1255-Article Text-3923-1-10-20220826

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 11

Borneo: Journal of Islamic Studies E-ISSN: 2774-7255

Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022, hlm. 125-135

FUNGSI DAN PERAN AGAMA DALAM


PERUBAHAN SOSIAL INDIVIDU, MASYARAKAT

Deni Irawan
Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
[email protected]

ABSTRACT
Religion on the one hand is sometimes likened to "two sides of a coin" that
cannot be separated. It becomes an inseparable part. The role of religion in
an individual's life functions as a value system that contains certain norms.
Religion is influential as a motivator to encourage individuals to carry out
activities, because actions taken in the context of religious beliefs are seen
as elements of purity and obedience. Religion in personal life also functions
as 1). Valuable resource for maintaining morale 2). 3) As a means of
overcoming frustration and as a means of satisfying curiosity. While the
functions of religion in social life include 1) Functional education, 2). Savior,
3) As redemption, 4). As social control, 5). As a driver of solidarity. 6).
Transformational function, 7). Creative function, 8). Sublimation function.
This article was compiled using descriptive qualitative methods to reveal the
function and role of religion in social change of individuals and communities.
Keywords: Religion; Social Change; Individual; Society.

ABSTRAK
Agama di satu sisi terkadang diibaratkan sebagai “dua sisi mata uang” yang
tidak mungkin dapat dipisahkan. Ia menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan. Peran agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai
sistem nilai yang mengandung norma-norma tertentu. Agama berpengaruh
sebagai motivator untuk mendorong individu melakukan aktivitas, karena
tindakan yang dilakukan dalam konteks keyakinan agama dipandang
sebagai unsur kesucian dan ketaatan. Agama dalam kehidupan pribadi juga
berfungsi sebagai 1). Sumber daya yang berharga untuk menjaga moral 2).
3) Sebagai sarana mengatasi frustasi dan sebagai sarana pemuas rasa ingin
tahu. Sedangkan fungsi agama dalam kehidupan bermasyarakat antara lain
sebagai 1) Pendidikan fungsional, 2). Juru selamat, 3) Sebagai penebusan,
4). Sebagai kontrol sosial, 5). Sebagai penggerak solidaritas. 6). Fungsi
transformasional, 7). fungsi kreatif, 8). Fungsi sublimasi. Artikel ini disusun
menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk mengungkap fungsi dan
peran agama dalam perubahan sosial individu, masyarakat.
Kata Kunci: Agama; Perubahan Sosial; Individu; Masyarakat

125
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

PENDAHULUAN
Peran agama sangat penting bagi manusia untuk hidup di
dunia ini, untuk mewujudkan kebahagiaan dalam hidup ini dan
kebahagiaan di akhirat. Agama dalam kehidupan manusia berfungsi
sebagai koordinator hidup dan pedoman hidup, dan dalam perubahan
sosial yang dialami masyarakat, agama memiliki fungsi
memberdayakan yang buruk dan menuju ke arah yang lebih baik
(Ibrahim, 2018). Agama meningkatkan solidaritas, mempererat
silaturahmi atau ikatan kekerabatan, menciptakan perdamaian,
melakukan kontrol sosial, mengubah kehidupan manusia menjadi
lebih baik, mengamankan keamanan di dunia dan di akhirat,
memainkan peran dan secara fungsional ada dalam kehidupan
manusia sebagai pengikat sosial. Kesemuanya membantu menjaga
stabilitas sosial dalam masyarakat.
Agama memiliki dua fungsi yang saling bertentangan. Di satu
sisi berperan sebagai perekat sosial yang mempererat hubungan
antar individu dan kelompok dengan latar belakang etnis, bahasa,
dan ekonomi yang berbeda. Agama dapat membantu menciptakan
dan membangun solidaritas yang tinggi dengan orang-orang yang
percaya. Agama, di sisi lain sangat luar biasa karena juga dapat
menjadi faktor yang sangat penting dalam munculnya sebuah konflik
sosial, yang efeknya dapat mempengaruhi batin manusia dan bentuk
emosi (Rosyidin, 2015). Konflik terkadang terjadi antara pemeluk
agama yang berbeda, dikarenakan pemahaman ajaran agama yang
diyakini. Agama telah menjadi topik pembicaraan sejak munculnya
ajaran agama. Konsep ini pada dasarnya adalah standar untuk
mencapai hubungan antar umat beragama yang rukun, harmonis dan
damai.
Dari kehidupan beragama, kita mengenal sistem persaingan di
mana semua pemeluk agama berlomba-lomba mengemban agamanya
sebagai agama yang benar (klaim kebenaran). Persaingan yang sehat
tentunya menempatkan prinsip ketidakberpihakan sebagai landasan
etis untuk mencapai hubungan persaingan yang harmonis. Prinsip ini
tentu menekankan realitas perbedaan antara kebhinekaan dan
agama yang menjadi bahan persaingan. Agama juga menampakkan
sisi yang selalu berlawanan, dalam satu sisi mampu melakukan
perubahan yang baik pada individu, tetapi pada sisi lainnya agama
mampu merubah pada sisi yang kurang baik. Hal ini tergantung pada
posisi mana individu tersebut memainkan peranannya.
Perubahan ini dapat mengubah perubahan kecil menjadi
perubahan besar atau sangat besar yang kemudian mempengaruhi
semua aktivitas dan perilaku individu. Perubahan kecil ini termasuk
perilaku individu dan pola pikir, di tengah perubahan besar yaitu
perubahan struktural masyarakat yang mempengaruhi kehidupan.
Jadi masyarakat harus memiliki pemimpin atau seorang pemimpin
hendaknya dapat mempromosikan nilai distandarisasi sehingga dapat
ditingkatkan dari efek buruk dari perubahan sosial baik itu
perubahan kecil maupun perubahan besar.

126
BORNEO: Journal of Islamic Studies
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

Agama sangat penting bagi masyarakat dalam mengelola


perubahan sosial. Agama sudah ada dan mengajarkan tentang nilai-
nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Agama juga
digunakan oleh masyarakat sebagai pedoman hidup, karena agama
mengatur dan memajukan makhluk hidup. Khususnya manusia
dalam kehidupan, dalam segala ajarannya, dengan tujuan untuk
mengarahkan manusia dalam menghadapi kehidupannya sehari-hari
(Musa, 2021).
Manusia adalah makhluk dinamis dan produktif, senantiasa
mengubah aktivitas kehidupan sehari-harinya. Suatu masyarakat
yang masyarakatnya merupakan bagian dari fenomena perubahan
sosial, dan perubahan sosial tidak disebabkan oleh satu pihak saja,
tetapi perubahan sosial disebabkan oleh banyak faktor, baik internal
maupun eksternal, dan juga oleh sektor-sektor lainnya. mengubah
dirinya sendiri. Oleh karena itu dalam kajian ini akan melihat seperti
bagaimana fungsi dan peran agama dalam mempengaruhi kehidupan
para individu dan masyarakat.

METODE PENELITIAN
Kajian ini menguraikan tentang fungsi dan peran agama dalam
mempengaruhi kehidupan individu dan masyarakat. Metode yang
gunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang memaparkan data
secara berurutan dalam bentuk data yang rinci (Fadli, 2021). Afrizal
(2014) mengartikan metode kualitatif sebagai metode penelitian ilmu-
ilmu sosial yang mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-
kata dan perbuatan manusia serta peneliti tidak berusaha
menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah
diperoleh dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka.
Metode ini berkaitan erat dengan prosedur, metode, alat dan desain
yang digunakan. Adapun sumber data yang digunakan dalam kajian
ini yaitu jurnal, buku dan artikel serta sumber bahan yang berasal
dari internet. Sumber-sumber pustaka berkaitan dengan
pembahasan itu selanjutnya dianalisis dan diinterpretasi sesuai
dengan pemahaman peneliti.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Agama merupakan suatu perkataan yang sangat senang
diucapkan dan mudah pula untuk diartikan maksudnya. Terlebih
bagi masyarakat umum, tetapi sangat sukar memberi batasan yang
jelas terlebih bagi para ahli. Persoalan ini dikarenakan dalam
mendefenisikan sesuatu secara ilmiah, harus ada rumusan yang
dapat menghimpun seluruh unsur yang diartikan dan sekaligus
mengeluarkan semua yang tak termasuk unsurnya (Shihab, 1994).
Kemudahan mendefenisikan bagi orang awam karena cara mereka
menghayati agama dan perasaan itu yang kemudian mereka akan
amalkan.

127
BORNEO: Journal of Islamic Studies
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

Para ahli seperti John Locke (1632-1704) berpendapat bahwa


“agama yang lebih bersifat khusus, sangat pribadi, sumbernya adalah
jiwaku dan mustahil bagi orang lain memberi petunjuk kepadaku jika
jiwaku sendiri tidak memberitahu kepadaku”. Mahmud Syaltut
menyatakan bahwa agama merupakan ketetapan-ketetapan Ilahi
yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup
manusia”. Sementara itu, Syaikh Muhammad Abdullah Badran dalam
bukunya Al-Madkhal ila Al-Adyan menjelaskan bahwa makna agama
dapat merujuk kepada al-Qur’an. Ia memulai bahasanya dengan
pendekatan kebahasaan (Shihab, 1994).
Din dapat dijelaskan dalam pengertian agama. Menurut guru
besar Al-Azhar menggambarkan hubungan antara kedua belah pihak,
dimana pihak pertama berada pada posisi yang lebih tinggi dari pihak
kedua. Semua kata yang menggunakan huruf dal, ya`, nun. Yadinu
artinya hukuman atau ketaatan, dan lain-lain yang kesemuanya
saling mempengaruhi dan menarik satu sama lain. Mewakili
keberadaan dua pihak dan meminta satu sama lain seperti di atas.
Jika demikian, agama adalah "hubungan antara makhluk dan
penciptanya", yang diwujudkan dalam sikap batinnya dan ibadah
yang dia lakukan. Itu jelas dan tercermin dalam sikapnya sehari-hari
(Shihab, 1994).
Bertentangan dengan pernyataan di atas bahwa ada tiga contoh
definisi negatif tentang agama, pertama, Karl Marx mendefinisikan
agama sebagai candu dalam masyarakat yang tertindas. Agama
adalah candu masyarakat. Bertrand Russell mengatakan bahwa
agama adalah ilusi dan kekuatannya berasal dari fakta bahwa agama
berasal dari keinginan naluriah manusia. Menurut Sigmund Freud,
analisis psikologis mengklaim bahwa agama telah dicabut dari naluri
kita sejak masa kanak-kanak, agama, menghilang ketika kita
menjadikan akal dan sains sebagai panduan kita (STIE IGI, 2021).

B. Benih Timbulnya Agama


Banyak sekali pendapat yang telah menjelaskan tentang benih
tumbuhnya agama dalam jiwa seorang manusia. Salah satunya
ditimbulkan oleh adanya perasaan takut yang kemudian melahirkan
perilaku untuk melakukan pemberian sesajen kepada yang diyakini
memiliki kekuatan yang menakutkan atau yang lebih besar dan kuat.
Rasa takut itu menjadi penyebab pendorong penting untuk tumbuh
suburnya rasa keagamaan tersebut. Tetapi ia merupakan benihnya,
ditolak oleh pakar yang lain.
Sigmund Freud, seorang ahli psikologi terkemuka,
mengomentari spesies kemunculan agama dari kompleks Oedipus.
Kompleks Oedipus adalah suatu kondisi yang mana seorang anak
laki-laki secara emosional dan seksual tertarik kepada ibunya.
Pertama, anak merasakan gairah seksual terhadap ibunya. Sang ibu
akhirnya berani membunuh ayah kandungnya, karena ayahnya
adalah penghalang untuk mencapai tujuan ini. Namun pembunuhan
tersebut akhirnya membawa penyesalan pada jiwa anak tersebut dan

128
BORNEO: Journal of Islamic Studies
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

menciptakan pemujaan terhadap arwah sang ayah. Dari sini, rasa


religi dimulai dalam jiwa manusia. Ulama mengklaim bahwa benih-
benih munculnya agama itu sendiri berasal dari penemuan
kebenaran, keindahan, dan kebaikan manusia. Orang pertama yang
diperintahkan Allah untuk datang ke bumi diberi pesan untuk
mengikuti instruksi ketika bimbinganNya sampai orang tersebut.
Petunjuk pertama yang mereka yakini bahwa mereka
menciptakan agama adalah ketika Nabi Adam menemukan tiga hal di
atas. Untuk penjelasannya, dapat disimpulkan bahwa Nabi Adam
menemukan keindahan di alam semesta, bintang-bintang yang
berkilauan di langit, dan bunga-bunga yang bermekaran. Dan dia
sangat menyegarkan ketika angin bertiup dan dapat menemukan hal-
hal baik di air dingin ketika dia haus. Karena itu, ia berada dalam
ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan menemukan kebenaran yang
terungkap di alam semesta dan dirinya sendiri. Kombinasi ketiganya
menciptakan kesakralan.
Proses menemukan seseorang yang memiliki naluri rasa ingin
tahu dan sedang berusaha menemukan yang paling indah, benar dan
baik. Jiwa dan hatinya membuatnya bertemu dengan Yang Maha
Suci, dan kemudian dia mencoba mengidentifikasi dia, dan bahkan
mencoba meniru atributnya. Dari proses ini lahirlah agama, dan dari
sini lahir proses keagamaan sebagai “usaha meniru sifat-sifat yang
suci dan suci”. Dalam hadits Nabi, yaitu "Takhallaqu bi akhlaqillah"
(bertindak menurut karakter Allah). Demikian pula wahyu Allah yang
diterima Nabi sebagai yang ditunjuk oleh Allah tidak diterima oleh
orang lain, tetapi tidak ada alasan untuk menolaknya.
Zakiyah Daradjad membagi keperluan manusia menjadi dua
bagian pokok antara lain: a) Kebutuhan primer yakni kebutuhan
jasmani misalnya makan, minum, termasuk seks dan lain sebagainya
(Kebutuhan ini diperoleh secara fitrah tidak dipelajari). b) Kebutuhan
Sekunder yakni kebutuhan rohani, jiwa dan sosial. Kebutuhan itu
hanya ada pada diri manusia dan sedari kecil sudah bisa dirasakan
(Mubarak, 2014). Oleh karena itu, individu dan masyarakat sangat
memerlukan dua kebutuhan pokok tersebut untuk dapat hidup layak
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

C. Fungsi dan Peran Agama Dalam Kehidupan


Persoalan agama memang tidak akan pernah bisa berdiri
sendiri dengan tata kehidupan bermasyarakat sebab sebuah agama
itu sangat diperlukan untuk kehidupannbermasyarakat dan
keseharian manusia. Dalam wujud praktiknya dapat dikatakan
bahwa fungsi agama dalam masyarakat dapat dijelaskan sebagai
berikut (Mulyadi, 2018):
Bertindak sebagai pendidikan, yaitu semua pemeluk agama
yakin akan aturan dan pedoman agama yang pemeluknya ikuti dalam
memberikan pedoman yang semestinya diikuti dengan tepat. Secara
hukum, ajaran agama memiliki fungsi perintah dan larangan. Kedua
unsur perintah dan larangan tersebut memiliki latar belakang

129
BORNEO: Journal of Islamic Studies
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

pembinaan bagi pemeluknya agar terbiasa dengan sikap dan


perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran agamanya. Mereka yang
berdosa dapat memperoleh kedamaian batin melalui agama, yaitu
dengan bertindak sebagai penebusan, melalui bimbingan agama.
Rasa bersalah dengan cepat menghilang dari hatinya ketika orang
yang menyakitinya menebus dosa melalui penyesalan, pengakuan,
pemurnian, atau pertobatan. Peran penyelamat adalah bahwa mereka
selalu ingin aman di mana pun mereka bisa. Keselamatan dengan
ajaran agama. Janji pasti kedamaian, ketentraman yang diberikan
agama kepada orang-orang yang beriman adalah keselamatan yang
meliputi dua alam dunia dan akhirat. Untuk mencapai kesejahteraan
dan keselamatan ini, ajaran agama terus mengajarkan setiap
pemeluknya dengan memperkenalkan tema-tema sakral berupa iman
kepada Tuhan.
Fungsi kreatif atau ajaran agama, mendorong dan mengajak
pengikutnya untuk produktif tidak hanya untuk kepentingan sendiri,
tetapi juga untuk kepentingan banyak orang. Pemeluk agama tidak
hanya harus diperintahkan untuk bekerja setiap hari menurut pola
hidup yang sama, tetapi juga untuk berinovasi dan membuat
penemuan-penemuan baru. Pemeluk agama yang bertindak sebagai
penguasa sosial terikat secara mental dengan ajaran-ajaran tersebut,
baik secara individu maupun kelompok, sesuai dengan ajaran agama
yang dianutnya. Secara individu atau secara bersama-sama, ajaran
agama pengikutnya dipahami sebagai kontrol sosial. Sebagai
fasilitator solidaritas, mereka secara psikologis merasa memiliki
kesatuan yang dirasakan oleh pemeluk agama, yaitu kesamaan
dengan iman dan keyakinan. Rasa persatuan ini membangkitkan rasa
solidaritas dalam kelompok atau individu, dan kadang-kadang
bahkan menumbuhkan rasa persahabatan dan persaudaraan yang
kuat. Fungsi sublimasi, ajaran agama untuk menyucikan hawa nafsu
seluruh umat manusia di dunia, bukan hanya agama sesat karena
segala usaha dan usaha manusia adalah untuk Allah jika dilakukan
dengan niat yang ikhlas, selama tidak bertentangan dengan norma
agama.
Tugas fungsi dan peran agama dalam hidup keseharian umat
sangatlah besar. Dalam menjalani rutinitas kehidupan ini, kebutuhan
jasmani dan kebutuhan rohani menjadi kebutuhan dasar bagi
manusia. Keseimbangan antara pikiran dan tubuh mengarah pada
keharmonisan hidup ini. Dengan menganut ajaran agama dalam
kehidupan, kita dapat menghargai dan memahami perbedaan di
antara kita (Shanzai, 2021). Hamka menjelaskan fungsi agama dan
perannya dalam kehidupan seperti "tali kekang" merupakan
mengekang dari ekspresi fikiran, dari gejolak nafsu (amarah), dan
kekang dari bahasa dan tindakan (jijik dan tidak manusiawi). Agama
membimbing jalan hidup manusia untuk tetap di jalan lurus yang
diridhoi Allah. Dalam hukum Islam, peran agama sebagai alat/sarana
pengaturan dan kemudahan proses interaksi sosial yang sebesar-
besarnya, serta terbentuknya masyarakat yang serasi, damai, dan
sejahtera.
130
BORNEO: Journal of Islamic Studies
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

Saksikan perbedaan yang sangat tajam diantara orang-orang


beriman yang mana mereka hidup untuk mengaplikasikan agamanya
dan orang yang tidak percaya akan kekuatan agama, atau yang tidak
beragama tetapi acuh terhadap agamanya. Ada kedamaian di wajah
orang-orang yang berpegang teguh pada keyakinan agamanya. untuk
mencari nafkah, sikap mereka selalu tenang Aku di sini. Ada perilaku
yang biasa saja atau cemas atau perilaku tidak atau yang membuat
orang lain tidak bahagia. Lain halnya dengan mereka yang hidupnya
terputus dari ikatan agama. Mereka biasanya mudah terganggu oleh
pergolakan dan kebingungan yang terus-menerus mengganggu
pikiran dan emosi mereka. Perhatiannya hanya pada dirinya dan
kelompoknya. Tindakan dan perilaku dalam hidup biasanya diukur
atau dikendalikan oleh kesenangan eksternal, yang hingga mengacu
pada pemenuhan dan kepuasan keinginan belaka.
Mc. Guile menyatakan bahwa dalam pembentukan sistem dan
nilai diri individu ialah agama. Semua bentuk simbol agama,
mukjizat, sihir, dan upacara-upacara memegang peran penting dalam
membentuk sistem nilai diri. Begitu setelah terbentuk, kita secara
otomatis dapat memakai sistem nilai kita untuk memahami,
mengevaluasi, menginterpretasikan situasi dan pengalaman. Dengan
kata lain sistem nilai, dinyatakan dalam bentuk kode etik. Misalnya
seseorang sampai pada suatu kesimpulan, saya orang berdosa, saya
orang baik, saya pahlawan sukses, atau saya saleh, dan seterusnya.
Ramayulis (2002), menjelaskan bahwa agama di dalam
kehidupan keseharian seseorang individu dapat berfungsi sebagai:
1. Sumber Nilai Dalam Menjaga Kesusilaan
Ajaran agama memiliki nilai bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai
tersebut menjadi acuan sekaligus pedoman bagi masyarakat.
Sebagai pedoman, agama menjadi standar pemikiran, tindakan,
dan perilaku agar sesuai keyakinan yang pegangnya. Sistem nilai
yang didasarkan agama dapat memberikan arahan baik kepada
individu maupun masyarakat. Sistem itu dapat berupa legitimasi
dan justifikasi di kehidupan para individu dan masyarakat.
2. Agama menjadi wadah Mengatasi Frustasi
Frustasi berdasarkan pengamatan dapat menyebabkan perilaku
religius. Mereka yang mengalami frustasi seringkali bertindak
secara religius atau religius untuk mengatasi rasa frustasinya.
Untuk alasan ini dia mendekati Tuhan melalui penyembahan
karena menumbuhkan dan menghasilkan tindakan beragama.
3. Agama Media Pemenuhan Pengetahuan
Agama merupakan solusi atas kesulitan-kesulitan kognitif-
intelektual selama kesulitan-kesulitan tersebut dijiwai oleh
kebutuhan-kebutuhan eksistensial dan psikologis-kerinduan dan
kebutuhan manusia akan arah hidup.
Masyarakat merupakan sekelompok orang yang hidup
berkelompok, bekerjasama mewujudkan kepentingan secara bersama
yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma dan adat istiadat
yang ditaati dalam lingkungannya. Masyarakat berasal dari bahasa

131
BORNEO: Journal of Islamic Studies
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

inggris yaitu "society" berarti masyarakat, lalu kata society berasal


dari bahasa latin yaitu "societas" yang berarti kawan. Sedangkan
masyarakat yang berasal dari bahasa arab yaitu "musyarak".
Masyarakat adalah sekelompok orang yang terjalin erat dan
mengarah pada kehidupan kolektif karena sistem tertentu, tradisi
tertentu, adat istiadat, dan hukum kesetaraan tertentu. Sistem sosial
adalah manusia yang satu terhubung dengan manusia lainnya yang
membentuk suatu kesatuan. Masyarakat berfungsi sebagai khilafah
di muka bumi.
Agama mempengaruhi kesatuan masyarakat. Di sisi lain,
agama juga bisa menjadi perusak ketika kekerabatan dan
konsekuensi melemah dan mengendur. Keadaan ini tercermin dalam
pluralistik dan masyarakat heterogen. Masyarakat adalah sekelompok
individu yang ada dalam suatu kehidupan dan berinteraksi dengan
individu lainnya. Agama dan kehidupan masyarakat tidak mungkin
dapat dipisahkan, disebabkan agama itu sangat diperlukan untuk
kehidupan sosial. Dalam praktiknya, fungsi agama dalam masyarakat
antara lain (Thouless, 1995; Taufik, 2019):
1. Berfungsi Edukatif
Penganut agama ini mengklaim bahwa ajaran agama yang
dianutnya mengandung ajaran yang harus diikuti. Secara hukum,
ajaran agama memiliki fungsi perintah dan larangan. Kedua unsur
Perintah dan Larangan tersebut memiliki latar belakang
membimbing individu, mukmin dan menjadi orang yang baik dan
menjadi terbiasa dengan kebaikan sesuai ajaran agamanya
masing-masing.
2. Berfungsi Penyelamat
Orang selalu menginginkan keamanan di mana pun mereka
berada. Oleh karena itu kehadiran agama memberikan
keselamatan pada pemeluknya yakni keselamatan dunia dan
akhirat.
3. Berfungsi Sebagai Pendamaian
Melalui agama, orang yang bersalah atau berdosa dapat
memperoleh kedamaian batin melalui bimbingan agama: taubat,
penyucian, atau taubat.
4. Berfungsi Sebagai Sosial Kontrol
Penganut agama yang mengikuti ajaran keyakinannya yang terikat
oleh ajaran baik secara individu maupun kolektif. Ajaran agama
bagi orang percaya menghitung sebagai sosial individu dan
kelompok.
5. Berfungsi Menjadi Pengikat Rasa Solidaritas
Penganut dari agama yang secara psikologis serupa akan
menemukan bahwa mereka memiliki satu kesatuan iman dan
keyakinan yang sama. Rasa persatuan ini menumbuhkan
solidaritas dalam kelompok dan individu, dan terkadang bahkan
rasa persaudaraan yang kuat.

132
BORNEO: Journal of Islamic Studies
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

6. Berfungsi Transformatif
Hidup seorang atau kelompok orang dapat berubah menjadi
kehidupan baru melalui ajaran agama yang dipahami dan
diyakininya.
7. Berfungsi Kreatif
Ajaran agama menjadi pendorong bagi pemeluknya agar lebih
produktif tidak hanya demi kepentingan dirinya, tetapi juga bagi
kepentingan pihak lain. Pemeluk agama tidak hanya disuruh
mengikuti pola hidup dan pekerjaan yang sama setiap hari, tetapi
mereka juga harus berinovasi dan membuat penemuan baru.
8. Berfungsi Sublimatif
Ajaran agama menyucikan semua usaha manusia, sekuler maupun
religius. Semua ikhtiar manusia, bila dilakukan dengan niat yang
tulus dan tidak bertentangan dengan norma agama, adalah untuk
dan dalam ibadah kepada Tuhan.
Agama adalah kebutuhan manusia di masyarakat. Agama
merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan, terutama dalam
kehidupan spiritual. Di sisi lain, agama kemudian membawa nilai-
nilai baru yang mengharuskan pemeluknya mentaati perintah dan
menjauhi larangannya (Yusuf dkk, 2021; Surawan & Mazrur, 2020).
Agama juga tidak bisa dipahami dengan definisi belaka, tetapi
hanya dengan penjelasan aktual yang berasal dari keyakinan penuh
(dalam). Tidak ada definisi tunggal tentang agama yang benar-benar
memuaskan tanpa keyakinan. Oleh karena itu, agama dapat
diartikan sebagai gejala 'di mana-mana', dan agama mengacu pada
upaya manusia untuk mengukur kedalaman makna keberadaan diri
sendiri dan alam semesta. Sempurnakan kebahagiaan batin dan
taklukkan ketakutan. Agama sebagai bentuk kepercayaan manusia
terhadap alam gaib (supernatural) seolah menemani manusia dalam
berbagai kehidupan. Agama memiliki nilai dalam kehidupan manusia,
baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan
masyarakat. Sehingga secara psikologis, keyakinan terhadap agama
dapat menjadi motivasi internal (internal) yang berguna dalam
psikoterapi, maupun sebagai motivasi eksternal (eksternal) untuk
menghindari bahaya negatif zaman global saat ini. Dan motif
berdasarkan keyakinan agama dianggap sangat kuat.

D. Perubahan Sosial Individu dan Masyarakat


Perubahan sosial merupakan tanda terjadinya perubahan
struktur dan pola sosial dalam masyarakat. Perubahan sosial adalah
gejala umum dalam kehidupan masyarakat dan terjadi sepanjang
masa. Perubahan dilakukan sesuai sifat manusia, yang selalu ingin
mengubah sesuatu. Kebosanan manusia menjadi pemicu perubahan.
Oleh karena itu, perubahan sosial itu wajar dan hal itu juga
mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan manusia mempunyai
sesuatu kebutuhan tak ada batasnya. Sebagai contoh beberapa
perubahan yang terjadi, diantaranya:

133
BORNEO: Journal of Islamic Studies
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

1. Perabotan dan perlengkapan seperti pakaian, rumah, peralatan,


senjata, alat produksi dan transportasi. Kalau kita lihat nenek
moyang dahulu memasak makanan menggunakan alat masak
tradisional. Saat ini di zaman modern, memasak sudah
menggunakan alat modern salah satunya oven menyimpan.
2. Bertahan hidup contohnya sistem ekonomi mencakup pertanian,
peternakan, sistem produksi dan lain-lain. Begitulah cara kerja
pria dahulu dengan berburu ataupun pekerjaan lainnya.
Sementara wanita hidup mengerjakan tugas di rumah dan
pendidikan. Tapi sekarang wanita juga bisa berperan aktif dalam
mendapatkan mata pencaharian layaknya laki-laki.
3. Sistem kemasyarakatan termasuk sistem kekerabatan, organisasi
politik, sistem hukum dan sistem perkawinan. Contohnya waktu
dulu hidup tidak begitu sulit sekarang, kerabat darah keluarga
selalu hidup bersama dalam satu rumah.
Masih banyak lagi yang lainnya selain beberapa poin yang
disebutkan di atas. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan sosial
individu dan masyarakat sangatlah cepat apalagi ditopang oleh
kemajuan teknologi dan informasi yang sekarang ini semakin
canggih. Seolah kita “menggenggam dunia”. Segala informasi yang
ingin kita ketahui dengan begitu cepat dapat diperoleh. Hal ini juga
tampak dari perubahan yang terjadi ketika agama masuk dalam
relung jiwa manusia. Apakah ia akan semakin taat maupun malah
justru sebaliknya.

PENUTUP
Berdasarkan perjelasan di atas dapat dikatakan bahwa agama
memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan individu dan
perubahan pada bermasyarakat. Agama berperan dalam mewujudkan
kerukunan dan perjuangan di mata masyarakat, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa agama berperan dalam mewujudkan keharmonisan
di muka bumi ini. Agama menjadi aturan dan standar dengan
memberikan pelajaran tentang perbuatan-perbuatan besar dan keji
serta larangan-larangan. Agama menjadi sebuah perwujudan
terntentu dalam pengatur dan menjadi pengarah kehidupan orang-
orang dan agama juga dapat memotivasi perasaan bahagia dan takut
batin seseorang yang paling lengkap. Kebahagiaan, perlindungan,
pencapaian dan kepuasan. Agama dalam kehidupan seseorang bukan
hanya motif, dan nilai, etika, tetapi juga harapan. Motif keagamaan
memaksa seseorang untuk berkorban dalam bentuk wujud
kebendaan dan dalam wujud tenaga maupun pikiran.

134
BORNEO: Journal of Islamic Studies
Deni Irawan Vol. 2 No. 2 Januari-Juni 2022

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo


Persada.
Fadli, M.R. (2021). Memahami Desain Metode Penelitian Kualitatif.
Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum. 21(1), 33-54.
Ibrahim, S. (2018). Perspektif Islam Terhadap Pluralitas
Keberagamaan. Al-Mu’ahirah. 15(1), 40-55.
Jokimin, B. Diakses 20 November 2008, dari www,earthlinknet,
Jokimin GKLINKE.
Musa, M. M. (2021). Peran Agama Dalam Perubahan Sosial
Masyarakat. Nuansa, XIV(2), 198–205.
Mubarak, A. Z. (2014). Perkembangan Jiwa Agama. Ittihad Jurnal
Kopertais Wilayah XI Kalimantan.12(22), 91–106.
Mulyadi. (2018). Agama dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan. Jurnal
Penelitian Dan Pengkajian Ilmu Pendidikan: E-Saintika, 2(1),
556-564.
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/alawlad/article/
view/424
Ramayulis. (2002). Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Shanzai., H.Y.S.D.W.T.Y.D.(2021). https://kemenag.go.id/read/peranan-
agama-dalam-kehidupan-keseharian-umat-orvgw.
https://kemenag.go.id/read/peranan-agama-dalam-kehidupan-
keseharian-umat-orvgw
Shihab, M.Q. (1994). Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu
Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan
STIE IGI. (2021). Agama dan Fungsinya Dalam Kehidupan Manusia.
Stie.Igi.Ac.Id, ii, 1–38.
Surawan & Mazrur. (2020). Psikologi Perkembangan Agama: Sebuah
Tahapan Perkembangan Agama Manusia. Yogyakarta: K-Media.
Taufik, A. (2019). Agama Dalam Kehidupan Individu. Edification.
1(01), 57-67.
Thouless, R.H. (1992). Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali.
Yusuf, M. dkk. (2021). Peran dan Fungsi Agama dalam Menyikapi
Multikulturalisme di Indonesia dengan Konsep Bhinneka
Tunggal Ika Sebagai Pilar Kesatuan dan Persatuan. I-Win
Library, 4.

135
BORNEO: Journal of Islamic Studies

Anda mungkin juga menyukai