Soal Ujian Komprehensif Pelatihan Surveilans Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Bagi Petugas Surveilans Di Puskesmas

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 51

Soal Ujian

Komprehensif
Pelatihan Surveilans
Penyakit Yang Dapat
Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I) Bagi
Petugas Surveilans di
Puskesmas
Poin total 76/100

Balai Pelatihan Kesehatan Provinsi Riau - Tahun


2023

0 dari 0 poin

Asal Instansi *
Contoh : Puskesmas Pekanbaru Kota

Dinas Kesehatan Inhil


:
Nama dan Gelar *
Contoh : Noviyanti J, S.Kep, MKL

Nanda Hotman, A.Md. Keb

Soal Ujian Komprehensif Pelatihan


Surveilans Penyakit yang dapat 76
dari
dicegah dengan Imunisasi (PD3I)
100
bagi Petugas Surveilans di poin
Puskesmas

Balai Pelatihan Kesehatan Provinsi Riau - Tahun


2023
:
Pelaporan kasus pertusis dilakukan *2/2
secara berjenjang oleh semua unit
pelapor baik pemerintah maupun
swasta. Surveilans pertusis menerapkan
sistem case-based surveillance dimana
data individu dari setiap kasus pertusis
dikumpulkan, diklasi kasikan, dianalisa
dan dilaporkan. Pada tingkat
Puskesmas, setiap kasus suspek
pertusis dicatat dalam suatu formulir,
kemudian setiap hari Senin dilaporkan
ke dinas kesehatan kabupaten/kota
melalui mekanisme pelaporan yang
ditentukan melalui WA, email, dan
sebagainya. Apa jenis Formulir yang
dimaksud ?

a. PERT-02

b. PERT-01

c. SKDR

d. W2

e. PERT-03
:
Gejala klinis campak sering menyerupai *0/2
penyakit infeksi virus lainnya sehingga
untuk menegakkan diagnosa pasti dari
kasus tersangka campak perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Spesimen
yang harus diambil pada suspek campak
adalah:

a. Spesimen Urine/usap tenggorok pada


setiap suspek campak

b. Spesimen Darah dan Urine/usap


tenggorok setiap suspek campak

c. Spesimen Urine/usap tenggorok pada


kasus suspek campak dengan gejala
tambahan ba-pil atau conjunctivitis

d. Spesimen Darah dan urine/ usap


tenggorok pada kasus suspek campak
dengan gejala tambahan ba-pil atau
conjunctivitis

e. Spesimen Darah pada setiap suspek


campak
:
Untuk mendapatkan spesimen yang *2/2
adekuat maka pengambilan spesimen
harus dilakukan dengan cara yang tepat
dan menggunakan peralatan yang tepat.
Spesimen adekuat untuk serologi
adalah:

a. serum yang dikumpulkan dalam


rentang waktu <7 hari setelah onset
ruam dengan volume ≥ 0,05 mL dan
diterima di laboratorium dalam kondisi
dingin dengan rentang waktu 5 hari sejak
pengambilan.

b. serum yang dikumpulkan dalam


rentang waktu 28 hari setelah onset ruam
dengan volume ≥ 0,5 mL dan diterima di
laboratorium dalam kondisi dingin dengan
rentang waktu 5 hari sejak pengambilan.

c. serum yang dikumpulkan dalam rentang


waktu 2x 24 jam setelah onset ruam
dengan volume ≥ 0,05 mL dan diterima di
laboratorium dalam kondisi dingin dengan
rentang waktu 28 hari sejak pengambilan.

d. serum yang dikumpulkan dalam


rentang waktu 28 hari setelah onset ruam
dengan volume ≥ 0,05 mL dan diterima di
laboratorium dalam kondisi dingin dengan
rentang waktu 2 hari sejak pengambilan.

e. serum yang dikumpulkan dalam rentang


waktu 2x 24 jam setelah onset ruam
dengan volume ≥ 0,5 mL dan diterima di
laboratorium dalam kondisi dingin dengan
rentang waktu 5 hari sejak pengambilan.
:
Berdasarkan lokasinya, surveilans TN *2/2
terbagi menjadi surveilans aktif di
masyarakat/puskesmas dan surveilans
aktif di rumah sakit. Penemuan kasus
secara aktif melalui Surveilans Aktif di
Masyarakat (Fasilitas kesehatan tingkat
pertama/FKTP seperti Puskesmas,
Klinik Swasta dan FKTP Lainnya (BPM).
Untuk penemuan kasus TN di
masyarakat tersebut apa form yang
digunakan ?

a. Review form W2

b. Review form W1

c. Review form SKDR

d. Review register MTBM

e. Review form SARS-PD3I


:
Imunisasi rutin harus dilaksanakan *2/2
sesuai jadwal untuk memastikan agar
setiap anak mendapatkan imunisasi
lengkap. Jumlah dosis yang harus di
berikan pada Imunisasi Campak- rubela
adalah:

a. 2 dosis dengan Interval minimal antara


dosis 1 dan 2 adalah 6 bulan

b. 2 dosis dengan Interval minimal antara


dosis 1 dan 2 adalah 9 bulan

c. 2 dosis dengan Interval minimal antara


dosis 1 dan 2 adalah 3 bulan

d. 2 dosis dengan Interval minimal antara


dosis 1 dan 2 adalah 1 bulan

e. 2 dosis dengan Interval minimal antara


dosis 1 dan 2 adalah 2 bulan
:
Dalam kegiatan surveilans difteri *2/2
pemeriksaan laboratorium diperlukan
untuk menentukan klasi kasi kasus.
Spesimen kontak erat dapat diperiksa
jika diperlukan sesuai kajian
epidemiologi. Jejaring Laboratorium
Difteri terdiri dari Laboratorium Daerah
dan Laboratorium Rujukan Nasional.
Laboratorium rujukan nasional akan
menjadi rujukan dari Laboratorium
daerah dengan pembagian wilayah yang
sudah ditetapkan. Laboratorium rujukan
nasional selain melakukan pemeriksaan
kultur Corynebacterium diphtheria dari
kasus, juga melakukan uji yaitu

a. Antigenitas

b. Toksigenitas

c. Nutrigenomic

d. Toksikologi

e. Antitetanus
:
Pada tehnik komunikasi disebutkan oleh *2/2
Peter Sandman, ahli Komunikasi Resiko
dari Amerika, yang menyatakan ada
empat jenis komunikasi yang
didasarkan pada situasi kekuatiran
masyarakat dan tingkat bahaya yang
sesungguhnya. Formulanya dikenal
dengan ”Risk = Hazard + Outrage”.
Pertimbangan dalam mengambil bentuk
komunikasi yang paling sesuai.perlu
pemahaman terhadap situasi yang
terjadi ,termasuk media yang digunakan.
Pada situasi dimana bahaya tinggi,
namun masyarakat tidak terlalu peduli,
media apa yang paling sesuai untuk
komunikasi ?

a. Dialog interaktif, didukung dengan


media massa khusus (website, newsletter,
dan sebagainya).

b. Media masa secara monolog

c. Media social dan jejaring social

d. Semua media tidak ada ’audiens’ atau


’publik’, karena setiap orang terlibat
langsung.

e. Komunikasi langsung. Beri kesempatan


audiens untuk lebih banyak berbicara.
:
Pengolahan dan Analisis data kasus TN *2/2
dilakukan untuk memantau upaya
mempertahankan status eliminasi dan
untuk memberikan rekomendasi upaya
kesehatan masyarakat. Dalam
pengolahan data kasus TN yang harus
diperhatikan adalah

a. Berdasarkan laporan rutin mingguan,


jumlah kasus dan incidence rate per bulan,
tahun dan berdasarkan wilayah

b. Berdasarkan laporan rutin tahunan


WHO

c. Berdasarkan laporan periodic lima


tahunan puskesmas

d. Berdasarkan laporan pro l kesehatan


puskesmas

e. Berdasarkan laporan pro l kesehatan


dinas kesehatan kabupaten
:
Penyakit campak disebabkan oleh virus *2/2
campak golongan paramyxovirus.
Sebagian besar kasus campak
menyerang anak-anak usia pra sekolah
dan sekolah. Bagaimana cara penularan
virus campak ini?

a. Melalui percikan air liur saat batuk atau


bersin

b. Airborne

c. Langsung

d. Tidak langsung

e. Melalui makanan dan minuman


:
Sebanyak 0,5% dari kasus polio terdapat *2/2
kelemahan otot yang mengakibatkan
kelumpuhan. Virus Polio Liar (VPL)
adalah Virus polio liar yang hidup di
alam dan menyebabkan polio. Ada 3
(tiga) tipe virus polio liar yang selama ini
dikenal, yaitu virus polio liar tipe 1.tipe 2
dan tipe 3. Apa tipe Virus polio liar yang
tidak di temukan lagi saat ini ?

a. Tipe 5

b. Tipe 2

c. Tipe 3

d. Tipe 4

e. Tipe 1
:
Pengumpulan data dilakukan untuk *2/2
memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan
penelitian. Data yang dikumpulkan dari
setiap variable ditentukan oleh de nisi
operasional variabel yang bersangkutan.
Data yang diambil dari satu sumber dan
sudah dikompilasi disebut sebagai:

a. Data Tersier

b. Data Individu

c. Data Primer

d. Data Agregat

e. Data Sekunder
:
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB *2/2
adalah kewaspadaan terhadap penyakit
berpotensi KLB beserta faktor-faktor
yang mempengaruhinya dengan
menerapkan teknologi surveilans
epidemiologi dan dimanfaatkan untuk
meningkatkan sikap tanggap
kesiapsiagaan, upaya-upaya dan
tindakan penanggulangan KLB yang
cepat dan tepat. Apa tujuan
melaksanakan SKD-KLB?

a. Teridenti kasinya adanya ancaman KLB


dan terselenggaranya peringatan
kewaspadaan dini KLB

b. Terselenggaranya investigasi KLB dan


deteksi dini KLB berdasarkan laporan
surveilans

c. Terselenggaranya supervisi kejadian


KLB dan deteksi dini KLB

d. Terdeteksi secara dini adanya kondiri


rentan KLB dan intervensi KLB

e. Teridenti kasinya faktor risiko


kemungkinan terjadinya KLB di suatu
wilayah tertentu
:
Untuk mendiagnosis kasus CRS perlu *0/2
diketahui kumpulan manifestasi klinis
yang dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu kelompok A (gangguan
pendengaran, kelainan jantung bawaan*,
katarak atau glaucoma kongenital**,
pigmentary retinopathy) dan kelompok B
(purpura, splenomegaly, mikrosefali,
retardasimental, mengoensefalitis,
kelainan radiolucent bone, ikterik yg
muncul 24 jam setelah lahir). Apa De nisi
operasional untuk Bayi berusia <12
bulan dan memiliki minimal satu
manifestasi klinis dari kelompok A saja?

a. CRS Klinis

b. Suspek CRS

c. CRI (Congenital Rubella Infection/


Infeksi rubela kongenital)

d. CRS Asli

e. Bukan CRS
:
Dalam system pencatatan dan *2/2
pelaporan surveilans difteri, setiap
suspek difteri dilaporkan sebagai KLB
dalam waktu 1 x 24 jam, dan dicatat
pada format daftar kasus individu untuk
dilaporkan ke dinas kesehatan provinsi.
Apa nama format yang digunakan untuk
mencatat kasus individu tersebut?

a. Form W1

b. Form DIF-3

c. Form DIF-1

d. Form DIF-2

e. Form W2
:
Dalam program imunisasi pemerintah *0/2
telah menetapkan kebijakan untuk
meningkatkan cakupan imunisasi
dengan kualitas yang tinggi dan merata
melalui beberapa strategi. Meningkatkan
cakupan imunisasi program yang tinggi
dan merata menggunakan strategi
antara lain :

a. Melakukan koordinasi lintas program


untuk memberikan pelayanan imunisasi
dengan pelayanan lainnya

b. Menyiapkan sumber daya yang


dibutuhkan termasuk tenaga yang
terampil, logistik (vaksin, alat suntik,
safety box, dan cold chain) terstandar,
biaya dan sarana pelayanan

c. Penguatan operasional pelayanan


imunisasi di puskesmas, posyandu
maupun fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya

d. Pemerintah daerah kabupaten/kota


bertan, puskesmas keliling, dan
ggungjawab terhadap pendistribusian ke
seluruh puskesmas dan fasilitas
pelayanan kesehatan lain di wilayahnya

e. Melakukan PWS dengan memetakan


wilayah berdasarkan cakupan dan analisa
masalah untuk menyusun kegiatan dalam
rangka penentuan lokasi program
imunisasi.
:
Penyakit difteri ditandai dengan gejala *2/2
awal badan lemas, sakit tenggorok, pilek
seperti infeksi saluran napas bagian
atas pada umumnya. Gejala ini dapat
berlanjut adanya bercak darah pada
cairan hidung, suara serak, batuk dan
atau sakit menelan. Pada anak bisa
terjadi air liur menetes atau keluarnya
lendir dari mulut. Pada kasus berat, akan
terjadi napas berbunyi (stridor) dan
sesak napas, dengan demam atau tanpa
demam. Kulit juga bisa terinfeksi dengan
kuman difteri, secara klinis luka ditutupi
selaput ke abu-abuan. Yang dimaksud
dengan kasus kompatibel klinis adalah?

a. Kasus suspek difteri dengan hasil kultur


positif strain toksigenik.

b. Kasus suspek difteri dengan hasil


laboratorium negative, atau tidak diambil
specimen, atau tidak dilakukan tes
toksigenisitas, dan tidak mempunyai
hubungan epidemiologi dengan kasus kon
rmasi laboratorium

c. Kasus suspek difteri dengan hasil kultur


negatif strain toksigenik.

d. Kasus suspek difteri yang setelah dikon


rmasi oleh ahli tidak memenuhi kriteria
suspek difteri

e. Kasus suspek difteri yang mempunyai


hubungan epidemiologi dengan kasus kon
rmasi laboratorium
:
Dalam pelaksanaan surveilans Difteri , *2/2
kasus Difteri dapat diklasi kasikan
berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Bila ditemukan bila ada
kasus suspek difteri dengan hasil kultur
positif strain toksigenik termasuk klasi
kasi apakah kasus tersebut ?

a. K.asus kon rmasi laboratorium

b. Kasus kon rmasi hubungan


epidemiologi

c. Kasus Difteri Positip

d. K.asus Kasus kompatibel klinis

e. Kasus Discarded
:
Salah satu peran dan fungsi petugas *0/2
surveilans di Kabupaten-Kota dan
petugas surveilans di Provinsi adalah
melakukan monitoring dan evaluasi
kegiatan surveilans PD3I. Kegiatan
monitoring sendiri diperlukan untuk :

a. Memantau agar kegiatan program yang


di laksanakan dapat tercapai sesuai target
yang di tetapkan

b. Memastikan kesalahan awal dapat


segera diketahui dan segera ada tindakan
perbaikan

c. Memantau agar penyerapan anggaran


sesuai dengan rencana yang telah disusun
sebelumnya

d. Memastikan petugas surveilans PD3I di


level yang ada di wilayahnya telah
melaksanakan kegiatan.

e. Memantau agar semua berjalan sesuai


sasaran program yang telah di tetapkan
:
Pemberian imunisasi Campak-Rubela, *2/2
IPV 2** masuk dalam golongan :

a. Imunisasi Tambahan

b. Imunisasi Pilihan

c. Imunisasi Lanjutan

d. Imunisasi Khusus

e. Imunisasi Dasar

Untuk mengukur kinerja *0/2


penyelenggaraan imunisasi program,
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
kabupaten/Kota wajib melaksanakan
pemantauan dan evaluasi antara lain :

a. Memantau secara internal pelayanan


imunisas melalui interview

b. Pemantauan analisis cakupan melalui


imunisasi keliling

c. Menilai secara ekternal pelayanan


imunisasi melalui monitoring dan evaluais

d. Memantau kualitas pengelolaan


program melalui surveilans KIPI

e. Memantau hasil pelaksanaan imunisasi


melalui recording dan reporting (RR)
:
Surveilans Tetanus neonatorum (TN) *0/2
adalah kegiatan pengumpulan,
pengolahan, dan analisis data penyakit
tetanus yang terjadi pada neonatus (usia
< 28 hari) yang disebabkan oleh
Clostridium tetani sehingga dihasilkan
informasi guna tindak lanjut investigasi.
Bagaimana penentuan kriteria kasus kon
rmasi TN ?

a. Berdasarkan pemeriksaan tenaga


kesehatan terlatih

b. Berdasarkan gejala klinis dan diagnosis


dokter atau tenaga kesehatan terlatih

c. Berdasarkan gejala klinis dan hasil


pemeriksaan laboratorium

d. Berdasarkan hasil pemeriksaan


laboratorium

e. Berdasarkan diagnosis dokter atau


tenaga kesehatan terlatih
:
Dalam suatu kondisi KLB selain *2/2
peningkatan cakupan imunisasi pertusis
perlu diberikan antibiotik propilaksis
pasca paparan (postexposure
antimicrobial propilaksis /PEP). Siapa
saja target sasaran pemberian antibiotik
propilaksis tersebut diatas ?

a. Kontak serumah dari pertussis dalam


waktu 21 hari sejak terpapar dengan
kasus pertusis,

b. Kontak serumah dari pertussis dan


orang yang beresiko tinggi dalam waktu 7
hari sejak terpapar dengan kasus pertusis,

c. Orang yang beresiko tinggi dalam waktu


7 hari sejak terpapar dengan kasus
pertusis,

d. Kontak serumah dari pertussis dan


orang yang beresiko tinggi dalam waktu
21 hari sejak terpapar dengan kasus
pertusis,

e. Semua orang yang di temui yang kontak


dengan pertusis selama 7 hari terakhir
kontak
:
Dalam pelaksanaan monitoring dan *2/2
evaluasi program surveilans PD3I
dilakukan secara berjenjang. Untuk
monev di tingkat provinsi sasaran
monev adalah Kabupaten /Kota ,
sedangkan untuk tingkat Kabupaten
/Kota sasaran adalah Puskesmas. Apa
saja kegiatan yang dilakukan saat
monev Surveilans PD3I?

a. Melakukan Asistensi Teknis, On The


Job Training pada pelaksana Surveilans
PD3I

b. Mengobservasi kinerja program


Surveilans PD3I dan memberikan
feedback langsung

c. Melakukan validasi data secara rutin ,


mengirimkan umpan balik dan kajian data
surveilans PD3I, Asistensi Teknis dan
monev kinerja program.

d. Memeriksa Pencatatan dan pelaporan


serta memastikan system laporan
berjalan optimal

e. Melengkapi sarana dan prasana


,panduan teknis,format pencatatan
surveilans PD3I yang belum tersedia.
:
Surveilans merupakan salah satu *2/2
pembuktian keberhasilan program
eliminasi campak dan rubela.
Pelaksanaan surveilans yang intensif
berguna dalam memahami pola transimi
atau penyebaran kasus dan memastikan
pelaksanaan imunisasi campak-rubela
secara tepat untuk memutus transmisi.
Analisis data kasus Campak-Rubela
diperlukan untuk:

a. Mempelajari hasil pengobatan kasus


campak

b. Dapat menjawab kelompok masyarakat


yang rentan terkena campak

c. Memastikan faktor risiko penyebab


terjadinya KLB.

d. Mempelajari gambaran epidemiologi


dari kasus campak

e. Menghitung secara pasti kebutuhan


logistic untuk penanggulangan KLB.
:
Tetanus merupakan penyakit infeksi oleh *2/2
bakteri Clostridium tetani. Clostridium
tetani merupakan bakteri gram positif
anaerobik berbentuk batang lurus,
berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar
0,4-0,5 mikron. Clostridium tetani dapat
mengeluarkan eksotoksin yaitu
tetanospamin dan tetanolisin. Apa saja
gejala awal dari tetanus neonatorum ?

a. Kesulitan minum karena terjadinya


belitan pada lidah.

b. Kesulitan minum karena terjadinya


sumbatan pada hidung

c. Mudah minum karena terjadinya


trismus atau lock jaw (spasme otot
pengunyah)

d. Kesulitan minum karena terjadinya


trismus atau lock jaw (spasme otot
pengunyah).

e. Mulut mencucu seperti kucing,


sehingga bayi tidak dapat minum dengan
baik
:
Faktor risiko TN sering teridenti kasi *2/2
secara bersamaan (multifaktorial) pada
satu individu sehingga meningkatkan
risiko kejadian TN secara kumulatif.
Salah satu faktor risiko kejadian TN
adalah Faktor yang berkaitan dengan
persalinan yang tidak aman. Yang
termasuk faktor yang berkaitan dengan
persalinan yang tidak aman adalah?

a. Persalinan yang dilakukan di luar


fasilitas kesehatan oleh keluarga

b. Praktik persalinan dan perawatan tali


pusat yang steril

c. Praktik persalinan dan perawatan tali


pusat yang tidak bersih atau tidak steril

d. Praktik persalinan dan perawatan tali


pusat yang bersih

e. Persalinan dilakukan oleh tenaga


kesehatan yang kompeten
:
Untuk meningkatkan sensiti tas *2/2
penemuan kasus polio, maka
pengamatan dilakukan pada kasus
Acute Flaccid Paralysis (AFP) dan
pengamatannya disebut sebagai
Surveilans AFP (SAFP). Surveilans AFP
adalah pengamatan yang dilakukan
terhadap:

a. Semua kelumpuhan tanpa status


imunisasi polio yang jelas

b. Semua kelumpuhan yang di temukan di


masyarakat

c. Semua kasus lumpuh layuh akut pada


anak usia &lt; 15 tahun.

d. Semua kasus kelumpuhan yang di


rawat di rumah sakit

e. Semua kelumpuhan yang terjadi secara


akut pada semua umur
:
Setiap suspek Difteri harus dilakukan *2/2
kon rmasi laboratorium. Pengambilan
sampel Difteri dilakukan oleh petugas
kesehatan terlatih. Untuk tatacara
Pengambilan dan pengiriman spesimen.
Sebutkan jenis-jenis pemeriksaan
spesimen difteri yang paling tepat.

a. Usap Tenggorok (Throat swab), Usap


Hidung (Nasal swab), Usap Luka (Wound
swab), Usap Mata (Eyes swab)

b. Usap Tenggorok (Throat swab), Usap


Hidung (Nasal swab), Usap rambut (hair
swab), Usap Mata (Eyes swab)

c. Usap pipi (chick swab), Usap Hidung


(Nasal swab), Usap Luka (Wound swab),
Usap Mata (Eyes swab)

d. Usap Tenggorok (Throat swab), Usap


Hidung (Nasal swab), Usap Luka (Wound
swab), Usap telinga (Ear swab)

e. Usap Tenggorok (Throat swab), Usap


kaki (legs swab), Usap Luka (Wound
swab), Usap Mata (Eyes swab)
:
Penyakit difteri ditandai dengan gejala *2/2
awal badan lemas, sakit tenggorok, pilek
seperti infeksi saluran napas bagian
atas pada umumnya. Gejala ini dapat
berlanjut adanya bercak darah pada
cairan hidung, suara serak, batuk dan
atau sakit menelan. Pada anak bisa
terjadi air liur menetes atau keluarnya
lendir dari mulut. Pada kasus berat, akan
terjadi napas berbunyi (stridor) dan
sesak napas, dengan demam atau tanpa
demam. Kulit juga bisa terinfeksi dengan
kuman difteri, secara klinis luka ditutupi
selaput ke abu-abuan. Tatalaksana
Kasus suspek Difteri di mulai dengan :

a. Diagnosa kasus dan pemeriksaan


Laboratorium

b. pemberian Anti Difteri Serum (ADS) dan


antibiotik setelah menunggu hasil
laboratorium (kultur baik swab/apus
tenggorok).

c. pemberian Anti Difteri Serum (ADS) dan


antibiotik tanpa menunggu hasil
laboratorium (kultur baik swab/apus
tenggorok).

d. Diagnosa kasus dan pemberian


antibiotik

e. Pemberian Anti Difteri Serum (ADS) dan


antibiotik
:
Surveilans Campak dan Rubela *2/2
dilaksanakan disetiap tingkatan
pelayanan kesehatan sesuai dengan
peran dan kewenangan masing-masing.
Untuk itu diperlukan pemahaman
tentang penemuan suspek kasus
campak dengan benar. Berikut adalah
pernyataan yang benar ttg penemuan
suspek Campak-Rubela adalah:

a. Kasus dengan gejala demam dan ruam


maculopapular wajib dilakukan
penyelidikan epidemiologi dalam waktu 1
x 24 jam.

b. Kasus demam dengan bercak2 merah


wajib dilakukan penyelidikan epidemiologi
dalam waktu 1 x 24 jam.

c. Kasus dengan gejala demam dan ruam


maculopapular dan dengan bukti hasil
laboratoriumnya

d. Kasus dengan gejala demam dan ruam


maculopapular harus dilaporkan dan
dilakukan investigasi dalam waktu 2 x 24
jam setelah laporan diterima serta
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
dicatat secara individual.

e. Kasus dengan gejala demam dan ruam


maculopapular wajib dilakukan
penyelidikan epidemiologi secepatnya.
:
Faktor risiko TN sering teridenti kasi *2/2
secara bersamaan (multifaktorial) pada
satu individu sehingga meningkatkan
risiko kejadian TN secara kumulatif. Apa
saja faktor risiko kejadian Tetanus
Neonatorum N ?

a. Faktor kebiasaan hidup , geogra , suku


dan budaya, penolong persalinan.

b. Faktor keluarga,social ekonomi


,pelayanan kesehatan, penolong
persalinan

c. Faktor pengetahuan ibu, adat istiadat ,


pelayanan kesehatan dan kebiasaan
hidup.

d. Faktor persalinan yang tidak aman, Ibu


tidak memiliki status imunisasi minimum
T2; sosial ekonomi dan budaya serta
factor lain yang terkait

e. Faktor status imunisasi , pengetahuan


ibu, keluarga serta geogra
:
Salah satu tujuan surveilans AFP adalah *0/2
mempertahankan Indonesia bebas
polio.Untuk menyatakan bahwa
Indonesia bebas polio, harus dapat
dibuktikan bahwa:

a. Semua anak dibawah 5 tahun sudah di


Imunisasi polio lengkap

b. Semua kasus kelumpuhan di catat dan


di laporkan secara berkala

c. Tidak ada lagi penyebaran virus-polio


liar maupun cVDPV di Indonesia.

d. Tidak ada pemeriksaan specimen yang


terkon rmasi positip yang di temukan

e. Semua unit pelayanan melakukan


survelans AFP secara aktif
:
Komunikasi risiko pada dasarnya *2/2
merupakan bagian dari rangkaian proses
meminimalkan risiko, yang terdiri dari
tiga komponen, yaitu persepsi risiko,
manajemen risiko dan komunikasi risiko.
Apa Tujuan dari komunikasi risiko ?

a. Menberikan penyuluhan secara luas


tentang kejadian KLB/Wabah pada
masyarakat.

b. Menyampaikan informasi melalui media


massa tentang kejadian KLB dan atau
Wabah

c. Agar masyarakat mengetahui adanya


kejadian KLB dan atau wabah

d. Memberikan penyuluhan tentang risiko


kejadian penyakit pada tokoh masyarakat
dan tokoh Agama untuk meneruskan ke
masyarakat

e. Meningkatkan peran serta masyarakat


dalam kesiapsiagaan penanggulangan
KLB dan atau wabah.
:
Dalam melakukan monitoring dan *0/2
evaluasi surveilans PD3I dilakukan dari
aspek Input program , aspek Proses dan
aspek Output. Apa saja yang termasuk
dalam monev terhadap aspek output
program ?

a. Rencana kerja tahunan (POA) dan


rencana operasional detail yang dibuat
dlm gant chart serta realisasi capaian
penyerapan program.

b. Kualitas System Surveilans


,Kelengkapan dan ketepatan laporan SKDR

c. Laporan Cakupan Imunisasi dan data


penyakit ada di system pencatatan dan
pelaporan yang ada

d. Pencapaian indikator keberhasilan


surveilans PD3I, Persentase pencatatan
dan pelaporan, Rencana Kerja (POA) dan
Feedback.

e. Tidak ada kejadian Penyakit PD3I yang


dilaporkan secara rutin
:
Untuk mendapatkan spesimen yang *2/2
adekuat maka pengambilan spesimen
harus dilakukan dengan cara yang tepat
dan menggunakan peralatan yang tepat.
Spesimen adekuat untuk virologi adalah:

a. urin atau usap tenggorok (dalam VTM)


yang diambil dalam rentang waktu 7 hari
setelah onset ruam dan diterima di
laboratorium dalam kondisi dingin dengan
rentang waktu 28 hari sejak pengambilan.

b. urin yang diambil dalam rentang waktu


0-2 hari setelah onset ruam dan diterima
di laboratorium dalam kondisi dingin
dengan rentang waktu 2 hari sejak
pengambilan.

c. urin atau usap tenggorok (dalam VTM)


yang diambil dalam rentang waktu 28 hari
setelah onset ruam dan diterima di
laboratorium dalam kondisi dingin dengan
rentang waktu 7 hari sejak pengambilan.

d. usap tenggorok (dalam VTM) yang


diambil dalam rentang waktu 0-2 hari
setelah onset ruam dan diterima di
laboratorium dalam kondisi dingin dengan
rentang waktu 2 hari sejak pengambilan.

e. urin atau usap tenggorok (dalam VTM)


yang diambil dalam rentang waktu 0-5 hari
setelah onset ruam dan diterima di
laboratorium dalam kondisi dingin dengan
rentang waktu 5 hari sejak pengambilan.
:
Perencanaan kebutuhan peralatan cold *0/2
chain sesuai dengan tingkat
administrasi adalah:

a. Provinsi: coldroom, freeze room, lemari


es dan freezer, kabupaten/kota: lemari es
dan freezer, dan puskesmas: lemari es

b. Provinsi: coldroom, freeze room, lemari


es dan freezer, kabupaten/kota: lemari es,
dan puskesmas: freezer,coldroom

c. Provinsi: freeze room, lemari es dan


freezer, kabupaten/kota : lemari es dan
freezer, dan puskesmas: lemari es

d. Provinsi: coldroom, freeze room, lemari


es dan freezer, kabupaten/kota: lemari es ,
dan puskesmas: freezer

e. Provinsi: coldroom, freeze room, lemari


es dan freezer, kabupaten/kota: cold
room, lemari es dan freezer, dan
Puskesmas: lemari es
:
Universal Child Immunization (UCI) *2/2
adalah suatu keadaan tercapainya :

a. Imunisasi rutin tambahan untuk bayi


(anak umur kurang dari 1 tahun)

b. Imunisasi dasar secara lengkap pada


semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun)

c. Imunisasi lanjutan pada semua bayi


(anak umur kurang dari 1 tahun)

d. Imunisasi dasar pada anak umur


kurang dari 1 tahun dan balita

e. Imunisasi lanjutan pada anak sekolah


yang dilaksanakan pada bulan tertentu
setiap tahunnya

Salah satu komponen utama yang *2/2


berperan dalam mencapai eliminasi
campak-rubela/CRS adalah memastikan
kesiapsiagaan dan respon cepat KLB
campak-rubela. Untuk itu diperlukan
pemahaman tentang kondisi yang dapat
dipergunakan untuk menyatakan adanya
KLB. Kondisi yang menyatakan adanya
KLB suspek Campak-Rubela
:
a. Adanya lima (5) atau lebih kasus
suspek campak-rubela dalam waktu
empat (4) minggu berturut- turut dan ada
hubungan epidemiologi.

b. KLB dinyatakan berhenti apabila tidak


ditemukan kasus baru dalam waktu tiga
(3) kali masa inkubasi atau rata rata satu
(1) bulan setelah kasus terakhir.

c. Apabila hasil pemeriksaan laboratorium


minimum satu (1) spesimen positif IgM
rubela dari hasil pemeriksaan kasus pada
KLB suspek campak-rubela atau hasil
pemeriksaan kasus pada CBMS
ditemukan minimum satu (1) spesimen
positif IgM rubela dan ada hubungan
epidemiologi

d. KLB dinyatakan berhenti apabila tidak


ditemukan kasus baru dalam waktu tiga
(3) kali masa inkubasi atau rata rata satu
(1) bulan setelah kasus terakhir.

e. Apabila hasil pemeriksaan laboratorium


minimum satu (1) spesimen positif IgM
campak dari hasil pemeriksaan kasus
pada KLB suspek campak-rubela atau
hasil pemeriksaan kasus pada CBMS
ditemukan minimum satu (1) spesimen
positif IgM campak dan ada hubungan
epidemiologi.
:
Pada kegiatan imunisasi rutin terdapat *2/2
kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi rutin pada bayi
dan wanita usia subur yaitu :

a. Backlog ghting yaitu upaya aktif


melengkapi imunisasi dasar pada anak
dan WUS

b. Crash program untuk wilayah yang


memerlukan intervensi secara cepat pada
anak dan WUS yang belum
mendapatkannya pada saat imunisasi
rutin

c. Tindakan meningkatkan kekebalan


tubuh WUS untuk melindungi ibu terhadap
keungkinan terinfeksi penyakit.

d. Kegiatan Imunisasi tambahan yang


dilakukan atas dasar ditemukannya
masalah dari hasil pemantauan

e. Sweping pada bayi dan kegiatan


akselerasi Maternal Neonatal tetanus
Elimination (MNTE) pada wanita usia
subur
:
Monitoring juga untuk melihat apakah *2/2
sistem yang ada berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Oleh karena itu perlu
dilakukan secara berkala dan
berkesinambungan, agar supaya dapat :

a. Menjaga kualitas pelaksanaan


surveilans PD3I

b. Meningkatkan cakupan program


surveilans PD3I

c. Mengurangi temuan Auditor keuangan

d. Meningkatkan karier petugas surveilans


PD3I

e. Memodi kasi program bila diperlukan


perubahan
:
Spesimen yang diperlukan dari penderita *2/2
AFP adalah spesimen tinja, namun tidak
semua kasus AFP yang dilacak harus
dikumpulkan spesimen tinjanya. Yang
perlu dikumpulkan specimen tinjanya
adalah apabila :

a. Kelumpuhan terjadi ≥ usia 15 tahun

b. Kelumpuhan terjadi &lt; 2 bulan pada


saat ditemukan

c. Kelumpuhan yang terjadi dg status


imunisasi tidak lengkap

d. Kelumpuhan terjadi ≥ 2 bulan pada saat


ditemukan,

e. Kelumpuhan yang terjadi secara tiba-


tiba tanpa sebab jelas
:
Penemuan kasus pertusis dalam *0/2
kegiatan surveilans ditingkat puskesmas
adalah sangat penting. Apa syarat
penemuan kasus pertusis tersebut?

a. Setiap penderita dengan batuk lebih


dari 1 minggu yang datang ke puskesmas
harus dicari gejala tambahan dan
ditentukan apakah memenuhi kriteria
suspek pertusis.

b. Setiap penderita dengan batuk kurang


dari 1 minggu yang datang ke puskesmas
harus dicari gejala tambahan dan
ditentukan apakah memenuhi kriteria
suspek pertusis.

c. Setiap penderita dengan batuk lebih


dari 2 minggu yang datang ke puskesmas
harus dicari gejala tambahan dan
ditentukan apakah memenuhi kriteria
suspek pertusis.

d. Setiap penderita dengan batuk kurang


dari 2 minggu yang datang ke puskesmas
harus dicari gejala tambahan dan
ditentukan apakah memenuhi kriteria
suspek pertusis.

e. Setiap penderita dengan batuk kurang


dari 100 hari yang datang ke puskesmas
harus dicari gejala tambahan dan
ditentukan apakah memenuhi kriteria
suspek pertusis.
:
Setiap penderita dengan batuk lebih dari *2/2
2 minggu yang datang ke puskesmas
harus dicari gejala tambahan dan
ditentukan apakah memenuhi kriteria
suspek pertusis. Diagnosis etiologis
ditegakkan berdasarkan kultur dengan
ditemukannya B. pertusis dari specimen
nasofaring yang diambil selama fase
kataral atau paroksimal awal. Apa
pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan?

a. Pemeriksaan PCR dan pemeriksaan


serologis dengan ELISA.

b. Pemeriksaan Antigen dan pemeriksaan


PCR

c. Pemeriksaan Laboratorium Khusus

d. Pemeriksaan serologis dengan ELISA.

e. Pemeriksaan PCR
:
Surveilans Tetanus neonatorum (TN) *0/2
adalah kegiatan pengumpulan,
pengolahan, dan analisis data penyakit
tetanus yang terjadi pada neonatus (usia
< 28 hari) yang disebabkan oleh
Clostridium tetani sehingga dihasilkan
informasi guna tindak lanjut investigasi.
Penemuan kasus (TN) dengan cara :

a. Penemuan kasus melalui Surveilans


Aktif di Masyarakat/FKTP

b. Penemuan kasus Tetanus Neonatorum


(TN) dilaporkan langsung dari Poli
Kebidanan di Rumahsakit

c. Penemuan kasus Tetanus Neonatorum


(TN) di dapat dari laporan Bidan di desa
dan klinik bersalin yang ada

d. Penemuan kasus melalui Surveilans


Aktif di Masyarakat/FKTP dan di Rumah
Sakit

e. Penemuan kasus Tetanus Neonatorum


(TN) dapat dilakukan di Rumah sakit.
:
Pemetaan Risiko Wilayah. Kriteria *2/2
pembagian daerah dengan tingkat risiko
kejadian TN adalah daerah risiko tinggi,
daerah risiko rendah dan daerah dengan
kinerja surveilans tidak baik (silent area).
Daerah risiko tinggi adalah kabupaten
Kota yang mempunyai kriteria sbb:

a. Bila ditemukan kasus TN selama satu


tahun terakhir &gt; 1/1000 kelahiran hidup,

b. Bila ditemukan kasus TN selama satu


tahun terakhir &gt; 1/1000 kelahiran hidup,
atau jika insidensi &lt; 87%, dan cakupan
imunisasi Td 2+ pada ibu hamil &lt; 80%
pada tahun yang sama.

c. Bila cakupan imunisasi Td 2+ pada ibu


hamil &lt; 80%

d. Bila insidensi Tetanus Neonatorum &lt;


87%,

e. Bila ditemukan kasus TN selama satu


tahun terakhir &gt; 5/1000 kelahiran hidup,
atau jika insidensi &lt; 75 %, dan cakupan
imunisasi Td 2+ pada ibu hamil &lt; 75 %
pada tahun yang sama
:
Difteri merupakan jenis penyakit menular *2/2
tertentu yang dapat menimbulkan
KLB/Wabah seperti tercantum dalam
Permenkes 1501 tahun 2010. Kegiatan
penanggulangan KLB Difteri dilakukan
dengan melibatkan program-program
terkait yaitu surveilans epidemiologi,
program imunisasi, klinisi, laboratorium
dan program kesehatan lainnya serta
lintas sektor terkait. Apa syarat
penetapan KLB difteri di suatu wilayah?

a. Jika ditemukan maksimal 5 Suspek


Difteri

b. Jika ditemukan minimal 1 Suspek


Difteri

c. Jika ditemukan maksimal 1 – 5 Suspek


Difteri

d. Jika ditemukan maksimal 1 Suspek


Difteri

e. Jika ditemukan minimal 5 Suspek


Difteri
:
Surveilans Campak Berbasis Kasus *2/2
Individu/ (CBMS) adalah setiap kasus
suspek campak dilaporkan, dilakukan
investigasi dalam waktu 2 x 24 jam
setelah laporan diterima, dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan dicatat
secara individual. Tujuan CBMS adalah
untuk :

a. Mengirim laporan rutin mingguan ke


aplikasi SKDR , menganalisis data,
memberikan feedback untuk tindak lanjut.

b. Melaporkan dengan format mingguan


W2 melalui aplikasi SKDR untuk ditindak
lanjuti.

c. Mendeteksi, investigasi, mengklasi kasi


semua kasus suspek, melakukan respon
terhadap KLB dan pemeriksaan
laboratorium untuk kon rmasi kasus.

d. Memonitor perkembangan kasus


Campak , factor risiko , cakupan imunisasi
campak

e. Melaporkan dengan format


W1langsung ke Pusat dengan melengkapi
MR-01
:
Dalam situasi krisis, setidaknya terdapat *0/2
lima hal yang harus diperhatikan untuk
dilakukan. Sebutkan apa saja lima hal
tersebut, yaitu:

a. Kemampuan, jaringan yang kuat ,


Tranparansi, koordinasi, serta
perencanaan

b. Kepercayaan, pemberitahuan pertama,


tranparansi, pendapat dan sikap
masyarakat, serta perencanaan

c. Pemantuan, kemampuan, pendapat dan


sikap masyarakat, serta perencanaan

d. Kepercayaan, pemberitahuan pertama,


jaringan yang kuat, tranparansi, pendapat
dan sikap masyarakat

e. Kepercayaan, Keterbukaan, saling


membantu, pendapat dan sikap
masyarakat, serta perencanaan
:
Komunikasi risiko pada dasarnya *2/2
merupakan bagian dari rangkaian proses
meminimalkan risiko, yang terdiri dari
tiga komponen, yaitu persepsi risiko,
manajemen risiko dan komunikasi risiko.
Apa yang dimaksud dengan komunikasi
risiko ?

a. proses penyusunan dan penerapan


kebijakan dengan mempertimbangkan
masukan dari bebagai pihak untuk
melindungi masyarakat dari risiko, dalam
hal ini risiko terhadap kesehatan.

b. Suatu proses penentuan faktor-faktor


dan tingkat risiko berdasarkan data-data
ilmiah.

c. Penyampaian informasi atau edukasi


tentang risiko penyakit yang sedang
terjadi

d. Penyampaian informasi tentang risiko


keterpaparan saat kejadian luar biasa

e. pertukaran informasi dan opini secara


timbal balik dalam pelaksanaan
manajemen risiko.
:
Sebanyak 94 % kasus Difteri mengenai *2/2
tonsil dan faring. Pada keadaan lebih
berat dapat ditandai dengan kesulitan
menelan, sesak nafas, stridor dan
pembengkakan leher yang tampak
seperti leher sapi (bullneck). Apa
penyebab kematian difteri?

a. obstruksi/sumbatan jalan nafas,


kerusakan otot jantung, serta lengkapnya
susunan saraf pusat

b. obstruksi/sumbatan jalan nafas,


kerusakan otot jantung, serta kelainan
susunan saraf pusat dan ginjal.

c. obstruksi/sumbatan jalan nafas,


elastisnya otot jantung, serta kelainan
susunan saraf pusat dan ginjal.

d. Gagalnya pernafasan, kerusakan otot


jantung, kelainan susunan saraf pusat dan
ginjal.

e. Kelainan pada otot hidung, kerusakan


otot jantung, serta kelainan susunan saraf
pusat dan ginjal.

Terimakasih atas partisipasi Bapak/Ibu -


Balai Pelatihan Kesehatan Tahun 2023

Konten ini tidak dibuat atau didukung oleh Google. - Persyaratan


Layanan - Kebijakan Privasi

Formulir
:

Anda mungkin juga menyukai