Kelompok 2 Bahasa Indonesia Baku Dan Tidak Baku

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

RAGAM BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU


DI BAHASA INDONESIA
Makalah ini disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Yang diampung Oleh Andi Wibowo, M.Pd

Kelas 23A2 / Kelompok : 2


1. Vinka Dwi Anjani ( 23862061042 )
2. Klaudia Vidia Selara Rani ( 23862061032 )
3. Miko Ferdiansyah ( 23862061013 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG
Maret 2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Mahaesa yang telah
memberikan kesehatan serta kekuatan sehingga tulisan ini dapat diselesaikan
dengan judul "Ragam Bahasa Baku Dan Tidak Baku Di Bahasa Indonesia".
Shalawat dan salam semoga tetap senantiasa dilimpahkan kepada
junjungan dan uswatun hasanah kita, Rasulullah Muhammad SAW. Penulis
menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari adanya bimbingan, motivasi, dan
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami menghaturkan terimakasih kepada
Pak Andi Wibowo, M.Pd
Selaku Dosen Pengampung matkul Bahasa Indonesia. Penulis juga
menyadari bahwa Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu
diharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Kepanjen, 20 Maret 2024

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………....... 2

1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………........ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN RAGAM BAHASA INDONESIA ………………………… 3


2.2 PENGERTIAN KALIMAT BAKU DAN KALIMAT TIDAK BAKU …..... 4
2.3 CIRI-CIRI KALIMAT BAKU DAN TIDAK BAKU ……………………… 5
2.4 CIRI KARAKTERISTIK DAN CONTOH DARI KALIMAT BAKU DAN
TIDAK BAKU …………………………………………………………….... 6
2.5 FUNGSI KALIMAT BAKU DAN TIDAK BAKU ……………………….. 7
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ……………………………………………………………… 8

B. SARAN …………………………………………………………………….... 9

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan bahasa negara yang
memiliki peran yang sangat penting di berbagai bidang kehidupan di
Indonesia. Adapun peran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
didasarkan pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami
putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Perannya sebagai bahasa negara bersumber dalam dalamnya tercantum
pasal yang menyatakan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Di
samping itu, terdapat faktor lain yang menempatkan bahasa Indonesia
menjadi bahasa yang terkemuka di antara beratus-ratus bahasa Nusantara
yang masing-masing amat penting bagi para penuturnya sebagai bahasa ibu.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mencerminkan nilai-nilai
sosial budaya yang melandasi adanya rasa kebangsaan. Hal ini berarti
bahasa Indonesia menyatukan banyaknya bahasa wilayah atau daerah
antarsuku di Indonesia sehingga terbentuk suatu kesatuan dan rasa
kebangsaan. Oleh sebab itu, bahasa Indonesia yang digunakan haruslah
bahasa Indonesia yang menggunakan kata-kata baku, baik, dan benar. Kata
baku ialah kata yang digunakan telah sesuai dengan kaidah atau pedoman
bahasa yang sudah ditentukan. Kata baku terdapat di entri Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Berbeda dengan kata nonbaku, entri kata tersebut tidak
terdapat di Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Dalam kehidupan sehari-hari, seluruh lapisan masyarakat, tanpa
terkecuali, memakai bahasa Indonesia sebagai alat untuk berkomunikasi
dengan orang lain yang berbeda daerah atau tidak sama latar belakang suku
dan budayanya. Tidak perduli mau dari golongan remaja maupun dewasa,
tentu sering bertemu dengan orang lain serta berkomunikasi satu sama lain.
Namun, terkadang bahasa yang digunakan tidak baku sehingga kegiatan
komunikasi antara pembicara dan pendengar akan terhambat karena
terdapat istilah-istilah yang tidak diketahui oleh salah satu pihak. Oleh
karena itu, mempelajari serta memahami istilah-kata baku sangat penting
untuk dilakukan karena hal ini adalah bagian mendasar dari sebuah bahasa
sebagai alat pemersatu bangsa (Ningrum, 2019: 23). Jadi, tulisan ini
diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang penggunaan
bahasa baku yang benar dan sesuai dengan situasi kebahasaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah.
1. Pengertian Ragam Bahasa Indonesia
2. Pengertian Kalimat Baku Dan Kalimat Tidak
3. Ciri-Ciri Kalimat Baku Dan Tidan Baku
4. Ciri Karakteristik Dan Contoh Dari Kalimat Baku Dan Tidak Baku
5. Fungsi Kalimat Baku Dan Tidak Baku

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Bahasa Indonesia, penulis juga ingin manambah wawasan tentang
Ragam Bahasa Indonesia Kalimat Baku dan Tidak Baku khususnya, dan bagi
pembaca pada umumnya, serta untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi
disekitar kita terkait pembahasan ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN RAGAM BAHASA INDONESIA


Ragam Bahasa Indonesia Ragam bahasa orang yang berpendidikan
merupakan hal yang sudah sering ditelaah orang. Ragam itu jugalah yang
kaidah-kaidahnya telah diperikan secara lebih lengkap Bila dibandingkan
dengan ragam bahasa yang lain, ragam itu tidak saja ditelaah serta diperikan,
tetapi juga diajarkan di sekolah. Pemuka masyarakat yang berpendidikan
biasanya terlatih dalam ragam sekolah itu. Ragam itulah yang dijadikan tolak
ukur bagi pemakaian bahasa yang benar.
Ada berbagai bermacam faktor yang mempengaruhi penggunaan
bahasa, misalnya siapa pembicaranya, pendengar yang dihadapi, kondisi,
situasi, ruang serta waktu. Komunikasi antara raja dan hamba akan tidak
sama dengan antar rekan sejawat. Demikian juga saat berkomunikasi secara
berhadapan tentu tidak akan sama dengan berkomunikasi melalui surat. Apa
yang disampaikan pada suatu rapat belum tentu bisa dimengerti orang yang
tidak hadir pada rapat tadi. Hal ini memunculkan sejumlah ragam bahasa,
sesuai dengan fungsi, keduduka, serta lingkungan yang berbeda-beda.
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya serta
bermacam ragam penuturnya, mau tidak mau, takluk pada hukum perubahan.
Arah perubahan itu tidak selalu tidak terelakkan karena kita pun dapat
mengubah secara berencana. Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat
turut juga berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia.
Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap disebut bahasa
Indonesia karena masingmasing inti sari bersama yang umum. Ciri dan
kaidah tata bunyi, pembentukan kata, tata makna, umumnya sama. Itulah
sebabnya kita masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia
meskipun kita dapat mengenali beberapa perbedaan dalam perwujudan
bahasa Indonesia.
2.2 PENGERTIAN KALIMAT BAKU DAN KALIMAT TIDAK BAKU
Kalimat baku adalah salah satu ragam bahasa yang telah dikodifikasikan,
diterima dan tidak dijadikan model oleh masyarakat. Jika pengertian itu
dikaitkan dengarl bahasa Indonesia, maka bahasa Indonesia baku adalah salah
ragam bahasa Indonesia yang telah dikodifikasi, diterima dan dijadikan model
oleh masyarakat luas.
Kalimat nonbaku adalah salah satu ragam bahasa _vang tidak
dikodifikasi, tidak diterima dan dijaclikan model oleh masyarakat 1uas. Jika
pengertian ini dikaitkan dengan bahasa Indonesia, maka bahasa Indonesia
nonbaku adalah salah satu ragam bdhasa, bahasa Indonesia yang tidak
dikodifikasi, tidak diterima dan tidak dijadikan model masyarakat luas. Dari
kedua pengertian di atas, bahasa baku dan nonbaku.
Dari kedua pengertian di atas, bahasa baku dan nonbaku. tergambar
bahwah ia berbentuk dan berfungsi. Kodifikasi sebagai bentuk, penerimaan
dan dijadikan model sebagai fungsi.
Keseragaman dalam bentuk berarti bahwa bahasa itu sudah
dikodihkasikan dan bahasa standar acialah hasil kodifikasi. Kodifikasi
didefenisikan sebagai adaptasi bahasa clen-rikian rupa sehingga hasiinya
adalah suatu kode yang memperlihalkan variasi yang minimal dalam
bentuknya. Keseragaman dalam bentuk berarti bahwa mesti ada sistem
tertentu mengenai rumus-rumus yang meliputi baik aspek bentuk maupun
aspek-aspek leksikal dari bahasa itu.
Kelainan dari bahasa yang menyimpang dari rumus-rumus ini mesti
dianggap bukan baku.
2.3 CIRI-CIRI BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU
1. Ragam bahasa standar memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa
kaidah dan aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap
saat. Kaidah pembentukan kata yang menerbitkan bentuk perasa dan
perumus dengan taat azas harus dapat menghasilkan bentuk perajin dan
perusak dan bukan pengrajin atau pengrusak. Kehomoniman yang timbul
akibat penerapan kaidah itu bukan alasan yang cukup berat yang dapat
menghalalkan penyimpangan itu. Bahasa mana pun tidak luput dari
kehomoniman. Dipihak lain kemantapan itu tidak kaku, tetapi cukup luwes
sehingga memungkinkan perubahan yang bersistem di bidang kosa kata
dan peristilahan dan mengizinkan perkembangan berjenis ragam yang
diperlukan di dalam kehidupan modren. Misalnya di bidang peristiiahan
muncul keperluan mernbedakan pelanggan orang yang berlangganan.

2. Ciri yang kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendikiaannya.
Perwujudan dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih
besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur ctan marsuk
akai. proses pencendikian bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu
dan teknologi modren, yang kini umumnya masih bersumber pada bahasa
asing, harus dapat dilangsungkan lewat ragam buku bahasa Indonesia.
Akan tetapi, karena prose bernalar secara cendikia bukan monopoli suatu
bangsa semata-mata, pencendikiaan bahasa Indonesia tidak perlu berarti
pemberatan bahasa.

3. Baku atau standar berpraanggapan adanya keseragaman. Proses


pembakuan sampai taraf tertentu proses penyeragaman kaidah. Itulah ciri
ketiga bahasa yang baku. Setelah mengenal ketiga ciri umum yang melekat
pada ragam standar bahasa kita, baiklah kita beralih kepembicaraan
tentang lajunya proses pembakuan di bidang ejaan, lafal, kosa kata, dan
tata bahasa sampai kini.
Pembakuan atau perstandaran bahasa dapat diselenggarakan oleh badan
pemerintah yang resmi atau oleh organisasi swasta. Di Amerika, misalnya, para
penerbit mengeluakan pedoman gaya tulis-menulis -yang kemudian dianggap
baku sehingga pengarang yang ingin menerbitkan karangannya atau karyanya,
mau tidak mau, mengikuti petunjuk yang ditentukan oleh kaum penerbit. Di
lndonesia, mengingat kedudukan bahasa nasionalnya yang amat penting dalam
perikehidupan warga negaranya, ada badan pemerintah yang ditugasi
penanganan pembakuan bahasa
Namanya Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Karena ragam
bahasa dunia pendidikan didahulukan dalam proses pembakuan ini, maka kerja
sama itu dengan para guru dan pengembang iimu di berbagai jenis lembaga
perrdidikan merupakan persyarat bagi hasilnya penstandaran bahasa.
Ejaan, atau tatacara menulis, bahasa Indonesia dengan huruf latin untuk
ketiga kalinya dibakukan serara resmi pada tahun 1972 seteiah berlakunya ejaan
Soervandi (1974) dan ejaan I Van Ophuysen sempurnakan yang mengurangi
kaidah ejaan yang baru itu secara terperinci dan lengkap. Jika kita menerapkan
patokan pembakuan yang terurai di atas, maka dapat dikemukakan pendapat
bahwa kaidah ejaan kita sudah seragam, dasar penyusunan memenuhi syarat
kecendikiaan, tetapi pelaksanaannya belum mantap. Mengingat jumlah variasi
pelafalan, atau pengucapan, bahasa Indonesia yang diizinkan atau diterima itu
sangat besar, akibat banyaknya ragam kedaerahan, pelaksanaan ejaan yang baku
menjamin kemudian proses pemahaman diantara semua penutur yang terbesar
dikepulauan kita. Apapun lafal kata yang mcngacu ke " mobil tumpangan yang
dapat memuat orang banyak " di Tapanuli, Jawa atau di mana saja, hendaknya
disepakati agar ejaan yang baku ialah bus bukan bis.
Sebagaimana dikatakan di atas, lafal bahasa Indonesia banyak coraknya,
kita tidak berhadapan dengan ragam kedaerahan tetapi juga dengan ragam orang
yang kurang berpendidikan, yang fonologi bahasanya berbeda.
Jika ditinjau dari sudut pembakuan, kita dapat mengambil dua sikap, yaitu:
Didukung oleh anggapan agar berbagai lafal yang ada dibiarkan selama lafal
yang ada dibiarkan selama 1afal itu ternyata tidak mengganggu arus
perhubungan di antara penuturnya.
orang dipihak ini berpendapat bahwa keleluasaan dalam lafal harus
dilonggarkan. Bahasa Inggris yang dilafalkan orang dimana-mana misalnya
tidak menimbulkan gangguan komunikasi.
1. Dianut oleh orang berpendapat bahrva lafar yang santun mutlak
diperlukan. Kata mereka. guku kami pun mempelajari lafal bahasa
Belanda santun dan umum Andaikan keinginan itu layak diwujudkan
sekarang, setelah pembakuan ejaan baru diselesaikan, maka maseriah yang
timbul ialah lafai siapa dan lafal daerah yarg harus dijadikan tolak agar
dapat disebut lafa1 Inclonesia yang baku.
Dengan menggabung-gabungkan angka Arab yang jumlahnya sepuluh itu,
kita mampu melambangkan bilangan apa saja dan tidak terbatas jumlahnya
maupun besarnya. Di dalam bahasa dengan perangkat bunyi dan huruf yang juga
terbatas banyaknya, kita pun dapat menyusun kata, baik dalam ujaran maupun
dalam tulisan, yang jumlahnya mungkin beratur ribu.Satuan bahasa itu kita pakai
untuk mengacu ke barang, perbuatan, sifat atau gagasan apa saja yang bertalian
dengan kehidupan kita.
Kumpulan unsur bahasa itu disebut kosa kata khazanah kata. Istilah
leksikon dipakai dengan makna yang salna, tetapi kadang-kadang diperbedakan
juga sebagai pengacu kumpulan seluruh jumlah morfem, jadi semua afiks juga
termasuk yang tersedia dalam bahasa.
2.4 CIRI KARAKTERISTIK DAN CONTOH DARI KALIMAT BAKU
DAN TIDAK BAKU
Adapun ragam bahasa baku bisa ditandai dengan ciri-ciri karakteristik sebagai
berikut:
1. Penggunaan kaidah tata bahasa Kaidah tata bahasa normatif selalu dipakai
secara ekspilisit dan konsisten. Misalnya:
a. Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara eksplisit dan konsisten.
Contoh:
- Pak Camat memakai mobil dinas ke perkampungan warga.
- Rapat sudah berlangsung dari tadi.

b. Pemakaian kata hubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara
eksplisit.
Contoh:
- Tika sudah mengetahui bahwa ibunya akan pergi ke Surabaya besok.
- Rustam tidak mau sekolah karena ada pelajaran matematika.

c. Pemakaian pola frase untuk predikat: aspek+pelaku+kata kerja secara


konsisten.
Contoh:
- Berkas Saudara sudah kami kirim ke kantor pusat.
- Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan.

d. Pemakaian konstruksi sintesis.


Contoh:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- Mereka - Dia orang
- Anaknya - Dia punya anak
- Memberitahukan - Kasih tau
- Membersihkan - Bikin bersih

e. Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsur


gramatikal bahasa daerah.
Contoh:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- Mobil paman saya baru - Paman saya mobil baru
- Dia mengontrak rumah di Bandung - Dia ngontrak rumah di Bandung

2. Penggunaan Kata-kata Baku


Masuknya istilah-istilah yang digunakan merupakan istilah-istilah
umum yang sudah lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya
relatif tinggi. Kata-kata yang belum lazim atau masih bersifat kedaerahan
sebaiknya tidak digunakan, kecuali menggunakan
pertimbanganpertimbangan khusus.
Contoh:

Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku


- bagaimana - kekmana, gimana
- hijau - ijo
- uang - duit
- tidak mudah - nggak gampang
- bagaimana caranya - gimana caranya
- lurus saja - lempeng saja
- cantik sekali - cantik banget
- cabai - cabe

3. Penggunaan Ejaan Resmi dalam Ragam Tulisan


Adapun ejaan yang berlaku sekarang dalam bahasa Indonesia
merupakan ejaan yang sesuai dengan pedoman ejaan bahasa Indonesia
(PUEBI). Ejaan tersebut mengatur mulai dari penggunaan huruf, penulisan
kata, penulisan partikel, penulisan angka penulisan unsur serapan, sampai
pada penggunaan tanda baca.
Contoh:
Bahasa baku Bahasa Tidak Baku
- berlari-lari - berlari2
- menandatangani - menandatangani
- Tamasya ke pantai - Tamasya kepantai
4. Penggunaan Lafal Baku dalam Ragam Lisan
Lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia sampai saat ini
belum pernah ditetapkan. Namun, ada pendapat umum bahwa lafal baku
dalam bahasa Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek
setempat atau lafal daerah.
Contoh:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- habis - abis
- kalau - kalo, kalok
- Senin - senen
- pergi - pigi
- hilang - ilang
- dalam - dalem
- napas - nafas
- azan - adzan
- efektivitas - efektifitas
- nafsu - napsu
- popular - populer
- nasihat - nasehat
- mantap - mantep
2.5 FUNGSI KALIMAT BAKU DAN TIDAK BAKU
Kalimat baku berfungsi sebagai pedoman umum pembentukan istilah yang
telah di tetapkan oleh pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan sistem
penulisan dalam ejaan yang disempurnakan. Ejaan itu sendiri adalah cara atau
aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa.

Pengunaan ragam baku:


a. Surat menyurat antar lembaga.
b. Laporan keuangan.
c. Karangan ilmilah.
d. Lamaran pekerjaan.
e. Rapat dinas.
f. Pidato resmi.
g. Surat keputusan.
Kalimat tidak baku berfungsi sebagai bahasa tutur dan percakapan sehari-
hari, terutama pada percakapan remaja.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa


baku adalah kata-kata yang sesuai standar berdasarkan. Kata Baku ini
memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai fungsi pemersatu, fungsi pemberi
kekhasan, fungsi pembawa kewibawaan, dan fungsi sebagai kerangka
acuan. Ragam bahasa baku bahasa Indonesia memang sulit dijalankan,
atau digunakan. Oleh karena itu, untuk memahaminya diperlukan daya
nalar yang tinggi.
Penguasaan terhadap bahasa baku bagi penutur bahasa Indonesia akan
bisa bisa terujud jika adanya rasa sikap positif dari pengguna bahasa
tersebut. Sikap positif bisa diimplementasikan dengan cara menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai situasi kebahasaan. Selain
itu, dengan menumbuhkan rasa bangga berbahasa Indonesia walaupun
tidak menutup diri terhadap perkembangan bahasa sesuai tuntutan zaman.

B. SARAN
Sebaiknya kita lebih peka dalam menggunakan bahasa Indonesia agar
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Disamping mempertahankan kaidah
bahasa Indonesia yang berlaku, juga sebagai bahasa kebanggaan kita
karena mampu menyatukan ribuan pulau dan etnis dari Sabang sampai
Merauke.
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 1989. Membina Bahasa Indonesia Baku Seri I. Bandung: Pustaka
Prima. Kosasih, E. dan Hermawan Wawan. 2012. Bahasa Indonesia Berbasis
Kepenulisan Karya Ilmiah dan Jurnal. Bandung: Thursina.
Ningrum, Via Setya. 2019. “Penggunaan Kata Baku dan Tidak Baku di Kalangan
Mahasiswa Univesitas Pembangunan Nasional Veteran
Salliyanti. 2003. Analisis Bahasa Baku dan Nonbaku dalam Bahasa Indonesia.
Medan: USU Digital Library.
Sugihastuti, Siti Saudah. 2015. Buku Ajar Bahasa Indonesia Akademik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2004.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Harsono, fitri. 2013. Ragam Bahasa Indonesia. (online)
http://fitriharsono.blogspot.com/2013/09/ragam-bahasa-indonesia.html
(diakses pada 12 Maret 2024)
Rosdianto, Candra. 2013. Ragam Bahasa Indonesia.(online)
http://candrarosdianto.blogspot.com/2013/10/ragam-bahasa-
indonesia_7424.html(diakses pada 12 Maret 2024 )
Puspandari,Dyas.2008.Bahasa Indonesia Hand Book (Sifat Ragam Bahasa Ilmu).
Bandung : Polytechnic Telkom
Arifin, Zainal E. 1987. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Mediyatama
Sarana Perkasa.

Anda mungkin juga menyukai