Revisi Makalah Kel 2 Keperawatan Dewasa Asma
Revisi Makalah Kel 2 Keperawatan Dewasa Asma
Revisi Makalah Kel 2 Keperawatan Dewasa Asma
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Anjeli Brigita SR21216004
Misi Oktaviani SR21216007
Nelsi Arika Putri SR21216014
Herdila Vinka SR21216021
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Asma”. Adapun maksud penyusunan
dari makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa
Keperawatan di STIK Muhammadiyah Pontianak.
Disusunnya makalah ini tidak lepas dari peran dan bantuan beberapa pihak dan
sumber. Karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
terlibat dan juga pihak yang telah membantu dan membimbing kami, khususnya ibu
Ns. Lestari Makmuriana, M.Pd, M.Kep selaku dosen pengampu yang telah
memberi tugas dan bimbingan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan
secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu
dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena
pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu
berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya
pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh
penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan
waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.
Peran perawat dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Perawat
sebagai salah satu garda depan pelayanan kesehatan harus selalu meningkatkan
pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi
atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan
keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan
tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan
bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di
Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok.
Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas
tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk
penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan
kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,
peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan
kematian (Muchid dkk,2007).
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Asma?
2. Apa saja anatomi dan fisiologi sistem pernapasan manusia?
3. Apa saja penyebab dari Asma?
4. Bagaimana tanda-tanda gejala penyakit Asma?
5. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari penyakit Asma?
6. Bagaimana klasifikasi dari penyakit Asma?
7. Bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan untuk penyakit Asma?
8. Apa saja komplikasi yang disebabkan penyakit Asma?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Asma?
C. Tujuan Penulisan
Ada pun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu penyakit Asma?
2. Untuk mengetanatomi dan fisiologi sistem pernapasan manusia?
3. Untuk mengetahui penyebab dari Asma?
4. Untuk mengetahui tanda-tanda gejala penyakit Asma?
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway dari penyakit Asma?
6. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit Asma?
3
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk membantu peneliti-peneliti lain.
2. Menambah literatur pengetahuan.
3. Untuk melatih diri agar terampil dalam menulis.
4. Untuk menambah wawasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asma
Asma sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu kata asthma yang memiliki
arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak nafas,
batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas. Atau
dengan kata lain asma merupakan peradangan atau pembengkakan saluran
nafas yang reversibel sehingga menyebabkan diproduksinya cairan kental yang
berlebih (Prasetyo, 2010).
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel,
eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan
gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat
reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama
yang biasa kita pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma
bukan penyakit menular, tetapi faktor keturunan (genetic) sangat punya
peranan besar di sini.
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon
yang sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran
pernafasan tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara
yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan salah satu
atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas pendek,
tersengal-sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik” (Hadibroto et al,
2006).
4
5
B. Anatomi Fisiologi
C. Etiologi (Penyebab)
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma, yaitu:
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan
bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti
asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala
bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul
seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam
waktu singkat. Namun saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat
terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan.
Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk
stimulus sehari-hari seperti: perubahan cuaca dan suhu udara, polusi udara,
asap rokok, infeksi saluran pernafasan, gangguan emosi, dan olahraga
yang berlebihan.
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada
saluran pernafasan. Penyebab asma (inducer) bisa menyebabkan
peradangan (inflammation) dan sekaligushiperresponsivitas (respon yang
berlebihan) dari saluran pernafasan. Oleh kebanyakan kalangan
kedokteran, inducer dianggap sebagai penyebab asma sesungguhnya atau
asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma (inducer) dengan demikian
mengakibatkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi, dibanding gangguan pernafasan yang
diakibatkan oleh pemicu (trigger). Umumnya penyebab asma (inducer)
adalahalergen, yang tampil dalam bentuk: ingestan, inhalan, dan kontak
dengan kulit. Ingestan yang utama ialah makanan dan obat-obatan.
Sedangkan alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga,
tungau, serpih dan kotoran binatang, serta jamur.
7
udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang
dirasakan oleh penderita. Terapi penanganan terhadap gejala terapi ini
dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang
mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam kondisi yang
darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita asma dengan
menggunakan obat bronkodilator seperti: β2-agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).
E. Patofisiologi
Asma merupakan inflamasi kronik dalam saluran napas dengan berbagai
sel dan elemen seluler yang berperan. Inflamasi kronik dihubungkan dengan
hiperesponsif saluran napas yang mengakibatkan episode berulang mengi, dada
sesak, napas pendek dan batuk, khususnya saat malam atau dini hari. Gejala
asma bervariasi, multifaktor dan secara potensial berhubungan dengan
inflamasi bronkus (Firmansyah, Set al., 2021; Kartikasari & Sulistyanto, 2020).
Pada reaksi alergi saluran napas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
dan menyebabkan degranulasi sel mast. Degranulasi ini melepaskan histamin.
Histamin mempersempit otot polos bronkus. Respon histamin yang berlebihan
dapat menyebabkan kejang asma. Histamin merangsang pembentukan mukus
dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga terjadi kongesti dan
pembengkakan pada ruang antara paru-paru. Orang dengan asma mungkin
memiliki respons IgE yang hipersensitif terhadap alergen dan mungkin lebih
rentan terhadap degranulasi sel mast. Setiap kali respon inflamasi hipersensitif,
hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema, dan
obstruksi jalan napas (Afgani & Hendriani, 2020; Yudhawati & Krisdanti,
2019).
9
F. Pathway
1. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan
disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu
(alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang
sehat.
Pada orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem
imunitas bekerja lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini
disebabkan oleh alergen. Alergen bisa tampil dalam bentuk: mulai dari
serbuk bunga, tanaman, pohon, debu luar/dalam rumah, jamur, hingga
zat/bahan makanan. Ketika alergen memasuki tubuh pengidap alergi,
sistem imunitasnya memproduksi antibodi khusus yang disebut IgE.
Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada sel-sel batang.
Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran
pernafasan lalu membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel
melepaskan zat kimia yang disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini
adalah histamin.
Akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi
penegangan/pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya produksi
lendir yang dikeluarkan jaringan lapisan sebelah dalam saluran tersebut.
2. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi
lingkungan seperti cuaca, kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan
juga oleh aktivitas olahraga yang berlebihan.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi
ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan
paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-
11
H. Penatalaksanaan
Menurut Zuriati dkk (2017) secara garis besar pengobatan asma dibagi
dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologi.
1. Pengobatan non-farmakologik
Menurut Zuriati dkk (2017), pengobatan non-farmakologi untuk pasien
dengan asma adalah:
a. Pendidikan Kesehatan. Tujuan dari konsultasi ini adalah untuk
membantu klien memperluas pengetahuan tentang asma, secara sadar
menghindari pemicu, minum obat dengan benar dan berkonsultasi
dengan tim kesehatan.
b. Hindari faktor pemicu. Klien perlu membantu mengidentifikasi
pemicu serangan asma yang ada di lingkungannya dan mengajarkan
cara menghindari dan mengurangi faktor pemicu, termasuk asupan
cairan yang tepat untuk klien.
c. Fisioterapi dada. Terapi fisik dapat digunakan untuk meningkatkan
sekresi lendir. Hal ini dapat dicapai dengan drainase postural, perkusi,
dan vibrasi dada.
d. Pemberian oksigen bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta 11. Aerosol bekerja sangat cepat dengan 3-4 semprotan,
dengan interval 10 menit antara semprotan pertama dan kedua. Obat
ini mengandung Metaproterenol (Alupent, Metrapel).
b. Metil Xantin
Metilxantin adalah aminofilin dan teofilin, dan obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Untuk
orang dewasa, berikan 125-200 mg 4 kali sehari.Kortikosteroid. Jika
agonis beta tidak merespon dengan baik terhadap metilxantin,
kortikosteroid harus diberikan. Aerosol bentuk steroid (dipropinate
12
I. Komplikasi
Menurut Zuriati dkk (2017), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
dengan Asma adalah sebagai berikut:
1. Status asmatikus : suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refractor terhadap pengobatan yang lazim dipakai
2. Ateletaksis : ketidakmampuan paru berkembang dan mengempis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas Thoraks
7. Gagal nafas
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Riwayat Kesehatan
a. Identitas.
Nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, usia, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, agama, suku, alamat serta identitas
penanggung jawab.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul dengan klien yang asama bronkial adalah
dispnea (bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk dan mengi
c. Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya
penyakit ini,diantaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah (rhinitis,urtikaria,dan eksim)
d. Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial seringkali didapatkan adanya riwayat
penayakit keturunan,tetpi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Objektif
1) Batuk produktif/nonproduktif
2) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) semakin
menonjol
3) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit dkeluarkan
4) Bernafas dengan menggunakan otototot nafas tambahan
5) Sianosis, takikardi, gelisah , dan pulsus paradoksus
6) Fase ekspirasi memenjang disertai wheezing (diapeks dan hilus)
7) Penurunan berat badan secara bermakna
13
14
b. Subjektif
Klien merasa sukar bernafas, sesak dan anoreksia
c. Psikososial
1) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
2) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.
3. Pemeriksaan Penunjang
Mustopa (2020), menjelaskan pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
pasien asma meliputi:
a. Tes dahak
Pada Tes dahak ditemukan:
1) Kristal eosinofil. Kristal Charcot-Leiden yang merupakan duri yang
terdegranulasi.
2) Ada kumparan Curshmann, yang merupakan silinder sel di cabang
bronkial.
3) Adanya kreol, fragmen epitel bronkial.
4) Adanya neutrofil dan eosinofil.
b. Tes darah
1) Analisis gas darah Aliran darah berfluktuasi, tetapi prognosisnya
buruk jika terdapat PaCO2 atau PH rendah.
2) SGOT dan LDTI. darah meningkat
3) Pemeriksaan faktor alergi, terdapat IgE yang meningkat pada saat
kejang dan menurun pada saat tidak ada kejang
c. Foto Rontogen.
Pada rontgen, hasil pasien asma umumnya normal. Selama serangan
asma, foto ini menunjukkan hiperinflasi paru-paru berupa peningkatan
permeabilitas radiasi, ruang interkostal yang membesar, dan ukuran
diafragma yang berkurang.
d. Pengukuran kapasitas vital (evaluasi fungsi paru).
Pengukuran fungsi paru digunakan sebagai penilaian tidak langsung
hiperresponsif saluran napas untuk menilai obstruksi jalan napas,
reversibilitas disfungsi paru, dan variabilitas fungsi paru.
15
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Zuriati (2017) diagnosa yang dapat terjadi pada pasien dengan
asma dengan pendekatan SDKI (2018) yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret kental
2. Defisit nutrisi yang berhubungan dengan perasaan mual, batuk produktif
3. Gangguan pertukaran gas
C. Perencanaan
Table 3.1 Intervensi Keperawatan
Sumbe: SDKI (2017), SIKI (2018) dan SLKI (2019)
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil
1 D.0001 Setelah dilakukan I.01011
Bersihan Jalan tindakan Manajemen Jalan Nafas
Napas Tidak keperawatan 3x24
Efektif. jam ekspirasi Observasi
dan/atau eliminasi Monitor pola napas (frekuensi,
Definisi : karbondioksida kedalaman, usaha napas)
ketidakmampuan pada membran Monitor bunyi napas tambahan
membersihkan alveolus-kapiler (mis.Gurgling, mengi, wheezing,
sekret atau obstruksi normal dengan ronkhi kering)
jalan nafas untuk kriteria hasil : Monitor sputum (jumlah, warna,
mempertahankan 1. batuk efektif aroma)
jalan nafas tetap menurun Terapeutik
paten. 2. produksi sputum Pertahankan kepatenan jalannapas
menurun dengan head.till dan chin-lift (jaw-
Gejala dan tanda 3. Mengi menurun thrust jika curiga traumaservikal)
mayor : 4. Sianosis Posisikan semi-fowler atau fowler
Subjektif : menurun Berikan minum hangat
tidak tersedia. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Objektif : Lakukan penghisapan lendir kurang
1. batuk tidak efektif dari 15 detik
2. tidak mampu Lakukan hiperoksigenasi
batuk. sebelum penghisapan endotrakeal
3. sputum berlebih. Keluarkan sumbatan benda padat
4. Mengi, wheezing dengan forsep McGill
dan / atau ronkhi Berikan oksigen, jika perlu
kering. Edukasi
5. Mekonium di Anjurkan asupan cairan
jalan nafas pada 2000ml/hari, jika tidak
Neonatus. kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektik
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
16
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan cacatan paling atas tentang indikasi kemajuan pasien
terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan
perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi memberikan informasi, sehingga memuminginkan
revesi perawatan (Hidayat, 2012).
Evaluasi adalah tahap ahkir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dengan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Pernyataan evaluasi
terdiri dari dua komponen yaitu data yang tercatat yang menyatakan kasus
kesehatan sekarang dan pernyataan konklusi yang menyatakan efek dari
tindakan yang diberikan pada pasien (Hidayat, 2012).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif
intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Berdasarkan
penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,
Asma gabungan. Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab
timbulnya serangan asma bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor
presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olahraga/
aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat dilakukan
dengan :
1. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
2. Kelelahan
3. Stres psikis
4. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
5. Olahraga renang, senam asma
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca
agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini
sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu
saya juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
20