5.5.1.a.1 PEDOMAN INTERNAL PPI 2023
5.5.1.a.1 PEDOMAN INTERNAL PPI 2023
5.5.1.a.1 PEDOMAN INTERNAL PPI 2023
Disusun Oleh:
Tim PPI UPT PUSKESMAS Sobang
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami
berhasil menyusun buku Pedoman Internal Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di UPT PUSKESMAS Sobang.
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama
dituntut agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu,
akuntabel dan transparan kepada masyarakat, khususnya mendapatkan
jaminan keselamatan bagi pasien. Untuk itu perlu ditingkatkan
pelayanannya khususnya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di
Puskesmas.
Disamping pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini
digunakan bagi seluruh petugas, buku ini juga sangat penting bagi pasien,
keluarga pasien, orang yang berkunjung, dan lingkungan Puskesmas.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kami sangat berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan
kedepannya. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPT Puskesmas Sobang.
Sobang,
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN ...............................................................
Latar belakang .............................................................................
Tujuan ........................................................................................
A. Ruang lingkup ...................................................................
B. Batasan Operasional .........................................................
C. Dasar Hukum ....................................................................
BAB II. STANDART KETENAGAAN ...............................................
A. Kualifikasi SDM .................................................................
B. Distribusi Ketenagaan .......................................................
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan ................................
BAB III. PRINSIP DASAR PPI .......................................................
A. Kebersihan Tangan ............................................................
B. Alat Pelindung Diri ............................................................
C. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien .......................
D. Pengendalian lingkungan ...................................................
E. Pengelolaan limbah ............................................................
F. Penatalaksanaan linen .......................................................
G. Perlindungan kesehatan petugas ........................................
H. Penempatan pasien ............................................................
I. Kebersihan pernapasan/etika batuk dan bersin .................
J. Praktik menyuntik yang aman ............................................
K. Praktik lumbal pungsi yang aman ......................................
BAB IV TATALAKSANA PPI ..........................................................
BAB V PANDUAN PPI BAGI PASIEN/PENGUNJUNG ...................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare
Associated Infection (HAIs) merupakan salah satu masalah kesehatan
diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam forum Asian Pasific
Economic Comitte (APEC) atau Global health Security Agenda (GHSA)
penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang di
bahas. Hal ini menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak
secara langsung sebagai beban ekonomi negara.
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila
fasilitas pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk memastikan
perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi
dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan
pada berbagai fasilitas kesehatan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pelayanan
kesehatan, perawatan pasien tidak hanya dilayani di rumah sakit saja tetapi
juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan di rumah (home care).
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan sangat penting bila terlebih dahulu petugas dan
pengambil kebijakan memahami konsep dasar penyakit infeksi. Oleh karena
itu perlu disusun pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatanagar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu dan
dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan
serta dapat melindungi masyarakat dan mewujudkan patient safety yang
pada akhirnya juga akan berdampak pada efisiensi pada manajemen fasilitas
pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan.
B. TUJUAN
Pedoman PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga
melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat dari
penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup program PPI meliputi kewaspadaan isolasi, penerapan
PPI terkait pelayanan kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs)
berupa langkah yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya HAIs
(bundles), surveilans HAIs, pendidikan dan pelatihan serta penggunaan anti
mikroba yang bijak. Disamping itu, dilakukan monitoring melalui Infection
Control Risk Assesment (ICRA), audit dan monitoring lainya secara berkala.
Dalam pelaksanaan PPI, Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Praktik Mandiri
wajib menerapkan seluruh program PPI sedangkan untuk fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, penerapan PPI disesuaikan dengan pelayanan yang di
lakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.
D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien /
orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control
Guidelines CDC, Australia).
Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan
pada pasien yang dirawat inap di Puskesmas, sampai diagnosa tersebut
dapat dikesampingkan. (Gardner and HICPAC 1996).
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus
menerus dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data,
interpretasi data dan diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi
mereka yang membutuhkan.
E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang
Standart Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009
tentang Sistem Kesehatan Nasional
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 14 orang sesuai dengan struktur organisasinya. Tim
PPI terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari
masing-masing unit terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan
PPI.
Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.
KEWASPADAAN STANDAR
1. KEBERSIHAN TANGAN
a) UMUM
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai
berikut:
1. Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan
yang di pakai petugas untuk memproteksi diri dari bahaya
fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
2. APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat,
pelindung mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap
penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup
(Sepatu Boot).
3. Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran
mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret,
ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien
ke petugas dan sebaliknya.
4. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau
terpercik darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien
terkontaminasi dari petugas.
5. Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di
lakukan.
6. Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai
sarung tangan sambil menulis dan menyentuh permukaan
lingkungan.
6. Topi pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah
jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala
petugas terhadap alat-alat/daerah steril atau membran mukosa
pasien dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut
petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dari pasien.
Indikasi pemakaian topi pelindung:
- Tindakan operasi
- Pertolongan dan tindakan persalinan
- Tindakan insersi CVL
- Intubasi Trachea
- Penghisapan lendir massive
- Pembersihan peralatan Kesehatan
Gambar 14.Topi Pelindung
c) PELEPASAN APD
Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut:
- Lepaskan sepasang sarung tangan
- Lakukan kebersihan tangan
- Lepaskan apron
- Lepaskan perisai wajah (goggle)
- Lepaskan gaun bagian luar
- Lepaskan penutup kepala
- Lepaskan masker
- Lepaskan pelindung kaki
- Lakukan kebersihan tangan
4. Melepas Masker
- Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi-
JANGAN SENTUH.
- Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali/karet bagian atas.
- Buang ke tempat limbah infeksius.
c) Non-kritikal
Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan
dengan kulit utuh yang merupakan risiko terendah. Walaupun
demikian, pengelolaan yang buruk pada bahan dan peralatan non-
kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya dengan manfaat
yang terbatas (contohnya sarung tangan steril digunakan untuk
setiap kali memegang tempat sampah atau memindahkan sampah).
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan
penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang
terkontaminasi darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning,
disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
sebagai berikut:
1) Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau
enzyme lalu dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum
dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
2) Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus
didekontaminasi terlebih dulu sebelum digunakan untuk pasien
lainnya.
3) Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan
sesuai prinsip pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal
ini juga berlaku untuk alat yang dipakai berulang, jika akan
dibuang.
4) Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah
dibersihkan dengan menggunakan spons, di DTT dengan klorin
0,5% selama 10 menit.
5) Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi
menggunakan alkohol 70%. Peralatan semikritikal didisinfeksi
atau disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus didisinfeksi
dan disterilisasi.
6) Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat
didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di ruangan
isolasi.
c) Permukaan lingkungan
Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas
sampah, bebas serangga (semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan
binatang pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan harus
dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan
karpet di ruang perawatan dan menempatkan bunga segar,
tanaman pot, bunga plastik di ruang perawatan. Perbersihan
permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila
ada cairan tubuh menggunakan klorin 0,5%.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat dan
melaksanakan SPO untuk pembersihan, disinfeksi permukaan
lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur dan
pinggirannya yang sering tersentuh. Fasilitas pelayanan kesehatan
harus mempunyai disinfektan yang sesuai standar untuk
mengurangi kemungkinan penyebaran kontaminasi.
Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi
pada saluran napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang
sejenis, tapi gunakan cara basah (kain basah) dan mop (untuk
pembersihan kering/lantai),bila dimungkinkan mop terbuat dari
microfiber.
Mop untuk ruang isolasi harus digunakan tersendiri, tidak
digunakan lagi untuk ruang lainnya.
Gambar 22. Tata Letak Furniture Ruang Periksa Pasien dan Alur
Udara
Ventilasi mekanik:
Pada keadaan tertentu diperlukan sistem ventilasi mekanik,
bila sistem ventilasi alamiah atau campuran tidak adekuat,
misalnya pada gedung tertutup.
Sistem Ventilasi Sentral pada gedung tertutup adalah sistem
mekanik yang mensirkulasi udara didalam suatu gedung.
Dengan menambahkan udara segar untuk mendilusi udara yang
ada, sistem ini dapat mencegah penularan TB. Tetapi dilain
pihak, sistem seperti ini juga dapat menyebarkan partikel
yang mengandung M.Tb ke ruangan lain dimana tidak ada
pasien TB, karena sistem seperti ini meresirkulasi udara
keseluruh gedung. Persyaratan sistem ventilasi mekanik yang
dapat mengendalikan penularan TB adalah:
• Harus dapat mengalirkan udara bersih dan
menggantikan udara yang terkontaminasi di dalam
ruangan.
• Harus dapat menyaring (dengan pemasangan filter)
partikel yang infeksius dari udara yang di resirkulasi.
Bila perlu ditambahkan lampu UV untuk mendesinfeksi udara
yang di resirkulasi.
8) Pengelolaan alat medik reused dan disposable
Pengelolaan alat medik bersih dengan yang kotor harus
terpisah.Persiapan pemasangan infus dan suntikan dilakukan di
ruang bersih dan terpisah dari ruang prosedur kotor (pencucian
pispot pasien, alat terkontaminasi, dan lain-lain). Harus
tersedia ruangan sterilisasi alat medik. Semua alat steril harus
disimpan di lemari/wadah tertutup dan bebas debu dan
kuman. Alat disposable tidak boleh diproses/dicuci, tetapi
langsung dibuang di tempat sampah sesuai jenis limbahnya, baik
yang infeksius maupun atau non-infeksius.
9) Pengelolaan makanan
a. Pengelolaan makanan pasien harus dilakukan oleh tenaga
terlatih. Semua permukaan di dapur harus mudah
dibersihkan dan tidak mudah menimbulkan jamur.
b. Tempatpenyimpanan bahan makanan kering harus memenuhi
syarat penyimpanan bahan makanan, yaitu bahan makanan
tidak menempel ke lantai, dinding maupun ke atap.
c. Makanan hangat harus dirancang agar bisa segera dikonsumsi
pasien sebelum menjadi dingin. Makanan dirancang higienis
hingga siap dikonsumsi pasien.
5. PENGELOLAAN LIMBAH
a) Risiko Limbah
Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana
pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit
maupun sehat, dapat menjadi tempat sumber penularan penyakit
serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat
menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut maka
diperlukan pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan kesehatan.
b) Jenis Limbah
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu melakukan
minimalisasi limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara
mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse)
dan daur ulang limbah (recycle).
Tabel 2. Jenis wadah dan label limbah medis padatsesuai kategorinya
6. PENATALAKSANAAN LINEN
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi.
Linen terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau
cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam.
Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan
dengan hati-hati. Kehatian-hatian ini mencakup penggunaan
perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara
teratur sesuai pedoman kewaspadaan standar dengan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a) Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan
linen. Prosedur penanganan, pengangkutan dan distribusi linen
harus jelas,aman dan memenuhi kebutuhan pelayanan.
b) Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung
tangan rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
c) Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi
cairan tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya
oleh perawat atau petugas.
d) Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke
udara dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor
segera dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi
penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana
linen dipakai.
e) Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya
harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan
diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi
kebocoran.
f) Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan,
spoelhoek atau toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke
dalam kantong kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang
terpisah, untuk linen kotor atau terkontaminasi dimasukkan ke
dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak bocor dan lepas
ikatan selama transportasi.Kantong tidak perlu ganda.
g) Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry
TERPISAH dengan linen yang sudah bersih.
h) Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi
seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi
disinfektan.
i) Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen
dilakukan melalui 2 tahap yaitu menggunakan deterjen dan
selanjutnya dengan Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%. Apabila
dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah tertutup
agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas.
Langkah 1: Cuci
a. Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti tersebut di
atas.
b. Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang
berwenang yaitu atasan langsung dan Komite PPI atau K3.
Laporan tersebut sangat penting untuk menentukan
langkah berikutnya. Memulai PPP sebaiknya secepatnya
kurang dari 4 jam dan tidak lebih dari 72 jam, setelah 72 jam
tidak dianjurkan karena tidak efektif.
Langkah 2: Telaah pajanan
a. Pajanan
Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah:
Perlukaan kulit
Pajanan pada selaput mukosa
Pajanan melalui kulit yang luka
b. Bahan Pajanan
Bahan yang memberikan risiko penularan infeksi adalah:
Darah
Cairan bercampur darah yang kasat mata
Cairan yang potensial terinfeksi: semen, cairan vagina,
cairan serebrospinal, cairan sinovia, cairan pleura,
cairan peritoneal, cairan perickardial, cairanamnion
Virus yang terkonsentrasi
c. Status Infeksi
Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum
diketahui), dilakukan pemeriksaan :
Hbs Ag untuk Hepatitis B
Anti HCV untuk Hepatitis C
Anti HIV untuk HIV
Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan
adanya
Faktor risiko yang tinggi atas ketiga infeksi di atas
d. Kerentanan
Tentukan kerentanan orang yang terpajan dengan cara:
Pernahkan mendapat vaksinasi Hepatitis B.
Status serologi terhadap HBV (titer Anti HBs ) bila
pernah mendapatkan vaksin.
PemeriksaanAnti HCV (untuk hepatitis C)
Anti HIV (untuk infeksi HIV)
7.3 LANGKAH DASAR TATALAKSANA KLINIS PPP HIV PADA KASUS
KECELAKAAN KERJA
Tabel 4. Dosis obat ARV untuk PPP HIV bagi orang dewasa
dan remaja
8. PENEMPATAN PASIEN
a) Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.
b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi
penyakit pasien (kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan
tersendiri.
c) Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama
pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan
sistem cohorting. Jarak antara tempat tidur minimal 1 meter.
Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu
ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau
Tim PPI.
d) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda
kewaspadaan berdasarkan jenis transmisinya (kontak,droplet,
airborne).
e) Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau
lingkungannya seyogyanya dipisahkan tersendiri.
f) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui
udara (airborne) agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan
kesehatan untuk menghindari terjadinya transmisi penyakit
yang tidak perlu kepada yang lain.
g) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien
TB dalam satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat
dengan sesama pasien TB.
9. KEBERSIHAN PERNAPASAN/ETIKA BATUK DAN BERSIN
Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi
dengan jenis transmisiairborne dan droplet. Fasilitas pelayanan
kesehatan harus menyediakan sarana cuci tangan seperti wastafel
dengan air mengalir, tisu, sabun cair, tempat sampah infeksius
dan masker bedah.Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala
infeksi saluran napas, harus melaksanakan dan mematuhi langkah-
langkah sebagai berikut:
a) Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan
atau lengan atas.
b) Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian
mencuci tangan.
Edukasi/Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dan
fasilitas pelayanan kesehatan lain dapat dilakukan melalui audio
visual, leaflet, poster, banner, video melalui TV di ruang
tungguataulisan oleh petugas.
Metode sterilisasi :
Catatan
Prinsip pengemasan :
5. Penyimpanan:
7. Penggunaan :
D. PENGELOLAAN LINEN
E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Kebersihan Ambulans
PENGELOLAAN LIMBAH
1. Limbah RT atau limbah non medis
Penanganan Limbah/Limbah RT/Limbah non medis
Penanganan Limbah dan masing masing ruangan dilakukan
dengan cara :
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat
pada saat akan diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3
bagian segera dibawa ke tempat penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap
pada wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak
(kereta limbah) yang terbuka, agar dihindari kontaminasi
dengan lingkungan sekitar serta mengurangi risiko
kecelakaan terhadap petugas, pasien dan pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu
serta mencuci tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap
selesai bekerja.
2. Pengelolaan limbah padat medis
Di UPTD Puskesmas Kabuh, metoda yang digunakan
untuk mengolah sampah medis tergantung pada faktor-faktor
khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan,
peraturan yang berlaku, dan aspek lingkungan yang
berpengaruh terhadap masyarakat.
Teknik pengolahan sampah medis yang diterapkan adalah
(medical waste):
Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi
temperatur yang terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk
sampah padat medis sisa hasil kegiatan medis yang sifatnya
disposible atau sekali pakai.
Strerilisasi dengan uap panas (autoclaving)
Metode dekontaminasi dengan pemaparan ke dalam uap
panas besuhu dan bertekanan dalam ruang tertutup untuk
sejumlah waktu tertentu. Tekanan dan waktu yang
dibutuhkan untuk proses adalah 12 menit waktu kontak
pada kondisi uap jenuh besuhu 121 oC. Metoda ini dipakai
untuk alat – alat kedokteran yang akan dipakai lagi, terbuat
dari logam atau stainless.
Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh
aktivitas medis di Puskesmas memiliki sifat infeksius.
Berdasarkan PP No. 85/1999 menyatakan bahwa limbah
yang memiliki karakteristik besifat infeksius dikategorikan
sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Salah
satu upaya pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) adalah dengan pengolahan berupa proses
pemanasan. Salah satu teknologi pemanasan adalah
pembakaran (incineration) dalam kondisi terkontrol pada
insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara
optimal agar material yang dibakar dapat aman bagi
lingkungan. Untuk membuat proses insinerasi berlangsung
secara optimal, diperlukan suatu perencanaan design
insenerator (incinerator) yang baik sehingga hasil pembakaran
yang diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration)
adalah:
1. Suatu teknologi pengolahan yang digunakan untuk
menghilangkan / menghancurkan limbah dengan
pembakaran terkontrol pada temperatur yang tinggi.
2. Suatu teknologi pengolahan meliputi
penghilangan/penghancuran limbah dengan pembakaran
terkontrol, seperti contoh: pembakaran lumpur untuk
memindahkan air dan mengurangi residu yang dihasilkan,
ash yang tidak terbakar dapat dibuang dengan aman ke
tanah, air, atau di bawah tanah lokasi pengolahan. Material
direduksi massa dan volume dengan pembakaran.
3. Suatu penghilangan/penghancuran limbah padat, cair, atau
gas dengan pembakaran terkontrol pada temperatur tinggi.
Komponen B3 diubah menjadi ash, carbon dioxide, dan air.
Pembakaran digunakan untuk
menghilangkan/menghancurkan komponen organik,
mengurangi volume limbah, dan penguapan air dan zat cair
lainnya yang mungkin dapat mengandung sedikit komponen
B3, seperti logam berat yang tidak terbakar, yang terkandung
dari limbah asal.
Pembuangan Limbah
- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area
perawatan/isolasi harus dibuang dalam wadah atau kantong plastik
yang sesuai.
Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila
tidak tePuskesmasedia dapat menggunakan kantong plastik
warna lain yang tebal atau dilapis dua (kantong ganda), kemudian
diikat dengan tali warna kuning dan diberi tanda “infeksius”
Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah
tahan tusukan disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat
dengan tali dan tidak boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus
menggunakan APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem
pembuangan kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat serta
disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat
terlihat sudah ¾ penuh.
Pengelolaan Benda Tajam
Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga
meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah.
Penularan infeksi HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, sebagian besar
disebabkan karena kecelakaan yang bisa dicegah yaitu tertusuk jarum
suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya.
Upaya untuk mencegah perlukaan :
1. Penggunaan benda tajam termasuk jarum suntik direkomendasikan
sekali pakai, tidak direkomendasikan melakukan daur ulang atas
pertimbangan penghematan;
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang
digunakan sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi)
digunakan teknik tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau
alat perantara lain;
4. Tidak dibenarkan melakukan manipulasi jarum suntik
mematahkan, membengkokkan, atau ditutup kembali jika spuit
hanya akan dibuang;
5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk
pemeriksaan contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan
metode satu tangan (single handed recapping method);
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat
kedap air tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup
dan dibuang jika telah terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas
pengisian pada safety box dan jika telah tertutup tidak bisa dibuka
lagi.
Pecahan kaca
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial
menyebabkan perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke
aliran darah, sehingga perlu diperlakukan secara hati-hati dengan
cara pembuangan yang aman. Rekomendasi pengelolaan pecahan
kaca :
1. Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan;
2. Untuk meraup/mengumpulkan gunakan kertas koran atau kertas
tebal dan gulung pecahan kaca dalam kertas tadi;
3. Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam
kardus, berikan label “hati-hati pecahan kaca”
- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang
termasuk dalam karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu
penguapan pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang
pada tekanan uap dan temperatur tePuskesmasebut tidak
didefinisikan sebagai total solid.
b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari
temperatur air minum. Karena adanya penambahan air yang
lebih panas dari bekas pemakaian rumah tangga atau aktivitas
pabrik, serta adanya kandungan polutan dalam air. Temperatur
pada air buangan memberikan pengaruh pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga
dan industri. Air buangan yang segar umumnya berwarna abu
– abu dan sebagai akibat dari penguraian senyawa – senyawa
organik oleh bakteri, warna air buangan menjadi hitam. Hal ini
menunjukan bahwa air buangan telah menjadi atau dalam
keadaan septik.
d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas
– gas hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S)
dalam air buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh
mikororganisme secara anaerobik.
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri
atas 3 (tiga) golongan utama, yaitu :
a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan
yang tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan
senyawa - senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri
dari kombinasi karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen
(N), dan Phosphat (P) dalam berbagai bentuk. Senyawa –
senyawa organik ini, umumnya terdiri dari Protein, Karbohidrat,
minyak dan lemak yang kesemuanya dinyatakan dalam
parameter BOD dan COD. Kandungan detergen dalam air,
dimana umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS (Alkyl
Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan
dalam konsentrasi parameter MBAS (Methyline Blue Alkyl
Sulfonat ) atau CCE (Carbon Chloroform Extract).
b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan
meningkat, baik karena formasi geologis yang sebelumnya,
selama aliran maupun karena penambahan buangan baru ke
dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur organik juga akan
bertambah dengan proses penguapan alami pada permukaan
air. Adapun komponen – komponen anorganaik yang terpenting
dan berpenagruh terhadap air buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.
c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang
belum diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga
gas yang disebut pertama sebagi akibat kontak langsung dengan
udara dan ketiga terakhir berasal dari dekomposisi zat –zat
organik oleh bakteri dalam air buangan.
C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa,
sedangkan kelompok tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi
paku – pakuan dan lumut. Bakteri berperan sangat penting dalam
air buangan, terutama dalam proses biologis. Kelompok bakteri
secara dikelompokan menjadi jenis bakteri yang patogen
(menyebabkan penyakit) dan non patogen. Kelompok bakteri
patogen dianalisa dengan parameter kandungan E. Coli , MPN (Most
Problably Number) / 100 Ml. E. Coli merupakan bakteri yang
terkandung dalam tinja, semakin tinggi kandungan bakteri E.Coli
dalam air buangan maka semakin tinggi pula kandungan bakteri
patogen yang lain (seperti Typhus, Disentri dan Cholera).
G. PENEMPATAN PASIEN
Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksi,
direkomendasikan penempatan pasien secara kohorting (penempatan
pasien berkelompok besama pasien lain dengan infeksi sejenis),
penempatan dalam ruang tunggal atau penempatan dalam ruang
isolasi.
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk
penempatan dan perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne,
yang terpisah dan pasien non infeksi dan khususnya terpisah dan
pasien dengan kondisi immunocompromise. Penataan ventilasi dapat
dilakukan secara alamiah atau campuran (dibantu sistem fan dan
exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien infeksi airborne
dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara minimal 12
ACH.
Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus
dibatasi seminimal mungkin. Bila dalam keadaan tententu pasien
terpaksa harus dibawa ke unit lain, maka petugas harus
memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
PANDUAN PPI TB
Pencegahan dan Pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan
yang terintegrasi dengan pengendalian infeksi PUSKESMAS secara umum
dan secara khusus ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan risiko
penyebaran infeksi TB (secara khusus MDR-TB) di PUSKESMAS (sebagai
bagian kewaspadaan isolasi airborne) melalui tatalaksana administratif,
pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung diri (APD).
Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah
(kohorting), edukasi etika batuk dan higiene respirasi, penyediaan paket
kesehatan kerja (surveilans TB pada petugas, pemeriksaan calon karyawan,
pemeriksaan rutin, imunisasi, tatalaksana pasca pajanan). Kegiatan
pengendalian lingkungan meliputi pengkondisian udara melalui pengaturan
ventilasi (alamiah atau mekanik atau campuran) di fasilitas rawat jalan,
rawat inap, ruang isolasi airborne disease, ruang penunjang (laboratorium,),
area tunggu maupun jalur transportasi pasien. Kegiatan pengendalian dan
perlindungan penggunaan alat pelindung diri (APD) secara rasional dan
efisien (masker bedah untuk pasien, respirator N95 untuk petugas).
Pengendalian Administratif
1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di PUSKESMAS oleh
petugas yang terlatih (UGD, akses rawat jalan);
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan
edukasi etika batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu
pasien batuk;
3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan
diagnosis cepat:
a. Akses pelayanan dengan poliklinik khusus
b. Akses pelayanan laboratorium khusus
c. Alur rujukan khusus
4. Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan
PUSKESMAS melalui mekanisme:
a. Penataan alur menggunakan jarak terpendek
b. Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area publik
c. Pasien telah menggunakan masker
5. Waktu kontak di PUSKESMAS dipesingkat melalui penataan sistem
akses pelayanan khusus yang dipisahkan dari pasien umum.
Pengendalian Lingkungan
1. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang
laboratorium dan lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip
pengendalian transmisi udara;
2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,
3. Monitoring kondisi udara dan sistem ventilasi dilakukan secara periodik
berkesinambungan oleh Penanggung Jawab ruangan besama dengan
Unit Sanitasi.
4. Pembersihan ruangan perawatan menggunakan metode sesuai standar
ruang infeksi airborne.
Perlindungan Petugas dan Paket Kesehatan Kerja
1. Alat pelindung diri masker untuk pasien dan untuk petugas;
2. Penyediaan APD di ruangan perawatan infeksi airborne sesuai standar
PPI Puskesmas dikoordinasikan oleh Penanggung Jawab Ruang &
Logistik : sarung tangan bersih, masker, gaun/apron.
3. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans
TB pada petugas, pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian
terapi profilaksis maupun terapeutik (pada kasus pasca pajanan) dan
pengaturan shift bertugas serta rotasi tempat tugas dilakukan besama
Sub Bagian Sumber Daya Manusia dan Unit K3.
Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca
pajanan dan tim klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne
disampaikan secara khusus terpisah dan Panduan ini. (lihat Panduan
K3).
BAB IV
TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN
INFEKSI PUSKESMAS/INFEKSI NOSOKOMIAL
6. Perawatan Meatus
Direkomendasikan membesihkan dan perawatan meatus (selama
kateter dipasang) dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak
mencegah kejadian infeksi saluran kemih (kategori II).
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila
sudah tidak ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus
menggantinya menurut waktu tertentu/secara rutin (kategori II)
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk
media edukasi disediakan untuk pengunjung PUSKESMAS, ditempatkan di
tempat / area publik PUSKESMAS, dengan prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Etika batuk dan higiene respirasi;
- Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk;
- Kebersihan lingkungan
- Ketertiban membuang sampah
- Penggunaan APD sesuai potensi risiko penularan
Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di
area tunggu puskesmas melalui program penyuluhan kesehatan
masyarakat puskesmas yang dikoordinasikan Tim PPI puskesmas.