Wilayah Pelayanan Konselor Dan Guru Dalam Kurikulum: Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bimbingan Konseling
Wilayah Pelayanan Konselor Dan Guru Dalam Kurikulum: Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bimbingan Konseling
Wilayah Pelayanan Konselor Dan Guru Dalam Kurikulum: Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bimbingan Konseling
Oleh: Kelompok 4
Dosen Pengampu:
Elsa Dina Susandra, SE.ME
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas segala Rahmat dan
Nikmat-Nya kepada kita, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah BIMBINGAN KONSELING dengan judul “WILAYAH
PELAYANAN KONSELOR DAN GURU DALAM KURIKULUM“
Shalawat beriringan salam semoga tercurahkan buat Nabi kita Muhammad .SAW.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Karakteristik ajaran Islam bagi para pembaca dan juga penulis. Terima kasih
kami ucapkan kepada Ibuk Elsa Dina Susandra, SE.ME selaku dosen mata kuliah
Aqidah Akhlak yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan
dan pengetahuan kami pada mata kuliah yang sedang ditekuni.
Dan terima kasih juga pada semua rekan yang telah membagi ilmunya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Besar harapan penulis semoga makalah ini
menjadi bermanfaat dan menginspirasi bagi rekan semua. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena itu kami menerima kritik dan saran
untuk kebaikan bersama.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling (BK) merupakan suatu usaha untuk membantu para
individu atau kelompok ke arah positif dan atau membuat yang dibimbing menjalani
kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam proses pelaksanaannya yang tidak
sesuai tentunya akan menimbulkan kesan negative terhadap konseli, seperti pemikiran
bahwa individu yang berurusan dengan guru bimbingan dan konseling tersebut sedang
bermasalah. Kenyataan ini dengan mudah dapat dilihat di sekolah-sekolah.
Umumnya, siswa yang berhubungan dengan guru bimbingan dan konseling adalah
mereka yang dikategorikan nakal. Istilah nakal biasanya diidentifikasikan dengan
perilaku siswa yang sering bolos, terlibat tawuran, perkelahian, terlambat, dan lain-
lain. Singkatnya, siswa berhubungan dengan guru bimbingan dan konseling adalah,
mereka yang sudah tercatat dalam “buku hitam” sekolah. Jarang sekali (untuk tidak
menyebut tidak ada), siswa yang pintar, rajin, dan berkelakuan baik berhubungan
dengan guru bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, guru bimbingan dan
konseling hanya miliknya siswa –siswa yang terhitung bandel. Oleh karena itu, sangat
beralasan bila kemudian guru bimbingan dan konseling di identikkan sebagai
“polisinya sekolah”. Pemahaman dan pelaksanaan bimbingan dan konseling seperti
ini tentu tidak dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah. Melainkan
sebaliknya, merintis masalah baru. Masalah pertama, benarkah siswa yang pintar, 2
rajin, dan berkelakukan baik tidak butuh Guru bimbingan dan konseling: kedua, Guru
bimbingan dan konseling yang memposisikan diri sebagai polisi sekolah tidak sesuai
dengan aturan yang diturunkan konsep bimbingan dan konseling. Pendapat dan/atau
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolahsekolah yang hanya untuk siswa
yang masuk kategori nakal, jelas tidak dapat dibenarkan. Karena, pada hakikatnya,
bimbingan dan konseling ditujukan untuk semua siswa. Bukan siswa-siswa tertentu.
Hanya saja, model bimbingan dan konseling yang mereka perlukan dapat saja
berbeda. Bimbingan dan konseling untuk siswa pintar, tentu beda dengan model
bimbingan dan konseling untuk siswa yang berkemampuan akademik rata-rata, dan di
bawah rata-rata. Siswa yang sering terlibat tawuran, tentu butuh model bimbingan dan
konseling yang lain dengan bimbingan dan konseling yang diperlukan untuk siswa
yang pintar. Begitu pula seterusnya, semua siswa membutuhkan bimbingan dan
1
konseling. Dalam pelaksanaannya, guru bimbingan dan konseling yang bertindak
sebagai polisi sekolah, jelas tidak menguntungkan bagi pelaksanaan bimbingan dan
konseling itu sendiri. Karena, bimbingan dan konseling akan berjalan efektif dan
dapat mencapai tujuan, bila Guru bimbingan dan konseling sudah menjadi pengayom
atau tempat curhat para siswa. Bukan untuk membentak-bentak siswa atau menakut-
nakuti siswa. Bila guru bimbingan dan konseling memposisikan diri sebagai polisi
sekolah, masalah yang dihadapi siswa akan sulit dipahami. Apalagi mencarikan
solusinya, atau bisa jadi solusi yang diberikan tidak tepat dan menjadi masalah baru.
Karenanya, tidak semua guru bisa menjadi guru bimbingan dan konseling.
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan
1. Mengetahui ciri-ciri kemandirian individu ?
2. Mengetahui sifat-sifat yang perlu dimiliki konselor?
3. Mengetahui keterampilan dasar konselor ?
4. Mengetahui tipe konseli?
5. Mengetahui etika dasar konseling ?
6. Mengetahui itu 3 M ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya
dengan orang lain.
2. Mengikuti aturan secara sepontanistik dan hedonistik.
3. Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu.
4. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
5.Cenderung menyalahkan orang lain dan mencela orang lain serta lingkungannya.
4
o Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
o Mampu melihat keragaman emosi.
o Sadar akan tanggung jawab.
o Mampu melakukan kritik dan penilaian diri
o Peduli akan hubungan mutualistik.
o Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
o Berfikir lebih kompleks dan atas dasar
pola analitis.
b. Jujur
Yang dimaksud jujur adalah kata-kata atau sikap yang mencerminkan
keadaan yang sesungguhnya. Tidak ditutupi atau bahkan tidak menipu. Jujur
adalah energi positif. Menyat akan sesuatu dengan langsung, spontan, lugas,
apa adanya (Sawitri Supardi Sadarjoen,seorang psikolog). Konselor harus
jujur sebab seorang konselor harus terbuka, otentik, dan sejati dalam
penampilannya. Kejujuran sangat penting karena:
5
a. Transparasi atau keterbukaan memudahkan konselor dan kliennya
berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis.
c. Membuka Diri
Yang dimaksud membuka diri adalah penampilan. perasaan, sikap, pendapat,
dan pengalaman-pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Konselor
mengungkapkan diri sendiri dan membagikan dirinya kepada konseli dengan
mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti yang bersangkutan dengan masalah
konseli. Konselor harus membuka diri sebab konseli akan lebih nyaman berinteraksi
dengan konselor yang memiliki pribadi seperti itu. Karena terbuka, konseli pun akan
menjadi lebih terbuka, dan akhirnya hubungan berlangsung lebih akrab dan saling
percaya. Dengan perasaan nyaman konseli akan menceritakan semua masalah yang
sedang dialaminya. Upaya yang perlu dilakukan agar dapat menjadi lebih membuka diri
adalah bersikap lebih terbuka dan menghargai apa yang diungkapkan orang lain terutama
konseli.
d. Pendengar Yang Aktif
Yang dimaksud pendengar yang aktif adalah konselor mendengarkan dengan
baik setiap detail dari penjelasan yang diungkapkan konseli. Konselor
memperhatikan dengan penuh perhatian tanpa mengganggu konseli. Dan
selanjutnya memberikan beberapa pertanyaan untuk mendukung data tentang
masalah konseli. Konselor harus menjadi pendengar yang aktif sebab:
Upaya yang perlu dilakukan agar dapat menjadi pendengar aktif adalah fokus
memperhatikan apa yang diungkapkan oleh konseli. Dan memberikan
tanggapan positif terhadap apa yang diungkapkan konseli.
e. Dapat Dipercaya
Yang dimaksud dapat dipercaya adalah seorang konselor bukan sebagai
suatu ancaman bagi konseli akan tetapi sebagai pihak yang memberikan rasa
aman. Konselor harus menjadi dapat dipercaya sebab:
a. Kepercayaan terhadap konselor diperlukan dalam mencapai tujuan essensial
konseling.
b. Untuk memberikan jaminan kerahasiaan klien dalam konseling.
c. Klien membutuhkan keyakinan untuk motivasi dan watak konselor.
6
d. Pengalaman klien terhadap konsistensi, penerimaan, dan kerahasiaan
konselor, akan membantu klien dalam mengembangkan rasa percaya yang
lebih mendalam.
Upaya yang perlu dilakukan agar dapat dipercaya adalah meyakinkan diri
sendiri bahwa dirinya bisa dipercaya oleh orang lain dan meyakinkan orang
lain bahwa dirinya dapat dipercaya.
b. Dengan perilaku attendjng dapat menciptakan suasana aman bagi klien, karena
klien merasa ada orang yang bisa dipercayai, teman untuk berbicara, dan
merasa terlindungi secara emosional.
Menurut Jones, Stafflre, dan Stewart (1979) dalam Mappiare (2002), penerapan istilah
kelincahan karsa cipta ini memiliki istilah umum adalah ”flexibility”. Sedangkan istilah
secara khusus dalam situasi konseling hal tersebut berkaitan dengan istilah ”intentionality”.
7
konselor dalam menempatkan diri. Konselor berupaya untuk beradaptasi dengan situasi yang
berkaitan proses konseling dengan klien.
3. Pengembangan Keakraban
Istilah pengembangan dalam ini mengacu pada pembinaan hubungan yang harmonis
antara klien dan konselor atau lebih dikenal dengan istilah ”rapport”. Keakraban mengacu
pada suasana hubungan konseling yang bercirikan suasana santai, keselarasan, kehangatan,
kewajaran, saling memudahkan dalam percakapan, saling menerima antara klien dan
konselor. Dalam hal ini ada kesediaan konselor untuk mendengarkan dengan penuh
perhatian, terbuka dan penerimaan segala apa yang mungkin akan diucapkan oleh klien yang
baru datang.
Dengan kata lain bahwa mendengarkan dengan penuh perhatian, penerimaan dan
pemahaman, serta sikap sejati dan terbuka, yang berhasil dipancarkan konselor dan dapat
dipersepsi dengan baik adalah salah satu parasyarat dalam pengembangan keakraban.
D.Tipe konseling
1 Kompetensi Intelektual
Menurut Jones, Stafflre, dan Stewart (1979) dalam Mappiare (2002), penerapan istilah
kelincahan karsa cipta ini memiliki istilah umum adalah ”flexibility”. Sedangkan istilah
secara khusus dalam situasi konseling hal tersebut berkaitan dengan istilah ”intentionality” .
8
Fleksibilitas adalah kemampuan dan kemamuan konselor untuk mengubah,
memodifikasi, dan menetapkan cara-cara yang digunakan jika keadaan mengharuskan
(Latipun, 2004: 48). Karena sifat hubungan dalam konseling adalah tidak tetap, maka
konselor haruslah tidak kaku. Ia harus peka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan
sikap, persepsi, dan ekspektasi klien terhadapnya. Hal tersebut menuntut kelincahan
(fleksibility) konselor dalam menempatkan diri. Konselor berupaya untuk beradaptasi dengan
situasi yang berkaitan proses konseling dengan klien.
3. Pengembangan Keakraban
Istilah pengembangan dalam ini mengacu pada pembinaan hubungan yang harmonis
antara klien dan konselor atau lebih dikenal dengan istilah ”rapport”. Keakraban mengacu
pada suasana hubungan konseling yang bercirikan suasana santai, keselarasan, kehangatan,
kewajaran, saling memudahkan dalam percakapan, saling menerima antara klien dan
konselor. Dalam hal ini ada kesediaan konselor untuk mendengarkan dengan penuh
perhatian, terbuka dan penerimaan segala apa yang mungkin akan diucapkan oleh klien yang
baru datang.
Dengan kata lain bahwa mendengarkan dengan penuh perhatian, penerimaan dan
pemahaman, serta sikap sejati dan terbuka, yang berhasil dipancarkan konselor dan dapat
dipersepsi dengan baik adalah salah satu parasyarat dalam pengembangan keakraban.
F. 3M
1. MENDENGARKAN
Dalam proses mendengar, kita hanya menangkap sebagian dari informasi yang
dibicarakan atau didengar. Kita juga tidak bisa untuk menangkap secara pasti apa yang
sedang diperdengarkan. Seakan-akan kita hanya mendengar seperti angin lalu saja. Biasanya
orang yang kebiasaan hanya mendengar, berita yang disampaikannya kepada orang lain
bersifat isu atau berita yang kurang jelas.
Hal ini sangat harus dihindari oleh para konselor, karena konselor haruslah
mendengar dengan penuh apa yang sebenarnya dibicarakan oleh klien sehingga konselor bisa
memberikan perantara untuk memecahkan masalah klien tersebut. Kalau konselor hanya
mendengar saja, itu tidak kurang lebih dari mencemooh pembicaraan klien, sehingga klien
tidak mau lagi curhat dan konsultasi dengan kita. Kita hanya dianggap sebagai orang yang
membosankan (Martha Syaflina.2012.online).
2. MEMAHAMI
Dengan berusaha memahami klien, kita juga mendapatkan pelajaran dan
pengalaman dari diri mereka. Memahami dengan sepenuh hati dan mengambil kesimpulan
dari pembicaraan klien itu penting agar kita tidak salah dalam mengarahkan klien tersebut.
Menurut Yosita Maulina (2012.online)kemampuan dalam memahami harus didukung oleh
a. Empati : sikap positif Ko terhadap Ki, yang dieks presikan melalui kesediaan untuk
menempatkan diri pada tempat Ki, merasakan apa yang dirasakan Ki dan mengerti dengan
pengertian Ki.
Faktor penghambat empati : Pikiran yang terikat pada teori/teknik konseling yang akan
dipakai Terlalu cepat memikirkan pemecahan persoalan Ki Kecemasan yang mematikan
perasaan Ko dan Ki
12
b. Sikap menerima ( acceptance). Sikap menerima adalah kesediaan Ko untuk menerima
keberadaan Ki sebagaimana adanya. Non judgmental Menempatkan hal-hal negatif pada
konteks yang tepat Bukan sikap membenarkan atau mentralisir
M.3 MERESPON
Menurut Martha Syaflina (2012.online) merespon itu artinya memberikan sinyal
kepada klien bahwa kita telah serius dalam mendengarkan pembicaraan dan keluhannya. Ada
beberapa kata untuk merespon, yaitu:
a. Hmm…
b. Lalu…
c. Selanjutnya bagaimana?
d. Terus?
e. (banyak lagi cara merespon dari berbagai konselor)
Merespon juga harus membuat klien percaya dengan kita bahwa kita hanya tidak
mendengarkan dia tapi memang serius dalam mendengarkannya. Kita juga bisa merespon
dengan isyarat mata dan tangan dengan cara digerakkan matanya atau dikedipkan. Dengan
gerakan tangan, membuat dia lebih bersemangat untuk bercerita sehingga kita bisa mencari
akar masalahnya.
Disamping itu,Yosita Maulina (2012.online) menambahkan ciri-ciri merespon yang
tepat dan positif,yaitu : Menjadikan klien senang sehingga dapat mendorongnya untuk
berbicara lebih banyak tentang masalahnya & dapat membantu klien mendalami perasaan dan
fikiran yang berhubungan dengan masalahnya Dapat mengarahkan klien untuk mengubah
sikap, pandangan, kebiasaan dan tingkah laku yang menyebabkan timbulnya masalah
Bahasanya jelas, sederhana dan padat Tidak membuat klien tersinggung atau
mempertahankan diri.
DAFTAR PUSAKA
13
https://masoemuniversity.ac.id/berita/mahasiswa-ingin-jadi-konselor-profesional-ini-
dia-sikap-yang-harus-dimiliki.php
https://timetable258.wordpress.com/2012/12/15/5-sifat-sikap-kepribadian-konselor-
yang-sangat-penting/
https://dosen.ung.ac.id/JumadiTuasikal/home/2020/3/24/keterampilan-keterampilan-
dalam-konseling.html
https://psiko-page.blogspot.com/2013/04/mengenal-tipe-konseli.html?m=1
https://eko13.wordpress.com/2012/09/17/etika-dalam-konseling/
https://konserissumbar.wordpress.com/2015/12/02/teknik-3m-dalam-konseling/
https://psikoanalisisklasikunindra2.blogspot.com/2019/12/3-m-dalam-konseling.html?
m=1
https://marthasyaflina.wordpress.com/2012/01/19/teknik-3m-2/
14