LP Preeklamsia
LP Preeklamsia
LP Preeklamsia
PREEKLAMSIA
Disusun Oleh :
Raffi Adhi Satrio Nugroho
120082
B. Etiologi
Menurut beberapa teori Saat ini Penyebab utama preeklamsia masih belum
diketahui secara pasti. Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia diawali dengan
adanya kelainan pada plasenta, yaitu organ yang berfungsi menerima suplai darah dan
nutrisi bagi bayi selama masih di dalam kandungan (Indrieni, 2020).
Salah satu teori menyebutkan ada beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan
terjadinya preeklamsia (Avtarina, 2021):
1. Primigravida dan multigravida
2. Diabetes mellitus
3. Riwayat preeklamsia atau eklamsia pada kehamilan yang lalu
4. Penyakit ginjal kronis dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
5. Obesitas
6. Riwayat keluarga dengan preekelamsia.
C. Klasifikasi
a. Seksio cesarea klasik : pembedahan secara Sanger. Insisi ini ditempatkan
secara vertical di garis tengah uterus.
Indikasi penggunaanya meliputi :
1) Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah
2) Jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan ibroid uterus
3) Jika janin terimpaksi pada posisi tranversa
4) Pada keadaan segmen bawah vascular karena plasenta previa anterior
5) Jika ada karsinoma serviks
Preeklamsia
Gangguan Persepsi
Sensori Penglihatan
(D.0085)
Sumber : Marlina & Hani, 2018., Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018.
F. Manifestasi Klinis
Preeklamsia adalah kumpulan kumpulan dari gejala – gejala yang terjadi pada
masa kehamilan yang ditandai dengan hipertensi dan edema. Gambaran klinik
preekalamsia dimulai dengan adanya kenaikan berat badan yang di ikuti edema kaki
dan tangan, kenaikan tekanan darah, dan terjadi proteinurea (Saraswati, 2016).
Tanda gelaja lain yang sering di temukan pada Ibu hamil yang mengalami
preeklamsia yaitu sakit kepala hebat dan sakit di ulu hati yang di sebabkan oleh
regangan selaput hati oleh perdarahan atau edemadan sakit karena adanya perubahan
pada lambung dan gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur hingga
mengalami kebutaan. Hal tersebut di sebabkan oleh pembekakan selaput pembuluh
darah dan edema (Tutik Ekasari, 2019).
Selain itu ada beberapa tanda dan gejala lain yang muncul ketika terjadi
preeklamsia:
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
3. Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4. Edema Paru.
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6. Oligohidramnion
Penelitian terbaru saat ini menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin positif( lebih
dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia atau yang sering di
sebut preeklamsia berat. Penelitian terbaru menunjukan bahwa criteria tersebut tidak
dikategorikan preeklamsia ringan, dikarenakan setiap preeklamsia merupakan kondisi
yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan mordibitas dan mortalitas
secara signifikan dalam waktu singkat (POGI, 2016) dan (Indrieni, 2020).
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Amin (2016) dalam Raga Suryansyah (2018), pemeriksaan
Laboratorium :
1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a. Pemeriksaan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal Hb untuk wanita
hamil adalah 12-14 gr%).
b. Hematocrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
c. Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3).
H. Komplikasi
Komplikasi terberat yang terjadi pada pasien preeklampsia adalah kematian ibu
dan janin. Namun terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan janin.
Komplikasi tersebut adalah sebagai berikut (Marianti, 2017) :
1. Bagi ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, yang di ikuti olehmeningkatnya
enzim liver, dan rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang ditandai
dengan kejang-kejang.
c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan
fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika mempunyai riwayat
preeklamsia.
d. Stroke hemoragik, hal tersebut ditandai dengan pecahnya pembuluh darah otak
akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh darah. pada saat seseorang
mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akanmengalami kerusakan yang di
sebabkan karena adanya penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak
mendapatkan pasokan oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi inilah
yang menyebabkankerusakan otak atau bahkan kematian.
2. Bagi janin
a. Prematuritas.
b. Kematian Janin.
c. Terhambatnya pertumbuhan janin.
d. Asfiksia Neonatorum.
I. Penatalaksanaan
Sesuai dengan kebijakan pemerintah penanganan yang tepat untuk penderita
preeklamsia adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Preeklamsia Ringan
Penderita preeklamsia ringan dengan kondisi yang baik perlu melakukan
istirahat yang cukup, mengurangi aktivitas fisik dan memperbaiki asupan gizi serta
protein. Penderita preeklamsia ringan sebaiknya di rawat inap, namun dengan
pertimbangan efisiensi, perawatan penderita dapat dilakukan di luar RS dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Rawat jalan dengan melakukan istirahat yang cukup (berbaring/tidur miring);
diet cukup protein, rendah karbohidrat, dan lemak, dan penderita diminta
datang ke rumah sakit 1 kali dalam seminggu.
b. Rawat inap dengan penderita preeklamsia ringan harus dirawat di RS bila
gejala klinis tidak membaik setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan serta
timbul salah satu atau lebih gejala dan tanda preeklamsia berat.
2. Preeklamsia Berat
Penderita preeklamsia berat dapat ditangani secara konservatif maupun aktif.
Pada perawatan konservatif, kehamilannya dipertahankan bersama dengan
pengobatan medisinal, sedangkan pada perawatan aktif kehamilannya segera
diakhiri / diterminasi setelah pengobatan medisinal. Perawatan yang penting pada
preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia dan
eklamsia mempunya resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat
menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolemia vasospasme,
kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary
capillary wedge pressure. Monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan
melalui urin. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Pemberian
obat antikejang.
3. Antenatal care 10T
a. Timbang berat badan dan tinggi badan (T1)
Pengukuran tinggi badan relatif sekali dilakukan pada ketika ANC ini
dilakukan buat mengetahui berukuran panggul mak hamil. Hal ini sangat
penting dilakukan buat mendeteksi faktor resiko terhadap kehamilan yang tak
jarang berhubungan dengan keadaan rongga panggul. Penimbangan berat badan
dilakukan setiap kali pada waktu melakukan kunjungan ANC. Ini dilakukan
buat mengetahui faktor resiko berasal kelebihan berat badan pada ketika
kehamilan dapat menaikkan resiko komplikasi selama hamil dan ketika
persalinan mirip tekanan darah tinggi saat hamil (hipertensi gestasional),
(diabetes gestasional) bayi besar, serta kelahiran cesar adapun ibu hamil
menggunakan berat badan kurang selama kehamilan dapat menaikkan resiko
bayi lahir prematur (kelahiran kurang dari 37 minggu) dan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR), oleh sebab itu sebaiknya berat badan berada di kisaran normal
selama kehamilan.
b. Pengukuran Tekanan Darah (T2)
Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap kali melakukan kunjungan
dengan normal 120/80 mmHg.Hal ini dilakukan untuk mendeteksi apakah
tekanan darah normal atau tidak, tekanan darah yang tinggi yang mencapai
180/100 mmHg dapat membuat ibu mengalami keracunan kehamilan, baik
ringan maupun berat bahkan sampai kejang - kejang.Tekanan darah yang
rendah dapat menyebabkan pusing dan lemah.
c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILa) (T3)
Pengukuran lingkar lengan atas dilakukan cukup sekali diawal kunjungan
ANC ini dilakukan untuk mengetahui status gizi ibu hamil menggunakan
normal 23 cm. Jika didapati kurang dari 23, lima cm centimeter maka perlu
perhatian khusus wacana asupan gizi selama kehamilan. Bila ibu hamil kurang
gizi maka daya tahan tubuh untuk melawan kuman akan melemah dan simpel
sakit juga infeksi, keadaan ini tidak baik bagi pertumbuhan janin yang
dikandungnya dan juga dapat mengakibatkan anemia yang mengakibatkan
buruk pada proses persalinan yang akan memicu terjadinya perdarahan.
d. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU) (T4)
Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU) dilakukan pada waktu usia
kehamilan masuk 22-24 minggu menggunakan alat ukur capiler, dan dapat juga
menggunakan pita ukur, hal ini dilakukan untuk mengetahui usia kehamilan
dan tafsiran berat badan janin dan agar terhindar berasal resiko persalinan lewat
waktu yang membuahkan di gawat janin.
e. Pengukuran Persentasi Janin serta Detak Jantung Janin (DJJ) (T5)
Memilih persentasi janin dilakukan di akhir trimester III untuk menentukan
di bagian terbawah janin kepala , atau kepala janin belum masuk panggul
berarti terdapat kelainan letak panggul sempit atau ada persoalan lain.
Pengukuran detak jantung janin dilakukan memakai stetoskop monoaural atau
doppler menjadi acuan untuk mengetahui kesehatan ibu dan janin khususnya
denyut jantung janin dalam rahim dengan detak jantung janin yg normal nya
120x / menit dilakukan di ibu hamil pada akhir minggu ke 20.
f. Skrining TT (Tetanus Toksoid) (T6)
Menanyakan pada ibu hamil jumlah vaksin yang sudah diperoleh dan sudah
mendapatkan imunisasi TT, secara idealnya WUS (perempuan Usia fertile)
menerima imunisasi TT sebanyak 5 kali (long life) mulai asal TT1 hingga TT5.
g. Pemberian Tablet Fe (T7)
Zat besi adalah unsur pembentukan sel darah merah diperlukan oleh bunda
hamil guna mencegah terjadinya anemia atau kurang darah selamakehamilan.
Pemberian tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD) diberikan pada bunda
hamil sebesar satu tablet (60mg) setiap hari berturu-turut selama 90 hari selama
masa kehamilan, usahakan memasuki bulan kelima kehamilan. TTD
mengandung 200 mg ferro sulfat setara dengan 60 ml besi elemental serta 0,25
mg asam folat baik diminum dengan air jeruk yang mengandung vitamin C
buat mempermudah penyerapan.
h. Investigasi Laboratorium (rutin serta spesifik) (T8)
Investigasi laboratorium dilakukan intuk mencegah hal-hal jelek yg mampu
mengancam janin. Hal ini bertujuan untuk skrining/mendeteksi jika terdapat
kelainan.
i. Tatalaksana atau penanaganan khusus (T9)
Sesuai yang akan terjadi investigasi di atas serta hasil pemeriksaan
laboratorium, atau setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil wajib
ditangani sesuai dengan standar kewenangan kesehatan.Kasuskasus yang tidak
bisa ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.
j. Temu wicara (Konseling) (T10)
Temu wicara atau konseling dilakukan disetiap kunjungan antenatal
meliputi:
1) Istirahat yang cukup pada saat kehamilan sekitar 9 – 10 jam per hari , serta
tidak bekerja terlalu berat.
2) Perilaku hidup bersih dan sehat, dengan menjaga kebersihan badan selama
kehamilanya misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari
menggunakan sabun dan menjaga personal hygiene dan terhindardari
suasana lembab dan melakukan olah raga ringan.
3) Peran suami / famili pada kehamilan serta perencanaan persalinan dengan
memberi dukungan mental serta menyiapkan biaya persalinan dan
kebutuhan bayi lainya serta transportasi dan donor darah.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D. 0077)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada (D. 0005)
C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri I.08238
berhubungan keperawatan 3x24 jam, Observasi
dengan agen tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera (L.08066), dengan kriteria durasi, frekuensii, kualitas dan
fisiologis hasil: intensitas nyeri
(D. 0077) 1. Tidak mengeluh nyeri 2. Identifikasi respon nyeri non
2. Tidak meringis verbal
3. Tidak bersikap 3. Identifikasi faktor yang
protektif memperberat dan memperingan
4. Tidak gelisah nyeri
5. Kesulitan tidur 4. Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan nyeri
6. Frekuensi nadi 5. Identifikasi pengaruh budaya
membaik terhadap respon nyeri
7. Nyeri terkontrol 6. Identifikasi pengaruh nyeri
8. Kemampuan mengenali
onset nyeri meningkat terhadap kualitas hidup
9. Kemampuan mengenali 7. Monitor keberhasilan terapi
penyebab nyeri komplementer yang sudah
meningkat diberikan
10. Kemampuan 8. Monitor efek samping
menggunakan teknik penggunaan analgetik
non farmakologis Terapeutik
meningkat 1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
(misalnya akupresure, terapi pijat,
kompres hangat dingin).
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (misalnya
suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan).
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik
2. Pola nafas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 Observasi
berhubungan jam, maka pola nafas 1. Monitor pola napas (frekuensi,
dengan membaik (L.01004), dengan kedalaman, usaha napas)
deformitas kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas tambahan
dinding dada 1. Dispnea menurun (misalnya: gurgling, mengi,
(D.0005). 2. Penggunaan otot bantu wheezing, ronchi kering)
napas menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
3. Pemanjangan fase aroma)
ekspirasi menurun
Terapeutik
4. Frekuensi napas
1. Pertahankan kepatenan jalan
membaik
napas dengan head-tilt dan chin-
5. Kedalaman napas lift (jaw thrust jika curiga trauma
membaik fraktur servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. iIham aldika, Tjokroprawiro, B. I., & Hendarto, H. (2020). Ginekologi Praktis
Komprehensif - Google Books (Vol. 435, pp. 110–115). Airlangga University Press.
https://www.google.co.id/books/edition/Ginekologi_Praktis_Komprehensif/
tukJEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Seri+buku+ajar+obstetri+dan+ginekologi+:
+ginekologi+praktis+komprehensif.&printsec=frontcover
Diana Christine Lalenoh. (2018). Preeklampsia Berat dan Eklampsia: Tatalaksana Anestesia
Perioperatif (Vol. 204). Deepublish.
Indrieni, S. (2020). Asuhan Keperawatan Klien dengan Preeklampsi yang dirawat di Rumah
Sakit. In Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur (Vol. 53, Issue 9).
Marliana & Hani, T. (2018). WOC Preeklampsi. Retrieved from
https://www.scribd.com/document/381045484/130854856-Pathway-Preeklamsi-doc.
Sitomorang. (2016). Manajemen Kebidanan Fisiologis Patologis. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 5.
Suryansyah, Raga (2018)., Pengalaman Ibu Hamil Preeklampsia Dalam Mengatasi
Peningkatan Tekanan Darah Tiba-tiba., Studi Kasus., Tidak diterbitkan., Ilmu
Kesehatan., D-III Keperawatan., Universitas Muhammadiyah : Malang
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017). standar diagnosa keperawatan indonesia: definisi dan
indikator diagnostik, edisi 1. DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia : Definisi dan
tindakan keprawatan, edisi 1. DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : definisi dan
kriteria hasil keperawatan, Edisi 1. DPP PPNI.
Tutik Ekasari, S. M. K. . M. S. N. S. . M. K. (2019). deteksi dini dengan preeklamsia dalam
antenatal care.