Bab Ii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

BAB II

KETERAMPILAN MOTORIK HALUS, MEDIA ANYAMAN,

ANAK USIA DINI

A. Anak Usia Dini (AUD)

1. Hakikat AUD

a. Pengertian AUD

Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebenarnya telah dikemukakan

oleh para ahli bahkan para filsuf, baik filsuf Barat maupun Timur, termasuk filsuf

Indonesia. Beberapa ahli atau filsuf tersebut diantaranya adalah Pestalozzi,

Froebel, Montessori, Al-Ghazali, Ibn Sina, Ki Hajar Dewantara, Hasyim Asyarie,

Ahmad Dahlan, dan lain-lain. Penjelasan lebih detail mengenai pandangan para

filsuf tersebut di bidang PAUD akan dikemukakan pada bagian tersendiri. Namun

demikian sebagian gambar umum pandang mereka dapat dipetakan menjadi dua

perspektif. Kedua perspektif PAUD menurut para filsuf tersebut adalah sebagai

berikut.

Pertama, perspektif pengalaman dan pelajaran. PAUD adalah stimulasi bagi

masa yang penuh dengan kejadian penting dan unik yang meletakkan dasar bagi

seseorang di masa dewasa. Fernie, (1988) dalam Suryadi & Mauliya Ulfah,

(2015:16) meyakini bahwa pengalaman-pengalaman belajar awal tidak akan

pernah bisa diganti oleh pengalaman-pengalaman berikutnya, kecuali

dimodifikasi.

10
11

Kedua, perspektif hakikat belajar dan perkembangan. PAUD adalah suatu

proses yang berkesinambungan antara belajar dan perkembangan. Artinya,

pengalaman belajar dan perkembangan awal merupakan dasar bagi proses belajar

dan perkembangan selanjutnya. Menurut Ornstein (dalam Bateman, 1990:17)

menyatakan bahwa anak cukup dalam mengembangkan kedua belah otaknya (otak

kanan dan otak kiri) akan memperoleh kesiapan yang menyeluruh untuk belajar

dengan sukses/berhasil pada saat memasuki SD. Senada dengan Ornstein,

Marcon, (1993), dalam Suryadi & Mauliya Ulfah, (2015 : 17) menjelaskan bahwa

kegagalan anak dalam belajar pada awal akan menjadi tanda-tanda (predictor)

bagi kegagalan belajar pada kelas-kelas berikutnya. Begitu pula, kekeliruan

belajar pada usia-usia selanjutnya.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada hakikatnya ialah pendidikan yang

diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan

perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan

seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena ini, PAUD memberi kesempatan

kepada anak untuk mengembangkan kepribadian dan potensi secara maksimal.

Konsekuensinya, lembaga PAUD perlu menyediakan berbagai kegiatan yang

dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan seperti: kognitif, bahasa,

sosial, emosi, fisik dan motorik.

Secara institusional, pendidikan Anak Usia Dini juga dapat diartikan

sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada

peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan, baik koordinasi motorik

(halus dan kasar), kecerdasan emosi, kecerdasan jamak, (multiple intelligences)


12

maupun kecerdasan spiritual. Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan Anak

Usia Dini, penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini disesuaikan dengan

tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh Anak Usia Dini itu sendiri.

Secara yuridis, istilah anak usia dini di Indonesia ditunjukkan kepada anak

sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Lebih lanjut pasal 1 ayat 14 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

bahwa “Pendidikan anak usia dini atau disingkat PAUD adalah suatu upaya

pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun

yang dilakukan dengan memberi rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Selanjutnya, pada pasal 28 tentang

Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa “(1) Pendidikan anak usia dini

diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. (2) Pendidikan anak usia dini

dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau

informal. (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk

Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk

Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang

sederajat. (5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk

pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. (6)

Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.”
13

Berbeda dengan pengertian secara institusional maupun yuridis

sebagaimana dikemukakan di atas, Bredekamp dan Copple, (1997) dalam Suryadi

& Mauliya Ulfah, (2015:18), mengemukakan bahwa pendidikan anak usia dini

mencakup berbagai program yang melayani anak dari lahir sampai dengan usia

delapan tahun yang dirancang untuk meningkatkan perkembangan intelektual,

sosial, emosi, bahasa dan fisik anak. Pengertian ini diperkuat oleh dokumen

Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004) yang menegaskan bahwa pendidikan bagi

anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing,

mengasuh, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan

kemampuan dan keterampilan pada anak.

b. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Secara umum tujuan Pendidikan Anak Usia Dini ialah memberikan simulasi

atau rangsangan bagi perkembangan potensi anak agar menjadi manusia bermain

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percara diri, dan menjadi warga negara

yang demokrasi dan bertanggung jawab. Dalam hal ini, posisi Pendidikan

Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa dan bernegara, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

Berakhlak mulia, sehat, berilmu, dan cakap (Puskur, Depdiknas:2007).

Senada dengan tujuan di atas, Solehuddin (1997) dalam Suryadi & Mauliya

Ulfah, (2015 : 19), menyatakan bahwa tujuan pendidikan anak usia dini ialah
14

memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan

menyeluruh sesuai dengan norma dan nilai-nilai kehidupan yang dianut. Melalui

pendidikan anak usia dini, anak diharapkan dapat mengembangkan segenap

potensi yang dimilikinya-intelektual (kognitif), sosial, emosi, dan fisik-motorik).

Selain itu, yang tidak boleh ditinggalkan adalah perkembangan rasa beragama

sebagai dasar-dasar akidah yang lurus sesuai dengan ajaran agama yang

dianutnya, memiliki kebiasaan atau perilaku yang diharapkan, menguasai

sejumlah pengetahuan dan keterampilan dasar sesuai dengan kebutuhan dan

tingkat perkembangannya serta memiliki motivasi dan sikap belajar yang positif.

Tujuan pendidikan Anak Usia Dini yang lebih ekstrim dikemukakan oleh

Suyanto, (2005) dalam Suryadi & Mauliya Ulfah, (2015 : 19) yang mengatakan

bahwa tujuan PAUD adalah untuk mengembangkan seluruh potensi anak (the

whole child) agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai falsafah

suatu bangsa. Untuk menjadi manusia sempurna atau utuh, harus terpelihara fitrah

dalam dirinya. Fitrah adalah konsep Islam tentang anka, dimana anak dipandang

sebagai makhluk unik yang berpotensi positif. Atas dasar ini, anak dapat

dipandang sebagai individu yang baru mengenal dunia. Ia belum mengetahui

tatakrama, sopan santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal tentang dunia dan

isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan

dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di

masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara praktis,

tujuan Pendidikan Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:


15

1. Kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut.

2. Mengurangi angka mengulang kelas.

3. Mengurangi angka putus sekolah (DO).

4. Mempercepat pencapaian wajib belajar Pendidikan Dasar 9 tahun.

5. Menyelematkan anak dari kelalaian didikan wanita karier dan ibu

berpendidikan rendah.

6. Meningkatkan mutu pendidikan.

7. Mengurangi angka buta huruf muda.

8. Memperbaiki derajat kesehatan dan gizi anak usia dini.

9. Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Selain tujuan di atas, menurut UNESCO ECCE (Early Chilhood Care and

Education) tujuan PAUD antara lain sebagai berikut:

a) PAUD bertujuan untuk membangun fondasi awal dalam meningkatkan

kemampuan anak untukmenyelesaikan pendidikan lebih tinggi,

menurunkan angka mengulang kelas dan angka putus sekolah.

b) PAUD bertujuan menanam investasi SDM yang menguntungkan baik

bagi keluarga, bangsa, Negara maupun agama.

c) PAUD bertujuan untuk menghentikan roda kemiskinan.

d) PAUD bertujuan turut serta aktif menjaga dan melindungi hak asasi

setiap anak untuk memperoleh pendidikan yang dijamin oleh undang-

undang.
16

c. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini (AUD)

Setiap pakar atau ahli mempunyai kekayaan ilmu atau teori dan pengalaman

pada bidangnya masing-masing. Perpaduan antara ilmu teori dengan pengalaman

di lapangan merupakan fasilitas bagi pengembangan praktisi dan professional

yang kompeten. Guru PAUD adalah profesi yang membutuhkan kompeten. Oleh

karena itu, guru PAUD harus mempunyai kekayaan ilmu atau teori dan didukung

oleh pengalaman lapangan. Untuk menjadi professional yang kompeten di bidang

PAUD, harus dimulai dengan mempelajari tumbuh-kembang anak usia dini

tersebut.

Dalam hal ini ada baiknya dipelajari beberapa pendapat dari beberapa ahli,

dimana setiap ahli memberikan aksentuasi atau penekanan pada poin atau bidang

yang berbeda. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang

aspek-aspek perkembangan pada anak usia dini.

Janet Black melihat bahwa tumbuh-kembang anak melakukan tahap-tahap

sebagai berikut:

1. Tahap infancy I (0-1 tahun). Aspek yang perlu mendapat perhatian pada

perkembangan tahap ini adalah:

a) Perkembangan fisik dan motorik,

b) Perkembangan psiko-sosial,

c) Perkembangan kognitif, dan

d) Perkembangan bahasa.

2. Tahap infancy II (1-3 tahun). Aspek perkembangan pada tahap ini sama

dengan tahap infancy I, hanya saja kematangannya yang berbeda.


17

3. Tahap anak umur 4-5 tahun. Aspek yang perlu dipelajari pada tahap

perkembangan ini sama dengan masa infancy.

Walaupun Janet Black melihat aspek perkembangan yang sama pada tahap

yang berbeda, tetapi materi perkembangan yang dipelajari pada setiap tahap

berbeda satu dengan yang lain. Berbeda dengan Janet Black, Papalia dan Olds

berpandangan perkembangan anak usia dini dapat dikategorikan menjadi dua

kelompok.

(a) Kategori perkembangan fisik dan intelektual.

a. Perkembangan fisik melingkupi.

1) Pertumbuhan dan perubahan fisik.

2) Kesehatan dan masalah fisik.

3) Keterampilan motorik.

4) Pola tidur dan masalahnya.

b. Perkembangan intelektual melingkupi: ingatan, kognitif, bahasa, dan

perkembangan intelegensia.

(b) Kategori perkembangan kepribadian dan sosial

Berbeda dengan Janet Black maupun Papalia dan Olds, Elizabeth B.

Hurlock berpandangan bahwa perkembangan anak dapat ditinjau dari aspek

masa-masa atau umur tertentu. Adapun aspek-aspek perkembangan tersebut

adalah: perkembangan fisik-motorik, sosial-emosional, moral keagamaan, dan

perkembangan kognitif.
18

B. Aspek Perkembangan Motorik Halus Anak Usia Dini

1. Pengertian Motorik Halus

Sebagian besar anak-anak prasekolah akan mengalami keaktifan yang

sama sepanjang masa hidup mereka. Marilah kita mengeksplorasi aktivitas ini

dalam kehidupan anak-anak. Menurut John W. Santrock (2012 : 242)

keterampilan motorik halus di usia 3 tahun, kadang-kadang anak-anak sudah

mampu memungut obyek-obyek yang paling kecil dengan menggunakan ibu jari

dan telunjuknya, meskipun masih canggung. Seseorang anak yang berusia 3 tahun

secara tidak disangka dapat membangun menara yang tinggi dengan

menggunakan balok-balok. Anak meletakkan setiap balok itu dengan penuh

konsentrasi namun sering kali tidak sepenuhnya lurus. Ketika seorang anak 3

tahun bermain dengan puzzle sederhana, ia masih meletakkan potongan-potongan

itu dengan agak kasar. Bahkan ketika mereka mengenali lubang yang cocok untuk

potongan tertentu, mereka belum mampu meletakkannya secara tepat. Mereka

sering kali mencoba memaksakan meletakkan potongan itu ke dalam lubang atau

mencocokkannya dengan penuh semangat.

Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak sudah memperlihatkan

kemajuan yang bersifat substansial dan ia juga menjadi lebih cermat. Kadangkala

anak-anak usia 4 tahun mengalami kesulitan dalam membangun menara yang

tinggi dengan menggunakan balok-balok karena ketika mereka ingin meletakkan

setiap balok dengan sempurna, mereka terganggu dengan balok-balok yang telah

tersusun sebelumnya. Ketika menginjak usia 5 tahun, koordinasi motorik halus


19

anak-anak telah memperlihatkan kemajuan yang lebih jauh lagi. Tangan, lengan,

dan tubuh, semuanya bergerak bersama di bawah komando mata.

Menurut (Mursid (2015 : 11-12) Perkembangan motorik adalah proses

seorang anak belajar untuk terampil menggerakkan anggota tubuhnya. Untuk itu

anak dapat belajar dari orang tua atau guru tentang beberapa pola gerakan yang

dapat mereka lakukan untuk dapat melatih ketangkasan, kecepatan, kekuatan,

kelenturan, serta ketepatan koordinasi tangan dan mata.

Motorik halus yakni gerakan-gerakan yang merupakan hasil koordinasi

otot-otot yang menuntut adanya kemampuan mengontrol gerakan-gerakan halus,

sedangkan motorik kasar hanya mengandalkan kekuatan untuk mengordinasikan

gerakan.

a. Motorik Halus

Gerakan motorik halus pada anak berkaitan dengan kegiatan

meletakkan, atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan.

Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak sangat

berkembang bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian, anak usia ini

masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi satu

bangunan.

Pada usia 5-6 tahun koordinasi gerakan motorik halus berkembang

pesat. Pada saat ini anak telah mampu mengkoordinasikan gerakan mata

dengan tangan, lengan, dan tubuh secara bersamaan, antara lain dapat dilihat

pada waktu anak menulis atau menggambar (Mursid, 2015:11).


20

b. Motorik Kasar

Melatih gerakan jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh pada anak,

seperti merangkak, berlari, berjinjit, melompat bergantung, melempar, dan

menangkap serta menjaga keseimbangan.

Motorik kasar anak akan berkembang sesuai dengan usianya (age

appropriateness). Orang dewasa tidak perlu melakukan bantuan terhadap

kekuatan otot besar anak. Jika anak telah matang, maka dengan sendirinya

anak akan melakukan gerakan yang sudah waktunya untuk dilakukan.

Misalnya: seorang anak usia 6 bulan belum siap duduk sendiri, maka orang

dewasa tidak perlu memaksakan dia duduk di sebuah kursi. (Mursid,

2015:12).

Sejalan dengan itu, Sumantri (2005: 143) keterampilan motorik halus

adalah pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari-

jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi

mata dengan tangan, keterampilan yang mencakup pemanfaatan dengan

alat-alat untuk bekerja dan objek yang kecil atau pengontrolan terhadap

mesin misalnya mengetik dan lain-lain.

Lebih lanjut, Zulaeha Hidayati (2010:62) motorik halus adalah

gerakan yang menggunakan otot kecil atau hanya sebagian anggota tubuh

tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak

untuk belajar dan berlatih, kemampuan menulis, menggunting dan

menyusun balok.
21

Magill Richard A. (1989:11) menambahkan keterampilan motorik

halus (fine motor skill) merupakan keterampilan yang memerlukan control

dari otot-otot kecil dari tubuh untuk mencapai tujuan dari keterampilan.

Secara umum, keterampilan ini meliputi koordinasi mata-tangan.

Keterampilan ini membutuhkan derajat tinggi dari kecermatan gerak untuk

menampilkan suatu keterampilan khusus di level tinggi dalam kecepatan.

Contohnya yaitu menulis, melukis, menjahit dan mengancingkan baju.

Dari beberapa pendapat teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

motorik halus adalah kemampuan anak beraktifitas yang melibatkan otot-

otot halus atau kecil seperti jemari tangan, pergelangan tangan, serta

membutuhkan koordinasi mata dan tangan yang cermat, sehingga gerakan

ini tidak terlalu membutuhkan tenaga misalnya dalam kegiatan menganyam.

2. Tujuan Pengembangan Motorik

Dirjen Pendidikan TK dan SD (2007:2), menyatakan bahwa tujuan

pengembangan keterampilan motorik halus di TK adalah untuk memperkenalkan

dan melatih gerakan motorik halus, meningkatkan koordinasi mata dan tangan.

Sumantri (2005: 146) menambahkan bahwa tujuan pengembangan motorik

halus di usia 4-6 tahun adalah sebagai berikut:

a. Anak mampu mengembangkan kemampuan motorik halus yang

berhubungan dengan keterampilan gerak kedua tangannya.

b. Anak mampu menggerakkan anggota tubuh yang berhubungan dengan

jari-jemari, seperti kesiapan menulis, menggambar, dan memanipulasi

benda-benda.
22

c. Anak mampu mengkoordinasikan indra mata dan aktivitas tangan.

Sejalan dengan pendapatnya Sumantri tujuan pengembangan motorik halus

menurut Yudha M Saputra (2005: 115) ialah:

a. Mampu memfungsikan otot-otot kecil seperti gerakan jari tangan.

b. Mampu mengkoordinasikan kecepatan tangan dengan mata.

c. Mampu mengendalikan emosi.

Berdasarkan uraian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

tujuan pengembangan motorik halus ialah untuk memfungsikan otot-otot kecil,

misalnya gerakan jari tangan, mengkoordinasikan indera, serta mampu

mengendalikan emosi dalam beraktifitas motorik halus. Dalam penelitian ini, anak

mampu menggerakkan jari tangannya, mengkoordinasi mata, serta mengendalikan

emosi saat melakukan kegiatan menganyam.

3. Langkah-langkah Menstimulus Motorik Halus

a. Menstimulus Perkembangan Motorik Halus

Menurut Beaty (2013 : 236) perkembangan motorik halus melibatkan otot-

otot halus yang mengendalikan tangan dan kaki. Terkait dengan anak kecil, anda

sebaiknya memberikan perhatian lebih kepada control, koordinasi, dan

ketangkasan dalam menggunakan tangan dan jemari. Meskipun perkembangan ini

berlangsung serentak dengan perkembangan motorik kasar, otot-otot dekat dengan

batang tubuh matang sebelum otot-otot kaki dan tangan, yang mengendalikan

pergelangan dan tangan.

Jadi, penting bagi anak kecil untuk berlatih menggunakan otot-otot besar

saat terlibat dalam kegiatan motorik halus. Penundaan pengembangan koordinasi


23

motorik kasar mungkin berdampak negatif pada perkembangan motorik halus.

Tetapi begitu anak-anak bisa melakukan gerakan motorik halus, guru prasekolah

sebaiknya mendorong mereka terlibat dalam semua jenis kegiatan manipulatif

sehingga mereka bisa belajar dan lalu menerapkan kemampuan yang diperlukan

untuk menggunakan tangan dan jemari dengan kontrol dan tangkas.

b. Menstimulus Refleks Kemampuan Motorik Halus Anak

Tentu bayi dan balita menggunakan tangan dan jemari mereka tanpa

banyak pengalaman sebelumnya, demikian temuan anda. Tetapi mengapa anak

usia 3, 4 dan 5 tahun berbeda? Perbedaan itu penting, perbedaan tersebut

melibatkan gerakan sadar dan tanpa sadar. Bayi menggerakkan lengan, tangan dan

jemari mereka lewat gerakan refleks, bukan gerakan sadar. Sistem saraf

menyesuaikan gerakan tanpa sadar saat sistem ini matang, memungkinkan anak-

anak mengendalikan gerakan mereka dengan sadar. Saat gerakan reflex awal ini

memudar, anak-anak harus benar-benar belajar menggunakan dan mengendalikan

tangan dan jemari mereka sebagai gantinya.

Elliot dalam Beaty, (2013: 236-237) sejumlah besar gerakan refleks

dilakukan bayi. Gerakan tersebut meliputi Moro, atau gerakan refleks terkejut, di

mana bayi mengayunkan lengannya sembarang arah dan menangis; gerakan

refleks terpaku di mana bayi memutar kepalanya dan membuka mulutnya saat

disentuh; gerakan refleks mengisap, dimana bayi mengisap jika bibir atau

mulutnya disentuh; gerakan refleks berjalan, dimana bayi membuat gerakan

melangkah saat diposisikan tegak lurus di permukaan; gerakan refleks berjalan;


24

dimana bayi membuat gerakan berenang saat diposisikan di air dengan kepala

ditegakkan. Masih banyak lagi gerakan refleks lain.

Gerakan refleks paling terkait dengan kemampuan tangan motorik halus

adalah gerakan refleks menggenggam atau refleks genggaman (palmar gras) di

mana bayi merapatkan jemarinya melingkupi sesuatu di telapaknya. Genggaman

ini begitu kuat awalnya sehingga bisa menopang tubuh bayi dan digunakan untuk

mengangkat tubuh bayi sepenuhnya saat sedang berbaring. Padahal, sebenarnya

melepaskan genggaman merupakan hal yang sulit bagi bayi. Anda mungkin harus

menguraikan jemarinya.

Respons tanpa sadar seperti ini berasal dari batang otak bawah dan batang

spinal dan akhirnya dikendalikan oleh pusat otak lebih tinggi di sistem saraf saat

anak dewasa. Bagian otak lebih tinggi ini menghambat gerakan refleks awal ini

setelah gerakan refleks tersebut punya tugas membantu bayi tak berdaya bertahan

hidup, pusat otak lebih tinggi lalu memungkinkan gerakan sadar yang

menggantikan gerakan refleks itu.

Gerakan refleks menggenggam berlangsung hingga sekitar usia 9 bulan.

Bayi tidak bisa mulai mengontrol tindakan tangan dan jemarinya dengan sadar

sebelum usia ini. Bayi mungkin menjangkau benda-benda tetapi tidak begitu

akurat-sebelum usia 6 bulan; melepas genggaman adalah masalah utama bayi.

Bahkan anak usia setahun mungkin berusaha keras melepaskan sebuah benda

dengan sadar, dan beberapa tidak bisa mengontrol “melepaskan” sebelum usia 1,5

tahun. Ini disebut “prehensi”, kemampuan menggenggam benda dan melepaskan.

Anak-anak di program anda akan menggunakan prehensi untuk menangani


25

peralatan melukis dan menulis serta benda manipulatif kecil (Beaty, 2013 : 236-

237).

c. Menstimulus Waktu (timing) Motorik Halus Anak

Kita mengerti bahwa, seperti kemampuan motorik kasar, kemampuan

motorik halus sadar tidak terjadi begitu saja; itu harus dipelajari secara alami dan

lalu dilatih oleh anak kecil. Apa ada periode waktu tertentu yang kemampuan

tertentu bisa paling baik dipelajari? Kapan sistem neuromuskuler cukup matang

baginya untuk mengendalikan gerakannya dan melakukan tindakan tertentu?

Haruskah kita menunggu hingga ia siap? Jawabannya : tidak juga. Seperti

kemampuan motorik kasar, kita sebaiknya mendorong anak-anak menggunakan

otot-otot kecil mereka setelah mereka bisa. Karena perkembangan anak itu

berbeda, periode waktu ini mungkin berbeda dengan berbagai anak.

Setiap diri kita memiliki jam biologi. Bagi sebagian kita, perkembangan

motorik halus berlangsung yang diprediksi, seperti diagram bagi pertumbuhan

fisik rata-rata. Bagi anak lain, perkembangan ini terjadi sedikit lebih telat atau

lebih cepat dari diagram itu. Perkembangan individual yang berbeda-beda ini akan

tampak pada anak-anak di program anda. Tiap anak punya jam biologis masing-

masing. Dan kecuali secara umum, baik anda maupun anak tidak mengetahui

“jam” berapa saat ini. Hal ini dikarenakan perkembangan tiap anak terjadi dalam

urutan tertentu, yang terbaik kita bisa lakukan adalah menilai perkembangan anak

lewat pengamatan dan memberinya kegiatan, material dan dorongan yang sesuai.

Apa ada “momen kritis” saat kemampuan motorik halus harus dipelajari

atau akan terlambat? Sekali lagi, tidak jelas, kecuali secara umum saja. Waktu
26

terbaik mempelajari sebuah kemampuan motorik halus sepertinya saat

kemampuan saat kemampuan itu berubah paling pesat. Tetapi karena tidak mudah

menentukan, paling baik adalah menawarkan berbagai kegiatan bagi semua anak

anda dan membantu mereka terlibat dengan kegiatan yang menawarkan

keberhasilan dan tantangan.

Dengan kata lain, semua anak anda “siap” mulai mengembangkan

kemampuan motorik halus mereka saat terdaftar dalam program anda. Anda tidak

perlu menunggu. Pertanyaannya bukan apa mereka “siap”, karena mereka

memang siap, tetapi apa Anda siap membantu mereka di wilayah perkembangan

penting ini. Agar sukses menjalankannya, Anda pertama-tama harus tahu dimana

posis tiap anak dalam perkembangan motorik halus, sehingga Anda bisa

membantu mereka meneruskan pertumbuhan dan pembelajaran mereka.

Anda mungkin ingin memilih mereka menggunakan delapan butir Daftar

Centang Motorik Halus. Butir ini merupakan perilaku teramati yang menampilkan

kemampuan motorik halus terkenal dari anak kecil di wilayah rotasi, manipulasi,

dan ketangkasan serta dominasi penggunaan tangan (Beaty, 2013: 237-238).

d. Ketangkasan dan Dominasi Penggunaan Tangan (Handedness)

Ketangkasan merupakan gerakan cepat dan tepat dan jemari. Anak-anak

usia empat dan 5 tahun pasti tangkas mengatur kancing dan resleting kecil dan

menuliskan huruf dan angka terbaca. Anak usia 3 tahun mungkin belum matang di

level ini. Itu semua tertuang proses neurologi, dengan kemampuan tertentu

ditempatkan di belahan otak kiri dan kanan. Dominasi penggunaan tangan


27

merupakan pengecualian dari proses ini tetapi mungkin tidak sepenuhnya

dominan hingga usia 6, 7, dan 8 tahun (Puckett & Black, 2005: 238).

Puccket dan Black selanjutnya menjelaskan pada kita bawah baik

dominasi penggunaan tangan kiri maupun kanan memfasilitasi penggunaan

kegiatan motorik halus mendorong pada koordinasi dan ketangkasan lebih baik

lagi. Mereka menyatakan ‘beberapa anak usia 4 dan 5 tahun yang dominasi

penggunaannya belum jelas terbentuk menggunakan kedua tangan dengan cakap,

beberapa anak menggunakan satu tangan untuk makan, dan tangan lain untuk

kegiatan lain seperti melempar atau menangkap. Tidak ada alasan menekankan

penggunaan satu tangan atas tangan lain, karena proses ini diatur oleh koneksi

neurologi rumit di otak.

Saran terbaik saat ini, sepertinya adalah mendukung membantu anak-anak

mengembangkan ketangkasan motorik halus, terlepas dari preferensi tangan

mereka. Anak-anak harus berhasil. Preferensi tangan yang kuat mungkin

membantu mereka menjalankan tugas motorik halus dengan tangkas. Jika anda

tahu seperti apa preferensi itu bagi anak-anak anda, anda bisa bantu mereka

mengembangkannya lebih lanjut dengan latihan dan umpan balik positif Janice J.

Beaty, (2013: 238).

C. Media Anyaman

1. Media

a. Pengertian Media

Media pembelajaran merupakan suatu bagian yang integral dari suatu

proses pendidikan di sekolah. Secara harfiah media berarti perantara/pengantar /


28

wahana/penyalur pesan/informasi belajar. Pengertian secara harfiah ini

menunjukkan bahwa media pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang

disampaikan oleh sumber atau penyalurnya yaitu guru pada sasaran atau penerima

pesan yakni siswa taman kanak-kanak yang sedang melakukan pendidikan.

Sedangkan tujuan penggunaan media pembelajaran adalah suatu proses

pembelajaran pendidikan antara seorang pendidik dengan peserta didik yang

berlangsung dengan baik.

Dengan demikian media pembelajaran pendidikan secara umum dapat

diartikan sebagai sarana atau prasarana yang dipergunakan untuk membantu

tercapainya tujuan pembelajaran, secara khusus media pembelajaran sebagai alat,

metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan

komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran dan

pengajaran di sekolah.

Sebelum memasuki diskusi dan pembahasan lebih lanjut mengenai

pendidikan anak usia dini, sebaiknya didefinisikan lebih dahulu apakah yang

dimaksud dengan PAUD itu sendiri. PAUD ialah jenjang pendidikan sebelum

jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang

ditunjukkan bagi anak sejak lahir sampai dengan 6 tahun yang dilakukan melalui

pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan

informal, Mursid, (2015:46).


29

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan

pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan

perkembangan fisik, (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir,

daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosioemosional (sikap dan

perilaku serta agama) bahasa komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-

tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Tujuan utama

diselenggarakannya PAUD yaitu sebagai berikut:

1) Membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yakni anak yang tumbuh

dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga

memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar

serta mengurangi kehidupan di masa dewasa.

2) Tujuan penyerta: membantu menyiapkan anak mencapau kesiapan

belajar (akademik) di sekolah. Rentang anak usia dini menurut pasal

28 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 ayat 1 adalah 0-6

tahun.

Belajar sambil bermain adalah sistem pendidikan yang umum diterapkan

di setiap lembaga pendidikan anak usia dini. Sistem ini telah lama

diimplementasikan di Indonesia, utamanya diterapkan tokoh pendidikan sekaligus

penyayang anak-anak, Pak Kasur yang bernama lengkap Soerjono. Seorang tokoh

pendidikan Indonesia Pusat, teori, dan praktik pendidikan yang diterapkan ialah

memandu cara mengajar “bermain sambil belajar” yang memandukan kurikulum

yang digariskan oleh pemerintah yaitu:


30

a) Cara mengajar melalui nyanyian

b) Membantu alat peraga untuk keperluan sekolah dengan bahan

sederhana

c) Permainan yang dibuat dan diberikan pada anak yang bertujuan untuk

keterampilan.

d) Upacara hormat bendera yang dilakukan setiap pagi sebelum dimulai

sekolah.

b. 1angkah-langkah Menyusun Media Sebagai Bahan Ajar

Pembelajaran

Ragam media tentunya tidak akan digunakan seluruhnya secara serentak

dalam kegiatan pembelajaran. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan media

tersebut. Untuk membuat media pembelajaran, harus mempertimbangkan media

tersebut. Dalam kriteria untuk mempertimbangkan guru atau pendidik kaitannya

dalam pemilihan media pembelajaran anak-anak sesuai dengan Kasus I. Nyoman

Sudana Degeng (1993: 26-27), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang harus

dipertimbangkan guru atau pendidik dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu:

1) tujuan instruksional; 2) efektivitas; 3) siswa.

Pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik. Media

yang akan digunakan dalam prses pembelajaran itu juga memerlukan perancangan

yang baik pula. Meskipun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa

seorang pendidik memiliki salah satu media dalam kegiatannya di kelas atas dasar

pertimbangan antar alain: pertamai, ia sudah merasa akrab dengan media itu.

Kedua, ia merasa media yang dipilihnya bisa menggambarkan lebih baik dari pada
31

dirinya sendiri. Ketiga, media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian

siswa, serta menuntunya pada penyajian yang lebih jelas dan dapat mempermudah

siswa terhadap apa yang disampaikan oleh pendidik.

Menurut Dick dan Cary (1985), dalam Musrid, (2015:48), disampaikan

kesesuaian dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada faktor lain

yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media antara lain: 1)

ketersediaannya sumber setempat. Artinya bila media yang bersangkutan tidak

terdapat pada sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri. 2)

apakah untuk membeli atau membuat sendiri tersebut ada dana, tenaga, dan

fasilitas. 3) faktor yang menyangkut kecocokan, kepraktisam dan ketahanan media

yang bersangkutan untuk waktu yang lama. 4) efektivitas biayanya dalam jangka

waktu panjang. Faktor-faktor yang perlu disikapi dalam pemilihan media

pembelajaran adalah: a) komunikatif, b) harganya yang murah, c) nilai

kepraktisannya, dan d) kondisi pemakaiannya. Untuk memilih media secara

efektif Kozma, (1978: 342), mengatakan bahwa pesan yang komunikatif harus

diperhatikan. Romiszowski, (1988: 57-58), menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi dalam memilih media pembelajaran yaitu: 1) metode pembelajaran

yang digunakan; 2) tujuan pembelajaran; 3) karakteristik pembelajaran; 4) aspek

kepraktisannya (biaya dan waktu); 5) faktor pemakaian.

Media membangkitkan keinginan dan minat baru, media membangkitkan

motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar lebih optimal, media

memberikan pengalaman yang menyeluruh dari sesuatu yang konkret maupun

abstrak. Oleh karena itu, media pembelajaran baik sebagai alat bantu pengajaran
32

maupun sebagai pendukung agar materi atau isi pelajaran semakin jelas dan

dengan mudah dapat dikuasai dari proses pembelajaran di kelas untuk mendapat

hasil belajar yang maksimal seorang pendidik harus mempunyai pengetahuan

tentang pengelolaan media. Tidak ada suatu media yang terbaik untuk mencapai

semua pembelajaran.

Penggunaan medua harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang

hendak dicapai. Mengingat itu, di dalam proses pembelajaran ada tiga komponen

yang saling berhubungan yaitu: 1) pembelajaran (guru, instruktur, dan tutor) yang

berfungsi sebagai komunikator, 2) pembelajaran (siswa, kanak kanak atau peserta

didik) yang berperan sebagai subjek penerima informasi. 3) bahan ajar yang

merupakan pesan yang akan disampaikan kepada peserta didik untuk dipelajari

(Situmorang, 2009) dalam Musrid, (2015: 48), penggunaan media dalam

pembelajaran dimaksudkan termasuk hambatan psikologis, hambatan fisik,

hambatan kultueal, dan hambatan lingkungan.

Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan, diantaranya 1)

memperjelas penyajian pesan, 2) mengatasi keterbelakangan ruang, 3) mengatasi

sifat pasif siswa. Dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil

pembelajaran, kita tidak boleh melupakan suatu hal yang sudah pasti

kebenarannya, bahwa pembelajaran harus sebanyak-banyaknya berinteraksi pada

sumber belajar (buku, internet, yang berhubungan dengan pengetahuan).

Tanpa sumber belajar yang memadai sulit diharapkan suatu proses

pembelajaran yang mengarah kepada tercapainya hasil belajar yang optimal.


33

Dengan demikian, penggunaan media belajar sebagai sumber belajar dalam

kegiatan pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting.

Media pembelajaran yang dapat membangkitkan minat, perhatian, dan

kreativitas siswa hendaknya menggunakan media yang menarik dan sesuai dengan

karakteristik siswa sehingga dapat memotivasi semangat belajar. Aspek

kemenarikan ini bisa dilakukan dengan pemilihan materi dan desain penyajian

media. Berdasarkan jenis di atas, anak-anak yang duduk di bangku sekolah di

mana kelak meereka akan terjun ke masyarakat. Di era globalisasi ini menurut

sumber daya manusia kita untuk bersaing sesuai dengan perkembangan zaman.

Sehingga siswa dalam usia ini gemar membentuk kelompok bermain usia sebaya.

Tugas guru adalah memberi kebebasan untuk memberikan informasi

kepada peserta didik. Azhar Arsyad mengungkapkan bahwa pemakaian media

pembelajaran dalam proses belajar-mengajar dapat membangkitkan keinginan dan

minat baru. Permainan ular tangga vocabulary for all simple word untuk

meningkatkan perbendaharaan kata bahasa Inggris siswa kelas 2 SD yang dapat

digunakan pada situasi pembelajaran yang sebenarnya.

Model pengembangan media yang digunakan adalah model

pengembangan edukatif yang berupa permainan. Permainan yang dapat

dimodifikasikan dengan menambahkan gambar atau tulisan tetapi tepat

menyajikan materi-materi pembelajaran di dalamnya serta mudah dimainkan oleh

peserta didik atau siswa kanak-kanak baik secara individu maupun secara

kelompok kemampuan berkomunikasi seseorang secara tulis maupun lisan.


34

Bahasa Inggris merupakan salah satu pelajaran bahasa asing yang telah

diajarkan di sekolah. Sebagai Bahasa Internasional, aspek kemenarikan ini dapat

dilakukan dengan menerapkan teknik belajar sambil bermain. Sesuai dengan latar

belakang yang telah diuraikan di atas, maka tujuan pengembangan ini adalah

untuk memperoleh media pembelajaran berupa permainan ular tangga. Misalnya

alat permainan yang akan dibuat adalah untuk mengembangkan keterampilan

berhitung, maka alat permainan yang didesain harus terfokus pada angka.

Kebutuhan anak akan bermain pada dasarnya sama, baik di kota maupun di desa.

Hal yang membedakan adalah bentuk dan jenis, frekuensi serta area bermainnya.

Di kalangan pendidikan anak-anak usia dini, hal tersebut direspon dengan

banyaknya lembaga pendidikan yang bermunculan.

Lembaga-lembaga tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk

memberikan ruang dan waktu kepada anak usia dini dan arti pentingnya bermain

bagi anak-anak dalam tinjauan akademis lembaga pendidikan (PAUD) bermain

merupakan setiap kegiatan untuk kesenangan yang ditimbulkannya tanpa

mempertimbangkan hasil akhirnya bermain dilakukan secara sukarela tanpa

adanya suatu paksaan.

Pengaruh bermain dalam perkembangan anak diantaranya: 1) fisik bermain

aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian

tubuhnya. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yang berlebihan bila

terpendam terus akan membuat anak tegang, gelisah mudah tersinggung. 2)

dorongan berkomunikasi agar dapat bermain lebih baik bersama yang lain anak

harus belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya
35

mereka harus mengerti terhadap apa yang disampaikan oleh anak lain. 3)

penyaluran bagi energi emosional yang terpendam untuk bermain.

Pemilihan Alat Permainan Edukatif (APE) didesain untuk kepentingan

pendidikan yaitu supaya mengopmtimalkan potensi kemanusiaan peserta didik.

Oleh karena itu, kita tidak boleh memilih alat permainan edukatif secara

sembarangan yang pada akhirnya hal ini justru dapat menjadi kontra produktif

dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Terkait dengan ini ada beberapa hal yang

harus diperhatikan dalam memilih bahan dan peralatan belajar untuk bermain

anak, diantaranya: ditunjukkan untuk anak usia dini, dapat berfungsi untuk

mengoptimalkan perkembangan anak.

Alat permainan edukatif harus dirancang sesuai dengan rentang usia anak

usia dini. Contohnya Puzzle yang dibuat sesuai dengan usia anak. Aspek-aspek

yang dikembangkan adalah aspek fisik motorik, (halus dan kasar) emosi, sosial,

bahasa, kognitif, dan moral dapat digunakan dengan berbagai cara. Alat

permainan edukatif dirancang dengan memperhatikan tingkat keamanan dan

keselamatan anak misalnya dalam penggunaan cat. Cat yang digunakan tidak

mengandung racun dan tidak mudah mengelupas. Jika menggunakan sudut

mainan tidak runcing melainkan tumpul agar tidak membahayakan anak.

Anak-anak dipenuhi pernyataan-pernyataan contohnya: Bagaimana saya

bisa membuat kereta api dari kotak-kotak ini? Bagaimana saya bisa memperoleh

kepiungan-kepingan teka-teki ini di ruang terbuka? Anak-anak memerlukan

kesempatan-kesempatan untuk menyelidiki lingkungan mereka dan memiliki

kebebasan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut.


36

Para guru adalah bagian terpenting dari proses pemecahan masalah. Para

guru bisa merangsang rasa ingin tahu anakanak dan memberi kemungkinan

kepada mereka untuk memecahkan masalah-masalah secara aktif. Para guru harus

rela membiarkan pernyataan-pernyataan anak untuk menuntun mereka ke dalam

kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek yang tidak selalu direncanakan. Melihat

semua sepatu boots berjejer di ruang masuk Jono bertanya kaki siapa yang paling

besar di kelas ini. Seorang pendidik seharusnya bisa dikatakan itu pernyataan

yang bagus dan kemudian mengatakan kepada Jono ia bisa memecahkan itu

dengan melihat-lihat sepatu boots itu. Untuk itu karena anak-anak tertarik, ia

membimbing mereka bisa mengetahui ini. Tommy bilang bahwa mereka bisa

melihat kaki.

Jono bilang bahwa mereka menderetkan sepatu itu dan mencari tahu kaki

siapa yang lebih besar dan siapa yang paling kecil. Di kelas bekerja sama

memecahkan masalah ini seoramg pendidik mendorong anak-anak untuk

mengajukan pertanyaan dan berpikir tentang cara-cara mengembangkan

pemecahan-pemecahan terhadap masalah mereka Musrid, (2015: 47-50).

c. Prinsip-Prinsip Pembuatan, Penggunaan, dan Pengembangan Media

PAUD

Menurut Musrid, (2015: 52), pengembangan media audio interaktif bagi

siswa tunanetra sangat penting. Disampaikan siswa dapat memahami apa yang

telah guru atau pendidik sampaikan siswa juga dapat meningkatkan keterampilan

berkomunikasi dan sebagai media pembelajaran sehingga dapat mempermudah

menyampaikan materi. Salah satu materi pokok mata pelajaran sains adalah
37

bagian tubuh hewan beserta kegunaannya yang dilakukan melalui pengamatan.

Namun, pada siswa tunanetra kegiatan itu sulit dilakukan karena keterbatasan

yang dimiliki.

Proses pembelajaran akan menjadi membosankan jika pendidik hanya

menyampaikan pemaparan fakta mengenai materi tersebut di depan kelas juga

akan menyebabkan verbalisme. Menggunakan media audio dapat menjadi

alternatif terhadap pemecahan masalah di atas. Tujuan pengembangan ini adalah

mampu menghasilkan suatu produk berupa media audio interaktif untuk

menghasilkan hasil belajar yang efektif yaitu siswa tunanetra dapat meningkatkan

komunikasi secara baik dan memahami materi yang diajarkan pada media audio

interaktif.

Pembuatan media pembelajaran berbasis teknologi informasi dan

komunikasi dalam program pendidikan anak usia dini haruslah terjadi pemenuhan

berbagai macam kebutuhan anak, mulai dari kesehatan, nutrisi, dan stimulus

pendidikan, juga harus dapat memberdayakan lingkungan masyarakat di mana

anak itu tinggal. Prinsip pelaksanaan program pendidikan anak usia dini harus

mengacu pada prinsip umum yang mengandung dalam konferensi hak anak, yaitu:

1) Nondiskriminasi, di mana semua anak dapat mengecap pendidikan usia dini

tanpa membedakan suku bangsa, jenis kelamin, bahasa, agama, tingkat

sosial, serta kebutuhan khusus setiap anak.

2) Dilakukan demi kebaikan terbaik untuk anak (the best interest of the child),

bentuk pengajaran, kurikulum yang diberikan harus disesuaikan dengan


38

tingkat perkembangan kognitif, emosional, konteks sosial budaya di mana

anak-anak hidup.

Dengan demikian, ada beberapa prinsip umum tentang pendidikan anak

usia dini. Anak adalah individu yang unik, tugas pendidik, baik tutor maupun

orang tua adalah seorang yang memberi pengarahan yang positif bagi

perkembangan anak, memberi cap negatif pada anak.

Perkembangan anak berkembang secara bertahap dan berkesinambungan.

Usia anak merupakan masa kritis. Semua aspek perkembangannya saling

berhubungan bakat dan lingkungan saling mempengaruhi perkembangan anak

tergantung pada motivasi atau stimulus dari dalam dan luar dirinya.

Perkembangan intelegensi juga bergantung pada pola pengasuhan. Perkembangan

anak tergantung pada hubungan antara pribadi, kesempatan mengekspresikan diri

dan bimbingan pada tiap tahap perkembangan anak.

Berdasarkan uraian di atas keluarga adalah tempat yang sangat penting

bagi pelaksanaan pendidikan anak usia dini, sebaba keluarga merupakan

pendidikan yang utama dan pertama bagi anak dalam rangka mengembangkan

potensi yang dimiliki. Setiap anak pada dasarnya memiliki komunikasi dengan

orang lain dan potensi lainnya, sehingga untuk mengembangkan potensi tersebut

harus diperlukan bimbingan dari orang tua, pendidik, atau orang dewasa lainnya

supaya memperoleh hasil maksimal dan positif. Pengembangan potensi tersebut

harus dimulai sejak usia dini, sebab pada usia tersebut merupakan dasar untuk

pengembangan berpikir pada masa berikutnya Musrid, (2015: 53-54)


39

2. Anyaman

a. Pengertian Anyaman

Menurut Sumanto (2005:119) berkreasi senirupa bagi anak TK selain

berupa kegiatan menggambar, melukis, mencetak, mozaik, montase, kolase,

melipat, menggunting juga diberikan pengenalan keterampilan menganyam.

Kegiatan menganyam dilakukan dengan cara menyusun bagian-bagian bahan

(pita) anyaman membentuk suatu motif anyaman atau membentuk model

anyaman. Melalui keterampilan menganyam diharapkan dapat mengembangkan

kompetensi rasa seni, ketekunan, kesabaran, dan kecekatan anak TK sejalan

dengan perkembangan rasa seninya.

Sumanto (2005: 119) menganyam adalah suatu kegiatan keterampilan

yang bertujuan untuk menghasilkan aneka benda atau barang pakai dan benda

seni, yang dilakukan dengan cara saling menyusupkan atau menumpang tindihkan

bagian-bagian pita anyaman secara bergantian. Lebih lanjut Sumanto (2005: 120)

menganyam adalah kegiatan menjalin pita yang disusun menurut arah dan motif

tertentu.

Menganyam diartikan juga suatu teknik menjalinkan lungsi dengan pakan.

Lungsi adalah pita atau iratan anyaman yang letaknya tegak lurus terhadap si

penganyam. Pakan adalah pita atau iratan yang disusupkan pada lungsi dan

arahnya berlawanan atau melintang terhadap lungsi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menganyam dalam

penelitian ini adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara saling menyusupkan

atau menumpang tindihkan bagian-bagian pita anyaman secara bergantian.


40

b. Manfaat Menganyam

Menurut Martha Christianti (2007: 90) menganyam banyak kegunaannya

bagi anak TK, selain mempunyai unsur pendidikan juga untuk mengembangkan

koordinasi mata dan tangan, antara lain:

a) Mengembangkan keterampilan motorik halus,

b) Dapat melatih sikap emosi anak dengan baik,

c) Anak dapat mengungkapkan perasaannya,

d) Dengan mengkoordinasikan mata dan tangan, anak dapat melatih

konsentrasinya,

e) Anak dapat membangkitkan minatnya dalam mengikuti pembelajaran,

f) Anak menjadi terampil dan kreatif,

g) Anak dapat belajar matematika,

h) Anak dapat mengenal kerajinan tradisional yang ditekuni oleh

masyarakat Indonesia.

c. Bahan dan Peralatan Menganyam

1. Bahan Anyaman

Menurut Sumanto (2005: 121-122) ada beberapa macam jenis bahan

anyaman yang dapat digunakan dalam kegiatan praktik keterampilan di

TK adalah sebagai berikut:

a. Kertas

Kertas yang digunakan untuk praktek menganyam di TK adalah

jenis kertas yang cukup tebal sehingga akan lebih mudah dalam

penggunaannya dan bisa menghasilkan bentuk anyaman yang baik.


41

Jenis kertas tersebut yaitu kertas gambar, kertas manila, kertas

buffalo, kertas asturo, kertas berwarn atau hias, kertas kalender,

dan lainnya.

b. Daun pisang

Penggunaan daun pisang pada kegiatan praktik menganyam

digunakan untuk mencoba membuat motif atau bentuk anyaman

yang bersifat sementara. Gunakan daun pisang yang sudah cukup

tua dan lembarannya cukup lebar. Dalam penggunaannya daun

pisang dirobek mengikuti serat daun dengan ukuran antara 1-2 cm,

kemudian dibentuk anyaman sesuai motif yang diinginkan. Selain

anak terampil menganyam kegiatan ini dapat mempraktekkan

karakter daun pada anak.

c. Daun kelapa (janur)

Penggunaan bahan daun kelapa (janur) pada kegiatan praktek

keterampilan di TK antara lain dapat dilakukan untuk melatih anak

membuat anyaman yang berbentuk anyaman pita, anyaman yang

berupa lembaran atau motif anyaman tunggal, anyaman ganda, dan

lainnya.

d. Pita

Bahan yang digunakan untuk membuat anyaman yaitu pita kado

(pita sintesis) dan bukan pita kain. Lebar pita disesuaikan dengan

bentuk anyaman yang akan dibuat.


42

e. Plastik

Plastik sebagai bahan anyaman telah dirancang sengaja untuk

bahan anyaman. Adapun besar kecilnya telah dirancang sesuai

dengan tujuannya. Plastik sebagai bahan kerajinan anyaman

banyak dijumpai atau dijual di tokotoko alat tulis, bentuknya

seperti sedotan minuman dengan pewarnaan langsung sehingga

tidak perlu mewarnai lagi.

f. Karet

Demikian juga dengan karet sebagai bahan anyaman telah

dirancang sengaja sebagai bahan kerajinan anyaman. Bahan ini

dapat dijumpai di toko alat tulis dengan bentuk lembaran-lembaran,

sehingga apabila akan dipakai harus dipotong-potong terlebih

dahulu menggunakan gunting atau cutter.

g. Bahan anyaman lainnya dapat disesuaikan dengan ketersediaan di

lingkungan sekitar dan tingkat kemudahan dalam penggunaannya.

Misalnya bahan alam seperti daun pandan, eceng gondok, iratan

bambu, pitri (iratan rotan), dan sebagainya.

2. Peralatan Menganyam

Peralatan menganyam yang digunakan yaitu:

a. Gunting digunakan untuk memotong lembaran kertas yang akan

digunakan untuk membuat bagian-bagian anyaman

b. Pisau atau cutter Pisau atau cutter digunakan untuk memotong dan

membelah bahan anyaman bambu dan rotan.


43

c. Alat ukur yaitu Penggaris yang digunakan untuk menentukan

ukuran panjang dan lebar sewaktu menyiapkan bagian-bagian

anyaman.

d. Bahan pembuatan yaitu lem kertas, kuas, pewarna dan lainnya

Dalam penelitian ini bahan yang digunakan untuk menganyam yaitu kertas

origami dan spon anti (gabus karet), peralatan lainnya seperti lem.

d. Model-Model Menganyam

Menurut Hajar Pamadhi (2008: 6.27) model anyaman ada beberapa

macam, diantaranya:

1) Motif Lurus

Terdiri dari 2 macam yaitu:

a) Anyaman sasak adalah teknik susup menyusup antara pakan dan

lungsi dengan langkah satu-satu atau diangkat satu ditinggal satu.

b) Anyaman kepar adalah susup menyusup antara lungsi dan pakan

dengan dua dua atau lebih.

2) Motif Biku/Serong Anyaman biku atau serong adalah anyaman yang

lungsi dan pakannya dibuat serong (miring) ke arah kiri dan kanan

dengan posisi 45 derajat dari letak penganyamnya. 3

3) Motif Truntum Anyaman motif truntum adalah perpaduan antara

anyaman tegak dengan anyaman serong sehingga membentuk segi

enam, kemudian disusupi iratan yang lebih kecil.

Model anyaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah motif lurus

terdiri dari dua macam yaitu motif anyaman sasak yang teknik menganyamnya
44

dengan cara menyusupkan antara pakan dan lungsi dengan langkah satu-satu atau

diangkat satu ditinggal satu dan motif anyaman kepar dengan cara menyusupkan

antara pakan dan lungsi dengan dua-dua.

e. Langkah-langkah Menganyam Pada Anak Usia Dini

Kerajinan menganyam dapat dikatakan berhasil apabila anak

dapatmenghasilkan karya anyaman. Sebelum anak mempraktikan berkarya

anyaman hendaknya diberikan latihan-latihan dan pengenalan media bahan dan

media alat sekaligus penggunaannya. Menurut Hajar Pamadhi (2008: 43) ada

beberapa cara contoh anyaman untuk anak usia dini yaitu:

1. Anyaman Tunggal

Anyaman ini adalah teknik susup menyusup antara pakan dan lungsi

dengan langkah satu-satu. Artinya angkat satu dan ditinggal satu (dengan

rumua A1, T1, A,1….dan seterusnya, kemudian diatasnya T1, A1, T1,

….dan seterusnya).

Gambar 2.1. Anyaman Tunggal

2. Anyaman Ganda Dua

Anyaman ini dengan teknik susup menyusup antara pakan dan lungsi,

tetapi berselang dua-dua. Artinya lungsi diangkat dua dan ditinggal dua

begitu seterus ke arah samping.


45

Gambar 2.2. Anyaman Ganda Dua

f. Keunggulan Media Anyaman

1. Dapat menumbuhkan rasa kreatifitas

2. Mudah dibuat sendiri

3. Dapat menghasilkan uang untuk dijual

4. Anyaman ini dapat dijadikan souvenir dari suatu wilayah

5. Warna yang cerah dan cantik dalam menganyam dapat menarik

perhatian.

g. Kekurangan Media Anyaman

1. Warna kurang menarik. Seharusnya warna dibuat lebih beragam, agar

dapat lebih menarik perhatian.

2. Kurangnya hiasan pada anyaman. Seharusnya diberi hiasan atau

apapun yang lebih membuat anyaman ini lebih cantik.

Anda mungkin juga menyukai