Kelompok 2 - Drg. Cut Nurliza, M. Kes., Sp. KG., Subsp. KE (K) - 210600020 - Rhena Fitria Khairunnisa
Kelompok 2 - Drg. Cut Nurliza, M. Kes., Sp. KG., Subsp. KE (K) - 210600020 - Rhena Fitria Khairunnisa
Kelompok 2 - Drg. Cut Nurliza, M. Kes., Sp. KG., Subsp. KE (K) - 210600020 - Rhena Fitria Khairunnisa
PEMICU 4
BLOK 15
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
FASILITATOR
1. LATAR BELAKANG
Karies gigi adalah suatu penyakit infeksi yang merupakan proses demineralisasi
progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan akar gigi yang sebenarnya dapat
dicegah. Penyebab dari karies ini adalah adanya aktivitas mikroba dalam suatu karbohidrat
yang dapat difermentasikan. Demineralisasi yang terjadi di jaringan keras gigi ini kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Invasi bakteri, kematian pulpa dan penyebaran
infeksi ke jaringan periapikal dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Rasa nyeri tersebut
dapat bertambah akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang manis, bersuhu panas
ataupun dingin. Namun terjadinya karies juga didukung oleh keadaan host menjaga
kebersihan mulutnya. Untuk itu dalam kontrol plak dan pemeliharaan kebersihan mulut yang
baik diperlukan untuk mencegah terjadinya karies.
2. DESKRIPSI TOPIK
PEMICU 4
Nama Pemicu: Dok Gigi Saya Berlubang
Penyusun : drg. Wandania Farahanny drg., MDSc., Sp.KG, Subsp. KR (K); drg. Irma
Ervina, Sp.Perio, Subsp. RPI (K); drg. Ariyani, Sp.Pros(K)
Hari/ Tanggal : Senin, 46 September 2023 Waktu : 13.30-15.30
Skenario:
Seorang pria usia 45 tahun datang ke RSGM FKG USU dengan keluhan tambalan giginya
pecah pada gigi belakangnya dan makanan sering terselip diantar gigi tersebut sehingga
menimbulkan sakit pada gusi dan sulit untuk dikeluarkan dengan tusuk gigi. Pasien
mengatakan menggosok giginya ketika mandi pagi sebelum sarapan dan terkadang malam
sebelum tidur. Pemeriksaan subjektif menunjukkan gigi ngilu jika minum dingin, pasien
mengaku memiliki kebiasaan minum teh manis 2 kali setiap harinya. Pasien mengatakan
tidak pernah mendapatkan aplikasi fluor dan hanya mendapatkan fluor dari pasta giginya.
Pemeriksaan intra oral menunjukkan beberapa gigi posterior rahang atas dan bawah terdapat
tumpatan yang masih baik akan tetapi pada bagian marginal ridge mesial gigi 25 terlihat
tumpatan amalgam ditutup dengan tumpatan resin komposit yang sudah pecah disertai
karies sekunder dengan kedalaman dentin. Tes vitalitas dengan EPT menunjukkan respon
positif dengan tes perkusi gigi normal. Pada gigi rahang bawah terlihat adanya penumpukan
plak, gingiva di interdental berwarna merah dan BOP (+), namun belum ada kehilangan
perlekatan dan OHIS: sedang. Gigi 35 supra erupsi 0.5 mm. Relasi rahang klas I angle.
Skema oklusi pasien adalah unilateral balance occlussion.
Pemeriksaan saliva Flow rate istirahat 60 detik, konsistensi saliva berbusa, Pemeriksaan pH
saliva istirahat 6.6, flow rate stimulated saliva: 3,5ml/5 menit, dan nilai buffering ability
stimulasi: 6. Pemeriksaan radiologi bite wing menunjukkan gambaran karies meluas
kedalaman dentin dan tidak mencapai pulpa.
Pertanyaan:
Gambaran klinis gigi 25
1. Jelaskan etiologi dan patogenesis rusaknya tambalan dan karies sekunder pada gigi
25 !
2. Jelaskan etiologi mengapa sering terjadi menyelip makanan pada gigi 25 tersebut!
3. Jelaskan diagnosis gigi 25 tersebut!
4. Sebutkan klasifikasi karies pada gigi 25 menurut ICCDAS dan Mount & Hume !
5. Jelaskan rencana perawatan non invasif dan invasif pada kasus tersebut
6. Jelaskan pertimbangan yang harus dilakukan pada pada gigi 25 untuk mengurangi
rasa sensitif setelah restorasi !
7. Jelaskan pertimbangan dalam memilih jenis dan bahan restorasi posterior pada gigi
25
yang tepat untuk kasus di atas !
8. Apakah tindakan yang harus dilakukan terhadap gigi 35 yang supra erupsi sebelum
penambalan gigi 25 ?
9. Jelaskan tahapan prosedur restorasi kavitas dengan lengkap yang akan dilakukan
pada
gigi 25 dimulai dari isolasi, tissue management, desain preparasi kavitas, teknik
aplikasi, finishing, polishing, beserta alat-alat yang digunakan !
10. Jelaskan hubungan pengembalian bentuk anatomi gigi dengan oklusi setelah
dilakukannya restorasi pada kasus di atas!
11. Jelaskan kemungkinan yang dapat terjadi bila oklusi tidak harmonis setelah
tindakan restoratif!
12. Jelaskanefekyangterjadipadajaringanperiodontalbagianproksimaljikarestorasipadaka
sus tersebut tidak dilakukan dengan baik !
13. Jelaskan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
kesehatan jaringan periodontal terutama pada daerah interdental tersebut!
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan etiologi dan patogenesis rusaknya tambalan dan karies sekunder
pada gigi 25!
Pecahnya tambalan restorasi amalgam pada pasien sebenarnya bisa terjadi krn
beberapa hal berikut
1) Sudut axiopulpa line angle runcing,
2) Ketebalan amalgam yang kurang, sehingga tidak mampu menahan tekanan
pengunyahan. Hal ini dapat terjadi karena kedalaman prepararasi yang
kurang,kedalaman, preparasi cukup tetapi liner yang terlalu tebal, over contunng.
3) Preparasi yang terlalu sempit dapat mempengaruhi kondensasi amalgam.
Jika lebar preparasi tertalu sempit maka amalgam kodenser tidak mampu
menjangkau daerah yang sempit tersebut, sehingga menghasilkan kekuatan tekan dan
tarik yang lebih rendah. Kondisi seperti ini sering terjadi didaerah isthmus
padarestorasi kelas II amalgam terutama pada gigi molar satu baik rahangatas maupun
rahang bawah.
4) Traumatik oklusi
Hal ini dapat terjadi karena adanya penumpatan yang terlalutinggi. Pada saat
karving yang kurang memperhatikan bentuk anatomis mahkotagigi yang ditumpat
maupun oklusi dengan gigi antagonis menyebabkan bagiantertentu mendapat tekanan
yang berlebuhan pada saat proses pengunyahan.Tekanan yang lebih dan yang
seharusnya sering kali menyebabkan tumpatanfraktur pada bagian tersebut.
5) Karies yang timbul kembali
Dari penelitian yang dilakukan oleh Foster,1 dijelaskan bahwa salah satu
penyebab utama penggantian atau terlepasnya tumpatan amalgam adalah timbulnya
karies sekunder, baik yang didiagnosis secara radiografis (31%) maupun melalui
observasi klinis (14%).3 Karies disekitar tumpatan amalgam biasanya terjadi karena
adanya preparasi yang kurang baik, daerah yang rentan terhadap karies yaitu pit dan
fisura tidak dilibatkan dalam out line form. Kadang kadang juga dapat timbul akibat
adanya kondensasi yang kurang sempuma terutama restorasi daerah interproksimal.
Karies tersebut disebut juga sebagai karies sekunder. Karies sekunder
merupakan salah satu kegagalan tumpatan karena terbentuknya karies pada daerah
jaringan sekitar tumpatan sehingga menggagalkan penumpatan tersebut. Karies
sekunder umumnya ditandai dengan diskolorisasi pada tepi tumpatan. Perubahan
warna ini disebabkan karena matriks resin yang merupakan komponen bahan utama
dari resin komposit sangat berpengaruh pada stabilitas warna yang dipengaruhi oleh
pH larutan. Apabila pH dalam rongga mulut rendah akan merusak tumpatan dan email
sehingga membentuk lubang kecil yang biasa disebut celah mikro(mikroleakage).
Pemeriksaan histologik karies sekunder memberikan beberapa indikasi tentang
terbentuknya karies sekunder. Jika telah dilakukan penumpatan, maka permukaan
email disekitar tumpatan terbagi menjadi duabagian, yaitu email permukaan dan email
pada dinding kavitas. Oleh karenaitu karies sekunder dapat terjadi pada dua bagian,
yaitu karies luar yangdibentuk pada permukaan gigi dan karies dinding yang dibentuk
jikaadanya bakteri, cairan, molekul atau ion hidrogen diantara tumpatan dan dinding
kavitas. 1
Kondisi makanan yang menyelip pada gigi tersebut biasa disebut dengan
impaksi makanan (food impaction) yaitu penumpukan makanan pada gigi akibat
tekanan oklusal. Keluhan ini umum ditemui pada pasien yang menerima restorasi
interproksimal. Impaksi makanan ini dapat terjadi sebagai akibat dari kegagalan
dalam merekonstruksi kontur asli, ridge marginal, embrasure, permukaan oklusal, dan
inklinasi cusp. Selain itu, keausan oklusal yang tidak merata, kehilangan kontak
proksimal, ekstrusi di luar bidang oklusal, kelainan morfologi kongenital, dan
restorasi yang tidak benar juga merupakan faktor etiologi lain yang dapat
diperkirakan. 2
Menurut Jurnal Scientifica tahun 2016, deformitas oklusal antara marginal
ridge dari gigi yang berdekatan dengan plunger cusp yang dapat menyebabkan
impaksi makanan secara vertikal. Pada skenario disebutkan bahwasanya gigi 25
memiliki plunger cusp. Plunger cusp merupakan tonjol gigi yang mendesak makanan
ke daerah interproksimal dari gigi antagonisnya sehingga hal ini menyebabkan pasien
mengeluhkan makanan yang sering menyelip pada gigi 36. Nyeri, gusi berdarah, dan
halitosis adalah keluhan pasien yang paling umum pada kasus impaksi makanan di
sekitar daerah restorasi. Selanjutnya, karies sekunder, pembentukan abses gingiva,
poket periodontal, dan kehilangan tulang interdental juga dapat terjadi jika tidak
diobati dengan tepat. Restorasi yang pecah pada gigi 36 juga menyebabkan
permukaan oklusal yang tidak merata sehingga makanan dapat menempel pada gigi
dengan restorasi yang rusak. 3
3. Jelaskan diagnosis gigi 25 tersebut!
Karies berdasarkan mulai terjadinya terbagi menjadi dua, yaitu karies primer
dan karies sekunder. Karies sekunder yang disebabkan oleh kerusakan marginal dari
bahan restorasi akan menyebabkan segi estetik yang kurang, dan pada akhirnya
menjadi keharusan untuk mengganti bahan restorasi yang telah ada ataupun
merestorasi ulang kavitas tersebut dengan konsekuensi preparasi atau pembuangan
jaringan sehat yang berlebihan.
Ketika tumpatan amalgam telah diletakkan, permukaan jaringan dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu email atau dentin permukaan dan email atau dentin pada
dinding kavitas. Oleh karena itu lesi karies sekunder dibagi menjadi dua bagian, yaitu
lesi luar yang terbentuk pada permukaan gigi sebagai hasil serangan pertama dan lesi
dinding {wall lesion) yang hanya akan terbentuk bila ada kebocoran bakteri, cairan
mulut, molekul atau ion hidrogen di antara restorasi dan dinding kavitas. Celah di
sekitar tepi tumpatan yang tidak terdeteksi secara klinik ini dikenal dengan celah
mikro.2 Pemeriksaan pada gigi yang telah diekstraksi menunjukkan bahwa lesi luar
dan lesi dinding dapat terjadi bersama atau sendiri-sendiri. Lesi dini karies sekunder
di email akan terlihat lebih jelas di bawah mikroskop polarisasi pada sediaan yang
diletakkan dalam cairan quinoline. Dalam cairan ini, lesi dinding bisa tampak sebagai
zona translusen atau sebagai zona gelap sepanjang dinding kavitas. Bila lesi mencapai
dentino-enamel junction (DEJ), lesi akan menyebar ke lateral meliputi permukaan
dentin yang lebih luas. 4
4. Sebutkan klasifikasi karies pada gigi 25 menurut ICCDAS dan Mount &
Hume!
Berdasarkan ICDAS
International Caries Detection and Assessment System (ICDAS), bmembuat Klasifikasi karies
gigi sebagai berikut:
GJ Mount dan Home menentukan klasifikasi tentang karies gigi berdasarkan lokasi dan
A. Lokasi (site)
Site 1 : Karies terletak pada bagian oklusal (pit fissure, permukaan halus, groove)
Site 2 : Karies terletak pada bagian proksimal
Site 3: Karies terletak pada bagian servikal hingga mengenai akar
B. Ukuran (size)
5. Jelaskan rencana perawatan non invasif dan invasif pada kasus tersebut.
1) Perawatan Non-Invasif
DHE (Dental Health Education)
Kontrol Diet
Kontrol diet adalah menilai asupan makanan dan minuman selama 3-7 hari, kemudian
dihitung kandungannya.Setelah dihitung asupan makanannya kemudian diberi
penerangan untuk mengurangi atau mengganti makanan yang kariogenik dengan yang
tidak bersifat kariogenik.
Flour digunakan untuk membantu remineralisasi dan menghentikan karies dini serta
mengurangi kerentanan gigi terhadap perkembangan karies.
Oral Provilaksis
Adanya plak atau debris dipermukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan
mulut.
Prosedur:
• Bersihkan permukaan gigi
• Etsa email
• Berikan resin
2) Perawatan Insvasif
Prinsip minimal intervensi dapat diartikan sebagai perawatan terhadap karies dengan
mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan mengarah kepada
pemeliharaan struktur gigi yang sehat sebanyak mungkin. Pada dasarnya terdiri dari
penyingkiran jaringan karies dan pengisian kavitas dengan bahan adhesive. Pada
enamel dapat terjadi remineralisasi melalui penggunaan flourida selama permukaan
enamel halus dan tidak terakumulasi oleh plak. Sedangkan pada demineralisasi dentin
masih terdapat beberapa mineral yang melekat pada matriks kolagen dan cukup untuk
mengisolasi lesi dari aktivitas bakteri dengan menggunakan bahan restorative bioaktif
sehingga akan terjadi remineralisasi. Restorasi dental atau penambalan merupakan
proses pencegahan perluasan karies dengan cara menambal struktur jaringan gigi yang
hilang dengan bahan restorasi. Sedangkan didalam kasus dapat dilakukan
pembongkaran tambalan dan perbaiki tambalan. 6
8. Apakah tindakan yang harus dilakukan terhadap gigi 35 yang supra erupsi
sebelum penambalan gig 35
Menurut saya pada gigi 25 restorasi pada tepi proksimalbya masih belum lepas,
tapi makanan bisa nyelip di gusi. Sehingga terindikasi penyebabnya adalah impaksi makanan,
hal ini dapat terjadi biasanya karena ada cusp gigi antagonis yg mendorong (plunger cusp),
Plunger cusp merupakan tonjol gigi yang mendesak makanan ke daerah interproksimal dari
gigi antagonisnya sehingga hal ini menyebabkan pasien mengeluhkan makanan yang sering
menyelip pada gigi 36. Hal ini dapat dilakukan pada gigi 35 adalah occlusal adjustment yang
mengalami supra erupsi tida perlu dilakukan oklusal adjustment dan manajemen food
impaction, Tindakan penyesuaian oklusal merupakan suatu prosedur menghilangkan struktur
gigi yang menyebabkan interference (sangkutan atau gangguan) pada daerah oklusal gigi.
Biasanya occlusal adjustment dilakukan dengan cara grinding dengan mengkoreksi oklusal
yang abnormal tanpa harus mempengaruhi faktor-faktor penyebabnya. Teknik occlusal
adjustment fleksibel dan tepat untuk perbaikan terhadap asal-usul kelainan oklusi yang
terjadi. Tindakan ini bersifat irreversible. 8
9. Jelaskan tahapan prosedur restorasi kavitas dengan lengkap yang akan dilakukan
pada gigi 25 dimulai dari isolasi, tissue management, desain preparasi kavitas,
teknik aplikasi, finishing, polishing, beserta alat-alat yang digunakan !
Kegunaan:
Ciri-ciri :
Alat dari stainlees steel dengan bagian ujungnya menyerupai sendok kecil.
Bentuk ujungnya mempunyai berbagai ukuran,mulai dari nomor nol s/d no. 6.
Kegunaan :
Membersihkan jaringan karies yang lunak dankotoran- kotorannya atau sisa makanan
yang terdapat di dalam kavitas.
Membongkaran tumpatan sementara.-Mengambil kelebihan fletcher, cement,amalgam
Membuat bentuk yang dapat dilihat diluar dengan menggunakan bor fissure.
Membentuk kavitasdengan bur fissure dan membersihkan batasant erluar yang berdekatan
dengan karies; Tempat yang terinfeksi karies harus ikut serta dibersihkan, kecualicuspid jika
perlu; Jangan menyisakan email terlalu tipis;Kavita harus agak dilebarkan agarmengantisipasi
kerusakan lebih lanjut; Pit danfissure harus ikut serta; Batas kavita tidak boleh terlalu lebih
dari pit dan fissure; Outline harus lebih halus, tidak boleh tajam
Membuat bentuk sedemikian rupa sehingga dapat tahan terhadap tekanan kunyah
dengan bor fissure.;Harus diperhatikan bahwa gigi yang sudah di tambal harrus dengan
pertimbangan kekuatan yang cukup jika dipakai untuk mengunyah.;Begitu pun tumpatan,
harus melekatdan kuat agar tidak mudah hancur dan lepas.;Tumpatantidak boleh membentuk
mangkok, karena mudahlepas;Tumpatan pada tahap ini harus dengan burfissure, dengan
posisi yang tegak lurus.;Dinding enamelharus terlapis dentin yang sehat Oleh karena
itutumpatan ini memerlukan ektensi dan resistensi yangkuat untuk menghindari lepasnya
tumpatan.;Bentuk resisten ada bermacam-macam;Box preparation untuk tumpatan
amalgam;Undercut untuk tumpatansilikat;Dove tail untuk keduanya.
o Restorasi estetik :
-Bentuk preparasi kavitas umumnya sama .
Tanpa membuat preparasi kavitas yang forma
o Pencampuran semen
Perbandingan bubuk : cairan = 3: 1 (sesuai aturanpabrik) dicampur dengan cepat
dengan caran melipat. Pengadukan harus selesai dalam waktu 40detik.
Cairan tidak boleh dikeluarkan sampai tepatsebelum waktu pengadukan dilaksanakan
(terjadipenguapan air penaikan viskositas).
KONSISTENSI ADONAN :Terlihat kental dan berkilat di permukaan asampoliakrilat
masih basah & dapat melekat kestruktur gigi
o Finishing dan Polishing
Permukaan ionomer kaca sensitif kepada kontaminasikelembaban dan pengeringan.
Pada fase awal pengaturan lebih bagus untuk melambatkan finishing dan polishing semen
ionomer kaca (sekurangnya 24 jam setelah penumpatan ). Namun bagi ionomer kaca yang
dimodifikasi resin,finishing dapat dimulai selepas penempatan bahan. Setelah finishing dan
polishing dilakukan permukaan restorasi dilindung dengan mengunakan gelpetroleum,varnish
atau agen bonding.
10. Jelaskan hubungan pengembalian bentuk anatomi gigi dengan oklusi setelah
dilakukannya restorasi pada kasus di atas!
o Oklusi Sentris
Ketika mandibula berada dalam posisi oklusi sentris, maka akan ada kontak antara
restorasi dengan gigi antagonisnya. Restorasi pada cusp seharusnya bisa berkontak
dengan fossa atau marginal ridge. Cusp palatal molar dan premolar rahang atas
berkontak dengan central fossa atau marginal ridge molar atau premolar rahang
bawah. Sedangkan cusp buccal dari molar dan premolar rahang bawah kontak dengan
fossa atau marginal ridge molar dan premolar rahang atas.
o Tekanan Aksial
Kontak yang terjadi antara cusp dengan fossa atau marginal ridge akan menimbulkan
arah tekanan oklusal berjalan ke sepanjang aksial gigi menjadi tekanan aksial.
o Stabilitas Gigi
Arah aksial dari tekanan oklusal dapat mempertahankan stabilitas gigi dan
mengalihkan tekanan yang dapat merusak gigi menuju jaringan penunjang.
o Relasi Rahang yang Stabil
Posisi gigi posterior yang tepat pada antar cusp (intercuspantion) dapat
mempertahankan posisi mandibula dan menjaga stabilitas sendi
temporomandibula. Jika seluruh restorasi pada gigi posteror permukaan oklusal
yang rata (tidak mengikuti bentuk oklusal) atau berlebihan dapat mempengaruhi
stabilitas posisi mandibula terhadap maksila.
o Relasi Sentris
Selain pada oklusi sentris, restorasi seharusnya juga tidak menimbulkan
premature contact pada relasi sentris. Meskipun sebelum dilakukan restorasi
sudah terdapat premature contact pada relasi sentris dan tidak dilakukan
perawatan apapun, restorasi yang akan dibuat sebaiknya tidak menambah
premature contact.
o Kontak pada Sisi Kerja
Restorasi sebaiknya tidak mempengaruhi guidance pergerakan gigi yang telah
ada sebelumnya selama mandibula bergerak dan tidak pada posisi oklusi
sentris.
o Kontak pada Sisi Non-Kerja
Kontak pada sisi non-kerja sebaiknya juga tidak terjadi. Restorasi yang
menyebabkan kontak pada sisi non kerja akan menyebabkan gangguan kerja
cusp.
o Kontak Protusif
Kontak protusif sebaiknya dihindari karena dapat mempengaruhi protrusive
tooth guidance.
11. Jelaskan kemungkinan yang dapat terjadi bila oklusi tidak harmonis setelah
tindakan restoratif!
Trauma oklusi adalah suatu kondisi yang menyebabkan perubahan patologis atau
perubahan adaptasi yang melibatkan jaringan periodontal sebagai akibat dari tekanan yang
tidak semestinya atau tekanan yang berlebihan pada otot-otot pengunyahan. Trauma oklusi
dapat menyebabkan kerusakan pada ligamen periodontal, struktur jaringan keras gigi, pulpa,
sendi temporomandibular, jaringan lunak mulut, resorpsi akar dan sistem neuromuskular.
Dengan kata lain, trauma oklusal adalah seluruh proses trauma oklusi yang menyebabkan
cedera pada aparatus periodontal. Penyimpangan oklusi akibat trauma oklusif adalah adanya
aspek keausan pada gigi, penebalan sementum, fraktur akar, mobilitas gigi, migrasi gigi,
impaksi makanan karena kurangnya kontak antara gigi tetangga, dan kemungkinan lain,
gangguan sendi bruxsim dan temporomandibular, dan fraktur mahkota pada margin serviks
atau fraktur cusp juga terjadi sebagai akibat dari trauma oklusif.
Gaya yang diterima dapat dalam satu arah (gaya ortodontik) atau berlawanan arah
(gaya jiggling). Kekuatan jiggling menyebabkan perubahan histologis ligamen yang lebih
kompleks dan peningkatan mobilitas gigi yang nyata karena titik rotasi (fulcrum) lebih dekat
ke apeks. Dengan kata lain, trauma oklusi primer terjadi ketika perubahan pada periodonsium
hanya disebabkan oleh oklusi. Contohnya adalah pergerakan ortodontik gigi ke posisi yang
tidak terduga, atau restorasi yang terlalu tinggi. Sementara trauma oklusal sekunder adalah
efek dari kekuatan oklusal pada periodonsium yang sakit, hal itu terjadi ketika kapasitas
adaptif periodonsium berkurang karena kelainan sistemik atau keropos tulang.
Stres oklusal normal adalah ketika gigi mengalami stres fungsional tanpa melebihi
kapasitas adaptif jaringan pendukung di bawahnya agar tidak melukai jaringan. Kemampuan
periodonsium untuk beradaptasi dengan kekuatan oklusal bervariasi dari orang ke orang atau
orang yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Tidak seperti luka pada gingivitis dan
periodontitis yang dimulai dari jaringan gingiva, luka akibat trauma oklusi dimulai dari
ligamen periodontal dan meliputi sementum dan tulang alveolar. Ketidakseimbangan dalam
oklusi terjadi ketika kurang dari 50% gigi di daerah tersebut melakukan kontak terlebih
dahulu atau satu atau dua gigi melakukan kontak terlebih dahulu. Jika resistensi terjadi pada
saat oklusi sentrik disebut kontak prematur, sedangkan jika terjadi pada saat artikulasi disebut
dengan blocking. Beberapa faktor penyebab yang dapat meningkatkan tekanan pada
periodonsium, yaitu:
Ketidakseimbangan oklusi
Oklusi normal: adalah hubungan yang dapat diterima oleh gigi-gigi pada rahang yang
sama dan rahang yang berlawanan, ketika gigi-gigi tersebut berkontak dan kondilus
berada di fossa glenoidalis. Dalam melakukan perawatan restorasi gigi, perawatan
harus dilakukan untuk mengembalikan oklusi awal (oklusi normal), bentuk anatomi
oklusal akan menentukan kondisinya.
Kesalahan restorasi (bentuk oklusal) akan mengakibatkan trauma oklusi atau tidak ada
kontak oklusi, dampaknya akan berupa keausan gigi, nyeri saat mengunyah, gigi
goyang, periodontitis, gangguan TMJ, dalam jangka panjang akan menyebabkan
kelainan yang lebih parah seperti nyeri orofasial. Pengobatan gangguan berat tidak
mudah karena penyebabnya kompleks dan saling terkait
Oklusi didefinisikan sebagai kontak antar gigi yang berada di antara lengkung yang
berlawanan. Penyimpangan dari oklusi normal atau oklusi ideal disebut sebagai
maloklusi. Maloklusi dianggap sebagai oklusi yang abnormal di mana gigi tidak dalam
posisi yang normal pada relasi antar gigi yang berdekatan di dalam rahang yang sama
dengan gigi yang berseberangan saat rahang dalam keadaan tertutup atau oklusi. Istilah
lain mendefinisikan maloklusi sebagai ketidakteraturan gigi atau kesalahan hubungan
lengkung gigi di luar jangkauan dari apa yang dapat diterima seperti biasa. Maloklusi
menjadi salah satu masalah kesehatan oral yang paling umum di dunia bersamaan dengan
karies, penyakit gingival, dan dental fluorosis. Pada saat menambal gigi anterior RA
Maka Kontur Palatal RA harus Harmonis dengan Pola pergerakan Rahang pada saat
berfungsi yaitu Dari posisi relasi sentrik ke posisi Insisal edge. Yang terjadi apabila
restoratif under kontur dan over-kontur pada oklusi:
Under Kontur
Makanan langsung mengenai jaringan pendukung sehingga menyebabkan trauma
terhadap jaringan tersebut
Over Kontur
Defleksi makanan selama mastikasi sehingga stimulasi terhadap gingiva minimal
Makanan mudah melekat dibawah daerah yang over kontur sehingga mudah terjadi
karies
Shim Stock atau miller strip juga dapat membantu menentukan kontak oklusal yang
ada
Keringkan permukaan gigi untuk memudahkan pemeriksaan
Gunakan kertas bertanda biru untuk memeriksa Oklusi dinamis/ Eksentrik
Gunakan kertas bertanda merah untuk memeriksa Oklusi statis / Sentrik
Efek bila tambalan terlalu tinggi :
Gigi menjadi sakit saat mengunyah
Kondilus / Disc Dearrengement
Gigi menjadi aus
Perubahan degeneratif arthritic TMJ
Otot pengunyahan menjadi spasme
12. Jelaskan efek yang terjadi pada jaringan periodontal bagian proksimalj ika
restorasi pada kasus tersebut tidak dilakukan dengan baik !
Restorasi dengan kontur yang buruk dan permukaan yang kasar dapat meningkatkan
retensi plak, terutama di bagian interproksimal. Pada skenario disebutkan juga bahwa pasien
tidak pernah mendapatkan aplikasi fluor dan hanya mendapatkan fluor dari pasta giginya, dan
hanya mengunyah pada satu sisi dan memiliki kebiasaan minum teh manis 2 kali sehari. Oleh
karena itu menjadi sangat rawan menjadi tempat penumpukan plak. Adanya pembentukan
dan pematangan plak pada permukaan email atau bahan restoratif pada bagian interproksimal
tersebut dapat mempengaruhi jaringan periodontal yang ada di dekatnya dan menimbulkan
respons inflamasi. Respon inflamasi ini apabila berlangsung lama dapat berkembang menjadi
gingivitis (seperti hal nya yang terjadi di gingiva pasien) yang biasanya ditandai dengan
adanya perdarahan ketika menyikat gigi, gingiva membengkak, memerah, dan terkadang
disertai rasa nyeri. Bila kondisi ini tidak ditangani, dapat berkembang menjadi periodontitis.
Periodontitis dapat mengakibatkan kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang
alveolar dengan pembentukan poket, resesi atau keduanya dan membuat jaringan penyokong
gigi tidak kuat lagi dan menjadi mobiliti.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan prosedur restorasi ulang dengan
memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi kesalahan sebelumnya, hingga kesalahan
yang sama dan baru tidak akan muncul lagi. Penggunaan rubber dam sangat penting untuk
menjaga jaringan gingival disekeliling gigi yang akan direstorasi (pada daerah interdental).
Penggunaannya berguna untuk proteksi terhadap injuri pada gingiva secara fisika ataupun
kimia dan terbebas dari kontaminasi saliva dan debris.
Preparasi kavitas harus sangat hati-hati agar tidak melukai jaringan gingiva terutama
gingiva cekat. Penumpatan, finishing, polishing, pada saat meletakkan bahan restorasi harus
membentuk kembali gigi sesuai dengan anatominya agar tidak mencederai jaringan
periodonsium. Bagian inter-proximal dari restorasi harus di cek menggunakan dental floss
agar mengetahui apakah masih ada bahan restorasi yang overhang atau overcontour.
Matriks merupakan cara untuk membuat dinding yang berhadapan dengan dinding
aksial, melingkupi area struktur gigi yang hilang selama dilakukan prosedur preparasi. Hal
dan tujuan yang perlu diperhatikan adalah : kontak yang rapat, kontur yang baik, dan anatomi
yang tepat terutama pada daerah interdental. Fungsi utama matriks adalah untuk
mengembalikan kontur anatomis dan memperbaiki kontak proksimal, mencegah perluasan
tumpatan kearah gingival (overhanging) yang dapat mempengaruhi kesehatan periodonsium.
Perlu dilakukan pembentukan kontur yang baik, karena pembentukan kontur yang
salah menyebabkan retensi/impaksi makanan, resesi, iritasi dan inflamasi gingival,
fraktur/lepasnya restorasi, oklusi yang salah, komplikasi periodontal, abses akut dan
bergesernya gigi.
Pasien diminta untuk melakukan kontrol plak secara berkala ke dokter gigi,
sehingga kesehatan rongga mulut pasien tetap terkontrol.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Kesehatan menurut Undang - Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 adalah “Keadaan
sempurna baik fisik, mental dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit cacat,
serta produktif secara ekonomi dan sosial”. Batasan kesehatan menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) yang paling baru, lebih luas dan dinamis, dibandingkan
dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah keadaan
sempurna, baik fisik, mental maupun sosial. Sehingga kesehatan gigi dan mulut
menjadi dasar atas kesehatan fisik lainnya. Salah satu penyakit gigi yang banyak
dialami oleh masyarakat dunia ialah karies. Karies merupakan salah satu keadaan
patologis yang terjadi pada gigi yaitu terbentuknya lubang akibat subtrat dan
karbohidrat. Dalam hal ini banyak berkembang perawatan karies yaitu dengan
tumpatan bahan restorasi seperti resin komposit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kidd E.A.M, Bechal S.J. Dasar – dasar karies penyakit dan penanggulangan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2013. P.186-188.
2. Golpar Radafshar, Fahimeh Khaghani, Samar Rahimpoor 1 and Arshia Shad.
Long-term stability of retreated defective restorations in patients with vertical
food impaction. J Indian Soc Periodontol. 2020;24(4).
3. Li QL, Ying Cao C, Xu QJ, Xu XH, Yin JL. Atraumatic Restoration of Vertical
Food Impaction with an Open Contact Using Flowable Composite Resin Aided by
Cerclage Wire under Tension. Scientifica (Cairo). 2016;2016.
4. Hamudeng AM, Gani A. A. Validitas Pemeriksaan Radiografi Bite-Wing Pada
Karies Sekunder Restor; Amalgam(Systematic Review). Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia.
5. Esther M. Wikins. Clinical Practice of Dental Hygienist. Philadelphia: Linpincott,
page 310-313, 746-747 dan 711-718.
6. Heymann HO, Swift EJ, Ritter AV. Sturdevant’s art and science of operative
dentistry. 6th Ed. St. Louis: Elsevier. 2013; 235-65, 772, 442.
7. Mount G.J., Hume W.R., Hien C., Mark S.W. Preservation and restoration of tooth
structure. 3rd edition., British: John Wiley&Sons Limited, 2016
8. Pickard, H.M., Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N 2002. Manual Konservasi Restoratif
Menurut Pickard.mEdisi 6. Alih bahasa: Narlan Sumawinata. Jakarta :
WidyaMedika.
9. Mudjiono M. Hubungan Restorasi dengan Oklusi. Surabaya: Univesitas
Airlangga, 2015.
10. Mount G.J., Hume W.R., Preservation and restoration of tooth structure. 2nd ed.,
Quinsland: Knowledge books and software, 2005.
11. Broadbent JM, Williams KB, Williams SM. Dental restorations: a risk factor for
periodontal attachment loss?. J Clin Periodontol. Nov 2006; 33(11): 803-810.
12. Anand J, Karthikeyan R. Iatrogenic factors affecting periodontium. JIDENT 2015;
2(1):1-5.