Syihabuddin Qalyubi, LC., M.ag. - Balaghah Dan Uslubiyyah-1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

BALA<<GHAH DAN USLU<<BIYYAH

Oleh:
Prof. Dr. Syihabuddin Qalyubi, Lc., M.Ag.



A. Pendahuluan
Bala>ghah merupakan turas\ bangsa Arab yang sangat berharga,
sekalipun embrionya dapat dilacak pada rhetorica Aristotelles, tetapi
perkembangannya cukup mendapat lahan subur pada tradisi teks
Arab. Hal ini didukung oleh keinginan orang Islam untuk
memahami teks-teks agama (al-Quran dan al-Hadits) yang banyak
mengandung unsur-unsur Bala>ghah sehingga masa demi masa terus
mengalami perkembangannya. Namun, setelah masa al-Jurja>ni> kajian
Bala>ghah mulai meredup. Tidak ada lagi kajian-kajian yang berarti,
yang ada hanya ringkasan atau syarah dari buku-buku yang ada
sebelumnya
Kondisi ini terus berlarut, padahal di sisi lain fenomena
bahasa dan sastra terus maju dan berkembang, maka pada awal abad
ke- 19 M terjadi komunikasi intelektual yang cukup pesat antara
Arab dan Barat terutama dalam kajian bahasa dan sastra. Kajian-
kajian yang dilakukan di Barat banyak ditransfer ke dunia Arab, di
antaranya Uslu>biyyah yang dikenal dalam khazanah Arab dengan
istilah `ilm al-Uslu>b atau al-Uslu>biyyah.
Kehadiran Uslu>biyyah di samping Bala>ghah yang sudah
mapan dalam tradisi Arab, memunculkan permasalahan ontologi
dan epistemologi. Apakah Uslu>biyyah identik dengan Bala>ghah atau
merupakan ilmu yang sama sekali berbeda? Apakah kajian sastra
dengan pisau bedah Bala>ghah masih dapat dilakukan atau
diperlukan modifikasi? Permasalahan-permasalahan inilah yang akan
penulis analisis pada halaman-halaman berikutnya.
Balāghah dan Uslūbiyyah

B. Kajian Historis Bala>>ghah


Para ahli ada sedikit berbeda dalam menjelaskan sejarah
Bala>ghah. Ahmad Must}afa al-Mara>ghi Bek membagi sejarah
Bala>ghah ke dalam lima fase. Fase pertama sejak masa Sibawaih
hingga Abdul Qa>hir al-Jurja>ni>. Fase kedua masa Abdul Qa>hir, al-
Zamakhsyari, dan Ibn al-As\i>r. Fase ketiga masa al-Sakka>ki, al-
`Ad}di, al-T{ibi, al-Kha>t}ib, dan Badruddin bin Ma>lik. Fase keempat
masa pembuatan syarh} dan ha>syiyah. Fase kelima masa penulisan
kontemporer.1
Syauqi D{aif menguraikannya lebih rinci lagi dimulai dari
Periode Pertumbuhan Bala>>ghah yang mencakup: masa Jahiliyah
dan masa Islam, masa Dinasti Abbasiah I, masa kaum theologis
termasuk al-Mu’tazilah, masa al-Ja>hiz}, dan masa para linguis Arab;
Periode Studi secara metodologis meliputi Studi-Studi yang
dilakukan para Filsuf, Studi-Studi yang dilakukan para teolog (al-
mutakallimu>n), Studi-Studi kritis atas dasar-dasar Bala>ghah, Studi-
Studi yang dilakukan para sastrawan; Periode Puncak
Perkembangan Studi-Studi Balagah meliputi peletakan teori al-
Ma’a>ni> dan al-Baya>n oleh Abdul Qa>hir al-Jurja>ni, Aplikasi kajian
Bala>ghah dalam Tafir al-Quran al-Kasysya>f oleh al-Zamakhsyari;
Periode Kemunduran meliputi transformasi Bala>ghah ke kaidah-
kaidah yang kering, munculnya buku al-Mifta>h karya al-Sakkaki dan
buku ringkasan dan syarah al-Kha>thib al-Qazwain.2
Dari uraian tersebut, tampak sekali bahwa Bala>ghah
mencapai masa puncaknya yaitu pada masa al-Jurja>ni> (abad V H.)
tatkala ia menyusun buku Dala>’il al-I`ja>z dan Asra>r al-Balag> hah yang
dilanjutkan al-Zamakhsyari dengan menyusun tafsir al-Quran al-
Kasysya>f (tafsir corak Bala>ghah) dan Asa>s al-Balag> hah. Ia dipandang

1
Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>ghi Bek, Ta>ri>kh `Ulu>m al-Balag> hah wa al-Ta’rif> bi
Rija>liha>, Cairo: Mus}t}afa> al-Ba>bi al-H{alabi wa Syuraka>’uh, 1950, hlm. 222.
Syauqi D{aif, al-Balag> hah, Tat}awwur wa Ta>ri>kh, Cairo: Da>r- al-Ma’arif, 2003,
2

hlm. 279-281.

23
Syihabuddin Qalyubi

sebagai penerus dan penyempurna karya al-Jurja>ni> dalam bidang


Bala>ghah.
Lalu, Bala>ghah masuk pada masa kemunduran. Pada masa
ini karya-karya dalam bidang Bala>ghah hanya berupa ringkasan dan
syarah} atas karya-karya sebelumnya, seperti al-Fakhr al-Ra>zi yang
telah meringkas karya-karya al-Jurja>ni> dan Abu Ya`qub al-Sakka>ki
yang mengarang kitab Mafa>ti>h al-`Ulu>m yang dianggap ulama-ulama
sesudahnya sebagai buku yang gersang dan tanpa analisa.

C. Kajian Historis Uslu>>biyyah


Pada dasarnya, sejarah Uslu>biyyah adalah sejarah Bala>ghah
itu sendiri, karena sebagaimana diungkapkan para ahli bahwa al-
Uslu>biyyah ibnun syar’iyyun lil balag> hah (Uslu>biyyah adalah anak sah
ilmu Bala>ghah). Namun, untuk memperlihatkan alur dan nuansa
yang sudah dirintis sejak awal, alangkah baiknya dalam tulisan ini
jika diuraikan sejarah Uslu>biyyah secara runtut.
Bangsa Arab sebagai bagian dari komunitas dunia memiliki
kekhasan bahasa dalam mengungkapkan gagasan, citra, dan rasanya.
Pada masa pra-Islam dikenal karya-karya puisi bernilai tinggi yang
mereka gelar di pasar 'Ukaz ataupun di sekitar Ka'bah.
Pada masa Islam, al-Quran turun dengan bahasa lisan yang
banyak memilih kata-kata dan gaya penuturan yang lebih mengena
dan memudahkan dalam penghafalan, seperti pengulangan kata atau
kalimat, penggunaan lawan kata, keserasian bunyi akhir, dan
sebagainya. 3 Pemilihan kata dan gaya penuturan yang khas ini
banyak mengejutkan para pujangga Arab saat itu. Di antara pujangga
Arab yang terkagum dengan kekhasan gaya al-Quran adalah al-
Wa>lid bin al-Mugi>rah, sebagaimana digambarkan dalam al-Quran.
Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa
yang ditetapkannya). Maka, celakalah dia! bagaimana dia

3
Muhammad Karim al-Kawwa>z, Kala>m Allah, al-Ja>nib asy-Syafahi min az-
Z{a>hirah al-Qur’a>niyyah, (London: Da>r as-Sa>qi, 2002), hlm. 33-40

 Merangkai Ilmu-Ilmu Keadaban


24 Penghormatan Purna Tugas Ustaz\ Muhammad Muqoddas
Balāghah dan Uslūbiyyah

menetapkan? Kemudian, celakalah dia! bagaimanakah dia


menetapkan?Kemudian, dia memikirkan. Sesudah itu, dia
bermasam muka dan merengut. Kemudian, dia berpaling
(dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu, dia
berkata, "(Al Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang
dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain
hanyalah perkataan manusia".4

Pada masa penyebaran Islam, masuklah berbagai suku bangsa


untuk memeluk agama Islam, lalu terjadilah dialog antara budaya
dan agama-agama di sekitar mereka dengan ajaran al-Quran. Pada
dialog ini, muncul beberapa permasalahan anatara lain apakah
firman Allah itu makhluq (diciptakan) atau qadi>m (ada sejak dahulu),
apakah sifat-Nya atau fi'il-Nya. Untuk menjawab permasalahan-
permasalahan tersebut, para ulama mencari jawabannya dari al-
Quran dengan cara menganalisis aspek-aspek kebahasaannya.
Aktivitas ini dilakukan terutama oleh para pemikir kalam >
5
(Mu'tazilah dan 'Asy'ariyyah). Dengan demikian, Uslu>biyyah dalam
budaya Arab bermula dari apresiasi mereka terhadap puisi dan
pidato, lalu pembahasan aspek-aspek kebahasaan dalam al-Quran.
Setelah pembahasan tentang firman Allah, mereka
melanjutkan pembahasannya tentang ujaran manusia. Ujaran
manusia dibagi dua: Aspek nafs (ruh) yang tidak terucapkan dan
aspek lafaz} (yang diucapkan). Dari pembagian ini, muncul
pembahasan tentang hubungan antara aspek pertama dengan aspek
kedua sehingga melahirkan istilah al-asyba>h wa an-naz}a>ir, al-musytarak,
al-mutad}a>ddah, dan sebagainya.
Mu'tazilah, karena penghargaan mereka yang sangat tinggi
terhadap rasio, memperoleh karya yang sangat gemilang dalam

4
Al-Mudas\s\ir/74: 18 -25.
5
Ahmad Amin, D{uha> al-Isla>m, (Cairo: Maktabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah,
1952), hlm. 163

25
Syihabuddin Qalyubi

mengapresiasi aspek kebahasaan al-Quran. Di antara mereka, yang


paling getol memperhatikan aspek Bala>ghah al-Quran, adalah al-
Ja>hiz (abad ke-3 H.)}. Ia telah menulis tiga buah buku: Naz}m al-
Qur'a>n, Ay< min al-Qur'a>n, dan Masa>’il min al-Qur'a>n. Ia memfokuskan
pada aspek semantik, terutama kata-kata dalam konteks tertentu
yang mengandung makna tertentu pula, lalu al-ij> a>z dan\ al-hazf
(ellipsis). Menurutnya, al-Quran adalah teks bahasa yang penuh
dengan kekhasannya. Berdasarkan temuan-temuannya itu, ia
terapkan dalam menyusun teori-teori balag> ah dan naz}m .6
Menurut Ibn Qutaibah (w. 267 H.), gaya ditentukan oleh
tuntutan konteks, tema, dan penutur itu sendiri. Gaya menurutnya
merupakan sekumpulan daya pengungkapan kata atau kalimat yang
bergantung pada tujuan tertentu dari tujuan-tujuan tuturan. Dengan
kalimat lain, langkah awal dari gaya adalah penentuan medan makna
yang luas, lalu pemilihan metode yang cocok untuk menggabungkan
kosakata-kosakata sehingga mampu mentransfer pemikiran yang ada
pada benak si penutur. Dengan demikian, banyaknya gaya
tergantung pada banyaknya situasi dan kondisi, medan makna, dan
kemampuan pribadi untuk menyusun tuturan.7
Al-Khat}t}a>bi (abad ke-4 H.), dalam bukunya Baya>n I'ja>z al-
Qur'a>n telah menjelaskan gaya dan makna. Menurutnya banyaknya
gaya disebabkan berubah-ubahnya tujuan, maka setiap tema berubah
berubah pula gayanya. Demikian pula, perubahan gaya mengikuti
perubahan metode atau cara yang ditempuh penuturnya. 8
Pada paruh kedua abad ke-4, al-Ba>qila>ni menyuarakan
pendapat Asya'ariyah-nya, ia berpendapat kala>mulla>h itu ada dua:
pertama kala>m/firman yang terdiri atas huruf dan suara yang

6
Muhammad Zaglul Salam, As\a>r al-Qur'a>n fi> Tat}awwur al-Naqd al-'Arabiy,
(Cairo: Maktabah al-Syabab, 1982); Ahmad Abu Zaid, al-Manhiy al-I'tizaliy fi al-
Baya>n wa I'jaz al-Qur'a>n, hlm. 35
7
Ibn Qutaibah, Ta'wi>l Musykil al-Qur'a>n, (Cairo: al-Halabi, 1977), hlm. 11
8
al-Khat}t}a>bi, Baya>n I'ja>z al-Qur'a>n, ( Cairo: Dar al-Ma'arif, 1968), hlm. 66

 Merangkai Ilmu-Ilmu Keadaban


26 Penghormatan Purna Tugas Ustaz\ Muhammad Muqoddas
Balāghah dan Uslūbiyyah

diciptakan dan "baru", dan ini adalah al-Quran. Kedua, kala>m nafsiy,
yaitu firman yang melekat pada zat Allah, ia adalah satu substansi
yang tidak bisa dibagi-bagi. Dari pernyataan ini, ia kembangkan
pada pemahamannya tentang gaya. Menurutnya, gaya sangat
berhubungan dengan penuturnya. Tuturan itu dapat memberikan
gambaran tentang tujuan-tujuan yang ada pada diri penutur, tetapi
tujuan-tujuan tersebut hanya dapat diketahui melalui ungkapan-
ungkapan. Dengan demikian, menurutnya, gaya berfungsi sebagai
pengungkap tujuan-tujuan tersebut.9
Pemahaman al-Ba>qila>ni tentang gaya mirip pemahaman
yang berkembang sekarang ini, yaitu sebagaimana diungkapkan
Buffon, le style est l'homme meme (gaya adalah orangnya itu sendiri).
Menurut al-Ba>qila>ni, gaya merupakan cara tersendiri yang ditempuh
oleh setiap penyair. Setiap penyair memiliki gaya sendiri-sendiri.
Lebih lanjut, ia mengatakan gaya sangat berhubungan
dengan genre atau jenis sastra, sehingga al-Quran sendiri memiliki
gaya tersendiri yang berbeda dari gaya sastra Arab lainnya. Sususnan
al-Quran, termasuk unsur I'ja>z, berbeda dengan susunan tuturan
orang-orang Arab. Ia memiliki gaya yang berbeda dari apa yang
dikenal orang-orang Arab.10
Abdul Qa>hir al-Jurja>ni (w. 471 H.), sebagaimana ulama-
ulama lainnya, membahas gaya dalam konteks I'ja>z al-Qur'a>n. Di
antara teori-teorinya yang cemerlang adalah tentang naz}m yang ia
kemukakan dalam Kitab Dala>'il al-I'ja>z .
Adapun teori tersebut dapat diintisarikan sebagai berikut ini.
a. Naz}m adalah saling keterkaitannya antara unsur-unsur
kalimat, salah satu unsur dicantumkan atas unsur lainnya,
dan salah satu unsur ada disebabkan ada unsur lainnya.
b. Kata dalam naz}m mengikuti makna, dan kalimat itu tersusun

9
Muhammad Abd. Lat}i>f, Qad}ay> a> al-Hada>sah 'inda 'Abd al-Qa>hir al-Jurja>niy,
(Cairo: tt ), hlm. 38
10
Al-Ba>qila>ni, I'ja>z al-Qur'a>n, (Cairo: 1978 ), hlm. 38

27
Syihabuddin Qalyubi

dalam ujaran karena maknanya sudah tersusun terlebih


dahulu dalam jiwa.11
c. Kata harus diletakkan sesuai dengan kaidah gramatikanya
sehingga semua unsur diketahui fungsi yang seharusnya
dalam kalimat.
d. Huruf-huruf yang menyatu dengan makna, dalam keadaan
terpisah, memiliki karateristik tersendiri sehingga semuanya
diletakkan sesuai dengan kekhasan maknanya, misalnya
huruf ‫ ما‬/ ma> diletakkan untuk makna negasi dalam konteks
sekarang, huruf ‫ ال‬/ la> diletakkan untuk makna negasi
dalam konteks future.
e. Kata bisa berubah dalam bentuk ma'rifah, nakirah,
pengedepanan, pengakhiran, ‫ حذف‬/ellipsis, repetisi. Semua
diperlakukan pada porsinya dan dipergunakan sesuai dengan
yang seharusnya.12
f. Keistimewaan kata bukan dalam banyak sedikitnya makna,
tetapi dalam peletakannya sesuai dengan makna dan tujuan
yang dikehendaki kalimat.13

Apa yang dikemukakan al-Jurza>ni ini adalah sebagian kecil


dari maha- karyanya yang tersebar dalam berbagai buku. Ia telah
menganalisis fungsi bunyi, kata dalam kalimat, dan fungsi semuanya
dalam mengantarkan makna. Di dalamnya, diterangkan tentang
pemilihan huruf, pemilihan kata, dan fungsinya dalam kalimat.
Jika diperhatikan cara kerja analisisnya, khususnya dalam
Kitab Dala>'il al-I'ja>z, akan didapati cara kerja analisis Uslu>biyyah
yang sangat cermat. Ia jadikan gaya-gaya Arab sebagai patokannya,
seakan-akan gaya al-Quran itu merupakan deviasi darinya.

Abdul Qa>hir al-Jurza>ni, Kta>b Dala>'il al-I'ja>z, (Caairo: Maktabah al-Khanji,


11

2004), hlm. 55- 56


12
Ibid., hlm.82
13
Ibid., hlm. 87

 Merangkai Ilmu-Ilmu Keadaban


28 Penghormatan Purna Tugas Ustaz\ Muhammad Muqoddas
Balāghah dan Uslūbiyyah

Misalnya, firman Allah dalam Maryam/19:4

‫واشتعل الرأس شيبا‬


dan kepalaku telah ditumbuhi uban

Sebagaimana dimaklumi, menurutnya, dari segi makna


kata isyta'ala (menyala/lebat) berhubungan dengan kata syaiba (uban)
sekalipun secara struktur berhubungan dengan kata ar-ra's (kepala).
Sebagai bandingannya, kalimat lain berbunyi ‫ طاب زيد نفسا‬/t}a>ba zaid
nafsan. Dari segi makna kata t}a>ba (wangi) berhubungan dengan nafs
(badan) sekalipun secara struktur kata ini berhubungan dengan kata
zaid . Lalu taruhlah kata isyta'ala itu dan gandengkan dengan kata
syaiba sehingga menjadi ‫( اشتعل شيب الرأس‬menyala/ lebat uban
kepala) atau ‫( اشتعل الشيب ى الرأس‬uban menyala/lebat di kepala).
Kemudian perhatikan, apakah ada keindahan pada dua kalimat
terakhir ini. Apakah bisa ditemukan keindahan sebagaimana
terdapat pada Maryam/19: 4 tadi.
Rahasia dari gaya ayat tersebut adalah di samping
terdapatnya makna uban mengkilap di kepala, juga mengandung
makna menyeluruh di seluruh bagian kepala dalam jumlah yang
banyak sehingga tak selembar pun rambut hitam tumbuh.
Gambaran makna seperti itu tidak dijumpai dalam kalimat ‫اشتعل‬
‫ شيب الرأس‬atau ‫ اشتعل الشيب ى الرأس‬karena makna banyaknya uban
itu tidak tampak dalam kedua kalimat terakhir ini. Perhatikan
kalimat padanannya: ‫ اشتعل البيت نارا‬/isyta’ala al-bait na>ran, artinya:
api telah meliputi seluruh bagian rumah, dengan kata lain api telah
menguasai bagian pinggir dan tengah rumah, dan bandingkan
kalimat ‫ اشتعل النار ى البيت‬isyta’ala an-na>r fi al-bait (api menyala di
rumah). Kalimat ini tidak menampung makna tadi, tidak
memberikan gambaran makna api itu lebih banyak, malahan
memberikan makna api itu terdapat di sebagian rumah saja.14

14
Ibid., hlm. 100 - 101

29
Syihabuddin Qalyubi

Semua yang ia jelaskan tadi, merupakan cara bahasan dalam


Uslu>biyyah modern. Ia telah mendahului teori-teori Uslu>biyyah
yang dikemukakan Charless Bally (1865-1947) atau ahli Uslu>biyyah
Barat lainnya sehingga tidak berlebihan jika Abdul Qa>hir al-Jurja>ni
(w.471 H.) disebut sebagai peletak pondasi Uslu>biyyah.
Pada masa kontemporer, kajian Uslu>biyyah terus
berkembang dengan pesat, terutama setelah intelektual Arab
bersentuhan dengan Barat. Ada beberapa karya yang patut
disebutkan di sini. Antara lain:

Penulis Judul Tahun


Amin al-Khuli Fann al-Qaul 1947
Abbas Mahmūd al- Murāja’āt fi al-Adab wa al-Funūn 1964
Aqqād
Ahmad asy-Sya>yyibAl-Uslūb
Abdus Sala>m al- Al-Maqāyīs al-Uslūbiyyah fi al-Naqd 1976
Masaddi al-Adabi min Khilāl “al-Bayān wa al-
Tabyīn” lil Jahidh
Muhammad al-Ha>di Madhāhir at-Tafkîr al-Uslūbiy ‘inda 1978
ath-Tharablisi al-Arab
Nasr Hamid Abu Mafhūm al-Nadham ‘inda Abdul 1984
Zaid Qahir al-Jurjani, qira’ah fi Dhau`i al-
Uslūbiyyah

D. Relasi Kajian Bala>>ghah dan Uslu>>biyyah


Bersamaan dengan munculnya studi Uslu>biyyah di ranah kritik
sastra, studi Arab tidak berhenti pada pembahasan hubungan antara
ilmu pendatang baru ini, yang di dalamnya terdapat nuansa
Bala>ghah Arab yang memiliki akar kesejarahan yang dalam, dengan
Balgahah itu sendiri. Hampir-hampir para peneliti Arab sepakat
akan adanya hubungan antara Uslu>biyyah modern dan Bala>ghah

 Merangkai Ilmu-Ilmu Keadaban


30 Penghormatan Purna Tugas Ustaz\ Muhammad Muqoddas
Balāghah dan Uslūbiyyah

klasik. Hanya saja, mereka memiliki sedikit perbedaan pandangan/


aliran.15
Aliran pertama: memandang adanya perbedaan yang tampak
antara Uslu>biyyah dan Bala>ghah. Bala>ghah statis dan tidak
mengalami perkembangan. Ilmu ini tidak sampai membahas karya
sastra secara komprehensif.
Sikap pandangan ini diikuti oleh beberapa peneliti Arab, di
antaranya Muhammad Abdul Muthalib dalam bukunya “al-Balag> hah
wa al-Uslu>b”. Perbedaan yang tampak dari kedua disiplin ilmu ini
adalah sebagai berikut.
1. Perbedaan pada paradigma
2. Perbedaan pada penilaian kreativitas sastra
3. Perbedaan pada tinjauannya terhadap asy-syakl wa al-mad}mu>n
(form and content).

Dari aspek paradigma, Bala>ghah melihat karya sastra dari


sudut pandang pola-pola yang sudah ada dan karya-karya yang telah
tersedia. Sedangkan, al-Uslu>biyyah melihatnya dengan sudut
pandang deskriptif.
Berkaitan dengan penilaian terhadap kreasi sastra, Bala>ghah
menilai kreasi sastra didasarkan atas kaidah-kaidah yang telah
ditentukan sebelumnya, sedangkan Uslu>biyyah menganalisis
fenomena kreatifitas sastra setelah suatu karya itu eksis ada.
Adapun dalam hal kaitannya antara form and content (bentuk
dan isi), aliran ini memandang bahwa Balag> hah bersandar pada
pemisahan bentuk dan isi, sementara Uslu>biyyah menolak
pemisahan tersebut.
Aliran kedua: dipelopori Syukri Muhammad Ayya>d yang
berpendapat tentang spirit orisinalitas yang berusaha menelusuri
asal-usul Uslu>biyyah modern dari Bala>ghah klasik. Syukri

15
Ibrahim Abdul Jawwa>d, al-Ittijahat al –Uslubiyyah fi al-Naqd al-Arabi al-
Hadi>s\, hlm. 122

31
Syihabuddin Qalyubi

memandang bahwa studi Bala>ghah klasik merupakan studi yang


subur yang tidak diragukan lagi partisipasinya dalam membangun
prinsip-prinsip dasar ilmu Uslu>biyyah Arab.
Syukri Ayya>d berupaya mengungkap perjumpaan antara
deskripsi linguis Barat dengan studi Bala>ghah Arab dalam
memahami linguistik. Dia berusaha menghubungkan pandangan de
Saussure tentang bahasa dengan pengertian Bala>ghah menurut al-
Jurja>ni>.16 Dan berdasarkan penelusurannya, ia dapat mengungkap
sisi-sisi persamaan antara studi Uslu>biyyah dan Bala>ghah Arab,
meski pada beberapa kasus ada sedikit perbedaan. Adapun titik
persamaannya adalah sebagaimana berikut.
1. Keduanya menganggap pentingnya kajian tentang mauqif
(konteks/situasi dan kondisi)
2. Keduanya menganggap penting metode penyusunan ujaran
(ta’bi>r)
3. Keduanya menganggap penting tentang tujuan (hadaf) ujaran

Baik pakar Uslu>biyyah maupun Balag> hah sama-sama


memperhatian muqtad}a al-h}a>l (situasi dan kondisi). Kondisi
intelektual yang melingkupi masa klasik dan masa modern sangat
berperan dalam perbedaan penekaan kedua ilmu tersebut dalam segi
ini. Balag> hah menekankan logika lawan bicara (aqliyah al-mukhat}t}ab)
mengingat ilmu Balag> hah saat itu tunduk pada kekuasaan logika
berpikir ilmiah, meskipun pada mereka ditemukan materi sastra
yang memperhatikan emosi lawan bicara. Di sisi lain, Uslu>biyyah
muncul pada masa psikologi yang menyebar di berbagai bidang.
Oleh karena itu, konsep mauqif menurut pakar Uslu>biyyah
(uslu>biyyun) sangat kompleks dibandingkan konsep muqtad}a> al-ha>l
menurut pakar Balag> hah.17

16
Ibid, hlm. 123
17
Ibrahim Abdul Jawwad, al-Ittijaha>t al-Uslu>biyyah fi al-Naqd al-Arabi al-Hadi>s,\
hlm. 124.

 Merangkai Ilmu-Ilmu Keadaban


32 Penghormatan Purna Tugas Ustaz\ Muhammad Muqoddas
Balāghah dan Uslūbiyyah

Berkaitan dengan tujuan dari Uslu>biyyah dan Balag> hah, Syukri


Ayyad menegaskan adanya kesamaan antar keduanya. Kedua ilmu
tersebut berupaya menyajikan gambaran menyeluruh dari macam-
macam kosakata, struktur dan makna yang khas dari masing-masing
keduanya. Inilah sebenarnya yang digambarkan oleh ilmu Balag> hah.18
Syukri Ayya>d telah mengungkap beberapa perbedaan Bala>ghah
dengan Uslu>biyyah yang berkaitan dengan dasar-dasar masing-
masing ilmu. Syukri meyakini bahwa Balag> hah berasal dari linguistik
klasik (lughawi qadi>m), sedangkan Uslu>biyyah berasal dari linguistik
modern. Atas dasar inilah, Balag> hah ini dianggap sebagai ilmu yang
normatif (mi’yari), sedangkan Uslu>biyyah dikenal dengan ilmiah-
deskriptif (‘ilmiyyah wa al-wasf} iyah)19
Aliran ketiga berpendapat bahwa ruang lingkup kajian
Balag> hah lebih luas dibanding Uslu>biyyah. Sebab, Uslu>biyyah
merupakan salah satu dari dua aliran Bala>ghah, yaitu normatif
(mi’yari) dan scientific (tari>riyah ilmiah). Dan Uslu>biyyah sendiri
termasuk aliran scientific bukan normatif. Pengusung aliran ini
menyatakan tidak perlu lagi mencari titik perbedaan Bala>ghah dan
Uslu>biyyah sampai pada tingkatan kontradiktif. Sebab, dalam
pandangan mereka, Uslu>biyyah merupakan kelanjutan dari
Bala>ghah.20
Sa`ad Abu al-Rid}a> mengomentari tentang relasi Bala>ghah-
Uslu>biyah ini, bahwa antara keduanya banyak persamaan sebagai
mana banyak juga ditemukan perbedaannya, mungkin dengan
pengetahuan persamaan dan perbedaan ini dapat diketahui luasnya

Ibid, hlm. 125; lihat pula Syukri Ayya>d, Madkhal ila> Ilm al-Uslu>b, (Riyadh:
18

Dar al-Ulum li al-T{iba>’ah wa al-Nasyr,: 1982), hlm. 43


Ibrahim Abdul Jawwa>d, al-Ittija>ha>t al-Uslu>biyyah fi al-Naqd al-Arabi al-Hadi>s,\
19

hlm. 126.
20
Ibid, 126-127.

33
Syihabuddin Qalyubi

hubungan diantara keduanya.21 Adapun aspek-aspek persamaannya


sebagai berikut.
1. Keduanya tumbuh dan berkaitan secara erat dengan
linguistik.
2. Objek kajiannya sama sama yaitu bahasa dan sastra.
3. Uslu>biyyah banyak mengambil manfaat dari berbagai
pembahasan Bala>ghah seperti, ma`a>ni>, maja>z, badi>’ dan
semua yang berkaitan dengan pertimbangan para penyair
dan kreativitas mereka yang khas.
4. Keduanya bertemu di dalam dua prinsip yang paling penting
dalam Uslu>biyyah yaitu deviasi dan preferensi (al-`udu>l wa al-
ikhtiya>r).
5. Sebagian kritikus berpandangan bahwa Uslu>biyyah adalah
pewaris Bala>ghah, karena Bala>ghah merupakan cikal
bakalnya.
6. Uslu>biyyah dan Bala>ghah bertemu dalam teori al-naz}m.
Dalam teori ini tidak dibedakan antara form and content (al-
syakl wa al-mad}mu>n) dan bahwasanya teks tidak bisa dipisah-
pisahkan.
7. Bala>ghah sangat memperhatikan “muqtad}a> al-h}a>l”, sedangkan
Uslu>biyyah memperhatikan mauqif yang di antara keduanya
tidak ada perbedaan yang signifikan.

Adapun perbedaan antara Bala>ghah dan Uslu>biyah sebagai


berikut.
1. Bala>ghah adalah linguistik klasik sementara Uslu>biyyah
merupakan linguistik modern.
2. Studi Bala>ghah tidak terikat ruang dan waktu. Sedangkan
studi Uslu>biyyah berdasarkan dua pendekatan

Sa`ad Abu al-Ridla, al-Uslubiyyah: Dira>sah wa Tat}bi>q, (Jami`ah al-Imam


21

Muhammad bin Sa`ud al-Islamiyyah, 1428 H), hlm. 11.

 Merangkai Ilmu-Ilmu Keadaban


34 Penghormatan Purna Tugas Ustaz\ Muhammad Muqoddas
Balāghah dan Uslūbiyyah

- Pendekatan sinkronis, mengkaji hubungan fenomena


kebahasaan antara satu dengan yang lainnya dalam satu
waktu.
- Pendekatan diakronis, mengkaji perkembangan salah satu
gejala kebahasaan dalam waktu yang berbeda.
3. Studi Bala>ghah, tatkala menilai suatu teks sastra ia akan
mencoba mengungkap keberhasilan teks tersebut dalam
merealisir nilai yang telah digariskan dan bertujuan
menemukan kreativitas yang sesuai dengan standar penilaian.
Sementara Uslu>biyyah menganalisis kreativitas sastra serta
mencari kekhasannya setelah karya sastra itu benar-benar
ada.
4. Dari segi objek kajian, Bala>ghah membatasi kajian teksnya
maksimal dua kalimat.
Sedangkan, Uslu>biyyah lebih memandang satuan karya sastra
secara parsial berhubungan dengan teks secara sastra secara
integral dan menganalisisnya secara keseluruhan.
5. Tujuan studi Bala>ghah lebih kepada bagaimana membuat
karya sastra, sementara Uslu>biyyah bertujuan untuk mencari
kekhasan dari suatu karya sastra.

E. Al-Bal> aghah wa Al-Uslub > iyyah, Sebuah Alternatif


Bala>ghah sebagai turas| dan sebagai warisan intelektual yang
telah memberikan pencerahan berabad-abad lamanya perlu
dipelihara dan dilestarikan eksistensinya dengan dimasukkan hal-hal
baru supaya dapat sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal
ini para ahli telah memberikan beberapa solusi alternatif. Menurut
Tamam Hassan dalam bukunya al-Us}u>l: Dira>sah Ibistimu>luj> iyyah li al-
Fikr al-Lughawi ‘inda al-‘Arab, al-Nahw – Fiqh al-Lughah – al- Balag> hah


35
Syihabuddin Qalyubi

menyebutkan bahwa untuk pelestarian Bala>ghah perlu dikaji terlebih


dahulu tiga permasalahan berikut ini:22
a. Sebatas mana Bala>ghah dapat mengungkap makna?
b. Dimana posisi Bala>ghah dalam kajian linguistik?
c. Bagaimana relasi Bala>ghah dengan Kritik Sastra (al-naqd al-
adabiy) ?
Jawaban atas permasalahan ini tidaklah mudah, karena kita
menilai produk lama dengan standar nilai kontemporer, jika
memang harus demikian maka yang paling tepat adalah kita harus
mengikuti trend masa kini tanpa mengorbankan karya orang tempo
dulu. Dalam hal studi Bala>ghah pada masa kini perlu diletakkan
pada wacana kajian Uslu>biyyah (stilistika). Kajian Ma’a>ni dimulai dari
distingsi antara antara uslu>b alkhabar dan uslu>b al-insya lalu perbedaan
antara macam-macam alkhabar dan al-Insya. Lantas studi tentang
fenomena gaya bahasa lainnya seperti: al-fas}l, al-was}l, al-hazf| , al-ij> a>z, al-
it}na>b dan lainnya. Kajian Baya>n dimulai dengan studi perbedaan
antara uslu>b haqiqi dan uslu>b haqiqi, lantas dibedakan diantara macam-
macam Maja>z secara Uslu>biyyah. Demikian halnya Tasybi>h, Kinay> ah,
dan Badi>’ semuanya dikaji dalam paradigma Uslu>biyyah. 23
Selanjutnya, bahwa karakteristik kajian Uslu>biyyah adalah al-
ikhtiya>r wal- inhiraf> (preferensi dan deviasi), maka dalam studi
Bala>ghah perlu diperhatikan kedua prinsip tersebut. Misalnya
sewaktu mengkaji t}iba>q (antonimi), perlu dipertanyakan misalnya,
mengapa kata khair selalu dipilih lawan kata syarr sedangkan kata
hasanah selalu dipilih lawan kata sayyi-ah lalu dianalisis aspek
deviasinya dalam pilihan kata ataupun pilihan struktur kalimat.
Dengan pertimbangan diatas, perlu diupayakan jika materi Bala>ghah
dikaji dengan paradigma Uslu>biyyah, sehingga menjadi Al-Balag> hah
wal-Uslu>biyyah.

22
Tamam Hassan, al-Us}u>l: Dira>sah Ibistimu>luj> iyyah li al-Fikr al-Lughawi ‘inda
al-‘Arab, al-Nahw – Fiqh al-Lughah – al- Balag> hah, (Cairo: ‘A<lam al-Kutub, 2000),
hlm. 343
23
Ibid, hlm. 350
 Merangkai Ilmu-Ilmu Keadaban
36 Penghormatan Purna Tugas Ustaz\ Muhammad Muqoddas
Balāghah dan Uslūbiyyah

F. Kesimpulan
Kajian singkat ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Balag> hah merupakan tura>s| yang telah banyak menghiasi
khazanah intelektual Islam. Keberadaannya dianggap kurang
bisa mengakomodir perkembangan bahasa dan sastra.
2. Uslu>biyyah merupakan pewaris dan penerus Balag> hah.
Keberadaannya banyak dipengaruhi stylistics (stilistika) di
Barat.
3. Selain ada persamaan, antara keduanya dijumpai pula
perbedaannya. Keduanya sama-sama mengkaji karya sastra,
tetapi Balag> hah mengkaji dan menilai karya sastra baik
sebelum maupun setelah karya sastra itu ada. Sementara itu,
Uslu>biyyah menganalisis fenomena bahasa yang ada dalam
karya sastra tanpa penilaian dan kajian dilakukan setelah karya
sastra itu ada.
4. Kajian Balag> hah dengan paradigma Uslu>biyyah merupakan
alternatif kajian Balag> hah yang dianggap sudah mandeg,
sehingga diusulkan nomenklatur Al-Ba>laghah wal-Uslu>biyyah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jawwa>d Ibrahim. Al-Ittijah> a>t al –Uslu>biyyah fi al-Naqd al-Arabi


al-Hadi>s|. (T.Tp: t.t.)

Abd al- Lat}i>f Muhammad. Qad}ay> a> al-Hada>sah 'inda 'Abd al-Qa>hir al-
Jurja>niy. (Cairo: tt ).

Abu al-Ridla. Sa`ad. al –Uslu>biyyah : Dira>sah wa Tat}bi>q., (Jami`ah al-


Imam Muhammad bin Sa`ud al-Islamiyyah. 1428 H).

Abu Zaid. Ahmad. al-Manhiy al-I'tizaliy fi al-Baya>n wa I'jaz al-Qur'a>n.



37
Syihabuddin Qalyubi

Amin . Ahmad. D{uha> al-Isla>m. (Cairo: Maktabah al-Nahd}ah al-


Mis}riyyah. 1952).

Ayya>d. Syukri. Madkhal ila> Ilm al-Uslu>b. (Riyadh: Dar al-Ulum li al-
T{iba>’ah wa al-Nasyr: 1982).

Al-Ba>qila>ni. I'ja>z al-Qur'a>n, (Cairo: T.Tp, 1978).

D{aif . Syauqi. al-Balag> hah. Tat}awwur wa Ta>ri>kh. (Cairo: Da>r- al-Ma’arif.


2003).

Hassan.Tamam, al-Us}u>l: Dira>sah Ibistimu>lu>jiyyah li al-Fikr al-Lughawi


‘inda al-‘Arab, al-Nahw – Fiqh al-Lughah – al- Balag> hah. (Cairo:
‘A<lam al-Kutub, 2000)

Ibn Qutaibah. Ta'wi>l Musykil al-Qur'a>n. (Cairo: al-Halabi, 1977).

Al-Jurza>ni. Abdul Qa>hir. Kta>b Dala>'il al-I'ja>z. (Cairo: Maktabah al-


Khanji. 2004).

Al-Kawwa>z. Muhammad Karim. Kala>m Allah. al-Ja>nib asy-Syafahi min


az-Z{a>hirah al-Qur’a>niyyah. (London: Da>r as-Sa>qi, 2002).

Al-Khat}t}a>bi. Baya>n I'ja>z al-Qur'a>n. ( Cairo: Dar al-Ma'arif, 1968).

Al-Mara>ghi Bek. Ah}mad Mus}t}afa>, Ta>ri>kh `Ulu>m al-Balag> hah wa al-


Ta’rif> bi Rija>liha>, (Cairo: Mus}t}afa> al-Ba>bi al-H{alabi wa
Syuraka>’uh, 1950).

Salam. Muhammad Zaglul. As\a>r al-Qur'a>n fi> Tat}awwur al-Naqd al-


'Arabiy. (Cairo: Maktabah al-Syabab, 1982).

 Merangkai Ilmu-Ilmu Keadaban


38 Penghormatan Purna Tugas Ustaz\ Muhammad Muqoddas

Anda mungkin juga menyukai