Anisa Maulida FSH
Anisa Maulida FSH
Anisa Maulida FSH
INDONESIA
Skripsi
Oleh :
ANISA MAULIDA
NIM.1113044000069
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/ 1438 H
ii
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya asli saya atau merupakan hasil
jiblakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi tang
Anisa Maulida
ii
ii
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang atas segala nikmat-Nya
serta para pejuang Islam di jalan Allah yang selalu istiqomah hingga akhir zaman.
gelar sarjana S1, Sarjana Hukum (S.H) di Fakultas Syarih dan Hukum. Dalam
proses pembuatan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami
penulis, baik yang menyangkut waktu, pengumpulan bahan-bahan (data) dan lain
sebagainya.
Berkat bantuan dan motivasi berbagai pihak maka segala kesulitan dan
hambatan ini dapat diatasi dan tentunya dengan se-izin Allah SWT. Dalam
kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
terutama kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah
ii
2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ahwal Al-
Fakultas Syaiah dan Hukum dan Hj. Rosdiana, M.A yang telah
akhir ini. Perpustakaan UIN, dan bagian Tata Usaha Syariah dan
7. Khusus kepada nenek serta orang tua penulis. Nenek tersayang, Hj.
ii
cinta dan kasih sayangnya melebihi apapun di dunia ini. Ayahnda H.
8. Terima kasih Nadia Ernanda dan Adi Fairuz (adik), Hidayat (kakak)
kepada penulis.
kamar yang selalu sabar, Andi Nur Mala Sari, dan Nurul Ulfa yang
Keluarga 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu. Yang selalu
diselesaikan.
ii
13. UKM LDK Syahid terkhusus Alumni, teman seperjuangan serta
14. KKN Lokal Daya yang saling memberikan semangat serta dorongan
kepada penulis.
dan memiliki keterbatasan dan kekurangan. Untuk itu saran dan kritik
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
Anisa Maulida
ii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN......................................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................1
B. Identifikasi Masalah...................................................................5
C. Batasan dan Rumusan Masalah..................................................6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................7
E. Kerangka Teori...........................................................................7
F. Metode Penelitian.......................................................................9
G. Review Studi Terdahulu...........................................................12
H. Sistematika Penulisan...............................................................14
ii
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan Anak menurut Undang-Undang No. 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak.............................................38
B. Perlindungan Anak menurut Konvensi Hak Anak...................43
C. Perlindungan Anak menurut Undang-Undang
Terkait......................................................................................49
D. Perlindungan Anak menurut Hukum Islam..............................57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................86
B. Saran-Saran..............................................................................87
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................88
LAMPIRAN..........................................................................................................94
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah merupakan sebuah titipan dari Allah SWT kepada kedua
orang tua untuk dirawat, dijaga, dan dipelihara dengan baik agar anak dapat
mengetahui hak dan kewajibannya dan para orang tua juga harus memberikan
(suci), maka orang tua dan lingkunganlah yang akan membentuk karakter
yang baik atau pun buruk terhap anak karena anak tidak pernah, meminta
jawab para orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk
dan bernegara.2
1
Bismar Siregar, Abdul Hakim G Nusantara, Suwantji Sisworahardjo, Arif Gosita,
Mulyana W Kusumah, Hukum dan Hak-Hak Anak, (Jakarta: Rajawali, 1986), h. 8
2
Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. vii
1
2
budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik
adalah relatif baru, sekalipun kelahiran perlindungan anak itu sendiri telah
lahir bersama lahirnya hak-hak anak secara universal yang diakui dalam
perlindungan yang terbaik bagi anak, dalam era pembangunan hukum yang
3
Muliyawan, Paradigma Baru Hukum Perlindungan Anak Pasca Perubahan
Undang-Undang Perlindungan Anak, Artikel di akses pada Selasa 25 April 2017 ,
http://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/164-paradigma-baru-hukum-
perlindungan-anak-pasca-perubahan-undang-undang-perlindungan-anak
3
hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta berbagai
terhadap hak asasi anak; dan (3) Perlindungan terhadap semua kepentingan
kesejahteraan anak.
4
Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara,
1990), hlm. 5
5
Waluyadi, Hukum perlindungan Anak, (Bandung; CV Mandar Maju, 2009), hal. 1
4
adalah:
memaksa akan tetapi tujuannya berbeda dalam mengatur masalah yang sering
dari kegiatan eksploitasi ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga dan setiap
B. Identifikasi Masalah
dengan tema yang sedang dibahas. Ragam masalah yang akan muncul dalam
Perlindungan Anak ?
Perlindungan Anak, untuk itu penulis akan membahasnya dari sudut pandang
Anak.
berikut ;
7
yang hendak dicapai pada penelitian yang akan dilakukan. Dari pemahaman
E. Kerangka Teori
cita-citanya. Oleh karena itu agar mampu memikul tanggung jawab, anak
Dilihat dari hukum positif nasional, batasan umur untuk anak yang cakap
Anak menyatakan yang dikatakan usia anak adalah mereka yang belum
ekonomi karena terjadinya pengangguran yang dialami oleh orang tua si anak
terorganisir rapi.8
6
Eka Tjahjanto,2008, Implementasi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
sebagai upaya perlindungan hukum terhadap eksploitasi anak pekerja anak, Tesis
7
Ahmad Sofian, Perlindungan Anak di Indonesia dilema & solusinya, (Jakarta :
PT.Sofmedia, 2012), h. 11
8
Muhammad Edy Susanto, 2014,Skripsi, Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi
Anak di Kota Surakarta, h. 7
9
dijadikan acuan, begitu juga dengan UU Nomor 35 tahun 2014, didalam Pasal
1 ayat (1) menyatakan, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan, sedangkan dalam pasal 1 ayat 2
F. Metode Penelitian
dibahas dan digambarkan dari masalah tersebut dengan jelas, tepat dan
akurat. Terdapat beberapa metode yang akan penulis gunakan antara lain ;
1. Jenis Penelitian
normatif adalah metode penelitian terhadap aturan hukum yang tertulis. Pada
9
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
10
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelian Hukum, (Jakarta,
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010), hal. 38
10
3. Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian terbagi menjadi dua
sumber, yaitu :
Sumber hukum primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
Bahan hukum primer adalah bahan utama dala penelitian hukum normatif,
11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2008), Cet.ke-2, halm. 225
12
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (jakarta, PT raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 32
11
dengan tema, objek dan masalah penelitian yang akan dilakukan. Terdiri dari
atau buku-buku yang ditulis oleh para ahli yang memberikan pendapat,
pengalaman, teori-teori atau ide-ide tentang apa yang baik dan buruk, hal-hal
literatur yang relevan dengan topik masalah dalam penelitian ini yang
meliputi semua referensi yang terdapat dalam bentuk buku dan sejenisnya.
5. Pendekatan Masalah
penelitian yang dilakukan pada kondisi obyek yang alami, penelitian sebagai
yang dihasilakan bersifat deskriptif dan analisis data dilakukan secara induktif
14
Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metode Penelitian, (Bandung : Cv. Mandar
Naju, 2011), h. 33
12
memadai dan yang mengarah pada upaya untuk memahami atau menjelaskan
6. Tekhnik Penulisan
literatur yang sudah membahas tentang judul yang akan penulis sampaikan
15
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT.Remaja
Rosdakarya,2004), cet.18,Ed. Revisi, h.62
13
penelantaran pada
kepada sanksi
pelaku
penelantaran.
Hukum terhadap
Islam). perlindungan
14
Oleh: anak.
Ma’rufudin
Perbandingan membahas
Aulia
H. Sistematika Penulisan
tentang politik hukum Islam yang mana didalam pembahas tersebut penulis
politik hukum Islam, hubungan politik dan hukum, dan selanjutnya penulis
hukum Islam.
hukum Islam.
16
e. Bab kelima, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran terkait
kajian yang dimaksud dari awal sampai akhir pembahasan beserta lampiran-
TINJAUAN TEORITIS
politik hukum terdiri dari politik dan hukum. Politik yaitu the art of
negara) dan polis (negara kota) atau stadstaat, yang secara historis
bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber
1
Mirza Nasution, Politik Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, (Medan;
Puspantara, 2015), hal. 9
2
Ahmad Muliadi, Politik Hukum, (Padang; Akademia Permata, 2013), hal. 1
3
Kamsi, Politik Hukum Islam pada Masa Orde Baru, (Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
Sunan KaliJaga Yogyakarta, 2015), hal. 2
17
18
4
Al-Fattah, Pengertian Politik Menurut Para Ahli, diakses pada 16 Maret 2017 pada
artikel https://www.academia.edu/4732686/Pengertian_Politik_Menurut_Para_Ahli_Definisi
5
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka,
1986), hal. 36
6
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, hal. 38
7
Hasanuddin, Huzaimah Tahido Yanggo, dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Ciputat; UIN
Jakarta Press, 2003), hal. 2
19
8
Burhanudin, Politik Hukum di Indonesia, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas
Syariah dan Hukum, 2015), hal. 1
9
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta; Pustaka LP3ES, 2006), cet ke-
3, hal. 9
10
Mujar Ibnu Syarif dan Kamarusdiana, Pengantar Ilmu Hukum, (Ciputat; Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009), hal. 6
20
mensejahterakan masyarakat.11
berupa hukum yang secara langsung berasal dari wahyu (syari’ah) atau
hukum yang merupakan ijtihad (fiqh), yang kedua ini lah yang lebih
banyak.
Islam sebagai salah satu hukum yang hidup dalam masyarakat, yaitu
11
Ahmad Muliadi, Politik Hukum, hal. 18
21
agama.12
sensitif bagi umat beragama Islam. Karena itu hukum Islam dalam
12
chtiyanto, “Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia,” dalam
Juhaya S.Praja, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembenmtukan. (Bandung:P.T.
Remaja Rosdakarya, 1991)
13
Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta; Ciputat Press, 2005), h. 5
22
mengatur lalu lintas kehidupan politik bagi masyarakat politik itu, baik
Politik hukum adalah adalah legal policy atau arah hukum yang
Pertama, arah resmi tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak
hukum yang baru sama sekali. Kedua, latar belakang politik dan
arah resmi tentang hukum yang akan atau tidak akan diberlakukan.
14
Ahmad Muliadi, Politik Hukum, hal. 15
15
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta:
RajaWali pers , 2012), cet ke-3, hal. 6
23
begitu hukum ada maka semua kegiatan politik harus tunduk pada
aturan-aturan hukum.16
16
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, hal. 8
17
Burhan, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005), hal. 6
24
seseorang yang lahir dari hubungan pria dan wanita. Sedangkan yang
masih dibawah usia tertentu dan belum dewasa serta belum kawin.19
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
memadai.20
18
Ahmad Muliadi, Politik Hukum, hal 15
19
Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional
Perlindungan Anak serta Penerapannya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hal. 1
20
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), hal. 1
25
anak adalah seorang yang belum cukup umur/ usianya masih muda dan
dijumpai antara lain pada Pasal 45 dan Pasal 72 yang memakai batasan
21
Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional
Perlindungan Anak serta Penerapannya, hal.5
22
UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak
23
Pasal 153 ayat (5) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP)
26
bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan
belum kawin.24
24
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung; PT Refika Aditama, 2006), hal. 25
25
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1990; 31)
26
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
27
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk diHukum Catatan Pembahasan UU Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), (Jakarta; Sinar Grafika, 2013), cet-2, hal. 9
27
21 tahun.29
yang dimaksud dengan anak dalam konvensi ini adalah setiap orang
dengan 7 tahun yang biasa disebut sebagai masa anak kecil dan
28
Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak diBawah Umur, (Bandung; P.T. Alumni, 2010),
hal. 15
29
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk diHukum Catatan Pembahasan UU Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA),hal. 18
30
Wagiati Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, (Bandung; Refika Aditama, 2013),
Edisi Revisi, hal. 141
28
orang dewasa.31
sebutan untuk anak pecahan dari shabiy adalah walad (sebutan untuk
bila sudah haid. Sedangkan Mumayid, adalah anak kecil yang belim
31
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung; PT Refika Aditama, 2006), hal. 7
32
Ibnu Mundhir, Lisan al-Arab, (Beirut; Darum Ma‟arif, tt), Jilid 5, hlm. 4914
29
keluar mani, apabila keluar mani sebelum usia itu maka mani
yang keluar itu adalah yang keluar itu adalah penyakit bukan
33
Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional
Perlindungan Anak serta Penerapannya, hal. 7-8
34
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Mazahib Al-Arbaah, (Al-Maktabah Al-Tijariyah
Al-Kubra, Beirut, 1972), hal. 350
30
dengan bersetubuh
tahun.35
Daud dan para pengikutnya berkata, “Tidak ada batasan usia bagi
pendapat yang kuat karena memang tidak ada pembatasan usia sama
baligh (sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang
membesar.37
sangat luas.
38
Zakariya Ahmad Al Barry, Hukum Anak dalam Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, t.t), hal.
114
39
Sholeh Soeaidy dan Zulkhair, Dasar Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta, Cv. Novindo
Pustaka Mandiri: 2001), hal. 4
40
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, (Bandung, Mandar
Maju, 2005), hal. 3
32
anak, lebih dipusatkan kepada hak-hak anak yang diatur hukum dan
dibebani kewajiban.42
41
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, hal. 1
42
Irma Setyowati Sumitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta; Bumi Aksara,
1990), hal. 15
43
Farhan, Penelantaran Terhadap Anak (Persepektif Hukum Islam dan UU No. 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, Skripsi S1 (Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009), hal. 50
33
pelayanan
berdaya, harus diakui bukan hal yang mudah. Namun demikian, agar tidak
44
Alghiffari Aqsa dan Muhammad Isnur, Mengawal Perlindungan Anak Berhadapan
dengan Hukum Pendidikan dan Laporan Monitoring Paralegal LBH Jakarta untuk Anak
Berhadapan dengan Hukum, (Jakarta; Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, 2012), hal. 17
45
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group,
2003), cet pertama, hal. 361
34
anak. Selama ini, harus diakui bahwa tanpa didukung oleh kepedulian dari
para pejabat dan elite politik lokal, niscaya sulit dapat dilakukan sebuah
secara berkelanjutan.
investasi yang signifikan bagi kegiatan dan pelayanan dasar bagi anak-
mengenai buruh anak niscaya dapat lebih dikurangi bila disana didukung
46
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, hal. 362
35
ujian bagi orang tuanya. Dengan nikmat anak, orang tua diuji
47
Muhammad Zaki, perlindungan Anak dalam Persepektif Islam, Jurnal di akses pada 17
April 2017 jam 13.45 WIB, M Zaki - 2014 - ejournalv3.radenintan.ac.id, hlm.3
36
ِ يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا إِ َّن ِمن أ َْزو ِاج ُكم وأَو
الد ُك ْم َع ُد ًّوا لَ ُك ْم َْ ْ َ ْ َ َ َ َ
يمحِاَّلل َغ ُفور ر نَّ َِص َفحوا وتَ ْغ ِفروا ف
إ ِ ُ اح َذر
ٌ َ ٌ ََّ ُ َ ُ ْ َوه ْم َوإ ْن تَ ْع ُفوا َوت ُ ْ َف
yakni:
48
Muhammad Zaki, perlindungan Anak dalam Persepektif Islam, hal. 4
37
49
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, (Bandung; Refika Aditama, 2013), revisi ke-3, hal. 35
50
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, hal. 36
51
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, hal. 36
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
Pasal 1 ayat (12) hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia
yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
kewarganegaraan
1
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
38
39
diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat orang lain bila
yang berlaku
kesejahteraan sosial
tindak pidana.2
(Pasal 23)
2
Mufidah, dkk, Haruskah Perempuan dan Anak di Korbankan?, (Yogyakarta; Pilar
Media, 2006), h. 17-18
41
pada pasal 26 ayat (1) orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk:
kesehatan dasar maupun rujukan. Terhadap anak yang tidak mampu, hak
3
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan Antara Norma dan Realita, hal. 123
42
Daerah, keluarga dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang
semua anak.
4
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, hal. 20
43
sebagai berikut:
1. Prinsip Nondiskriminasi
5
Shanty Dellyana, Wanita dan Anak di Mata Hukum, (Yogyakarta; Liberty, 2004), h. 10
44
lain dari anak, dari orang tua atau walinya yang sah menurut
hukum.6
Prinsip umum yang kedua bagi anak dari Konvensi Hak Anak
pertimbangan utama”.
6
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan antara Norma dan Realita, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 124
45
mengenai apa saja yang merupakan hak-hak anak, yang secara subtantif
(KHA).8
7
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan antara Norma dan Realita,hal.125
8
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), hal 37
46
penduduk asli.
atas eksploitasi anak dapat dirujuk dalam pasal 10, 11, 16,
19, 20, 21, 25, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, dan pasal 40.
Yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi hak anak untuk
anak.
yang terdiri:
bergabung
9
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik , hal 37
48
hak anak.10
manusia seusianya.
10
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik , hal.
38,
49
tahun 1924. Deklarasi tersebut pun telah diakui pula dalam Deklarasi Hak
Asasi Manusia pada tahun 1948. Berawal dari peristiwa tersebut dalam
Anak.
yaitu;
11
Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional
Perlindungan Anak serta Penerapannya, hal.55-56
12
Layyin Mahfiana, Perlindungan Hukum terhadap Anak di Era Globalisasi, (Justtitia
Islamica; vol. 10, No 2, Jul-Des 2013), hal. 304
50
identitas kebangsaan
kondisinya
pengertian
lainnya.13
13
Layyin Mahfiana, Perlindungan Hukum terhadap Anak di Era Globalisasi, hal. 305
51
1945.14
hari.15
dan diskriminasi. Meskipun secara explisit hanya Pasal 28B ayat (2)
UUD 1945 yang menyebutkan adanya Hak Asasi Anak, akan tetapi
14
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, hal. 67
15
M. Nasir Djamil, Anak Bukan untuk Dihukum Catatan pembahasan UU Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), (jakarta: Sinar Grafika, cet. Ke2), hal. 11-12
16
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, hal. 2
52
1945)
dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. (Pasal 28E ayat (2)
UUD 1945)
sesuatu yang merupakan hak asasi. (Pasal 28G ayat (1) UUD
1945)
UUD 1945)
1945)
1945)
n. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
dalam undang-undang.
seperti19:
17
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, hal. 3
18
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, hal. 7
19
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, hal. 48
55
43 ayat (1)
54).
menentukan:
Dalam Islam, anak kecil dianggap tidak memiliki tujuan atau maksud
yang jelas dari tindak pidana, karena akalnya belum sempurna, kesadaran
anak adalah wajib, karena apabila anak yang masih kecil, belum
mumayyiz, tidak dirawat dan dididik dengan baik maka akan berakibat
buruk pada diri mereka, bahkan bisa menjurus kepada kehilangan nyawa
mereka. Oleh sebab itu, mereka wajib dipelihara dan dididik dengan.24
22
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, hal 49
23
Ridho Rokamah,” Restorative Justice Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana”, Sustitia
Islamica, Vol. 10, No.2, (Jul-Des 2013), hal. 267
24
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta; PT. Ihtiar Baru Van Hoeven,
2001) ,cet ke-5, hal. 345
58
Dalam Islam, ada beberapa ajaran mengenai hak-hak anak antara lain:
ضيِّ ُقوا ِ أس ِكنوى َّن ِمن حيث س َكْنتم ِمن وج ِد ُكم وال تُض ُّار
َ ُوى َّن لت
ُ َ َ ْ ْ ُ ْ ْ ُ َ ُ َْ ْ ُ ُ ْ
ِ ِ
َ ََعلَْي ِه َّن َوإِ ْن ُك َّن أُوالت ََحْ ٍل فَأَنْف ُقوا َعلَْي ِه َّن َح ََّّت ي
ض ْع َن ََحْلَ ُه َّن
ٍ فَِإ ْن أَرضعن لَ ُكم فَآتُوى َّن أُجورى َّن وأََْتِروا ب ي ن ُكم ِِبعر
وف َوإِ ْن ُ َْ ْ َ َْ ُ َ ُ َ ُ ُ ْ َ ْ َ ْ
ُخَرى ِ
ْ اسْرُُْت فَ َستُ ْرض ُع لَوُ أ
َ تَ َع
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri
yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya;
dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik;
dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya”.
2. Hak untuk dilahirkan dan diterima secara senang oleh keluarga, baik
ayat 58-59
apa hak anakku ini?” nabi SAW menjawab, “memberinya nama yang
baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik
(dalam hatimu)”
25
Amien Indah Fitria, Pelanggaran Hak Anak Jalanan Oleh Orangtua dalam Persepektif
Hukum Islam, Skripsi S1 (Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010), hal. 24
60
7. Hak untuk diberikan ASI (Air Susu Ibu), hal ini terdapat dalam Al-
quran surah Al-Baqarah ayat 223:
26
Ibnul Qayyim al- Jauziyah, Fiqih Bayi, hal. 330
61
ِ أَوال َد ُكم فَال جناح علَي ُكم إِ َذا سلَّمتم ما آتَيتم بِالْمعر
وفُ ْ َ ْ ُْ َ ْ ُ ْ َ ْ ْ َ َ َ ُ ْ ْ
ِ اَّلل ِِبَا تَعملُو َن ب
ص ٌْي َّ اَّللَ َو ْاعلَ ُموا أ
َّ َواتَّ ُقوا
َ َ ْ ََّ َن
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris
pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan”.
Dan kewajiban ayah memberi rezeki (makanan) dan pakaian kepada
yakni, “Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah Islami). Ayah
Majusyi”.27
27
M. Nasir Djamil, Anak Bukan untuk Dihukum Catatan Pembahasan UU Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), hal. 19-20
62
Hak-hak anak tidak hanya terdapat pada orang tuanya atau didalam
keluarga tapi juga pada masyarakat umum, terutama anak-anak yatim dan anak-
antara lain:
manusia termasuk didalamnya hak-hak anak yang termuat dalam Maqashid al-
maka dalam Islam perlu adanya pendidikan seks pada anak. Menurut Dr.
28
Ahmad Kosasih, HAM dalam Persepektif Islam, (Jakarta; Salemba Diniyah, 2003), cet
ke-2, hlm 49
29
http://id. Shvoong.com/humanities/religion-studies/2170488-hak-anak-menurut-
islam/#ixzz1zSXacwvM. Artikel diakses pada 12 Mei 2017
30
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta; Raja Grafindo Persada,
2006), hal. 108
63
dan perkawinan.31
Seks adalah aspek yang sangat penting dari perilaku manusia. Semua
manusia memiliki tiga aspek sisi kepribadian, yaitu agama, intelektual dan fisik,
ketiga aspek tersebut harus dipenuhi dengan cara yang suci dan sehat, tanpa
berlebihan, tanpa tekanan, dan tanpa penderitaan, sesuai dengan perintah Kitab
Suci.32
Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Orang tua selalu
tunya.
izin untuk memasuki kamar orang tuanya terutama dalam tiga waktu,
ين ََْل ِ َّيا أَيُّها الَّ ِذين آمنوا لِيستأْ ِذنْ ُكم الَّ ِذين ملَ َكت أَْْيانُ ُكم وال
ذ
َ َ ْ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َُ َ َ َ
ِ ِ ات ِمن قَب ِل ٍ َ َاْللُم ِمْن ُكم ث
َ صالٌ الْ َف ْج ِر َوح
ْي َ ْ ْ الث َمَّر ْ َ ُْ يَْب لُغُوا
ِ ِ تَضعو َن ثِياب ُكم ِمن الظَّ ِهْيٌِ وِمن ب ع ِد ص
ُ َالٌ الْعِ َشاء ث
الث َ َْ ْ َ َ َ ْ َ َ َُ
65
ٍ عور
اح بَ ْع َد ُى َّن طََّوافُو َنٌ َس َعلَْي ُك ْم َوال َعلَْي ِه ْم ُجن
َ ي
َْل م
ْ ك
ُ ل
َ ات ََْ
اَّلل
َُّ ات َو ِ اَّلل لَ ُكم اآلي ْي ِ ب ي ك ِض َك َذل
ٍ ض ُك ْم َعلَى بَ ْع
َ ُ ُ َُ َّ ُّ َ ُ َعلَْي ُك ْم بَ ْع
يم ِ ِ
ٌ يم َحك
ٌ َعل
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak
(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum
balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu
hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan
pakaian (luar) mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya.
(Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula)
atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu,
sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain).
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Qs. An-Nuur; 58)
.
pergaulan dan tata rama dalam kehidupan rumah tangga, tetapi telah
66
Ubah cara berpikir anak-anak bahwa makna pendidikan seks itu sangat
ات ِم َن ٍ َن أَىل الْ ُقرى آمنُوا واتَّ َقوا لََفتحنَا علَي ِهم ب رَك َّ
ََ ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َولَ ْو أ
اى ْم ِِبَا َكانُوا يَ ْك ِسبُو َن ِ ِ السم ِاء واألر
َ ض َولَك ْن َك َّذبُوا فَأ
ُ ََخ ْذن ْ َ َ َّ
Artinya: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah
dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu,
maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’raf: 96).
33
Muh. Sudirman, Pendidikan Seks Bagi Remaja dalam Perspektif Hukum Islam, Ash-
Shahabah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, (2015), Jurnal diakses pada 07 Juni 2017,
https://id.scribd.com/doc/277683086/Pendidikan-Seks-Bagi-Remaja-Dalam-Perspektif-Hukum-
Islam
34
Muhammad Taufik, Pendidikan Seks Menurut Perspektif Al-qur‟an, (2010), artikel
diakses pada 07 Juni 2017, https://naifu.wordpress.com/2010/08/12/pendidikan-seks-menurut-
perspektif-al-qur%E2%80%99an/
BAB IV
Deskriptif-Analisis
masa depan bangsa tergantung pula pada baik buruknya kondisi anak pada
saat ini.1
terarah.2
sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak terutama
1
M. Nasir Djamil, Anak Bukan untuk Dihukum Catatan Pembahsan UU Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), hal. 11
2
http://www.badankb-psp.com/sosialisasi-undang-undang-nomor-35-perubahan-atas-
undang-undang-nomor-23-tahun-2002-tentang-perlindungan-anak/, diakses Senin, 13 Maret
2017, jam 11.32
67
68
bangsa dan negara dimasa depan. Anak sebagai tunas, potensi, dan
3
Muliyawan, Paradigma Baru Hukum Perlindungan Anak Pasca Perubahan Undang-
Undang Perlindungan Anak, Artikel di akses pada Selasa 25 April 2017 , http://www.pn-
palopo.go.id/index.php/berita/artikel/164-paradigma-baru-hukum-perlindungan-anak-pasca-
perubahan-undang-undang-perlindungan-anak
69
dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan
manusia.4
perubahan masyarakat.
4
Laporan Panja Komisi VIII DPR RI mengenai RUU tentang Perubahan atas UU No 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (Jakarta; Sekretariatan Komisi VIII DPR RI, 2014), hal.
3
70
prioritas dalam pembangunan daerah baik dari segi dana perlindungan dari
terjadi saat ini, antara lain: anak jalanan, anak kurang gizi, anak putus
kekerasan dan kejahatan fisik, psikis, dan seksual terhadap anak baik yang
71
kuantitas, bahkan saat ini Indonesia berada pada posisi darurat kekerasan
5
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, DPRI Tahun 2014, hal. 4-5
72
perlindungan anak.
Keputusan Presiden.
pidana.8
6
Sambutan Singkat Presiden atas penyelsaian perubahan RUU tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (Jakarta; 2014), hal. 2-4
7
Mekanisme Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hal. 1
8
RUU RI tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
(jakarta; 2014), hal. 5-6
75
Anak pasal 1 ayat (1) menyatakan Anak adalah seseorang yang belum
keluar mani, apabila keluar mani sebelum usia itu maka mani
yang keluar itu adalah yang keluar itu adalah penyakit bukan
9
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Mazahib Al-Arbaah, (Al-Maktabah Al-Tijariyah
Al-Kubra, Beirut, 1972), hal. 350
76
dengan bersetubuh
Hak yang paling penting bagi manusia adalah hak untuk hidup
yang mana termuat dalam maqasid al-sayari’ah yakni pemeliharaan atas
jiwa, itulah mengapa sebabnya tidak boleh membunuh orang lain, Al-
quran menyebutkan:
77
ْ ِاَّللُ إِال ب
اْلَ ِّق َّ س الَِِّت َحَّرَم
َ َوال تَ ْقتُلُوا النَّ ْف
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar...”
(QS. An’am: 151)
ٍ وال تَ ْقتُلُوا أَوال َد ُكم خ ْشيةَ إِم
الق ََْن ُن نَْرُزقُ ُه ْم َوإِيَّا ُك ْم إِ َّن قَ ْت لَ ُه ْم ْ َ َ ْ ْ َ
َكا َن ِخطْئًا َكبِ ًريا
Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena
takut kemiskinan. Kami lah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan
juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar”. (QS: al-Isra’: 31)
Dari kedua ayat di atas bahwa setiap anak berhak untuk hidup,
atau lainnya.10
10
Muhammad Zaki, perlindungan Anak dalam Persepektif Islam, jurnal di akses pada 17
April 2017 jam 13.45 WIB, M Zaki - 2014 - ejournalv3.radenintan.ac.id, hlm.6
11
Masyrofah, Status Anak dalam Persepektif Hukum Islam, Ahkam Jurnal Ilmu Syariah,
(Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Vol. XI No. 1 Januari 2011), h.
122
78
pasal 1 ayat (2) ialah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
diskriminasi.
kewajiban dan tanggung jawab orang tua dan keluarga, pada pasal
perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta
dipaksa untuk menikah dini oleh orang tuanya tanpa persetujuan sang anak
maka itu merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi anak serta
tidak ada upaya perlindungan untuk kebebasan memilih bagi anak, karena
79
pada usia yang dini tersebut anak mempunyai hak untuk bermain dengan
Anak ialah seorang anak, bukan seorang yang sudah dewasa tapi
berbadan kecil, yang mana menurut hukum alam usia anak ialah usia
Rasullah SAW telah memberikan contoh yang indah dalam hal ini
Waktu itu datanglah Hasan dan Husain, cucu-cucu beliau. Sewaktu itu
melakukan salah satu sujudnya lama sekali. Nabi menjawab: “Kedua cucu
saya naik kepunggung saya dan saya tidak tega menyuruh mereka
turun”.12
anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi yang
12
HM. Budiyanto, Hak-Hak Anak dalam Persepektif Islam, HM Budiyanto - Raheema,
2014 - jurnaliainpontianak.or.id, Jurnal diakses Pada 29 April 2017
80
tinggal dan asal mula anak itu berasal dan peradaban-peradabannya yang
yang bertanggung jawab; dan (e) pengembangan rasa hormat dan cinta
terhadap lingkungan.13
negara.
pendidikan yang baik, Umar bin Khattab, kholifah kedua dalam rangkaian
13
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, hal. 20
14
HM. Budiyanto, Hak-Hak Anak dalam Persepektif Islam, HM Budiyanto - Raheema,
2014 - jurnaliainpontianak.or.id, di akses 18 April 2017 jam 18.30 WIB
81
api neraka, ini juga berarti mewajibkan untuk orang tua untuk melakukan
hak atas anak, karena hakekatnya pendidikan yakni hak anak yang menjadi
15
HM. Budiyanto, Hak-Hak Anak dalam Persepektif Islam, HM Budiyanto - Raheema,
2014 - jurnaliainpontianak.or.id, di akses 18 April 2017 jam 18.30 WIB
82
Basyir. Pada suatu ketika Nu’man bin Basyir mendapat sesuatu pemberian
dari ayahnya, kemudian Umi Urata binti Rawhah berkata “aku tidak akan
berkata lagi “takutlah engkau kepada Allah dan berbuat adillah engkau
seks pada anak. Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan, pendidikan seks
Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Orang tua
16
Taufik Hidayat, https://bangopick.wordpress.com/, Perlindungan Anak dalam Konsep
Islam, 2015, diakses 13 April 2017 jam 15.40
84
menggunakan jilbab.
orang tunya.
dalam tiga waktu, sesuai firman Allah SWT dalam surah An-
itu sangat luas, tidak hanya berkisar masalah jenis kelamin dan
85
lain.
agar terhindar dari kejahatn seksual yang melanggar hak-hak anak lainnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah seluruh penjelasan tentang politik hukum Islam perlindungan anak ini
84
85
B. Saran-Saran
serta dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat bermanfaat, maka ada beberapa saran
yang ingin penulis ungkapkan yang kiranya dapat diperhatikan dan dilaksanakan
bersama mengingat situasi dan kondisi yang ada pada saat ini. yaitu beberapa saran
sebagai berikut:
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta skibat hukumannya atau sanksinya,
yang bertujuan untuk melindungi anak yang dapat disebarkan melalui sosialisasi
Al-Qur’an Al-Karim
Ahmadi Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin, Metode Penelian Hukum, (Jakarta,
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010)
Al Barry Zakariya Ahmad, Hukum Anak dalam Islam, (Jakarta; Bulan Bintang,
t.t)
Al-Fattah, Pengertian Politik Menurut Para Ahli, Artikel di akses pada 14 April
2017,https://www.academia.edu/4732686/Pengertian_Politik_Menurut_
Para_Ahli_Definisi
Burhan, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005)
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta; PT. Ihtiar Baru Van
Hoeven, 2001) ,cet ke-5
Dellyana Shanty, Wanita dan Anak di Mata Hukum, (Yogyakarta; Liberty, 2004)
86
87
Endar, Pemerkosaan terhadap Anak menurut Hukum Islam dan UU No. 23 Tahun
2002 (Kajian Putusan No. 174/Pid.B/2008/Pa.Jkt.Sel), (Skripsi
S1Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011)
Fitria Amien Indah, Pelanggaran Hak Anak Jalanan Oleh Orangtua dalam
Persepektif Hukum Islam, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
Halim Abdul, Politik Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta; Ciputat Press, 2005)
Kamsi, Politik Hukum Islam pada Masa Orde Baru, (Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Sunan KaliJaga Yogyakarta, 2015)
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta; Balai
Pustaka, 1986)
Laporan Panja Komisi VIII DPR RI mengenai RUU tentang Perubahan atas UU
No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (Jakarta; Sekretariatan
Komisi VIII DPR RI, 2014)
Masyrofah, Status Anak dalam Persepektif Hukum Islam, Ahkam Jurnal Ilmu
Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah, Vol. XI No. 1 Januari 2011)
Maududi Maulana Abdul A’la, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta;
Bumi Aksara, 1995)
MD Moh. Mahfud, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta:
RajaWali pers , 2012), cet ke-3
89
Mujtahid, Pendidikan Seks Bagi Remaja, (2011), artikel diakses pada 7 Juni
2017,http://www.uinmalang.ac.id/index.php?option=comcontent&view=ar
ticle&id=2477:pendidikan-seks-bagi-remaja&catid=35:artikel
dosen&Itemid=210
Ridho Rokamah,” Restorative Justice Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana”, Sustitia
Islamica, Vol. 10, No.2, (Jul-Des 2013)
Sudirman , Mu., Pendidikan Seks Bagi Remaja dalam Perspektif Hukum Islam,
Ash- Shahabah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, (2015), Jurnal diakses
pada 07 Juni 2017, https://id.scribd.com/doc/277683086/Pendidikan-Seks-
Bagi-Remaja-Dalam-Perspektif-Hukum-Islam
Soeaidy Sholeh dan Zulkhair, Dasar Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta, Cv.
Novindo Pustaka Mandiri: 2001)
Soetedjo Wagiati dan Melani, Hukum Pidana Anak, (Bandung; Refika Aditama,
2013), Edisi Revisi
Sri Widoyati Soekito, Anak dan Wanita dalam Hukum, (Jakarta; LP3ES, 1983)
Suyanto Bagong, Masalah Sosial Anak, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group,
2003), cet pertama
Syarif Mujar Ibnu dan Kamarusdiana, Pengantar Ilmu Hukum, (Ciputat; Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009)
MEMUTUSKAN:
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) diubah
sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat . . .
-3-
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3. Keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah
dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai
dengan derajat ketiga.
4. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung,
atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau
ibu angkat.
5. Wali adalah orang atau badan yang dalam
kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh
sebagai Orang Tua terhadap Anak.
6. Anak Terlantar adalah Anak yang tidak terpenuhi
kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental,
spiritual, maupun sosial.
7. Anak Penyandang Disabilitas adalah Anak yang
memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual,
atau sensorik dalam jangka waktu lama yang
dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap
masyarakatnya dapat menemui hambatan yang
menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan
efektif berdasarkan kesamaan hak.
8. Anak yang Memiliki Keunggulan adalah Anak yang
mempunyai kecerdasan luar biasa atau memiliki
potensi dan/atau bakat istimewa tidak terbatas
pada kemampuan intelektual, tetapi juga pada
bidang lain.
9. Anak Angkat adalah Anak yang haknya dialihkan
dari lingkungan kekuasaan Keluarga Orang Tua,
Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung
jawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkan Anak tersebut ke dalam lingkungan
Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan
putusan atau penetapan pengadilan.
10. Anak Asuh adalah Anak yang diasuh oleh
seseorang atau lembaga untuk diberikan
bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan,
dan kesehatan karena Orang Tuanya atau salah
Satu . . .
-4-
satu Orang Tuanya tidak mampu menjamin
tumbuh kembang Anak secara wajar.
11. Kuasa Asuh adalah kekuasaan Orang Tua untuk
mengasuh, mendidik, memelihara, membina,
melindungi, dan menumbuhkembangkan Anak
sesuai dengan agama yang dianutnya dan sesuai
dengan kemampuan, bakat, serta minatnya.
12. Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia
yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh
Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara,
pemerintah, dan pemerintah daerah.
13. Masyarakat adalah perseorangan, Keluarga,
kelompok, dan organisasi sosial dan/atau
organisasi kemasyarakatan.
14. Pendamping adalah pekerja sosial yang
mempunyai kompetensi profesional dalam
bidangnya.
15. Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk
perlindungan yang diterima oleh Anak dalam
situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan
jaminan rasa aman terhadap ancaman yang
membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh
kembangnya.
15a. Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau
penelantaran, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum.
16. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau
korporasi.
17. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
18. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, dan
walikota serta perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan.
2. Ketentuan . . .
-5-
2. Ketentuan Pasal 6 diubah dan penjelasan Pasal 6
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut
agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang
Tua atau Wali
Pasal 9
(1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakat.
Pasal 14 ….….
-6-
Pasal 14
(1) Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang
Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau
aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik
bagi Anak dan merupakan pertimbangan
terakhir.
(2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:
a. bertemu langsung dan berhubungan pribadi
secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;
b. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan,
pendidikan dan perlindungan untuk proses
tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya
sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minatnya;
c. memperoleh pembiayaan hidup dari kedua
Orang Tuanya; dan
d. memperoleh Hak Anak lainnya.
Pasal 15
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan
dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur
Kekerasan;
e. pelibatan dalam peperangan; dan
f. kejahatan seksual.
7. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 20
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat,
Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
Perlindungan Anak
8. Ketentuan . . .
-7-
8. Ketentuan mengenai judul Bagian Kedua pada BAB IV
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian Kedua
Kewajiban dan Tanggung Jawab
Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah
9. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 21
(1) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah
berkewajiban dan bertanggung jawab
menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status
hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik
dan/atau mental.
(2) Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara
berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan
menghormati Hak Anak.
(3) Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab dalam
merumuskan dan melaksanakan kebijakan di
bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak.
(4) Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak dan
melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Pemerintah Daerah berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan
mendukung kebijakan nasional dalam
penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.
(5) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat diwujudkan melalui upaya daerah
membangun kabupaten/kota layak Anak.
Pasal 22
Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah
berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan
dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber
daya manusia dalam penyelenggaraan Perlindungan
Anak.
11. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 23
(1) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah
menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan
kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak
dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain
yang secara hukum bertanggung jawab terhadap
Anak.
(2) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah
mengawasi penyelenggaraan Perlindungan Anak.
12. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin
Anak untuk mempergunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan
tingkat kecerdasan Anak.
13. Ketentuan Pasal 25 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat
(2), sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
(1) Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat
terhadap Perlindungan Anak dilaksanakan
melalui kegiatan peran Masyarakat dalam
penyelenggaraan Perlindungan Anak.
(2) Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan melibatkan organisasi
kemasyarakatan, akademisi, dan pemerhati Anak.
14. Ketentuan mengenai judul Bagian Keempat pada BAB IV
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
yang ……….
- 10 -
yang menemukannya dan dilengkapi berita acara
pemeriksaan kepolisian.
17. Ketentuan Pasal 28 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 28
(1) Pembuatan akta kelahiran dilakukan oleh
instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang administrasi
kependudukan.
(2) Pencatatan kelahiran diselenggarakan paling
rendah pada tingkat kelurahan/desa.
(3) Akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai biaya.
(5) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat
pembuatan akta kelahiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
18. Ketentuan ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Pasal
33 diubah sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
(1) Dalam hal Orang Tua dan Keluarga Anak tidak
dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung
jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,
seseorang atau badan hukum yang memenuhi
persyaratan dapat ditunjuk sebagai Wali dari
Anak yang bersangkutan.
(2) Untuk menjadi Wali dari Anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
penetapan pengadilan.
(3) Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus memiliki kesamaan dengan agama
yang dianut Anak.
(4) Wali sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bertanggung jawab terhadap diri Anak dan wajib
mengelola harta milik Anak yang bersangkutan
untuk . . .
- 11 -
untuk kepentingan terbaik bagi Anak.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata
cara penunjukan Wali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
19. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 38A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 38A
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 dan Pasal 38 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
20. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) diubah, di
antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (2a), dan di antara ayat (4) dan ayat (5)
disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), sehingga Pasal
39 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
(1) Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan
untuk kepentingan yang terbaik bagi Anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah
antara Anak yang diangkat dan Orang Tua
kandungnya.
(2a) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dicatatkan dalam akta kelahiran,
dengan tidak menghilangkan identitas awal Anak.
(3) Calon Orang Tua angkat harus seagama dengan
agama yang dianut oleh calon Anak Angkat.
(4) Pengangkatan Anak oleh warga negara asing
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
(4a) Dalam hal Anak tidak diketahui asal usulnya,
orang yang akan mengangkat Anak tersebut
harus menyertakan identitas Anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4).
(5) Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama
Anak… . . .
- 12 -
Anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.
21. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 41
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat
melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengangkatan Anak.
22. Di antara Pasal 41 dan Pasal 42 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 41A, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 41A
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaaan
pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 41 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
23. Ketentuan ayat (1) Pasal 43 diubah sehingga Pasal 43
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43
(1) Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Masyarakat, Keluarga, Orang Tua, Wali, dan
lembaga sosial menjamin Perlindungan Anak
dalam memeluk agamanya.
(2) Perlindungan Anak dalam memeluk agamanya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan
ajaran agama bagi Anak.
24. Ketentuan Pasal 44 diubah, sehingga Pasal 44 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 44
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan
upaya kesehatan yang komprehensif bagi Anak
agar setiap Anak memperoleh derajat kesehatan
yang optimal sejak dalam kandungan.
(2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya
kesehatan secara komprehensif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didukung oleh peran
serta Masyarakat.
(3) Upaya . . .
- 13 -
(3) Upaya kesehatan yang komprehensif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan
dasar maupun rujukan.
(4) Upaya kesehatan yang komprehensif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara cuma-cuma bagi Keluarga
yang tidak mampu.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) disesuaikan
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
25. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 45 diubah,
sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
(1) Orang Tua dan Keluarga bertanggung jawab
menjaga kesehatan Anak dan merawat Anak sejak
dalam kandungan.
(2) Dalam hal Orang Tua dan Keluarga yang tidak
mampu melaksanakan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
dan Pemerintah Daerah wajib memenuhinya.
Pasal 45B
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan
Orang Tua wajib melindungi Anak dari perbuatan
yang mengganggu kesehatan dan tumbuh
(kembang . . .
- 14 -
kembang Anak.
30. Ketentuan . . .
- 15 -
30. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Keluarga, dan
Orang Tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada Anak untuk memperoleh pendidikan.
Anak . . .
- 17 -
Anak, tingkat kemampuan Anak, dan
lingkungannya agar tidak menghambat dan
mengganggu perkembangan Anak.
l. Anak . . .
- 18 -
l. Anak Penyandang Disabilitas;
m. Anak korban perlakuan salah dan
penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang;
dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari
pelabelan terkait dengan kondisi Orang
Tuanya.
38. Di antara Pasal 59 dan Pasal 60 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 59A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 59A
Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dilakukan melalui
upaya:
a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan
dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial,
serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan
lainnya;
b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan
sampai pemulihan;
c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal
dari Keluarga tidak mampu; dan
d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada
setiap proses peradilan.
39. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 60
Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. Anak yang menjadi pengungsi;
b. Anak korban kerusuhan;
c. Anak korban bencana alam; dan
d. Anak dalam situasi konflik bersenjata.
Pasal 64 . . .
- 19 -
Pasal 64
Perlindungan Khusus bagi Anak yang berhadapan
dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
ayat (2) huruf b dilakukan melalui:
a. perlakuan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan
umurnya;
b. pemisahan dari orang dewasa;
c. pemberian bantuan hukum dan bantuan lain
secara efektif;
d. pemberlakuan kegiatan rekreasional;
e. pembebasan dari penyiksaan, penghukuman,
atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi
serta merendahkan martabat dan derajatnya;
f. penghindaran dari penjatuhan pidana mati
dan/atau pidana seumur hidup;
g. penghindaran dari penangkapan, penahanan
atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan
dalam waktu yang paling singkat;
h. pemberian keadilan di muka pengadilan Anak
yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang
yang tertutup untuk umum;
i. penghindaran dari publikasi atas identitasnya.
j. pemberian pendampingan Orang Tua/Wali dan
orang yang dipercaya oleh Anak;
k. pemberian advokasi sosial;
l. pemberian kehidupan pribadi;
m. pemberian aksesibilitas, terutama bagi Anak
Penyandang Disabilitas;
n. pemberian pendidikan;
o. pemberian pelayanan kesehatan; dan
p. pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
42. Ketentuan Pasal 65 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 65
Perlindungan Khusus bagi Anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (2) huruf c dilakukan melalui penyediaan
prasarana dan sarana untuk dapat menikmati
budayanya . . .
- 20 -
budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan
ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan bahasanya
sendiri.
43. Ketentuan Pasal 66 diubah dan ditambah penjelasan
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
Perlindungan Khusus bagi Anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d dilakukan
melalui:
a. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan Perlindungan Anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual;
b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
c. pelibatan berbagai perusahaan, serikat pekerja,
lembaga swadaya masyarakat, dan Masyarakat
dalam penghapusan eksploitasi terhadap Anak
secara ekonomi dan/atau seksual.
Pasal 67B
(1) Perlindungan Khusus bagi Anak yang menjadi
korban pornografi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (2) huruf f dilaksanakan melalui
upaya . . .
- 21 -
upaya pembinaan, pendampingan, serta
pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental.
(2) Pembinaan, pendampingan, serta pemulihan
sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 67C
Perlindungan Khusus bagi Anak dengan HIV/AIDS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf g
dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan,
pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi.
46. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 68
Perlindungan Khusus bagi Anak korban penculikan,
penjualan, dan/atau perdagangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat 2 huruf h dilakukan
melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan,
perawatan, dan rehabilitasi.
47. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 69
Perlindungan Khusus bagi Anak korban Kekerasan fisik
dan/atau psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
ayat (2) huruf i dilakukan melalui upaya:
a. penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan
peraturan perundang-undangan yang melindungi
Anak korban tindak Kekerasan; dan
b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
Pasal 69B
Perlindungan Khusus bagi Anak korban jaringan
terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat
(2) huruf k dilakukan melalui upaya:
a. edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai
nasionalisme;
b. konseling tentang bahaya terorisme;
c. rehabilitasi sosial; dan
d. pendampingan sosial.
51 Di antara . . .
- 23 -
51. Di antara Pasal 71 dan Pasal 72 disisipkan 4 (empat)
pasal, yakni Pasal 71A, Pasal 71B, Pasal 71C, dan Pasal
71D sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71A
Perlindungan Khusus bagi Anak dengan perilaku sosial
menyimpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
ayat (2) huruf n dilakukan melalui bimbingan nilai
agama dan nilai sosial, konseling, rehabilitasi sosial,
dan pendampingan sosial.
Pasal 71B
Perlindungan khusus bagi Anak yang menjadi korban
stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi
Orang Tuanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
ayat (2) huruf o dilakukan melalui konseling,
rehabilitasi sosial, dan pendampingan sosial.
Pasal 71C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perlindungan Khusus
bagi Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
sampai dengan Pasal 71B diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 71D
(1) Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf
d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak
mengajukan ke pengadilan berupa hak atas
restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku
kejahatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
52. Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan 1 (satu) bab,
yakni BAB IXA sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB IXA
PENDANAAN
53. Di antara Pasal 71D dan Pasal 72 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 71E sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 71E
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung
jawab menyediakan dana penyelenggaraan
Perlindungan Anak . . .
- 24 -
Perlindungan Anak.
(2) Pendanaan penyelenggaraan Perlindungan Anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber
dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
dan
c. sumber dana lain yang sah dan tidak
mengikat.
(3) Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
54. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 72
(1) Masyarakat berperan serta dalam Perlindungan
Anak, baik secara perseorangan maupun
kelompok.
(2) Peran Masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan,
lembaga perlindungan anak, lembaga
kesejahteraan sosial, organisasi
kemasyarakatan, lembaga pendidikan, media
massa, dan dunia usaha.
(3) Peran Masyarakat dalam penyelenggaran
Perlindungan Anak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. memberikan informasi melalui sosialisasi dan
edukasi mengenai Hak Anak dan peraturan
perundang-undangan tentang Anak;
b. memberikan masukan dalam perumusan
kebijakan yang terkait Perlindungan Anak;
c. melaporkan kepada pihak berwenang jika
terjadi pelanggaran Hak Anak;
d. berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan
reintegrasi sosial bagi Anak;
e. melakukan pemantauan, pengawasan dan
ikut bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan . . .
- 25 -
penyelenggaraan Perlindungan Anak;
f. menyediakan sarana dan prasarana serta
menciptakan suasana kondusif untuk
tumbuh kembang Anak;
g. berperan aktif dengan menghilangkan
pelabelan negatif terhadap Anak korban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59; dan
h. memberikan ruang kepada Anak untuk dapat
berpartisipasi dan menyampaikan pendapat.
BAB XA . . .
- 26 -
BAB XA
61.Di antara. . .
- 28 -
61. Di antara BAB XI dan BAB XII disisipkan 1 (satu) bab,
yakni BAB XIA, sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB XIA
LARANGAN
62. Di antara Pasal 76 dan Pasal 77 disisipkan 10 (sepuluh)
pasal, yakni Pasal 76A, Pasal 76B, Pasal 76C, Pasal 76D,
Pasal 76E, Pasal 76F, Pasal 76G, Pasal 76H, Pasal 76I,
dan Pasal 76J sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 76A
Setiap orang dilarang:
a. memperlakukan Anak secara diskriminatif yang
mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik
materiil maupun moril sehingga menghambat
fungsi sosialnya; atau
b. memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas
secara diskriminatif.
Pasal 76B
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan,
melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi
perlakuan salah dan penelantaran.
Pasal 76C
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan,
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Pasal 76D
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau
ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 76E
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau
ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu
muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau
membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul.
Pasal 76F
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan,
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan penculikan, penjualan, dan/atau
perdagangan Anak.
Pasal 76G . . .
- 29 -
Pasal 76G
Setiap Orang dilarang menghalang-halangi Anak untuk
menikmati budayanya sendiri, mengakui dan
melaksanakan ajaran agamanya dan/atau
menggunakan bahasanya sendiri tanpa mengabaikan
akses pembangunan Masyarakat dan budaya.
Pasal 76H
Setiap Orang dilarang merekrut atau memperalat Anak
untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan
membiarkan Anak tanpa perlindungan jiwa.
Pasal 76I
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan,
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual terhadap Anak.
Pasal 76J
(1) Setiap Orang dilarang dengan sengaja
menempatkan, membiarkan, melibatkan,
menyuruh melibatkan Anak dalam
penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi
narkotika dan/atau psikotropika.
(2) Setiap Orang dilarang dengan sengaja
menempatkan, membiarkan, melibatkan,
menyuruh melibatkan Anak dalam
penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi
alkohol dan zat adiktif lainnya.
63. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 77
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76A dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
64. Di antara Pasal 77 dan Pasal 78 disisipkan 2 (dua) pasal,
yakni Pasal 77A dan Pasal 77B sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 77A
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan
aborsi terhadap Anak yang masih dalam
kandungan dengan alasan dan tata cara yang
tidak . . .
- 30 -
tidak dibenarkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45A, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah kejahatan.
Pasal 77B
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76B, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 81 . . .
- 31 -
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melangggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
penjara . . .
- 32 -
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN