Ujian Akhir Semester Literasi Tri Winda Maharani

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

UJIAN TENGAH SEMESTER

LITERASI DASAR

Dosen Pengampu :

Dra. Reinita, M.Pd

Disusun oleh :

Tri Winda Maharani

23300862

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

PROGRAM PROFESI GURU GELOMBANG I

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
Laporan Kemajuan Belajar Literasi Dasar

Sebelum saya mengikuti perkuliahan di PPG Prajabatan, literasi yang saya


pahami hanya terbatas pada pengertian literasi sebagai kegiatan pembiasaan
membaca yang dilakukan guna untuk menambah wawasan dan untuk kebutuhan
sehari-hari. Dan setelah saya mengikuti perkuliahan di PPG Prajabatan pada mata
kuliah Literasi Dasar saya lebih memahami bahwa literasi bukan hanya terbatas
pada kegiatan membaca melainkan literasi merupakan suatu symbol, sistem dan
tata bunyi yang mengandung makna, merupakan suatu kompetensi dasar yang
mencakup 4 aspek kemampuan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca
dan menulis. Selain itu pula saya dapat memahami apa, mengapa, dan bagaimana
literasi dasar itu terlebih khusus untuk sekolah dasar .

Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Sistem Perbukuan


dinyatakan bahwa literasi merupakan kemampuan untuk memaknai informasi
secara kritis, sehingga ketika mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
dijadikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup. Literasi
Dasar (Basic Literacy) yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan
analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi
(perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi berdasarkan
pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi (Teguh, 2020).

Selama beberapa dekade terakhir, literasi mengalami pergeseran dari


berbagai aspek. Seiring dengan kemajuan IT, literasi tidak cukup didefinisikan
sebagai ke melekhurufan. Tampaknya literasi lebih tepat dimaknai sebagai
kemampuan memahami, menggunakan, dan merespons informasi yang diperoleh
dari berbagai sumber. Sejalan dengan hal tersebut kemampuan literasi seseorang
berkaitan dengan penggunaan teknologi untuk menyelesaikan masalah, membuka
ruang kolaborasi, dan mempresentasikan informasi dari berbagai media dan teks.
Dengan demikian, literasi menjadi modal di masa kini dan masa depan ( Pilgrim,
2013; Wagner, 2018).

Literasi mengalami perluasan arti yang lebih dari sekedar mampu membaca
dan menulis. Kemampuan literasi yang tinggi adalah kemampuan yang
memungkinkan orang untuk membaca dunia bukan hanya kata, kalimat, paragraf,
ataupun sebuah wacana. Literasi melibatkan penggunaan berbagai bentuk
komunikasi yang memberikan kita kesempatan lebih lanjut dan besar untuk
memajukan diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Literasi membantu kita
memahami dunia dan mengungkapkan identitas, ide, dan budaya. Dengan kata lain
literasi bukan lagi bermakna tunggal melainkan mengandung beragam arti
(multiliteracies). Dalam multiliterasi, literasi bisa berarti melek teknologi, politik,
berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Seseorang baru bisa
dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca dan
melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.

Literasi sendiri di Indonesia berdasarkan Hasil riset PIRLS (Progress in


International Reading Literacy Study) dengan melakukan evaluasi terhadap
kemampuan membaca siswa kelas IV, menunjukkan bahwa dalam kategori
membaca, Indonesia menempati urutan ke-45 dari 48 negara yang di riset.

Artinya kemampuan membaca peserta didik di Indonesia masih rendah (Wiedarti


& Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,n.d.).
PISA (Programme for International Student Assessment) juga melakukan riset juga
mengevaluasi kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa berusia 15
tahun, menunjukkan bahwa Indonesia pada menempati urutan ke 57dari 65 negara
yang diriset pada tahun 2009, menempati urutan ke 64 dari 65 negara yang di riset
pada tahun 2012, serta menempati urutan ke 64 dari 70 negara yang di riset pada
tahun 2015. Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa kemampuan
membaca, dan kemampuan Matematika serta Sains peserta didik di Indonesia juga
masih rendah (Wiedarti & Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, n.d.). INAP (Indonesia National Assessment Program) juga melakukan
riset melalui kegiatan evaluasi terhadap kemampuan membaca, matematika, dan
sains siswa. Berdasarkan riset tersebut menunjukkan bahwa nilai kemampuan
membaca di Indonesia masih sebesar 46,83% yang artinya kemampuan membaca
siswa didik di Indonesia juga masih kurang (Wiedarti & Indonesia. Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasardan Menengah, n.d.).

Menyikapi hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat


kebijakan dengan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional dengan tujuan
membangun budaya literasi dan sebagai implementasi Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti,
menerapkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang salah satu kegiatannya adalah
membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum waktu belajar dimulai.
Gerakan Literasi Sekolah merupakan program baru yang diusung pemerintah.
Program literasi lahir dilandasi kondisi pendidikan yang belum membudaya di
sekolah.

Gerakan Literasi Sekolah diharapkan dapat menumbuhkan minat baca peserta


didik dan meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai
secara lebih baik. Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah upaya yang
dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi
pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik
(Kemdikbud, 2016:2).

Dengan kemampuan membaca yang membudaya dalam diri setiap anak, maka
tingkat keberhasilan di sekolah maupun dalam kehidupan di Masyarakat akan
membuka peluang kesuksesan hidup yang lebih baik. Bukan hanya itu kebiasaan
membaca juga dapat membentuk karakter seorang anak. Seperti yang diterangkan
di atas bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus
menggenjot minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Melalui membaca
pemerintah mengharapkan terbentuk karakter yang baik sejak dini. Karakter
tersebut berasal dari materi baca yang berisi nilai-nilaibudi pekerti, berupa kearifan
lokal, nasional, dan global dan disampaikansesuai tahap perkembangan peserta
didik. Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan
di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga
satuan pendidikan yaitu sekolah. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat
juga menjadi komponen
penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Gerakan Literasi Sekolah dapat diwujudkan dengan menciptakan lingkungan


sekolah yang kaya akan literasi dengan menyediakan sarana, prasarana dan media
literasi seperti buku, buletin, cerita dinding, tanda ruang berlabel, poster, dan lainnya
yang dapat membuat peserta didik berinteraksi dengan berbagai sarana,parsarana
serta media literasi yang dapat memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk
mengembangkan kebiasaan dan keterampilan literasi.Dalam buku panduan
Gerakan Literasi Sekolah diterangkan cara-cara agar sekolah mampu menjadi garis
depan dalam pengembangan budaya literasi, beberapa strategi tersebut untuk
menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah, (Mulyo Teguh, 2017: 24)

a. Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi Lingkungan fisik adalah hal


pertama yang dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu,
lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk
pembelajaran.Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi
sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang di seluruh area sekolah,
termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru.

b. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan


interaksi yang literat Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model
komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat
dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang
tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap
minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek.

c. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literatLingkungan


fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkunganakademik. Ini dapat
dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah.
Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yangcukup banyak untuk
pembelajaran literasi. Salah satunya denganmenjalankan kegiatan membaca
dalam hati dan guru membacakan bukudengan nyaring selama 15 menit
sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan
staf, mereka perlu diberikankesempatan untuk mengikuti program pelatihan
tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program
literasi, pelaksanaan,dan keterlaksanaannya. Program Gerakan Literasi
Sekolah dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan
sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas
sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana
literasi),kesiapan warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung
lainnya(partisipasi publik, dukungan kelembagaan, dan perangkat kebijakan
yang relevan).

Mencipatakan lingkungan yang kaya literasi dapat dimulai dari dalam kelas
dengan menciptkan kelas yang literat. Kelas yang literat salah satunya ditunjukkan
dengan banyaknya tulisan di dalam kelas. Tulisan ini dapat berupa: 1) nama peserta
didik, 2) alfabet di dinding, 3) nama hari, 4) nama bulan, 5) nama benda-benda yang
ada di kelas, dan 6) jadwal kegiatan kelas. Semakin banyak tulisan yang
diperkenalkan, semakin banyak peserta didik mendapat informasi literasi.
Pengalaman dengan huruf atau kata yang diperolehnya di dalam kelas akan
membantu mereka dalam kegiatan membaca dan menulis. Pengenalan huruf
melalui nama sendiri dan nama teman sangat membantu peserta didik dalam
membedakan bunyi dan simbol. Nama teman yang ditempel di pintu masuk kelas
akan memberi kesempatan kepada siswa untuk melihat nama-nama tersebut setiap
waktu mereka akan masuk. Sebagai alternatif, nama peserta didik dapat juga ditulis
di rak barang mereka. Tulisan yang terlihat akan diserap otak sebagai informasi dan
akan menempel dalam ingatan peserta didik karena mereka melihatnya setiap hari.
Tanpa sadar, mereka banyak mengenal tulisan atau huruf tanpa harus menghafal.
Selain itu mencitptakan lingkungan yang kaya literasi dengan membuat mading
sebagai wadah untuk mengeksplor tulisan peserta didik maupun guru sehingga
dapat melatih peserta didik untuk banyak menulis dan semakin banyak bahan
bacaan yang dapat digunakan.

Berdasarkan hasil observasi PPL 1 PPG Prajabatan di SDN 37 Alang Lawas


terlihat bahwa di lingkungan sekolah telah mengupayakan membuat sumber-sumber
bacaan di lingkungan sekolah berupa terdapatnya sudut baca di tiap-tiap kelas yang
berisi buku pelajaran baik buku guru dan buku siswa, buku sastra yang memuat
cerita-cerita rakyat maupun cerita fiktif yang sesuai dengan karakteristik peserta
didik yang ada di tiap-tiap kelas, terdapat juga pajangan karya peserta didik di setiap
kelas, catatan guru dan siswa, majalah dinding, tabel interaktif dan juga tulisan yang
digunakan sebagai alat komunikasi sepertipajangan daftar piket, daftar agama,
jadwal pelajaran dan terdapat juga lukisan mengenai budaya minahasa di dinding
sekolah yang semuanya itu merupakan sumber informasi yang kaya literasi.

Secara tidak langsung dengan adanya lingkungan yang kaya literasi di SDN 37
ALANG lawas membantu peserta didik membiasakan budaya membaca
menambah ilmu pengetahuan dan memperkuat pondasi dalam hal kesadaran
literasi agar selalu tertanam dalam diri peserta didik melalui media kaya literasi yang
ada di lingkungan sekolah yang di kemas dengan menarik.
Berdasarkan hal tersebut saya dan teman kelompok PPL SDN 37 Alang
Lawas merancang suatu proyek dengan tema lingkungan kaya literasi dengan
membuat taman literasi dan menata lingkungan sekolah dengan berbagai media
literasi, karena berhubungan juga di SDN 37 Alang Lawang sedang dalam tahap
pembangun andan renovasi maka dipelukan lagi penataan kembali
lingkungan sekolah dengan media yang kaya akan literasi.

Melalui perkuliahan PPG Prajabatan khususnya mata kuliah Literasi Dasar dan
melalui kegiatan PPL di SDN 37 Alang Lawas menyadarkan saya bahwasebagai
pendidik haruslah membudayakan literasi menjadi kebiasaan sehari-hari pada diri
saya sendiri, peserta didik, sekolah, orang tua wali peserta didik serta masyarakat.
Karena dengan membudayakan literasi dapat memberikan informasi yang
bermanfaat serta menambah wawasan yang dapat berguna bagi masa depan
bangsa dan negara, mencipatkan manusia Indonesia yang berwawasan luas,
berkualiatas dan intelektual melalui kegiatan literasi. Maka dari itu budaya literasi
harus menjadi kebiasaan yang harus selalu dilaksanakan dan di kembangkan, baik
untuk lingkungan keluarga, lingkungn sekolah dan lingkungan masyarakat yang
berada di kota, di desa, di kepulauan ataupun yang berada di wilayah 3T dan
tentunya menjadi tugas dan tanggung jawab pendidik untuk dapat memberikan
kesadaran akan pentingnya literasi serta menciptakan lingkungan yang kaya literasi.
Melalui perkuliahan ini menjadi tantangan untuk dapat mengimplementasikan apa
yang telah diperoleh berupa membudayakan literasi di lingkungan keluarga,
masyarakat, terlebih khusus dilingkungan sekolah.

Refleksi Terkait Perkuliahan Literasi Mengulas kembali materi perkuliahan yang


telah dipelajari sebelumnya yang dilakukan secara mandiri dengan membaca dari
awal semua catatan yang berkaitan setelah itu memahami sekaligus mencatat poin-
poin penting. Melakukan refleksi dengan memilih salah satu model refleksi ALACT
yang banyak digunakan oleh pendidik Khortagen, 2005 (dalam Lisiswanti, 2013) : 1)
Action Tahap pertama adalah tindakan yang dilakukan sebagai pengalaman. Tahap
ini membantu kita untuk mendapatkan pengalaman. 2) Looking back on the action
tahap kedua ini adalah tahap melihat kembali kebelakang terhadap tindakan yang
telah dilakukan. Memikirkan lagi apa yang ingin dicapai atau yang diinginkan.
3) Awareness of essential aspect tahap ini betujuan untuk menilai kualitas
keputusan pada situasi yang nyata dan mengatasi keterbatasan (keterbatasan
tindakan, perasaan dan kepercayaan). Aspek yang ada pada tahap ketiga ini adalah
perhatian, empati, penerimaan, kesungguhan, kenyataan, konfrontasi, kesimpulan,
kegunaan untuk sekarang, serta membuat sesuatu. 4) Creating alternative methods
of action semua keterampilan atau pengalaman sebelumnya, dapat membantu
menemukan dan memilih solusi. 5) Trial Melanjutkan proses pembelajaran dengan
melakukan tindakan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Kemdikbud. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar.Jakarta.

Mulyo, T. (2017). Gerakan Literasi Sekolah Dasar.

Prosiding . Teguh, M. (2020). Gerakan literasi sekolah dasar.

Jurnal Pendidikan DasarFlobamorata,1(2), 1-9.

Wiedarti, P., & Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah.
(N.D.). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah.

Anda mungkin juga menyukai