Psikologi Pendidikan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berbicara tentang mengajar, tidak terlepas dari faktor-faktor yang terkait
dalam aktifitas belajar. Keterkaitan aktifitas belajar dan mengajar yang kini
dikenal dengan istilah pembelajaran kenyataannya cukup kuat.

Dalam pengembangan pembelajaran yang di dalamnya tercakup kegiatan


mengajar dan peserta didik yang belajar, dibutuhkan kiat psikologis untuk lebih
menjurus pada efektifitas pencapaian tujuan belajar, beberapa variabel
merupakan kesatuan dalam menunjang hal tersebut, di antaranya adalah usaha
memotivasi, usaha memberikan informasi, serta usaha memberi keteladanan
bagi peserta didik.

Inti persoalan psikologi pendidikan terletak pada peserta didik, sebab


pendidikan adalah perlakuan terhadap peserta didik yang secara psikologis
perlakuan tersebut harus selaras dengan keadaan peserta didik, dengan demikian
persoalan psikologi yang berperan dalam proses pendidikan anak dapat terjawab
apabila pendidik dapat memberikan bantuan kepada peserta didik, agar
berkembang secara wajar melalui bimbingan dan konseling, pemberian bahan
pelajaran yang berstruktur dan berkualitas.

Oleh karena itu seorang guru perlu terus menerus berusaha untuk
memahami mereka yang akan dipimpinnya dalam proses pendidikan, para guru
perlu mempelajari sifat-sifat dasar peserta didik yang diwarisi dari orang tua,
pertumbuhan peserta didik. Dan para guru juga harus mempersiapkan dasar-
dasar psikologi apa yang akan digunakan dalam pembentukan karakter peserta
didik. Seorang guru perlu mengetahui mengapa seorang peserta didik melakukan
sesuatu hal tertentu dan juga mengetahui pula kegiatan-kegiatan apa yang paling
penting dan membantu dalam proses Pendidikan (Sumadi Suryabrata, 2004)

Berdasarkan hal tersebut, perlu dibahas kembali terkait aplikasi teori


psikologi dalam pola pembelajaran, meliputi; aplikasi teori behaviorisme dalam
pola pembelajaran, aplikasi teori kognitivisme dalam pola pembelajaran, aplikasi
teori humanisme dalam pola pembelajaran, serta aplikasi teori konstruktivisme
dalam pola pembelajaran.

A. Rumusan Masalah
Dalam penjelasan di dalam latar belakang kita sudah mengetahui pentingnya
psikologi pendidikan dalam pembelajaran, adapun rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengertian aplikasi psikologi Pendidikan ?
2. Mengetahui macam-macam aplikasi teori Pendidikan dalam pola
pembelajaran ?
BAB II

PEMBAHASAN

Aplikasi Teori Psikologi Pendidikan Dalam Pola Pembelajaran ada 4 antara


lain ;

1. Aplikasi Teori Behaviorisme Dalam Pola Pembelajaran

Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk


memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah
laku / kompetensi sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan 2
(dua) hal, sebagai berikut: (Muh. Hizbul Muflihin, 2009)

1) Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa Siswa


sebagai subjek yang akan diharapkan mampu memiliki sejumlah kompetensi
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam standar kompetensi dan kompetensi
dasar, perlu kiranya dianalisis kemampuan awal dan karakteristiknya. Hal ini
dilakukan mengingat siswa yang belajar di sekolah tidak datang tanpa berbekal
apapun sama sekali (mereka sangat mungkin telah memiliki sejumlah
pengetahuan dan keterampilan yang di dapat di luar proses pembelajaran).
Selain itu, setiap siswa juga memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam hal
mengakses dan atau merespons sejumlah materi dalam pembelajaran;

2) Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan Idealnya


proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa, sehingga di
sini guru tidak akan over-estimate dan atau under-estimate terhadap siswa.
Namun kenyataan tidak demikian adanya. Sebagian siswa ada yang sudah tahu
dan sebagian yang lain belum tahu sama sekali tentang materi yang akan
dibelajarkan di dalam kelas. Untuk dapat memberi layanan pembelajaran kepada
semua kelompok siswa yang mendekati idealnya (sesuai dengan kemampuan
awal dan karakteristik masing-masing kelompok) kita dapat menggunakan dua
pendekatan yaitu; a) siswa menyesuaikan diri dengan materi yang akan
dibelajarkan, yaitu dengan cara guru melakukan tes dan pengelompokkan (dalam
hal ini tes dilakukan sebelum siswa mengikuti pelajaran), atau b) materi
pembelajaran disesuaikan dengan keadaan siswa.

Penerapan konsep teori behavioristik tersebut meminta guru untuk


mampu melakukan analisis kemampuan awal dan karaakteristik siswa, dengan
maksud agar apa yang akan dibelajarkan sesuai dengan kondisi siswa yang
dihadapi.

2. Aplikasi Teori Kognitivisme Dalam Pola Pembelajaran

Dalam perkembangan, setidaknya terdapat 3 (tiga) teori belajar yang


bertitik tolak dari teori kognitivisme antara lain: Teori perkembangan piaget,
teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga tokoh teori penting
tersebut yang dapat mengembangkan teori belajar kognitif. Teori Kognitif Piaget
Brunner Ausubel, Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan
tertentu sesuai dengan umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap
sebagai berikut: (Ahmadi, 2015)

1. Asimilasi (penyesuaian (peleburan) sifat asli yang dimiliki dengan sifat


lingkungan sekitar;

2. Akomodasi (penyesuaian mata untuk menerima bayangan yang jelas dari


objek yang berbeda;

3. Equilibrasi. Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur
materi pelajaranan bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses belajar terjadi
melalui tahaptahap: a). Enaktif (aktivitas); b). Ekonik (visual verbal); c).
Simbolik.

Dari ketiga macam teori diatas, masing-masing mempunyai implikasi


yang berbeda, namun secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada
bagaimana memahami struktur kognitif siswa, hal demikian tidak mudah,
Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa
disesuaikan sejauh mana kemampuan siswa. Selain itu, juga model penyusunan
materi pelajaran hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu, agar
lebih mudah dipahami. Penyusunan materi pelajaran di buat bertahap, mulai dari
yang paling sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran
sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa
yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar
menghafal. (Nurhadi, 2018)

Siswa sekolah dasar mengalami peningkatan kemampuan membaca


dengan adanya interaksi siswa dengan media belajar, dalam hal ini berupa media
cerita bergambar. Belajar dengan menggunakan media pembelajaran akan
terbentuk proses penguasaan karena adanya interaksi dalam belajar. (Fahyuni,
2011)

3. Aplikasi Teori Humanisme Dalam Pola Pembelajaran

Teori Humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks


yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori
kepribadian dan psikoterapi daripada bidang pendidikan, sehingga sukar
menterjemahkannya ke dalam langkahlangkah yang lebih konkret dan praktis
Namun karena sifatnya yang ideal yaitu, memanusiakan manusia, maka teori
humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran
untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut. Semua komponen pendidikan
termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal,
manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi
diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik
dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman- pemahaman terhadap dirinya,
serta realisasi diri.

Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar


perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena
seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang
dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia
akan berkembang. Dengan demikian humanistik mampu menjelaskan bagaimana
tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.

Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami


arah belajar pada dimensi yang luas sehingga upaya pembelajaran apapun dan
pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai
tujuannya. Meskipun teori humanistik masih sukar diterjemahkan ke dalam
langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan
teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi, tujuan yang
telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami
hakikat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam
menentukan komponenkomponen pembelajaran seperti perumusan, tujuan,
penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat
evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.

Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi


tahap secara ketat, sebagaimana tujuantujuan pembelajaran yang telah
dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan
ditentukan, serta pengalamanpengalaman belajar yang dipilih untuk siswa,
mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa. Hal tersebut
tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini agar belajar bermakna
bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka
siswa akan mengalami belajar eksperiensial (eksperiential learning).

Dalam perakteknya, teori humanistik cenderung mengarahkan siswa


untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Oleh sebab itu walaupun
secara eksplinsit belum ada pedoman baku tentang langkahlangkah
pembelajaran dengan pendekatan humanistic, namun paling tidak
langkahlangkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya
Irawan (2001) dapat digunakan sebagai acuan. Langkah-langkah yang dimaksud
antara lain: (Perni, 2018)
1) Menentukan tujuan-tujuan serta materi pelajaran;

2) Mengidentifikasi kemampuan awal (entry behavior);

3) Mengidentifikasi topik-topik pembelajaran yang memungkinkan siswa secara


aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar;

4) Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran;

5) Membimbing siswa belajar secara aktif;

6) Membimbing siswa untuk memahami hakikat, makna, dari pengalaman


belajarnya;

7) Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya;

8) Membimbing siswa dalam mengaplikasikan komponen-komponen baru ke


situasi nyata;

9) Mengevaluasi proses dan hasil belajar. Aplikasi teori humanistik dalam


kegiatan pembelajaran cenderung mendorong siswa untuk berpikir induktif.
Teori tersebut amat mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan siswa
secara aktif dalam belajar.

4. Aplikasi Teori Konstruktivisme Dalam Pola Pembelajaran

Penerapan pendekatan konstruktivisme di dalam kelas adalah sebagai berikut:

a) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengalaman
dan keterampilan barunya

b) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik

c) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. d) Citpakan


“Masyarakat Belajar” (belajar dalam kelompok - kelompok). (Abimanyu, 2008)

Berlandaskan teori belajar sosial, kognitif, dan konstruktif untuk


memperoleh hasil belajar berupa keterampilan akademik, inquiry dan sosial. Jadi
ciri model ini adalah kerja kelompok yang didasarkan pada penyelidikan dan
penemuan melalui struktur tugas, ada ganjaran kelompok, dan penilaian yang
otentik secara fleksibel, demonstrasi, dan berpusat pada siswa. Adapun Aplikasi
Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran antara lain: (Fatimah Saguni, 2019)

1) Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi faktafakta lepas


yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas;

2) Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat


hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali
ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan;

3) Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah


kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang
datangnya dari berbagai interpretasi;

4) Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu


usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.

Banyak sekolah mengelola perbedaan siswa di bidang kemampuan dan


pencapaian akademis melalui pengelompokkan kemampuan antar kelas,
penjaluran, atau pengelompokkan kembali ke dalam kelas terpisah untuk mata
pelajaran tertentu selama sebagian dari hari sekolah. Namun, riset
memperlihatkan pengelompokkan dalam-kelas lebih efektif, khususnya untuk
pelajaran membaca dan matematika, dan jelas lebih disukai daripada
pengelompokkan yang memisahkan atau memberi stigma bagi siswa yang
berpencapaian rendah. Penghapusan jalur merekomendasikan agar siswa
ditempatkan ke kelompok dengan kemampuan campuran. Siswa diharuskan
mencapai standar yang tinggi dan diberi bantuan untuk mencapai tujuan
tersebut. Sekolah dasar tanpa kelas menggabungkan anak-anak dari usia yang
berbeda di ruang kelas yang sama. Siswa secara fleksibel dikelompokkan sesuai
dengan kebutuhan dan tingkat kinerjanya.

Keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan


keinginan untuk belajar secara mandiri. Aktivitas belajar dapat diartikan sebagai
pengembangan diri melalui pengalaman bertumpu pada kemampuan diri di
bawah bimbingan tenaga pengajar. Aktivitas belajar merupakan faktor yang
sangat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar siswa, karena pada
prinsipnya belajar adalah berbuat, “learning by doing”. (A.M, 2007)

Konstruktivisme menekankan peranan utama dalam kegiatan belajar


adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala
sesuatu seperti bahan, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan
untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk
mengungkapkan pendapat dan pemikirannya sendiri, tentang sesuatu yang
dihadapi. Dengan cara demikian siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir
kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara
rasional.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam pengembangan pembelajaran yang di dalamnya tercakup kegiatan


mengajar dan peserta didik yang belajar, dibutuhkan kiat psikologis untuk lebih
menjurus pada efektifitas pencapaian tujuan belajar, beberapa variabel
merupakan kesatuan dalam menunjang hal tersebut, di antaranya adalah usaha
memotivasi, usaha memberikan informasi, serta usaha memberi keteladanan
bagi peserta didik.

Penerapan konsep teori behavioristik tersebut meminta guru untuk


mampu melakukan analisis kemampuan awal dan karaakteristik siswa, dengan
maksud agar apa yang akan dibelajarkan sesuai dengan kondisi siswa yang
dihadapi.

Secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana


memahami struktur kognitif siswa, hal demikian tidak mudah, Dengan
memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa
disesuaikan sejauh mana kemampuan siswa. Selain itu, juga model penyusunan
materi pelajaran hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu, agar
lebih mudah dipahami. Penyusunan materi pelajaran di buat bertahap, mulai dari
yang paling sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran
sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa
yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar
menghafal.
Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung
mendorong siswa untuk berpikir induktif. Teori tersebut amat mementingkan
faktor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.

Sedengkan konstruktivisme menekankan peranan utama dalam kegiatan


belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Segala sesuatu seperti bahan, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan
untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya sendiri, tentang sesuatu yang
dihadapi. Dengan cara demikian siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir
kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara
rasional.
DAFTAR PUSTAKA

A.M, S. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Abimanyu, S. dkk. (2008). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat


Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Ahmadi, A. dan W. S. (2015). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Fahyuni, E. F. (2011). Efektifitas Media Cerita Bergambar dalam


Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa. Surabaya: Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel.

Fatimah Saguni. (2019). Penerapan Teori Konstruktivis Dalam


Pembelajaran. Jurnal Paedagogia, 8(2), 19–32.

Muh. Hizbul Muflihin. (2009). Aplikasi Dan Implikasi Teori


Behaviorisme Dalam Pembelajaran (Analisis Strategis Inovasi Pembelajaran).
Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol 1 No2(ISSN:1979-6668), 11.

Nurhadi. (2018). Teori Belajar dan Pembelajaran Kognitivistik. Riau


Pekanbaru.

Perni, N. N. (2018). Penerapan Teori Belajar Humanistik Dalam


Pembelajaran. Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 3(1), 105.

Sumadi Suryabrata. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Anda mungkin juga menyukai