Jiddah: Dar as-Su’udiyyah li an-Nasyr wa at-Tauzi, 1986), h. 111
2. Fase ‘Alaqoh
Dalam waktu empat puluh hari tetesan nutfah itu akan
berkembang menjadi segumpal darah merah yang membentuk
‘alaqah yang lonjong (air mani itu berkembang dalam empat puluh
hari menjadi segumpal darah ). Dalam ayat Al-Qur’an juga telah
dibahas tentang proses perkembangan pada tahap ini.
ﺴ ﱠﻮ ٰﻯ ﻓَ َﺠ َﻌ َﻞ ِﻣ ۡﻨﻪُ ٱﻟ ﱠﺰ ۡﻭ َﺟ ۡﻴ ِﻦ ﱠ
ٱﻟﺬ َﻛ َﺮ َﻭ ۡٱﻷُﻧﺜَ ٰ ٓﻰ َ َﺛُ ﱠﻢ َﻛﺎﻥَ َﻋﻠَﻘَ ٗﺔ ﻓَ َﺨﻠ
َ َﻖ ﻓ
“Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah
menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang: laki laki dan perempuan.” (Q.S. Al-
Qiyamah [75]: 38-39)
107
M. Quraisy Shihab, Tafsi Al Misbah, Pesan, kesan dan keserasian Al-
Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 5, h. 643
Hadis-Hadis Psikologi ~ 55
Kata ‘alaqah dalam bahasa arab mengandung pengertian
“sesuatu yang menempel, struktur yang mirip lintah, yang sama-
sama menghisap darah”. kemudian segumpal darah itu menjadi
segumpal daging, kira-kira satu suapan daging, yang tidak berbentuk
dan tidak berpola. Segumpal daging itu di bagian dalamnya ada yang
dijadikan tulang, saraf dan urat-urat. Lalu tulang belulang itu
dibungkus dengan daging, yakni sebagai pengokoh dan penguat
tulang laksana penutup tubuh.
Cendikiawan Islam banyak melakukan observasi tentang
perkembangan embrionik manusia berdasarkan referensi yang
diwariskan baik dalam al-Qur’an maupun hadis. Salah satunya yaitu :
“.......pembentukan pada tahap cairan terjadi pada hari
ke-6 sampai hari ke-7 pertama, dimana dalam 13-16
hari, berangsur-angsur berubah menjadi suatu bentuk
dan dalam 28-30 hari menjadi gumpalan daging kecil
dalam 38-40 hari, kepala muncul terpisah dari bahu dan
anggota tubuh. Otak dan jantung diikuti oleh hati telah
terbentuk sebelum alat tubuh lainnya. Janin
mendapatkan makanan dari ibunya untuk tubuh dan
memperbaharui hal-hal yang rusak atau hilang.....
terdapat tiga lapisan yang menutupi dan melindungi
janin, dimana yng menghubungi antara arteri dan vena
dengan rahim ibu melalui tali pusar. Vena mengantarkan
makanan bagi janin yang sedang berkembang, sementara
arteri mengantarkan udara. Pada akhir tujuh bulan,
seluruh alat tubuh telah lengkap setelah persalinan, tali
pusar bayi di potong dalam jarak sekitar empat jari
tangan luasnya dari tubuh, dan diikat dengan benang
wol yang halus dan lembut. Daerah yang di potong di
tutup dengan lapisan tipis yang dilumuri minyak zaitun di
atasnya dengan hati-hati untuk mencegah pendarahan
yang menetes. Setelah persalinan, bayi di rawat oleh
3. Fase Mudghah
Kata ﻣﻀﻐﻪterambil dari kata ﻣﻀﻎyang berarti mengunyah.
Mudghah adalah sesuatu yang kadarnya kecil sehingga dapat
dikunyah.109 Hal ini juga senada dengan pendapat Al-Maraghi,
bahwa mudghah adalah sepotong daging yang besarnya kira-kira
sebesar kunyahan.110
Adapun pengertian yang lebih lengkap, Mudghah adalah
sepotong daging tempat pembentukan janin. Fase ini dimulai kira-
kira minggu keempat. Pada dua puluh hari masa pembuahan, terlihat
permulaan munculnya anggota tubuh terpenting. Oleh karena itu,
ilmu kedokteran menyatakan bahwa minggu ini adalah awal
pembentukan anggota-anggota tubuh.111
Selain itu Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa ada Mudghah
mukhallaqah dan ghoiru mukhallaqah artinya kejadian potongan
daging itu ada yang sempurna kejadiannya tidak ada kekurangan
maupun kecacatan pada awal permulaannya dan juga tidak cacat ada
pula yang tidak sempurna kejadiannya dalam artian terdapat
kecacatan.112
108
Ibnu Al-Quff (1233-1305), Al-Jami, tentang perkembangan
embriologi.
109
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah.., Vol. 9, h. 167
110
Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi.., Juz 17, h. 88
111
Muhammad Izzuddin Taufiq, Al-Qur’an dan Embriologi Dalil Anfus
dan Ayat Penciptaan (ayat-ayat tentang penciptaan manusia), (Solo: Tiga
Serangkai, 2006, h. 70
112
Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi.., Juz 17, h. 88
Hadis-Hadis Psikologi ~ 57
4. Fase Tulang dan Daging
Setelah fase mudghoh, fase selanjutnya yaitu fase tulang
belulang dan daging. Dalam hadis shahih dari Abu Zinad, dari A'raj,
dari Abu Hurairah Ra, dia bercerita, Rasulullah SAW bersabda :
ﻛﻞ ﺟﺴﺪ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﻳﺒﻠﻰ ﺇﻻ َﻋﺠْ ﺐُ ﱠ
ﻣﻨﻪ ﺧﻠﻖ ﻭﻣﻨﻪ ﻳﺮﻛﺐ،ﺍﻟﺬﻧَﺐ
Artinya : "Setiap tubuh anak Adam akan binasa dimakan tanah,
kecuali tulang ekornya, darinya(lah) dia diciptakan dan padanya
disusun"113
Dari hadis diatas bahwa Allah menciptakan manusia melalui
beberapa fase, diantaranya fase tulang-belulang. Menurut Ibnu
Katsir, bahwa setelah proses pembentukan mudghoh, Allah
membentuk dan merancangnya yakni Allah membentuk menjadi
bentuk yang memiliki kepala, dua tangan, dua kaki dengan tulang,
syaraf dan urat-uratnya. “Lalu Kami Bungkus Tulang Itu Dengan
Daging” yakni kami jadikan daging itu sebagai pembungkus penguat
dan pengokoh tulang.114 Kemudian al-Maraghi menafsirkan ﻓﺨﻠﻘﻨﺎ
ﺍﻟﻤﻀﻐﺔ ﻋﻈﺎﻣﺎartinya menjadikannya angota-angota badan yang
seimbang. Kemudian kami jadikan daging itu sebagai
pembungkusnya setelah tulang itu sebagai pembungkusnya. Maka
jadilah pembungkusnya itu menutupi seluruh tubuh.115
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa perubahan pada mudghah
dapat terjadi secara keseluruhan atau sebagiannya. Berdasarkan
temuan ilmu kedokteran, perubahan tersebut hanya terjadi pada
sebagian mudghah karena sebagian mudghah itulah yang berubah
menjadii tulang belulang (sumber susunan tulang, otot, dan kulit
adalah satu lapisan pada jaringan, yaitu lapisan tengah).116
5. Fase Penciptaan Makhluk yang berbentuk lain
113
Muhammad bin ‘Isma’il Abu ‘Abdullah al- Bukhari, al-Jami’ al-
Shahih al-Mukhtashar, (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), cet. ke-3, hadis ke 4935
114
Jalaluddin al-Mahalliy dan Jalaluddin al-Suyuti. Tafsir Jalalain,
(Jakarta: Daar al-Ihya’ al-Kutub Al-Arabiyyah Indonesia,tt), juz. 1, h. 25
115
Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,, Juz 18, h. 9
116
Muhammad Izzuddin Taufiq, Al-Qur’an dan Embriologi.., h. 69
117
M. Quraisy Syihab, Tafsir.., Vol. 9, h. 167
118
Al-Mahalliy dan al-Suyuti. Tafsir Jalalain.., Juz 1, h. 291.
119
Ahmad al-Shawiy al-Maliki. Hasiyatus Shawiy ‘ala Tafsir al-Jalalayn,
(Bairut: Dar al-Fikr,1993), Juz 4, h. 226
120
Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi.., Juz 17, h. 89.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 59
dimaknai sebagai keadaan yang lemah baik badannya,
pendengarannya, penglihatan, panca indra, amarah, dan akalnya.121
Kata ﻁﻔﻞthifl yakni anak kecil / bayi berbentuk tunggal.
Walaupun redaksi ayat di atas ditunjukkan kepada jamak, namun
karena ayat ini menggambarkan keadaan setiap yang lahir, maka kata
tersebut dipahami dalam arti masing-masing kamu yang lahir dalam
bentuk anak kecil / bayi. Penggunaan bentuk tunggal ini juga
mengisyaratkan bahwa ketika lahir semua thifl yang dalam hal ini
berarti bayi dalam keadaan sama, mereka semua suci, mengandalkan
orang lain, belum memiliki birahi, dan keinginan yang berbeda-
beda.122
7. Masa Dewasa
Ayat ﺛﻢ ﻟﺘﺒﻠﻐﻮ ﺃﺷﺪﻛﻢmenurut Al-Maraghi, menjelaskan bahwa
dimana tahap manusia dipanjangkan usianya dan dimudahkan dalam
pendidikannya sehingga sampailah pada kesempurnaan akal dan
puncaknya kekuatan (masa terkuat).123 Hal ini juga senada dengan
yang dijelaskan oleh Ibnu katsir, yaitu kesempurnaan kekuatan yang
semakin bertambah dan mencapai permulaan usia muda serta
bagusnya penglihatan.124
Masa dewasa adalah masa saat seseorang sedang dalam
puncak kekuatannya. Dengan mulainya masa dewasa ini,
pembebanan syari’atpun dimulai. Oleh karena itu, ayat Al-Qur’an
dalam Surat Al-Hajj menyebutkan tentang kematian sebelum dan
sesudah saat itu. Ayat itu juga menyebutkan kata nukhrijukum (Kami
keluarkan kamu) dan kata nuqirru (Kami tetapkan) tanpa huruf lam
(yang berarti “agar”), sedangkan kata litablughu (agar kamu sampai)
tertulis dengan “lam”. Ini menunjukkan bahwa tujuan dari penciptaan
121
Tafsir Ibnu Katsir, h. 206
122
M. Quraisy Syihab, Tafsir Al-Misbah.., Vol. 9 hal. 167
123
Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi.., juz, 17, h. 89
124
Tafsir Ibnu Katsir, h. 206
125
Muhammad Izzuddin Taufiq, Al-Qur’an dan Embriologi.., h. 104
126
al-Mahalliy dan Jalaluddin al-Suyuti. Tafsir Jallalain.., Juz 1, h. 292
127
M. Quraisy Syihab, Tafsir Al-Misbah..,Vol. 9, hal. 14
128
Al-Shawiy al-Maliki. Hasiyatus Shawiy.., Juz 4, h. 186
129
Al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi.., Juz, 17, h. 89
Hadis-Hadis Psikologi ~ 61
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik.(Q.S. Al-Mukminun [23]: 14)
130
Dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan, konsepsi adalah satu
fase pembuahan satu indung telur. Fase prakonsepsi berarti fase yang terjadi
sebelum pembuahan indung telur, seperti fase persetubuhan (coitus), bahkan fase
pranikah. Meskipun dalam fase ini, wujud jasmani manusia belum berbentuk,
tetapi wujud ruhaninya telah ada. Karenanya, ruh yang suci harus disediakan
tempat (dalam bentuk jasad) yang suci pula, dengan cara memilih kualitas bapak-
ibu yang baik.
C. Tinjauan Psikologi
Perkembangan kejadian dan proses penciptaan manusia itu
melalui jalur bertahap dan evolutif. Perkembangan evolusi itu mulai
dari tingkat yang sederhana menuju arah kesempurnaan. Tiap tingkat
merupakan makhluk tersendiri yang memiliki kode genetik yang
berbeda sehingga keturunan dari jenis tertentu akan sama dengan
yang menurunkannya karena mewarisi kode genetik yang sama.
Proses dan perkembangan perubahan makhluk dari satu
tingkat ke tingkat lain yang lebih tinggi disebabkan oleh mutasi pada
kode genetik dalam sel kelamin. Dengan demikian, keturunan yang
dihasilkan mempunyai sifat-sifat yang berbeda dari induknya.
Hakekat manusia menurut al-Qur’an adalah fitrah (suci).
Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan suci tanpa dosa yang
mengikat. Sedangkan didalam humanisme, manusia pada dasarnya
baik karena mereka mempunyai potensi untuk mengaktualisasikan
dirinya sendiri. Menurut behaviorisme manusia itu di pengaruhi oleh
lingkungannya, dan dalam psikoanalisa yang dicetuskan oleh
Sigmund Freud, manusia itu pada dasarnya jahat. Psikologi Islam
membahas kehidupan manusia mulai dari sebelum lahir sampai nanti
kehidupan setelah mati, sedangkan psikologi barat membahas
kehidupan manusia hanya sebatas kehidupan di dunia saja.
Dalam perspektif psikologi, proses perkembangan manusia
melalui empat tahap:
Hadis-Hadis Psikologi ~ 63
1. Tahap Germinal (praembrionik)
Tahap germinal (praembrionik) merupakan awal dari
kehidupan manusia. Proses ini dimulai ketika sperma melakukan
penetrasi terhadap telur dalam proses penbuahan, yang normalnya
terjadi akibat hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Pada
tahap ini zigot terbentuk.
Zigot terbentuk dari campuran sel sperma dan sel telur
(tetesan yang bercampur). Menurut hadis tidak semua nutfah dapat
menjadi embrio, sebagaimana telah dinyatakan berikut ini :
132
H.R. Al-Tirmidzi no. 529, Al-Nasa’i no. 1117, dari ‘Aisyah RA.
133
Ibnu Munzur, Muhammad bin Karim, Lisan al Arab, (Beirut, Dar
Shadir, t.t.), juz 5, h. 74
Hadis-Hadis Psikologi ~ 65
Allah terhadap sesuatu yang telah sampai waktunya dan merupakan
penjelasan dari kehendakNya terhadap sesuatu itu. 134
Sedangkan menurut istilah, takdir adalah ketetapan Allah atas
segala makhluknya yang pasti terjadi dan tidak bisa dihindari oleh
manusia jika waktunya telah tiba, akan tetapi dalam menghadapi
ketetapan tersebut, manusia masih diberikan kebebasan untuk
memilih mana yang terbaik bagi diri mereka. Oleh karena itu,
permasalahan takdir tidak bisa dilepaskan dari ketetapan Tuhan dan
pilihan manusia. Karena dalam melaksanakan ketetapannya, Allah
selalu memberikan sebab-sebab yang alamiah yang bisa diterima
akal manusia, walaupun terkadang tidak sesuai dengan apa yang ada
di dalam pikiran (baca: harapan) manusia.
Adapun macam-macam takdir, menurut sebagian besar ulama
takdir terbagi kepada dua macam, yaitu : Takdir Mubram dan Takdir
Mu’allaq. Takdir mubram adalah ketetapan Allah atas makhluknya
yang mana tidak ada kemampuan dari makhluk tersebut untuk
menghindarinya.135 Dalam hal ini, takdir biasa disebut sebagai Qadha
Allah. Artinya, takdir jenis ini adalah kehendak mutlak dari Allah
yang mana semua makhluknya suka atau tidak suka harus
menerimanya. Contohnya antara lain: kematian, orang tua, keluarga,
dan keturunan.
Sedangkan takdir yang kedua adalah takdir mu’allaq, yaitu
ketetapan Allah yang berlaku pada makhluknya sesuai dengan apa
yang dilakukannya di dunia sesuai dengan kemampuannya
sendiri.136 Takdir jenis ini disebut sebagai Takdir Allah. Artinya,
segala ketetapan Allah yang terjadi pada diri manusia sesuai dengan
apa yang mereka pilih dalam hidup mereka. Dalam hal ini, segala
sesuatu yang terjadi pada diri manusia yang berkaitan dengan masa
134
Abi al Husain, Ahmad bin Qaris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al
Lugah, (t.tp.: Qahirah: Ittihad al Kitab al Arab, 2002), juz 5, h. 51
135
Hasyim, Umar, Mencari Takdir, (Solo: Ramadhani, 1983), h. 74
136
Ibid, h. 75
137
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bβri, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), juz XI,
h. 488.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 67
dituntut untuk hidup sehat dan menjaga diri sehingga usianya bisa
semakin panjang (dalam perspektif manusia).
Kaidah yang sama berlaku pada segala hal lainnya. Dengan
memahami ketiga perspektif ini, maka segala kebingungan tentang
takdir akan mudah terjawab. Seorang muslim dituntut untuk beriman
bahwa segala hal sudah diketahui Allah sejak dulu dan pasti terjadi
sesuai pengetahuan-Nya, tetapi dia tak boleh menjadikan itu sebagai
alasan untuk berdiam diri atau menjadikan takdir sebagai alasan
sebab ia tak tahu apa takdirnya. Satu hal yang wajib dilakukan oleh
manusia adalah berusaha saja menyambut masa depannya. Dalam
konteks inilah Nabi bersabda:
ﺍ ْﻋ َﻤﻠُﻮﺍ ﻓَ ُﻜﻞﱞ ُﻣﻴَ ﱠﺴ ٌﺮ
“Berusahalah, semua akan dimudahkan.” (HR. Bukhari – Muslim).138
138
Abdul Wahab Ahmad,
https://islam.nu.or.id/post/read/96195/mengurai-takdir-dari-tiga-perspektif-allah-
malaikat-dan-manusia
ﺼﻠﱠﻰ َﻋﻠَﻰ ُﻛ ﱢﻞ َﻣ ْﻮﻟُﻮ ٍﺩ ُﻣﺘ ََﻮﻓًّﻰ َﻭﺇِﻥْ َﻛﺎﻥَ ﻟِ َﻐﻴﱠ ٍﺔ َ ُﺏ ﻳٍ ﺷ َﻬﺎ ِ ُﺐ ﻗَﺎ َﻝ ﺍﺑْﻦ ُ ﺎﻥ ﺃَ ْﺧﺒَ َﺮﻧَﺎ
ٌ ﺷ َﻌ ْﻴ ِ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﺍ ْﻟﻴَ َﻤ
ﺻﺔً َﻭﺇِﻥْ َﻛﺎﻧَﺖْ ﺃُ ﱡﻣﻪُ َﻋﻠَﻰ ﺳ َﻼ َﻡ ﺃَ ْﻭ ﺃَﺑُﻮﻩُ َﺧﺎ ﱠ ْ ﺍﻹِ ْ ُﺳ َﻼ ِﻡ ﻳَ ﱠﺪ ِﻋﻲ ﺃَﺑَ َﻮﺍﻩْ ﺍﻹ ْ ِِﻣﻦْ ﺃَ ْﺟ ِﻞ ﺃَﻧﱠﻪُ ُﻭﻟِ َﺪ َﻋﻠَﻰ ﻓ
ِ ْ ﻄ َﺮ ِﺓ
ٌﺳ ْﻘﻂ ِ ُﺴﺘَ ِﻬ ﱡﻞ ِﻣﻦْ ﺃَ ْﺟ ِﻞ ﺃَﻧﱠﻪ ْ َﺼﻠﱠﻰ َﻋﻠَﻰ َﻣﻦْ َﻻ ﻳ َ ُﺻﻠﱢ َﻲ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َﻻ ﻳ ُ ﺻﺎ ِﺭ ًﺧﺎ َ ﺳﺘَ َﻬ ﱠﻞ ْ ﺳ َﻼ ِﻡ ﺇِ َﺫﺍ ﺍْ ﺍﻹِ ْ َﻏ ْﻴ ِﺮ
ﺳﻠﱠ َﻢ َﻣﺎ ِﻣﻦْ َﻣ ْﻮﻟُﻮ ٍﺩ ﺇِ ﱠﻻ َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ﱢﺙ ﻗَﺎ َﻝ ﺍﻟﻨﱠﺒِ ﱡﻲ ُ ﷲُ َﻋ ْﻨ ُﻬ َﻜﺎﻥَ ﻳُ َﺤﺪ ﺿ َﻲ ﱠ ِ ﻓَﺈِﻥﱠ ﺃَﺑَﺎ ﻫ َُﺮ ْﻳ َﺮﺓَ َﺭ
َ ﺼ َﺮﺍﻧِ ِﻪ ﺃَ ْﻭ ﻳُ َﻤ ﱢﺠ
ﺴﺎﻧِ ِﻪ َﻛ َﻤﺎ ﺗُ ْﻨﺘ َُﺞ ﺍ ْﻟﺒَ ِﻬﻴ َﻤﺔُ ﺑَ ِﻬﻴ َﻤﺔً َﺟ ْﻤ َﻌﺎ َء ﻄ َﺮ ِﺓ ﻓَﺄَﺑَ َﻮﺍﻩُ ﻳُ َﻬ ﱢﻮﺩَﺍﻧِ ِﻪ ﺃَ ْﻭ ﻳُﻨَ ﱢ
ْ ِﻳُﻮﻟَ ُﺪ َﻋﻠَﻰ ﺍ ْﻟﻔ
َ ﷲِ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻓَﻄَ َﺮ ﺍﻟﻨﱠ
ﺎﺱ ﻄ َﺮﺓَ ﱠ ْ ِﷲُ َﻋ ْﻨﻪُ} ﻓ ﺿ َﻲ ﱠ ِ َﻫ ْﻞ ﺗ ُِﺤﺴﱡﻮﻥَ ﻓِﻴ َﻬﺎ ِﻣﻦْ َﺟ ْﺪﻋَﺎ َء ﺛُ ﱠﻢ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ﺃَﺑُﻮ ُﻫ َﺮ ْﻳ َﺮﺓَ َﺭ
ََﻋﻠَ ْﻴ َﻬﺎ { ْﺍﻵﻳَﺔ
Artinya:“Abu Hurairah r.a mengatakan bahwa Nabi ﷺ. telah
bersabda: “tidak ada seorang anakpun yang terlahir ke dunia ini
melainkan ia terlahir dalam keadaan al-fithrah (kesucian Islam).
Maka, kedua orangtuanyalah yang kemudian mendidiknya menjadi
beragama Yahudi, atau Nashrani, atau Majusi. Sebagaimana seekor
binatang terlahir dalam bentuk binatang yang sempurna anggota
tubuhnya, adakah kamu mengetahui pada diri binatang itu anggota
tubuh yang cacat?”. Lalu Abu Hurairah mengutip sebuah ayat (yang
intinya) tetaplah pada kesucian agama Allah di mana manusia telah
diciptakan dalam keadaan tersebut. Tidak ada yang dapat merubah
fitrah yang telah diciptakan Allah, dan itulah agama yang lurus”.139
A. Kandungan Hadis
Hadis ini menjelaskan tenang fitrah manusia sebagai istrumen
ilahiyah yang dicitakan Allah Ta’ala kepada manusia yang berfungsi
sebagai naluri beragama, yaitu agama tauhid, sebagaimana perjanjian
manusia dengan Alah waktu zaman Azali. Oleh karenanya, jika ada
manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklahwajar.
Secara etiologi, fitrah berasal dari kata ﻓﻄﺮyang sepadan
dengan kata ﺧﻠﻖyang artinya mencipta. Biasanya ketiga kata tersebut
digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukan pengertian sesuatu
139
al- Bukhari, al-Jami’ al-Shahih.., hadis ke- 1270
Hadis-Hadis Psikologi ~ 69
yang sebelumnya belum ada dan masih merupakan pola dasar yang
perlu penyempurnaan.Fitrah juga diartkan sebagai “sifat yang disifati
dengannya terhadap segala wujud pada awal kejadiannya”. Dengan
kata lain disebut sifat dasar manusia.140Sementara menurut kamus
bahasa Indonesia, fitrah berasal dari sifat asal, kesucian, bakat,
Pembawaan.141
Menurut Quraish Shihab, fitrah adalah “menciptakan sesuatu
pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya”. Dengan demkian berarti
fitrah sebagai unsur, sistem dan tata kerja yang diciptakan Allah pada
makhluknya sejak awal kejadian sehingga menjadi bawaannya.
Inilah yang disebut oleh beliau dengan arti asal kejadian atau bawaan
sejak lahir.142
Ibnu Kaldun memaknai fitrah sebagai potensi-potensi laten
yang akan bertransformasi menjadi aktual setelah mendapat
rangsangan dari luar. Dikatakannya jiwa apabila dalam fitrahnya
yang semula siap menerima kebaikan dan kejahatan yang datang dan
melekat padanya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa fitrah
adalah suatu keadaan (yaitu agama Islam) dalam diri manusia yang
telah diciptakan oleh Allah sejak manusia itu dilahirkan. Esensi dari
agama Islam tersebut adalah tauhid.
Tauhid merupakan suatu kepercayaan tentang Tuhan dengan
segala aspeknya, seperti soal wujud-Nya, keesaan-Nya, sifat-sifat-
Nya; yang berhubungan dengan alam semesta seperti terjadinya alam
semesta, keadilan dan kebijaksanaan Tuhan, qadβ’ dan qadar; yang
berhubungan dengan keutusan para Rasul, alam ghaib, kitab-kitabnya
dan lain-lain. Dasar dari adanya fitrah tersebut adalah pengakuan roh
manusia sewaktu diciptakan. Dalam aspek tauhid, semua agama
140
Warul Walidin, Konstelasi Pemikiran Paedagogik Ibnu Khaldun
Perspektif Pendidikan Modern, (Yogyakarta : Nadiya Foundation,2003), h. 96.
141
Hasan Alwi dkk. Kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,2005), h. 318
142
Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, (Jakarta : lentera hati,2002), Vol 11, h. 53.
143
H.A.Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung; Pustaka Setia, 2009),
h. 203
Hadis-Hadis Psikologi ~ 71
potensi akan lebih tepat jika yang dimaksudkan adalah potensi-
potensi internal manusia seperti: akal, ruh, nafs, qalb, fuβd dan lain-
lain. Potensi-potensi tersebut disebut dengan fithrah munazzalah,
yaitu potensi-potensi atau kesiapan yang masih bersih tanpa goresan
apapun yang perkembangannya sangat bergantung kepada faktor luar
terutama sumberdaya pendidikan. Perkembangan fithrahkhalqiyyah
sangat bergantung kepada pengembangan fithrah munazzalah.
Hadis tentang fitrah adalah potensi baik. Sebab pengertian
menjadi yahudi nashrani dan majusi bermakna menyesatkannya.
Artinya orang tua yang menjadikan perkembangannnya menyimpang
dari sifat dasar yang membawa fitrah ketauhidan dan sepatutnya
berkembang ke arah yangbaik.
Tegasnya hadis tersebut mengeksplisitkan bahwa fitrah yang
yang dibawa lahir itu sangat besar dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang mungkin dapat mengubah secara drastis fitrah itu.
Ada kalanya lingkungan bisa membuat baik atau sebaliknya.
Walaupun seorang anak mempunyai pembawaan (beragama tauhid)
namun pembawaan itu tidak maha kuasa menentukan perkembangan
baik.
144
Muh. Anis, Jurnal Kependidikan Islam; pendidikan Islam dan
tantangan multicultural, (Yogyakarta: Tarbiyah UIN Suka,2008), h. 74
145
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Rosdakarya; 2007), h.155
Hadis-Hadis Psikologi ~ 73
serta produktif.146
Dari beberapa hal yang perlu difahami orang tua
tentang anak, maka langkah pendidikan yang tepat harus
ditempuh oleh orang tua (lihat surat Luqman ayat 15 – 19)
adalah :
1. PendidikanKetauhidan
146
Mahmud Miharso, Pendidikan Keluarga Qur’ani, (Badung: Safiria
Insania press,:2000), h.123
ﻋﻠﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻴﻰ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﺑﻦ ﺳﺒﻊ ﺳﻨﻴﻦ ﻭﺍﺿﺮﺑﻮﻩ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﺑﻦ ﻋﺸﺮ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺣﻤﺪ
(ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ ﻭﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻰ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻤﻰ ﻋﻦ ﺳﻤﺮﺓ
Artinya: Ajarilah anak sholat ketika umur 7 tahun, dan
pukulah jika meninggalkannya dalam umur 10 tahun. (HR.
Ahmad, Turmudhi, Tabarani, dan Hakim dari Samirah).
ﻣﺮﻭﺍ ﺍﻭﻻﺩﻛﻢ ﺑﺎﻟﺼﻼﺓ ﻭﻫﻢ ﺍﺑﻨﺎء ﺳﺒﻊ ﺳﻨﻴﻦ ﻭﺍﺿﺮﺑﻮﻫﻢ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻫﻢ ﺍﺑﻨﺎء
)ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺣﻤﺪ ﻭﺍﺑﻰ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻋﻦ. ﻋﺸﺮ ﺳﻨﻴﻦ ﻭﻓﺮﻗﻮﺍ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻀﺎﺟﻊ
(ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ
Artinya: Perintahlah anakmu sholat pada usia tujuh tahun,
dan pukulah jika meninggalkannya pada usia sepuluh tahun,
dan pisahkanlah tempat tidurnya (HR. Ahmad dan Abi Daud
dan Hakim dari Ibn ‘Umar).40
Hadis-Hadis Psikologi ~ 75
sepatutnya berkembang ke arah yang baik. Fitrah yang yang
dibawa lahir itu sangat besar dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang mungkin dapat mengubah secara drastis
fitrah itu. Pendidikan sangat mempengaruhi perkembangan
dari setiap manusia. Orang tua mempunyai tanggung jawab
kepada anaknya berkembang sesuai fitrahnya, bertanggung
jawab terhadap pendidikan anaknya. Langkah pendidikan
yang tepat harus ditempuh oleh orang tua adalah pendidikan
ketauhidan, pendidikan Akhlaq, pendidikan Sholat,
pendidikan Amar Ma’ruf nahi mungkar, pendidikan
ketabahan dan kesabaran.147
C. Tinjauan Psikologi
Dalam penciptaannya manusia dibekali banyak kelebihan
daripada makhluk ciptaan Allah lainnya, yang mana salah satu dari
banyaknya kelebihan tersebut adalah dianugerahinya fitrah yang
berupa perasaan dan kemampuan untuk mengenal Allah dan juga
untuk melakukan segala yang diperintahkan dalam ajaran-Nya.
Fitrah ini merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia,
dan masih dapat berkembang nantinya.
Dalam teori perkembangan, paling tidak ada tiga faktor yang
mempengaruhi perkembangan fitrah ini, yaitu: (i) Faktor orang tua;
(ii) faktor pembawaan; dan (iii) faktor lingkungan. Ketiga faktor
itulah yang nantinya dapat menentukan arah dan kualitas
perkembangan fitrah yang terdapat pada manusia.
Menurut Syamsu Yusuf, faktor orang tua mempunyai peranan
yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan fitrah beragama
anak. karena sejak lahir seorang anak normalnya diasuh oleh orang
tuanya, dan anak yang masih kecil belum mengerti apa-apa. Jadi
147
A.Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung;Pustaka Setia, 2009), h .
207
Dari ayat tersebut jelas bahwa dalam diri tiap manusia telah
Allah bekali dengan fitrah, tapi walaupun dari faktor pembawaan
Hadis-Hadis Psikologi ~ 77
manusia telah dibekali oleh fitrah bisa saja di dalam perjalanan
hidupnya fitrah tersebut dapat berubah, karena masih ada faktor-
faktor lain yang sebagai penentunya.
Faktor ketiga dalam proses perkembangan fitrah adalah faktor
lingkungan. Oleh karena setiap individu akan mendapat pangaruh
dari lingkungan yang berbeda dan dalam bentuk yang berbeda pula.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor
pembawaan atau fitrah beragama merupakan potensi yang
mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Namun,
perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada faktor luar
(eksternal) yang memberikan rangsangan atau stimulus yang
memungkinkan fitrah itu berkembang dengan sebaik-baiknya. Faktor
eksternal itu tidak lain adalah lingkungan dimana individu itu hidup,
yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
ﺳﻮ َﻝ ُ ﺳ ِﻤﻌْﺖُ َﺭ َ ﺸﻴ ٍﺮ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ِ َﺳ ِﻤﻌْﺖُ ﺍﻟ ﱡﻨ ْﻌ َﻤﺎﻥَ ﺑْﻦَ ﺑ َ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﻧُ َﻌ ْﻴ ٍﻢ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َﺯ َﻛ ِﺮﻳﱠﺎ ُء ﻋَﻦْ ﻋَﺎ ِﻣ ٍﺮ ﻗَﺎ َﻝ
ﺸﺒﱠ َﻬﺎﺕٌ َﻻ ﻳَ ْﻌﻠَ ُﻤ َﻬﺎ َﻛﺜِﻴ ٌﺮ َ ﺳﻠﱠ َﻢ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ﺍ ْﻟ َﺤ َﻼ ُﻝ ﺑَﻴﱢﻦٌ َﻭﺍ ْﻟ َﺤ َﺮﺍ ُﻡ ﺑَﻴﱢﻦٌ َﻭﺑَ ْﻴﻨَ ُﻬ َﻤﺎ ُﻣَ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﱠ
ﺍﻉ ﻳَ ْﺮﻋَﻰ ٍ ﺕ َﻛ َﺮ ِ ﺸﺒُ َﻬﺎﺿ ِﻪ َﻭ َﻣﻦْ َﻭﻗَ َﻊ ﻓِﻲ ﺍﻟ ﱡ ِ ﺳﺘَ ْﺒ َﺮﺃَ ﻟِ ِﺪﻳﻨِ ِﻪ َﻭ ِﻋ ْﺮ
ْ ﺕﺍ ِ ﺸﺒﱠ َﻬﺎَ ﺱ ﻓَ َﻤﻦْ ﺍﺗﱠﻘَﻰ ﺍ ْﻟ ُﻤ ِ ِﻣﻦْ ﺍﻟﻨﱠﺎ
ﺿ ِﻪ َﻣ َﺤﺎ ِﺭ ُﻣﻪُ ﺃَ َﻻ ِ ﷲِ ﻓِﻲ ﺃَ ْﺭ ﻮﺷ ُﻚ ﺃَﻥْ ﻳُ َﻮﺍﻗِ َﻌﻪُ ﺃَ َﻻ َﻭﺇِﻥﱠ ﻟِ ُﻜ ﱢﻞ َﻣﻠِ ٍﻚ ِﺣ ًﻤﻰ ﺃَ َﻻ ﺇِﻥﱠ ِﺣ َﻤﻰ ﱠ ِ َُﺣ ْﻮ َﻝ ﺍ ْﻟ ِﺤ َﻤﻰ ﻳ
ﺴ ُﺪ ُﻛﻠﱡﻪُ ﺃَ َﻻ َﻭ ِﻫ َﻲَ ﺴ َﺪ ﺍ ْﻟ َﺠَ َﺴﺪَﺕْ ﻓ َ َﺴ ُﺪ ُﻛﻠﱡﻪُ َﻭﺇِ َﺫﺍ ﻓ َ ﺻﻠَ َﺢ ﺍ ْﻟ َﺠَ ْﺻﻠَ َﺤﺖ َ ﻀ َﻐﺔً ﺇِ َﺫﺍ ْ ﺴ ِﺪ ُﻣ َ َﻭﺇِﻥﱠ ﻓِﻲ ﺍ ْﻟ َﺠ
ﺐُ ﺍ ْﻟﻘَ ْﻠ
ﺳ ِﻌﻴ ِﺪ ْﺑ ِﻦ ﺃَﺑِﻲ ِﻫ ْﻨ ٍﺪﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ِﻫ َﻌ ِﻦ ﺳ َﻤﺎ ِﻋﻴ ُﻞ ﻗَﺎ َﻝ ﺃَ ْﺧﺒَ َﺮﻧِﻲ َﻋ ْﺒﺪ ﱠ
َ ُ ُﷲِ ْﺑﻦ ْ ِﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎﻥُ ﻗَﺎ َﻝ ﺃَ ْﺧﺒَ َﺮﻧَﺎ ﺇ
ُ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ
ﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎﻝ َ َﻣ ْﻨﻴُ ِﺮﺩْﺍﻟﻠﱠ ُﻬﺒِ ِﻪ َﺧ ْﻴ ًﺮﺍ ﻳُﻔَﻘﱢﻪﱡ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪﱢﻳ ِﻦ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َ ﺱ ﺃَﻥﱠ ﺍﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ ٍ ﺍ ْﺑ ِﻦ َﻋﺒﱠﺎ
Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Sulaiman berkata; telah
mengabarkan kepada kami Isma'il berkata; telah mengabarkan
kepadaku Abdullah bin Sa'id bin Abu Hind dari ayahnya dari Ibnu
Abbas; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
148
Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il, Shohih al-Bukhari (Beirut: Dar
Ibn Katsir, 1987), Juz 1, h. 28.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 79
"Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, niscaya Dia
akan memahamkan dalam agama."
ُﺢ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ َﺭﺑِﻴ َﻌﺔ ٍ ِﺻﺎﻟ َ ُﺏ ﺃَ ْﺧﺒَ َﺮﻧِﻲ ُﻣ َﻌﺎ ِﻭﻳَﺔُ ﺑْﻦ ِ ﺷ ْﻴﺒَﺔ ََﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺯَ ْﻳ ُﺪ ﺑْﻦُ ﺍ ْﻟ ُﺤﺒَﺎ َ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎﺃَﺑُﻮﺑَ ْﻜ ِﺮ ﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ
َ ﺲ ِﻣﻌْﺖُ ُﻣ َﻌﺎ ِﻭﻳَﺔ َﻳَﻘُﻮ ُﻝ ﺍﺇِﻳﱠﺎ ُﻛ ْﻤ َﻮ ﺃَ َﺣﺎ ِﺩ
ﻳﺚ َ َﺼﺒِﻴﱢﻘَﺎ ﻟ َ ﷲ ِ ْﺑ ِﻦ ﻋَﺎ ِﻣﺮ ٍﺍ ْﻟﻴَ ْﺤ ﺸﻘِ ﱡﻲ ﻋَﻦْ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ ْ ْﺑﻨُ َﻲ ِﺯﻳ َﺪ ﺍﻟ ﱢﺪ َﻣ
ِﷲﺳﻮ َﻝ ﱠ ُ ﺲ ِﻣﻌْﺖُ َﺭ َ ﷲ ِ َﻋ ﱠﺰ َﻭ َﺟﻠﱠ ﺎﺱ ﻓِﻲ ﱠ َ ﺇِ ﱠﻻ َﺣ ِﺪﻳﺜًﺎ َﻛﺎﻥَ ﻓِﻴ َﻌ ْﻬ ِﺪ ُﻋ َﻤ َﺮ ﻓَﺈِﻥﱠ ُﻋ َﻤ َﺮ َﻛﺎﻥَ ﻳُ ِﺨﻴﻒُ ﺍﻟﻨﱠ
ِﷲﺳﻮ َﻝ ﱠ ُ ﺳ ِﻤﻌْﺖُ َﺭ َ ﱢﻳﻦ َﻭ ِ ﷲُ ﺑِ ِﻪ َﺧ ْﻴ ًﺮ ﺍﻳُﻔَﻘﱢ ْﻬﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪ ﺳﻠﱠ َﻢ َﻭ ُﻫ َﻮ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ َﻣ ْﻨﻴُ ِﺮ ْﺩ ﱠ َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ
ْﺎﺭ ُﻛﻠَﻪُ ﻓِﻲ ِﻫ َﻮ َﻣﻦ ﺒﻴ َ ﻓ
َ َُ ٍ ِ ِ ﺲ ْ
ﻔ َ ﻨﺑ ﻲ ﻁ َْﻦﻋ ُ ﻪُ ﺘﻴْ َ ﻄ ﻋ
ْ َ ﺃ ْﻦﻤ َ
َ ِﻓ ٌﻥﺯ ﺎﺧَ ﺎ َ ﻧَ ﺃ ﺎﻤ ﱠ ﻧﺇ ﻝ ﻮ ُ
َ ِ ُ َ َ َ َ ِ ﻘﻳ ﻢ ﱠ ﻠﺳ ﻭ ﻪ ﻴ
ْ َ ﻠﻋَ ُ ﱠ
ﷲ ﻰ ﱠ ﻠﺻَ
ْ َﺷ َﺮ ٍﻩ َﻛﺎﻥَ َﻛﺎﻟﱠ ِﺬﻱ ﻳَﺄْ ُﻛﻠُ َﻮ َﻻﻳ
ﺸﺒَ ُﻊ َ ﺴﺄَﻟَ ٍﺔ َﻭ
ْ ﺃَ ْﻋﻄَ ْﻴﺘُﻪُ ﻋَﻦْ َﻣ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu
Syaibah telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al Hubab telah
mengabarkan kepadaku Mu'awiyah bin Shalih telah menceritakan
kepadaku Rabi'ah bin Yazid Ad Dimasyqi dari Abdullah bin Amir Al
Yahshabi ia berkata, saya mendengar Mu'awiyah berkata; Hati-
hatilah kalian dari hadis-hadis (palsu), kecuali hadis-hadis pada
masa Umar bin Al Khaththab. Sesungguhnya Umar sangat ditakuti
orang mengenai hukum-hukum Allah. Saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang dikehendaki
Allah menjadi baik, maka akan dipahamkan-Nya dengan kepahaman
yang dalam tentang agama." Dan saya juga mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku ini adalah seorang
bendahara. Maka siapa yang kuberi sedekah dan diterimanya
dengan hati yang bersih, maka dia akan beroleh berkah dari harta
itu. Tetapi siapa yang kuberi karena meminta-minta dan rakus, maka
dia seperti orang yang makan yang tak pernah kenyang".149
A. Kandungan Hadis
Hadis ini menjelaskan bahwa segala sesuatu di dunia ini
mempunyai perkara halal dan haram. Di samping itu ada pula sesuatu
yang mempunyai perkara subhat yaitu perkara diantara halal dan
haram. AllahTa’ala mengingatkan makhluknya yaitu manusia untuk
149
Abi Husain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi, al-Jami’ as-Shahih,
(Makah: Isa Baby al-Halabi, 1955), hadis ke- 1719.
150
Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Islam,
(Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), h.108-109
Hadis-Hadis Psikologi ~ 81
sedangkan apabila hatinya jelek, maka anggota tubuh yang lainnya
pun akan ikut jelek. Dan hati ini adalah hati yang berbentuk
jasmani.151
Makna al-Qalb yang kedua adalah lathifah Rabbaniyah
Ruhaniyyah yang memancarkan hangat dan mempunyai hubungan
dengan daging ini.152 Dan mampu melakukan peng-idrak-an. Idrak
adalah memahami, mempersepsikan, dan mencerapi. Misalnya
perasaan sedih dan gembira. Substansi yang berfikir dan
merenungkan itu adalah kekuatan batin yang disebut al-qalb. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut dengan hati. Sehingga kalau
ada sebutan “Hatinya hancur” maka yang disebut bukan jantungnya.
Tetapi, ada bagian jiwa seseorang yang hancur.153
Menurut Imam Al-Ghazali, kata al-Qalb memiliki dua
pengertian, yaitu
Pertama, qalb atau hati adalah daging berbentuk lentur yang
terdapat di sebelah kiri dada manusia dan di dalamnya terdapat
rongga berisi darah hitam. Hati merupakan sumber dan tambang bagi
151
Zumroh, Tombo Ati Upaya Membersihkan Qalbu dari Kuman-kuman
Penyakit, (Surabaya : Bintang Usaha Jaya : 2011) cet. 1, h. 11
152
Jantung jasmani berada dalam kondisi perubahan yang tetap, yang
mengatur perubahan-perubahan antara darah arteri atau darah yang bersih dan
darah vena atau darah yang kotor. Hati spiritual juga berada dalam kondisi
perubahan yang tetap, yang mengatur arus bolak-balik antara pengaruh ruh yang
bersih dan pengaruh nafs yang kotor. Inilah tempat hati mendapatkan nama
Arabnya qalb, dari akar kata q-l-b, yang berarti memutar atau mengganti.Jantung
jasmani memberikan darah kepada pembuluh-pembuluh arteri dan menerima darah
kotor dari pembuluh vena; ini sangat penting untuk proses pemurnian tubuh
manusia. Demikian juga, hati spiritual menerima perangai-perangai yang kotor dari
nafs dan membersihkannya dengan bantuan ruh, yang akan mengubahnya menjadi
perangai-perangai karakter spiritual, untuk memelihara kehalusan jiwa seseorang.
Pada dasarnya, hati merupakan titik tengah antara realita jiwa yang bersih dan
karakter nafs yang kotor. Lihat Javad Nurbakhsy, Psikologi Sufi, (Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru, 1998), h. 140-141
153
Jalaluddin Rakhmat, Renungan-Renungan Sufistik, (Bandung: Penerbit
Mizan : 1997) h. 69-70
Hadis-Hadis Psikologi ~ 83
2. Hati yang maridh (sakit), yang di dalamnya ada iman, ada
ibadah, tetapi juga ada kemaksiatan dan dosa-dosa (kecil/besar).
Tanda-tandanya antara lain: hatinya gelisah (tidak tenang), suka
marah, tidak pernah punya rasa puas, susah menghargai orang lain,
serba tidak enak/tidak nyaman, penderitaan lahir batin, tidak bahagia
dan sebagainya.
3. Hati yang mayyit (mati), yang telah mengeras dan membatu
karena banyak kerak akibat dosa-dosa yang dilakukan sehingga
menghalangi datangnya petunjuk Allah. Tanda-tandanya antara lain:
tidak ada/tipis iman, mengingkari nikmat Allah, dikuasai hawa nafsu,
pikirannya negatif/buruk sangka, tak berperikemanusiaan, egois,
keras kepala, tak pernah merasa bersalah, dan sebagainya.155
Untuk mengarahkan hati menuju kebaikan dapat dilakukan
dengan sebagai berikut :
1. Mengurangi makan. Secara fisik dalam perut manusia terdapat
banyak komponen yang berdesak-desakan, diantaranya
jantung, lambung, usus, dan hati. Ketika salah satu komponen
terlalu dominan, maka yang lain akan terhimpit dan sulit
berfungsi. Dalam istilah tasawuf, ada ungkapan “makan
sedikit akan membuat hati tercerahkan”.
2. Bergaul dengan orang shalih. Dengan sendirinya, kita akan
terpengaruh oleh ketulusan hatinya yang selalu ingin dekat
dengan Allah.
3. Selalu ingat dengan Allah (berdzikir), baik pikiran maupun
hati. Pikiran, berarti dapat menyandarkan segala sesuatu yang
ada kepada kebesaran dan kekuasaan Allah. Sedangkan hati,
merasakan apa yang diucapkan dan dipikirkan.156
Pada kenyataannya, temperatur hati tenang adalah hati paling
dalam yang oleh para filosof disebut sebagai nafs rasional (nafs al-
155
M. Amin Syukur, dan Fathimah Usman, Terapi Hati Dalam Seni
Menata Hati, (Semarang: Pustaka Nuun, 2009), h. 32
156
Ibid., h. 48
157
Javad Nurbakhsy, Psikologi Sufi.., h. 135-136
Hadis-Hadis Psikologi ~ 85
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman /empirik. Keempat,
kekuatan gharizah (insting) untuk mengetahui konsekuensi berbagai
masalah dan menahan keinginan untuk mendapatkan kelezatan
sesaat.158
Al-‘aql juga bisa dipahami dalam dua makna yaitu pertama,
otak yang berada di dalam kepala bagian belakang dan yang kedua
adalah potensi lathifah robbaniyyah yang mempunyai potensi
akademik, mengetahui hakekat segala sesuatu.Sedangkan
manfaat/fungsi al-‘aql adalah potensi penyerapan pengetahuan,
membedakan baik dan buruk, dan jalan memperoleh iman sejati.
3. Pengertian al-Nafs
Secara leksikal (bahasa) antara lain diartikan dengan jiwa, ruh,
semangat, hasrat, kehendak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
jiwa diartikan dengan : (1) ruh manusia [yang ada di dalam tubuh
dan menghidupkan] atau nyawa; (2) seluruh kehidupan batin
manusia [yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan
sebagainya].
Menurut al-Ghazali, kata nafs mengandung dua makna ganda,
yaitu :
Pertama, dimaksudkan berkolaborasinya kekuatan marah dan
keinginan biologis (syahwat) pada diri manusia. Hematnya,
pengertian inilah yang dipakai oleh para ahli tasawwuf. Dan nafsu itu
adalah cakupan sifat-sifat tercela pada diri manusia.
Kedua, suatu perasaan halus (lathifah), yaitu jiwa manusia
dan substansinya, tetapi berbeda-beda sesuai dengan ahwal (kondisi-
kondisi ruhani) masing-masing. Jika ia tunduk di bawah perintah dan
jauh dari kegoncangan yang disebabkan nafsu syahwat disebut
dengan nafs muthmainah (jiwa yang tentram). Nafs inilah yang
158
M. Yaniyullah Delta Auliya, Melejitkan Kecerdasan Hati dan Otak,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada : 2005), h. 143
ﺿﻴ ٗﱠﺔ
ِ ﺿﻴَ ٗﺔ ﱠﻣ ۡﺮ ِ ٰﻳَٓﺄَﻳﱠﺘُﻬَﺎ ٱﻟﻨﱠ ۡﻔﺲُ ۡٱﻟ ُﻤ ۡﻄ َﻤﺌِﻨﱠﺔُ ۡٱﺭ ِﺟ ِﻌ ٓﻲ ﺇِﻟَ ٰﻰ َﺭﺑﱢ
ِ ﻚ َﺭﺍ
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang puas lagi diridhai-Nya.”(QS. Al-Fajr : 27-28)
Nafs merasa tenang karena menjalankan perintah AllahTa’ala
dan mampu mengalahkan syahwatnya, maka ini dinamakan nafs
muthmainnah (jiwa yang tentram/tenang).
2. Nafs al-lawwamah,sebagaimana firman AllahTa’ala:
ُ ٓ َ َﻭ
ِ ﻻ ﺃ ۡﻗ ِﺴ ُﻢ ﺑِﭑﻟﻨﱠ ۡﻔ
ﺲ ٱﻟﻠﱠﻮﱠﺍ َﻣ ِﺔ
“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya
sendiri)” (QS. Al-Qiyamah: 2)
Jika nafs tidak bisa tenang secara sempurna tetapi terus
berusaha untuk memerangi syahwatnya, maka itu dinamakan dengan
nafs al-lawwamah, karena mencela pemiliknya ketika kurang
semangat ibadahnya kepada AllahTa’ala. Dengan kata lain, bahwa
nafs al-lawwamah ini adalah nafs yang masih labil, gelisah,
terkadang melakukan kebaikan dan terkadang masih melakukan
kejahatan, akan tetapi ia selalu sesal diri.
3. Nafs al-ammarah, sebagaimana firman AllahTa’ala:
Hadis-Hadis Psikologi ~ 87
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”(QS. Yusuf : 53)
Jika nafs tidak lagi melakukan perlawanan bahkan selalu
mengikuti syahwatnya dan bujukan setan, maka itu dinamakan
dengan nafs al-amarah bi al-su’. Al-Qur’an menceritakan istri
pembesar Mesir yang menggoda Nabi Yusuf.159
Kecenderungan nafs adalah memaksakan hasrat-hasratnya
dalam upaya untuk memuaskan diri. Sedangkan akal berperan
sebagai kekuatan pembatas sekaligus penasihat bagi nafs,
memberikan pertimbangan kepada nafs tentang tindakan-tindakan
positif yang seharusnya dilakukan dan tindakan-tindakan negative
yang harus dihindari.
Seluruh manusia memiliki nafs dan menggunakannya dalam
kehidupan di masyarakat. Walaupun ada orang-orang tertentu yang
dikendalikan oleh akal, namun sebagian besar orang benar-benar
dikendalikan oleh nafs-nya. dan perlu diperjelas bahwa istilah akal,
dalam konteks ini, merujuk pada “akal partikular” (‘aql al-juz’i), dan
lebih mendasar merujuk pada “akal yang berpikir”.160
159
Sa’ad Hawwa, Pendidikan Spiritual, (Yogyakarta : Mitra Pustaka :
2006), h. 30-31
160
Javad Nurbakhsy, Psikologi Sufi.., h. 4-5
161
Zaghlul An-Najjar, Pembuktian Sains dalam Sunnah, (Jakarta:
Amzah,2006), h. 60
162
Ibid., h. 64
Hadis-Hadis Psikologi ~ 89
al-mahmudah dari pribadi-pribadi muslim muttaqin yang
muqorrobin.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
eksistensi qalb atau hati adalah sebagai organ tubuh yang sangat
berperan penting bagi manusia. Qalbu bisa diartikan sebagai dimensi
fisik yang berfungsi sebagai organ tubuh yang dapat dilihat dan
diraba, dan sebagai dimensi spiritual sebagai sesuatu yang bersifat
immateri dan tidak terlihat, sebagai pilar kehidupan tubuh, akhlak
dan budi pekerti.
Selanjutnya aql dan qalb memiliki fungsi kognisi dan afeksi.
Aql dan qalb mampu melakukan aktivitas berpikir sekaligus merasa.
Akal adalah suatu piranti rohaniah manusia yang berfungsi untuk
membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu
yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat
pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya. Jadi,
akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia
yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis,
menilai apakah sesuai benar atau salah.163
Adapun mayoritas ulama memahami akal dalam tiga
ketegori. Pertama, merujuk pada potensi dasar manusia dalam
berbicara, bersikap dan bertindak. Kedua, potensi dalam berusaha
memahami dan meneliti premis-premis umum, sehingga mampu
melakukan deduksi dan akumulasi premis-premis tentang tujuan dan
kebaikan dalam hatinya. Ketiga, validitas karakter primordial
manusia, sehingga ia mampu mengetahui kualifikasi kategori baik-
buruk, sempurna-cacat, sesuatu yang diperhatikannya.164 Adapula
ulama yang berpendapat dan meyakini bahwa ‘aql adalah hidayah
yang telah ditanamkan (embedded) oleh Allah ke dalam setiap
manusia bisa menerima hidayah dan mengamalkannya.
163
https://id.wikipedia.org/wiki/Akal
164
Hodri “Penafsiran Akal Dalam Al-Quran”, Mutawwir: Jurnal
Keilmuan Tafsir Hadis, Volume 3, Nomor 1, , 2013, h. 5
ٖ َﻷ ٰﻳ
ﺖ ﻟﱢﻘَ ۡﻮ ٖﻡ ُ ۢ ﺲ َﻭ ۡٱﻟﻘَ َﻤ ۖ َﺮ َﻭٱﻟﻨﱡﺠُﻮ ُﻡ ُﻣ َﺴ ﱠﺨ ٰ َﺮ
ٓ َ َﺕ ﺑِﺄَﻣۡ ِﺮ ۚ ِٓۦﻩ ﺇِ ﱠﻥ ﻓِﻲ ٰ َﺫﻟِﻚ َ َۡﻭ َﺳ ﱠﺨ َﺮ ﻟَ ُﻜ ُﻢ ٱﻟﱠ ۡﻴ َﻞ َﻭٱﻟﻨﱠﻬَﺎ َﺭ َﻭٱﻟ ﱠﺸﻤ
َﻳَ ۡﻌﻘِﻠُﻮﻥ
Artinya: “Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan
bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu)
dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memahami-Nya”.
Ayat ini secara spesifik menjelaskan bahwa dengan
menggunakan akal manusia dapat menyelidiki alam, karena hal ini
menjadi titik tolak untuk memahami dan mengkaji alam juga untuk
membuktikan kebenaran adanya Allah Yang Maha Pencipta.
Pendidikan akal, tidak lain adalah untuk mengembangkan
potensi dasar yang sudah ada sejak manusia lahir, tetapi masih
berada dalam alternatif berkembang menjadi akal yang baik, atau
sebaliknya tidak berkembang sebagaimana mestinya. Dengan
demikian maka tugas pendidiklah untuk mengembangkan potensi
tersebut menjadi akal yang baik. Akal adalah potensi gaib yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain, yang mampu menuntun kepada
165
Imam Bawani, Segi-segi Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-
Ikhlas,1987), h. 209
Hadis-Hadis Psikologi ~ 91
pemahaman diri dan alam. Ia juga mampu melawan hawa nafsu.
Sehingga dengan akalnya manusia bersedia menerima berbagai
macam ilmu pengetahuan yang memerlukan pemikiran. Banyak ayat
al-Quran yang menyatakan betapa pentingnya akal, sebagaimana
ditegaskan al-Qur’an.
ﻚ ٱﻟﱠﺘِﻲ ﺗ َۡﺠ ِﺮﻱ ﻓِﻲ ۡٱﻟﺒَ ۡﺤ ِﺮ ﺑِ َﻤﺎ ﻳَﻨﻔَ ُﻊ ِ ﺎﺭ َﻭ ۡٱﻟﻔُ ۡﻠ ِ َٱﺧﺘِ ٰﻠ
ِ َﻒ ٱﻟﱠ ۡﻴ ِﻞ َﻭٱﻟﻨﱠﻬ ۡ ﺽ َﻭ ۡ ِ ﻖ ٱﻟ ﱠﺴ ٰ َﻤ ٰ َﻮ
ِ ﺕ َﻭٱﻷَ ۡﺭ
ۡ
ِ ﺇِ ﱠﻥ ﻓِﻲ ﺧَ ﻠ
ﺚ ﻓِﻴﻬَﺎ ِﻣﻦ ُﻛﻞﱢ َﺩ ٓﺍﺑ ٖﱠﺔ ﺽ ﺑَ ۡﻌ َﺪ َﻣ ۡﻮﺗِﻬَﺎ َﻭﺑَ ﱠ َ ٱﻪﻠﻟُ ِﻣﻦَ ٱﻟ ﱠﺴ َﻤﺎٓ ِء ِﻣﻦ ﱠﻣﺎٓ ٖء ﻓَﺄَ ۡﺣﻴَﺎ ﺑِ ِﻪ ۡٱﻷَ ۡﺭ
ﺎﺱ َﻭ َﻣﺎٓ ﺃَﻧﺰَ َﻝ ﱠ
َ ٱﻟﻨﱠ
َﺖ ﻟﱢﻘَ ۡﻮ ٖﻡ ﻳَ ۡﻌﻘِﻠُﻮﻥ
ٖ َﻷ ٰﻳ ۡ
ٓ َ ﺏ ٱﻟ ُﻤ َﺴ ﱠﺨ ِﺮ ﺑَ ۡﻴﻦَ ٱﻟ ﱠﺴ َﻤﺎٓ ِء َﻭ ۡٱﻷَ ۡﺭﺽ
ِ ِ ﺢ َﻭٱﻟ ﱠﺴ َﺤﺎِ َﻳﻒ ٱﻟ ﱢﺮ ٰﻳ
ِ َﺼ ِﺮۡ َﻭﺗ
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. Al-Baqarah:
164).
Dari keterangan di atas, jelas bahwa kedudukan akal sangat
penting untuk realitas, baik yang kongkrit maupun gaib, terutama
dalam pandangan Islam seperti kehidupan sesudah mati, surga,
neraka, jin, malaikat dan lainnya. Pada prinsipnya, tujuan pendidikan
akal adalah agar akal berkembang secara optimal dalam batas
kualitas yang paling maksimal menurut ukuran ilmu dan ketakwaan
secara seimbang, sehingga dengan ilmunya, manusia dapat
menjalankan fungsinya.
Sedangkan implikasi al-nafs berdasarkan hadis di atas
menjelaskan bahwa berkah tidaknya suatu harta tergantung dari
bagaimana keikhlasan dan kerakusan hati orang tersebut. Adapun
kondisi tersebut bisa dikaitkan dengan nafsu, yang mana nafsu itu
adalah sesuatu yang lembut pada diri seseorang yang menimbulkan
keinginan seseorang atau dorongan-dorongan hati yang kuat untuk
memuaskan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun
166
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas
Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996), h. 285-286.
167
M. Solihin, Kamus Tasawwuf, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2002),
h. 153.
Hadis-Hadis Psikologi ~ 93
inderawi, dan menggerakkan seluruh unsur dan organ dari jasad
tersebut agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya di permukaan
bumi dan dunia ini.168
Pada hakikatnya, nafs memiliki fungsi menggerakkan dan
mendorong diri manusi untuk melahirkan beberapa hal, diantaranya
mendorong dan menggerakkan otak manusia agar berpikir dan
merenungkan apa-apa yang telah Allah ilhamkan berupa kebaikan
dan keburukan. Sehinnga dapat menemukan hikmah-hikmah dari
kedunya, serta mendorong dan menggerakkan qalbu yang ada dalam
dada agar merasakan dua perasaan, yaitu perasaan ketuhanan dan
perasaan kemakhlukan, agar menerima ilham dan penampakkan
isyarat-isyarat ketuhanan yang abstrak dan tersembunyi.169
Berdasarkan hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa al-nafs
itu terbagi menjadi dua yaitu nafsu jasmani yang berkaitan dengan
kebutuhan tubuh kita seperti makanan, minuman, dan kebutuhan
biologis lainnya. Dalam konteks kehidupan nafs ini bisa mendorong
seseorang dalam mengeluarkan instruksi kepada jasmani untuk
berbuat durhaka atau takwa, kekuatan yang dituntut
pertanggungjawabannya atas perbuatan buruk dan baik. Salah
satunya yaitu nafs kalbiyah yang artinya jiwa anjing, yaitu sebagai
perumpamaan orang yang rakus dan ingin memonopoli dan menang
sendiri.
Adapun nafsu yang bersifat maknawi yaitu nafsu yang
berkaitan dengan kebutuhan rohani, seperti nafsu ingin diperhatikan
orang lain, ingin dianggap sebagai orang yang paling penting, nafsu
ingin disanjung dan lain-lain. Oleh karenanya nafsu dapat
168
Hamdani Bakran Adz-Dzakiy, Psikologi Kenabian; Prophetic
Psychology: Menghidupkan Potensi dan Kepribadian Dalam Diri, (Yogyakrta:
Beranda Publishing, 2007), h.102.
169
Humaini, Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Al-Quran dan Implikasinya
dalam Pengembangan Pendidikan Islam, (Malang: Skripsi, 2008).
Hadis-Hadis Psikologi ~ 95
96 ~ Muhammad Harfin Zuhdi, MA
BAB VI
HADIS TENTANG ZIKIR, DO’A DAN KALIMAT
THOYYIBAH
ﺿ َﻲ ﱠ
ُﷲ ِ ﺢ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫ َُﺮ ْﻳ َﺮﺓَ َﺭ ٍ ِﺻﺎﻟَ ﺳ ِﻤﻌْﺖُ ﺃَﺑَﺎَ ﺶ ُ ﺺ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑِﻲ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ْﺍﻷَ ْﻋ َﻤ ٍ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻋ َﻤ ُﺮ ﺑْﻦُ َﺣ ْﻔ
ﷲُ ﺗَ َﻌﺎﻟَﻰ ﺃَﻧَﺎ ِﻋ ْﻨ َﺪ ﻅَﻦﱢ َﻋ ْﺒ ِﺪﻱ ﺑِﻲ َﻭﺃَﻧَﺎ َﻣ َﻌﻪُ ﺇِ َﺫﺍ ﺳﻠﱠ َﻢ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ﱠَ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ َﻋ ْﻨﻪُ ﻗَﺎ َﻝ ﻗَﺎ َﻝ ﺍﻟﻨﱠﺒِ ﱡﻲ
ﺴﻲ َﻭﺇِﻥْ َﺫ َﻛ َﺮﻧِﻲ ﻓِﻲ َﻣ َ ٍﻺ َﺫ َﻛ ْﺮﺗُﻪُ ﻓِﻲ َﻣ َ ٍﻺ َﺧ ْﻴ ٍﺮ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ ِ ﺴ ِﻪ َﺫ َﻛ ْﺮﺗُﻪُ ﻓِﻲ ﻧَ ْﻔِ َﺫ َﻛ َﺮﻧِﻲ ﻓَﺈِﻥْ َﺫ َﻛ َﺮﻧِﻲ ﻓِﻲ ﻧَ ْﻔ
ﺸ ْﺒ ٍﺮ ﺗَﻘَ ﱠﺮﺑْﺖُ ﺇِﻟَ ْﻴ ِﻪ ِﺫ َﺭﺍﻋًﺎ َﻭﺇِﻥْ ﺗَﻘَ ﱠﺮ َﺏ ﺇِﻟَ ﱠﻲ ِﺫ َﺭﺍﻋًﺎ ﺗَﻘَ ﱠﺮﺑْﺖُ ﺇِﻟَ ْﻴ ِﻪ ﺑَﺎﻋًﺎ َﻭﺇِﻥْ ﺃَﺗَﺎﻧِﻲ
ِ َِﻭﺇِﻥْ ﺗَﻘَ ﱠﺮ َﺏ ﺇِﻟَ ﱠﻲ ﺑ
ًﺸﻲ ﺃَﺗَ ْﻴﺘُﻪُ ﻫ َْﺮ َﻭﻟَﺔِ ﻳَ ْﻤ
170
H.R. Al-Bukhari no. 6856 dan Muslim 4851.
171
H.R. Al-Bukhari no. 6078
Hadis-Hadis Psikologi ~ 97
A. Kandungan Makna Hadis
Hadis Qudsi ini memiliki beberapa kandungan makna antara
lain:
172
Yahya bin Syarf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim,
(Qahirah: Dar Ibnu Hazm,1433 H), Juz 17, h.3
Hadis-Hadis Psikologi ~ 99
sebagai sikap berharap, dan sikap berharapnya berarti enggan
beramal atau meremehkan, maka itu termasuk ia telah terpedaya.173
Selanjutnya seorang hendaknya berprasangka baik kepada
Allah Ta’ala ketika menunaikan ketaatan (kepada Allah). Hal ini
relevan dengan kandungan hadis tersebut, yakni ada korelasi antara
husnuzhan dengan amal. Artinya, seorang yang berprasangka baik
kepada Allah Ta’ala semestinya akan mendorongnya untuk berbuat
baik (ihsan) dalam beramal.
Lebih lanjut, Ibnu Qayim menyatakan bahwa barang siapa
yang dengan sungguh-sungguh memperhatikan, akan mengetahui
bahwa khusnuzhan kepada Allah adalah memperbaiki amal itu
sendiri. Karena yang menjadikan amal seorang hamba itu baik,
adalah karena dia memperkirakan Tuhannya akan memberi balasan
dan pahala dari amalannya serta menerimanya. Sehingga yang
menjadikan dia beramal adalah prasangka baik itu. Setiap kali baik
dalam prasangkanya, masa semakin baik pula amalnya. Singkatnya,
“Prasangka baik akan mengantar seseorang melakukan sebab
keselamatan. Sedangkan kalau melakukan sebab kecelakaan, berarti
dia tidak ada prasangka baik”.174
Berprasangka baik (husn al-zhan) kepada Allah Ta’ala
merupakan adab dan etika dalam berdoa. Ketika seorang Muslim
berdoa, maka ia harus yakin bahwa doanya akan dikabulkan dengan
tetap taat dan melakukan ikhtiyar serta menjauhi larangan yang
menghalangi terkabulnya doa. Oleh karenanya, berprasangka baik
kepada Allah menjadi asbab dan prasyarat terkabulnya doa. Hal ini
sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad ﷺ
173
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Al-Jawabul Kafi, (Jakarta: Saufa, 2016), h. 24
174
Ibid., h. 13-15
175
HR. Tirmidzi, no. 3479.
176
Al-Imam Abi Abdillah bin Ismail ibnu Ibrahim bin Mughirah bin
Marzabah al-Buchori al- Ja’fi, Bulughul Marom, (terj.) Kahar Mashur, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1992), h. 420.
177
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dalam Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997, h. 158.
178
Hasbi Asiddiqy, Pedoman Dzikir dan Do’a, (Semarang: Pustaka Riski
Putra, 1997), h. 36.
ﺳﻠﱠ َﻢ َﻣﺜَ ُﻞ ﺍﻟﱠ ِﺬﻱ ﻳَ ْﺬ ُﻛ ُﺮ َ ﷲُ َﻋ ْﻨﻪُ ﻗَﺎ َﻝ ﻗَﺎ َﻝ ﺍﻟﻨﱠﺒِ ﱡﻲ
ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ ﺿ َﻲ ﱠ ِ ﺳﻰ َﺭ َ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ُﻣﻮ
ِ َﺭﺑﱠﻪُ َﻭﺍﻟﱠ ِﺬﻱ َﻻ ﻳَ ْﺬ ُﻛ ُﺮ َﺭﺑﱠﻪُ َﻣﺜَ ُﻞ ﺍ ْﻟ َﺤ ﱢﻲ َﻭﺍ ْﻟ َﻤﻴﱢ
ﺖ
“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya dan oranga
yang tidak berdzikir ialah seperti orang hidup dan mati.”179
2. Pengertian Do’a
Secara etimologi, kata do’a berasal dari bahasa Arab, “ ﺩﻋﺎﺀ-
ﻳﺪﻋﻮ-” ﺩﻋﺎ, yang berarti memanggil, mendo’a, memohon.180 Jadi kata
do’a berarti permintaan, permohonan, pujian, percakapan, ibadah,
seruan atau ajakan.181 Sedangkan Abu Bakar Aceh mengartikan do’a
dengan “mengemukakan rasa hati kepada Tuhan, baik berupa
syukur, pengaduan, keluh kesah, baik permohonan suatu permintaan
yang ingin diperoleh berupa benda, berupa tujuan atau berupa
ampunan”.182
Menurut M.Quraish Shihab, doa adalah permohonan hamba
kepada Tuhan agar memperoleh anugerah pemeliharaan dan
pertolongan, baik itu untuksipemohon maupun pihak lain yang harus
179
H.R. Al-Bukhari no. 5928
180
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hadikarya Agung,
1989), h. 127.
181
Azharuddin Sahil, Doa Makbul, (Jakarta: Prestasi Pelajar, 2002), h. 4
182
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo: Ramadhoni, 1993),
h. 263.
183
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran tentang Dzikir dan Doa,
(Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 177
184
Tengku Hasbi Ash-Shiddiqiy, Pedoman Doa dan Dzikir, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1990), h. 13
185
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 649-650.
186
Azharuddin Sahil, Doa Makbul, (Jakarta: Prestasi Pelajar, 2002), h. 8
187
Zaky Mubarak dkk, Aqidah Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h.
17
188
Azharuddin Sahil, Doa.., h. 12
189
Diriwayatkan oleh Tirmidzi (Nashif, jilid 5, h. 110).
190
Diriwayatkan oleh Muslim (Nawawi, jilid 2, hadis no.24/1432).
ْﺎﺣﺒَﺔً َﻭﻻَ َﻭﻟَﺪًﺍ َﻭﻟَ ْﻢ ﻳَ ُﻜﻦ ِ ﺻ َ ﺻ َﻤﺪًﺍ ﻟَ ْﻢ ﻳَﺘ ِﱠﺨ ْﺬ
َ ﺷ ِﺮ ْﻳ َﻚ ﻟَﻪُ ﺇِﻟَ ًﻬﺎ َﻭﺍ ِﺣﺪًﺍ ﺃَ َﺣﺪًﺍ
َ َ" ﻻَﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻﱠ ﷲَ َﻭ ْﺣ َﺪﻩُ ﻻ
"ﻟَﻪُ ُﻛﻔُ ًﻮﺍ ﺃَ َﺣﺪ
“(Aku bersaksi tiada Tuhan selain AllahTa’ala semata, tiada
persekutuan baginya, ialah Tuhan yang satu yang bergantung
kepada segala sesuatu, Dia tidak memiliki istri dan anak) sebanyak
sepuluh kali, maka akan dicatat oleh AllahTa’ala dengan empat
puluh ribu kebaikan".192
Rasulullah mengajarkan kepada para sahabatnya tentang doa
dan bacaan tasbih yang menambah hubungan dan kedekatan seorang
hamba dengan Allah yang menjadikannya selalu ingat kepada-Nya,
merasakan kebesaran dan keagungan-Nya di setiap waktu, selalu
memohon rahmat, maghfirah, dan pertolongan-Nya dalam segala
urusannya, serta semua hajatnya dikabulkan.
ﺳﻠَ َﻢ ﺇِ َﺫﺍ َﺩﻋَﺎ ﺃَ َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ
َ ﺻﻠَﻰ ﷲ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َ ﺳ ْﻮ ُﻝ ﷲ ُ ﺿ َﻲ ﷲ َﻋ ْﻨﻪُ ﻗَﺎ َﻝ ﻗَﺎ َﻝ َﺭ ِ ﺱ َﺭٍ ﺚ ﺃَ ﻥ ُ َﺣ ِﺪ ْﻳ
ِ ﺷﺌْﺖَ ﻓَﺄَﻋ
ْ ْﻄﻨِﻲ ﻓَﺈِﻧﱠﻪُ ﻻ ُﻣ
ُﺴﺘَ ْﻜ ِﺮﻩَ ﻟَﻪ ِ ْﺴﺄَﻟَﺔَ َﻭﻻَ ﻳَﻘُ ْﻮﻟَﻦﱠ ﺍﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ ﺇﻥ ْ ﻓَ ْﻠﻴَ ْﻌ ِﺰ ِﻡ ﺍ ْﻟ َﻤ
“Diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a. Rasulullah ﷺbersabda:
ketika salah seorang dari kalian berdoa kepada Allah maka yakinlah
doamu itu. Jangan sekali-kali mengatakan: “Ya Allah jika Engkau
berkehendak maka berikanlah.” Karena sesungguhnya tiada
sesuatupun yang dapat memaksa-Nya.”
191
Diriwayatkan oleh Muslim (Nawawi,jilid 2, hadis no. 12/1420).
192
Diriwayatkan oleh Tirmidzi (Nashif , jilid 5, h. 91).
ﺐ َ ِٱﻪﻠﻟُ ﻟِﻴَ َﺬ َﺭ ۡٱﻟ ُﻤ ۡﺆ ِﻣﻨِﻴﻦَ َﻋﻠَ ٰﻰ َﻣﺎٓ ﺃَﻧﺘُﻢۡ َﻋﻠَ ۡﻴ ِﻪ َﺣﺘﱠ ٰﻰ ﻳَ ِﻤﻴ َﺰ ۡٱﻟﺨَﺒ
ِ ۗ ﻴﺚ ِﻣﻦَ ٱﻟﻄﱠﻴﱢ ﱠﻣﺎ َﻛﺎﻥَ ﱠ
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman
dalam keadaan kamu yang sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan
yang al-khabits (yang buruk/munafik) dari at-thayyib (yang
baik/mukmin)” [Qs. Ali Imran/3: 179].
193
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Sulaiman, jilid 2, h. 78, hadis no.
1488. Diriwayatkan juga oleh Tirmidzi (Nashif, jilid 5, h. 111)
ﺖ َﻭﻓَ ۡﺮ ُﻋﻬَﺎ ﻓِﻲ ٱﻟ ﱠﺴ َﻤﺎٓ ِء ﺗُ ۡﺆﺗِ ٓﻲٞ ِﺻﻠُﻬَﺎ ﺛَﺎﺑ ۡ َٱﻪﻠﻟُ َﻣﺜَ ٗﻼ َﻛﻠِ َﻤ ٗﺔ ﻁَﻴﱢﺒَ ٗﺔ َﻛﺸ ََﺠ َﺮ ٖﺓ ﻁَﻴﱢﺒَ ٍﺔ ﺃ
ﺏ ﱠ َ ﺿ َﺮَ َﺃَﻟَﻢۡ ﺗَ َﺮ َﻛ ۡﻴﻒ
َﺎﺱ ﻟَ َﻌﻠﱠﻬُﻢۡ ﻳَﺘَ َﺬ ﱠﻛﺮُﻭﻥ َ َٱﻪﻠﻟُ ۡٱﻷَﻣۡ ﺜ
ﻀ ِﺮﺏُ ﱠ ۗ ۡ ِ ۢ ﺃُ ُﻛﻠَﻬَﺎ ُﻛ ﱠﻞ ِﺣ
ِ ﺎﻝ ﻟِﻠﻨﱠ ۡ َﻴﻦ ﺑِﺈِﺫ ِﻥ َﺭﺑﱢﻬَﺎ َﻭﻳ
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan
buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah
membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu
ingat.” (QS Ibrahim 24-25).
Kalimat Thayyibah bagaikan pohon yang baik, yang akarnya
kokoh menghujam ke dalam bumi, dan cabangnya menjulang ke
langit. Artinya, bahwa kalimat yang baik adalah kalimat yang terpatri
di dalam hati sehingga membuat keyakinan dan keimanan menjadi
lebih teguh dan tentram. Pohon yang baik adalah gambaran pribadi
yang baik, muslim yang mukhlis, yang melahirkan maslahah dan
selalu menjadi teladan di lingkungannya.
ﻓَ َﻤﻦْ ﻟَ ْﻢ ﻳَ ِﺠ ْﺪ ﻓَﺒِ َﻜﻠِ َﻤ ٍﺔ ﻁَﻴﱢﺒَ ٍﺔ،ﻖ ﺗَ ْﻤ َﺮ ٍﺓ ِ ِﺍِﺗﱠﻘُ ْﻮﺍ ﺍﻟﻨﱠﺎ َﺭ َﻭﻟَ ْﻮ ﺑ
ﺸ ﱢ
“Berlindunglah kalian dari api neraka walaupun dengan separuh
kurma. Barangsiapa tidak memilikinya maka hendaklah dengan
kata-kata yang baik”. (Muttafaq ‘Alaih)
Dalam hadis lain diriwayatkan bahwa beliau bersabda:
ﻓَﻴَ ْﻨﻈُ ُﺮ ﺃَ ْﻳ َﻤﻦَ ِﻣ ْﻨﻪُ ﻓَ َﻼ ﻳَ َﺮﻯ ﺇِ ﱠﻻ َﻣﺎ. ُﺲ ﺑَ ْﻴﻨَﻪُ َﻭﺑَ ْﻴﻨَﻪُ ﺗ ُْﺮ ُﺟ َﻤﺎﻥ َ ﺳﻴُ َﻜﻠﱢ ُﻤﻪُ َﺭﺑﱡﻪُ ﻟَ ْﻴَ َﻣﺎ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ِﻣﻦْ ﺃَ َﺣ ٍﺪ ﺇِﻻﱠ
َ َﻭﻳَ ْﻨﻈُ ُﺮ ﺑَﻴْﻦَ ﻳَ َﺪ ْﻳ ِﻪ ﻓَ َﻼ ﻳَ َﺮﻯ ﺇِﻻﱠ ﺍﻟﻨﱠ، َﻭﻳَ ْﻨﻈُ ُﺮ ﺃَﺷْﺄَ َﻡ ِﻣ ْﻨﻪُ ﻓَ َﻼ ﻳَ َﺮﻯ ﺇِ ﱠﻻ َﻣﺎ ﻗَ ﱠﺪ َﻡ،ﻗَ ﱠﺪ َﻡ
،ﺎﺭ ﺗِ ْﻠﻘَﺎ َء َﻭ ْﺟ ِﻬ ِﻪ
ﻓَ َﻤﻦْ ﻟَ ْﻢ ﻳَ ِﺠ ْﺪ ﻓَﺒِ َﻜﻠِ َﻤ ٍﺔ ﻁَﻴﱢﺒَ ٍﺔ،ﻖ ﺗَ ْﻤ َﺮ ٍﺓ َ ﻓَﺎﺗﱠﻘُ ْﻮﺍ ﺍﻟﻨﱠ
ِ ِﺎﺭ َﻭﻟَ ْﻮ ﺑ
ﺸ ﱢ
“Setiap kalian pasti akan diajak bicara oleh Robb-nya (Alloh ) di
akhirat kelak, dimana tidak ada penterjemah antara dia dengan
Alloh . Lalu dia melihat ke sebelah kanannya, dan yang terlihat
hanyalah apa yang telah dikerjakannya (di dunia). Dia pun melihat
ke sebelah kiri, dan yang terlihat hanyalah apa yang telah
dikerjakannya (di dunia). Lalu dia melihat ke depan, dan yang ia
lihat hanya ada neraka di hadapannya. Karena itu, berlindunglah
kalian dari api neraka walaupun dengan separuh kurma.
Barangsiapa tidak memilikinya maka hendaklah dengan kata-kata
yang baik”
ٓ
ۡﺼﻴﺐُ ﺑِﻬَﺎ َﻣﻦ ﻳَ َﺸﺎٓ ُء َﻭﻫُﻢ ِ ُﻖ ﻓَﻴ َ َﻭﻳُ َﺴﺒﱢ ُﺢ ٱﻟﺮ ۡﱠﻋ ُﺪ ﺑِ َﺤﻤۡ ِﺪِۦﻩ َﻭ ۡٱﻟ َﻤ ٰﻠَﺌِ َﻜﺔُ ِﻣ ۡﻦ ِﺧﻴﻔَﺘِِۦﻪ َﻭﻳ ُۡﺮ ِﺳ ُﻞ ٱﻟﺼ ٰ َﱠﻮ ِﻋ
(١٣ :ﺎﻝ ) ﺍﻟﺮﻋﺪ ِ ٱﻪﻠﻟِ َﻭﻫُ َﻮ َﺷ ِﺪﻳ ُﺪ ۡٱﻟ ِﻤ َﺤ ﻳ ٰ َُﺠ ِﺪﻟُﻮﻥَ ﻓِﻲ ﱠ
ٰ ٓ ۡ ِ ٱﻪﻠﻟَ ﻳُ َﺴﺒﱢ ُﺢ ﻟَ ۥﻪُ َﻣﻦ ﻓِﻲ ٱﻟ ﱠﺴ ٰ َﻤ ٰ َﻮ
ُﺻ َﻼﺗَ ۥﻪُ َﻭﺗ َۡﺴﺒِﻴ َﺤ ۗۥﻪ َ ّﻞ ﻗَ ۡﺪ َﻋﻠِ َﻢٞ ﺖ ُﻛٖ ۖ ﺻﻔﱠَ ٰ ﺽ َﻭٱﻟﻄﱠ ۡﻴ ُﺮِ ﺕ َﻭٱﻷَ ۡﺭ ﺃَﻟَﻢۡ ﺗ ََﺮ ﺃَ ﱠﻥ ﱠ
(٤١ :ٱﻪﻠﻟُ َﻋﻠِﻴ ۢ ُﻢ ﺑِ َﻤﺎ ﻳَ ۡﻔ َﻌﻠُﻮﻥَ )ﺍﻟﻨﻮﺭ َﻭ ﱠ
َ َﻭﻻَ َﺣﻮْ َﻝ َﻭﻻَ ﻗُ ﱠﻮﺓ،ُ َﻭﷲُ ﺃَ ْﻛﺒَﺮ،ُ َﻭﻻَ ﺇِﻟَـﻪَ ﺇِﻻﱠ ﷲ،ِ َﻭ ْﺍﻟ َﺤ ْﻤ ُﺪ ِ ﱠﻪﻠﻟ،ِ ُﺳ ْﺒ َﺤﺎﻥَ ﷲ: ﺎﺕ ُ َْﺍﻟﺒَﺎﻗِﻴ
ُ ﺎﺕ ﺍﻟﺼﱠﺎﻟِ َﺤ
ِﺇِﻻﱠ ﺑِﺎﻪﻠﻟ
) َﻻ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِ ﱠﻻ ﱠ
3. Laa ilaaha illallah (ُﷲ
Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah dzikir yang paling utama,
sebagaimana terdapat pada hadis marfu’:
َ ﺃَ ْﻓ
ُﻀ ُﻞ ﺍﻟ ﱢﺬ ْﻛ ِﺮ َﻻ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِ ﱠﻻ ﷲ
”Dzikir yang paling utama adalah bacaan ’laa ilaha illallah’.
َ َ ﻗ،ُ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻﱠ ﷲ: ﻗُﻞْ ﻳَﺎ ُﻣﻮْ َﺳﻰ: ﻗَﺎ َﻝ،ﻙ ﺑِ ِﻪ
ﺎﻝ َ ْ َﻋﻠﱢ ْﻤﻨِﻲ َﺷ ْﻴﺌًﺎ ﺃَ ْﺫ ُﻛﺮُﻙَ َﻭﺃَ ْﺩ ُﻋﻮ، ﺎﻝ ُﻣﻮْ َﺳﻰ ﻳَﺎ َﺭﺏﱢَ َﻗ
ِ ﻟَﻮْ ﺃَ ﱠﻥ ﺍﻟ ﱠﺴ َﻤ َﻮﺍ: ﺎﻝ ُﻣﻮْ َﺳﻰ
– ﺕ ﺍﻟ ﱠﺴ ْﺒ َﻊ َﻭﻋَﺎ ِﻣ َﺮﻫ ﱠُﻦ – َﻏﻴ ِْﺮﻱ َ َ ﻗ،ﻙ ﻳَﻘُﻮْ ﻟُﻮْ ﻥَ ﻫَ َﺬﺍ َ ﻳَﺎ َﺭﺏﱢ ُﻛﻞﱡ ِﻋﺒَﺎ ِﺩ:
ُـﻦ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻﱠ ﷲ ﺖ ﺑِ ِﻬ ﱠْ َ َﻣﺎﻟ، َﻭﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻﱠ ﷲُ ﻓِﻲ ِﻛﻔﱠـ ٍﺔ،ﺿ ْﻴﻦَ ﺍﻟ ﱠﺴ ْﺒ َﻊ ﻓِﻲ ِﻛﻔﱠ ٍﺔ ِ َْﻭﺍﻷَﺭ
“Musa berkata: ‘Ya Rabb, ajarkanlah kepadaku sesuatu untuk
mengingat-Mu dan berdoa kepada-Mu.’ Allah berfirman, “Ucapkan
hai Musa laa ilaha illallah.” Musa berkata, “Ya Rabb, semua
hamba-Mu mengucapkan itu.” Allah berfirman, “Hai Musa,
seandainya ketujuh langit serta seluruh penghuninya–selain Aku–
dan ketujuh bumi diletakkan dalam satu timbangan dan kalimat laa
ilaha illallah diletakkan dalam timbangan yang lain, niscaya kalimat
laa ilaha illallah lebih berat timbangannya.” (HR. Ibnu Hibban, no.
6218)
195
Bukhari, Shahih Bukhari.., hadis no. 3293; Muslim, Shahih Muslim..,
hadis no. 7018.
ﺃَ ْﺧﺒَ َﺮﻧَﺎ َﺳ ِﻌﻴ ُﺪ ﺑْﻦُ ُﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎﻥَ ﻋ َْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﺍﻟﺮﱠﺣْ َﻤ ِﻦ ْﺑ ِﻦ ﻋ ُْﺜ َﻤﺎﻥَ ﺑ ِْﻦ ﺇِ ْﺑ َﺮﺍ ِﻫﻴ َﻢ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ ﺃَﺑِﻲ
ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َﺳﻠﱠ َﻢ ﺇِ َﺫﺍ
ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﻋ َْﻦ ﺃَﺑِﻴ ِﻪ َﻭ َﻋ ﱢﻤ ِﻪ ﻋ َْﻦ ﺍ ْﺑ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ ﻗَﺎ َﻝ َﻛﺎﻧَ َﻜﺎﻥَ َﺭﺳُﻮ ُﻝ ﱠ
ﺍﻹﺳ َْﻼ ِﻡ ِ ْ ﷲُ ﺃَ ْﻛﺒَ ُﺮ ﺍﻟﻠﱠﻬُ ﱠﻢ ﺃَ ِﻫﻠﱠﻪُ َﻋﻠَ ْﻴﻨَﺎ ﺑِ ْﺎﻷَ ْﻣ ِﻦ َﻭ
ِ ْ ﺍﻹﻳ َﻤﺎ ِﻥ َﻭﺍﻟﺴ َﱠﻼ َﻣ ِﺔ َﻭ َﺭﺃَﻯ ْﺍﻟ ِﻬ َﻼ َﻝ ﻗَﺎ َﻝ ﱠ
ﺿﻰ َﺭﺑﱡﻨَﺎ َﻭ َﺭﺑﱡﻚَ ﱠ
ُﷲ َ ْﻴﻖ ﻟِ َﻤﺎ ﻳُ ِﺤﺐﱡ َﺭﺑﱡﻨَﺎ َﻭﻳَﺮ ِ َِﻭﺍﻟﺘﱠﻮْ ﻓ
“Telah mengabarkan kepada kami [Sa'id bin Sulaiman] dari
['Abdurrahman bin Utsman bin Ibrahim] telah menceritakan
kepadaku [Ayahku] dari [Ayahnya] dan [Pamannya] dari [Ibnu
Umar] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila
melihat hilal beliau berkata: "Allahu akbar! Ya Allah, nampakkan
hilal kepada kami dengan aman, iman, keselamatan, Islam dan
taufiq untuk melakukan apa yang dicintai dan diridlai Tuhan kami.
Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah Allah." (HR. Darimi, hadis no.
1625)
5. Hauqalah (ِﺎﻪﻠﻟ ّ ِ)ﻻَ ﺣﻮْ َﻝ َﻭﻻَ ﻗُ ﱠﻮﺕَ ﺍِﻻﱠﺑ
Kalimat Hauqalah adalah kalimat thayyibah dan ucapan zikir
yang merupakan pengakuan terhadap kefanaan manusia dan
kekuasaan Allah Ta’ala, ini diucapkan ketika seseorang mengambil
keputusan (berazam). Kalimat Thayyibah ini adalah pancaran dari
sikap tawakal seseorang. Setelah dipertimbangkan dengan
sewajarnya dan keputusan diambil, hendaklah bertawakkal kepada
Allah yang dinyatakan dalam sikap menerima resiko apapun yang
akan terjadi nanti akibat keputusan tersebut, sebagaiamana firman
Allah:
َﻭﻻَ ﻗُ ﱠﻮﺓَ َﻋﻠَﻰ ﻁَﺎ َﻋﺘِ ِﻪ ﺇِﻻﱠ ﺑِ َﻤﻌُﻮْ ﻧَﺘِ ِﻪ،ﺼﻴَ ِﺔ ﷲِ ﺇِﻻﱠ ﺑِ ِﻌﺼْ َﻤﺘِ ِﻪ
ِ ﻻَ َﺣﻮْ َﻝ ﻋ َْﻦ َﻣ ْﻌ
“Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain
dengan perlindugan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk
melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.”
Imam Nawawi menyebutkan berbagai tafsiran di atas dalam
Syarh Shahih Muslim dan beliau katakan, “Semua tafsiran tersebut
hampir sama maknanya.”196
Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan sebuah hadis:
ُ َ ِﺃَ ﱠﻥ َﺭﺳُﻮ َﻝ ﷲ
َﻣ ْﻦ َﻣﻌَﻚَ ﻳَﺎ: ﻓَﻘَﺎ َﻝ، ﻱ ﺑِ ِﻪ َﻣ ﱠﺮ َﻋﻠَﻰ ﺇِ ْﺑ َﺮﺍ ِﻫﻴ َﻢ ِ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َﺳﻠﱠ َﻢ ﻟَ ْﻴﻠَﺔَ ﺃﺳ
َ ْﺮ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
ﻓَﺈِ ﱠﻥ، ﺍﺱ ْﺍﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ
ِ ﻚ ﻓَ ْﻠﻴُ ْﻜﺜِﺮُﻭﺍ ِﻣ ْﻦ ِﻏ َﺮَ َ ُﻣﺮْ ﺃُ ﱠﻣﺘ: ﻓَﻘَﺎ َﻝ ﻟَﻪُ ﺇِﺑ َْﺮﺍ ِﻫﻴ ُﻢ، ﻫَ َﺬﺍ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٌﺪ: ِﺟﺒ ِْﺮﻳ ُﻞ ؟ ﻗَﺎ َﻝ
ﻻَ َﺣﻮْ َﻝ َﻭﻻَ ﻗُ ﱠﻮﺓَ ﺇِﻻﱠ ﺑِ ﱠ: ﺎﻝ
.ِﺎﻪﻠﻟ َ َ َﻭ َﻣﺎ ِﻏ َﺮﺍﺱُ ْﺍﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ ؟ ﻗ: ﺿﻬَﺎ َﻭﺍ ِﺳ َﻌﺔٌ ﻗَﺎ َﻝ َ ْ َﻭﺃَﺭ، ٌﺗُﺮْ ﺑَﺘَﻬَﺎ ﻁَﻴﱢﺒَﺔ
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat ke langit
pada Malam Isra’ Mi’raj, beliau melewati Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam. Ibrahim lantas bertanya, “Siapa yang bersamamu wahai
Jibril?” Jibril menjawab, “Ia Muhammad.” Ibrahim lantas
mengatakan padanya, “Perintahkanlah pada umatmu untuk
memperbanyak bacaan yang akan menjadi tanaman di surga,
debunya itu bersih dan tanamannya pun luas.” Ibrahim ditanya,
“Lalu apa bacaan yang disebut girasul jannah tadi?” Ibrahim
196
Yahya bin Syarf An-Nawawi. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-
Hajjaj, (tp: Dar Ibn Hazm, 1433 H, juz 17, 26-27.
C. Tinjauan Psikologi
Dalam kehidupan di dunia ini, seseorang seringkali
dihadapkan pada situasi yang tidak diharapkan, pengalaman buruk,
tekanan bathin, dan konflik kejiwaan yang menyebabkan dirinya
menderita gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan ini dapat
diketahui berdasarkan tiga hal. Pertama, persepsi yang menganggap
dirinya paling super atau menganggap orang lain berada di bawah
dirinya. Kedua, perilaku yang menyimpang. Ketiga, perasaan putus
asa.
Dari ketiga hal tersebut, orang yang mengalami gangguan
kejiwaan disebabkan persepsi dirinya paling super akan memandang
realitas di sekitarnya serba keliru. Penyesuaian dirinya dengan
realitas di sekitarnya pun selalu dinilai dengan standar persepsi
dirinya yang dianggap paling hebat. Sikap orang yang mengalami
gangguan kejiwaan seperti ini akan terlihat aneh dan menyimpang
dalam pandangan umum. Jiwa orang seperti ini selalu memberontak
dan putus asa yang disebabkan oleh kegelisahannya yang muncul
dari pertentangan jiwanya. Gangguan kejiwaan seperti ini
melemahkan kemampuan penderita untuk menemukan hukum yang
berlaku dan tata etika dan moral universal serta melemahkan rasa
tanggung jawabnya dalam berinteraksi dengan realitas di sekitarnya
dengan baik.197
Proses pembelajaran yang salah akan menimbulkan
kekacauan persepsi terhadap diri dan alam sekitar. Proses ini pun
dapat menyebabkan seseorang mempelajari suatu perilaku dan
interaksi sosial secara menyimpang. Bila hal ini terjadi pada
seseorang, maka yang harus segera dilakukan adalah proses
197
Muhammad ‘Ustman Najati. ‘Ilm an-Nafs fi Hayatina al-Yaumiyyah,
op. cit, h. 388
198
Julian Router. ‘ Ilm an-Nafs al-Kliniki, terj. : ‘Athiyah Mahmud Hana.
Beirut: Dar asy-Syuruq, 1984,h. 137.
ُﺳ ِﻌﻴ ٍﺪ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ﺃَ ْﺧﺒَ َﺮﻧِﻲ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْﻦ َ َﺳ ِﻤﻌْﺖُ ﻳَ ْﺤﻴَﻰ ﺑْﻦ َ ﺏ ﻗَﺎ َﻝ ِ ﺳ ِﻌﻴ ٍﺪ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ ﺍ ْﻟ َﻮﻫﱠﺎَ َُﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻗُﺘَ ْﻴﺒَﺔُ ﺑْﻦ
ُﷲُ َﻋ ْﻨﻪ ﺿ َﻲ ﱠ ِ ﺏ َﺭ ِ ﺳ ِﻤﻌْﺖُ ُﻋ َﻤ َﺮ ﺑْﻦَ ﺍ ْﻟ َﺨﻄﱠﺎ َ ﺹ ﺍﻟﻠﱠ ْﻴﺜِ ﱠﻲ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ٍ ﺳ ِﻤ َﻊ َﻋ ْﻠﻘَ َﻤﺔَ ﺑْﻦَ َﻭﻗﱠﺎ َ ُﺇِ ْﺑ َﺮﺍ ِﻫﻴ َﻢ ﺃَﻧﱠﻪ
ﺉ َﻣﺎ ٍ ﺳﻠﱠ َﻢ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ﺇِﻧﱠ َﻤﺎ ْﺍﻷَ ْﻋ َﻤﺎ ُﻝ ﺑِﺎﻟﻨﱢﻴﱠ ِﺔ َﻭﺇِﻧﱠ َﻤﺎ ِﻻ ْﻣ ِﺮ
َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﺳﻮ َﻝ ﱠ ُ ﺳ ِﻤﻌْﺖُ َﺭ َ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ
ﺳﻮﻟِ ِﻪ َﻭ َﻣﻦْ َﻛﺎﻧَﺖْ ِﻫ ْﺠ َﺮﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ُ ﷲِ َﻭ َﺭ ﺳﻮﻟِ ِﻪ ﻓَ ِﻬ ْﺠ َﺮﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﱠ ُ ﷲِ َﻭ َﺭ ﻧَ َﻮﻯ ﻓَ َﻤﻦْ َﻛﺎﻧَﺖْ ِﻫ ْﺠ َﺮﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﱠ
َ ﺼﻴﺒُ َﻬﺎ ﺃَ ْﻭ ﺍ ْﻣ َﺮﺃَ ٍﺓ ﻳَﺘَ َﺰ ﱠﻭ ُﺟ َﻬﺎ ﻓَ ِﻬ ْﺠ َﺮﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ َﻣﺎ ﻫ
َﺎﺟ َﺮ ﺇِﻟَ ْﻴ ِﻪ ِ ُُﺩ ْﻧﻴَﺎ ﻳ
A. Kandungan Hadis
Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan bahwa hadis ini telah
disepakati kesahihannya dan di-takhrij oleh imam-imam terkenal
kecuali Imam Malik dalam kitabnya, al-Muwattha’.200
Ada beberapa nilai yang terkandung dari hadis ini antara lain:
Pertama, hadis ini mengandung sesuatu yang sangat penting
dalam Islam, yaitu niat dan keikhlasan. Dalam melakukan ibadah
harus berlandaskan niat dan niat harus ikhlas semata-mata, karena
Allah agar ibadahnya diterima.
199
H.R. Al-Bukhari no. 1 dan Muslim no. 3530.
200
Muhammad Harfin Zuhdi, Qawa’id Fiqhiyah, (Mataram: Elhikam
Press, 2016), h. 101
201
Abdullah bin Sa’id Muhammad ‘Ubbadi al-Lahaji, Idhahu al-Qawa’id
al-Fiqhiyyah, (Indonesia: Dar al-Rahmah al-Islamiyyah, 1410 H), juz.3, h.12.
202
Ibid., h. 25
203
Abd al-Rahman Jalaluddin al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazhair fi
Qawa’id wa Furu’ Fiqh al-Syafi’i, (Jakarta: Nur Asia, t.t.), h. 8.
ََﻣﻦْ َﻛﺎﻥَ ﻳُ ِﺮﻳ ُﺪ ﺍ ْﻟ َﺤﻴَﺎﺓَ ﺍﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ َﻭ ِﺯﻳﻨَﺘَ َﻬﺎ ﻧُ َﻮﻑﱢ ﺇِﻟَ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ﺃَ ْﻋ َﻤﺎﻟَ ُﻬ ْﻢ ﻓِﻴ َﻬﺎ َﻭ ُﻫ ْﻢ ﻓِﻴ َﻬﺎ ﻻ ﻳُ ْﺒ َﺨﺴُﻮﻥَ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚ
َﺎﻁ ٌﻞ َﻣﺎ َﻛﺎﻧُﻮﺍ ﻳَ ْﻌ َﻤﻠُﻮﻥ
ِ َﺻﻨَ ُﻌﻮﺍ ﻓِﻴ َﻬﺎ َﻭﺑ َ ﺍﻵﺧ َﺮ ِﺓ ﺇِﻻ ﺍﻟﻨﱠﺎ ُﺭ َﻭ َﺣﺒِﻂَ َﻣﺎ ِ ﺲ ﻟَ ُﻬ ْﻢ ﻓِﻲ َ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻟَ ْﻴ
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan
perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka Balasan
pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh
di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang
telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16)
204
Maulana Muhammad Ali, Kitab Hadits Pegangan, (Jakarta: Darul
Kutubil Islamiyah, 1992), hal. 64.
205
Ibrahim Al-Bajuri, Hasiyat al-Bajuri, (Surabaya: Al-Hidayah,t.th), juz.
1, h. 47.
206
Niat adalah maksud didalam hati dan wajib adanya niat itu berbarengan
dengan takbir. Lihat Abi Ishak Ibrahim bin ‘Ali bin Yusuf, Al-Muhazzab fi Fiqhi
al-Imam Asy-Syafi’i, (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), cet.1, juz.1 h. 134.
207
Teks Arabnya:
ًﺽ َﻭﺃَﻭْ ﻗَ َﻊ ﺍﻟﻨﱢﻴﱠﺔَ ﻓِ ْﻴ ِﻪ ُﻣﻘَﺎ َﺭﻧَﺔ َ ﺍﻻ ْﻗﺘِ َﺮﺍﻥُ ﺑَﻞْ ﻟَﻮْ ﻓُ ِﺮ ِ ْ ﻱ ﺇِ ﱠﻻ ﻓِ ْﻲ ﺍﻟﺼﱠﻮْ ِﻡ ﻓَ َﻼ ﻳَ ِﺠﺐُ ﻓِ ْﻴ ِﻪ ﻓَﻴَ ِﺠﺐُ ﺍِ ْﻗﺘِ َﺮﺍﻧُﻬَﺎ ﺑِﻔِ ْﻌ ِﻞ ﺍﻟ ﱠﺸﻴ ِْﺊ ْﺍﻟ َﻤ ْﻨ ِﻮ ﱢ
ﺎﺭ َﻉ ﺃَﻗَﺎ َﻡ ﻓِ ْﻴ ِﻪ ْﺍﻟ َﻌ ْﺰ َﻡ َﻣﻘَﺎ َﻡ
ِ ﱠ
ﺸ ﺍﻟ ﱠ
ﻥ َ ﺃ ْﻭَ ﺃ ﻥ
ِ ﺍﺮَ ِ ﺘﻗْ ﺍﻻ
ِ ْ ﺏ
ِ ُْﻮ ﺟ ﻭ
ُ ﻦْ ﻣ
ِ َﻰ ﻨ ْ
َﺜ ﺘﺴْ ﻣ
ُ ﻮَ ُ ﻬَ ﻓ ﺽ
ِ ْﺮَ ﻔ ْ
ﺍﻟ ﻲ
ْ ِﺖ ﻓِ ﺏ ﺍﻟﺘﱠ ْﺒﻴِ ْﻴ
ِ ْﺼ ﱠﺢ ﻟِ ُﻮﺟُﻮ ِ َﻟِ ْﻠﻔَﺠْ ِﺮ ﻟَ ْﻢ ﻳ
ﺍﻟﻨﱢﻴﱠ ِﺔ
Lihat Ibrahim Al-Bajuri, Hasiyat al-Bajuri, Al-Hidayah: Surabaya, juz. 1, hal. 47.
ۚ
َُﻮﺍ َﻭ َﻻ ﺗُ ۡﺴ ِﺮﻓُ ٓﻮ ْﺍ ﺇِﻧﱠ ۥﻪُ َﻻ ﻳُ ِﺤﺐﱡ ۡٱﻟ ُﻤ ۡﺴ ِﺮﻓِﻴﻦ ۡ ﻮﺍ َﻭ
ْ ٱﺷ َﺮﺑ ْ ُﻭﺍ ِﺯﻳﻨَﺘَ ُﻜﻢۡ ِﻋﻨ َﺪ ُﻛ ﱢﻞ َﻣ ۡﺴ ِﺠ ٖﺪ َﻭ ُﻛﻠ
ْ ٰﻳَﺒَﻨِ ٓﻲ َءﺍ َﺩ َﻡ ُﺧ ُﺬ
“Wahai manusia pakaialah pakaian terbaikmu ketika hendak ke
Masjid dan Makan-minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan”. (Al-A’raaf: 31).
C. Aspek Psikologi
Niat merupakan makna yang berdekatan dengan motivasi,
karena motivasi adalah dorongan seseorang untuk mencapai
kesempurnaan dalam setiap perbuatannya. Makna sempurna dan
seimbang dalam penciptaan manusia, dipahami sebagai
kesempurnaan dan keseimbangan secara menyeluruh yang mencakup
semua penciptaan manusia, baik bentuk luar maupun bentuk dalam,
serta berbagai fungsinya. Artinya, bahwa hal itu mencakup
210
Abdul Rahman Shaleh, et.al., Psikologi Suatu Pengantar dalam
Prespektif Islam, (Jakarta: Logos, 2001), h. 131.
211
Anshari, Op.Cit.,1983, h. 24.
212
TM Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam,
Jakarta:Bulan Bintang, 1990, h. 3.
213
Rahman Shaleh, et.al., Psikologi .., h. 133-135.
214
Rita Atkinson, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga; 1996)
ﻕ ﻳَﻬْﺪ ﺒﻲ ﺻﻠّﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠّﻢ ﻗﻞ :ﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟﺼﱢ ْﺪ َ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﺒﺪﷲ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ ﺭﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨّ ّ
ﺏ ﻳَ ْﻬ ِﺪﻱ ْ ْ
ﺻ ﱢﺪ ْﻳﻘًﺎَ .ﻭﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟ ِﻜﺬ َ
ﻕ َﺣﺘﱠﻰ ﻳَ ُﻜﻮْ ﻥَ ِ ﺇِﻟَﻰ ْﺍﻟﺒِ ﱢﺮ َﻭﺇِ ﱠﻥ ْﺍﻟﺒِ ﱠﺮ ﻳَ ْﻬ ِﺪﻱ ﺇِﻟَﻰ ْﺍ َ
ﻟﺠﻨﱠ ِﺔ َﻭ ﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟ ﱠﺮﺟ َُﻞ ﻟَﻴَﺼْ ُﺪ ُ
َﺐ ِﻋ ْﻨ َﺪ ﷲِ َﻛ ﱠﺬﺍﺑًﺎ. ﺇِﻟَﻰ ْﺍﻟﻔُﺠُﻮْ ِﺭ َﻭ ﺇِ ﱠﻥ ْﺍﻟﻔُﺠُﻮْ ِﺭ ﻳَ ْﻬ ِﺪﻱ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨﱠ ِ
ﺎﺭَ .ﻭ ﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟ ﱠﺮﺟ َُﻞ ﻟَﻴَ ْﻜ ِﺬﺏُ ﺧَﺘ ﱠﻰ ﻳُ ْﻜﺘ َ
”Abdullah ibnu Mas’ud berkata bahwa Nabi SAW bersabda,
“Sesungguhnya benar (jujur) itu menuntun kepada kebaikan, dan
kebaikan itu menuntun ke surga, dan seseorang itu berlaku benar
sehingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang yang siddiq (yang
sangat jujur dan benar). Dan dusta menuntun kepada curang, dan
curang itu menuntun ke dalam neraka. Dan seorang yang dusta
sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.”216
215
H.R. At-Tirmidzi no. 2442
216
HR. Bukhari dalam kitab ”al-Adab”.
A. Kandungan Hadis
Ada beberapa kandungan nilai yang terdapat dalam hadis
tersebut antara lain:
1. Dalam hadis ini Rasulullah memerintahKAN umatnya
berlaku jujur dalam perkataan, perbuatan, ibadah dan dalam
semua perkara. Jujur itu berarti selaras antara lahir dan batin,
ucapan dan perbuatan, serta antara berita dan fakta.
2. Kejujuran akan membawamu kepada al-birr (kebaikan ), dan
kebaikan itu akan membawa ke surga sebagai balasan kepada
oaring yang senantiasa berkata dan berperilaku jujur dalam
segala aspek kehidupannya.
3. Kebohongan akan membawamu kepada al-fujur (keburukan)
yang akan menyebabkan masuk ke dalam neraka.
4. Kejujuran atau kebenaran ialah nilai keutamaan dari akhlak
yang mulia , dimana dengan kejujuran maka segala sesuatu
menjadi teratur, segala urusan menjadi tertib dan
perjalanannya adalah perjalanan yang mulia. Kejujuran akan
mengangkat harkat pelakunya ditengah manusia, maka ia
menjadi orang terpercaya, pembicaraannya disukai, ia dicintai
217
H.R. Al-Bukhari no. 844, 2232, 2368, 4789, 4801, 6605, dan Muslim
no. 3408.
ﻮﺍ ﻗَ ٰ ﱠﻮ ِﻣﻴﻦَ ِ ﱠﻪﻠﻟِ ُﺷﻬَ َﺪ ٓﺍ َء ﺑِ ۡﭑﻟﻘِ ۡﺴ ِۖﻂ َﻭ َﻻ ﻳَ ۡﺠ ِﺮ َﻣﻨﱠ ُﻜﻢۡ ﺷ ٴََﻦ◌َ ﺍﻥُ ﻗَ ۡﻮ ٍﻡ َﻋﻠَ ٰ ٓﻰ ﺃَ ﱠﻻ
ْ ُﻮﺍ ُﻛﻮﻧ ْ ُٰﻳَٓﺄَﻳﱡﻬَﺎ ٱﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ َءﺍ َﻣﻨ
َٱﻪﻠﻟَ ﺧَﺒِﻴ ۢ ُﺮ ﺑِ َﻤﺎ ﺗ َۡﻌ َﻤﻠُﻮﻥ
ٱﻪﻠﻟَ ﺇِ ﱠﻥ ﱠ
ۚ ﻮﺍ ﱠ ْ ُﻮﺍ ﻫُ َﻮ ﺃَ ۡﻗ َﺮﺏُ ﻟِﻠﺘﱠ ۡﻘ َﻮ ٰۖﻯ َﻭٱﺗﱠﻘ
ْ ُٱﻋ ِﺪﻟ
ۡ ﻮﺍ ْ ۚ ُﺗ َۡﻌ ِﺪﻟ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah: 8)
Diperintahkan kepada orang-orang beriman agar
membiasakan diri untuk selalu menegakkan kebenaran dalam
melakukan perkara dunia maupun akhirat (agama) dengan penuh rasa
B. Bentuk-bentuk Kejujuran
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa kejujuran merupakan
cirri orang yang bertakwa, sebagaimana firman Allah:
ٓ
َ ِﻕ ﺑِ ِٓۦﻪ ﺃُﻭْ ٰﻟَﺌ
َﻚ ﻫُ ُﻢ ۡٱﻟ ُﻤﺘﱠﻘُﻮﻥ َ ﺻ ﱠﺪ ِ َﻭٱﻟﱠ ِﺬﻱ َﺟﺎٓ َء ﺑِﭑﻟﺼﱢ ۡﺪ
َ ﻕ َﻭ
218
Ahmad Mushtafa Al- Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Semarang: Karya
Toha Putra Semarang, 1987), jilid 6, h. 128- 130
C. Tanggung Jawab
Setiap manusia memiliki dasar pemikiran, berperilaku,
kebebasan dan bertanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap
sesamanya, dan juga dalam hubungannya dengan AllahTa’ala.
Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku untuk
menanggung segala akibat yang timbul dari suatu perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang dalam
bermasyarakat dan beriman219. Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan juga menumbuhkan rasa bebas dan tanggung jawab itu
secara serasi. Dan dalam hubungannya dengan AllahTa’ala adalah
setiap manusia beriman wajib menjalankan perintah AllahTa’ala dan
menjauhi larangan-Nya.
Ciri-ciri orang yang bertanggung jawab antara lain adalah
bersedia menanggung akibat , berani membela prinsipnya, rela
berkorban, tidak merugikan orang lain, tidak melakukan perbuatan
yang menentang aturan yang berlaku.
Tanggung jawab muncul karena adanya beberapa faktor yang
pertama faktor dari luar,misalnya:karena kebutuhan fisik dirinya,atau
orang lain yang berada di bawah tanggung jawabnya. Ayah yang
bertanggung jawab pasti selalu berusaha untuk mencarikan atau
memenuhi kebutuhan keluarganya. Nabi ﷺbersabda: “Laki-laki
adalah pelindung keluarga, dan setiap pelindung bertanggungjawab
atas orang-orang yang berada dalam perlindungannya”5.
Faktor dari luar lainnya yaitu adanya tekanan dari orang atau
kelompok yang ada di bawah tanggung jawabnya.Rasa tanggung
219
Sugiarti,, Pendidikan Kewarganegaraan.2002:Jakarta: Hal 5
D. Tinjauan Psikologi
Jujur dan bertanggung jawab akan memotifasi diri untuk
mencapai hasil yang maksimal, mengoptimalkan semua kemampuan
diri dan menimbulkan rasa percaya diri. Dan pada akhirnya rasa
percaya diri ini merangsang semua kreatifitas dan potensi dari dalam
diri.
Dalam aliran psikologi behaviorism tingkah laku yang
teraktualisasi disebabkan adanya rangsangan dari luar dan adanya
modelling. Sikap jujur dan bertanggung jawab dalam pandangan
behaviorism pun begitu, jujur dan dan bertanggung jawab dapat
timbul akibat adanya rangsangan dari luar yang diperkuat dengan
adanya reinforcement yang membuat seseorang mampu bersikap
dan bertingkah laku jujur dan bertanggung jawab, unetuk modelling
kita punya seorang tokoh yang tidak diragukan lagi kejujurannya dan
tanggung jawabnya yaitu Rasulullah ﷺ, bahkan sejak muda
Rasulullah dijuluki Al-Amin dan bagaimana ketika ia akan wafat ia
memanggil-manggil umatnya, hal ini disebabkan rasa cinta dan
bertanggung jawabnya yang sangat besar kepada umatnya.
Sedangkan dalam pandangan humanistik manusia
mempunyai potensi positif yang dibawanya sejak lahir, rasa jujur dan
bertanggung jawab ini dapat kita golongkan kepada potensi positif
Artinya: “Dari Abu hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Akan
masuk surga orang-orang yang mempunyai hati (pendirian), seperti
hati (pendirian) burung. (riwayat Imam Muslim). Dikatakan
maknanya adalah orang-orang yang bertawakkal dan ada pula yang
mengatakan mereka itu adalah orang-orang yang hatinya lemah-
lembut”.220
A. Kandungan Hadis
Hadis ini menerangkan mengenai balasan bagi orang yang
bertawakal kepada AllahTa’ala dan bagi orang yang memiliki hati
yang lembut adalah surga. Hadis ini mengibratkan hati orang yang
bertawakkal seperti hati burung yang bersifat bebas lepas terbang di
udara, namun tetap berusaha dan tawakkal mencari karunia Allah
berupa makanan yang diinginkannya.
Tawakal merupakan buah dari kondisi jiwa seseorang, di
mana seseorang tersebut telah berusaha dengan seluruh tenaga dan
kemampuan yang dia miliki kemudian menyerahkan segala usahanya
220
Riyadhus Shalihin,bab Yakin dan Tawakkal
221
H.R. At-Tirmidzi no. 2266
222
Muhamad bin Alam, Dalil al-Falikhin, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), h. 23.
223
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur-‘an ,(Jakarta: AMZAH,
2006) h.. 293
224
Abdullah bin Umar ad-Dumaji, Rahasia Tawakkal, Sebab dan Akibat.
Terj. Kamaluddin. (Jakarta: Pustaka Azam, 2000), h. 1.
225
Imam Khomeini, Insan Ilahiah. Terj. M. Ilyas. (Jakarta: Madani
Grafika, 2004), h. 209-210.
226
Ibid., h. 294
227
Abdullah bin Umar, Rahasia..., h. 5.
228
Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk Semua : Menepaki
Bukit-Bukit Zamrut Kalbu Melalui Istilah-Istilah Dalam Sufisme
(Jakarta:Republika Penerbit,2014), h. 135.
229
Labib MZ, Rahasia Kehidupan Orang Sufi, Memahami Ajaran
Thoriqot & Tashowwuf, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya), h. 55
230
Ibid.
231
Imam Khomeini, Insan Ilahiah; Menjadi Manusia Sempurna dengan
Sifat-sifat Ketuhanan : Puncak Penyingkapan Hijab-Hijab Duniawi (Jakarta :
Pustaka Zahra, 2004), h. 210
232
Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya,
2004), h. 247.
ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﷲ ﻣﻦ ﻫﻢ؟ ﻗﺎﻝ: ﻗﻴﻞ،ﻳﺪﺧﻞ ﻣﻦ ﺃﻣﺘﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﺳﺒﻌﻮﻥ ﺃﻟﻔﺎ ً ﺑﻐﻴﺮ ﺣﺴﺎﺏ
ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ. ﻭﻻ ﻳﺘﻄﻴﺮﻭﻥ ﻭﻋﻠﻰ ﺭﺑﻬﻢ ﻳﺘﻮﻛﻠﻮﻥ، ﻭﻻ ﻳﺴﺘﺮﻗﻮﻥ،ﻳﺮﻗﻮﻥ
“Ada dari umatku 70.000 orang yang masuk surga tanpa dihisab.
Sahabat bertanya : siapakah mereka wahai Rasulullah? Rasulullah
menjawab : yaitu mereka yang tidak meruqyah (jampi-jampi),tidak
minta diruqyah dan tidak melakukan tathayyur (mengundi nasib
dengan perilaku burung) serta mereka bertawakal thd Rabb mereka.
(HR Bukhari dan Muslim)
“Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah SAW senantiasa berdoa, ‘Ya
Allah hanya kepada-Mulah aku menyerahkan diri, hanya kepada-
Mulah aku beriman, hanya kepada-Mulah aku bertawakal, hanya
kepada-Mulah aku bertaubat, hanya karena-Mulah aku (melawan
ُ
ِ ﷲُ َﻭﻧِ ْﻌ َﻢ ْﺍﻟ َﻮ ِﻛﻴ ُﻞ ﻗَﺎﻟَﻬَﺎ ﺇِﺑ َْﺮﺍ ِﻫﻴ ُﻢ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ ﺍﻟﺴ َﱠﻼﻡ ِﺣﻴﻦَ ﺃ ْﻟﻘِ َﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨﱠ
ﺎﺭ َﻭﻗَﺎﻟَﻬَﺎ ﺱ َﺣ ْﺴﺒُﻨَﺎ ﱠ ٍ ﻋ َْﻦ ﺍ ْﺑ ِﻦ َﻋﺒﱠﺎ
ﺎﺧ َﺸﻮْ ﻫُ ْﻢ ﻓَ َﺰﺍ َﺩﻫُ ْﻢ ﺇِﻳ َﻤﺎﻧًﺎ َﻭﻗَﺎﻟُﻮﺍ َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َﺳﻠﱠ َﻢ ِﺣﻴﻦَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟﻨﱠ
ْ َﺎﺱ ﻗَ ْﺪ َﺟ َﻤﻌُﻮﺍ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٌﺪ
(ﷲُ َﻭﻧِ ْﻌ َﻢ ْﺍﻟ َﻮ ِﻛﻴ ُﻞ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ َﺣ ْﺴﺒُﻨَﺎ ﱠ
Dari Anas bin Malik ra, ada seseorang berkata kepada Rasulullah
SAW. ‘Wahai Rasulullah SAW, aku ikat kendaraanku lalu aku
bertawakal, atau aku lepas ia dan aku bertawakal?’ Rasulullah SAW
menjawab, ‘Ikatlah kendaraanmu lalu bertawakallah.” (HR.
Tirmidzi)
Dengan demikian, tawakal yang merupakan perintah Allah
dan sunnah Rasulullah, jika dilakukan dengan baik dan benar, insya
C. Tinjauan Psikologi
Tawakkal artinya berserah diri kepada Allah. Tawakkal
merupakan salah satu cara untuk meraih ketentraman batin. Apabila
pengertian tawakkaln ditinjau dari segi psikologi, dapat dikatakan
bahwa sikap tawakkal itu mengandung makna penerimaan
sepenuhnya terhadap kenyataan diri dan hasil usahanya sebagaimana
adanya, atau dengan perkataan lain mau dan mampu menyesuaikan
diri dengan diri sendiri, yang selanjutnya menunjukan bahwa
kesehatan mentalnya cukup baik.233
Orang yang tidak mau dan tidak mampu menerima dirinya
sebagaimana adanya, maka ia akan merasa tertekan, gelisah, cemas,
dan lebih jauh mungkin akan terserang gangguan jiwa.
Buah tawakkal adalah sesuatu yang amat melapangkan dada
dan tidak ada yang bisa melapangkan hati selama sikap tawakal
tentunya. Jika seorang hamba bertawakkal, maka Allah akan
mengangkat dirinya dari kesedihannya dan membuatnya nyaman dari
sesuatu yang membuatnya gelisah, lalu Allah menurunkan pada diri
orang itu ketenangan, diri orang itu akan diliputi dengan ketenangan
yang alami tanpa ketakutan dan kekhawatiran.234
Intisari kandungan Surat Al-Isra ayat 78-82, bisa dijadikan
sebagai petunjuk bagi manusia dalam menghadapi kehidupan sehari-
hari dengan bertawakkal sepenuhnya kepada AllahTa’ala. Firman
Allah Ta’ala:
233
Zakiyah Daradjat. Psikoterapi Islami. (Jakarta: Bulan Bintang, 2002),
h. 131.
234
Abdullah bin Umar, Rahasia...,h. 83.
235
Zakiyah Daradjat, Psikoterapi.., h. 131
236
Hamdani Bakran, Psikoterapi dan Konseling Islam. (Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2001), h. 310.
237
Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu
Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Ciputat: Logos, 2003), h. 133
238
Ibid, h.143
239
Ibid., h. 170
240
Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, (Jakarta:
PT. BPK Gunung Mulia, 1997), h. 185-186.
241
Ibid., h. 104-114
ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲُﻮﻝ ﱠ َ ﺎﺭ َﺳﺄَﻟُﻮﺍ َﺭﺳ ِ ﺼ َ ﷲُ َﻋ ْﻨﻬُﺈ ِ ﱠﻥ ﻧَﺎﺳًﺎ ِﻣ ْﻦ ْﺍﻷَ ْﻧ ﺿ َﻲ ﱠ ِ ﻋ َْﻦ ﺃَﺑِﻲ َﺳ ِﻌﻴ ٍﺪ ْﺍﻟ ُﺨ ْﺪ ِﺭﻱﱢ َﺭ
َﻭ َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَﺄَ ْﻋﻄَﺎﻫُ ْﻢ ﺛُ ﱠﻢ َﺳﺄَﻟُﻮﻩُ ﻓَﺄَ ْﻋﻄَﺎﻫُ ْﻢ ﺛُ ﱠﻢ َﺳﺄَﻟُﻮﻩُ ﻓَﺄَ ْﻋﻄَﺎﻫُ ْﻢ َﺣﺘﱠﻰ ﻧَﻔِ َﺪ َﻣﺎ ِﻋ ْﻨ َﺪﻩُ ﻓَﻘَﺎ َﻝ َﻣﺎ ﻳَ ُﻜﻮﻥُ ِﻋ ْﻨ ِﺪﻱ
ُﺼﺒﱢﺮْ ﻩ َ ﷲُ َﻭ َﻣ ْﻦ ﻳَﺘ
َ َُﺼﺒﱠﺮْ ﻳ ﷲُ َﻭ َﻣ ْﻦ ﻳَ ْﺴﺘَ ْﻐ ِﻦ ﻳُ ْﻐﻨِ ِﻪ ﱠ ْ ِِﻣ ْﻦ َﺧﻴ ٍْﺮ ﻓَﻠَ ْﻦ ﺃَ ﱠﺩ ِﺧ َﺮﻩُ َﻋ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﻭ َﻣ ْﻦ ﻳَ ْﺴﺘَ ْﻌﻔ
ﻒ ﻳُ ِﻌﻔﱠﻪُ ﱠ
ﷲُ َﻭ َﻣﺎ ﺃُ ْﻋ ِﻄ َﻲ ﺃَ َﺣ ٌﺪ َﻋﻄَﺎ ًء ﺧَ ﻴْﺮً ﺍ َﻭﺃَﻭْ َﺳ َﻊ ِﻣ ْﻦ ﺍﻟ ﱠ
ﺼﺒ ِْﺮ ﱠ
"Dari Abu Sa'id Sa'd bin Malik bin Sinan Al Khudry r.a.
bahwasanya ada beberapa orang shahabat Anshar meminta kepada
Rasulullah s.a.w. maka beliau memberinya, kemudian mereka
meminta lagi dan beliau pun memberinya sehingga habislah apa
yang ada pada beliau. Ketika beliau memberikan semua apa yang
ada di tangannya, beliau bersabda kepada mereka: 'Apapun harta
benda yang ada padaku tidak akan saya sembunyikan pada kamu
sekalian. Barangsiapa yang menjaga kehormatan dirinya maka
Allah pun akan menjaganya. Barangsiapa yang menyabarkan
dirinya maka Allah pun akan memberikan kesabaran padanya. Dan
242
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
1992), Juz I, h. 203.
A. Kandungan Hadis
Kedua hadis ini mengandung beberapa nilai dan akhlak mulia
antara lain:
1. Dalam hadits ini terang sekali menunjukkan bahwa iman
bukan hanya kepercayaan yang hampa, tetapi kebersihan itu
separuh dari iman, kalau iman itu sebagai kebersihan jiwa,
pikiran dari kepercayaan khurafat, maka kebersihan lahir,
perut, badan, pakaian, kantong (saku) itu semuanya termasuk
setengah dari iman.
2. Ucapan Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) memenuhi
timbangan dari pikiran yang sehat dan sempurna pasti akan
menimbulkan rasa syukur dan memuji kepada Allah atas
segala nikmat yang diterimanya, dan kejadian-kejadian yang
di sernya. Demikian pula kalimat Subhanallah
Walhamdulillah (Maha Suci Allah dan segala pujian bagi
Allah), kedua kalimat ini kalau diperhatikan memenuhi
angkasa yang di antara langit dan bumi, semua yang terlihat
oleh mata, dan terdengar oleh telinga, kesemuanya
menimbulkan ta’ajub yang mengartikan kebesaran Allah
Ta’ala serta kesucian-Nya dari segala sifat-sifat kekurangan,
disamping menimbulkan ungkapan rasa puja puji kepada
Allah Ta’ala.
3. Shalat dan kesabaran sebagai pelita dan penerangan yang
menyinari kehidupan manusia. Dan sedekah membuktikan
adanya iman dalam dadanya, juga Qur’an sebagai bukti yang
membela kepadanya, jika ia benar-benar menjalankan segala
ajaran yang terkandung didalamnya dan akan menentang
243
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) hadis no.
1376, dan Muslim no. 1745.
8. Dalam diri manusia ada potensi baik dan jahat, karena itu,
244
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, terj. Salim Bahreisy, (Bandung: PT
Al-Ma’arif, 1981), juz I, Cet. ke-6, h. 50-51; Imam al-Ghozali, Mukhtashar Ihya’
Ulumuddin, terj. Abdul Rosyad Shiddiq, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2009),
h. 355-356.
245
Abil Abbas Syihabuddin al-Qasthalaniy, Irsyadus Syari, (Beirut: Dar
al- Fikri, t.th), juz 3, h. 59.
B. Pengertian sabar
Kata shabr ( )ﺻﺒﺮyang terdiri dari huruf shad, ba, dan ra
adalah bentuk mashdar dari fi’il madhi (kata kerja bentuk lampau)
shabara ()ﺻﺒﺮ. Sabar menurut etimologi adalah “menahan, seperti
mengurung binatang, menahan diri dan mengendalikan jiwa.”247
Oleh karena itu, setiap orang yang menahan sesuatu, berarti ia telah
bersabar atasnya.
Sedangkan sabar menurut terminologi adalah:
.ﺍﻟﺼﺒﺮ ﺣﺒﺲ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻳﻘﺘﻀﻴﺔ ﻭﺍﻟﺸﺮﻉ ﺃﻭ ﻋﻤﺎ ﻳﻘﺘﻀﻴﺎﻥ ﺣﺒﺴﻬﻤﺎ ﻋﻨﻪ
“Sabar adalah mengendalikan jiwa menurut tuntutan akal dan
agama atau menghindari sesuatu yang dituntut oleh akal dan
agama untuk menjauhinya”.248
Imam al-Ghazali seorang teolog, filsuf, dan sufi besar dalam
Islam mendefinisikan bahwa sabar adalah “suatu kondisi mental
dalam mengendalikan nafsu yang tumbuh atas dorongan ajaran
agama.”249 Sabar merupakan kondisi mental dalam mengendalikan
diri, sehingga merupakan salah satu maqam (tingkatan) yang harus
dijalani sufi dalam mendekatkan diri kepda AllahTa’ala. Dalam
maqam yang harus dilalui sufi tersebut, biasanya maqam sabar
diletakkan sesuai zuhud. Keberhasilannya dalam maqam zuhud
membawanya ke maqam sabar. Dalam maqam sabar ini ia tidak lagi
tergoncang oleh penderita dan hatinya sudah betul-betul teguh dalam
menghadap AllahTa’ala.
246
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, h. 51.
247
Ibn Manzhur, Lisan Al-Arab, (Beirut: Dar Shadir, Tt.), h..438.
248
Al-Ragib al-Ashfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfadz Al-Qur’an, (Beirut:
Dar al-Fikr, Tt.), h. 281.
249
Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, (Beirut: Dar Al-Fikr, Tt.), h. 62.
250
Ibn Qayyim Al-Jauziyyah, Madarij al-Salikin, (Beirut: Dar Al-Rasyad
Al-Hadis, Tt.), h. 156.
251
, Ibid., h. 157-158.
252
Ibid.
253
Al-Imam Abul Fida Ismail Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), hal. 54.
254
Tim dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), h. 763.
255
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfazh Al-
Qur’an al- Karim, (Beirut: Daar al-Fikr, 1987), hal. 400.
ْ ﺐ ﺍ ْﻟ ُﻤ
ْﺴﻠِ َﻢ ِﻣﻦ ِ ُ َﻣﺎ ﻳ: ﻗﺎَ َﻝ.ﻡ.ﺿ َﻲ ﷲُ َﻋ ْﻨ ُﻬ َﻤﺎ َﻋ ِﻦ ﺍﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ﺹ
ُ ﺼ ْﻴ ِ ﺳ ِﻌ ْﻴ ٍﺪ َﻭﺃَﺑِ ْﻲ ُﻫ َﺮ ْﻳ َﺮﺓَ َﺭ
َ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِ ْﻲ
ْﺐ َﻭﻻَ َﻫ ﱟﻢ َﻭﻻَ َﺣ َﺰ ٍﻥ َﻭﻻَ ﺃَ ًﺫﻯ َﻭﻻَ َﻏ ﱟﻢ َﺣﺘﱠﻰ ﺍﻟﺸ ْﱠﻮ َﻛ ِﺔ ﻳُﺸَﺎ ُﻛ َﻬﺎ ﺇِﻻﱠ َﻛﻔَ َﺮﷲُ ﺑِ َﻬﺎ ِﻣﻦ ٍ ﺻَ ﺐ َﻭﻻَ َﻭ ٍ ﺼ َ َﻧ
.ﺽُ ﺐ ﺍ ْﻟ َﻤ َﺮ
ُ ﺻَ َﺧﻄَﺎﻳَﺎﻩُ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ( َﻭﺍ ْﻟ َﻮ
“Dari Abu Said dan Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah ﷺ.
bersabda: Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan,
penyakit, atau kesusahan (kerisauan) hati, bahkan gangguan berupa
duri sekalipun, melainkan semua itu akan berupa penebus dosanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
256
H.R. Muslim no. 4672
257
Al-Imam Abu Zakaria bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhus Sholihin
(Terj), (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hal. 68.
258
Syekh Muhammad bin Alan as-Sidiki, Dalil al-Falihin, (Beirut: Daar
al-Fikr, 2002/1424 H.), hal. 170-171.
259
Dr. M. Utsman Najati, Al-Quran dan Ilmu Jiwa, (Jakarta: Pustaka,
2000), hal. 321.
ﺳﻨَ ٖﺔ ﱢﻣ ﱠﻤﺎ ِ ٱﻪﻠﻟُ َﻭ ۡﻋ َﺪ ۚۥﻩُ َﻭﺇِﻥﱠ ﻳَ ۡﻮ ًﻣﺎ ِﻋﻨ َﺪ َﺭﺑﱢ َﻚ َﻛﺄَ ۡﻟ
َ ﻒ ِ َﻭﻳَ ۡﺴﺘ َۡﻌ ِﺠﻠُﻮﻧَ َﻚ ﺑِ ۡﭑﻟ َﻌ َﺬﺍ
ﺏ َﻭﻟَﻦ ﻳُ ۡﺨﻠِﻒَ ﱠ
َﺗَ ُﻌﺪﱡﻭﻥ
”Dan mereka meminta kepadamu agar adzab itu disegerakan,
padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya.
Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun
dari tahun-tahun yang kamu hitung.”
260
Al-Imam Abu Zakaria bin Syaraf An-Nawawi, Op.Cit., hal. 69.
261
Syekh Muhammad bin Alan as-Sidiki, Op.Cit., hal. 181-182.
262
Ibid.
ً ٱﻪﻠﻟُ ﻧَ ۡﻔ
ﺴﺎ ﺇِ ﱠﻻ ُﻭ ۡﺳ َﻌ َﻬ ۚﺎ َﻻ ﻳُ َﻜﻠﱢﻒُ ﱠ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai denagn
kesanggupannya”. Q.S. Al-Baqarah [2]: 286,
C. Tinjauan Psikologi
Seseorang yang senantiasa melaksanakan amanat yang telah
Allah berikan, akan memperoleh ketenangan hidup. Pada dasarnya
manusia memiliki fitrah yang apabila tidak dicapai atau tidak
melaksanakan fitrah tersebut, akan timbul ketidak tenangan jiwa.
Allah telah memberikan fitrah kepada manusia berupa kebaikan
tetapi hidup di dunia ini diberikan dua pilihan. Apakah manusia akan
tetap mengikuti fitrahnya atau menuju jalan lain, yaitu jalan
kesesatan yang tidak di ridhai AllahTa’ala. Salah satunya dalam hal
kesabaran. Kesabaran adalah kehendak sang pencipta dan merupakan
263
M. Utsman Najati, Psikologi Dalam Perspektif Hadis, (Jakarta:
Pustaka Al Husna Baru, 2004), h. 315.
264
Abdul Rahman Sholeh-Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu
Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 151-152.
265
Emotion, Development and Self-Organtation Dynamic System
Approaches to Emotional Development, Cambridge University Press
266
Abdul Rahman Salaeh – Muhbib Abdul Wahab, Op.Cit., hal. 155.
267
M. Utsman Najati, Psikologi Qur’ani, (Surakarta: Aulia Press Solo,
2008), hal. 363.
268
Baharuddin. Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004), hal. 174.
ُﺳﺄَ ُﻝ َﻋ ْﻨﻪ
ْ َﺳ َﻼ ِﻡ ﻗَ ْﻮ ًﻻ َﻻ ﺃ
ْ ﺍﻹ ِ ْ ﷲِ ﻗُ ْﻞ ﻟِﻲ ﻓِﻲ ﺳﻮ َﻝ ﱠ ُ ﷲِ ﺍﻟﺜﱠﻘَﻔِ ﱢﻲ ﻗَﺎﻟَﻘُ ْﻠﺖُ ﻳَﺎ َﺭﺳ ْﻔﻴَﺎﻥَ ْﺑ ِﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ
ُ ْﻋَﻦ
ﺳﺘَﻘِ ْﻢْ ﺎﻪﻠﻟِ ﻓَﺎ َ ُﺚ ﺃَﺑِﻲ ﺃ
ﺳﺎ َﻣﺔَ َﻏ ْﻴ َﺮ َﻙ ﻗَﺎ َﻝ ﻗُ ْﻞ ﺁ َﻣ ْﻨﺖُ ﺑِ ﱠ ِ ﺃَ َﺣﺪًﺍ ﺑَ ْﻌ َﺪ َﻙ َﻭﻓِﻲ َﺣ ِﺪﻳ
“DariSufyan bin Abdullah Al-Thaqafi r.a berkata: “aku berkata:
“Wahai Rasulullah! Katakanlah satu perkataan padaku tentang
islam yang aku tidak perlu menanyakannya kepada orang lain.
“Sabda Rasulullah ﷺ: “Ucapkanlah aku beriman dengan Allah
kemudian beristiqomahlah kamu.”269
A. Kandungan Hadis
Hadis ini secara redaksional merupakan salah satu bentuk
keindahan jawami’ al-kalam (ungkapan yang ringkas namun
memiliki makna yang mendalam) yang menjadi keistimewaan sabda
Rasulullah saw. Sekalipun susunan katanya singkat, namun ia
mengumpulkan pokok-pokok Islam di dalam dua perkataan, yaitu
iman dan istiqomah. Rasulullah menyuruh Abu ‘Amrah (baca: kaum
Muslim) agar tetap beriman dan kemudian menyuruh beristiqomah,
yakni konsisten dengan aturan-aturan yang Allah SWT telah
tetapkan, sehingga dengan aturan tersebut seorang muslim tetap
berada di jalan takwa. Artinya, predikat muttaqiin berarti telah
melakukan istiqomah.
Islam mengandung dua perkara penting untuk
kesempurnaannya, yaitu: pertama, Tauhid dan kedua, Taat. Tauhid
difahami dari sabda Rasulullah ﺍﻣﻨﺖ ﺑﺎﻪﻠﻟ. Taat dari perkataan ﺍﺳﺘﻘﻢ.
kedua aspek ini adalah unsur-unsur yang tidak mungkin dipisahkan
satu dengan lainnya. Keduanya harus menyatu dalam satu tujuan dan
satu bentuk amalan. Ini berarti bahwa amalan dan ketaatan yang
269
H.R . Muslim no. 55
B. Pengertian Istiqomah
Istiqomah berasal dari kata qawama yang berarti berdiri
tegak lurus. Kata istiqomah selalu dipahami sebagai sikap teguh
dalam pendirian, konsekuen, tidak condong atau menyeleweng ke
kiri atau ke kanan dan tetap berjalan pada garis lurus yang telah
diyakini kebenarannya.271
Karena itu, istiqomah sering diartikan dengan teguh hati, taat
asas atau konsisten. Istiqomah adalah tegak dihadapan Allah atau
tetap pada jalan yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan
menunaikan janji baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan,
sikap dan niat. Dengan kata lain, istiqomah adalah menempuh jalan
270
Mustafa Abdul Rahman, Hadis Arba’in: Hadis 40, (Semarang: Menara
Kudus, 1984), h. 257.
271
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung:
Mizan, 1997), h. 248
ﷲُ ﺛُ ﱠﻢ ﺍ ْﺳﺘَﻘَﺎ ُﻣﻮﺍ ﺗَﺘَﻨَ ﱠﺰ ُﻝ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ُﻢ ْﺍﻟ َﻤ َﻼﺋِ َﻜﺔُ ﺃَ ﱠﻻ ﺗَﺨَ ﺎﻓُﻮﺍ َﻭ َﻻ ﺗَﺤْ َﺰﻧُﻮﺍ َﻭﺃَ ْﺑ ِﺸﺮُﻭﺍ
ﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ َﺭﺑﱡﻨَﺎ ﱠ
﴾٣٠﴿ َﺑِ ْﺎﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ُﻛﻨﺘُ ْﻢ ﺗُﻮ َﻋ ُﺪﻭﻥ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah
Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):
"Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih;
dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah
dijanjikan Allah kepadamu". (Q.S. Al-Fussilat:30)
ﷲُ ﺛُ ﱠﻢ ﺍ ْﺳﺘَﻘَﺎ ُﻣﻮﺍ ﺗَﺘَﻨَ ﱠﺰ ُﻝ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ُﻢ ْﺍﻟ َﻤ َﻼﺋِ َﻜﺔُ ﺃَ ﱠﻻ ﺗَ َﺨﺎﻓُﻮﺍ َﻭ َﻻ ﺗَﺤْ ﺰَ ﻧُﻮﺍ َﻭﺃَﺑ ِْﺸﺮُﻭﺍ
ﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ َﺭﺑﱡﻨَﺎ ﱠ
َﺑِ ْﺎﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ ﺗُﻮ َﻋ ُﺪﻭﻥ
C. Tinjauan Psikologi
Berdasarkan hadist tersebut, kata istoqomah yang berarti
berpegang teguh kepada Allah, bila ditinjau dari aspek psikologi
dapat dikaitkan dengan term kosep diri (self concept). Di mana
kosep diri itu sendiri erat kaitannya dengan bagaimana sesorang
berperilaku agar dapat sesuai dengan konsep yang telah disusun dan
konsepkan di dalam diri seseorang.
272
Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Madani,2009), h. 216.
273
Alex Sobur, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Prenada Media
2002, h. 507.
275
Hanna Djumhana Bastamam, Integrasi .. h. 129.
276
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2003), h. 61-62.
277
Hanna Djumhana, Integrasi.. h. 52.
ﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َﻝ ﺑَﺎ ِﺩ ُﺭﻭﺍ ﺑِ ْﺎﻷَ ْﻋ َﻤﺎ ِﻝ ﻓِﺘَﻨًﺎ َﻛﻘِﻄَ ِﻊ ﺍﻟﻠﱠ ْﻴ ِﻞ
َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ ﺻﻠﱠﻰ ﱠَ ِﷲ ﺳﻮ َﻝ ﱠ ُ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫ َُﺮ ْﻳ َﺮﺓَﺃَﻥﱠ َﺭ
ٍ ﺼﺒِ ُﺢ َﻛﺎﻓِ ًﺮﺍ ﻳَﺒِﻴ ُﻊ ِﺩﻳﻨَﻪُ ﺑِ َﻌ َﺮ
ﺽ ْ ُﺴﻲ ُﻣﺆْ ِﻣﻨًﺎ َﻭﻳ ِ ﺴﻲ َﻛﺎﻓِ ًﺮﺍ ﺃَ ْﻭ ﻳُ ْﻤِ ﺼﺒِ ُﺢ ﺍﻟ ﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ُﻣﺆْ ِﻣﻨًﺎ َﻭﻳُ ْﻤ ْ ُﻈﻠِ ِﻢ ﻳ ْ ﺍ ْﻟ ُﻤ
ِﻣﻦْ ﺍﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ
Artinya: “Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Nabi ﷺ:
“Segeralah melakukan amal salih, sebab akan terjadi fitnah besar
bagaikan gelap malam yang sangat gulita. Ketika itu mu’min pada
pagi hari, tiba-tiba pada sore hari berbalik kafir, dan pada sore hari
mu’min tiba-tiba pagi hari kafir, menukar agama karena sedikit
keuntungan dunia yang sederhana”.278
ﺳﻠﱠ َﻢ َﺭ ُﺟ ٌﻞ ﻓَﻘَﺎ َﻝ ﻳَﺎ َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﺳﻮ َﻝ ﱠ ُ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ُﻫ َﺮ ْﻳ َﺮﺓَ ﻗَ َﺎﻷَﺗَﻰ َﺭ
ﻴﺢ ﺗ َْﺨﺸَﻰٌ ﺷ ِﺤ َ ﻴﺢ ٌ ﺻ ِﺤ َ َﻕ َﻭﺃَ ْﻧﺖ َ َﺼ َﺪﻗَ ِﺔ ﺃَ ْﻋﻈَ ُﻢ ﻓَﻘَﺎ َﻝ ﺃَﻥْ ﺗ
َ ﺼ ﱠﺪ ﻱ ﺍﻟ ﱠ ﷲِ ﺃَ ﱡ
ﺳﻮ َﻝ ﱠ ُ َﺭ
َ ُ َ َ َ ُ ْ ُ ُ ْ ْ َ َ َ
ﺍ ْﻟﻔَﻘ َﺮ َﻭﺗَﺄ ُﻣ ُﻞ ﺍﻟ ِﻐﻨﻰ َﻭﻻ ﺗ ْﻤ ِﻬ َﻞ َﺣﺘﱠﻰ ﺇِﺫﺍ ﺑَﻠﻐﺖْ ﺍﻟ ُﺤﻠﻘﻮ َﻡ ﻗﻠﺖَ ﻟِﻔﻼ ٍﻥ ﻛﺬﺍ َﻭﻟِﻔﻼ ٍﻥ
ُ َ َ ْ ْ ْ
َﻛ َﺬﺍ ﺃَ َﻻ َﻭﻗَ ْﺪ َﻛﺎﻥَ ﻟِﻔُ َﻼ ٍﻥ
Artinya:
Abu Hurairah r.a. berkata :Seorang datang kepada
Nabi bertanya: “Ya Rasulullah sedekah yang manakah
yang lebih besar pahalanya?”. Jawab Nabi:
“Bersedekah dalam keadaan sehat, dan amat sayang
kepada harta, masih takut miskin dan mengharapkan
kekayaan. Dan jangan menunda-nunda sehingga
apabila ruh (nyawa) sudah sampai di tenggorokan
(hampir mati) lalu berwasiat: untuk fulan sekian, untuk
fulan sekian, padahal waktu itu kekayaan sudah
menjadi hak ahli waris.”279
278
H.R. Muslim no. 169
279
H.R. Al-Bukhari no. 1330, dan Muslim no. 1713.
280
H.R. At-Tirmidzi no. 2228
ﷲَ ﻗَﺎ َﻝ َﻣﻦْ ﻋَﺎﺩَﻯ ﻟِﻲ َﻭﻟِﻴًّﺎ ﻓَﻘَ ْﺪ ﺳﻠﱠ َﻢ ﺇِﻥﱠ ﱠَ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﺳﻮ ُﻝ ﱠ ُ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ُﻫ َﺮ ْﻳ َﺮﺓَ ﻗَﺎﻟَﻘَﺎ َﻝ َﺭ
ﺿﺖُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َﻣﺎ ﻳَﺰَ ﺍ ُﻝ َﻋ ْﺒ ِﺪﻱ ْ ﺍﻓﺘ ََﺮ َﻲ ٍء ﺃَ َﺣ ﱠ
ْ ﺐ ﺇِﻟَ ﱠﻲ ِﻣ ﱠﻤﺎ ْ ﺏ َﻭ َﻣﺎ ﺗَﻘَ ﱠﺮ َﺏ ﺇِﻟَ ﱠﻲ َﻋ ْﺒ ِﺪﻱ ﺑِﺸ ِ ﺁ َﺫ ْﻧﺘُﻪُ ﺑِﺎ ْﻟ َﺤ ْﺮ
ﺼ ُﺮ ِ ﺼ َﺮﻩُ ﺍﻟﱠ ِﺬﻱ ﻳُ ْﺒ َ َﺴ َﻤ ُﻊ ﺑِ ِﻪ َﻭﺑ ْ َﺳ ْﻤ َﻌﻪُ ﺍﻟﱠ ِﺬﻱ ﻳَ ُﺏ ﺇِﻟَ ﱠﻲ ﺑِﺎﻟﻨﱠ َﻮﺍﻓِ ِﻞ َﺣﺘﱠﻰ ﺃُ ِﺣﺒﱠﻪُ ﻓَﺈ ِ َﺫﺍ ﺃَ ْﺣﺒَ ْﺒﺘُﻪُ ُﻛ ْﻨﺖ ُ ﻳَﺘَﻘَ ﱠﺮ
ْ ﺳﺄَﻟَﻨِﻲ َﻷُ ْﻋ ِﻄﻴَﻨﱠﻪُ َﻭﻟَﺌِﻦْ ﺍ
ﺳﺘَ َﻌﺎ َﺫﻧِﻲ َ ْﺸﻲ ﺑِ َﻬﺎ َﻭﺇِﻥ ِ ﺶ ﺑِ َﻬﺎ َﻭ ِﺭ ْﺟﻠَﻪُ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻳَ ْﻤ ُ ﺑِ ِﻪ َﻭﻳَ َﺪﻩُ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻳَ ْﺒ ِﻄ
ُﺲ ﺍ ْﻟ ُﻤﺆْ ِﻣ ِﻦ ﻳَ ْﻜ َﺮﻩُ ﺍ ْﻟ َﻤ ْﻮﺕَ َﻭﺃَﻧَﺎ ﺃَ ْﻛ َﺮﻩ
ِ َﻲ ٍء ﺃَﻧَﺎ ﻓَﺎ ِﻋﻠُﻪُ ﺗ ََﺮ ﱡﺩ ِﺩﻱ ﻋَﻦْ ﻧَ ْﻔ ْ َﻷُ ِﻋﻴ َﺬﻧﱠﻪُ َﻭ َﻣﺎ ﺗَ َﺮ ﱠﺩﺩْﺕُ ﻋَﻦْ ﺷ
ُﺴﺎ َءﺗَﻪَ َﻣ
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA. Berkata: Rasulullah ﷺ
bersabda “Sesungguhnya AllahTa’ala berfirman bahwa: barang
siapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh Aku akan
mengumumkan untuk memeranginya. Tidaklah hamba-Ku mendekat
kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari pada hal-hal
yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya
mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku
mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi
pendengarannya yang dia mendengar dengannya, menjadi
penglihatannya yang dia melihat dengannya, menjadi tangannya
yang dia meraih dengannya, dan menjadi kakinya yang dia berjalan
dengannya. Dan jika dia meminta kepada-Ku, sungguh Aku akan
memberinya, dan jika dia meminta perlindungan-Ku, sungguh Aku
akan melindunginya. Aku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu
yang Aku kerjakan, seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan
nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka
menyusahkannya”. (HR. Al-Bukhari)281
281
H.R. al-Bukhari no. 6021
A. Kandungan Hadis
Hadis ini menjelaskan bahwa jika seseorang selalu berusaha
mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan yang wajib
maupun yang sunah, maka Allah senantiasa akan bersamanya dalam
setiap kondisi. Allah akan menyelamatkannya dari segala kejahatan
makhluk-Nya dan menganugerahkan beragam kebaikan-Nya.283
Sehingga menjadi tumpuan segala kebaikan, sumber keberkahan,
kebahagiaan, keselamatan dan keamanan.
Apabila sesorang lupa, sehingga dikuasai oleh emosi dan rasa
takut, maka Allah Yang Maha Kuasa akan menolong dan
menyadarkannya. Dengan demikian ia akan kembali sadar dan
memohon perlindungan kepada-Nya. Tidak ada manusia yang benar-
benar bebas dari pengaruh kehendak emosi atau egonya sendiri,
kecuali Malaikat. Para Malaikat dipelihara oleh Allah dalam
kesucian kehendak mereka, dan para Nabi dipelihara dari nafsu
badaniah mereka. Sedangkan jin dan manusia telah diberikan
tanggung jawab untuk berakhlak baik, tetapi mereka tidak terpelihara
dari pengaruh dosa dan maksiat.
282
H.R. al-Bukhari no. 6856
283
Syaikh Abdul Qadir Jailani. Menyingkap Rahasia Kegaiban Hati.
Bandung: Husaini. 1985. hal. 8
284
H.R. al-Bukhari no. 5933
285
Jalaluddin Rakhmat. Meraih cinta Ilahi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2000). h 3.
286
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Anda Bertanya Islam Menjawab,
(Jakarta: Gema Insani Press. 1991), h. 74
287
Syahminan Zaini. Perjanjian Manusia dengan Allah. (Jakarta: Radar
Jaya Offset. 2003), h. 31
288
Ibid. h. 32
289
Sayyid Muhammad Nuh. Menggapai Rida Ilahi. (Jakarta: Lentera
Basritama. 1990), h. 142
290
ibid. h. 146
291
ibid. h. 151
C. Tinjauan Psikologi
Hawa nafsu erat kaitannya dengan tinjauan psikologi dalam
persfektif psikoanalisis. Dimana nafsu itu diistilahkan dengan id
(keinginan/nafsu). Id ini sendiri bersifat negatif menurut psikoanalis,
karena id merupakan keinginan-keinginan pada diri manusia yang
banyak dipenuhi hal-hal diluar aturan yang telah ditetapkan. Dapat
dikatakan keinginan manusia yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang ada.
Struktur kepribadian menurut psikoanalisis dibagi menjadi 3,
yaitu :
1. Id (nafsu). Bagian ini merupakan sifat dari manusia yang
negatif. Karena hal-hal di dalamnya terdapat keinginan-
keinginan bawah sadar yang kebanyakan bertentangan
dengan norma-norma/aturan-aturan yang telah ditetapkan.
ۡﻚ َﻣ َﻊ ٱﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻳَ ۡﺪ ُﻋﻮﻥَ َﺭﺑﱠﻬُﻢ ﺑِ ۡﭑﻟ َﻐﺪ َٰﻭ ِﺓ َﻭ ۡٱﻟ َﻌ ِﺸ ﱢﻲ ﻳ ُِﺮﻳ ُﺪﻭﻥَ َﻭ ۡﺟﻬَ ۖۥﻪُ َﻭ َﻻ ﺗ َۡﻌ ُﺪ ﻋ َۡﻴﻨَﺎﻙَ ﻋ َۡﻨﻬُﻢ َ ٱﺻﺒِ ۡﺮ ﻧ َۡﻔ َﺴ
ۡ َﻭ
ُﻁﺎ ٗ ﺗُ ِﺮﻳ ُﺪ ِﺯﻳﻨَﺔَ ۡٱﻟ َﺤﻴَ ٰﻮ ِﺓ ٱﻟ ﱡﺪ ۡﻧﻴَ ۖﺎ َﻭ َﻻ ﺗُ ِﻄ ۡﻊ َﻣ ۡﻦ ﺃَ ۡﻏﻔَ ۡﻠﻨَﺎ ﻗَ ۡﻠﺒَ ۥﻪُ ﻋَﻦ ِﺫ ۡﻛ ِﺮﻧَﺎ َﻭٱﺗﱠﺒَ َﻊ ﻫَ َﻮ ٰﻯﻪُ َﻭ َﻛﺎﻥَ ﺃَﻣۡ ُﺮ ۥﻩُ ﻓُﺮ
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya
dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
ْ ﻖ ﺍ ْﻟ ُﻤ
ﺴﻠِ ِﻢ ﺳﻠﱠ َﻢ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ َﺣ ﱡ
َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﺳﻮ َﻝ ﱠ
ُ ﺴ ِﻤﻌْﺖُ َﺭ َ َﷲُ َﻋ ْﻨﻪُ ﻗَﺎﻟﺿ َﻲ ﱠ ِ ﻋﻦ ﺃَ َﺏﻱ ُﻫ َﺮ ْﻳ َﺮﺓَ َﺭ
ُﺸ ِﻤﻴﺖ ْ َﻉ ﺍ ْﻟ َﺠﻨَﺎﺋِ ِﺰ َﻭﺇِ َﺟﺎﺑَﺔُ ﺍﻟ ﱠﺪﻋ َْﻮ ِﺓ َﻭﺗ ِ ﺴ َﻼ ِﻡ َﻭ ِﻋﻴَﺎ َﺩﺓُ ﺍ ْﻟ َﻤ ِﺮﻳ
ُ ﺾ َﻭﺍﺗﱢﺒَﺎ ﺲ َﺭ ﱡﺩ ﺍﻟ ﱠ ٌ ﺴﻠِ ِﻢ َﺧ ْﻤ ْ َﻋﻠَﻰ ﺍ ْﻟ ُﻤ
ِ ﺍ ْﻟ َﻌﺎ ِﻁ
ﺲ
Artinya: “Dari Abi Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah ﷺ
bersabda: “Hak seorang muslim atas muslim itu lima yaitu
menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah,
menghadiri undangan, dan mendoakan orang yang bersin.”293
A. Kandungan Hadis
Dalam hadis pertama di atas dapat disimpulkan bahwa
sebagai manusia berkewajiban menolong sesama muslim, baik yang
membutuhkan pertolongan ataupun ketika dia berbuat salah dapat
menolongnya dengan menegurnya. Kemudian dalam hadis kedua
menjelaskan tentang adab sopan santun pergaulan sesama muslim,
sehingga perlunya mengetahui adanya hak dan kewajiban. Hak
seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah jelas bahwa sebagai
manusia yang hidup bermasyarakat tak terlepas dari berbagai macam
hak dan kewajiban . Baik hak terhadap AllahTa’ala sebagai pencipta
, hak terhadap pemimpin, hak terhadap tetangga dan hak terhadap
sesama muslim. Menurut hadis kedua, hak muslin atas muslim
lainnya ada lima yaitu :
294
H.R. Muslim no. 4023
295
Husein Bahreisy: Hadis Shahih Muslim. Surabaya : Al-Ikhlas. 1984
296
M. Hamid Fulailah. Teknik Begaul Dalam Islam. Gresik : Putra
Pelajar. 2000. h. 32
C. Tinjauan Psikologi
Hubungan seseorang dengan orang lain secara umum bisa di
bilang baik. Dia mencintai dan mengasihi orang lain. Begitu juga
sebaliknya dengan mereka, mencintai dan mengasihinya. Dia
menjalin interaksi sosial terhadap mereka dengan bak, mau
memberikan pertolongan dan bantuan kepada mereka. Dia senantiasa
jujur dalam pembicaraan, amanah dalam tindakan, tidak berbohong,
dan tidak curang. Dia tidak berusaha menyakiti seseorang, tidak
mendengki, membenci, maupun hasud. Dia bersikap rendah hati dan
sama sekali tidak sombong kepada orang lain. Dia bisa menghargai
perasaan orang lian, menghormati pendapat dan hak mereka, dan
memberikan maaf kepada orang yang menyalahinya. Dia memiliki
rasa tanggung jawab kepada masyarakat, melakukan sesuatu untuk
kemaslahatan kolektif, dan lebih suka memprioritaskan masyarakat
dari pada dirinya sendiri.297
Dalam hal ini psikologi memandang pada perspektif humanis,
yaitu adanya hierarki kebutuhan manusia. hierarki kebutuhan
tersebut merupakan tingkatan-tingkatan kebutuhan yang dimulai dari
kebutuhan dasar sampai tingkatan puncak yaitu aktualisasi diri.
Hierarki jika di urut dari yang dasar hingga puncak tersebut, yaitu:
1. Fisiologis/dasar
2. Rasa aman
3. Dimiliki dan dicintai
4. Self esstem
5. Aktualisasi diri
297
Muhammad Utsman Najati. Psikologi Dalam Tinjauan Hadis Nabi.
(Jakarta: Mustaqim. 2000), h. 387
298
Sarlito Wirawan Sarwono. Psikologi Sosial. (Jakarta: Balai Pustaka.
1987), h. 328
A. Kandungan Hadis
Orang Muslim itu penyayang, dan kasih sayang adalah salah
satu akhlaknya, sebab sumber kasih sayang itu adalah jiwa yang
bening dan hati yang bersih. Dalam hadis yang telah disebutkan
terkandung makna sesama saudara muslim tidak boleh menghianati,
membohongi dan menyakitinya. Jika itu dilakukan maka ia telah
mencelakai saudaranya sendiri. Ketakwaan seorang muslim
tergantung pada saudaranya yang bisa menjaga kehormatan, harta,
dan darahnya serta menjauhi yang jelek dengan mencela keburukan
saudaranya sendiri. Kasih sayang itu sendiri merupakan serangkaian
sifat-sifat Allah yang terimplementasi pada keperibadian hamba-
Nya. 300
Banyak sekali Asma’ul Husna (nama-nama Allah) yang
bersumber dari kata kasih sayang, kedermawanan, keutamaan dan
299
H.R. Tirmidzi no. 1850
300
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, "Ensiklopedi Muslim; Minhajul Muslim",
(Jakarta: Darul Falah, 2001), Hal. 237.
َ ﺐ َﻏ
ﻀﺒِﻲ ُ ِﺇِﻥﱠ َﺭ ْﺣ َﻤﺘِﻲ ﺗَ ْﻐﻠ
“Sesungguhnya rasa Kasih Sayang-Ku mengalahkan
Kemurkaan-Ku”301
301
H.R. al-Bukhari no. 6855
302
Wawan Djunaedi Sofandi, S.Ag, "Akhlak Seorang Muslim", (Jakarta:
Mustakim, 2004), Hal.372
303
Syaikh Muhammad Al Ghazali, Khuluqul Muslim (edisi Indonesia),
(Damaskus: Darul Qalam, 2001), h. 377.
ﺳﻲ َء ﺇِﻟَ ﱠﻲ ﻳَﺎ َﺭ ﱢﺏ ِ ُﺇِﻥﱠ ﺍﻟ ﱠﺮ ِﺣ َﻢ ﺷ ُْﺠﻨَﺔٌ ِﻣﻦْ ﺍﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺗَﻘُﻮ ُﻝ ﻳَﺎ َﺭ ﱢﺏ ﺇِﻧﱢﻲ ﻗُ ِﻄﻌْﺖُ ﻳَﺎ َﺭ ﱢﺏ ﺇِﻧﱢﻲ ﺃ
ْﺻﻠَ ِﻚ َﻭﺃَ ْﻗﻄَ َﻊ َﻣﻦ
َ ﺻ َﻞ َﻣﻦْ َﻭ ِ َﺿﻴْﻦَ ﺃَﻥْ ﺃ
َ ﺇِﻧﱢﻲ ﻅُﻠِ ْﻤﺖُ ﻳَﺎ َﺭ ﱢﺏ ﻳَﺎ َﺭ ﱢﺏ ﻗَﺎ َﻝ ﻓَﻴُ ِﺠﻴﺒُ َﻬﺎ ﺃَ َﻣﺎ ﺗ َْﺮ
ﻗَﻄَ َﻌ ِﻚ
“Sesungguhnya hubungan rahim (kekerabatan) itu merupakan
dahan yang rindang Ar-Rahman.” Rahim akan berkata, “Wahai
Tuhanku, sesungguhnya (hubungan) ku telah diputuskan. Wahai
Tuhanku, aku telah diperlakukan secara buruk. Wahai Tuhanku,
sesungguhnya aku telah dizalimi. Wahai Tuhanku, Wahai Tuhanku.”
Maka Allah berfirman, “Tidakkah kamu merasa ridho kalau aku
akan menyambung (hubungan) dengan orang yang menyambung
hubungan tali silaturrahmi dan akan putus (hubungan) dengan
orang yang memutus tali silaturrahmi.” H.R. Ahmad.
C. TinjauanPsikologi
Menurut Abraham Maslow, seorang psikolog humanis
berpendapat bahwa untuk mencapai aktualisasi diri, maka manusia
harus memenuhi kebutuhan hierarkinya. Dimana pemenuhan
munculnya kebutuhan rasa kasih sayang, setelah kebutuhan fisiologis
dan Safety Need.Seseorang ingin mempunyai hubungan yang akrab
serta hangat, bahkan mesra dengan orang lain. Dan dari dirinya
muncul keinginan untuk mencintai dan dicintai. Ia ingin setiakawan
dan butuh kesetiakawanan.304 Memiliki kawan yang dapat dijadikan
sebagai tempat berbagi. Namun, menurut ajaran Rasulullah tentang
rasa kasih sayang tidak terlalu sesuai dengan pendapat Abraham
Maslow, yang memandang manusia dapat dimanusiakan dengan
kasih sayang.
Menurut Sigmund Freud, kasih sayang hanya dipandang
sebagai unsur penyatuan kebutuhan biologis yang timbul berdasarkan
kebutuhan dasar yang bersifat negatif dan harus dipenuhi untuk
mencapai suatu keseimbangan. Pandangan kasih sayang psikoanalisis
ini bisa disebut dengan istilah cinta (bahasa yunani) yaitu erros yang
bersifat hedonis seksual. Pada psikoanalisis, kasih sayang belum
dipandang sesuatu yang suci atau mencapai pada tahap philos dan
agape.
Menurut Eric Fromm cinta atau kasih sayang terdiri dari lima
bagian yaitu: 1) Cinta persaudaraan; 2) Keibuan; 3) Erotik; 4) Diri
sendiri; dan 5) Tuhan.
304
Sarlito Sarwono, "Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh
Psikologi", (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), Hal.172
305
Eric Fromm, "The Art Of Loving", (Jakarta: Fresh Book, 2003), h. 45
306
Wawan Djunaedi Sofandi, "Akhlak Seorang Muslim", (Jakarta:
Mustakim, 2004), h. 372
ﺷ ْﻌﺒَﺔُ ﻗَﺎ َﻝ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ ُﻋﺒَ ْﻴ ُﺪ ُ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْﻦُ ﺍ ْﻟ َﻮﻟِﻴ ِﺪ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْﻦُ َﺟ ْﻌﻔَ ٍﺮ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ
ِﷲﺳﻮ ُﻝ ﱠ ُ ﷲُ َﻋ ْﻨﻪُ ﻗَﺎ َﻝ َﺫ َﻛ َﺮ َﺭﺿ َﻲ ﱠ ِ ﺲ ﺑْﻦَ َﻣﺎﻟِ ٍﻚ َﺭ َ َﺳ ِﻤﻌْﺖُ ﺃَﻧ َ ﷲِ ﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ ﻗَﺎ َﻝ ﱠ
ﺳﺌِ َﻞ ﻋَﻦْ ﺍ ْﻟ َﻜﺒَﺎﺋِ ِﺮ ﻓَﻘَﺎ َﻝ ﺍﻟﺸ ْﱢﺮ ُﻙ ﺑِ ﱠ
ﺎﻪﻠﻟِ َﻭﻗَ ْﺘ ُﻞ ُ ﺳﻠﱠ َﻢ ﺍ ْﻟ َﻜﺒَﺎﺋِ َﺮ ﺃَ ْﻭَ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ
ﺍﻟﺰﻭ ِﺭ ﺃَ ْﻭ ﻗَﺎ َﻝ ﻕ ﺍ ْﻟ َﻮﺍﻟِ َﺪ ْﻳ ِﻦ ﻓَﻘَﺎ َﻝ ﺃَ َﻻ ﺃُﻧَﺒﱢﺌُ ُﻜ ْﻢ ﺑِﺄ َ ْﻛﺒَ ِﺮ ﺍ ْﻟ َﻜﺒَﺎﺋِ ِﺮ ﻗَﺎ َﻝ ﻗَ ْﻮ ُﻝ ﱡ
ُ ﺲ َﻭ ُﻋﻘُﻮ ِ ﺍﻟ ﻔْ ﱠ ﻨ
ﺍﻟﺰﻭ ِﺭﺷ َﻬﺎ َﺩﺓُ ﱡ َ ﺷ ْﻌﺒَﺔُ َﻭﺃَ ْﻛﺜَ ُﺮ ﻅَﻨﱢﻲ ﺃَﻧﱠﻪُ ﻗَﺎ َﻝ ُ ﺍﻟﺰﻭ ِﺭ ﻗَﺎ َﻝ ﺷ َﻬﺎ َﺩﺓُ ﱡ َ
Artinya:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah
ﷺmenyebut dosa-dosa besar atau beliau ditanya
mengenai dosa besar, Beliau menjawab:
“Mempersekutukan Allah, membunuh jiwa, dan durhaka
kepada kedua orang tua”. Beliau kemudian bersabda:
“Maukah saya beritahukan kalian dosa besar yang
paling besar?” Beliau bersabda: “Kata palsu” atau
beliau bersabda: “bersaksi palsu”, Syu’bah berkata,
“Dan dugaan terbesarku adalah sabda beliau “bersaksi
palsu”.307
ﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎﻥُ ﺑْﻦُ ﺑِ َﻼ ٍﻝ ﻋَﻦْ ﺛَ ْﻮ ِﺭ ْﺑ ِﻦ ﺯَ ْﻳ ٍﺪُ ﷲِ ﻗَﺎ َﻝ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ ﺍ ْﻟ َﻌ ِﺰﻳ ِﺰ ﺑْﻦُ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ
ُﷲ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ﷲُ َﻋ ْﻨ ُﻬ َﻌﻦْ ﺍﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ﺿ َﻲ ﱠِ ﺚ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ُﻫ َﺮ ْﻳ َﺮﺓَ َﺭ ِ ﺍ ْﻟ َﻤ َﺪﻧِ ﱢﻲ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺍ ْﻟ َﻐ ْﻴ
ﷲِ َﻭ َﻣﺎ ﻫُﻦﱠ ﻗَﺎ َﻝ ﺳﻮ َﻝ ﱠ ُ ﺕ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻳَﺎ َﺭ ِ ﺴ ْﺒ َﻊ ﺍ ْﻟ ُﻤﻮﺑِﻘَﺎ
ﺍﺟﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﺍﻟ ﱠ ْ ﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َﻝ َ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ
ﺍﻟﺮﺑَﺎ َﻭﺃَ ْﻛ ُﻞﻖ َﻭﺃَ ْﻛ ُﻞ ﱢ ﷲُ ﺇِ ﱠﻻ ﺑِﺎ ْﻟ َﺤ ﱢ
ﺲ ﺍﻟﱠﺘِﻲ َﺣ ﱠﺮ َﻡ ﱠ ِ ﺴ ْﺤ ُﺮ َﻭﻗَ ْﺘ ُﻞ ﺍﻟﻨﱠ ْﻔ ﺍﻟﺸ ْﱢﺮ ُﻙ ﺑِ ﱠ
ﺎﻪﻠﻟِ َﻭﺍﻟ ﱢ
ِ ﺕ ﺍ ْﻟ َﻐﺎﻓِ َﻼ
ﺕ ِ ﺕ ﺍ ْﻟ ُﻤﺆْ ِﻣﻨَﺎ
ِ ﺼﻨَﺎَ ﻒ َﻭﻗَ ْﺬﻑُ ﺍ ْﻟ ُﻤ ْﺤ ِ ﻴﻢ َﻭﺍﻟﺘﱠ َﻮﻟﱢﻲ ﻳَ ْﻮ َﻡ ﺍﻟ ﱠﺰ ْﺣ ِ َِﻣﺎ ِﻝ ﺍ ْﻟﻴَﺘ
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra dari Nabi ﷺ, bersabda:
“Jauhilah tujuh perbuatan dosa besar”. Mereka
bertanya, apa saja ketujuh dosa besar itu? Rasulullah
menjawab: “Mempersekutukan Allah, sihir,
menghilangkan nyawa orang tidak berdosa, memakan
harta riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari
307
H.R. Al-Bukhari no. 5520
A. Kandungan Hadis
Kedua hadis ini menjelaskan tentang dosa-dosa besar yang
harus dihindari oleh setiap orang Muslim agar terhindar dari azab
murka Allah baik di dunia maupun akhirat. Hadis pertama
menjelaskan empat dosa besar antara lain:
1. Menyekutukan Allah, durhaka terhadap kedua orang tua,
membunuh tanpa alasan yang dibenarkan, dan saksi palsu.
Adapun dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah
dengan sesuatu. Dosa tersebut yaitu menyamakan sesuatu
dengan Allah. Misalnya menyembah kepada batu-batu
pohon-pohon, matahari, bulan atau yang lainnya.309
2. Durhaka terhadap kedua orang tua adalah dosa besar yang
sangat dibenci oleh Allah SWT, sehingga adzabnya
disegerakan Allah di dunia ini. Hal itu mengingat betapa
istimewanya kedudukan orang tua dalam ajaran Islam.310
3. Membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat maka
Allah tidak mau menerima taubatnya. Oleh sebab itu, apabila
berkelahi dua orang mukmin, yang membunuh dan yang
terbunuh keduanya di neraka sebab orang-orang mukmin itu
bersaudara seharusnya membina cinta kasih dan
persaudaraan.311
4. Kesaksian palsu dalam hadist ini adalah dosa yang besar.
Allah akan menempatkannya di neraka, namun demikian hal
308
H.R. Al-Bukhari no. 2560
309
Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Usman Az-Dzahabi,
Dosa-dosa Besar, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1990), h. 5.
310
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, ( Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam, 2007), h. 157.
311
Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 12.
312
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadist-hadist Hukum, (
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2011), h. 626.
313
Fatihudin Abdul Yasid, Golongan Dosa-dosa Besar, ( Surabaya: Terbit
Terang, 2002), h. 20.
314
Az-Dzahabi, Dosa-dosa.., h. 155
ﺎﺱ َﻭﺇِ ۡﺛ ُﻤﻬُ َﻤﺎٓ ﺃَ ۡﻛﺒَ ُﺮ ِﻣﻦ ﻧﱠ ۡﻔ ِﻌ ِﻬ َﻤ ۗﺎ ٰ ٞ ِﻢ َﻛﺒٞ ﻚ َﻋ ِﻦ ۡٱﻟﺨَﻤۡ ﺮ َﻭ ۡٱﻟ َﻤ ۡﻴ ِﺴ ۖﺮ ﻗُ ۡﻞ ﻓِﻴ ِﻬ َﻤﺎٓ ﺇِ ۡﺛ
َ َﺲ◌َ ﻟُﻮﻧ
ِ ﻴﺮ َﻭ َﻣﻨَﻔِ ُﻊ ﻟِﻠﻨﱠ ِ ِ ﻳَ ۡٴ
َﺖ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜﻢۡ ﺗَﺘَﻔَ ﱠﻜﺮُﻭﻥ ۡ
ٓ ٱﻪﻠﻟُ ﻟَ ُﻜ ُﻢ
ِ َٱﻷ ٰﻳ ٰ ۡ ۡ ۖ
ﺲ◌َ ﻟُﻮﻧَﻚَ َﻣﺎ َﺫﺍ ﻳُﻨﻔِﻘُﻮﻥَ ﻗُ ِﻞ ٱﻟ َﻌﻔ ۗ َﻮ َﻛ َﺬﻟِﻚَ ﻳُﺒَﻴﱢﻦُ ﱠ َﻭﻳَ ۡٴ
315
Muhsin Qiraati, Dosa Salah Siapa? (Jakarta: Qorina, 2003) hal 119
ْ ۖﺪ ﻓَ َﻤﻦ َﻛﺎﻥَ ﻳَ ۡﺮﺟٞ ٰ َﻭ ِﺣَٞﺮ ﱢﻣ ۡﺜﻠُ ُﻜﻢۡ ﻳُﻮ َﺣ ٰ ٓﻰ ﺇِﻟَ ﱠﻲ ﺃَﻧﱠ َﻤﺎٓ ﺇِ ٰﻟَﻬُ ُﻜﻢۡ ﺇِ ٰﻟَﻪٞ ﻗُ ۡﻞ ﺇِﻧﱠ َﻤﺎٓ ﺃَﻧ َ۠ﺎ ﺑَﺸ
ُﻮﺍ ﻟِﻘَﺎٓ َء َﺭﺑﱢِۦﻪ ﻓَ ۡﻠﻴَ ۡﻌ َﻤ ۡﻞ
ﺻﻠِ ٗﺤﺎ َﻭ َﻻ ﻳ ُۡﺸ ِﺮ ۡﻙ ﺑِ ِﻌﺒَﺎ َﺩ ِﺓ َﺭﺑﱢ ِٓۦﻪ ﺃَ َﺣ ۢ َﺪﺍ َ ٰ َﻋ َﻤ ٗﻼ
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
316
Ibnu Qoyyim Al_Jauzi, Terapi Penyakit Hati (Jakarta: Qisthi Press,
2006) hal 286-287
2. Sihir
Menurut Fakhruddin Al-Razi, sihir adalah sesuatu yang
penyebabnya tidak terlihat (samar) , terbayang dalam wujud
yang bukan sebenarnya dan berlangsung melalui pemutar
balikan dan tipuan.317
Sihir juga dapat dikatakan sebagai suatu kesepakatan /
perjanjian antara tukang sihir dan saitan. Dengan syarat
tukang sihir harus melakukan perbuatan-perbuatan haram
atau syirik sebagai imbalan bantuan dan kepatuhan setan
kepadanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Thaha
[20]: 67-69:
317
Wahid Abdussalam Baly, Ilmu Sihir dan Penyakitnya( tanpa tempat:
Tinjauan Al-Quran, tt) hal 1
ﺯَﺣ ٗﻔﺎ ﻓَ َﻼ ﺗُ َﻮﻟﱡﻮ ُﻫ ُﻢ ۡٱﻷَ ۡﺩﺑَﺎ َﺭ َﻭ َﻣﻦ ﻳُ َﻮﻟﱢ ِﻬﻢۡ ﻳَ ۡﻮ َﻣﺌِ ٖﺬۡ ٰﻳَٓﺄَﻳﱡ َﻬﺎ ٱﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ َءﺍ َﻣﻨُ ٓﻮ ْﺍ ﺇِ َﺫﺍ ﻟَﻘِﻴﺘُ ُﻢ ٱﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ َﻛﻔَ ُﺮﻭ ْﺍ
ٱﻪﻠﻟِ َﻭ َﻣ ۡﺄ َﻭ ٰﻯﻪُ َﺟ َﻬﻨﱠ ۖ ُﻢ
ﺐ ﱢﻣﻦَ ﱠ َ َﺎﻝ ﺃَ ۡﻭ ُﻣﺘ ََﺤﻴﱢ ًﺰﺍ ﺇِﻟَ ٰﻰ ﻓِﺌ َٖﺔ ﻓَﻘَ ۡﺪ ﺑَﺎٓ َء ﺑِ َﻐ
ٖ ﻀ ٍ ُﺩﺑُ َﺮ ٓۥﻩُ ﺇِ ﱠﻻ ُﻣﺘ ََﺤ ﱢﺮ ٗﻓﺎ ﻟﱢﻘِﺘ
ِ ﺲ ۡٱﻟ َﻤ
ﺼﻴ ُﺮ َ َﻭﺑِ ۡﺌ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang
menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi
mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi
mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk
(siasat) perang atau hendak menggabungkan diri
dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang
itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah,
318
M. Mutawali Sya’rawi, Halal dan Haram (_____, !994) hal 36-37
5. PersaksianPalsu
Allah dan rasul-Nya mensejajarkan persaksian palsu dengan
syirik, sebagaimana dalam Q.S. Al-Hajj [22]: 30:
ۖۡﺮ ﻟﱠ ۥﻪُ ِﻋﻨ َﺪ َﺭﺑﱢ ِۗۦﻪ َﻭﺃُ ِﺣﻠﱠ ۡﺖ ﻟَ ُﻜ ُﻢ ۡٱﻷَ ۡﻧ ٰ َﻌ ُﻢ ﺇِ ﱠﻻ َﻣﺎ ﻳ ُۡﺘﻠَ ٰﻰ َﻋﻠَ ۡﻴ ُﻜﻢٞ ٱﻪﻠﻟِ ﻓَﻬُ َﻮ ﺧ َۡﻴ
ﺖ ﱠ ِ ﻚ َﻭ َﻣﻦ ﻳُ َﻌﻈﱢﻢۡ ُﺣ ُﺮ ٰ َﻣَ ۖ ِٰ َﺫﻟ
ﻭﺭ ُﻮﺍ ﻗَ ۡﻮ َﻝ ﱡْ ٱﺟﺘَﻨِﺒ ٰ
ۡ ﺲ ِﻣﻦَ ۡٱﻷَ ۡﻭﺛَ ِﻦ َﻭ ۡ ُﻮﺍ ْ ﭑﺟﺘَﻨِﺒ ۡ َﻓ
ِ ٱﻟﺰ َ ٱﻟﺮﱢﺟ
Artinya:
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa
mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah
maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya.
Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang
ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu
keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-
ﺿﻴﱢﻘًﺎ
َ ُﺻ ۡﺪ َﺭ ۥﻩ ِ ُﻺ ۡﺳ ٰﻠَ ۖ ِﻢ َﻭ َﻣﻦ ﻳ ُِﺮ ۡﺩ ﺃَﻥ ﻳ
َ ﻀﻠﱠ ۥﻪُ ﻳَ ۡﺠ َﻌ ۡﻞ ِ ۡ ِﺻ ۡﺪ َﺭ ۥﻩُ ﻟَ ٱﻪﻠﻟُ ﺃَﻥ ﻳَ ۡﻬ ِﺪﻳَ ۥﻪُ ﻳَ ۡﺸ َﺮ ۡﺡ
ﻓَ َﻤﻦ ﻳ ُِﺮ ِﺩ ﱠ
َﺲ َﻋﻠَﻰ ٱﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ َﻻ ﻳ ُۡﺆ ِﻣﻨُﻮﻥ ۡ ُٱﻪﻠﻟ
َ ٱﻟﺮﱢﺟ ﻚ ﻳَ ۡﺠ َﻌ ُﻞ ﱠ ٰ
َ ِﺼ ﱠﻌ ُﺪ ﻓِﻲ ٱﻟ ﱠﺴ َﻤﺎٓ ۚ ِء َﻛ َﺬﻟَﺣ َﺮ ٗﺟﺎ َﻛﺄَﻧﱠ َﻤﺎ ﻳَ ﱠ
Artinya:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.
Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya
sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke
langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman”.
319
M. Mutawali Sya’rawi, Halal dan Haram (_____, !994) hal 37
ۡ َﺇِ ﱠﻥ ٱﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻳَ ۡﺄ ُﻛﻠُﻮﻥَ ﺃَﻣۡ ٰ َﻮ َﻝ ۡٱﻟﻴَ ٰﺘَ َﻤ ٰﻰ ﻅُ ۡﻠ ًﻤﺎ ﺇِﻧﱠ َﻤﺎ ﻳَ ۡﺄ ُﻛﻠُﻮﻥَ ﻓِﻲ ﺑُﻄُﻮﻧِ ِﻬﻢۡ ﻧ َٗﺎﺭ ۖﺍ َﻭ َﺳﻴ
ٗ ﺼﻠَ ۡﻮﻥَ َﺳ ِﻌ
ﻴﺮﺍ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta
anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.
Dan begitu juga bagi penjaga (yang bertanggug jawab
menjaga) harta anak yatim, haram baginya untuk memakan
harta anak yatim tersebut walaupun sedikit, melainkan yang
dibenarkan oleh syar’i. Sebagaimana firman Allah dalam
Q.S. An-Nisa’ [4]: 6:
ٓﻮﺍ ٱﻟﻨﱢ َﻜﺎ َﺡ ﻓَﺈ ِ ۡﻥ َءﺍﻧ َۡﺴﺘُﻢ ﱢﻣ ۡﻨﻬُﻢۡ ﺭ ُۡﺷ ٗﺪﺍ ﻓَ ۡﭑﺩﻓَﻌ ُٓﻮ ْﺍ ﺇِﻟَ ۡﻴ ِﻬﻢۡ ﺃَﻣۡ ٰ َﻮﻟَﻬُﻢۡۖ َﻭ َﻻ ﺗ َۡﺄ ُﻛﻠُﻮﻫَﺎ ْ ﻮﺍ ۡٱﻟﻴَ ٰﺘَ َﻤ ٰﻰ َﺣﺘﱠ ٰ ٓﻰ ﺇِ َﺫﺍ ﺑَﻠَ ُﻐ
ْ َُﻭ ۡٱﺑﺘَﻠ
ۡ ۡ ۡ ۖ ۡ
ۡ ُِﻭﺍ َﻭ َﻣﻦ َﻛﺎﻥَ َﻏﻨِ ٗﻴّﺎ ﻓَﻠﻴَ ۡﺴﺘ َۡﻌﻔ ۚ
ْ ﺇِ ۡﺳ َﺮ ٗﺍﻓﺎ َﻭﺑِﺪَﺍ ًﺭﺍ ﺃَﻥ ﻳَ ۡﻜﺒَﺮ
ِ ۚ ﻴﺮﺍ ﻓَﻠﻴَﺄ ُﻛ ۡﻞ ﺑِﭑﻟ َﻤ ۡﻌﺮ
ُﻭﻑ ﻓَﺈِ َﺫﺍ ٗ ِﻒ َﻭ َﻣﻦ َﻛﺎﻥَ ﻓَﻘ
ﭑﻪﻠﻟِ َﺣ ِﺴﻴﺒٗ ﺎ ْ َﺩﻓَ ۡﻌﺘُﻢۡ ﺇِﻟَ ۡﻴ ِﻬﻢۡ ﺃَﻣۡ ٰ َﻮﻟَﻬُﻢۡ ﻓَﺄ َ ۡﺷ ِﻬﺪ
ُﻭﺍ َﻋﻠَ ۡﻴ ِﻬﻢۡۚ َﻭ َﻛﻔَ ٰﻰ ﺑِ ﱠ
Artinya:
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup
umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara
harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-
hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah
kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum
mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara
itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa
َ ٰ ِٱﻹﻧ ٰ َﺴﻦَ ﺑِ ٰ َﻮﻟِﺪ َۡﻳ ِﻪ َﺣ َﻤﻠَ ۡﺘﻪُ ﺃُ ﱡﻣ ۥﻪُ َﻭ ۡﻫﻨًﺎ َﻋﻠَ ٰﻰ َﻭ ۡﻫ ٖﻦ َﻭﻓ
ۡ ﺼﻠُ ۥﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﺎ َﻣ ۡﻴ ِﻦ ﺃَ ِﻥ
ٱﺷ ُﻜ ۡﺮ ﻟِﻲ ِ ۡ َﻭ َﻭﺻ ۡﱠﻴﻨَﺎ
ﺼﻴ ُﺮ ِ ﻚ ﺇِﻟَ ﱠﻲ ۡٱﻟ َﻤَ َﻭﻟِ ٰ َﻮﻟِﺪ َۡﻳ
Artinya:
”Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
ﻛﻞ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ ﻳﺆﺧﺮ ﷲ ﻣﺎ ﺷﺎء ﻣﻨﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺇﻻ ﻋﻘﻮﻕ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ ﻓﺈﻥ ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﻌﺠﻠﻪ
ﻟﺼﺎﺣﺒﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻤﻤﺎﺕ
320
H.R. Hakim dalam Mustadrak No. 7263.
ﻚ ﺑِﺄَﻧﱠﻬُﻢۡ ﻗَﺎﻟُ ٓﻮ ْﺍ ۚ ٱﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻳَ ۡﺄ ُﻛﻠُﻮﻥَ ٱﻟﺮﱢ ﺑَ ٰﻮ ْﺍ َﻻ ﻳَﻘُﻮ ُﻣﻮﻥَ ﺇ ﱠﻻ َﻛﻤﺎ ﻳَﻘُﻮ ُﻡ ٱﻟﱠ ِﺬﻱ ﻳَﺘَ َﺨﺒﱠﻄُﻪُ ٱﻟ ﱠﺸ ۡﻴ ٰﻄَﻦُ ِﻣﻦَ ۡٱﻟﻤ
َ ِﺲﱢ ٰ َﺫﻟ َ َ ِ
ۚ ﺇِﻧﱠ َﻤﺎ ۡٱﻟﺒَ ۡﻴ ُﻊ ِﻣ ۡﺜ ُﻞ ٱﻟ ﱢﺮﺑَ ٰﻮ ۗ ْﺍ َﻭﺃَ َﺣ ﱠﻞ ﱠ
ٱﻪﻠﻟُ ۡٱﻟﺒَ ۡﻴ َﻊ َﻭ َﺣ ﱠﺮ َﻡ ٱﻟ ﱢﺮﺑَﻮﺍ ﻓ َﻤﻦ َﺟﺎ َء ۥﻩُ َﻣﻮ ِﻋﻈﺔ ﱢﻣﻦ ﱠﺭﺑﱢِۦﻪ ﻓﭑﻧﺘﻬَ ٰﻰ ﻓﻠ ۥﻪُ َﻣﺎ
َ َ َ َ ٞ َ ۡ ٓ َ ْ ٰ
ٓ
َﺎﺭ ﻫُﻢۡ ﻓِﻴﻬَﺎ ٰ َﺧﻠِ ُﺪﻭﻥ ۡ َﻚ ﺃ
ِ ۖ ﺻ ٰ َﺤﺐُ ٱﻟﻨﱠ َ ِٱﻪﻠﻟِ َﻭ َﻣ ۡﻦ ﻋَﺎ َﺩ ﻓَﺄُﻭْ ٰﻟَﺌ
ۖ َﺳﻠَﻒَ َﻭﺃَﻣۡ ُﺮ ٓۥﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﱠ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Q.S. Al-
Baqarah [2]: 275)
D. Tinjauan Psikologi
Dalam diri manusia terdapat insting-insting yang terkadang
melebihi batas (ifrath). Manusia harus berusaha untuk
321
M. Mutawali Sya’ rawi, Halal dan Haram(_____, !994) hal 72-73
322
Muhsin Qiraati, Dosa Salah Siapa? (Jakarta: Qorina, 2003), h. 99
323
Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadiaan (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,1982), h. 125
324
Ibid., h. 126
325
Ibid., h. 127
326
Ibid., h. 125
327
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam: Studi tentang Elemen
Psikologi dari Al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) h. 384
328
Rita L. Atkinson, Pengantar Psikologi, (Batam: Interaksara, tt) h. 293
ﺳ َﻤﺎ ِﻋﻴ ُﻞ ﺑْﻦُ َﺟ ْﻌﻔَ ٍﺮ ﻗَﺎ َﻝ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻧَﺎﻓِ ُﻊ ﺑْﻦُ َﻣﺎﻟِ ِﻚ ْﺑ ِﻦ ﺃَﺑِﻲ ِ ِﺳﻠَ ْﻴ َﻤﺎﻥُ ﺃَﺑُﻮ ﺍﻟ ﱠﺮﺑ
ْ ِﻴﻊ ﻗَﺎ َﻝ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺇ ُ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ
ِ ِﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َﻝ ﺁﻳَﺔُ ﺍ ْﻟ ُﻤﻨَﺎﻓ
ﻖ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َ ﺳ َﻬ ْﻴ ٍﻞ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴ ِﻪ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ُﻫ َﺮ ْﻳ َﺮﺓَﻋَﻦْ ﺍﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ُ ﻋَﺎ ِﻣ ٍﺮ ﺃَﺑُﻮ
َﱠﺙ َﻛ َﺬ َﺏ َﻭﺇِ َﺫﺍ َﻭ َﻋ َﺪ ﺃَ ْﺧﻠَﻒَ َﻭﺇِ َﺫﺍ ﺍﺅْ ﺗُ ِﻤﻦَ َﺧﺎﻥ
َ ﺙ ﺇِ َﺫﺍ َﺣﺪٌ ﺛَ َﻼ
ﻭﻕ
ٍ ﺴ ُﺮ ْ ﷲِ ْﺑ ِﻦ ُﻣ ﱠﺮﺓَ ﻋَﻦْ َﻣ ِ ﺳ ْﻔﻴَﺎﻥُ ﻋَﻦْ ْﺍﻷَ ْﻋ َﻤ
ﺶ ﻋَﻦْ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ ُ ﺼﺔُ ﺑْﻦُ ُﻋ ْﻘﺒَﺔَ ﻗَﺎ َﻝ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻗَﺒِﻴ
ﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َﻝ ﺃَ ْﺭﺑَ ٌﻊ َﻣﻦْ ُﻛﻦﱠ ﻓِﻴ ِﻪ َﻛﺎﻥَ ُﻣﻨَﺎﻓِﻘًﺎ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َ ﷲِ ْﺑ ِﻦ َﻋ ْﻤ ٍﺮﻭﺃَﻥﱠ ﺍﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ ﻋَﻦْ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ
َﺎﻕ َﺣﺘﱠﻰ ﻳَ َﺪ َﻋ َﻬﺎ ﺇِ َﺫﺍ ﺍﺅْ ﺗُ ِﻤﻦَ َﺧﺎﻥ
ِ َﺼﻠَﺔٌ ِﻣﻦْ ﺍﻟﻨﱢﻔ ْ ﺼﻠَﺔٌ ِﻣ ْﻨ ُﻬﻦﱠ َﻛﺎﻧَﺖْ ﻓِﻴ ِﻪ َﺧ ْ ﺼﺎ َﻭ َﻣﻦْ َﻛﺎﻧَﺖْ ﻓِﻴ ِﻪ َﺧ ً َِﺧﺎﻟ
َ ﱠﺙ َﻛ َﺬ َﺏ َﻭﺇِ َﺫﺍ ﻋَﺎ َﻫ َﺪ َﻏﺪ ََﺭ َﻭﺇِ َﺫﺍ َﺧﺎ
ﺻ َﻢ ﻓَ َﺠ َﺮ َ َﻭﺇِ َﺫﺍ َﺣﺪ
Dari Abdullah bin Amr bahwasanya Nabi ﷺbersabda:
”Empat perkara, barang siapa memiliki keempatnya maka ia
adalah betul-betul orang munafik, dan barang siapa memiliki
salah satunya maka pada dirinya terdapat tanda-tanda
kemunafikan hingga ia meninggalkannya. Ketika mendapat
amanat ia berkhianat, ketika bicara ia berbohong, ketika
berjanji ia mengingkari dan ketika bermusuhan maka ia
melampaui batas.”330
A. Kandungan Hadis
Hadis ini menjelaskan tentang kriteria dan indikator
seseorang diidentifikasi melakukan perbuatan nifaq atau sebut
munafik. Nifaq berarti lubang tempat keluarnya yarbu (binatang
sejenis tikus ) dari sarangnya, di mana jika ia dicari dari lobang yang
satu, maka ia akan keluar dari lobang yang lain. Nifaq menurut syara'
329
H.R. Al-Bukhari no. 32, 2485, 2544, 5630 dan Muslim No. 89,
330
H.R. Al-Bukhari no. 33, 2279 dan Muslim No. 88.
331
H.R. Al-Bukhari no. 6643 dan Muslim No. 4714. Lihat: Almath, Dr.
Muhammad Faiz. 1100 Hadis Terpilih. (Jakarta: Gema Insani. 1991) h. 288.
332
Riya secara harfiah berati pamer, sombong, minta disanjung.
ُۗۡﻮﺍ ِﺧ ٰﻠَﻠَ ُﻜﻢۡ ﻳَ ۡﺒ ُﻐﻮﻧَ ُﻜ ُﻢ ۡٱﻟﻔِ ۡﺘﻨَﺔَ َﻭﻓِﻴ ُﻜﻢۡ َﺳ ٰ ﱠﻤﻌُﻮﻥَ ﻟَﻬُﻢ
ْ ﺿﻌَ ُﻮﺍ ﻓِﻴ ُﻜﻢ ﱠﻣﺎ َﺯﺍﺩُﻭ ُﻛﻢۡ ﺇِ ﱠﻻ َﺧﺒَ ٗﺎﻻ َﻭ َﻷَ ۡﻭ
ْ ﻟَ ۡﻮ ﺧَ َﺮﺟ
Artinya:
"Andaikan mereka ikut keluar bersama kalian (untuk
berjihad), niscaya tidak akan bermanfaat bagi kalian
selain hanya akan menambah kerusakan, dan niscaya
mereka akan sebarkan fitnah untuk memecah belah
kalian."(Q. S. AT-Taubah [9]: 47).
333
El-Saha, M. Ishom, M. A dan Hadi, Saiful, S. Ag. Sketsa A- Qur’an.
(Jakarta: Lista Fariska Putra.2005) hal. 517.
334
Ibid. h. 519.
335
Ibid.
336
Ibid. h. 520.
ﷲِ ﻳُ َﻜﻔَ ُﺮ ﺑِﻬَﺎ َﻭﻳُ ْﺴﺘَﻬْﺰَ ﺃُ ﺑِﻬَﺎ ّ ﺕ ِ ﺏ ﺃَ ْﻥ ﺇِ َﺫﺍ َﺳ ِﻤ ْﻌﺘُ ْﻢ ﺁﻳَﺎ
ِ َﻭﻗَ ْﺪ ﻧَ ﱠﺰ َﻝ َﻋﻠَ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ ْﺍﻟ ِﻜﺘَﺎ
َﷲّ ﺚ َﻏﻴ ِْﺮ ِﻩ ﺇِﻧﱠ ُﻜ ْﻢ ﺇِﺫﺍً ﱢﻣ ْﺜﻠُﻬُ ْﻢ ﺇِ ﱠﻥ ٍ ُﻮﺍ ﻓِﻲ َﺣ ِﺪﻳ ْ ُﻭﺍ َﻣ َﻌﻬُ ْﻢ َﺣﺘﱠﻰ ﻳَ ُﺨﻮﺿ ْ ﻓَﻼَ ﺗَ ْﻘ ُﻌﺪ
ً َﺟﺎ ِﻣ ُﻊ ْﺍﻟ ُﻤﻨَﺎﻓِﻘِﻴﻦَ َﻭ ْﺍﻟ َﻜﺎﻓِ ِﺮﻳﻦَ ﻓِﻲ َﺟﻬَﻨﱠ َﻢ َﺟ ِﻤﻴﻌﺎ
337
Ibid. h. 520.
338
Ibid. h. 521.
C. Tinjauan Psikologi
Sigmund Frued didalam teori Psikoanalisismengatakan
bahwa manusia itu terdiri dari id,ego,dan super ego. Didalam
teorinya, Frued mengatakan Idterletak dalam ketidaksadaranadalah
reservoir atau wadah yang berisi dorongan-dorongan primitif atau
impuls, atau instink, atau energi psikis yang selalu menginginkan
untuk dipenuhi kepuasannya dengan segera karna id adalah prinsip
kesenangan (Pleasure Principle )339 dan Ego adalah yang mengatur
atau menyimpan dorongan(impuls) dan menjabarkan apa yang ada
didalam id ketika mengadakan kontak dengan dunia luar untuk
mencari pemuasnya. Begitupun nifaq, karna nifaq itu sendiri adalah
”penyakit hati”, yang selalu ingin menang dimanapun ia berada,
tanpa ingin diketahui kecacatannya.
Menurut Abraham H. Maslow dalam Psikohumanistik
mengatakan bahwa kepribadian digerakan oleh pemenuhan
kebutuhan, mulai dari kebutuhan dasar sampai pada
metakebutuhan340.Seperti ketahui bahwa salah satu ciri dari orang
munafik adalah ”menentang sesuatu kebijakan umum sekiranya tidak
membawa keuntungan buat mereka”, bagi orang-orang yang munafik
339
W. Sarwono. Prof. Dr. Sarlito .berkenalan dengan Aliran-aliran dan
Tokoh-tokoh Psikologi. (Jakarta:PT.Bulan Bintang.2000) hal. 150.
340
Mujib, Drs. H. Abdul. 2006. Kepribadian dalam Psikologi Islam.(
Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2005)hal.128
341
Ibid. hml.129
342
Ibid. hml.161-162
ﺎﻭﻳَﺔَ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺑُ َﺮ ْﻳ ُﺪ ﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ ﺑُﺮْ َﺩﺓَ ﻋ َْﻦ ﺃَﺑِﻲِ ﺻ َﺪﻗَﺔُ ﺑْﻦُ ْﺍﻟﻔَﻀْ ِﻞ ﺃَ ْﺧﺒَ َﺮﻧَﺎ ﺃَﺑُﻮ ُﻣ َﻌ َ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ
ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
ﷲُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َﻭ َﺳﻠﱠ َﻢ َ ِﷲ ﷲُ َﻋ ْﻨﻪُ ﻗَﺎﻟَﻘَﺎ َﻝ َﺭﺳُﻮ ُﻝ ﱠ ﺿ َﻲ ﱠ ِ ﺑُﺮْ َﺩﺓَ ﻋ َْﻦ ﺃَﺑِﻲ ُﻣﻮ َﺳﻰ َﺭ
َ
ﻚ ﺃ ْﺧ ُﺬ َﺭﺑﱢﻚَ ﺇِ َﺫﺍ َ َ َﷲَ ﻟَﻴُ ْﻤﻠِﻲ ﻟِﻠﻈﱠﺎﻟِ ِﻢ َﺣﺘﱠﻰ ﺇِ َﺫﺍ ﺃ َﺧ َﺬﻩُ ﻟَ ْﻢ ﻳُ ْﻔﻠِ ْﺘﻪُ ﻗ
َ ِﺎﻝ ﺛُ ﱠﻢ ﻗَ َﺮﺃ) َﻭ َﻛ َﺬﻟ َ ﺇِ ﱠﻥ ﱠ
( ﺃَ َﺧ َﺬ ﺍﻟﻘُ َﺮﻯ َﻭ ِﻫ َﻲ ﻅَﺎﻟِ َﻤﺔٌ ﺇِ ﱠﻥ ﺃ ْﺧ َﺬﻩُ ﺃﻟِﻴ ٌﻢ َﺷ ِﺪﻳ ٌﺪ
َ َ ْ
Artinya:
“Diriwayatkan dari Abu Musa r.a berkata : Rasulullah
bersabda, sesungguhnya Allah akan memanjangkan
umur orang yang berbuat zhalim, sehingga ketika Allah
mengambil dan menyiksanya maka Allah tidak akan
pernah melepaskannya. Rasulullah menyampaikan
firman Allah: (Demikianlah siksa Allah terhadap
penghuni bumi yang zhalim. Sesungguhnya siksa Allah
sangat pedih)”.
A. Kandungan Hadis
Hadis ini mengandung peringatan Rasulullah untuk
menghindarkan perbuatan zhalim, karena perbuatan zhalim adalah
kegelapan baik di dunia maupun di akhirat. Al-Qur’an menggunakan
kata zhulm dan kata baghy, yang artinya juga sama dengan zalim
yaitu melanggar hak orang lain. Namun pengertian zalim lebih luas
maknanya ketimbang baghyu, tergantung kalimat yang
343
Shauqi Dhaif, Al-Mu'jam Al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq ad-
Dauliyyah, 2011), h. 577.
344
Louis Ma’luf al-Yassu’ui dan Bernaed Tottel al-Yassu’i, al-Munjid fi> al-
Lughah wa al-A’lam, (Lebanon: Dar al-Mashriq, t.th.), h. 998.
345
Ensiklopedi Nurcholish Majid Ensiklopedia, Pemikiran Islam di Kanvas
Peradaban, (Jakarta: Democracy Project, Yayasan Demokrasi, 2011), h. 1385.
346
Ismail Maulana Syarif, Azab dan Siksa Menurut Alquran, (Jakarta,
1996), h. 174
347
Mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya
ِ ﺷ ِﺪﻳ ُﺪ ﺍ ْﻟ ِﻌﻘَﺎ
.ﺏ ﺻﺔً َﻭﺍ ْﻋﻠَ ُﻤﻮﺍ ﺃَﻥﱠ ﱠ
َ َﷲ ِ َُﻭﺍﺗﱠﻘُﻮﺍ ﻓِ ْﺘﻨَﺔً َﻻ ﺗ
ﺼﻴﺒَﻦﱠ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻅَﻠَ ُﻤﻮﺍ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﺧﺎ ﱠ
Artinya:
“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak
khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara
kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-
Nya”. (Q.S Al-Anfaal [8]: 25)
348
Syamsuddin Az Dzahabi, 75 Dosa Besar, (Surabaya: Bina Ilmu, 1996)
h.171.
ﺴﻮﺍ َ ﺼ ْﻤﻨَﺎ ِﻣﻦْ ﻗَ ْﺮﻳَ ٍﺔ َﻛﺎﻧَﺖْ ﻅَﺎﻟِ َﻤﺔً َﻭﺃَ ْﻧﺸَﺄْﻧَﺎ ﺑَ ْﻌ َﺪﻫَﺎ ﻗَ ْﻮ ًﻣﺎ َء
ﻓَﻠَ ﱠﻤﺎ ﺃَ َﺣ ﱡ. َﺍﺧ ِﺮﻳﻦ َ ََﻭ َﻛ ْﻢ ﻗ
َ ْﺑَﺄ
. َﺳﻨَﺎ ﺇِ َﺫﺍ ُﻫ ْﻢ ِﻣ ْﻨ َﻬﺎ ﻳَ ْﺮ ُﻛﻀُﻮﻥ
Artinya:
“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim
yang telah Kami binasakan, dan Kami adakan sesudah
mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya). Maka
tatkala mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka
melarikan diri dari negerinya”. (Q.S Al-Anbiyya [21]:
11-12)
ْ َﺴﺎﻧِ ِﻪ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَ ْﻢ ﻳ
ﺴﺘَ ِﻄ ْﻊ ْ ََﻣﻦْ َﺭﺃَﻯ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ُﻣ ْﻨ َﻜ ًﺮﺍ ﻓَ ْﻠﻴُ َﻐﻴﱢ ْﺮﻩُ ﺑِﻴَ ِﺪ ِﻩ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَ ْﻢ ﻳ
َ ِﺴﺘَ ِﻄ ْﻊ ﻓَﺒِﻠ
ﺎﻥ
ِ ﺍﻹﻳ َﻤ ِ ْ ُﺿ َﻌﻒ ْ َﻓَﺒِﻘَ ْﻠﺒِ ِﻪ َﻭ َﺫﻟِﻚَ ﺃ
Artinya:
“Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran
maka hendaklah ia ubah dengan tangannya, kalau tidak
mampu maka dengan lisannya dan kalau tidak mampu
maka dengan hatinya”.349
Jika umat diam saja serta rela terhadap semua itu dan tidak
melakukan amar ma’ruf nahi munkar maka berhati-hatilah dan
waspadalah karena berbagai cobaan, bencana, dan kerusakan akan
menimpa semua. Hancurnya kewibaan umat, amburadulnya kondisi
politik, serta porak-porandanya kondisi ekonomi merupakan akibat
buruk yang bisa dialami secara bersama-sama akibat kelalaian dalam
349
H.R. Muslim No. 70
ﺎﺏ
ٌ ﷲِ ِﺣ َﺠ َ ﻮﻡ ﻓَﺈِﻧﱠ َﻬﺎ ﻟَ ْﻴ
ﺲ ﺑَ ْﻴﻨَ َﻬﺎ َﻭﺑَﻴْﻦَ ﱠ ْ ﱠﻖ َﺩﻋ َْﻮﺓَ ﺍ ْﻟ َﻤ
ِ ُﻈﻠ ِ ﺍﺗ
“Hendaklah kamu takuti doa orang yang dizhalimi, karena
tidak ada hijab diantaranya dengan Allah”.350
Doa orang yang dizhalimi diterima oleh AllahTa’ala, oleh
karena itu mestiberhati-hati dalam melakukan tindakan apapun,
jangn sampai prilaku menzhalimi makhluk AllahTa’ala karena
hukumannya akan langsung berlaku di dunia, cepat atau lambat.
Seoarang muslim tidak akan menzhalimi orang lain dan tidak
akan pula dizhalimi, karena kezhaliman diharahlan Alquran dan
Hadis. Zhalim adalah sifat yang dibenci Allah dan manusia, karena
perbuatan ini berakibat menjatuhkan martabat diri sendiri dan orang
350
H.R. Al-Bukhari no. 1401, 2268 dan Muslim No. 27
C. Tinjauan psikologi
Kezhaliman merupakan suatu sikap atau tindakan yang tidak
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kezhaliman dapat terjadi
salah satunya karena ketidaktepatan seseorang dalam meletakkan
emosi, atau dapat dikatakan bahwa kezhaliman timbul karena tidak
adanya tanggung jawab secara emosi
Dapat diambil contoh seperti marah. Ketika mengontrol dan
mengepung manusia, marah mengambil bentuk dan menyingkirkan
hambatan yang mencegahnya memasuki wilayah kemauan, lalu ia
merangsang yang bersangkutan untuk merugikan lawannya tanpa
pertimbangan. Marah dapat dikatakan sebagai sikap atau prilaku
yang menolak dan menganggap musuh pada orang lain.
Kecendrungannya ingin menjatuhkan orang lain melalui tindakan
provokasi, permusuhan, perusakan. Hampir semua daya positif insani
tidak dapt teraktualisasi jika kemarahan muncul.
Marah yang terus-menerus akan dapat berubah menjadi
sebuah kebencian, dan kemudian kebencian yang sangat akan dapat
berubah menjadi dendam. Jika perasaan ini selalu dan seterusnya
melekat pada diri seseorang, maka akan terbukalah pintu untuk
berbuat kezhaliman karena seseorang yang mendendam akan merasa
puas jika dendamnya itu sudah terbalas.
Contoh lain seperti perasaan sedih. Kesedihan yang tidak
pada tempatnya dapat menjerumuskan seseorang pada tingkat
351
Abu Bakar Jabir Al- Jazari, Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim
(Jakarta: 2004), hal. 257-258