Makalah Mata Kuliah Tindak Pidana Khusus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MATA KULIAH TINDAK PIDANA KHUSUS

D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA: ERWIN WAHYUDI TANJUNG
NIM: 190200249
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, saya
selaku mahasiswa fakultas hukum Universitas Sumatera Utara dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah TINDAK PIDANA KHUSUS dengan
judul TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA
KHUSUS.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah
TINDAK PIDANA KHUSUS. Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr.
Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum selaku dosen pengampu mata kuliah TINDAK
PIDANA KHUSUS.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, Juni 2022

Penyusun

Erwin wahyudi tanjung


DAFTAR ISI

Halaman judul ...……………………………………………………………….

Kata pengantar …………………………………………………………………


Bab 1: Pembahasan …………………………………………………………….

 1.1. Latar belakang masalah …………………………………………


 1.2. Rumusan masalah ……………………………………………….
 1.3. Tujuan dan Manfaat ……………………………………………..
Bab 2: Pembahasan …………………………………………………………….
 2.1. Pengertian tindak pidana korupsi .................................................
 2.2. Peraturan perundang-undangan terkait tindak pidana korupsi ….
 2.3. Peranan pemerintah dalam memberantas korupsi ........................

Bab 3: Penutup ....................................................................................................

 3.1. Kesimpulan ...................................................................................


 3.2. Saran .............................................................................................

Daftar Pustaka .....................................................................................................


BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Tindak pidana korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih dibandingkan


dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat
dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana
korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan,
korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan
stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi
dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas, karena
lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.Korupsi merupakan
ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.

Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan


pemberantasannya masih sangat lamban. Romli Atmasasmita menyatakan bahwa
korupsi di Indonesia sudah merupakan virus yang menyebar keseluruh tubuh
pemerintah sejak tahun 1960an langkah-langkah pemberantasannya pun masih
tersendat sampai sekarang. Selanjutnya, dikatakan bahwa korupsi berkaitan pula
dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalahgunakan
kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kroninya. Oleh karena itu,
korupsi tidak lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi
suatu kejahatan luar biasa (extra ordenary crime).
Peraturan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi yaitu Undang-
undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, dan Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Aparat negara yang berwenang dalam pemeriksaan perkara pidana adalah
aparat Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Polisi, Jaksa, KPK dan Hakim merupakan
empat unsur penegak hukum yang masingmasing mempunyai tugas, wewenang
dan kewajiban yang sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
KPK adalah lembaga negara bantu yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Walaupun memiliki indepedensi dan kebebasan dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya, namun KPK tetap bergantung kepada cabang kekuasaan lain
dalam hal yang berkaitan dengan keorganisasian. Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi sebagaimana juga Kejaksaan, disisi lain Kejaksaan juga mempunyai
kewenangan sebagai eksekutor terhadap tindak pidana termasuk tindak pidana
korupsi yang ditangani oleh KPK, dilihat dari hal tersebut maka KPK dengan
Kejaksaan akan selalu mempunyai hubungan koordinasi, baik dalam penanganan
perkara korupsi maupun dalam hal eksekusi terhadap perkara yang ditangani oleh
KPK.
B. RUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah dapat dianggap sebagai salah satu bagian yang penting
dalam suatu penelitian hukum. Maka rumusan masalah dalam penelitian ilmiah
dalam bentuk makalah ini adalah:

1. Bagaimana Langkah pemerintah dalam menangani maraknya kasus


korupsi di Indonesia?
2. Apakah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak
pidana korupsi sudah efektif?
3. Upaya apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah agar tindak
pidana korupsi dapat diberantas?

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dan manfaat makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas ujian akhir
semester mata kuliah tindak pidana khusus, sekaligus mengembangkan
pemahaman bagi penulis bagaimana sebenarnya tindak pidana khusus itu diatur di
Indonesia. Disamping pemahaman apa yang sebenanrnya menjadikan tindak
pidana korupsi itu sebagai suatu tindak pidana khusus.
BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian tindak pidana korupsi


Tindak pidana korupsi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperkaya diri
sendiri atau kelomok dimana kegiatan tersebut melanggar hukum karena telah
merugikan bangsa dan negara. Dari sudut pandang hukum kejahatan tindak pidana
korupsi mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

1. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan dan sarana


2. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Tindak pidana korupsi adalah merupakan salah satu bagian dari hukum
pidana khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan
hukum pidana umum, seperti adanya penyimpangan dalam hukum acara serta
apabila ditinjau dari materi yang diatur. Maka tindak pidana korupsi secara
langsung maupun tidak langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin
terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian
negara.Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan


memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 UU No. 31
Tahun 1999).
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UU No. 31
Tahun 1999).

Berdasarkan Undang-undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-undang No 20


Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat 7 jenis
korupsi yaitu, kerugian keunangan negara, penggelapan dalam jabatan, perbuatan
curang, pemerasan, gratifikasi, suap-menyuap, dan benturan kepentingan dalam
pengadaan.
1. Merugikan keuangan negara
Merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan negara seperti
memperkaya diri sendiri. Menurut UU No. 31 tahun 1999 bahwa kerugian
keuangan Negara adalah berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan suatu
tindakan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang / kesempatan atau sarana
yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang dan
atau disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majure).
Kerugian Keuangan Negara dapat berbentuk:
a. Pengeluaran suatu sumber/kekayaannegara/daerah (dapat berupa uang,
barang) yang seharusnya tidak dikeluarkan.
b. Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/ daerah lebih besar dari
yang seharusnya menurut kriteria yang berlaku.
c. Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima
(termasuk diantaranya penerimaan dengan uang palsu, barang fiktif).
d. Penerimaan sumber/kekayaan negara/daerah lebih kecil/rendah dari
yang seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak, kualitas
tidak sesuai).
e. Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang seharusya tidak ada.
f. Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang lebih besar dari yang
seharusnya.
g. Hilangnya suatu hak negara/daerah yang seharusnya dimiliki/diterima
menurut aturan yang berlaku.
h. Hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya
diterima.
2. Perbuatan curang
Melakukan perbuatan curang agara bisa menyelematkan atau
menguntungkan satu pihak. Perbuatan curang yang dimaksud dalam jenis korupsi
ini biasanya dilakukan oleh pemborong, pengawas proyek, rekanan TNI/Polri,
pengawas rekanan TNI/Polri, yang melakukan kecurangan dalam pengadaan atau
pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau terhadap
keuangan negara atau yang dapat membahayakan keselamatan negara pada saat
perang. Selain itu pegawai negeri yang menyerobot tanah negara yang
mendatangkan kerugian bagi orang lain juga termasuk dalam jenis korupsi ini.
3. Penggelapan dalam jabatan
Menyalahgunakan wewenang atas suatu jabatan yang dimiliki, penggelapan
dalam jabatan termasuk ke dalam kategori yang sering dimaksud sebagai
penyalahgunaan jabatan, yakni tindakan seorang pejabat pemerintah dengan
kekuasaaan yang dimilikinya melakukan penggelapan laporan keuangan,
menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain menghancurkan barang
bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan
negara
4. Pemerasan
Memaksa orang lain memberikan sesuatu atau mengerjakan sesuatu untuk
dirinya, Pemerasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau
penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Berdasarkan
definisi dan dasar hukumnya, pemerasan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kepada orang lain
atau kepada masyarakat. Ini diatur dalam Pasal 12 huruf e UU PTPK.
b) Pemerasan yang di lakukan oleh pegawai negeri kepada pegawai negeri
yang lain. Korupsi jenis ini di atur dalam Pasal 12 UU PTPK.

5. Benturan kepentingan dalam pengadaan


Memiliki kepentingan pribadi atas wewenang yang dimiliki sehingga dapat
mempengaruhi kinerja. Pengadaan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
menghadirkan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau
perusahaan. Orang atau badan yang ditunjuk untuk pengadaan barang atau jasa ini
dipilih setelah melalui proses seleksi yang disebut dengan tender. Pada dasarnya,
proses tender harus berjalan dengan bersih dan jujur. Instansi atau kontraktor yang
rapornya paling bagus dan penawaran biayanya paling kompetitif, maka instansi
atau kontraktor tersebut yang akan ditunjuk dan menjaga, pihak yang menyeleksi
tidak boleh ikut sebagai peserta.
Kalau ada instansi yang bertindak sebagai penyeleksi sekaligus sebagai
peserta tender maka itu dapat dikategorikan sebagai korupsi. Hal ini telah diatur
dalam Pasal 12 huruf i UU PTPK.

6. Gratifikasi
Pemberian uang atau natura secara cuma-cuma, baik didalam maupun diluar
negeri. Jenis korupsi ini merupakan pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai
negeri penyelenggara Negara dan tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka
waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket
pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta fasilitas-fasilitas lainnya. Jenis korupsi
ini diatur dalam Pasal 12B UU PTPK dan Pasal 12C UU PTPK
7. Suap-menyuap
Pemberian uang atau menerima uang yang dilakukan oleh siapapun yang
memiliki suatu tujuan tertentu.

B. Peraturan perundangan-undangan terkait tindak pidana korupsi


Peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi diatur dalam
Undang-undang No 31 Tahun 1999 jo Undang No 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang No 31 Tahun 1999:
Bab II
Tindak Pidana Korupsi
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 4
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak
menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 5
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 6
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 210 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus
lima puluh juta rupiah).
Pasal 7
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 387 atau Pasa, 388 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) dan paling banyak 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 8
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 415 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak 750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).

Pasal 9

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 416 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 10

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 417 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 11

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 12

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 13

Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).

Pasal 14

Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas


menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut
sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-
undang ini.
C. Peranan Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi

Peran pemerintah dalam hal memberantas korupsi dapat dilihat dari


pembentukan komisi pemberantas korupsi (KPK), dimana pembentukan komisi
pemberantas korupsi ini ditujukan untuk mengatasi maraknya kasus korupsi di
Indonesia, kasus korupsi yang paling terkenal diantaranya; Kasus korupsi pada
penjualan kondensat oleh PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)
menjadi salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia. Dalam kasus ini, negara
mengalami kerugian hingga Rp 2,7 miliar Dollar Amerika atau sekitar Rp 37,8
triliun, PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia atau Asabri (Persero). Kasus
ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 22,7 triliun, PT Asuransi Jiwasraya
(Persero) yang merugikan negara Rp 16,8 triliun, Bank Century sebagai bank gagal
berdampak sistemik. Dalam kasus ini, negara dirugikan sebesar Rp 7,4 triliun.

Dilihat dari beberapa kasus ini pantas saja tindak pidana korupsi
dikategorikan sebagai suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), karena
dalam hal ini yang dirugikan akibat tindak pidana ini merupakan negara yang
berimbas kepada stabilitas ekonomi serta pembangunan.

Pembentukan komisi pemberantas korupsi, dianggap belum memberi efek


yang begitu nyata, disebabkan belum adanya hukuman atau kurungan yang
memberi efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi. Kebanyakan pelaku tindak
korupsi sendiri banyak yang dari anggota dewan, yang notabennya merupakan
pembentuk undang-undang itu sendiri. Seolah-olah undang-undang yang dibentuk
memberi kesempatan untuk melakukan korupsi itu sendiri, seperti contoh adanya
wacana pelaku tindak pidana korupsi masih dapat mencalonkan diri sebagai
pejabat publik.
BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan

Tindak pidana korupsi sudah mengakar dalam sistem pemerintah sejak dulu,
yang paling parah terjadi pada masa orde baru dimana korupsi terjadi dimana-
dimana. Hal ini yang merupakan awal mula terjadinnya korupsi itu di dalam sistem
pemerintahan, perlunya pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih jelas dan
memberi efek jera, atau bahkan memperbesar denda dari apa yang sudah
dikorupsikan.

Dengan pembentukan komisi pemberantas korupsi(KPK) merupakan satu


langkah yang benar yang dilakukan pemerintah, akan tetapi walaupun dibentuk
KPK, harus diiringi dengan pembentukan aturan yang lebih memberatkan bagi
pelaku tindak pidana korupsi, karena hal ini merupakan kegiatan yang merugikan
negara bukan perseorangan dimana hak-hak rakyat kecil dikorupsikan tanpa pikir
Panjang oleh pejabat publik.

B. Saran

Mengenai tindak pidana korupsi yang masih tinggi di Indonesia harus


menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, karena dapat menghambat rencana
pembangunan yang berkelanjutan yang diharapkan oleh pemerintah. Saya selaku
mahasiswa fakultas hukum, menurut saya undang-undang yang mengatur tentang
tindak pidana korupsi masih kurang efesien, hal ini harus ditinjau Kembali oleh
pemerintah agar terwujudnya cita-cita bangsa dimana negara bebas korupsi, kolusi,
nepotisme dan tercapainya kemakmuran bagi seluruh masyrakat Indonesia.
Daftar Pustaka

SugaliLawyer.com/pengertian tindak pidana korupsi

Undang-undang No 19 Tahun 1999

Undang-undang No 20 Tahun 2001

BPKP.go.id

NasionalKompas.com

Romli Atmasasmita. 2004. Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan


Aspek Internasional. Bandung: Mandar Maju

Sudaryono, 1998, Kejahatan Ekonomi, Surakarta: Fakultas Hukum


Universitas Muhammadiyah Surakarta

Anda mungkin juga menyukai