MP.12 - Pengawasan Pengelolaan Ekosistem Gambut
MP.12 - Pengawasan Pengelolaan Ekosistem Gambut
MP.12 - Pengawasan Pengelolaan Ekosistem Gambut
ANTUNG DEDDY
PUSDIKLAT KLHK
JULI 2022
1
• Nama : Antung Deddy
• Jabatan : Widyaiswara Ahli Utama
• Pendidikan : S1 Fahutan IPB, 1980
• S2 Usaha Kecil dan Menengah IPB, 2006
• Pelatihan : AMDAL A, (dasar-sadar Amdal), di ITB 1981
• AMDAL B (Penyusun AMDAL) 3 bln, di UI 1986
• Penyusun AMDAL. Di Aberdeen, 3 bln, 1989
• Email : [email protected]
• Pengalaman : Direktur Pengendalian Kebakaran, BAPEDAL 2000-2001
• Kapus Tanggap Darurat Bapedal, 2001 - 2002
• Asdep Pengendalian Limbah Domestik, KLH, 2002-2003
• Asdep Ekosistem Darat, KLH,2004 - 2005
• Asdep Sungai dan Danau, KLH, 2005-2009
• Asdep Kehati dan Kerusakan Lahan 2009-2014
• Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, 2015-2018
• Sejak 2018 di Pusdiklat KLHK
BIODATA
INDIKATOR HASIL BELAJAR
PESERTA DAPAT MENJELASKAN
KARBON + AIR
Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan
ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang
belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut
banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk.
6
Perbedaan
karakteristik
antara
tanah
gambut dan
tanah
mineral
7
KLASIFIKASI GAMBUT
Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai
Organosol atau Histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan
organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3
dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3
dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff, 2003).
8
KLASIFIKASI GAMBUT
BERDASARKAN TINGKAT KEMATANGAN
Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut
dibedakan menjadi:
Gambut fibrik (mentah) (Gambar atas) adalah
gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih
bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas
>75% seratnya masih tersisa.
Gambut hemik (setengah matang) (Gambar bawah)
adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan
asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan
bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.
Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah
melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali,
berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas
kandungan seratnya < 15%.
9
Cara menggunakan bor
Bor Eijkelkamp untuk menduga ketebalan
gambut pada lahan
gambut dan mengambil contoh gambut
yang terendam air 10
FIBRIK HEMIK
PASIR KUARSA
AIR GAMBUT
Kalimantan Tengah 35 2.555.107 2.119.999 4.675.105 55,62 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Kalimantan Timur 16 176.296 166.054 342.350 4,07 Conservation Cultivation
Kalimantan Utara 13 159.553 187.898 347.451 4,13
Kalimantan 190 4.094.203 4.310.614 8.404.818 100
Luas Fungsi Ekosistem Gambut di Pulau Sulawesi & Papua
Sulawesi Barat 2 19.682 22.794 42.476 67,01
Sulawesi Tengah 3 8.622 12.192 20.814 32,99
Papua Barat
Sulawesi 3 28.305 34.985 63.290 100
Papua 250 2.708.311 2.388.966 5.097.276 77,46 Papua
Keputusan Menteri LHK No. SK.130/MENLHK/SETJEN/ 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
KUM.1/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Conservation Cultivation
Nasional (skala 1:250.000)
” Indonesia memiliki Ekosistem gambut terbesar nomor 4 dunia dan Indonesia penyimpan
ekosistem Gambut Tropis terbesar dunia“ Carbon sampai 46
gigatons, 8-14% karbon
berada di gambut.
E2
Elevasi muka air
b. Pembentukan di kanal
gambut topogen Tanah Tebal
Gambut Gambut
Sungai Tanah Gambut
Tanah
Mineral
c. Pembentukan
gambut
ombrogen,
membentuk
DEFINISI KHG:
kubah gambut
(dome)
Ekosistem gambut yang berada di antara 2
(dua) sungai, di antara sungai dengan laut,
Kubah Gambut dan/atau pada rawa
yang harus
dilindungi
Sumatera : 207 KHG, Sulawesi : 3 KHG, Jumlah Total
Kalimantan : 190 KHG, Papua : 465 KHG, : 865 KHG
17
PERMASALAHAN
PERMASALAHAN UTAMA KERUSAKAN EKOSISTEM GAMBUT
KEBAKARAN HUTAN
SUBSIDENSI LAHAN/BANJIR
PROSES
PERUSAKAN
EKOSISTEM
GAMBUT
20
22
23
PERBANDINGAN KERAPATAN KANAL HTI VERSUS SAWIT
KANAL HTI (AKASIA) = 14.6 km/km2 KANAL KEBUN SAWIT = 46.2 km/km2
24
25
26
PEMBAKARAN LAHAN GAMBUT SECARA SENGAJA DI RIAU
27
2. T U J U A N
TUJUAN
1. Mengurangi laju dan jumlah kerusakan dan degradasi lahan
gambut,
2. Meningkatkan upaya-upaya pencegahan kerusakan dan
degradasi lahan gambut,
3. Meningkatkan upaya pengendalian dan pemantauan
kerusakan dan degradasi lahan gambut
32
Sumber: Pasal 23 PP 71/2014 jo. PP 57/2016 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosostem Gambut
Kenapa
tinggi muka air tanah
di lahan GAMBUT
harus < 0,4 meter
Sumber: Pasal 23 PP 71/2014 jo. PP 57/2016 PEMICU KEBAKARAN
33
PENGAWASAN FUNGSI GAMBUT
Ekosistem Gambut dengan Fungsi Lindung
Untuk Perkebunan Perbaikan tata kelola air
Untuk HTI Restorasi fungsi hidrologis dan rehabilitasi vegetasi
Ekosistem Gambut di fungsi budi daya atau difungsikan sebagai
fungsi budi daya Tata Kelola Air
Cara Tata Kelola Air:
Perbaikan tata kelola air (ada zona tata kelola air)
Penetapan titik penaatan di area Gambut (15% dari total area produksi)
Pemasangan data logger di setiap zona tata kelola air
Pemasangan stasiun pemantauan curah hujan
Titik Penaatan Tinggi • TP-TMAT Manual
Muka Air Tanah (TMAT) • TP-TMAT Otomatis (Logger)
Kementerian LHK RI
Direktorat Pengendalian
Kerusakan Gambut
Wujudkan Gambut Lestari http://pkgppkl.menlhk.go.id/
PENGAWASAN KARHUTLA DAN KERUSAKAN
Sistem Pelaporan
LAHAN GAMBUT Perangkatlunak
Sistem Komunikasi
Tinggi muka air tanah harus < 0,4 m Pemeriksaan pada titik penaatan:
PP 71/2014 jo. PP • Surat penetapan titik penaatan dari Dirjen PPKL
57/2016 • lokasi, koordinat, dan elevasi titik penaatan
3 Permen LHKNo. • ketinggian muka air, data curah hujan
• jam dan tanggal pengukuran dan laju subsidensi Gambut
. P.15 Tahun2017 Cara Pengukuran:
• pengukuran dengan cara manual paling sedikit 1 kali dalam 2 minggu
Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah • pengukuran dengan cara otomatis paling sedikit 1 kali dalam sehari
Pengamatan curah hujan dilakukan setiap hari
4. KERANGKA KERJA PENGAWASAN
PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT
Tujuan Pengawasan
(Pemantauan, evaluasi)