Skrip Si

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 123

SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP


INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASCABEDAH ABDOMEN
DI IRNA BEDAH RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG TAHUN 2011

Oleh:

ANITA
66070069

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
JULI 2011
SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP


INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASCABEDAH ABDOMEN
DI IRNA BEDAH RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG TAHUN 2011

Skripsi ini diajukan untuk


memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA KEPERAWATAN

Oleh:

ANITA
66070069

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
JULI 2011
BIOGRAFI PENULIS

Nama : Anita

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 6 Juli 1986

Agama : Islam

Status Dalam Keluarga : Anak ke satu dari dua bersaudara

Alamat : Jl. K.H. Lr. Pratunusa No. 520. 14 ulu Plaju

Palembang Tlp. 081958077173

Riwayat Pendidikan:

1. SDN Srinanti Sungai Gerong Palembang Tahun 1993-1999

2. SLTPN 31 Palembang Tahun 2000-2003

3. SMA Daarul Aitam Palembang Tahun 2003-2006

4. Sarjana Keperawatan STIKES Muhamadiyah Palembang Tahun 2007-2011

v
Motto Dan Persembahan
Motto:
 Tanamkan hidup jujur pada diri kita, jujur pada diri sendiri dan orang lain.
 Jangan berpikir untuk melakukan yang sempurna tapi lakukanlah yang terbaik
 Hidup bahagia dan buatlah orang lain bahagia.
 Time are happy, life, study and money.
 Apa yang diinginkan pasti akan tercapai asalkan dengan niat yang baik.
 Segala sesuatu yang diraih dengan susah payah pasti akan mendatangkan
kebahagiaan.
 Dan janganlah takut dengan suatu kegagalan, karena dengan kegagalan akan
datang kesuksesan.

Kupersembahkan Kepada:
1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya hingga saat ini.
2. Ayahanda Salim dan ibunda Kasilah tercinta yang telah membesarkan dan
mendidikku dengan penuh kasih sayang dan selalu mendo’akan hingga
tercapai cita-citaku.
3. Adik ku tersayang (Ponicah, Tiara) yang telah memberikan semangat dan
membuatku bahagia.
4. Bapak M. Alam dan sekeluarga di malaysia telah yang memberikan motivasi
dan dukungan.
5. Bapak Lukman S.Kep.Ns., MM dan Bapak Yulius Tiranda S.Kep.Ns yang
telah membimbingku dengan penuh kesabaran dan keiklasan hingga
terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini dengan tepat waktu.
6. Seseorang yang telah memberiku motifasi walaupun dengan cara yang aneh.
7. Teman-temanku (ayu, meta, novi, seni, diana, feni, yusi) PSIK khususnya
kelas B dan adit yang selalu menemaniku dalam suka dan duka.
8. Teman-temanku seperjuangan angkatan 2007 dan teman anggota KMB.
9. Almamaterku tercinta.

vi
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Juli 2011

ANITA

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP


INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASCABEDAH ABDOMEN DI IRNA
BEDAH RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2011
(xvi + 88 Halaman + 8 Tabel + 6 Gambar + 2 Bagan + 7 Lampiran)

ABSTRAK

Nyeri pascabedah abdomen adalah gabungan dari beberapa pengalaman sensori, emosional,
dan mental yang tidak menyenangkan akibat trauma bedah. Walaupun nyeri telah dikelola
dengan baik, pasien masih mengalami nyeri setelah diberikan analgesik. Salah satu cara yang
cocok untuk mengurangi nyeri postoperasi secara non-farmakologi adalah relaksasi napas
dalam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi napas dalam
terhadap intensitas nyeri pada pasien pascabedah abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011. Desain penelitian ini adalah pre-ekperimen
dengan rancangan studi one-group, pretest-posttest dengan pendekatan cross sectional pada
49 responden pascabedah abdomen. Relaksasi napas dalam dilakukan selama 1 menit.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non probability sampling melalui accidental
sampling. Penelitian ini dilakukan pada April sampai dengan Mei 2011. Pengukuran variabel
dilakukan dengan cara Visual Analog Scale (VAS) dikombinasikan dengan Numeric Rating
Scale (NRS). Pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan
karakteristik pasien pascabedah abdomen adalah mayoritas laki-laki (55,1%), rata-rata
berumur 37 tahun, bekerja (55,1%), pendidikan SMA (32,7%), tipe anastesi regional (87,8%),
jenis operasi kolostomi (26,5%), lama operasi 1 jam (49,0%). Mayoritas intensitas nyeri
responden sebelum dilakukan teknik relaksasi napas dalam mencapai nyeri skala 7 (nyeri
berat) sebanyak 42,9% dan setelah intervensi mencapai nyeri skala 5 (nyeri sedang), yaitu
34,7%. Dari hasil uji statistik diperoleh perbedaan yang bermakna antara intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi. Ada pengaruh yang signifikan sebelum dan setelah teknik
relaksasi napas dalam (p value = 0,000). Hasil penelitian ini bermanfaat bagi praktisi
keperawatan sebagai asuhan keperawatan dalam menigkatkan pengolahan nyeri pascabedah
abdomen. Penelitian perlu adanya lebih lanjut dengan jumlah sampel lebih banyak dan
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi nyeri.

Kata kunci: Nyeri, pascabedah abdomen, teknik relaksasi napas dalam.


Daftar pustaka: 27 (2001-2010)

vii
HEALTH HIGHT SCHOOL OF MUHAMMADIYAH PALEMBANG
STUDY NURSING PROGRAM
Final Paper, July 2011

ANITA

THE INFLUENCE OF INHALE RELAXATION TECHNIQUE ON THE


INTENSITY OF PAIN OF THE POST- SURGICAL ABDOMEN PATIENT AT
THE SURGICAL WARD OF MOHAMMAD HOESIN HOSPITAL
PALEMBANG IN 2011
(xv + 88 pages + 8 tables + 6 pictures + 2 diagrams + 7 appendices)

ABSTRACT

Pain after abdomen surgery is a combination of sensory, emotional and mental


reactions that disturb the patients. Eventhough the pain is controlled by analgesic
treatment, such feeling stil still exists. One way to control this feeling is the
application of inhale relaxation technique. This research is aimed at finding out the
influence of the inhale relaxation technique on the intensity of pain of the post-
surgical abdoment patients at the Surgical Ward of Mohammad Hoesin Hospital
Palembang in 2011. This research used a one-group pre-experimental quantitative
technique and pretest-postest cross sectional approach. The sample consisted of 49
patients selected through accidental sampling. The inhale relaxation technique was
adminsitered for one minute by each patient within the period of April until May,
2011. The statistical computation was done by the Wilcoxon test and Visual Analog
Scale (VAS) and Numeric Rating Scale (NRS) applied. The results show that by
average the respondents were males (55.1%), 37 years old by average; 55.1% of
them were employed, 32.7% had high school education, 87.8% had regional
anesthesia, 26.5% colostomy, 49.0% one hour operation. The intensity of pain before
intervention reached 42.9% at the 7 scale and after the inhale relaxation technique
was applied, it became 34.7% at the 5 scale. The stastatical testing resulted in the p
value of 0.000. These research results are beneficial for nurses to know how to handle
the pain. Further research may be sought to find out other factors that cause the pain.

Key words: pain, the post-surgical abdomen, inhale relaxation technique

References : 27 (2001 – 2010)


viii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas
berkat Rahmat dan Ridho-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul
”Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada
Pasien Pascabedah Abdomen di IRNA Bedah Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2011” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Studi S1 Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Palembang
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini penulis sangat menyadari bahwa
masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan pada Proposal Penelitian ini yang
dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman serta kekhilafan yang
penulis miliki. Maka dari itu, dengan ikhlas penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat mendidik dan membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi
yang akan datang.
Penyusun skripsi tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan, bimbingan
serta saran dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ketua STIKES Muhammadiyah Palembang ibu Sri Yulia, S. Kp, M. Kep
2. Ketua Program Studi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Palembang ibu
Murbiah, S.Kep, Ns
3. Bapak Lukman, S.Kep, Ns, MM, selaku Pembimbing I pada Proposal Penelitian
ini
4. Bapak Yulius Tiranda, S.Kep, Ns, selaku pembimbing II pada Proposal Penelitian
ini
5. Ibu Nurna Ningsih, S.Kp., M.Kes, selaku penguji dan Pembimbing pada Proposal
Penelitian ini
6. Dan semua pihak yang telah membantu sehingga Proposal Penelitian ini dapat
diselesaikan.
Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya
dan menjadikannya sebagai amal jariyah. Akhirnya semoga Proposal Penelitian ini
dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pendidikan dan kesehatan lingkungan serta
bagi semua yang membacanya, Amin.

Palembang, Juli 2011


Penulis
DAFTAR ISI

ix Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................... v
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR...................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian....................................................................... 6
1. Tujuan Umum..................................................................... 6
2. Tujuan Khusus..................................................................... 6
D. Ruang Lingkup Penelitian......................................................... 7
E. Manfaat Penelitian.................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 9


A. Definisi Perawatan Perioperatif ............................................... 9
1. Fase Pembedahan ............................................................... 9
2. Persiapan Prabedah............................................................. 10
3. Tipe Bedah ......................................................................... 12
4. Tipe Anestesi ...................................................................... 13
5. Bedah Abdomen ................................................................. 13
6. Nyeri Pascabedah ............................................................... 16
B. Nyeri........................................................................................ 16
1. Definisi .............................................................................. 16
2. Etiologi .............................................................................. 17
3. Fisiologi ............................................................................. 18
4. Respon Fisiologi Terhadap Nyeri ...................................... 21
5. Respon Perilaku Terhadap Nyeri ....................................... 22
6. Klasifikasi Nyeri ................................................................ 24
7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri ......................... 25
8. Skala Nyeri ........................................................................ 29
9. Penatalaksanaan Nyeri ....................................................... 31
C. Teknik Relaksasi Napas Dalam ............................................... 37
1. Definisi ................................................................................ 37
2. Tujuan ..................................................................................
x 38
3. Indikasi ................................................................................ 38
4. Posisi Tubuh Pada Saat Relaksasi ........................................ 38
5. Metode Untuk Melakukan Napas Dalam ............................ 39
6. Manfaat Teknik Relaksasi Napas Dalam ............................. 40
7. Proses Penurunan Nyeri dengan Teknik Relaksasi Napas
Dalam.................................................................................... 40
D. Penelitian Terkait ..................................................................... 42
E. Kerangka Teori ......................................................................... 44

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN


HIPOTESIS.................................................................................... 45
A. Kerangka Konsep ..................................................................... 45
B. Definisi Operasional................................................................. 47
C. Hipotesis .................................................................................. 48

BAB IV METODELOGI PENELITIAN.................................................... 49


A. Desain Penelitian....................................................................... 49
B. Variable Penalitian ................................................................... 50
C. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................. 50
1. Populasi Penelitian ............................................................. 50
2. Sampel Penelitian .............................................................. 51
D. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................... 53
1. Lokasi Penelitian ..............................................................53
2. Waktu Penelitian ..............................................................53
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ............................... 53
1. Tehnik pengumpulan Data ................................................. 53
2. Instrumen Pengumpulan Data ............................................ 55
F. Pengolahan Data........................................................................ 55
G. Analisis Data ............................................................................ 57
1. Analisis Univariat ..............................................................57
2. Analisis Bivariat ..............................................................58
H. Penggumpulan data .................................................................. 60
I. Etika Penelitian ........................................................................ 60
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................. 63
A. Gambaran RSUP Dr. Mohammad Hoesin ............................... 63
B. Hasil Penelitian ........................................................................ 70
1. Karakteristik Responden ...................................................... 70
2. Analisis Univariat ................................................................ 71
a. Intensitas Nyeri Sebelum Teknik Relaksasi Napas
Dalam ............................................................................... 72
b. Intensitas Nyeri Setelah Teknik Relaksasi Napas
Dalam ..............................................................................
xi 73
c. Skor Skala Intensitas Nyeri Sebelum Dan Setelah Dilakukan
Teknik Relaksasi Napas Dalam Pada Pasien Pascabedah
Abdomen ......................................................................... 73
3. Analisis Bivariat ........................................................................ 74
a. Uji Normalitas Data ............................................................ 74
b. Uji Wilcoxon Rank ............................................................. 75
c. Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pada Pasien Pascabedah Abdomen .......... 75

BAB VI PEMBAHASAN........................................................................... 77
A. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................... 77
1. Karakteristik Responden ..................................................... 77
2. Hasil Analisis Univariat ...................................................... 78
3. Hasil Analisis Bivariat ........................................................ 83
B. Keterbatasan Penelitian ........................................................... 85

BAB VII Simpulan Dan Saran ..................................................................


A. Simpulan .................................................................................. 86
B. Saran ......................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
xii
Halaman
Tabel 3.1: Definisi Operasional...................................................................... 47
Tabel 5.1: Jumlah Pegawai di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
2010............................................................................................... 65
Tabel 5.2: Tabel Karakteristik Ruangan Penalitian di IRNA Bedah RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011........................... 69
Tabel 5.3: Karakteristik Responden yang Mengalami Intensitas Nyeri
Pasien Pascabeda Abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011 ................................ 70
Tabel 5.4: Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Responden Sebelum
dilakukan Teknik Relaksasi Napas Dalam pada Pasien
Pascabedah Abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Tahun 2011 ..................................................... 72
Tabel 5.5: Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Responden Setelah
dilakukan Teknik Relaksasi Napas Dalam pada Pasien
Pascabedah Abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Tahun 2011...................................................... 73
Tabel 5.6: Skor Skala Intensitas Nyeri Sebelum dan Setelah dilakukan
teknik Relaksasi Napas Dalam pada Pasien Pascabedah
Abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2011.................................................................. 73
Tabel 5.7: Distribusi Perbandingan Intensitas Nyeri Responden
Menggunakanji Wilcoxon Sebelum dan Setelah diberikan
Teknik Relaksasi Napas Dalam pada Pasien Pascabedah
Abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2011.................................................................. 75

DAFTAR GAMBAR
xiii
Halaman
Gambar 2.1: Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS ....................... 29
Gambar 2.2: Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) ........................ 29
Gambar 2.3: Skala Deskriptif ......................................................................... 30
Gambar 2.4: Skala Wajah (Face Pain Rating Scale) ...................................... 30
Gambar 2.5: Skala Intensitas Nyeri Deskrif ................................................... 31
Gambar 2.6: Skala Numerik Prasetyo (2010).................................................. 31
DAFTAR BAGAN
xiv

Halaman
Bagan 2.1: Kerangka Teori ............................................................................. 44
Bagan 3.1: Kerangka Konsep ......................................................................... 46
xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Persetujuan Menjadi Responden


Lampiran 2: Lembar Instrumen
Lampiran 3: Output SPSS
Lampiran 4: Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 5: Surat Izin Penelitian Di IRNA Bedah
Lampiran 6: Surat Izin Telah Selesai Melakukan penelitian
Lampiran 7: Lembar Abstrak Lembaga Bahasa UNSRI
BAB I
PENDAHULUAN
xvi

A. Latar Belakang

Pembedahan diartikan sebagai “diagnosis dan pengobatan medis atas

cedera, cacat, dan penyakit melalui operasi manual dan instrumental”. Istilah

surgery berasal dari istilah yunani ”khirurgos” yang artinya “mengerjakan dengan

tangan”. Pada abad ke-19, pembedahan baru benar-benar menjadi suatu

spesialitas. Pada tahun 1904, Wiliam Charles Mayo dan saudarinya

mempublikasikan karya tentang pembedahan abdomen (Baradero, Dayrit dan

Siswadi, 2009).

Pembedahan adalah tindakan invansif medis yang dilakukan untuk

penanganan penyakit, injuri, atau kelainan (Lemone dan Burke, 2008 dikutip

Harsono, 2009). Salah satu jenis pembedahan adalah pembedahan abdomen.

Tindakan pembedahan berupa insisi pada kulit, tindakan traumatik pada jaringan

tubuh lainnya, dan manipulasi struktur tubuh viseral telah mencetuskan

mekanisme inflamasi, dan viseral yang berkontribusi pada rasa nyeri yang terjadi

selama periode pascabedah (Patton, 2006 dikutip Harsono, 2009).


Tingkat resiko suatu prosedur atau pembedahan dikelompokkan menjadi

dua, yaitu minor dan mayor. Bedah minor adalah pembedahan yang sederhana
2
dan resikonya sedikit. Mayoritas bedah minor dilaksanakan dengan menggunakan

anestesia lokal, walaupun anestesi umum juga sering dilakukan. Bedah mayor

adalah pembedahan yang mengandung risiko tinggi untuk pasien. Prosedur bedah

dapat diklasifikasikan sesuai tujuan pembedahan. Bedah kuratif bertujuan untuk


1
mengatasi masalah dengan mengangkat jaringan atau organ yang terkena, seperti

apendiktomi (Baradero, Dayrit dan Siswadi, 2009).

Di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang pertahun mengalami

pembedahan. Dari jumlah ini mayoritas mereka mengalami penderitaan nyeri

pasca bedah karena pengelolaannya yang belum adekuat. Pallegrini dalam jurnal

kedokteran (1996) dikutip Sari (2008), menyatakan bahwa 60% dinyatakan nyeri

hebat, 25% menyatakan nyeri sedang dan hanya 15% menyatakan nyeri ringan.

Faktor-faktor tindakan yang mempengaruhi munculnya perbedaan rasa nyeri ialah

lamanya waktu pembedahan, derajat trauma operasi, tipe dan insisi, yang

dibutuhkan untuk pengamatan.

Tahun 2004 hampir 35 juta pasien yang dirawat di Rumah Sakit Amerika

Serikat, tercatat 46% mengalami prosedur pembedahan. Ditemukan data bahwa

80% pasien mengalami nyeri pascabedah, 11% sampai 20% mengalami nyeri

hebat. Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ade Mohammad Djoen Sintang,

jumlah pasien yang mengalami pembedahan abdomen tahun 2008 sekitar 1014

pasien, dengan jumlah perbulannya sekitar 80-85 pasien. Jenis bedah abdomen
3
yang dilakukan adalah apendiktomi, laparatomi, perbaikan hernia, dan sectio

sesarea (Harsono, 2009).

Di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada bulan Januari sampai

Desember tahun 2010 berjumlah 518 pasien dan pada tanggal 1 Januari sampai 10

Maret tahun 2011 berjumlah 113 pasien pascabedah abdomen (RSMH, 2011).

Tindakan bedah merupakan ancaman potensial atau aktual kepada

integritas seseorang baik biopsikososial dan spiritual yang dapat menimbulkan

respon berupa nyeri. Rasa nyeri tersebut bisa timbul pada setiap jenis tindakan

operasi, bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang

akan mengganggu proses penyembuhan (Sari, 2008).

Rasa nyeri yang dialami pasien pascabedah bersifat subyektif dan sangat

bersifat individual, yang artinya tidak ada dua orang yang mengalami rasa nyeri

dengan cara, respon, dan perasaan yang identik pada seorang individu. Stimulus

nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan

dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu. Nyeri

dapat melelahkan dan menuntut energi seseorang. Nyeri dapat menggangu

hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan. Nyeri dapat merupakan

faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih

dari suatu penyakit (Potter dan Perry, 2006).

Melzack dan Wall (1965) dikutip Potter dan Perry (2006), mengusulkan

bahwa impuls nyeri dapat di atur atau dapat dihambat oleh mekanisme pertahanan

disepanjang sistem saraf pusat. Metode penatalaksanaan nyeri mencakup


4
pendekatan farmakologi dan nonfarmakologi. Penatalaksanaan nyeri secara

farmakologi yaitu: Analgesik Non-narkotik. Obat Anti inflamasi Nonsteroid

(NSAID), Analgesik Narkotik atau Opiat, Obat Tambahan (adjuvan) atau

Koanalgesik.

Penggunaan obat-obatan secara terus menerus bisa menimbulkan efek

samping, seperti penggunaan analgesik opiod yang berlebihan bisa menyebabkan

depresi pernafasan atau sedasi, bahkan bisa membuat orang menjadi mual muntah

dan konstipasi. Jika terus menerus diberikan obat-obatan analgetik untuk

mengatasi nyeri bisa menimbulkan reaksi ketergantungan obat, dan nyeri akan

terjadi lagi apabila reaksi obat telah habis (Smeltzer dan Bare, 2002).

Penggunaan analgesik tidak selalu dapat mengontrol nyeri pasca bedah.

Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa meskipun nyeri telah dikelola

dengan baik, kira-kira 70% pasien yang mengalami nyeri akut sedang berlanjut

menjadi nyeri akut hebat setelah dua hari pascabedah. Selain itu juga, survei

mengindikasikan bahwa lebih dari 86% pasien mengalami nyeri sedang ke nyeri

hebat pascabedah, meskipun analgesik ditingkatkan (Mukherji dan Rudra, 2006

dikutip oleh Harsono, 2009). Oleh karena itu, perlu terapi non farmakologi

sebagai alternatif untuk memaksimalkan penanganan nyeri pascabedah.

Penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi yaitu antara lain: masase kulit,

kompres, imobilisasi, distraksi, sentuhan terapeutik, biofeedback, teknik relaksasi

(Tamsuri, 2007). Salah satu cara yang cocok untuk untuk menurunkan intensitas

nyeri pada pasien pascabedah secara nonfarmakologi diantaranya adalah teknik


relaksasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), menyatakan beberapa penelitian
5
telah menunjukkan bahwa teknik relaksasi sangat efektif dalam menurunkan nyeri

pascabedah dan menurunkan intensitas nyeri dengan relaksasi dapat menghambat

stimulus nyeri dari serabut-serabut saraf yang lain sehingga nyeri menjadi lebih

lambat atau menghambat perjalanan rangsangan nyeri pada sistem saraf pusat.

Menurut Sari (2008), hasil penelitian didapatkan 30 responden dan

dilakukan di IRNA Bedah RSUD Dr.H.M. Rabain Muara Enim Tahun 2008.

Sebagian besar responden yang mengalami nyeri ringan sebelum dilakukan

intervensi 6 (20%), nyeri sedang 18 (60%) sedangkan yang mengalami nyeri berat

6 (20%). Setelah dilakukan intervensi teknik relaksasi responden yang mengalami

tidak nyeri berjumlah 5 (16,7%), nyeri ringan 12 (40%), sedangkan nyeri sedang

10 (33,3%), nyeri berat 3 (10%). Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan

bahwa teknik relaksasi mempunyai efektifitas terhadap tingkat nyeri pasien

pascabedah abdomen.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang ” Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri

Pada Pasien Pascabedah Abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang Tahun 2011”.

B. Rumusan Masalah

Hampir seluruh pasien mengalami nyeri akut akibat kerusakan jaringan

pasca bedah. Pengalaman nyeri dipengaruhi banyak faktor dan tidak mudah
6
dipahami, meskipun nyeri telah dikelola dengan baik, kira-kira 70% pasien yang

mengalami nyeri sedang berlanjut menjadi nyeri hebat setelah dua hari

pascabedah (Harsono, 2009). Berdasarkan dari latar belakang diatas maka

rumusan masalah dari penelitian adalah belum diketahuinya Pengaruh Teknik

Relakasi Napas Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Pascabedah Abdomen di

IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh teknik relaksasi

napas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien pascabedah abdomen di

IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik pasien pascabedah abdomen di IRNA

Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011.

b. Mengidentifikasi intensitas nyeri pada pasien pascabedah abdomen

sebelum dilakukan teknik relaksasi napas dalam di IRNA Bedah RSUP

Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011.

c. Mengidentifikasi intensitas nyeri pada pasien pascabedah abdomen

setelah dilakukan teknik relaksasi napas dalam di IRNA Bedah RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011.


d. Mengidentifikasi pengaruh relaksasi napas dalam pada pasien pascabedah

abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang


7

Tahun 2011.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam lingkup keperawatan medikal bedah yang

difokuskan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap

intensitas nyeri pada pasien pascabedah abdomen. Sumber data atau responden

dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami nyeri pascabedah abdomen di

IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011. Pengambilan

sampel dilakukan dengan metode Nonprobability sampling melalui accidental

sampling. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai 12 Mei Tahun

2011 dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi tenaga

keperawatan demi peningkatan ilmu pengetahuan khususnya yang terkait

dengan pengembangan karir perawat yang lebih profesional, berhasil guna

dan berdaya guna.

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan serta acuan

untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan kepada masyarakat,


khususnya tindakan keperawatan dalam mengurangi rasa nyeri pada pasien
8
pascabedah abdomen.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan. Di samping itu, dapat

menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya dan menambah referensi

tentang relaksasi napas dalam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Perawatan Perioperatif

Smeltzer dan Bare (2002), menyatakan keperawatan perioperatif

merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi

keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah

perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman

pembedahan praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Masing-masing tiga

fase dimulai dan berakhir pada waktu tertentu masing-masing mencakup rentang

perilaku oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan.

Menurut Baradero, Dayrit dan Siswadi (2009), keperawatan perioperatif

adalah hasil dari perkembangan keperawatan kamar operasi. Fokus keperawatan

perioperatif sekarang adalah pasien, bukan prosedur atau teknik.

1. Fase Pembedahan

Menurut Baradero, Dayrit dan Siswadi (2009), pembedahan di bagi atas tiga

fase yaitu:

a. Fase Praoperatif
Fase praoperatif adalah dimulai ketika keputusan diambil untuk

melaksanakan intervensi pembedahan. Termasuk dalam


kegiatan
10
perawatan dalam tahap ini adalah pengkajian praoperasi mengenai status

fisik, psikologis, dan sosial pasien, rencana keperawatan mengenai

persiapan pasien untuk pembedahannya, dan implementasi intervensi


9
keperawatan yang telah direncanakan. Tahap ini berakhir ketika pasien

diantar ke kamar operasi dan diserahkan keperawat bedah untuk

perawatan selanjutnya.

b. Fase intraoperatif

Fase intraoperatif adalah dimulai ketika pasien dipindahkan ke meja

operasi, tahap ini berakhir ketika pasien dipindahkan postanesthesia care

unit (PACU) atau yang dahulu disebut ruang pemulihan. Dalam tahap ini,

tanggung jawab perawatan terfokus pada kelanjutan dari pengkajian

fisiologis, psikologis, merencanakan dan mengimplementasi intervensi

untuk keamanan dan privasi pasien, mencegah infeksi luka, dan

mempercepat penyembuhan.

c. Fase pascaoperatif dimulai dengan pemindahan pasien ke PACU dan

berakhir pada waktu pasien dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk

dalam kegiatan perawatan adalah mengkaji perubahan fisik dan

psikologis.

2. Persiapan Prabedah
Penting sekali untuk memperkecil resiko operasi karena hasil akhir

suatu pembedahan sangat tergantung pada penelitian keadaan penderita dan

persiapan prabedah. Dalam persiapan inilah di tentukan adanya indikasi atau


11
kontraindikasi operasi, toleransi penderita terhadap tindakan bedah. Dan

ditetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan pembedahan. Tindakan

umum yang dilaksanakan setelah dilakukan pembedahan adalah untuk

mempersiapkan pasien agar penyulit pasca bedah dapat di cegah sebanyak

mungkin. Setelah tindakan tertentu tersebut dilakukan secara rutin, seperti

pembersihan kulit, persiapan diruangan bedah pasien dan persiapan fisik dan

mental (Smeltzer dan Bare, 2002).

Persiapan prabedah untuk mengurangi faktor resiko, karena hasil akhir

suatu pembedahan sangat tergantung pada penilaian keadaan penderita. Dalam

persiapan inilah ditentukan adanya kontraindikasi operasi, toleransi penderita

terhadap tindak bedah, dan ditetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan

pembedahan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Selain menyiapkan fisik dan

mental pasien, perawat juga berperan dalam memberikan pendidikan atau

penyuluhan praoperatif yang dilakukan perawat untuk membantu klien

operasi dalam meningkatkan kesehatannya sendiri sebelum dan sesudah

operasi.

Penyuluhan praoperasi dahulu dilakukan dalam satu atau dua hari

sebelum pembedahan. Informasi penting yang perlu dijelaskan kepada pasien


adalah prosedur praoperasi, pembedahan itu sendiri, dan apa yang diharapkan

dari pembedahan (Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2009).

Menurut Potter dan Perry (2006), penyuluhan preoperatif yang

berstruktur dapat mempengaruhi beberapa faktor pascaoperasi seperti:

a. Fungsi pernapasan. Penyuluhan meningkatkan kemampuan klien untuk


12

batuk dan napas dalam secara efektif.

b. Kapasitas fungsi fisik. Penyuluhan meningkatkan kemampuan klien

melakukan ambulasi dan melaksanakan aktivitas sehari-hari secara lebih

awal.

c. Perasaan sehat. Klien yang dipersiapkan untuk menjalani pembedahan

memiliki kecemasan yang lebih rendah dan menyatakan rasa sehat secara

psikologis yang lebih besar.

d. Lama rawat inap di rumah sakit. Penyuluhan preoperatif secara berstruktur

dapat mempersingkat waktu rawat inap klien di rumah sakit.

e. Ansietas tentang nyeri dan jumlah obat-obatan anti nyeri yang diperlukan

untuk kenyamanan. Klien yang telah diberikan penyuluhan tentang nyeri

dan cara untuk menghilangkannya.

3. Tipe Bedah

Menurut Baradero, Dayrit dan Siswadi (2009), bedah dapat

diklasifikasikan dalam beberapa cara diantaranya berdasarkan lokasi, ekstensi

atau tujuan dari tindakan bedah tersebut yaitu:

a. Lokasi
Tindakan bedah dapat dilaksanakan eksternal atau internal.

1) Pada bedah eksternal kulit atau jaringan yang dibawahnya dapat

dijangkau oleh ahli bedah. Contoh bedah plastik.


13
2) Pada bedah internal disertai penetasi kedalam tubuh. Tindakan bedah

bisa juga diklasifikasikan menurut lokasi atau sistem dari tubuh.

Seperti bedah kardiovaskuler, bedah thorax, bedah abdomen, dan

sebagainya.

b. Menurut Luas Jangkauan

Bedah dapat diklasifikasikan sebagai minor/kecil dan mayor/besar.

4. Tipe Anestesi

Menurut Potter dan Perry (2006), tipe anestesi ada tiga yaitu:

a. Anestesi Umum

Pembedahan yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur

mayor, yang membutuhkan manipulasi jaringan yang luas.

b. Anestesi Regional

Metode induksi mempengaruhi bagian alur sensorik yang diberi anestesi.

Pada bedah mayor, seperti perbaikan hernia, histerektomi vagina, atau

perbaikan pembuluh darah kaki.

c. Anestesi lokal

Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang

diinginkan misal adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata. Anestesi
lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah

sehari.

5. Bedah Abdomen

a. Dinding Abdomen

14
Struktur dinding abdomen melindungi organ intra abdomen.

Komposisi lapisan dinding abdomen dimulai dari kulit dan lapisan lemak

subkutis yang kemudian dibawahnya terdapat jaringan ikat yang padat

yang disebut linea alba, yang merupakan suatu struktur tendinosa. Struktur

utama yang membentuk dinding abdomen anterior ialah otot rektus

abdominis, transversus abdominis, serta oblikus eksternus dan internus.

Fasia transversalis, yang dianggap sebagai lapisan terkuat dinding

abdomen, terletak di bawah lapisan otot, tepat di atas peritoneum.

Membran serosa paling besar di tubuh ialah peritoneum, yang melapisi

dinding rongga abdomen. Membran ini juga menutupi sebagian besar

organ abdomen dan membungkus permukaan atas organ panggul (Simon,

2003 dikutip Muttaqin dan Sari, 2009).

b. Bedah Laparatomi

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah

abdomen. Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2005), bedah laparatomi

merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang

dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan. Adapun tindakan

bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah


laparatomi yaitu: herniatomi, gasterektomi, kelesistomi, duodenostomi,

hepateroktomi, splenorafi/spenotomi, appendiktomi, kolostomi,

hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Selain tindakan bedah

dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan,


15
teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, yaitu ginjal

dan kandung kemih.

Adapun 3 cara insisi pembedahan yaitu sebagai berikut:

1) Insisi Vertikal

Insisi vertikel pada penelitian ini meliputi insisi midline dan

paramedian pada kasus laparatomi. Insisi ini mempercepat pencapaian

ke dalam rongga abdomen dengan sedikit kehilangan darah, namun

kerugiannya dibandingkan dengan insisi transversal adalah kerusakan

jaringan lebih besar dan kerusakan saraf lebih banyak, sehingga nyeri

dirasakan lebih hebat (Rothrock dan Meeker, 2003; Higgins,

Naumann, dan Hall, 2007 dikutip Harsono, 2009).

2) Insisi Oblik

Insisi oblik pada penelitian ini meliputi insisi McBurney pada

kasus appendiktomi. Insisi oblik mengakibatkan kerusakan saraf

minimal yang terpotong dan kebanyakan saraf interkosta kedelapan

(Rothrock & Meeker, 2003 dikutip Harsono, 2009).

3) Insisi Transversal
Insisi transversal pada penelitian ini meliputi insisi pfannenstiel.

Insisi pfannenstiel untuk pembedahan seksio cesar. Insisi ini biasanya

dibuat insisi sepanjang 12 cm dan dibuat kira-kira 5 cm di atas simfisis

pubis. Nyeri lebih sedikit dirasakan daripada letak insisi oblik

(Rosenberg dan Grantacharov, 2001; Higgins, Naumann, dan Hall,


16
2007 dikutip Harsono, 2009).

6. Nyeri Pascabedah

Salah satu ketakutan terbesar klien pascabedah adalah nyeri. Nyeri

setelah pembedahan adalah hal yang normal. Apabila menunggu sampai nyeri

menyiksanya maka analgesik tidak mampu menghilangkan nyeri. Klien yang

akan mendapat analgesik yang dikontrol oleh pasien (Patient-Controlled

Analgesia, PCA) setelah operasi harus mengetahui tentang cara menekan

tombol saat nyeri mulai terasa (Potter dan Perry, 2006).

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Perbedaan nyeri komplit pada

daerah dari insisi bedah dapat tidak terjadi selama beberapa minggu,

tergantung pada letak dan sifat pembedahan. Namun demikian, perubahan

posisi pasien, penggunaan distraksi, pemijatan punggung dengan lotion dapat

membantu menghilangkan ketidaknyamanan dan meningkatkan medikasi.

B. Nyeri

1. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer

dan Bare, 2002). Menurut Saryono dan Widianti (2010), nyeri merupakan

mekanisme fisiologis bertujuan untuk melindungi diri dan disebabkan oleh

stimulus tertentu. Menurut Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati


17
(2007), nyeri adalah sensasi yang tidak enak dan pengalaman emosi yang

terutama berhubungan dengan kerusakan jaringan.

Nyeri adalah sensasi subyektif rasa tidak nyaman yang biasanya

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin, 2001).

Menurut Tamsuri (2007), nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

memengaruhi seseorang, dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah

mengalaminya. Menurut Long (1996) dikutip Mubarak dan Chayatin (2008),

nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya

orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi

perasaan tersebut.

Menurut Potter dan Perry (2006), yang dikutip dari (international

association or the study of pain, IASP) medefinisikan nyeri sebagai status

sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan

berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang

dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan.

Hidayat (2008), menyatakan nyeri merupakan kondisi berupa perasaan

tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda


pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang

tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya.

2. Etiologi

Menentukan penyebab nyeri sering sulit dilakukan, namun beberapa


18
nyeri memang berguna untuk menentukan diagnosis medik. Lokasi nyeri dan

penyebarannya memberikan informasi yang berguna dalam menegakkan

diagnosis medik; menunjukkan adanya ”sesuatu yang tidak baik” pada organ

dibawah lokasi nyeri. Namun, perlu disadari bahwa pada beberapa kasus,

terutama nyeri psikologik, sangat sulit ditentukan adanya kelainan organ

sebagai penyebab nyeri (Tamsuri, 2007).

3. Fisiologi

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri merupakan ujung-ujung saraf bebas memiliki

sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan

mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantung

empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi

atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin

atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin,

bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam yang dilepas apabila terdapat

kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain

dapat berupa termal, listrik, atau mekanis.


Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut

ditransmisikan berapa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh

dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut

lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A

mempunyai sifat inhibitor yang di transmisikan ke serabut C. Serabut-serabut

aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal serta sinaps pada dorsal horn.

Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan.

Diantara lapisan dua dan tiga terbentuk substantia gelatinosa yang merupakan

saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang

belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang

paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus

dan spinoreticular trat (SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan

lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya

nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh

pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari

thalamus yang melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal dari sumsum

tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif.

Serotinin merupakan neurotransmiter dalam impuls supresif. Sistem supresif

lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A.

Jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang tidak memberikan respon

terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui mekanismenya (Hidayat,

2008).
19

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara

yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk

menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni: resepsi, persepsi dan

reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf

perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari
20
beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa bewarna abu-abu di

medula spinali. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf

inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau

ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri

mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasikan kualitas nyeri dan

memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta

asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter dan Perry,

2006).

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara

yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk

menjelaskan tiga komponen fisiologis nyeri yakni: resepsi, persepsi, dan

reaksi.

1) Resepsi

Semua kerusakan selular yang disebabkan oleh stimulus terminal,

mekanik, atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang

menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan,

friksi, dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti


histamine, bradikinin dan kelium, yang bergabung dengan lokasi reseptor

di nosieptor (reseptor yang berespon terhadap stimulus yang

membahayakan) untuk memulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan

nyeri.

Dua tipe serabut saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri serabut A-

delta yang bermielinasi dan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi21

dan berukuran sangat kecil serta lembut. Serabut A mengirim sensasi yang

tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan

mendeteksi intensitas nyeri.

Ketika serabut C dan serabut A-delta mentransmisikan impuls dan

serabut saraf perifer, maka akan melepaskan mediator biokimia yang

mengaktifkan atau membuat peka akan respon nyeri. Didalam

komudorsalis, neurofransmitter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga

menyebabkan suatu tramsmisi sinapsis dan saraf periper (sensori) ke saraf

fraktus spinotalamus.

2) Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.

Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke thalamus dan

otak tengah. Dan thalamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke

berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (di

kedua lobus parietalis). Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka
akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi menyadarkan individu dan

mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi.

3) Reaksi

Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang

terjadi setelah mempersepsikan nyeri (Potter dan Perry, 2006).

4. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri


22
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang

otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian

dan respon stress. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri

yang superfisial menimbulkan reaksi yang merupakan sindrom adaptasi

umum. Respons fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan

individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatik yang berat, yang

menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai

tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian,

Klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda

fisik (Potter dan Perry, 2006).

5. Respon Perilaku Terhadap Nyeri

a. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), respon perilaku terhadap nyeri dapat

mencakup:

1) Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak napas, menengkur).

2) Ekspresi wajah (meringis, menggigit bibir).


3) Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan

gerakan jantung dan tangan).

4) Interaksi sosial (menghindar percakapan, menghindari kontak sosial,

penurunan rentang perhatian, fokus pada aktifitas menghilangkan

nyeri).

b. Menurut Meinhart dan Mc. Caffery dikutip Potter dan Perry (2006),
23
mendiskripsikan tiga fase pengalaman nyeri:

1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri)

Fase ini mungkin merupakan fase yang paling penting, karena fase ini

bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan

individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan

nyeri tersebut.

2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

Fase ini terjadi ketika Klien merasakan nyeri. Karena nyeri itu bersifat

subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda.

Toleransi individu terhadap nyeri merupakan titik yang terdapat suatu

ketidakinginan untuk menerima nyeri dengan tingkat keparahan yang

lebih tinggi dan durasi yang lebih lama.

3) Fase akibat (afternatif), terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini

klien masih membutuhkan kontrol dan perawat, karena nyeri bersifat

klinis, sehingga di mungkinkan Klien mengalami nyeri gejala sisa


pasca nyeri. Apabila Klien mengalami episode nyeri berulang. Pada

fase akibat (aftermath) nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau

berhenti. Bahwa walaupun sumber nyeri dikontrol, seorang klien

mungkin masih memerlukan perhatian perawat (Potter dan Perry,

2006).

24

6. Klasifikasi Nyeri

a. Nyeri Akut

Menurut Hidayat (2008), nyeri akut merupakan nyeri yang timbul

secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi enam bulan

dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Menurut Smeltzer dan

Bare (2002), nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya

berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari

enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Menurut Tamsuri (2007),

nyeri akut adalah keadaan ketika individu mengalami atau melaporkan

adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak

menyenangkan selama enam bulan atau kurang.

b. Nyeri Kronis

Menurut Hidayat (2008), Nyeri kronis merupakan nyeri yang

timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup


lama, yaitu lebih dari enam bulan. Yang termasuk dalam katagori nyeri

kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri

psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi ke dalam

beberapa kategori, di antaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar. Nyeri

kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu

periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang


25
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau

cedera spesifik (Smeltzer dan Bare, 2002). Menurut Tamsuri (2007), nyeri

kronis adalah keadaan seorang individu mengalami nyeri yang menetap

atau intermiten dan berlangsung lebih dari enam bulan.

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

a. Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi

nyeri adalah sebagai berikut:

1) Etnik dan Nilai Budaya

Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang

mempengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh,

individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam

mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru lebih

memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang

lain.

2) Tahap Perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seorang merupakan variabel penting

yang akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal

ini, anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang

mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat

menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Disisi lain, prevalensi

nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis

yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena
26
penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan menurun karena

perubahan fisiologis yang terjadi.

3) Lingkungan dan Individu Pendukung

Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,

pencahacayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat

memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang

terdekat menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi

nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang sendirian, tanpa keluarga

atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri

yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari

keluarga dan orang-orang terdekat.

4) Pengalaman Nyeri Sebelumnya

Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri

individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Individu yang pernah

mengalami nyeri atau menyaksikan penderitaan orang terdekatnya saat

mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan peristiwa nyeri


yang akan terjadi dibandingkan individu lain yang belum pernah

mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode

penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan

individu terhadap penanganan nyeri saat ini.

5) Ansietas dan Stress

Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi.


27
Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol

nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.

Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol

nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan

kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.

b. Sedangkan menurut Saryono dan Widianti (2010), faktor-faktor yang

mempengaruhi nyeri terdiri dari:

1) Usia

Perbedaan usia dalam berespon terhadap nyeri. Anak kecil

memiliki kesulitan untuk memahami dan mengekspresikan nyeri. Pada

lansia, mereka lebih untuk tidak melaporkan nyeri karena persepsi

nyeri yang harus mereka terima, menyangkal merasakan nyeri karena

takut akan konsekuensi atau tindakan media yang dilakukan dan takut

akan penyakit dan rasa nyeri itu.

2) Jenis Kelamin
Seorang laki-laki harus lebih berani sehingga tertanam yang

rnenyebabkan mereka lebih tahan terhadap nyeri dibanding wanita.

3) Kebudayaan

Beberapa kebudayaan meyakini bahwa memperlihatkan nyeri

adalah sesuatu yang wajar namun ada kebudayaan yang mengajarkan

untuk menutup perilaku untuk tidak memperlihatkan nyeri.

4) Makna Nyeri

Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan adaptasi


28
terhadap nyeri.

5) Perhatian

Seseorang yang mampu mengalihkan perhatian, sensasi nyeri

akan berkurang. Karena upaya pengalihan dihubungkan dengan respon

nyeri yang menurun.

6) Ansietas

Ansietas sering meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri dapat

menimbulkan ansietas.

7) Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri yang menurunkan

kemampuan koping.

8) Pengalaman Nyeri
Seseorang dengan pengalaman nyeri akan lebih terbentuk koping

yang baik dibading orang dengan pertama terkena nyeri, maka ankan

mengganggu koping.

9) Gaya Koping

Klien sering menemukan cara untuk mengembangkan koping

terhadap efek fisiologis dan psikologis. Gaya koping ini berhubungan

dengan pengalaman nyeri.

10) Dukungan Keluarga dan Sosial

Kehadiran keluarga atau orang yang dicintai akan meminimalkan


29
persepsi nyeri.

8. Skala Nyeri

a. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS)

Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis horizontal

sepanjang 10 cm yang digunakan skala untuk menilai intensitas nyeri dan

mewakili alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya (Potter dan Perry,

2006). (gambar 2.1).

Gambar 2.1
Skala Analog Visual (Analog Visual Scale, VAS)

Tidak nyeri Nyeri yang tidak


tertahankan
b. Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS)
Menurut Potter dan Perry (2006), skala penilaian numerik

(Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan sebagai penganti alat

pendekripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan

skala 0-10. Skala sangat efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Gambar 2.2).

Gambar 2.2
Skala numerik (Numerical Rating Scale, NRS)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri Sangat nyeri

30

c. Skala Deskriptif

Menurut Potter dan Perry (2006), skala pendeskripsi verbal (Verbal

Deskriptor Skale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga

sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama

disepanjang garis (Gambar 2.3).

Gambar 2.3
Skala Deskriptif

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri yang


nyeri ringan sedang berat tidak tertahankan.

d. Skala wajah (Face Pain Rating Scale)


Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Face Pain Rating Scale yaitu

terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang tersenyum untuk “tidak

ada nyeri” hingga wajah yang menangis untuk “nyeri berat” (Gambar 2.4).

Gambar 2.4
Skala wajah (Face Pain Rating Scale)

31

e. Skala intensitas nyeri deskritif

Menurut Smeltzer dan Bare (2002). (Gambar 2.5).

Gambar 2.5.

Skala intensitas nyeri deskriptif

f. Skala Numerik (Numerical Reting Scale, NRS)

Menurut Prasetyo (2010). (Gambar. 2.6).


Gambar. 2.6

Skala Numerik (Numerical Reting Scale, NRS)

9. Penatalaksanaan Nyeri

a. Penatalaksanaan Farmakologi

Menurut Potter dan Perry (2006), ada tiga jenis analgetik yaitu:

1) Analgesik Non-narkotik dan Obat Anti inflamasi Nonsteroid (NSAID)

a) Analgesik Non-narkotik

Seperti: Asetaminofen (Tyenol). Indikasi: nyeri pasca operasi


32
ringan

Asam asetilsalisilat (Aspirin). Indikasi: demam

b) Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID)

Seperti: Ibuprofen (Motrin, Nuprin). Indikasi: dismenore

Naproksen (Naprosyn). Indikasi: nyeri kepala vaskular

Ketorolak (Toradol). Indikasi: nyeri pasca operasi

traumatik berat

2) Analgesik Narkotik atau Opiat

Seperti: Meperidin (Demerol). Indikasi nyeri kanker

Morfin Sulfat

3) Obat Tambahan (adjuvan) atau Koanalgesik


Seperti: Amitriptilin (Elavil). Indikasi: cemas

Hidroksin (Vistaril). Indikasi: depresi

Klorpromazin (Thorazine). Indikasi: mual

Diazepam (Valium). Indiksi: mual

b. Penatalaksanaan Non Farmakologi

Menurut (Potter dan Perry, 2006 dan Tamsuri, 2007), penatalaksanaan

secara non farmakologi sebagai berikut:

1) Bimbingan Antisipasi

Memodifikasikan secara langsung cemas yang berhubungan

dengan nyeri menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk

menghilangkan nyeri yang lain. Cemas yang sedang akan bermanfaat33

jika klien mengantisipikasi paengalaman nyeri. pengetahuan tentang

nyeri membantu klien mengontrol rasa cemas dan secara kognitif

memperoleh penanagan nyeri daalm tingkatan tertentu suatu contoh

bimbingan antisipasi ialah penyuluhan praoperasi.

2) Biofeedback

Merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan

individu informasi tentang respon fisiologis. Terapi ini digunakan

untuk menghasilkan relaksasi dalam dan sangat efektif untuk

mengatasi ketegangan otot dan nyeri kepala.

3) Hipnosis Diri
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui

pengaruh sugestif positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik,

hipnosis diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan

yang rilek dan damai.

4) Mengurangi Persepsi Nyeri

Salah satu cara sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman

adalah membuang atau mencegah stimulus nyeri. hal ini terutama

penting bagi klien yang imobilisasi atau tidak mampu merasakan

sensasi ketidaknyamanan:

a) Menggunakan musik untuk mengontrol nyeri

- Pilih musik yang yang sesuai dengan selera klien. Pertimbangan

usia dan latar belakang.


34
- Gunakan earphone supaya tidak megganggu klien atau staf yang

lain dan membantu klien berkonsentasi pada musik.

- Pastikan tombol-tombol kontrol di radio atau pesawat tapi

mudah ditekan, dimanipulasi, dan dibedakan.

b) Menggunakan Stimulus Nyeri di Lingkungan Klien

- Rengangkan dan luruskan line tempat tidur yang berkerut.

- Atur posisi selang di tempat klien berbaring.

- Longgarkan balutan yang menekan (kecuali apabila balutan yang

terpasang khusus ditujukan untuk menekan).

- Ganti balutan yang basah.


5) Masase Kulit

Masase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan

ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan

merangsang serabut diameter besar, sehingga mampu memblok atau

menurunkan impuls nyeri.

6) Kompres

Penggunaan panas dingin meliputi penggunaan kantong es,

masase mandi air dingin atau panas, penggunaan selimut atau bantal

panas. Kompres panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga

dapat meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang mengalami

kerusakan.

35

7) Imobilisasi

Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri. Kasus

seperti artritis reumatoid mungkin memerlukan teknik ini untuk

mengatasi nyeri.

8) Distraksi

Distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri

ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri


berdasarkan teori bahwa aktivitas retikular menghambat stimulus

nyeri.

9) Sentuhan Terapeutik

Terapi ini sangat dipercaya dapat menolong klien yang sedang

menderita nyeri. Teknik yang digunakan adalah perawat melakukan

meditasi dalam waktu singkat sebelum kontak dengan klien. Pada

periode ini, perawat menyembunyikan tingkat energi internal,

kemudian meraba klien dan mentransmisikan energi penyembuhan.

10) Teknik Relaksasi

Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurukan nyeri dengan

merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan


36
nyeri pascaoperasi. Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan beberapa

kali agar mencapai hasil yang maksimal.

Merurut Smeltzer dan Bare (2002), relaksasi otot skeletal

dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merileksasikan ketegangan

otot yang menunjang nyeri. Beberapa penelitian, bagaimanapun, telah

menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri

pascaoperasi.

Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku

yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikologis dari

Chicago yang mengembangkan metode fisiologi melawan ketegangan


dan kecemasan. Teknik ini disebutnya relaksasi progresif yaitu teknik

untuk mengurangi ketegangan otot. Dasar teori relaksasi adalah

sebagai berikut: pada sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat

dan sitem saraf otonom. Fungsi sitem saraf pusat adalah

mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki. Misalnya gerakan

tangan, kaki, leher, jari-jari, dan sebagainya. Sistem saraf otonom

berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang otomatis, misalnya

fungsi digestif, proses kardiovaskuler, gairah sexsual, dan sebagainya.

Sistem saraf otonom terdiri dari sitem saraf simpatis dan sistem saraf

parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatis

bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh,

memacu meningkatnya detak jantung dan pernapasan, menurunkan


37
temperatur kulit dan daya hantar kulit, serta akan menghambat proses

digestif dan seksual. Pada waktu individu mengalami ketegangan dan

kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis, sedangkan pada

waktu relaksasi yang bekerja adalah sistem saraf parsimpatis, dengan

demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas (Sari,

2008).

Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi

terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian

dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis

lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator


kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan

merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi yang

akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek

seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,

mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme

otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis

ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri (Jayanthi, 2010).

C. Teknik Relaksasi Napas Dalam

1. Definisi

Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

38
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan napas

dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan

bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat menurunkan

intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan

ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2002).

2. Tujuan

Menurut smeltzer dan Bare (2002), menyatakan bahwa tujuan teknik

relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi paru, oksigenasi

darah, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan


efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu

menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.

3. Indikasi

Menurut Baradero, Dayrit, dan Siswandi (2009), yaitu:

a. Prabedah

b. Pascabedah

c. Merasakan nyeri yang akut

4. Posisi Tubuh Pada Saat Relaksasi

Menurut Sari (2008), yaitu:

a) Duduk

1) Duduk dengan seluruh bagian belakang badan bersandar pada kursi.

2) Letakkan telapak kaki pada lantai.


39
3) Kedua kaki dijarangkan.

4) Pertahankan posisi kepala tegak harus pada tulang belakang.

5) Letakkan kedua tangan disamping badan atau diatas kursi.

b) Terlentang

1) Jarangkan kedua posisi dengan jari-jari agak keluar.

2) Istirahatkan kedua tangan pada posisi badan.

3) Gunakan pengalas tipis dibawah kepala.

5. Metode Untuk Melakukan Napas Dalam

Ada beberapa metode untuk melakukan napas dalam diantaranya:

a. Menurut Baradero, Dayrit, dan Siwadi, (2009), yaitu:


1) Ambil posisi semifowler atau tinggi dengan kedua lutut ditekuk agar

otot abdomen menjadi relaks dada berekspansi optimal.

2) Letak satu tangan di atas abdomen.

3) Tarik napas perlahan melalui hidung, biarkan dada berekspansi dan

rasakan naiknya abdomen pada tangan yang telah diletakkan pada

abdomen.

4) Tahan napas selama tiga detik agar alveoli berekspansi optimal.

5) Hembuskan napas perlahan melalui bibir yang dikerutkan.

6) Ulang napas dalam tiga kali.

b. Menurut (Long, 1996, dikutip Sari, 2008), yaitu:

1) Tidur pada posisi semifowler dengkul sedikit dilipat guna


40

memekarkan Thorax sepenuhnya.

2) Tempatkan tangan diatas perut.

3) Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung membiarkan dada mekar

dan rasakan gerak-gerik menekan tangan.

4) Tahan napas selama tiga detik.

5) Keluarkan napas dengan mulut seperti orang bersiul atau perut daapt

berkontraksi.

6) Tarik napas dan keluarkan napas tiga kali.

7) Istirahat.

8) Ulangi langkah tiga sampai tujuh untuk dua kali lagi.

6. Manfaat Teknik Relaksasi Napas Dalam


a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang

disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi

pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang

mengalami spasme dan iskemik.

b. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk

melepaskan opoid endogen yaitu endorphin dan enkefalin.

c. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Relaksasi melibatkan sistem

otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah

dilakukan kapan saja atau sewaktu- waktu (Jayanthi, 2010).

7. Proses Penurunan Nyeri dengan Teknik Relaksasi Napas Dalam

Relaksasi merupakan pengaktifan dari syaraf parasimpatis yang

menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikan oleh sistem syaraf

simpatis, dan menstimulasi naiknya fungsi yang diturunkan oleh syaraf

simpatis. Masing-masing syaraf parasimpatis dan simpatis saling berpengaruh,

maka bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu manghambat atau

menekan fungsi yang lain. Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat

menurunkan intensitas nyeri. Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat

merangsang tubuh untuk melepaskan opoiodendogen yaitu endorphin dan

enkefalin. Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi napas

dalam terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian

dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan

internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin,
41

prostaglandin dan substansi, akan merangsang syaraf simpatis terhambat sehingga

menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan

oksigenasi darah akhirnya menurunkan tonus otot lalu spasme otot tidak menekan

pembuluh darah kemudian darah mampu mengalir dengan lancar dan menurunkan

kecepatan metabolisme otot dan menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla

spinalis ke otak tidak dipersepsikan sebagai nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002).

Adapun macam- macam bentuk teknik relaksasi, yaitu sebagai berikut:

a. Relaksasi otot

b. Relaksasi kesadaran indera

c. Relaksasi meditasi

d. Relaksasi yoga 42

e. Relaksasi hipnosis

f. Relaksasi religius

Relaksasi religius merupakan pengembanagan metode respon relakasasi

dengan melibatkan faith factor. Relaksasi religius merupakan

pengembangan dari respon relaksasi. Dimana relaksasi ini merupakan

gabungan antara relaksasi dengan keyakinan agama. Dalam metode

meditasi terdapat juga meditasi yang melibatkan faktor keyakinan

(Firman, 2011).

D. Penelitian Terkait
Menurut Harsono (2009), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap itensitas nyeri pascabedah

abdomen adalah jenis kelamin (P value = 0,005), letak insisi (P value = 0,0005),

dan tingkat kecemasan (P value = 0,0005). Faktor yang paling mempengaruhi

intensitas nyeri pascabedah abdomen adalah tingkat kecemasan (standardized

coefficient beta 0,501). penelitian ini dilakukan di RSUD Ade Mohammad Djoen

Sintang. hasil penelitian ini diperoleh 67 responden.

Menurut Ningsih dan Galuh (2009), Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat

nyeri pada pasien post operasi fraktur femur di Rumah Sakit Karima Utama

Surakarta. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 pasien yang akan dibagi

menjadi dua kelompok. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan uji

independent t-test. Tingkat nyeri responden sebelum perlakuan pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sebagian besar mengalami nyeri hebat, tingkat

nyeri responden sesudah perlakuan pada kelompok eksperimen sebagian besar

mengalami nyeri sedang dan ringan sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata

mengalami nyeri hebat dan pasien pasca operasi fraktur femur di Rumah Sakit

Karima Utama Surakarta. Ada pengaruh yang signifikan teknik relaksasi nafas

dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Rumah Sakit Karima Utama

Surakarta (pv= 0,006).


43

Syamsudin (2009), penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektifitas

terapi relaksasi nafas dalam dengan bermain meniup baling-baling untuk

menurunkan nyeri post perawatan luka operasi pada anak. Penelitian ini

menggunakan desain quasi eksperimental dengan control group post test.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang dilakukan perawatan luka

operasi yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda

Acah dan Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh. Sampel yang digunakan

berjumlah 34 orang, 17 orang kelompok intervensi dan 17 orang kelompok

kontrol.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya penurunan tingkat nyeri

pada anak yang dilakukan terapi relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-

baling pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Penurunan yang cepat
44
terjadi pada kelompok intervensi 1 jam setelah dilakukan perawatan luka operasi

(p value = 0,001) dengan rata-rata perbedaan skala nyeri 2,29, standar deviasi

1,105. Usia anak, jenis kelamin, dan jenis pembedahan tidak berpengaruh

terhadap nyeri setelah perawatan luka operasi (p value > 0,05).

E. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Prabedah
Pembedahan
perioperatif
(Smeltzer dan Bare, Intrabedah Tipe anestesi
2002; Bradero, Dayrit
dan Siswadi, 2009)
Pascabedah
Bradero,
Dayrit dan
Siswadi, 2009)
- Bedah
abdomen
- Apendiktomi Nyeri
- Laparatomi dll. Potter dan Perry, 2006;
(Smeltzer dan Smeltzer dan Bare, 2002;
Bare, 2002; Tamsuri, 2007; Sari, 2008;
Bradero, Dayrit Harsono, 2009; Saryono
dan Siswadi, dan Widianti, 2010; Corwin,
2009) 2001; Mubarak dan
Cahyatin, 2008; Hidayat,
2008)

Penatalaksanaan non farmakologi: Penatalaksanaan


- Distraksi Farmakologis:
- Masase - Analgetik
- Kompres - Non Analgesik
- Imobilisasi - Obat
- Teknik relaksasi napas dll dalam Tambahan
(Potter dan Perry, 2006; Tamsuri, (adjuvan) atau
2007; Smeltzer dan Bare, 2002; Koanalgesik
BAB
Sari, 2008; Harsono, III
2009;) (Potter dan Perry, 2006)

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Teknik relaksasi napas dalam

merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat

mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat

(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas

secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas
dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi

darah. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam

menurunkan nyeri pascaoperasi.

Menurut Tamsuri (2007), relaksasi otot rangka dipercaya dapat

menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang medukung rasa

nyeri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam

menurunkan nyeri pascaoperasi. Teknik relaksasi dapat menurunkan atau

mencegah meningkatnya nyeri. Tindakan relaksasi dapat dipandang sebagai upaya

pembebasan mental dan fisik dari tekanan dan stres. Dengan relaksasi klien dapat

mengubah persepsi terhadap nyeri.

46

Bagan 3.1 kerangka Konsep


Pengaruh Teknik Relaksasi 45
Napas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri
pada Pasien Pascabedah abdomen

Teknik relaksasi
napas dalam

Intensitas nyeri pada Intensitas nyeri pada


pasien Pascabedah pasien Pascabedah
Abdomen sebelum Abdomen sesudah
dilakukan teknik dilakukan teknik
relaksasi napas relaksasi napas
dalam. dalam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
respon nyeri (;Saryono dan Widianti,
2010); ( Mubarak dan Chayatin, 2008):
a.Usia, jenis kelamin, kultur,
pengalaman massa lalu, perhatian,
makna nyeri, pola koping,
pengalaman nyeri, dukungan keluarga
dan sosial.
b.Program medis
Analgetik, anestesi pasca
pembedahan.

Keterangan:
47
: Diteliti

: Tidak diteliti

B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan. Karakteristik yang dapat diamati (diukur) yang

merupakan kunci definisi operasional (Nursalam, 2009). (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Skala
Definisi Cara Hasil
Variabel Alat Ukur
Operasional Ukur Ukur Ukur

Intensitas Rasa tidak Wawancara Visual Rentang Numerik


nyeri nyaman, dan Analog 0-10
pasien tidak observasi Scale (VAS) (Potter
pascabeda menyenangka (Check List) dikombinasi dan
h n, rasa sakit (Notoatmodj kan dengan Perry,
abdomen. yang o, 2010). Numeric 2006).
dirasakan Rating
pasien post Scale
operasi (NRS)
abdomen. (Potter dan
Perry,
2010).

48

C. Hipotesis Penelitian

Ha: Ada pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap intensitas nyeri pada

pasien pascabedah abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palaembang Tahun 2011.

Ho: Tidak ada pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap intensitas nyeri

pada pasien pascabedah abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palaembang Tahun 2011.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini yaitu pre-eksperimen dengan rancangan one-group

pretest-postest (Pra-pasca test dalam satu kelompok) secara kuantitatif. Ciri dari

penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara

melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum

dilakukan intervensi kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam,

2009).
Bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut:

Pre Intervensi Intervensi Post Intervensi

Intensitas nyeri Intensitas nyeri


pasien pascabedah Teknik relaksasi pasien pascabedah
abdomen sebelum napas dalam abdomen setelah
dilakukan teknik dilakukan teknik
relaksasi napas relaksasi napas
dalam dalam

Intervensi yang diberikan adalah teknik relaksasi seperti napas dalam

dengan terlebih dahulu dilakukan pengajuan dan didemontrasikan oleh peneliti

tentang teknik relaksasi napas dalam yang baik pada post operasi. Pada pretest
50
dan posttest dilakukan pengukuran intensitas nyeri pada pasien pascabedah akut

abdomen dengan menggunakan skala intenstitas nyeri Visual Analog Scale (VAS)

yang dikombinasikan dengan Numeric Rating Scale (NRS), skala yang digunakan

adalah 0-10. 49

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah dependen dan independen.

Pengukuran variabel pada penelitian ini menggunakan skala Numerik; rasio selain

mengandung karakteristik skala nominal, ordinal, dan interval, juga mempunyai

nilai mutlak atau nol pada skala rasio, berarti ada nilai mutlak untuk mengatakan

bahwa beberapa objek tidak mempunyai properti untuk diukur (Hamid, 2008).
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2007). Pada tahun 2010 terdapat 518 pasien pascabedah abdomen di IRNA

Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Pada penelitian ini yang

menjadi populasi adalah seluruh objek peneliti atau objek yang akan diteliti

yaitu seluruh pasien pascabedah abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011.


51

2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara Non Random (non probability

sampling) dengan menggunakan metode Accidental sampling. Pengambilan

secara Accidental ini dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang

kebetulan ada atau tersedia (Notoatmodjo, 2010). Waktu penelitian pada

tanggal 28 April sampai 12 Mei tahun 2011. Pada tahun 2010 terdapat 518

pasien pascabedah abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan rumus n dari

Notoadmodjo (2010). 518/12 bulan = 43, maka N = 43.


Ν
2
n = 1+Ν (d )

43
2
n = 1+43 ( 0 , 01 )

43
n = 1+43 ( 0 , 0001 )

43
n = 1+0 , 0043

43
n = 1,0043

n = 42,8

n = 43 Responden
52

Keterangan:

N = Besar populasi (Σ 518/12 bulan)

n = Besar sample

d = Presisi (0,01)

Jumlah sampel yang diperoleh, yaitu 49 responden lebih dari yang

ditetapkan.

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka

sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi


maupun kriteria eksklusi (Notoatmodjo, 2010). Adapun sampel yang harus

memiliki kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,

2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Dengan keluhan nyeri minimal enam jam setelah pascabedah abdomen

di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

2) Kesadaran composmentis dan dapat berkomunikasi dengan baik.

3) Bersedia menjadi responden.

4) Usia diatas 18 tahun.

53

b. Kriteria Eksklusi

Adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010). Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1) Mengalami nyeri yang lain selain nyeri pascabedah abdomen.

2) Pasien yang mengalami gangguan jiwa.

3) Pasien yang mengalami komplikasi pasca pembedahan.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang, tepatnya di ruang kelas III pada ruang RBD/RBP, RBE,

RBF/Bedah mata, RBG/ROW dan RPK.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama dua minggu pada tanggal 28 April sampai 12

Mei Tahun 2011.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang dikumpulkan

sendiri oleh peneliti dengan cara observasi dan wawancara terhadap intensitas
54
nyeri pada pasien pascabedah abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang Tahun 2011. Data sekunder yaitu data yang didapat dari

buku status klien untuk mengetahui karakteristik responden, yaitu lama operasi,

jenis operasi, tipe anastesi.

Adapun prosedur penelitian yang dilakukan sebagai berikut:

a. Mendatangi ruangan IRNA Bedah kelas III RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

b. Mengidentifikasi responden dan menyampaikan tujuan, dampak manfaat dari

prosedur peneliti yang akan diikuti.

c. Meminta responden menandatangani lembar Informed Consent.


d. Melakukan pengukuran sebelum intervensi dengan skala ukur intensitas nyeri

VAS yang dikombinasikan dengan NRS, diobservasi dan wawancara secara

langsung.

e. Mengajarkan pada klien teknik relaksasi napas dalam yaitu:

1) Meminta responden untuk posisi berbaring dan fokus.

2) Meminta responden meluruskan tangan.

3) Meminta responden menarik napas perlahan-lahan melalui hidung

membiarkan dada berekpansi secara maksimal.

4) Meminta responden menahan napas selama tiga detik agar alveoli

berekspansi optimal.

5) Meminta responden menghembuskan napas perlahan dengan mulut

seperti orang bersiul.


55
6) Meminta responden menarik napas dan hembuskan napas selama tiga

kali.

7) Meminta responden istirahat selama dua detik.

8) Meminta responden mengulangi teknik relaksasi napas dalam selama 1

menit.

f. Meminta responden melakukan teknik relaksasi napas dalam selama 1 menit.

g. Sesaat setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi napas dalam kemudian

dilakukan pengukuran kembali dengan skala intensitas nyeri VAS yang

dikombinasikan dengan NRS, diobservasi dan wawancara secara langsung.

2. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu dari hasil

pengukuran skala intensitas nyeri Visual Analog Scale (VAS) yang

dikombinasikan dengan Numeric Rating Scale (NRS), diobservasi dan

wawancara langsung saat meneliti pasien yang sudah dilakukan pembedahan

di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011.

F. Pengolahan Data

Menurut Hastono, 2002 dikutip Hasyim (2008), agar analisis penelitian

menghasilkan informasi yang benar, ada empat tahapan dalam pengolahan data

yang harus dilalui, yaitu:

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau


56
instrumen apakah jawaban yang ada di instrumen sudah lengkap, jelas,

relevan, dan konsisten. Hasil wawancara dan observasi dari lapangan

dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu, kemudian mengecek lembar

instrumen yang telah diisi dan Ada satu lembar instrumen yang tidak

dimasukan dalam pengolahan data karena lembar instrumen tidak lengkap.

responden tidak mau dilakukan pengukuran pada saat setelah intervensi,

responden mengeluh ngantuk.

b. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan. Kegunaan koding adalah untuk mempermudah


pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data. Setelah

semua lembar instrumen diedit dan disunting, selanjutnya dilakukan

pengkodean, yaitu Seperti; Jenis kelamin (1=Laki-laki, 2=Perempuan),

Pendidikan (1=Tidak sekolah, 2=SD, 3.=SMP, 4=SMA, 5=Perguruan tinggi),

Pekerjaan (1=bekerja, 2=tidak bekerja), Agama (1=Islam, 2=Kristen,

3=Kristen protestan, 4=Budha, 5=Hindu), Tipe anastesi (1=Umum,

2=Regional, 3=Lokal, Jenis operasi (1=Laparatomi, 2=Apendiktomi,

3=Kolostomi, 4=Herniotomi, 5=Ileustomi, 6=Kelesistektomi, 7=Dan lain-

lain), Lama operasi (1=1 jam, 2=1,5 jam, 3=2 jam, 4=3jam, 5=4 jam),

Intensitas nyeri rentang 1-10, kategori pretest dan posttest (1=Tidak nyeri,

2=Nyeri ringan, 3=Nyeri sedang, 4=Nyeri berat, 5=Sangat nyeri).

47

c. Processing

Setelah semua isian instrumen terisi penuh dan benar, dan juga sudah

melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses agar

data dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry dari

instrumen ke paket program komputer. Data 49 responden yang dalam bentuk

kode dimasukkan dalam program komputer.

d. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada

kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kita

meng-entry ke komputer. Data dari 49 responden selesai dimasukkan ke

dalam program komputer, tidak ditemukannya data missing.

G. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dua macam

analisis data yaitu: analisis univariat, dan analisis bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis metode statistik yang digunakan oleh peneliti untuk

memperoleh gambaran distribusi dan frekuensi dari variabel tiap variabel

yang diteliti. analisis ini dimulai dengan perhitungan frekuensi dan

mempersentasikan nilai masing-masing variabel. Menurut Notoatmodjo


58
(2010), Dilakukan analisis data secara univariat bertujuan untuk menjelaskan

atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya

dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari

tiap variabel. Untuk data numerik menggunakan nilai mean, median dan

standar deviasi. Hasil analisis univariat ini disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi intensitas nyeri sebelum intervensi dan setelah intervensi

lalu di narasikan.

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilaksanakan untuk mendapat nilai kemaknaan

hubungan (korelasi) antara variabel independen dengan variabel dependen.

Dalam penelitian, analisa ini digunakan untuk mengetahui pengaruh teknik

relaksasi napas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien pascabedah

abdomen dengan melihat perbedaan mean (Hastono, 2001). Analisis metode

statistik yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui pengaruh dari

intervensi terhadap variabel penelitian yaitu untuk mengetahui apakah ada

pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien

pascabedah abdomen dengan melihat perbedaan mean kelompok data yang

dependen dengan menggunakan program komputer, analisis di uji dengan

memakai uji dua kelompok berhubungan (Paired sample test).

Uji t test termasuk dalam uji statistik parametrik yaitu uji yang

menggunakan asumsi-asumsi data berdisteribusi normal dengan varian

homogen. Uji t test apabila untuk membandingkan rata-rata dari dua

kelompok. Sedangkan menggunakan paired t test, apabila data yang

dikumpulkan dari dua sampel yang saling berhubungan, artinya bahwa satu

sampel akan mempunyai dua data. Rancangan ini membandingkan rata-rata

nilai pre test dan rata-rata post test dari satu sampel (Riwidikdo, 2010). Bila

nilai p value < α (0.05), maka Ho ditolak artinya ada pengaruh antara dua

variabel yang diuji dan bila nilai p value > α (0,05), maka Ho diterima artinya

tidak ada pengaruh antara dua variabel yang diuji. analisis data dihitung

dengan memakai uji T dependen dan dua sampel berpasangan dengan derajat
59

kepercayaan 95%. Sebelum dilakukan uji T, dilakukan beberapa langkah

sebagai berikut (Dahlan, 2004):

a. Memeriksa Syarat Uji T yang berpasangan

1) Sebaran data harus normal.

2) Varian data tidak perlu di uji karena kelompok berpasangan.

b. Jika memenuhi syarat (sebaran data normal), maka dipilih uji T

berpasangan.

c. Jika tidak memenuhi syarat (sebaran data tidak normal dilakukan lebih

dahulu transformasi data).

d. Jika variabel baru hasil transformasi mempunyai sebaran data yang normal

maka dilakukan uji T berpasangan.

e. Jika variabel baru hasil transformasi mempunyai sebaran data yang tidak

normal maka dilakukan uji Wilcoxon.

60

H. Pengumpulan data

Setelah mendapatkan izin dari institusi pendidikan dan Direktur RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang, peneliti mengadakan pendekatan kepada

responden. Data yang didapat dengan cara wawancara dan observasi terhadap

responden. Dan objek penelitian adalah pasien pascabedah abdomen dengan

kriteria inklusi di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun
2011. Cara observasi dilakukan pada saat pasien mengeluh nyeri minimal enam

jam setelah pascabedah abdomen.

I. Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh

bertentangan dengan etik. Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu membawa

rekomendasi dari institusi pendidikan STIKES Muhammadiyah Palembang

dengan cara mengajukan permohonan izin kepada direktur Rumah Sakit dr.

Mohamamd Hoesin Palembang untuk mendapatkan persetujuan, kemudian ke

ruangan kepala instalasi bedah untuk meminta persetujuan penelitian bagi pasien-

pasien yang telah menjalani tindakan bedah abdomen. Setelah mendapat

persetujuan, peneliti baru melakukan penelitian dengan menekankan masalah

etika yang meliputi (Hidayat, 2008):

1. Informed Consent
61
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Consent adalah agar

subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.

Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian dilaksanakan agar

responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak yang akan

terjadi selama dalam pengumpulan data. Jika responden bersedia diteliti


mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika tidak peneliti

harus menghormati hak-hak responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

akan disajikan.

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden dan ditulis dengan inisial pada lembar

pengumpulan data. Data tersebut diberi kode, yaitu responden 1 diberi kode 1

dan seterusnya.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

62
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin

kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan atau

dilaporkan pada hasil penelitian, yaitu karakteristik responden, intensitas nyeri

sebelum intervensi dan intensitas nyeri setelah intervensi.


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin

Palembang

1. Sejarah Perkembangan
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Mohammad Hoesin Palembang

terletak di pusat Kota Palembang. Pada mulanya RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang yang dibangun pada tahun 1953 yang dibiayai oleh Pemerintah

Pusat atas prakarsa Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang saat itu dijabat

oleh Dr. Mohammad Ali (Lee Kiat Teng). Pertimbangan untuk membangun

rumah sakit ini karena pada saat itu belum ada rumah sakit yang memadai. Pada

tanggal 3 Januari 1957, rumah sakit ini mulai beroperasi yang dapat melayani

masyarakat se-Sumatera Bagian Selatan yang meliputi Provinsi Sumatera

Selatan, Lampung, Jambi dan Bangka Belitung. Pada saat itu RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang baru memiliki pelayanan Rawat Jalan dan

Rawat Inap dengan fasilitas 78 tempat tidur, yang kemudian melengkapi

fasilita pelayanan Laboraturium, Apotik, Radiologi, Emergency, dan peralatan

penunjang medik lainnya.

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dahulu bernama Rumah Sakit

Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang, RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang resmi menggunakan nama RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang pada tanggal 4 Oktober 1997, berdasarkan SK Menteri Kesehatan


63
RI No : 1297 / Menkes / SK / XI / 1997. Tahun 2000 dengan PP No.122/2000,

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang ditetapkan menjadi salah satu dari 13

Rumah Sakit Pemerintah menjadi Rumah Sakit Perusahaan Jawatan di

Indonesia dan operasionalnya dimulai tanggal 01 Januari 2002.


64

Pada tahun 2003 RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang telah

menyediakan pelayanan rawat jalan tanpa antri, yaitu di Graha Spesialis, yang

diresmikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan mulai operasional

berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama No. KR.01.06.1.583. Graha

Spesialis tersebut merupakan salah satu pelayanan unggulan RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

Pada tanggal 27 Desember 2005 RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum (BLU) diatur dengan

permenkes RI No: 1680/Menkes/pek/XII/2005, sedangkan untuk fasilitas

patologi anatomi dan rehabilitas medis akan di tempat kan pada bangunan lain

setelah di renovasi pada tahun 2007, demikian juga pembuatan nya akan di

lengkapi sesuai dengan standar pelayanan.

Seiring dengan perkembangan waktu rumah sakit ini semakin

berkembang baik sarana maupun prasarana. Melalui berbagai persiapan dan

pembinaan serta penilaian dari tim survei komisi gabungan Akreditasi Rumah

Sakit, maka dengan keputusan Menteri Kesehatan sejak tanggal 12 September

2009 enam belas pelayanan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang telah

memperoleh status terakreditasi. Dan saat ini RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang menjadi Rumah Sakit tipe A dan menjadi rumah sakit terbesar

dan sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan se-Sumatera Selatan, Jambi,

Bengkulu, Lampung, dan Bangka Belitung.


65

Dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM) saat ini RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang memiliki 1.886 Sumber Daya Manusia yang

terdiri dari:

Tabel 5.1
Jumlah Pegawai di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2010

Sumber Daya Manusia Jumlah %

Dokter Umum 40 orang 2,12


Dokter PPDS 249 orang 13,20
Dokter Gigi 6 orang 0,31
Dokter Spesialis 158 orang 8,37
Dokter Spesialis Gigi 1 orang 0,05
Dokter Brigade Siaga Bencana 3 orang 0,15
Tenaga Keperawatan atau Bidan 732 orang 38,81
Tenaga Apoteker 11 orang 0,58
Paramedis Non Keperawatan 186 orang 9,86
Tenaga Non Kesehatan 500 orang 26,51

Total 1.886 orang 100


Sumber Data: Bagian SDM RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Dari data diatas dapat dilihat bahwa tenaga perawat atau bidan adalah
66
tenaga terbanyak dari keseluruhan Sumber Daya Manusia di RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang, yaitu (38,81%), dan dokter spesialis gigi

adalah tenaga paling sedikit, yaitu (0,05%) dari keseluruhan tenaga di RSUP

Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

2. Visi
Visi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yaitu: ”Menjadi

Rumah Sakit Pusat Pelayanan Kesehatan, Pendidikan, dan penelitian Yang

Terbaik dan Bermutu se-Sumatera Bagian Selatan”.

3. Misi

Adapun misi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang sebagai

berkut:

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan

berkualitas tinggi

b. Menyelenggarakan jasa pendidikan dan penelitian dalam bidang

kedokteran dan kesehatan.

c. Menyelenggarakan promosi kesehatan.

4. Motto

Motto RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yaitu: ”Kesembuhan

dan Kepuasan Anda merupakan Kebahagiaan Kami”.

5. Tujuan

Adapun tujuan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang sebagai

berikut:
67
a. Meningkatkan derajat kesehatan dan senantiasa berorientasi pada

kepentingan masyarakat.

b. Meningkatkan citra pelayanan pemerintah kepada masyarakat dalam

bidang kesehatan.
c. Menghasilkan tenaga dokter, dokter spesialis dan keperawatan yang

berkualitas dan bermoral tinggi.

6. Fungsi

Adapun fungsi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang sebagai

berikut:

a. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan promotif,

preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.

b. Pengembangan pelayanan, pendidikan dan penelitian dibidang

kegawatdaruratan, gastroentrologi, rehabilitasi medis, kardiovaskular,

stroke, reproduksi, transplantasi serta pelayanan penunjang.

c. Pelayanan kesehatan lainnya, seperti pendidikan, penelitian dan usaha lain

dalam bidang kesehatan.

7. Budaya

S : Senyum, Sapa, Santun Semua petugas Rumah Sakit dalam memberi

pelayanan kepada masyarakat harus bersikap ramah tamah dengan

menunjukkan air muka yang jernih dan ikhlas.


68
E: Efisien & Efektif Dalam melaksanakan semua aktifitas di rumah sakit,

petugas harus selalu melakukan efisiensi untuk mencapai tujuan.

H: Harmonis Terdapat keserasian atau keharmonisan dalam kerjasama

antara petugas medis, paramedis dan non medis dengan pasien dan

keluarga pasien serta pengguna jasa rumah sakit yang lainnya.


A: Akuntabilitas Semua kegiatan pelayanan dan transaksi keuangan harus

dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah serta sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

T: Transparansi Ada keterbukaan di segenap aspek kegiatan.

2. Karakteristik Ruang Penelitian

Instalasi Rawat Inap Bedah adalah organisasi fungsional di lingkungan

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang di bawah dan tanggung jawab

langsung kepada direktur medik dan keperawatan. Rumah sakit umum pusat

Dr. Mohammad Hoesin Palembang dibagi dalam beberapa instalasi rawat inap

dan rawat jalan, salah satunya adalah instalasi rawat inap bedah yang

dikepalai oleh kepala instalasi yang terdiri dari sembilan ruangan, yaitu

ruangan kelas bedah A, ruangan kelas bedah B, ruangan kelas bedah C,

ruangan kelas bedah D, ruangan kelas bedah E, ruangan kelas bedah F (mata),

ruangan kelas bedah G (ROW), ruang peduli kasih dan ruang THT.

a. Visi

Menjadi IRNA Bedah (Bedah THT dan Mata) yang terbaik dan bermutu

se-Sumatera Selatan dalam bidang pelayanan dan pendidikan penelitian.


69

b. Misi

1) Memberikan pelayanan rawat inap bedah (Bedah THT dan Mata) yang

komprehensif.
2) Mempersiapkan tenaga sumber daya manusia yang profesional.

3) Menyiapkan fasilitas kesehatan sesuai standar.

4) Melaksanakan promosi kesehatan rumah sakit.

c. Falsafah

Memberikan pelayanan terbaik bagi pasien bedah maupun memberikan

rasa nyaman pada pasien.

d. Motto

Mengutamakan kepuasan pasien dan keluarga dalam pelayanan

keperawatan bedah.

Tabel 5.2
Tabel karakteristik ruangan penelitian di IRNA Bedah RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011

Kelas Tempat Tidur Jumlah


Ruangan Cadangan
IA IB II A II B III Perawat
RBD 1 4 2 7 22 5 18
RBE - 8 - - 22 5 21
RBF - - - 8 30 3 12
RBG - - - 5 24 5 15
RPK - - - - 50 5 1470
Total 1 12 2 20 148 23 80

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di IRNA Bedah RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembnag Tahun 2011, dari responden yang berjumlah


49 orang didapatkan hasil yang diuraikan dalam bentuk tabel dan narasi

berikut ini.

1. Karakteristik Responden

Tabel 5.3
Karakteristik Responden Yang Mengalami Intensitas Nyeri
Pascabedah Abdomen Di IRNA Bedah RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Tahun 2011 (n=49)

Karakteristik Responden Jumlah 95% Cl

f %

Jenis Kelamin

- Laki-laki 27 55,1

- Perempuan 22 44,9

Umur (SD)

37,69 (15,780) - - 33,16-

42,23

Pekerjaan

- Tidak bekerja 22 44,9

- Bekerja 27 55,1

Pendidikan
- Tidak Sekolah
- SD 7 14,3
- SMP
- SMA 14 28,6
- Perguruan Tinggi
11 22,4

16 32,7

1 2,0
71
Agama
- Islam
49 100
Lanjutan
Tipe Anastesi Bersambung
- Umum 6 12,2
- Regional 43 87,8
Jenis Operasi
- Laparatomi 5 10,2
- Appendiktomi 12 24,5
- Kolostomi 13 26,5
- Herniotomi 2 4,1
- Ileustomi 3 6,1
- Kelesistektomi 4 8,2
- Dan lain-lain 10 20,4
Lama Operasi
- 1 jam 24 49,0
- 1,5 jam 9 18,4
- 2 jam 11 22,4
- 3 jam 2 4,1
- 4 jam 3 6,1

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden (55,1%), yaitu jenis kelamin laki-laki dengan umur rata-rata

37,69 (SD.15,780). Mayoritas responden bekerja (55,1%), tingkat

Pendidikan mayoritas SMA (32,7%). Semua beragama islam 100%. Tipe

operasi yang paling banyak digunakan saat pembedahan adalah tipe


anastesi regional (87,8%). Sedangkan jenis operasi responden terbanyak,

yaitu kolostomi (26,5%), dan mayoritas lama operasi, yaitu 1 jam (49,0%).

2. Analisis Univariat

Dari hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi


72
dan persentase dari hasil penelitian intensitas nyeri sebelum dilakukan

intervensi, pelaksanaan relaksasi napas dalam dan intensitas nyeri setelah

dilakukan intervensi di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang Tahun 2011 diperoleh gambaran sebagai berikut:

a. Intensitas Nyeri Sebelum Teknik Relaksasi Napas Dalam

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Responden Sebelum
Dilakukan Teknik Relaksasi Napas Dalam DI IRNA
Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2011

Intensitas Nyeri Sebelum Jumlah


Teknik Relaksasi Napas Dalam
Rentang (1-10) f %
3 2 4,1
4 2 4,1
5 4 8,2
6 8 16,3
7 21 42,9
8 9 18,7
9 3 6,1
Total 49 100
Berdasarkan distribusi frekuensi diatas menunjukan bahwa

mayoritas intensitas yang dirasakan pada nyeri skala 7 (42,9%) dengan

intensitas nyeri berat.

7
3

b. Intensitas Nyeri Setelah Teknik Relaksasi Napas Dalam

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Responden Setelah Dilakuka
Teknik Relaksasi Napas Dalam DI IRNA Bedah RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011

Intensitas Nyeri Setelah Teknik


Relaksasi Napas Dalam Jumlah
Rentang (1-10) f %
3 8 16,3
4 4 8,2
5 17 34,7
6 13 26,5
7 6 12,2
8 1 2,0
Total 49 100
Berdasarkan distribusi frekuensi diatas menunjukan bahwa

mayoritas intensitas yang dirasakan pada nyeri skala 5(34,7%) dengan

intensitas nyeri sedang.

c. Skor Skala Intensitas Nyeri Sebelum Dan Setelah Dilakukan Teknik

Relaksasi Napas Dalam Pada Pasien Pascabedah Abdomen

Tabel 5.6
Skor Skala Intensitas Nyeri Sebelum Dan Setelah Dilakukan Teknik
Relaksasi Napas Dalam Pada Pasien Pascabedah Abdomen
di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2011

Median Max-min 95% Cl


Variabel
Intensitas nyeri 7,00 9-3 6,30-
sebelum intervensi 7,09
Intensitas nyeri 5,00 8-3 4,79-
setelah intervensi 5,54

74

Dari hasil analisis diperoleh 49 responden, skor rata-rata intensitas

nyeri sebelum intervensi lebih tinggi, yaitu median 7,00, max-min (9-3).

dibandingkan dengan intensitas nyeri setelah intervensi lebih rendah, yaitu

median 5,00, max-min (8-3).

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah untuk melihat pengaruh teknik relaksasi napas

dalam terhadap penurunan intensitas nyeri dan melihat adanya perbedaan


antara nyeri sebelum dan nyeri setelah intervensi. Hasil analisis bivariat

menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed Ranks Test dengan CI 95% yang

di sebabkan sebaran data tidak terdistribusi normal.

a. Uji Normalitas Data

Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan

metode analisis Shapiro-Wilk, intensitas nyeri sebelum dilakukan

intervensi didapatkan nilai p = 0,000 dan setelah dilakukan intervensi p =

0,001. P<0,05 maka dapat disimpulkan intensitas nyeri sebelum dan

setelah dilalukan intervensi relaksasi napas dalam pada pasien pascabedah

abdomen tidak terdistribusi normal.

Setelah didapatkan data tidak terdistribusi normal, maka

dilakukan transformasi data terlebih dahulu. Variabel baru hasil

transformasi menunjukkan nilai probabilitas sebelum intervensi sebesar75p

= 0,000, setelah diberikan intervensi p = 0,000. Karena nilai p kurang dari

0,05 (p<0,05), maka diambil kesimpulan bahwa variabel baru hasil

transformasi terdistribusi tidak normal, dan dipilih uji Wilcoxon sebagai

uji alternatif.

b. Uji Wilcoxon Ranks

Tabel 5.7
Distribusi Perbandingan Intensitas Nyeri Responden Menggunakan
Uji Wilcoxon Sebelum dan Setelah Diberikan Teknik Relaksasi
Napas Dalam Pada Pasien Pascabedah Abdomen di IRNA Bedah
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011
f % P value
Intensitas nyeri setelah 46 93,9
intervensi < intensitas
nyeri sebelum intervensi
0,000
Intensitas nyeri setelah 3 6,12
intervensi = intensitas
nyeri sebelum intervensi
Total 49 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa intensitas nyeri

setelah intervensi berkurang dari pada intensitas nyeri sebelum intervensi

(93,9%). Dan intensitas nyeri setelah intervensi sama dengan intensitas

nyeri sebelum intervensi (6,12%), P value = 0,000.

c. Pengaruh Dari Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan Tingkat

Nyeri Pada Pasien Pascabedah Abdomen

Pada bagian statistik menunjukkan bahwa hasil uji Wilcoxon.

Dengan uji Wilcoxon diperoleh nilai signifikan Pvalue = 0,000 karena

nilai Pvalue kurang dari 0,05 (P<0,05). Ha diterima maka terdapat

pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap intensitas nyeri pada

pasien pascabedah abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang Tahun 2011.


76

BAB VI

PEMBAHASAN
A. Pembahasan Hasil Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre

ekperimen dengan rancangan one-group Pretest-posttest rancangan ini

kelemahannya yang tidak ada jaminan bahwa ada perubahan setelah post-

treatment, setelah itu penelitian ini hanya untuk mengetahui pengaruh sebelum

dan setelah intervensi.

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan karakteristik Responden yang

mengalami nyeri pascabedah abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad

Hoesin diperoleh 49 responden, mayoritas jenis kelamin laki-laki (55,1%) dan

perempuan (44,9%). Rata-rata umur responden yaitu 37,69 tahun, dan Standar

Deviasi umur 15,780 tahun. Responden dengan terendah yaitu 19 tahun dan

umur tertinggi yaitu 77 tahun, dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan

bahwa 95% diyakini rata-rata usia dari populasi berkisar antara 33,16 sampai

42,23 tahun. Dengan demikian, dapat diartikan rata-rata usia responden yang

dirawat merupakan responden dengan usia dewasa, yaitu rata-rata berumur 37

tahun. Mayoritas responden bekerja (55,1%) dan responden yang tidak

bekerja (44,9%). Pendidikan responden yang tidak sekolah (14,3%),

pendidikan SD (28,6%), pendidikan SMP (22,4%), pendidikan SMA (32,7%),

perguruan tinggi (2,0%). Dengan demikian, pendidikan responden terbanyak,

77
yaitu SMA (32,7%). Dengan demikian, dapat diartikan rata-rata tingkat

pendidikan responden yang mengalami nyeri pascabedah abdomen adalah


7
8

responden dengan tingkat pendidikan rendah, yaitu terdapat 32 responden

yang tingkat pendidikannya dibawah SMA. Dan beragama islam (100%). Tipe

anastesi yang digunakan adalah jenis anastesi regional (87,8%) dan jenis

anastesi umum (12,2%). Jenis operasi responden, laparatomi (10,2%),

Appendiktomi (24,5%), kolostomi (26,5%), Herniotomi (4,1%), ileustomi

(6,1%), kelesistektomi (8,2%), dan lain-lain (20,4%). Dengan demikian, jenis

operasi responden terbanyak, yaitu kolostomi (26,5%), dan yang paling

sedikit, yaitu herniotomi (4,1%). Lama operasi responden, 1 jam (49,0%), 1,5

jam (18,4%0, 2 jam (22,4%), 3 jam (4,1%), 4 jam (6,1%). Lama operasi yang

lebih banyak, yaitu 1 jam (49,0%), dan yang paling sedikit, yaitu 3 jam

(4,1%).

2. Hasil Analisis Univariat

a. Intensitas Nyeri Sebelum Dilakukan Teknik Relaksasi Napas Dalam

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan distribusi frekuensi dari 49 responden

yang mengalami intensitas nyeri 3 (4,1%), intensitas nyeri 4 (4,1%),

intensitas nyeri 5 (8,2%), intensitas nyeri 6 (16,3%), intensitas nyeri 7

(42,9%), intensitas nyeri 8 (18,7%), intensitas nyeri 9 (6,1%). Dengan

79
demikian, intensitas nyeri terbanyak, yaitu intensitas nyeri 7 (42,9%), dan

yang paling sedikit, yaitu intensitas nyeri 3 dan 4 (4,1%).

Tidak ada responden yang mengeluh nyeri sangat berat (skala 10)

dan tidak nyeri (skala 0). Sebelum dilakukan intervensi dari jumlah

keseluruhan responden tidak terdapat responden yang mengeluh intensitas


nyeri 9, sangat berat (skala 10), dan tidak nyeri (skala 0). Responden yang

mengeluh nyeri ringan (skala 3) sebanyak 2 responden dan nyeri sedang

(skala 4-6) sebanyak 14 responden. Hampir semua responden yang

mengeluh nyeri berat (skala 7-9) sebanyak 33 responden.

Hasil perhitungan intensitas nyeri dengan skala Visual Analog-

Numeric Rating Scale sebelum diintervensi teknik relaksasi napas dalam

menunjukkan nilai 6,69 (95% CI: 6,30-7,09), median 7,00 dengan standar

deviasi 1,37. Terlihat bahwa skala intensitas nyeri sebelum diberikan

intervensi terendah nilai minimum 3 dan tertinggi maksimum 9, dari hasil

estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% rata-rata skala intensitas

nyeri sebelum diberikan intervensi antara (6,30-7,09).

Merurut Smeltzer dan Bare (2002), relaksasi otot skeletal dipercaya

dapat menurunkan nyeri dengan merileksasikan ketegangan otot yang

menunjang nyeri. Beberapa penelitian, bagaimanapun, telah menunjukkan

bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi. Dilihat dari

dampak dari pemberian obat analgesik seperti; depresi pernapasan. Dan

walaupun analgesik telah diberikan tapi nyeri pascabedah tetap ada.


80

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harsono

(2009), dari hasil penelitiannya pada 67 pasien pascabedah abdomen di

RSUD Ade Mohammad Djoen Sintang. Walupun nyeri telah dikelola


dengan baik, kira-kira 86% pasien mengalami nyeri sedang ke hebat

meskipun analgesik ditingkatkan.

Berdasarkan hasil penelitian dengan teori yang ada, peneliti

berpendapat bahwa teknik relaksasi napas dalam dapat memberikan

penurunan dan mengurangi kejadian efek negatif dari memberian

analgesik dan menurunkan ketegangan otot dan membuat pasien rileks.

b. Intensitas Nyeri Setelah dilakukan teknik relaksasi Napas Dalam

Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi frekuensi dari 49

responden yang mengalami intensitas nyeri 3, yaitu 16,3%, intensitas

nyeri 4, yaitu 8,2%, intensitas nyeri 5, yaitu 34,7%, intensitas nyeri 6,

yaitu 26,5%, intensitas nyeri 7, yaitu 12,2%, intensitas nyeri 8, yaitu

2,0%. Dengan demikian, intensitas nyeri terbanyak, yaitu intensitas nyeri

5 (34,7%), dan yang paling sedikit, yaitu intensitas nyeri 8 (2,0%).

Rata-rata intensitas nyeri setelah diberikan intervensi adalah 5,16

(95% CI: 4,79-5,54), median 5,00 dengan standar deviasi 1,30. Terlihat

bahawa skala intensitas nyeri setelah diberikan intervensi terendah nilai

minimum 3 dan tertinggi 8, dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan


81
bahwa 95% rata-rata skala intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi

antara (4,79-5,54).

Setelah dilakukan intervensi dari jumlah keseluruhan responden

tidak terdapat responden yang mengeluh intensitas nyeri 9, sangat berat

(skala 10), dan tidak nyeri (skala 0). Responden yang mengeluh nyeri
ringan (skala 3) sebanyak 8 responden dan nyeri sedang (skala 4-6)

sebanyak 34 responden. Hampir semua responden yang mengeluh nyeri

berat (skala 7-8) sebanyak 7 responden.

Persamaan penelitian ini dikarenakan adanya pengaruh teknik

relaksasi napas dalam yang dapat menurunkan tingkat nyeri. Menurut

Potter dan Perry (2006); dan Tamsuri (2007), relaksasi otot rangka

dipercaya dapat menurukan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot

yang mendukung rasa nyeri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi. Teknik relaksasi

mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang

maksimal.

Merurut Smeltzer dan Bare (2002), relaksasi otot skeletal dipercaya

dapat menurunkan nyeri dengan merileksasikan ketegangan otot yang

menunjang nyeri. Beberapa penelitian, bagaimanapun, telah menunjukkan

bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi.

Hal ini ada kesamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Syamsudin (2009), dari hasil penelitiannya pada 34 orang, 17 orang

kelompok intervensi dan 17 orang kelompok control. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa adanya penurunan tingkat nyeri pada anak yang

dilakukan terapi relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling pada

anak post perawatan luka operasi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
82

Zainoel Abidin Banda Acah dan Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda

Aceh Tahun 2009.

Berdasarkan hasil penelitian dengan teori yang ada, peneliti

berpendapat bahwa teknik relaksasi napas dalam dilihat dari penurunan

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi mempunyai pengaruh

terhadap intensitas nyeri pada pasien pascabedah dengan menurunkan

ketegangan otot dan membuat pasien rileks.

c. Skor Skala Intensitas Nyeri Sebelum Dan Setelah Dilakukan Teknik

Relaksasi Napas Dalam Pada Pasien Pascabedah Abdomen Di IRNA

Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011

Berdasarkan tabel 5.6 skor sebelum teknik relaksasi napas dalam

dari nilai minimum, yaitu 3 (Nyeri ringan) dan nilai maksimum, yaitu 9

(Nyeri berat), median 7,00 sedangkan skor setelah teknik relaksasi napas

dalam dari nilai minimum, yaitu 3 (Nyeri Ringan), dan nilai maksimum,

yaitu 8 (Nyeri berat), median 5,00.

Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2005), terdapat kesamaan dapat

menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang

83
nyeri. Relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri postoperasi. Adanya

penurunan skor sebelum dan setelah intervensi.

Pada penelitian Sari (2008), terdapat kesamaan dimana terdapat

penurunan nilai minimum dari skor sebelum dan setelah intervensi yang

berarti adanya responden yang mengalami penurunan pada tingkat nyeri.


yang menyimpulkan bahwa teknik relaksasi mempunyai efektifitas

terhadap tingkat nyeri pada pasien pascabedah abdomen.

Berdasarkan hasil penelitian dengan teori yang ada, peneliti

berpendapat bahwa teknik relaksasi napas dalam dilihat dari penurunan

skor sebelum dan setelah mempunyai pengaruh terhadap intensitas nyeri

pada pasien pascabedah abdomen dengan menurunkan ketegangan otot.

Relaksasi napas dalam dapat dilakukan tanpa harus di tempat khusus.

Hampir semua orang dengan intensitas nyeri yang berbeda mendapatkan

manfaat dari metode ini, relaksasi yang teratur dapat menurunkan

ketegangan otot.

2. Hasil Analisis Bivariat

Pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap intensitas nyeri pada

pasien pascabedah abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang Tahun 2011. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P value=0,000

<0,05 hal ini menunjukan hipotesis yang diajukan tidak diterima atau ditolak.

Menurut Potter dan Perry (2006); dan Tamsuri (2007), menyatakan

relaksasi merupakan metode yang efektif untuk menurunkan nyeri dengan


84
ketegangan otot yang menunjukkan bahwa relaksasi berpengaruh dalam

meredahkan nyeri pascabedah.

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), menyatakan menunjukkan bahwa

teknik relaksasi sangat efektif dalam menurunkan nyeri pascabedah dan

menurunkan intensitas nyeri dengan relaksasi dapat menghambat stimulus


nyeri dari serabut-serabut saraf yang lain sehingga nyeri menjadi lebih lambat

atau menghambat perjalanan rangsangan nyeri pada sistem saraf pusat. Salah

satu cara yang cocok untuk untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien

pascabedah secara nonfarmakologi diantaranya adalah teknik relaksasi.

Hal ini ada kesamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ningsih dan Galuh (2009), dari hasil penelitiannya pada 40 pasien yang akan

dibagi menjadi dua kelompok. Ada pengaruh yang signifikan teknik relaksasi

nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur

antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Rumah Sakit Karima

Utama Surakarta (pv= 0,006).

Berdasarkan hasil penelitian dengan teori yang ada, maka peneliti

berpendapat bahwa teknik relaksasi napas dalam mempunyai pengaruh

terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pascabedah abdomen. Hal ini

dikarenakan keadaan yang rileks pada pasien akan menyebabkan penurunan

ketegangan otot-otot dan meningkatkan orientasi diri pasien sehingga pasien

dapat mengontrol nyerinya.

85

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat banyak keterbatasan

diantaranya yaitu fokus penelitian ini terbatas hanya pada satu wilayah yaitu
IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang sampel yang diambil

pasien pascabedah abdomen peneliti menemui hambatan, yaitu pasien yang

dilakukan operasi tidak terencana ada juga mereka menolak untuk menjadi

responden, sering berubah-ubahnya jadwal operasi, pasien mengeluh

mengantuk pada saat intervensi, dan salah satunya ada yang tidak fokus

sehingga hasil yang diinginkan tidak maksimal atau tidak ada penurunan pada

saat setelah intervensi. Latihan relaksasi napas dalam ini tidak dapat dilakukan

secara bersamaan karena kondisi pasien berbeda-beda dalam hal jenis

penyakit dan tingkat keparahan masing-masing pasien dan persepsi pasien

terhadap nyeri berbeda-beda.

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan

Hasil penelitian diperoleh 49 responden di IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang Tahun 2011. Dilakukan pada tanggal 28 April sampai 12 Mei,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan karakteristik responden yang didapatkan mayoritas laki-laki

(55,1%), berdasarkan umur responden, yaitu minimum 19 tahun dan

maksimum 77 tahun, berdasarkan pekerjaan, mayoritas bekerja (55,1%),

berdasarkan pendidikan, mayoritas SMA (32,7%), beragama islam (100%),

berdasarkan ticivpe anastesi mayoritas, anastesi regional (87.8%), berdasarkan

jenis operasi mayoritas, kolostomi (26,5%), berdasarkan lama operasi

mayoritas, 1 jam (49,0%).

2. Intensitas nyeri responden sebelum dilakukan teknik relaksasi napas dalam di

IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang mayoritas intensitas

nyeri skala 7 (nyeri berat), yaitu 42,9%.

3. Intensitas nyeri responden setelah dilakukan teknik relaksasi napas dalam di


87
IRNA Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang mayoritas nilai

intensitas nyeri skala 5 (nyeri sedang), yaitu 34,7%.

4. Pengaruh dari teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri

pada pasien pascabedah abdomen. Nilai signifikan pvalue = 0,000 (p<0,05).

Ha gagal di tolak maka ada pengaruh


86 teknik relaksasi napas dalam terhadap
intensitas nyeri pada pasien pascabedah abdomen.
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti mengajukan saran-saran antara lain:

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada rumah sakit tentang

pengaruh teknik relaksasi napas dalam pada pasien pascabedah abdomen

agar lebih mengoptimalkan pengolahan nyeri secara non-farmakologi pada

asuhan keperawatan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian mengenai keperawatan medikal bedah merupakan bagian yang

sangat penting bagi keperawatan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

kepada institusi pendidikan khususnya PSIK Muhammadiyah Palembang, di

sarankan lebih memperbanyak referensi atau literatur yang berkaitan dengan

penelitian demi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Rekomendasi hasil penelitian ini agar dimasukan dalam mata kuliah

khususnya dalam praktek keperawatan.

88

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Mahasiswa yang nantinya juga akan melakukan penelitian dengan masalah

nyeri pada pasien pascabedah abdomen, hendaknya lebih mengembangkan


penelitian ini. Disarankan untuk meneliti teknik relaksasi napas. Yaitu

sebagai berikut:

a. Analisis teknik relaksasi napas dalam terhadap intensitas nyeri pada

pasien pascabedah khusus nya bedah abdomen di IRNA Bedah. secara

kulitatif selama 2 atau 3 menit.

b. Pengaruh teknik relaksasi religius terhadap intensitas nyeri pada pasien

pascabedah abdomen di IRNA Bedah dengan desain pre-eksperimen

dengan melibatkan kelompok kontrol secara kuantitatif. Dan waktu

penelitiannya jangan jam setelah makan siang, biasanya pasien merasa

ngantuk.

c. Perbandingan teknik relaksasi napas dalam antara kelompok kontrol dan

kelompok intervensi. Pengambilan sampel secara random (probability

sampling) dengan menggunakan metode proposive sampling secara

kuantitatif. Dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan karakteristik

lain yang mempengaruhi nyeri. Contoh; letak insisi, lama operasi dan

tingkat kecemasan responden. Sebaiknya penelitian yang diberikan

edukasi relaksasi napas dalam pada fase pra operasi.

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M., Dayrit, M. W., dan Siswadi, Y. S. (2009). Prinsip & Praktek
Keperawatan Perioperatif, Jakarta: EGC.

Corwin, E. J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dahlan, M. S. (2004). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: PT. Arkans

Firman. (2011). Skripsi “Pengaruh Relaksasi Terhadap Kecemasan”. Pogram Studi


Psikologis. http://skripsi-konsultasi.blogspot.com/2011/03/terapi-relaksasi-
religius.html. Diakses tanggal 12 Juni 2011.

Hamid, A. Y. S. (2008). Buku Ajar Riset Keperawatan: Konsep, Etika, &


Instrumentasi. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Harsono. (2009). Tesis “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasca


Bedah Abdomen Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Umum
Daerah Ade Mohammad Djoen Sintang”. (Online)
http://eprints.ui.ac.id/71240/4/124910-TESIS0605%20Har%20N09f-Faktor-
faktor-lampiran.pdf. diakses tanggal 18 Januari 2011.

Hastono, S. P. (2001). Modul Analisa Data. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia.

Hasyim, H. (2008). Modul Pembelajaran Satistik Kesehatan. Palembang.

Hidayat, A. A. A. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Pengantar


Konsep dan Proses Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. A. A. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:


Salemba Medika.

Jayanthi, N. (2010). Relaksasi Napas Dalam.


http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/23/teknik-relaksasi-nafas-dalam/.
Diakses tanggal 17 Maret 2011.

Mubarak, W. I & Chayatin, N. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A & Sari, K. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses,


dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Ningsih, A & Galuh, N. (2009). Skripsi thesis “Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta”. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/6424/.
Di akses tanggal 28 Juni 2011.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta:


Renika Cipta.

Nursalam. (2009). Konsep Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman


Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.

Potter, P. A. & Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Vol 2. Jakarta: EGC.

Prasetyo, S.N. (2010). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Riwidikdo, H. (2010). Statistik Untuk Penelitian Kesehatan Dengan
Aplikasi Program R Dan SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Riwidikdo, H. (2010). Statistik Untuk Penelitian Kesehatan Dengan Aplikasi


Program R Dan SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Sari, K. S. (2008). Skripsi “Efektifitas Teknik Relaksasi Terhadap Tingkat Nyeri Pada
Pasien Pascabedah Abdomen di IRNA Bedah RSUP Dr. H. M Rabain Muara
Enim Tahun 2008”. Palembang: Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Palembang.

Saryono & Widianti, A. T. (2010). Catatan Kuliah: Kebutuhan Dasar Manusia


(KDM). Yogyakarta: Nuha Medika.

Sjamsuhidajat, R & Jong, W.D. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC.

Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth, Edisi 8. Vol 1. Jakarta: EGC.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2007). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid II. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam.

Sugiyono. (2007). Statiska Untuk Penelitian. Bandung: Alpabeta.

Syamsudin, A. (2009). Thesis “Efektifitas terapi relaksasi nafas dalam dengan


bermain meniup baling-baling untuk menurunkan intensitas nyeri pada anak
post perawatan luka operasi di dua rumah sakit di Banda Aceh Nanggroe
Aceh Darussalam Tahun 2009”. Aceh: UNSPECIFIED.
http://eprints.lib.ui.ac.id/3930/. Di akses tanggal 25 Juni 2011.

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN


Saya yang bertanda tangan dibawah ini, memberikan izin dan siap berpartisipasi

serta berperan dalam pengisian instrument tentang ” Pengaruh Teknik Relaksasi

Napas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien pascabedah abdomen di IRNA

Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011” Yang diteliti oleh:

Nama : Anita

Nim : 66070069

Saya mengerti bahwa penelitian ini sangat penting dan akan dirahasiakan

sehingga dapat digunakan untuk keperluan data saja, semua penjelasan yang telah

saya berikan akan dijamin semua kerahasiaannya oleh peneliti.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, dan tidak ada unsur

paksaan dari pihak manapun.

Responden Palembang, April 2011

Peneliti,

( ) ( )

Lampran 2

Pre Test
INSTRUMEN PENELITIAN

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP


INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASCABEDAH ABDOMEN
DI IRNA BEDAH RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG TAHUN 2011

Petunjuk Pengisian:
Mohon Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi pertanyaan yang telah disediakan dan

berilah tanda Chek List (√) pada salah satu pilihan yang dianggap sesuai.

1. Biodata / Biografi Responden

a. Nama (Inisial) :

b. Kode :

c. Umur :

d. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

e. Pekerjaan : Tidak bekerja Bekerja

f. Pendidikan : Tidak Sekolah SD SMP

SMA Perguruan Tinggi

g. Agama : Islam Kristen Kristen Protestan

Budha Hindu

g. Tipe Anestesi : Umum Regional Lokal

h. Jenis Operasi : Laparatomi Appendektomi Kolostomi

Herniotomi Ileustomi Kelesistektomi


Dan lain-lain

i. Lama Operasi : …..

Mohon Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menyebutkan salah satu angka yang menunjukkan

intensitas nyeri yang dialami dengan skala 1 sampai 10.

2. Intensitas Nyeri

Skala Analog Visual dikombinasi dengan Skala Numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Post Test

INSTRUMEN PENELITIAN

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP


INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASCABEDAH ABDOMEN
DI IRNA BEDAH RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG TAHUN 2011

Petunjuk Pengisian:

Mohon Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menyebutkan salah satu angka yang menunjukkan

intensitas nyeri yang dialami dengan skala 1 sampai 10.

Intensitas Nyeri

Skala Analog Visual dikombinasi dengan Skala Numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran 3
OUTPUT KARAKTERISTIK RESPONDEN
Statistics

Jenis
Kelamin Pekerjaan Pendidikan Agama Lama
Responden Responden Responden Responden Tipe Anastesi Jenis Operasi Operasi
N Valid 49 49 49 49 49 49 49
Missing 0 0 0 0 0 0 0

Jenis Kelamin Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 27 55.1 55.1 55.1
Perempuan 22 44.9 44.9 100.0
Total 49 100.0 100.0

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur Responden 49 100.0% 0 .0% 49 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Umur Responden Mean 37.69 2.254
95% Confidence Lower Bound 33.16
Interval for Mean Upper Bound
42.23

5% Trimmed Mean 36.65


Median 35.00
Variance 249.009
Std. Deviation 15.780
Minimum 19
Maximum 77
Range 58
Interquartile Range 24
Skewness .847 .340
Kurtosis .008 .668
Pekerjaan Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 27 55.1 55.1 55.1
Tidak bekerja 21 42.9 42.9 98.0
6 1 2.0 2.0 100.0
Total 49 100.0 100.0

Pendidikan Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak sekolah 7 14.3 14.3 14.3
SD 14 28.6 28.6 42.9
SMP 11 22.4 22.4 65.3
SMA 16 32.7 32.7 98.0
Perguruan tinggi 1 2.0 2.0 100.0
Total 49 100.0 100.0

Agama Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Islam 49 100.0 100.0 100.0

Tipe Anastesi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Umum 6 12.2 12.2 12.2
Regional 43 87.8 87.8 100.0
Total 49 100.0 100.0

Jenis Operasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laparatomi 5 10.2 10.2 10.2
Appendiktomi 12 24.5 24.5 34.7
Kolostomi 13 26.5 26.5 61.2
Herniatomi 2 4.1 4.1 65.3
Ileustomi 3 6.1 6.1 71.4
Kelesistektomi 4 8.2 8.2 79.6
dll 10 20.4 20.4 100.0
Total 49 100.0 100.0
Lama Operasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 jam 24 49.0 49.0 49.0
1,5 jam 9 18.4 18.4 67.3
2 jam 11 22.4 22.4 89.8
3 jam 2 4.1 4.1 93.9
4 jam 3 6.1 6.1 100.0
Total 49 100.0 100.0

OUTPUT INTENSITAS NYERI SEBELUM DAN SETELAH INTERVENSI


Statistics

Intensitas
Nyeri Intensitas
Sebelum Nyeri Setelah
Intervensi Intervensi
N Valid 49 49
Missing 0 0

Intensitas Nyeri Sebelum Intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3 2 4.1 4.1 4.1
4 2 4.1 4.1 8.2
5 4 8.2 8.2 16.3
6 8 16.3 16.3 32.7
7 21 42.9 42.9 75.5
8 9 18.4 18.4 93.9
9 3 6.1 6.1 100.0
Total 49 100.0 100.0
Intensitas Nyeri Setelah Intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3 8 16.3 16.3 16.3
4 4 8.2 8.2 24.5
5 17 34.7 34.7 59.2
6 13 26.5 26.5 85.7
7 6 12.2 12.2 98.0
8 1 2.0 2.0 100.0
Total 49 100.0 100.0

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Intensitas Nyeri
49 100.0% 0 .0% 49 100.0%
Sebelum Intervensi
Intensitas Nyeri
49 100.0% 0 .0% 49 100.0%
Setelah Intervensi
Descriptives

Statistic Std. Error


Intensitas Nyeri Mean 6.69 .196
Sebelum Intervensi 95% Confidence Lower Bound 6.30
Interval for Mean Upper Bound
7.09

5% Trimmed Mean 6.76


Median 7.00
Variance 1.884
Std. Deviation 1.372
Minimum 3
Maximum 9
Range 6
Interquartile Range 2
Skewness -.879 .340
Kurtosis .954 .668
Intensitas Nyeri Mean 5.16 .185
Setelah Intervensi 95% Confidence Lower Bound 4.79
Interval for Mean Upper Bound
5.54

5% Trimmed Mean 5.16


Median 5.00
Variance 1.681
Std. Deviation 1.297
Minimum 3
Maximum 8
Range 5
Interquartile Range 2
Skewness -.197 .340
Kurtosis -.508 .668

OUTPUT UJI NORMALITAS


Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Intensitas Nyeri
.262 49 .000 .893 49 .000
Sebelum Intervensi
Intensitas Nyeri
.205 49 .000 .913 49 .001
Setelah Intervensi
a. Lilliefors Significance Correction

OUTPUT HASIL TRANSFORMASI


Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tran_sebelum .287 49 .000 .814 49 .000
tran_setelah .259 49 .000 .870 49 .000
a. Lilliefors Significance Correction

OUTPUT TINGKAT NYERI SEBELUM DAN SETELAH INTERVENSI


Statistics

Tingkat Nyeri Tingkat Nyeri


Sebelum Setelah
Intervensi Intervensi
N Valid 49 49
Missing 0 0

Tingkat Nyeri Sebelum Intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ringan 2 4.1 4.1 4.1
Sedang 14 28.6 28.6 32.7
Berat 33 67.3 67.3 100.0
Total 49 100.0 100.0

Tingkat Nyeri Setelah Intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ringan 8 16.3 16.3 16.3
Sedang 34 69.4 69.4 85.7
Berat 7 14.3 14.3 100.0
Total 49 100.0 100.0

OUTPUT UJI WILCOXON

Wilcoxon Signed Ranks Test


Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


Intensitas Nyeri Setelah Negative Ranks 46a 23.50 1081.00
Intervensi - Intensitas Positive Ranks 0b .00 .00
Nyeri Sebelum Intervensi Ties 3c
Total 49
a. Intensitas Nyeri Setelah Intervensi < Intensitas Nyeri Sebelum Intervensi
b. Intensitas Nyeri Setelah Intervensi > Intensitas Nyeri Sebelum Intervensi
c. Intensitas Nyeri Setelah Intervensi = Intensitas Nyeri Sebelum Intervensi

Test Statisticsb

Intensitas
Nyeri Setelah
Intervensi -
Intensitas
Nyeri
Sebelum
Intervensi
Z -6.102a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Anda mungkin juga menyukai