MAKALAH Perbandingan Mazhab

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERBANDINGAN MAZDHAB FIKIH MUAMALAH

JUAL BELI, DAGANG, AKAD, EKONOMI SYARIAH

Mata Kuliah : Perbandingan Madzhab


Dosen Pengampu : Syukri Rosadi MS.I

OLEH:

Nama : Rahmat Budi Sahri

Nim : 01327.111.17.2020

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

STAI TUANKU TAMBUSAI

ROKAN HULU

RIAU T/A 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
tugas makalah mata kuliah perbandingan madzhab tepat pada waktunya. Kami
juga berterimakasih kepada Bapak Syukri Rosadi MS.I yang telah memberikan
kami tugas ini sehingga wawasan kami menjadi bertambah.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan
Madzhab. Namun dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
masih ada beberapa kesalahan yang tidak disengaja oleh kami dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap adanya masukkan berupa kritik dan
saran yang membangun untuk kesempurnaan pembuatan tugas makalah yang akan
mendatang.

Rokan Hulu, 13 Januari 2022


Penulis

Rahmat Budi

i
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Fiqih Muamalah .......................................................................................... 3
2.2 Pengertian Jual Beli ...................................................................................................... 3
2.2 Hukum Jual Beli ........................................................................................................... 4
2.3 Syarat-syarat Jual Beli .................................................................................................. 5
2.4 Akad Dalam Fiqih Muamalah ....................................................................................... 7
2.5 Fiqih Muamalah Dalam Ekonomi Syariah .................................................................. 11
2.6 Transaksi Dalam Muamalah Islam.............................................................................. 12
BAB III ............................................................................................................................. 15
PENUTUP ........................................................................................................................ 15
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 15
3.2 Saran ........................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun demikian hidupnya
harus bermasyarakat. Sifat dasar dan kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat
dipungkiri ialah tolong menolong atau ta‟awun. Kenyataan membuktikan, bahwa
suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan orang lain, tidak akan pernah
dapat dilakukan sendirian secara pribadi oleh seseorang meski dia memiliki
kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu. Ini menunjukkan, bahwa tolong-
menolong dan saling membantu adalah keharusan dalam hidup manusia. Allah
SWT telah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan
jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu
dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-Maidah:2).” 1
Ayat tersebut menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus
kepada transaksi perdagangan, bisnis jual beli. Dimana kita harus tolong-
menolong dalam hal kebaikan. Membantu yang sedang kesusahan, bekerja-sama,
gotong-royong demi terciptanya keuntungan dan manfaat untuk semua. Dalam
ayat ini juga terdapat larangan untuk kerjasama (tolongmenolong) dalam hal
berbuat kejahatan. Jika direnungkan dalam kegiatan ekonomi maka ayat ini
melarang kita untuk melakukan transaksi yang bathil, bukan hanya sendiri tetapi
secara bersama-sama pun dilarang.

1
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta Timur: CV Darus Sunnah, 2002),
h. 107

1
Keterangan di atas menjadi indikator bahwa manusia yang merupakan
makhuk sosial, membutuhkan orang lain dalam menjalankan kegiatannya. Dalam
hal ini, manusia merupakan suatu kesatuan hidup yang bersama-sama dan
membutuhkan timbal balik antara satu individu dengan individu lainnya. Interaksi
sosial dalam kehidupan manusia dapat terwujud dalam berbagai bentuk dengan
tujuan memenuhi kebutuhan hidup masingmasing, diantaranya yaitu interaksi
ekonomi atau perdagangan. Interaksi horizontal seperti ini dalam Islam disebut
sebagai muamalah. Perdagangan adalah jual beli dengan tujuan untuk mencari
keuntungan. Penjualan merupakan transaksi paling kuat dalam dunia perniagaan
bahkan secara umum merupakan bagian yang terpenting dalam aktivitas usaha.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Apa Pengertian Fiqih Muamalah?
2. Apa pengertian Jual Beli ?
3. Bagaimana Hukum Jual Beli?
4. Bagaimana Syarat-syarat Jual Beli?
5. Bagaimana Akad dalam Jual beli?
6. Bagaimana Fiqih Muamalah Dalam Ekonomi Syariah?
1.3 Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk Mengetahui Pengertian Fiqih Muamalah
2. Untuk Mengetahui pengertian Jual Beli
3. Untuk Mengetahui Hukum Jual Beli
4. Untuk Mengetahui Syarat-syarat Jual Beli
5. Untuk Mengetahui Fiqih Muamalah Dalam Ekonomi Syariah

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fiqih Muamalah
Secara etimologis, istilah Fikih Muamalah berasal dari bahasa Arab, yaitu Fiqh dan
Muamalah Fikih secara bahasa berasal dari bahasa Arab sepadan dengan kata faham yang
berarti adalah “faham” atau memahami/mengerti2. Sedangkan dari sisi istilah, fikih
adalah sekelompok hukum tentang amal perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil
yang terperinci. Sumber lain menyebutkan definisi fikih adalah pengetahuan tentang
hukum-hukum syariat mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh
dari dalil-dalil Islam secara rinci.
Muamalah berasal dari kata „amala - yu‟amilu - mu‟amalatan, dengan
wazan fa‟ala - yufa‟ilu - mufa‟alatan yang artinya bermakna saling bertindak,
saling berbuat, saling mengamalkan. Secara terminologis, muamalah mempunyai
dua arti, yakni arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, muamalah berarti aturan-
aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan
duniawi/pergaulan sosial.3
Ruang lingkup fikih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi
perintah atau larangan, seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Hukum-
hukum fikih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam
kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan
manusia dengan manusia lainnya.
2.2 Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut pengertian lughawi adalah saling menukar (pertukaran).

Dan kata ‫البيع‬ (jual) dan ‫الشراء‬ (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian

yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang satu sama
lain bertolak belakang.
Menurut pengertian syara‟/istilah, jual beli ialah pertukaran harta atas dasar
saling rela. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.

2
Alaidin Koto, “Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (sebuah pengantar)”, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
cet. 3, 2004,
3
Ghufron Mas‟adi “Fikih Muamalah Kontekstual”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002,
hlm. 2

3
Adapun jual beli menurut terminologi, para ulama‟ berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya, antara lain:
Menurut Madhab Hanafiah, jual beli adalah pertukaran harta (benda) dengan
harta berdasarkan cara khusus yang dibolehkan.
Menurut Madhab Malikiyah, jual beli ada dua macam yaitu jual beli yang
bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.
Jual beli yang bersifat umum ialah suatu perikatan tukar menukar sesuatu
yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat
dua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti
penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan
manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi
sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.
Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya
bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika
(tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada dihadapan si
pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah
diketahui terlebih dahulu. 4
Menurut Madhab Syafi‟i, jual beli dalam arti bahasa adalah tukar menukar
yang bersifat umum sehingga masih bisa ditukar dengan barang yang lain, seperti
menukar uang dengan pakaian atau berupa barang yang bermanfaat suatu benda.
Seperti akad ijarah, dengan demikian akad ijarah termasuk dalam arti jual beli
menurut bahasa atau juga berupa sikap dan tindakan tertentu. 5
2.2 Hukum Jual Beli
Secara asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau
dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah: dasarnya
hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari
kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli itu dilarang oleh Rasulullah
shalallahu alahi wasalam. Atau yang maknanya termasuk yang dilarang oleh
beliau shalallahu alahi wasalam. 6

4
e-Book Jual Beli dalam Hukum Islam, hal 1-2
5
e-Book Transaksi Jual Beli dalam Hukum Islam, hal 24-25
6
Ahmad Sarwat, e-Book Fiqih Muamalat, 2009, hal 10

4
a. Landasan AL-Qur‟an

(Q.S AL-Baqarah, 2: 275)


Ayat di atas menjelaskan bahwa, dibolehkan jual beli dan diharamkannya
riba, seperti orang yang berhutang menunda waktu pembayaran dan
menangguhkan pembayaran hutang, Allah swt berfirman bahwa dari kedua jenis
keuntungan itu tidaklah sama, yakni penambahan harta pada suatu sisi berasal dari
jual beli dalam jangka waktu tertentu dan pada sisi lain keuntungan melalui
penundaan pembayarn hutang pada waktu yang telah disepakati kedua belah
pihak, keuntungan yang berasal dari jual beli tidaklah sama dengan keuntungan
dari hasil bunga riba.Karena Allah Swt menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.7
2.3 Syarat-syarat Jual Beli
a. Sama-sama ridha baik penjual maupun pembeli, kecuali orang yang dipaksa
dengan kebenaran.
b. Bahwa boleh melakukan transaksi, yaitu dengan syarat keduanya orang
yang merdeka, mukallaf, lagi cerdas.
c. Yang dijual adalah yang boleh diambil manfaatnya secara mutlak (absolut).
Maka tidak boleh menjual yang tidak ada manfaatnya, seperti nyamuk dan
jangkerik. Dan tidak boleh pula yang manfaatnya diharamkan seperti arak
dan babi. Dan tidak boleh pula sesuatu yang mengandung manfaat yang
tidak dibolehkan kecuali saat terpaksa, seperti anjing dan bangkai kecuali
belalang dan ikan.
d. Bahwa yang dijual adalah milik sang penjual, atau diijinkan baginya
menjualnya saat transaksi.

7
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahannya, ( Surabaya : Karya Agung)

5
e. Bahwa yang dijual sudah diketahui bagi kedua belah pihak yang melakukan
transaksi dengan melihat atau dengan sifat.
f. Bahwa harganya sudah diketahui.
g. Bahwa yang dijual itu sesuatu yang bisa diserahkan, maka tidak boleh
menjual ikan yang ada di laut, atau burung yang ada di udara, dan semisal
keduanya, karena adanya unsur penipuan. Dan syarat-syarat ini untuk
menampik kedzaliman, penipuan, dan riba dari kedua belah pihak. 8
Adapun syarat-syarat objek yang diperjual belikan adalah
1. Objeknya terhindar dari unsur riba
2. Suci barangnya yakni barang najis atau tidak bermanfaat, tidak boleh dijual
belikan contohnya anjing dan babi
3. Bermanfaat yakni pemanfaatan barang tersebut tidak bertentangan dengan
norma Agama contoh khamar
4. Kedua belah pihak berkompenten dalam melakukan praktek jual beli yakni
adalah seorang mukkalaf dan rasyid ( memiliki kemampuan dalam mengatur
uang), sehingga tak sah transaksi yang dilakukan anak kecil yang tidak
cakap, orang gila atau orang yang dipaksa
5. Jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak
sehingga dari gharar
6. Milik penjual yakni jika menjual milik orang lain tanpa ada penguasaan
maka jual beli tidak sah.
7. Bisa diserahkan berarti jelas barangnya, sesuai dengan perjanjian.
8. Diketahui keadaanya, yakni perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang
belum jelas dilarang sebab bisa jadi barang tersebut rusak seperti ; membeli
motor bekas.
Syafi‟iyah sebagaimana dikutip oleh Hendi Suhendi bahwa jual beli barang-
barang yang kecil pun harus melakukan ijab dan qobul. Begitupun menurut Ulama
Mazhab Hanafi mengatakan bahwa rukun jual beli hanya satu yaitu ijab dan qobul
(adanya kerelaan dari dua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli tersebut.
Mazhab Maliki, jual beli dianggap sah apabila memiliki syarat-syarat yaitu :

8
Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwaijri, e-Book Ensiklopedia Islam Al-Kamil, Bab Fiqih
Muamalat, hal 6

6
1. Orang yang melakukan akad mumayyiz, cakap hukum, berakal sehat dan
merupakan pemilik dari barang yang diperjual belikan.
2. Adanya pengucapan lafazd dilaksanakan dalam satu majelis dan antara ijab
dan qobul tidak terputus.
3. Objek yang diperjual belikan harus suci, bermanfaat, diketahui oleh penjual
dan pembeli, serta objek tersebut dapat diserah terima.9
Mazhab Syafi‟i, jual beli dianggap sah apabila:
1. Orang yang melakukan aqad harus mumuyyiz, berakal, kehendak sendiri,
beragama Islam.
2. Objek yang diperjual belikan harus suci, bermanfaat, milik sendiri atau
milik orang lain dengan kuasa atasnya, dapat diserah terimakan, berupa
materi dan sifat-sifatnya dapat dinyatakan dengan jelas.
4. Ijab dan qobul tidak terputus dengan percakapan lain, berhadaphadapan,
berseriusan antara ijab dan qobul, harus jelas, tidak dibatasi periode tertentu.
Mazhab Hambali, Jual beli dianggap sah apabila:
1. Orang yang melakukan aqad harus mumayyiz, berakal, saling ridha.
2. Shighat harus berada ditempat yang sama,tidak terpisah, tidak dikaitkan
dengan sesuatu yang tidak berhubungan dengan akad.
3. Objek adalah pemilik penjual, barang dapat diserahkan, barang diketahui
oleh penjual dan pembeli, adanya kesepakatan harga, terhindar dari unsur-
unsur tidak sah misal adanya riba.
2.4 Akad Dalam Fiqih Muamalah
Akad adalah segala sesuatu yang diniatkan oleh seseorang untuk dikerjakan,
baik timbul karena satu kehendak, seperti wakaf, talak dan sumpah, pergantian,
atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan dua orang, seperti jual beli,
sewa menyewa, perwakilan, dan gadai.
Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad di artikan dengan hubungan dan
kesepakatan kabul (pernyataan email ikatan) sesuai dengan kehendak
syariat yang berpengaruh ke objek perikatan, kepemilikan pemilikan dari satu
pihak ( yang melakukan ijab) kepada pihak lain ( yang menyatakan qabul).
a. Rukun Akad Jual Beli

9
Ghufron Mas‟adi, Fiqih muamalah Konsektual, (Jakarta: Raja Garfindo, 2002), hlm 122

7
Dalam agama Islam, rukun akad jual beli adalah suatu hal yang wajib
terpenuhi sebelum Anda melakukan proses transaksi untuk menentukan tingkat
keabsahannya. Berikut adalah beberapa contoh dari rukun dalam kegiatan jual
beli.
1. Penjual dan Pembeli
Dalam akad, harus ada penjual dan pembeli agar aktivitas perdagangan
bisa dilakukan secara sah. Selain itu, akan lebih baik jika akad dilakukan
tatap muka secara langsung untuk mencegah rasa ketidakpuasan atau salah
paham yang bisa muncul.
2. Objek
Objek akad dapat berbentuk barang ataupun jasa yang bisa diterima
nilainya dan terjamin halal. Misalnya, akad jual beli rumah, baju dan
makanan.
3. Pengucapan Akad
Pengucapan akad berisikan tentang pernyataan bahwa penjual menyetujui
kesepakatan dari pembeli dan bersedia untuk memberikan barang yang
dijual untuk ditukar dengan alat transaksi seperti uang atau harta lain.
b. Syarat Sah Akad Jual Beli
Selain rukun, setidaknya ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi akad
jual beli dalam Islam. Ketiga syarat tersebut antara lain.
1. Keikhlasan Penjual dan Pembeli
Dalam akad, semua pihak yang terlibat baik penjual maupun pembeli harus ikhlas
dalam melakukan transaksi. Wajib hukumnya untuk menegaskan bahwa tidak ada
pihak yang terpaksa dalam aktivitas tersebut. Kalau ada salah satu pihak yang
merasa tidak ikhlas, maka kegiatan jual beli dapat dianggap tidak sah.
2. Penjual dan Pembeli Memenuhi Syarat
Kegiatan jual beli hanya bisa terealisasikan untuk orang yang telah memenuhi
syarat sah menggunakan hartanya dalam akad. Beberapa contoh syarat tersebut
antara lain:
1. Kegiatan jual beli wajib dilakukan oleh orang yang memiliki akal.
2. Orang yang telah terbebani syariat atau mukallaf.

8
3. Bukan merupakan hamba sahaya para saudagar dan telah merdeka
atas keinginannya sendiri.
4. Sudah cukup umur dan mengerti perihal harta.
3. Halal
Dalam contoh akad jual beli, objek yang diperjualbelikan harus bersifat halal dan
tidak dilarang oleh agama Islam.
c. Macam-macam Akad Jual Beli
Akad yang dilakukan dalam kegiatan ekonomi syariah terdiri dari berbagai
macam. Berikut macam-macam akad jual beli yang sesuai dengan syariat Islam.
1. Musyarakah
Akad ini dilakukan oleh 2 pihak yang mengumpulkan modal bersama
untuk usaha tertentu. Dimana nantinya, keuntungan dari usaha tersebut
akan dibagi secara rata.
2. Wadi’ah
Wadi‟ah dilaksanakan jika ada salah satu pihak yang menitipkan barang
kepada pihak kedua. Akad ini seringkali dilakukan oleh perusahaan bank
dalam produk rekening giro.
3. Wakalah
Wakalah adalah pengikat antara perwakilan salah satu pihak dengan pihak
lainnya. Bank syariah kerap menggunakan akad ini dalam pembelian
barang impor dan pembuatan Letter of Credit
4. Kafalah
Kafalah menekankan perihal jaminan yang akan diserahkan oleh satu
pihak kepada pihak lain. Akad ini umumnya diterapkan dalam partisipasi
tender (tender bond), garansi sebuah proyek (performance bond), dan
pembayaran di muka (advance payment bond).
5. Qardh
Qardh mengatur tentang pemberian dana pinjaman ke nasabah dalam
jangka waktu yang singkat dan harus diganti secepatnya. Jumlah nominal
yang dibayarkan harus sesuai dengan dana pinjaman yang diberikan.
6. Hawalah
Hawalah mengatur tentang pengalihan utang. Umumnya, akad ini

9
dilakukan oleh bank syariah dan nasabahnya yang akan menjual produk ke
pembeli lain dalam bentuk giro mundur (Post Dated Check).
7. Rahn
Rahn merupakan akad yang cara kerjanya mirip dengan sistem pegadaian.
Dimana, pihak penggadai akan mendapatkan uang dari barang yang
digadaikan. Akad ini juga diterapkan apabila diterapkan jika ada
pembiayaan yang memerlukan adanya jaminan tambahan.
8. Ijarah
Ijarah mengatur tentang pengalihan hak guna suatu objek dengan adanya
biaya cicilan sewa tanpa memindahkan hak kepemilikan dari objek
tersebut.
9. Mudharabah
Akda mudharabah dilakukan oleh pemilik dan pengelola modal.. Kedua
pihak tersebut nantinya akan berbagi keuntungan dari kegiatan usaha.
Namun, jika timbul kerugian, hanya pemilik modal yang akan
menanggungnya. .
10. Istishna’
Istishna‟ mengatur perihal proses transaksi suatu produk yang dipesan
berdasarkan kriteria yang disepakati pembeli. Dalam akad ini, proses
pembayarannya pun harus sesuai kesepakatan, apakah dibayar di awal atau
saat produk telah dikirim.
11. Murabahah
Akad jenis ini akan berfokus dengan harga jual dan keuntungan yang
disetujui kedua pihak. Nantinya, produk akan diberikan saat akad telah
selesai dan pembeli dapat melunasi pembayaran secara tunai maupun
cicilan.
12. Salam
Akad salam dilakukan dengan cara pemesanan, dimana pembeli akan
melakukan pembayaran dahulu sebelum produk dikirimkan. Akad ini
seringkali diterapkan dalam bidang pertanian.

10
2.5 Fiqih Muamalah Dalam Ekonomi Syariah
Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi
kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha
mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya,
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai
materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya
berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya,
sehingga akan bernilai ibadah.10
Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah (ekonomi) juga
sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar fikih
muamalah adalah sebagai berikut : 11
a. Hukum asal dalam muamalah adalah mubah
b. Konsentrasi fikih muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
c. Menetapkan harga yang kompetitif
d. Meninggalkan intervensi yang dilarang
e. Menghindari eksploitasi
f. Memberikan toleransi
g. Tabligh, siddhiq, fathonah, amanah sesuai sifat Rasulullah
Sedangkan menurut Dr. Muhammad 'Utsman Syabir dalam alMuamalah al-
Maliyah al-Mu'ashirah fil Fiqhil Islamiy menyebutkan prinsip-prinsip itu, yaitu :12
a. Fikih muamalah dibangun di atas dasar-dasar umum yang dikandung oleh
beberapa nash, seperti Q.S. An-Nisa ayat 29
b. Pada asalnya, hukum segala jenis muamalah adalah boleh. Tidak ada satu
model/jenis muamalah pun yang tidak diperbolehkan, kecuali jika didapati
adanya nash shahih yang melarangnya, atau model/jenis muamalah itu
bertentangan dengan prinsip muamalah Islam.
c. Fikih muamalah mengompromikan karakter tsubut dan murunah. Tsubut
artinya tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah. Maknanya, prinsip-prinsip

10
Neneng Nurhasanah, “Mudharabah dalam Teori dan Praktek”,... hlm. 31
11
Haroen Nasrun, ”Fiqh Muamalah”, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hlm. 33.
12
Muhammad 'Utsman Syabir, “al-Muamalah al-Maliyah al-Mu'ashirah fil Fiqhil Islamiy”, Darul
Kutub, Kairo, 1995, hlm. 122.

11
Islam baik dalam hal akidah, ibadah, maupun muamalah, bersifat tetap,
konsisten, dan tidak berubah-ubah sampai kapan pun.
d. Fikih muamalah dibangun di atas prinsip menjaga kemaslahatan dan 'illah
(alasan disyariatkannya suatu hukum). Tujuan dari disyariatkannya
muamalah adalah menjaga dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Prinsip-
prinsip muamalah kembali kepada hifzh al maal (penjagaan terhadap harta),
dan itu salah satu dharuriyatul khamsah (dharurat yang lima).
2.6 Transaksi Dalam Muamalah Islam
Transaksi, berasal dari bahasa Inggris “transaction”. Dalam Bahasa Arabnya
sering disebut sebagai al-Mu„amalat. Dengan demikian transaksi merupakan kata
lain dari alMu„amalat. Dalam konteks ilmu fiqh, ilmu fiqh yang mempelajari
tentang al-Mu„amalat disebut fiqh al-Mu„amalat. Fiqh al-Mu„amalat, dalam salah
satu pengertiannya, mencakup bidang yang sangat luas yaitu mencakup hukum-
hukum tentang kontrak, sanksi, kejahatan, jaminan, dan hukum-hukum lain yang
bertujuan mengatur hubungan-hubungan sesama manusia, baik perorangan
maupun kelompok. Pengertian fiqh al-Mu„amalat yang lebih sempit, dikemukakan
oleh Mustafa Ahmad alZarqa‟ yaitu hukum-hukum tentang perbuatan dan
hubungan-hubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak-hak dan
penyelesaian sengketa tentang hal-hal tersebut.
Pengertian yang lebih teknis dikemukakan Mohammad Ma‟sum Billah,
yaitu suatu bentuk kesepakatan menguntungkan yang terjadi antara manusia untuk
memenuhi segala kebutuhan hidup sehari-hari, khususnya dalam urusan yang
berkaitan dengan perdagangan dan perniagaan. Dari berbagai keterangan tersebut
di atas dapat disimpulkan bahwa fiqh al-Mu„amalat adalah suatu bidang fiqh yang
memfokuskan pada hukum-hukum tentang perbuatan dan hubungan-hubungan
sesame manusia mengenai harta kekayaan, hak, dan penyelesaian sengketa
tentang hal-hal tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan seharihari mereka
dengan berpandukan Syari„ah.
 Hubungan antara Transaksi (Muamalah), Syariah, Fiqh, Iman, Ibadah, dan
Akhlaq
Sebagaimana dijelaskan di atas, transaksi merupakan perbuatan dan
hubunganhubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak, dan

12
penyelesaian sengketa tentang hal-hal tersebut dalam rangka memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka dengan berpandukan Syariah. Pengertian ini jelas
sekali menunjukkan hubungan antara transaksi dengan Syariah. Syariah menjadi
guideline bagi semua aktivitas transaksi. Aktivitas transaksi yang tidak mengikuti
ketentuan Syariah berarti dilarang (diharamkan).
Syariah merupakan ketentuan-ketentuan Allah yang ditujukan untuk
menjadi panduan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan. Syariah adalah
satu-satunya way of life yang harus dipercayai oleh seorang mukmin yang dapat
mengantarkannya mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Allah-lah
satu-satunya pihak yang berkuasa untuk menentukan ketentuan dan jalan yang
mesti ditaati oleh umat manusia, karena Dia-lah Pencipta dan Pemelihara alam
semesta. Inilah reason, kenapa semua aktivitas transaksi harus mengikuti
guideline yang ditetapkan Syariah. Fiqh berarti faham, baik secara mendalam atau
dangkal. Dalam pengertian yang spesifik, ia berarti memahami hukum-hukum
amalisyarak berdasarkan dalil-dalilnya yang terperinci. Dengan kata lain,
pemahaman terhadap Syariah itu dinamakan fiqh. Ini berarti fiqh merupakan
produk pemikiran manusia (hasil ijtihad) yang senantiasa dinamis mengikuti
perkembangan zaman. Nilai kebenaran yang dihasilkan oleh hasil ijtihad bersifat
relatif, liberal, terbuka untuk diuji dan dikaji ulang serta terbuka untuk dikritik
karena kefahaman manusia senantiasa berkembang mengikuti perkembangan
ilmu, nilainilai intelektual, dan juga situasi kontemporer dan realitas setempat
yang melingkupi suatu kefahaman.
Syariah bersifat muqaddas, abadi dan kebenarannya mutlak. Dengan
demikian, Syariah dan fiqh mempunyai hubungan yang sangat erat, karena
sesungguhnya fiqh tetap berpijak pada Syariah. Adanya fiqh merupakan suatu
keharusan dalam rangka mengamalkan Syariah. Sedangkan fiqh muamalah adalah
peraturan Islam yang berkaitan dengan hukumhukum perniagaan, dan menjadi
frame work yangsah untuk ekonomi Islam. Hubungan antara fiqh muamalah dan
ekonomi Islam adalah seumpama kajian tata bahasa dengan kemahiran
penggunaan bahasa. Kegiatan ekonomi Islam tidak bisa dipisahkan dari fiqh
muamalah, bahkan kegiatan itu hendaklah dikawal dan dipandu oleh fiqh
muamalah. Sedangkan iman, berarti percaya. Beriman berarti mempercayaiAllah

13
SWT sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta, percayapada malaikat, rasul,
kitab-kitab, hari akhir, dan qadla qadar. Orang yang mempercayai rukun iman
tersebut disebut mukmin (orang yang beriman). Orang yang beriman dalam
menjalani kehidupan haruslah berpandu kepada Syariah, karena Syariah adalah
guideline dari Allah SWT untuk orang beriman. Dengan demikian, iman dan
Syariah merupakan dua elemen yang saling melengkapi (komplementer) dan
saling mendukung dalam membentuk pribadi muslim sejati. Ibadah berarti
pengabdian atau penghambaan diri kepada Allah.
Ibadah dalam pengertian yang mudah ditangkap oleh masyarakat muslim
seringkali mengambil pengertian yang lebih khusus yakni pengabdian kepada
Tuhan dalam bentuknya yang paling pribadi yakni ritus-ritus seperti shalat, puasa,
zakat, haji, berzikir dan sejenisnya. Pemahaman ini tentu saja mereduksi secara
besar-besaran makna ibadah dalam pengertiannya yang genuine. Ketika Allah
menyatakan bahwa “Jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya”
(Terjemahan Q.S. al-Dhariyat (51): 56), dan “Semua utusan Tuhan diperintahkan
untuk mengajak manusia beribadah kepada Allah” (Q.S. al-Bayyinah (98): 5),
maka makna ibadah tersebut tidak mungkin hanya berarti untuk shalat, puasa,
zakat, haji, berzikir dan sejenisnya.

14
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologis, istilah Fikih Muamalah berasal dari bahasa Arab, yaitu
Fiqh dan Muamalah Fikih secara bahasa berasal dari bahasa Arab sepadan dengan
kata faham yang berarti adalah “faham” atau memahami/mengerti13. Sedangkan
dari sisi istilah, fikih adalah sekelompok hukum tentang amal perbuatan manusia
yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Sumber lain menyebutkan definisi
fikih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat mengenai perilaku
manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil Islam secara rinci.
Jual beli menurut pengertian lughawi adalah saling menukar (pertukaran).

Dan kata ‫البيع‬ (jual) dan ‫الشراء‬ (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian

yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang satu sama
lain bertolak belakang. Secara asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang hukumnya
mubah atau dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i
rahimahullah: dasarnya hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu
apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli itu
dilarang oleh Rasulullah shalallahu alahi wasalam. Atau yang maknanya termasuk
yang dilarang oleh beliau shalallahu alahi wasalam.
Akad adalah segala sesuatu yang diniatkan oleh seseorang untuk dikerjakan,
baik timbul karena satu kehendak, seperti wakaf, talak dan sumpah, pergantian,
atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan dua orang, seperti jual beli,
sewa menyewa, perwakilan, dan gadai.
Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad di artikan dengan hubungan dan
kesepakatan kabul (pernyataan email ikatan) sesuai dengan kehendak
syariat yang berpengaruh ke objek perikatan. kepemilikan pemilikan dari satu
pihak ( yang melakukan ijab) kepada pihak lain ( yang menyatakan qabul).
Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi
kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha

13
Alaidin Koto, “Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (sebuah pengantar)”, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
cet. 3, 2004,

15
mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya,
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai
materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya
berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya,
sehingga akan bernilai ibadah.
3.2 Saran
Makalah dengan judul “Perbandingan Mazhab Fiqih Muamalah (Jual
Beli, Dagang, Akad, Ekonomi Syariah)” disusun dengan sumber yang telah ada.
Makalah ini bisa dijadikan acuan dalam pelejaran. Namun makalah ini masih jauh
dari kata sempurna sehingga kritik dan saran dibutuhkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sarwat, e-Book Fiqih Muamalat, 2009, hal 10

Alaidin Koto, “Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (sebuah pengantar)”, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, cet. 3, 2004, Hlm. 4.

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta Timur: CV Darus


Sunnah, 2002), h. 107
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahannya, (Surabaya : Karya Agung)
e-Book Jual Beli dalam Hukum Islam, hal 1-2

e-Book Transaksi Jual Beli dalam Hukum Islam, hal 24-25

Ghufron Mas‟adi “Fikih Muamalah Kontekstual”, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2002, hlm. 2.

Ghufron Mas‟adi, Fiqih muamalah Konsektual, (Jakarta: Raja Garfindo, 2002),


hlm 122

Haroen Nasrun, ”Fiqh Muamalah”, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hlm. 33.

Muhammad 'Utsman Syabir, “al-Muamalah al-Maliyah al-Mu'ashirah fil Fiqhil


Islamiy”, Darul Kutub, Kairo, 1995, hlm. 122.

Neneng Nurhasanah, “Mudharabah dalam Teori dan Praktek”,... hlm. 31.

Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwaijri, e-Book Ensiklopedia Islam Al-Kamil,


Bab Fiqih Muamalat, hal 6

17

Anda mungkin juga menyukai