Membangun Kesadaran Etika Akuntan Berdas 1dac5990

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 306

MEMBANGUN KESADARAN ETIKA AKUNTAN BERDASARKAN

PERSPEKTIF INSAN KAMIL.


TRILOGI PEMIKIRAN IQBAL, HAWKINS DAN JUNG DALAM METODE CINTA

DISERTASI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Mencapai Gelar Doktor

Oleh:

Deasy Ariyanti Rahayuningsih


137020300112002

PROGRAM DOKTOR ILMU AKUNTANSI


PASCA SARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP

Deasy Ariyanti Rahayuningsih lahir dari orang tua Alm. Drs. Ruwahono dan Sri Indriyati

pada tanggal 31 Desember 1974 di DKI Jakarta. Deasy merupakan seorang Ibu dengan satu

putra, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan yang telah ditempuhnya adalah

SDN 02 Kodam Jakarta Barat, SMPN 127 Kebon Jeruk Jakarta dan SMAN 65 Kebon Jeruk

Jakarta Barat. Setelah lulus SMA tahun 1993, Deasy melanjutkan kuliah S-1 di Fakultas Ekonomi

Jurusan Akuntansi Universitas Trisakti Jakarta dan lulus di tahun 1998. Kemudian di tahun 1999,

Deasy melanjutkan kuliah S-2 di Pascasarjana Magister Sains Akuntansi, Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta dan lulus pada tahun 2001. Setelah lulus S-2, Deasy bergabung sebagai Dosen

Tidak Tetap di beberapa kampus di Jakarta dan Tangerang hingga tahun 2007. Pada tahun 2002

hingga sekarang, Deasy tercatat sebagai Dosen Tetap Yayasan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Trisakti (Trisakti School of Management) Jakarta. Selain berprofesi sebagai Dosen, Deasy

bergabung sebagai kontributor (penulis lepas) pada beberapa majalah remaja, bisnis serta tabloid

wanita di Jakarta dari tahun 2006 hingga 2008 dan juga bertanggungjawab sebagai pengelola

jurnal pada Jurnal Bisnis Akuntansi (JBA) dan Media Bisnis Akuntansi terbitan TSM dari tahun

2006 hingga 2010. Pada tahun 2013, Deasy melanjutkan kuliah S-3 di Program Doktor Ilmu

Akuntansi (PDIA) Universitas Brawijaya Malang untuk kelas Jakarta. Selain kesibukannya

sebagai akademisi, peneliti dan Ibu rumah tangga, Deasy banyak terlibat sebagai partisipan aktif,

pembelajar sejati, fasilitator dan relawan di beberapa komunitas sosial yang bergerak di bidang

pemberdayaan manusia dan riset sosial kemasyarakatan.

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbil Alamin, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
perkenan Rahmat dan Hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan studi di Program Doktor Ilmu
Akuntansi Universitas Brawijaya. Berkat kemurahan dan kasih sayang Allah, saya memperoleh
banyak hikmah pembelajaran dari perjalanan disertasi saya ini. Perjalanan yang menempatkan
saya agar lebih mampu mengenal diri dan memahami diri secara utuh, menjalani proses
pembelajaran dengan ikhtiar dan penuh kesabaran dengan harapan memperoleh cahaya ilahi
berupa ilmu pengetahuan. Semua itu tidak lepas dari bimbingan dan arahan Bapak Ibu Dosen
di Program Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan disertasi ini membutuhkan


kesabaran, ketelitian, ketekunan, kegigihan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu
dari lubuk hati saya paling dalam disertai rasa ikhlas dan ketulusan hati, saya mengucapkan
banyak terimakasih dan rasa hormat dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Brawijaya, Bapak Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani AR, MS yang telah
memberikan kesempatan memfasilitasi berbagai sarana pendidikan yang menunjang
saya selama menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya Malang.
2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Bapak Abdul Ghofar, M.Si., M.Acc., Ak., DBA
yang telah memberikan kesempatan memfasilitasi berbagai sarana pendidikan selama
menempuh S-3 di Program Doktor Ilmu Akuntansi FEB Universitas Brawijaya.
3. Ketua Program Studi Program Doktor Ilmu Akuntansi (PDIA) Bapak Aulia Fuad Rahman,
SE., M.Si., DBA.,SAS., Ak., CA yang telah memberikan perhatian, dukungan, saran dan
masukan terhadap kemajuan studi saya
4. Promotor, Bapak Prof Dr Made Sudarma. SE., MM., Ak. Terimakasih atas kemurahan
hati dan kebijaksanaan Prof dalam memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian
disertasi saya. Masukan dari Prof Made membuat diri saya tidak habis-habisnya
merenung, berkontemplasi serta merefleksikan keberadaan diri saya di dunia. Setiap
masukan dari Prof mengandung pembelajaran serta makna luar biasa bagi saya seorang
pembelajar dalam memaknai kehidupan. Saya juga memohon maaf atas
ketidakmampuan saya untuk menyelesaikan studi ini tepat waktu.
5. Co-promotor 1, Bapak Drs Ali Djamhuri., M. Com., Ph.D. Ak CPA. Terimakasih atas
bimbingan dan saran dari bapak, sehingga saya banyak belajar mengeksplorasi
kemampuan diri, belajar tehnik penulisan yang baik, memahami manusia dan

vi
karakteristiknya serta memahami materi e book dan jurnal-jurnal pemberian bapak.
Walaupun tulisan saya masih jauh dari sempurna, semangat dan arahan bapak dalam
membimbing, menggerakkan saya untuk terus belajar, memiliki keberanian untuk berpikir
out of the box khususnya saat menuangkan tulisan riset bertema spiritual ini. Mohon maaf
bapak, jika sekiranya alur berfikir saya tersendat, kaku dan terkesan kurang mengalir,
sehingga saya kurang komprehensif menuangkan tulisan tersebut.
6. Co-promotor 2, Bapak Drs. Nurkholis, M.Buss, Ak., Ph.D. Terimakasih saya haturkan
kepada Bapak yang tidak henti-henti mengingatkan saya akan pentingnya justifikasi
sehingga sebuah tulisan riset layak disebut sebagai tulisan ilmiah. Masukan dan wawasan
dari Bapak tentang Islamic Wordview, sesuatu yang baru bagi saya saat itu membuat diri
saya tertantang untuk mempelajarinya lebih dalam. Saya berusaha memahami dan
mencerna satu demi satu kajian topik tersebut dari berbagai komunitas yang saya ikuti.
7. Penguji eksternal Bapak Dr. Abdul Hamid Habbe., SE., M.Si. Terimakasih bapak atas
masukan serta saran Bapak terkait ayat-ayat qauliyah yang secara mendalam belum saya
ungkapkan dalam disertasi ini.
8. Ketua Penguji internal Bapak Prof. Dr. Sutrisno T., Ak, anggota penguji internal 1 Bapak
Prof Gugus Irianto., SE., M. SA., Ak., Ph.D serta anggota penguji internal 2 Bapak Aulia
Fuad Rahman., SE., M.Si., DBA., SAS., Ak., CA. Terimakasih untuk semua masukan dan
saran dari bapak semua untuk penyempurnaan disertasi ini.
9. Segenap Dosen dan Karyawan Pascasarjana FEB Universitas Brawijaya Malang
10. Segenap jajaran pimpinan dan civitas akademika dari Institusi Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Trisakti Jakarta (Trisakti School of Management). Terimakasih kepada Ketua
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti Bapak Arya Pradipta, SE., Ak., ME., CA beserta
jajaran struktural lainnya, para Wakil Ketua, Ketua Jurusan Akuntansi dan Sekretaris
Jurusan Akuntansi, Personalia dan Kepala Bagian lainnya serta para rekan dosen,
karyawan TSM dan mahasiswa Akuntansi. Terimakasih untuk semua dukungan yang luar
biasa yang telah diberikan kepada saya berupa beasiswa, kepercayaan dan keleluasaan
waktu (flexible time), sehingga saya dapat menyelesaikan disertasi ini. Meski demikian,
mohon maaf atas ketidakmampuan saya menyelesaikan studi S-3 ini tepat waktu.
11. Orang tua tercinta. Alm Drs Ruwahono dan Sri Indriyati beserta keluarga besar di Jakarta
dan Yogyakarta yakni Andriani Rahajuningsih, ST, Trihartanto, ST., MT, dan Drs
Sumarlan, M.Si beserta Ananda Axelle Farand Maestra. Terimakasih telah memberikan
dukungan semangat dan doa selama saya menempuh kuliah S-3. Mohon maaf atas

vii
kurangnya kebersamaan waktu serta perhatian yang kurang maksimal sepanjang
perjalanan disertasi ini.
12. Para informan dalam penelitian ini yakni Akuntan Publik (Auditor Eksternal), Akuntan
pendidik, Akuntan Manajemen, Akuntan Internal (Auditor internal dari Krakatau Steel dan
BPK). Terimakasih atas informasi ilmu yang luar biasa serta keleluasaan waktunya disela-
sela kesibukan Bapak Ibu semua.
13. Para Ustadz, Guru, Mentor (coach) dan teman-teman seperjalanan dari komunitas belajar
Pure Consciousness Indonesia dan Percepatan Evolusi Kesadaran, Kelas Bedah Buku
Hawkins Group, Mentoring Transcending Level of Consciousness, Sebut Saja Mawar
(SESAMA), Santosa Healing Mates, Ngaji Filsafat dan Tasawuf, Kelas Fushuf Hikam,
Nuralwala Pusat Studi Akhlak serta Kajian Rumi. Terimakasih untuk pembelajaran
kesadaran, filsafat dan tasawuf yang telah diberikan sehingga dapat mereguk ilmu
pengetahuan dan memahami semesta. Semoga kiranya proses pembelajaran ini
VHQDQWLDVD PHQJKLGXSNDQ ³FDKD\D NHLODKLDQ GDODP GLUL´ menumbuhkan kesadaran serta
mampu memberikan kebermanfaatan kepada sesama. Terimakasih kepada aktivis
relawan riset dari Peneleh Riset Institute untuk pembelajaran dan keilmuan yang telah
ditularkan kepada saya selama ini.
14. Komunitas PDIA dan Group PDIA 2013 kelas Jakarta. Terimakasih atas dukungan, waktu
dan kebersamaannya selama ini. Special thanks kepada Mba Ayudia Sokarina dan Mba
Erna Lovita serta Mba Eka Siskawati, Mba Ida Ayu, Mba Alia Ariesanti, Mba Sovi
Ismawati, Mba Uun Sunarsih, Mas Sultan dan Pak Adrian yang tidak pernah surut
memberikan semangat dan dukungan kepada saya dalam mengejar ketertinggalan.
15. Penerbit Javanica, Rumah Remedi, Jeda Wellnest dan Mahadaya Institute. Pihak-pihak
yang secara tidak langsung mengajak dan menggerakkan hati pikiran serta langkah saya
untuk bergabung dengan komunitas-komunitas belajar. Terimakasih telah mempermudah
jalan dan mengingatkan kepada diri ini bahwa proses penyelesaian disertasi ini
merupakan perjalanan kemenjadian menuju diri yang utuh, otentik dan selaras dengan
kehendak Tuhan.
16. Terakhir, pihak-pihak yang saya kenal secara pribadi maupun tidak dan tidak dapat saya
sebutkan satu persatu yang senantiasa hadir sepanjang saya menyelesaikan disertasi ini.
Terimakasih telah memberikan warna-warni dalam perjalanan disertasi saya. Setiap
gerak, ucapan serta langkah kalian telah memberikan spirit kepada saya agar senantiasa
semangat tanpa henti dan bergerak selaras menuju kehendak Tuhan.

viii
ABSTRAK

Deasy Ariyanti Rahayuningsih. Program Doktor Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(FEB) Universitas Brawijaya. Membangun Kesadaran Etika Akuntan Berdasarkan Perspektif
Insan Kamil. Trilogi Pemikiran Iqbal, Hawkins dan Jung dalam Metode CINTA. Promotor: Made
Sudarma, Co Promotor: Ali Djamhuri dan Nurkholis.
Penelitian ini bertujuan membangun kesadaran akuntan dalam beretika menurut perspektif Insan
Kamil. Dalam rangka menumbuhkan kesadaran etika, metode Consciousness In Nature
Transcendence in Action (CINTA) sebagai pemantik perjalanan akuntan dalam menumbuhkan
kesadaran etika (evolusi) sehingga mengalami proses kemenjadian menuju tingkatan Insan
Kamil. Metode CINTA dioperasionalkan menjadi tiga tahapan yang memuat perjalanan kedalam
diri dan penemuan diri sejati (intrapersonal), kesadaran tumbuh dari interaksi personal dan
lingkungan (interpersonal) serta kesadaran melampaui personal yang ada (transpersonal). Data
yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil
wawancara terhadap para informan akuntan, partisipasi peneliti serta pengamatan langsung.
Data sekunder merupakan data tekstual pemikiran M. Iqbal berupa gerak dan arah khudi menuju
Insan Kamil, pemikiran David R Hawkins mengenai Peta Kesadaran yang memuat perjalanan
jiwa serta pemikiran Carl Gustav Jung yang membahas psikologi transpersonal. Penelitian ini
menampilkan rekam jejak jiwa akuntan dalam menapaki proses kesadaran sehingga dapat
menumbuhkan nilai-nilai kesucian diri (fitrah) yang mampu memberikan pancaran cahaya ilmu
pengetahuan, nilai-nilai kesadaran yang menggerakkan potensi kreasi manusia, nilai-nilai
keilahian yang membentuk karakter diri serta nilai-nilai kesempurnaan yang menumbuhkan
benih-benih kebijaksanaan akuntan dalam beretika. Proses pertumbuhan kesadaran etika
akuntan tersebut akan menghasilkan bangunan ilmu pengetahuan, daya kreasi, karakter serta
kebijaksanaan diri.

Kata Kunci: kesadaran etika, transendensi, insan kamil, intrapersonal, interpersonal,


transendensi personal

ix
ABSTRACT

Rahayuningsih, Deasy Ariyanti. Doctoral Program in Accounting, Faculty of Economics and


Business, Universitas Brawijaya. Building the Ethical Awareness of Accountants based on
the Perspective of Al-Insan Al-.DPLO 7KH 7ULORJ\ RI ,TEDO +DZNLQV DQG -XQJ¶V 7KRXJKWV
in CINTA Method. Promoter: Made Sudarma, Co-Promoters: Ali Djamhuri and Nurkholis.

This study aims to build the ethical awareness of accountants according to the perspective of al-
insan al-kamil, in which Consciousness in Nature Transcendence in Action (CINTA) method was
XVHG DV WKH VSDUNHU RI DFFRXQWDQWV¶ MRXUQH\ LQ JURZLQJ WKH DZDUHQHVV WKDW OHDGV WKHP WR WKH
predicate of al-insan al-kamil. The aforementioned method was operated in three stages: journey
to the inner-self and discovery of true self (intrapersonal), awareness resulting from the interaction
EHWZHHQ RQH¶V VHOI DQG WKH HQYLURQPHQW LQWHUSHUVRQDO DQG DZDUHQHVV VXUSDVVLQJ WKH H[LVWLQJ
self (transpersonal). Primary and secondary data were used; the former was gathered from
interviews to accountants, participations, and direct observations, and the latter is textual data
from the ideas of M. Iqbal concerning the movement and the direction of self (khudi) toward al-
insan al-kamil, David R. Hawkins regarding the awareness map of spiritual journey, and Carl
Gustav Jung about transpersonal psychology.7KLV VWXG\ SUHVHQWV WKH WUDFN UHFRUG RI DFFRXQWDQW¶V
spirit in their process toward awareness that eventually grows self-holiness values (fitrah) which
radiate lights of knowledge, awareness values that drive the creative potential of human, divine
values that shape self-character DQG SHUIHFWLRQ YDOXHV WKDW JURZ VHHGV RI DFFRXQWDQWV¶ ZLVGRP
LQ WKHLU HWKLFDO SUDFWLFHV 7KH SURFHVV RI DFFRXQWDQW¶V ethical awareness cultivation will produce
structures of science, creative power, self-character, and self-wisdom.

Key words: ethical awareness, transcendence, al-insan al-kamil, intrapersonal, interpersonal,


personal transcendence

x
KATA PENGANTAR

Disertasi ini merupakan hasil dari kegelisahan dan rasa keingintahuan peneliti tentang
gerak jiwa akuntan dalam mematuhi ketentuan terkait regulasi, kebijakan serta norma aturan
(kode etik) yang mengatur perilaku etis akuntan serta bagaimana jiwa akuntan tersebut mampu
menumbuhkan sikap dan perilaku tertentu dalam beretika. Arah jiwa bergerak laksana arus air
yang mengalir dari hulu ke hilir dimana aliran tersebut bergerak menuju arah tertentu sesuai
muatan kehendak yang menggerakkannya. Begitupula dengan proses internalisasi diri yang
menjadi jembatan diri akuntan menuju tahapan kesadaran. Kesadaran merupakan energi
pendukung bagi gerak jiwa akuntan dalam bersikap dan berperilaku. Menumbuhkan kesadaran
etika merupakan rangkaian perjalanan spiritual akuntan menuju proses penyempurnaan diri.
Perjalanan yang tidak mengenal waktu sepanjang hayat masih dikandung badan merupakan
proses bertumbuh menuju penyempurnaan diri dimana keutuhan, keseimbangan dan
keselarasan dengan semesta nantinya akan tercipta. Kesadaran etika dalam konteks
pengetahuan akuntansi senyatanya merupakan pintu gerbang akuntan agar kehendak dirinya
bergerak selaras dengan kehendak Tuhan. Perjalanan menuju tingkat ketaatan dan kepatuhan,
bukan semata-mata didasari atas pemberlakuan fungsi regulasi serta norma yang ada melainkan
atas dasar hakekat dan fungsi penciptaan diri manusia sebagai Abdullah dan Khalifah Allah.
Kepatuhan dan ketaatan akuntan terhadap regulasi atau norma tidak semata-mata mengandung
muatan sanksi moral serta tuntutan penghakiman dari lingkungan yang mampu memberikan efek
punishment terhadap pelaku tindakan pelanggaran tersebut, melainkan dari unsur kerelaan serta
keikhlasan yang menyeruak muncul melakukan upaya penyadaran.

Uraian dalam bab-bab disertasi ini, diharapkan mampu menggugah pembaca terhadap
makna penting kesadaran serta bagaimana proses menumbuhkan kesadaran beretika akuntan
sehingga mampu memberikan respon serta tindakan yang bertanggungjawab dalam menyikapi
kebijakan, regulasi serta norma aturan yang berlaku. Oleh sebab itu proses krusial untuk
menumbuhkan kesadaran beretika adalah melalui keterlibatan serta peran jiwa akuntan dalam
merangkai perjalanan dirinya.

Bab satu merupakan Pendahuluan yang menggambarkan realita dan harapan akuntan
dalam keberlangsungan etika. Realita tersebut meliputi keberadaan akhlak dan agama dalam
praktek etika serta keberadaan etika pada manusia, lingkungan serta ilmu pengetahuan.
Pembahasan selanjutnya mengenai hakikat manusia dan sumber etika dalam ilmu pengetahuan.

xi
Kemudian keberadaan etika dalam jaringan interdisipliner ilmu mengalami perkembangan dari
masa ke masa. Kajian etika dalam berbagai sudut pandang juga dibahas baik dari Islamic
worldview, spiritualitas dan sufistik. Bab dua memaparkan metodologi penelitian yang mengkaji
kesadaran etika akuntan dari sudut pandang Insan kamil. Paparan tersebut meliputi hakikat diri
Insan kamil, ontologi serta epistemologi dalam perspektif Insan kamil. Bab tiga memaparkan
kesadaran beretika akuntan dari perpektif Insan kamil menurut sudut pandang M. Iqbal. Bab
tersebut memuat pengalaman dan pembelajaran M Iqbal dalam mengenal manusia serta tahapan
perjalanan manusia menuju tingkatan Insan Kamil. Tahapan tersebut berupa pemahaman dan
pengenalan jati diri, aktualisasi diri dalam beretika, evolusi kesadaran rohani menuju proses
penyempurnaan diri serta kesadaran ilahiyah. Bab empat menjelaskan lebih lanjut pemikiran
David R Hawkins dan Carl Gustav Jung sebagai pendukung pemikiran M Iqbal dalam kesadaran
Etika Akuntan. Bab tersebut memuat perjalanan dan pembelajaran hidup David R Hawkins,
pemahaman beliau tentang manusia dan Insan Kamil serta menilai psikologi transpersonal Jung
bersama M. Iqbal. Psikologi Transpersonal Carl Gustav Jung mengenai etika dan akhlak manusia
memuat nilai-nlai spiritual didalamnya. Pada akhirnya peneliti merancang sebuah piramida
sebagai strategi pencerahan umat manusia

Bab lima membahas analogi titik sebagai sebuah simbol kesucian diri manusia yakni
metamorfosis penemuan diri sejati. Bab tersebut membahas kesadaran bertauhid yang menjadi
awalan dan akhiran perjalanan jiwa akuntan menuju kesucian diri. Dalam aktivitas jiwa tersebut,
akuntan membutuhkan kebebasan kehendak dalam memilih. Meskipun demikian niat disertakan
sebagai upaya penegasan dan pengukuhan diri agar senantiasa kembali pada kesadaran awal
penciptaan. Dengan demikian perwujudan diri (khudi self) dalam Intrapersonal akan tercapai. Bab
enam menjelaskan mengenai realita akuntan dalam beretika, sebuah lakon kehidupan
(interpersonal) tanpa batas dalam mengaktivasi potensi diri. Bab tersebut menjelaskan
perjalanan jiwa akuntan dalam menapaki evolusi kesadaran dimana professionalisme akuntan
ditempa saat menghadapi realita praktek etika yang tidak sesuai dengan harapan. Akuntansi
yang ruang lingkupnya dipengaruhi oleh unsur-unsur kapitalisme mengandung muatan
materialistik sehingga mengakibatkan kemelekatan duniawi menempati porsi terbesar pada jiwa-
jiwa akuntan yang mengalami keterpisahan dengan hakekat. Realita tersebut seolah
menunjukkan pertentangan posisi yang mengutamakan dominasi label sosial (atribut) atau
menekankan unsur hakekat dalam masing-masing jiwa akuntan. Dengan demikian jiwa akuntan
berada pada persimpangan jalan yang memunculkan sebuah konflik batin berujung dilema saat
mengambil keputusan. Bab tujuh memaparkan trans(edensi) personal sebagai upaya
menumbuhkan cinta ilahi dalam diri, sebuah evolusi kesadaran. Bab tersebut mencoba mengurai

xii
keruwetan dilema yang dihadapi akuntan sehingga tergugah jiwanya untuk menggeser
paradigma mereka dalam berfikir. Jiwa akuntan hendaknya senantiasa melakukan pensucian
jiwa dan self healing dalam menumbuhkan tingkat subyektivitas dalam diri. Dalam pertumbuhan
tersebut terjadi dialektika sebagai jalan menemukan kebenaran dalam diri. Disini terjadi sintesis
pengetahuan yang nantinya menginternalisasi diri dan menumbuhkan kesadaran intuitif. Proses
kemenjadian sebagai proses pergerakan jiwa tanpa henti dalam menggapai kesadaran ilahi.
Proses penyaksian diri atas Laa Illaaha Illallah dalam segenap wujud kehidupan merupakan
perjalanan menuju cahaya dan sarana perwujudan diri (khudi-self) dalam transpersonal. Saat diri
mengalami evolusi kesadaran, jiwa akuntan senantiasa berjalan menuju kebermanfaatan,
keseimbangan dan keselarasan dalam kehidupan. Proses harmonisasi CINTA dalam alunan
semesta menghantarkan jiwa-jiwa akuntan bergerak menuju Insan Kamil.

Bab delapan mengajak pembaca mensintesis pemikiran yang tertuang di bab lima, enam
dan tujuh menjadi bentuk CINTA dalam Trilogi Pemikiran Iqbal, Hawkins dan Jung yakni sebuah
dekonstruksi kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil. Bentuk CINTA merupakan
metafora dari Consciousness In Nature Transcendence in Action sebagai penjabaran dari
tahapan perjalanan akuntan dalam menumbuhkan kesadaran beretika. Penjabaran tahapan yang
merupakan rangkaian evolusi kesadaran manusia merupakan novelty dalam penelitian yang
belum banyak diungkapkan dalam penelitian etika sebelumnya. Kesadaran etika akuntan
bermula dari proses pengenalan dan pemahaman akan jati diri. Kemudian diikuti dengan
hubungan interpersonal akuntan dalam beretika. Trans(edensi) personal sebagai gerak jiwa
akuntan dalam menumbuhkan cinta ilahi dalam diri merupakan proses kemenjadian yang tidak
mengenal akhir. Pembaca dapat melihat upaya perjalanan jiwa akuntan dalam menumbuhkan
kesadaran beretika melalui proses pertumbuhan, pergerakkan dan penyelarasan nilai-nilai
kesucian, kesadaran, ketuhanan dan kesempurnaan dalam intrapersonal, interpersonal dan
transpersonal. Bab sepuluh merupakan penutup yang mengajak pembaca mengingat kembali
rangkaian pertumbuhan kesadaran beretika akuntan secara mendalam. Rangkaian tersebut
kemudian didedikasikan dalam bentuk implikasi penelitian, keterbatasan, dan saran penelitian
selanjutnya, sehingga pembaca mampu mencerna dan memahami isi disertasi secara
keseluruhan. Selamat membaca, semoga bermanfaat!

Jakarta, April 2022

Penulis

xiii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI DISERTASI iii
PERNYATAAN ORISINAL DISERTASI iv
RIWAYAT HIDUP v
UCAPAN TERIMAKASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
KATA PENGANTAR xi
DAFTAR ISI xiv
DAFTAR TABEL xix
DAFTAR GAMBAR xx
DAFTAR LAMPIRAN xxi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Realita dan Harapan Akuntan dalam Keberlangsungan Etika 1
1.1.1 Keberadaan Akhlak Manusia dalam Praktek Etika 3
1.1.2 Keberadaan Agama (Islam) dalam Etika dan Ilmu Pengetahuan 4
1.1.3 Lingkungan Bisnis dalam Kajian Etika dan Ilmu Pengetahuan 7
1.1.4 Hakekat Manusia sebagai Sumber Etika dan Ilmu Pengetahuan 9
1.1.5 Etika dalam Jaringan Interdisipliner Ilmu 13
1.1.6 Teori Etika dari Masa ke Masa 16
1.1.7 Etika dalam Islamic Worldview 21
1.1.8 Insan Kamil dalam Perspektif Sufisme 24
1.1.9 Etika Akuntan dalam Spiritualitas 28
1.2 Akuntansi dan Profesi Akuntan dari Masa ke Masa 31
1.3 Motivasi Penelitian 41
1.4 Fokus dan Masalah Penelitian 42
1.5 Tujuan Penelitian 43
1.6 Kontribusi Penelitian 43

xiv
1.6.1 Kontribusi Teori 43
1.6.2 Kontribusi Praktis 44
1.6.3 Kontribusi Kebijakan 44

BAB II PARADIGMA DAN METODOLOGI MEMBANGUN KESADARAN ETIKA


AKUNTAN DALAM PERSPEKTIF INSAN KAMIL
2.1 Pengantar 46
2.2 Paradigma Spiritualis sebagai Cara Pandang 47
2.3 Hakikat Diri Insan Kamil 48
2.4 Ontologi dalam Perspektif Insan Kamil 49
2.5 Epistemologi dalam Perspektif Insan Kamil 50
2.6 Perspektif Insan Kamil dalam Membangun Kesadaran Etika Akuntan 50
2.7 Trilogi Pemikiran Iqbal, Hawkins dan Jung sebagai Jalan Akuntan
Menumbuhkan Kesadaran Etika 54
2.8 Metode Penelitian, Gerak dan Langkah Jiwa Akuntan dalam Memperoleh
Kesadaran Beretika 57
2.8.1 Situs dan Informan Penelitian 60
2.8.2 Jenis Data 62
2.8.3 Metode Pengumpulan Data 62
2.8.4 Metode Analisis Data 63
2.9 Penutup 68

BAB III KESADARAN BERETIKA AKUNTAN DARI PERSPEKTIF INSAN KAMIL


BERDASARKAN PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL
3.1 Sekilas Pandang Pemikiran Muhammad Iqbal: Dunia dan Manusia
dalam Pandangannya 70
3.2 Perspektif Insan Kamil dalam Pemikiran Muhammad Iqbal 78
3.2.1 Pahami dan Kenali Jati Dirimu sebagai Upaya Penemuan
Intrinsic Order 80
3.2.2 Aktualisasi Diri Akuntan dalam Beretika sebagai Proses
Perjalanan Jiwa Merealisasikan Instrinsic Order 83
3.2.3 Evolusi Kesadaran Rohani: Menuju Proses Penyempurnaan Diri
yang Utuh 84

xv
3.2.4 Kesadaran Illahiyah: Sarana Menuju Pencerahan (Insan Kamil) 86
3.3 Penutup 87

BAB IV LEBIH LANJUT PEMIKIRAN DAVID R HAWKINS DAN CARL GUSTAV JUNG
DALAM KESADARAN ETIKA AKUNTAN: AS THE SUPPORTING THOUGHT
4.1 Sekilas Pandang Pemikiran David R Hawkins 89
4.1.1. Perjalanan dan Pembelajaran Hidup David R Hawkins 89
4.1.2 Manusia dalam Perspektif David R Hawkins 92
4.1.3 Perspektif Insan Kamil dalam Pemikiran David R Hawkins 95
4.1.4 Keberadaan Psikologi Transpersonal Jung dalam Pemikiran
Iqbal dan Hawkins 96
4.2 Psikologi Transpersonal dalam Pemikiran Carl Gustav Jung 98
4.3 Pandangan Psikologi Transpersonal terhadap Etika dan Akhlak Manusia 100
4.4 Nilai Spiritual dalam Psikologi Transpersonal 105
4.5 Piramida Strategi Pencerahan Umat Manusia: Integrasi Pemikiran
Hawkins dan Jung dalam Pemikiran Iqbal (IHJ) 106
4.6 Penutup 116

BAB V $1$/2*, ³7,7,.´ '$/$0 .(68&,$1 ',5, 0$186,$ 0(7$025)26,6


PENEMUAN DIRI SEJATI
5.1 Pengantar 119
5.2 Kesadaran Bertauhid: Awal dan Akhir Perjalanan Menuju Kesucian Diri 121
5.3 Kebebasan dan Kehendak Jiwa dalam Memilih: Konfirmasi Jawaban atas
Pengenalan Diri 125
5.4 Niat sebagai Upaya Menguatkan Jiwa Kembali Pada Kesadaran Awal
Penciptaan (Tauhid) 129
5.5 Perwujudan Diri (Khudi-Self) dalam Intrapersonal 130
5.6 Penutup 133

BAB VI REALITA AKUNTAN DALAM BEREKTIKA: LAKON KEHIDUPAN


(INTERPERSONAL) TANPA BATAS DALAM MENGAKTIVASI POTENSI DIRI
6.1 Pengantar 137
6.2 Perjalanan Jiwa Akuntan dalam Sebuah Evolusi 139
6.3 Profesionalisme Akuntan dalam Realita dan Harapan: Perwujudan Diri

xvi
dalam Interpersonal 148
6.4 Label Sosial (Atribut) vs Hakikat: Kemelekatan Duniawi sebagai Tonggak
Keterpisahan Jiwa dengan Hakikat 167
6.5 Akuntan dalam Persimpangan Jalan: Konflik Batin Berujung Dilema dalam
Pengambilan Keputusan 172
6.6 Penutup 179

BAB VII TRANS(ENDENSI) PERSONAL SEBAGAI UPAYA MENUMBUHKAN CINTA


ILAHI DALAM DIRI: SEBUAH EVOLUSI KESADARAN
7.1 Pengantar 183
7.2 Mengurai Keruwetan Dilema Akuntan: Menggugah Jiwa dan Menggeser
Paradigma Berfikir 185
7.3 Pensucian Jiwa dan Kemampuan Self Healing: Menumbuhkan Tingkat
Subyektivitas dalam Diri 189
7.4 Dialektika sebagai Proses Menemukan Kebenaran dalam Diri
(Sintesis Pengetahuan) 191
7.5 Internalisasi Diri sebagai Upaya Menumbuhkan Kesadaran Intuitif 198
7.6 3URFHVV ³On Becoming´ 3HUMDODQDQ 7DQSD +HQWL 0HQJJDSDL
Kesadaran Ilahi 203
7.7 3HQ\DNVLDQ 'LUL DWDV µ/DD ,ODDKD µ,OODOODK¶ dalam Segenap Wujud Kehidupan:
Sebuah Perjalanan Menuju Cahaya 209
7.8 Perwujudan Diri (Khudi-Self) dalam Transpersonal 211
7.9 Evolusi Kesadaran sebuah Jalan Menuju Kebermanfaatan, Keseimbangan
dan Keselarasan dalam Kehidupan 213
7.10 Kesadaran Illahiah sebagai Dasar Manifestasi Insan Kamil: Harmonisasi
Cinta dalam Alunan Semesta 217
7.11 Penutup 225

%$% 9,,, ³&,17$´ '$/$0 75,/2*, 3(0,.,5$1 ,4%$/ +$:.,16 '$1 -81*
DEKONSTRUKSI KESADARAN ETIKA AKUNTAN DALAM PERSPEKTIF
INSAN KAMIL
8.1 Multidisiplin Ilmu dalam Membangun Kesadaran Etika Akuntan:
Sebuah Pengantar 236

xvii
8.2 Menumbuhkan Nilai-Nilai Kesucian, Kesadaran, Ketuhanan dan
Kesempurnaan Melalui Perwujudan Diri dalam Intrapersonal 240
8.3 Menggerakkan Nilai-Nilai Kesucian, Kesadaran, Ketuhanan dan
Kesempurnaan Melalui Perwujudan Diri dalam Interpersonal 242
8.4 Menselaraskan Nilai-Nilai Kesucian, Kesadaran, Ketuhanan dan
Kesempurnaan Melalui Perwujudan Diri dalam Trans(edensi)personal 245
8.5 Konstruksi Kesadaran Etika Akuntan Berdasarkan Perspektif
Insan Kamil 249
8.6 Perbandingan Pertumbuhan Kesadaran Etika Akuntan dalam
Potret Besar Informan Akuntan dan Perspektif Insan Kamil 251
8.7 Operasionalisasi Kesadaran Etika Akuntan Berdasarkan Insan Kamil 261
8.8 Penutup 266

BAB IX SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN


BERIKUTNYA

9.1 Pengantar 269


9.2 Simpulan 269
9.3 Implikasi Penelitian 277
9.3.1 Implikasi Teoritis 278
9.3.2 Implikasi Kebijakan 279
9.3.3 Implikasi Praktis 280
9.4 Keterbatasan 281
9.5 Penelitian Lanjutan 283

DAFTAR PUSTAKA 285

LAMPIRAN 292

xviii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Karakteristik Akuntansi dan Akuntan di Era Modernisme


dan Posmodernisme 37
Tabel 1.2 Perbedaan Traditional Accountant dan Business Professionals 41
Tabel 2.1 Daftar Nama Informan Penelitian 61
Tabel 8.1 Perbandingan Kesadaran Etika Akuntan dalam Potret
Besar Informan Akuntan dan Perspektif Insan Kamil 258

xix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Model Pengembangan Teori Etika 17


Gambar 1.2 Proses Penjabaran Prinsip Etika 20
Gambar 1.3 Individual Ethical Decision Making and Behaviour 20
Gambar 1.4 Serangkaian Aktivitas dalam Islam 22
Gambar 1.5 Insan Kamil dalam Berbagai Perspektif 27
Gambar 2.1 Metode Analisis Data 67
Gambar 3.1 Relasi Manusia dan Tuhan 72
Gambar 3.2 Peningkatan Individualitas dalam Perspektif Iqbal 74
Gambar 3.3 Perjalanan Khudi Menuju Manusia Sempurna 79
Gambar 3.4 Tahapan Menuju Keseimbangan dalam Diri Manusia 82
Gambar 3.5 Kualitas Jiwa Manusia 85
Gambar 4.1 Proses Evolusi Manusia 94
Gambar 4.2 Lapisan Kesadaran dan Fungsi Manusia 102
Gambar 4.3 Tingkat Kesadaran dan Fungsi Manusia dalam Kajian
Psikologi Transpersonal 103
Gambar 4.4 Keterkaitan Psikologi Transpersonal dan Pencerahan 104
Gambar 4.5 Alur (Flow) Kesadaran Spiritual 105
Gambar 4.6 Pertumbuhan Kesadaran dalam Metafora Pohon 108
Gambar 4.7 Jalan Kembali ke Negeri Asal 111
Gambar 4.8 Piramida Kesadaran dalam Pemikiran IHJ (Iqbal Hawkins Jung) 114
Gambar 7.1 Proses Menuju Insan Kamil 185
Gambar 7.2 Proses Dialektika 192
Gambar 7.3 Kesempurnaan Sifat dalam Insan Kamil 235
Gambar 8.1 Multidisiplin Ilmu dalam Membangun Kesadaran Etika
Akuntan Berdasarkan Insan Kamil 239
Gambar 8.2 Esensi Diri 242
Gambar 8.3 Konstruksi Kesadaran Etika Akuntan dalam Perspektif
Insan Kamil 250
Gambar 8.4 Evolusi Kesadaran Jiwa Akuntan 264
Gambar 8.5 Nilai-Nilai dalam Evolusi Kesadaran 265

xx
Gambar 8.6 Keberadaan Diri, Regulasi dan Pelanggaran (Kesalahan)
dalam Etika Akuntan 266

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Biografi Intelektual Muhammad Iqbal, David R Hawkins


dan Carl Gustav Jung 292
Lampiran 2 Peta Kesadaran Hawkins 294
Lampiran 3 Stadium Kesadaran dalam Psikologi Transpersonal Jung 295
Lampiran 4 Daftar Pertanyaan Wawancara Informan 300

xxii
BAB I

PENDAHULUAN

That is necessary for the triumph of evil is that good men do nothing
(Edmund Burke, 1729-1797)

1.1 Realita dan Harapan Akuntan Terhadap Keberlangsungan Etika

Etika merupakan tatanan perilaku yang mendasarkan diri pada sistem nilai yang berlaku

umum di masyarakat. Keberhasilan etika terjadi karena pengenaan sanksi terhadap pelanggaran

regulasi atau norma menekankan manusia patuh dan taat dalam beretika. Regulasi atau norma

memuat aturan tehnis yang mengedepankan sanksi pelanggaran sehingga memunculkan

ketidakberdayaan diri. Fungsi moralitas bekerja mengidentifikasi sesuatu atas dasar kesalahan

maupun kebenaran yang bersifat relatif, terlebih saat fungsi otoritatif memiliki peran dan kuasa

didalamnya. Regulasi memiliki peluang atau celah untuk dilanggar oleh oknum atau pihak tertentu

yang memiliki kuasa kepentingan didalamnya.

Begitupula dengan fenomena yang terjadi di Indonesia, dimana proses pembelajaran dan

pengajaran akuntansi tidak menampilkan secara holistik keberadaan akuntansi. Proses

pendidikan yang tidak berbasis kenyataan jiwa justru memberlakukan logika mesin pada

manusia. Kondisi tersebut mengakibatkan kesadaran kolektif masyarakat terputus dan menjadi

partikular sifatnya. Penerapan tersebut tentu tidak tepat karena ruh manusia sebagai wadah

percikan cahaya illahi tidak dapat disamakan dengan mekanisme kerja robot yang dikatakan

semakin canggih apabila mampu menginput banyak olahan data. Mekanisme kerja robot justru

menggerus kemampuan intelektual manusia, menimbulkan ketidakberdayaan diri saat

memahami esensi pelanggaran etika secara utuh sehingga mendorong timbulnya perilaku

anarkis.

1
2

Dalam bidang akuntansi sendiri, pembahasan etika seringkali merujuk pada

pertimbangan etis akuntan profesional. Masyarakat yang kurang tanggap terhadap

perkembangan isu etika saat ini seringkali mengalami kebingungan moral dan dilema etis (Mc

Phail & Walters Diane, 2009). Pertimbangan etis sebagai sisi terdalam jiwa mampu mengarahkan

keputusan akuntan agar senantiasa berperilaku dan bertindak etis (Triyuwono, 2015). Akuntan

selaku intelektual hendaknya mampu mengatasi dilema etis karena jika tidak akan berujung pada

skandal keuangan, pelanggaran regulasi serta penyalahgunaan kode etik profesi1. Berbagai jenis

pelanggaran etika telah terjadi di berbagai belahan dunia seperti di USA, Australia dan Italia2. Di

Indonesia sendiri pelanggaran etika yang terjadi berupa penyelewengan dana haji, korupsi

milyaran hingga triliunan rupiah dalam proyek pemerintahan dan dana bantuan sosial serta

tindakan suap yang melibatkan oknum tertentu sehingga merugikan keuangan negara. Kasus

pelanggaran yang melibatkan aktor intelektual ELDVDQ\D PHPLOLNL ³XQVXU NUHDVL´ GLGDODPQ\D 2OHK

sebab itu intelektualitas tanpa keberadaan spiritual akan membatasi ruang lingkup manusia

dalam berfikir, bersikap dan bertingkah laku.

Kemampuan intelektual memiliki keterbatasan menggerakkan kemampuan manusia

dalam berfikir, bersikap dan bertingkah laku (linier). Lain halnya dengan kemampuan spiritualitas

yang memiliki keleluasan tanpa batas dan tidak terbatas (non linier). Kondisi tersebut seharusnya

menjadi target pembelajaran dunia pendidikan dan pengajaran. Ilmu yang dihasilkan dari proses

pendidikan dan pengajaran seharusnya menjadi refleksi diri atas kemampuan manusia yang

menjadi bahan introspeksi bersama, bukan sekedar hasil proyeksi serta introyeksi yang lamban

laun menimbulkan kelemahan jiwa serta gangguan persepsi. Dalam keadaan tersebut

diharapkan siswa mampu mengeksplorasi sisi terdalamnya yakni potensi diri maha dahsyat yang

1
Kode etik sebagai mekanisme control dan sanksi untuk profesi sehingga permasalahan etika dalam praktik
akuntansi dapat dihindari
2
Runtuhnya perusahaan besar seperti Enron, Worldcom dan Global Crossing di USA dan Parmalat telah
menggulingkan kredibilitas dan akuntabilitas laporan keuangan. Skandal terjadi bukan hanya kesalahan
akuntansinya semata melainkan para akuntan dan pelaku bisnis yang tidak beretika (Yunanda et al, 2016)
3

mampu menghasilkan sebuah kreativitas. Ilmu sebagai cahaya kesadaran dalam diri manusia

melekat pada esensi bukan pada konsep. Esensi tersebut terbawa dalam pikiran dan terangkai

dalam abstraksi manusia. Fenomena tersebut selaras dengan keberadaan ilmu manusia yang

membawa perubahan kesadaran dalam jiwa, dimana kebebasan berfikir menempati porsi besar

dalam perjalanan hidup manusia.

Regulasi, norma serta sanksi terhadap pelanggaran etika bukan satu-satunya jalan

manusia agar senantiasa berperilaku etis. Manusia perlu mengenali dirinya secara utuh agar

mampu memahami kepribadian, menumbuhkan kesadaran serta menjadi faktor pengendali jiwa

dalam bertindak. Kapan dan dimana saja manusia berada, baik dalam ruang lingkup aturan yang

ketat maupun fleksibel, sepanjang jiwa tersebut memiliki kemampuan refleksi dan intropeksi diri

maka akan melahirkan kesadaran yang menjadi kendali dalam bersikap dan bertingkah laku.

Pada akhirnya kendali tersebut menjadi pendukung diri saat memahami etika dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.

1.1.1 Keberadaan Akhlak Manusia dalam Praktek Etika

Etika merupakan cabang filosofi terkait perilaku manusia dalam menjawab aturan yang

secara moral dikatakan baik atau buruk. Moral adalah konsep kompleks yang terkait dengan

tindakan, konsekuensi maupun akibat (Abuznaid, 2009; Cherrington & Cherrington, 1995;

Zaroug, 2017.), sedangkan akhlak merupakan kekuatan jiwa dalam memahami diri atas sikap

spontan individu yang terefleksi dalam perbuatan dan tindakan. Akhlak sebagai cermin jiwa

merupakan hasil refleksi keimanan diri yang mewujud dalam perilaku sehari-hari. Akhlak bersifat

universal dan abadi karena ditetapkan oleh Al-Quran dan Hadits, sedangkan etika dan moral

bersifat lokal dan temporer karena bersumber dari adat istiadat, kebiasaan yang berlaku di

masyarakat serta hasil kesepakatan para intelektual dalam wadah profesi.

Akhlak merupakan determinan penting dalam praktek etika yang bergerak sesuai

tuntunan agama. Akhlak sebagai sikap spontan dalam diri manusia, direpresentasikan dalam
4

wujud tingkah laku atau perbuatan. Oleh sebab itu Iqbal menggambarkan kesempurnaan

manusia sebagai sebuah perjalanan berproses (suluk) jiwa untuk mencapai sifat-sifat luhur

akhlakul karimah yang mengandung kekuatan, wawasan, perbuatan bahkan kebijaksanaan. Oleh

sebab itu faktor utama terbentuknya akhlak yang baik bukan semata-mata ditentukan oleh faktor

eksternal yakni label sosial yang disematkan oleh lingkungan, regulasi bahkan norma terhadap

diri manusia, tetapi yang terpenting adalah proses kemenjadian (becoming) dimana kesadaran

diri manusia bertumbuh secara terus menerus. Oleh sebab itu, penekanan kesadaran etika dalam

penelitian ini lebih difokuskan pada gerak pertumbuhan kesadaran akuntan dari waktu ke waktu

hingga mencapai tingkatan Insan Kamil.

1.1.2 Keberadaan Agama (Islam) dalam Etika dan Ilmu Pengetahuan

Etika dikenal sebelum zaman masehi dan konsep tersebut pertama kali digunakan oleh

Aristoteles sebagai salah satu disiplin ilmu filsafat (Horomnea & Pascu, 2012). Etika yang

dikembangkan Aristoteles dengan nama Nichomachelian Ethics terkait erat dengan nilai-nilai

kehidupan yang menjadi arah manusia dalam bersikap dan bertingkah laku.

Etika yang merupakan bagian integral dari syariat Islam seharusnya mampu

mengarahkan manusia melakukan kebaikan (Harahap, 2011). Hal ini dikarenakan etika sebagai

pintu masuk manusia dalam beragama memiliki banyak ragam dalam kehidupan, seperti: 1)

Etika humanis mensyaratkan kehadiran etika sebagai hasil kesepakatan antar manusia, 2) Etika

materialistis yang menilai keberadaan materi lebih berperan dibandingkan keberadaan manusia

dan 3) Etika kenabian yang menjadi rukun agama bagi manusia dalam menjalani kehidupan.

Agama mengatur eksistensi manusia terhadap Tuhan karena agama menjadi koridor

perjalanan manusia agar senantiasa kembali kepada Tuhan sehingga mampu mengemban citra

illahi. Dalam mencapai harapan tersebut, pertumbuhan iman manusia terjadi melalui

seraQJNDLDQ IHQRPHQD µ/DD LODKD µLOODOODK yang memberikan keyakinan dalam diri bahwa tiada

satupun menyerupai Tuhan selain Allah SWT. Oleh sebab itu keimanan manusia hendaknya
5

tidak saja mencakup pemahaman terhadap tataran syariat saja melainkan tataran sains dan

filosofis menuju tingkatan tarekat, makrifat dan juga hakekat (advanced). Agama merupakan

metode sedangkan spiritualitas adalah tujuan. Oleh sebab itu setiap orang memiliki metode

sendiri dalam mencapai puncak spiritual.

Agama melalui kitab sucinya mengandung 3 hal pokok yakni hakikat Tuhan sebagai

kekuatan tak terbatas, etika, tata susila dan ritual serta tata cara beribadat. Manusia meyakini

bahwa tidak ada satupun agama di dunia yang tidak mengajarkan etika atau moralitas. Islam

memandang etika dalam dua dimensi yaitu (1) etika dengan maha pencipta yaitu Allah SWT

dimana muslim hendaknya selalu percaya kepada Allah SWT dan beribadah kepada Nya; (2)

Etika terhadap makhluk hidup yakni dengan senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama

makhluk hidup. Makna etika dalam Al-Quran tercermin pada kata Khayr (kebaikan), birr

(kebenaran), Quist (persamaan), Adl (keadilan), Haqiqah (kebenaran), Maruf (diketahui dan

disetujui) dan Taqwa atau kesalehan (Abuznaid, 2009). Etika dalam konteks keagamaan tidak

saja memuat prinsip keseimbangan yang memuat sisi spiritual manusia kepada sang kuasa

(transpersonal) melainkan pula interaksi terhadap sesama makhluk di bumi (interpersonal)

Saat ini agama memiliki pergeseran atau reduksi makna dari yang dianggap sebagai

ritual ibadah keagamaan kemudian menjadi tempat pendoktrinan dogma dan ideologi. Padahal

peran agama dalam kehidupan manusia melebihi fungsi ritual. Agama dinilai kaum kapitalis telah

membelenggu ruang lingkup ilmu pengetahuan modern yakni memisahkan legitimasi Tuhan

dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Padahal peran agama dalam keberlangsungan

etika memuat tata nilai, hukum dan norma manusia dalam kehidupan. Hal tersebut bertolak

belakang dengan ilmu pengetahuan modern yang merupakan hasil semangat renaissance yang

membawa nilai materialisme atau sekularisme di segenap aspek kehidupan manusia sehingga

PHODKLUNDQ PDQXVLD ³VXSHUPDQ´ \DQJ PHPLOLNL NXDVD DWDV NHVHUDNDKDQ Oleh sebab itu

kapitalisme yang merupakan hasil dari ilmu pengetahuan modern justru mendorong

keterpisahan agama dari ilmu pengetahuan (dikotomi) tersebut.


6

Ilmu pengetahuan saat ini mengalami keterpisahan dengan nilai-nilai tauhid yang meliputi

kesatuan Tuhan, kesatuan alam, kesatuan kebenaran, kesatuan hidup serta kesatuan umat

manusia. Manusia yang tidak memahami aspek keilmuan ontologi, epistemologi serta aksiologi

dalam ilmu pengetahuan tidak dapat membebaskan diri dari ancaman global dan keterpurukan

(Agus, 2013) sehingga mampu membentuk split personality dalam diri manusia. Padahal

sejatinya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama (Islam) menjadi penyeimbang diri manusia

dalam beretika. Keberadaan agama dan ilmu pengetahuan perlu direkonsiliasikan dan

diselaraskan, karena ilmu pengetahuan sebagai metode bagi manusia untuk memperoleh

kebenaran, sedangkan agama sebagai kekuatan tunggal yang mampu menghasilkan makna.

Kebenaran dan makna merupakan dua kekuatan besar saat ini di dunia, dimana penyatuan

dunia spiritual, subyektif dari kebijaksanaan kuno mampu mengisi kekosongan nilai yang

terdapat dalam dunia pengetahuan modern yang bersifat obyektif dan empiris (Wilber Ken,

1998).

Skala prioritas kehidupan manusia tidak hanya berorientasi pada kepentingan duniawi

saja melainkan memperhatikan urusan akhirat. Integrasi ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan

asumsi diri manusia dapat membentuk norma dan etika masyarakat karena integrasi tersebut

nantinya tercermin dalam pola fikir, nalar, perilaku serta tindakan sehari-hari. Integrasi ilmu

pengetahuan dan agama dilakukan dengan terlebih dahulu melihat inti yang sama dari tradisi

kebijaksanaan besar di dunia yang kemudian menjadi kerangka umum yang dapat diterima

sebagian besar tradisi keagamaan (Wilber Ken, 1998). Keselarasan nilai-nilai yang dihasilkan

dengan kenyataan jiwa manusia akan mencegah terjadinya kerusakan alam dan segala isinya

(Nasr, 1989; Sardar, 1987) . Hal ini dikarenakan setiap hal dan peristiwa di dunia terjalin satu

sama lain dan semuanya dilingkupi oleh keberadaan Tuhan.


7

1.1.3 Lingkungan Bisnis dalam Kajian Etika dan Ilmu Pengetahuan

Lingkungan bisnis terkait erat dengan konsep materialistis sehingga upaya manusia

memenuhi kebutuhan tercapai melalui kesejahteraan ekonomi. Tindakan memenuhi kebutuhan

manusia dimulai dari tahapan terendah hingga tertinggi dan semuanya itu tidak lepas dari

kemelekatan diri terhadap aspek materi dan ekonomis (Agoes & Ardana,2014). Hal tersebut

didasari oleh asumsi implisit pendidikan akuntansi yang memaksimalisasi manfaat keuangan

hingga tercapai sistem ekonomi pasar bebas yang disinyalir mampu memberikan kontribusi

terhadap pengembangan masyarakat. Karakteristik sistem ekonomi pasar bebas berupa (1)

kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi (2) persaingan (3) pembagian antara modal dan

tenaga kerja serta (4) profit motif. Dalam kehidupan pasar bebas, keberadaan etika dalam

neoklasik hanya sebatas pada pencapaian kesejahteraan ekonomi berupa pertumbuhan dan

perkembangan ekonomi. Sedangkan pada pasar tanpa regulasi tidak terdapat pembatasan

(bebas), sehingga maksimalisasi efisiensi dan kesejahteraan pemegang saham menjadi skala

prioritas yang mengundang praktek kapitalisme. (Reiter, 1997; Mc Phail & Walters Diane, 2009)

Sistem ekonomi pasar bebas (kapitalis) menjanjikan banyak hal. Satu sisi berupa

pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan serta full employment sedangkan sisi

lain memunculkan pengangguran, saling menyakiti antar sesama manusia, mengutamakan

kepentingan pihak tertentu dan juga meningkatkan eksploitasi sumber daya alam. Fenomena

tersebut lamban laun menumbuhkan benih-benih pelanggaran etika (Ertuna, 2009).

Perspektif neoliberal memandang kebebasan memilih dalam diri manusia sebagai sarana

mendistribusikan ketidakmerataan pengembalian ekonomi. Padahal kebebasan menawarkan

penghargaan kepada manusia atas pencapaiannya. Persaingan antar manusia dilatarbelakangi

oleh upaya pemenuhan kepentingan pribadi mereka yang secara tidak langsung mengabaikan

nasib orang lain. Kapitalisme memberikan kekuatan pada pihak-pihak yang mendominasi

kebijakan, sehingga legitimasi atas fungsi dan penerapan etika dianggap sebelah mata karena

keberadaannya tidak selaras dengan kepentingan semua pihak. Kapitalisme semakin berevolusi
8

saat etika protestan mempengaruhi sejumlah orang bekerja dalam dunia sekuler sehingga terlibat

dalam kegiatan perdagangan dan pengumpulan kekayaan untuk investasi. Keberadaan etika

protestan disinyalir sebagai kekuatan belakang dari sebuah aksi massal yang tidak terencana

dan tidak terkoordinasi menuju perkembangan kapitalisme yang lebih dikenal sebagai "Thesis

Weber".

Akuntansi dalam sistem pasar bebas memberikan andil besar terhadap ketidakmerataan

distribusi ekonomi. Utilitarian menilai pembagian sumber daya ekonomi mampu memaksimalkan

total utilitas saat ini. Fenomena tersebut melanggar fitrah keillahian dalam diri manusia yang

menganut prinsip keseimbangan, keadilan, keharmonisan serta keselarasan dengan tidak

berorientasi pada kepentingan pihak tententu yang melakukan eksploitasi (Mc Phail & Walters

Diane, 2009)

Dalam lingkungan bisnis, keberadaan etika profesi akuntan terkait erat dengan integritas

akuntan dalam menjaga kepercayaan publik. Etika profesi sebagai etika humanis mencakup kode

etik yang memuat seperangkat prinsip-prinsip moral yang mengatur perilaku professional (Cottell,

1998; Agoes & Ardana, 2014; Carreira, Guedes, & Aleixo, 2008). Prinsip-prinsip moral merupakan

hasil kesepakatan professional akuntan dalam mengatur perilaku akuntan saat mengemban

profesi.

Kode etik merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan profesi dengan klien,

rekan sejawat serta masyarakat sehingga menjadi sarana penanaman nilai-nilai etika yang

menjamin profesional bertindak etis seperti Kode Etik dibidang Akuntansi, Kedokteran, Psikologi,

Advokat dan Auditor Internal Indonesia. Kode etik mengacu pada standar moral yang ditetapkan

agama, keluarga atau komunitas dimanapun dia berada. Keberadaan kode etik tidak sekedar

memuat tindakan benar maupun salah (Rahman, 2003; Yunanda et al, 2016) atau standarisasi

keburukan dan kebaikan melalui tafsiran akal, melainkan berdasarkan pada Al-4XU¶DQ GDQ $O

Hadist yang memiliki kandungan makna kehidupan dalam ayat-ayatnya. Kode etik merupakan

sebuah sistem regulasi yang menyediakan mekanisme kontrol dan sanksi bagi anggota profesi
9

yang membutuhkan serangkaian komitmen dalam pelaksanaannya. Kode etik memiliki peran

penting mencegah praktik tidak etis yang melibatkan individu, organisasi serta lingkungannya

(Douglas, et al, 2001; Dillard & Yuthas, 2002.; Dozier & Miceli, 1985; Emerson, Conroy, & Stanley,

2007; Lovena, 2014). Oleh sebab itu, keyakinan dan komitmen regulator dalam melegitimasi

standar atau aturan yang berlaku (Velasquez, 2012) menjadi salah satu syarat yang dibutuhkan

professional dalam mengurangi maraknya tindakan pelanggaran profesi.

1.1.4 Hakekat Manusia sebagai Sumber Etika dan Ilmu Pengetahuan

Konsepsi manusia merupakan gabungan unsur jasmani dan rohani dimana unsur

jasmani merupakan struktur organisme fisik sedangkan unsur rohani merupakan struktur

organisme non fisik. Manusia, hewan dan tumbuhan merupakan bagian dari alam yang memiliki

kesamaan unsur material yakni tanah, api, air dan udara. Empat unsur pembentuk material

bersifat proporsional karena saat diberi energi kehidupan (nyawa), eksistensi manusia terasa

lebih hidup dan terang laksana pancaran sinar yang masuk ke sudut ruangan dan memunculkan

cahaya disekelilingnya. Perjalanan ruh dalam raga bagaikan cahaya kehidupan yang menerangi

perasaan, penglihatan, pendengaran dan penciuman. Pancaran cahaya tersebut laksana

pantulan sinar yang terefleksi pada sudut-sudut ruangan. Pemahaman tersebut menggambarkan

perwujudan manusia sebagai makhluk terbaik dan sempurna dalam penciptaannya (sempurna).

Perkembangan etika saat ini tidak sepenuhnya berdasarkan pada hakikat manusia,

padahal hakikat manusia merupakan aspek penting dalam menafisirkan kebenaran dan realitas

(Al-Attas, 1989). Justru yang terjadi saat ini penekanannya lebih pada kekuatan pikiran dalam

mencari kebenaran, mengejar makna hidup duniawi serta melupakan kekuatan spiritual dalam

dirinya. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang dianugerahi akal pikiran mampu menyerap ilmu

(pengetahuan) tentang hakikat keberadaan (duniawi), melalui proses penalaran dan penyadaran

kekuatan luar biasa atas eksistensi alam raya. Manusia hendaknya mampu mengendalikan apa

yang ada dalam pikiran, perasaan serta sikap mereka karena memiliki kuasa atas dirinya sendiri.
10

Manusia sebagai pemimpin sekaligus khalifah di muka bumi hendaknya mampu mengatur dan

memanfaatkan segala yang ada di bumi untuk kemaslahatan bersama. Meskipun demikian, tidak

semua manusia mampu mengenal dan memahami amanah dan tanggungjawab tersebut terlebih

lagi saat kesadaran jiwa mencapai kesadaran transendental (Agoes & Ardana, 2014).

Pertumbuhan kesadaran manusia yang bergerak menuju titik keselarasan dan keseimbangan

bukan merupakan proses yang instan, karena dalam proses diri tersebut jiwa hendaknya terlebih

dahulu memiliki keimanan kepada Tuhan dan rasul-rasulnya

Ilmu pengetahuan dan tehnologi menciptakan kerangka global dan transnasional dari

sistem industri, ekonomi, medis, ilmu dan informasi. Sistem-sistem tersebut bermanfaat di satu

sisi, tetapi di sisi lain, sistem tersebut justru tidak memiliki makna dan nilai (Wilber Ken, 1998).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi mampu menempatkan manusia kedalam dua

posisi. Posisi manusia sebagai mesin yang bersifat mekanis dan juga sebagai sistem kesatuan

organisasi. Mekanisasi yang menciptakan keteraturan hukum sebab akibat yang linier justru

mempercepat terjadinya kerusakan jiwa manusia. Manusia di zaman modern dianalogikan

sebagai mesin yang dituntut oleh lingkungan sekitarnya agar senantiasa memiliki produktivitas

tinggi, tidak lekas rusak serta tidak memiliki permasalahan mekanis. Oleh sebab itu tidak

mengherankan apabila proses pengobatan atau penyembuhan jiwa manusia diselesaikan melalui

mekanisme mesin yang mana satu individu dengan individu lainnya dianggap memiliki pola yang

sama tanpa menelusuri lebih lanjut akar penyebab penyakit tersebut. Lain halnya apabila

keberadaan jiwa manusia dianggap sebagai satu kesatuan sistem yang organis, maka

pendekatan yang dilakukan bersifat non linier. Keberadaan masing-masing jiwa dianggap

memiliki keunikan tersendiri sehingga proses penyembuhannya tidak dapat digeneralisasi (pars

pro toto) antara satu jiwa dengan jiwa lainnya. Solusi yang dibutuhkan masing-masing jiwa

terletak pada tingkat kesadarannya dimana stock knowledge yang dimiliki mampu mengaktivasi

daya kreativitas serta potensi diri agar termanifestasi dalam perilaku yang selaras dengan

keilahian. Manifestasi ilmu pengetahuan dalam sistem manusia membantu mengidentifikasi dan
11

mengenal kekacauan dalam diri sehingga mampu bergerak dan melampaui tahapan kesadaran

diri sebelumnya. Pemetaan kekacauan (identifikasi diri) dapat mengatasi hambatan yang

dihadapi jiwa (Lipton, 2019). Ilmu pengetahuan mampu menumbuhkan kesadaran diri agar

senantiasa kembali kepada Allah SWT dengan jiwa yang suci dan tenang. Tujuan tersebut tidak

hanya sampai pada tataran peradaban duniawi saja melainkan tertuju pada peradaban

transendental yang dapat menumbuhkan kesadaran illahi pada komunitas masyarakat ilmiah

yakni pengguna ilmu pengetahuan dan tehnologi secara luas.

Ilmu pengetahuan merupakan bentuk hukum positif etika yang bersifat eksoteris karena

memberikan pedoman dan arah setiap tindakan praksis yang dilakukan seseorang (Triyuwono,

2012: 2016). Ilmu pengetahuan modern merupakan hasil modernisasi yang mengandung proses

dinamisasi ide, inovasi, emansipasi serta humanisasi yang apabila tidak tertangani dengan baik

akan berujung pada eksploitasi manusia yang dapat menurunkan harkat insaniyah (Fidiana,

2016). Legitimasi keberadaan Tuhan mudah diceraikan dalam kehidupan sosial ekonomi

masyarakat karena manusia dianggap sebagai makhluk otonom yang menjadi tuan dari dunianya

sendiri sehingga dianggap mampu mengatur segala sesuatunya tanpa campur tangan Tuhan.

Modernisme melalui semangat meraih kemajuan dan humanisasi menjadikan kekuatan rasio

manusia sebagai penentu keberhasilan manusia dimasa depan (Abidin, 2006). Oleh sebab itu

kekuatan rasio melalui pendekatan positif ilmiah menjadi panutan, sedangkan dogma, agama,

doktrin serta kerohanian menjadi tatanan kemanusiaan. Rasio dianggap mampu menentukan

arah perkembangan manusia meskipun disinyalir dapat menggagalkan keutuhan manusia

(Triyuwono, 2016). Dalam keadaan tersebut, peran ilmu pengetahuan melebihi fungsi agama

dalam pengaturan hidup manusia (Fidiana, 2016),

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern, rasionalisme dan empirisme menjadi

sumber ilmu pengetahuan yang memiliki peran besar didalamnya. Ilmu pengetahuan modern

yang bebas nilai (netral) masuk dan merasuki praduga-praduga atas agama, budaya dan filosofis,

dimana jejak keilmuan berawal dari refleksi manusia barat dalam tingkat kesadaran dan
12

pengalamannya (Al-Attas, 1931). Oleh sebab itu rasio dan panca indera bukan satu-satunya tolak

ukur manusia dalam menilai sebuah kebenaran.

Konsep ilmu mencakup semua perolehan bentuk pengetahuan baik observasi, nalar

maupun intuisi. Sebuah keilmuan lahir dan berkembang bukan sekedar sintesis atau

menyandingkan ilmu-ilmu modern dengan nilai-nilai Islam melainkan membangun paradigma

keilmuan yang berlandaskan nilai-nilai Islam baik aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis

melalui rekonstruksi. Islamisasi ilmu merupakan langkah pembebasan manusia dari tradisi magis,

mitos maupun paham-paham kendali sekuler atas nalar dan bahasa ( Al-Attas, 1931; Soleh, H A,

2016). Oleh sebab itu rasionalitas dalam sudut pandang Islam tidak saja melibatkan penafsiran

logis dan sistematis terhadap sebuah pengalaman melainkan perlu dicerna lebih lanjut oleh nalar.

Metode rasional yang mendasarkan semangat rahmatan lil allamiin mampu menebarkan rahmat

bagi penghuni semesta alam sehingga memiliki keyakinan bahwa kehidupan yang sementara ini

pada akhirnya akan menuju kehidupan akhirat yang kekal dan abadi (Agus, 2013)

Pemahaman langsung manusia terhadap kebenaran agama, realitas, eksistensi Tuhan

serta realitas eksistensi sebagai lawan esensi merupakan gambaran dari intuisi. Intuisi datang

kepada individu yang melakukan perenungan secara mendalam terhadap hakikat realitas yang

sesuai kehendak dan kesadaran diri. Dari sudut pandang mistikus, subyektifitas melebur kedalam

diri yang lebih tinggi dan baqa dalam Tuhan (Al-Attas, 1989) sehingga hati mampu menangkap

realitas spiritual yang merupakan kebenaran wahyu. Pemahaman tersebut justru bertolak

belakang dengan pemikiran Iqbal yang tidak memperkenankan diri manusia terserap dan lebur

menjadi satu dengan Tuhan karena akan menghilangkan eksistensi kemanusiaan dalam dirinya.

Manusia justru harus menyerap sebanyak mungkin nilai-nilai keilahian dalam dirinya sehingga

mampu menumbuhkan ego illahi menjadi super ego yang kemudian tumbuh dan bergerak naik

sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Ego merupakan dasar manusia menapaki pengalaman

keagamaannya (transpersonal) sehingga mampu merasakan keberadaan sifat-sifat Tuhan dalam

dirinya. Keberadaan ego non dualitas dalam diri mampu memperteguh sikap manusia,
13

sedangkan ego dualitas dapat menganggu eksistensi manusia yang membawa jiwa masuk ke

dalam penderitaan.

Refleksi manusia mampu menumbuhkan kesadaran ilahi melalui sarana taubat, zikir, doa,

tafakur serta tawakal. Sarana tersebut merupakan upaya diri untuk memperoleh kebenaran ilmu

yang diilhamkan pemilik kebenaran sejati yakni Allah SWT (Asyarie, 2010; Triyuwono, 2012).

Sarana tersebut merupakan kegiatan mensucikan diri (tazkiyatun nafs) manusia dari keegoisan

nafs, ego dualitas serta kemaksiatan sehingga mampu menyingkirkan penghalang batin manusia

dari penerimaan ilham atau intuisi.

Filsuf Islam Suhrawardi memandang ilmu pengetahuan sebagai kekuatan ruh yang

melahirkan simbol-simbol, proposisi atau matematis. Oleh sebab itu keberadaan Ilmu

pengetahuan mampu memperkuat Iman karena memiliki konteks tunggal dalam mengenal

Tuhan, bukan sekedar memenuhi kebutuhan praksis saja. Nilai sakral ilmu pengetahuan tidak

saja menjamin kesejahteraan fisik, psikis dan spiritual manusia melainkan kesejahteraan alam

semesta (Al Faruqi, 1976)..

Pandangan hidup Islam yang berdasarkan pada wahyu dan pikiran manusia tidak semata-

mata berkaitan dengan alam fisik, sejarah, sosial, politik dan budaya melainkan terkait dengan

spekulasi filosofis yang mengandung pengamatan serta pengalaman inderawi terhadap dunia

dan akhirat. Wahyu sebagai sumber pengetahuan dari Allah SWT (Abduh, 2016) dapat

menghasilkan objek pengetahuan yang mampu merepresentasikan makna dari ada-nya atau

makna dari realitas objek yang tumbuh dan berada dalam persepsi manusia bukan dalam diri

objek tersebut (Al-Attas 1931;Rahim, 2013).

1.1.5 Etika dalam Jaringan Interdisipliner Ilmu

Pembahasan dinamika etika akuntan tidak terletak pada tataran praktek saja melainkan

juga tataran filosofis dimana ilmu akuntansi berintegrasi dengan beberapa disiplin ilmu lain yakni

sains spiritual, tasawuf, ilmu psikologi dan sosiologi serta sintesis biologi sel dan fisika kuantum.
14

Dalam praktek etika, keterlibatan, agama, budaya, lingkungan bisnis dan ilmu pengetahuan

menggugah kesadaran manusia untuk mengembangkan potensi dirinya (fitrah) sehingga mampu

melakukan kreasi menuju tercapainya peradaban baru. Keberadaan etika yang mengatur gerak

hidup manusia beragama, berbudaya serta berinteraksi dengan lingkungan bisnis, hendaknya

mampu menumbuhkan fitrah diri yang berlandaskan tauhid sehingga menjadi dasar akuntan

dalam berperilaku. Keberadaan etika spritualitas mampu menyelaraskan hidup manusia di segala

aspek kehidupan baik Tuhan, sesama manusia, alam maupun segala isinya (semesta).

Dalam tataran filosofis, kajian disiplin ilmu lain (multidisiplin) dalam ruang gerak etika

memberikan peran serta keberadaan penting didalamnya. Oleh sebab itu pembahasan etika tidak

semata-mata dikaji dari sisi regulasi atau kode etik saja melainkan melibatkan asumsi manusia,

nilai-nilai, pola pikir, perilaku kebiasaan dan kenyataan jiwa akuntan sebagai human doing,

human being hingga spiritual being. Perilaku etis akuntan tidak dimaknai pada dimensi fisik saja

melainkan dimensi metafisik yang keberadaannya tidak dapat diamati secara kasat mata karena

wujudnya bersifat non fisik. Dimensi metafisik berwujud rasa, keyakinan bahkan iman manusia

memiliki kekuatan maha besar yang jumlahnya tidak terbatas dalam kehidupan manusia.

Perilaku manusia dalam kajian ilmu spiritual dan tasawuf menggambarkan rangkaian

perjalanan jiwa ke dalam diri (inner journey). Perjalanan kedalam diri merupakan tahapan

kesadaran yang bersifat responsive sehingga mampu memberikan solusi permasalahan

terhadap jiwa baik dalam ruang lingkup akuntansi, auditing atau bahkan lebih luas lagi. Perilaku

manusia dalam kajian ilmu psikologi dan sosiologi didasarkan atas kajian aspek lingkungan dan

kepribadian diri secara utuh. Manusia utuh adalah manusia yang memiliki unsur-unsur

pembangun kepribadian yang kompleks. Oleh sebab itu keseimbangan dalam diri dibutuhkan

manusia agar mampu bersikap dan berperilaku selaras dengan kehendak Tuhan.

Ilmu psikologi transpersonal merupakan mahzab keempat dalam aliran ilmu psikologi

yang menyentuh sisi terdalam manusia yakni sisi spiritual dimana jiwa mengalami proses

transendensi. Sesi transedensi merupakan aspek penting dalam tasawuf yang melibatkan proses
15

tahalli, takhali dan tajalli. Dalam proses tersebut, pertumbuhan cinta hendaknya terus menerus

terjadi dan termanifestasi dalam bentuk akhlak serta perbuatan baik, menegasikan atau

mengurangi perbuatan tercela yang muncul dalam kehidupan manusia sehingga mampu

melampaui dan menghubungkan keberadaan dirinya dengan Tuhan.

Kajian manusia dalam ilmu alam melibatkan keberadaan fisika kuantum yang

menghasilkan energi getaran, begitupula dengan ilmu biologi yang menghasilkan gerak sel tubuh.

Fisika kuantum terkait erat dengan energi dalam tubuh manusia. Keberadaan energi tersebut

mampu memberikan vibrasi, getaran atau sinyal-sinyal dalam merespon sikap serta tindakan

manusia, baik selaras maupun tidak terhadap alam semesta. Teori relativitas dan teori kuantum

menegaskan massa (materi atau badan) serta energi bukan sebagai dua hal yang terpisah atau

berbeda melainkan sebagai satu kesatuan. Teori massa dan energi dalam fisika kuantum selaras

dengan kesatuan jasmani dan rohani dalam pemikiran Iqbal. Banyak anggapan menilai evolusi

kehidupan rohani ditentukan oleh kondisi fisik, meskipun dalam perkembangan yang terjadi justru

kehidupan rohani dapat mengatasi permasalahan yang terjadi dalam kehidupan fisik manusia

sehingga manusia memiliki kemampuan penuh membebaskan diri dari alam fisik tersebut.

Struktur fisik manusia menempatkan jasmani dan rohani sebagai satu kesatuan

sedangkan dari segi kodrat, asas manusia justru berada di akar rohani. Keberadaan sel dalam

tubuh manusia merupakan unit terkecil yang mampu menerima informasi meskipun wujudnya

tidak terlihat jelas. Serangkaian riset terdahulu justru menunjukkan bagaimana interaksi pikiran

dan tubuh memproses 50 triliun sel dalam tubuh sehingga mampu menerima informasi. Gen dan

DNA dikendalikan oleh sinyal-sinyal di luar sel yang merupakan pancaran energi dari pikiran dan

keyakinan. Oleh sebab itu, kemampuan hidup manusia tergantung dari transformasi pikiran sadar

dan bawah sadar (Lipton, 2019).

Kemampuan berpikir manusia tidak lepas dari pola asuh pendidikan yang diperolehnya

selama ini. Seperti halnya dalam bidang akuntansi, kurikulum pendidikan akuntansi lebih banyak

mengajarkan akuntansi sebagai mekanisme pelaporan, sistem pencatatan, penggolongan


16

bahkan pengikhtisaran (tehnikal). Transaksi finansial perusahaan mampu menyajikan informasi

mengenai kondisi keuangan perusahaan yang menyeluruh, bersifat netral, objektif serta berguna

dalam pengambilan keputusan. Keberadaan akuntansi tidak lepas dari sistem kekuasaan

ekonomi dan filosofi bisnis yang berlaku global. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila

akuntansi melahirkan wajah kapitalisme dan pola pikir egoistik yang memunculkan ketiadaan nilai

atau moralitas diluar maksimalisasi profit sehingga mampu melahirkan penderitaan

berkepanjangan dalam diri manusia maupun terhadap pihak lain (Efferin, 2019).

Akuntansi sebagai wadah yang digerakkan oleh label sosial yakni organisasi profesi

akuntan tentunya memiliki kuasa serta kepentingan didalamnya. Profesi akuntan membawa sifat

dan karakteristik akuntansi yang materialistis, profit oriented dan egosentrik kedalam penyusunan

kebijakan atau regulasinya. Keadaan tersebut mengisyaratkan bahwa akuntansi butuh

penyeimbang agar selaras dengan kehidupan manusia. Akuntansi yang didalamnya

mengandung aspek maskulinitas perlu diseimbangkan dengan aspek feminin yang mengandung

nilai-nilai spiritual sebagai hasil pengejawantahan nilai-nilai keilahian.

1.1.6 Teori Etika dari Masa ke Masa

Teori etika muncul dari perbedaan perspektif dan penafsiran tentang tujuan akhir umat

manusia karena berkembang dari argumentasi atau perbedaan sudut pandang dalam memaknai

hakikat manusia. Oleh sebab itu tujuan dan kebiasaan hidup manusia dapat digerakkan dan

dibangun melalui karakter yang merealisasikan nilai-nilai kehidupan sehari-hari.

Sifat dan keberadaan teori etika masih dalam taraf menjelaskan sesuatu belum sampai

pada tahapan mengontrol tindakan atau perilaku manusia. Cara pandang manusia terhadap diri,

Tuhan dan lingkungan itulah yang menjadi konsep diri manusia dalam mengenal memahami diri

serta memaknai kehidupan. Hal tersebut kemudian menjadi pegangan hidup manusia dalam

bersikap, bertindak serta berperilaku. Pemahaman tersebut termuat dalam gambar berikut ini:
17

Paradigma Hakikat
Acuan Nilai Acuan Teori
Tindakan
Manusia Tujuan Hidup Moral Etika

Realisasi Karakter Kebiasaan


Nilai Hidup
Sumber: Agoes S Ardana & Ardana (2014) Etika bisnis dan profesi

Gambar 1.1 Model Pengembangan Teori Etika

Teori etika muncul sebagai teori egoisme yang menyarankan setiap orang mampu

merealisasikan kepentingan dirinya dalam mengapai kenikmatan duniawi. Oleh sebab itu

penghormatan hak dan kebebasan sangat dibutuhkan setiap orang. Teori tersebut sejalan

dengan teori etika kedua yaitu teori utilitarianisme yang melandasi pola pikir manusia dalam

mencapai kebahagiaan duniawi dengan berorientasi pada kepentingan kelompok (masyarakat).

Teori tersebut tidak sejalan dengan keberadaan teori etika yang ketiga yakni teori teonom yang

menekankan kepercayaan manusia kepada Tuhan sebagai kekuatan tidak terbatas sehingga

mengikuti ajaran agama yang diwahyukan Tuhan. Teori etika keempat adalah teori hak yang

menyoroti hak setiap orang. Hak dan kewajiban merupakan dua sisi yang saling berkaitan

dimana hak seseorang merupakan kewajiban bagi orang lain. Apabila seseorang menuntut

haknya, maka orang tersebut berkewajiban untuk menghormati hak orang lain pula. Teori hak

merupakan teori keutamaan yang penekanannya lebih pada karakter manusia dibandingkan

moralitas tindakan. Padahal karakter tersebut terbentuk dari tindakan berulang-ulang

(kebiasaaan) yang tidak dapat dipisahkan dari moralitas suatu tindakan (Agoes & Ardana, 2014).

Keterpisahan sebuah teori dengan teori lainnya justru menjadikan ketidakutuhan teori dalam

mengatur perilaku dan tindakan manusia. Oleh sebab itu teori etika tanpa melibatkan Tuhan

sebagai sumber kebenaran hakiki, belum sepenuhnya menjadi panduan hidup manusia dalam

bersikap dan bertingkah laku. Kebenaran Tuhan yang terhubung dalam diri manusia menjadi

panduan dan arah manusia dalam bersikap, berperilaku dan juga bertindak. Oleh sebab itu, teori
18

etika tertinggi yang melampaui semua etika yang ada merupakan Teori Etika Religius

(Kamayanti, 2016). Teori etika religius merupakan wacana yang perlu dipertimbangkan

implementasinya dalam kehidupan manusia saat ini. Substansi teori etika Islam yang berasal

dari prinsip keagamaan tentunya berbeda dengan teori etika yang dibangun Immanuel Kant.

Substansi utama etika Islam meliputi hakikat benar dan salah, masalah free will serta

hubungannya dengan ke maha kuasaan Tuhan, tanggung jawab manusia, keadilan Tuhan serta

realitas keadilan Nya di hari kemudian. Dalam pengkajiannya tersebut, pendekatan etika dalam

Islam dikategorikan menjadi; a) Etika skriptural-moralitas berdasarkan Al Quran dan Hadist

dimana etika beranjak dari intepretasi yang melibatkan aktivitas intelektual yang serius dan

sungguh-sungguh terhadap nash-nash Al Quran serta Sunah Rasulullah SAW, b) Etika

berdasarkan teologi, c) Etika keagamaan yakni konsepsi Al Quran tentang manusia dan

kedudukannya di alam semesta telah menerima pengaruh teologi dan filsafat Yunani, d) Etika

berdasarkan filsafat atas pengaruh Socrates, Plato, Aristoteles, India dan Persia (Badroen et

al., 2012).

Etika sebagai pedoman akuntan tidak lepas dari kegiatan praktik bisnis profesi akuntan.

Etika berikut prinsip-prinsip moral dalam akuntansi dan auditing memiliki peran dalam

mengembangkan profesi akuntan seperti penurunan kualitas informasi keuangan akibat legal

fraud serta konflik kepentingan perusahaan yang menyeret akuntan kedalam pusaran praktik

tidak etis. Beberapa pandangan tradisional menilai peran etika dalam tanggung jawab profesi

hanya sekedar memenuhi integritas serta obyektivitas auditor (Martin, 2007). Pelanggaran etika

yang berkisar pada permasalahan independensi, creative accounting, tax fraud, conflict interest

serta tindak pidana3 mencoreng citra profesi akuntan sehingga dapat menurunkan kepercayaan

publik terhadap kinerja Kantor Akuntan Publik (KAP) (Emerson et al., 2007; Jackling et al., 2007).

3
Pelanggaran tindak pidana berupa pemusnahan dokumen kertas kerja dalam kaitannya dengan audit yang
dilakukan terhadap Enron dan mengakibatkan pimpinan puncak masuk penjara.
19

Salah satu cara akuntan menjaga citra profesi adalah melalui tindakan pencegahan yang

merendahkan martabat atau citra profesi akuntan. Dengan demikian terlihat seberapa besar

tingkat kepercayaan masyarakat pemakai jasa akuntan (kualitas jasa) terhadap pengetahuan

dan ketrampilan tehnis di bidang akuntansi serta seberapa besar ketaatan dan kesadaran

akuntan dalam memahami kode etik profesi akuntansi. Fenomena tersebut menunjukkan betapa

penting menjaga citra profesi tersebut meskipun keberadaannya merupakan atribut yang

melekat pada lingkungan yang bersifat material dan tidak abadi. Lain halnya apabila peran

manusia sebagai Khalifah Allah dimuka bumi yang senantiasa abadi karena membawa citra Illahi

dalam dirinya berupa tanggungjawab sang jiwa dalam kehidupan. Oleh sebab itu perlu disadari

bahwa profesi akuntan merupakan salah satu bentuk amanah yang diselaraskan dengan

kehendak Tuhan dalam membentuk individu tersebut.

Etika berangkat dari kearifan masyarakat akuntan dalam menjaga integritas anggota

profesi sehingga menjadi pedoman akuntan dalam bersikap dan berperilaku. Susunan Kode Etik

Ikatan Akuntan Indonesia terdiri atas empat struktur yang mencakup delapan prinsip etika, aturan

etika, intepretasi aturan etika dan tanya jawab etika (Agoes & Ardana, 2014). Delapan prinsip

etika tersebut merupakan bagian Kode Etik IAI yang disahkan Kongres IAI VIII tahun 1998 berupa

tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian

professional, kerahasiaan, perilaku professional serta standar teknis. Penerapan prinsip-prinsip

etika diharapkan mampu memperkuat profesi akuntan melalui proses penalaran etika. Berikut ini

gambaran ruang lingkup kegiatan profesi akuntan dalam menjalankan prinsip-prinsip etika

tersebut.
20

Hasil kerja profesi akuntan untuk Oleh karena itu setiap anggota
kepentingan publik (prinsip 2) dituntut untuk mengembangkan
rasa tanggung jawab (prinsip 1)

Kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu:


x Pengetahuan (knowledge)-prinsip 5 Tanggung jawab diwujudkan
x Ketrampilan tehnis (skill)-prinsip 8 dalam bentuk upaya
x Sikap perilaku etis (attitude): peningkatan kompetensi secara
Prinsip 3 t integritas berkelanjutan (prinsip 5)
Prinisip 4 t objektivitas
Prinsip 6 t kerahasiaan
Prinsip 7-perilaku profesional
Sumber: Soekrisno Agoes (2004)

Gambar 1.2 Proses Penjabaran Prinsip Etika

Pertimbangan etis auditor dalam proses pengambilan keputusan melibatkan karakteristik

individu, organisasi serta kesadaran moral dalam berperilaku profesional. Meski demikian

kompleksitas interaksi antara karakteristik personal, organisasi serta faktor psikologis yang

tumbuh didalamnya mampu menciptakan iklim kerja tidak sehat. Iklim kerja tersebut nantinya

mendorong kecurangan akuntansi yang lamban laun mempengaruhi jalannya akuntabilitas

kinerja perusahaan.

,QGLYLGXDO¶V FKDUDFWHULVWLF
- Individual difference
- Cognitive biases

Moral awareness Moral Judgement Ethical Behaviour

2UJDQL]DWLRQDO¶V characteristic
- Group and Organizational pressure
- Organizational culture

Sumber: Trevino dan Nelson (2004)

Gambar 1.3 Individual Ethical Decision Making and Behaviour


21

1.1.7 Etika dalam Islamic Wordview

Cara pandang Islam terbentuk dari pemahaman akan konsep pokok Islam seperti tauhid,

kenabian, agama, wahyu, manusia, alam dan ilmu. Dalam konteks kenabian, para rasul berperan

menyempurnakan akhlak mulia melalui bimbingan dan pengajaran sehingga mampu membentuk

perilaku manusia yang baik dan bertanggungjawab. Pernyataan tersebut dipertegas kembali

dalam hadist Rasulullah SAW berikut ini.

³$NX GLXWXV GL PXND EXPL XQWXN PHQ\HPSXUQDNDQ DNKODN´ + 5 $KPDG

Akhlak merupakan pokok esensi ajaran Islam, di samping aqidah dan syariah. Melalui

akhlak akan terbina mental dan jiwa manusia agar memiliki corak dan hakekat kemanusiaan yang

tinggi dan sebenar-benarnya. Akhlak menjadi syarat penyempurna keimanan seseorang karena

dengan keimanan yang sempurna, seseorang memiliki kekuatan kebaikan dalam dirinya baik

secara vertikal maupun horizontal (Kholish, 2021)

Perilaku manusia yang baik tidak lepas dari dasar keimanannya yang senantiasa

memaknai hakekat penciptaan dirinya dengan berupaya mengemban amanah dan tanggung

jawab dari Tuhan. Tanggung jawab dan peran manusia tidak lepas dari fungsinya sebagai

Khalifah Allah di muka bumi baik pekerjaan (amal), perbuatan serta perilaku etis yang dinamakan

khuluq atau akhlak. Pembentukan perilaku serta akhlak manusia tidak lepas dari perintah Allah

SWT yang senantiasa melakukan yang PD¶UXI mencegah yang mungkar sehingga tercipta

keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat (Al-Ghazali, 2014). Kewajiban melaksanakan amar

PD¶UXI QDKL PXQJNDU tidak akan gugur sepanjang manusia mampu melakukan hal tersebut.

Dengan demikian siapa saja yang merasa tidak mampu untuk EHUDPDU PD¶UXI QDKL PXQJNDU

sebaiknya menjauhi tempat dimana perbuatan buruk tersebut berlangsung.

Islam mengembangkan nilai-nilai untuk mengangkat dan menyempurnakan etika seperti

kesatuan, amanah dan akuntabilitas (Kamla, 2009), keadilan, keseimbangan, kepercayaan dan

kebajikan (Beekun & Badawi, 2005). Nilai-nilai tersebut menyempurnakan fungsi etika dalam

kualitas moral sehingga mampu menjaga hubungan manusia dengan manusia (masyarakat),
22

alam sehingga kualitas spiritual manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dapat ditumbuhkan

dan diselaraskan (Agoes & Ardana, 2014). Nilai dan moral merupakan unsur penting dalam

membangun ilmu, sehingga integrasi nilai-nilai spiritual Islam dalam perkembangan ilmu

pengetahuan senantiasa dibutuhkan manusia untuk menebarkan rahmatan lil alamiin dan

menjadi bekal pertumbuhan etika akuntan saat mengemban tugas (Agus, 2013; Yunanda et al.,

2016) dan tanggungjawabnya melalui ketertundukan sikap taatnya kepada Allah SWT

(Abdurahim, 2016)

Pengaturan agama terhadap wahyu, manusia, alam serta ilmu telah ditempatkan Islam

dalam bentuk akidah, syariah dan akhlak. Berikut ini gambaran pengaturan agama terkait wahyu,

manusia, alam dan ilmu tersebut dalam serangkaian aktivitas dalam Islam.

ISLAM

AQIDAH SYARIAH AKHLAQ


(Faith and Belief) (Practice and Activities) (Moralitas dan Ethics)

IBADAH MUAMALAH

(Man to God Worship) (Man to Man Activities)

POITICAL ACTIVITIES ECONOMIC ACTIVITIES SOCIAL ACTIVITIES

TAKAFUL TRADE BANKING

Gambar. 1.4 Serangkaian Aktivitas dalam Islam

Syariah memuat Ibadah dan muamalah yang mencakup kegiatan politik, ekonomi dan

sosial sedangkan akhlak memuat etika dan moralitas. Sistem terbuka yang dianut etika Islam

mendasarkan pada ajaran wahyu dan ciptaan Allah (alam semesta), karena nilai moralitas dalam
23

etika Islam melibatkan hubungan manusia dengan Tuhan yang maha sempurna serta maha

mengetahui. Oleh sebab itu ibadah dalam Islam merupakan bentuk pelatihan diri agar manusia

senantiasa memiliki akhlak yang baik, kebiasaan terpuji sehingga mampu menghayati hidup

sepanjang hayat. (Badroen et al., 2012).

Seorang muslim sudah sewajarnya mematuhi ketetapan dari Allah SWT yang merujuk

pada tuntunan $O 4XU¶DQ GDQ +DGLWV $O 4XU¶DQ merupakan pedoman sekaligus petunjuk umat

Islam yang memuat ketentuan ibadah, ketaatan serta ketundukan manusia kepada Allah SWT.

Ketentuan tersebut mengisyaratkan manusia agar berperilaku etis dengan tidak memaksakan

kehendak kepada orang lain, terkecuali ada keberpihakan pihak-pihak yang memiliki otoritas

tertentu4. Ketentuan tersebut termuat dalam ayat berikut ini:

µ'DQ DNX WLGDN PHPEHEDVNDQ GLULNX GDUL NHVDODKDQ Narena sesungguhnya nafsu
itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
7XKDQNX 6HVXQJJXKQ\D 7XKDQNX 0DKD 3HQJDPSXQ ODJL 0DKD 3HQ\D\DQJ´
(QS Yusuf: 53)

Seorang muslim hendaknya mengejar terus prestasi dalam bentuk kesalehan individu dan

kesalehan sosial (Badroen et al., 2012). Dalam mencapai kesalehan individu dan sosial tersebut,

umat Islam hendaknya mampu mengimplementasikan nilai-QLODL ,VODP GDUL $O 4XU¶DQ GDQ +DGLVW

(Badroen et al., 2012). Nilai-nilai tersebut wajib diterapkan umat Islam dalam perilaku keseharian

karena merupakan dasar keimanan untuk beribadah kepada Allah SWT, memakmurkan

kehidupan serta mengelola bumi beserta seisinya. Manusia hendaknya semangat serta rendah

hati dalam bekerja diiringi upaya tawakal dan takwa kepada Allah SWT. Upaya tersebut dilandasi

sikap moral seperti jujur, amanah serta senantiasa istighfar dan memohon ampunan kepada

Allah SWT. Melalui jalan tersebut, manusia dimudahkan dan dilebihkan rezekinya saat

4
Pada suatu kisah dimana Umar bin Khatab r a berjalan di sebuah pasar dan ditangannya terdapat sebatang
tongkat dan beliau menggunakan tongkat tersebut untuk memukul orang yang tidak memahami aturan syariat
‰ • š Œ P vP v l uµ ] v u vPµ•]ŒvÇ Œ] ‰ • Œ š Œ• µšX o] µ iµP Œl š U ^ : vP vo Z
bertransaksi di pasar kami bagi orang yang tidak paham tentang aturan main transaksi, karena akan terjerumus
dalam riba secara sadar maupun tidak ((Badroen et al., 2012)
24

membantu pihak-pihak yang membutuhkan, yang suatu saat nanti kelak dimintai

pertanggungjawabannya saat mencari dan mengeluarkan rezeki. Pernyataan tersebut

dipertegas dalam hadist Rasullullah SAW tentang adab berikut ini.

Dari Jabir bin 'Abdullah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan ketika membeli, dan juga

orang yang meminta haknya". (HR Bukhari).

Materi tidak membuat diri manusia menjadi tenang (Al Nafs Muthmainah) serta siap

kembali kepada sang pencipta (Triyuwono, 2012). Hal ini dikarenakan selama hidup, aspek

materialistis tidak mengkondisikan unsur spiritual (ruh) manusia untuk siap kembali kepada sang

pencipta. Oleh sebab itu keberadaan nilai-nilai spiritual digunakan sebagai sarana

membangkitkan energi, memicu tindakan dan sumber kekuatan dalam diri untuk menyadari sang

Khalik (Tong, 2006). Keberlangsungan etika serta keterbatasannya dalam memandu sikap dan

tingkah laku manusia membutuhkan serangkaian koreksi dan tindakan pembenahan lebih lanjut.

Oleh sebab itu konstruksi kesadaran etika akuntan melalui internalisasi nilai-nilai spiritual Islam

merupakan upaya perjalanan jiwa menapaki tahapan kesadaran menuju tingkatan Insan Kamil.

1.1.8 Insan Kamil dalam Perspektif Sufisme

Kemampuan diri manusia sebagai seorang sufi bukan dinilai dari penguasaannya

terhadap tasawuf, melainkan dari sikapnya yang senantiasa ihsan, berakhlak mulia serta beramal

shalih. Sufi merupakan individu yang sudah kehilangan dirinya, memiliki ego non dualitas serta

fakir di hadapan Allah SWT sehingga fana dalam ketakterbatasan-Nya. Seseorang dikatakan

bukan sufi manakala masih merasakan kesufian dalam dirinya dimana diri ada sebagai seorang

sufi. Sufi merupakan keadaan manusia yang sudah padam ke-akuannya melalui pelepasan

hasrat ego terhadap kemelekatan dunia yang bersifat materialialistik. Hasrat kemelekatan

dilepaskan bukan semata-mata kewajiban para sufi saja, melainkan kewajiban manusia agar

senantiasa memperhatikan kesucian jiwanya melalui kebersihan GLUL GDUL ³GHEX DWDX NRWRUDQ´
25

yang menempel di hati. Proses pelepasan ego terhadap kemelekatan menjadi salah satu tahapan

sikap manusia dalam melampaui perjalanan hidupnya menuju tataran Insan Kamil. Kaum sufi

memandang kesempurnaan manusia merupakan tingkatan jiwa menuju kebenaran Tuhan.

.HEHQDUDQ 7XKDQ PHUXSDNDQ MDODQ GLUL DJDU ³NHPEDOL SDGD 7XKDQ´ VHKLQJJD PDPSX

menghasilkan keindahan batin yang termanifestasi dalam jiwa berupa rasa cinta tanpa syarat,

kasih sayang, kedamaian, kebahagiaan dan nilai-nilai kebaikan dan keadilan.

Perubahan sosial, struktur, sistem dan aturan tidak akan memiliki pengaruh apabila batin

GDQ KDWL PDQXVLD PDVLK ³VDNLW´ VHKLQJJD SHUOX SHQDWDDQ OHELK ODQMXW 3HUXEDKDQ SROD GLUL PHODOXL

perbaikan kualitas rohani serta sikap dalam hati mampu menumbuhkan sifat mental dan rohani

yang terpuji. Meski demikian peraturan serta sistem masih dikonsepsi oleh manusia yang memiliki

ketidakselarasan hati dan batin.

Manusia sebagai Khalifah Allah menggerakkan jiwa agar senantiasa beribadah kepada

Allah SWT (habluminallah), bersifat harmoni dan selaras dengan kebaikan alam semesta dan

segenap isinya (habluminanas), tidak berbuat aniaya bahkan zalim terhadap sesama. Gerak jiwa

dalam berpikir dan berperilaku dalam tahapan menuju Insan Kamil merupakan framework ideal.

Iqbal menilai Insan kamil bukan sebagai figur yang bersifat mistik melainkan mukmin sejati yang

memperlakukan agamanya sebagai dogma yang tidak kaku, menjalani kehidupan dengan

VHPDQJDW µLa illaaha µillallah (Rusdin, 2016) dimana Allah menjadi tujuan akhir dari segala

penciptaan kehidupan di dunia. Iqbal selaku filsuf dan intelektual muslim memiliki pemikiran

cemerlang sesuai peradaban saat ini sehingga cara pandang dirinya memiliki keunikan

dibandingkan sufi lainnya seperti Ibn Arrabi dan Muthahari.

Dalam refleksinya, Murthada Muthahhari menilai pencapaian manusia sempurna tidaklah

sederhana cara manusia modern menafsirkan dirinya. Manusia sempurna dapat dilacak dan

diidentifikasikan dengan kriteria intelektual, spiritual, tanggungjawab sosial serta pengetahuan

yang menjadi anak tangga yang mampu menghantarkan manusia pada diskursus manusia

sempurna dan realitas konkretnya (Astutik T, 2011). Beliau memandang kesempurnaan manusia
26

itu sebagai proses bertingkat-tingkat melalui rangkaian tahapan perjalanan spiritual. Manusia

sempurna (Insan Kamil) adalah manusia yang melangkah secara vertikal sehingga menjadi kamil,

lebih kamil lagi dan seterusnya menuju batas akhir kesempurnaan sesungguhnya yakni tingkatan

kepada Allah. Pada sosok Insan kamil, seluruh nilai-nilai insaninya berkembang secara seimbang

dan stabil sehingga tidak satupun dari nilai-nilai tersebut tidak selaras dengan nilai-nilai lain baik

nilai-nilai yang tumbuh dari pribadi, kepribadian atau badan dan ruh dengan fisik dan mental.

Insan kamil merupakan sosok yang mampu menyeimbangkan dan menstabilkan serangkaian

potensi insaninya. Kesempurnaan manusia (kamal) terletak pada kestabilan dan keseimbangan

nilai-nilai. Disinilah peran cinta dan akal mampu membentuk Insan Kamil (Muthahhari, 2003).

Meskipun demikian, manusia kadangkala lupa dan lalai terhadap nilai-nilai insani sehingga gagal

mengenali diri dan realitas seutuhnya yang berakibat pada ketidakseimbangan psikologis dan

kerusakan jiwa yang semakin eksploitatif dan rakus. Keadaan tersebut tidak lepas dari

keberadaan realitas modern yang telah menafsirkan satu realitas tunggal dan menurunkan level

realitas ketuhanan menjadi diri sendiri dimana manusia sebagai pusat dalam siklus alam semesta

(antroposentrisme) (Muthahhari, 1992). Pada akhirnya manusia sempurna (Insan Kamil) adalah

manusia yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai spiritual dalam diri dengan bersikap adil dan

moderat. Secara eksistensial, manusia sempurna adalah sebuah realitas hidup dimana terdapat

pemanfaatan potensi dalam diri menuju aktualisasi.

Insan kamil dalam perspektif Ibnu Arrabi merupakan manusia sempurna dari segi wujud

dan pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya adalah karena dia merupakan

manifestasi sempurna dari citra Tuhan dimana dalam dirinya tercermin nama-nama dan sifat

Tuhan secara utuh. Al-Jili membagi insan kamil atas tiga tingkatan. Tingkat pertama merupakan

tingkat permulaan (al-bidayah). Pada tingkatan ini insan kamil mulai dapat merealisasikan asma

dan sifat-sifat Ilahi pada dirinya. Tingkat kedua merupakan tingkat menengah (at tawasut). Pada

tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan sifat kemanusiaan yang terkait dengan realitas

kasih Tuhan (al-haqaiq ar-rahmaniyah). Sedangkan tingkat ketiga adalah tingkat terakhir (al-
27

khitam). Pada tingkat ini insan kamil telah mampu merealisasikan citra Tuhan secara utuh karena

dari segi mental spiritual ia memiliki kualitas yang jauh lebih tinggi dan sempurna dibanding

manusia lain. Melalui kualitas dan kesempurnaan itulah Tuhan menjadikan Insan Kamil sebagai

khalifah-Nya. (Mahmud Akilah, 2014)

INSAN KAMIL

Pemikiran Ibn Arrabi Pemikiran Muthahari Pemikiran Muhammad Iqbal


tentang insan kamil tentang Insan kamil tentang Insan kamil adalah:
adalah: adalah: x Bentuk manusia ideal yang
x Arketipe abadi dan kekal x Perfect Man, yakni menempati tingkat kedirian
dari manusia sempurna. manusia yang tertinggi yang mungkin
x Potret sempurna yang menangkap dan dicapai oleh setiap diri
mengembangkan sifat manusia.
diciptakan Allah, memiliki
Allah secara x Kerinduan terhadap Tuhan
derajat lebih tinggi dari
proporsional dan tanggung jawabnya
maqam ciptaan lainnya
x Sosok manusia yang sebagai wakil (khalifah)
x Wadah seluruh peran dan mampu merekat dan sehingga menemukan
duplikat asma-asma illahi merajut berbagai nilai bentuknya dalam diri
dan hakikat kekinian. dan prestasi secara Rasullullah SAW.
x Rahmat terbesar Al Haqq seimbang. x Mukmin yang mengandung
bagi makhluk. kekuatan,wawasan,perbuatan
x Mikrokosmos dan kebijaksanaan tergambar
memanifestasikan sifat dalam diri Rasullulah SAW.
dan kesempurnaan illahi x Makhluk moralis yang
dimana terjadi dianugerahi kemampuan
perwujudan penuh rohani dan agamawi dalam
kesatuan hakiki dengan menumbuhkan kekuatan
Tuhan dalam diri agar mampu
menghayati akhlak illahi
Dikutip dari berbagai sumber

Gambar. 1.5 Insan Kamil dalam Berbagai Perspektif

Pemikiran Iqbal merupakan kerangka sekaligus jembatan idealisme peneliti dalam

memandang perjalanan jiwa manusia. Progresif Kesadaran yang termuat dalam Peta Kesadaran

Hawkins merupakan wilayah geografis jiwa dalam menapaki rangkaian perjalanan jiwa menuju

Insan Kamil. Pemikiran David R Hawkins mendukung pemikiran Iqbal dalam merepresentasikan

tahapan menuju Insan Kamil dimana jiwa masyarakat modern umumnya mengalami fase
28

keterpisahan, bertahan (survive) bahkan meragukan eksistensi dirinya. Pemikiran Iqbal yang

cenderung abstrak dibantu Hawkins dalam peta kesadarannya mengenai gerak khudi menuju

Insan Kamil. Perjalanan jiwa mengalami tahapan proses kesadaran dimana fase melampaui

disertai pertumbuhan kesadaran yang memuat pengalaman dalam Psikologi Transpersonal Jung

serta Peta Kesadaran Hawkins.

Saat menggunakan pemikiran Iqbal dan Hawkins, peneliti melibatkan aktivitas utama yang

menjadi esensi kedua pemikiran tersebut. Aktivitas tersebut menggerakkan dan mendorong

pertumbuhan kesadaran jiwa dalam proses transendensi atau trans(edensi)personal sehingga

menjadi motor penggerak akuntan saat menapaki perjalanan kesadaran jiwa saat berakhlak atau

beretika. Peneliti menambahkan Psikologi Transpersonal Carl Gustav Jung sebagai pendukung

pemikiran sebelumnya dalam menghasilkan bangunan kesadaran etika yang holistik dari sudut

pandang Insan Kamil. Dengan demikian terbentuklah sebuah bangunan kesadaran etika akuntan

dari trilogi pemikiran M. Iqbal, David R Hawkins serta Carl Gustav Jung. Melalui ketiga pemikiran

tersebut, jiwa diharapkan dapat menumbuhkan kesadarannya dalam beretika dimana kebebasan

dan kehendak akuntan selaras dengan kehendak Tuhan sehingga mampu mencapai

keseimbangan kehidupan di dunia maupun akhirat. Keseimbangan akan sulit dicapai manakala

jiwa tidak mampu memahami eksistensi dirinya yang seringkali mengalami dilema etika serta

konflik batin yang berkepanjangan.

1.1.9 Etika Akuntan dalam Spiritualitas

Keberadaan etika mampu meningkatkan kompetensi dan tanggungjawab profesional

akuntan terkait integritas dan obyektivitas auditor dalam melayani kepentingan publik.

Keberhasilan auditing yang mendasarkan pada ethical framework melalui ethical behavior

hendaknya mampu menilai integritas dan nilai-nilai etika dari klien. Oleh sebab itu perspektif etika
29

setidaknya mampu menjembatani kemampuan auditor dalam memahami, menilai serta

merespon prospek etika dimasa datang serta klien yang sedang berlangsung (Martin, 2007).

Kemudahan memperoleh akses informasi dari klien, manajemen atau direktur

perusahaan menjadikan keberadaan profesi auditor unik dibandingkan profesi lain. Konflik terkait

loyalitas terhadap klien, publik, etika serta batasan legal dan professional atas terungkapnya

kesalahan menjadi permasalahan yang kian marak terjadi dalam hubungan atas dasar

kepentingan tersebut. Kompleksitas yang semakin tumbuh dan berkembang kerap kali

memunculkan perilaku tidak etis di bidang akuntansi khususnya auditing. Oleh sebab itu

pertentangan yang terjadi dalam hubungan antara auditor dan klien bagaikan buah simalakama

dimana satu sisi auditor berupaya memberikan kenyamanan dalam menumbuhkan kepercayaan

dan loyalitas klien kepada auditor, tetapi di sisi lain keahlian auditor justru mampu

mengungkapkan sensitivitas informasi yang dapat menyinggung klien dan berdampak pada

ketidaksetiaan. Konflik kepentingan menimbulkan ketidakmampuan auditor dalam memilih. Di

satu sisi, auditor mengorbankan integritas dirinya, sedangkan disisi lain justru konsisten

mempertahankan prinsip nilai atau moral yang diyakininya. Pertentangan batin yang dialami

auditor berujung pada dilema yang mengorbankan independensi dan integritas akuntan. Dalam

keadaan tersebut, Islam memandang kondisi dilematis yang dihadapi jiwa sebagai cara untuk

menguji standar iman seseorang serta menjadi bagian dari perjuangan jiwa dalam menjalani

hidup.

Perjuangan akuntan menghadapi permasalahan etika tentunya bersinggungan dengan

kelemahan eksistensi dirinya sebagai manusia. Jiwa akuntan tidak mampu menyaksikan

keberadaan diri yang tertipu oleh kehadiran ego dualitasnya. Kehadiran ego dualitas dalam diri

mampu menenggelamkan kemampuan manusia dalam memaknai tanda-tanda alam. Padahal

senyatanya tanda-tanda alam secara simbolik merepresentasikan sifat-sifat Tuhan. Oleh sebab

itu proses menumbuhkan kesadaran diri manusia melalui transendensi dan transformasi

kekuatan spiritual hendaknya berlaku pada setiap tingkat permasalahan yang ada. Transendensi
30

merupakan proses penegasan diri atas eksistensi yang ada, sedangkan transformasi kesadaran

spiritual merupakan upaya peningkatan kesadaran akuntan dalam memahami makna hidup yang

terjadi dalam dirinya. Dengan demikian diri mampu memberikan kemaslahatan kepada individu,

kelompok serta organisasi lainnya (Nasr,1983). Spiritualitas menjadi unsur penting bagi akuntan

saat melakukan kreasi serta pertangggungjawaban aktivitas ekonomi, sosial dan lingkungan

dalam kesatuan organisasi (Sukoharsono, 2010). Oleh sebab itu nilai-nilai spiritual Islam dalam

Insan Kamil dijadikan sebagai dasar membangun kesadaran etika. Islam sebagai ajaran yang

mendasarkan Al-4XU¶DQ GDQ Sunah tidak memisahkan kegiatan duniawi dengan kepatuhan

kepada Allah SWT karena ingin membangun keseimbangan harmonis yang selaras dan saling

melengkapi. Nilai-nilai spiritual Islam menjadi fondasi penting praktik akuntansi khususnya terkait

keberlangsungan etika saat ini (Dusuki, 2008; Sobhani, Yuserrie, & Azlan Amran, 2011).

Dalam tradisi Islam, ilmu pengetahuan tidak memahami realitas sebagai sebuah entitas

yang terpisah (independen) dari realitas absolut (Allah), melainkan sebagai bagian integral dari

eksistensi Tuhan. Islam memiliki tiga nilai dasar yaitu tauhid, khalifah dan keadilan (Bakar, 2008;

Chapra, 1992; Rahman, 2003). Tauhid merupakan pengakuan, keyakinan serta dasar pijakan

umat muslim terhadap ketentuan Tuhan sehingga mampu menjalani kehidupan di dunia.

Keesaan Allah SWT sebagai landasan kehidupan manusia terbentuk dalam ilmu pengetahuan

sebagai sarana pembuktian Allah melalui keteraturan alam semesta. Manusia sebagai khalifah

di muka bumi hendaknya mampu mengemban amanah agar dapat memelihara dan mengelola

alam semesta beserta sumber daya alamnya demi kesejahteraan makhluk hidup didunia. Melalui

akal, nafsu, jiwa dan ruh, potensi manusia digerakkan sehingga mampu mengelola alam semesta

dan menghasilkan pengetahuan, tehnologi serta inovasi berkelanjutan demi tercapainya

peradaban yang lebih baik.

Peran manusia sebagai khalifah beriringan dengan perannya sebagai hamba Allah,

karena tindakan manusia sebagai khalifah dijalankan dalam konteks penghambaannya kepada

Allah SWT. Posisi manusia sebagai makhluk Allah dituntut bersikap adil dengan tidak menuruti
31

hawa nafsu dalam memenuhi kepentingan pribadi dan selalu memperhatikan kepentingan orang

lain. Keadilan merupakan keseimbangan proporsional terhadap pihak yang berhak menerima

tanpa diskriminasi dan mengorbankan pihak lain (Dusuki, 2008; Murtadha Muthahhari, 2009).

Tindakan akuntan tidak saja menempatkan diri pada etika konvensional melainkan pada hasil

refleksi nilai-nilai Islam yang tumbuh dalam dirinya. Nilai-nilai tauhid, khalifah dan keadilan

menjadi landasan filosofis akuntan dalam membangun kesadaran etika akuntan. Apabila ketiga

nilai dasar tersebut termuat dalam prinsip etika berupa tanggung jawab profesi, kepentingan

umum (publik), integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan,

perilaku professional serta standar teknis, maka perilaku akuntan sepenuhnya akan tunduk

terhadap ketentuan Allah SWT.

1.2 Akuntansi dan Profesi Akuntan dari Masa ke Masa

Profesi akuntan mengalami perkembangan pesat menjadi profesi yang menjanjikan

karena terbentuk dari hasil kepercayaan masyarakat. Profesi akuntan mengalami perkembangan

cukup signifikan sejak diluncurkannya Undang-Undang No 34 Tahun 1954 tentang Hak Praktek

Publik dan Pengunaan Akreditasi Gelar Akuntansi. Undang-undang lahir untuk melindungi publik

dari praktek akuntansi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki hak memberikan

layanan tersebut. Sasaran pembentukan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah untuk melindungi

status profesi akuntan Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada publik. IAI juga

mendukung pembangunan nasional RI melalui pengembangan ilmu pengetahuan akuntansi,

perlindungan badan akuntan Indonesia, mengembangkan keahlian serta tanggung jawab

anggota IAI, mendukung serta melakukan tindakan positif terkait pembangunan nasional

Indonesia (Sukoharsono, 2000).

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang berdiri di tahun 1957, pada awalnya terdiri dari 13

akuntan yang terdaftar dalam organisasi tersebut. Pada tahun 1966 perubahan dramatis terjadi

pada profesi akuntan seiring membaiknya kondisi politik dan ekonomi di Indonesia.
32

Perkembangan profesi akuntan semakin mantap pada tahun 1975 dimana Konsorsium Ilmu

Ekonomi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

menetapkan syarat-syarat minimal Kurikulum Jurusan Akuntansi berpola Amerika untuk seluruh

Fakultas Ekonomi Negeri. Sejalan dengan komitmen tersebut, Pusat Pengembangan Akuntansi

(PPA) sebagai lembaga dibawah KIE yang berkedudukan di Fakultas Ekonomi Negeri mulai

beroperasi di tahun 1979. Lembaga tersebut bertugas mengintegrasikan sebuah pola pendidikan

akuntansi yakni pola Amerika yang menyelenggarakan Ujian Nasional Akuntansi (UNA) bagi

peserta lulusan jurusan akuntansi dari Universitas Swasta atau Negeri yang belum memakai gelar

akuntan (Suardikha, 2012) .

Pada tahun 2001, pemerintah memberlakukan aturan baru mengenai sebutan pemakaian

akuntan (bukan gelar akuntan). Peraturan tersebut mensyaratkan bahwa seseorang berhak

menggunakan sebutan akuntan apabila telah lulus dari Pusat Pengembangan Akuntan (PPA)

yang diselenggarakan Perguruan Tinggi (PT) serta memperoleh persetujuan dari Direktur

Jenderal PT tersebut. Saat menyongsong era keterbukaan dalam perdagangan bebas, IAI

melalui dukungan Departemen Keuangan RI menyelenggarakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik

(USAP) untuk menguji kemampuan akuntan berpraktek sebagai Akuntan Publik. IAI sebagai

organisasi profesi menyelenggarakan Program Pendidikan Berkelanjutan (PPL) dengan materi

pembahasannya meliputi ketrampilan professional, pengetahuan professional dan etika profesi

(Harahap, 2001).

Profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengurangi informasi asimetri antara principal

(pemilik) dengan agen (manajer professional) serta debitur. Hal ini dikarenakan agen memiliki

informasi lebih banyak dibandingkan principal atau kreditur. Oleh sebab itu tindakan agen yang

cenderung menguntungkan dirinya sendiri bukan menjadi bagian dari keinginan principal.

Kemampuan dan ketrampilan agen menggerakkan keahlian akuntan agar senantiasa berada

dalam pusaran aktivitas ekonomi terlebih di era digital saat ini. Model bisnis perekonomian saat
33

ini bertransformasi sedemikian rupa sehingga profesi akuntan senantiasa eksis dan relevan di

masa mendatang (Sudarman, 2012).

Menurut International Federation of Accountants, profesi akuntan merupakan bidang

pekerjaan yang menggunakan keahlian di bidang akuntansi dimana didalamnya memuat profesi

akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang,

akuntan pemerintah yang bekerja di bidang pemerintahan serta akuntan pendidik. Profesi

akuntan yang diwadahi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) memiliki tanggungjawab profesionalisme

yang berorientasi kepada kepentingan publik yakni masyarakat, klien dan rekan seprofesi dimana

didalamnya memuat ketentuan dan syarat utama berupa keahlian, pengetahuan dan karakter.

Profesi akuntan memiliki karakteristik diantaranya memiliki pengetahuan khusus, kaidah

dan standar moral yang tinggi, pengabdian untuk kepentingan masyarakat, memiliki izin khusus

sehingga mampu menjalankan aktivitas dibawah naungan organisasi profesi (Sofianti, 2008).

Profesi akuntan memiliki Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagai panduan dan aturan bagi

akuntan dalam memenuhi tanggungjawab profesionalnya yang berpraktik di lingkungan bisnis,

instansi pemerintah maupun dunia pendidikan. Akuntan publik memiliki kebutuhan dasar yang

perlu diperhatikan dan dipenuhi baik berupa kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa serta

kepercayaan. Oleh sebab itu akuntan publik hendaknya mampu menjunjung tinggi kejujuran,

integritas dan kepercayaan dengan memegang teguh etika dan tidak menitikberatkan sisi

komersial.

Dalam menghadapi tantangan di era revolusi industri, akuntan memiliki pengetahuan dan

keahlian terkait tehnologi dan komunikasi. Oleh sebab itu pendidikan akuntansi memiliki peran

vital memperkuat kompetensi akuntan melalui cakupan kurikulum, mengembangkan daya nalar,

menggunakan soft skill untuk pengajaran kepada mahasiswa serta memperkuat hubungan antara

kinerja staf pengajar serta penyelenggaraan USAP. Putri (2010) menggambarkan pemikiran

Olson tersebut ke dalam dua periode perkembangan profesi akuntan tersebut di Indonesia, yakni:
34

1. Periode kolonial, dimana anggota profesi akuntan saat ini merupakan akuntan Belanda

dan beberapa akuntan Indonesia. Dalam kondisi tersebut pendidikan yang ada bagi rakyat

pribumi adalah pendidikan tata buku secara formal dan kursus tata buku secara non

formal.

2. Periode sesudah kemerdekaan

a. Periode I sebelum tahun 1954

Pada periode tersebut, kebutuhan masyarakat bisnis akan jasa akuntan semakin

besar. Pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan ketentuan yang

ditetapkan pemerintah yakni dengan mengikuti perkuliahan pada Perguruan Tinggi

Negeri dengan hasil yang baik. Oleh sebab itu pemerintah menetapkan peraturan dan

undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan sehingga pengusaha dan badan

tidak tertipu oleh pemakaian gelar akuntan yang tidak sah.

b. Periode II tahun 1954-1973

Setelah berlakunya Undang-Undang no 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar

akuntan, perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban

karena perekonomian Indonesia kurang menguntungkan. Meskipun demikian

perkembangan ekonomi mulai mengeliat saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-

perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan

yang menjadi auditor saat itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan Kantor

Akuntan Publik (KAP) untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.

Profesi akuntan semakin luas seiring bertambahnya minat menjadi akuntan. Terlebih

lagi saat pemerintah mengeluarkan Undang Undang Penanaman Modal Asing dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1967/1968, sehingga tahun 1970

profesi akuntan mengalami perkembangan cukup berarti.

c. Periode III tahun 1973-1979


35

Keberadaan prinsip serta norma yang termuat dalam Prinsip Akuntansi Indonesia

serta Norma Pemeriksaan Akuntansi, membuat gerak profesi akuntan publik

selangkah lebih maju. Hal ini dikarenakan keberadaan prinsip dan norma tersebut

menjadi standar kerja akuntan pubik dalam menganalisa laporan keuangan badan-

badan usaha di Indonesia. Selain itu kongres IAI telah mengesahkan Kode Etik

Akuntan Indonesia sebagai perangkat yang melengkapi profesi akuntan publik.

Keberadaan pasar modal di Indonesia mampu meningkatkan profesi akuntan publik.

Oleh sebab itu dalam rangka mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik,

dibentuklah Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) dibawah IAI pada tanggal 1 Mei 1978.

Dalam perkembangan selanjutnya, seksi yang terdapat di IAI tidak hanya seksi

Akuntan Publik saja melainkan memuat sesi Akuntan Manajemen dan Akuntan

Pendidik.

d. Periode IV tahun 1979-1983

Periode ini merupakan periode suram dalam perkembangan profesi akuntan publik,

karena masih dijumpainya malpraktik yang dilakukan akuntan publik. Olson

menekankan beberapa point perkembangan profesi akuntan tersebut dengan makin

banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia untuk masyarakat. Dengan

semakin bagus transportasi dan komunikasi, maka kebutuhan akan kualitas hidup

disadari semakin bertumbuh seiring semakin berkembangnya perusahaan-

perusahaan multinasional.

e. Periode V tahun 1983-1989

Periode ini menjadi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI

1973 disempurnakan pada tahun 1985 kemudian disusul pula dengan

penyempurnaan Norma Pemeriksaan Akuntan serta Kode Etik dalam Kongres ke V

tahun 1986. Pada tahun 1986, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri

Keuangan No 763/KMK. DOI/1986 tentang akuntan publik. Keputusan tersebut


36

mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur serta persyaratan untuk

memperoleh izin praktek akuntan publik, pendirian KAP beserta sanksi-sanksi yang

dijatuhkan akuntan publik dalam melanggar persyaratan praktek akuntan publik.

f. Periode VI tahun 1990-sekarang

Profesi akuntan publik berkembang seiring berkembangnya dunia usaha dan pasar

modal di Indonesia. Banyak kritik yang dilontarkan para usahawan dan akademisi

terhadap keberlangsungan profesi tersebut. Meskipun demikian, keberadaan profesi

akuntan saat ini tetap diakui pemerintah sebagai profesi yang memperoleh

kepercayaan dari masyarakat.

Profesi akuntan mengembangkan sekumpulan standar yang dapat diterima secara umum

agar dapat dipraktekkan secara universal. Usaha tersebut menghasilkan seperangkat aturan

serta prosedur umum yang disebut Prinsip Berterima Umum serta menjadi standar yang

menunjukkan tata cara melaporkan kejadian ekonomis. Konvergensi terhadap IFRS merupakan

milestone baru dari serangkaian milestone yang pernah dicapai Indonesia dan IAI dalam signal

perkembangan profesi akuntan, khususnya perkembangan standar akuntansi keuangan. Pada

tahun 1994, IAI memutuskan untuk mengembangkan standarnya melalui harmonisasi dengan

Standar Akuntansi Internasional. Pada saat itu terjadi perubahan dari harmonisasi menuju

adaptasi dan selanjutnya menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan IFRS.

Praktek akuntansi dalam dunia bisnis merupakan konsep yang dibuat dan dihasilkan oleh

akuntan. Praktek tersebut membentuk realitas sosial yang hadir secara samar melingkupi

kehidupan sosial masyarakat bisnis. Jaringan kerja realitas sosial merupakan jaringan kuasa

sehingga melalui kuasanya tersebut mampu memikat, mengikat dan memilih kehidupan sosial

masyarakat kedalam jaringan kerjanya (Astuty, 2009). Perkembangan akuntansi dan profesi

akuntan di era modernisme dan posmodernisme memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-

beda. Modernisme yang sarat dengan sistematika, formalitas serta keteraturan mengakibatkan
37

hegemoni peradaban barat, industrialisasi, konsumerisme, diskriminasi, pengangguran dan

stagnasi sehingga mengakibatkan konsekuensi buruk pada tatanan praksis kehidupan sosial

manusia. Hal tersebut terjadi karena modernisme gagal melihat hakikat manusia secara utuh

sehingga pola pikirnya cenderung mengarah pada logosentrisme yang mengklaim legitimasi

melalui referensi kebenaran universal dan eksternal (Rosenau, 1992). Logosentrisme cenderung

menindas sang lain yakni sesuatu lain yang berada di luar hegemoni dan kekuatan mainstream

dalam posisi marginal. Kekecewaan pada modernisme menimbulkan sebuah gerakan baru yang

dinamakan posmodernisme.

Posmodernisme merupakan periode yang penuh dengan keanekaragaman pemikiran,

nihilism, etnometodologi, romantisme, populasi serta hermeneutika. Keanekaragaman tersebut

merupakan worldview yang mencoba menempatkan dirinya diluar paradigma modern, bukan dari

kriteria modernitas tetapi melalui kontemplasi dan dekonstruksi (Hadiwinata,1994).

Posmodernisme tidak memiliki bentuk baku atau kejelasan. Itulah sebabnya posmodernisme

melalui semangat dekonstruksi menghadirkan aspek-aspek lain yang berada di luar narasi besar

(logosentrisme) sistem ekonomi modern seperti efisiensi, produktivitas, maksimalisasi laba dan

akumulasi modal dengan menempatkan kelompok marjinal dalam posisi sejajar dengan

kelompok yang berada dalam posisi pusat. Berikut ini merupakan karakteristik akuntansi dan

akuntan pada masa modernism dan posmodernisme.

Tabel 1.1
Karakteristik Akuntansi dan Akuntan di Era Modernisme dan Posmodernisme
Modernisme Posmodernisme

Akuntansi x Realitas akuntansi terbentuk melalui x Akuntansi merupakan praktek moral


merupakan realitas sosial yang mengandung dimana akuntan dapat mengubah dunia
bahasa bisnis nilai-nilai kapitalisme yang dan mempengaruhi pengalaman hidup
dimana menyertainya orang lain sehingga pengalaman hidup
realitas sosial x Praktek akuntansi ditentukan oleh seseorang berbeda dengan tidak adanya
yang kultur masyarakat, sistem ekonomi, akuntansi atau dengan adanya bentuk
tercipta sistem politik dan sistem sosial alternatif akuntansi.
membentuk x Membangun struktur sistem yang x ³6DQJ /DLQ´ \DNQL VHJDOD VHVXDWX \DQJ
konsepsi yang dapat membumikan secara berbeda, oposisi dan kontradiktif lebur
ekonomi mapan konsep tadi
secara
38

teoritis x Akuntansi merupakan realitas yang melalui gerak dualitas menuju totalitas dan
maupun dikatakan bebas nilai sehingga kesempurnaan rasio (Sahal, 1994)
praktik dinyatakan kering dengan nilai-nilai x ³6DQJ ODLQ´EHUXSD KDWL QXUDQL \DNQL ILWUDK
etika kemanusiaan sejati dan kecenderungan
x Rasio merupakan indikator bahwa kepada kebenaran dimasukkan kedalam
konstruksi, bentuk dan praktek orbit wacana yang sedang dominan.
akuntansi merupakan perwujudan x Mengasah sang lain dilakukan melalui
dari gerak rasionalitas menuju ibadah ritual dan kontemplasi esoteric.
pencapaian totalitas dan x Hati nurani memancarkan cahaya etika
kesempurnaan hidup manusia dari dalam diri manusia dan jika cahaya ini
x Realitas sosial akuntansi yang padam maka lenyap pula praktek
terbentuk memiliki karakter kehidupan sehari-hari yang berlandaskan
kemanusiaan karena realitas sosial nilai-nilai etika tersebut.
tercipta sesuai sifat manusia yang x Interaksi hati nurani dan rasio akan
ada didalamnya. menghasilkan konstruksi pengetahuan
x Hati nurani dalam wacana (teori) akuntansi yang mengandung
modernitas berada dalam posisi hukum positif akuntansi serta nilai-nilai
marginal sedangkan yang menempati etika.
posisi sentral adalah rasio x Hukum positif akuntansi yang eksoteris
akan membentuk praktek akuntansi yang
sarat dengan nilai-nilai etika.
x Realitas sosial akuntansi diciptakan
berdasarkan nilai-nilai ketuhanan (etika)
tidak terbatas pada manfaat duniawi tetapi
mencakup kehidupan pada dunia
(transendental)
x Realitas sosial akuntansi yang diinginkan
adalah realitas sosial yang humanis,
transendental dan teleogical sehingga
rekonstruksi akuntansi harus memuat nilai
yang sama.

Akuntan x Modernisme melihat hakikat manusia x Akuntan sebaiknya tidak melihat diri
merupakan pada dua sifat yakni antagonistic, sebagai agen pasif yang hanya mampu
profesi yang terikat, determinism, bersifat pasif mempraktikan tehnik akuntansi saja tetapi
mendasarkan dan bebas serta voluntarism, aktif sebagai agen yang menjadi bagian dari
pada dan saling meniadakan. proses pembentukan realitas sosial
persepsi x Akuntan sebagai agen pasif, sehingga dapat mengintepretasikan
seseorang menganggap lahir dan hidup dalam akuntansi sebagai realitas yang memiliki
dalam realitas yang sudah ada makna dan sumber pembentukan
melihat x Diri akuntan dituntut untuk berfikir (kembali) realitas sosial.
hakikat rasional dalam menyusun asumsi, x Akuntan sebagai agen aktif memiliki free
dirinya konvensi serta teori akuntansi atau will serta daya kreatif yang tinggi sehingga
(human perangkat lainnya dalam akuntansi diri akuntan mampu menentukan warna
nature) dan x Akuntan memiliki keahlian bentuk akuntan (realitas sosial yang akan
bagaimana menciptakan asumsi konvensi serta dibentuk).
dia melihat konsep yang bebas nilai dimana x Akuntan selaku arsitek memiliki kuasa
realitasnya keahlian tersebut mampu mereduksi menentukan bangunan akuntansi
realitas sosial yang kompleks dalam x Akuntan postmodern mampu
bentuk angka-angka akuntansi. menginteraksikan rasio dengan hati nurani
x Persepsi akuntan secara verbal sehingga diperoleh wujud konkret etika
maupun visual image ditimbulkan yang dapat diterapkan dalam kehidupan
tidak hanya oleh akuntan tetapi juga sehari-hari.
oleh media. (Carnegie & Napier
Christopher, 2009)
39

x Akuntan modern cenderung memiliki


jiwa wirausaha (entepreneurship)

Etika x Etika akuntan yang lahir di era x Etika akuntan yang lahir di era
Akuntan modernism terkait erat dengan posmodernisme menyertakan nilai-nilai
merupakan regulasi atau norma aturan. Etika lain yang merupakan nilai-nilai marginal
seperangkat belum sepenuhnya menggunakan dalam kerangka kehidupan masyarakat
aturan dan nilai - nilai keilahian sebagai panduan modern.
pedoman dalam bersikap dan berperilaku x Kerangka etika akuntan di era
yang harus posmodernisme dapat memasukkan sang
dipatuhi dan lain yakni nilai-nilai keilahian maupun
ditaati kearifan lokal masyarakat
akuntan
dalam
bersikap dan
berperilaku

Sumber: Astuty (2009)

Perkembangan profesi akuntan tidak lepas dari stereotype yang tumbuh dari akuntan

serta teori legitimasi yang mengancam keberlangsungan profesionalisme akuntan (Carnegie &

Napier Christopher, 2009). Stereotype dibangun dari seperangkat karakteristik yang secara

otomatis membentuk keanggotaan sebuah grup sosial yang dapat diidentifikasikan. Oleh sebab

itu stereotype meliputi 3 elemen yakni: 1) Naturality, etnis, gender, age, occupation serta

penampilan. 2) Akuntan dianggap sebagai sosok yang membosankan dan 3) merupakan

keanggotaan dari grup tertentu. Berkaitan dengan elemen tersebut, stereotype mencakup dua

aspek yang dapat diidentifikasikan yakni prototype dan schema. Prototype merupakan model

dimana akuntan digambarkan sebagai sosok actual maupun fictional dimana visualisasi model

akuntan masuk kedalam pikiran seseorang yang menampilkan sebuah objek atau person yang

diharapkan. Schema merupakan pengaturan pemahaman serta keyakinan kita terhadap konsep

tertentu yang memiliki peran terhadap pekerjaan yang membosankan, ketat dan memiliki kendali

melebihi pengeluaran. Aspek±aspek tersebut menggerakkan sifat-sifat akuntansi kearah

traditional accountant dan business profesionals.

Traditional accountants atau beancounter stereotype secara positif digambarkan sebagai

sosok akuntan yang jujur, dapat dipercaya, hati-hati dengan uang, telaten, dapat diandalkan,

sopan serta mampu berkomunikasi dengan baik. Dalam perspektif negatif, sosok tersebut
40

merupakan sosok membosankan, tanpa warna, tidak komersial, suka menonjolkan keilmuan dan

monoton. Beancounter stereotype digambarkan sebagai persona yang tidak menarik dan

menghantui profesi akuntan. Dalam kondisi tersebut sosok akuntan perlu ditransendensikan

menjadi sosok yang lebih baik (Carnegie & Napier Christopher, 2009)

Business professionals digambarkan sebagai sosok akuntan yang penuh warna karena

image akuntan ini dibangun dan ditunjang oleh professional accounting bodies dengan

keberadaan kantor akuntan publik yang besar. Fenomena Earnings Manipulation, off balance

sheet serta korupsi yang merembak menjadi manifestasi dari keberadaan business professionals.

Oleh sebab itu tidak mengherankan jika sterereotype business profesionals membawa stigma

ketidakjujuran, serakah dan kurang bertanggungjawab (Carnegie & Napier Christopher, 2009).

Kasus Enron dan skandal keuangan lain digambarkan sebagai kerapuhan dalam profesi akuntan.

Meskipun demikian, akuntan professional (business professional) memproyeksikan stereotype

business professional sebagai sebuah image yang positif, meskipun penghancuran dokumen

Enron dianggap terlalu dini sebagai antithesis perilaku auditor independen yang berdalih

melindungi kepentingan umum. Pelatihan-pelatihan akuntan berfokus pada penyelesaian

masalah yang terkait financial performance dibandingkan penyelesaian masalah dalam people

management, quality dan thought leadership. Perkembangan Kantor Akuntan Publik (KAP)

bermula dari kemitraan yang lemah menuju konsultan internasional raksasa yang mitra utamanya

mampu menghasilkan jutaan dollar setahun. KAP di abad 21 sangat berbeda dengan KAP

pendahulunya dimana banyak ujaran dan kritik menilai akuntan dan auditor tahun 1990-an tidak

lagi memuat orang-orang yang berintegritas, karena semua berujung pada uang (,W¶V DOO DERXW WKH

money). Akuntan yang tidak melakukan persiapan renegosiasi kontrak sosial pada akhirnya

menurunkan tingkat profesional dibandingkan continued professionalization in accounting. Dalam

social contract theory, pemahaman yang terjadi antar pihak mengarahkan dan membimbing

perilaku serta sikap aktor sosial sesuai kesepakatan yang dituju. Keberlangsungan moralitas

terjadi manakala kesepakatan sosial antar pihak yang berkepentingan terpenuhi (Carnegie &
41

Napier Christopher, 2009). Tabel berikut ini menyajikan perbedaan antara traditional accountants

dan business professionals.

Tabel 1.2
Perbedaan Traditional Accountant dan Business Professionals
No Karakteristik Traditional Accountant Business Professional

1 Tujuan Memberikan pelayanan Merupakan usaha yang


terhadap kepentingan bergerak di bidang komersial
publik
Hubungan Klien tidak selalu benar, Menambah nilai pada klien
2 oleh sebab itu akuntan melalui penyediaan layanan
dengan kllien
hendaknya senantiasa konsultasi pajak audit,
waspada, berhati-hati dan asuransi dan umum.
menghindari risiko Lebih pada posisi yang
mendukung dan membantu
klien dibandingkan
menentang manajemen klien
Sumber: Carnegie & Napier Christopher,(2009)

1.3 Motivasi Penelitian

Pemahaman akuntan terhadap keberadaan etika masih perlu dibenahi. Hal ini terbukti

dari maraknya pelanggaran etika berupa kecurangan (frauG \DQJ GLODNXNDQ ³RNQXP DNXQWDQ´

Etika yang merupakan akhlak manusia hendaknya menjadi dasar akuntan dalam bersikap

EHUSHULODNX GDQ EHUWLQGDN´ 2OHK VHEDE LWX SHQHOLWL PHPEDQJXQ NHVDGDUDQ HWLND DNXQWDQ PHODOXL

rangkaian tahapan perjalanan spiritual dalam perspektif Insan Kamil sebagai panduan akuntan

dalam berperilaku etis.

Fakta menunjukkan keberadaan etika belum sepenuhnya menjadi dasar akuntan untuk

PHPHQXKL WDQJJXQJMDZDE SURIHVVLRQDOQ\D (WLND VHEDJDL DWXUDQ QRUPDWLI GLDQJJDS ³DQJLQ ODOX´

karena keberadaannya belum sepenuhnya mampu memberikan upaya penyadaran utuh

terhadap diri manusia dalam beretika. Secara teoritis, keberadaan etika dianggap belum

sepenuhnya memberikan pedoman kepada manusia dalam bertingkah laku. Penekanan ilmu
42

pengetahuan modern pada aspek rasio, nalar dan materialitas secara tidak langsung mengubah

pola kepribadian manusia. Dengan adanya pemisahan (dikotomi) antara ilmu pengetahuan dan

agama mengakibatkan manusia tidak mampu mengenali jati dirinya, tujuan serta hakekat

penciptaannya. Amanah yang diemban manusia sebagai khalifah di muka bumi hendaknya

dipahami sebagai upaya diri dalam menebarkan rahmatan lil alamiin. Pertumbuhan kesadaran

etika secara holistik diharapkan mampu menciptakan keselarasan dan harmoni dalam diri

manusia khususnya saat memberikan kebermanfaatan kepada seluruh umat manusia.

1.4 Fokus dan Masalah Penelitian

Delapan prinsip etika belum sepenuhnya efektif dalam penerapannya. Peneliti perlu

membangun kesadaran etika akuntan secara holistik sehingga mampu memberikan upaya

penyadaran utuh dalam diri manusia bukan semata-mata didasari oleh pemberlakuan aturan

maupun norma yang berlaku. Upaya penyadaran diri akuntan dalam beretika masih didominasi

aspek materi (duniawi) yang belum sepenuhnya melibatkan aspek illahi atau nilai-nilai ketuhanan

selaku pemilik alam semesta ini. Aspek ilahi belum sepenuhnya menjadi penentu arah gerak jiwa

dalam berperilaku. Jika kondisi tersebut berlangsung terus akan mengarah pada dilema etis atau

konflik batin dalam diri akuntan yang mendorong timbulnya pelanggaran. Oleh sebab itu proses

menumbuhkan kesadaran etika akuntan dibangun melalui tahapan perjalanan spiritual jiwa dari

sudut pandang Insan Kamil, perjalanan yang membantu dan menjembatani aktivitas jiwa akuntan

dalam beretika.

Pemahaman terhadap kondisi tersebut pada akhirnya menjadi dasar pijakan peneliti

dalam merumuskan masalah penelitiannya yakni Bagaimana Membangun Kesadaran Etika

Akuntan berdasarkan Perspektif Insan Kamil Melalui Trilogi Pemikiran Iqbal, Hawkins dan Jung

dalam metode CINTA?


43

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, peneliti kemudian menetapkan tujuan

penelitiannya yakni membangun kesadaran etika akuntan berdasarkan perspektif Insan Kamil

melalui Trilogi Pemikiran Iqbal, Hawkins dan Jung dalam Metode CINTA.

1.6 Kontribusi Penelitian

Berdasarkan pembahasan dan temuan dalam penelitian ini, peneliti mampu memberikan

kontribusi berupa:

1.6.1 Kontribusi Teori

Hasil penelitian ini mampu memberikan pemahaman dasar secara teoritis serta

argumentasi logis mengenai proses tahapan membangun kesadaran etika akuntan secara

holistik. Penelitian ini tidak hanya menekankan etika konvensional sebagai upaya penyadaran

diri, melainkan secara holistik menyertakan nilai-nilai spiritual (Islam) dari sudut pandang Insan

Kamil. Prosesnya dilakukan melalui serangkaian tahapan penemuan akan potensi diri yang

diperoleh dari inner journey serta upaya internalisasi nilai-nilai spiritual kedalam diri sehingga

proses pendidikan berbasis kenyataan jiwa dapat bergerak selaras sebagai upaya

menumbuhkan penyadaran diri.

Hasil penelitian ini memperkaya riset akuntansi dimasa datang khususnya kajian dalam

akuntansi keperilakuan dan pendidikan etika dimana konstruksi kesadaran etika akuntan

berdasarkan perspektif Insan Kamil menjadi sebuah bangunan kesadaran etika akuntan yang

komprehensif. Perjalanan kesadaran akuntan yang merupakan hasil rekam jejak jiwa kemudian

dikreasikan menjadi sebuah bangunan teori bagi akuntan agar senantiasa bertumbuh

kesadarannya dalam beretika yang pada akhirnya nantinya implementasi dari bangunan tersebut

mampu memberikan kebermanfaatan dan keselarasan kualitas jiwa akuntan menuju

kesempurnaan. Meskipun dalam implementasinya perjalanan kesadaran setiap jiwa berbeda,


44

tidak seragam dan tidak baku, setiap jiwa memiliki pilihan untuk senantiasa melakukan

serangkaian intropeksi dan mengambil hikmah pembelajaran dari setiap ayunan langkah yang

dipilih melalui pertimbangan pikiran, mengolah rasa serta jiwa atau menyeimbangkan rasio,

intelektual dan intuisi sehingga dapat diterapkan dalam sebuah penyelanggaraan pendidikan

etika yang berbasis kenyataan jiwa.

1.6.2 Kontribusi Praktis

Hasil penelitian ini menghasilkan bangunan kesadaran etika akuntan dalam perspektif

Insan Kamil sehingga mampu memberikan pedoman bagi akuntan dalam berperilaku etis.

Bangunan yang nantinya berguna bagi pemerintah, badan pengatur profesi serta organisasi

profesi yang belum sepenuhnya memberikan perhatian serius terhadap upaya pengembangan,

penegakan serta pengawasan terhadap keberlangsungan etika profesi akuntan. Dari bangunan

tersebut akan memberikan sumbangsih berupa pemahaman filosofis, mekanisme, prosedur dan

cara menumbuhkan kesadaran etika yang dapat diimplementasikan pemerintah, badan pengatur

profesi serta organisasi profesi akuntan dalam upaya memberikan penyadaran utuh kepada jiwa

akuntan sehingga nantinya jiwa-jiwa akuntan mampu berkomitmen untuk menegakkan dan

menjalankan etika secara komprehensif bukan semata-mata didasarkan atas kepentingan

duniawi seperti materi, kekuasaan, jabatan maupun arogansi profesi.

1.6.3 Kontribusi Kebijakan

Hasil penelitian ini dapat memberikan pertimbangan kepada akuntan mengenai hasil

keputusan yang melibatkan kebijakan etis, diantaranya adalah pertanggungjawaban yang jelas

dalam praktik serta kemampuan menyeimbangkan rasio, akal dan intuisi dalam pendidikan.

Kebijakan etis dihasilkan dari proses pertumbuhan kesadaran etika dimana akuntan melakukan

upaya penyadaran illahi dalam diri agar senantiasa berperilaku, bersikap serta berbuat selaras

dengan kehendak Tuhan sehingga mampu memberikan kebermanfaatan kepada semesta


45

beserta isinya. Upaya penyadaran ilahi merupakan proses internalisasi dalam diri yang dimulai

dari tahapan perjalanan kedalam diri dimana jiwa belajar untuk mengenali, memahami serta

mengidentifikasi potensi diri baik keunggulan maupun kelemahan yang ada. Dari muara itu akan

dilahirkan wawasan, kekuatan, karakter serta kebijaksanaan yang mampu menghasilkan

berbagai kebijakan etis dalam bidang-bidang kehidupan.


BAB II

PARADIGMA DAN METODOLOGI MEMBANGUN


KESADARAN ETIKA AKUNTAN DALAM PERSPEKTIF INSAN KAMIL

Religion without science is blind.


Science without religion is paralyzed
(Albert Einstein)

2.1 Pengantar

Ilmu pengetahuan memiliki tiga pondasi yakni ontologis, epistemologi dan aksiologis.

Pondasi tersebut digunakan peneliti dalam menetapkan metode penelitian sehingga mampu

membangun kesadaran etika akuntan yang menjadi tema penting dalam penelitian. Cara

pandang peneliti terhadap pengetahuan dibutuhkan untuk menghasilkan kebenaran sejati yakni

kebermanfaatan ilmu pengetahuan bagi perkembangan umat manusia.

Cara pandang, worldview atau paradigma merupakan tolak ukur yang membedakan suatu

peradaban dengan peradaban lainnya. Oleh sebab itu penentuan paradigma melibatkan proses

atau serangkaian aktivitas penalaran manusia menjadi sebuah epistemologi (Mulawarman,

2006). Paradigma berkembang manakala proses dialektika tersebut mampu mendatangkan

kearifan dalam memandang ilmu pengetahuan. Jika terdapat pertentangan atau krisis pada

paradigma sebelumnya yang tidak dapat memberikan penjelasan memadai terhadap

permasalahan yang timbul, maka keberadaan paradigma mulai disangsikan validitasnya. Proses

dialektika mampu menjelaskan secara logis keterbatasan asumsi dasar sebuah paradigma. Oleh

sebab itu dibutuhkan paradigma lain yang mampu memahami ilmu pengetahuan tersebut tanpa

meniadakan paradigma sebelumnya (Triyuwono, 2012). Al-Attas sendiri mendefinisikan

worldview sebagai 5X¶\DWXO ,VODP /LO :XMXG ,VODPLF :RUOGYLHZ yakni pandangan Islam tentang

realitas dan kebenaran yang tampak oleh mata hati kita dalam menjelaskan hakikat wujud.

46
47

Posmodernisme sebagai salah satu paradigma penelitian telah menetapkan dirinya diluar

paradigma modern yang menilai modernisme bukan dari kriteria modernitas melainkan dari cara

dekonstruksi atau kontemplasi (Hadiwinata, 1994). Paradigma tersebut lahir dari antitesis

modernisme yang diharapkan mampu mengatasi kelemahan paradigma positif dalam memahami

realitas menjadi lebih utuh dan lengkap. Paradigma tersebut mampu memberikan justifikasi ilmiah

bahwa ilmu pengetahuan tidak semata-mata dikonstruksi berdasarkan rasio objektif dan bebas

nilai tetapi melibatkan intuisi, subjektivitas serta nilai.

2.2 Paradigma Spiritualis sebagai Cara Pandang

Postmodernisme secara moral melakukan dekonstruksi dengan melibatkan sang lain

yakni peluang masuknya intuisi, kreativitas, nilai subyektvitas manusia, agama, etika, spirit dan

ruh ke dalam konstruksi ilmu pengetahuan. Dekonstruksi merupakan upaya pencarian alternatif

menolak sesuatu yang sudah dianggap baku dan mapan serta mengakui kebenaran secara

universal (Ridwan & Rigo,1992; Assyaukanie, 1994). Dekonstruksi menghadirkan aspek-aspek

lain yang berada di luar narasi besar (logosentrisme) sistem ekonomi modern, seperti efisiensi,

produktivitas, maksimalisasi dan akumulasi modal sehingga mengangkat aspek-aspek dalam

posisi marginal seperti pedagang asongan, pengangguran dan industri kecil menuju posisi yang

lebih seimbang dan sejajar dengan kelompok yang berada dalam posisi pusat (Hadiwinata,

1994). Logosentrisme sebagai produk modernisme memiliki ciri-ciri penunggalan yang berpijak

pada hal-KDO \DQJ EHUVLIDW XQLYHUVDO GDQ PHQVXERUGLQDVLNDQ ³sang lain´ \DQJ EHUDGD GL OXDU

dirinya. Penunggalan tersebut dapat dilumerkan dengan menggunakan dekonstruksi.

Sang lain merupakan hati nurani atau lokus yang memberikan sinyal kepada manusia

mengenai sesuatu baik maupun buruk (Triyuwono, 2012). Oleh sebab itu peneliti memperluas

(ekstensi) pengembangan paradigma posmodernisme menuju paradigma spiritualis Islam

dimana dalam paradigma spiritualis Islam tersebut, peneliti menambah Sang Lain yakni nilai-nilai

spiritual Islam yang termuat dalam perspektif Insan Kamil sehingga dapat membangun proses
48

kesadaran etika akuntan yang lebih holistic atau menyeluruh. Integrasi nilai-nilai spiritualitas

(Islam) dalam proses kesadaran etika akuntan akan menghasilkan bangunan proses kesadaran

etika akuntan dari sudut pandang Insan kamil. Paradigma spiritualitas Islam memandang realitas

sebagai satu kesatuan yang utuh sehingga nilai-nilai ketuhanan meliputi segala hal baik bersifat

fisik maupun metafisik sehingga membentuk realitas sosial didalamnya.

2.3 Hakikat Diri Insan Kamil

Akuntan merupakan sebuah profesi yang mengandalkan kualitas pribadi berupa etika dan

moralitas sebagai pijakannya. Internalisasi nilai-nilai spiritual Islam (tasawuf) dalam akuntansi

mampu mengukuhkan profesi tersebut dalam mengawal fenomena sosial (ekonomi) yang ada di

masyarakat (Abdullah, M, 2016). Akuntan perlu menyelami hakikat diri melalui mekanisme

interaksi diri terhadap lingkungannya sehingga mempengaruhi kehidupan individu yang

bersangkutan (Triyuwono, 2012). Pemahaman akan hakikat diri merupakan kunci penting peneliti

dalam membangun ilmu pengetahuan (Burrel & Morgan, 1979).

Hakikat manusia didasarkan pada asumsi yang menilai manusia dari sisi material dan sisi

spiritual. Padahal sejatinya maqam manusia adalah makhluk spiritual (rohani). Pencapaian

tingkatan martabat manusia dari yang terendah hingga tertinggi di muka bumi dilewati melalui

serangkaian pengalaman spiritual yang terus berproses dan bertumbuh. Begitupula pula dengan

perubahan fisik manusia sebagai makhluk spiritual terus mengalami perubahan fisik. Sisi material

manusia memuat intelegensi yang melahirkan kecerdasan, sedangkan sisi spiritual mengandung

kesadaran yang melahirkan kebijaksanaan. Kecerdasan memberikan kemampuan dalam diri

manusia untuk mengenali dan berinteraksi secara sosial sedangkan kesadaran merupakan

pondasi manusia dalam mengenal dan memahami diri agar terus bereksistensi. Oleh sebab itu

Tuhan menganugerahkan eksistensi diri manusia sebagai makhluk sempurna dibandingkan

makhluk hidup lainnya.


49

Sosok manusia (akuntan) dalam Insan Kamil tidak saja mendasarkan pada aspek ontologi

dan epistemologi saja tetapi juga berakar dari pengalaman religius dan spiritual akuntan. Gerak

menuju Insan Kamil melibatkan serangkaian tahapan penyucian diri (tazkiyatun nafs) dimana

gerak jiwa manusia bertumbuh kesadarannya lebih baik lagi dalam mewujudkan pengalaman

etisnya menjadi lebih sempurna (Durak, 2010). Tazkiyatun Nafs atau proses pensucian jiwa

dalam pandangan Iqbal dan Hawkins merupakan perjalanan gerak khudi kedalam diri (Inner

Journey) sebagai tahapan perjalanan kesadaran. Berawal dari tahapan penyembuhan di Level of

Consciousness (LoC) 20-175; tahapan bertumbuh di LoC 200-499; mengembangkan kreativitas

yang berada di LoC 500-700; serta tahap menuju kesempurnaan diri (Insan Kamil) yang berada

di LoC >= 700.

2.4 Ontologi dalam Perspektif Insan Kamil

Ontologi merupakan cara pandang manusia terhadap realitas, baik realitas fisik maupun

non fisik dimana kedua realitas tersebut menyatu dan membentuk realitas sosial (Bakhtiar, 2006;

Husaini et al., 2013; Kartanegara, 2003; A. Muthahhari, 2010). Ontologi menjawab keberadaan

suatu entitas dan bagaimana mengelompokkan entitas tersebut kedalam hierarki kesamaan dan

perbedaan. Dalam filsafat ilmu, ontologi merupakan kajian yang mengkhususkan pada apa yang

sebenarnya merupakan obyek dari suatu ilmu, cabang bahkan ranting suatu ilmu (Suriasumantri,

1985).

Sosok Insan Kamil merepresentasikan diri dalam wujud peran dan tanggungjawabnya

mengejawantahkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya. Hal tersebut tidak lepas dari keberadaan ego

kecil ilahi (khudi) dalam diri manusia yang memiliki keunikan, sehingga Iqbal menilai keberadaan

diri manusia merupakan sesuatu yang menjadi dasar ontologis realitas kehidupan. Diri yang

dimaksud Iqbal bukan sesuatu yang bersifat abstrak melainkan sesuatu nyata (real) yang

keberadaannya dapat terus diamati, dipahami, diterima bahkan berproses dalam kedirian

sehingga memicu aktivitas manusia dalam kehidupan pragmatis. Insan Kamil dipandang peneliti
50

sebagai sebuah tingkat pencerahan dalam diri manusia yang meliputi realita fisik maupun non

fisik sehingga mampu mengenali potensi diri tidak terbatas dalam mengembangkan daya

kreativitas diri menuju kesempurnaan jiwa.

2.5 Epistemologi dalam Perspektif Insan Kamil

Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang menjelaskan bagaimana metode

tersebut digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang benar (Husaini et al., 2013;

Kartanegara, 2003; A. Muthahhari, 2010). Epistemologi dipengaruhi oleh perspektif seseorang

dalam memandang realitas. Oleh sebab itu integrasi sumber ilmu pengetahuan berupa indera,

akal dan hati digunakan sebagai sarana untuk membangun ilmu pengetahuan berdasarkan

perspektif Insan Kamil.

Manusia mampu mengintegrasikan ketiga sumber pengetahuan yakni rasio, akal dan hati

(intuisi) melalui bimbingan Tuhan sehingga mampu menimbang perilaku dan gerak jiwa dalam

beretika. Komunikasi dengan Allah melalui hati merupakan jalan untuk menggapai ilmu sehingga

ilham atau petunjuk dapat diperoleh dan dirasakan langsung oleh jiwa melalui penalaran

manusia. Kondisi tersebut dicapai manusia manakala jiwa mampu membersihkan dirinya melalui

sarana penyucian diri (tazkiyatun nafs) baik berupa taubat, zikir, doa dan tafakkur (TZDT).

Komunikasi dengan Tuhan akan efektif manakala hati manusia tidak terhalang oleh kemelekatan

nafsu, hasrat dan keinginannya sehingga jiwa tidak memiliki hijab penghalang masuknya

limpahan cahaya Ilahi dari Tuhan. Dalam hal ini keberadaan dimensi metafisik memiliki peran

besar seperti halnya dimensi fisik dalam memperoleh ilmu pengetahuan.

2.6 Perspektif Insan Kamil dalam Membangun Kesadaran Etika Akuntan

Membangun kesadaran etika akuntan berdasarkan perspektif Insan Kamil melibatkan

kreativitas dalam diri manusia, ego non dualitas dan kebebasan. Dengan demikian diri mampu

merepresentasikan wujud yang otentik, kuat, bersemangat, mandiri serta mampu meningkatkan
51

kualitas dirinya menuju proses kemenjadian yakni sebuah penyempurnaan diri. Intuisi sebagai

jembatan jiwa hendaknya mampu memahami posisi diri dan Tuhannya. Proses pencarian

kebenaran (epistemologi) tidak lepas dari pemaknaan diri akan hakikat manusia seutuhnya (Al

Attas, 1996). Cara manusia bereksistensi memberikan pemahaman dalam diri manusia sebuah

penilaian terhadap realitas kebenaran. Jika jiwa akuntan menyadari kekeliruan serta perasaan

bersalah kepada Tuhan, diri sejatinya memahami bahwa niat serta tindakan tersebut tidak selaras

dengan kehendak Tuhan. Manusia tanpa harus dibenturkan dengan regulasi atau norma yang

berlaku hendaknya mampu menyadari kekeliruan dalam dirinya sehingga fitrah yang melekat dan

tumbuh dalam dirinya memberikan kepekaan rasa atau sinyal nilai-nilai keilahian tersebut. Meski

demikian, seiring perjalanan waktu dan bertambahnya usia, pengalaman jiwa yang telah

terdistorsi oleh hasrat kemelekatan dunia menjauhkan keberadaan fitrah yang melekat dalam

dirinya. Jiwa lamban laun melupakan esensi fitrahnya sehingga tidak mampu mengenali kembali

dirinya secara utuh dan otentik. Pemahaman tersebut menjadi sudut pandang Insan Kamil dalam

memotret kesadaran akuntan dalam beretika.

Perspektif Insan Kamil dalam membangun kesadaran etika akuntan memuat nilai-nilai

keilahian melalui keterhubungan ayat-D\DW $O 4XU¶DQ WHUKDGDS UHDOLWDV VRVLDO PHODOXL Varana indra,

akal dan hati. Dalam perspektif tersebut, ilmu pengetahuan berada dalam tataran fisik dan

metafisik dimana Indera dan akal digunakan untuk menyerap ilmu pengetahuan yang sifatnya

fisik sedangkan intuisi digunakan untuk menangkap pengalaman metafisik bahkan mistik

(Kartanegara, 2003; Triyuwono, 2012). Konteks tersebut menjelaskan bahwa penangkapan

realitas spiritual diperoleh jiwa saat mencapai kesadaran illahiyah (Asyarie, 2010). Kondisi

tersebut bertolak belakang dengan pandangan barat (modernisme) yang mengkaji ilmu

pengetahuan dari tataran fisik ilmu (Bakhtiar, 2006; Kartanegara, 2003).

Perjalanan akuntan dalam beretika bukan merupakan proses insidentil yang terjadi saat

akuntan berhadapan dengan penegakan aturan atau norma saja, melainkan proses dimana

akuntan menghadapi dilema saat mengambil keputusan. Upaya mengenali dan memahami diri
52

secara terus menerus mampu mengggugah kesadaran jiwa untuk senantiasa bertumbuh.

Pertumbuhan kesadaran dalam siklus perjalanan manusia merupakan gerak diri menuju

kesadaran illahiah yakni tingkatan Insan Kamil. Perjalanan jiwa manusia diungkapkan Iqbal

melalui gerak posisi diri (Khudi), sedangkan gerak kesadaran jiwa menuju pencerahan termuat

dalam Peta Kesadaran David R Hawkins. Oleh sebab itu pembahasan mengenai Insan Kamil

tidak saja termuat dalam pemikiran M. Iqbal saja tetapi diperjelas oleh pemikiran sosok intelektual

lain yakni David R Hawkins dan Carl Gustav Jung.

Pemikiran Iqbal tentang Insan Kamil lebih filosofis dan abstrak dalam perwujudannya.

Peneliti selanjutnya menjabarkan pemikiran Iqbal sebagai kerangka utama yang kemudian

diperjelas oleh pemikiran Hawkins dan Jung yang memuat perkembangan jiwa manusia modern

saat ini. Pemikiran Iqbal mengenai Insan Kamil memuat Khuda dan Khudi (ego) yang secara

etimologi berarti diri (self), kedirian bahkan individualitas. Konsep ego (khudi) terdiri atas pikiran

(mind) dan kesadaran (consciousness) dimana keselarasan pikiran dan kesadaran

menumbuhkan gerak jiwa akuntan dalam kehidupan. Menurut Iqbal, standar ego manusia tidak

sekedar mengetahui, merasa dan berfikir tetapi juga mengerjakan sesuatu. Mengetahui

merupakan sebuah proses kesadaran sehingga apabila dikaitkan dengan Peta Kesadaran

Hawkins (Map of Consciousnes) diawali dengan dimensi ego, mind hingga keilahian. Peta

kesadaran menggambarkan tahapan perjalanan manusia sebagai makhluk Tuhan yang diawali

dari pengenalan diri sejati dimana pemahaman potensi serta esensi fitrah yang melekat dalam

diri merupakan pondasi penting bertumbuhnya gerak jiwa menuju kesempurnaan hidup.

Pengenalan manusia terhadap jati diri merupakan upaya diri memahami potensi gerak

jiwa dalam menumbuhkan kesadaran. Hambatan tersebut bukan merupakan penghalang

manusia dalam mengembangkan kualitas diri. Kesempurnaan manusia merupakan

keseimbangan diri manusia yang memiliki 2 sisi mata uang yakni mengandung kelebihan

sekaligus kelemahan. Jika kelemahan merupakan hambatan diri dalam bertumbuh dan

berkembang maka kemampuan manusia untuk mengatasi hambatan tersebut perlu


53

ditransendensikan agar tidak memiliki beban emosi spiritual di masa mendatang yang mampu

meringankan langkah manusia menapaki tahapan kesadaran selanjutnya yakni kesadaran

ilahiah.

Masyarakat modern menilai tingkatan Insan Kamil sebagai sebuah pencapaian luar biasa

yang jarang ditemukan pada kondisi manusia saat ini. Hal ini dikarenakan Insan Kamil sebagai

tahapan kesempurnaan manusia memiliki kesadaran illahiah. Tahapan tersebut secara otomatis

memberikan efek kedamaian dan ketenangan abadi dalam diri manusia sehingga secara tidak

langsung memberikan efek vibrasi positif terhadap lingkungan yang lebih luas. Vibrasi positif

meliputi perasaan tenang damai penuh cinta kasih memayungi energi kreatif manusia yang bebas

dan mandiri. Energi kreatif merupakan anugerah Tuhan dalam diri manusia yang sepatutnya

diberdayagunakan untuk memberikan peran serta efek keberlangsungan dalam etika atau akhlak

manusia. Kemerdekaan manusia dalam berfikir dan bertindak mampu membebaskan dirinya dari

kemelekatan nafsu duniawi yang secara otomatis melahirkan daya kreatif manusia. Pemahaman

tersebut menjadi panduan ideal bagi manusia dalam beretika.

Perjalanan hidup manusia merupakan rangkaian tahapan kesadaran jiwa menuju

kesempurnaan (keutuhan). Jiwa memiliki potensi untuk berkembang karena dibekali

kemampuan untuk: 1) Memahami dirinya sendiri (kenali diri); 2) Memiliki tujuan serta makna hidup

sesuai fitrah manusia, dan; 3) Menjalani hidup penuh kedinamisan dengan menumbuhkan sifat-

sifat ketuhanan. Peran dan fungsi manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi, menjadi dasar

peneliti dalam membangun kesadaran etika akuntan. Pemahaman ini selaras dengan gerak jiwa

akuntan dalam berperilaku dan bertindak etis dimana hikmah pembelajaran diperoleh di setiap

pengalaman hidupnya. Pertumbuhan kesadaran menumbuhkembangkan jiwa manusia menuju

penyempurnaan diri.

Setiap pembelajaran hidup memberikan pilihan bebas bagi jiwa akuntan untuk menyadari

dan bertanggungjawab dalam hidupnya. Kesadaran etika akuntan jika dikaitkan dengan

pemberlakuan regulasi atau norma-norma akuntansi mengalami perubahan makna sesuai


54

perkembangan zaman. Oleh sebab itu kesadaran akuntan dalam beretika dimaknai peneliti

sebagai sebuah proses dan upaya jiwa agar senantiasa mampu menumbuhkan nilai-nilai spiritual

Islam di setiap tahapan perjalanan kesadaran sehingga memberikan bekal diri agar senantiasa

berfikir dan mengambil hikmah pembelajaran di setiap aspek kehidupan. Tahapan menapaki

kesadaran berujung pada kesempurnaan manusia sebagai Insan Kamil yang merupakan

representasi manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi.

2.7 Trilogi Pemikiran Iqbal, Hawkins dan Jung sebagai Jalan Akuntan Menumbuhkan

Kesadaran Etika

Ilmu pengetahuan dibangun dari kegiatan manusia yang secara organisir terbentuk

secara sistematis. Oleh sebab itu pengalaman spiritualitas keagamaan diperoleh jiwa saat

beribadah kepada Tuhan dimana aktivitas kesehariannya menjadi dasar kajian peneliti dalam

memandang realita sosial. Realitas sosial sebagai kajian ilmu membutuhkan serangkaian

pengamatan dan refleksi diri sehingga keberadaan ilmu pengetahuan memiliki kebermanfaatan.

,OPX GDODP NDMLDQ $O 4XU¶DQ WHUEDJL PHQMDGL WLJD VXPEHU \DLWX NDXQL\DK LOPX-ilmu alam,

nomothetic), qauliyah (ilmu-LOPX $O 4XU¶DQ WKHRORJLFDO GDQ LOPX QDIVL\DK \DQJ WHUNDLW GHQJDQ

makna, nilai dan kesadaran. Ilmu nafsiyah dikenal sebagai ilmu humaniora atau ilmu

kemanusiaan (Kuntowijoyo, 2006).

Pemikiran Iqbal didukung pemikiran Hawkins dan Jung dengan menggunakan sudut

pandang Insan Kamil dalam membangun kesadaran etika akuntan. Hawkins menilai tahapan

pencapaian Insan Kamil merupakan sebuah proses jelas yang membutuhkan mekanisme

tersendiri dalam mencapai keadaan, tidak seabstrak yang dibayangkan orang sebelumnya.

Perjalanan diri melalui rangkaian tahapan kesadaran diawali saat diri dilahirkan ke dunia hingga

tutup usia. Proses tersebut selaras dengan gerak dinamis jiwa yang mendukung perubahan

tersebut. Beretika tidak semata-mata didasari oleh faktor kepatuhan dan ketakutan manusia

terhadap hukum, regulasi serta faktor eksternal melainkan didasari oleh unsur kesadaran
55

manusia dalam berperilaku, bersikap serta melakukan perbuatan yang merupakan representasi

diri sebagai agen perubahan dunia yakni Khalifah Allah. Iqbal menilai arah gerak khudi menuju

tingkatan Insan Kamil merupakan tahapan penyempurnaan diri dimana jiwa bergerak menuju

kesadaran tertinggi (Illahi). Oleh sebab itu kebebasan manusia dalam bertindak hanya bisa

diaktualkan dalam ruang etika dimana keadaan tersebut menjadi tujuan utama keberadaan

manusia di muka bumi.

Iqbal dan Hawkins menilai keberadaan manusia, alam semesta beserta segala isinya

sebagai sebuah sistem yang utuh, seimbang dan sempurna. Mereka menilai segala sesuatu tidak

ditinjau dari sisi materialisme saja, melainkan memperhatikan keberadaan ruh yang tidak

memenjarakan otak dan jiwa manusia. Menjadi satu kesatuan utuh merupakan kesempurnaan

intrinsik sedangkan ketidaksempurnaan merupakan bagian tak terpisahkan dari kesempurnaan

itu sendiri. Setiap tahapan evolusi atau perjalanan hidup manusia merupakan bagian dari proses

menuju kesempurnaan. Jika dianalogikan, keadaan tersebut laksana bunga yang tengah mekar

dimana kemekarannya merupakan proses keindahan dan kesempurnaan yang secara presisi

sesuai hukum alam semesta. Proses tumbuh, dan berkembangnya jiwa manusia merupakan

upaya jiwa menapaki tahapan kesempurnaan.

Filsuf Iqbal menggambarkan manusia sebagai sosok kreatif bukan materialistik,

mekanistik, mistisisme bahkan konservatif dan deterministik. Proses kreativitas tumbuh manakala

khudi terus menerus bergerak, beraksi serta menumbuhkan jiwa. Pemikiran metafisika Iqbal

menetapkan tiga hal yakni: 1) gerak ego, awal atau permulaan yang menggerakkan manusia

dalam bertindak. Ego (khudi) bertindak sebagai petunjuk atau pemberi arah manusia dalam

kehidupan. 2) tindakan bermakna, selalu ada hikmah pembelajaran dibalik peristiwa naik

turunnya kehidupan manusia. Tindakan memperoleh makna atau hikmah pembelajaran dalam

hidup dipetik oleh jiwa-jiwa yang memiliki kesadaran. Keadaan tersebut menjadi dasar eksistensi

manusia agar mampu melahirkan sebuah tindakan atau perbuatan. Hikmah atau tindakan

bermakna menjadi bekal hidup manusia di masa datang. 3) aspek dinamis, pergerakan proses
56

kehidupan manusia hendaknya selaras dengan kehendak Tuhan. Dengan demikian pergerakan

jiwa menempatkan eksistensi diri pada titik kesempurnaan (Insan Kamil). Pemahaman manusia

akan kesempurnaan diri hendaknya diimbangi niatan dalam diri untuk mengurangi ego

kemelekatan dualitas sehingga cinta ilahi tumbuh dan mengantarkan jiwa menuju keabadian

absolut. Kondisi tersebut merupakan rangkaian pemikiran peneliti dalam membangun kesadaran

etika akuntan.

Meskipun Hawkins bukan seorang sufi, peneliti justru melihat sinkronitas pemikiran David

R Hawkins dalam pemikiran M Iqbal. Pemikiran Hawkins menggambarkan progresivitas

kesadaran manusia dalam menapaki perjalanan spiritualnya menuju pencerahan (Enlightment)

dimana proses kesadaran berawal dari human doing, human being hingga spiritual being. Jika

dianalogikan proses tersebut merupakan perjalanan para sufi (suluk) untuk memperoleh

kebenaran abadi (Ilahi) yang mencakup tahapan syariat, tarekat, makrifat dan hakekat. Iqbal

mengambarkan konsepsi pertumbuhan diri manusia (khudi) dalam tiga tingkatan yang meliputi:

1) the self and ³I am ness (intrapersonal). 2) the self and the other (interpersonal) dan 3) the self

and God (transpersonal) (Aurang & Qasim, 2015). Pemikiran kedua tokoh intelektual tersebut

menggambarkan perjalanan diri manusia dalam menghadapi permasalahan hidup sehingga

kesadaran diri bergerak menuju tahapan kesadaran Ilahiah. Gerak jiwa dalam kondisi tersebut

menumbuhkan potensi diri agar senantiasa terus berkembang. Pemikiran Iqbal sejalan dengan

pemikiran Hawkins yang menggambarkan progresivitas kesadaran manusia dalam melampaui

penderitaan. Pertumbuhan kesadaran jiwa menggerakkan ego non dualitas dalam diri agar

menghasilkan daya kreativitas manusia seiring perjalanan diri menuju kesempurnaan (Insan

kamil). Keadaan tersebut melibatkan keteguhan dan keuletan kepribadian manusia dalam

menapaki perjalanan spiritual. Dalam mengabungkan kedua pemikiran tersebut, peneliti

menambahkan psikologi transpersonal Carl Gustav Jung kedalam pemikiran M Iqbal dan David

R Hawkins sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup manusia. Jiwa dalam proses
57

pertumbuhan akan berupaya melampaui setiap tahapan kesadaran melalui proses transendensi

atau trans(edensi)personal.

2.8 Metode Penelitian, Gerak dan Langkah Jiwa Akuntan dalam Memperoleh Kesadaran

Etika

Metode merupakan prosedur, tehnik atau cara tertentu yang digunakan peneliti untuk

memperoleh kebenaran sesuai tujuan penelitian (Bungin, 2010). Dalam mencapai tujuan

tersebut, peneliti menggunakan metode CINTA yang merupakan singkatan dari Consciousness

In Nature Transcendence in Action. Metode tersebut dihasilkan dari pemahaman peneliti

terhadap tema kesadaran. Peneliti mampu mengamati dan memaknai kegiatan penggalian

informasi terkait pertumbuhan kesadaran yang dialami informan tersebut. Temuan informasi

tersebut dianalisa secara induktif mulai dari tema khusus menuju tema umum (Cresswell, 2010)

sehingga mampu memberikan informasi memadai mengenai konteks sosial yang mereka alami

baik perasaan, norma, keyakinan, kebiasaan, sikap mental serta budaya yang dianut informan

akuntansi maupun keseluruhan (Moleong, 2005). Dari penjabaran konteks sosial tersebut,

peneliti membangun tahapan proses kesadaran etika akuntan berdasarkan perspektif Insan

Kamil. Proses menumbuhkan nilai-nilai yang nantinya membentuk bangunan kesadaran dengan

menggunakan kerangka berpikir M. Iqbal sebagai induk pemikiran utama dan didukung David R

Hawkins dan Carl Gustav Jung untuk memperjelas pemikiran Iqbal tersebut.

Metode Consciousness In Nature Transcendence in Action (CINTA) merupakan tahapan

kesadaran beretika yang secara garis besar meliputi proses kesadaran dan upaya transendensi.

Transendensi menghidupkan setiap langkah pertumbuhan kesadaran dalam jiwa sehingga

mampu bergerak menuju tingkatan Insan Kamil. Insan Kamil sebagai representasi jiwa manusia

dalam menggapai kesempurnaan hidup menjadi tujuan hidup dan kehidupan serta sikap ideal

manusia. Perjalanan menuju kesempurnaan hidup merupakan proses kemenjadian jiwa-jiwa

bertumbuh. Proses tersebut diawali terlebih dahulu dengan perjalanan kedalam diri (inner
58

journey) dimana diri melakukan tazkiyatun nafs (pensucian diri) melalui intropeksi diri, taubat dan

serangkaian proses pemaafan diri. Manusia mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT

sehingga mampu mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama makhluk. Apabila

keadaan tersebut rutin dilakukan secara terus menerus, tirai penghalang yang menutupi hati

manusia lamban laun tersingkap dan hati akan kembali menjadi suci dan murni. Kemurnian hati

mampu menggugah intuisi manusia dalam menerima cahaya ilmu.

Dalam proses muhasabah diri, peneliti mengambil posisi hening, kontemplatif pada akal

pikiran serta meditatif pada batin. Kegiatan tersebut disertai zikir nafas yang merupakan kegiatan

pengaturan tarikan serta buangan nafas sehingga mampu menyadarkan peneliti akan manfaat

nafas sebagai penyambung nyawa proses kehidupan manusia dengan melihat kemaha besaran

Tuhan di saat ini dan disini kini (present moment). Dalam proses intropeksi tersebut, diri

menyaksikan permasalahan hidup yang terjadi dimasa lalu serta kekhawatiran di masa datang.

Keadaan tersebut menempatkan diri manusia sebagai penyaksi dengan tidak melibatkan diri lebih

GDODP SDGD NRQWHNV SHUPDVDODKDQ WHUVHEXW 3HQHOLWL EHUXSD\D PHOHSDVNDQ UDVD ³NHEHQGDDQ´

dalam diri sehingga rasa tersebut menjadi teralineasi. Diri tidak mewakili keadaan yang ada

melainkan justru memunculkan rasa hidup. Oleh sebab itu peneliti melakukan pensucian rasa

hidup dalam momen tersebut dengan mengenali dan memperhatikan wujud rasa hidup tersebut.

Kondisi tersebut menampilkan dialog transendensi yang memunculkan subjective nature, sebuah

cara berfikir non dual. Peneliti memperhatikan potensi aktual dalam diri untuk kemudian diniatkan

menjadi aktual sesuai tingkat kesadarannya sehingga mengalami proses transendensi. Proses

tersebut melahirkan ketenangan dan kedamaian dalam batin sehingga diri tersadar, fokus dan

empati terhadap kondisi diri dan lingkungannya. Pada akhirnya proses penyaksian dan yang

disaksikan adalah satu dan sama.

Dalam proses keheningan tersebut, peneliti senantiasa menumbuhkan sifat-sifat

ketuhanan dalam dirinya. Keadaan tersebut merupakan manifestasi rasa syukur peneliti terhadap

kemaha besaran Tuhan yang senantiasa melimpahkan kasih sayang dan cintanya kepada umat
59

manusia. Perwujudan rasa diungkapkan peneliti dalam bentuk sikap, perbuatan serta tindakan

sehari-hari. Oleh sebab itu dzikir dengan melafazkan sifat-sifat Allah (Asmaul Husna) disertai

tarikan dan hembusan nafas peneliti (dzikir nafas) mampu menghasilkan ritme getaran yang

memberikan ketenangan dan kenyamanan dalam hati sehingga terbawa dalam sikap dan

perilaku sehari-hari. Ritme getaran melarutkan jiwa peneliti untuk segera masuk kedalam satu

frekuensi dengan kehendak Tuhan.

Peneliti memperkuat keimanan diri dengan senantiasa melakukan perjalanan kedalam diri

(spiritual journey). Perjalanan kedalam diri menumbuhkan sensitivitas kepekaan dalam diri

sehingga peneliti mampu memahami perilaku serta bahasa tubuh orang lain khususnya kondisi

informan. Peneliti berusaha memahami ekspresi wajah serta bahasa tubuh informan agar mampu

mengambil makna yang tersirat dari sikap dan ucapannya tersebut. Peneliti belajar memahami

hakikat keberadaan diri dan Tuhannya melalui pengalaman mencerahkan sehingga mampu

menempatkan diri pada tingkatan Iman yang dimiliki. Peneliti mencoba melepaskan ego dualitas

berikut tirai yang menjadi penghalang batin dalam dirinya agar mampu menerima ilham serta

petunjuk dari sang pencipta. Keadaan tersebut lamban laun mengingatkan peneliti akan fitrah

dirinya sebagai manusia spiritual.

Kondisi fitrah mengingatkan manusia akan hakekat, tujuan dan fungsi penciptaan diri

sehingga jiwa mampu melihat segala sesuatu yang ada di bumi sebagai perwujudan dari Tuhan

(tajalli). Pengalaman spiritual memberi makna serta menumbuhkan kesadaran illahiah dalam diri.

Proses tersebut diungkap melalui daya intuisi yang tidak terbatas pada kemampuan rasional

PDXSXQ HPSLULV \DQJ PHQJHWDKXL GDQ ³PHPSHUFD\DL´ 7XKDQ WDSL EHOXP VHSHQXKQ\D PHPEDZD

manusia dalam kebenaran sejati. Jika peneliti memahami dan mengerti kondisi dirinya maka diri

akan belajar membersihkan hatinya dari keterpisahan (dualitas). Dengan demikian cahaya Ilahi

dapat menggerakkan intuisi peneliti dalam memahami perilaku dan sikap informan. Perilaku dan

sikap informan menjadi cermin serta refeksi diri peneliti terhadap lingkungan. Oleh sebab itu,
60

pembahasan tentang hati dan instuisi masuk kedalam kajian di ranah psikologi, spiritual dan

tasawuf.

2.8.1 Situs dan Informan Penelitian

Informan yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah akuntan-akuntan yang bekerja

sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik (KAP), internal auditor perusahaan, akuntan pendidik

serta auditor pemerintahan. Para akuntan tersebut mengemban amanah dan tanggungjawab

profesi sesuai ketentuan yang termuat dalam kode etik akuntan. Pemilihan Informan ditentukan

peneliti berdasarkan kompetensi, keahlian dan pengalaman mereka bekerja sebagai akuntan

ditunjang faktor kedekatan peneliti dengan informan tersebut, kemampuan informan memahami

etika serta nilai-nilai spiritual Islam yang termuat dalam Insan Kamil. Berikut ini kriteria informan

yang digunakan dalam penelitian ini yakni:

a. Lulusan Master (S-2) Akuntansi dari PTN dalam dan luar negeri (linieritas bidang

akuntansi)

b. Berprofesi sebagai akuntan publik, pendidik, auditor pemerintah, internal auditor dan

akuntan manajemen.

c. Seorang muslim yang memiliki pemahaman agama dan spiritualitas Islam secara

memadai.

d. Memiliki pengalaman hidup pribadi dan relasi pekerjaan yang cukup luas dan kompleks

e. Memiliki pengetahuan dan keahlian dibidang akuntansi dan auditing serta memahami isu-

isu terkait pendidikan, etika dan aturan-aturan yang melingkupinya.

f. Memiliki pemahaman yang cukup mengenai Insan Kamil serta kesadaran dalam beretika.

Penentuan jumlah informan disesuaikan dengan kebutuhan tema penelitian. Informasi yang

diperoleh peneliti diselaraskan antara satu informan dan informan lainnya sehingga mampu

memberikan pemaknaan yang utuh mengenai kesadaran etika. Tabel 2.1 berikut ini memuat

Daftar Nama Informan Peneliti yang digunakan dalam penelitian ini.


61

Tabel 2.1 Daftar Nama Informan Penelitian

No Tanggal Nama Informan Jenis Usia Pekerjaan Keterangan


Kelamin
1 14/9/2017 DR. MF Arrazzik., L 51 Akuntan Kode penulisan
SE.,Ak CA.,M.Si* tahun Pendidik Bapak MFA
Wakil Rektor
PTS AIU
Jakarta
2 23/9/2017 DR.Hariansyah., L 53 Akuntan Kode penulisan
SE., Ak., CA., tahun Pendidik Bapak Hari
M.Si.,CIPSAS., Mantan Dekan
CMA., CSP* PTS Mercusuar
Jakarta
Mantan Ketua
IAI KPD
Jakarta Banten
3 25/9/2017 Dr.Munajat., SE., L 47 Akuntan Kode penulisan
Ak., CA., M.Si* tahun Pendidik Bapak Munaj
Akuntan Publik
Partner KAP
4 27/9/2017 Ratih.Ayu Saraswati P 43 Internal Auditor Kode penulisan
SE., Ak., MBA* tahun BPK RI Ibu RAS
5 3/10/2017 DR.Sovanah P 47 Akuntan Kode penulisan
Rahajeng., SE., Ak., tahun Pendidik Ibu Sova
CA., M.Si*
6 21/10/2017 M.Ariel L 59 Akuntan Kode penulisan
Pratama.,SE.,M.Si tahun Pendidik Bapak Ariel
Ak., QIA., CPMA., Manager
CA., ACPA* Operational
Internal Auditor
BUMN Cilegon
7 29/10/2017 Diane Rania., SE., P 41 Akuntan Kode penulisan
M.Ak* tahun Pendidik Ibu Diane
Manager
Keuangan PT.
X di Cikarang
8 7/1/2018 Moch. Andriansyah., L 50 Akuntan Kode penulisan
SE., Ak., CA., tahun Pendidik di Bapak Andri
M.Si.,CPA.,CMA Universitas
CSRS., CSRA.*, UMX Jakarta
Akuntan Publik,
Partner KAP
Konsultan dan
Pengusaha
9 1/2/2018 Elvira Wahana., P 53 Akuntan Kode penulisan
SE., Ak., CA., CPA., tahun Pendidik Ibu Elvi
MM* Akuntan Publik,
Partner KAP
10 1/2/2018 Hardiman Adi L 56 Akuntan Kode penulisan
Prananta., SE., Ak., tahun Pendidik Bapak Hardi
CA.CPA, M.Ak* Akuntan Publik,
Partner KAP
11 24/11/2020 Aniestia Kartika SE., P 27 Akuntan Kode penulisan
M.Ak tahun pendidik di Ibu Anies
62

STIE XYX
Jakarta
Mantan Praktisi
Akuntan

*Nama lengkap informan dan asal institusi bekerja disamarkan

2.8.2 Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari

serangkaian tindakan pengamatan dan wawancara peneliti mengenai tugas dan tanggungjawab

informan sebagai akuntan pendidik, akuntan publik, internal auditor, akuntan manajemen maupun

pemerintahan. Serangkaian temuan informasi tersebut diperoleh peneliti untuk dikembangkan

lebih lanjut dalam penelitian ini.

Peneliti bergabung dengan Komunitas pembelajaran, Kajian-kajian, Forum Group

Discussion serta bedah buku terkait etika, filsafat, sains spiritual, fisika kuantum, tasawuf sufisme,

psikologi transpersonal, Islam dan modern. Aktivitas yang dilakukan peneliti adalah untuk

memperkuat wawasan serta intuisi peneliti dalam memahami dan memaknai ayat-ayat Al Quran

terkait fenomena alam semesta, ilmu kesadaran, psikologi transpersonal serta etika yang

merupakan kajian dalam Insan Kamil. Media pembelajaran peneliti berupa seminar atau webinar

dilakukan secara online dan offline untuk mengkaji literatur atau bedah buku, jurnal maupun isu-

isu kontemporer terkait tema kesadaran etika tersebut.

2.8.3 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian merupakan hasil dari kegiatan pengamatan, wawancara serta

dokumentasi peneliti terhadap informan. Data tersebut dikonfirmasikan melalui ayat-ayat Al

4XU¶DQ +DGLWV GDQ MXJD NRODERUDVL VLQHUJL SHPLNLUDQ ,QWHOHNWXDO PXVOLP GDQ EDUDW .HJLDWDQ

wawancara secara terstruktur maupun tidak terstruktur (bebas) dilakukan peneliti untuk

memperoleh pemahaman dan intepretasi mendalam terhadap tema kesadaran yang bersumber

dari data informan tersebut. Kajian pemahaman dan pengamatan dilakukan peneliti dalam menilai
63

perilaku gerak dan bahasa tubuh informan disela-sela diskusi wawancara sehingga mampu

mengambil kandungan makna yang disampaikan informan tersebut. Kegiatan wawancara

tersebut dilakukan melalui alat perekam audio.

2.8.4 Metode Analisis Data

Data dari berbagai sumber diperoleh peneliti untuk kemudian diklasifikasikan dan

dianalisa sesuai tujuan penelitian. Klasifikasi data merupakan kegiatan mengkatagorikan atau

menetapkan urutan tahapan perjalanan jiwa dalam menumbuhkan kesadaran beretika akuntan

sehingga mencapai tingkatan Insan Kamil.

Analisis data merupakan bagian terpenting dari metode ilmiah yang digunakan untuk

memecahkan masalah penelitian (Basnowi & Suwandi, 2008). Penggunaan panca indra, akal,

hati dan intuisi digunakan dalam setiap pencapaian eksistensi manusia. Metode yang digunakan

untuk menganalisa data adalah Metode CINTA yang merupakan singkatan dari Consciousness

In Nature Transcendence in Action yang meliputi rangkaian kegiatan berupa Penemuan Diri

Kesadaran Transendental (PDKT). Metode tersebut bersumber dari kolaborasi pemikiran Iqbal

Hawkins dan Jung dengan menekankan penemuan dan identifikasi diri sehingga menghasilkan

pengetahuan yang mampu memberikan energi kekuatan dalam diri serta menggerakkan

kesadaran dalam berperilaku dan bersikap. Jiwa yang senantiasa bertumbuh akan mengalami

transendensi terus menerus agar mencapai tataran keseimbangan dan kesempurnaan yang

mampu menghasilkan kebijaksanaan dalam hidup dan kehidupan. Berikut ini tahapan kegiatan

peneliti dalam mengklasifikasikan data atau informasi dari informan tersebut.

1. Peneliti perlu memberikan pemahaman dalam dirinya dengan menilai bahwa pelanggaran

etika tidak semata-mata diselesaikan melalui sanksi atau jalur hukum, melainkan

diselesaikan dalam proses pertumbuhan kesadaran yang melibatkan transendensi.

Proses transendensi menggerakkan kemampuan manusia agar mampu menjalankan

fungsi kemanusiaan dan keilahian secara seimbang, dimana manusia diarahkan untuk
64

menemukan kembali tatanan atau nilai-nilai bawaan sejak lahir (intrinsic order) yang

merupakan sifat alamiah (nature) dalam dirinya (fitrah). Tatanan atau nilai-nilai bawaan

menjadi paradoks dalam diri manusia karena mencakup sifat fujur dan takwa atau

perbuatan yang merupakan indikasi pelanggaran atau sesuai ketentuan syariat. Peneliti

melakukan katagori atas rangkaian informasi yang disampaikan informan dalam aktivitas

kesehariannya sebagai akuntan.

2. Ego kecil ilahi (khudi) atau non dualitas bergerak menuju the way of being bukan sebagai

to be yang masih menjadi ranah ego dualitas yang terkait erat dengan hasrat kemelekatan

yang menjadi sumber penderitaan jiwa. Keberadaan ego dualitas dan non dualitas yang

terefleksi dalam diri memiliki kontribusi dan peran penting bagi peneliti dalam

mempertimbangkan data informan tersebut. Dimana aktivitas jiwa informan tersebut

didominasi oleh gerakan ego dualitas atau non dualitas. Refleksi atas diri, kontemplasi

serta kegiatan meditatif melalui mekanismenya menjadi pendukung kegiatan peneliti

dalam menganalisa temuan informasi tersebut. Mekanisme taubat, zikir, doa, tafakur serta

ihsan diberlakukan agar diri memperoleh keyakinan dan petunjuk dari Tuhan mengenai

kebenaran ilmu pengetahuan sehingga memberikan kebemanfaatan bagi umat manusia.

3. Taubat merupakan proses awal untuk membersihkan diri manusia dari kemelekatan nafsu

duniawi, khususnya aspek materi yang menimbulkan beban penderitaan. Mekanisme

taubat merupakan proses memaafkan diri dan orang lain, mencintai diri sendiri dan orang

lain sehingga menumbuhkan rasa syukur teramat dalam pada diri. Pemahaman ini secara

tidak langsung mampu menyingkap tirai penghalang masuknya cahaya ilahi kedalam

intuisi peneliti. Zikir menjadi rangkaian tahapan peneliti untuk mengingat dan merasakan

kehadiran Allah secara terus menerus. Tehnik tersebut diharapkan mampu melindungi

manusia dari hal-hal negatif yang dapat menganggu kestabilan kondisi manusia dalam

menyaksikan dan merasakan kehadiran Allah SWT. Dalam zikir, ritme yang dihasilkan

dari proses melafazkan Asmaul Husna atau pengulangan lafaz ayat-ayat Al-Quran
65

mampu memberikan getaran yang mampu menyelaraskan kondisi batiniah dengan

kebesaran Allah SWT. Peneliti mampu merasakan segala wujud ciptaannya (Tajalli) yang

ada di alam semesta sebagai manifestasi dari kehadiran Allah SWT. Ketika peneliti

merasakan kehadiran Allah dalam dirinya, peneliti merasakan desiran rasa menenangkan

dan melegakan hati sehingga membuahkan harapan serta keinginan besar terhadap

sesuatu yang bersifat kebaikan dan kemuliaan. Sesuatu yang memberikan efek rasa

damai dalam diri berupa ketenangan hati, laksana cahaya yang menerangi relung-relung

hati serta pikiran peneliti. Kondisi tersebut menganugerahi jiwa peneliti sebuah inspirasi,

ide atau ilham terkait tema besar, penjabaran konsep maupun metode penelitian. Peneliti

selanjutnya memperoleh konfirmasi atas ide atau ilham yang diyakini tersebut melalui

kegiatan pembelajaran yang diikutinya. Tafakur sebagai upaya penegasan peneliti dalam

proses berfikir, bertanya, berdialog serta berdiskusi dengan Allah SWT (self talk)

memberikan dukungan pemahaman terkait tema penelitian tersebut (Triyuwono, 2016)

4. Peneliti berupaya memahami keberadaan etika dalam ayat-ayat Qauliyah dikaitkan

dengan praktek etika yang terjadi saat ini (Qauniyah), melalui dukungan situs dan literatur

mengenai realita etika yang dikonfirmasikan melalui Al-Quran serta As Sunah tersebut.

5. Berdasarkan literatur Iqbal, peneliti mengkategorikan kesadaran tersebut menjadi tiga

tahapan yakni intrapersonal, interpersonal serta trans(edensi) personal.

6. Peneliti melakukan koherensi gerak jiwa akuntan (informan) dalam aktivitas keseharian

profesinya sesuai urutan kategori tahapan yang telah ditentukan.

7. Perilaku serta tindakan akuntan dalam aktivitas profesionalnya termuat dalam hasil

wawancara peneliti terhadap informan. Kemudian tindakan atau perilaku informan

tersebut dikategorikan atas dasar muatan kesadaran atau justru memuat unsur

ketidaksadaran dalam diri yang berujung pada pelanggaran beretika.

8. Mengeksplorasi nilai-nilai spiritual Islam yang hadir dalam muatan kesadaran informan

akuntan khususnya saat informan menggunakan prinsip-prinsip etika dalam aktivitas


66

profesionalnya seperti tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas,

kompetensi, kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar

teknis.

9. Peneliti melakukan intepretasi serta pemaknaan lebih lanjut mengenai perilaku, tindakan

serta posisi kesadaran informan dalam beretika. Langkah tersebut dilakukan melalui

integrasi nilai-nilai spiritual Islam yang hadir dalam kesadaran tersebut.

10. Peneliti mengolah data sehingga memperoleh gambaran lengkap dan rinci mengenai

proses kesadaran etika akuntan dengan menggunakan pemikiran Iqbal, Hawkins dan

Jung. Pemikiran Iqbal ditempatkan sebagai kerangka utama dalam kategori pertumbuhan

kesadaran dimana setiap kategori kesadaran merefleksikan gerak perjalanan jiwa

akuntan dalam bertumbuh. Gerak jiwa akuntan saat bertumbuh meninggalkan jejak jiwa

berupa pengalaman traumatis, penderitaan, penyakit maupun hasrat kemelekatan.

Pengalaman tersebut melibatkan mental, fisik, emosi serta spiritual dimana

penjabarannya secara rinci termuat dalam Peta Kesadaran Hawkins. Setiap jejak jiwa

memperoleh pengalaman spiritual (transendensi) berupa hikmah pembelajaran dalam diri

agar senantiasa bertumbuh menuju proses kemenjadian yakni menuju Self sebagai

bagian dari Psikologi Transpersonal Carl Gustav Jung.

11. Penerimaan manusia terhadap setiap permasalahan yang dihadapi dapat memberikan

kekuatan dalam diri agar mampu melepaskan beban spiritual yang ditanggungnya.

Keadaan tersebut lamban laun memunculkan rasa keikhlasan dalam diri sehingga secara

bertahap mampu menapaki jenjang kesadaran selanjutnya.

12. Gerak jiwa yang meliputi 3 kategori kesadaran meninggalkan jejak-jejak jiwa didalamnya.

Jejak-jejak jiwa tersebut menghadirkan nilai-nilai spiritual Islam yang termuat dalam Insan

Kamil. Peneliti melakukan sintesa dan refleksi dari hasil analisis data tersebut sehingga

membentuk bangunan kesadaran etika akuntan yang komprehensif yakni sebuah


67

bangunan proses pertumbuhan kesadaran etika akuntan berdasarkan perspektif Insan

Kamil. Dari pemahaman tersebut, diperoleh gambaran metode analisis berikut ini.

Konsep Diri dalam


Kesadaran Etika Akuntan

Indra, Akal dan Intuisi


Reflektif, Kontemplatif dan Meditatif

Taubat Tafakkur, Doa, Zikir

Ego Dualitas Ego non dualitas


(Khudi)

Data Hasil Wawancara

Perspektif Insan Kamil 1. Mengkategorikan ego dual dan non dual dalam setiap aktivitas jiwa informan akuntan
dalam Pemikiran 2. Mengidentifikasi nilai-nilai spiritual Islam yang hadir dalam aktivitas jiwa informan
Iqbal, Hawkins dan Jung 3. Menganalisa temuan data informan

Petunjuk dan inspirasi

Ayat-ayat Qauniyah Ayat-ayat Qauliyah


Realita Praktek Etika Akuntan $O 4XU¶DQ GDQ $V 6XQDK
7DIVLU $O 4XU¶DQ GDQ +DGLWV
Konfirmasi dan Kesesuaian Pernyataan Ulama dan Qiyas

Metode CINTA
Consciousness In Nature Transcedence in Action
dengan Tahapan
Penemuan Diri, Kesadaran Transedental (PDKT)

Pemikiran Iqbal
Gerak khudi dalam Intrapersonal, interpersonal dan trans(edensi) personal

Pemikiran Hawkins Pemikiran Jung


Gerak ego non dual melampaui ego dualitas Pengalaman spiritual sebagai hikmah pembelajaran
(transendensi) di setiap kategori pertumbuhan diri menuju Self (psikologi trans(edensi) personal
Kesadaran (Peta Kesadaran)

Sintesis dan Refleksi

Bangunan Kesadaran Etika Akuntan

Gambar 2.1 Metode Analisis Data


68

2.9 Penutup

Sosok akuntan dalam perspektif Insan kamil tidak saja mendasarkan diri pada aspek

ontologi dan epistemologi melainkan berakar dari sebuah pengalaman religius serta spiritual

akuntan melalui tahapan kesadaran. Tahapan menuju tingkatan Insan kamil melibatkan

serangkaian penyucian diri (tazkiyatun nafs) yang membentuk pengalaman etis manusia

menjadi lebih sempurna.

Tazkiyatun nafs atau proses penyembuhan diri (self healing) dilakukan oleh jiwa melalui

mekanisme taubat, zikir, doa dan transcending. Transcending dalam Peta Kesadaran Hawkins

merupakan perjalanan diri manusia (Inner Journey) dalam menapaki serangkaian tahapan

kesadaran dimulai dari tahapan penyembuhan diri atas segala penderitaan dan kesenangan

semu yang dihadapi (Loc 20-175); tahap pertumbuhan (Loc 200-499); tahap kreativitas (Loc 50-

700) serta tahap penyempurnaan (Insan kamil) di (Loc >= 700). Tingkat Insan Kamil melibatkan

peran serta tanggungjawab diri manusia agar senantiasa mampu mengejawantahkan sifat-sifat

Keilahian dalam dirinya.

Integrasi pemikiran M. Iqbal, David R Hawkins serta Carl Gustav Jung melalui akal, indera,

hati dan intuisi diharapkan mampu membangun Kesadaran Etika Akuntan berdasarkan Perspektif

Insan Kamil. Ketiga pemikiran tersebut menjadi landasan perjalanan jiwa akuntan menuju

kesempurnaan diri, dimana dalam tingkatan tertentu jiwa mampu menempatkan dirinya sebagai

sosok manusia paripurna (Insan Kamil). Pemikiran Iqbal yang memuat konsepsi pertumbuhan

diri manusia (Khudi) ditunjukkan dalam tiga tingkatan yakni intrapersonal, interpersonal dan

transpersonal. Iqbal menilai Insan kamil bukan sebagai figur yang bersifat mistik melainkan

mukmin sejati yang memperlakukan agamanya sebagai dogma yang tidak kaku, menjalani

NHKLGXSDQ GHQJDQ VHPDQJDW µLa illaaha µillallah (Rusdin, 2016) dimana Allah menjadi tujuan akhir

dari segala penciptaan kehidupan di dunia. Sedangkan pemikiran David R Hawkins sebagai

pendukung pemikiran Iqbal, mengkaji tingkat pertumbuhan diri manusia melalui progresivitas
69

kesadaran manusia yang termuat dalam Peta Kesadaran. Begitupula Carl Gustav Jung yang

mendukung pemikiran sebelumnya melihat sosok Insan Kamil dari sudut pandang Psikologi

Transpersonalnya yakni sebuah pengalaman religiusitas yang mampu membawa jiwa menuju

tingkatan kesadaran tertentu. Iqbal dan Hawkins memandang proses keutuhan manusia sebagai

perjalanan unik jiwa yang tidak dapat dibandingkan antara satu jiwa dengan jiwa lainnya.

Perjalanan hidup manusia menggapai kesempurnaan dan keutuhan melewati

serangkaian tahapan kesadaran jiwa berupa: 1) pemahaman atas diri sendiri, 2) memiliki tujuan

serta makna hidup sesuai fitrah manusia serta 3) mengalami pola hidup dinamis dengan

senantiasa menumbuhkan sifat-sifat keilahian. Metode CINTA merupakan singkatan dari

Consciousness In Nature Transcendence In Action dimana terjadi serangkaian aktivitas

Penemuan Diri, Kesadaran Transendental (PDKT). Metode tersebut merupakan hasil

kolaborasi serta perpaduan dari pemikiran Iqbal, Hawkins dan Jung dalam mencapai

keseimbangan, keselarasan dan keutuhan. Dalam metode CINTA, manusia diharapkan mampu

mengenali posisi jiwa serta kenyataan yang dialami oleh jiwa, sehingga mampu mengakui,

menerima serta memahami setiap permasalahan hidup yang dihadapi. Jiwa berupaya

meningkatkan kesadarannya secara terus menerus menuju tingkatan manusia paripurna (Insan

Kamil).
BAB III

KESADARAN ETIKA AKUNTAN DALAM PERSPEKTIF INSAN KAMIL


DARI PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL

3.1 Sekilas Pandang Pemikiran Muhammad Iqbal: Dunia dan Manusia dalam

Pandangannya.

Pemikiran filsafat ketuhanan Iqbal berbeda dengan filsafat ketuhanan kontemplatif karena

Iqbal berangkat dari filsafat manusia yang menekankan pengetahuan langsung tentang

keberadaan ego atau diri yang bebas kreatif. Iqbal menawarkan paradigma Qurani berupa nilai-

nilai Islam yang bersumber dari Tauhid agar mampu mengatasi degradasi kehidupan global dan

dehumanisasi. Iqbal melakukan rekonstruksi persepsi manusia mengenai konsep Tuhan,

manusia dan alam semesta sehingga membentuk pribadi muslim yang lebih baik, kreatif, dinamis

serta menjunjung tinggi spiritualitas melalui pembangunan diri atau pribadi manusia. Kualitas

kedirian manusia ditentukan dari seberapa jauh pribadi tersebut mampu mengenal dan

menghayati dirinya. Oleh sebab itu dunia barat memberikan kesan mendalam terhadap sosok

Iqbal yang penuh vitalitas, kreativitas dan dinamis. Kemajuan hidup Iqbal terlihat dari sikapnya

yang penuh semangat akan cinta, persatuan, toleransi, kemerdekaan, persaudaraan serta

persamaan hakiki dan tidak serakah. Pandangan filsafat Iqbal mengkritik sikap manusia yang

kurang memperhatikan kediriannya, seperti:

1. Ketidakpedulian terhadap nilai kedirian, tercermin dalam sikap hidup ingin meleburkan diri

kedalam Tuhan serta sikap memandang dunia sebagai bayangan.

2. Ketidakpedulian terhadap nilai kedirian, tercermin dalam sikap mengagungkan materi,

sehingga mengakibatkan nilai kemanusiaan tidak lebih berharga daripada benda material

yang diagungkan

70
71

Peningkatan kualitas diri manusia bukan merupakan pemberian yang instan, melainkan

proses perjalanan manusia bertumbuh atau berevolusi. Tahapan perjalanan manusia (evolusi)

yang dianut Iqbal memiliki sudut pandang berbeda dengan kaum materialis. Kaum materialis

memandang keberadaan manusia bermula dari tahapan yang bernilai rendah menuju tahapan

yang bernilai lebih tinggi. Dalam perspektif lain, pihak spiritualis justru memandang keberadaan

manusia berawal dari fitrahnya dimana manusia diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya

(sempurna) atau otentik bahkan berada di level yang lebih tinggi dibandingkan hewan, tumbuhan

serta makhluk hidup lainnya.

Meskipun demikian dalam perjalanan hidupnya, jiwa manusia terbentur pada sebuah

UHDOLWD ³SHUPDVDODKDQ´ yang disinyalir sebagian pihak sebagai hambatan dan penderitaan.

Permasalahan atau hambatan menjadi ujian bagi jiwa yang mampu mengambil hikmah serta

makna didalamnya. Dalam kondisi tersebut jiwa semakin tumbuh dan berkembang menjadi lebih

otentik atau justru sebaliknya posisi diri menjadi statis atau bahkan terjebak dalam kesenangan

semu maupun penderitaan berkepanjangan. Jika jiwa mampu melampaui penderitaan maka

kualitas manusia bergerak naik atau mengalami peningkatan. Sebaliknya jika jiwa tidak mampu

melampauinya maka diri akan mengalami penurunan kualitas kesadaran yang terjebak dalam

lingkaran permasalahan yang bersifat dualitas. Permasalahan merupakan tangga jiwa dalam

meningkatkan kualitas dirinya sehingga mampu bergerak menjalani kehidupan.

Peningkatan kualitas diri manusia terletak pada kekuatan ego illahi yang menggerakkan

potensi diri sehingga mampu menghasilkan daya kreativitas. Proses kreativitas merupakan hasil

gerak perjuangan individu yang tekun tanpa henti dalam menghadapi kekuatan yang muncul dari

luar serta kecenderungan penghancuran dari dalam diri manusia. Gerak kreativitas memiliki

tujuan serta nilai spiritual (amal), dimana amal manusia akan hidup abadi mengalir secara

berkesinambungan -D¶IDU , berbeda dengan makhluk selain manusia yang terbatas pada

instingnya sebagai kodrat ilmiah. Oleh sebab itu sistem organisasi dalam diri manusia mengalami

perjuangan mencapai tingkat individualitas yang lebih kompleks dan sempurna.


72

Iqbal menilai segala sesuatu di alam semesta ini memiliki tingkat individualitas yang tidak

dapat dilebur satu sama lain. Hal ini dikarenakan sifat individu cenderung otonom bahkan mandiri

sehingga pencapaian individualitas yang semakin tinggi akan membentuk manusia sejati apabila

diinternalisasikan kedalam diri dan membentuk sebuah pribadi. Pribadi sejati tidak saja memiliki

kemampuan penguasaan atas materi tetapi mampu menyerap sifat-sifat Tuhan ke dalam egonya.

Pribadi kuat mampu menghasilkan ego yang mampu menaklukan ruang dan waktu terlebih lagi

saat ego tersebut mendekati kemaha besaran Tuhan melalui sifat-sifatnya. Ego non dualitas

menggerakkan jiwa menuju tahapan Insan Kamil. Pergerakan tersebut diawali terlebih dahulu

melalui penegasan niat dalam diri sehingga jiwa tergerak bangkit untuk berbuat dan bertindak

selaras dengan kebermanfaatannya terhadap sesama makhluk di muka bumi sehingga mampu

memberikan vibrasi yang positif kepada semesta.

Setiap jiwa berhak memperoleh kehidupan yang lebih baik sehingga diri memiliki upaya

serta tanggungjawab penuh agar mampu mengendalikan dirinya menuju kesempurnaan hidup.

Pemikiran Iqbal lebih menyoroti relasi antara manusia dengan Tuhan dan juga terhadap sesama

makhluknya. Relasi bergerak aktif dari dua arah yang berbeda dimana manusia bergerak kearah

penyempurnaan diri sedangkan Tuhan bergerak kearah manusia untuk memberikan hidayah

serta hikmah pembelajaran di setiap perjalanan hidupnya. Berikut ini merupakan gambaran yang

terkait dengan pemikiran Iqbal tersebut:

TUHAN

Penyempurnaan diri Pemberian hikmah


manusia dan hidayah

Manusia

Gambar 3.1 Relasi Manusia dan Tuhan


73

Filsafat Iqbal menganut eksistensialisme sebagai cara pandang yang menilai keunikan

manusia sebagai objek yang bersifat individualitas dan metafisik yang sulit untuk didefinisikan

subtansinya -D¶IDU . Filsafat Iqbal berpijak pada suatu pemahaman bahwa keberadaan

individualitas atau persona merupakan karakter realitas. Realitas merupakan persona yang terus

berevolusi sesuai arah dan tujuan. Oleh sebab itu Iqbal memposisikan Tuhan sebagai yang maha

berkehendak, maha mengetahui serta maha kreatif. Manusia digambarkan sebagai sosok yang

berkehendak, sadar, kreatif serta bertanggungjawab karena kedirian manusia ditentukan oleh

kehendaknya bukan oleh sesuatu di luar dirinya. Gambaran tentang Tuhan dan manusia

dipahami Iqbal sebagai sebuah persona yang apabila kita ingin mengetahui keduanya maka diri

terlebih dahulu harus mengenal serta memahami kedirian atau jati dirinya.

Iqbal memandang diri (ego) sebagai keberadaan diri mutlak atau ultimate ego yang

diperoleh dari pengalaman religius serta spiritual manusia sehingga mampu menampilkan

kehendak kreatif yang mencakup akal dan jiwa manusia. Intuisi telah membawa mereka kepada

hakikat Tuhan. Bukti keberadaan Tuhan ditemukan dalam diri mereka melalui tanda-tanda pada

manusia yang senantiasa menemukan dan mengerti diri-Nya. Meskipun demikian, penderitaan

(chaos) dalam bentuk apapun dapat terus tumbuh dan lahir dari pribadi yang saling bersengketa.

Hal ini dikarenakan pribadi manusia memiliki kerentanan yang dianggap sebagian manusia

sebagai sebuah kesalahan. Oleh sebab itu, bersemayamnya nilai-nilai ketuhanan dalam diri

menjadikan gerak dan hasrat diri seimbang selaras dengan senantiasa melakukan ijtihad dengan

otentik. Keberadaan manusia tidak hilang dalam dunia, bahkan justru menggenggam dunia

bersama kehadiran Tuhan. Keadaan tersebut mentransformasikan jiwa ke arah yang lebih baik.

Pemahaman atas kondisi tersebut digambarkan peneliti dalam model berikut ini.
74

Bertanggungjawab IJTIHAD

Evolusi kesadaran
Pilihan sadar Tidak bertanggungjawab Manusia sadar
Eksistensi Diri
Individu Kehendak
Berdaulat Bebas Process of becoming

Manusia
Pilihan tidak sadar Sempurna

Proses Kreativitas Manusia

Gambar 3.2 Peningkatan Individualitas dalam Perspektif Iqbal

Perwujudan manusia sebagai makhluk sempurna dilatarbelakangi oleh sosok manusia

sebagai tokoh utama atau kitab utama dalam drama penciptaan tersebut sedangkan alam

semesta merupakan kitab pengantar. Oleh sebab itu keberadaan manusia dianalogikan sebagai

buah tertinggi dari pohon eksistensi dan mahkota kemuliaan dari penciptaan Illahi (Muqoddas,

1996). Pemahaman Iqbal tentang keberadaan manusia dijelaskan pada QS Al-0X¶PLQXQ -14

yang menyatakan:

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging.
Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha sucilah Allah,
pencipta yang paling baik.

0DNKOXN ³ODLQ´ \DQJ EHUZXMXG PDQXVLD EHUNHPEDQJ GDODP RUganisme jasmani berupa

kelompok sub-sub ego dari ego tertinggi (Tuhan) yang memungkinkan terbentuknya sebuah

pengalaman yang sistematis. Meski ego berderajat tinggi timbul dari ego yang berderajat rendah

seperti benda atau alam fisik, hal tersebut tidak mengurangi nilai dan kehormatan ego, karena
75

yang terpenting dari itu adalah sebuah arti dan pencapaian terakhir dari perwujudannya (Aksan,

2018)

Secara etimologi, Khudi berasal dari Bahasa Persia yang berarti diri (self) atau person.

Khudi merupakan kesatuan intuitif atau titik kesadaran pencerah yang menerangi pikiran,

perasaan dan keinginan manusia. Khudi, aku atau mind tampak dalam tindakan-tindakan namun

tidak tampak dalam realitasnya, karena pusat kehidupan manusia yang muncul dalam diri

manusia merupakan sebuah pribadi (khudi) (Azzam, 1996). Filsafat Khudi banyak mengkritik dan

mengkoreksi pandangan yang kurang memperhatikan individualitas, padahal baik individualitas,

diri, pikiran dan kesadaran mampu menciptakan sebuah proses kehidupan. Oleh sebab itu Al-

4XU¶DQ VHFDUD WHJDV PHQMHODVNDQ SHQWLQJQ\D LQGLYLGXDOLWDV NHXQLNDQ PDQXVLD GDQ QDVLE

manusia sebagai satu kesatuan hidup.

Iqbal menyatakan setiap wujud memiliki ketinggian derajat tergantung tingkat

perkembangan individualitasnya. Perkembangan jiwa mampu mencapai tingkat kedirian lebih

tinggi apabila realitas awal eksistensial yang berawal dari diri sendiri (Lee, 2000) mampu

dipahami. Perkembangan jiwa yang bergerak menuju tingkat kedirian lebih tinggi, secara tidak

langsung menghantarkan jiwa mendekati Tuhan. Intuisi gerak jiwa dalam memahami diri dan

7XKDQQ\D GLQ\DWDNDQ VHEDJDL ³(JR 0XWODN´ NDUHQD JHUDN MLZD PHQMDGLNDQ PDQXVLD PDPSX

mengakses dunia yang diciptakan Tuhan melalui alam semesta.

Pemikiran Iqbal yang dinyatakan Kartawinata (2016) justru menilai wujud ego akhir atau

ego tertinggi sebagai kepribadian yang maha kreatif, maha tahu, maha kuasa dan abadi. Ego

akhir merupakan maha kreatif karena kreativitasnya tidak terbatas. Dia bukan sekedar menyusun

sesuatu yang telah ada dan bukan pula pemula materi dalam arti terpisah di luar dirinya. Ego

akhir yang maha tahu adalah serba meliputi dan serba mencakup. Dia mengetahui segala

sesuatu sehingga dalam waktu bersamaan merupakan materi pengetahuan. PengetahuanNya

merupakan maha tahu karena tidak ada yang berada diluar dirinya. Ego akhir dikatakan sebagai

maha kuasa, karena kekuatannya secara inherent terkait dengan kebijaksanaan dan
76

kebaikanNya. Kekuatan tidak terbatas yakni ego tertinggi tidak muncul dalam bentuk yang

sewenang-wenang dan tidak terduga, tetapi justru muncul sebagai pola berulang-ulang, teratur

dan tersusun. Kehendak Ilahi bergerak menuju kebaikan pada manusia. Ego tertinggi yang

bersifat abadi tidak melewati sejarah waktu karena berproses sebagaimana manusia. Ego

tertinggi merupakan sumber dari segala waktu (Kartawinata, 2016). Dalam keadaan tersebut

terjadi proses non liner yang merupakan manifestasi dari paradigma spiritualitas.

Diri manusia tentang khudi tidak sepenuhnya bersifat material melainkan bersifat spiritual

yang memiliki potensi tidak terbatas dan tidak habis direalisasikan menjadi sesuatu yang aktual

(Lidinilllah, 2005). Khudi mengandung realitas Illahi yang bersifat abadi, sehingga

kemunculannya di alam semesta berasal dari perintah serta kreasi Tuhan yang diwujudkan dalam

bentuk evolusi. Khudi merupakan sebuah kekuatan, keteguhan dan kepastian dalam diri agar

mampu bergerak aktif menuju perubahan dan penciptaan. Tanggung jawab manusia terhadap

nasib dilakukan melalui perjuangan memahami diri sendiri berikut asal usulnya. Dalam wujud

kesadaran diri, manusia mampu melihat sisi dalam dirinya berupa potensi diri agar mampu

diwujudkannya. Keberhasilan dan kegagalan manusia ditentukan dari sejauhmana jiwa mampu

mengenali potensi dirinya. Oleh sebab itu kesadaran merupakan perkembangan dan peralihan

yang bersifat dinamis kreatif serta penentu kebebasan manusia dalam berekspresi.

Menurut Iqbal, menjadi manusia saja tidaklah cukup, karena manusia bukanlah akhir dari

proses evolusi yang belum sepenuhnya dinyatakan sebagai wujud sempurna. Hal ini dikarenakan

dalam diri manusia masih memiliki ego yang berjuang terus menerus menuju proses

kesempurnaan (Insan Kamil) (Aksan, 2018). Semakin dekat manusia pada Ego Mutlak maka diri

semakin merujuk pada prinsip Tauhid (Lee, 2000), dimana kesadaran manusia dibangkitkan

lebih intensif. Manusia yang mengenal Tuhan adalah manusia yang mengetahui keberadaan diri

dalam dunia yang diciptakan Tuhan. Manusia berupaya mencapai derajat kedirian yang tinggi

melalui penyerapan kualitas-kualitas ketuhanan. Tuhan mempercayakan dunia kepada manusia

agar dapat dibentuk dan dikreasikan sesuai kehendak mereka. Bagi Iqbal, sejarah diciptakan
77

manusia menuju arah yang mereka kehendaki dan dunia merupakan cermin dari hasil usaha

manusia. Oleh sebab itu, eksistensi menempatkan manusia sebagai subyek sekaligus pribadi

agar pemenuhan jati dirinya mampu mengemban amanah sebagai Khalifah Allah di muka bumi.

Pemahaman tersebut merupakan gambaran diri manusia sebagai Insan Kamil. Jika terjadi

³NHWLGDNXWXKDQ´ GDODP GLUL PDQXVLD PDND MLZD DNDQ NHPEDOL PHQ\Hmpurnakan dirinya melalui

pertumbuhan kesadaran hingga mampu mencapai tataran Insan Kamil.

Iqbal dalam The Reconstruction of Religious Thought in Islam mengemukakan

karakteristik ego dalam diri manusia berupa: 1) Individualitas manusia sebagai ego yang sadar

diri, benar-EHQDU PHZXMXG GDQ PDPSX PHQ\DWDNDQ ³DNX DGD´ (JR PHQ\DWDNDQ GLULQ\D

sebagai satu kesatuan dari kondisi mental (mental states). Kondisi mental tersebut tidak berdiri

sendiri justru saling memberi arti satu sama lain. Kondisi tersebut menempati fase-fase dari satu

keseluruhan yang kompleks yang merupakan pikiran (mind). 3) Ego tidak terikat pada ruang

seperti halnya jasmani. 4) Kesendirian esensial menjadi keunikan setiap ego sehingga apa yang

dirasakan dan dipikirkan ego merupakan bagian dari dirinya sendiri. Manusia mampu

bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri dengan tidak mengatasnamakan Tuhan atau orang

lain. Jika manusia bersikap pasif dengan tidak mengambil prakarsa dalam mengembangkan

kekayaan batinnya, maka gejolak batin atas peningkatan hidupnya tidak mampu dirasakan. Hal

tersebut lambat laun akan mengakibatkan roh dalam diri manusia mengeras menjadi batu bahkan

menurun seperti benda mati (Muqoddas, 1996). Pernyataan tersebut dipertegas kembali oleh

Iqbal bahwasanya ego bukan merupakan sesuatu yang beku melainkan tegangan kedalam

lingkungan atau bahkan penyerbuan lingkungan ke dalam ego. Kepekaan ego yang berinteraksi

dengan lingkungan mampu membentuk tegangan yang dapat menggerakkan hidup ego menjadi

dinamis. Ketegangan ego yang membentuk sifat kepemimpinan manusia mampu mengarahkan

lingkungan karena posisi ego adalah sebagai subyek yang memimpin lingkungan bukan sebagai

obyek yang ditundukkan oleh lingkungan (Aksan, 2018). Ego merupakan tegangan yang

merepresentasikan kepribadian manusia dalam wujud aktivitas dan perbuatan.


78

Iqbal memandang manusia sebagai kumpulan perbuatan dan tindakan yang terjadi akibat

interaksi tegangan terhadap lingkungan. Apabila tegangan tersebut dipelihara maka diri mampu

membentuk manusia yang abadi. Perbuatan manusia hendaknya dapat menselaraskan ego

dengan kehendak Tuhan sehingga mampu mencapai taraf yang lebih tinggi yakni kesempurnaan

(Insan Kamil). Kondisi tersebut melibatkan peran serta kehendak bebas manusia dalam

bertindak. Iqbal menilai kehendak bebas atas dasar kebaikan terjadi manakala pertimbangan

manusia dalam memilih melibatkan nilai-nilai bawaan yang dianut beserta konsekuensi risiko

yang dihadapi. Oleh sebab itu kemerdekaan memilih dan berkehendak merupakan energi

bertumbuhnya individualitas manusia yang bergerak menjadi kepribadian atau personalitas.

Pernyataan tersebut sesuai dengan makna penggalan syair Iqbal berikut ini:

Mengapa tidak menggelora sungai hatimu?


Dan kenapa pribadimu tidak terpancar Muslim hakiki?
Apa gunanya bermuram durja dan mengeluh takdir illahi?
Mengapa tidak kau menjadi pencipta takdirmu

Penggalan syair Iqbal sejalan dengan ayat Al- 4XU¶DQ VXUDK $O ,VUD \DQJ PHQ\DWDNDQ

³-LND NDPX berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu

berbuat jahat maka kejahatan itu akDQ NHPEDOL SDGD GLULPX VHQGLUL´

Penggalan syair Iqbal dan ayat Al Quran memiliki kesamaan makna bahwa individualitas

merupakan tujuan tertinggi dari segala tindakan dan usaha manusia. Dimana kemerdekaan diri

mengajarkan manusia menjadi tuan atas nasibnya sendiri. Oleh sebab itu individu hendaknya

membuka diri dalam menghadapi segala tantangan dan pengalaman hidupnya dengan demikian

pengembangan diri yang optimal akan terwujud.

3.2 Perspektif Insan Kamil dalam Pemikiran Muhammad Iqbal

Islam melihat manusia bukan sebagai objek melainkan sebagai subyek yang

bertanggungjawab terhadap segala tindakannya di muka bumi. Segala tindakan yang merupakan

hasil kegiatan manusia memiliki nilai pertanggungjawaban di hadapan Tuhan. Oleh sebab itu
79

kebenaran yang lahir dari diri yang memiliki kehendak bebas dan bertanggungjawab, hendaknya

selaras dengan kehendak Tuhan dan alam sekitarnya. Kekuatan dan kehendak bebas manusia

mampu mengubah sejarah peradaban dunia. Keberadaan Tuhan dapat dikenali melalui sarana

pengetahuan diri yang senantiasa berada dalam realita ciptaan Tuhan. Hal ini dikarenakan fitrah

manusia memiliki harapan imajinasi, daya kreatif, semangat juang serta potensi dalam

mengembangkan individualitas yang unik. Pada akhirnya kesadaran manusia mampu untuk

memerdekakan diri sendiri.

Konsep Insan Kamil yang ditawarkan Iqbal dipengaruhi oleh Al Haqiqat Al Muhammadiyah

(manusia sempurna) Ibnu Arabi berupa kesatuan wujud. Manusia sempurna (hakikat

Muhammad) adalah sumber seluruh hukum, kenabian semua wali bahkan individu. Hal tersebut

dikarenakan sifat sintesis manusia mampu menyerap karakter keilahian ke dalam diri. Bagi Iqbal,

manusia ideal adalah manusia yang mampu mengejawantahkan sifat-sifat Tuhan (Asmaul

Husna) dalam dirinya sehingga timbul kedekatan antara ego kecil (khudi) yang bersifat individual

dengan ego besar keilahian. Meski demikian khudi tidak lebur dengan individu-individu lain yang

terjebak dalam pandangan pantheistic. Perjalanan manusia dalam membentuk karakter Insan

mulia (Insan Kamil) merupakan perkembangan kreativitas individu yang dinamis yang

memainkan peran aktif bereaksi dan beraksi terhadap ketentuan yang baik dan benar menurut

Tuhan (Alfian, 2011). Pemahaman akan perjalanan manusia tersebut dijelaskan dalam gambar

3.3 berikut ini:

Menaklukan Ruang Mendekati Manusia


Peningkatan Khudi Ego Maha Besar Paripurna
Menaklukan Waktu Tuhan dengan (sempurna)
Sifat-Sifatnya
POTENSI ACTUS

FACTUAL
Gambar 3.3 Perjalanan Khudi Menuju Manusia Sempurna
80

Insan kamil merupakan tahapan tertinggi yang dicapai khudi dalam perjalanannya.

Perkembangan khudi menghasilkan berbagai unsur jiwa yang kontradiktif, disatukan oleh

kekuatan kerja besar yang didukung oleh perpaduan pikiran, ingatan, akal budi, imajinasi serta

temperamen. Insan kamil merupakan figur manusia ideal yang terdapat dalam sosok Rasulullah

SAW yang senantiasa menjalankan dan menegakkan kalimatullah. Keadaan tersebut merupakan

bentuk tanggung jawab manusia sebagai Khalifah Allah.

Manusia sebagai Insan kamil merupakan sosok mukmin sejati yang tidak memperlakukan

agamanya sebagai dogma yang pasif, menjalani kehidupan dengan penuh semangat serta

kreativitas berdasarkan kehendak Tuhan. Menurut Iqbal, terdapat tiga fase untuk mencapai

derajat Insan kamil yakni 1) Ketaatan manusia terhadap hukum illahi yang merupakan kewajiban

atau aturan dari Tuhan. Ketaatan terhadap hukum Illahi menjadi dasar manusia dalam beriman

karena jiwa dalam tataran dimensi 4 bukan sekedar pemenuhan insting saja melainkan dipahami

sebagai jawaban dalam pemenuhan intelektual. 2) Penguasaan diri (self control) terhadap hal-

hal buruk berpedoman kepada aturan-aturan Tuhan. Pada kondisi tersebut keyakinan akan

keberadaan Tuhan mampu mengendalikan apa yang terjadi pada diri dan lingkungannya. 3)

Insan kamil termanifestasi sebagai figur khalifah dimana sosok mukmin sejati mampu memahami

aturan-aturan Tuhan, menafsirkan serta mewujudkannya dalam bentuk amal perbuatan. Fase

dalam mencapai tingkat Insan Kamil ditempuh melalui serangkaian tahapan perjalanan jiwa

manusia.

3.2.1 Pahami dan Kenali Jati Dirimu sebagai Upaya Penemuan Intrinsic Order

Dalam memahami dan mengenali jati dirinya, manusia membutuhkan upaya perjalanan

kedalam diri (Inner Journey) hingga menemukan diri yang non duality. Diri non dualitas

merupakan cermin keberadaan Ilahi dalam diri manusia. Oleh sebab itu kaum sufi berpendapat

bahwa ciptaan yang paling dekat dan mudah mengantarkan manusia kedalam pengenalan Tuhan
81

adalah diri manusia itu sendiri. Keberadaan Tuhan selalu ada dalam semua ciptaannya, seperti

dinyatakan dalam sabda Rasulullah SAW berikut ini:

Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Rabbahu

³%DUDQJ VLDSD PHQJHQDO GLULQ\D PDND LD DNDQ PHQJHQDO 7XKDQQ\D´

Proses mengenal diri manusia menghasilkan sejumlah pengetahuan yang secara apriori

telah ada dalam diri manusia. Perjalanan kedalam diri merupakan cara jiwa mengenal lebih dalam

siapa dirinya melalui pemahaman dan pengajuan serangkaian pertanyaan kedalam diri seperti

³6LDSD GLUL NLWD 0HQJDSD NLWa dilahirkan di dunia ini; Apa tujuan dan fungsi kita dilahirkan di dunia

GDQ VHEDJDLQ\D´ 6HPXD SHUWDQ\DDQ WHUVHEXW PHQJJXJDK NRQGLVL ILWUDK NLWD VHEDJDL PDQXVLD

Perbuatan atau tindakan manusia tidak semata-mata didasari pada hukum moral di lingkungan

sosial melainkan terletak pada niat suci keberadaan manusia terhadap Tuhan. Kehendak

manusia memiliki tujuan dan meyakini keberadaan Tuhan. Keyakinan akan keberadaan Tuhan

menjadikan Tauhid sebagai landasan amal dalam bertindak sehingga membentuk kekuatan

hidup manusia. Tauhid menjadi dasar pencapaian hidup manusia dalam mencapai

kesempurnaan,

Keyakinan terhadap Tuhan menjadi bekal manusia khususnya akuntan dalam beretika.

Akuntan hendaknya selalu menempatkan kebesaran dan keesaan Tuhan diatas segalanya.

Apapun yang terjadi dalam proses diri manusia baik bersifat musibah, cobaan ataupun anugerah

semuanya dimaknai atas izin Tuhan. Penderitaan dimaknai sebagai gerbang atau tahapan awal

yang membantu perjalanan manusia menggapai kesadaran. Oleh sebab itu Tuhan tidak akan

membebani masalah apapun yang terjadi pada diri manusia diluar batas nalar dan kemampuan

manusia itu sendiri.

Pengalaman ketauhidan manusia dibagi menjadi 3 bagian yakni 1) rububiyah, dengan

mengimani Tuhan sebagai satu-satunya yang mencipta, menghidupkan, mematikan serta

memberikan rezeki, manfaat serta perlindungan terhadap manusia, 2) uluhiyah, dengan

mengesakan Tuhan dalam peribadatan, dan 3) Asma wa Sifat, yakni mengimani nama-nama dan
82

sifat-sifat Tuhan yang terdapat dalam Al-4XU¶DQ GDQ 6XQQah. Pemikiran Hawkins sendiri

dilatarbelakangi oleh Tauhid Rububiyah.

Sifat Tuhan terkait dengan kebesaran dan kemuliaannya meyakini bahwa tidak ada

sesuatu yang serupa dengan Allah. Hidup dan matinya manusia semata-mata untuk beribadah

kepada Allah SWT. Oleh sebab itu manusia hendaknya mampu memahami dan mengenali

dirinya sendiri, sehingga mampu bereksistensi dan menjalin konektivitas dengan sang pencipta.

Pemahaman terhadap jati diri, menggugah kesadaran manusia agar senantiasa mampu

mengetahui fungsi kediriannya berupa keinginan dalam hati seperti: 1) Mencari sesuatu yang

positif dan membangkitkan semangat, 2) Menemukan makna dan konteks baru dalam kehidupan,

3) Menemukan cinta sejati dan penghargaan pada diri sendiri, 4) Mencari kebahagiaan didalam

diri 5) Bersikap seimbang dan mulia. Kegiatan tersebut dianalogikan peneliti sebagai sebuah titian

anak tangga yang harus dilalui manusia dalam mencapai tujuan. Berikut ini adalah tahapan

perjalanan kedalam diri manusia yang digambarkan dalam kegiatan berikut ini:

GF D H I
A B C E
Gambar 3.4 Tahapan Menuju Keseimbangan dalam Diri Manusia

Keterangan :

a. Menyentuh diri batin f. Kesadaran komprehensif dimensi sejati


b. Keagungan batin g. Keraguan batin sirna (nafsu, kerapuhan batin)
c. Kesempurnaan batin h. Kekuatan dan ketenangan batin
d. Kepuasan & rasa kebahagiaan sejati i. Keseimbangan dan kemuliaan
e. Transedensi dunia
83

Perjalanan manusia merupakan rangkaian tahapan manusia untuk mengenal dan

memahami dirinya yang merupakan esensi dari fitrah manusia (intrinsic order). Proses tersebut

merupakan rangkaian awal perjalanan manusia agar mampu menapaki tahapan selanjutnya.

Perjalanan awal tidaklah mudah bagi sebagian manusia karena proses tersebut menggugah

kembali ingatan manusia akan keberadaan fitrah yang melekat dalam dirinya. Fitrah yang melekat

dalam diri akan semakin hilang eksistensinya manakala perjalanan hidup manusia penuh dengan

kemelekatan nafsu, hasrat serta pengalaman traumatis sehingga menjadi hijab batin atau

penghalang keterhubungan manusia dengan Tuhan.

3.2.2 Aktualisasi Diri Akuntan dalam Beretika sebagai Proses Perjalanan Jiwa

Merealisasikan Intrinsic Order

Perjalanan manusia menuju Insan Kamil melalui tahapan peristiwa yang mengandung

hikmah pembelajaran. Pasang surut peristiwa tersebut mengandung jutaan makna, karena

perjalanan akuntan dalam beretika tersebut tidak selamanya lancar tanpa hambatan. Adakalanya

manusia mengalami tekanan atau ketidakselarasan dalam dirinya saat berhadapan dengan

hasrat, nafsu atau keinginan duniawi. Manusia menjadi lengah dan terbawa arus materi, jabatan

atau bahkan jalan pintas yang ditawarkan dunia eksternal. Peran kepribadian (khudi) dipandang

Iqbal sebagai jembatan manusia agar senantiasa mampu bersikap eling dan waspada atas

tawaran kenikmatan yang muncul dari dunia eksternal. Konsep ego manusia (khudi) tersebut

perlu diperkuat oleh faktor-faktor: 1) Ikhtiar dan berdisiplin, 2) Keteguhan watak, 3) Kesadaran

diri, 4) Pengetahuan, peneguhan serta pengembangan diri, 5) Kemampuan rohani dan moral

tumbuh dari ketaatan dan pengendalian diri. Faktor tersebut akan menumbuhkan sifat-sifat Illahi

dalam diri seperti cinta kasih, fakir, keberanian, toleransi, saling menghormati serta senantiasa

melakukan kreativitas dan orisinalitas.


84

Penegasan diri akuntan dalam beretika memperkuat kepribadian manusia. Sikap tersebut

bukan merupakan proses yang instan karena keleluasan waktu dibutuhkan oleh diri yang

melakukan intropeksi terhadap perjalanan jiwa yang penuh suka duka serta memiliki keberanian

menerima segala hal yang terjadi dalam dirinya. Penegasan tersebut merupakan hasil

pembekalan manusia yang telah mengenal dirinya. Dalam kondisi tersebut manusia telah

memiliki kebebasan berkehendak (merdeka) atas pilihan yang diambil sesuai nilai-nilai yang

dianut. Pilihan tersebut secara tidak langsung memberikan efek penguatan terhadap diri agar

mampu menerima segala konsekuensi serta efek yang ditimbulkannya. Kedamaian yang tumbuh

dalam diri manusia akan berdampak terhadap alam dan lingkungan sekitarnya. Proses tersebut

merupakan rangkaian penyembuhan diri manusia yang jika dijabarkan dalam Peta Kesadaran

Hawkins, transendensi tersebut mampu melarutkan penderitaan jiwa yang lamban laun selaras

dan berdamai dengan diri sendiri. Dalam dunia Tasawuf, proses tahapan merupakan Tazkiyatun

Nafs (pensucian jiwa) dimana jiwa dibersihkan dari kemelekatan nafsu atau ego dualitas sehingga

intuisi mudah menerima pancaran Ilahi dan menumbuhkan sifat-sifat keilahian dalam dirinya.

Peningkatan kesadaran (evolusi) jiwa diperoleh melalui tahapan perjalanan hidup manusia

dimana jiwa bergerak menyempurQDNDQ GLULQ\D PHQXMX ³NHXWXKDQ´

3.2.3 Evolusi Kesadaran Rohani: Menuju Proses Penyempurnaan Diri yang Utuh

Tahapan pembelajaran manusia dalam perjalanan hidup dimaknai sebagai The Way of

Being bukan To Be. The Way of Being merupakan perjalanan diri manusia menuju keutuhan

mulai dari tahapan manusia sebagai human doing, human being hingga menuju spiritual being.

To be sendiri merupakan proses gerak manusia sebagai human doing dimana dalam keadaan

tersebut manusia dianalogikan sebagai cara kerja mesin yang bersifat adaptif, linier, meniru

bahkan cenderung tidak memiliki daya kreasi dan kehendak bebas. Perjalanan jiwa menuju

keutuhan mengandung makna penyempurnaan diri manusia menuju citra tuhan yang tercermin

dalam dirinya (keilahian). Proses perjalanan diri manusia membutuhkan kesadaran jiwa, karena
85

melalui kesadaran diri, manusia bergerak maju tumbuh dan berkembang. Manusia dalam

menapaki perjalanan hidupnya, tidak semata-mata digerakkan oleh pertumbuhan kesadaran

dalam dirinya melainkan didorong rasa keingintahuan yang besar sebagai wujud kesempurnaan

batin dalam diri manusia. Iqbal menuangkan perjalanan rohaninya dalam salah satu penggalan

syairnya di kitab Javid Nama sebagai berikut:

Penghuni bumi terikat hatinya kepada air dan lempung, sedang di sini, tubuh tunduk
kepada hati. Manakala hati yang merdeka bersemayam dalam air dan lempung, akan
dilakukan segala yang dimauinya dengan materi ini. Fana, hasrat, mistis dan kegembiraan
adalah wilayah kekuasaan ruh. Ada atau tidaknya tubuh tergantung kepada ruh.
Sedangkan di bumi, wujud itu ganda: jiwa dan raga yang satu tidak nampak, yang lain
terlihat oleh mata. Bagi penduduk bumi, ruh dengan tubuh bagai burung dengan sangkar.
Bagi penduduk Mars, keduanya padu tidak berbeda.

Manusia dinyatakan sebagai makhluk spiritual apabila kesadaran ruh dalam dirinya

mampu menggerakkan dan menyadari apa yang diserap, memiliki kekuatan melebihi

kemampuan fisik, membentuk tubuh agar mampu berfikir dan memberikan rasa mengalami dan

mengetahui. Kesadaran menumbuhkan kepekaan dalam diri agar mampu menyadari sesuatu

yang lain, sedangkan fungsi intelegensi tidak memiliki kepekaan atau sensitivitas atas apa yang

terjadi (Khan, 2002). Manusia spiritual tidak mengalami ego dualitas karena sudah memiliki

tatanan nilai-nilai yang mencerminkan sifat-sifat Tuhan secara langsung, seperti dijelaskan dalam

gambar 3.5 berikut ini:

Human Doing Human Being Spiritual Being

Material Humanis Spirit Illahi

Gambar 3.5 Kualitas Jiwa Manusia

Kesempurnaan jiwa diawali melalui pelepasan hasrat duniawi dan peniadaan ego

dualitas. Proses tersebut bukan merupakan jalan mudah bagi manusia karena jiwa dituntut agar

senantiasa melakukan kritik terhadap diri baik dari sisi konsep yang selama ini telah terbentuk
86

dalam pikirannya serta dari sisi filsafat berupa pemahaman aspek filosofis yang mendasari

keberlangsungan suatu tindakan. Dengan demikian diri mampu melakukan refleksi atas apa yang

terjadi dalam hidupnya. Melalui jalan tersebut, jiwa manusia diharapkan mampu menganalisa dan

melihat posisi diri sebagai wujud eksklusif.

3.2.4 Kesadaran Illahiyah: Sarana Menuju Pencerahan (Insan Kamil)

Realitas kesadaran manusia terletak pada daya atau kemahakuasaan penciptaan Illahi,

kesadaran Illahi, kehendakNya serta kerahiman Illahi. Dengan demikian keberadaan Insan kamil

VHEDJDL JDPEDUDQ ³PDQXVLD VHPSXUQD´ WLGDN GLPDNQDL VHFDUD KDUILDK SDGD DWULEXW \DQJ EHUVLIDW

fisik saja melainkan anugerah Tuhan kepada manusia berupa akal, pikiran dan juga hati. Akal,

pikiran dan hati merupakan sarana manusia dalam berfikir, merasakan, memahami serta

merenungi keberadaan diri dalam mengatasi permasalahan hidup yang dialami. Sosok Insan

kamil atau manusia paripurna merupakan pribadi yang memiliki kesadaran menyatu dengan

keberadaan tanpa batas yang membawa keselarasan hidup manusia seimbang dan harmoni di

segala aspek kehidupan.

Kehidupan merupakan perjalanan tiada henti. Oleh sebab itu jalan terbaik agar diri mampu

mengarahkan manusia menuju kehidupan ideal adalah melalui keharmonisan dan keselarasan.

Keharmonisan memiliki peran besar dalam kehidupan laksana simfoni musik yang mengalun

merdu mengalirkan kebahagiaan bagi setiap jiwa yang mendengarnya. Keselarasan dan

keharmonisan alunan nada membawa efek damai dan ketenangan bagi makhluk hidup di

sekitarnya. Keharmonisan tercapai manakala manusia memiliki efek penyatuan yakni kolaborasi

kecerdasan emosional, intelektual dan spiritual yang tumbuh dan berkembang menuju kesadaran

illahiah yang memiliki pandangan tepat tentang realitas diri dan Tuhan.

Kecerdasan spiritual dan kebijaksanaan merupakan potensi diri manusia yang terletak di

pusat hati manusia, diperoleh melalui keterhubungan dan kemenyatuan diri dengan Sang Diri

Sejati. Tuhan tidak lagi dipahami sebagai sosok yang terpisah dari manusia melainkan sebagai
87

esensi yang meliputi setiap diri manusia. Hubungan dengan Tuhan tidak sepenuhnya dimaknai

sebagai penyembahan kepada pribadi yang lebih tinggi melainkan masuk kedalam pola realisasi

NXDOLWDV ³NHWXKDQDQ´ Gi dalam diri (Dewantoro, 2019).

Sosok Insan Kamil dalam sudut pandang Iqbal merupakan figur sempurna, idealis serta

langka yang ditemukan dalam peradaban manusia saat ini. Penilaian Iqbal terhadap

keistimewaan manusia tidak lepas dari potensi fitrah yang dimiliki. Meskipun demikian Iqbal juga

PHQWROHULU NHUHQWDQDQ DWDX VLIDW ³OHPDK´ GDODP GLUL PDQXVLD VHSHUWL LQJNDU ]DOLP DQDUNLV GDQ

lain-lain. Bagi Iqbal, keberadaan sifat lemah atau kerentanan dalam diri muncul karena efek

kemelekatan manusia terhadap dunia eksternal. Perkembangan dunia eksternal mampu

membuat manusia terlena dan lalai akan potensi dirinya, sehingga mengabaikan nilai-nilai

keillahian yang merupakan esensi fitrah dalam diri manusia.

3.3 Penutup

Iqbal melakukan rekonstruksi persepsi manusia tentang konsep Tuhan, manusia dan juga

alam semesta agar mampu membentuk pribadi muslim yang baik, kreatif, dinamis serta

menjunjung tinggi spiritualitas melalui pembangunan diri atau kepribadian manusia. Kualitas

kedirian manusia ditentukan oleh seberapa jauh pribadi tersebut mampu mengenal dan

menghayati dirinya melalui serangkaian perjalanan bertumbuh atau berevolusi.

Iqbal menilai keberadaan diri manusia bermula dari kesucian diri atau fitrahnya. Manusia

diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-EDLNQ\D %HQWXN \DQJ ³VHEDLN-EDLNQ\D´ WHUVHEXW

diasumsikan peneliti sebagai sebuah kenyataan bahwa kondisi manusia pada awal

penciptaannya memiliki kesempurnaan, paripurna bahkan otentik. Dalam tataran fisik,

keberadaan manusia bahkan melebihi hewan dan tumbuhan. Dari sudut pandang materialistis,

keberadaan manusia justru bermula dari tingkatan yang rendah menuju tingkatan yang lebih

tinggi. Hal ini dikarenakan kehadiran jiwa saat berada di dunia memiliki banyak hasrat

kemelekatan serta keinginan terhadap dunia eksternal yang terlampau besar dan luas sehingga
88

jiwa manusia memiliki hijab-hijab penghalang yang menganggu masuknya cahaya Illahi kedalam

diri. Itulah sebabnya nilai keotentikan bahkan kesempurnaan jiwa manusia lamban laun pudar,

hanyut dan tertutupi oleh kemelekatan eksternal.

Pribadi sejati tidak saja memiliki kemampuan penguasaan atas materi saja melainkan

mampu menyerap sifat-sifat keilahian dalam dirinya. Pribadi kuat dapat menghasilkan ego yang

dapat menaklukan ruang dan waktu, terlebih lagi saat ego mendekati kemahabesaran Tuhan

melalui sifat-sifatnya. Ego non dualitas mampu menggerakkan jiwa menuju tahapan Insan Kamil.

Iqbal memandang diri (ego) sebagai keberadaan diri mutlak yang diperoleh dari pengalaman

keagamaan atau spiritual yang mampu menggerakkan kehendak kreatif yang meliputi akal dan

jiwa manusia. Kehendak bebas memiliki peran membangun kreativitas manusia karena

digerakkan oleh khudi yang merupakan ego kecil dalam diri manusia.

Khudi merupakan kesatuan intuitif atau titik kesadaran pencerah yang menerangi pikiran,

perasaan dan keinginan manusia. Khudi mengandung realitas illahi yang bersifat abadi sehingga

kemunculannya di alam semesta berasal dari perintah serta kreasi Tuhan yang diwujudkan dalam

bentuk evolusi menuju arah perubahan dan penciptaan. Melalui kesadaran diri, manusia mampu

melihat sisi dalam dirinya, memahami potensi diri serta mampu mewujudkannya dalam sebuah

kebaikan, kebenaran, kesuksesan bahkan keberlimpahan. Kesadaran merupakan gerak jiwa

yang berkembang terus menerus, bersifat dinamis dan kreatif. Saat seseorang mengalami

kesadaran maka dia akan merasakan sebuah kebebasan.

Tahapan menuju Insan Kamil ditempuh melalui serangkaian tahapan perjalanan manusia

seperti: a) Pahami dan kenali jati dirimu dalam upaya penemuan Intrinsic Order, b) Aktualisasi

diri akuntan dalam beretika merupakan proses perjalanan jiwa dalam merealisasikan Intrinsic

Order, c) Evolusi kesadaran rohani sebagai proses penyempurnaan menuju diri yang utuh, d)

Kesadaran ilahiah sebagai sarana menuju pencerahan (Insan Kamil).


BAB IV
LEBIH LANJUT PEMIKIRAN DAVID R HAWKINS DAN CARL GUSTAV JUNG DALAM
KESADARAN ETIKA AKUNTAN: AS THE SUPPORTING THOUGHT

Sebagaimana yang didalam, begitupula yang diluar


Carl Gustav Jung

4.1 Sekilas Pandang Pemikiran David R Hawkins

4.1.1 Perjalanan dan Pembelajaran Hidup David R Hawkins

Keseluruhan karya Hawkins didesain dengan mengkontekstualisasikan ulang

pengalaman manusia terkait evolusi kesadaran melalui integrasi pemahaman pikiran dan spirit

sebagai ekspresi Ketuhanan yang menjadi sumber kehidupan dan eksistensi. Dedikasi ini

ditandai dengan pernyataan Gloria in Excelsis Deo (Kemulian bagi Tuhan yang tertinggi) dalam

banyak karyanya.

Awal pemikiran kritis Hawkins adalah saat beliau berusia 3 tahun. Dimana kesadaran

HNVLVWHQVL WHQWDQJ PDNQD ³$NX´ (I am) muncul diikuti dengan kesadaran menakutkan bahwa

³DNX´ I) mungkin tak memiliki eksistensi sama sekali. Beliau bangkit dari kelupaan menuju

NHWHUMDJDDQ \DQJ VDGDU PHODKLUNDQ GLUL SHUVRQDO GDQ GXDOLWDV ³$GD´ Is GDQ ³ 7LGDN $GD´ Is not)

dalam kesadaran subyektifnya. Paradoks eksistensi dan realitas diri menjadi pertanyaan

berulang-ulang Hawkins kecil hingga dewasa. Pemikiran tentang Diri personal mulai masuk ke

dalam Diri impersonal yang lebih agung sehingga muncul rasa takut mendasar terhadap

ketiadaan. Kondisi tubuh fisik Hawkins yang lemah serta kedinginan memudar seiring munculnya

kesadaran yang menyatu dengan kehadiran cahaya. Hawkins kecil merasakan kehangatan dan

kedamaian tak terkira, terkena limpahan cahaya dan kehadiran cinta tanpa batas. Akal pikiran

menjadi sunyi, semua pikiran terhenti, yang tersisa hanyalah kehadiran tanpa batas yang

89
90

melampaui ruang dan waktu. Hawkins kecil merasakan sang spirit mengaktifkan tubuhnya (D. R.

Hawkins, 2020).

Dalam kondisi tersebut, kepribadian lama Hawkins sudah tidak lagi eksis, diri personal

atau ego pribadi lenyap, yang ada hanyalah kehadiran tak terbatas dari kekuatan tanpa batas.

Bagi Hawkins, kehadiran dan kekuatan Tuhan telah menggantikan aku dan tubuh sehingga

tindakannya dikendalikan semata-mata oleh kehendak tak terbatas dari kehadiran Tuhan. Dunia

Hawkins disinari oleh cahaya keesaan tidak terbatas yang mampu mengekspresikan dirinya

sebagai sebuah keindahan dan kesempurnaan tanpa batas. Kehidupan Hawkins terus berjalan

meskipun diliputi keheningan yang mendalam. Hawkins sudah tidak lagi memiliki keinginan atas

pribadinya, semua urusan dijalankan oleh tubuh fisik sesuai arahan kehendak dan kehadiran

Maha Daya. Bagi Hawkins, kebenaran terbukti dengan sendirinya tanpa ada konseptualisasi

karena sistem saraf fisik bekerja keras membawa energi lebih banyak. Tidak ada yang perlu dicari

dalam hidup, semua telah sempurna terjadi apa adanya. Segala sesuatu dalam hidup terjadi

melalui sinkronitas, berkembang dalam harmoni sempurna sehingga keajaiban menjadi hal biasa

yang lumrah terjadi. Keajaiban atau mukjizat pada dasarnya adalah kehadiran ilahi (Kehadiran)

bukan diri personal. Aku personal hanyalah penyaksi dari semua fenomena ini. Aku yang lebih

agung jauh lebih dalam daripada diri atau pikiran sebelumnya yang menentukan segala hal yang

WHUMDGL 3HPLNLUDQ +DZNLQV WHUNDLW ³GLUL SHUVRQDO´ DWDX ³DNX SHUVRQDO´ GHQJDQ ³$NX \DQJ $JXQJ´

selaras dengan pemikiran Iqbal terkait dengan ego diri (khudi) dan ego illahi (khuda).

Keajaiban dimaknai luar biasa oleh sebagian manusia karena aspek metafisika memiliki

peran sebagai energi yang membahagiakan atau cinta tak terbatas. Hawkins menilai jika diri yang

terbatas melebur kedalam Diri yang universal dari asal mula sebenarnya, maka manusia akan

merasakan kedamaian mutlak terbebas dari nestapa. Penderitaan dan nestapa merupakan ilusi

individualitas karena seseorang menyadari bahwa dirinya merupakan alam semesta, manunggal

dengan segala yang ada, abadi tanpa akhir sehingga tidak terjadi lagi penderitaan dan angkara

murka. Pemahaman tersebut jika dikaitkan dengan pemikiran tasawuf selaras dengan
91

keberadaan manusia sebagai mikrokosmos atau jagad raya kecil serta alam semesta sebagai

makrokosmos. Penderitaan batin akan berakhir manakala manusia merasa dicintai dan

merasakan kedamaian dalam batin. Hawkins menilai cinta kasih dan kehadiran Tuhan

mengkontekstualisasikan ulang realitas penyembuhan pasien sehingga menciptakan kedamaian

batin sang Diri yang meliputi diri kita diluar waktu dan identitas. Semua rasa sakit dan penderitaan

muncul semata-mata dari ego dualitas. Perkembangan dan kemajuan manusia menuju

pencerahan selaras dengan cara manusia bereksistensi. Skema peradaban berubah melalui

kekuatan cinta sehingga hidup dalam kebaikan dan kasih sayang yang dibutuhkan untuk

mengalirkan arus sejarah menuju peradaban baru.

Perjalanan spiritual menggerakkan Hawkins agar senantiasa membawa kehadiran Tuhan

ke dalam genggaman manusia. Kehadiran Tuhan itu sunyi tetapi memberikan kedamaian yang

lembut, kukuh dan menghilangkan rasa duka, ketakutan, kekhawatiran bahkan penyesalan.

Masalah merupakan artefak dari sebuah persepsi. Ketika Kehadiran terjadi, tidak ada identifikasi

lebih lanjut dengan tubuh atau pikiran. Pikiran menjadi sunyi dan menghilang seiring tumbuhnya

kesadaran murni yang bersinar melampaui ruang dan waktu. Kondisi kesadaran dalam perspektif

Hawkins meliputi: 1) Niat yang kuat. 2) Berdisiplin dengan senantiasa melakukan pemaafan,

kelembutan tanpa henti dan pengecualian.3) Bersikap welas asih terhadap segala sesuatu terkait

alam diri dan pikirannya. 4) Menunda pemenuhan hasrat dengan memasrahkan keinginan pribadi

pada setiap peristiwa. 5) Ketika pikiran, perasaan, hasrat atau perbuatan tersebut dipasrahkan

kepada Tuhan, akal pikiranpun menjadi semakin sunyi. Dalam keadaan tersebut, jiwa

membutuhkan kekuatan besar agar mampu mengulang kondisi sehingga menjadi sebuah

kebiasaan. Pergeseran kesadaran memunculkan Kehadiran yang meliputi semuanya. Ketika

sang diri mati, kemutlakan Kehadiran muncul dan menginspirasikan sekejap keterpesonaannya.

Pada saat itu terjadi kemanunggalan total yang paripurna yang mampu melampaui semua

identitas, gender dan kemanusiaan sehingga penderitaan dan kematian sudah tidak dirasakan

kembali dalam kemanunggalan tersebut.


92

Fluktuasi kesadaran yang dialami seseorang akan mengarah pada keputus-asaan yang

intens sehingga takut ditinggalkan oleh Kehadiran. Dalam keadaan tersebut, kemauan besar

serta kehendak bebas sesuai kehendak illahi dapat mentransendensikan level keputusasaan

menuju tingkatan tertentu diatasnya. Keadaan tersebut dibutuhkan jiwa agar tidak terpuruk dalam

penderitaan terus menerus. Proses transendensi menggerakkan kemampuan manusia untuk

melepaskan rantai besi ego dualitas menuju rantai emas kesukacitaan yang luar biasa. Proses

transendensi laksana penyerahan diri manusia kepada Tuhan meskipun rasa takut pada

ketiadaan tersebut muncul. Perasaan tersebut muncul berulang-ulang seiring semakin dekatnya

ketiadaan ego dualitas. Meskipun penderitaan tak tertahankan muncul dan menimbulkan

kebimbangan antara surga dan neraka, keberadaan hasrat atau keinginan manusia tersebut

kemudian dipasrahkan dan dilepaskan sehingga melampaui dualitas. Di saat itulah eksistensi

versus non eksistensi serta keseluruhan versus ketiadaan terjadi. Peleburan pamungkas sang

diri berupa pemusnahan dualitas eksistensi versus non eksistensi akan melarutkan identitas

tersebut ke dalam keilahian universal sehingga tidak terdapat kesadaran individual yang tersisa.

(D. R. Hawkins, 2020).

4.1.2 Manusia dalam Perspektif David R Hawkins

Manusia merupakan makhluk multidimensi karena dalam dirinya dikelilingi oleh energi-

energi biologi, subtle energi, energi psikologi (thought field) serta energi kesadaran spiritual.

Kesadaran spiritual manusia ditumbuhkan melalui perubahan cara berfikir (worldview) yang

awalnya tergantung pada dunia eksternal yang menganut aspek materialitas bersifat linier,

menuju aspek spiritual yang bersifat non linier yang mengutamakan perjalanan ke dalam diri. Diri

secara spiritual bertindak sebagai subjek, lain halnya dengan dunia materi yang tidak

menganggap keberadaan diri atau bahkan tidak menyadari kehadiran diri, sehingga yang tersisa

KDQ\DODK ODEHOOLQJ ³ZKR´ EXNDQ ³what´


93

Dalam sains material, semua kegiatan manusia bersifat rutinitas dan cenderung adaptif.

Keberadaan diri tidak mampu dikenali karena mengalami kebutaan spiritual sehingga tidak

memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam sistem. Manusia yang terlalu asyik menikmati

dunia materi memiliki dorongan terus menerus untuk memiliki (having) sehingga tidak memiliki

waktu untuk merenung. Proses perenungan memberikan kesempatan kepada diri agar

senantiasa hadir dalam sistem. Dalam konteks spiritual tersebut, diri berpartisipasi secara aktif

(kreatif), sehingga mampu menyaksikan dan memberi makna terhadap kehidupan. Bagi Hawkins,

peningkatan kesadaran jiwa ditunjukkan oleh nilai Level of Conciousnes (LOC). Kondisi ini

selaras dengan peningkatan kemampuan intuisi diri menuju the witness. Peta Kesadaran

Hawkins meliputi tahapan perjalanan (evolusi) manusia berupa:

1). Kegiatan manusia berupa antisipasi rutinitas sosial berjibaku dengan

ketidakbermaknaan hidup berupa penderitaan atau pun kesenangan semu sehingga

menempatkan manusia dalam dimensi ego dualitas, yakni manusia sebagai the

watcher dan the experiencer.

2). Ketika manusia berhasil melampaui the watcher dan the experiencer, manusia

melakukan eksplorasi terhadap kebenaran-kebenaran yang bersifat objektif sehingga

posisi manusia meningkat menuju dimensi mind sebagai the observer.

3). Setelah dimensi mind terlampaui, manusia bergerak menuju dimensi keilahian (divinity)

dimana manusia sebagai the witness melakukan penyempurnaan diri secara terus

menerus dan bergerak menumbuhkan sifat-sifat keilahian (Asmaul Husna) dalam diri

sehingga mengalami pencerahan (D. R. Hawkins, 2020).

Tahapan manusia melampaui dimensi ego, mind hingga menuju dimensi keillahian

merupakan rangkaian proses transendensi, sedangkan proses transformasi berupa peningkatan

kesadaran manusia dari posisi manusia sebagai yang melihat (the watcher), mengalami (the

experiencer), mengamati (the observer) hingga menuju penyaksian (the witness). Pemaparan

tersebut digambarkan peneliti dalam tahapan evolusi manusia sebagai berikut:


94

Potensi Diri 4. witness


Fitrah Illahi PROSES KEILLAHIAN 3.observer
Kesadaran n Kesadaran n+1 Kesadaran n+2 Kesadaran n+3

Diri Human Doing Human Being Spiritual Being Khalifah Allah Kematian

Lahir Rutinitas & Adaptasi Berfikir, Mencerna No Duality Role Penyempurnaan Kembali ke
dan Memahami Diri Tuhan

PROSES KEMANUSIAAN 2. experiencer


1. watcher
Proses tetap menjaga atau menodai Fitrah Illahi

Sumber: Adaptasi dari berbagai sumber

Gambar 4.1 Proses Evolusi Manusia

'DODP PHQXMX SURVHV ³NHLOODKLDQ´ GLUL PHPLOLNL NHKHQGDN EHEDV XQWXN EHUWLQGDN VHODUDV

sesuai kehendak Tuhan. Keadaan tersebut menggerakkan otot kesadaran manusia untuk

melampaui setiap tahapan yang ada. Proses melatih otot kesadaran merupakan program bawah

sadar yang mampu meningkatkan level kemampuan penyaksian diri manusia dari tahapan

terendah (ego) menuju keillahian. Level terendah menjerumuskan jiwa pada penderitaan

sedangkan level keillahian membawa jalan manusia menuju kebahagiaan yang abadi. Peta

Kesadaran Hawkins merupakan tahapan evolusi manusia yang dimulai dari respon individu yang

memiliki level keberanian (kalibrasi 200) terhadap pengujian otot yang dilakukan.

Peta Kesadaran Hawkins diawali dengan perjalanan hidup jiwa yang penuh tekanan

(force) yakni level 20 hingga level 199. Sedangkan level 200 merupakan level keberanian yang

menjadi starting point jiwa dalam mengikis kemelekatan dualitasnya. Level 200 merupakan

tahapan awal jiwa dalam anak tangga spiritual. Level tersebut menjadi jejak awal jiwa dalam

menapaki perjalanan spiritualnya sehingga mampu memberdayakan dirinya menuju level

pencerahan.
95

4.1.3 Perspektif Insan Kamil dalam Pemikiran David R Hawkins

Perjalanan diri manusia merupakan tahapan evolusi kesadaran dari level kesadaran

terendah (force) hingga level kesadaran tertinggi (power). Kekeliruan menempatkan ego terjadi

sejak diri lahir ke dunia. Oleh sebab itu proses membangunkan ruh sejati dilakukan melalui

mekanisme meditasi, konsentrasi, sholat, belajar dan juga zikir. Proses tersebut mampu

memanifestasikan ego yang sejati (non dualitas). Tahapan tersebut mampu memanifestasikan

ego sejati saat jiwa berada pada posisi keimanan yang tinggi kepada Tuhan. Mekanisme tersebut

menjadi alarm pengingat manusia akan keberadaan Tuhan dimana jiwa tumbuh sebagai penyaksi

(the witness) karena mampu menyaksikan kehadiran Tuhan di setiap alur gerak peristiwa

manusia di dunia.

Proses mencapai keimanan bukan merupakan proses yang instan, karena manusia

dituntut untuk dapat melampaui tahapan non being, survive serta keraguan yang menjadi fase

keterpisahan jiwa saat diri tidak memiliki freedom to choose. Fase tersebut memunculkan

kebingungan akan eksistensi, haus akan pemenuhan diri bahkan berujung pada konflik batin.

Gerak jiwa yang merupakan dasar dari kehendak bebas menjadi landasan manusia untuk

melakukan kebaikan, lain halnya apabila gerak jiwa dianalogikan sebagai mesin yang cenderung

adaptif, rutin dan monoton. Saat ego menggunakan kehendak bebas, ego tersebut memilih

serangkaian nilai dengan risiko serta pertimbangan tertentu. Kemampuan jiwa membuka diri

dalam menghadapi tantangan dan pengalaman hidup mampu menumbuhkan partisipasi serta

peran diri dalam keimanan. Keimanan merupakan keyakinan diri terhadap Tauhid sehingga jiwa

mampu menumbuhkan keilahian dalam diri yang mewujud pada sebuah rasa cinta tanpa syarat,

kasih sayang, keadilan serta rasa lain yang merupakan manifestasi dari Asmaul Husna. Jika

dikaitkan dengan konteks Islam, perasaan rasa cinta dan kasih sayang yang tumbuh dalam diri

tersebut merupakan perwujudan dari sifat keilahian yakni Rahman dan Rahiim.
96

4.1.4 Keberadaan Psikologi Transpersonal Jung dalam Pemikiran Iqbal dan Hawkins

Pembahasan etika serta moralitas akuntan bermula dari ide pemikiran M. Iqbal, seorang

filsuf sekaligus pujangga yang memiliki gaya bahasa puitis yang bernilai tinggi. Peneliti perlu

melakukan abstraksi terhadap pemikiran Iqbal melalui penjabaran intelektual Hawkins dan Jung

yang secara filosofis mampu menjelaskan realita kesadaran jiwa. Oleh sebab itu, penjabaran

konsep terkait kesadaran akuntan dalam beretika perlu ditindaklanjuti.

Pemikiran Iqbal dalam ranah filosofi tasawuf maupun sufisme dinilai peneliti terlalu

abstrak, sehingga dibutuhkan pemahaman dan pendalaman lebih lanjut terkait pemikiran

tersebut. Iqbal sebagai pujangga sekaligus filsuf menuangkan ide pemikirannya dalam tingkatan

bahasa yang sangat tinggi. Oleh sebab itu dibutuhkan derivasi atau turunan atas kekayaan

bahasa tersebut agar mampu dipahami dalam konteks realita akuntan saat ini. Pemikiran Iqbal

dinilai terlalu tinggi dan dianggap eksklusif dijalankan bagi sebagian orang yang menilai dirinya

bukan seorang pembelajar tasawuf atau sufisme, khususnya saat pemikiran tersebut

diberlakukan dalam koridor penegakan etika dan akhlak saat ini. Peneliti membutuhkan resolusi

pandang yang cukup tinggi agar mampu mengungkap makna terselubung dalam puisi dan

pemikiran Iqbal yang bersifat spiritual mistis sehingga mampu dibahasakan dalam konteks

realitas saat ini. Oleh sebab itu proses pencarian makna dalam pemikiran Iqbal perlu diperdalam

lebih lanjut oleh peneliti nantinya agar mampu menjelaskan konsep penting dan utama dalam

pemikiran tersebut. Melalui proses perenungan dan pembelajaran, peneliti akhirnya mampu

menemukan supporting thought yang lebih membumi dan sesuai dengan perkembangan realita

manusia modern saat ini. Dukungan pemikiran tersebut termuat dalam Peta Kesadaran Hawkins

serta Psikologi Transpersonal Jung.

Hawkins sebagai seorang spiritualis sejati dan juga psikiater (ahli kejiwaan) sedikit banyak

memiliki koherensi dengan pemikiran Iqbal. Pemikiran Hawkins memiliki sudut pandang serta

benang merah yang selaras dengan pemikiran Iqbal. Hawkins telah menghasilkan sebuah karya
97

pemikiran yang meneliti kualitas jiwa manusia mulai dari tingkatan dasar yang dipenuhi ego

meningkat pada nalar hingga pada akhirnya menuju dimensi keilahian yang dapat memanifestasi

nilai-nilai keilahian dalam diri, menumbuhkan serta menghasilkan rasa damai dalam hati menuju

pencerahan. Kondisi pencerahan merupakan tingkatan tertinggi dalam kualitas jiwa dimana jiwa

dalam tataran tersebut memiliki keterhubungan (terkoneksi) dengan Tuhan, alam dan segala

isinya (oneness).

Pemikiran Iqbal dan Hawkins apabila dikaitkan dengan tema kesadaran etika akuntan

dinilai peneliti masih kurang menyeluruh karena masih dangkalnya pemahaman akan konsep

transpersonal. Padahal konsep tersebut merupakan esensi dasar dari kedua pemikiran tersebut.

Trans(personal) merupakan kondisi dimana diri secara terus menerus berupaya menerobos titik

psikis kelemahan dengan mematahkan semua titik paksa yang menjadi kerentanan jiwa dalam

menjalani kehidupan. Dalam keadaan tersebut, diri personal (transpersonal) dilampaui, karena

diri lebih dicintai oleh kemanusiaan. Peneliti melibatkan pemikiran Jung selaku sosok dibalik

lahirnya psikologi transpersonal agar mampu melahirkan kesadaran etika akuntan yang lebih

tepat dan holistik untuk kondisi saat ini.

Kesadaran etika merupakan perpindahan posisi jiwa akuntan dari amnesia spiritual yang

belum menyadari fungsi dirinya sebagai manusia spiritual untuk kemudian bergerak tumbuh

selaras dengan kehendak Tuhan. Kesadaran etika akuntan dalam sudut pandang Insan kamil

merupakan hasil konstruksi dari trilogi pemikiran IHJ dimana Iqbal sebagai sosok utama dibalik

pemikiran IHJ, didukung pemikiran Hawkins dan Jung (IHJ) yang memperjelas pemikiran Iqbal

terkait perjalanan jiwa akuntan. Pemikiran Jung mengenai transpersonal psychology terkait erat

dengan pengalaman spiritual yang memberikan upaya penyadaran terhadap umat manusia.

Transpersonal psychology yang dipelopori Carl Gustav Jung menjadi perhatian peneliti,

karena banyaknya argumen atau informasi informan yang mengkaitkan pengalaman spiritualnya

sebagai sebuah pengalaman luar biasa yang tidak disadari oleh jiwa. Pengalaman spiritual

memberikan efek penyadaran luar biasa besar dalam diri, memperkaya kepribadian diri dalam
98

bersikap dan berperilaku khususnya saat beretika dan berakhlak. Pengalaman spiritual sejatinya

memberikan pemahaman luar biasa terkait hubungan antara diri manusia dengan Tuhan atau

bahkan sesama makhluk hidup didunia serta alam sekitarnya (semesta). Upaya penyadaran

menjadi panduan jiwa dalam mematuhi ketentuan atau ketetapan yang berlaku dalam

lingkungannya. Dalam skala lebih luas, seseorang akan mematuhi ketentuan dan kehendak

Tuhan dikarenakan telah memiliki kesadaran penuh. Upaya penyadaran sebagai pengingat diri

manusia saat menyalahgunakan wewenang serta melanggar ketentuan dan ketetapan Tuhan.

Manusia hendaknya memiliki kesadaran dalam diri agar senantiasa mampu melakukan kebaikan

dan menghasilkan kebermanfaatan tanpa ada paksaan dari pihak luar baik aturan yang mengikat

secara prosedural maupun kode etik sekalipun. Dalam kondisi tersebut, pengalaman spiritual jiwa

yang telah menyatu dalam diri mampu menumbuhkan kesadaran yang termanifestasi dalam

bentuk kebermanfaatan kepada sesamanya.

Secara kosmologis, kerusakan dan kehancuran alam serta lingkungan sosial di era

modern ini menjadi tanda ketidakseimbangan moral yang terjadi dalam diri manusia, dimana

ketidakutuhan terjadi karena berkurangnya niat manusia mencari jalan kesempurnaan dalam

hidupnya. Kajian transpersonal merupakan bagian dari pemikiran Iqbal tentang Perwujudan Diri

(Khudi-Self) dalam transpersonal yang berupaya menarik makna spiritual dari pengalaman

transendensi manusia agar mampu meningkatkan kesadaran jiwa (level of consciousness)

menuju pencerahan, seperti tahapan perjalanan jiwa yang termuat dalam Peta Kesadaran

Hawkins tersebut.

4.2 Psikologi Transpersonal dalam Pemikiran Carl Gustav Jung

Carl Gustav Jung dikenal sebagai Bapak Psikologi Transpersonal dimana beliau membuat

kerangka kerja dari pribadi yang terbatas untuk kemudian dikenalkan dalam lapangan psikologi

tentang konsep archetype dan ketidaksadaran kolektif yang menjadi ranah transpersonal.
99

Dimensi transpersonal merujuk pada pengalaman manusia yang merupakan realitas progresif

dari kesatuan yang esensial dalam kehidupan.

Transpersonal merupakan cabang ilmu psikologi yang mengintegrasikan aspek spiritual

dan transendensi pengalaman manusia dengan menggunakan kerangka psikologi modern.

Kondisi tersebut terjadi karena pandangan psikologi sebelumnya belum menampung keberadaan

spiritual dan transpersonal. Oleh sebab itu lahirlah psikologi spektrum sebagai genre baru dalam

gerakan psikologi transpersonal. Dimana setiap tingkat atau berkas dari spectrum tersebut

ditandai oleh identitas rasa yang berbeda, bermula dari identitas kesadaran kosmik yang agung

hingga keberadaan identitas ego yang sangat sempit (Jaenudin, 2012).

Transpersonal merupakan pengalaman dimana kesadaran diri atau identitas diri

melampaui (trans) individu atau pribadi yang mencakup aspek-aspek lebih luas dari umat

manusia, kehidupan, jiwa atau kosmik yang melampaui batas-batas individual. Psikologi

transpersonal mengkaji spiritual serta pengembangan diri yang melampaui ego, pengalaman

puncak, pengalaman mistik, kerasukan, krisis rohani, evolusi spiritual, praktek-praktek spiritual

serta pengalaman hidup tersublimasi yang tidak umum. Keadaan tersebut terjadi dalam

perjalanan jiwa seperti termuat dalam Peta Kesadaran Hawkins dan tingkat perwujudan diri

intrapersonal, interpersonal dan transpersonal dalam pemikiran Iqbal.

Keterlibatan psikologi transpersonal dalam ranah etika maupun akhlak dilatarbelakangi

oleh potensi tertinggi manusia yang perlu dikenali dan dipahami secara holistik sehingga mampu

melampaui alam kesadaran yang dimiliki. Psikologi memandang kajian manusia hendaknya lebih

luas, utuh dan transformatif karena kajian tersebut sangat berguna untuk meningkatkan akhlak

serta kesadaran etis akuntan. Psikologi transpersonal sebagai studi terhadap potensi tertinggi

umat manusia hendaknya melalui pengakuan, pemahaman serta realisasi kesadaran yang

mempersatukan spiritual dan transenden (Noesjirwan & Joesoef, 2000). Transendensi sebagai

konsep inti dalam psikologi transpersonal memiliki identitas rasa yang lebih dalam, tinggi, luas

dan menyatu secara keseluruhan.


100

Transendensi mengakui bahwa diri memiliki nilai personal, menjunjung tinggi non duality

serta mengakui bahwa setiap bagian secara fundamental menjadi bagian dari keseluruhan

(kosmos) (Davis J, 2011). Transendensi diri merupakan keberadaan atau rasa diri yang tidak

mendasarkan pada individu sebagai entitas yang terpisah atau tidak terhubung dengan bagian

lainnya. Pemahaman tersebut memberikan keyakinan bahwasanya diri yang menyatu secara

keseluruhan merupakan diri yang sadar sebagai bagian dari keseluruhan yang lebih besar,

melampaui identifikasi riwayat personal, tubuh dan citra diri serta relasi obyek dengan identifikasi

lebih dalam, terintegrasi serta mencakup dimensi spiritual. Pengalaman yang dialami diri secara

langsung menciptakan keterhubungan dengan kesatuan harmoni atau kesatuan fundamental

orang lain serta dunia (Puji & Hendriwinaya, 2015). Penekanannya disini adalah self yang

transenden merupakan upaya menguak kepribadian atau ego self sebagai kumpulan konsep diri,

citra diri serta peran yang disandang saat diri berinteraksi dengan orang lain atau bahkan saat

diri berada dalam lingkungan sosial. Pendekatan transpersonal menganggap bahwa ego self

tidak sama dengan sifat atau esensi diri yang merupakan fitrah orang tersebut. Oleh sebab itu

melalui transendensi, diri membuka pengalaman alamiah terhadap apa yang terjadi dalam dirinya

melalui kajian mendalam. Pembahasan tersebut menjadi dasar pemahaman bahwasanya

transendensi merupakan rangkaian kesatuan mulai dari senses of self sebagai individu yang

terpisah dari individu lain, kemudian meluas menjadi individu sebagai bagian yang lebih besar

dan berlanjut menuju transendensi diri yang melampaui senses of self sebagai suatu entitas

individu (Puji & Hendriwinaya, 2015).

4.3 Pandangan Psikologi Transpersonal terhadap Etika dan Akhlak Manusia

Peran transpersonal psychology dalam ruang lingkup etika akuntan terkait erat dengan

fenomena degradasi moral yang terjadi dalam lingkungan bisnis kemudian mengarah pada

tindakan pelanggaran etika melalui berbagai mekanismenya. Ketentuan, ketetapan, aturan serta

kode etik didalamnya tidak sepenuhnya mampu memberikan upaya penyadaran terhadap jiwa
101

akuntan, karena sejatinya upaya penyadaran diri membutuhkan kerelaan, keikhlasan serta unsur

penerimaan yang luar biasa besar dalam diri manusia tersebut.

Aturan beserta keberadaan kode etik tidak sepenuhnya memberikan jaminan kesadaran

permanen dalam diri manusia karena bersifat sementara (temporary) saja. Saat pemberlakuan

aturan, regulasi atau norma, kerentanan jiwa cenderung terjadi, diri tergoda hingga lengah

bahkan mengambil celah untuk melakukan pelanggaran. Dunia sebagai panggung sandiwara

merupakan slogan menarik yang penuh makna dimana dunia memuat jiwa-jiwa yang penuh

persona atau topeng. Persona tidak selamanya mengandung unsur kebaikan, adakalanya unsur

SHQFLWUDDQ PHQLPEXONDQ NHVDQ ³EDLN´ DJDU GDSDW PHQDULN VLPSDWL SXEOLN 3DGDKDO GLEDOLN

pencitraan mengandung muatan modus dan motif yang bernuansa kepentingan pribadi yang

adakalanya konspiratif. Beberapa manusia melakukan hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan

adaptasi agar dirinya mampu survive pada lingkungan sosial yang lebih luas. Itulah sebabnya

psikologi transpersonal digambarkan sebagai kondisi nyata manusia agar mampu melampaui

berbagai macam persona atau topeng yang dibuat manusia. Beberapa manusia bangga dengan

topeng yang mereka bentuk karena topeng tersebut diciptakan agar selaras dengan dunia luar.

Meskipun demikian mereka lupa bahwa keberadaan topeng tersebut justru mampu

memenjarakan sifat keotentikan dalam diri mereka. Wujud dari topeng tersebut mampu

mengekang kebebasan mereka dalam berkehendak, memenjarakan bahkan mengikis batin

mereka paling dalam.

Manusia dalam sudut pandang psikologi transpersonal merupakan kolaborasi dari

perwujudan diri ego yang bereksistensi secara psikologis (human being) dan juga makhluk

spiritual (spiritual being). Adapun bentuk dan wujud diri individu tersebut secara kesatuan

sebagai makhluk spiritual (soul). Berikut ini beberapa konsep inti dalam Psikologi transpersonal

yang berupa:
102

1. Dimensi spiritual mengandung berbagai potensi serta kemampuan luar biasa yang seringkali

diabaikan oleh manusia. Keadaan tersebut terkait dengan pengalaman subyektif manusia

berupa penilaian secara pribadi atau pengalaman luar biasa seseorang.

2. Merujuk pada kesadaran manusia. Psikologi transpersonal menunjukkan ragam dimensi lain

yang luar biasa potensinya di luar alam kesadaran manusia.

3. Pendekatan perkembangan dimulai pada tahapan pra-personal yakni usia 3 sampai 4 tahun.

Saat tumbuh dewasa, jiwa mengalami masa psikologi transpersonal yakni pengetahuan

mendalam terhadap segala sesuatu sehingga tumbuh menjadi pribadi yang sadar akan

lingkungan sekitarnya baik keindahan budaya atau agama sehingga mampu melampaui

gambaran yang terlihat nyata oleh manusia.

4. Dalam psikologi transpersonal, kesadaran diri terurai sehingga keberadaan dunia spiritual

dalam diri diakui sebagai pandangan utama yang membentuk proses atau terapi jiwa.

Kegiatan spiritual berupa ibadah mampu memberikan ketenangan dalam jiwa serta rasa

spiritual dalam hati agar mampu menyembuhkan tekanan.

5. Sebuah proses pencerahan dimana konsep psikologi transpersonal memberikan

pengalaman hidup cerah yang secara tidak langsung membimbing kepribadian seseorang

menuju akhlak yang baik.

Psikolog transpersonal menilai bahwa pengalaman manusia yang dapat dicatat tidak

hanya memuat pengalaman empiris, indrawi atau kognitif-logik tetapi lebih kepada pengalaman

batin (spiritual) (Mujidin, 2005). Fungsi manusia yang dikaji oleh psikologis transpersonal terdiri

atas beberapa layer atau lapisan yakni:

1 2 3 4 5 6 7 8

Fisik emosi intelektual integritas Intuisi psikis spiritual mistik integritas


Personal transpersonal
Sumber: Mujidin 2005

Gambar 4.2 Lapisan Kesadaran dan Fungsi Manusia


103

Psikologi transpersonal mengkaji secara utuh potensi manusia karena mampu menggali

potensi terdalam manusia atau sering disebut Spiritual Quotient (SQ). Pada tahun 2000,

pemikiran tentang Spiritual Quotient (SQ) lahir dan dipelopori oleh Daniel Goleman. Pandangan

tersebut membantu diri untuk membereskan dan melarutkan potensi lemah yang dimiliki,

sehingga pada titik tertentu diri mampu menumbuhkan dan memperkuat potensi yang dimiliki.

Kajian mengenai potensi dibahas Hawkins dalam Peta Kesadarannya dalam 2 bagian

yakni potensi kuat yang merupakan power serta potensi lemah yang merupakan force. Potensi

lemah (force) cenderung muncul dalam diri yang memiliki konflik dan penyangkalan dalam

dirinya. Lain halnya dengan potensi kuat (power) yang merupakan manifestasi nilai-nilai keilahian

berfungsi sebagai energi yang menggerakkan dan mengarahkan kreativitas. Gambar 4.3 berikut

ini merupakan lapisan yang ditempuh jiwa untuk mengenali kedalaman dirinya, sehingga mampu

mengetahui potensi diri yang dimiliki.

Sumber: Mujidin 2020

Gambar 4.3 Tingkat Kesadaran dan Fungsi Manusia dalam Kajian Psikologi
Transpersonal

Dimensi 4 merupakan lapisan integrasi personel yang mewakili integrasi dimensi 1, 2 dan

3 yakni fisik, emosi dan intelektual. Selanjutnya dimensi 5 merupakan dimensi intuisi dimana jiwa

secara samar memiliki pengalaman cepat dari persepsi transendensi yang masuk kedalam

kesadaran diri. Dalam dimensi tersebut, diri memiliki informasi pengetahuan mengenai berbagai

hal yang selama ini tidak pernah dipikirkannya.


104

Data base yang tersimpan di alam semesta memberi informasi mengenai pengetahuan

baru secara lebih mendalam. Dalam keadaan tersebut, diri mulai beranjak naik menuju kesadaran

baru yakni kesadaran pada dimensi 6 yakni psikis spiritual. Pengalaman yang dimiliki terlihat

nyata dalam wujud diri individu tersebut, bukan sekedar sensasi saja melainkan secara serempak

merealisasikan integrasi yang ada tersebut melalui lapangan energi yang lebih luas yakni

kemanusiaan. Pada lapisan 7 atau dimensi mistik, diri (keilahian), pengalaman tertinggi berupa

penyatuan mistik, pencerahan diri (keilahian), fase melampaui dan mengalami kemenyatuan

secara serempak dapat dirasakan. Pada dimensi 8 atau integritas interpersonal, Diri mengalami

perkembangan potensi dimana seluruh lapisan dihayati secara simultan sehingga

pengintegrasian antara personal dan transpersonal terjadi. Kolaborasi dimensi fisik, emosi dan

mental dikategorikan sebagai dimensi personal sedangkan kolaborasi dimensi intuisi, psikis

spiritual dan mistik masuk dalam kategori dimensi transpersonal. Perjalanan menuju kesadaran

spiritual bukan merupakan proses yang instant karena dalam perjalanan tersebut, diri tidak saja

membutuhkan ilmu agama dan ritual keagamaan saja melainkan mengambil hikmah

pembelajaran dari pengalaman spiritual tersebut melalui dukungan ilmu pengetahuan dan

tehnologi. Berikut ini merupakan kerangka kerja psikologi transpersonal:

Meditasi kearifan dan intuisi kesehatan tubuh fisik & jiwa


Dzikir ketenangan dalam hati keinginan masa depan
Doa Psikologi pengalaman pribadi hubungan sosialisasi
Pertaubatan Transpersonal luar biasa
PENCERAHAN

Gambar 4.4 Keterkaitan Psikologi Transpersonal dan Pencerahan


105

4.4 Nilai Spiritual dalam Psikologi Transpersonal

Dari sudut pandang kaum sufi, keberadaan sifat perilaku dalam akhlak manusia terkait

erat dengan kondisi jiwa yang mendominasi dirinya. Para sufi menekankan pentingnya unsur

kejiwaan dalam mengkonsepsikan manusia dimana hakikat, zat dan inti kehidupan manusia

terletak pada unsur spiritual atau kejiwaannya. Kajian transpersonal terkait erat dengan tasawuf

dimana aliran tersebut mencoba mengkaji secara ilmiah dimensi yang selama ini dianggap mistis,

kebatinan mampu dialami serta dimiliki kaum agamawan atau orang yang mengolah dunia batin.

Senyatanya, manusia memiliki potensi spiritual yang mampu menggerakkan pengalaman

subyektif transendental serta pengalaman luar biasa.

Meta Fisis --------- Fenomena (1)

Transpersonal/Transrasional -------- Data (2)

Transendensi --------- Kebenaran (3)

Kesadaran spiritual --------- Tingkat kesadaran (4)

Gambar 4.5 Alur (Flow) Kesadaran Spiritual

Pemahaman terhadap model tersebut diawali dari fenomena metafisis yang ditunjukkan

Transpersonal Psychology dalam pengambilan datanya berupa pengalaman spiritual atau batin

manusia (transpersonal atau transrasional). Dalam proses transendensi, kebenaran yang

dihasilkan dari tataran spiritual menempati tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Psikologi

transpersonal mengisyaratkan manusia sempurna adalah manusia utuh yang memiliki

kemampuan sains dan tehnologi, menguasai agama serta praktek ritual keagamaan sehingga

mampu membuka misteri fisis dan misteri kedirian manusia (dunia spiritual). Oleh sebab itu psike

manusia dan psikologi personal mampu berpartisipasi penuh terhadap makna dalam keteraturan

semesta melalui area psikoid bawah sadar. Dalam proses psikisasi tersebut, pola-pola

keteraturan di alam semesta mampu diserap oleh kesadaran sehingga dapat dipahami dan
106

diintegrasikan. Dengan demikian setiap orang mampu menyaksikan Sang Pencipta dan karya

ciptaannya melalui proses perenungan imaji dan sinkronitas. Arketipe bukan semata-mata pola

psike melainkan cerminan sesungguhnya dari bangunan-bangunan dasar alam semesta (Stein,

2019). Konsep arketipe itu sendiri meliputi persona, anima, animus, shadow dan self (Setiawan,

2017).

4.5 Piramida Strategi Pencerahan Umat Manusia: Integrasi Pemikiran Hawkins dan
Jung dalam Pemikiran Iqbal (IHJ)

Masyarakat yang merasa bebas dan lepas kendali dari agama serta pandangan metafisis,

meletakkan hidupnya dalam konteks sejarah dimana nilai-nilai dapat diukur. Oleh sebab itu jiwa

mengalami kesulitan memperoleh solusi atas problem kehidupan yang dialami jika masih

menggunakan cara pandang yang lama (linier). Keberadaan isu global saat ini berupa

rasionalisme, sekularisme, materialisme serta kapitalisme tidak mampu menambah kebahagiaan

serta ketentraman hidup mereka. Jiwa justru semakin gelisah dalam menghadapi hidup. Visi

keilahian menjadi hilang bahkan mengalami amnesia spiritualitas yang justru memperburuk

gejala psikologis dan mental manusia. Jika keadaan tersebut tidak segera diatasi maka akan

menjadi pemicu timbulnya pelanggaran etika.

Manusia perlu mengetahui posisi jiwa untuk menempatkan dirinya sesuai proporsi yang

ada. Pengetahuan tentang posisi jiwa dapat diketahui dan dipelajari manusia melalui berbagai

jalan baik tasawuf, spiritual sains, ilmu kejiwaan bahkan psikologi transpersonal. Berbagai jalan

ditempuh manusia untuk menunjukkan bahwasanya ilmu pengetahuan memiliki keterkaitan satu

sama lain. Masing-masing disiplin ilmu saling bersinergi membentuk kolaborasi dan integrasi

hingga membentuk satu kesatuan, keutuhan serta keseimbangan yang selaras dengan kehendak

Tuhan, makhluk hidup dan juga alam semesta.

Pemikiran Iqbal, Hawkins dan Jung memiliki kesesuaian konsep dasar didalamnya

dimana sama-sama menitikberatkan pada upaya diri untuk melampaui tingkat kesadaran yang
107

dialami melalui mekanisme transendensi (transpersonal). Mekanisme tersebut menjadi jembatan

jiwa dalam menggapai keutuhan manusia yang seimbang dan selaras dimana upaya dan potensi

kesadaran diri tersebut tumbuh saat berakhlak dan beretika. Meski demikian masing-masing

pemikiran tersebut memiliki arah kajian kesadaran yang berbeda dimana pemikiran Iqbal dalam

ranah tasawuf sufistik, Hawkins dalam ranah spiritual sains dan juga ilmu kejiwaan serta Jung

dalam ranah psikologi transpersonal.

Dalam tasawuf ada beberapa tahapan yang harus dilalui jiwa sehingga mampu mencapai

tahapan yang utuh dan sempurna, dengan menghindari diri dari sifat-sifat tercela baik vertikal

maupun horizontal melalui pembersihan jiwa (takhalli); memperindah diri dengan progresivitas

nilai moral yang dimiliki (tahalli) serta menghubungkan diri dengan Tuhan (tajalli). Semua cara

tersebut perlu dijalani dengan keseriusan penuh (riyadah) dan latihan sungguh-sungguh

(mujahadah). Setiap tahapan perjalanan yang dilalui sufi dalam tasawuf memiliki maqam atau

peringkat perjalanan yang harus dilewati seperti tobat, zuhud, sabar, tawakal, rida, mahabah,

NKDXI WDZDGKX WDNZD LNKODV V\XNXU GDQ PD¶ULIDK $JDU PDPSX PHOHZDWL GDQ PHODPSDXL

maqam-maqam yang ada, maka jiwa hendaknya senantiasa melakukan penyucian diri atau

pembersihan hati melalui penyelarasan dan integrasi diri dengan kehendak Tuhan sehingga

terjalin hubungan baik antara individu, sesama makhluk hidup dan juga alam semesta. Pemikiran

Iqbal yang menegaskan keterjalinan tersebut dijabarkan dalam tiga tahapan yakni perwujudan

diri dalam Intrapersonal, Interpersonal dan kemudian Transpersonal.

Tahapan perwujudan tersebut bukan merupakan proses yang instan, melainkan

rangkaian perjalanan yang membentuk konsep dasar kesempurnaan Islam yakni syariat, tarikat,

hakekat dan makrifat. Dengan demikian gerak kehidupan dapat dipahami dan kesadaran jiwa

mengalami pertumbuhan. Berikut ini konsep dasar tasawuf yang digambarkan dalam metafora

pohon untuk menjabarkan kesadaran jiwa manusia tersebut.


108

Hakekat dalam metafora bunga atau buah (4)


Melampaui tahapan kesadaran yang ada
sehingga mampu menggapai kesadaran ilahiah
yang dapat menghasilkan esensi dari kebenaran
yakni kebenaran yang bersifat absolut
(transpersonal)

Makrifat dalam metafora daun (3)


Digambarkan dengan perjalanan kedalam diri
(kontemplatif, reflektf dan meditatif sehingga
diperoleh kesadaran melalui proses transendensi

Tarekat dalam metafora batang dan ranting (2)


Pergerakkan niat yang selaras dengan aktualisasi
nilai-nilai keagamaan (keilahian) dalam
berinteraksi dengan manusia, habluminanas
(Interpersonal), makhluk hidup dan seisi semesta

Syariat dalam metafora Akar (1)


Digambarkan dengan internalisasi nilai-nilai
Agama, Aturan, Regulasi serta menetapkan Niat,
(intrapersonal)

Gambar 4.6 Pertumbuhan Kesadaran dalam Metafora Pohon

Pergerakan pertumbuhan kesadaran dalam metafora pohon beserta strukturnya yakni

akar, batang dan ranting yang menumbuhkan daun, bunga hingga buah. Proses pertumbuhan

merupakan syarat keberlangsungan dari kehidupan pohon tersebut. Akar yang merupakan

metafora dari syariat berupa agama serta aturan-aturan dalam kehidupan menjadi panduan jiwa

dalam pertumbuhan akhlak serta etika. Sedangkan keberadaan batang dan ranting sebagai

metafora dari tarekat merupakan perjalanan jiwa dalam menapaki kehidupan sesungguhnya.

(ibadah). Keberadaan agama, prinsip hidup maupun azas merupakan bekal jiwa saat

menghadapi penderitaan, kesenangan hingga keterjebakan ilusi dan persona. Keadaan tersebut

menjadi pengalaman jiwa saat berada pada dimensi 3. Makrifat merupakan proses mengetahui

Allah dari dekat sehingga melalui jalan transendensi akan terlihat pengalaman batin yang

sejatinya mengarahkan diri pada sebuah esensi atau hakekat yang merupakan kebenaran

absolut. Manifestasi hakekat dimetaforakan dengan bunga atau buah sebagai hasil akhir dari
109

proses bertumbuhnya pohon. Pada akhirnya buah yang matang itu bisa dikonsumsi atau bahkan

ditanam kembali bijinya. Dari biji buah tersebut jika ditanam kembali akan menghasilkan akar

sebagai cikal bakal atau asal muasal kehidupan pohon. Metafora pohon yang merupakan analogi

dari proses bertumbuhnya kesadaran dalam diri manusia sebagai sebuah pembelajaran tanpa

akhir (never ending learning process).

Metafora pohon sebagai gambaran pertumbuhan kesadaran jiwa dijelaskan pula dalam

QS Ibrahim ayat 24-26 yang menjelaskan bahwa iman dan keyakinan yang benar diumpamakan

seperti pohon yang kokoh dan aman dari segala penyakit. Akar pohon yang terhujam ke tanah

akan berbuah perbuatan yang baik dan melimpah. Keimanan yang disimbolkan dengan pohon

akan senantiasa tumbuh mekar menebarkan kebaikan ditengah masyarakat. Pernyataan

tersebut diungkapkan dalam ayat-ayat Quran berikut ini:

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.
Pohon memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk yang telah dicabut
dengan akar-akarnya dari permukaan bumi tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.
(QS 14:24-26)

Dari ayat-ayat tersebut dapat digambarkan bahwasanya akar yang tertanam kokoh

didalam tanah akan menghasilkan pucuk-pucuk yang menjulang tinggi ke angkasa. Analogi

tersebut memunculkan pernyataan bahwa kalimat yang baik menyertakan didalamnya sebuah

kalimat tauhid yang berisikan pengesaan Allah dengan kalimat Laa Illaha IllaAllah. Kalimat Iman

tertanam dalam kalbu orang mukmin sedangkan amalannya naik kelangit dan memperoleh

berkah dan pahala setiap saat. Allah menerangkan permisalan tersebut kepada manusia dengan

mendekatkan makna-makna abstrak melalui benda-benda indrawi agar manusia dapat

mengambil pelajaran lalu beriman.

Kualitas amal manusia berbeda-beda sesuai tingkat keimanan dan keyakinannya yang

terdiri atas: 1) Ilmul Yaqin adalah pemilik akal, dimana keyakinan para ahli ilmu kalam ini didasari
110

oleh ilmu pengetahuan tentang sebab dan akibat atau melalui hukum kausalitas mengenai

keberadaan Allah SWT. Keyakinan diperoleh atas dasar informasi yang dipercayai

kebenarannya, meskipun belum pernah melihat dan membuktikannya sendiri. 2) Ainul Yaqin

merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang tanpa melalui proses sebab akibat melainkan

langsung meyakini wujud Allah. Keyakinan diperoleh berdasarkan kenyataan yang pernah dilihat

sendiri. 3) Haqqul Yaqin adalah keyakinan yang dimiliki orang yang telah menyadari bahwa alam

semesta ini pada hakikatnya merupakan bayangan dari penciptanya sehingga mampu

merasakan wujud sejati itu hanyalah milik Allah sedangkan yang lainnya merupakan bukti dari

wujud yang sejati. Keyakinan tersebut diperoleh berdasarkan pengalaman sendiri bukan atas

dasar perkataan orang lain atau sekedar melihat.

Tingkatan Iman seorang hamba selanjutnya terbagi atas: 1) Iman taklid yakni mantap dan

percaya dengan ucapan orang lain tanpa mengetahui dalilnya. 2) Iman Ilmi yakni mengetahui

akidah beserta dalil-dalilnya. Tingkatan ini disebut dengan Ilmu Yaqin. 3) Iman Iyaan yakni

mengetahui Allah dengan pengawasan hati (Ainul Yaqin). Allah selalu berada di hati, dengan

demikian seseorang mampu melihat Allah di maqam muraqabah atau derajat pengawasan Allah.

4) Iman Haq yakni melihat Allah dengan hati. Tingkatan keimanan ini disampaikan para ulama

yakni orang-orang makrifat, mampu melihat Allah dalam segala sesuatunya sehingga berada di

maqam musyahadah yang disebut dengan Haqqal Yaqiin. Orang-orang ini terhalang jauh dari

selain Allah. 5) Iman hakikat yaitu sirna bersama Allah dan mabuk karena cinta kepada Allah. 6)

Iman ditingkat maqam baqa dianggap lebih sempurna karena menjaga hubungan dengan Allah,

DODP PDQXVLD GDQ KHZDQ 3HPEDKDVDQ WHUVHEXW GLXQJNDSNDQ GDODP 46 $O $Q¶DP D\DW

berikut ini.

Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (kami yang terdapat)

di langit dan bumi agar dia termasuk orang-orang yang yakin.


111

Ayat tersebut memperlihatkan bahwa senyatanya apa yang terdapat di langit dan bumi

merupakan bukti bahwasanya keberadaan Allah beserta ciptaannya itu nyata dan keadaan

tersebut menjadi sebuah keyakinan utuh dalam diri. Keyakinan tersebut menjadi langkah awal

kesuksesan diri secara spiritual atau rohani sekaligus kebutuhan dasar diri menuju tahapan Insan

Kamil (manusia seutuhnya). Spiritualitas benar-benar mampu dihayati sehingga diri mampu

menjelma dalam bentuk ihsan yang mana diri senantiasa berbuat baik seolah-olah Allah melihat.

Syekh Abdul Qadir Jailani selanjutnya menjelaskan dalam karyanya yang berjudul ³7KH

Secrets of Secrets: Menemukan Hakikat Allah´ PHQMDEDUNDQ WLQJNDW NHVDGDUDQ PDQXVLD XQWXN

kembali ke jalan Allah melalui tahapan berikut ini:

Manusia

Manusia Jasmani Manusia Ruhani

Ilmu Ilmu Ilmu Ilmu Hakikat


Syariat Tarekat Makrifat

6XUJD 0D¶ZD Surga Naim Surga Firdaus Kedekatan dengan Allah


di alam mulk di alam malakut di alam jabarut di alam qubah atau alam lahut

Gambar 4.7 Jalan kembali Ke ³Negeri Asal´

Gambar 4.7 menggambarkan manusia ruhani sebagai perwujudan manusia yang

mengenal dan menguasai ilmu hakikat dalam dirinya, sedangkan manusia jasmani memiliki

kemampuan penguasaan terhadap ilmu syariat, tarekat serta makrifat. Pembahasan mengenai

keempat tingkatan tersebut diuraikan dalam urutan ilmu berikut ini: 1) Ilmu lahiriah berupa ilmu

syariat yakni berupa perintah dan larangan dari segala bentuk hukum; 2) Ilmu syariat batin yakni

ilmu tarekat: 3) Ilmu tarekat batin berupa ilmu makrifat: 4) Ilmu batin berupa ilmu hakekat.

Tingkatan ilmu tersebut adalah:

1. Syariat digambarkan dengan akar pohon

2. Tarekat digambarkan dengan ranting atau batang pohon


112

3. Makrifat digambarkan dengan daun

4. Hakekat digambarkan dengan bunga atau buah

Gambaran tersebut menjelaskan bahwasanya semua label, perhiasan maupun atribut

sosial mampu memberikan efek penderitaan maupun kebahagiaan yang bersifat sesaat.

Meskipun dibalik perhiasan atau atribut dunia tersebut, terdapat hikmah pembelajaran tentang

kemelekatan jiwa dalam aspek duniawi. Hikmah pembelajaran tersebut dikoherensikan dengan

daun sebagai simbol dari makrifat. Jiwa yang cara pandangnya hanya mendasarkan pada atribut

sosial hendaknya tidak terus menerus hanyut pada kemelekatan yang ditawarkan dunia

eksternal. Oleh sebab itu gerak jiwa hendaknya senantiasa terus ditingkatkan dalam diri sehingga

mengalami pertumbuhan kesadaran. Pada saatnya nanti, pertumbuhan kesadaran tersebut akan

bermuara pada satu titik yakni kebenaran mutlak sebagai manifestasi kebenaran dari Tuhan.

Jung sebagai psikolog menekankan pentingnya membawa jiwa (psike) sebagai pengamat

sehingga membawa unsur makna tersebut kedalam realitas keseluruhan. Cara pandang Jung ini

memberikan makna kehidupan bahwasanya manusia di bumi ini bertumpu pada kapasitasnya

dalam menyadari dan memberikan kesadaran reflektif terhadap benda-benda serta makna-

makna dunia karena jika tidak, kesadaran manusia tersebut akan bergulir dalam keabadian tanpa

pernah dilihat, dipikirkan atau bahkan disadari. Dengan kata lain, Tuhan membutuhkan manusia

agar mampu mengenali prinsip keteraturan kosmos, memperhatikan serta meresapi makna yang

ada. Oleh sebab itu, sejatinya setiap manusia adalah pembawa kesadaran yang diperlukan sang

waktu dan perjalanan itu sendiri merupakan gerak jiwa dalam memperluas kesadaran (Stein,

2019).

Dalam psikologi transpersonal, beberapa tingkat kesadaran dihubungkan dengan tingkat

psikoterapi seperti: 1) tingkat ego dimana jiwa tidak melihat organisme sebagai sebuah sistem

yang utuh melainkan dikenali sebagai citra diri ego; 2) pada tingkatan biososial, dimana manusia

merupakan bagian dari lingkungan sosial baik hubungan keluarga, budaya maupun kepercayaan;

3) tingkatan eksistensial yang memandang keutuhan organisme terlihat dari rasa identitas yang
113

melibatkan kesadaran sistem jiwa tubuh yang terintegrasi; 4) Pada tingkat transpersonal, jiwa

melakukan lompatan pengalaman menuju pengalaman transpersonal yang memperluas

kesadaran diluar batas-batas konvensional organisme serta rasa identitas yang lebih besar.

Jung menilai eksistensi manusia sesungguhnya adalah pengalaman keagamaan yang

dialami manusia saat mampu menyatukan dirinya dengan Tuhan, alam dan segala isinya melalui

perjalanan batin yang disadari maupun tidak disadari. Pengalaman keagamaan merupakan

pengalaman mistik yang tidak disandarkan pada doktrin tertentu melainkan berproses dengan

berdasarkan pada pengalaman setiap individu (Jaenudin, 2012).

Senada dengan Jung, pemikiran Hawkins yang menekankan pentingnya jiwa mampu

memberikan pemaknaan atas pembelajaran yang telah dihadapi, baik berupa penderitaan

maupun kesenangan yang diperoleh sehingga mampu meningkatkan kualitas jiwa. Tingkatan

kualitas jiwa digambarkan Hawkins dalam sebuah Peta Kesadaran (Map of Consciousness).

Tingkatan kualitas jiwa (potensi) tersebut dipaparkan Hawkins dalam dua bentuk yakni Force

(tekanan) dan Power (kekuatan). Force pada tataran the watcher dan experiencer telah

menempatkan ego pada tingkatan survive bahkan adaptif, dimana jiwa terlibat dan larut dalam

penderitaan dan kesenangan yang semu. Peran dualitas sangat besar dalam force tersebut. Lain

halnya dengan mind yang menempatkan posisi jiwa sebagai pengamat (the observer) atas apa

yang terjadi dalam hidupnya. Jiwa mampu mengambil jarak atas apa yang terjadi dalam

hidupnya. Dalam posisi tersebut, power mulai bergerak tumbuh dan memperluas kesadaran.

Dalam dimensi selanjutnya yakni keilahian (divine), posisi jiwa bertindak sebagai saksi (the

witness) melalui penyaksian keberadaan Illahi di semua dimensi kehidupannya. Power mulai

bergerak dari mind menuju divine sehingga jiwa terdorong untuk menggali potensi diri yang maha

dahsyat, menghasilkan energi kreatif serta mampu berinovasi. Gambar 4.8 berikut ini merupakan

kolaborasi pemikiran Iqbal, Hawkis dan Jung yang digambarkan dalam bentuk piramida.
114

SPIRITUAL

Tahapan Transpersonal Transendensi

perjalanan

spiritual

Interpersonal Hawkins

Intrapersonal

Iqbal Jung

Gambar 4.8 Piramida Kesadaran dalam Pemikiran IHJ

Piramida kesadaran IHJ merupakan integrasi pemikiran Hawkins dan Jung yang saling

bersinergi dalam pemikiran Iqbal. Masing-masing pemikiran tersebut menjelaskan latar belakang

sifat dan karakteristik manusia terkait kesucian jiwa (fitrah) yang digambarkan dalam bentuk jejak

jiwa akuntan. Pembahasan tersebut masuk dalam ranah sufistik, spiritual sains dan psikologi.

Sinergi ketiga pemikiran tersebut memuat perjalanan spiritual manusia yang dibagi dalam tiga

tingkatan yakni intrapersonal, interpersonal dan trans(edensi)personal. Pemikiran Iqbal yang

merupakan framewok dalam penelitian ini merupakan induk utama dalam trilogi pemikiran

tersebut. Meski demikian perjalanan menuju masing-masing tahapan membutuhkan dukungan

dari pemikiran Hawkins dan Jung. Kolaborasi ketiga pemikiran tersebut saling bersinergi menjadi

sebuah pemikiran yang utuh menyeluruh meskipun berada dalam ranah disiplin yang berbeda.

Perjalanan manusia mengenal dirinya dijabarkan dalam trilogi pemikiran tersebut. Jiwa

mampu mengenal dirinya, mampu mendeteksi potensi yang melekat dalam dirinya baik kekuatan

maupun kelemahan, mengetahui misi serta tanggungjawab yang menjadi amanah Tuhan

terhadap manusia semenjak berada dalam kandungan, sejak ditiupkan ruh kehidupan hingga

lahir dan mampu melihat dunia. Dalam pengenalan diri yang illahiah tersebut, Diri (diri yang
115

ilahiah) mengejawantahkan potensi yang tersimpan dalam dirinya melalui upaya kebermanfaatan

kepada pihak-pihak lain (berdayaguna). Disinilah peran keterlibatan Diri dalam Interpersonal,

dimana Diri saat berinteraksi mampu memberikan rasa welas asihnya, cinta tanpa syarat guna

memberikan kebermanfaatan kepada sesama makhluknya di dunia (habluminanas).

Proses interaksi adakalanya memunculkan semacam pergolakan batin dalam diri yang

menimbulkan konflik. Hal ini terjadi karena kehendak batin tidak selaras dengan keinginan pihak

luar. Fenomena tersebut dianggap lumrah terjadi karena jiwa manusia cenderung memiliki titik

kerentanan dalam dirinya. Oleh sebab itu jiwa jangan sampai terjebak atau semakin larut dengan

kondisi tersebut. Diri hendaknya mampu melampaui keadaan tersebut melalui proses

transendensi. Proses tersebut bukan merupakan proses yang instan melainkan tahapan

menyusuri perjalanan dimana setiap rangkaian mampu memperluas gerak kesadaran diri menuju

pencapaian Diri yang transpersonal yakni kesadaran diri yang Ilahi (Diri), dimana Diri mampu

melampaui aspek-aspek yang lebih luas dari umat manusia, kehidupan dan kosmik.

Tiga tahapan dalam pemikiran Iqbal tidak menjelaskan secara lebih rinci proses

transendensi tersebut namun demikian pemikiran tersebut mampu menjelaskan peran khudi

sebagai pusat kesadaran. Begitupula dengan pemikiran Hawkins yang menjelaskan bahwa jiwa

memiliki kemampuan mentransendensikan keadaan dirinya saat berada pada titik kerentanan

yang dimiliki. Pada saat diri sudah melampaui titik kerentanan tersebut, diri akan bergerak naik

menuju tingkatan yang lebih tinggi hingga pada akhirnya mencapai titik pencerahan. Dalam

keadaan tersebut posisi jiwa mampu melampaui dan terlampaui. Pencerahan merupakan

manifestasi keberadaan diri manusia sempurna (Insan Kamil) yang mengandung amanah dan

tanggung jawab saat dilahirkan ke dunia. Pencerahan laksana seberkas cahaya yang

memberikan vibrasi positif terhadap alam beserta isinya. Dalam diri seseorang yang telah

mengalami pencerahan tersebut, Diri hanya dipenuhi oleh luapan rasa cinta kasih tanpa syarat,

welas asih yang senantiasa memberikan kebermanfaatan kepada sesama. Jiwa yang mengalami
116

pencerahan adalah jiwa yang memiliki kesadaran Ilahiah dimana diri diliputi oleh nilai-nilai

keilahian berupa Arrahman dan Rahiim yang mewujud dalam Dirinya.

Kelahiran, perjalanan kehidupan dan kematian merupakan jalan yang diberikan Tuhan

kepada manusia agar mampu mengenal dan mewujudkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya baik

pertanggungjawaban diri sebagai Abdullah maupun Khalifah, mengenal prinsip keteraturan

dalam kosmos serta mampu meresapi makna yang timbul disana. Jung menilai bahwa tujuan

hidup manusia secara esensial adalah menyadari pola-pola dan imaji yang berasal dari

kedalaman bawah sadar psikoid yang terangkat kemudian secara kolektif naik ke alam

kesadaran, sehingga manusia mampu mengekspresikan apa yang telah disadari tersebut.

Keadaan tersebut dilatarbelakangi bahwa setiap dari kita merupakan pembawa kesadaran yang

diperlukan sang waktu. Kesadaran tersebut menjadi daya kita dalam merefleksikan kosmos dan

cermin kesadaran sehingga manusia mampu menyadari motif-motif pendorong yang ada (Stein,

2019).

4.6 Penutup

Pemikiran Hawkins terkait Diri Personal atau Aku Personal dengan Aku yang Agung

selaras dengan pemikiran Iqbal mengenai ego diri (khudi) serta ego illahi (khuda). Bagi Hawkins,

diri manusia tidak dapat dikendalikan oleh dunia melainkan dipengaruhi oleh sebuah keyakinan

yang terdapat dalam pikiran mereka. Kekuatan cinta serta hidup dalam kasih sayang merupakan

kebaikan yang dapat diberikan agar mampu mengubah skema peradaban. Kesadaran spiritual

manusia tumbuh melalui gerak dan perubahan cara berfikir (worldview) dari ketergantungannya

kepada dunia eksternal yang menganut aspek materialistis serta bersifat linier menuju aspek

spiritual yang bersifat non linier dengan mengutamakan perjalanan kedalam diri. Dalam perspektif

Hawkins, peningkatan kesadaran manusia ditunjukkan dengan pertambahan nilai LoC.

Pertumbuhan tersebut selaras dengan peningkatan kemampuan intuisi diri menuju penyaksian
117

(the witness). Hubungan dengan Tuhan tidak sepenuhnya digambarkan dalam bentuk

penyembahan kepada pribadi yang lebih tinggi melainkan masuk kedalam pola realisasi kualitas

ketuhanan di dalam diri. Peta kesadaran Hawkins telah menetapkan tingkatan evolusi kesadaran

manusia dari kesadaran terendah (force) menuju kesadaran tertinggi (power). Tingkat atau level

kesadaran diri dipengaruhi oleh seberapa besar kemelekatan diri terhadap dunia eksternal yang

mana keadaan tersebut mampu membuat jiwa lalai dalam mengenali potensi dirinya.

Kolaborasi pemikiran Iqbal dan Hawkins dinilai kurang menyeluruh (komprehensif). Oleh

sebab itu diperlukan dukungan pemikiran lain yang mampu memberikan pemahaman tentang

transpersonal yang dipelopori oleh Carl Gustav Jung. Pemikiran Jung mengenai transpersonal

psychology merupakan perluasan sudut pandang dari dua pemikiran sebelumnya. Oleh sebab

itu kesadaran etika akuntan dalam sudut pandang Insan Kamil dibangun dari trilogi pemikiran,

dimana pemikiran Iqbal memperoleh dukungan dari pemikiran Hawkins dan Jung.

Kajian transpersonal merupakan salah satu bagian dari pemikiran Iqbal yang termuat

pada tahapan perwujudan diri (khudi-self) dalam transpersonal. Kajian tersebut mengintegrasikan

aspek spiritual serta pengalaman transendensi dalam meningkatkan kesadaran jiwa menuju

pencerahan seperti termuat dalam Peta Kesadaran Hawkins. Psikologi transpersonal terkait erat

dengan pengalaman spiritual seseorang yang memberikan efek penyadaran luar biasa dalam diri

sehingga mampu memperkaya kepribadian manusia dalam bersikap, berperilaku serta

berakhlak. Pengalaman tersebut sejatinya mampu memberikan pemahaman luar biasa terkait

hubungan diri dengan Tuhan, sesama makhluk hidup di dunia bahkan alam sekitarnya (semesta).

Dimana diri yang illahi (Diri) beserta pengalaman spiritualnya menyatu, menggerakkan dan

menumbuhkan kesadaran diri yang termanifestasi dalam bentuk kebermanfaatan kepada

sesama. Pendekatan transpersonal menganggap bahwa ego self tidak sama dengan sifat atau

esensi seseorang (fitrah). Oleh sebab itu proses transendensi membuka pengalaman alamiah

dalam diri seseorang untuk dikaji lebih mendalam. Transendensi merupakan posisi yang tidak

mendasarkan diri sebagai individu atau entitas yang terpisah atau tidak terhubung dengan
118

lainnya. Perjalanan jiwa dalam menggapai kesadaran ilahiah menciptakan koneksi dalam

kesatuan harmoni atau kesatuan fundamental terhadap orang lain dan dunia.

Konsep inti psikologi transpersonal berfokus pada dimensi spiritual yang mengarah pada

perkembangan kesadaran manusia dari tahapan pra-personal hingga dewasa, memiliki

pandangan spiritual hingga mengalami pencerahan. Dalam mencapai tahapan transpersonal,

jiwa menempuh lapisan-lapisan jiwa dalam mengenal kedalaman diri (potensi diri) seperti lapisan

fisik, emosi, intelektual, integritas personal, intuisi, psikis spiritual, mistik dan integritas

transpersonal.

Manusia dalam sudut pandang psikologi transpersonal merupakan kolaborasi perwujudan

diri dari ego yang bereksistensi secara psikologis sebagai human being menuju perwujudan diri

sebagai makhluk spiritual (spiritual being). Cara bereksistensi jiwa dalam menempuh perjalanan

batin akan memunculkan ledakan spiritual yakni sebuah keadaan yang menumbuhkan nilai-nilai

keilahian dalam diri. Jiwa yang bergerak menuju tingkatan paripurna (Insan Kamil) merupakan

pencapaian tertinggi yang dapat dicapai manusia sehingga mampu memancarkan cahaya terang

ilahi yang mengandung vibrasi positif terhadap lingkungan dan alam sekitarnya secara

keseluruhan.
BAB V
$1$/2*, ³7,7,.´ '$/$0 .(68&,$1 ',5, 0$186,$
METAMORFOSIS PENEMUAN DIRI SEJATI

Pohon adalah benih itu sendiri pada episode yang berbeda


(Aswar 2020)

5.1 Pengantar

Perjalanan metamorfosis kehidupan hewan kupu-kupu diawali dari menetasnya telur

menjadi ulat lalu kepompong hingga pada akhirnya menghasilkan seekor kupu-kupu yang lucu,

unik dan indah. Kelucuan, kunikan dan keindahan kupu-lupu merupakan bagian kesempurnaan

yang tumbuh dalam diri kupu-kupu tersebut. Proses metamorfosis membutuhkan waktu yang

tidak singkat. Proses terbentuknya kesempurnaan dan keindahan fisik kupu-kupu itu melalui

serangkaian episode atau tahapan yang berbeda dalam kurun waktu 30 hari. Jika perjalanan

manusia dalam menjaga kesucian atau fitrahnya dianalogikan sebagai sebuah titik, maka secara

filosofis, titik tersebut merupakan simbol yang menyatakan asal, sumber serta akhir dari semua

wujud. Jika digambarkan dalam sebuah paragraf, maka titik tersebut sebagai pertanda

berakhirnya alur kalimat. Begitupula dengan titik yang merupakan awalan dari sebuah tarikan

garis lurus, jika dikreasikan akan membentuk gambar atau figur yang memiliki karakter. Selain itu

titik juga merupakan awal terbentuknya sebuah huruf maupun angka yang apabila tersusun akan

menjadi sebuah untaian kata maupun kalimat. Begitupula yang terjadi apabila keberadaan huruf,

angka atau kata dihilangkan dan diambil satu persatu unsur pembentuknya, maka yang tersisa

adalah sebuah titik. Titik merupakan bagian terkecil dari serpihan-serpihan huruf, angka atau kata

tersebut.

Dalam proses spiritual, semua perwujudan kehidupan manusia berasal dari Tuhan. Oleh

sebab itu dalam proses pewujudan tersebut, jiwa adakalanya menghadapi gesekan, kerusakan

bahkan hancur berkeping-keping menjadi serpihan-serpihan ketidakberdayaan. Fenomena

119
120

tersebut memberikan makna ketidakabadian wujud, kerentanan serta ketidakkekalan diri dalam

menjalani hidup (nothing last forever). Pemahaman tersebut memberikan sinyal bahwasanya

semua keadaan di dunia akan berakhir serta kembali kepada Tuhan dimana kondisi ketiadaan

diri secara materi menempatkan diri pada simbol titik atau nol dalam analogi tersebut. Kehidupan

dunia laksana awal dan akhir perjalanan manusia dimetaforakan dalam simbol titik sebagai

manifestasi kesucian (fitrah) yang sepatutnya dimiliki oleh jiwa yang secara hakekat berasal dari

ruh Tuhan.

Manusia memiliki krisis cara pandang dalam melihat keberadaan sesuatu. Mereka hanya

mampu melihat sesuatu dalam tataran fisik, permukaan saja (simbol) sehingga mengabaikan

makna tersirat dari keberadaan simbol yang tersebar di alam permukaan. Banyak anggapan

menilai keberadaan simbol tidak memiliki arti apapun. Hal ini dikarenakan diri yang material

memiliki keterbatasan dalam menembus resolusi pandang yang ada. Padahal senyatanya cara

pandang spiritual memiliki resolusi tidak terbatas (non linier). Makna simbol terungkap dan terlihat

saat jiwa mampu menembus keterbatasan yang ada melalui kepekaan intuisi yang tajam. Intuisi

milik hati bukan milik akal. Proses tersebut menjadi ranah kesadaran spiritual yang memiliki

potensi tanpa batas. Oleh sebab itu intuisi menggerakkan pengetahuan yang mampu mengatasi

permasalahan dirinya menuju yang mutlak. Pemikiran tentang diri melalui intuisi pada awalnya

memberi peran pada keberlangsungan metafisik. Selanjutnya sains spiritual dan psikologi

transpersonal memberikan sarana maupun wadah untuk mengasah intuisi tersebut. Intuisi tidak

hanya menguatkan tetapi juga memberikan keyakinan dan pengalaman kepada jiwa agar

memperlihatkan sifat dan hakikat diri dalam memerintah, memiliki kebebasan serta kemampuan

memahami dan menegaskan realitasnya.

Dalam ilmu tasawuf, jiwa manusia merupakan tajalli atau pencerminan Illahi. Posisi itulah

yang menempatkan manusia sebagai makhluk sempurna yang memiliki kesadaran eksistensinya

sebagai kesadaran illahiah. Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk manusia

tanpa mengurangi kesempurnaan dalam Dirinya yang mengkhawatirkan keberadaan Dirinya. Hal
121

tersebut dikarenakan manusia memiliki potensi untuk mencapai kesempurnaan Illahiyah. Allah

mengejawantahkan kecemerlangan cahaya serta kemuliaan illahi dalam diri manusia melalui

alam semesta sebagai wadah bagi eksistensi manusia tersebut. Oleh sebab itu tujuan akhir

manusia dalam kehidupan bukan untuk memiliki sesuatu (to have) melainkan berproses terus

menerus menjadi sesuatu (process of becoming). Keadaan tersebut sesuai dengan fitrah diri

manusia agar mampu mengaktualisasikan diri. Fromm (2019) dalam bukunya menegaskan

EDKZDVDQ\D FDUD KLGXS EHURULHQWDVL XQWXN ³PHPLOLNL´ PHQJLGHQWLILNDVLNDQ NHVDGDUDQ GLUL

seseorang terletak pada sesuatu diluar dirinya, timbul rasa keterasingan dan keterputusan dari

sumberNya bahkan tidak terhubung atas dasar ketulusan terhadap diri sendiri dan sesamanya.

Lain halnya dengan proses menjadi (becoming), individu sudah tidak lagi mendasarkan makna

dan nilai keberadaan pada hasil diluar diri, lebih menikmati proses menjalani ijtihad batin ke dalam

diri sehingga diri menjadi lebih kreatif dan aktif. Pernyataan Fromm dipertegas oleh pemikiran

Iqbal yang memandang eksistensi manusia terletak pada nilai dan derajat kebebasan yang

dimiliki. Kebebasan merupakan faktor utama pembentuk kehidupan sosial manusia yang terkait

dengan tanggungjawabnya sebagai Khalifah Tuhan. Keberadaan manusia tidak lepas dari

kemanunggalannya terhadap Tuhan. Manusia unggul adalah manusia yang menyadari eksistensi

dirinya yang tidak luput dari keberadaan ego yang secara kodrat maupun fitrah memiliki

kemampuan bertumbuh. Bertumbuh merupakan gerak jiwa manusia menuju kesatuan yang lebih

padat, efektif, seimbang serta unik melalui proses ketekunan berjuang dalam melawan kekuatan

yang muncul dari lingkungan luar maupun kecenderungan penghancuran dari dalam diri.

5.2 Kesadaran Bertauhid: Awal dan Akhir Perjalanan Menuju Kesucian Diri

Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Kesucian inilah yang

menjadi titik dasar penciptaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang utuh dan sempurna baik

dimensi rohani maupun jasmani. Kesucian yang disematkan dalam diri tidak terlepas dari makna,

harapan serta tanggungjawab yang diamanahkan Tuhan yang termuat dalam fungsi dan misi
122

manusia sebagai Khalifah Tuhan. Khalifah memiliki tugas menjaga, menata, menyeimbangkan

serta menyelaraskan isi kehidupan dan peradaban dimuka bumi. Namun demikian dalam

perjalanan evolusinya, kehidupan jiwa manusia mengalami kerentanan serta pasang surut

sehingga mampu menggoyahkan dan merusak kesucian (fitrah) yang telah tersemat dalam

dirinya. Kondisi jiwa terlena oleh ketidakmampuan diri untuk menyadari apa yang terjadi dengan

diri dan kehidupan disekitarnya. Jiwa tidak mampu mengenali diri yang semakin larut dalam

permainan dunia, semakin hanyut dan tenggelam dalam pusaran kehidupan yang materialistis

penuh dengan label-label sosial bahkan menjadikan jiwa terombang ambing, lengah, dan tidak

mengetahui arah serta tujuan hidup. Jiwa tidak mampu mengenali diri seutuhnya karena kesucian

diri tertutupi oleh hijab-hijab penghalang yang membuat hati manusia tidak mampu mengenali

dan memahami esensi hidup dan kehidupan. Bagi sebagian manusia, pengalaman hidup tersebut

akan membuat diri terasa hampa, gersang bahkan tidak berdaya. Keadaan tersebut mampu

memenjarakan jiwa sehingga tidak memiliki kebebasan bertindak, bersikap serta bertingkah laku

bahkan tidak mampu memaknai peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Paparan tersebut

sesuai penjelasan Ibu Anies, seorang akuntan pendidik muda berjiwa milenial yang selalu belajar

mengenali posisi dirinya dalam persona yang ditampilkannya di dunia kerja. Meskipun demikian

beliau seringkali terjebak dalam persona yang ditampilkannya di dunia pendidikan tempat beliau

bekerja. Beliau menyadari keadaan tersebut saat menghadapi kerentanan jiwa yang dimilikinya.

Berikut ini cuplikan wawancara peneliti kepada Ibu Anies tersebut.

³«..pekerjaan sebagai praktisi dan dosen punya plus minus. Sebagai praktisi,
pengetahuan saya lebih berkembang terutama sistem dan pajak disamping merasa lebih
tenang nyaman dan enggak merasa ketakutan. Sedangkan saat menjadi dosen,
adakalanya saya merasa tidak menjadi diri saya sendiri, karena pimpinan kadangkala
otoriter walau institusi pendidikan, merasa diawasi sehingga merasa tidak nyaman dan
lebih culture shock ´

Pernyataan Ibu Anies tersebut bertolak belakang dengan pendapat Ibu Sova. Beliau

sebagai akuntan pendidik senior justru memberikan penilaian yang berbeda. Beliau menganggap

adaptasi dengan lingkungan disekitar justru dibutuhkan saat kita konsisten ingin bertahan dalam
123

lingkungan tersebut. Beliau menilai bahwa mengenal diri sendiri bukan menjadi skala prioritas

beliau saat itu khususnya terkait kebutuhan materi dan cara membalas kebaikan Institusi yang

telah memberikan beasiswa sekolah. Menurut Ibu Sova, semua itu bisa dinegosiasikan, ditolerir

dan disepakati, karena bagi beliau, tidak ada sesuatu yang lepas dari yang namanya kelemahan.

Berikut ini ungkapan beliau yang dikemukakan dalam cuplikan wawancara tersebut

«´<D ODPD ODPD DSD \D«KPP ELVD DGDSWDVL /DPD-lama kan merasakan hidupku tuh
disini. Istilahnya aku nyari penghidupan itu disini. Ya yang ada disinilah yang dibenerin.
Ga usahlah ngeluh-ngeluh lagi gitu kan. Istilahnya gak perlu lah kebanyakan ngeluh-
ngeluh ya udah emang banyak kekurangan ya.. yang bisa aku lakukan begini ya dicoba
saja. Terus semenjak kuliah S2, kan kuliah S2 ku dibiayain disini, sudah full beasiswa,
apalagi kelas Eksekutif gitu. Kalau sudah disekolahin masa masih mau kemana-mana
lagi. Ya udah tempatnya disini, rezekinya disini. Intinya dimana bumi dipijak yah disitulah
ODQJLW GLMXQMXQJ« \D NDODX DGD NHNXUDQJDQ VLK banyak. Cuma aku sendiri kan punya
kekurangan. Yang bisa apa yah sudahlah tapi emang tempatku tuh disini akhirnya
begitu..gak ngelirik-OLULN ODJL ´

Pendapat berbeda dikemukakan Bapak Hardiman selaku Akuntan Publik dan Pendidik

Senior. Beliau menegaskan pentingnya perbaikan diri dengan terlebih dahulu intropeksi diri

sebelum menentukan pilihan. Menurut beliau, akhlak yang baik merupakan wadah yang tepat

dalam perkembangan ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan dapat memberikan

kebermanfaatannya. Menumbuhkan akhlak yang baik bukan merupakan proses yang instan

melainkan rangkaian waktu yang perlu dipupuk sedari dini. Berikut ini ungkapan tegas Bapak

Hardiman dalam wawancaranya tersebut:

´,\D EHUXVDKD VHODOX EHUEXDW EDLN WHQWX EHUNDLWDQ GHQJDQ DNKODN jadi kita perbaikin diri
bukan untuk ilmu-ilmu keduniaan saja tetapi juga mencari ilmu akhirat. Ilmu agama
diperdalam dengan memberikan porsi yang seimbang untuk agama. Sebagai akuntan
publik, akuntan pendidik, akuntan manajemen maupun professional lainnya tetap
membutuhkan kode etik yang yang harus dipegang dalam pekerjaan mereka. Kalau dari
sisi akhlak yah mungkin dari pelajaran agama. Maaf, tapi saya tidak punya kompetensi
di situ kan gitu, tapi kalau dari sisi profesi yah punya kode etik, nah ini yang harus
GLSHJDQJ LWX \DQJ ELDVD VD\D WHUDSNDQ ´
³6HVHRUDQJ GLVHEXW EDLN DSDELOD DNKODNQ\D EDLN WHWDSL PHPSHUEDLNL DNKODN WLGDN
semudah membalikkan tangan, akhlak yang baik harus dididik sejak awal. Sejak dari dia
duduk di SD, SMP SMA hingga Perguruan Tinggi sampai kemudian dia bekerja, kita harus
memupuk akhlak yang baik. Jadi bukannya kita membiarkan pendidikan nggak pakai
akhlak, baru saat bekerja kita baru ngomong masalah perbaikan akhlak yah ga akan jadi,
LWX PHQXUXW VD\D KH KH KH KH´ VDPELO WHUtawa).
124

Disaat bersamaan, nada dan intonasi suara Bapak Hardiman berubah menjadi lirih

bahkan ada helaan nafas panjang diantaranya. Dengan ekspresi wajah penuh keprihatinan dan

sarat dengan kesedihan, ungkapan beliau dituangkan dalam cuplikan wawancara berikut ini.

³7XKDQ WLGDN DNDQ PHPEHEDQL VHVHRUDQJ PHOHELKL NHPDPSXDQQ\D NDQ JLWX SDVWL GLD
diberi cobaan agar mampu menghadapinya. Nah itu kan ada kaitannya dengan ilmu
agama juga, titik baliknya ke situ juga dan sebenarnya kerusakan di Indonesia terjadi
karena ilmunya kurang (tatapan mata berikut suara beliau menyiratkan keprihatinan
PHQGDODP ««%DJL VD\D WLGDN DGD NDWD WHUODPEDW XQWXN EHODMDU DJDPD ´

Selanjutnya Bapak Andri menambahkan bahwasanya belajar syariat tanpa menyentuh

hakikat sebenarnya adalah seperti mengerjakan sholat tanpa mengetahui esensi dari sholat

tersebut. Jadi orang melakukan ibadah seperti mekanisme robot, mengetahui instruksi dan aturan

yang perlu dilakukan tetapi batin tidak selaras dengan ibadah yang dilakukan, bahkan mungkin

saja Tuhan dianggap tidak hadir dan memiliki peran didalamnya. Ritual ibadah yang dilakukan

hanya sekedar melaksanakan rutinitas saja tanpa ada pemaknaan lebih lanjut didalamnya.

Keterlibatan batin atau partipasi jiwa hendaknya terjadi pada setiap perilaku dan tindakan

manusia, dengan demikian diri yang ilahi (Diri) berperan serta didalamnya. Demikian tambahan

pendapat Bapak Andri dalam cuplikan wawancaranya berikut ini:

³%DQ\DN GDPSDN DNLEDW SHPERGRKDQ GDQ SHPLVNLQDQ VDDW LQL 2UDQJ WXD VD\D GXOX
enggak pernah berbicara tentang pentingnya hakikat Islam sesungguhnya. Beliau hanya
PHQJDMDUNDQ NLWD VKRODW JLWX NDQ WDSL KDNLNDWQ\D HQJJDN GLSDKDPL ´
³.HQDSD RUDQJ WXD NLWD HQJJDN PHQJDMDUNDQ NLWD" .DUHQD QHQHN PR\DQJ NLWD HQJJDN
diajarin hal seperti itu, kenapa nenek moyang kita enggak ngajarin..yah karena selama
350 tahun, dibodoh-bodohin. Padahal Islam sebenarnya mengagungkan pengetahuan
juga yakni ilmu pengetahuan. Ilmu dari agama dalam hal ini Islam kan tidak hanya dari
sisi rasional saja tetapi justru EHUSXVDW SDGD $OODK JLWX´
³ ,\D NLWD KDUXV SDWXK VDPD $OODK JLWX NDQ \DK 1DQWL KDVLO DNKLUQ\D DGDODK DNXQWDELOLWDV
SHUWDQJJXQJMDZDEDQ LWX PHOHNDW SDGD GLUL VHQGLUL«´

Bapak Andri menegaskan pada dasarnya semua yang dilakukan oleh manusia akan

diminta pertanggungjawabannya oleh Tuhan. Pertanggungjawaban manusia sudah melekat

dalam diri manusia, sehingga tidak membutuhkan pengakuan dari luar yakni aturan atau regulasi

yang memililki wewenang dalam mengatur perilaku dan tindakan manusia dalam kehidupannya.
125

Hal ini dikarenakan diri manusia sudah memiliki kesadaran akan wujud Tuhan yang hadir dalam

setiap aspek tindakan dan perbuatan manusia.

5.3 Kebebasan dan Kehendak Jiwa dalam Memilih: Konfirmasi Jawaban atas

Pengenalan Diri

Jiwa memiliki kebebasan memilih jalan hidup sesuai dengan misi dan tanggungjawab

dirinya. Oleh sebab itu jiwa harus mampu menyakinkan dirinya bahwa pilihan yang ditempuh

mampu memberikan kebermanfaatan terhadap diri, masyarakat serta peradaban. Setiap jiwa

mampu memilih jalan atas dirinya sendiri, seperti diungkapkan Ibu RAS selaku auditor internal

BPK. Beliau menegaskan bahwa penegakan etika maupun kode etik hendaknya diberlakukan

jelas sesuai ketentuannya. Beliau sebagai orang lapangan menilai banyak sekali

ketidaksesuaian yang terjadi antara realita dilapangan dengan kondisi ideal yang menjadi

harapan agar mampu direalisasikan. Ibu RAS memperoleh banyak temuan pelanggaran baik

yang dilakukan auditor selaku teman kerja beliau, maupun dengan auditee itu sendiri, seperti

diungkapkan beliau dalam wawancaranya berikut ini:

³ .DODX PHQXUXW VD\D VLK DXGLWRU LWX EHGD GHQJDQ ODZ\HU EHGD GHQJDQ GRNWHU KDUXVQ\D
dia lebih spesifik, meskipun disebutkan etika secara umum tapi nanti ada etika juga secara
khusus yang mencakup eehhm.. sifat pekerjaan auditor menurut saya begitu. Jadi ada
hal-hal khusus yang harus dijadikan kode etik gitu perlakuannya, misalkan..kaya
JUDWLILNDVL VHPDFDP LWX NDQ NDODX XQWXN GRNWHU PXQJNLQ HQJJDN WDKX DGD DSD HQJJDN«HK
\D PLVDOQ\D PDVDODK JUDWLILNDVL« ´
³ Iya jadi kan sekarang lagi disoroti ya, kalau kita ke daerah gini kan meskipun sesama
%3. NDGDQJ NDODX GLNDVLK VQDFN JLWX NDQ 3DVWL DWDVDQ VD\D QDQ\D GDUL VLDSD´ JLWX
VHUED VDODK VLK NDODX XQWXN LWX«QDK PDNDQ\D NLWD PHQHQWXNDQ NULWHULD JUDWLILNDVL WXK 300
ULEXDQ WDSL NDQ«PHUHND VHODOX ELODQJ HQJJDN DSD DSD NLWD NDQ XGDK DGD DQJJDUDQ«´
³ NDODX GL SXVDW DGD VHEDJLDQ QDPDQ\D DXGLWRUDW \D GL SXVDW ,WX HQJJDN QJDVLK VDPD
sekali ada,..kalau didaerah pasti ngasih, karena mereka bilang..udah enggak apa-
apD«OHELK PHQMDPX GDQ PHOD\DQL«´
³«.RGH HWLN \DQJ OHELK VSHVLILN \DQJ HHKK« VHVXDL VLIDW DXGLWQ\D 0DNVXGQ\D ND\D DSD
\D \D LWX« VDODK VDWXQ\D DWXUDQ JUDWLILNDVLQ\D EDJDLPDQD 7HUXV KHP DSD NRGH HWLN
untuk profesi ya ..profesi misalkan eeh sejauh mana informasi yang boleh di blow up mana
yang enggak, karena auditor tuh sebenarnya lebih banyak menyimpan rahasia ya itu juga
VHEHQDUQ\D KDUXV GLDWXU -DGL OHELK NKXVXV XQWXN HHK PDVDODK HWLND LWX XQWXN DXGLWRU«´
³«<D OHELK NH point specific auditor, person-nya dia sebagai seorang auditor. Maksudnya
karena kejadian ini meskipun sistem dan tim tapi kan sumbernya pasti dari person gitu
ORK«NDUHQD ND\DN JLQL ORK 2NQXP LWX ELVD PHODNXNDQ LWX NDUHQD KDWLQ\D LWX WXK WHJD
126

Maksudnya semua dikembalikan dari hati sih..jadi kalau saya amatin kejadian kayak itu
sekarang banyak. Ya ini saya enggak menyebutkan eeh.. satuan kerjanya ya, banyak
\DQJ WDQGD NXWLS PDODK DQDN PXGD ORK«´
´«NDWDNDQODK NDODX \DQJ MXQLRU LWX HPDQJ SHUOX GLSHUKDWLNDQ FXPDQ HQJJDN VDPSDL NH
blow up. Anak baru pun bukan yang paling junior sih, tengah-tengah. Jadi dia itu kalau
yang saya dengar dan ketahui dari teman-teman tuh ada perwakilan yang eeh istilahnya
kan kaya gitu tuh biasa gitu kan seperti yang dijelaskan tadi. Nah ketika orang masuk,
orang baru nih masuk nih, dapat Ketua Tim kebetulan yang begitu loh..terus kan ngikut.
Nah sekarang tantangannya anak itu mau enggak mau ngikut terus atau enggak, kan
SLOLKDQQ\D 1DK NDODX GLD LNXW WHUXV NHHQDNDQ NDQ SDVWL NDQ« $GDNDODQ\D SDUD MXQLRU
melakukan itu NDUHQD PHUHND WLGDN SXQ\D SLOLKDQ«$GD RUDQJ \DQJ VHSHUWL LWX DGD GDQ
dia..tapi dia enggak tahu hatinya ya..tapi aku enggak bicara dari hati ke hati sih, karena
XGDK NHELDVDDQ HQDN GRQJ« ´
³«GDQ NHEHWXODQ VDDW GLD GLPXWDVL NH GDHUDK ODLQ NHEDZD GRQJ EXGDya itu. Karena udah
NHEDZD GDQ NHEHQWXN GLGLNDQ DZDO GLD« MDGL SHQHQWXDQ WXK MXVWUX GLDZDO SHQHPSDWDQ«´
³ EDQ\DN RUDQJ WHUWDULN NHUMD GL ,QVWLWXVL SHPHULQWDK LQL VHQDQJ NHUMD GLVDQD NDUHQD JDML
fresh graduate aja udah segini gitu kan. Nah dari situ mungkin..orang jadi..anak baru kan
istilahnya udah kebiasaann enak gitu. Kebiasaan enak gaya hidupnya tinggi kan. Nah
ketika mengaudit kan lebih jor-joran lagi. Orang tuh mau menurunkan gaya hidup kan
VXVDK«QJLNXWLQ KXNXP DODP DMD PDX PHQXUXQNDQ JD\D KLGXS VXVah..kebawa
DUXV«1DK WDQJJXQJ MDZDE .HWXD 7LP XQWXN PHPEDZD DQDN EXDKQ\D NHPEDOL NDODX
VHMDODQ RNH«´
³«WDSL NDGDQJ DWDVDQ WXK ELVD PHPEDFD PHUHND NRN MDGL NDGDQJ GLFDPSXULQ 1DK
sekarang tergantung si boss nya, mau mencampurkan dia (dicampurkan kekelompok
\DQJ EHUPDVDODK DWDX MXVWUX PHPEHWXONDQ GLD«.DODX GLFDPSXULQ \D GLD DNDQ
selamanya begitu. Gaya hidupnya akan seperti itu terus enggak akan benar
GLD«'LEHQDKLQ \D PDNVXGQ\D GL WHJXU SDOLQJ GLWHJXU SHODQ-pelan kan. Tapi ya itu
makanya tanggung jawab Ketua Tim sama atasan yang memberi tugas itu. Tugas dia
untuk memberikan bimbingan ke anak junior gitu..ada yang sadar, ada yang enggak,
NDUHQD \D LWX WXK OXFXQ\D GL 6XPEHU 'D\D 0DQXVLD ELVD PHPHWDNDQ RUDQJ«VD\D WXK
KHUDQ«´
³«NDODX VD\D SULEDGL VLK LQL \D HHKh kalau udah mancing-mancing gitu, misalkan diajak
PDNDQ NDUHQD DGD NDVXV QLK 0XODL DGD LQGLNDVL NDVXV«GLDMDN PDNDQ VD\D SHUQDK ZDNWX
LWX HQJJDN PDX« NDUHQD XGDK DGD LQGLNDVL WHPXDQ JLWX ORK ´

Rentannya lingkungan bisnis memicu timbulnya gap atau kesenjangan dengan dunia

pendidikan. Oleh sebab itu Ibu RAS menegaskan akan sangat sulit sekali apabila materi yang

dipelajari saat kuliah kemudian diimplementasikan dalam dunia kerja. Itu semua tergantung

budaya yang terjadi di organisasi maupun pembawaan diri manusia itu sendiri di lingkungan

keluarga, masyarakat setempat, lingkungan kantor atau organisasi, gaya hidup, kebiasaan serta

kebutuhan auditor maupun auditee itu sendiri. Begitupula dengan kondisi ideal yang menjadi

harapan atau framing akuntan pendidik mengenai perilaku auditor. Selama ini akuntan pendidik

memberikan proyeksi pemahaman kepada mahasiswa mengenai kondisi ideal yang tidak
127

sepenuhnya dapat ditemukan dalam dunia kerja atau kondisi di lapangan. Dunia kerja (lapangan)

dan kuliah laksana dua sisi mata uang yang berbeda. Oleh sebab itu perlu ada sinergi antara

harapan dan kenyataan yang terjadi. Pernyataan Ibu RAS tersebut kemudian diperjelas oleh

Bapak MFA selaku akuntan pendidik dalam cuplikan wawancara berikut ini;

³« PHQXUXW SDQGDQJDQ VD\D WHRUL HWLND LWX VXGDK EDJXV« 7DSL FHUPLQ XWDPDQ\D DGDODK
kembali kepada diri manusia yakni nurani yang saya tangkap begitu. Jadi nurani harus
dibentuk berdasarkan suatu responsibility kepada setiap manusia yang didomainkan pada
sisi agama, karena dengan agama maka orang itu akan kembali melihat jati dirinya dalam
rangka memberikan kontribusi kebermanfaatan dalam masyarakat. Dalam agama,
keberadaan manusia sebagai khalifah di muka bumi diharapkan bisa memberikan
kebermanfaatan, sunnatullah yang akan dipHJDQJ«´
´NDODX NLWD SDNDL HWLND EHUGDVDUNDQ NDFDPDWD PDQXVLD VDDW SHUVSHNWLI GLEXDW DGDODK
agama sebagai pedoman hidup membuat dia akan bisa menjadi lebih baik untuk berjalan
di masa depan. Nah masa depan itu kan ukhrowi jadi orang itu akan berbicara lebih
banyak dengan nurani agama karena pedoman hidup untuk menjalankan di setiap
kegiatan bisnis, sosial atau mungkin lainnya. Maka lebih luas perspektifnya dibandingkan
etika yang menggunakan kacamata manusia yang dibuat oleh profesi. Kenapa
pandangan saya begini,,kenapa yang dibuat oleh professor terdapat pelanggaran gitu.
Nah karena konsekuensi hukumnya kan eeh relative ya. Tapi kalau dari kacamata nurani
orang akan berbuat untuk itu kalau dia enggak nekat gitu terpaksa akan berfikir
XODQJ«2RK HQWDU JLPDQD WDQJJXQJMDZDE VD\D EHJLQL NDODX GLD SDKDP DJDPDQ\D
sampai kesana untuk menuju lebih baik akan lebih besar dibandingkan yang dipakai oleh
PDQXVLD JLWX«´
³« EHQDU NLWD NDQ SXQ\D GXD SLOLKDQ ELVD PHQ\DPSDLNDQ GHQJDQ ,khsan atau Iman
mendoakan. Nah mau yang mana. Mendoakan yah bukan menyampaikan karena
mendoakan menjadi lebih baik dari sekarang itu juga diberikan tempat utama tapi yang
paling rendah, kalau Ikhsan kan menyampaikan dengan lisan jadi harus gini gini maka dia
GDSDW OHELK XWDPD OHELK WLQJJL ´

Pernyataan Bapak MFA justru menekankan pentingnya hati nurani dalam bersikap dan

berperilaku dimanapun kita berada dan apapun kondisi kita. Beliau menilai hati nurani memiliki

domain dengan agama hendaknya menjadi pedoman hidup dalam bersikap. Selain itu Bapak

MFA juga menegaskan bahwasanya Ikhsan menjadi skala prioritas beliau, karena Ikhsan menjadi

pengingat diri saat melakukan pelanggaran. Ibu RAS dan Bapak MFA selanjutnya menambahkan

bahwasanya keterlibatan serta peran agama hendaknya tidak sekedar dipahami dalam konteks

ritual keagamaan, dogma yang mengikat atau bahkan sekedar label sosial. Agama hendaknya

tidak dipahami sekedar kegiatan rutinitas peribadatan saja tetapi sebagai laku ajaran yang

terinternalisasi dan terserap dalam perilaku keseharian diri. Peran agama yang memuat
128

keberadaan kitab suci serta kandungan ayat-ayat tentang hidup dan kehidupan perlu dipahami

dan dimaknai lebih luas oleh manusia melalui olah rasa dan batin. Dengan demikian jiwa mampu

menjelaskan fenomena dan nomena yang sedang berlangsung. Pada akhirnya jiwa mampu

memahami jalan hidup atas dirinya melalui ketentuan yang ditetapkan oleh agama melalui jalan

spiritual.

Informan lain yakni Ibu Elvi menekankan kebebasan berkehendak sebagai hak setiap

manusia, tidak lepas dari peran agama sebagai panduan hidup manusia. Dengan demikian,

kebebasan bertanggungjawab yang dimiliki jiwa hendaknya mampu memperkuat integritas diri

dalam menjalankan roda kehidupan. Pemahaman tersebut diungkapkan beliau dalam

pernyataannya berikut ini:

³ GDUL VLVL DJDPD KHQGDNQ\D GLNXDWNDQ DJDU WHWDS ,VWLTRPDK PLVDOQ\D ND\DN SXDVD
Kalau dari lagunya Opick Tombo Ati itu, saya paling kuat di puasanya. Saya pilih Dzikir,
EDFD 4XU¶DQ GHNDW RUDQJ VKROHK VKRODW PDODP JLWX Nan. Dari lima ini, saya paling kuat itu
yah puasa yang saya lakukan. Insyaallah ini Istiqomah. Senin-kamis sudah mulai dari
jaman SMA. Bahkan dulu pernah puasa Dawud, selama 5 tahun. Itu saya jalani selama 5
tahun. ..sebenarnya bu, kalau enggak ada ceramah agar lebih baik mengikuti kebiasaan
Rasul, seperti puasa Senin-.DPLV VD\D PXQJNLQ VDPSDL GHWLN LQL PDVLK« ´
³.DUHQD VXGDK QLDW VDPELO EDWXN-EDWXN « NDODX ELVD SXDVD 'DZXG WDSL NDUHQD GHQJDU
anjuran Rasul itu puasa Senin-Kamis dan kalau bisa Senin Kamis, akhirnya saya ngikut
JLWX 7DPEDK \DQJ WLJD KDUL LWX VHKLQJJD ,QV\DDOODK PHQJXDWNDQ JLWX ORK EX ´
³ PXQJNLQ GLSHUNXDW GHQJDQ \DQJ MDOXU DJDPDQ\D LWX VHKLQJJD PHPEXDW RUDQJ
tetap..apa yah..punya integritas. Jadi saya rasa, justru penguatannya itu letaknya di
agama. Biar kita itu tetap konsisten. Soalnya manusia cenderung belok-belok. Nggak
usah jauh-jauh ke urusan pekerjaan. Kita sehari-hari aja sholat lima waktu, masih nawar.
Jangankan saya yang udah puasa kayak gini, masih sholatnya tuh kadang kalau bisa
mepet.com. Kadang-kadang itu, apalagi yang masih terus harus diingetin-ingetin..Jadi tuh
PHPDQJ KPP WHUXV PHQHUXV VLIDWQ\D ´

Ibu Elvi menilai konsistensi dalam sikap dan perbuatan yang bernilai kebaikan sangat

dibutuhkan untuk memperteguh dan memperkuat integritas. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh

kerentanan jiwa yang cenderung berubah-ubah dalam pendiriannya.


129

5.4 Niat sebagai Upaya Menguatkan Jiwa Kembali pada Kesadaran Awal Penciptaan

(Tauhid)

Niat merupakan langkah awal pengingat diri manusia akan awal dan akhir dari proses

kehidupan di dunia. Kegiatan manusia terhadap segala sesuatu hendaknya diawali dengan niat

diri kepada Tuhan agar senantiasa berikhtiar dan mengupayakan kegiatan tersebut untuk

kebaikan kepada sesama dan menjauhi keburukan. Fenomena tersebut sesuai pernyataan

Bapak Andri yang menekankan pentingnya ikhlas sebagai rasa yang menyertai keberadaan niat

daIam hati, seperti diungkapkan dalam wawancara berikut ini:

³ 3HUWDPD SHUOX GLGXGXNNDQ GXOX HHK DSD«QLDW NLWD KDUXV LNhlas gitu, itu kan syarat
GLWHULPDQ\D LEDGDK $UWLQ\D \DK HPDQJ VHPXDQ\D KDUXV GLNKODVLQ JLWX« %DKNDQ
kemarin saat zoominar, semua anggota IAPI diwajibkan untuk pengambilan sumpah
sebagai akuntan publik meskipun sudah AD ARTnya, mungkin sumpah itu untuk
PHQVHODUDVNDQ QLDW \DK ´

Bahkan Ibu RAS menambahkan tujuan sebagai dasar dari niat itu sendiri. Berikut ini

pendapat beliau dalam cuplikan wawancaranya berikut ini:

³ VHPXD GLNHPEDOLNDQ NH WXMXDQQ\D DMD VLK <D VHEHQDUQ\D NDODX PDX QXUXWLQ QXUXWLQ
kanan kiri sih enggak ada habis-habisnya, yang kiri pengen apa yang kanan juga pengen
DSD«&XPD VD\D SULQVLSQ\D« PRGDO VD\D FXPDQ MXMXU DMD VLK« -XMXU VDPD \D
sudah..pokoknya gini prinsip saya apa yang ditugasi ya porsinya saya harus kerjakan,
kalau enggak \DK HQJJDN« ´

Secara kronologis Bapak MFA menekankan pentingnya memiliki niat terlebih dahulu agar

jiwa memperoleh hidayah dari Tuhan sehingga mampu memancarkan vibrasi positif terhadap

lingkungan sekitarnya. Beliau juga memberikan pemahaman akan makna ibadah tidak dalam

ruang lingkup ritual keagamaan saja melainkan ucapan dan perkataan yang baik, halus serta

lembut dalam keseharian perilaku manusia merupakan manifestasi ibadah secara lebih luas.

Berikut ini merupakan cuplikan wawancara tersebut:

³<D Eegini mulailah sesuatu dari niat yang baik maka kita akan bisa menciptakan suatu
OLQJNXQJDQ \DQJ EDLN SXOD «NDODX PXVOLP SDVWLNDQ GHQJDQ GRD DSD JLWX \DK LWX
PXODLQ\D ´
³ SHPDKDPDQ DNDQ NRQWHNV LEDGDK NHSDGD 7XKDQ ELVD PXQFXO GDODP OLQJNXQJDQ ELVQLV
atau sosial. Disini nih banyak yang sekuler jadi begini dia akan berhadapan kepada Tuhan
130

saat beribadah tapi pada saat masuk ke Instansi atau terjun ke masyarakat jarang begitu.
+DUXVQ\D NDQ LQL PHQMDGL EDJLDQ XQWXN HHK SHULODNX SDGD NHVHKDULDQ QDK LWX ´
³«..harusnya sih dengan mengetahui hati nurani, dia akan mengatakan baik buruk
sebenarnya..bekerja dalam dasar hatinya.Tapi kebanyakan mereka enggak begitu itu lah
\DQJ NDGDQJ NDOD VHPHVWLQ\D NHWHQWXDQ LWX \DQJ GLD HQJJDN DNDQ SHJDQJ«´
³««FDUD SHQ\DPSDLDQ LWu penting. Iya, orang Indonesia terutama struktur jawa itu
enggak boleh menggunakan nada tinggi walaupun niatnya baik pakai nada rendah. Ada
kontrol juga. Saya tuh enggak pernah kalau marah nada tinggi, nada rendah saya datar
begini, tapi harus tersampaikaQ ELDU GLD SDKDP ELDU GLD WDKX VD\D EHJLWX«,WX MXJD HWLND
ORK HWLND SHQ\DPSDLDQ« ´

Niat diwujudkan dalam bentuk amanah dan tanggung jawab diri (internal) manusia kepada

Tuhan dan lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu niat hendaknya diselaraskan dengan keluhuran

akhlak dan budi pekerti pengemban amanah sehingga memperoleh hidayah dalam diri yang

mewujud dalam perilaku serta tindakan yang positif. Niat yang baik adalah doa bagi setiap jiwa

yang mendambakan kesempurnaan dalam hidupnya seperti diungkapkan Bapak Ariel berikut ini:

³(WLND LWX WHUNDLW GHQJDQ KDO-hal etis..misalnya etis itu baik semua, Jika dikaitkan dengan
etika bisnis, berarti bisnis harus etis. Kalau menjalankan bisnis jangan sampai merugikan
konsumen, pemerintah juga terhadap lainnya. Seperti mendirikan pabrik jangan sampai
mengancam lingkungan juga. Etika bisnis harus win win seperti kalau menjual barang dan
menggunakan timbangan sebagai ukurannya. Kita enggak boleh menambah atau
PHQJXUDQJL WDNDUDQ WLPEDQJDQQ\D «´

Bapak Ariel menilai keberadaan niat dalam diri pelaku bisnis terkait erat dengan

keberlangsungan etika yang terjadi dalam lingkungan bisnis. Oleh sebab itu kesucian niat perlu

dijaga dan diperhatikan agar berdampak pada kebaikan dan kebermanfaatan kepada sesama di

berbagai aspek kehidupan.

5.5 Perwujudan Diri (Khudi-Self) dalam Intrapersonal

Niat dalam diri perlu diselaraskan melalui aktualisasi tindakan dalam kehidupan sehari-

hari. Niat tidak hanya sekedar slogan angin lalu saja tetapi justru digerakkan oleh jiwa yang

memiliki kemampuan merealisasikan tindakan tersebut mulai dari dalam diri individu itu hingga

memberikan kebermanfaatan kepada sesama makhluk dalam lingkungan tersebut, masyarakat

hingga pencapaian lebih luas. Keberadaan niat tidak lepas dari karakteristik sifat dan kepribadian
131

individu tersebut agar terjadi kesesuaian yang harmonis dan selaras dalam perjalanan hidupnya.

Dalam niat baik seseorang ada value berupa energi kebaikan dan kebermanfaatan kepada

sesama. Pemahaman tersebut sesuai pernyataan Bapak MFA berikut ini:

³«,\D PHVWL L\D WDEOLJK DPDQDK IDWDQDK VKLGLT ND\D JLWX«-LND NHHPSDW KDO WHUVHEXW
sudah masuk kedalam dirinya..sebenarnya kalau itu sudah tercermin, maka saya kira
XQWXN PDVXN NH GDODP ,QVDQ NDPLO DNDQ OHELK PXGDK ´
³ 6HEHQDUQ\D NDODX NLWD ODWLK dengan perilaku yang Rasulullah berikan, maka akan
merujuk pada suatu bentuk keteladanan. Etika dalam sudut pandang manusia berbeda
pandangan dengan yang disampaikan Rasulullah sebagai wahyu. Keteladanan tercermin
dalam sikap mengkaryakan pada lingkungan baik industri bisnis maupun industri non
ELVQLV VHSDQMDQJ PHPLOLNL SHUDQ WHUKDGDS KXEXQJDQ PDQXVLD GHQJDQ PDQXVLD«´
³ +DEOXPLQDQDV QDK \D LWX 6HEHQDUQ\D JLQL \DQJ SHQWLQJ NHWHODGDQDQ LWX WHUMDGL SDGD
Habluminanas dan Habluminallah. Kebanyakan orang lupa, Habluminanas nya dipinggirin
baru Habluminallahnya, padahal kan minta nya Habluminanas diutamakan dulu baru
+DEOXPLQDOODK ´
³« NDODX VHEDJDL SHQGLGLN NLWD KDUXV PDPSX PHQJHQGDOLNDQ EDJDLPDQD RUDQJ LQL DNDQ
mempunyai value. Kalau didalam pendidikan, tidak cukup dengan pintar, ada tambahan
lagi kalau belum apa menjadi something..Nah menjadi something inilah melalui suatu
pendidikan. Pendidikan merupakan bentuk transformasi pengetahuan ya ada di
Habluminanas. Jadi orang yang tulus dan senang dengan pekerjaannya akan lebih
berhasil dibanding orang yang terpaksa begitu. Habluminanas akan tercermin bagaimana
VHVHRUDQJ PDPSX PHQHODGDQL GHQJDQ EDLN VDEDU TRQDDK GDQ LVWLTRPDK EHJLWXORK«´

Pernyataan Bapak MFA dipertegas oleh Bapak Munaj dan Bapak Hari dalam

wawancaranya. Mereka menegaskan bahwa apapun yang terjadi dalam lingkungan individu tidak

lepas dari keterlibatan buah pikiran, hati dan niatan individu yang bersangkutan. Setiap jiwa atau

individu hendaknya mampu mengambil makna atau hikmah dari setiap pembelajaran hidup yang

diperoleh. Berikut ini penegasan Bapak Munaj dan Bapak Hari dalam wawancaranya:

³-LND GLNDLWNDQ GHQJDQ SHODQJJDUDQ \DQJ GLODNXNDQ RNQXP WHUWHQWX PDND VHEHQDUQ\D
bersumberkan pada pribadi kita sendiri kalau tentang auditornya tersebut. Ya kalau saya
menyikapinya ya ke pribadinya tersebut. Kan sebenarnya dimana-mana juga, dulu kita
sebut ada yang namanya akuntan hitam, akuntan putih seperti itu. Jadi kalau kita pengen
melihat, kalau kita apa namanya, kalau kita melihat di depan mata ada duit 50 juta, 100
juta atau kita memilih risiko yang lain. Kita lebih baik menghindari risiko tersebut. Bagi
VD\D SULEDGL VHSHUWL LWX´
³.LWD GLNDVLK NHKLGXSDQ VDPD 7XKDQ XQWXN PHQJHWDKXL DSD PDNQD KLGXS NLWD VHEHQDUQ\D
Berbuat baik kepada orang pihak lain,.saling memberi, semaksimal apa yang mampu
dilakukan. Kamu dikasih kesempatan hidup tapi enggak bisa berbuat baik kan banyak
JDJDO GLVLQL %LVD JDJDO GLVLQL ELVD EHUKDVLO GLVLQL ¶´
132

Pandangan Bapak Andri justru menilai kehidupan itu santai apa adanya. Nikmati saja apa

yang perlu dinikmati jangan terlalu dipikirkan. Bagi beliau kebahagiaan dan kesenangan itu

tergantung konsep yang diciptakan jiwa dalam hatinya. Jadi hadapi saja semuanya dengan

kesesuaian hati, pikiran dan perasaan. Meskipun untuk keadaan tersebut, diri membutuhkan

waktu untuk menyelaraskannya dengan hati, pikiran dan perasaan. Berikut ini pandangan Bapak

Andri dalam cuplikan wawancaranya tersebut.

³ .DODX GDUL SHUDVDDQ \DK HQJJDN ELVD GLEDQGLQJNDQ NDUHQD Wergantung konsep. Kalau
saya pribadi ya bahagia atau susah itu adanya di hati dan pikiran. Jadi artinya dimanapun
NLWD EHUDGD WHWDS VDMD PHQ\HQDQJNDQ EHJLWX«%HGDQ\D SDOLQJ \DQJ PHPEXDW EHGD LWX
ZDNWXQ\D MDGL OHELK IOHNVLEHO JLWX« ´

Masing-masing informan memiliki pola pikir dan sudut pandang yang berbeda dalam

mensikapi pentingnya berkomunikasi dalam diri (intrapersonal). Ada informan yang santai dan

tenang mensikapi semua hal dan kejadian yang ada, karena bagi beliau yang terpenting adalah

ikuti saja kata hati yang ada atau biarkan saja kata hati tersebut menuntun tindakan selanjutnya.

Tetapi ada juga informan lain yang mensikapinya dengan serius, karena bisa jadi keterikatan diri

dengan Tuhan tidak seintensif informan yang legowo yang mempercayai keberadaan kata hati

(intuisi). Keadaan tersebut terjadi karena setiap jiwa memiliki kemampuan berbeda dalam

mengenal dirinya. Tidak semua jiwa mampu mengenali kedalaman potensi dirinya baik

kelemahan maupun kekuatan. Potensi diri menggerakkan energi kreativitas sehingga diri mampu

meyakini dan memiliki keyakinan teguh atas apa yang dirasakan oleh hati (intuisi). Jiwa tidak

sungkan untuk mengikuti kata hatinya karena memiliki keyakinan teguh tersebut. Lain halnya jika

jiwa tidak mengenal potensi dirinya, maka kerentanan yang dimiliki mendorong munculnya

ketidakyakinan diri dalam bersikap, bertindak bahkan menentukan keputusan yang terbaik bagi

sesama. Jiwa hendaknya melakukan pertanyaan investigatif agar mampu menegaskan mana

yang merupakan perbudakan diri dan mana yang merupakan penemuan diri. Perbudakan diri
133

berorientasi pada having oriented dan how to oriented, sedangkan pengenalan diri adalah dengan

being oriented yakni senantiasa melakukan perenungan mendalam terhadap diri.

5.6 Penutup

Perjalanan jiwa dalam menjaga kesucian diri manusia tidak semudah membalikkan

telapak tangan. Oleh sebab itu dibutuhkan mujahadah besar dalam menghadapi perlawanan ego

diri yang senantiasa muncul dan menemani perjalanan jiwa manusia. Manifestasi ego terhadap

kemelekatan dunia eksternal berupa label dan atribut sosial seringkali menghantui keseharian

manusia karena mampu menyeret mereka dalam penderitaan yang berkepanjangan. Ego selalu

melihat status sosial (who) yang ditawarkan dunia eksternal sehingga mudah menghakimi dan

selalu mencari pembenaran. Ego merupakan bagian dari jiwa yang mampu berkonflik secara

internal dengan bagian lain dari jiwa yakni nalar (mind) atau keilahian itu sendiri (divinity).

Perlawanan ego dan nalar terhadap keilahian seringkali memunculkan permasalahan batin yang

berujung pada ketidakseimbangan atau ketidakutuhan dalam diri. Proses ketidakutuhan dan

ketidakseimbangan diri mampu menodai kesucian jiwa yang berdampak pada kehidupan sosial

disekelilingnya. Hal ini dikarenakan ego memiliki kecenderungan sifat posisional yang

menempatkan diri pada posisi menang atau kalah serta mementingkan diri sendiri.

Pusat kehidupan ego terletak pada dunia eksternal karena senantiasa melakukan

proyeksi keluar dari dirinya, lain halnya dengan pusat kehidupan mind (nalar) yang berpusat

dalam diri. Adanya perbedaan sudut pandang yang dihasilkan ego maupun nalar akan

menghasilkan kualitas jiwa yang berbeda dalam memandang kehidupan. Oleh sebab itu

dibutuhkan keselarasan ego, mind hingga keilahian dalam diri manusia sehingga tercipta

keseimbangan dalam diri, alam dan lingkungan sekitarnya. Proses keseimbangan terjadi

manakala kesucian dalam diri manusia terjaga. Fitrah diri merupakan harta amanah dari Tuhan

yang disematkan kedalam ruh manusia saat dilahirkan. Fitrah atau kesucian memiliki misi agar

diri senantiasa mampu mengaktualkan nilai-nilai keilahian dalam aktivitasnya khususnya saat diri
134

mengemban tanggungjawab sebagai Abdullah dan Khalifah Allah di muka bumi melalui berbagai

macam profesi dan peran yang digelutinya saat ini.

Meski demikian, perkembangan peradaban justru banyak menenggelamkan bahkan

menjerumuskan jiwa manusia dalam ilusi semu yang mampu menggoyahkan jiwa, akal dan

pikiran manusia. Sejenak mereka lupa bahkan amnesia terhadap misi spiritual dan

tanggungjawab yang diembannya. Manusia lupa akan hakekat penciptaan dirinya karena

terjebak dalam dualitas kehidupan. Oleh sebab itu perjalanan kedalam diri (inner journey)

merupakan perjalanan mengenal diri agar mampu mengenal dan mengetahui potensi diri yang

tersimpan, memahami hakekat penciptaan serta berupaya mengambil makna keberadaan serta

misi diri di dunia. Potensi diri yang kuat mampu menggerakkan energi kreativitas dalam diri

sehingga mampu meyakini dan memiliki keyakinan teguh atas apa yang dirasakan oleh hati

(intuisi). Jiwa tidak sungkan mengikuti kata hatinya karena memiliki keyakinan teguh tersebut.

Jika jiwa tidak mampu mengenali kerentanan dalam dirinya, maka posisi jiwa tersebut berada

dalam ketidakberdayaan dan ketidakyakinan dalam bersikap, bertindak bahkan menentukan

pilihan yang terbaik bagi semesta.

Dalam perjalanan menuju kedalam diri, jiwa melakukan pertanyaan investigatif agar

mampu menegaskan mana yang merupakan perbudakan diri dan mana yang merupakan

penemuan diri. Perbudakan diri dimulai dari cara berfikir yang berorientasi pada having oriented

dan how to oriented, sedangkan pengenalan diri adalah proses menjadi (being oriented) yang

diperoleh melalui perenungan atau kontemplasi. Jalan perenungan merupakan proses mengenali

diri untuk memahami makna adaNya sehingga kesadaran jiwa terbentuk. Kesadaran jiwa jika

dipupuk dan ditumbuhkan terus menerus akan mewujud dalam sosok manusia ideal yakni figur

tercerahkan yang memiliki kehendak bebas yang bertanggungjawab serta mampu mewujudkan

nilai-nilai keilahian yang merupakan pengejawantahan sifat-sifat Tuhan. Keadaan tersebut tidak

dapat dipungkiri karena dalam dirinya terdapat ego kecil (khudi) dan ego besar (khuda) milik

Tuhan yang terpancar dalam diri manusia berupa nilai-nilai keilahian.


135

Proses penemuan diri sejati bukanlah proses yang fixed melainkan on becoming. Dalam

proses metamorfosis, kupu-kupu yang indah nan cantik serta sempurna diawali dari keberadaan

telur, ulat hingga kepompong. Dalam proses penemuan diri terdapat upaya pengenalan diri yang

didalamnya mengandung pembelajaran hidup tanpa akhir (long life learning). Begitupula dengan

penggunaan metafora titik yang merupakan pondasi awal terbentuknya garis lurus, angka, huruf

maupun gambar.

Keberadaan awal sebuah titik kemudian dirangkai satu persatu dengan keberadaan titik-

titik lainnya sehingga membentuk sebuah wujud maupun pola baik berupa angka maupun huruf.

Huruf tersebut jika dirangkai dengah huruf lainnya akan menjadi sebuah kata yang selanjutnya

tersusun menjadi sebuah kalimat. Barisan kalimat tersebut nantinya akan membentuk sebuah

paragraf yang menyiratkan sebuah maksud maupun makna. Pengandaian ini merupakan analogi

tahapan perjalanan jiwa dalam menggapai kesempurnaan.

Proses perjalanan jiwa mengalami pasang surut dalam pergerakannya. Oleh sebab itu

setiap jiwa hendaknya mampu memaknai kondisi yang ada tersebut apapun bentuknya menjadi

lebih baik ke depannya. Diawali dari ketidakutuhan menuju keutuhan serta dari

ketidaksempurnaan menuju penyempurnaan maka diri berupaya melampaui titik destruktif

menuju titik kreatif. Pemahaman tersebut dilakukan dengan senantiasa menghadirkan Tuhan di

setiap momen keberadaan kita selaras dengan gerak hidup semesta. Proses menghadirkan dan

menyertakan Tuhan melalui ucapan Bismillah dan Laa Illaha Illallah dilakukan penuh arti dan

kesadaran kemudian resapi makna yang terkandung didalamnya dengan penuh keyakinan.

Dengan demikian keyakinan yang tumbuh dalam diri karena menyertakan kehadiran Tuhan

disegala aktivitas jiwa merupakan penyaksian diri akan kemaha besaran Tuhan yang mampu

memberikan warna warni kehidupan. Dalam proses tersebut, kehidupan akan menjadi lebih

bermakna (meaningful) begitupula sebaliknya, jika kehadiran Tuhan tidak diikutsertakan dalam

jiwa, maka diri kita laksana butiran debu tanpa makna (meaningless). Kita akan merasakan

kehampaan serta kekosongan akan makna kehidupan karena jiwa mengalami keterasingan dari
136

unsur pembentuk diri lainnya yang seringkali menimbulkan konflik batin berkepanjangan.

Keadaan dan posisi jiwa akan terus berlangsung manakala jiwa mulai mengenal dan berinteraksi

dengan jiwa-jiwa lain yang memiliki cara pandang hidup dan sejarah kehidupan yang berbeda.

Dalam menghadapi keadaan tersebut, spiritual memiliki cara pandang memahami jiwa sebagai

upaya dan gerak tidak terbatas dalam mengaktivasi potensi diri, lain halnya dengan cara pandang

materialisme yang meyakini gerak dan upaya jiwa memiliki keterbatasan dalam mengaktivasi

potensi diri sehingga memiliki keterbatasan dalam ruang lingkup pemikiran serta berkreasi.
BAB VI
REALITA AKUNTAN DALAM BERETIKA:
LAKON KEHIDUPAN (INTERPERSONAL) TANPA BATAS DALAM MENGAKTIVASI
POTENSI DIRI

The less rigid your personality, the more


powerful your presence (Sadhguru)

6.1 Pengantar

Kesadaran manusia beretika memperoleh perhatian cukup besar di kalangan praktisi

akuntan maupun profesi lainnya. Hal ini dikarenakan selama ini etika dipahami sebagai aturan

atau regulasi yang memuat kode etik saja. Fungsi etika dipahami hanya dari penegakan aturan

atau regulasi yang kaku sehingga disinyalir tidak sepenuhnya mampu menjamin para akuntan

berakhlak mulia karena tingkat pelanggaran etika justru semakin marak terjadi. Padahal secara

luas, regulasi atau aturan bukan merupakan satu-satunya alat yang dapat menjamin kemuliaan

akhlak akuntan. Perlu sinergi timbal balik antara regulasi serta akhlak akuntan sehingga terjadi

keselarasan diantara keduanya. Akhlak menjadi penentu keberhasilan etika selain implementasi

aturan atau regulasi tersebut.

Dalam rangka menunjang efektivitas pelaksanaan etika, kesadaran diri manusia serta

dukungan masyarakat profesi dibutuhkan oleh pihak-pihak yang memiliki kuasa penuh mengatur

tatanan perilaku akuntan. Selama ini fungsi moralitas masyarakat dan profesi menilai perilaku

dan tindakan manusia hanya didasarkan atas konsep benar dan salah. Padahal sebelum sampai

pada taraf justifikasi tersebut, masyarakat dan profesi hendaknya terlebih dahulu menilai dan

PHQJKDUJDL ³NHKDGLUDQ DWDX SDUWLVLSDVL´ MLZD GDODP PHQDSDNL SHUMDODQDQ NHKLGXSDQ $GDQ\D

justifikasi justru mematikan potensi kesucian diri yang merupakan cikal bakal bertumbuhnya

kreativitas jiwa tersebut. Penghakiman mengakibatkan ketidakberdayaan dan ketidakmampuan

jiwa dalam mengelaborasikan permasalahan yang ada.

137
138

Jika dianalogikan dengan lingkungan sebuah rumah hunian yang dikelilingi pagar serta

pintu gerbang utama menuju ruang tamu, maka posisi etika merupakan pintu gerbang manusia

menuju keseimbangan dan keselarasan dalam hidup. Agar manusia mampu mencapai pintu

gerbang tersebut maka jiwa terlebih dahulu harus membuka pagar yang mengitari rumah tersebut

menyusuri jalan setapak, teras hingga pintu gerbang. Pagar berikut jalan setapak menuju pintu

gerbang utama digambarkan sebagai jalan manusia memperoleh pengetahuan akan jati dirinya.

Jalan tersebut menjadi tahap awal manusia dalam mencapai akhlak (etika). Jalan setapak

menjadi tahapan perjalanan jiwa untuk menggapai kesadaran sehingga keefektivan peran dan

fungsi diri tercipta untuk mencapai keseimbangan dan keselarasan. Gambaran tersebut

memberikan keyakinan bahwasanya keberlangsungan peran etika dalam diri manusia tidak lepas

dari fungsi kesadaran yang dimiliki jiwa sehingga menjadi pemantik arah serta gerak energi dalam

diri manusia. Peningkatan kesadaran mampu memberikan manfaat dan efek penyembuhan yang

dapat diverifikasikan melalui respon otot manusia (kinesiologi). Oleh sebab itu mode kesadaran

the wisdom (sang bijaksana) yang berada dalam kesadaran diri sejati dapat memunculkan sejauh

mana level kesadaran tersebut mampu mengekspresikan emosi yang positif, konstruktif dan juga

memberdayakan diri (D. Hawkins, 2018)

Keberadaan etika jika dipahami secara normatif merupakan aturan serta regulasi dari

hasil produk hukum ciptaan manusia. Dimana satu sisi memiliki peran menciptakan budaya

materialistis sains dan tehnologi, tetapi disisi lain justru menimbulkan eksploitasi manusia

terhadap sesama makhluk dan juga lingkungannya. Secara fungsional, keberadaan hukum serta

agama menjadi jalan yang memagari ego agar manusia senantiasa terhubung dengan esensi

bahkan sumber hidup yakni keberadaan Tuhan. Keterhubungan dengan esensi merupakan salah

satu bentuk keimanan manusia terhadap Tuhan, sedangkan keterhubungan terhadap sumber

justru menempatkan manusia pada tingkat penyaksian terhadap keberadaan Tuhan. Oleh sebab

itu solusi masalah atas pelanggaran etika akuntan tidak bisa disamaratakan (generalisasi) antara

satu akuntan dengan akuntan lain.


139

Timbulnya pelanggaran etika jika dimaknai secara spiritual lebih mengarah pada

ternodainya kesucian hati. Kesucian hati yang terkotori membutuhkan serangkaian identifikasi

pengenalan jiwa leELK ODQMXW VHKLQJJD GLUL PHQJDODPL SURVHV ³NHWHUKXEXQJDQ´ GDODP KLGXSQ\D

Jiwa apakah masih mengalami: 1) kebingungan akan eksistensi (non being); 2) merasa haus

akan pemenuhan diri (survive); 3) muncul keraguan dalam diri; 4) memiliki Iman atau keyakinan

serta 5) memiliki kemampuan penyaksian (Aswar, 2020). Perasaan yang muncul dalam jiwa

berupa kebingungan akan eksistensi serta haus akan pemenuhan diri, lamban laun memunculkan

keraguan diri akan konsep benar maupun salah. Kondisi tersebut seolah mengingatkan manusia

bahwa setiap peristiwa yang terjadi tidak lepas dari partisipasi atau kehadiran Tuhan didalamnya.

Dengan demikian gerak hidup manusia apapun wujud dan implementasinya merupakan izin dan

kehendak Tuhan.

6.2 Perjalanan Jiwa Akuntan dalam Sebuah Evolusi

Jiwa yang bergerak serta berevolusi tidak mengenal putaran ruang dan waktu. Dalam

meniti perjalanan hidup, jiwa manusia kadangkala terbentur oleh sebuah keadaan atau realita

penderitaan yang menggoncangkan pikiran, nalar hingga batin manusia. Keadaan tersebut

mendorong upaya pelanggaran yang bersifat manipulatif, disengaja maupun tidak disengaja

sehingga mampu menodai kesucian diri dan mengurangi kepekaan batin manusia dalam

berinteraksi.

Perjalanan hidup akuntan tidak lepas dari dominasi sifat maskulin akuntansi yang

mempengaruhi cara penilaian terhadap segala sesuatu menjadi lebih materialistis dan

berorientasi pada nilai. Banyak nilai kepentingan, persaingan serta kemelekatan eksternal yang

tumbuh dari realitas akuntansi mempengaruhi pola pikir akuntan pendidik, perusahaan

(manajemen), pemerintahan, publik (eksternal) maupun internal dalam memandang kehidupan.

Berikut ini cuplikan wawancara beberapa informan yang menuangkan pengalaman serta

ide-idenya sebagai akuntan pendidik. Kemudian ditambahkan lagi pengalaman Bapak Andri
140

selaku akuntan publik serta Ibu RAS dan Bapak Ariel selaku auditor internal BPK dan BUMN .

Dalam wawancara tersebut, peneliti berupaya menguak sikap dan pandangan mereka dalam

menghadapi sinyalemen terkait etika yang sedikit banyak mempengaruhi pola pikir serta

kepribadian mereka. Berikut ini penjelasan Ibu Elvi mengenai keinginan diri manusia untuk

berubah menjadi lebih baik (berkesadaran). Keberadaan regulasi dinilai beliau sebagai faktor

pengendali dari setiap tindakan manusia.

³« DGD NHLnginan untuk diri berubah terus menerus, berkelanjutan, berkesinambungan,


serta komprehensif bagi semua pihak terutama manusianya, tidak hanya pada laporan
NHXDQJDQ VDMD ´
³,PDQ PDQXVLD NDGDQJNDOD QDLN WXUXQ DSDODJL IDNWRU OLQJNXQJDQ LNXW VHUWD mempengaruhi.
,\D«NDODX HWLNDQ\D VXGDK EDJXV WLQJJDO SHODNVDQDDQQ\D PHPDQJ KDUXV OHELK EDQ\DN
dikontrol oleh regulator, Mungkin saya enggak tepat untuk diwawancarai karena saya
enggak banyak pilihan, gitu loh bu. Saya hanya memilih yang..baik-baik saja dalam tanda
NXWLS ³YHUVL´ VD\D ´
³«KPP MDGL EXDW VD\D ND\DNQ\D UXDQJ XQWXN EHUPDLQ-main itu kecil sekali. Kalaupun iya,
DGD SDVWL NDODXSXQ HQJJDN \D VXGDK HQJJDN VDMD JLWX«´

Bapak MFA menambahkan bahwasanya manusia memiliki potensi atau nilai-nilai dalam

dirinya yang mampu menumbuhkan kesadaran. Pendidikan disini berperan sebagai sarana

transformasi jiwa yang menselaraskan jiwa dengan kesadaran yang dimilikinya. Kesadaran

memiliki efek timbal balik dimana kesadaran seorang pendidik akan memberikan vibrasi positif

terhadap tumbuhnya kesadaran mahasiswa. Bapak MFA menilai proses bertumbuhnya

kesadaran dimulai dari sesuatu yang bergetar dan menyeruak dalam hati, memanggil hati setiap

jiwa (panggilan hati) untuk bergerak dan meyakini suatu hal. Pada saat jiwa akuntan bergetar

dan bergerak pada satu titik keyakinan, diri dikuasai oleh sebuah kekuatan teguh. Dalam keadaan

tersebut, keberadaan faktor eksternal sekalipun tidak akan mampu menggoyahkan kekuatan hati

seseorang. Bapak MFA menilai keberadaan etika dalam sudut pandang moralitas benar maupun

salah perlu dikoherensikan dengan nilai-nilai keagamaan. Berikut ini ungkapan wawancara

tersebut:

³«(WLND WHUJDQWXQJ GDUL PDQXVLD LWX VHQGLUL VHUWD SHQGLGLNDQ \DQJ PHQJDUDKNDQ PDQXVLD
untuk memiliki value..dan yang menjadi hambatannya adalah disaat kita mood atau tidak
mood. Nah satu-satunya situasi yang menciptakan mood baik adalah tawakal, sabar gitu
141

sehingga mampu menjadikan suasana hati menjadi lebih enak. Kalau dosen
menyampaikan kepada mahasiswa dengan suasana hati yang enggak bagus, pasti akan
tercipta suasana yang enggak relatif bagus karena lingkungan bisa membuat suasana
PHQMDGL HQJJDN NRQGXVLI«
³« NDODX HWLND PHPEDKDV SHULODNX EDLN GDQ EXUXN 6D\D NLUD RUDQJ DNDQ PHPLOLNL
ketentuan eeh dalam profesi etika itu kan bisa diambil oh ini karena kebudayaan maka
dia baik dan buruk tapi yang paling bagus dari sisi agama ya karena dia akan memberikan
suatu bentuk kemasyarakatan bagi sesama yang membutuhkan kalau kamu memberikan
yang baik ada pahalanya, kalau enggak kan ada punishment EHUXSD GRVD«´
³«PDWHULDOLVPH \DQJ PXQFXO GDUL DNXQWDQ LWX SHUWDPD \DQJ VD\D NDWDNDQ
begitu..kenapa? Orang bicara ya kalau saya bekerja saya dapat feedback apa kayak gitu
kan enggak melihat pada sisi apa yang saya berikan kepada kemasyarakatan kepada
VHVDPD HQJJDN EHJLWX 1DK NDODX DNXQWDQ SHQGLGLN LWX GLWHQJDK« ´
³ NDODX VD\D GLEHULNDQ OHELK DNX GDSDW DSD QLK -DGL GRVHQ \D VXGDK PHPDQJ WXJDVNX
PHQGLGLN NDUHQD SDQJJLODQ KDWL DWDX NDUHQD NHWHUSDNVDDQ DWDX WLGDN PHQHULPD JLWX ´
³« SDQdangan saya tentang akuntan publik, adakalanya orang kan ehh kehilangan takut
kehilangan klien maka dia akan bersifat adaptif, menyesuaikan dengan kondisi ini kan
enggak bagus. Nah itu yang saya rasa eehh orang yang enggak punya nurani dari yang
baik dan bHQDU GDUL GDVDU DJDPD NDQ SULQVLSQ\D DNDQ JR\DQJ«´

Menurut Bapak MFA, posisi akuntan pendidik tidak semata-mata mengejar target

pembelajaran sebagai bagian dari kompetensi yang dimiliki calon akuntan, tetapi menciptakan

nilai (creating value) bagi mahasiswa agar senantiasa mengingat keberadaan diri mereka akan

tujuan akhir penciptaan manusia di dunia ini. Dengan sistem pembelajaran tersebut maka tercipta

iklim pembelajaran yang hidup dan selaras dengan fitrah. Bapak MFA juga menekankan hal-hal

lain-lain sebagai berikut:

³ NLWD NDQ PHQGLGLN EXNDQ KDQ\D PHPEXDW DQDN NLWD PHQMDGL SLQWDU PED WDSL MXJD
merubah karakter yang enggak baik menjadi baik. Kita kan enggak pernah ngomong anak
itu bodoh atau pintar..enggak pernah..eh kurang informasi sangat informatif kenapa orang
HQJJDN WDKX GLNDWDNDQ ERGRK SDGDKDO NDODX GLD VXGDK EDFD SDVWL SLQWDU ´
³ NDODX RUDQJ EHNHUMD GHQJDQ KDWL NDQ EHGD %HNHUMD GHQJDQ KDWL WDSL GHQJDQ WDUJHW DNDQ
sampai. Misalnya mahasiswa ini harus punya value 20%, tapi dia (dosen) dengan
panggilan hatinya senang, jujur, ikhlas, pasti akan tersampaikan lebih baik. Ada
kesabaran kemudian istiqomah, qonaah untuk menyampaikan ke mahasiswa
dibandingkan dengan yang bukan panggilan hati, nah itu kan Habluminanas. Karena
orang tulus untuk bekerja GHQJDQ HQJJDN WXOXV NDQ EHGD SHQ\DPSDLDQ Q\D GLVLWX«´
³ RNH VHEDJDL VHRUDQJ DNXQWDQ SHQGLGLNQ\D HKK VD\D UDVD SHNHUMDDQ LQL GLNDWHJRULNDQ
sebagai panggilan hati dulu. Karena dari panggilan hati ini nantinya ada keikhlasan,
kemudian berlanjut menyenangi pekerjaan, sehingga Habluminanas antara dosen
dengan mahasiswa tercipta lebih bagus dibandingkan kalau bekerja bukan atas dasar
SDQJJLODQ DWDX NHWHUSDNVDDQ ´
³ ELDVDNDQ VHEHOXP PHPXODL SHNHUMDDQ SDVWLNDQ SDGD SDJL KDUL VHWHODK VKRODW VXEXK
membaca Al-QuU¶DQ KH KH HK NDODX HQJJDN SDVWL NHPHUXVXQJ NDODX NDWD RUDQJ MDZD
kaya gimana gitu loh. Jadi kalau memang habis sholat subuh, dzikir, wiritan kan udah
142

VHPXDQ\D UHODWLI RUDQJ PHODNXNDQ WDSL NDODX PHPEDFD $O 4XU¶DQ NDQ MDUDQJ %HEHUDSD
orang pasti suka baFDQ\D SDV PDJKULE DWDX VKRODW LV\D JLWX«´
³«« ,\D PHQXQJJX VKRODW VXEXK LWX DWDX VHWHODK VKRODW ,V\D JLWX HHK L\D LQL ,WX DMD FXPDQ
PHQMDGLNDQ VXDVDQD OHELK ULDQJ ´
«LWX \DQJ KDUXVQ\D NDUHQD LQL NDQ HHK VDEGD 5DVXOXOODK EHOLDX PHUXSDNDQ VRVRN \DQJ
suka membaca habis shubuh, kenapa? Karena menciptakan suasana yang membuat
beliau memiliki energi enggak tahu energinya apa kan. Ini masalah apa eeh ketenangan
dalam jiwa orang kan beda masing-masing. Nah rasulullah memiliki perbedaan bahwa
setelah sholat subuh, dia akan membaca Al-4XU¶DQ QDK PHPEXDW EHOLDXQ\D PHQMDGL
OHELK SXQ\D DSD JLWX«VHEHQDUQ\D LWX \DQJ SHUOX«´

Vibrasi positif tercipta manakala atmosfir lingkungan memiliki interaksi jiwa yang selaras

dengan semesta sehingga mampu memberikan feedback positif satu sama lain. Begitupula yang

terjadi dengan suasana pembelajaran atau perkuliahan. Proses tersebut memang tidaklah mudah

karena dibutuhkan keleluasan hati agar mampu mensinkronkan antara hati, pikiran dan nalar

yang lamban laun menghasilkan rasa tulus, ikhlas serta menumbuhkan cinta tanpa syarat dalam

jiwa-jiwa bertumbuh tersebut. Ibu Anies sendiri memperoleh banyak hikmah dari pengalaman

kerja beliau sebelumnya sebagai praktisi akuntan ke dalam proses pengajaran beliau sebagai

akuntan pendidik. Bagi Ibu Anies, bekerja sebagai praktisi maupun pendidik merupakan dua hal

yang berbeda. Beliau membutuhkan proses untuk mengenal sistem di dunia pendidikan yang

cenderung konservatif dan kaku. Pengenalan tersebut menjadi dasar pembelajaran beliau dalam

beradaptasi serta menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Berikut ini ungkapan Ibu Anies

dalam cuplikan wawancaranya:

³« %DQ\DN KDO \DQJ VD\D SHUROHK VHEDJDL VHRUDQJ SUDNWLVL 6D\D MDGL EHODMDU
memperlakukan orang lebih baik meski kita punya budaya yang berbeda, beradaptasi
dengan orang lain, open minded untuk menerima kritik, overtime karena terlalu banyak
alokasi waktu di kantor dan disinilah terjadi never ending learning ³
³ NHPXGLDQ SDGD DNKLUQ\D VD\D SLQGDK GDQ EHNHUMD VHEDJDL GRVHQ NDUHQD NHEHWXODQ DGD
penawaran dan sebenarnya dari dahulu saya punya keinginan untuk mengajar. Waktu
bekerja sebagai dosen lebih fleksibel dibandingkan bekerja sebagai praktisi meski
birokrasinya ribet disini. Tetapi saya disini dituntut untuk belajar terus baik saat mengajar
maupun saat mengembangkan diri. Saya disini dituntut untuk selalu sabar menghadapi
mahasiswa meski banyak berbenturan dengan peraturan di kampus. Saya enggak punya
pilihan disini karena gaya kepemimpinannya cenderung konvensional, otoriter dan
beberapa diantaranya tidak mau menerima masukan dari kita-kita, mereka cenderung
memaksakan kehendak. Mungkin dilatarbelakangi oleh usia mereka yang masih muda
jadi belum kenyang dengan pengalaman kerja atau bahkan mereka sudah nyaman
GHQJDQ NDUDNWHU LWX ´
143

³ EDJL VD\D EHNHUMD GLPDQDSXQ VDPD VDMD 6D\D WLGDN SXQ\D KDN XQWXN PHUXEDK NHDGDDQ
yang ada dan mungkin sudah berlangsung lama, tetapi yang bisa saya lakukan adalah
merubah diri sendiri sebaik-baiknya karena nanti secara vibrasi perbaikan pada diri akan
WHUWXODU NHSDGD RUDQJ ODLQ -DGL RUDQJ ODLQ SXQ LNXW PHUDVDNDQ GDPSDNQ\D ´

Demikian pula dengan cara pengajaran Ibu Sova yang selalu menumbuhkan nilai-nilai

pemahaman kepada mahasiswa dalam sesi pembelajarannya. Beliau berharap para mahasiswa

dapat berfikir kritis di setiap pembelajaran akuntansi. Beliau sebagai akuntan pendidik

memberikan wadah kepada mahasiswa sebuah kebebasan berpikir agar memiliki kemampuan

melampaui apa yang dirasakan dan dipikirkan orang lain secara umum (out of the box), sehingga

memperoleh pemahaman baru akan makna kebenaran yang sesungguhnya. Berikut ini

ungkapan beliau dalam wawancaranya:

³'DODP SUoses pengajaran akuntansi masih ada keterpisahan. Cuma memang kalau
akuntansi itu kan dipandang hanya sebagai alat gitu ya. Kalau saya mikirnya dulu gitu. Itu
alat mau dipakai apa tidak terserah yang menggunakan. Kalau jujur pastinya akuntansi
akan menjadi baik dan bagus. Tetapi jika digunakan untuk yang hal yang enggak baik yah
enggak baik. Itu hanya sekedar alat. Contohnya bisa juga untuk menghitung, yang bagi
KDVLO MXJD ELVD XQWXN PHQJKLWXQJ \DQJ ULED EXQJD MXJD ELVD JLWX NDQ ´
³ 1DK VHEHQDUQ\D KDVLO \DQJ VD\D KDUDSNDQ LWX EHJLQL PDKDVLVZD LWX PXODL DSD \D«
berfikir bahwa kebenaran itu selalu berproses gitu yah. Yang ada sekarang itu belum tentu
benar. Silahkan kalian itu belajar terus mencari mencari dan mencari tanpa harus
istilahnya apa ya menyesali atau mencela yang ada. Yang ada sekarang begini ya udah
EHJLQL JDN DSD DSD WHWDSL NLWD WHWDS « EHUXVDKD PHQFDUL \DQJ EDUX JLWX PHPSHUEDLNL
yang ada begitu. Jadi bukan menjadi mahasiswa yang hanya menerima ohh..akuntansi
begini ..oh akuntansi begitu..harus begini..kalau gak begini salah. Hmmm..itu maunya
VDMD ´ VDPELO EHUJXPDP

Bapak Hari menambahkan pernyataan Ibu Sova mengenai keuntungan lain seorang

pendidik. Beliau merasa bahagia apabila peserta didiknya memperoleh nilai-nilai kebermanfaatan

dari ilmu yang disampaikan di sesi perkuliahan. Bapak Hari menilai keberadaan profesi pendidik

itu mulia karena dapat menggerakkan kemampuan mahasiswa untuk bertransformasi lebih baik

lagi di masa depan.

³«PHQMDGL DNXQWDQ SHQGLGLN EDQ\DN KDO \DQJ GLSHUROHK 6HODin rupiah ada sesuatu yang
lebih karena ehh..transfer knowledge seseorang itu jauh lebih penting menurut saya ehh
kebanyakan orang kan tidak melakukan siar kan, siar penyampaian ilmu kepada pihak
ODLQ PXQJNLQ \D WDKXQ XGDK ULEXDQ NDQ EHQDU NDQ ´
144

³ LWX MDXK OHELK EDQJJD NDODX PHQXUXW SHUVHSVL VD\D«LWX PXOLDQ\D SURIHVL VHRUDQJ
SHQGLGLN« DGD NHQLNPDWDQ ´
³ L\D EDJLDQ GDUL SURIHVL LQL DGD NHQLNPDWDQ WHUVHQGLUL NDODX NLWD PHODNXNDQ HKK VLDU HK
SHQGLGLNDQ LWX NHPXGLDQ PHPEXDW RUDQJ ODLQ EHUXEDK \DK ´
³ HHKK NHPXGLDQ PHQGLGLN RUDQJ DSDODJL VHWHODK GLD VHOHVDL NHEHUKDVLODQ GLD LWX DGDODK
kebanggaan tersendiri bagi kita. Kemudian dengan profesi pendidikan yang saya tempuh
sebagai akuntan pendidik ini juga berdampak secara ekonomi lah ke saya apalagi dengan
tingkat pendidikan S3 yang saya miliki..yah dosen itu mah miskin enggak tapi kaya juga
HQJJDN ´ %HOLDX PHQJXQJNDSNDQQ\D EHUDSL-rapi disertai nada kebanggaan yang amat
sangat dalam.
³ L\D WDSL HHK DGD NHSXDVDQ EDWLQ WHUVHQGLUL SDGD GLUL NLWD 6Dya yakin kalau kita
melakukan profesi dosen yang benar ehh harta yang kita terima itu bersih. Itu aja
kuncinya. Ada kenikmatan terpuaskan dari sisi lahir dan batiniah saya yah..Itu saja sudah
FXNXS ´

Bapak Hari adalah sosok akuntan pendidik yang tegas dan kompeten serta berkomitmen

dibidangnya. Beliau merupakan sosok pimpinan yang melayani dengan hati sekaligus memiliki

pengalaman di berbagai kepemimpinan organisasi profesi. Bapak Hari memiliki banyak kolega

dari berbagai kalangan profesi dan disegani rekan sejawatnya. Peneliti telah mengenal

kepribadian beliau sebagai sosok penyayang kepada keluarganya (family man) supel dan ramah

kepada rekan sejawat serta bawahannya. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila beliau

dalam waktu singkat memperoleh kepercayaan serta amanah dari pimpinannya sebagai Dekan,

tidak lama setelah beliau pindah ke kampus tersebut. Menurut Bapak Hari, penganugerahan

jabatan tersebut merupakan pencapaian terbesar beliau saat itu. Hal tersebut diungkapkan beliau

dalam wawancaranya berikut ini:

³«VXGDK SDVWL ODK NDODX VD\D GLEHULNDQ WDQJJXQJMDZDE GDQ NRPLWPHQ NHPXGLDQ VD\D
PHQJKLODQJ PHOHSDVNDQ WDQJJXQJMDZDE LWX NH SLKDN ODLQ VHEDJDLPDQD LWX DGDQ\D«
menurut saya dosa, karena saya sudah dipilih sebagai administrator dan ehh makanya
saya VHULXV GLVLQL NHFXDOL«VD\D GLVLQL WLGDN PHPHJDQJ MDEDWDQ ´
³«\DQJ WHUMDGL LWX OXDU ELDVD GDQ VD\D KDUXV DPDQDK PHPHJDQJ LWX NDUHQD VD\D
bertanggungjawab kepada diri saya, kepada lembaga yang menunjuk saya dan kepada
Tuhan. Benarkan? Kalau saya melenceng kepada Tuhan yang pasti dosa menurut saya,
sehingga saya harus maksimal untuk mereka kalau enggak begitu bisa kacau. Saya
EHUDUWL WLGDN PHQMDODQNDQ NHZDMLEDQ \DQJ WHODK GLEHULNDQ ROHK OHPEDJD´
³ HKK PDQXVLD LWX VDDW GLODKLUNDQ PHPDQJ DGD \DQJ WLGDN SHUnah puas dengan yang telah
dia capai. Itu sangat mempengaruhi etika. Kalau dari sisi profesi, jujur yah eeh profesi
akuntan itu sudah mulai berkembang begitu pesat ya di Indonesia, terutama sekarang
karena ketersediaan tenaga akuntan sudah mulai diperhatikan dan bertambah. Banyak
peraturan terkait dengan akuntan sudah banyak keluar..pada intinya kode etik itu sudah
ada. Tapi itu kan kembali kepada manusianya, manusia itu kan terkait dengan imannya,
145

terkait dengan faktor kode etik yang berlaku di masyarakat. Kalau dibilang..kejadian
banyak yang tertangkap, kita harus memandang dari 2 sisi yah. Dulu aparat hukum yang
lemah ya toh, sehingga orang berbuat jahat tidak ketahuan. Apakah sekarang aparat
hukumnya yang kuat sehingga apapun yang kamu lakukan kalau kamu enggak hati-hati,
PDND NDPX DNDQ NHWDQJNDS« KH KH KH ´

Bapak Hari menekankan pentingnya Iman manusia dalam menjalani hidup. Beliau menilai

jika pelanggaran atau penyimpangan tersebut dilakukan orang lain, maka penilaian tersebut dikaji

dari dua sudut pandang yang berbeda yakni sebagai pelaku atau korban. Dengan demikian jiwa

bertindak bijaksana dalam mensikapi permasalahan yang ada tersebut. Bapak Andri

menekankan regulasi sebagai faktor penting yang bersifat objektif untuk menindaklanjuti

penyimpangan yang terjadi. Beliau mengkaitkan semuanya itu dengan syariat keagamaan yang

sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi keabsahannya. Kondisi tersebut menjadi dasar pemahaman

beliau selaku umat beragama.

³« %DJL VD\D HWLND WXK GLDUWLNDQ DWXUDQ DGDE GDQ QLODL-nilai kebaikan gitu mutlak harus
ada, harus kita kenali, harus kita usahakan untuk dipraktekan. Jadi banyak hal yang harus
GLSHUKDWLNDQ VDDW EHNHUMD VHEDJDL $XGLWRU .$3 ´
³«0LQLPDO GLNHOXDUNDQ VWDQGDU XQWXN DNXQWDQ \DQJ V\DULDK JLWX 6HGHUKDQD NDQ
gampang aja supaya menghindari gesekan sosial tadi. Tak perlu debat kusirkan, tinggal
Islam sendiri yang menentukan. Lakukan diskusi saja..supaya yang sekuler udah enggak
ELVD GLLPSOHPHQWDVLNDQ ODJL JLWX«´
³ 7DSL SURIHVL DNXQWDQ VXGDK PXODL PHPEDLN NDUHQD VXGDK banyak aturan atau
UHJXODVLQ\D ´

Lain halnya dengan pendapat Ibu RAS yang menilik kehidupan pribadi sebagai dasar

pertimbangan etika beliau. Beliau merasa kewalahan membagi proporsi waktunya saat masih

bekerja sebagai auditor ekstenal dan sebagai auditor internal pemerintah yang sering dinas

keluar kota. Beliau merasa kondisi tersebut sungguh bertentangan dengan fitrahnya sebagai ibu

yang masih memiliki anak balita. Beliau mengalami konflik batin antara kesibukan pekerjaannya

sebagai auditor dan juga sebagai seorang ibu. Peneliti menilai Ibu RAS memiliki banyak

kegalauan dan keletihan sehingga tidak memiliki kemampuan bekerja secara maksimal, padahal

beliau adalah lulusan Master Luar Negeri dibidang akuntansi. Beliau memiliki keinginan untuk

keluar dari pekerjaanya sebagai praktisi dan memilih bekerja sebagai pendidik. Tetapi beliau
146

terbentur oleh ketidaksesuaian nominal materi atau gaji yang akan diperoleh jika nantinya bekerja

sebagai akuntan pendidik. Jika beralih profesi sebagai pendidik tentunya tidak sebesar nominal

yang diterima beliau sebagai praktisi. Hasil wawancara tersebut lebih banyak mengungkapkan

ketidakpuasan beliau saat bekerja sebagai auditor eksternal pemerintah. Pada akhirnya beliau

memilih profesi auditor internal pemerintah agar tidak mengalami mutasi dalam pekerjaannya.

Meski demikian beliau tetap merasakan kewalahan saat sesekali harus dinas keluar kota dan

meninggalkan anak semata wayangnya. Beliau mengalami banyak pergolakan batin dalam

mengembangkan karirnya dimasa depan, karena banyak intrik dan politik didalamnya jika ingin

dipromosikan dalam pekerjaannya. Demikian hasil cuplikan wawancara peneliti kepada Ibu RAS

berikut ini:

³«6HEDJDL 316 VD\D OHELK PHQLNPDWL SHNHUMDDQ VHEDJDL DXGLWRU LQWHUQDO GLEDQGLQJNDQ
auditor eksternal. Jika saya memilih sebagai auditor eksternal, intensitas saya keluar kota
tentu lebih sering dibandingkan sebagai auditor internal. Untuk menghadapi beban
pekerjaan, saya lebih memilih auditor internal dibandingkan eksternal auditor, karena
beban emosional \DQJ GLKDGDSL VDPELO PHQJKHOD QDIDV EHUDW « ZDODXSXQ WLED-tiba
WHUGLDP ELQJXQJ ´
³« $GDNDODQ\D NHWLND HHK ERVDQ \D OHODK \D NDUHQD NDQ SHQXK UXWLQLWDV \D 5XWLQLWDV
setiap tahun saja. Begitu harus mereview dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan reviewnya itu terus. Ya lelah maksudnya bosan. Misalkan saya ke Indonesia
Barat yakni Aceh..udah itu selesai buat laporan..berangkat lagi ke Kalimantan Timur
PLVDONDQ /DOX EXDW ODSRUDQ ODJL WHUXV EHUDQJNDW ODJL NH 3XVDW«6HWDKXQ [ WHUXV NDQ
ERVDQ ´
³ NDUHQD XQWXN PHQFDSDL NDULU \DQJ EDJXV GLVLQL \D PRKRQ PDDI QLK HQJJDN ELVD
lurus..lurus benar-EHQDU ND\DN MDODQ WRO HQJJDN ELVD MXMXU DMD GLVLQL« /XUXV LWX EXNDQ
EHUDUWL KDUXV MDGL XVWDG] \D«HHK QJJDN VXND QHNR-neko aja dan dia sadar kalau karirnya
GLD WXK HQJJDN DNDQ PXOXV GHQJDQ XPXU VHJLWX«´
³ 7DSL DGD EHEHUDSD SULQVLS SHQWLQJ \DQJ KDUXV VD\D ODNXNDQ \DNQL GHQJDQ PHODNXNDQ
NHEDLNDQ FLQWD WDQSD V\DUDW GDQ SHQXK NDVLK VD\DQJ ´

Begitupula dengan kondisi Bapak Ariel yang memiliki persamaan latarbelakang dengan

Ibu RAS yakni sama-sama memiliki konflik batin dalam pekerjaannya. Hanya saja Bapak Ariel

mengambil sikap berbeda dalam menghadapi permasalahan tersebut. Peneliti menilai sikap

Bapak Ariel sebagai kepala keluarga menghadapi banyak tuntutan dan tanggungjawab dalam

memenuhi kebutuhan finansial keluarganya, berbeda halnya dengan posisi tanggungjawab Ibu

RAS dalam keluarga. Bapak Ariel merupakan pribadi yang sangat bersemangat, fokus dan tekun
147

mengejar impian hidupnya. Hal ini terlihat dari banyaknya gelar dan sertifikasi keahlian yang

dimiliki beliau dalam mengembangkan profesionalisme pekerjaannya. Selain sebagai auditor

internal BUMN, beliau juga mengisi waktunya diakhir pekan sebagai akuntan pendidik. Setiap

akhir pekan beliau harus pulang pergi Cilegon ±Jakarta Barat untuk mengajar di beberapa

kampus. Harapan dan minat beliau terhadap Tata Kelola Perusahaan menjadikan beliau sebagai

seorang yang ahli dalam bidangnya sehingga produktif menghasilkan buku dan artikel ilmiah

mengenai Tata Kelola Perusahaan. Performa dan prestasi beliau dalam bekerja serta

semangatnya dalam belajar telah diungkapkan beliau dalam wawancaranya berikut ini:

« ´ZDODXSXQ VD\D FXPD DXGLWRU WDSL $OKDPGXOLOODK VD\D ELVD PHQ\HODPDWNDQ XDQJ
perusahaan, lalu mengoreksi hasil audit yang dikejar oleh vendor..jadi secara otomatis
saya menyelamatkan uang perusahaan.. kalau dihitung-hitung success strory saya
WHQWDQJ IUDXG DGD ORK PRGHOQ\D ND\DN EHJLQL VHPXD ´
³ SHUQDK MXJD VD\D GLWXJDVLQ SDV WDKXQ DSD \DK WXJDV VHPLQggu gitu loh. Tugas
seminggu untuk menyelamatkan sekitar 13 M. Kalau itu import, setahu saya ada 6
kontrak. Tahunya gini bagian produksi lapor ini kok barangnya jelek kualitasnya menurun.
Oh jangan-jangan karena kualitasnya yah, benar saya dikasih waktu hanya seminggu loh
XQWXN PHQ\HOHVDLNDQ LWX«
´ 'DWDQ\D EHUXSD ODSRUDQ HYDOXDVL WDSL HQJJDN GLKLWXQJ ,VWLODKQ\D management letter
kalau di KAP, karena ini harus segera diputuskan kalau menunggu barang habis kan
enggak bisa klaim.. Makanya alhamdulilah, walaupun di laporan enggak kelihatan, ini kan
bukan audit ini evaluasi tugas khusus, Tugas khusus kayak begini misalnya ada tugas
dari Dirut untuk mengecek dan sebagainya dan tugas kita hanya seminggu..saya kerja
cepat hanya beberapa rekan yang bantuin kita kHUMD« ´
³ 6HSHUWL SHQXJDVDQ GDUL 3DN 'LUXW VHEHOXPQ\D \DQJ ELODQJ HHK 3DN $ULHO VDPD
temannya berapa orang gitu..tolong dicek yah seminggu, langsung lapor ke Dirut.
Laporan itu laporan singkat hanya 2 lembar, dilampirkan bukti pendukung. Tapi itu bisa
jadi dasar untuk klaim. Hanya seminggu loh menyelamatkan 250 miliar ini he he he
KH« WHUWDZD VDPELO PHPSHUOLKDWNDQ ZDMDK EDQJJD ´
³ EDQ\DN EXNWL ODLQ MXJD VHSHUWL VDDW EDKDQ EDNX XQWXN FDPSXUDQ SURGXNVL NXDOLWDVQ\D
UHQGDK KDUXVQ\D VHNLDQ«VHJLQL WDSL Nok turun..ketahuan tuh.. Kan kita terukur semua
ada ukurannya dalam bentuk standar yang tertulis ada ISO. Kalau kualitas produk
menurun karena bahan bakunya enggak sesuai, maka akan dicek kembali vendornya
VLDSD« WHUXV NDSDQ EHOLQ\D«GDQ ODLQ-lain..tapi mePDQJ QDQWL ELVD GLNODLP JLWX« ´
³« 6D\D PHQMDGL DXGLWRU VHMDN WDKXQ GDQ LWX SDVVLRQ VD\D 6HMDN GL %3.3 KLQJJD
sekarang berapa tahun yah. Saya termasuk orang yang setiap mengaudit itu ada hal yang
berbeda. Ada hal yang terjadi terus menerus. Saya harus banyak belajar juga, belajar
sistem, belajar produksi, marketing. Makanya saya sebagai species yang generates,
walaupun latarbelakang saya accounting, tapi saya harus mengetahui sistem, marketing
GDQ MXJD SURGXNVL ´
³ $OKDPGXOLOODK VD\D SHUQDK PHQGDSDWNDQ SHQJKDUJDDQ GL NDQWRU WDKXQ \D«
saya menjadi karyawan teladan. Saya datang kekantor paling pagi, jam 7 pagi sudah
VDPSDL GL NDQWRU PDVXN NDQWRU NDQ UHVPLQ\D MDP NXUDQJ VHSHUHPSDW GXOX MDP «´
148

³ EDQ\DN \DQJ GDSDW VD\D ODNXNDn di kantor. Bisa mencicil, nyiapin kerjaan. Apalagi hal
yang harus diselesaikan yah saya bisa selesaikan. Kalau rekan-rekan kerja lain datang
jam 8 yah silahkan saja. Kalau rekan kerja lain standar laporannya bisa 4 mungkin saya
bisa 5 gitu, tugas saya nuPSXN HQJJDN PDVDODK EDJL VD\D ´

Bapak Ariel bekerja dengan keikhlasan hati karena memiliki keinginan besar memperbaiki

ketimpangan yang terjadi dalam pekerjaannya tersebut. Hal tersebut membuat Bapak Ariel

memperoleh banyak apresiasi baik dari pekerjaannya sebagai auditor internal BUMN maupun

sebagai pendidik. Beliau merupakan sosok pintar sekaligus tangkas dalam menjawab setiap

pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Beliau merupakan pribadi yang apa adanya tidak ditutup-

tutupi, sehingga dalam sesi wawancara tersebut peneliti tidak mengalami kesulitan mengetahui

jenis pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi dalam pekerjaannya sebagai auditor internal

BUMN ataupun pekerjaan-pekerjaan beliau sebelumnya. Beliau menyadari bahwa apapun yang

dilakukan beliau dengan penuh rasa syukur, keikhlasan dan ketulusan serta integritas besar

didalamnya, pastinya mengandung nilai kebaikan yang diridhoi oleh Tuhan. Semuanya itu tidak

lepas dari doa dan dukungan keluarga yakni istri dan anak-anaknya. Dengan demikian apapun

yang dikerjakan beliau akan menjadi kebaikan bagi perusahaan dan juga bagi dirinya sebagai

seorang akuntan.

6.3 Profesionalisme Akuntan dalam Realita dan Harapan: Perwujudan Diri Dalam
Interpersonal

Profesionalisme akuntan dalam bekerja mengalami pasang surut dan kesenjangan. Hal

tersebut dilatarbelakangi oleh upaya akuntan dalam memenuhi ekspektasinya agar selaras dan

sejalan dengan realita yang terjadi dalam dunia akuntan. Hal tersebut tentu tidaklah mudah,

dikarenakan banyaknya unsur-unsur material dan non material yang menjadi faktor pendorong

dibalik terjadinya kesenjangan tersebut.


149

Di abad modern ini, perkembangan yang muncul dan sering terjadi adalah banyaknya

pihak yang tidak mentolerir atau menyadari keberadaan unsur non lahiriah (metafisik) yang

bersembunyi dibalik fenomena yang sedang berlangsung saat ini. Padahal unsur metafisik (non

fisik) memiliki peran penting dalam menegakkan profesionalisme akuntan. Unsur non fisik

(energi) yang bersifat tidak kasat mata tumbuh dalam diri yang digerakkan oleh medan penarik

dominan yang terdapat dalam diri manusia. Peta kesadaran Hawkins menjabarkan kekuatan atau

kelemahan yang terkandung dalam medan penarik tersebut baik berupa power dan force.

Munculnya power sebagai medan penarik kuat ditandai oleh hadirnya energi spiritual dalam diri,

begitupula sebaliknya force yang merupakan medan penarik lemah.

Power yang merupakan energi spiritual bersumber dari energi illahi (ketuhanan) yang

bersifat murni, sedangkan force justru bersumber dari hal-hal yang bersifat material atau

eksternal. Pada dasarnya setiap jiwa dianugeUDKL PHGDQ SHQDULN ³power´ meskipun dalam

perjalanan hidupnya terbentur oleh permasalahan hidup yang menghambat bahkan

menjerumuskan jiwa kedalam medan penarik ³IRUFH´. Dalam kondisi force, tidaklah

mengherankan apabila ketidakberdayaan dan ketidakpercayaan diri timbul saat jiwa memiliki

kemelekatan yang kuat terhadap unsur material yang bersifat eksternal dan kasat mata. Sesuatu

yang terlihat secara fisik (material) dianggap sebagian orang saat ini sebagai satu-satunya unsur

yang memiliki peran penting dalam diri manusia. Saat ini banyak hasrat atau keinginan jiwa yang

besar terhadap sesuatu yang bersifat lahiriah (material), terletak diluar diri manusia. Pemahaman

semacam itu melahirkan banyak perdebatan baik di lingkungan akademisi maupun praktisi.

Bapak Andri menilai karyawan di KAP akan merasa loyal dan betah bekerja di perusahaan

manakala fasilitas dan lingkungan kerja cukup memadai dan mendukung kinerja mereka. Berikut

ini ungkapan Bapak Andri dalam cuplikan wawancaranya berikut ini

³8DQg yang idle tadi kita pakai buat investasi, karena nanti suatu saat dapat kita gunakan
untuk pengembangan bisnis, Kantor Akuntan Publik harus berkembang, karena jika tidak
berkembang, karyawan enggak akan betah kerja disini. Enggak cukup hanya reward dan
punishment saja tapi suasana harus dijaga baik fasilitas maupun lingkungan. Jadi intinya
kita nggak bisa no way back..enggak ada jalan mundur harus berusaha merumuskan
150

formula sendiri untuk kesejahteraan karyawan supaya mereka juga loyal karena ini kan
termasuk program pengkayaan diri mereka. Ini yang paling penting yakni sumber daya
PDQXVLD«´

Bapak Munaj yang bekerja sebagai akuntan pendidik sekaligus partner di kantor akuntan

publik, memiliki pertimbangan dalam menentukan batasan profesionalisme dan

independensinya. Dalam wawancaranya tersebut, Bapak Munaj lebih banyak mengungkapkan

keluh kesah terkait profesionalisme beliau sebagai akuntan publik. KAP beliau memiliki jalinan

kesepakatan dengan kliennya terkait proporsi pembagian kerja dan efek risiko dari pembagian

kerja tersebut. Selain itu pengalaman beliau dalam mengaudit dana kampanye melibatkan unsur

politis dan birokrasi yang ketat sehingga tidak dapat dipandang remeh dalam penanganannya.

Berikut ini cuplikan wawancara Bapak Munaj tersebut.

³ .DODX PHQXUXW VD\D \DQJ EDQ\DN WDQWDQJDQQ\D VLK«OHELK EDQ\DN NH DNXQWDQ SXEOLN \D
NDUHQD NLWD« NDODX KDGDSL NOLHQ \DQJ EDQGHO GDODP DUWLDQ GLD KDQ\D PHQJHOXDUNDQ
laporan untuk ee mengikuti lelang tetapi tolong dong LHP nya dikeluarin misalnya kan, di
sisi laLQ NLWD PDX XDQJ MXJD GL VLVL ODLQ NLWD MXJD« ´
³7DSL VD\D KDQ\D VDMD \DQJ VHSHUWL LWX WDSL DNKLUQ\D VD\D MXJD SXQ\D .DODX EROHK
jujur saya punya konsultan juga jadi laporan keuangannya mereka kita rapihkan dulu, baru
kita masukin. Jadinya ada pertanggungjawaban ee jadi KKP ee apa namanya, Kertas
Kerja Pemeriksaan atau Working Paper LWX PHUHND MXJD WHUSHQXKL MXJD GDUL ³SD\XQJ´
\DQJ EHUEHGD«NDUHQD VD\D ZDNWX LWX NRQVXOWDQ GLSHJDQJ VDPD WHPDQ VD\D \DQJ VDWX
lagi sebagai partner tadi kalau akuntan pXEOLN PHPDQJ VD\D VHEDJDL .HWXD 7LPQ\D´
³<DD EHUDW GDODP DUWLDQ PHUHND FXPD KDQ\D mendisclose, mengungkap cuma 1,2,3
laporan saja tanpa lihat bukti-bukti yang cukup. Jadi kalau kayak gitu, kita juga memiliki
beberapa resiko dan nurani kita yang terbentur. Jadi lebih baik daripada kita kan yang
kecil-kecil. Kayak misalnya dibawah 30 juta daripada kita ngambil duit 30 juta tetapi
UHVLNRQ\D EHVDU GDQ VXDWX VDDW NLWD DGD PDVDODK OHELK EDLN VD\D WRODN VDMD ND\DN JLWX« ´
³ .DUHQD KXEXQJDQ LVWLPHZD WDGL GHQJDQ WHman, aturan kan kita pengen menolak apa
pekerjaan tersebut, terusnya kata teman. Udahlah pegang aja dulu.. Akhirnya saya pikir-
pikir ya udah saya ambil, enggak tahunya dia mau melakukan audit investigasi dan kita
bilang kalau misalnya audit investigasi maka itu ada terusannya kan, terusannya kepada
pengadilan tersebut. Ya udah saya saranin jangan sebagai audit investigasi tapi sebagai
audit prosedur. Nah audit prosedur tersebut yang kita tanganin akhirnya sampai 3 bulan.
Dia hanya melihat prosedur yang dia tanganin itu cukup enggak untuk 3 bulan tersebut.
Akhirnya kita rasakan coba lihat bukti-buktinya sebelum kita menangani klien tersebut dan
NLWD PHODNXNDQ DSD QDPDQ\D«HKPP WXUXQ NH ODSDQJDQ WHUVHEXW XQWXN PHOLKDW GRNXPHQ
dan sebagainya dan saya rasa cukup maka kita lakukan audit prosedur tersebut. Kita
lakukan scanning secara menyeluruh kemudian keluar report..dan enggak tahunya pas
report itu di audit prosedur tersebut kita udah ada perjanjian secara lisan aja
perjanjiannya. Wah ini jangan pernah ditanganin eh dimajukan ke dalam pengadilan,
enggak tahunya mereka ingkar. Akhirnya pas ingkar tersebut tiba-tiba kita dapat dari surat
151

panggilan dan auditornya kan beneran saya, yang saya pegang itu. Akhirnya saya harus
ERODN EDOLN PHQJXUXVL«KHHK VHEDJDL VDNVL DKOL 6DNVL DKOLQ\D LWX VD\D HHH« DSD
namanya saya informasiin ke polisi bahwa saya tidak mau hadir gitu. Saya cuma sebagai
HHH« PHPEHULNDQ NHWHUDQJDQ WHUXVQ\D NHWHUDQJDQ GDUL NLWDQ\D LWX VHEDJDL DXGLWRU
PDND GLVDPSDLNDQ GLGHSDQ SHQJDGLODQ WHUVHEXW ´
³ 7Hrkait audit dana kampanye, kita mendampinginya. Enggak tahunya di dalam audit
dana kampanye yang tidak seberapa diungkapkan adalah keuangannya. Mereka hanya
melakukan audit dana prosedur, jadi prosedur yang disepakati, apakah mereka
melakukan kampanye beberapa kali. Jadi waktu itu kita berhubungan sama akuntan
publik. Ohh rupanya akuntan publik di data kampanye itu tidak terkait dengan laporan
NHXDQJDQ VHFDUD GHWDLO« ´
³SURVHVQ\D DJDN OXPD\DQ ODPD \D LWX NDQ EXDW Q\DUL-nyari referensi tersebut. Karena
mereka memang punya tim tetapi kan tim kemenangan aja bukan tim untuk mengkaji
peraturan-peraturan didalam KPU tersebut. Mereka lalai terhadap itu, makanya mereka
menugaskan kita untuk melihat benar enggaknya sih kalau dana kampanye sekian-sekian
rulenya, peraturan-peraturannya. Saya rasa kalau untuk akuntan publik itu tidak seberapa
karena kalau yang sejauh saya tanganin sih jangan macam-macam yah sama kita.
Jangan coba-coba untuk apa namanya, untuk melakukan eee menyembunyikan data dan
sebagainya..Jadi saya sXGDK NDVLK WDKX GDUL DZDO DWXUDQ PDLQQ\D«´

Batasan dan aturan Bapak Munaj dalam mengajar diterapkan pula dalam pengalamannya

sebagai akuntan pendidik. Beliau menerapkan rule of class untuk kegiatan pengajaran di kelas

baik berupa kriteria penentuan nilai mahasiswa, sopan santun dan adab berkomunikasi dan

berperilaku di kelas maupun diluar kelas serta aturan main lainnya dalam perkuliahan. Semua

aturan dan ketentuan dalam perkuliahan itu perlu dinegosiasikan dan disepakati oleh mahasiswa

agar tercipta iklim perkuliahan yang sehat dan mahasiswa tidak memiliki keinginan untuk

menguasai atau mendominasi posisi tersebut. Dengan demikian akuntabilitas masing-masing

pihak tercipta. Pembahasan tersebut diungkapkan beliau dalam wawancaranya berikut ini:

³VHEDJDL DNXQWDQ SHQGLGLN VDDW PHQJDMDU GDQ VHEDJDLQ\D XGDK NLWD ELODQJ GL DZDO EDKZD
NLWD EXDW HHH« rule of class tersebut tidak ada komunikasi eee yang sifatnya memberikan
gratifikasi dan lain sebagainya, memang real. Tetapi kalau untuk di pengajaran tidak
ada..tidak ada sesuatu yang kompleks. Tapi kalau ada yang namanya lari ke politik nah
LWX« GDODP DUWLDQ GRVHQ LWX WXUXW VHUWD GL GDODP HHH DSD PHPSHUROHK VXDWX MDEDWDQ LWX
XGDK VDQJDW « ´
³ <DD GL LQVWLWXVLQ\D \D .LWD PDX PHQMDGL .HWXD -XUXVDQ DWDXSXQ \DQJ ODLQ WDSL NDODX
yang biasa-biasa saja atau yang tidak tertarik itu ya, bagi kita ya tidak ada eee biasa-biasa
saja bukan challenge bagi kita karena saya pribadi lebih baik menghindari yang seperti
LWX«´
³<DD NDGDQJ NDGDQJ DGD NHWLGDNVDQWXQDQ PDKDVLVZD GL GDODP SURVHV EHODMDU PHQJDMDU
tersebut. Ketika keluar kelas tidak izin dengan kita, terus sms atau whatapp dengan
bahasa yang kurang santun. Akhirnya kita sebenarnya secara pribadi belum berani negur
mereka agar santun dong. Karena kita mempunyai mempunyai apa yah..haluslah enggak
152

kasar, enggak seperti itu yah bagi kita kan yah cukup mengerti aja kalau kita enggak halus
berarti kita ada marah di situ ya kita balas whatsapp atau smV WHUVHEXW ´
³ NDODX GL LQVWLWXVL SHQGLGLNDQ QHJHUL LWX NDQ NLWD PHQJHOXDUNDQ rule of class. Misalnya
tidak ada komunikasi yang sifatnya nilai, berkaitan dengan nilai dan sebagainya. Nilai
tanggungjawab daripada dosen dan tidak ada yang bisa diganggu gugat karena UTS,
terutama UTS ya, UTS dan lain-lain. Kita akuntabilitas dalam artian kita ini tanggung jelas
tersebut dan kita juga respon dalam artian tanggungjawabnya. Jadi kalau responsibilitas
kan sama dengan akuntabilitas, kalau responsibilitas kan tanggung jawab kalau
akuntabilitas kan tanggung jelas. Bahwa kita memang jelas nih nilai-nilainya mereka gitu.
Jadi tidak ada bargaining GL PXND ´

Bapak Hardiman yang bekerja sebagai akuntan publik dan akuntan pendidik menilai

idealisme sebagai titik penting akuntan dalam bekerja. Idealisme disini sesuai fitrah diri yakni

mengikuti alur dan maksud kehendak Tuhan. Dengan demikian jiwa tidak mengalami konflik

penyelesaian masalah yang menimbulkan dilema, karena semua permasalahan atau dilema

yang timbul, solusi akhirnya akan berujung pada kuasa Tuhan sebagai sumber solusi dari

masalah tersebut (spiritual). Meski demikian pertentangan dan perdebatan yang ditawarkan

dunia agar jiwa mau mempertaruhkan sisi idealismenya, menjadi hal yang marak serta lumrah

terjadi belakangan ini. Mengorbankan idealisme justru menjadi sebuah komoditi yang marak

diperjualbelikan, dirasionalisasikan bahkan dianggap sebagai sesuatu yang masuk akal serta

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal ini dikarenakan sebagian jiwa tidak memiliki

kemampuan intelektual dalam menentukan kebenaran. Oleh sebab itu Bapak Hardiman memilih

keluar dari pekerjaannya sebagai auditor pemerintahan dan selanjutnya mendirikan Kantor

Akuntan Publik untuk memperoleh kebebasan dan kemerdekaan dalam menyuarakan pendapat,

hak serta keinginan yang selaras. Melalui tindakannya tersebut, beliau berharap memperoleh

keleluasaan jalan untuk mempertahankan idealisme, independensi, integritas serta

profesionalisme. Berikut ini paparan beliau dalam cuplikan wawancaranya.

³7HPXDQ ELVD PHPEHULNDQ NLWD QLODL WDPEDK NHSDGD NOLHQ DWDX auditee kita. Dulu saat
bekerja di pemerintahan, temuan yang paling memuaskan adalah mampu menemukan
kecurangan yang merugikan sehingga dia bisa..ehhmm,,diproses lebih lanjut. Jadi kita
bisa menemukan suatu tindak kecurangan yang bisa kita buktikan, istilahnya terbuktilah
kalau terjadi kasus korupsi disitu. Itu terbukti ada dokumennya lengkap sehingga masuk
ke proses pengadilan (beliau menjelaskan dengan semangat berapi-api). Dari kasus yang
ditangani mulai tahun 1987 hingga 2002, ditemukan 2 kasus yang masuk pengadilan.
153

Mungkin ada beberapa penyimpangan tapi tidak bisa sampai ke pengadilan. Paling
jatuhnya pada masalah hukuman disiplin pegawai saja yakni mengembalikan kerugian
negara saja. Bekerja sebagai auditor perlu memperhatikan sisi idealismenya juga yah ..he
he he ya. Kita memeriksa pembukuan suatu entitas untuk menilai kewajarannya atau
mungkin menemukan kecurangannya..nah itu sama-sama ada idealismenya tuh. Sebagai
akuntan publik pun saya melihat pasti ada idealismenya yang dipertaruhkan disini. Jika
dilihat dari sisi kenyamanan pasti lebih nyaman di pemerintahan, karena tiap bulan dapat
gaji. Walau demikian, saya keluar dari pemerintahan ke swasta karena saya punya
pemikiran tidak mau menFDUL XDQJ HKP EXNDQ« PDNVXG VD\D WLGDN PDX PHPEHUL
makan anak saya dengan uang haram. Jadi saya berusaha sebaik mungkin untuk mencari
pekerjaan atau uang halal saja, jadi yang halal-KDODO VDMD ´
³ 'XOX VHEDJDL DNXQWDQ SHPHULQWDK EDQ\DN WHUNRQWDPLQDVL dengan dengan politik, Maaf,
saya enggak bisa jawab lebih lanjut. Terkait kondisi itulah yang menyebabkan saya
memutuskan keluar dari pemerintahan. Saya tidak bisa mem..apa istilahnya menahan
atau melakukan pelanggaran etika profesi hanya untuk kepentingan politis. Itulah yang
saya hadapi dahulu. Bagi saya, terkait dengan unsur politis mengakibatkan saya tidak
independen, profesi itu sudah enggak benar lagi menurut saya. Oleh sebab itu solusinya
adalah saya keluar di tahun 2002. Sebagai auditor itu yah seharusnya pure auditor,
pegang teguh nilai-nilai integritas, independensi dan profesional jangan sampai laporan
yang dihasilkan terkontaminasi oleh hal-KDO \DQJ EHUVLIDW SROLWLV ´

Bapak Hardiman memahami dan memaklumi banyak alasan dalam diri seseorang saat

mempertaruhkan idealismenya. Salah satunya terkait aspek materialitas yang menjadi

pendorong hasrat diri seseorang saat bereksistensi maupun berkuasa. Adakalanya aspek

materialistis menjadi titik berat seseorang ketika mengarahkan ketakutannya menuju tindakan

irrasional seperti manipulasi, korupsi bahkan tindakan pelanggaran etika. Terlebih lagi bila

seseorang tersebut tidak memiliki integritas didalamnya. Aspek materialistis serta titik-titik

kerawanan dalam praktek akuntansi menjadi penekanan Bapak Hardiman saat memberikan

pengajaran kepada mahasiswa. Berikut ini merupakan argumentasi tambahan Bapak Hardiman

dalam cuplikan wawancaranya berikut ini:

³6D\D SDKDP VHWLDS RUDQJ SXQ\D NHWHUEDWDVDQ HNRQRPL HQJJDN DGD XDQJ WHWDSL LQJLQ
keluar dari sana. Sekarang masalahnya dikembalikan ke orang itu sendiri, bagaimana dia
menghadapi masalah tersebut dan apakah keluarganya telah siap untuk itu. Mereka
harus berani, harus punya jaminan bahwa besok anaknya akan makan apa. Itulah yang
menjadi pertimbangan. Saya secara pribadi tidak mau menyalahkan kondisi teman saya
yang masih bekerja di pemerintahan, enggak apa apa mungkin memang dia preferensinya
di situ. Mudah-mudahan saja integritas dia tetap terjaga gitu aja. Saya sendiri berani
keluar pastinya ada dukungan dari keluarga, mereka siap apa enggak. Kalau siap oke
saya keluar, jika mereka enggak siap, mungkin saya akan cari alternatif lain..begitu
LVWLODKQ\D´ EHOLDX VHSHUWL PHQJLQJDW-ingat kenangan masa lalu)
154

³6HNDUDQJ VHEDJDL DNXQWDQ SHQGLGLN SXQ VDDW PHQJDMDU VDya tidak memberikan sesuatu
yang bersifat teori saja tetapi justru bagaimana aplikasi teori itu diterapkan dalam praktek
dan bagaimana kemungkinan terjadinya penyimpangan di sana kan gitu, nah itu yang
harus mereka hindari. Misalkan dalam praktek katakanlah di industri, ada kerawanan,
saya mengajarkan titik-titik rawannya, itu jika ingin menjadi akuntan publik, tetapi jika
menjadi akuntan manajemen yah awasi saja titik-titik kerawanan sehingga resiko yang
WLPEXO ELVD GLSHUNHFLO´

Pandangan Ibu Elvi berupaya menselaraskan ilmu terapan yang diperoleh dalam

prakteknya sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam memahami

teori akuntansi dan auditing yang diajarkan selama perkuliahan. Pengalaman beliau sebagai

akuntan publik memberikan wawasan kepada mahasiswa agar tertarik bekerja sebagai akuntan

publik. Beliau menjelaskan sisi positif berupa keuntungan finansial yang diperoleh mahasiswa

saat bekerja sebagai akuntan publik dan juga efek negatif beliau saat bekerja sebagai akuntan

publik. Peneliti melihat antusiasme Ibu Elvi saat menjelaskan profesinya sebagai akuntan publik.

Passion beliau saat mengajar dan memberikan wawasan tentang akuntan publik adalah untuk

meminimalisir kesenjangan yang terjadi antara praktek dan teori yang selama ini memiliki jurang

pemisah diantaranya. Berikut ini informasi dari Ibu Elvi dalam cuplikan wawancaranya.

³«PHQMDGL DNXQWDQ SXEOLN WXK PHPEXDW NLWD PDPSX EHUILNLU UXPLW JLWX ORK PDNVXGQ\D
mampu mengambil keputusan dalam situasi yang banyak variabelnya. Ya itu menarik,
PHPEXDW NLWD WXK EHUILNLU 1DK SHNHUMDDQ LWX \DQJ PHQDULN PHQXUXW VD\D ³
³.DODX DNXQWDQ SXEOLN NDQ HQJJDN DGD SHQVLXQQ\D LEDUDWQ\D -DGL VDPSDL QDQWL XVLD
SHQVLXQ PDVLK ELVD WHUXV EHUNDU\D 1DK LWX VDODK VDWX VLVL MXJD \DQJ PHPEXDW«NLWD
bekerja norPDO XVLD WDKXQ XGDK VHOHVDL ´
³$UDK PHQXMX NHPDQGLULDQ VHFDUD financial «NHPXGLDQ PHPEXDW NLWD EHUILNLU GHQJDQ
EDQ\DN VLWXDVL VHKLQJJD PDPSX PHQJDPELO NHSXWXVDQ GDODP EDQ\DN KDO« KPPP
YDULDEHO LWX VDQJDW PHQDULN ´
³«PHPDQJ PHUDVD« EDQ\DN« SHQJDODPDn di lapangan ternyata..fresh graduate itu
«KPPP EHOXP matching JLWX ORK« GDQ ND\DNQ\D VD\D KDUXV WHUMXQ ODQJVXQJ QJDMDU
langsung ke sumbernya. Belum bisa mengurangi, tapi paling enggak meminimalisasi
kesenjangan ..kadang kalau pemahaman teori saja tidak dari praktisi tidak cukup, maka
saya usulkan waktu itu juga di meeting institusi seperti rapat pleno dosen..kombinasi
antara pendidik dan publik itu bagus, karena bisa sharing experiencenya ´

Meski demikian, Ibu Elvi menyadari bahwa muatan pengajaran itu tidak selamanya

didominasi oleh pengalaman akuntan publik saja melainkan mengandung muatan perspektif lain

yakni sudut pandang akuntan pendidik yang menjelaskan kondisi ideal akuntan publik dalam
155

bersikap dan berperilaku. Dengan demikian mahasiswa memperoleh wawasan dari berbagai

sudut pandang. Berikut ini cuplikan wawancara tersebut.

³0XQJNLQ EXNDQ GDODP SRVLVL PHQHWUDOLVLU \DK NDUHQD PDVLQJ-masing memang punya
fungsinya. Akuntan pendidik jelaV GLD KDUXV LGHDO KDUXV LGHDO«NDUHQD KPPP«PHPDQJ
yang ingin dicapai ya ideal tersebut, gitu ya. Tapi kalau yang lapangan juga harus ideal
?...hanya saja sebenarnya banyak variabel, sehingga tidak bisa mencapai keidealan
tertentu. Tapi ini masalahnya bukan soal pendidiknya..bukan akuntan pendidik atau
akuntan publiknya, tapi lebih kearah..peserta, mahasiswanya.. Iya..mahasiswa kalau
menerima dari berbagai sumber, itu kan dia lebih kaya secara keilmuan, sehingga tidak
hanya menerima dari sisi idealnya saja, bukan berarti ada satu variable, satunya enggak,
kan?. Hmmm.. a hundred percent eh text book misalnya.gitu yah. Misalnya dididik saja
dari buku, gitu enggak..Tapi kalau ada unsur pengayaan dari praktek nyata, dia akan lebih
ND\D PHPSHUND\D PHPSHUNXDW« -DGL NDODX GLD WHUMXQ GLD NDQ VXGDK DGD JDPEDUDQ
sebelumnya. Bukan berarti itu baik atau tidak EDLN QGDN« ,WX VXDWX SHQJD\DDQ DWDX
bukan gitu, memperkaya membuat dia lebih..mem..lebih siap gitu..masuk industri tersebut
JLWX ´
³ SHUOX DGD SHQ\HLPEDQJDQ PXQJNLQ NDODX a hundred percent akuntan public mungkin
yes, mungkin.. Tapi ada orang yang enggaN JLWX ORK \D«WDSL GHQJDQ YDULDVL JLQL NDQ HQDN
6D\D MXJD QJDMDUQ\D QJJDN IXOO JLWX ´
³+PP SDWRNDQQ\D LWX VD\D MDGL EHUSLNLU VD\D KDUXV PDQGLUL -DOXU PDQGLUL DSD" $NXQWDQ
publik..owner gitu loh bu dan saya enggak terbatas dengan masa pensiun gitu.. Meskipun
saya enggak memburu-buru amat, gitu akuntan publik sampai kejang-kejang itu ya
HQJJDN ´
³« NHOXDU NRWD SXQ no problem. Kalau enggak terlalu. Tetapi ini prinsip seimbang lah bu,
jadi saya enggak..lebih memberatkan Akuntan Publiknya juga enggak, pendidiknya juga
enggak. Saya rasa sama-VDPD ´

Ibu Elvi merupakan pribadi yang tegas dalam berbicara dan bertindak. Hal tersebut terlihat

dari hasil wawancara peneliti kepada beliau terkait kasusnya dengan klien yang melibatkan

integritas serta pemberian opini. Beliau berani menegaskan kepada klien yang berasal dari luar

negeri untuk mencari KAP lain jika keinginannya tidak sesuai dengan kehendak beliau. Dalam

wawancara peneliti kepada Ibu Elvi diungkapkan beberapa kasus yang membutuhkan

penegasan beliau. Peneliti melihat sosok beliau sebagai wanita tegas yang memiliki keyakinan

kuat saat mengambil keputusan. Berikut ini cuplikan wawancara tersebut.

³,QWHJULWDV LWX VDQJDW GLXML GL ODSDQJDQ .DUHQD GL ODSDQJDQ LWX ELVD PDVXN NDWHJRUL
LGHDOLV JLWX \DK« .DODu misalnya saya enggak bisa, hmmm ya sudah saya tolak aja.
Nah itu yang perlu dishare ke mahasiswa kalau kita punya integritas sebagai akuntan
SXEOLN -DGL NDODX HQJJDN \D HQJJDN VDMD ´
³«<D PHPDQJ OD\DN XQWXN RSLQL disclaimer (beliau seperti mengerutu dan menumpahkan
kekesalan, ketika menceritakan salah satu kliennya). Kalau memang, hmmm.. anda
HQJJDN ELVD PHQHULPD« \DK VLODKNDQ 7DSL PDVLK RNH $NKLUQ\D PHUHND PDX GDQ WHWDS
156

bayar. Karena memang kondisinya disclaimer, itu yang pertama. Kemudian kedua, saya
pernah sampaikan juga ke auditee, sudah deh tahun depan enggak usah dengan kita
ODJL«QDK LQL NDQ VRDO SLOLKDQ MDGL VD\D ELODQJ XGDK HQJJDN ELVD .DUHQD VD\D GLPLQWD
untuk misalnya, eh..mengubah laporan sesuai dengan keinginan. Hmmm..ini kan lintas
negara tuh bu,,kita kan sudah IFRS waktu itu Indonesia. Yes I know you come from
Indonesia LQL \DQJ WHOHSRQ GDUL UHJLRQDO 0DOD\VLD WDSL RUDQJ ,QGLD«GDQ LQL
perusahaannya, perusahaan yang di ada Indonesia sifatnya cabang yang diaudit, kita
meeting bersama waktu itu dengan Direksinya juga dengan Teleconference, terus dia
bilang..Please tell to your partner«7HUXV VD\D ELODQJ«I am the partner, I take decision.
Terus saya bilang..enggak bisa. Sudah ada di opini kita. Ada dibawah itu kan
pasti..hm,,bahwa ini hukumnya adalah hukum Indonesia. Yes kita IFRS tetapi IFRSnya
IFRS Indonesia kan memang belum fully adopted. Nah diminta disamain, samain. Nah itu
tugas anda. Karena saya di Indonesia menganut IFRS yang waktu itu tahun sekian lah
gitu Seperti itu, ya itu tugas anda untuk menyamakan, bukan saya. Jadi kalau mau
GLVDPDNDQ \DK HQJJDN ELVD ´
³«GDQ LWX KDUXV NDODXSXQ L\D DGD SHULNDWDQQ\D ODLQ ODJL JLWX ORK EX %XNDQ PDLQ ND\DN
gitu. Nah, singkat cerita, saya tanya, ini siapa sih, regional yang telepon? Oh iya bu, ini
RUDQJQ\D EDUX EDUX HQDP EXODQ LQJLQ GDSDW SUHVWDVL WDSL EHUXVDKD QHNDQ JLWX NDQ« 2K
HQJJDN ELVD«\D XGDK WDKXQ GHSDQ \DQJ ODLQ DMD 2K \D WHQWX EX <D VXGDK PHPDQJ
harus gitu, karena daripada dia ditekan, gitu manajemennya, oleh disana.. Mending yang
bisa mengakomodir apa kehendaknya. Saya enggak bisa. Yang ketiga, saya pernah
menolak eh..mengubah laporan. Saya bilang ya sudah, saya sudah tanda tangan,
menurut saya ini udah data yang terbaik. Kalau diubah, saya enggak bisa. Sampai di lobi
berkali-kali saya bilang enggak bisa. Ya sudah, akhirnya dengan yang lain. Jadi memang
DGD EHEHUDSD SLOLKDQ NDQ ND\DN JLWX (PP«PXQJNLQ NDUHQD VD\D WLGDN WHUODOX
memikirkan, karena karena saya tidak terlalu memikirkan dapur mungkin ya bu.. jadi buat
saya dapur tuh sudah..nomor sekian gitu. Yang penting saya bisa bekerja dengan
integritas. Ya tetap meskipun itupun selalu akan diuji..diuji. Bahkan dengan full integritas
pun enggak bisa juga. Sometimes, karena ketidaktahuan kita juga akhirnya bisa kena
MXJD ´

Bagi Ibu Elvi, perubahan terkait angka, metode, sistem dalam pengukuran maupun

perhitungan dalam akuntansi selalu memiliki alasan jelas dan hal tersebut bukan merupakan

suatu masalah. Menurut beliau, sebuah tindakan akan memperoleh persetujuan manakala alasan

dibalik tindakan tersebut masuk akal, posisinya jelas baik ilmu pengetahuan maupun batasan

etika yang digunakan. Terkait hal tersebut, semua pihak memegang peran penting untuk ikut

serta bertanggungjawab tidak hanya dari sisi KAP maupun klien saja tetapi juga dari pihak

eksternal seperti OJK, Departemen Keuangan serta BPK. Seperti diungkapkan beliau dalam

wawancaranya berikut ini.

³ WHUNDLW DQJND MXJD ELVD EHUXEDK \D WHWDSL KPP DSDODJL VHNDUDQJ EXNDQ ,)56 LWX NDQ
Judgement Oriented. Jadi banyak sekali judgement, bukan rule oriented lagi, bukan rule
based. Hmm basenya banyak judgement professional. Jadi bila ada satu angka itu bisa
157

dipandang beda oleh akuntan publik yang lain, asal dia punya reason-nya. Jadi
bermainnya justru di ilmu. Kalaupun angka-angka berubah, asal dia punya reason enggak
masalah. Reason yang bisa dipertanggungjawabkan yah. Bukannya judgement dia,
tanggungjawab jam terbangnya dia enggak papa seharusnya. Jadi yang jadi masalah,
kalau angka dipermainkan enggak punya dasar. Dasarnya asal bapak senang, biasanya
DVDO NUHGLW ODQFDU ´
³/HWDN HWLND OHWDN LQWHJULWDV PDQD \DQJ PDVLK ELVD GLNRPSURPLNDQ :LOD\DK \DQJ VHSHUWL
apa, yang masih bisa aman...batasnya batas koridor SPAP, yang standar profesionalnya
yang boleh di..misalnya judgement profesionalnya masih diberikan wilayah untuk itu ya
sudah, gitu. Kita bermain di situ. Itu pun masih kena tegur sama Kementrian Keuangan,
ND\DN VD\D NDQ VHPXDQ\D NDQ DGD QDQWL«´
³<D VD\D NLUD VHPXD DGD DGD reasonnya..oke saya terima.. Ibu belum menetapkan nih
tingkat..hmm..tingkat..Misalnya ibu belum menetapkan tingkat materialitas level laporan
keuangan. Saya bilang ini klien udah bertahun-tahun bu. Saya sudah kenal. Nggak usah
ditetapkan pun, saya udah tahu. Dan saya sudah tetapkan juga tingkat materalialitas.
Kemudian dijawab, iya bu tapi itu tingkat akun bu, belum tingkat laporan keuangan. Yah
NDODX ND\DN JLWX NDQ HQJJDN EDNDO IDWDO DPDW LWX«´
³« NDODX VHPXD SHPDQJNXQ\D PHQMDODQNDQ VHVXDL rule masing-masing dalam koridor
etika. Saya rasa itu bisa dan saya yakin akhirnya makin lama makin bagus. Mau
kedepannya, Insyaalah lebih bagus asal semuanya mau dan mau lebih baik lagi. Semua
pemangku tidak hanya akuntan publiknya saja tetapi juga regulator nya membuat aturan
juga.. yang mengontrol misalnya OJK, BPK kemudian auditeenya atau perusahaan itu
VHQGLUL ´

Bapak Ariel merupakan sosok yang penuh semangat dalam bekerja dan mengajar. Beliau

merupakan pribadi yang detail, tekun bahkan mampu mengingat semua pencapaian yang

dilakukan dalam hidupnya. Meskipun umur beliau sudah mendekati masa pensiun, tidak

menyurutkan semangat beliau dalam berdedikasi dan memiliki etos kerja tinggi. Spirit keilahian

bahkan mampu menguapkan lelah beliau dalam aktivitas kesehariannya. Peneliti terkesan

dengan semangat beliau saat bercerita mengenai pencapaian prestasi khususnya performa

beliau dalam menjaga integritas dan meningkatkan profesionalisme dalam bekerja. Berikut ini

cuplikan wawancara Bapak Ariel terkait informasi tersebut.

³6D\D SHUQDK SHUQDK PHQGDSDW WXJDV NKXVXV GL .HPHQWHULDQ %801 PHPEDQWX


Corporate Secretary di bidang pengendalian dan pengawasan. Jadi seperti auditor
internal tapi mengawasi seluruh BUMN di Indonesia, sebentar sih hanya 13 bulan
VDMD«'L .HPHQWHULDQ LQi saya menemukan 179 kontrak-kontrak diseluruh BUMN di
Indonesia, yang bernuansa KKN. Kalau sudah begini, biasanya kalau enggak layak
VHFDUD ELVQLV QDQWL DGD \DQJ GLNHOXDUNDQ DWDX NRQWUDN KDUXV GLSXWXV 1DK LQL QLK«PDVXN
NH ELVQLV HWLV«3DGD PDVD UHIRUPDVL justru kita terpaksa memutus satu-VDWX JLWX« ´
³ VD\D VLK HQJJDN DGD PDVDODK NDQ FXPD HYDOXDVL .LWD GDUL WLP KDQ\D QJHOLVW VDMD LQL
kontraknya siapa, kerugiannya kira-kira berapa, sejak kapan kira-kira BUMN tersebut
158

memberikan potensi merugikan.. sampai segitu yah dihitung berapa triliun saja pas waktu
GLKLWXQJ«´
´ (KP MDGL WXJDV VD\D GL .HPHQWHULDQ %801 PLULS SHUVLV GHQJDQ \DQJ DGD GL %3,6
yakni sama-sama pengawasan tapi seluruh BPIS di Indonesia. Kadang ada laporan dari
masyarakat tentang tuduhan KKN kadang kita ikut mengevaluasi datang ke BUMN yang
bersangkutan untuk evaluasi singkat begitu yah ada wawancara dengan direksi-
GLUHNVLQ\D EHJLWX«´
³« .DODX GL SHUXVDKDDQ NDQ DGD LQWHJULWDV \DNQL WLGDN PHQHULPD DSDSXQ GDQ GDUL
siapapun yang berhubungan dengan pekerjaan berarti otomatis dari logistik harusnya
enggak boleh menerima dari pihak vendor..Seperti bagian sales enggak boleh menerima
GDUL NRQVXPHQ \DK«<DQJ EHUKXEXQJDQ GHQJDQ SHNHUMDDQ QHULPD DSDSXQ GDUL VLDSDSXQ
ya bisa uang, barang atau dari siapapun yang nantinya dilaporkan sebagai gratifikasi.
:RQJ PLVDONDQ VD\D LNXW DSD \DK NHPDULQ \D LNXW UDSDW DSD« GDSDW VHVXDWX LWX KDUXV
GLODSRUNDQ L\D GLODSRUNDQ«´

Ibu Diane sebagai akuntan manajemen menilai keberadaan data pendukung sebagai

sumber utama dalam pengambilan keputusan. Terlebih lagi saat beliau bekerja di PMA yang

terkenal sangat tegas akan aturan dan proseduralnya sehingga mampu menjaga dan

memperhatikan berkas-berkas pendukung (data oriented). Demikian cuplikan wawancara Ibu

Diane terkait data tersebut.

³$NXQWDQ NDQ EHNHUMD EHUGDVDUNDQ GDWD \DQJ DGD 6HODPD HQJJDN DGD GDWDQ\D NLWD JD
bisa ngomong apa-apa. Sifatnya kan memang begitu. Semuanya harus ada data harus
ada bukti harus konsistensi gitu dengan tahun sebelumnya. Jika pakai metode tahun lalu,
PDND WDKXQ LQL MXJD KDUXV SDNH PHWRGH \DQJ VDPD 6HPXD DGD GDVDUQ\D« L\D GDWD ILNWLI
itu berarti enggak benar dong yah. Itu mah jatuhnya udah ke penipuan ya fraud ya enggak
EROHK GRQJ KDUXV GLKLQGDUL ´
³%HNHUMD GL SHUXVDKDDQ -HSDQJ KDPSLU HQJJDN bisa macam-PDFDP 0DNVXGQ\D HKKK«
saya sih enggak tahu yah dengan perusahaan lain. Tapi kalau ngobrol dengan teman-
teman gitu yah banyak perusahaan yang ehh istilahnya menggelapkan pajak atau enggak
bayar pajak atau gimana gitu. Itu kan sebenarnya tuntutan dari atasan yah dari Top
Managerial gitu loh. Nah untungnya aku kerjasama dengan manajerial yang lebih taat
pajak. Jadi perusahaan Jepang itu memiliki etika gitu loh perusahaan induknya juga punya
HWLND EDKZD PHQMDODQL VHVXDWX WXK KDUXV EHUVLK JLWX ´
³ ,\D NDODX 3HUXVDKDDQ 0RGDO $VLQJ ELDVDQ\D WDNXW 30$ -HSDQJ \DK«ELDVDQ\D GLD
patuh aturan karena enggak mau macam-macam di negeri orang. Tapi kalau PMA China
tuh biasanya suka double booking ´

Dilain pihak, Ibu Diane menambahkan bahwa permainan klaim atas pembebanan

pengeluaran perusahaan itu merupakan hal lumrah terjadi di perusahaan tempat beliau bekerja.

Beliau mengkaitkannya dengan pajak yang tidak mempermasalahkan hal tersebut. Seperti

perusahaan asing tempat Bu Diane bekerja merupakan perusahaan yang taat membayar pajak
159

serta patuh terhadap ketentuan dan ketetapan yang ada. Meskipun di lain sisi, perusahaan

tersebut justru merasionalisasikan bahkan menganggap remeh pelanggaran yang dilakukan oleh

pihak ketiga dalam hal ini pihak forwarder yang menjembatani kepentingan urusan importir PMA

tersebut dengan Bea Cukai. Ibu Diane selalu manajer keuangan perusahaan tidak bisa berbuat

banyak karena fenomena tersebut menjadi bagian dari kebijakan dan budaya yang telah lama

berlangsung di perusahaan. Ibu Diane menilai fenomena suap menyuap ini merupakan budaya

lama yang sudah mendarah daging dalam perusahaan. Ketika ada ketentuan baru terkait eksport

import, maka pihak perusahaan memberikan tanggungjawab tersebut kepada pihak ketiga untuk

menyelesaikan dan memudahkan urusan eksport import serta mentolerir apapun bentuk dan

mekanisme penyelesaiannya.

³0DQDMHU PXQJNLQ EHUILNLU NDQ DK DNX PDX QJDMDN PDNDQ-makan nih gitu kan, boleh nggak
sih pake klaim..eh boleh nggak sih di reimburse. Akhirnya apa gitu sebenarnya off the
record aja tapi dia bilang, ya udah klaim atas nama si customer. Jadi secara pajak kita
masih boleh kan gitu, jadi ya gitu-gitulah. Fleksibilitas kayak gitu loh aku sering lihat gitu
ORK EDKNDQ DNX MXJD PHODNXNDQQ\D ´
³0DVDODK DNXQWDQ Ltu bukan masalah pencatatan saja. Kalau yang aku lihat sekarang
hampir seluruh lingkup pekerjaan kita tuh semua diawasi sama Badan Pemerintah gitu
loh, apa itu Dirjen Pajak. Semua harus online kan sekarang. Kalau perusahaan tempatku
bekerja kan perusahaan manufaktur. Secara otomatis dia ke ehh apa namanya ke bagian
'HSDUWHPHQ 3HULQGXVWULDQ ´
³.DODX PDVDODK QHJR GHQJDQ %DQN 1HJR-nego kita paling sering di Import atau apa itu
sih ada sih, yang bagiannya eehh under table gitu ngurus-ngurusin gitu. Under table kayak
misalnya baru-baru ini tuh eeh, masukin barang harus ada license. Sekarang itu hampir
semua barang tuh sepertinya kayaknya harus ada License kan sejak 2016. Eeh kalau kita
license importnya apa kita tuh enggak bisa license import barang ini, misalnya barang
DSD ´
³«L\D MDGL HHK DGD EDUDQJ QDPDQ\D BFA paper. Jadi paper itu bentuknya eeh apa kaya
lembaran berhubungan dengan Departemen Kehutanan kali yah. Ya itu tadinya kita selalu
under table nah ternyata sejak ada aturan apa..ngasih duit ke si Importnya nggak tahu
lah. Pokoknya itu semua yang ngurus si forwarder ya jadi forwarder lah yang ngurus. Tapi
NLWD WDKX EDKZD LWX WXK HHHK QJJDN OHJDO JLWX ´
³WDSL DNX PHOLKDWQ\D VHODPD LWX \DQJ PHODNXNDQ EXNDQ SHUXVDKDDQ NLWD«L\D LWX NDQ
forwarder ha ha jadi gitu emang sih kelihatannya nggak benar. Forwarder kan pihak ketiga
\DQJ QJHODNXLQ LWX .LWDNDQ WDKXQ\D EDUDQJ LWX PDVXN GDQ PHPDQJ EDUDQJ LWX PDVXN ´
³+HHK«L\D GDQ HHK SDGD VDDW GLD PHQDJLKNDQ DSDSXQ LWX LWX XGDK WHUPDVXN NHGDODP
feenya dia. Jadi kita nggak tahu gitu loh. Aku sih melihatnya seperti itu ya walaupun juga
DGD NHJLDWDQ QJJDN EHQDUQ\D WDSL \D«´
160

Permasalahan Ibu RAS terkait pekerjaannya sebagai auditor internal pemerintah adalah

ketidakmaksimalan waktu beliau saat mengaudit diluar kota. Durasi waktu yang ditetapkan itu

terbatas meskipun program yang ditinjau cukup banyak. Beliau bersyukur karena kompleksitas

dan stress nya tidak seberat beban beliau saat bekerja sebagai auditor eksternal di BPK tersebut.

Meski demikian beliau harus banyak mengeksplorasi dan mengkaji lebih dalam temuan yang

diperoleh. Beliau menilai lokasi atau tempat yang diaudit mempengaruhi kemampuan beliau

sebagai auditor. Semakin ke daerah timur lokasi penugasan audit beliau, beliau merasa

kemampuannya sebagai auditor kurang tertantang. Ibu RAS merasa tertantang kemampuannya

sebagai auditor justru saat beliau dinas di Jakarta. Saat mengaudit PEMDA di wilayah Indonesia

Timur, beliau banyak menghadapi permasalahan yang bersifat non tehnis dimana sistem

keuangan mereka secara keseluruhan dibuat oleh konsultan lokal atau BPKP. Ibu RAS menilai

tidak ada transfer knowledge dari interaksi PEMDA dan konsultan, karena konsultan terus

menerus dibayar untuk mensupport sistem yang ada di PEMDA tersebut, sehingga tidak terdapat

proses pembelajaran (sharing knowledge) disana. Berikut ini merupakan pendapat Ibu RAS saat

wawancara.

³«NDODX GLGDHUDK VXVDK XQWXN PRORU ZDNWX NDUHQD LWX GLDNDOL GHQJDQ overtime atau kita
ambil yang signifikan saja. Kita punya program review tuh banyak banget. Jadi enggak
WHUODOX PHQGDODP EDQJHW«´
³«NDUHQD VD\D SHUQDK PHQJDODPL WDKXQ FXPDQ WDKXQ WDSL WLQJNDW VWUHVV Q\D FDUD
kita menganalisa eeh laporan atau suatu masalah itu lebih berat auditor esternal menurut
saya. Point pertama tekanannya hanya internal, terus yang kedua karena memang kita
mereview sesuatu yang sudah ada gitu loh. Kalau eksternal audit, kita harus benar-benar
membuat suatu temuan yang kita create dari awal, jadi enggak mungkin kita asal main
copy paste kayak jaman sekDUDQJ JLWX ORK«´
³ VD\D PHUDVDNDQ SHUQDK GL GDHUDK LNXW PHPHULNVD .HPHQWHULDQ .HXDQJDQ VDPD %DQN
Indonesia gitu kan, SDM nya kan sangat pintar sekali gitu. Beda dengan kondisi saya saat
meriksa PEMDA di daerah timur. Mohon maaf bukan saya menjelekkan timur ya, tapi
ketika menghadirkan suatu temuan di Indonesia Timur sama di Jakarta, challengenya
beda, Jakarta lebih tinggi. Jadi mereka akan men-challenge temuan kita dengan argument
yang sangat eeeh, kelihatan sekalilah kita akan sebagai auditor kan kalau kita dari
sananya enggak kuat maka kita akan drop«GURS GDODP DUWL WHPXDQ DNDQ drop´
³«VDDW VD\D PHQJDXGLW 3HPGD GL ,QGRQHVLD 7LPXU GLPDQD WLGDN PHPEXWXKNDQ VNLOO GDQ
pengetahuan yang sangat tinggi, karena lebih banyak non teknisnya gitu. Cuma laporan
GHELW NUHGLW WHUXV DNKLUQ\D DGD GL QHUDFD«NHEDQ\DNDQ PHUHND PHQJ-outsource sistem,
jadi mereka menyewa konsultan lokal atau BPKP untuk menggerakkan sistem akuntansi
LWX«-DGL NRQWUDNQ\D WHUXV-WHUXVDQ WDSL WLGDN PHQWUDQVIHU LOPX NH 3HPGD WHUVHEXW« ´
161

³ VDDW mengaudit, ketika bertanya ke Pemda, mereka bingung. Lalu nanya


konsultan..Jadi saya bingung, ngadepin Pemda atau konsultan gitu loh..Kendalanya disitu
VDDW WUDQVLVL« ´
´PDNVXGQ\D PHUHND PHPSXQ\DL DUJXPHQ \DQJ PHQJXDWNDQ VHKLQJJD WHPXDQ NLWD WLGDN
jadi dLDQJNDW .DUHQD NDWD PHUHND ORK NLWD LQL NDQ JLQL« JLQL« JLQL DSDODJL %DQN ,QGRQHVLD
kan gitu. Jadinya secara pressure VDPELO PHQJKHOD «VD\D ELODQJ WLGDN WHUODOX EHUDW
karena saya pernah merasakan yang challenge nya lebih berat, kalau disini challenge
ada, tapi ya itu walaupun teman sendiri tapi kadang ada dilema juga kan misalnya kita
mengangkat asumsi yang sangat berat. Point sebenarnya adalah membantu mereka ya
membenarkan sistem pengendalian internal mereka agar bagus. Ketika kita
menyampaikan misalkan..oh ini seterusnya begini..begini, kita tidak boleh menyalahkan
memang eeh apa arahan dari atasan kita tidak boleh misalkan opini..menyusun opini kan
udah ada step-stepnya tuh nah kita tahu kalau itu ada yang kurang misalkan kita enggak
boleh oh ini opiQLQ\D KDUXV GLJDQWL«(QJJDN EROHK NLWD SXQ\D NRGH HWLN \DQJ DSD
\D LVWLODKQ\D WXK NLWD KDQ\D PHQJDUDKNDQ NDUHQD LWX NDQ VXGDK WHUMDGL ´

Saat menemukan permasalahan terkait temuan audit, Ibu RAS biasanya selalu

mengkoordinasikannya dengan Supervisor atau ketua Tim untuk memperoleh solusi atas

permasalahan tersebut. Beliau merupakan sosok wanita yang taat akan aturan serta birokrasi

yang ada, tidak mau potong kompas, karena beliau takut menyalahgunakan wewenang jabatan.

Beliau hanya ingin segala sesuatu dalam pekerjaannya ditempatkan sesuai jabatan dan

wewenangnya. Beliau tidak mau mencampuri keputusan supervisor atau Ketua Tim, meski beliau

berhak untuk mengajukan saran atau sekedar masukan saja. Menurut beliau, keputusan final itu

sudah merupakan bagian dari tanggungjawab serta wewenang Ketua Tim maupun supervisor.

³ QDK L\D LWX«ELDVDQ\D NDODX VXGDK DGD EHJLWX NLWD NDQ SXQ\D VXSHUYLVRU WXK .LWD DMXNDQ
ke supervisor kita, enggak boleh langsung ngomong ya biasalah demokrasi lah yang
dihadapi eselon 2 ya GHQJDQ HVHORQ HVHORQ GHQJDQ «-DGL SHUQDK DGD \DQJ EHJLWX
VD\D PHQJKDGDSL LWX DNKLUQ\D VD\D«PHUHND defend gini gini saya kembalikan ke atasan
saya..Ini bagaimana pak, mau diterusin bagaimana caranya? Saya enggak berani
ODQJVXQJ NDUHQD \D GHPRNUDVL«Netika saya tidak bisa menyelesaikan di level saya..saya
naik keatas biar mereka yang menyelesaikan karena sebatas ya namanya berjenjang ya.
Saya enggak berani melampaui wewenang, yang ada sebatas wewenang saya aja gitu
aja sih tantangannya kalau menghadapi atau menemukan temuan yang memang
VLJQLILNDQ WHUNDLW GHQJDQ RSLQL«´
³«0DNDQ\D NDODX VXGDK PHUHYLHZ NLQHUMD SHPHULNVDDQ PHUHND WXK VXVXQDQ WLP SDVWL
Ketua Tim enggak mungkin staff. Untuk menghindari itu saya ditanya waktu kita mereview
KKP ya ada kegiatan lain yang tidak perlulah Ketua Tim itu Kepala Seksi. Waktu itu ditanya
begitu karena kita kan bukan staff semua tuh yang datang cuma memang bukan dalam
HYHQW PHUHYLHZ ..3 EXNDQ« WDSL DGD NHJLDWDQ ODLQ \DQJ GLUDVD HQJJDN SHUOXODK .HSDOD
Seksi harus turun begitu. Nah makanya untuk mensiasati ketika mereview KKP dan hasil
pemeriksaannya itu di setting ODK NHWXD 7LP LWX 6WUXNWXUDO«´
162

³ NDUHQD PHPDQJ KDUXV SXQ\D NHUWDV NHUMD NDUHQD GLVLQL WXK EHUMHQMDQJ MDGL NHWLND VD\D
punya temuan terus saya kasih Ketua Tim, nanti Ketua Tim Pengendali Teknis. Selama
ada kertas kerja saya dan tanda tangan saya direview sama Ketua Tim saya, Insyaallah
sih kalau ada apa-DSD VD\D EDOLNLQ NDUHQD VD\D HQJJDN PHUXEDK SRVLVL ´

Ibu RAS selanjutnya menilai keberadaan teori dari literature atau textbook tidak

sepenuhnya membantu tugas beliau dalam praktek audit (realita) apalagi terkait dengan masalah

tehnis. Jadi terdapat perbedaan atau kesenjangan antara teori dan praktek yang berlangsung.

Demikian pendapat Ibu RAS dalam cuplikan wawancaranya berikut ini.

³%HJLQL ORK DXGLWRU NDODX GL SHPHULQWDKDQ HQJJDN ELVD VDNOHN GDUL EXNX DWDX WHRUL JLWX
Kebanyakan kan teknisnya ketika non teknis itu saya belum bisa menghandel waktu itu
kan, karena saya kaget terus terang aja saya kaget. Loh saya belajar begini, prakteknya
NRN ND\DN JLQL«´

Beban dan tanggungjawab yang dimiliki akuntan praktisi dalam menghadapi kompleksitas

permasalahan di dunia praktek berbeda dengan dunia akademik. Gambaran ekspresi Bapak Hari

saat bercerita kepada peneliti menyiratkan kebanggaan akan sisi keilmuwan yang beliau miliki.

Dengan penuh semangat beliau menjelaskan kepada mahasiswa tentang nlai-nilai kebaikan,

kejujuran, sopan santun, serta nilai-nilai keilahian dalam agama dan etika.

´NLWD LWX DNDQ PHUDVD NH HHh suatu kenikmatan yang tidak bernilai dalam sisi apapun
kalau keilmuwan kita, kepemimpinan kita dihargai orang (beliau menjelaskan dengan
VHPDQJDW GDQ EDQJJD «SRNRNQ\D DSDSXQ WDQJJXQJMDZDE \DQJ GLEHULNDQ NHSDGD VD\D
saya akan berusaha sebaik-baiknya begiWX DMD NRQVHSQ\D ´
³ 'L NDPSXV LQL VD\D PHUHNUXW DOXPQL VD\D VXUXK PHUHND PHQMDGL SHPLPSLQ PDVD
depan. Ehh saya bina mereka, saya atur mereka, saya didik mereka untuk memiliki
leadership yang baik dan bagaimana berhadapan dengan segala macam orang dengan
karakteristiknya. Karena jujur yah konsepnya kalau saya eeh membangun itu dari bawah,
GDUL \DQJ HHK \DQJ PXGD VD\D VLDSNDQ XQWXN GLGLGLN«´
³ VD\D LQJLQ PDKDVLVZD VD\D \DQJ OXOXV GDUL VLQi..eeh karena perilakunya dia tanpa etika
dan tata karma dia akan terbawa dan sulit bersaing. Pada saat psikotes pasti
NHWDQJNHS NHWDKXDQ \DK ´
³ NHPXGLDQ XQWXN environment, kita kan ada mata kuliah etika, mata kuliah agama.
Kemudian kita ada kerjasama Bahasa Inggris dengan LIA. Nah kemudian juga disini ada
8.0 8.0 \DQJ VHVXDL GHQJDQ DJDPD«´
³ L\D LWX VDODK VDWX PHODWLK PHQWDO <DK VHWLDS PDWD NXOLDK GLOHNDWNDQ GHQJDQ HWLND LWX
Konsep etika disetiap mata kuliah kita wajibkan. Dosen di awal perkuliahan juga kita
wajibkan untuk menyampaikan hal..eh terkait dengan itu, kemudian untuk mahasiswa
WLQJNDW DNKLU NLWD GDWDQJNDQ SVLNRORJ ´

Bapak Hari menekankan nilai-nilai kebaikan dan kejujuran, agama serta etika sebagai

pondasi penting mahasiswa saat terjun ke dunia praktek. Bagi beliau sisi intelektualitas saja
163

tidaklah cukup, mahasiswa perlu dibekali dengan nilai-nilai kebaikan agar nantinya tidak salah

langkah dalam mengambil keputusan. Beliau menilai keberadaan dunia praktek merupakan

sarana aktualisasi eksistensi mahasiswa saat bekerja. Namun demikian dunia kerja menawarkan

banyak janji dan kenikmatan yang dapat menjerumuskan jiwa-jiwa yang tidak memiliki keyakinan

teguh (kehati-hatian) akan prinsip kediriannya. Mereka nantinya dengan mudah akan tergoda dan

masuk dalam pusaran arus tindakan amoral baik korupsi maupun pelanggaran etika lainnya.

Pernyataan Bapak Hari tersebut diungkapkan dalam cuplikan wawancara berikut ini.

³-LND RUDQJ LQWHOHNWXDO ULEXW GDQ GLSHQMDUD \DQJ MDGL PDVDODK EXNDQ PDVDODK
intelektualnya. Kalau dia mau menyalahgunakan intelektualitasnya, dia juga berbahaya,
iya toh kan Undang-Undang No. 05 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik itu udah jelas
ada hukuman penjara. Bukan hanya cabut izin saja..iya toh berarti kan makin kuat
peraturan maka makin baik walaupun peraturan sampai sekarang enggak kelar..karena
kan political cost ´
³ PLVDOQ\D SHUDWXUDQ WHQWDQJ 8QGDQJ-Undang Pelaporan Keuangan Negara yang
GLXVXONDQ VHMDN WDKXQ DNKLUQ\D PDVXN WRQJ VDPSDK« NDWDQ\D '35 Q\D QRODN NDQ
repot karena di Undang-Undang itu udah jelas si E itu nanti hanya dia yang boleh tanda
WDQJDQ ODSRUDQ NHXDQJDQ VHEHOXP GL DXGLW« ,\D ODK NDQ DPR punya banyak
NHSHQWLQJDQ NDQ SHQJXVDKD VHPXD GLVLWX ´

Bapak Hari merupakan akademisi yang memiliki relasi interpersonal yang cukup kuat

dengan berbagai kalangan pejabat, politisi maupun orang penting lainnya di tanah air. Beliau

menilai keberadaan Lembaga Negara (BPK) sudah tidak independen karena sudah banyak

disusupi orang-orang politik (partai) yang memiliki nuansa kepentingan disana. Dengan nada

keras, Bapak Hari menyakini bahwa akuntan akan tetap solid dan terjaga independensinya

meskipun menghadapi banyak tekanan dari berbagai tempat. Berikut ini penjelasan beliau dalam

wawancaranya tersebut.

³ 1DK NLUD-kira gimana kalau lembaga tinggi negara dipegang oleh orang partai. Pastinya
dia akan segan untuk memeriksa..pastinya orang partai pada lembaga tinggi negara itu
akan ditekan. Kasian kan? Nah dihadapkan pada 2 pilihan seperti itu yah yang ada orang
memang secara imannya kuat, betul ada orang yang imannya setengah. Tidak bisa
dipungkiri, mulai terganggu dia..benerkan.?....nah itu lah yang terjadi. Jadi kita enggak
ELVD PHPDQGDQJ KDQ\D RUDQJQ\D VDMD WDSL MXJD «OLQJNXQJDQ <D VD\D MXJD DQJJDS
lembaga tinggi negara itu udah enggak independen, kalau masih ada orang parpol.
Walaupun katanya sudah mundur dari beberapa enggak bisa enggak ada itu.. kita tahulah
VLDSD 0U +[[[[ VLDSD WXK«´
164

³ WDSL EDJDLPDQDSXQ MXJD VD\D EHUDQL PHQJDWDNDQ EDKZD SURIHVL DNXQWDQ VHPDNLQ NXDW
kok..meski ada financial pressure, dia tertekan diluar karena kebutuhan dia besar, gaya
hidupnya besar bisa jadi toh. Gaya hidup kan bisa macam-PDFDP«PLVDOQ\D EHULVWUL
DWDX KH KH KH ³ EHOLDX WHUWDZD OHSDV

Perlakuan dan sikap Bapak Hari terhadap mahasiswa-mahasiswanya selaras dengan

Bapak MFA. Berdasarkan pengamatan peneliti, pendekatan Bapak MFA terhadap mahasiswanya

justru lebih feminin dibandingkan pendekatan Bapak Hari yang lebih maskulin. Saat mengajar

dan membimbing mahasiswa, Bapak MFA berorientasi pada pelayanan dengan hati, lain halnya

dengan Bapak Hari yang lebih menekankan pada aturan dan kebijakan yang beliau susun

bersama Institusinya. Peneliti mengenal pembawaan Bapak MFA yang tenang dan berwibawa

saat mengajar dan berinteraksi dengan mahasiswanya. Dalam sesi wawancara yang dilakukan

peneliti kepada Bapak MFA, beliau mengutarakan pentingnya proses pembelajaran mahasiswa.

Beliau menilai proses pembelajaran dalam perkuliahan merupakan wadah komunikasi dan

interaksi antara dosen dan mahasiswa dalam menumbuhkan kesadaran beretika. Beliau

mengupayakan agar selalu ada value yang ditumbuhkan dalam proses pembelajaran sehingga

mahasiswa memiliki kepekaan jiwa melalui tumbuhnya rasa emosi dan vibrasi positif sehingga

mampu meningkatkan daya analisa yang kritis dan logik. Berikut ini ungkapan Bapak MFA dalam

cuplikan wawancaranya tersebut.

³ PLVDOQ\D NDODX NLWD PHQHUDSNDQ HWLNa pada seorang mahasiswa, katakan kita kasih nilai
mahasiswa itu A, B, C gitu dalam kegiatan pembelajaran karena memang dia sangat
bagus, memiliki nilai kejujuran, kesopanan terus pandai dan sangat bereaksi kalau kita
kasih suatu bentuk penugasan. Enggak tahunya nilai ujiannya jelek, secara nurani kenapa
dia nilainya bisa jelek gitu. Dilihat dulu kenapa-kenapa dia kok anti klimaks? kan enggak
tahu sebabnya mungkin sakit atau ada masalah kan begitu. Nah value itulah yang harus
dilihat pada setiap prosesnya. Jadi nurani kita mengatakan dia begini kok bisa gagal
begini. Jadi pertentangan batin yang membuat dia memutuskan dia begini kok bisa gagal
begini karena pengamatan, 14 pertemuan dengan 1 ujian akan membuat dia anti klimaks
JLWX«SURVHV \DQJ ELVD PHQXQMDQJ output GLD PHQMDGL OHELK EDLN«.LWD DNDQ PHPEHULNDQ
dia value kalau di dunia pendidikan itu kita lihat orang itu akan bertambah
SHQJHWDKXDQQ\D WLGDN GLGDVDUL SDGD VDWX SHUWHPXDQ VDMD« ´

Perhatian Bapak MFA dalam proses pembelajaran menarik perhatian mahasiswa agar

terlibat dan ikut berinteraksi dalam mengungkapkan ide-ide kreativitas terkait akuntansi, etika
165

atau lintasan ilmu lainnya. Partisipasi serta keterlibatan mahasiswa merupakan cara Bapak MFA

mengeksplorasi sisi kreatif mahasiswa. Beliau menilai keberadaan mahasiswa dengan

karakteristik uniknya perlu dikembangkan dan diekplorasi lebih lanjut. Berikut ini cuplikan

wawancara Bapak MFA kepada peneliti.

³«QDK GLVLWXODK PHPEXDW VD\D NDGDQJNDOD PHQMDGL DQWL NOLPDNV NDUHQD DGD VHEDE \DQJ
kita tidak akan tahu makanya eeh beberapa hal yang saya lakukan sebagai pendidik, itu
tugas lebih besar dibandingkan ujian. Karena saya menggunakan partisipatif kelas yang
VDQJDW WLQJJL XQWXN PHUHND ´
³,\D 876 VDPD 8$6 NDODX VD\D SULEDGL VLK HQJJDN DSD- apa kalau nilainya jelek misalnya
JLWX \DK WDSL GLD SURVHVQ\D EDJXV« NDGDQJ VD\D DGD VHGLNLW QLODL VHVXDWXODK XQWXN GLD
SXQ\D SURVHV \DQJ ZDODXSXQ PXQJNLQ QLODLQ\D HQJJDN PDVXN NH VLWX \DK« .DUHQD
SURVHVQ\D GLD« NLWD WDKX JLWX«´

Ibu Sova menambahkan pentingnya nilai-nilai keagamaan dalam diri akuntan publik agar

mampu merepresentasikan diri mereka sebagai auditor yang baik. Beliau mem-framing profesi

auditor haruslah seorang Hafidz. Cara berfikir Ibu Sova dinilai peneliti terlalu kaku meskipun

pemahaman beliau luas mengenai pemikiran Imam Syafei. Bagi peneliti, ketentuan tegas dan

baku ini tidak bisa digeneralisasikan kepada semua auditor yang memiliki latarbelakang budaya

dan kehidupan yang berbeda. Esensi pernyataan beliau sepatutnya ditempatkan dan ditujukan

pada orang-orang yang telah memahami dan mengerti nilai-nilai keilahian yang termuat dalam

kitab suci masing-masing umat beragama. Dengan demikian orang atau pribadi tersebut mampu

berperilaku sesuai pertumbuhan nilai-nilai keilahian yang terpatri dalam setiap jiwa. Fungsi

moralitas dalam etika merupakan faktor eksternal yang menjadi atribut penyeimbang diri saat

melegalisasi kemampuan dalam bersikap, berperilaku dan bertindak ke arah kebaikan. Seperti

diungkapkan beliau dalam cuplikan wawancaranya berikut ini.

³'DODP kaitannya dengan profesi auditor, harus dibingkai dulu, diselamatkan dulu bahwa
seorang auditor sebaiknya seorang Hafidz. Hal ini dikarenakan nantinya akan banyak
memberikan adjustment-adjustment seperti itu. Ini seperti pemikiran Imam Safei. Jadi
istilahnya harus dibenerin dulu imannya, akhlaknya gitu kan, baru dia itu nanti menjadi
VHRUDQJ DXGLWRU ´
³0HQXUXW EXNX \DQJ DNX EDFD NDQ JDN WHUWXOLV VHFDUD GHWDLO NDODX DNKODNQ\D KDUXV
diperbaiki dahulu gitu. Cuma buku itu berbicara kalau Imam Safei tuh sudah memberikan
persyaratan bagi seorang auditor. Jika menurut SPAP itu kan memang ada standar
166

umumnya seorang auditor..ehm apa? Profesional, independen dan sebagainya itu..aku


lupa persisinya. Dulu sih inget. Nah itu ternyata hampir-hampir sama dengan yang diminta
oleh Imam Safei itu yang apa itu yang professional, apa gitu. Tapi ehm..yang benar-benar
saya merasa apa eye catching dengan pernyataannya Imam Safei itu..ehh..harus hafidz.
7UXV KDILG] LWX HKP«KDILG] TXUDQ GDQ NHQDSD" .DUHQD QDQWLQ\D GLD EDQ\DN PHPEerikan
..ehm..pemahaman terhadap ayat-D\DW 4XUDQ ´
³ 0XQJNLQ PDNVXGQ\D NDUHQD GLD KDUXV EDQ\DN PHPEHULNDQ adjustment berarti orang bisa
memberikan adjustment yang mungkin benar pada tempatnya. Ketika dia sudah dibenerin
tuh pribadinya gitu akhlaknya, ibadahnya mungkin imannya seperti itu, nah itu disimbolkan
DWDX GL DSD \D GLVWDQGDUNDQ GHQJDQ KDIDO $O 4XUDQ LWX SHPDKDPDQNX VHSHUWL LWX ´
³ -DGL WHUQ\DWD DNXQtansi itu dulu pun juga sudah seperti itu gitu nah disini aja kan akhirnya
NDQ WHUJHUXV NDQ QDPDQ\D VHMDUDK NDQ VHODOX GLWXOLV GHQJDQ WLQWD SHQJXDVD ´

Proses pengajaran yang diterapkan Ibu Sova selaras dengan Bapak Hari yang

menekankan nilai-nilai etika dalam diri mahasiswa akuntansi agar tumbuh menjadi pribadi yang

mampu memberikan kebermanfaatan kepada sesamanya. Meskipun demikian dalam realitanya,

keberadaan etika tidak sepenuhnya mampu ditegakkan. Penegakan etika terjadi karena

³UDVLRQDOLVDVL´ SLKDN-pihak yang tidak memiliki prinsip hidup serta pendirian yang kuat sehingga

terombang ambing dan menimbulkan dilema etis. Peran etika tidak boleh dilepaskan dari

keberlangsungan akuntansi karena merupakan penyeimbang dari keberagaman sifat yang

terdapat dalam akuntansi tersebut. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan Ibu Sova dalam

cuplikan wawancaranya berikut ini.

³$NXQWDQVL MDQJDQ GLOHSDVNDQ GDUL HWLND 3HJDQJODK QLODL HWLND LWX NDUHQD QLODL-nilai etika
membawa berkah. Berkah itu bahasa agama. Tapi kalau dalam bahasa bisnisnya itu
merupakan keuntungan jangka panjang. Saya selalu ngomong itu kan. Ehhmm..berkah
itu keuntungan jangka panjang, enggak hanya sesaat gitu kan..hmmm kalau apa ya,
perilaku ga etis itu kan sebenarnya menguntungkan tapi menguntungkannya hanya
jangka pendek seperti itu, terus jangan berfikir kalau sudah berperilaku etis kalian akan
VHODPDW (QJJDN«NDUHQD EHUSHULODNX HWLV LWX NDGDQJ MXJD PDODK PHQMDGL KDQFXU ´
³ /LQJNXQJDQ NLWD VXGDK EDQ\DN \DQJ HQJJDN EHQDU MLND NLWD PHPSHUWDKDQNDQ VHVXDWu
\DQJ HWLV NLWD DNDQ WHUVLQJNLU GDQ VHEDJDLQ\D ´

Dalam realita praktek akuntansi, beberapa pihak menilai keberadaan etika tidak secara

utuh memberikan kebermanfaatan kepada manusia. Penegakan etika belum sepenuhnya

mampu menyelesaikan akar permasalahan terkait terjadinya pelanggaran. Pelanggaran justru

VHULQJ WHUMDGL PHVNLSXQ PXDWDQ HWLND VHPDNLQ ³NHWDW GDQ WHJDV´ 'L VLVL ODLQ EDQ\DN SLKDN WHUVLVLK
167

karena pemberlakuan etika tumpul sebelah. Pihak yang merasa disisihkan justru dialami pihak

idealis yang tetap konsisten memegang teguh keyakinan dan prinsip hidup tersebut. Kondisi

tersebut dilatarbelakangi oleh muatan etika yang tidak komprehensif, didominasi kepentingan

yang dikuasai ego dalam menciptakan budaya. Kondisi tersebut mampu menjerumuskan pihak-

pihak idealis kedalam posisi ketidakberdayaan. Mereka berada pada posisi yang tidak

menguntungkan di dunia. Fenomena di dunia saat ini memiliki keberpihakan kepada aspek

materialistik yang mendominasi kehidupan. Aspek yang memberikan keuntungan dan

kesenangan semu kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan kekuasaan. Di lain pihak,

proses bertumbuhnya keyakinan terhadap prinsip hidup spiritual pada dasarnya akan

memberikan keberkahan, kebermanfaatan serta ketenangan hidup di masa mendatang.

6.4 Label Sosial (Atribut) vs Hakikat: Kemelekatan Duniawi sebagai Tonggak


Keterpisahan Jiwa dengan Hakikat

Kemelekatan jiwa terhadap dunia eksternal termanifestasi dalam hasrat terhadap label

sosial atau atribut fisik yang bersifat materi. Fenomena semacam ini telah banyak menjangkiti

sebagian besar jiwa-jiwa akuntan. Kondisi jiwa yang tidak selamanya memperoleh efek senang

dan bahagia justru menimbulkan kegelisahan dan keserakahan yang berujung pada penderitaan.

Kegelisahan dan penderitaan jiwa hanya bersifat sementara, tidak kekal sepanjang kesadaran

jiwa tergugah untuk selaras dengan semesta. Kemelekatan jiwa terhadap hasrat duniawi,

kesenangan semu dan juga penderitaan mampu menoreh luka dan menodai fitrah diri. Kesucian

diri yang terkotori berujung pada ketidakberdayaan jiwa saat menghadapi penderitaan hidup.

Kondisi ini menjadi titik tolak pergerakan jiwa untuk segera bangkit dan bertumbuh. Pemahaman

seperti ini selaras dengan keadaan yang dialami Bapak Ariel dalam ruang lingkup pekerjaannya.

Bapak Ariel merupakan pribadi yang memiliki hasrat besar terhadap ilmu pengetahuan dan juga

pemenuhan sertifikasi-sertifikasi profesi. Eksistensi beliau di bidang ilmu pengetahuan


168

merupakan jalan beliau untuk memberdayakan dirinya agar mampu menempatkan kualifikasi

dirinya dalam lingkungan masyarakat profesi. Hasrat beliau yang besar terhadap ilmu

pengetahuan memupuk semangat beliau agar terus belajar. Beliau menilai eksistensi kualitas diri

akan tercermin manakala jiwa memiliki segudang ilmu pengetahuan yang ditunjukkan dengan

banyaknya sertifikasi profesional yang dimiliki. Berikut ini semangat Bapak Ariel dalam cuplikan

wawancaranya.

³0DNDQ\D NDQ DGD VHUWLILNDVL««WHPDQ-teman saya setiap bulan atau tiap berapa minggu
selalu ada sertifikasi-sertifikasi gitu. Kalau saya udah punya sertifikasi internal auditor,
saya akan mencari sertifikat yang lain supaya bisa mendalami bidang accounting
management \DQJ ODLQ«6D\D GLDQJJDS VHEDJDL Internal Expert dibidang Internal
Control« 6D\D DPELO &30$ &$ MXJD VD\D SXQ\D 0XQJNLQ Vuatu saat nanti saya mau
ambil CRMP dari manajemen juga, saya kan dari manajemen juga. Saya ditunjuk untuk
PHQXWXS JDS NRPSHWLVL PHQJHQDL ,QWHUQDO &RQWURO VD\D PHQMDGL LQVWUXNWXUQ\D«6D\D
dianggap Internal Expert dibidang Internal Control« ´
³ 0HQXUXW VDya dengan sertifikasi itu menunjukkan kualitas para anggotanya yakni
anggota masing-masing profesi tadi. Seharusnya yang punya sertifikasi harus mampu
menjaga..menjaga apa yah..tadi kan ada PPAnya. Profesi kan memiliki kode etik profesi.
Jika ada pelanggaran bisa terkena sanksi dari profesi itu, dikenal sanksi kode etik oleh
lembaga profesi. Bahkan bisa mencegah terjadinya mal praktek di masing-masing
ELGDQJ« ´

Seberapa tinggi pencapaian prestasi yang diraih Bapak Ariel dalam karir dan

pekerjaannya tidak menyurutkan langkah beliau terhadap makna penting dalam hidupnya yakni

beribadah. Belajar dan bekerja untuk mencapai karir yang diinginkan merupakan rangkaian

ibadah yang senantiasa rutin beliau lakukan. Beliau senantiasa meningkatkan produktivitasnya

di setiap lini kegiatan. Penekanan beliau terhadap pentingnya niat disertai pertumbuhan nilai-nilai

keikhlasan dan kedisiplinan dalam diri agar memiliki vibrasi positif yang berdampak pada kegiatan

yang dilakukannya. Berikut ini cuplikan wawancara terhadap Bapak Ariel tersebut.

³ .LWD VHEDJDL RUDQJ PXVOLP NDQ EHNHUMD EXNDQ KDQ\D XQWXN PHQJHMDU GXQLD VDMD WDSL
ada aspek ibadah disana. Kita bekerja adalah ibadah.. ya anggap saja ibadah..ada aspek
spiritual gitu.. Tapi kan aktivitas sehari-hari, masuk ke ibadaK NDODX QLDW NLWD EHQDU«´
³«%DKNDQ PHPDNQDL EHNHUMD VHEDJDL LEDGDK ELVD VDMD VHSHUWL EHNHUMD WDSL WLGDN SHUOX
ada pengawasan oleh atasan. Justru pekerjaan menjadi lebih produktif karena
peningkatan outputnya naik bisa berapa persen gitu..padahal jam kerjanya sama
ZDNWXQ\D VDPD HQJJDN PXQJNLQ OHPEXUQ\D MXJD VDPD« GHQJDQ VXDUD \DQJ NHUDV GDQ
menyakinkan). Jadi harus dipahami kalau passion kita bekerja atau profesi kita jika aspek
169

ibadah itu lebih produktif atau menghasilkan kualitas lebih bagus dan tidak hitung-
KLWXQJDQ« DGD XQVXU LNKODVQ\D« ´
³« 'LPDQDSXQ NLWD EHNHUMD MLND GLODNXNDQ GHQJDQ NHLNKODVDQ GDQ WXMXDQQ\D DGDODK
EHULEDGDK LQV\DDOODK KDVLO RXWSXWQ\D OHELK EDJXV GDQ WHUEXNWL«3RNRNQ\D SDV
mendengar adzan langsung break GXOX« break dulu lalu sholat entar dilanjutkan lagi.
Jadi istilahnya kerjaan kantor yah kerjaan kantor, rapat juga rapat tapi yah itu tadi dari
yang kecil-NHFLO GLSHUKDWLNDQ« %DKNDQ NDGDQJ-kadang teman non muslim banyak
PHQJLQJDWNDQ GL UDSDW«XGDK VKRODW DVKDU DWDX belum?...Alhamdulillah jadi di stop dulu
nanti dilanjutkan lagi..kalau dilanjutkan terus mah enggak ada habis-KDELVQ\D«´

Pendapat Bapak Ariel selaras dengan Bapak Andri yang memprioritaskan ilmu

pengetahuan diatas segalanya. Bahkan Bapak Andri menilai networking tidak akan berhasil

bilamana pribadi didalamnya tidak memiliki ilmu pengetahuan. Bapak Andri menekankan bahwa

apapun yang dilakukan dalam hidupnya sepanjang kegiatan tersebut positif adalah manifestasi

ibadah. Berikut ini cuplikan wawancara yang dimaksud tersebut.

³ 3HQJHWDKXDQ WXK OHELK XWDPD GLEDQGLQJNDQ networking. Jelas lah mana yang lebih dulu
ya. Kalau enggak punya pengetahuan, punya networking maka enggak bisa bermanfaat
DSD DSD JLWX NDQ .LWD NDQ SHUOX PH\DNLQNDQ RUDQJ ODLQ XQWXN LWX ´
³« %DJL VD\D DSD \DQJ GLKDELVNDQ GDODP EHNHUMD SULRULWDVQ\D DGDODK LOPX -DGL VD\D
setuju konsep tentang poor people work on the money dan rich people make money work
for him. Jadi kalau orang miskin itu poor artinya miskin banyak juga arti lainnya yang
setara dengan itu. Berfikirnya untuk uang, dia bekerja dengan uang. Tapi orang yang rich
dalam konteks kaya kan bisa kaya ilmu, kaya hati, make money work for him. Jadi uang
itu uang yang harus bekerja untuk kita. Makanya nanti kalau ada sisa keuangan dari audit
JLWX NDQ NLWD ELVD EHOL VDKDP EHOL HPDV JLWX«WDSL \DQJ VD\D EDKDV LWX PHOHELKL WHRUL make
money for us WDSL OHELK SDGD NHUMD DGDODK LEDGDK ´

Sedangkan Ibu Sova dalam pengajarannya memberikan penekanan kepada mahasiswa

agar ikhlas tanpa syarat terhadap tindakan apapun yang mereka lakukan. Tindakan tersebut tidak

didasari atas harapan imbalan atau balasan semata. Ibu Sova menilai keberadaan etika sebagai

akhlak atau adab dimana etika atau akhlak mahasiswa akan terlihat nyata saat terjadi proses

pembelajaran di kelas maupun diluar kelas. Ibu Sova melihat banyak konflik batin yang dialami

mahasiswa saat dihadapkan pada peristiwa dilematis dimana mereka harus jujur atau menyontek

saat uijan atau mengerjakan tugas untuk memperoleh kemudahan yang sifatnya instant. Banyak

mahasiswa kesal karena kejujuran yang mereka lakukan tidak membawa mereka pada perolehan

nilai yang bagus atau tinggi. Itulah sebabnya selalu ada celah bagi mereka yang curang untuk
170

menyontek. Mahasiswa yang berorientasi pada hasil, lebih mengutamakan nilai akhir daripada

menikmati proses belajar dan mengambil hikmah dari pembelajaran tersebut. Seperti

diungkapkan beliau dalam cuplikan wawancaranya berikut ini.

³ (KP«NLWD HQJJDN SHUOX LNXW-ikutan dengan sesuatu yang enggak benar karena itu akan
merugikan jangka panjang gitu ya. Baik terjadi dalam perusahaan maupun dalam diri kita
sendiri. Eeh..tapi bukan berarti nanti saat kalian (mahasiswa) merasa sudah berperilaku
etis tapi kok malah karir enggak naik-naik. Kok malah kami dikucilkan?. Itu adalah risiko
dari mempertahankan nilai-nilai etika. Kalau dalam bahasa puitisnya, semua akan indah
SDGD ZDNWXQ\D VHSHUWL LWX L\D NDQ" QDK JLWX« ´
³3HUOX GLSDKDPL EDKZD HWLND LWX VHEHQDUQ\D OHELK FRFRN NH DNKODN ,\D DNKODN \DQJ
karimah. Akhlak pada mahasiswa bisa terlihat selama proses perkuliahan, proses belajar
mengajar. Kalau didalam Islam namanya adab. Heeh..adab itu seperti saat kalian menjadi
apapun itu akan akan ada efeknya. Misalnya saat kalian mahasiswa mendapat tugas..yah
kerjakan saja, masalah bisa atau tidak itu urusan nanti. Etikanya disini adalah kerjakan
tugas itu tanpa syarat apapun. Begitu juga saat ujian, akhlaknya jangan mencontek yah
jangan mencontek aja. Meskipun mungkin risiko kalian ga mencontek menyebabkan tidak
lulus, sedangkan yang mencontek itu lulus. Berpegang pada etika atau akhlak memang
adakalanya enggak enak, tapi enggak apa-DSD SHJDQJ VDMD EHJLWX WHUXV PHQHUXV ´

Ibu RAS berupaya menetralisir dilema pilihan yang dihadapinya baik sebagai auditor

eksternal maupun auditor internal. Dari semua pilihan tersebut, pastinya akan menimbulkan

konsekuensi akhir. Jiwa intelektual adalah jiwa yang belajar dari konsekuensi logis yang dipilih

EXNDQ MLZD \DQJ EHUDQJNDW GDUL NHWDNXWDQ DNDQ VDQNVL KXNXPDQ \DQJ ³GLEHUODNXNDQ´ ILJXU

otoritatif yang memiliki banyak kepentingan didalamnya. Meskipun demikian, Ibu RAS

mensyukuri konsekuensi akhir yang diambil dari pilihan tersebut. Berikut ini hasil cuplikan

wawancara Ibu RAS tersebut.

´%HNHUMD VHEDJDL ,QWHUQDO $XGLWRU NKXVXVQ\D GL OLQJNXQJDQ LQVtansi pemerintahan ini tidak
WHUODOX VHULQJ PHQJKDGDSL XQVXU SROLWLV« WLGDN WHUODOX LQL \D«GLEDQGLQJNDQ DXGLWRU
eksternal. Makanya saya kembali bersyukur mungkin ini yang Allah tunjukkan ke saya
KDUXV SLQGDK NHVLQL« NH SRVLVL DXGLWRU LQWHUQDO JLWX« ´

Hasil wawancara Ibu RAS mendapatkan tanggapan dari informan lain yakni Ibu Elvi yang

menyatakan bahwasanya keberadaan dan fungsi etika itu sepatutnya dikembalikan kepada

urgency kebutuhan manusia itu sendiri. Mereka adalah jiwa-jiwa yang ingin tetap konsisten

beretika atau berakhlak atau bahkan tidak membutuhkan keberadaan etika tersebut. Beliau
171

menegaskan bahwasanya keberlangsungan fungsi etika dapat diwujudkan dalam berbagai

bentuk mekanisme seperti diungkapkan dalam pernyataan berikut ini.

³ <D HWLND LWX VHPDFDP HK«DSD \DK MDULQJ SHQJDPDQ VXSD\D NLWD WLGDN NHOXDU GDUL
koridor. Misalnya etikanya harus kompeten dipagari dengan wajib SKP 40 dites setiap
tahun misalnya. Nah itu sebagai pagar pengaman. Jadi etika sebagai suatu tools untuk
membuat kita akuntaQ SXEOLN PDXSXQ SHQGLGLN XQWXN VHODOX EHUDGD GL MDOXU«GL MDOXU
NRULGRU ´
³ .DODX PHQXUXW VD\D HWLND LWX HIHNWLI (IHNWLI NDODX \DQJ PDX \DK HIHNWLI 7DSL PHPDQJ
kalaupun kita pikir, akuntan publik itu kan bisa ada yang ekstrem kanan ekstrem kiri, ada
yang ngambil jalur tengah, macam-macam tapi dengan adanya rambu-rambu etika itu kan
PHQMDGL GDVDU XQWXN«DNXQWDQ LQL GLFDEXW LMLQQ\D 7HPDQ VD\D DGD \DQJ GLFDEXW LMLQQ\D
Iya, heem, kira-NLUD PHPDQJ PHODQJJDU HQJJDN DGD NHUWDV NHUMDQ\D PLVDOQ\D«HKK
saya ngobrol sama teman di perusahaan, kok bisa gitu yah pak? Ya kali ini dapurnya perlu
NHEXO JLWX ´
³-DGL NHPEDOL ODJL«HWLND PHPDQJ GLSHUOXNDQ .DODXSXQ L\D control juga tetap dilakukan.
Itu pun masih ada kemungkinan lolos. Jadi kembali ke orangnya sendiri. Manusianya lagi.
7DSL VD\D UDVD ND\DN WHPDQ NHPDULQ GLFDEXW VD\D UDVD GLD MXJD DNDQ EHUILNLU ODK«´

Bapak Hari selanjutnya menilai keberadaan etika bukan semata-mata didasari atas

kebenaran maupun kesalahan, melainkan terletak pada kepantasannya. Beliau menilai setiap

pelanggaran etika yang terjadi hendaknya dilihat case per casenya jangan langsung dinilai sama

antara satu permasalahan dengan permasalahan lainnya. Dalam cuplikan wawancaranya

tersebut, Bapak Hari memahami posisi jiwa saat itu yang sedang diliputi nafsu angkara yang

secara langsung mempengaruhi independensi akuntan dalam bertindak.

³«(WLND adalah sebuah perilaku yang ditampilkan seorang akuntan. Yah perilaku seorang
DNXQWDQ \DQJ EHUODNX VHFDUD XPXP GLPDQD GLD EHUDGD « LWX HWLND (WLND LWX EXNDQ EHQDU
VDODK ORK « HWLND LWX SDQWDV GDQ WLGDN SDQWDV HHK LWX \DQJ PHQJDWXU \DK NDUHQD NDODX
bHQDU VDODK LWX KXNXP«2UDQJ VHNDUDQJ LWX NDQ EDQ\DN PHODNXNDQ WLQGDNDQ \DQJ
NDQGXQJDQ XQVXU QDIVXQ\D OHELK EHVDU GDULSDGD XQVXU DNLGDKQ\D ´
³ L\D WRK DGD code of conduct. Code of conduct itu silahkan saja melakukan. Iya toh tapi
anda kena secara etika anda melanggar yang dilanggar secara etika belum tentu dia
melanggar hukum kan..kalau dia melanggar hukum udah pasti dia akan melanggar etika.
Nah terkait pelanggaran etika, kita kan ada aturan mainnya. Bisa jadi apa.. bisa jadi segala
macam yah. Nah kemudian etika ini akan sering terjadi ya terlanggar itu kan terkait dengan
LQGHSHQGHQVL \DNLQ JD ´

Bapak Hari menilai pelanggaran etika yang terjadi tidak sepenuhnya masuk dalam ranah

pelanggaran hukum, begitupula sebaiknya jika terjadi pelanggaran hukum sudah pasti terdapat

muatan pelanggaran etika disana. Dari wawancara Bapak Hari tersebut, dapat dinyatakan
172

bahwasanya keberlangsungan fungsi etika merupakan bagian dari mekanisme proses

pengawasan hukum yang sedang berjalan.

6.5 Akuntan dalam Persimpangan Jalan: Konflik Batin Berujung Dilema dalam
Pengambilan Keputusan.

Ketidaktegasan akuntan dalam menentukan pilihan tentunya menimbulkan konflik batin

yang berujung pada dilema. Ketidakmampuan akuntan tidak semata-mata dilatarbelakangi faktor

eksternal yang mengandung nuansa kepentingan, tetapi didorong oleh keterbatasan akuntan

dalam memahami ruang lingkup pekerjaan sehingga akuntan tidak mampu menghasilkan

keputusan yang bermanfaat bagi sesama makhluk di dunia. Fenomena tersebut tidak hanya

terjadi dalam ruang lingkup akademisi yang kental dengan teori, tetapi juga berlaku di dunia

praktek yang penuh dengan kesepakatan dan negosiasi sehingga sarat dengan kepentingan dan

keterlibatan fungsi otoritatif didalamnya. Regulasi yang bersifat kaku mampu menjadi lentur,

luwes dan fleksible manakala ada negosiasi kesepakatan yang bersifat win-win solution.

Kecenderungan semacam itu seringkali terjadi di berbagai bidang yang penuh dengan azas

³SHPDNOXPDQ GDQ WROHUDQVL´

Akuntan yang memiliki sikap diri yang kaku, idealis bahkan tak tergoyahkan dalam

berprinsip, dinilai sebagian pihak tidak mampu bertahan mengikuti ritme kehidupan yang terus

berjalan. Mereka yang konsisten menganut prinsip idealisme dianggap tidak dapat mengikuti

perkembangan zaman saat ini. Padahal jiwa-jiwa tersebut adalah jiwa yang menggunakan

kebebasannya untuk mempertahankan prinsip idealisme yang mereka miliki. Lain halnya apabila

posisi jiwa akuntan berada pada posisi di Grey area atau area abu-abu. Ketidaksanggupan

mereka dalam mengenali dan memilih sebuah posisi pada akhirnya melarutkan dan

menghanyutkan diri dalam pusaran gelombang ketidakberdayaan. Oleh sebab itu posisi grey

area dianggap sebagian akuntan sebagai alternatif atau jalan tengah dalam memaklumi dan
173

³EHUGDPDL´ GHQJDQ NRQGLVL \DQJ WHrjadi (win-win solution). Posisi tersebut sesungguhnya

menunjukkan ketidakberdayaan diri saat menghadapi situasi yang ada. Ketidakmampuan yang

berujung pada ketidakberdayaan tidak hanya dialami oleh akuntan publik tetapi juga akuntan

pendidik. Fenomena ini dialami Bapak Munaj saat mengambil keputusan antara mengajar atau

mengaudit. Seperti dituangkan beliau dalam cuplikan wawancaranya berikut ini:

³6D\D ZDNWX LWX NHWLND UHJXODVLQ\D PDVLK«HHH HQJJDN NHWDW DSD QDPDQ\D HH VD\D
service kepada klien tadi. Klien minta meeting, minta exit meeting dan sebagainya saya
WXUXWLQ 6D\D« DSD QDPDQ\D HQJJDN HQJJDN PHQHODQWDUNDQ PDKDVLVZD MXJD MDGL NLWD
kasih kuliah pengganti salah satunya. Jadi untuk dilematis sih saya rasa tetap saja ada
dilematis tapi ketika lebih berat kemana, ya lebih beratnya sebenarnya kalau ketika jam
EHQWURN WHUVHEXW NDUHQD DGD VROXVL WDGL«7DSL NDODX GDODP KDWL VLK VHEHQDUQ\D GXD-
duanya ibadah kali ya..
´0HQFDUL PHQFDUL DSD QDPDQ\D PHQFDUL UH]HNL XQWXN NHOXDUJD VDODK VDWXQ\D 1DK
terusnya akhirnya kita, yaa kita nikmatin saja, toh sebenarnya dua-GXDQ\D WHUSHQXKL ´

Segala sesuatu yang terkait dengan Habluminanas perlu ditelusuri nilai-nilai kebaikannya

agar mampu memberikan kebermanfaatan kepada semua pihak dalam relasi tersebut. Oleh

sebab itu dalam proses belajar mengajar sebaiknya memiliki kesepakatan yakni perjanjian atau

komitmen antara dosen dan mahasiswa. Jika terjadi pelanggaran kesepakatan antara mereka

maka konsekuensi tersebut dapat diterima oleh masing-masing pihak yang bersepakat.

Kesepakatan antar dosen dan mahasiswa dapat berupa struktur penugasan, materi

pembelajaran yang harus dikuasai mahasiswa, absensi bahkan struktur penilaian. Meski

demikian kesepakatan itu adakalanya menimbulkan permasalahan dilematis antara Bapak MFA

selaku pendidik dan mahasiswa sehingga menimbulkan pelanggaran dalam proses belajar

mengajar di kelas. Berikut ini ungkapan bapak MFA dalam cuplikan wawancaranya berikut ini.

³ L\D NDQ NRQWUDNWXDO PHUXSDNDQ habluminanas, misalnya antara dia dengan klien, kayak
kontrak yang terjadi saat melakukan pengauditan. Iya, bisa muncul moral hazard seperti
dilema etis. Contohnya gini, saya kontrak anda dengan harga sekian boleh enggak saya
tawar jadi sekian gitu, kan dia pandang masuk gini gitu yah tapi kan dia cuman punya
NXDOLWDV HQJJDN VHKHEDW \DQJ KDUJD WLQJJL«´
³«DNDGQ\D LWX KDUXV MHODV NDODX enggak jelas ya sudah jadinya riba. Jadi riba enggak
hanya di bank saja, dalam pengajaran juga ada. Contohnya saya mengajar, saya sudah
174

membuat taken 2.5 jam terus 1.5 jamnya udah selesai, maka kosong 1 jam proses
ngajarnya dipercepat itu kan riba. KontrakQ\D NDQ MDP XPSDPD EHJLWX«´
³ NDODX PDX GLSHUFHSDW«KDUXV RNH GHQJDQ PDKDVLVZDQ\D NDQ -LND PDKDVLVZDQ\D
ngomong begini, terus gimana pak pulang aja ya sudah kan mahasiswa yang minta ke
NLWD EHUDUWL QHJR NRQWUDNQ\D GHQJDQ PHUHND SDV«´
³ L\D NDODX NRPLWPHQ SDGD SHNHUMDDQ ELDVDQ\D VD\D QJRPRQJ NH PDKDVLVZDQ\D LQL
masih ada waktu jadi gimana, saya kasih quiz ya. Enggak usah pak, udah pulang aja
mereka minta kita pulang aja. Ya sudah mereka minta ke kita berarti kan sama mereka
sudah sepakat terjadi..kan clear ´
³ WDUJHW SHPEHODMDUDQ NDQ DGD VHPDFDP VWUXNWXU SHQXJDVDQ WRK VHSDQMDQJ LWX XGDK
enggak masalah. Yang terpenting izin dulu sama mereka kan principle«´
..kasih aja post test begitu kalau saya. Biar materinya selesai waktunya tersampaikan.
Pasti anak banyak yang ngeluh, kenapa sih pak kok pasti begini, saya bilang ini untuk
tambahan nilai tugas kamu yang jelek, tugasnya ditambahain dari sini. Oh gitu senang
PHUHND« JDN DSD DSD LWX NHMXMXUDQ \DQJ WHUMDGL .LWD EXNDQ VRN DOLP WDSL NLWD melihat
bahwa sisi bagusnya ini harus dilakukan supaya kita enggak kena hukuman kan itu
HWLND« ´

Ibu Elvi menilai apapun yang dilakukan di dunia ini pada dasarnya merupakan satu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan lainnya. Begitupula dengan keberadaan agama

dan rutinitas pekerjaan yang kita lakukan. Tidak terdapat batasan ruang dan waktu untuk

kesatuan tersebut. Meski demikian ada risiko yang harus dipertanggungjawabkan serta harga

yang harus dibayar untuk setiap pilihan tersebut. Terlepas dari makna filosofis tersebut, Bu Elvi

selaku auditor senantiasa memperhatikan bukti atau data penunjang dalam proses auditing.

Demikian ungkapan Ibu Elvi dalam wawancaranya berikut ini.

³%XDW VD\D DJDPD GDQ SHNHUMDDQ PHUXSDNDQ VDWX NHVDWXDQ $SDSXQ \DQJ GLODkukan tetap
harus dipertanggungjawabkan. Kalau ada risiko-risiko itu pilihan. Kalau anda ingin
mengambil risiko itu kan Allah juga akan mengetahui. Mungkin beliau sebagai kepala
keluarga juga wajib menafkahi keluarganya sehingga agak mencong sedikit, gitu ya.
Kalaupun melanggar, dicabut ijinnya cuma tiga bulan atau enam bulan, enggak sampai
mogok terus. Mungkin, mungkin waktu itu khilaf. Ya monggo saja itu, tapi sebenarnya itu
VDWX NHVDWXDQ HQJJDN ELVD GLSLVDKLQ .DUHQD« KHQLQJ VHMHQDN VDPSDL NLWD GDODP Sosisi
VHSHUWL LQL GHQJDQ VLNDS VHSHUWL LQL ,WX SDVWL DGD KDUJDQ\D GL EHODNDQJ«´
³«SDVWL LWX DGD KDUJDQ\D VHPXD LWX +DUJD NHQ\DPDQDQ KDUJD NHPXGDKDQ KDUJD
kebesaran misalnya..semua ada harganya. Itu soal pilihan saja..gitu. Jadi satu kesatuan.
Kalau kita mau memilih kenyamanan, kemewahan itu mungkin ada yang dikorbankan.
Enggak apa-apa sih, itu soal pilihan. Tapi saya rasa bisa berjalan kok, Ada kok buktinya,
saya masih hidup..sejauh ini baik-baik saja. Karena itu akhirnya kita jadi tahu sendiri.
Sekarang, kalau ada yang berurusan sama saya itu enggak mungkin yang mencong-
PHQFRQJ ´
³6D\D EDVLVQ\D EXNWL GDWD 6D\D HQJJDN PDX NHQD GHQJDU RPRQJDQ 0HVNLSXQ
omongan seribu orang kalau saya enggak melihat data apa buktinya, saya enggak akan
175

perduli. Kadang-kadang itu juga buruk buat saya, karena kadang-kadang itu benar gitu.
Saya terkadang ..oh iya..benar ternyata, gitu kan. Karena buktinya belakangan baru
ketahuan, kan gitu. Tapi selama ini biasanya saya mengamankan di awal dulu. Kalau di
awal saya merasa enggak aman mendingan enggak, diawal saya harus merasa nyaman.
Saya akan minta data-GDWDQ\D GDQ VHWHUXVQ\D NDODX L\D L\D NDODX QJJDN \DK QJJDN ´

Dilema atau konflik batin muncul saat permasalahan menguap dan melibatkan

perdebatan jajaran pimpinan atau direksi perusahaan tersebut. Jalan tengah kemudian diambil

sebagai upaya kompromi Ibu Elvi terhadap kliennya dalam menyelesaikan permasalahan. Berikut

ini penjelasan Ibu Elvi dalam wawancaranya:

³-DGL NRPSOHNV NDODX WHUMDGL GLOHPD $NKLUQ\D DPELO MDODQ WHngah kan, tanpa
mengorbankan. Oke..akhirnya saya setuju, problem itu masuk ke dalam laporan. Di opini
GLPXQFXONDQ 7DSL NDODX EXDW SHPEDFD \DQJ HQJJDN DKOL PXQJNLQ KPPP«VD\D DNDQ
kasih notes disitu sesuai catatan nomor sekian. Jika dilihat rinciannya di sana kemudian
dibuka. Bagi yang teliti dia akan tahu, berarti ini problem. Bagi yang enggak teliti, mungkin
dia cuma baca sepintas. Dia cuma lihat ohh..ada notes sekian. Tapi yah diungkap ada
disitu. Jadi ada kompromi, kenapa saya melanggar, karena dibolehkan oleh bahasa
angka. Kalau enggak begitu terjadi deadlock. Enggak jadi jadi juga. Akhirnya beliau
nurunin juga, artinya apa. Tetap itu diungkap. Kalau anda punya problem uang, pinjaman,
XWDQJ UDWXVDQ MXWD \DK HQJJDN EROHK ´

Ibu Diane memandang ruang lingkup pekerjaan yang dihadapi praktisi akuntan itu pasti

ada grey area nya, khususnya saat menangani koreksi fiskal pajak yang menempati grey area

tersebut. Dalam wawancara tersebut, Ibu Diane menambahkan bahwasanya pekerjaan akuntan

pendidik merupakan pekerjaan dalam batas aman, bahkan jarang bersinggungan dengan

pelanggaran seperti yang marak terjadi di lingkungan praktisi.

Pengamatan beliau menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai akuntan masih dalam taraf

aman sepanjang akuntan tersebut berperilaku jujur apa adanya sesuai aturan dan regulasi yang

ditentukan. Hanya saja dalam konteks tersebut selalu ada celah untuk merasionalkan tindakan

penyelewengan tersebut menjadi sesuatu yang lumrah terjadi. Berikut ini ungkapan Ibu Diane

dalam wawancaranya.

³ .DODX GDUL DNX L\D QJJDN VLK« NRUHNVL ILVFDO LWX NDQ VHEHQDUQ\D EDQ\DN grey area. Nah
itu tuh bingung sebenarnya misalnya contoh hal kecil deh perusahaan pajak tidak
memperbolehkan makan dan minum yang ehh misalnya minuman keras kan enggak
176

boleh ya pajak tuh sebenarnya enggak boleh tuh pasti harus dikoreksi fiskal nah kalau
aku, aku enggak koreksi gitu loh karena yang minum kembali lagi itu siapa dia kan orang
asing, orang asingkan emang enggak ada agamanya. Saya kan harus realistis gitu loh
ketika berhubungan dengan mereka saat bernegosiasi bisnis, kan pasti gitu ya biaya
HQWHUWDLQPHQWQ\D GDQ \DQJ SDOLQJ VHULQJ HQWHUWDLQPHQW .LWD QJHOLKDW \D VXGDK JLWX ORK«
mau apa kita kan juga enggak bisa. Kondisi yang kayak gitu sih yang sebenarnya menguji
NLWD« *D WDKX MXJD \DK SRNRNQ\D WXWXS PDWD DMD´
³ PHQXUXW DNX SHNHUMDDQ \DQJ SDOLQJ Grey Area nya jelas itu adalah akuntan. Menurut
aku yah hampir semua hal tuh eh kita ada aturannya gitu loh. Jadi kalau perusahaannya
PHPDQJ EHQDU SDVWL NLWD MXJD EHQDU JLWX ND\D PLVDOQ\D«.eeh kita nggak bakal bisa dapat
fee dari supplier misalnya supplier enggak bisa ngepush kita untuk misalnya eeh cepetin
bayar. Mereka begitu karena kita enggak punya akses kesitu secara ini akuntan
terlindungi ya terus eeh banyak hal aturan yang sudah ada. Eeeh Juklaknya kaya
misalnya SAK menurut aku yang paling benar. Itu profesi yang grey areanya..eeh kalau
pun misalnya kita merasa bahwa aduh kayanya ini bakal nggak ada aturannya deh itu di
6$. WDSL WHUQ\DWD SDMDN PHQJDWXU LWX VLK VHEHQDUQ\D PHQXUXW DNX (HK« NDODX PLVDOQ\D
mau benar sih bisa gitu di profesi ini yah bisa bisa banget gitu kecuali kalau kita misalnya
PDX EHQDU EDQJHW NLWD KDUXV SLQGDK SURIHVL NH QRQ SURILW \D WDSL NDQ NLWD QJJDN« ´
³«L\D EXNDQ EHUVLQJJXQJDQ SDVWL DGD grey area seperti aku bilang gitu loh. Tapi kalau
misalnya kita enggak mau grey area ya kita menjadi pendidik terus kita bisa jadi akuntan
SHQGLGLN JLWX NLWD ELVD« ´
³« PHQXUXW DNX NDODX PLVDOQ\D«NLWD PDX NRQVLVWHQVL NLWD PDX WHWDS MXMXU \DK SHNHUMDDQ
DNXQWDQ VLK PDVLK WHWDS WHUOLQGXQJL NDODX PHQXUXW DNX \DK ´

Dilema yang dihadapi Bapak Ariel saat bekerja adalah saat beliau harus mengalami

mutasi keluar kota dan meninggalkan keluarganya di Jakarta. Pada akhirnya beliau keluar dari

pekerjaan sebagai PNS dan pindah ke Instansi pemerintah lain yakni Kementerian BUMN. Jika

dilihat dari kronologis pekerjaan Bapak Ariel, peneliti justru tidak menemukan permasalahan

dilema dalam ruang lingkup pekerjaannya kecuali permasalahan mutasi tersebut. Bapak Ariel

sebagai sosok tegas yang bersikap apa adanya, membiarkan segala sesuatunya terjadi apa

adanya, tidak ditutup-tutupi. Beliau sendiri bukan merupakan pribadi yang suka mengambil

keuntungan dari peristiwa yang terjadi di perusahaannya. Beliau sebagai profesional taat pada

aturan dan ketentuan yang berlaku. Berikut ini merupakan hasil wawancara peneliti kepada

Bapak Ariel tersebut.

«´GLOHPD \DQJ VHULQJ VD\D DODPL DGDODK GXOX VDDW VD\D PDVLK EHNHUMD VHEDJDL DXGLWRU
pemerintah (BPKP) harus ditugaskan dan ditempatkan diluar kota dalam waktu lama.
Saya harus meninggalkan keluDUJD GDODP ZDNWX ODPD«0HVNLSXQ SDGD DNKLUQ\D VD\D
keluar dr intansi pemerintah dan pindah ke Kementerian BUMN ini di posisi Internal
$XGLWQ\D«´
177

Akuntan tidak perlu mengalami dilema atau konflik batin dalam proses pengambilan

keputusan jika menyakini keputusan yang dikeluarkan itu sepenuhnya berdasarkan bukti audit

yang komprehensif dan otentik. Keadaan tersebut sejalan dengan pemikiran Bapak Hardiman

berikut ini.

³-LND PHQMDODQNDQ ELVQLV NLWD JDN ELVD pure idealism, karena ada beberapa kejadian atau
kasus yang memaksa kita berada pada posisi dilema seperti pilihan saat kita tidak mau
melakukan rekayasa mungkin nilai kita lebih terjaga, tetapi mungkin saja klien kita akan
lari. Nah disini resikonya dan kita harus bisa memanage itu. Saat berbisnis, saya mencari
uang bukan untuk diri saya semata-mata tetapi buat membayar gaji karyawan oleh sebab
itu saya harus memegang etika. Jangan sampai katakanlah ada perusahaan yang
seharusnya tidak layak diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian malah kita kasih opini
seperti itu. Itu kan salah, memang ada beberapa yang harus kita hadapi tapi tidak bisa
dihilangkan sekaligus. Kita bisa meminimalisir pada saat prosesi audit, kan ada
tahapannya. Kita harus cermati pada setiap tahapan tersebut untuk melihat apakah klien
kita EHUPDVDODK DWDX WLGDN XQWXN PHQJKLQGDUL DGDQ\D GLOHPD HWLND GLNHPXGLDQ KDUL´
³-LND PDVDODK \DQJ WLPEXO FXNXS EHUDW PDND PDX QJJDN PDX KDUXV NLWD cut, kita putus
kontrak. Silahkan cari akuntan lain yang mau mengaudit. Kita tidak bisa mengikuti apa
yang mereka minta. Kita tidak bisa memberikan apa yang mereka inginkan. Tapi intinya
setiap profesi selalu ada titik rawan, oleh sebab itu dibutuhkan keberadaan kode etik. Hal
tersebut tidak saja berlaku dalam profesi akuntan, dokter, pengacara dan profesi lainnya
yang memiliki titik rawan itu. Jadi akuntan yang baik adalah akuntan yang beretika dan
SURIHVL \DQJ EDLN DGDODK SURIHVL \DQJ EHUMDODQ VHVXDL GHQJDQ HWLND´

Bapak Hardiman menekankan bahwasanya auditor harus bersikap tegas khususnya saat

menghadapi permasalahan pelik dan kompleks yang mengharuskan KAP memutus kontrak.

Secara ekstrim, beliau mempersilahkan klien mencari KAP lain apabila tidak sepaham dengan

ketentuan auditor tersebut. Pernyataan beliau tidak sepaham dengan pernyataan Ibu RAS yang

menilai tingkat penyelesaian sebuah masalah dapat dituntaskan berdasarkan tingkat kesadaran

yang dimiliki. Menurut beliau, setiap permasalahan itu ada solusinya. Pekerjaan beliau sebagai

auditor internal memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan auditor eksternal. Oleh sebab itu

dibutuhkan tingkatan atau jenjang manajemen dalam mengkaji keputusan tersebut sehingga

menjadi sebuah keputusan yang bersifat final.

³3HQWLQJQ\D .HUWDV .HUMD 3HPHULNVDDQ DGDODK GLVDDW DGD SURVHV ELVD GLNHWDKXL NDUHQD
saya ngereview nih jadi bisa ketahuan dimana berubahnya. Nanti berjenjang nih Ketua
Tim, ke Pengendali Tehnis ke Penanggung Jawab, nanti akan terlihat berubahnya di
178

SURVHV PDQD«-DGL NHSXWXVDQ WHUDNKLU DGD GL .HWXD 7LP NDGDQJ DGD WLSLNDO .HWXD 7LP
yang mengambil keputusan dan ada juga Pengendali Tehnis atau Supervisor itu yang
akhirnya nanti dia yang meramu gitu. Tergantung timnya adakah yang mau menghandel
dan meramu, istilahnya meramu ya Ketua Tim, Pengendali Tehnis atau Penanggung
Jawab, tapi untuk kondisi sekarang tuh jarang ya Ketua Tim meramu jarang karena
OHYHOQ\D PDVLK DGD \DQJ WLQJJL ELDVDQ\D VLK 3HQJHQGDOL 7HNQLV«´
³ NDODX VDPSDL PHUXQFLQJ NHOXDU SDVWLNDQ \DQJ GLWDQ\D GXOX WXK 3HQDQJJXQJ -DZDE
berjenjang..wah pasti dibalikin ke Pengendali Teknis lalu balikin ke Ketua Tim. Nah habis
LWX NDODX PHUXQFLQJ ELDVDQ\D NLWD SXQ\D LWX«LQWHUQDO DXGLW LWX PDVXN GLVLWX NLWD WDQ\DLQ
tuh.. Saya tahu karena saya jadi internal audit ya..tanyain ini prosesnya bagaimana dari
awal sampai akhir suruh cerita dan dari situ ketahuan hilangnya dimana karena auditee
PHPLOLNL NHUWDV NHUMD GLD WXQMXNLQ JLWX« ´

Saat muncul berita Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oknum auditor yang

bekerja di Instansi Ibu RAS tersebut, segenap jajaran pimpinan di Instansi beliau segera

menginstruksikan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara internal terlebih dahulu

sebelum akhinya berita tersebut tersampaikan ke publik yakni masyarakat luas. Masyarakat

seharusnya lebih cerdas dan bijaksana dalam menghadapi berita-berita yang ada. Jika tidak,

peristiwa tersebut akan menjadi preseden buruk terbentuknya opini publik. Berita yang dibentuk

atas dasar opini publik perlu ditelaah dan dikaji lebih mendalam unsur kebenarannya. Realita

kasus tersebut perlu dipahami secara komprehensif, tidak saja terkait rekayasa relasi kuasa dan

politik yang bernaung didalamnya. Ibu RAS menegaskan bahwasanya semua berita yang terkait

dengan Instansinya tersebut tidak semata-mata kesalahan oknum di Instansi pemerintah

tersebut, melainkan adanya keterlibatan pihak tertentu yang memiliki kuasa kepentingan dan

unsur politis didalamnya. Berikut ini merupakan penjabaran beliau dalam cuplikan wawancaranya

³ WHUOHELK VDDW DGD NDVXV 277 NHPDULQ NDUHQD NHFRORQJDQ MXJD 2OHK VHEDE LWX NHPDULQ
kita semua dikumpulin oleh Kepala Perwakilan audit eselon 1 terkait hasil pemeriksaan
kita. Ketua Instansi pemerintahan kami berpesan atas kejadian selama ini yang terjadi,
tolong kalau ada masalah diselesaikan Internal dahulu..keep internal dulu..kalau masalah
kayak kemarin itu udah RNQXP VHEHQDUQ\D« ´
³ 1DK NLWD WXUXQ EXNDQ VD\D NHEHWXODQ WHPDQ VD\D .LWD PHP-BAP mereka kebetulan
kan kita di Instansi ada unit investigasi. Ya sekarang itu kerjasama unit investigasi sama
unit Internal Audit itu mem-BAP lah istilahnya. Ya mem-BAP itu semua tim tuh ditanya
satu-VDWX ´
³« &XPDQ \D LWX \DQJ DNX ELODQJ NHUMDDQ RNQXP NDUHQD GLD PDLQ VHQGLUL NDQ JLWX 1DK
kita itu untuk memastikan..itu kan internal menanyakan semua orang di tim itu kan. Nah
sebenarnya sebelum follow up semua kita udah turun. Internal sudah turun menanyakan
satu-satu lah semua tim itu dari situ. Ya perlu kejujuran makanya mem-BAP kan seperti
179

polisi ya jadi memang harus orang Internal Audit atau Tim Investigasi yang memiliki
NHPDPSXDQ VHSHUWL SROLVL«´
³«6D\D HQJJDN WDKX VNHnario dibalik itu, ya cuman kalau kita kan..kita kan turun ke
lapangan setelah kejadian. Bapak itu sudah di KPK dan itu sih kita menyangkanya sih
SROLWLN \D NDUHQD GLD HVHORQ «8GDK SROLWLN VLK PHQXUXW NLWD LWX NDUHQD PHOLEDWNDQ HVHORQ
«VHEHQDUQ\D Wuh ya eeh di Instansi kami itu karena ada anggota yang 1 sampai 7 tuh.
Itu sebenarnya sekarang tuh semua keputusan itu dari anggota. Padahal kan dia bukan
NDULU \D GLD NDQ SROLWLN GLD SXQ\D NHSHQWLQJDQ SROLWLN VHEHQDUQ\D«VHNDUDQJ pure politic..
kalau sekarang rata-rata punya tunggangan partai lah..yang mau jadi anggota itu pasti
SXQ\D WXQJJDQJDQ SDUWDL NDODX HQJJDN SDVWL HQJJDN« ND\DN VHNDUDQJ QLK HVHORQ VD\D
nih udah calonin beberapa kali nih tapi dia enggak punya tunggangan politik ke partai
DSD««\D VXGDK«´

Ibu RAS menambahkan bahwasanya profesionalisme akuntan di Instansi pemerintah

memiliki banyak kerentanan, sehingga marwah profesi ini mulai ternodai oleh unsur politis dan

kepentingan yang melibatkan relasi kuasa sehingga menunggangi fungsi otoritatif di

kelembagaan tersebut. Keadaan tersebut menjadikan tugas dan tanggungjawab akuntan yang

terkait etika tidak bisa terlaksana secara utuh. Pada saatnya nanti semua akan berbenturan

dengan kepentingan penguasa. Meskipun demikian peristiwa tersebut bukan menjadi

permasalahan besar dalam akuntansi khususnya saat jiwa akuntan memiliki keyakinan teguh

terhadap prinsip atau azas spiritual yang mereka anut.

6.6 Penutup

Kehidupan di alam semesta memiliki serangkaian tindakan penuh makna yang menjadi

dasar eksistensi manusia sebagai sosok maupun figur yang mampu menghadapi realitas apa

adanya. Keadaan tersebut menjadi pegangan dan kendali diri akuntan dalam bersikap dan

bertingkah laku kepada sesama dalam ranah etika. Setiap jiwa hendaknya memperhatikan

keberadaan etika atau akhlak tersebut dalam dirinya, apakah merupakan sematan atau hiasan,

sekedar fungsi moralitas saja atau justru sebagai anugerah Tuhan yang perlu dijaga kesuciannya.

Disinilah peran jiwa sepenuhnya dalam memilih dan bertanggungjawab atas tindakan yang

diambil tersebut.
180

Beberapa informan penelitian mengalami kebuntuan menempatkan eksistensi dirinya

karena tidak memiliki kebebasan ruang dalam memilih. Keadaan tersebut terjadi karena

penerapan aturan sebagian besar mengekang kebebasan mereka dalam berekspresi. Ada yang

menilai kondisi tersebut bersifat positif tapi ada juga yang merasa kondisi tersebut sebagai

tuntutan yang lamban laun menimbulkan kelelahan hingga stress. Kondisi tersebut akan

menempatkan jiwa dalam posisi ketidakberdayaan. Mereka merasa terbebani dan terpenjara

layaknya korban dari ketidakadilan yang disebabkan relasi kuasa, politis maupun lingkungan

yang tidak mendukung. Dilain pihak ada beberapa informan yang mampu melampaui eksistensi

dalam dirinya sehingga menjadi lebih kreatif, mampu berfikir logis serta tegas menentukan pilihan

berdasarkan hati nuraninya.

Fenomena yang dialami informan tersebut, senyatanya perlu dipahami keterlibatan dan

peran jiwanya sebagai sosok pribadi yang dimelekati oleh label maupun atribut sosial.

Kemelekatan yang mendominasi mampu mengabaikan fungsi Diri sebagai teman perjalanan

dalam menggapai eksistensi hidup agar diri memiliki kebermaknaan hidup (meaningful). Proses

penemuan diri akan makna perjalanan hidup merupakan upaya jiwa dalam menggapai kesadaran

diri (evolusi).

Evolusi kesadaran merupakan evolusi kesubyekan manusia dari makhluk material hingga

makhluk spiritual. Subyek yang bertindak sebagai partisipasi aktif memiliki kebebasan memilih

agar terlepas dari penderitaan sehingga memiliki rasa cinta yang utuh. Kebebasan merupakan

anugerah Tuhan yang secara nature terdapat dalam diri manusia dan bukan pemberian dari dunia

luar. Oleh sebab itu evolusi menuju pencerahan dimulai dari tingkatan personal, masyarakat,

komunitas, sosial hingga peradaban. Pencerahan merupakan kondisi dimana Diri mengalami

penyaksian tanpa batas terhadap manifestasi sifat-sifat Tuhan atau kesubyekan diri sebagai

makhluk yang membawa intrinsic order dari Tuhan dimana sifat-sifatNya membantu manusia

melampaui ruang dan waktu.


181

Peningkatan kualitas jiwa terus menerus dalam diri berbanding lurus dengan kemampuan

jiwa dalam menjaga kesucian dirinya. Oleh sebab itu kerentanan jiwa adakalanya muncul di

beberapa titik perjalanan hidup. Dalam pemikiran Hawkins, ada beberapa kualitas jiwa dalam

memandang realita kehidupan yakni the watcher dan the experiencer yang berada pada dimensi

3, kemudian the observer pada dimensi 4 dan selanjutnya the witness pada dimensi 5. Masing-

masing jiwa memiliki posisi dan derajat kualitas kemenjadian (becoming) yang berbeda.

Dalam tingkatan the watcher, jiwa memandang dunia eksternal sebagai sumber

kesenangan (kesadaran ego). Diri dituntut agar mampu memenangkan situasi sosial yang

dihadapi melalui tindakan mengantisipasi keberlangsungan rutinitas sosial (adaptasi). Dalam

keadaan tersebut, jiwa akuntan cenderung mengedepankan ego di setiap kegiatannya. Hasrat

dan keinginan besar terhadap sesuatu melebihi porsi yang seharusnya karena jiwa merasa

kekurangan sehingga gerak pemenuhan dari luar diupayakan secara terus menerus untuk

menghidupi dirinya. Dalam menghadapi kondisi tersebut, akuntan mengalami tuntutan hidup

tanpa akhir dimana gerak jiwa yang tidak mampu mengimbangi ritme dunia akan mengalami

keputusasaan, ketidakberhargaan hidup, stress hingga depresi.

Pada tingkatan experiencer, jiwa meratapi penderitaan yang muncul dalam batinnya.

Keadaan tersebut dilatarbelakangi oleh kemampuan jiwa yang memandang dunia eksternal

sebagai sumber penderitaan. Dalam keadaan tersebut, jiwa merasa terpuruk dan tidak memiliki

eksistensi dalam ruang lingkup sosial sehingga mengalami ketidakbermaknaan hidup. Dalam

tingkatan tersebut, jiwa cenderung menumbuhkan eksistensinya melalui sikap arogansi dan

kebanggaan (superior) diri sebagai upaya pemenuhan diri secara utuh. Keadaan tersebut

menjadi isyarat agar jiwa mampu menumbuhkan kualitas pejuang dalam dirinya yang lamban

laun bergerak naik mencapai tingkatan willingness. Dalam mencapai tingkatan tersebut, diri

bergerak melanjutkan perjalanan kedalam dirinya agar mampu mengeksplorasi posisi dirinya

sehingga memperoleh kebermaknaan hidup.


182

Pada tingkatan the observer, penilaian jiwa terhadap beban kehidupan yang dialami, tidak

menjadikan diri terus berputus asa. Jiwa ditempa agar senantiasa mampu menjalani proses

tersebut sehingga mampu menumbuhkan derajat spiritualnya. Dalam tingkatan tersebut, proses

berfikir kritis sudah tidak mendominasi seperti tingkatan kualitas jiwa sebelumnya. Jiwa dalam

tingkatan ini justru sedang menapaki proses penyempurnaan dimana mekanisme cinta nantinya

terbentuk dalam diri dan jiwa mampu melampaui berbagai bentuk kerentanan dalam dirinya.

Pada tingkatan the witness, jiwa sudah tidak menghadapi dualitas dalam dirinya, diri

sudah tidak menghadapi dikotomi antara dunia luar dan dunia dalam. Semua menyatu menjadi

satu kesatuan tidak terdapat pemisahan. Jiwa merasakan penyatuan mendalam terhadap apa

yang terjadi dengan alam sekitarnya berikut seisi makhluknya. Pada tahapan tersebut, jiwa

mampu merasakan nilai-nilai keilahian teraktualisasi dalam dirinya sehingga diperoleh

pemahaman bahwa diri memiliki amanah penuh dalam mengemban peran dan tanggungjawab

dari Tuhan sehingga senantiasa memberikan kebermanfaatan kepada sesama dan membangun

peradaban yang mensejahterakan umat. Agar amanat peran dan tanggungjawab manusia

sebagai khalifah di muka bumi dapat diemban dengan baik dan selaras dengan kebermanfaatan

dan kesejahteraan umat, maka dibutuhkan upaya penyadaran diri yang utuh dan sempurna.
BAB VII
TRANS(ENDENSI)PERSONAL, UPAYA MENUMBUHKAN CINTA ILAHI DALAM DIRI:
SEBUAH EVOLUSI KESADARAN

We are all visitors to this time, this place.


We are just passing through. Our purpose here is
to observe, to learn, to groZ WR ORYH««
and then we return home.
(Australian Aboriginal Proverb-TheMindsJournal.Com)

7.1 Pengantar

Upaya penyempurnaan diri dapat diraih oleh jiwa melalui proses evolusi. Oleh sebab itu

pemberdayaan diri memiliki peran penting dalam keselarasan jiwa sehingga mampu menggapai

kesadaran ilahi yang menjadi tujuan utama penciptaan manusia berada di muka bumi. Mencapai

kesadaran ilahiah merupakan tahapan akhir perjalanan manusia dimana jiwa mampu menjalani

hidup otentik dan bertumbuh sebagai jiwa yang utuh dan sempurna. Kesempurnaan terletak

dalam diri manusia yang mampu mengenali, memahami serta menyadari bahwa segala sesuatu

yang terjadi dalam hidupnya tidak lepas dari kehendak Tuhan didalamnya. Manusia dengan

ikhtiar dan kemampuannya mewujud dalam diri yang bertumbuh. Pertumbuhan jiwa menuju

pribadi yang otentik tidak semata-mata dilatarbelakangi oleh faktor instruksi, regulasi, kekuasaan,

lingkungan bahkan figur otoritatif sekalipun. Keotentikan menjadi nyata saat diri manusia

terhubung dengan kehendak Tuhan, tanpa terbebani aturan atau regulasi yang ditetapkan pihak-

pihak yang memiliki kuasa kepentingan. Oleh sebab itu kesadaran memahami potensi diri

merupakan rangkaian aktivitas jiwa yang menempatkan ruh sebagai wujud tertinggi sekaligus

jendela jiwa yang menggerakkan keterhubungan diri dengan Tuhan.

Transendensi merupakan upaya mempercepat evolusi jiwa karena dalam proses

tersebut, setiap orang menemukan intrinsic order yang berbeda-beda. Proses transendensi

berangkat dari perasaan bersalah dalam diri berjalan menuju kebenaran dimana aliran kehidupan

183
184

yang dirasakan jiwa berpartisipasi secara aktif sebagai subyek melalui ketajaman penyaksian.

Transendensi memfokuskan pada penemuan kesalahan dan kebenaran diri, sehingga diperoleh

pengetahuan mendalam tentang diri ilahi yang bergerak menuju proses perubahan atau

transformasi perilaku. Dalam keadaan tersebut, diri mengalami rekontekstualisasi (Aswar, 2020)

dimana terjadi dialektika antara jiwa dan Tuhan yang menciptakan ketentraman, ketenangan

bahkan mampu menyembuhkan dan menumbuhkan spirit dalam diri. Proses transendensi

merupakan rangkaian tahapan mengakui penderitaan (chaos), menerima dan memahami

penderitaan sehingga mampu berjuang untuk melewatinya. Tahapan tersebut merupakan

tahapan perjalanan jiwa yang termuat dalam Peta Kesadaran Hawkins.

Kemampuan jiwa melampaui penderitaan memunculkan ledakan keimanan dalam diri

sehingga jiwa mampu mengaktualisasikan rasa cinta dan suka cita yang mendalam sebagai

representasi sifat-sifat Tuhan dalam Diri. Iman merupakan realisasi keillahian yang tidak terkait

dengan atribut atau label sosial yang ada. Oleh sebab itu kehadiranNya yang terepresentasi

dalam wujud kebenaran Diri yang selaras tidak akan menimbulkan konflik batin. Konflik batin

menjadi isu perdebatan besar bagi sebagian akuntan dalam memenuhi tugas dan

tanggungjawabnya. Ketidakmampuan akuntan dalam memilih, berujung pada ketidaktepatan diri

dalam menemukan kebenaran. Jika keadaan tersebut terus menerus berlanjut, maka jiwa akan

terjerat dalam rantai pelanggaran etika yang tidak berujung. Saat manusia memiliki tuntutan atau

hasrat besar terhadap label atau atribut sosial tersebut, disaat itulah keotentikan dalam diri

manusia memudar hingga lamban laun tenggelam. Beranjak dari keadaan tersebut, kesadaran

ego dan perjalanan dualitas manusia berkembang menuju pertentangan dan perdebatan sengit

dalam batin. Jika kondisi tersebut tidak segera diakhiri, maka gerak jiwa akan terus menerus

statis dan sulit beranjak bangkit dari kubangan penderitaan dan kesenangan semu.

Saat manusia jatuh terpuruk dalam penderitaan, pergerakan jiwa umumnya didera oleh

pengalaman ketakutan, kemarahan, kegelisahan dan konflik batin (fase reptilians) tanpa henti.

Keadaan tersebut menawarkan solusi kepada jiwa agar kembali mampu mengenali jati dirinya
185

melalui pemahaman potensi diri yang tersimpan baik kelebihan maupun kelemahan, menyadari

kenyataan dan pengalaman hidup yang telah dilewati melalui tingkatan kesadaran berupa

acceptance yakni kemampuan mengikhlaskan dan menerima diri sebagai pelaku bukan korban:

melakukan shifting dengan bergeser dan beranjak menuju kesadaran murni: focus menjaga level

kesadaran agar senantiasa berada di level power sehingga mampu mengeluarkan vibrasi positif,

penuh vitalitas dan semangat. Berikut ini gambaran perjalanan jiwa menuju pencapaian Insan

Kamil tersebut:

Memperluas konteks dalam hal

Penderitaan & Kenali & Self Kejernihan *Karakter


Kesenangan Pahami Healing Cinta >Ego *Pengetahuan Insan
(chaos) Jati Diri Mensucikan Menumbuhkan cinta *Kebijaksanaan Kamil
(Fitrah) Melampaui Ego Keme- *Daya Kehidupan
lekatan
Proses Transedensi

Gambar 7.1 Proses Menuju Insan Kamil

Proses menuju tahapan Insan Kamil diperoleh dari sekumpulan informasi yang

disampaikan para informan dalam wawancaranya. Peneliti melakukan penilaian terhadap

pernyataan yang disampaikan informan melalui pengkategorian tahapan proses tersebut.

Dengan demikian diperoleh makna atau kesadaran spiritual dari pernyataan informan tersebut.

7.2 Mengurai Keruwetan Dilema Akuntan: Menggugah Jiwa dan Menggeser Paradigma
Berfikir

Akuntan menghadapi permasalahan dilema dalam ruang lingkup akuntansi atau bidang

apapun lainnya yang terjadi dalam masyarakat. Keadaan tersebut dilatarbelakangi oleh pola

berfikir mereka yang masih linier dimana ruang dalam solusi terbatas cakupannya untuk

PHQJDWDVL PDVDODK NHKLGXSDQ 8SD\D PHPHQXKL UXDQJ EDWLQ \DQJ WHUDVD ³NRVRQJ´ GLODNukan
186

melalui hasrat kemelekatan yang besar terhadap unsur yang bersifat material, fisik dan bersifat

eksternal terus menerus. Diri tidak memiliki daya upaya dalam memilih sehingga

ketidakberdayaan tersebut menempatkan posisi jiwa sebagai korban atau pelaku dari sebuah

kejadian atau peristiwa. Jiwa akhirnya menggunakan kebebasan berfikir dalam menggeser

paradigma lama yang bersifat linier (materialistic) menjadi non linier (spiritual). Dengan demikian

diri memiliki keleluasaan atau ketidakterbatasan memandang realita yang didominasi oleh

ketidakpastian.

Proses terjadinya fraud dilatarbelakangi oleh berbagai faktor pendorong. Bu Elvi menilai

motivasi sebagai faktor pendorong jiwa dalam bertindak sebagai pelaku pelanggaran tersebut.

Perilaku manusia dalam keadaan tersebut ditempatkan sebagai eksekutor dalam pelanggaran.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ibu Elvi dalam cuplikan wawancaranya berikut ini.

³« PHPDQJ EDQ\DN IDNWRU \DQJ PHQLPEXONDQ fraud )DNWRUQ\D EDQ\DN \D«NDQ NDODX
fraud triangle itu kan ada opportunity, tekanan/pressure kemudian kesempatan kan (satu
lagi rasionalisasi). Nah mungkin kebetulan ketiga-WLJDQ\D EHUWHPX GL VDWX WHPSDW ´
³ <R LWX 7DSL NDODX PLVDOQ\D HQJJDN VD\D UDVD VLK HQJJDN«0XQJNLQ LWX NKLODI NDOL \DK
bu, karena itu kan risiNRQ\D EHVDU ´

Khilaf merupakan kondisi jiwa yang tidak menyadari gerak peristiwa yang mampu

melarutkan jiwa menuju penderitaan maupun kesenangan semu. Pada saat jiwa larut dalam

penderitaan maupun kesenangan, jiwa tidak memiliki kebebasan atau keyakinan untuk

mengendalikan apa yang terjadi dalam dirinya. Kebebasan dan keyakinan merupakan pilihan

jiwa yang seharusnya mampu dirasakan oleh batin atau hati manusia. Itu sebabnya Ibu RAS

mengembalikan semua permasalahan tersebut untuk direnungkan kembali dalam hati sehingga

diri senantiasa sabar dan bersyukur atas apapun yang terjadi dalam kehidupannya. Menurut Ibu

RAS, lika liku kehidupan di dunia laksana sebuah tempaan dalam perjalanan jiwa. Jiwa

sepatutnya menikmati perjalanan tersebut meskipun riak dan gelombang mampu

menghempaskan jiwa dalam pusaran ketidakberdayaan. Arus yang mengalir deras dalam
187

SHUMDODQDQ PHUXSDNDQ ³EXPEX SHQ\HGDS´ DNXQWDQ GDODP EHUWXPEXK ,QIRUPDVL-informasi

tersebut telah diungkapkan Ibu RAS dalam pernyataan wawancaranya berikut ini.

³ 6HEHQDUQ\D LQL OHELK NH PDVDODK KDWL \D $NKLUQ\D VD\D NHPEDOLNDQ ODJL NHGDODP GLUL
DNX PDVLK EHUXQWXQJ GL -DNDUWD JLWX DMD VLK $SDSXQ LWX« VD\D DZDOQ\D VLK GXOX VHULQJ
menghindari masalah gitu. Saya jujur aja waktu itu, yang lain juga ya gimana cara
menghindari itu, lama-ODPD VD\D MDGL ERVDQ JLWX«NDUHQD VHODPD LQL VD\D
membandingkan lagi sama teman-WHPDQ VD\D NHWLND KDUXV GLPXWDVL«NDQ DXGLWRU
dimutasi 4 tahun sekali meninggalkan keluarga, bayangkan kalau tinggal
EHUMDXKDQ SDGDKDO GLD SHUHPSXDQ«-DGL ketika saya masih di Jakarta, ya sudah saya
V\XNXUL VDMD XGDK JLWX DMD« 7HUXV VD\D PLNLU ODJL WHUXV QDQWL VD\D GLSLQGDK NDWDNDQODK
saya enggak suka nih di shelter ini,..terus dipindah lagi ke Pusdiklat atau kemana gitu kan
pastinya saya juga akan menghaGDSL KDO VHSHUWL LQL«´
³ \D VXGDKODK«\DQJ SHQWLQJ DNX GL -DNDUWD JLWX DMD DNKLUQ\D .HVLWX XMXQJ-ujungnya kan
kesitu, ya sudah saya hadapin. Jadi gimana sekarang saya menghandle..memang benar
harus benar-benar memanage UHVWX SHQWLQJ EDQJHW NDQ GLVLQL ´
³6D\D MDGL 316 WXK PXQJNLQ $OODK VXGDK PHPEHULNDQ MDODQ \DQJ DSD \D MDODQ \DQJ
terbaik ketika harus membagi waktu antara kerjaan dan keluarga. Apa iya jika saya pindah
ke OJK atau katakanlah BI, atau ke BUMN lain, apa saya bisa pulang
ontime?..maksudnya selama di PNS itu ketika..teng setengah 5 atau jam 5 pulang ya ya
sudah gitu loh boleh pulang, walaupun ketika saya di daerah saya harus overtime is oke
karena memang tanggung jawab kerjaan di daerah. Saya tidak memiliki keluarga didaerah
jadi saya harus fokus untuk kerjaan kan.. Nah ketika disini ya saya setengah 5
pulang..pulang gitu loh..kalau di daerah kan tuntutannya lebih tinggi ya, dikejar laporan
apalagi pemeriksaan keuangan harus selesai di tanggal berapa kan harus..ya itu mau
enggak mau harus sering overtime. Makanya saya mikir kenapa saya enggak mensyukuri,
akhirnya saya begitu. Awalnya saya ah..pengen kesini pengen kesini, gajinya harus
WLQJJL«0DNDQ\D VD\D« \D PXQJNLQ VD\D VXGDK GL WLWLN OHYHO \DQJ VHULQJ NHEHQWXU-bentur
akhirnya ya sudah semua pDVWL DGD PDVDODK« ´
³«$ZDOQ\D VLK EXWXK SHQJHUWLDQ GDQ NHVDEDUDQ DMD NXQFLQ\D &XPD \D VD\D GL OHYHO \DQJ
belum bisa 100% terus terang aja, saya berusaha gitu loh, walau kadang-kadang masih
suka menggerutu di belakang saya sama teman-WHPDQ FXUKDW JLWX«NDQ saya kan satu
tim terdiri atas 4 orang dan ganti-JDQWL NDQ" ´
³« %DQ\DN ULVLNR MLND VD\D MLND PHPLOLK EHNHUMD VHEDJDL DXGLWRU HNVWHUQDO VHKLQJJD
PHQJDNLEDWNDQ VHEDJLDQ RUDQJ PHQJKLQGDULQ\D WHUPDVXN VD\D«VD\D risk avoider.
Kalau risk taker lebih cocoN PHQMDGL DXGLWRU NDUHQD WDQWDQJDQQ\D EDQ\DN«´

Bapak Ariel menilai keruwetan berpikir sebagai akar dari permasalahan dilema akuntan.

Oleh sebab itu posisi jiwa hendaknya dikembalikan lagi pada keyakinan diri terhadap nilai-nilai

agama atau pertumbuhan spiritual dalam diri. Keyakinan terhadap agama diperoleh melalui

pemahaman akan makna ritual keagamaan serta simbol-simbol ibadah yang dilakukan sehingga

mampu menumbuhkan kesadaran spiritual. Pribadi yang memiliki integritas, independensi,

profesionalisme serta prinsip-prinsip etika akuntan lainnya, senyatanya merupakan hasil


188

pertumbuhan kesadaran spiritual akuntan tersebut. Dari penjabaran informasi yang diungkapkan

Bapak Ariel tersebut, beliau belum mampu membedakan pernyataan tentang spiritualitas dan

supranatural. Padahal spiritual merupakan pola berfikir non linier, dimana kemampuan berfikir diri

melampaui yang ada (out of the box). Diri yang ilahi hadir menembus ketidakpastian tersebut.

Lain halnya dengan kemampuan supranatural yang terkait dengan sesuatu yang bersifat mistik

serta penggunaan alat bantu dalam kegiatan mistik tersebut. Berikut ini merupakan ungkapan

beliau dalam wawancaranya.

³7DSL DOKDPGXOLODK KLQJJD VDDW LQL VD\D UDMLQ VKRODW WDKDMXG 3RNRNQ\D DVSHN VSLULWXDO
saya kuatin gitu. Itu katanya bisa buat melepas dan itu sudah dibiasakan sejak kecil
hingga sekarang habis maghrib ngaji begitu loh. Kalau habis maghrib ngaji kan hal-hal
VHPDFDP LWX \DQJ ELVD GLODNXNDQ«´
³6D\D SHUQDK GLVHUDQJ RUDQJ [ WDSL VD\D HQJJDN WDNXW $OKDPGXOLOODK VD\D bisa lolos.
Ternyata menjadi auditor itu perlu apa yah istilahnya perlu bekal spiritual kuat jadi kalau
diserang dengan cara non fisik, kita bisa hindari. Kalau masalah lain yang terkait dengan
integrity kan masalah secara umum..meski hal itu merupakan sesuatu yang tidak kalah
SHQWLQJ SXOD «´

Begitupula dengan Bapak Munaj yang tidak lupa menyertakan restu keluarga yakni doa

dan dukungan istri serta anak-anak beliau dalam pengambilan keputusan terkait pekerjaannya.

Lingkungan keluarga yang memberikan atmosfer positif akan memperkokoh serta mendukung

fungsi etika atau akhlak dalam diri manusia. Berikut ini penjabaran pernyataan beliau dalam

cuplikan wawancaranya:

³.DODX VD\D VLK PHOLKDW ND\DN JLWX«VD\D EDOLNDQ ODJL JLPDQD VRDO UHOLJLXVLWDV 6D\D
balikkan lagi ke keluarga sih kalau kayak gitu. Misalnya dalam artian nih, saya udah wanti-
wanti istri saya bicara ke saya untuk tidak menerima sesuatu yang istilahnya subhat..ragu-
ragu gitu. Misalnya tadi kita tiba-tiba eee apa namanya, dibiayakan untuk pergi ke Lombok
sama negara gitu, itu duitnya dari mana. Negara bukan yang bayarin ataupun yang
lainnya, atau memang itu sebagai gratifikasi atau yang lain. Istri saya sudah wanti-wanti
ketika itu, terus dukungan dari istri dan keluarga tersebut penting. Saya sih melihat seperti
LWX HQJJDN WDKX NRQWHNV PDQXVLD \DQJ ODLQ EDJDLPDQD \D ´

Posisi istri dalam keluarga merupakan ornamen jiwa sekaligus penyeimbang dalam

kehidupan suami. Hal ini dikarenakan istri memiliki peran penting mengatur kehidupan serta iklim

rumah tangga tanpa mengabaikan fungsi suami sebagai kepala rumah tangga. Berkaitan hal
189

tersebut, Bapak Munaj selaku kepala rumah tangga membutuhkan aspek feminine sebagai

penyeimbang aspek maskulin dalam dirinya. Kelembutan dan ketenangan Istri merupakan aspek

penyeimbang dalam menumbuhkan semangat kerja, ketekunan dan disiplin suami. Dengan

demikian akan terjadi keselarasan dan keseimbangan beliau dalam berperilaku. Keadaan

tersebut menjadi pegangan Bapak Munaj dalam menumbuhkan kesadaran beretika sehingga

menjadi kendali dan kekuatan diri dalam bersikap dan bertindak .

7.3 Pensucian Jiwa dan Kemampuan Self Healing: Menumbuhkan Tingkat Subyektivitas

dalam Diri

Perubahan paradigma dalam berfikir merupakan alternatif cara yang dipilih jiwa agar

mampu menggeser posisi diri dari sebuah keadaan atau kondisi sebagai objek menuju proses

³NHPHQMDGLDQ´ GLPDQD VXE\HN PHPLOLNL NHPHUGHNDDQ SHQXK EHUNUHDVL VHKLQJJD PDPSX

melampaui penderitaan yang sedang dialami. Proses menempatkan diri sebagai subyek

merupakan proses menghadirkan diri sebagai sosok yang memiliki kebebasan berkehendak

penuh untuk merubah keadaan menjadi manifestasi tempat bertumbuhnya kesadaran jiwa.

Perubahan atau pergeseran paradigma berfikir dari pola linier (material) menjadi non linier

(spiritual) bukan merupakan proses instan yang mudah dilakukan oleh jiwa yang terlanjur hanyut

dalam kemelekatan eksternal. Perlu tahapan demi tahapan proses menumbuhkan jiwa agar diri

senantiasa melakukan introspeksi sepanjang pengalaman hidupnya. Introspeksi dan refleksi

menjadi salah satu pintu atau jalan bagi jiwa agar mampu melakukan perjalanan ke dalam dirinya

(inner journey).

Dalam proses perjalanan kedalam diri, jiwa mengalami serangkaian pengalaman

menyenangkan maupun tidak menyenangkan yang bersifat traumatis (luka batin) yang dapat

mengganggu sifat dan kepribadian manusia. Langkah antisipatif yang perlu dilakukan adalah

dengan menerima pengalaman traumatis yang pernah hadir dalam dirinya, tidak memiliki

penyangkalan, memiliki kemampuan memahami, menyadari serta mengakui bahwa sejatinya


190

pengalaman tersebut pernah hadir dalam kehidupan manusia. Diri mampu menyaksikan

pengalaman tersebut sebagai upaya pembelajaran diri dimana didalamnya memuat sebuah

hikmah. Dengan menarik makna filosofis ke dalam diri, jiwa senyatanya memiliki kekuatan untuk

menapaki tahapan kehidupan selanjutnya. Dalam proses tahapan tersebut, kesucian jiwa

diharapkan menyeruak hadir dan muncul tanpa batasan ruang dan waktu, memulihkan ingatan

akan esensi penciptaan diri manusia dimana asal muasal keberadaan manusia menggerakkan

jiwa untuk senantiasa kembali pada fitrah. Proses tersebut tentunya tidaklah mudah, karena

dibutuhkan keleluasaan jiwa agar mampu menerima pengalaman yang dihadapi melalui jalan

kesabaran dan keikhlasan. Peristiwa tersebut dialami informan penelitian yang secara tegas

meyakini hakekat kebenaran dalam dirinya. Kebenaran tersebut secara tidak langsung menjadi

titik tolak jiwa dalam menyembuhkan dirinya (self healing). Bapak Hardiman secara fakta

meyakinkan pentingnya nilai-nilai kehidupan berupa kejujuran, integritas, independensi,

objektivitas, profesionalisme serta nilai-nilai kebaikan dalam menumbuhkembangkan akhlak

akuntan seperti dituangkan dalam cuplikan wawancara berikut ini:

³6D\D EHUXSD\D PHPHJDQJ WHJXK QLODL-nilai dalam akhlak dan profesi khususnya saat
melakukan audit. Misalkan integritas perlu kita pegang teguh. Kita ungkapkan apa adanya
kalau dokumen nya bilang A, ya kita bilang A. kalau dokumennya bilang B yah kita bilang
B. Tidak mungkin saya bilang dokumen A kalau kenyataanya itu dokumen B, karena
GDODP DXGLW NDQ PHPHULNVD GRNXPHQ DSD DGDQ\D JLWX ´
³.LWD KDUXV PHPLOLNL ,QWHJULWDV ,QGHSHQGHQVL REMHNWLYLWDV GDQ ODLQ-lain. Kejujuran yah kita
ungkapkan apa adanya. Apa yang kita temukan kita ungkapkan. Jangan sampai
,QGHSHQGHQVL NLWD EHUEHQWXUDQ GHQJDQ NOLHQ 2EMHNWLI \DK«SDVWLNDQ WLGDN VXEMHNWLI
maksudnya sesuai dengan source dokumennya. Profesionalisme yah sesuai dengan
kompetensi kita sebagai akuntan. Itu nilai-nilai yang harus dimiliki akuntan.

Ibu Anies selanjutnya menambahkan bahwasanya kebahagiaan lahir dan batin tidak saja

melibatkan unsur religiusitas spiritual maupun syariah keagamaan, tetapi juga menyelaraskan

jiwa dengan diri yang Ilahiah. Bu Anies juga menyatakan bahwa faktor eksternal pemicu

kebahagiaan manusia dijabarkan dalam relasi interpersonal serta terwujudnya iklim kondusif di

lingkungan kerja. Meskipun demikian untuk mewujudkan semua itu, tidak lepas dari vibrasi atau

arah gerak jiwa yang dihasilkan informan tersebut. Peneliti menilai senyatanya dunia eksternal
191

merupakan pantulan cermin dari keberadaan dunia internal informan. Berikut ini ungkapan Ibu

Anies terkait wawancara tersebut.

..Berbuat kebaikan secara terus menerus sehingga menimbulkan kebahagiaan lahir


maupun batin, tidak lepas dari peran agama atau syariah saja melainkan pula adanya
UHVWX SDQJHVWX GDODP WDWDUDQ MLZD ´
³« 6HEDJDL GRVHQ PDXSXQ SUDNWLVL NHOHOXDVDDQ GDODP EHULEDGDK LWX SHQWLQJ NDUHQD
mampu menumbuhkan subyektivitas dalam diri sehingga mampu menciptakan iklim
kondusif bagi mahasiswa. Intinya saya senang dengan hubungan interpersonal yang
WHUELQD GL OLQJNXQJDQ NHUMD VD\D«´

Berdasarkan pernyataan Ibu Anies tersebut, diperoleh pemahaman bahwasanya

pensucian diri atau self healing dilakukan melalui mekanisme pertumbuhan nilai-nilai keilahian

yang disertai rasa ikhlas dan sabar. Nilai-nilai keilahian yang tumbuh dalam wujud sabar dan

ikhlas berada dalam wadah yang suci (firah). Wadah suci atau fitrah diri muncul manakala jiwa

mampu menyingkirkan hijab-hijab penghalang kesucian diri tersebut. Kesucian diri hadir dalam

jiwa manusia saat diri mampu melepaskan kemelekatan eksternal atau hasrat duniawi yang

merupakan hijab penghalang masuknya cahaya ilahi dalam diri. Selain itu serangkaian intropeksi

diri menjadi sarana penyembuhan diri atau pensucian jiwa tersebut. Kebahagiaan menyeruak

muncul manakala pancaran ilahi tumbuh semerbak dalam diri, meskipun demikian tidak dipungkiri

bahwa faktor eksternal seperti lingkungan kerja dan hubungan interpersonal menjadi salah satu

faktor pendukung munculnya realita kebahagiaan tersebut.

7.4 Dialektika sebagai Proses Menemukan Kebenaran dalam Diri (Sintesis Pengetahuan)

Proses dialektika merupakan upaya peneliti menemukan kebenaran dalam diri. Proses

tersebut memberikan wawasan bagi jiwa akuntan untuk mengejawantahkan karakter kesadaran,

menumbuhkan cahaya pengetahuan yang bersumber dari ilahi, menghasilkan kebijaksanaan-

dalam berperilaku serta menggerakkan daya dan upaya sebagai energi penggerak kekuatan jiwa

manusia dalam berkehidupan. Dialektika merupakan penjabaran dari:


192

Tesis Antitesis Sintesis Pengetahuan

Gambar 7.2 Proses Dialektika

Kebenaran yang tumbuh dari dalam diri merupakan hasil dari sintesis pengetahuan dimana

keyakinan yang menetap dalam diri memberikan selimut bagi jiwa agar mampu bersikap tenang,

bertindak sadar serta berperilaku tegas dalam menghadapi permasalahan dunia. Fenomena

tersebut dirasakan Ibu Anies saat menghadapi permasalahan cukup pelik dalam hidupnya.

Keadaan tersebut mengingatkan beliau untuk tidak menyurutkan langkah melainkan kembali

pada posisi awal keberadaan manusia yakni berserah diri kepada Tuhan, memiiki keyakinan dan

bersikap ikhlas atas segala ketentuan yang menjadi ketetapan dalam hidupnya. Menurut Ibu

Anies, yang terpenting dari tindakan itu semua adalah diri mampu memberikan kebermanfaatan

dan kebaikan kepada sesamanya. Informasi tersebut diungkapkan Ibu Anies dalam kutipan

wawancaranya berikut ini:

³«NHWLND VD\D PHQHULPD KDO \DQJ EXUXN VD\D HQJJDN PDX EHUODUXW-larut berkeluh kesah
atas apa yang telah terjadi. Semua itu jangan dijadikan beban terus menerus. Sesuatu
tersebut tidak bisa dikatakan gagal hanya saja belum tepat waktunya atau saatnya belum
tepat. Banyak berdoa saja dan ikhlas menerima apa yang telah terjadi. Mencoba yakin
atas apa yang telah dilakukan misalnya membantu orang lain akan memberikan
kebermanfaatan kepada sesama, asalkan tetap konsisten. Saya pernah berada di titik nol
MDGL VD\D SHUQDK PHUDVDNDQ NRQGLVL GLPDQD VD\D EXWXK EDQWXDQ RUDQJ ODLQ«´

Bapak MFA yang menentukan pilihan atas dasar nurani tidak membutuhkan alasan dibalik

pilihan tersebut. Keadaan tersebut dipicu oleh realita yang menyatakan bahwa kebenaran yang

diperoleh atas dasar nurani tidak membutuhkan serangkaian bukti untuk mendukung kebenaran

tersebut. Namun paling tidak pernyataan tersebut sudah mampu membebaskan diri kita dari rasa

bersalah atau kemelekatan luar biasa terhadap dunia luar. Berikut ini ungkapan Bapak MFA

dalam cuplikan wawancaranya tersebut.

³ .HEHQDUDQ QXUDQL WLGDN PHPHUOXNDQ SHPEHQDUDQ DSDSXQ XQWXN PHPEHODQ\D ,NXWL


pilihan hati nuranimu, meski dalam kenyataannya, engkau mungkin akan kalah, tetapi
paling tidak engkau telah berhasil membebaskan kebenaran nuranimu dari harta, tahta
DWDXSXQ FLQWD GXQLDZL ´
193

Informan lain justru menilai keberadaan syariah keagamaan sebagai faktor utama selain

rasa atau feeling sehingga dapat memperkokoh keyakinan diri dalam berprinsip dan mengarungi

kehidupan yang serba rumit dan kompleks. Pemahaman tersebut diungkapkan oleh Ibu Sova

dalam kutipan wawancaranya berikut ini.

³3HQLODLDQ DNX WHQWDQJ EDJDLPDQD VHRUDQJ DXGLWRU EHUVLNDS VHKDUXVQ\D VHVXDL NDLGDK
Fiqih dalam Islam. Kalau enggak ada buktinya secara dhohir, orang itu tidak boleh
dihukum. Misalnya orang dhohirnya sholat ya udah dia sholat, mau dia sholatnya itu
terpaksa atau mau apa itu kita enggak berhak menghukumi dia. Dhohirnya kan dia sholat
seperti itu jadi itu yang perlu diyakini ya.. kalau orang lain mah terserah aja ya. Jadi ketika
aku punya feeling, punya intuisi ini enggak benar itu enggak benar, cobalah kita
ehmm..kembangkan istilahnya suatu tehnik untuk bisa menangkap feeling tersebut
menjadi suatu bukti. Itu mungkin sekeGDU XVXODQ DMD \DK ´

Ibu Sova menambahkan pentingnya intuisi untuk memperkokoh keyakinan diri atas pilihan

tersebut. Meskipun demikian dukungan alat bantu sangat dibutuhkan untuk dapat menangkap

feeling atau rasa tersebut. Kandungan pemikiran Ibu Sova dinilai peneliti masih menganut pola

pikir linier dimana segala sesuatu yang terlihat secara fisik (material) menjadi bukti keabsahan

dari kebenaran yang beliau miliki. Beliau menyakini bahwa sesuatu yang bersifat metafisik jika

dikaitkan dengan kebenaran seharusnya disertai perwujudan fisik atau wadah yang menjadi

manifestasi keberadaan metafisik tersebut. Dalam keadaan tersebut, Ibu Sova menilai

pentingnya alat pendukung dalam menunjang kebenaran yang dihasilkan dari intuisi tersebut.

Ibu Diane menambahkan perlunya ruang gerak bagi jiwa dalam kegiatan keagamaan

yang bersifat ritual maupun occasional. Ketentuan tersebut berlaku pula pada perusahaan asing

tempat Ibu Diane bekerja. Perusahaan tersebut telah memberikan ruang atau wadah ekspresi

bagi kebebasan karyawannya dalam beribadah tanpa memperdulikan atribut identitas

keagamaan sekalipun. Ibu Diane melihat pihak manajemen perusahaan lebih mempercayai

karyawan perusahaan yang tekun dan taat beribadah. Perilaku tersebut menjadi signal bagi pihak

manajemen bahwasanya para karyawan telah memiliki nilai-nilai kebaikan seperti termuat dalam
194

ajaran agamanya. Nilai-nilai kebaikan diharapkan tercermin dalam perilaku dan sikap mereka

dalam bekerja.

³.DU\DZDQ GL 30$ GLEHULNDQ NHEHEDVDQ XQWXN PHODNXNDQ NHJLDWDQ SHULEDdatan. Ruang


meeting digunakan untuk kegiatan pengajian, cuman ya harus sesuai aturan saja. Setiap
EXODQ NDODX HQJJDN VDODK DGD NHJLDWDQ SHQJDMLDQ ´
³.DODX VXGDK WDKXQ GLNDVLK 8PURK« WDSL NDODX HQJJDN PDX DPELO 8PURK MXJD HQJJDN
apa apa. Mau religious vacation juga enggak apa apa gitu kan biasanya ada, ada levelnya
yah misalnya level managerial itu boleh ehh trip terus nanti level ehh supervisor dia boleh
HKK« GDSDW 3,1 PLVDOQ\D GDSDW 3,1 HPDV JLWX 1DK LWX DGD SHUDWXUDQQ\D VHPXDQ\D WDSL
aku lupa ehh pDV WDKXQ NHEHUDSD WDSL HPDQJ DGD DWXUDQQ\D NLWD EROHK 8PURK ´
³ 3DNDL MLOEDE HQJJDN DSD DSD 7HPSDW NLWD VXGDK VDQJDW WHUEXND VDPD NDU\DZDQ \DQJ
menggunakan jilbab. Malah kalau akuntan itu dapat nilai lebih kalau misalnya pakai jilbab
malah lebih bagus. 6RDOQ\D EHUDUWL OHELK MXMXU \DN ND\DN JLWX VWLJPDQ\D ND\DN JLWX´
³SDGDKDONDQ NLWD MXJD HQJJDN LQL JLWX DGD RUDQJ NRN \DQJ HQJJDN SDNH MLOEDE WDSL
orangnya jujur, baik gitu ya tapi ya itu mereka menilai Jepang sekarang itu berfikir orang
Jepang sekarang yang kerja di Indonesia mungkin pikirannya itu lebih terbuka daripada
\DQJ GXOX ´
³ RK \D JLQL VLK 0LVDONDQ VKRODW ZDNWX JLWX ND\DNQ\D NDODX NLWD PHQMDJD VKRODW NLWD
aja nih kita benar aja sholatnya gitu yah terus eeh nggak usah..nggak usah gimana yah
sholat 5 waktu terus eeh ikut pengajian, sering mendengarkan ceramah-ceramah kan gitu
otomatis apa yang kita dapatkan dalam ceramah itu misalnya kita enggak boleh eeh
curang..enggak boleh apa gitu enggak boleh bohong. Yang pasti kan hal-hal kayak gitu
deh NLWD XGDK LQL«XGDK SDKDP´

Menurut Bapak Hari, nilai-nilai agama merupakan pondasi penting bagi umat dalam

menjalani kehidupannya. Pendapat beliau selaras dengan pernyataan yang diungkapkan oleh

Ibu Sova dan Ibu Diane. Bapak Hari menilai karakteristik atau sifat yang melekat pada auditor

seharusnya mengandung nilai-nilai kebaikan yang termuat dalam agama. Oleh sebab itu Bapak

Hari memberikan contoh Rasullulah sebagai sosok yang memiliki akhlak sempurna sehingga

tepat dijadikan panutan bagi jiwa akuntan dalam mencapai kesempurnaannya. Pernyataan

tersebut diungkapkan Bapak Hari dalam wawancaranya berikut ini.

³0DNLQ EDQ\DN NHMDGLDQ SHODQJJDUDQ MLND DQGD VXGDK GDODP SURIHVL VHSHUWL LWX PDND
independensi itu harus dijaga ada kok kuncinya dan diatur dalam DJDPD DSDSXQ ´
³$MDUDQ QDEL NDQ PXOLD HWLND LWX FHQGHUXQJ PHQJDUDKNDQ RUDQJ EHUEXDW EDLN KDPSLU
semua agama mengajarkan berbuat baik..nah sekarang tergantung gimana cara pandang
kita..karena saya seorang Islam, maka cara pandang saya mengikuti ajaran nabi
0XKDPPDG ´
³0HQXUXW VD\D MLND GLD VHRUDQJ DNXQWDQ GDQ VXGDK PHQHUDSNDQ DJDPDQ\D PDND
ahlaknya sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi Muhammad, saya yakin code-code dia
LQV\DDODK OXUXV ´
195

Dalam wawancara terhadap Ibu Diane, dipaparkan bahwa pihak manajemen perusahaan

menilai identitas keagamaan seseorang sebagai cara untuk mengetahui kepribadiannya. Padahal

bisa jadi kondisi tersebut menjadi peluang atau celah bagi pihak- pihak yang ingin

menyalahgunakan identitas keagamaannya. Cara tersebut nantinya dapat digunakan pihak-pihak

tertentu untuk mengelabui pihak perusahaan. Oleh sebab itu perlu identifikasi, kajian dan

pengenalan lebih lanjut bahwa penilaian kepribadian seseorang tidak berdasarkan pada atribut

yang melekat saja, melainkan dari proses kedalaman batin yang menghasilkan sifat atau karakter

manusia. Pada akhirnya kesucian hati dan jiwa akan terefleksi dalam perilaku, sikap dan tindakan

manusia. Berikut ini pernyataan Ibu Diane dalam cuplikan wawancaranya.

³ -DGL VHEHQDUQ\D VLIDW-sifat Islamic kita tuh udah harus mencirikan cara kita bekerja juga
yah. Kalau misalnya suatu waktu kita menemukan situasi grey area ya itu tantangannya
eeh sikap kita tuh seperti case by case ya. Kalau menurut aku sih selama kita eeh apa ya
namanya memegang teguh masalah keislaman kita yang oh ya kita tahu eeh ini nggak
boleh itu enggak boleh terus kita tanya sama..sama siapa sama ustad gitu loh, sama
RUDQJ \DQJ PHQJHUWL DJDPD JLWX ORK ´
³L\D WDSL \D HHK MDQJDQ VDPSDL WHUODOX HHK DSD \DK QDPDQ\D \D HKK PHPLVDKNDQ
lah..memisahkan antara..pekerjaan dengan agama. Seharusnya kalau teorinya agama
PHQFHUPLQNDQ DSD \DQJ NLWD NHUMDNDQ ´
³.DODX DNX SULQVLSQ\D MDQJDQ PHQFDPSXU HHK MDQJDQ PHPLVDKNDQ \DQJ WHWDS JLWX ORK
karena aturan agama kan lebih dulu daripada aturan kita bekHUMD JLWX ORK ´

Ibu RAS memberikan penjelasan bahwa dengan memahami atau menafsirkan ayat-ayat

kitab suci (Al-Quran) dalam Islam akan membawa jiwa manusia menuju jalan hidup sebenarnya

yakni memperoleh kebenaran, asalkan kita mampu memahami makna tersebut melalui proses

perenungan. Meskipun demikian Ibu RAS menilai sosok keteladanan Rasulullah masih jauh dari

jangkauan pencapaian umat manusia saat ini. Berikut ini merupakan cuplikan wawancara peneliti

terhadap Ibu RAS tersebut.

³«VD\D SDOLQJ VHULQJ GHQgerin pengajian atau kajian agama. Untuk mengingatkan bahwa
semua bakalan mati. Seberapa banyak sih kebaikan yang udah kita bawa dan berikan
dalam kehidupan, itu saja sih. Meskipun saya memang belum di tahap 100% memenuhi
ya cuman paling enggak saya..kalau VD\D PHUHQXQJ JLWX NDQ NDGDQJ RK L\D«´¶
³ PHUHQXQJ LWX WLED-tiba kadang muncul. Kadang terlintas di pikiran saya begini, saya
mencari uang gini gini terus kalau misalkan gimana ya ketika punya uang terus terus buat
196

apa..saya kepikiran seperti itu sih, terus eeh apa yang akan saya lakukan terhadap orang.
.DGDQJ WHUOLQWDV GL SLNLUDQ HHK VD\D XGDK PHPEHULNDQ RUDQJ ODLQ LWX DSD \DK«WHUKDGDS
orang tua juga begitu. Iya saya tahu saya jauh dari yang diharapkan seperti dalam sosok
5DVXOXOODK«´
³«EHUXVDKD PHUHnung kadang sharing sama teman-teman yang lebih..yang saya anggap
mumpuni. Tapi emang lebih adem kalau ada ustadzah gitu yang kasih pencerahan
JLWX OHELK PDVXN ´
³ 6D\D SHUQDK SXQ\D WHPDQ WHUVDQJNXW NDVXV GL .3. GLD VHEHQDUQ\D WXK PHOLQGXQJL
tim, dia bukan Ketua Tim tapi anggota tim senior tapi dia mau menerima konsekuensi
yang dterima. Kata dia..ya mungkin ini tebusan dosa saya di dunia..harus kejeblos
EDODVDQ GLWHULPD VD\D GL GXQLD SRNRNQ\D DNKLUDW HQJJDN DGD EDODVDQ ODJL JLWX«'LD
santai aja dalaP DUWL PHQHULPD LWX VDQWDL DMD DWDX ELVD GLOLKDW MXJD GDUL DJDPD VLK«´
³ 6HVHRUDQJ \DQJ PHPLOLNL NHPDPSXDQ PHPDKDPL DMDUDQ DJDPD LWX ELVD JLPDQD
ya..kayak tafsir Al-Quran mampu menafsirkan maka akan mampu memahami jalan hidup
yang sebenarnya sesuai GHQJDQ NRULGRU DJDPD « ´

Dari sudut pandang Bapak Ariel, pelanggaran yang dilakukan sebagian akuntan

merupakan upaya diri yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan yang sifatnya material. Hal

tersebut berwujud keserakahan, manipulasi, korupsi, penyelewengan dan lain sebagainya.

Bapak Ariel merupakan pribadi yang alim dan taat beribadah, sehingga jika beliau berada dalam

posisi ketidaksadaran akan menempatkannya pada ketidakberdayaan yang mengabaikan nilai-

nilai kebaikan yang termuat dalam ketentuan agama. Pada akhirnya dampak dari penerimaan

³XDQJ´ WHUVHEXW DNDQ PHPEDZD NHWLGDNEHUNDKDQ SDGD NHOXDUJDQ\D NKXVXVQ\D LVWUL GDQ MXJD

anak-anaknya. Bapak Ariel menerapkan transparansi dalam sistem keuangan keluarganya

dengan memenuhi tanggungjawab kepada istrinya dalam mengelola keuangan keluarga. Istri

beliau mengetahui sumber dana dan besaran yang diperoleh Bapak Ariel setiap bulannya dari

kantor, mengajar ataupun sebagai narasumber. Istri beliau juga tidak lupa menyisihkan sebagian

dari pendapatannya tersebut untuk membantu fakir miskin dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Berikut ini merupakan pernyataan Bapak Ariel dalam wawancaranya berikut ini.

³7DSL VHNDUDQJ OLKDW GDUL .3. LWX NDQ UDWD-rata semua yang ditangkap sebagian besar
korupsi. Mereka rata-rata punya sifat rakus. Orang gajinya sudah gede, fasilitas lengkap
kenapa masih seperti itu?. Itu bukan karena kebutuhan tapi karena rakus. Korupsi-korupsi
yang sekarang dilakukan bukan karena kebutuhan. Kalau kebutuhan mungkin ada yang
gajinya kecil, itu biasa. Kalau orang yang gajinya sudah besar, fasilitas lengkap tapi masih
VHSHUWL LWX EHUDUWL NDUHQD«L\D NDUHQD SRVLVL SHMDEDW EXNDQ NDUHQD NHEXWXKDQ WDSL
UDNXV«\D ZDODXSXQ UXWLQLWDV V\DULDKQ\D WHNXQ GDQ DOLP WLGDN PHQMDPLQ«´
197

³ NDODX VD\D ELVD PHQJHWDKXL VHVHRUDQJ LWu korupsi atau melanggar ketentuan (fraud)
bisa dari ucapannya. Bisa dari ucapan istri atau keluarganya atau dari ucapan yang
bersangkutan. Heeh dia keceplosan Allah memberikan jalan lewat ucapannya..ha ..ha
KD ´ EHUFHULWD VDPELO WHUWDZD SXDV
³ 'LD QJRPRQJ VHQGLUL L\D« QDQWL \DQJ ED\DULQ vendor, ngono kan ketahuan. Berarti etika
bisnisnya enggak sehat..etika kerja enggak dijalankan karyawan..Mungkin gaya
KLGXSQ\D $SDODJL NDODX GLWDQDPNDQ GL ELVQLV EHUDUWL NDQ HQJJDN EHUNDK«'XLWQ\D HQJJDN
berkah..akhiUQ\D KLODQJ ODJL LWX ´
³«$OKDPGXOLODK VD\D HQJJDN SHUQDK WHULPD DSDSXQ EHUNDK MDGLQ\D 0DNDQ\D \DQJ
mencatat semua pendapatan saya bukan saya, tapi istri saya.. Dia Direktur Keuangan
yang baik sampai mau menghitung zakat pas mau puasa, mau lebaran..dia ingat loh. Dulu
saat saya mengisi workshop lumayan lah saya kasih istri saya..yang buka amplop istri
VD\D VD\D VHQGLUL HQJJDN WDKX GDSDW EHUDSD«'LD VHPXD \DQJ FDWDW
SHPEXNXDQQ\D«MDGL LVWLODKQ\D VDWX WUDQVSDUDQVL´

Argumentasi yang diungkapkan Bapak Ariel selaras dengan kondisi perusahaan tempat

Ibu Diane bekerja. Banyak pihak terkecoh oleh identitas atau simbol keagamaan yang dibawa

individu tersebut saat tampil di publik atau masyarakat. Mereka berupaya memperoleh simpati

agar mampu mengambil peluang atau celah sebagai dasar untuk melakukan pelanggaran. Bapak

Hardiman menyebut hal tersebut sebagai casing. Proses internalisasi diri merupakan hal penting

dalam penerapan etika, dimana keberadaan aturan atau slogan bukan sekedar angin lalu saja

melainkan mengejawantah dalam diri sehingga jiwa memiliki pemahaman mendalam akan fungsi

dan peran etika tersebut. Aturan dan etika yang dimaksud disini adalah pemahaman akan makna

dari ayat-ayat Al Quran serta Hadist sehingga mampu memperkuat akhlak akuntan. Berikut ini

ungkapan wawancara Bapak Hardiman tersebut.

³$SDSXQ \DQJ VD\D ODNXNDQ GL GXQLD LQL ZDODXSXQ EHUXSD SHNHUMDDQ DWDX DSDSXQ LWX MXJD
saya tetap berpedoman ya mungkin seperti muslim lainnya yakni Al Quran dan Hadist yah
seperti itu aja. Jadi orang bisa memisahkan antara pekerjaan di dunia dengan kehidupan
\DQJ DSD \DK «VHEDJDL EHNDO GLDNKLUDW NDUHQD GLD NXUDQJ LOPXQ\D \D LWX DMD VDPELO
bergumam). Jika dilihat dari casing seseorang, ya boleh saja tapi kan gini kita lihat dari
amal perbuatannya perbuatannya dia bagaimana, kan begini belum tentu orang yang
banyak menyumbang masjid itu orang baik, seorang koruptor bisa menutupi korupsinya
dengan menyumbangkan di masjid, benar ga? ..(bertanya disertai nada tinggi). Seolah-
olah dia seorang yang baik di masyarakat padahal pekerjaannya dia adalah seorang
koruptor, ya kan gitu. Tentunya salah penerapan etika seperti itu, karena etika yang ada
hanya sekedar tulisan yang dipasang di dinding. Harusnya etika masuk kedalam diri dia,
saya melihat di beberapa institusi tidak hanya akuntan publik, mereka punya Fraud
Control System, etika tinggal etika mereka ga paham isinya, cuma sekedar hiasan
dinding, ya itu etikanya ga masuk ke dia (suara beliau mulai pelan dan terbata-bata).
198

´%DJL VD\D SULEDGL NLWD SXQ\D HWLND GDQ kita punya profesi di kehidupan kita sehari-hari,
ini sebenarnya yang harus diperkuat disini adalah akhlaknya. Saya enggak ngomong
kalau saya berakhlak baik yah, tapi saya berusaha sebaik mungkin saya bersih. Dengan
demikian etika profesi akan mengikuti, karena saya berpendapat etika profesi dibawa dari
akhlak kita. Walau demikian, kadang akhlak atau etika manusia bisa naik turun, asalkan
MDQJDQ VDPSDL PHOHZDWL DPEDQJ EDWDV PLQLPDO ´

Keberadaan akhlak dan profesi laksana dua sisi mata uang yang saling bersinergi dan

memperkuat satu sama lain. Dimana profesi yang solid dan kokoh terbentuk dari keberadaan

akhlak yang mulia. Jadi apabila organisasi profesi memuat arogansi dan kepentingan pribadi ,

maka harus ditelusuri lebih jauh keberadaan peran akhlak didalamnya.

7.5 Internalisasi Diri sebagai Upaya Menumbuhkan Kesadaran Intuitif

Internalisasi merupakan rangkaian perjalanan jiwa kedalam diri (inner journey) melalui

proses hening (meditatif) atau kontemplasi sehingga diri memperoleh konfirmasi jawaban atas

permasalahan yang dihadapi baik terkait penderitaan maupun luka batin yang dialami sebagai

dampak kemelekatan jiwa manusia terhadap faktor eksternal. Kontemplasi merupakan upaya

jiwa menjaga progresivitas kesadarannya. Diri melakukan riset terhadap diri sendiri dengan

belajar terhubung dengan emosi dan rasa sehingga tidak menimbulkan pertentangan rasa dan

emosi dalam batin. Kepekaan akan rasa dan emosi mampu menimbulkan sensasi fisik pada

tubuh sehingga menumbuhkan kesadaran intuisi dalam diri.

Proses internalisasi diolah dalam dimensi pikiran (mind) manusia, sedangkan pada

dimensi ego, jiwa masih dikuasai oleh kepentingan dan kemelekatan eksternal. Dalam dimensi

pikiran (mind), diri memiliki kemampuan receptual, perceptual, conceptive sehingga bergerak

menuju tataran intuitif yang melakukan eksplorasi kebenaran yang bersifat objektif melalui

keterhubungan fenomena terhadap data-data yang bersifat fisik dan metafisik. Melalui daya

intuitif tersebut, jiwa menumbuhkan keyakinan diri dalam bersikap dan bertingkah laku.

Pemahaman tersebut diperoleh dari hasil wawancara beberapa informan seperti Ibu RAS, Ibu

SOVA, Bapak Hardiman, Bapak Munaj, Bapak Andri, Bapak Hari dan Ibu Anies.
199

Ibu RAS menilai pentingnya feeling selain data-data pendukung saat melakukan

pengauditan. Aturan tersebut diberlakukan beliau saat menemukan kesalahan pencatatan pada

klien dan melihat ekspresi ketakutan klien saat berbicara. Oleh sebab itu Ibu RAS melakukan

crosscheck terhadap data-data pendukung untuk melihat keselarasan data yang ada dengan

feeling beliau saat pertama kali menemukan keanehan pada klien. Saat melakukan crosscheck,

beliau melakukan prosedur pengauditan berupa tracing terhadap bukti pendukung tersebut

sehingga pada akhirnya beliau melakukan konfirmasi dan koreksi atas posisi saldo kas tersebut.

Walau demikian perasaan Ibu RAS tidak nyaman karena telah menyebabkan klien tersebut

menjadi ketakutan. Berikut ini pernyataan beliau seperti diungkapkan dalam wawancaranya

dibawah ini.

³.DGDQJ GDUL feeling GXOX WHUXV VD\D EHUXVDKD NDQ«NLWD NDQ PDLQ GL GDWD 3RNRNQ\D NLWD
ngomong tuh harus ada data gitu ya. Jadi ya ketika saya sudah mulai ini, saya mulai
telusuri lagi dong data-datanya sampai semua itu dapat. Kalau itu kurang berarti memang
suatu temuan gitu loh. Saya beranggapannya dari situ. Setelah itu, ketika mulai ada
sesuatu yang aneh saya tanyakan ke mereka, kalau mereka bisa jawab berarti sudah.
.DODX HQJJDN \DK LWX VD\D WHUXVNDQ VD\D WHUXVNDQ VDPSDL NH VHEXDK WHPXDQ JLWX ´
³6D\D SHUQDK SXQ\D SHQJalaman..pernah sih..ada yang biasa-biasa saja, ada yang
HPDQJ KHPP GLD WXK NHWDNXWDQ SDV QJRPRQJ 0DNVXGQ\D SDV QJRPRQJ LWX«SDV
menjawab. Padahal saat itu saya kan belum menemukan kasusnya loh, tapi saya kan
ketemu sama bendahara. Saya minta buku kas nya, buku kas umum, buku besar gitu kan
VD\D PLQWD«WDSL NRN LEXQ\D VXGDK NHWDNXWDQ«XGDK DQHK DMD FXPDQ VD\D NDQ EHOXP
baca. Saya baca dulu..sreset..ternyata benar ada kesalahan pencatatan. Dia
mencatat..apa ya waktu itu tuh. Eeh harusnya tahun lalu kecatat, tahun yang saya periksa.
Misalnya saya meriksa tahun 2015, nih lingkupnya ternyata terdapat data 2014 masuk ke
7HUQ\DWD NHWHPX GLVLWX SDQWDV DMD LEXQ\D ZDNWX VD\D«´
³ %HOXP NHSLNLUDQ NDODX LEX LWX DGD VDODK .DUHQD ZDNWX LWX VD\D EHOXP DXGLW
psikologisnya, saya belum belajar. Orang saya kan baru pertama kali terjun di lapangan,
namanya eeh crosscheck laporan keuangan gini kan nilai sekian..sekian di crosscheck ke
EXNX EHVDU VDPD EXNX NDV LWX«1DK EDUX NHWDKXDQQ\D VHWHODK VD\D tracing ke bukti
pendukung juga gitu loh..terus akhirnya baru saya confirm« ´
³ WHUXV DNKLUQ\D \D XGDK GLEHQHULQ WUDQVDNVLQ\D MDGL PHPSHQJDUXKL NDV DNKLU \D«VDOGR
kas awal dengan posisi saldo kas akhir tahun lalu kan jadi berubah di koreksi maksudnya.
Oh pantesan ibunya sudah ketakutan, itu saya masih di awal loh, masih benar-benar
muda fresh graduate GL %3. LQL « \D XGDK NDWD .HWXD 7LP VD\D GLNRUHNVL VDMD <D $OODK
saya jadi bikin takut orang lain gitu. Itu kan ibu-ibu..padahal saya enggak bentak-bentak
loh. Kayaknya dia ini..waktu dulu kan pembukuan belum serapih sekarang, jadi memang
PDVLK NDFDX VLK«´
200

Lain halnya dengan pernyataan Ibu Sova yang menilai pentingnya kesatuan setiap elemen

dalam mensinergikan kekuatan yang tumbuh. Jika terdapat kerentanan pada salah satu elemen

maka akan berdampak pada elemen lainnya. Hal tersebut terjadi pada keberlangsungan peran

dan fungsi etika dalam perilaku manusia. Perilaku etis atau tidak etisnya seseorang jangan dinilai

dari satu tindakan ataupun perbuatan yang disinyalir merupakan kesalahan atau kebenaran.

Penilaian hendaknya didasarkan pada perbuatan atau tindakan yang senantiasa menjaga atau

menodai kesucian jiwa. Setiap jiwa hendaknya menyadari bahwa setiap tindakan atau perbuatan

yang terjadi adalah buah dari pemikiran (thought field) atau pola pikir yang tidak sejalan dengan

kehendak Tuhan. Inilah pentingnya keselarasan antara hati, akal pikiran, perasaan serta

perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Pemahaman jiwa terhadap kehendak dan

keinginan Tuhan hendaknya mampu diinternalisasikan dalam diri menjadi sebuah perilaku atau

tindakan yang selaras dengan semesta. Demikian pernyataan Ibu Sova dalam wawancaranya

berikut ini.

³.HVDODKDQ \DQJ PXQFXO LWX VHEHQDUQ\D DNLEDW GDUL NHOHPDKDQ PDVLQJ-masing elemen.
Jadi kalau misalkan salah satu elemen itu kuat dan yang lainnya lemah maka akan tetap
jebol juga. Jadi aku berfikir gitu ya semuanya yang mesti dibenerin, semuanya perlu
GLEHQDKL GDUL VHJL«GDUL VLVL HWLND HWLND GDODP KDO LQL DWXUDQ HWLND \DK´ DWXUDQ HWLND«
³$WXUDQ HWLND PXQJNLn ada yang perlu direvisi lagi, mungkin selama ini kebocoran dan
kebobolan itu sebenarnya bermula dari sebuah kelemahan. Kelemahan poin poin etika atau
SHUDWXUDQ HWLND WHUVHEXW GLNDUHQDNDQ NXUDQJQ\D LQWHUQDOLVDVL HWLND LWX VHQGLUL ´
³7DKDS DZDOQ\D NDQ VRVLalisasi, habis sosialisasi kan internalisasi. Internalisasi itu
semacam aturan-aturan etika dijadikan akhlak jadi refleknya kesitu. Kalau ini kan belum
PHQMDGL LQL ´

Menurut Ibu Sova, proses internalisasi diri dilakukan melalui dialog terhadap diri sendiri

(self talk) terlebih lagi saat diri mengalami keraguan atas keputusan yang harus diambil. Oleh

VHEDE LWX VORJDQ \DQJ PHQ\DWDNDQ ³,NXWL NDWD KDWL´ PHQMDGL VHEXDK MDZDEDQ DWDV NHEHQDUDQ \DQJ

tidak perlu diperdebatkan lagi esensinya.

³.DODX VHNLUDQ\D UDJX dengan aturan etika tersebut, ya sudah dialog saja sama diri sendiri,
dialog dengan hatinya sendiri. Ini nanti kalau ditanya malaikat, aku jawabnya gimana?
Kalau udah gitu kan dia akan jujur dengan dirinya sendiri..gitu. Kalau dalam Islam itu akan
ditanya untuk apa waktunya dihabiskan dan untuk apa hartanya..dan banyak lagi. Dicoba
di dialogkan gitu loh, ketika menghadapi apapun. Tapi memang enggak mudah sih antara
201

WDULNDQ GHQJDQ QDIVX«NDWD KDWL \D EHUDUWL LNXW DQGLO GDODP PHPEHULNDQ MDZDEDQ \D
menentukan NHSXWXVDQ ´

Selanjutnya Bapak Hardiman menambahkan bahwasanya kemampuan auditor dalam

membaca ekspresi wajah atau kegelisahan klien merupakan skill tambahan yang perlu dipahami

dan dipelajari. Hal tersebut menjadi perhatian peneliti manakala kondisi tersebut tidak mampu

PHQDPSLONDQ ³IHQRPHQD´ VHFDUD XWXK -LZD SHUOX PHQJHQDO OHELK GDODP NHEHUDGDDQ ³IHQRPHQD´

tersebut melalui kacamata intuisi maupun feeling yang dimiliki. Dalam kenyataannya, jiwa tidak

mudah memberdayakan indera tersebut bahkan cenderung mengabaikannya. Intuisi maupun

feeling yang merupakan efek pengalaman jiwa dalam kehidupan, justru menimbulkan kepekaan

rasa terhadap sinyal-sinyal Illahi yang dipancarkan Tuhan. Jiwa yang sudah didominasi oleh rasa

atau feeling akan mempermudah diri untuk tidak ragu dalam mengambil keputusan. Demikian

pernyataan yang diungkapkan Bapak Hardiman dalam wawancaranya berikut ini.

³3DGD VDDW pre-planning banyak sekali intronya. Disini auditor harus memiliki kemampuan
untuk memahami bagaimana klien berbicara apakah jujur atau tidak dan akan kelihatan
integritasnya gitu. Ada peran intuisi auditor disana karena sudah beberapa puluh tahun
memiliki pengalaman berinteraksi dengan klien. Ada peristiwa dimana kita sudah
mengumpulkan bukti tetapi kata hati saya mengarahkan pada bukti lain yang perlu
dijadikan rujukan. Bukti yang lama tetap kita pegang, tetapi harus mencari kembali bukti
yang lain agar tetap bisa jaODQ ´
³ 'XOX VDDW VD\D EHNHUMD GL LQVWDQVL SHPHULQWDK MLND VD\D PHQHPXNDQ VXDWX WHPXDQ PDND
langsung saya sampaikan kepada atasan tentang bukti yang ada tersebut, begitupula jika
tidak menemukan bukti. Saya sampaikan kepada atasan saya agar beliau bisa mengambil
keputusan itu. Kalau sekarang berbeda, bukti yang ada berbeda dengan nurani. Ini
buktinya begini tapi nurani saya mengatakan lain. Kita tetap mencari bukti lain lebih dulu,
NDODX WLGDN NHWHPX \DK PDX HQJJDN PDX NLWD KDUXV SDNDL EXNWL \DQJ ODPD ´

Bapak Munaj menekankan pentingnya intuisi dan naluri dalam mendukung

keberlangsungan proses pengauditan. Terlebih lagi saat auditor mengalami keterbatasan ruang

lingkup dalam mengaudit, sehingga mengalami kesulitan dalam memberikan opini. Pernyataan

tersebut dipertegas Bapak Munaj dalam wawancaranya berikut ini.

³ 0HVNL GDODP PHQJHOXDUNDQ disclaimer itu kita masih butuh proses, tetapi intuisi dan
naluri juga berperan. Pada akhirnya klien..eee dia, dia memohon kita, memohon maaf dan
lain sebagainya atas peUODNXDQ GLD GL GDODP PHPEDWDVL LWX ´
202

³«RSLQL WHUVHEXW PHUXSDNDQ DQFDPDQ EDJL PHUHND DMD .LWD PHQJDQFDP PHUHND VXSD\D
mereka tidak membatasi ini (ruang lingkup), maka kita udah keluarkan pas exit meeting.
Kalau caranya kayak gini kan kita bisa mengeluarkan disclaimer. Karena kalau disclaimer
kan mudah aja dokumen tidak terpenuhi, supporting document tidak terpenuhi. Ya sudah
kita mau ngapain lagi kan. Pekerjaan dibatasi, ya sudah. Tapi kan untuk mengeluarkan
proses tersebut kan kita harus exit meeting dengan klien tersebut

Bapak Andri menggunakan pemikiran Al Attas sebagai kerangka berfikirnya yang menilai

intuisi merupakan bagian dari indera manusia. Jiwa manusia dikatagorikan menjadi dua yakni

jiwa rasional atau akal budi serta jiwa hewani yang merupakan nafsu angkara murka.

Pemahaman beliau terkait intuisi dan jiwa manusia dijabarkan dalam kutipan wawancara berikut.

³« NDODX VD\D PHPDKDPL LQWXLVL LWX VHEDJDL VHVXDWX \DQJ WLGDN ELVD GLOLKDW GDUL SDQFD
indera. Akal yang dimaksud bukan akal yang dipisah-pisahkan dengan intuisi. Kalau Al
Attas bilang itu bukan akal tapi intinya jiwa. Jiwa rasional yakni akal budi tadi mampu
mengendalikan jiwa hewani. Jiwa ini kan dari ruh. Kebenaran dari jiwa rasional, nah harus
bisa mengendalikan jiwa hewani gitu. Jiwa hewani tuh nafsu gitu kan, banyak orang kalah
MLZD UDVLRQDOQ\D«´

Bapak Hari menekankan pentingnya nurani dalam mengambil keputusan karena

memberikan kebermanfaatan kepada sesamanya. Nurani mengambil peran dalam jiwa berupa

pengalaman cukup matang dalam hidupnya untuk memperkuat dan mendewasakan pribadinya

dalam berinteraksi dengan sesama rekan sejawat. Bapak Hari juga memberikan keyakinan,

motivasi dan keseriusannya terhadap lingkungan dan juga makhluk lain yang terlibat serta

berinteraksi dengannya. Demikian kutipan wawancara Bapak Hari tersebut.

³« PHPDQJ DGD EHEHUDSD KDO NHSXWXVDQ \DQJ VD\D DPELO GDQ PHQ\DQJNXW RUDQJ
banyak, nurani saya jalan..nurani bisa berjalan karena pengalaman. Nah iya pastinya itu
berdampak pada orang lain. Saya bicara berdasarkan nurani saya dengan meyakinkan
mereka bahwa kalian bekerja disini untuk kepentingan orang banyak ada motivasi dan
NHVHULXVDQ SDVWLQ\D VHUWD IDNWRU OLQJNXQJDQ«
³6D\D VHODOX PHODNXNDQ SHQGHNDWDQ GHQJDQ FDUD PHPXOLDNDQ RUDQJ EDLN PHQXUXW DWXUDQ
dan sopan santun OD\DNQ\D VHRUDQJ WDPX ´

Ibu Anies mendukung internalisasi diri dalam upaya membentuk akhlak manusia,

sehingga tidak terjadi keterpisahan antara diri, agama dan juga faktor eksternal. Faktor eksternal

seperti kondisi lingkungan memiliki peran membantu jiwa mengaktivasi kepekaan rasa di hati
203

agar senantiasa selaras dengan kehendak Tuhan. Demikian pernyataan Ibu Anies dalam kutipan

wawancaranya.

«´ 0HQXUXW VD\D HWLND PHUXSDNDQ DNKODN +DO LQL EHUSHUDQ VDDW WHUMDGL SHODQJJDUDQ GDQ
keserakahan. Banyak orang kurang bersyukur karena mereka tidak puas dengan apa
yang diperoleh dalam hidupnya, ada keterpisahan. Saya yakin mereka perlu sekali
melakukan internalisasi atau pendalaman penghayatan atas akhlak yang ada dengan
demikian mereka dapat memahami keberadaan agama yang sebenarnya, tidak
menghakimi orang lain bahkan menghindari lingkungan yang bersifat toxic«´
³ VD\D VHODOX LQJDW SHVDQ RUDQJ WXD MLND VD\D EHUEXDW WLGDN EDLN VHSHUWL PHODNXNDQ
kegiatan membahayakan diri, merugikan diri sendiri bahkan melanggar aturan yang ada.
6D\D VXND PHUDVD HQJJDN HQDN GL KDWL VHSHUWL DGD \DQJ PHQJJDQMDO GL KDWL ´

Ibu Anies merupakan pribadi yang sensitive dan peka atas apa yang terjadi pada

lingkungan sekitarnya. Keadaan tersebut terlihat dari pernyataan beliau yang selalu merasa tidak

enak hatinya (mengganjal) manakala ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Beliau

merupakan pribadi yang sadar akan posisi dirinya (aware) khususnya saat menghadapi kegiatan

yang membahayakan dan merugikan dirinya. Meski demikian kekhawatiran beliau tidak terlihat

pada raut muka, sikap dan gerak gerik tubuhnya karena beliau telah mengemas personanya

GHQJDQ EDLN GDQ ³VHPSXUQD´. Sahabat dan pihak keluarga terdekatnya saja yang peka dan

mampu mengetahui perasaan dan memahami sisi terdalamnya.

7.6 3URVHV ³on Becoming´ 3HUMDODQDQ 7DQSD +HQWL 0HQJJDSDL .HVDGDUDQ ,OODKLDK

Sepanjang jiwa menapaki roda-roda kehidupan, perjalanan evolusi akan terus berlanjut dan

berlangsung hingga saatnya nanti Tuhan memanggil jiwa untuk kembali ke pangkuannya. Pada

VDDW ³NHPEDOL´ VHJDOD WXJDV GDQ PLVL \DQJ GLEHEDQNDQ NHSDGD MLZD GL GXQLD WHODh berakhir.

Dalam mengarungi perjalanan tersebut, adakalanya jiwa mengalami ketidakberdayaan serta

ketidakmampuan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh jiwa yang masih menganut pola pikir lama

yang bersifat linier sehingga memiliki keterbatasan dalam ruang lingkup pemikirannya. Jika

keadaan tersebut terus berlanjut, jiwa akan semakin terpenjara. Oleh sebab itu jiwa diingatkan

kembali agar senantiasa menyakini apapun yang terjadi dalam dirinya, memiliki kemampuan
204

untuk mengembangkan potensi dan memberdayakan diri sehingga memberikan kebermanfaatan

kepada sesamanya. Upaya jiwa mengembangkan potensi diri dan memberdayakan merupakan

proses kemenjadian (becoming) jiwa menuju jalan kesempurnaan. Proses kemenjadian

(becoming) menuju manusia yang utuh, otentik dan sempurna merupakan proses yang tidak

mengenal henti. Seperti diungkapkan informan berikut ini yang mensinergikan kemampuan

dirinya dalam berinteraksi dengan sesama manusia (Habluminallah) serta hubungannya dengan

Tuhan (Habluminanas).

Interaksi manusia dengan sesama makhluk di muka bumi (semesta) serta hubungannya

dengan Tuhan merupakan proses kehidupan yang harus dialami dan dilewati manusia saat hidup

dan berkehidupan di bumi. Lingkaran kehidupan dilandasi oleh kontrak atau kesepakatan yang

telah disadari atau tidak oleh manusia. Oleh sebab itu perlu kiranya manusia memiliki keyakinan

dan kesadaran agar tidak salah menentukan langkah hidupnya di masa datang. Ketidaksadaran

berujung pada tindakan pelanggaran maupun kekacauan dalam hubungannya terhadap sesama

makhluk atau bahkan interaksinya dengan Tuhan. Tindakan pelanggaran maupun kekacauan

yang pada awalnya merupakan sebuah kesalahan, jika difikirkan lebih lanjut tindakan tersebut

justru memberikan hikmah pembelajaran bagi jiwa-jiwa yang senantiasa berfikir. Jiwa tidak perlu

gundah memberikan penekanan pada apa yang menjadi haknya, karena sejatinya Tuhan

memberikan proporsi rezeki kepada manusia sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Ketetapan

yang terpenting adalah manusia menyadari fungsi dan tanggungjawabnya dengan memberikan

kebermanfaatan kepada sesamanya melalui jalan keberkahan serta keselarasan diri dengan

kehendak Tuhannya. Berikut ini pemahaman yang dapat ditarik dari hasil wawancara dengan

Bapak MFA tersebut..

³« -DGL EHJLQL KXEXQJDQ DNXQWDQ GHQJan pendidikan mahasiswa, akuntan publik dengan
klien, hubungan sesama akuntan, hubungan berdasarkan kontrak kedinasan itu harus
dikuatkan terlebih dahulu sehingga bisa lebih baik dan Habluminallahnya juga akan lebih
baik. Allah memandang kalau kamu belum bisa mengerjakan Habluminanas dengan baik
jangan berfikir Habluminallahnya akan baik. Gusti Allah akan memberikan pengampunan
semuanya tapi kalau Habluminanasnya belum tentu. Memang sulit sih ya, tapi kalau kita
205

mulai jujur terus cerdas pasti punya rasa dan kemampuan, pasti jadi mempunyai arti ya
VHEDJDL PDQXVLD«´

Bapak Hardiman menilai pentingnya perbaikan diri agar gerak batin selaras dengan

kehendak Tuhan sehingga mampu memberikan kebermanfaatan terhadap lingkungan dan

sekitarnya dan menjadi teladan bagi sesama. Beliau juga menegaskan bahwasanya kondisi

eksternal (lingkungan) merupakan cermin atas kondisi batin orang tersebut. Disinilah peranan

vibrasi yang dipancarkan batin seseorang sehingga mampu menyebarkan vibrasi positif dalam

interaksinya dengan manusia yang lain. Berikut ini pernyataan Bapak Hardiman terkait

pemahaman tersebut

³0LQLPDO \DQJ ELVD VD\D ODNXNDQ DGDODK PHPEHULNDQ WHODGDQ PHPEHULNDQ FRQWRK
bagaimana sepatutnya muslim yang baik bersikap. Kondisi tersebut saya lakukan pada staff
saya. Saya menyediakan waktu untuk berdiskusi dari hati ke hati tentang masalah agama
ataupun masalah kehidupan lainnya. Saya berusaha memberikan kalimat-kalimat
SHQ\DGDUDQ EXNDQ FHUDPDK \DK NDUHQD NDODX FHUDPDK VD\D QJJDN EHUDQL XQWXN LWX ´
³0LVDONDQ VD\D PHOLKDW HHKPP« DSD \D PHQJHWDKXL NDZDQ VD\D EHUEXDW WLGDN HWLV \DK
secara otomatis kita saling mengingatkan gitu, terlebih lagi kalau kawan kita merupakan
partner kita. Karena kesalahan partner kita akan mempengaruhi keutuhan kantor akuntan
publik kita selanjutnya. Saya akan tetap mengatakan kepada dia melalui diskusi empat
mata kalau tindakan yang dia lakukan tidak sesuai etika karena melanggar independensi.
Tetapi jika terjadi di Kantor Akuntan Publik lain, yah saya enggak bisa berbuat apa-DSD ´

Bapak Munaj menekankan pentingnya proses dan attitude tidak saja pada proses

pembelajaran antara dosen dan mahasiswa tetapi juga dalam pekerjaannnya sebagai auditor.

Terlebih lagi jika terdapat pembatasan ruang lingkup dalam pekerjaannya. Kondisi tersebut

sangat mempengaruhi opini yang akan diberikannya nanti. Demikian pernyataan Bapak Munaj

dalam wawancaranya tersebut.

³ 6D\D OHELK PHQHNDQNDQ SDGD SURVHV GDQ VDWX ODJL attitude. Misalnya apa namanya
kalau masalah penampilan sih apalagi dia pakai kaos atau pakai apa..terutama kalau
institusi negeri kan sudah jelas. Dia harus pakai kaos berkerah kan. Tetapi yang kita lihat
ketika dia keluar dari apa namanya..keluar dari kelas terusnya tidak ijin ke kita walaupun
dia sepintar apapun tapi tidak ada attitudenya yaa kita turning gradenya. Kalau misalnya
GLD GDSDW $ ELVD MDGL GLD GDSDW % PLVDOQ\D JLWX \D«´
³ EDKNDQ WHUKDGDS NOLHQ \DQJ QJH\HO .DODX PLVDOQ\D NOLHQ NLWD NDQ PLVDOQ\D NLWD VXGDK
bisanya menghire- kita kan biasanya itu BOC (Board of Comissioner) untuk melihat
apakah BOD nya itu mampu untuk mengungkapkan laporan keuangan secara baik. Maka
kalau kita misalnya klien nya tersebut eee BOD nya, BOD nya ngeyel dan lain sebagainya,
maka kita sampaikan ke atasannya tersebut. Kalau misalnya ke atasannya tersebut, maka
206

kita telepon BOC nya, BOC nya tuh kita telepon. Dan bagi kita untuk mengeluarkan eee
apa proses. Disclaimer dan lain sebagainya itu bukan hitungan menit lagi, hitungan detik
kita sudah lihat beres, kita langsung keluarin disclaimer itu. Dalam hitungan detik
sebenarnya kalau kita sudah mampu melihat pekerjaan kita dibatasi. Ya bisa jadi dalam
KLWXQJDQ GHWLN NLWD XGDK ´ ZDK LQL QLK NLWD ODQJVXQJ ELVD PHQJHOXDUNDQ disclaimer ´

Keinginan Ibu Diane bekerja dengan tulus dan menampilkan performa terbaik, tidak

menjadikan beliau bebas dari kesalahan. Hal tersebut lumrah terjadi karena manusia tidak lepas

dari perbuatan salah. Belajar dari pengalaman tersebut, beliau memohon ampunan atas

kesalahan yang diperbuat dengan mengambil hikmah pembelajaran dari kesalahan tersebut.

Beliau konsisten melakukan perbaikan dan bersikap jujur sehingga perusahaan tetap menaruh

kepercayaan kepada Ibu Diane. Demikian pernyataan Ibu Diane dalam wawancaranya berikut

ini.

³ KH¶ HK MDGL HHK DSD QDPDQ\D NDODX NLWD EHUVLNDS GHQJDQ EDLN Werus eh bekerja dengan
baik itu kan kita enggak perlu ngomong apa-apa ya, tapi kita menampilkan kepercayaan.
3DGD DNKLUQ\D DWDVDQ NLWD SHUFD\D VDPD NHUMD NLWD EDKZD NLWD MXMXU EDKZD NLWD EHQDU ´
³ L\D LEDGDK DMD OHELK WHUXV VHULQJ PLQWD DPSXQ VDMD +Heh doa minta ampun gitu atas
DSD \DQJ NLWD ODNXNDQ LQL KHKHKH«DVWDJKILUXOODK ,VWLJKIDU NDQ \DQJ SHQWLQJ NDODX WDKX
DSD \DQJ NLWD ODNXNDQ VDODK \DK VXGDK NLWD LVWLJKIDU DMD \DK ND\DN JLWX GHK HHKKK´

Ibu Diane hendaknya menyakini ucapannya, bahwa memohon ampun dan istighfar

Astaghfirullah hendaknya diselaraskan dengan hati dan pikiran. Dengan demikian diri mampu

terkoneksi baik dengan Tuhan dan menyadari kehadiranNya tersebut. Pernyataan tersebut bukan

merupakan ucapan tanpa makna. Memohon ampun Astaghfirullah merupakan ungkapan rasa

bahwa senyatanya diri memohon ampun atas tindakan yang mengoyak kesucian hati. Lafazh

hendaknya diucapkan penuh makna dan keyakinan diri sehingga jiwa senantiasa dilindungi dan

diampuni Tuhan dari segala tindakan yang dapat merusak kesucian hati.

Demikian pula pengalaman Ibu Anies yang sering menangisi dirinya atas semua peristiwa

pahit dalam hidupnya. Beliau memahami dan menyadari kondisi tersebut dan berupaya untuk

melampauinya. Beliau mengambil solusi dengan melakukan konfirmasi terlebih dahulu kedalam
207

dirinya mengenai apa yang dilakukannya. Beliau melakukan self talk dalam kontemplasinya

tersebut. Demikian ungkapan Ibu Anies dalam wawancaranya berikut ini.

³'DODP SHUMDODQDQ KLGXSQ\D PDQXVLD KHQGDNQ\D VHnantiasa selaras, bahagia, ikhlas dan
merasa nyaman..itulah manusia otentik. Saya suka sedih kalau sering dijahatin..pernah
loh saya sampai nangis sebanyak 6-7 kali dalam sehari karena hati ini seperti enggak
menerima atas apa yang mereka lakukan. Tapi saya kan enggak bisa merubah sikap
orang lain, yang bisa saya lakukan adalah merubah diri sendiri terlebih dahulu. Saya suka
kontemplasi atau self talk untuk intropeksi atas apa yang telah saya dilakukan dalam hidup
VD\D « ´

Ibu Anies merupakan pribadi yang sadar diri, sehingga senantiasa intropeksi dalam

hidupnya. Beliau menilai dirinya tidak memiliki hak untuk mengubah sikap orang lain. Perubahan

sikap terjadi manakala jiwa mengalami pertumbuhan kesadaran dalam diri bukan karena didikte

oleh figur otoritatif yang memiliki kuasa mengatur dan mendikte lingkungan. Perubahan sikap

manusia dilatarbelakangi oleh fluktuasi kondisi dalam hidupnya. Hal tersebut dipertegas kembali

dalam QS At-Tiin ayat (4 dan 5) yang menyatakan bahwa:

Sungguh, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian

kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.

Ayat tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa selain aspek lahiriah yang

dimiliki, manusia juga memiliki aspek rohaniah. Manusia selain memiliki kemampuan

menjangkau hal yang bersifat fisik dapat pula menjangkau pula hal-hal yang tak terlihat

(metafisik). Manusia memiliki keunikan khusus sebagai wadah universalitas karena dimensi

esoterik (rohaniah) yang dimiliki manusia tidak terbatas. Dengan demikian diri diharapkan

mampu melampaui ruang manifestasi jagad langit maha luas tak terbatas dari jagad bumi yang

terbatas. Ketidakterbatasan jagad langit (makrokosmos) ditampung sempurna oleh rohani

manusia yang mampu menghuni mikrokosmos. Sekecil-kecilnya wujud manusia di bumi, pada

hakekatnya memiliki derajat paripurna yakni mikrokosmos sekaligus makrokosmos. Manusia

mampu menjangkau jarak maha luas tersebut meskipun wujudnya kecil, rapuh dan serba

terbatas. Gambaran tersebut menjadi bukti nyata kehebatan tak terbatas yang dimiliki manusia

yang meliputi semesta rohani, spiritual bahkan esoterisnya. Kesemuanya itu merupakan esensi
208

kesempurnaan dalam diri manusia. Oleh sebab itu Syekh Abdul Qadir al Jailani menilai sosok

manusia sebagai figur yang adiluhXQJ GDQ URKDQLDK VHUWD PHPLOLNL NHVDGDUDQ ³LOODKLDK´ SDGD

tingkatan tertentu. Pemahaman tersebut menunjukkan bahwasanya manusia yang memiliki

kesadaran illahiah merupakan jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan penyaksian (iman) akan

kehadiran Allah SWT dalam setiap detik kehidupannya. Berikut ini penegasan keberadaan Allah

dalam diri manusia seperti dinyatakan dalam QS Qaf ayat 16 berikut ini:

³'DQ VXQJJXK NDPL WHODK PHQFLSWDNDQ PDQXVLD GDQ PHQJHWDKXL DSD \DQJ GLELVLNNDQ

oleh hatinya dan kami lebih dekat kepadaQ\D GDULSDGD XUDW OHKHUQ\D´

Ayat tersebut menunjukkan bahwasanya keberadaan Tuhan yang Maha Besar mampu

GLMDQJNDX DVSHN ³URKDQL PDQXVLD´ \DNQL MLZD \DQJ PHPLOLNL NHVDGDUDQ ,OODKLDK -LZD \DQJ GDSDW

menggapai tingkat kesadaran murni mampu menempatkan Dirinya dalam tataran Insan Kamil.

Oleh sebab itu kesadaran Illahiah merupakan elemen dasar diri menuju keseimbangan dan

NHVHODUDVDQ MLZD GLPDQD NHXWXKDQ WHODK PHQHPSDWNDQ 'LUL GDODP VRVRN ³PDQXVLD VHPSXUQD´

Derajat paripurna atau kesempurnaan merupakan tingkatan tertinggi manusia dimana

hakekat penciptaan manusia digambarkan dalam bentuk sebaik-baiknya. Perjalanan hidup

dimulai dari asal muasal hingga keberadaan akhir manusia, jiwa bertumbuh mampu

mengembangkan potensi Ilahiah dalam diri menuju kesempurnaan. Perjalanan hidup sang jiwa

menentukan posisi manusia. Proses mencapai derajat paripurna (kesempurnaan) merupakan

perjalanan yang tidak mudah. Jiwa manusia adakalanya terjungkal, terbelenggu bahkan terjatuh

pada jurang asfalas safilin yakni kedudukan paling rendah dan hina dalam kehidupan manusia

yang memiliki kemelekatan luar biasa terhadap nafsu duniawi, kenikmatan semu serta tipu daya

manusia dalam berbuat maksiat. Dalam posisi tersebut, keadaan dimensi rohani manusia

terhijabi dalam mengenal dan memahami keberadaan Tuhan yang maha baik, luas dan tak

terbatas. Oleh sebab itu habluminallah mendorong kita menghasilkan amilus shalihat dimana

hubungan baik dan positif kepada sesama manusia terjadi. Jiwa senantiasa berada dalam
209

singgasana ahsanu taqwim yakni penciptaan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya baik sehat

jasmani maupun rohani.

7.7 Penyaksian Diri atas ³Laa IIaha Illallah´ GDODP 6HJHQDS :XMXG .ehidupan: Sebuah
Perjalanan Menuju Cahaya

Berjalan dari kegelapan menuju cahaya merupakan simbolisasi perjalanan manusia

menapaki kehidupan yang penuh pasang surut. Fenomena pasang surut kehidupan hendaknya

dimaknai jiwa sebagai upaya mengambil hikmah pembelajaran dalam perjalanan hidupnya agar

senantiasa tumbuh dan berkembang. Meskipun demikian, diri adakalanya tidak mampu

menentukan jalan yang terbaik bagi dirinya. Oleh sebab itu Tuhan memberikan alternatif pilihan

kepada jiwa agar mampu memilih jalan yang dikehendaki sesuai tingkat pertumbuhan

kesadarannya.

Pertumbuhan jiwa tidak selalu dilewati dengan kemudahan dan kebahagiaan, bahkan

seringkali dilalui dengan kesulitan dan penderitaan. Jalan penderitaan mampu menggoyahkan

keberadaan jiwa untuk senantiasa kuat berdiri, bertahan, memilih mundur atau bergerak maju.

Jika jiwa mampu mengambil hikmah pembelajaran dari penderitaan yang dialaminya, maka jiwa

mampu menggerakkan potensi dirinya selama ini yang terkubur dan belum terasah agar

kemudian dikenali kembali kesucian dirinya sebagai pondasi jiwa dalam bertumbuh. Kesucian,

kebebasan bertanggungjawab serta kemerdekaan jiwa merupakan berkah atas hadirnya Tuhan

dalam diri manusia dimanapun berada. Jiwa yang berada dalam kesucian mampu menghidupkan

nilai-nilai keilahian agar tumbuh subur dalam diri. Oleh sebab itu, pemikiran Hawkins tidak

mengenal benar dan salah seperti termuat dalam fungsi moralitas dan juga tidak mengenal azas

transaksi dalam penegakan etika. Bagi Hawkins, pelanggaran atau kesalahan merupakan

serangkaian tindakan atau perbuatan yang menodai kesucian diri sehingga memunculkan

kekotoran dalam jiwa manusia. Jiwa manusia mampu mengenal kesucian dan mengetahui
210

kekotoran dalam dirinya melalui serangkaian tindakan konfirmasi dan kontemplasi dalam diri.

Disinilah peran paradigma spiritual membimbing jiwa menuju pencerahan (cahaya). Jika jiwa

tidak mampu mengambil peluang kesempatan untuk kembali kepada fitrahnya, maka lamban laun

penderitaan tersebut akan menghanyutkan dan menjerumuskan jiwa lebih dalam lagi. Saat kita

terkotori oleh perilaku dan tindakan orang lain, jiwa diingatkan kembali akan makna Subhanallah

GLPDQD MLZD VHQDQWLDVD EHUVDPD NHVXFLDQ \DQJ WLGDN WHUVHQWXK ³NHNRWRUDQ´ GXQLD GDQ VHLVL

makhluknya. Lain halnya jika jiwa dihadapkan pada kerentanan yang secara sengaja maupun

tidak mengotori kesucian diri, maka pahami makna Istighfar Astaghfirullahaladziim dan resapi

kehadiran Tuhan seraya memohon ampunan kepadaNya. Dalam kenyataannya, manusia belum

sepenuhnya berfikir kearah paradigma spiritualis atau non linier. Mereka masih menganut pola

pikir linier (materialistis) dimana jiwa tidak memiliki keyakinan untuk memahami konsep dirinya

secara utuh, tidak terbatas bahkan tidak memiliki kemampuan memandang realita yang penuh

ketidakpastian. Fenomena ketidakpastian memunculkan penderitaan yang berujung pada

pelanggaran etika. Bahkan penyelesaian hukum oleh komisi disiplin tidak mampu sepenuhnya

menutup rantai pelanggaran etika yang marak terjadi belakangan ini. Seperti diutarakan Bapak

Hardiman dalam cuplikan wawancaranya berikut ini:

³ <DQJ VHODOX saya ingat jika saya mengalami penderitaan adalah dengan senantiasa
PHQJLQJDW D\DW 4XU¶DQ \DNQL 7XKDQ WLGDN DNDQ PHPEHEDQL VHVHRUDQJ PHOHELKL
kemampuannya kan gitu. Jadi jika ada cobaan kita berupaya untuk mampu
menghadapinya. Baliknya ke agama lagi kan?. Menyadari akan kuasa Tuhan itu penting
XQWXN PHPEXDW GLUL NLWD RSWLPLV WHUKDGDS NHKLGXSDQ \DQJ VHGDQJ WHUMDGL ´

Bapak Hardiman merupakan sosok bapak yang pembawaanya tenang, tegas dan

memiliki kepekaan rasa yang tinggi. Hal ini diperlihatkan dari raut dan ekspresi wajah beliau saat

sedih, senang dan marah saat mengemukakan pendapatnya di sesi wawancara tersebut. Beliau

merupakan pribadi yang tegar serta penuh keikhlasan saat menjalani kehidupannya. Hal tersebut

terlihat dari ungkapan beliau yang menyerahkan segala sesuatunya kepada kuasa Tuhan atas

segala ikhtiar dan usaha yang telah dilakukannya.


211

7.8 Perwujudan Diri (Khudi ±Self) dalam Transpersonal

Eksistensi Iman manusia diwujudkan dalam bentuk penyaksian diri kepada Tuhan dengan

segala bentuk manifestasinya. Manifestasi tersebut merupakan pengejawantahan sifat-sifat

Tuhan (percikan Tuhan) yang kandungan isinya dapat dipahami dan dirasakan oleh diri dengan

menggunakan mata batin. Peristiwa tersebut merupakan keadaan yang tidak mudah diterima jiwa

yang masih tertutupi oleh hijab-hijab kemelekatan eksternal. Kemelekatan menjauhkan hati dan

jiwa dari datangnya hidayah Tuhan. Demikian sebaliknya saat jiwa mengenal dirinya secara utuh

dan sempurna, maka penyaksian diri terhadap Tuhan bukan merupakan suatu hal yang mustahil.

Jiwa hendaknya diingatkan kembali akan tujuan penciptaan dirinya oleh Tuhan sehingga manusia

senantiasa beribadah kepadaNya. Oleh sebab itu konsep beribadah tidak semata-mata dimaknai

dalam konteks ritual keagamaan saja tetapi mencakup tugas dan tanggungjawab diri saat

mengemban amanah Tuhan.

Pemahaman peneliti belum selaras dengan pernyataan beberapa Infoman dalam

SHQHOLWLDQ LQL ,QIRUPDQ WLGDN VHSHQXKQ\D PDPSX PHPDKDPL NRQVHS ³SHQ\DNVLDQ´ WHUVHEXW

sehingga mengalami kesulitan mengabstraksikan fenomena yang dialami dirinya. Keadaan

tersebut terjadi karena kurangnya kepekaan dan sensitivitas diri informan sehingga sulit bagi

mereka mengungkapkan pengalaman dan rasa yang ada tersebut. Informan mengalami kesulitan

memilih bahasa dan kata untuk mengungkapkan sensasi dan perasaan yang dialami, karena

kalimat tersebut membutuhkan analogi, metafora atau bahkan simbol-simbol untuk mewakilinya.

Fenomena tersebut kurang disadari dan dirasakan informan yang terlalu rasional dan logik dalam

berfikir, sehingga mengalami kesulitan dalam mengabstraksikannya. Beberapa informan

kesulitan menentukan diksi kata yang tepat untuk mengungkapkan sensasi dan rasa tersebut.

Jiwa-jiwa yang memahami dan mengerti pengalaman mampu mengekspresikan sensasi dan

rasa tersebut secara lugas dalam bentuk metafora maupun simbol lambang perlambang.

Beberapa informan menilai pengalaman penyaksian yang melibatkan rasa, merupakan


212

pengalaman pribadi yang istimewa dan eksklusif bagi jiwa-jiwa tertentu. Jiwa-jiwa yang terbiasa

berfikir logik, rasional dan sistematis akan menilai peristiwa atau fenomena tersebut kurang tepat

dikaji dalam ranah ilmiah yang bersifat empiris. Perasaan dan pengalaman itu bersifat metafisik

sehingga saat mengekspresikan fenomena tersebut membutuhkan serangkaian panduan dan

ELPELQJDQ ³*XUX´ )HQRPHQD DWDX SHULVWLZD PHWDILVLN EHUVLIDW VXE\HNWLI VHKLQJJD VXOLW

dikuantifikasikan dalam pengukurannya.

Peneliti menyakini bahwa semua informan senyatanya memiliki pengalaman spiritual atau

transpersonal sehingga mereka sudah mampu merasakan kepekaaan sensasi atau rasa

tersebut. Mereka belum sepenuhnya mampu membahasakan rasa atau sensasi tersebut, karena

kepekaan rasa, sensasi serta pengalaman spiritual informan lebih bersifat mistis. Jika mereka

ungkapkan peristiwa tersebut ke ranah publik, mereka khawatir dan takut jika pengalaman

tersebut nantinya jatuh pada sesuatu yang bersifat konsepsi bukan pada keterhubungan yang

nyata antara Tuhan dan jiwa itu sendiri. Keadaan tersebut dirasakan peneliti saat mewawancarai

para informan. Peneliti mampu merasakan vibrasi, getaran suara, alur dan arah pembicaraan

yang dituturkan, gerak gerik bahasa tubuh serta sikap dan perilaku mereka. Peneliti menilai dan

merasakan vibrasi tutur kata, perilaku, sikap serta isi pembicaraan beberapa informan tersebut

yang masih dalam tataran kesadaran ego dan mind sedangkan informan lainya sedang berjuang

menapaki kesadaran ilahiah. Dari penuturan, penegasan dan penekanan para informan tersebut,

terlihat bahwasanya pengalaman spiritual tersebut telah mampu dirasakan para informan

tersebut. Hanya saja sensitivitas dan kepekaan jiwa belum sepenuhnya mampu membaca

fenomena alam yang terjadi, sehingga mereka belum mampu mengungkapkan peristiwa tersebut

sebagai sebuah pengalaman spiritual yang bersifat mistis. Keadaan tersebut terjadi karena

sebagian besar para intelektual masih melakukan penyangkalan terhadap hal-hal yang bersifat

mistis dan metafisik yang terjadi dalam kehidupan. Mereka lebih menyakini keberadaan peristiwa

yang terlihat kasat mata (fisik).


213

Beberapa informan masih belum mampu merasakan kerentanan jiwa yang dimiliki akibat

kemelekatan tersebut. Keadaan tersebut didorong oleh unsur keterpisahan yang menjangkiti

sebagian jiwa saat ini serta kesulitan memahami pengetahuan terkait sains spiritual, tasawuf dan

psikologi transpersonal. Oleh sebab itu kajian ilmu yang membahas aspek metafisik (energi)

perilaku manusia telah dijabarkan dan termuat dalam sains spiritual, fisika kuantum serta ilmu-

ilmu kontemporer lainnya. Meski demikian pemahaman manusia terhadap konsep dan pola

berfikir lama yakni materialistis masih mendarah daging dan melekat dalam diri sehingga

penilaian jiwa terhadap segala sesuatunya masih terpaku dan berpola pada tampilan fisik yang

secara empiris memiliki bukti fisik keberadaan.

Penentuan paradigma mengalami pergeseran cukup besar, dimana penilaian segala

sesuatu tidak hanya berfokus pada batasan ruang dan waktu saja melainkan melampaui dan

melewati keberadaan ruang dan waktu tersebut. Saat jiwa mengalami banyak ketidakteraturan

dan ketidakpastian dalam hidup, ego serta nalar tidak cukup mengakomodasikan pola

ketidakpastian tersebut sehingga informan memiliki keterbatasan mengeksplorasi dirinya. Oleh

sebab itu diri hendaknya mampu melampaui kepribadian (transpersonal) agar kemudian masuk

pada cara berfikir tanpa batas (non linier) yakni spiritual.

7.9 Evolusi Kesadaran sebagai Jalan Menuju Kebermanfaatan, Keseimbangan dan


Keselarasan dalam Kehidupan

Perjalanan evolusi kesadaran jiwa merupakan perjalanan tanpa henti sepanjang hidup

manusia. Perjalanan tersebut merupakan proses kemenjadian manusia dimana terjadi tahapan

proses jiwa yang berupaya mengambil hikmah pembelajaran dari setiap tahapan yang dijalani.

Proses pembelajaran jiwa saat mengambil nilai-nilai kehidupan merupakan upaya diri secara

terus menerus menyempurnakan dimensi batinnya sehingga selaras dengan hidup dan

kehidupan. Oleh sebab itu kontemplasi, intropeksi dan refleksi dalam inner journey mampu
214

menguak hijab kemelekatan yang menyelubungi hati manusia. Semakin tersingkapnya hijab

kemelekatan, cahaya Illahi lamban laun menyeruak hadir dan bersinar dalam batin setiap

manusia.

Kehadiran cahaya Illahi dalam diri mampu membentengi dan mencegah jiwa manusia dari

segala tindakan dan perbuatan yang merugikan diri sendiri, lingkungan, masyarakat bahkan

hukum agama dan negara. Jiwa yang mampu menyaksikan manifestasi percikan Illahi berupa

sifat-sifat Tuhan dalam diri (asmaul husna) dapat mengupayakan penyadaran dalam diri untuk

menumbuhkan rasa cinta tak bersyarat (unconditional love), kasih sayang, kedamaian,

kebahagiaan dan ketenangan dalam hati.

Tumbuhnya rasa cinta tanpa syarat tidak sekedar dipahami dalam tataran filosfis saja

melainkan dilampaui agar cinta mampu mencapai tataran esensi (hakekat). Pada tahapan

tersebut, cinta memegang kodrat manusia sebagai sebuah kebaikan. Lain halnya dengan fungsi

moralitas yang memandang kodrat manusia memiliki nilai-QLODL ³NHEXUXNDQ´ VHKLQJJD SHUOX GLEXDW

sebuah tatanan atau regulasi yang mampu mengatur perilaku sikap serta keseharian mereka.

Dalam fungsi moralitas, perpindahan posisi terjadi dari sebuah kesalahan menuju kebaikan.

Padahal secara esensi, setiap manusia memiliki kebaikan didalamnya. Kepekaan rasa dalam

batin manusia mampu menjembatani jiwa agar senantiasa mampu mencapai keseimbangan dan

keselarasan yang berujung kebermanfaatan kepada sesama, alam dan lingkungan sesuai misi

dan tanggungjawab jiwa yang diamanahkan dari Tuhan.

Ibu Anies secara bijaksana menyikapi setiap penderitaan dan kesenangan yang dialami

melalui proses perenungan mampu memberikan hikmah pembelajaran didalamnya. Hikmah

pembelajaran tersebut memberikan keyakinan dalam diri agar senantiasa terhubung dengan

keberadaan Tuhan karena melalui kuasa dan kehendakNya, segala sesuatu dapat terjadi. Tuhan

melalui cahaya keillahiaannya mampu menerobos pintu batin yang suci dan tidak terkotori oleh

hijab kemelekatan. Dengan demikian jiwa mampu memancarkan sifat Arrahman dan Arrahim

yang merupakan manifestasi sifat Tuhan yang mengayomi dan memberikan kebermanfaatan
215

terhadap sesama. Inilah yang digambarkan sebagai manusia otentik dimana jiwa memiliki

keterhubungan dengan kehadiran Tuhan dimanapun posisi jiwa berada. Meskipun demikian pada

titik tertentu, adakalanya jiwa mengalami kerapuhan dan kerentanan. Berikut ini kutipan

pernyataan beliau dalam wawancaranya.

«´$JDU WHWDS NRQVLVWHQ PHPEHULNDQ NHEHUPDQIDDWDQ VD\D VHQDQWLDVD PHQJLQJDW WHUXV


semua pengalaman saya baik itu dikatakan sebagai penderitaan ataupun kesenangan.
Dengan demikian saya senantiasa menolong orang lain serta berbuat baik dan sopan
kepada sosok yang lebih tua. Sebagai seorang pendengar yang baik dan saling interaktif,
saya selalu melihat orang lain sebagai cermin bagi diri saya sendiri agar senantiasa
PHPSHUEDLNL GLUL -DGL VD\D PHPDNQDL NHEDKDJLDDQ GDODP GLUL VD\D «DGDODK GHQJDQ
tidak memikirkan apa kata orang lain lagi., menjadi diri sendiri apa adanya. Begitupula
dengan penderitaan yang terjadi sebagai suatu realita yang tidak menyenangkan,
mengekang kebebasan bahkan mungkin tidak sesuai dengan harapan hidup kita.
Sedangkan kesenangan merupakan realita yang mendukung keinginan hidup kita di
GXQLD«.LUD-kira cukup jelas enggak dHQJDQ DSD \DQJ VD\D PDNVXG««´
³3HPDKDPDQ GDUL PDQXVLD RWHQWLN \DQJ VD\D PDNVXG \DNQL ELVD PHQ\HLPEDQJNDQ
NHKLGXSDQ ODKLU GDQ EDWLQ« MDGL NDODX DGD NDWD FDSH KDWL VHSHUWL \DQJ VHGDQJ VD\D DODPL
VHEHQDUQ\D ELVD GLNDWDNDQ VD\D EHOXP RWHQWLN«KH KH KH $GDNDOanya saya masih
mengalami konflik batin atau dilema..masih suka kesal..siapa yang kerja siapa yang dapat
reward NHVDO GHQJDQ ELURNUDVL \DQJ VXOLW GDQ PDVLK EDQ\DN ODJL« ´

Manusia otentik adalah manusia yang secara utuh mampu merepresentasikan sifat-sifat

ketuhanan dalam dirinya. Jiwa tersebut mampu memancarkan sifat-sifat ilahiah kepada

sekelilingnya yakni terhadap sesama makhluk dan segala seisinya (semesta). Pancaran sifat-

sifat ilahiah itu mampu memberdayakan manusia, alam dan segala isinya menjadi sebuah

kebermanfaatan. Kondisi tersebut terjalin manakala manusia memiliki keterhubungan dengan

Tuhannya, sehingga mampu merepresentasikan sifat-sifat keilahian dalam membentuk

keberadaan diri yang utuh sehingga mampu menciptakan keseimbangan dalam dirinya.

Ibu Elvi menilai pencapaian manusia terletak pada kesempurnaan sifatnya yang

merupakan manifestasi sifat-sifat keilahian yang direpresentasikan dalam diri manusia.

Kesempurnaan itu bukan berorientasi pada wujud fisik semata melainkan tercermin dalam tugas

dan tanggungjawab manusia sebagai Khalifatullah Fil Ardh. Menurut Ibu Elvi, sifat-sifat ketuhanan

dari sosok Insan kamil tercermin dalam sikap manusia yang mengedepankan kejujuran,
216

integritas, tanggungjawab serta keadilan yang merupakan buah dari kesucian. Kutipan

pernyataan tersebut diungkapkan beliau dalam wawancaranya berikut ini.

³0DQXVLD KHQGDNQ\D VHODOX EHUXVDKD XQWXN PHQFDSDL WDWDUDQ ,QVDQ .DPLO %HUXVDKD
karena kita Khalifatulah Fil Ardh ´
³ ,QWHJULWDV WLGDN KDQ\D VHNHGDU NHMXMXUDQ WDSL GLGDODPQ\D DGD WDQJJXQJ MDZDE -DGL DSD
yang sudah kita putuskan, sudah kita tandatangani itu saja..berani bertanggungjawab,
angka-angkanya alasannya. Kalau ditanya dari mana saja, saya bisa MDZDE LWX« -DGL
kalau diubah kayak apa, enggak bisa, saya bilang enggak bisa yah enggak bisa. Jadi
memang faktanya itu. Kalau mau yah udah,,enggak mau ya sudah. Saya akan cenderung
seperti itu. Jadi integritasnya itu yang lebih saya utamakan, karena
pertanggungjawabannya nanti..ya...pertanggungjawaban dengan yang diatas. Kalau
dalam proses tersebut ternyata saya masih salah, ya sudah saya berusaha semaksimal
mungkin dengan kemampuan dan pengetahuan yang masih segitu yang saya miliki. Tapi
niatnya kan, jujXU JLWX«DPDQDK JLWX WDQJJXQJ MDZDE 6HKLQJJD NH PDKDVLVZD SXQ VD\D
EHUXVDKD VHDGLO PXQJNLQ 6D\D ELODQJ HQJJDN ELVD \D«NDODX HPDQJ OD\DN $ \D $
HQJJDN OD\DN \D HQJJDN OD\DN ´

Bapak MFA menambahkan bahwa nurani merupakan dasar penggerak seseorang agar

bertanggungjawab dalam hidupnya, meski agama, unsur ketakutan dan tuntutan atas hukuman

menjadi faktor eksternal yang mendorong seseorang bertanggungjawab dalam hidupnya.

Penilaian beliau mengenai keberadaan manusia sebagai khalifah, ditunjukkan dalam bentuk

kebermanfaatan yang diberikan manusia terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Tugas

dan tanggungjawab beliau sebagai akuntan pendidik bukan semata-mata dilatarbelakangi oleh

faktor eksternal yang mendominasi tapi justru terjadi karena panggilan hati serta keikhlasan yang

menyertai. Dengan demikian kebermanfaatan ilmu pengetahuan menjadi amalan yang tidak

terputus di akhirat nantinya. Demikian pernyataan Bapak MFA dalam wawancaranya berikut ini.

³2UDQJ PHQDIVLUNDQ VWDQGDU PHQXUXW NDFDPDWD GLUL, jadi benteng yang utama itu adalah
nurani dalam diri yang dikuatkan oleh faktor yang paling utama yakni agama. Pandangan
saya begitu karena cermin untuk melakukan ini eeh terjadi dalam lubang standar dan
untuk mencegah ini, saya rasa nurani menjadi dasar agama yang akan berbicara untuk
pertanggungjawaban. Orang akan takut melakukan pelanggaran karena memang
tuntutannya tidak seperti sekarang dimana orang itu tidak akan bisa berkelit dan sifat
hukumnya abadi. Kalau di dunia fana ini yang saya tangkap di dalam standar kan
hukumnya relatif bisa dibuatkan dalam ketentuan menyimpang atau enggak sepanjang itu
bisa memenuhi kriteria kewajaran standar no problem tapi nurani orang bilang itu tidak
ZDMDU ´
³ -DGL RUDQJ DNDQ OHELK EDQ\DN EHUELFDUD WHQWDQJ DJDPD karena ada ketentuan dia akan
punya fungsi kemasyarakatan sebagai khalifah gitu. Kalau saya pandang dengan agama,
217

etikanya akan membuat orang itu memiliki kebermanfaatan kepada kemasyarakatan bagi
VHVDPD MDGL HQJJDN DGD \DQJ PXGKDUDW JLWX« ´
³«VHEDLNQ\D gini sepanjang mereka mampu menempatkan dirinya di masyarakat dan
pada sesamanya,,ya udah cukup. Jadi maksudnya gini bisa bermanfaat kepada
masyarakat. Nah akuntan pendidik kan dari panggilan hati yah pastinya lebih banyak sifat
ikhlasnya..Tujuannya ada pada suatu bentuk amalan yang dia dapatkan tidak terputus
\DNQL LOPX EHUPDQIDDW«,WX SHQJKDUDSDQQ\D GL PDVD GHSDQ´

Dalam kesehariannya, Bapak Hari senantiasa memberikan perhatian besar tidak hanya

terhadap rekan sejawatnya tetapi juga terhadap staf atau bawahan beliau seperti Office Boy (OB)

Menurut beliau, kebermanfaatan tidak hanya ditunjukkan kepada lembaga semata yakni dosen-

dosen yang bekerja di Intitusi tersebut tetapi juga terhadap pihak marginal seperti OB, perlu

mendapat perhatian dan bantuan jika ada permasalahan dengan lembaga ini.

³%XNDQ EHUDUWL WLGDN DGD NHSHQWLQJDQ WDSL \DQJ WHUSHQWLQJ GDUL LWX DGDODK XQWXN OHPEDJD
Yah saya tidak berorientasi diri sendiri, saya selalu mengatakan, di belakang kita ini ada
umat yang tergantung dengan kita. Saya S3 sekarang saya pindah perguruan tinggi
dengan banyak pengalaman hidup yang saya miliki, pasti banyak yang mau menerima
apalagi tulisan saya sudah mulai banyak. Tapi pikirkan orang kecil lainnya, katakan OB,
NDODX GLWXWXS PHUHND PDX NHPDQD FRED ´

Pola pikir Bapak Hari yang mengutamakan kepentingan orang banyak selalu beliau

tempatkan diatas kepentingan pribadi. Cara berfikir dan gaya kepemimpinan beliau layak

mendapat acungan jempol dari semua pihak, karena dibalik ketegasan beliau sebagai Dekan di

kampusnya, beliau ternyata seorang yang penuh perhatian, welas asih dan peduli terhadap

orang-orang disekitarnya. Serangkaian tindakan yang dilakukannya merupakan alternatif cara

yang dipilih beliau dalam memberikan kebermanfaatan kepada sesamanya.

7.10 Kesadaran Illahiah sebagai Dasar Manifestasi Insan Kamil: Harmonisasi Cinta

dalam Alunan Semesta

Proses bertumbuhnya kesadaran bukan merupakan proses yang mudah dilalui oleh jiwa

karena melewati serangkaian tahapan perjalanan hidup (evolusi) secara terus menerus. Asal

mula bertumbuhnya kesadaran berawal dari dalam diri yang kemudan berkembang dalam
218

lingkungan keluarga komunitas hingga selanjutnya menuju masyarakat, negara serta peradaban

lebih luas.

Pertumbuhan kesadaran bergerak dari ruang lingkup diri yang mengalami peningkatan

menuju peradaban yang lebih luas. Berangkat dari penyaksian diri akan keberadaan sifat-sifat

keilahian dalam segenap aspek kehidupan, maka segala wujud kehidupan di dunia baik yang

terlihat maupun tidak merupakan manifestasi dari sifat-sifat Allah. Atas dasar keimanan tersebut,

jiwa memberikan upaya penyadaran keilahian dalam diri agar mampu berkembang lebih luas lagi.

Proses menumbuhkan sifat-sifat keilahian dalam diri mampu memberikan dampak besar diluar

diri manusia. Oleh sebab itu lingkungan menjadi manifestasi perwujudan atau pantulan cermin

dari apa yang terjadi dalam diri manusia.

Pengetahuan terhadap sifat-sifat keilahian (spiritual) dalam diri menggerakkan

kemampuan tidak terbatas (non linier) manusia untuk mengatasi kompleksitas permasalahan

yang penuh dengan ketidakpastian. Keberadaan jiwa yang didominasi oleh pengetahuan

materialistis memiliki keterbatasan ruang lingkup dalam pemecahan masalah. Pemahaman atas

pengetahuan tersebut diperoleh dari pernyataan Ibu Sova yang menekankan setiap jiwa agar

memiliki jalan hidupnya masing-masing terkait tahapan pencapaian jiwa menuju Insan Kamil.

Beliau menilai setiap jiwa memiliki peluang untuk mencapai tataran sempurna jika gerak jiwa

selaras dengan kehendak Tuhan. Upaya untuk mencapai tahapan tersebut tidaklah mudah. Oleh

sebab itu implementasi nilai-nilai keilahian yang termuat dalam ajaran agama (Islam) hendaknya

dilakukan secara kafah dan menyeluruh (holistik) di berbagai aspek kehidupan.

³%LVD DWDX WLGDNQ\D DNXQWDQ PHQMDGL VRsok Insan Kamil..ya tentu bisa saja. Bisanya
dalam artian begini, Allah sudah mengutus Rasullullah untuk menjadi contoh berarti
sesuatu itu perlu dicontoh gitu ya. Mau nanti saat mencontohnya berhasil seperti
Rasullullah atau tidak tapi kan Allah sudah ngomong ini loh ..Huswatun Hasanah ini
teladan yang baik. Maksudnya kalau dalam proses dia tidak bisa mencontoh dengan
sempurna nah itu kemampuannya dia hanya sampai disitu. Tapi jangan belum apa-apa
VXGDK QJRPRQJ HQJJDN ELVD GLFDSDL ´
³ $OODK VXGDK PHQJXWXV, sudah menetapkan itu merupakan figur yang harus dicontoh, ya
kita mencontoh sebisa kita gitu. Jadi jangan ah nggak mungkin ini bisa jadi Insan Kamil.
Berusahalah untuk tetap ke titik itu. Dimanapun kamu, nanti bisa mencapainya. Ya kalau
saya sih sederhanDQ\D EHJLWX \D ´
219

³'L ,VODP NDQ GLRPRQJLQ PDVXNODK NDPX NHGDODP ,VODP VHFDUD NDIDK NHVHOXUXKDQ 1DK
ya udah ga usah kita itu belum masuk udah nawar duluan gitu. Ah itu kan berat..Islam
kafah dan sebagainya. Udah hmmm.. kamu masuk aja kedalamnya secara kafah, secara
VHPSXUQD PHVNLSXQ GDODP SURVHV PHQXMX VHPSXUQD LWX NDPX LVWLODKQ\D ³

Banyak pihak menilai bahwa menjadi sosok Insan Kamil terkait erat dengan dukungan

eksternal seperti keterbukaan dan transparansi. Seperti dikemukakan Ibu Elvi dalam cuplikan

wawancaranya berikut ini.

³6D\D UDVD SHUOX DGDQ\D NRPELQDVL DQWDUD GLUL NLWD VHQGLUL GHQJDQ GXNXQJDQ IDNWRU
eksternal sebagai akuntan publik untuk mencapai Insan Kamil. Alhamdulillah, saya rasa
posisinya menjadi lebih baik dengan adanya keterbukaan gitu. Selama masih belum ada
NHWHUEXNDDQ MXJD UHSRW«PDQD \DQJ« QDNDO JLWX PLVDOQ\D .DQ QDQWL NRQVXPHQ GDODP
KDO LQL SHPDNDL MDVD DNDQ PHPLOLK« -DGL NXQFLQ\D PHPDQJ NHWHUEXNDDQ WUDQVSDUDQVL
0DNLQ WUDQVSDUDQ LWX PDNLQ EDJXV«´

Ibu RAS juga menilai sangat sulit jiwa akuntan untuk mencapai tataran Insan Kamil. Hal

ini terjadi karena hidup manusia penuh dengan kerikil-kerikil tajam yang dapat menganggu

kestabilan jiwa khususnya terkait integritas, independensi serta profesionalisme akuntan dalam

bekerja. Beliau menambahkan bahwa apapun yang dilakukan manusia dalam bekerja hendaknya

dimaknai sebagai sebuah rangkaian ibadah. Pernyataan tersebut diungkapkan Ibu RAS dalam

cuplikan wawancaranya berikut ini.

³«« 3HQFDSDLDQ ,QVDQ NDPLO VXQJJXKODK VDQJDW VXOLW NDUHQD SDda intinya manusia
hidup itu penuh dengan gesekan-gesekan. Integritas dan independensi sangat diperlukan
GDQ SHQWLQJ 6XVDK \D NDODX QJRPRQJ PHPDQJ JDPSDQJ FXPDQ« ´
³ 'XD KDO LWX NDUHQD VHODPD LQL \DQJ WHUJDQJJX LWX LQWHJULWDV NDODX LQGHSHQGHQVL PXQJNLn
udah bisa ini ya..ya masih ada cuman bisalah dikurangin cuman integritas itu loh kembali
ke masing-masing person gitu loh karena itu berasal dari masing-masing orang. Masing-
masing orang itu benar-benar mau dibawa kemana.. Dia mau jalur apa sih karirnya gitu
kan. Mau jadi apa sih dia gitu loh. Integritas..karena ya memang modalnya auditor kan
LWX LQWHJULWDV HHK VDPD LQGHSHQGHQVL ,QGHSHQGHQVL NDUHQD SURIHVL \D«NDUHQD WXQWXWDQ
SURIHVL LQWHJULWDV LWX VHQGLUL QRPRU VDWX«GDQ WLGDN OXSD SURIHVLRQDOLVPH«´
³6D\D VHWXMX NDODX EHNHUMD LWX PHUXSDNDQ LEDGDK 0DNDQ\D SURIHVVLRQDO NDQ GDODP DUWL
enggak main-main gitu loh. Kita membawa institusi juga, selain kita pribadi sebagai
auditor, kita juga membawa institusi. Jadi kalau mau macam-macam kan kita enggak
bekerja secara professional dong gitu loh gitu aja. Kalau ibadah sih iya setuju, makanya
kan eeh kembali ke tadi mau..mau apapun yang terjadi kalau udah niatnya itu satu..udah
QDQWL NDQ MDGL NHUHQGDP PDVDODK«´
220

Proses menumbuhkan kesadaran Illahiah menuju Insan Kamil merupakan tahapan yang

mau tidak mau harus dilalui dan dijalani oleh setiap jiwa saat ini. Upaya mencapai tingkat

kesadaran Ilahiah memiliki kadar kesulitan berbeda pada masing-masing jiwa karena proses

tersebut bersifat abstrak dan memiliki kompleksitas tersendiri dalam pencapaiannya. Oleh sebab

itu jejak jiwa dalam setiap aktivitas manusia perlu dijadikan pola atau panduan masyarakat

modern saat ini, meskipun sosok Insan Kamil telah melekat pada figur Rasullulah SAW. Meski

demikian yang terpenting dari itu semua adalah tahapan perjalanan menuju kesadaran

merupakan upaya diri menuju penyempurnaan. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Bapak

Hari yang menilai sosok Insan kamil hanya mampu dicapai oleh nabi maupun rasul karena secara

umum manusia mengalami kesulitan dalam mencapai tataran tersebut. Kesulitan tersebut muncul

karena interaksi manusia dengan sesama bahkan lingkungan sekitarnya menimbulkan gesekan

serta friksi tajam yang mempengaruhi jiwa akuntan. Demikian ungkapan Bapak Hari dalam

wawancaranya berikut ini.

³ L\D VD\D EHUDQJJDSDQ KDQ\D VHRUDQJ EHUJHODU QDEL VDMD \DQJ ELVD PHQFDSDL ,QVDQ
Kamil tersebut. Selagi dia masih manusia bukan nabi ya eeh untuk mencapai Insan Kamil
DNDQ PHQJDODPL NHVXOLWDQ NDUHQD PHPXDVNDQ VHPXD SLKDN ´
³ EXNDQ Vulit yah tapi sangat sulit karena kita hidup berdampingan dengan pihak
lain..sesama makhluk hidup paham enggak maksudnya?.. Sesama makhluk hidup itu
saling mempengaruhi iya toh. Ehh sulit itu tapi sebagai makhluk Tuhan dan sebagai umat
Muhammad kan tidak salah mendekatkan diri seperti apa yang pernah dilakukan oleh
Nabi. Walaupun dalam konteks..saya sering mengatakan juga ke beberapa orang ya apa
\DQJ VHPXD QDEL ODNXNDQ LWX NDQ WLGDN VHPXDQ\D NLWD KDUXV FRQWRK ´

Bapak Ariel menegaskan nilai-nilai Insan Kamil yang mengejawantah dalam diri manusia

merupakan representasi sifat-sifat keilahian. Nilai-nilai keilahian secara garis besar termanifestasi

dalam sifat kunci Rasullulah yakni shidiq, amanah, tabligh dan fathanah. Sifat-sifat kunci

Rasullulah tersebut berlaku dalam semua profesi. Bapak Ariel dalam wawancaranya menyatakan

bahwa sifat-sifat inti tersebut jika dinyatakan dalam kode etik profesi dapat berupa integritas,

akuntabilitas, kompetensi dan transparansi. Menurut Bapak Ariel, pengetahuan tentang sifat atau

karakteristik dapat diperdalam lebih lanjut pada seminar-seminar PPL atau PPA. Sifat tersebut
221

nantinya dapat terus dipupuk, ditumbuhkan serta dijaga keberlangsungannya saat jiwa mampu

berperan secara aktif dalam memberdayagunakan dirinya di segenap aspek kehidupan. Berikut

ini pernyataan beliau dalam wawancaranya tersebut.

³ ,QVDQ .DPLO DWDX KDO \DQJ EDLN SDGD GLUL VHVHRUDQJ 0LVDONDQ NDODX GLNDLWNDQ GHQJDQ
Rasulullah ya..Rasulullah kan punya sifat yang shidiq, amanah, tabligh dan fatanah..yah
empat itu. Empat sifat itu contoh kunci dalam diri seseorang yang baik. Mungkin kalau di
SURIHVL QDPDQ\D DMD EHGD ´
³6KLGLT LWX GDSDW GLSHUFD\D QDPD ODLQQ\D DSD \DK´«(KP NDODX PLVDONDQ
bertanggungjawab atau memiliki integritas. Amanah..bisa amanah berarti istilahnya dia
harus amanah bertanggungjawab. Jika dikaitkan dengan profesi tertentu, maka dia harus
akuntabilitas sesuai dengan profesinya. Tabligh itu menyampaikan..kalau fathanah
EHUDUWL«KHHK FHUGDV 6HPXD SURIHVL NDQ PHPHUOXNDQ LWX MXJD 3URIHVL DSDSXQ itu apalagi
terkait dengan auditor internal, akuntan manajemen, akuntan publik. Di profesikan harus
menjaga etika profesi termasuk..termasuk cerdas. Dia kan harus selalu meningkatkan
pengetahuan melalui PPA atau PPL. Makanya kalau ada seminar internasional saya tetap
harus ikut, walaupun enggak tiap tahun biar wawasan lebih luas juga
SHQJHWDKXDQ VXSD\D HQJJDN EDQ\DN \DQJ PDQGHJ JLWX \DK«´
³ :DODXSXQ HQJJDN VHSHQXKQ\D VHWLGDNQ\D DGD NDLWDQ HUDW DQWDUD ,QVDQ .DPLO GHQJDQ
profesi akuntan tidak terbatas pada akuntan publik saja tetapi juga ada akuntan publik,
DNXQWDQ SDMDN MXJD DNXQWDQ SHPHULQWDK«´

Bapak MFA menilai jiwa-jiwa akuntan (muslim) hendaknya mampu mencontoh sifat utama

Rasulullah yakni fathonah, shidiq, amanah dan tabligh. Nilai-nilai dalam Insan Kamil dimaknai

Bapak MFA sebagai cermin diri agar senantiasa berproses menuju lebih baik. Beliau

menambahkan bahwa posisi jiwa manusia untuk sampai pada tataran Insan Kamil seharusnya

telah menempati makrifat (sufi) sehingga mampu memaknai keberadaan Allah disegala aspek

kehidupannya. Jiwa tidak perlu mengkhawatirkan apapun yang akan, sedang dan telah terjadi

pada diri manusia, karena Allah selalu hadir bersama jiwa-jiwa yang tenang (muthmainah).

Demikian pernyataan Bapak MFA dalam culikan wawancara berikut ini.

³.DODX VD\D PHOLKDW SRWUHW MDWL GLUL PDQXVLD NLWD NHPEDOLNDQ NHSDGD VRVRN LGROD PXVOLP
yakni Rasullullah SAW. Karena beliau memiliki sifat utama yaitu Fathonah, Shidiq gitu loh
..atau apa lagi. Apakah kita sampai sejauh ini mampu menjaga atau mengguidance atau
PHUHND PDPSX EHUILNLU GDQ VXGDK GHZDVD DWDX JLPDQD ´
³-DGL NDODX VHVHRUDQJ PHPDKDPL ,QVDQ .DPLO LQL NDQ GLD DNDQ JLQL \D NHJLDWDQ
selebihnya yang akan bercermin kepada pedoman hidup yang dia pegang. Enggak tahu
dia beragama apapun tapi ini membuat dia menjadi lebih baik gitu, dibandingkan ketika
222

dia memakai etika yang dibuat oleh manusia yang kadangkala berlakunya untuk sesuatu
\DQJ HQJJDN DEDGL GDQ VLIDWQ\D DGD SHUXEDKDQ«´
³,WX KDUXV PDNULIDW MDGL PHQJJDPEDUNDQ EDKZD DSD \DQJ GLODNXNDQ DJar menjadi
sempurna, semuanya dikembalikan ke atas. Maka semua yang akan dilakukan itu pasti
bisa memberikan dia feedback, memberi manfaat kepada sesama tapi feedback untuk
diatas. Contohnya begini saya sekarang enggak punya uang besok makan apa, seeorang
\DQJ PDNULIDW ND\DN RUDQJ WDVDZXI SDVWL ELODQJ EHJLQL« HKKK EHVRN WHUJDQWXQJ $OODK GDQ
VHODOX DGD ´
³1DK GLD DGD VHPDFDP EHQWXN SHQJKDUDSDQ EDKZD KDUL LQL \DK KDUL LQL KDUL HVRN \D KDUL
esok begitu. Karena Allah menyediakan apa yang ada di muka bumi ini hanya milik Allah,
PDND GLD HQJJDN DNDQ ELQJXQJ XQWXN LQL« ,\D $OODK DNDQ PHQ\HGLDNDQ VHPXDQ\D«´
³ VHEHQDUQ\D ,QVDQ NDPLO LWX NDODX GL DJDPD ,VODP GLNDWDNDQ VHPSXUQD .DODX NDWD VXIL
tuh gini, orang itu tuh punya kemakrifatan tinggi sehingga saat dimanapun dia berada itu
akan dilindungi gitu loh. Di dunia fana, alam barzakh tetap utuh kalau kita kan belum
WDKX«DODP IDQD XWXK GL DODP EDU]DNK HQJJDN XWXK JLWX«´
´2UDQJ LWX WHODK PHQFDSDL VXDWX EHQWXN WDWDUDQ DKOL VXIL \DQJ SDOLQJ WLQJJL NDUHQD
agamanya tinggi, mereka akan menerapkan ke semua lini, dia paham dan mengerti Insan
.DPLO«GLD WLGDN SXQ\D VLNDS VHNXOHU JLWX GDODP NHJLDWDQ-NHJLDWDQQ\D ´
³«GDODP ,QVDQ .DPLO LWX NDQ OHELK EDQ\DN NHWHODGDQDQ UDVXOXOODK -DGL DSD \DQJ GLD
dapat itu dari sifat-sifatnya seperti syiar, kemudian apa tabligh, amanah, fatanah sama
VKLGLT NDQ LWX KDUXV DGD WDPSDNQ\D LQL DNDQ PHQMDGL SRUVL XQWXN PHQJXNXU .KDOLIDWXO ´
³«,\D EHUDUWL PDVXN NH DPDQDK GDQ WDEOLJK PHQ\DPSDLNDQ RSLQL EHJLWX PED -DGL ELVD
masuk kesitu. Karena jadi seorang khalifah seperti pemimpin itu pasti dia akan memiliki
QLODL NHPDV\DUDNDWDQ QDK LWX \DQJ GLD SHJDQJ« LWX PHUXSDNDQ MDODQ JHUEDQJ PHQXMX
WDKDSDQ ,QVDQ .DPLO ´

Beberapa informan menilai tahapan menuju Insan Kamil merupakan jalan yang sulit

ditempuh bagi jiwa, sehingga banyak pihak menyangsikan keberadaan jalan tersebut. Menurut

informan, jalan tersebut merupakan jalan eksklusif yang hanya bisa dialami dan dilalui oleh jiwa-

jiwa terpilih seperti sosok Rasulullah dan nabi-nabi lain. Meskipun demikian, penilaian dan

pemikiran peneliti justru sebaliknya, setiap jiwa justru memiliki peran dan potensi untuk

memberdayagunakan dan mengarahkan sifat-sifat keilahian dalam dirinya. Asalkan mereka

mampu mengenali potensi tersebut serta mampu mengaktivasi dan mengaktualisasikannya

dalam kehidupan sehari-hari. Mereka seharusnya tidak melupakan esensi hidup dimana Tuhan

senyatanya selalu hadir dalam setiap jiwa manusia dalam berbagai bentuk ciptaannya,

kekuasaanNya dan pengaturanNya.

Bahkan Bapak Hardiman dan Ibu Sova menegaskan bahwa setiap jiwa memiliki peluang

untuk mencapai tataran tersebut asalkan esensi kesucian manusia (fitrah diri) dikembalikan
223

kepada asal dan muasalnya. Jiwa mau berusaha dan berupaya (ikhtiar) serta mengambil makna

dari setiap peristiwa yang telah terjadi. Berikut ini ungkapan pernyataan Ibu Sova tersebut.

³0HQJKDGDSL EHUEDJDL FREDDQ GDQ NDPX ELVDQ\D VDPSDL JLPDQD LWX \D LWXODK NDPX WDSL
jangan belum-belXP VXGDK ELODQJ JDN ELVD LWX ´
³5DVXOXOODK DGDODK VHVHRUDQJ \DQJ VDQJDW LVWLPHZD VHKLQJJD EDQ\DN RUDQJ
menyangsikan bahwa kita enggak akan sampai kesitu. Tapi kalau aku memahaminya
begini, dalam arti khusnudon tapi di satu sisi yah. Aku pun kalau disuruh seperti
Rasullullah kayaknya enggak akan sampai sana, tapi kan Allah ngomong, Allah jelas
ngomong bahwa contohlah Rasullullah itu sebagai Huswatun Hasanah. Teladan yang
baik, contohlah. Ya udah mau enggak mau seberapun kita mampu contoh. Meskipun
dijalan oh kemampuanku cuma segini. Kemampuanku ku segini itu kan batasnya ajal aja
yah. Kalau belum ajal kan kita masih ada. Istilahnya sambil merangkak mendekati
DNKODNQ\D 5DVXOOXOODK PDVLK ELVD NDODX PDX JLWX ´

Setiap jiwa senantiasa menumbuhkan kesadaran dalam dirinya. Upaya tersebut tidak

semata-mata dilakukan pada jalur pendidikan saja melainkan melalui pengenalan dan

pemahaman diri seutuhnya. Dengan demikian jiwa mampu mengenal kedalaman dirinya terkait

potensi diri maupun kerentanannya. Prioritas atas perbaikan diri akan memberikan pancaran

kebaikan kepada pihak luar disekeliling kita. Diri tidak meminta pihak lain untuk berubah secara

spontan atau bertahap, karena transformasi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Tetapi yang perlu ditekankan disini adalah, kenali diri, pahami dan lakukan perbaikan diri. Jika

diri sudah mengalami transformasi dan evolusi, maka jiwa akan memberikan vibrasi positif dalam

menularkan cahaya kepada pihak-pihak sekelilingnya. Dengan demikian pancaran cahaya akan

melimpah dan tertuju kepada pihak luar tersebut. Demikian informasi lanjutan dari pernyataan

Ibu Sova dalam wawancaranya berikut ini.

³ .DODX ELFDUD VHSHUWL LWX EDJDLPDQD DNXQWDQ ELVD GL EDZD VDPSDL NHVLWX WDKDSDQ-
tahapannya yah mau enggak mau balik lagi ke pendidikannya. Awalnya pendidikan
pendidikan kan secara formal juga harus diperbaiki artinya memperbaiki kurikulum dan
sebagainya.
³HKP«GLVLWX NDQ DGD LVWLODKQ\D RUJDQLVDVL SURIHVL 'LVLWX NDQ EDQ\DN WUDLQLQJ-training dan
sebagainya. Kan bisa disitu training yang istilahnya kalau ehm..SAK atau IFRS ada
XSGDWH 6$. VHNLDQ DGD XSGDWH QDK LWX NDQ XSGDWH DNKODN MXJD HQJJDN DSD DSD ´
³ \DQJ GLXSGDWH NDQ LWX DMD NDQ 8SGDWHQ\D ,)56 VHNLDQ XGDK GL VLQL VHNDUDQJ 6$.
nomor sekian diupdate gini-gini. Emang ada pernah updatH HWLND"¶
³6LVWHP SHPHULQWDKDQQ\D NDQ MXJD KDUXV NLWD RPRQJLQ .DODX VLVWHPQ\D PDVLK
DPEXUDGXO .LWD PDX PHQMDGL VRN VXFL VHQGLUL KDQFXU NDQ DNKLUQ\D ´
224

³ +LGXS LWX NDQ SHUMXDQJDQ 3HUMXDQJDQ XQWXN PHQHJDNNDQ VHVXDWX \DQJ EHQDU +LGXS LWX
jangan dipandang HQDN LWX DGDODK PHPSHUMXDQJDQ VHVXDWX \DQJ EHQDU EHJLWX ORK ´
³%DQ\DN \DQJ SHUOX GLEHQDKL MDGL LVWLODKQ\D NDODX WHUGDSDW NHVDODKDQ \DQJ VDODK LWX
sebenarnya akuntan. Salah sendiri, salah sistem jadi enggak ada yang salah yang salah
adalah diri sendiri.´

Bapak Hardiman menambahkan bahwasanya proses kemenjadian (on becoming

process) bukan merupakan proses yang instan. Keadaan tersebut terjadi karena

keberlangsungan proses membutuhkan waktu, kesediaan dan upaya diri untuk bergerak

bertransformasi dan berevolusi. Semakin dini usia seseorang menyadari pentingnya proses

evolusi, semakin diri mampu memperkokoh keyakinan dan memperoleh pencerahan. Demikian

pernyataan Bapak Hardiman dalam ungkapan wawancaranya berikut ini.

³0HQMDGL PDQXVLD GDODP ILJXU ,QVDQ NDPil membutuhkan serangkaian waktu dan proses
yang tidak instant. Harus dididik dari awal dan dipupuk kebiasaan tersebut sedari kecil.
Sejauh mana manusia mampu terbuka pikirannya untuk menerima kebenaran dalam diri,
udah itu saja. Saya enggak bilang kalau saya orang baik dari SD, SMP dan SMA serta
kuliah, saya anak nakal loh. Alhamdulillah di umur 40 tahun keatas ini saya seperti
GLEHULNDQ VHPDFDP SHQFHUDKDQ WHQWDQJ EHJLQL WHQWDQJ EHJLWX ORK ´

Perjalanan jiwa dalam menggapai kesadaran perlu ditumbuhkan sedari dini. Dalam

proses kemenjadian, jiwa diarahkan pada satu titik sempurna dimana dalam mencapai titik

tersebut, setiap jiwa memiliki durasi waktu berbeda-beda tergantung titik kerapuhan yang dimiliki

serta beban spiritual yang dialami dan ditanggung sepanjang hidupnya. Jiwa perlu menggeser

paradigmanya dari pemahaman akan posisi diri kemudian bergerak mengidentifikasi kerentanan

tersebut untuk menguak potensi diri yang tersimpan. Seiring berjalannya waktu, diri memiliki

kemampuan mengatasi masalah terkait titik-titik kerentanan dan berusaha untuk melampauinya.

Sepanjang diri melakukan pembersihan diri (tazkiyatun nafs), jiwa akan senantiasa memperoleh

secercah cahaya dan hidayah dari Tuhan yang dapat membuka mata, hati dan batin sehingga

mampu memberdayakan potensi diri dan mengaktivasinya.


225

7.11 Penutup

³.HPEDOL NHSDGD ,EX´ PHUXSDNDQ PHWDIRUD \DQJ PHQXQMXNNDQ WLGDN DGD JXQDQ\D WHUXV

menerus mengejar tujuan yang sama. Maksud dari pemahaman tersebut adalah apa yang telah

dicapai dan dianggap bernilai tinggi saat ini mulai dipertanyakan kembali statusnya dimasa

mendatang, khususnya di usia paruh baya dimana perkembangan ego telah mencapai klimaks.

Dalam keadaan tersebut, diri perlu melakukan penilaian kembali perolehan yang telah dicapai

tersebut (intropeksi) sehingga mampu mengambil hikmah pembelajaran dalam menapaki

kehidupan selanjutnya. Makna tersebut berupa value yang diperoleh peneliti dalam tataran

aksiologi serta konteks dalam tataran ontologi.

Hidup bukan sekedar keberhasilan di dunia yang ditunjukkan dengan ego dan persona

yang solid serta terstruktur dengan baik. Penyatuan ego dengan alam bawah sadar memuat

kehidupan yang belum dijalani individu tersebut yang mengandung potensi belum terealisasi.

Kenali diri sendiri terlebih dahulu agar mampu mengembangkan potensi sesuai tingkat kesadaran

yang dimiliki. Proses mengembangkan potensi membutuhkan kekuatan simbol-simbol yang

mampu mengangkat dan menyingkap konten-konten bawah sadar yang tersembunyi.

Mekanisme ego untuk menyatukan kepribadian tersebut tidak lepas dari campur tangan Tuhan

didalamnya.

Tuhan memberikan misi serta tanggungjawab kepada manusia sebagai konsekuensi hasil

penerimaan dan kesediaan ruh saat dilahirkan ke muka bumi. Misi dan tanggungjawab

merupakan bagian dari kesucian (fitrah) yang disematkan Tuhan kedalam dirinya, sehingga

senantiasa terjaga dan dapat diimplementasikan sejak awal kehadirannya di muka bumi menuju

akhir perjalanan hidupnya (kematian). Dalam menjalankan misi tersebut, jiwa mengambil peran

dan tanggungjawab didalamnya, melalui unsur penyeimbangan dan penyelarasan upaya diri

kepada sesama makhluk bahkan seisi alam semesta. Namun demikian seiring berjalannya waktu,

perjalanan jiwa manusia mengalami serangkaian hambatan berupa kerentanan jiwa atau bahkan

amnesia terhadap misi spiritual yang diembannya.


226

Misi spiritual merupakan amanah Tuhan untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia

serta makhluk hidup lainnya di alam semesta. Proses kerentanan (amnesia) justru

dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan jiwa dalam menghadapi dualitas kehidupan. Oleh sebab

itu proses transendensi merupakan jalan untuk mengembalikan posisi manusia kepada perannya

di muka bumi. Kondisi tersebut memberikan pemahaman filosofis bagi jiwa agar mampu

mengingat kembali hakekat tujuan serta fungsi awal penciptaan manusia sebagai Abdullah dan

Khalifah. Namun demikian untuk sampai pada tataran tersebut, jiwa hendaknya memiliki

kemampuan melampaui dan melewati segala keterbatasan (kerentanan) yang ada baik berupa

hambatan, beban psikologi dan spiritual dalam dirinya yang bersifat luka batin maupun traumatik

yang pernah dihadapi dalam perjalanan kehidupannya. Keterbatasan dan hambatan seharusnya

menjadi hikmah pembelajaran dalam diri agar bergerak tumbuh mencapai tingkatan kesadaran

lebih tinggi. Meskipun beban psikologi dan spiritual pada awalnya menempati ruang penderitaan

yakni sisi gelap manusia, tetapi perlu dipahami pula bahwa dalam kegelapan sepekat apapun,

jiwa manusia masih memiliki pilihan untuk menentukan keputusan. Keputusan diyakini mampu

PHPEHULNDQ ³WLWLN NHPXQJNLQDQ´ field of possibility) dari jawaban yang dibutuhkan. Faktor

³NHPXQJNLQDQ´ PHPEHUL UXDQJ SDGD MLZD \DQJ PDVLK VDPDU-samar menata hati dan jawaban

yang dibutuhkan (trial and error). Oleh sebab itu agar jiwa mampu memfixed-kan kemungkinan

jawaban tersebut, dibutuhkan willingness sebagai langkah awal diri untuk berani mengenali

peluang yang timbul dari alternatif jawaban tersebut. Keadaan tersebut dapat dilakukan melalui

proses jeda (hening). Proses pemberhentian sejenak (jeda) merupakan rangkaian proses

intropeksi diri agar diri memiliki kesediaan (willingness) dan keyakinan untuk bergerak dan

PHQJJDSDL WLWLN NHMHODVDQ WHUVHEXW 3DGD DNKLUQ\D MLZD EHUJHUDN PDMX PHQXMX ³WLWLN NHMHODVDQ´

agar mampu menghasilkan jawaban yang komprehensif.

Ego pada dasarnya memiliki karakter mengingkari segala sesuatu yang terjadi sehingga

tidak mampu menyadari konsekuensi logis yang dihadapi. Penderitaan yang dialami manusia

merupakan salah satu bentuk pengingkaran yang dilakukan manusia terhadap Tuhan. Oleh
227

sebab itu solusi penyelesaian atas pengingkaran tersebut dilakukan melalui pertobatan dengan

mekanisme transendensi.

Keterbatasan serta hambatan yang dialami diri tidak terlepas dari peran serta keterlibatan

ego didalamnya. Ego yang tidak terhubung baik dengan Diri selain mengakibatkan terputusnya

hubungan seseorang dengan pusat transendensi, juga ikut terbenam secara narsistik dalam

tujuan sempit serta keuntungan jangka pendek. Sebaliknya, ego yang terhubung baik dengan

keilahian mampu memunculkan sisi bebas dimana ego tersebut dapat berkonsultasi dengan

realitas yang lebih luas, lebih dalam dibandingkan pertimbangan-pertimbangan personal ego

kesadaran yang lebih praktis dan rasional.

Keberadaan ego yang terhubung baik dengan Diri jika dikaitkan dengan pemikiran Iqbal

merupakan Khudi. Khudi digambarkan sebagai ego kecil yang bersifat abadi dan kekal tanpa

akhir. Keberadaan ego manusia (khudi) dengan ego illahi (khuda) laksana sinar dengan

mataharinya serta gelombang dengan samuderanya. Khudi merupakan potensi diri yang tumbuh

dan berkembang atas dasar perintah serta kreasi Tuhan yang direalisasikan melalui proses

evolusi. Khudi merupakan pikiran (mind) dan kesadaran (consciousness). Dalam interaksi pikiran

dan kesadaran diri bermuara sebuah kehidupan (life). Begitupula saat terjadi dengan

transendensi, alam sadar dan bawah sadar mengalami proses penyatuan yang mana

keberadaan jiwa mengakui keterbatasan ego dan kekuatan alam bawah sadar.

Proses transendensi menempatkan keberadaan manusia sebagai Abdullah yakni jiwa

yang menjalankan kegiatan ibadah individu dan sosial. Pelaksanaan ibadah individu berupa ritual

keagamaan diharapkan dapat menempatkan manusia pada track record yang benar, lurus dan

compatible sesuai tujuan penciptaan hidup manusia sebagai abdinya dalam beribadah.

Sedangkan pelaksanaan ibadah sosial yang melibatkan interaksi manusia dengan pihak-pihak

lain akan menumbuhkan kebermanfaatan dan keselarasan terhadap semesta.

Transendensi manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi memiliki tujuan

memakmurkan bumi sebaik-baiknya sesuai kehendak Tuhan melalui pengetahuan sifat, fungsi
228

dan kegunaan. Jiwa manusia diharapkan mampu memberdayagunakan akal pikiran, pancaindera

serta kekuatan positifnya dalam mengubah corak kehidupan di dunia melalui kontemplasi serta

refleksi. Saat jiwa memiliki kesadaran tinggi, mereka memiliki kapasitas memahami banyak hal

laksana samudera tak bertepi. Namun demikian perlu arahan kembali agar karunia tersebut dapat

digunakan untuk mencapai visi peradaban, kemanusiaan dan juga pencerahan. Inilah

keistimewaan yang membedakan keberadaan manusia dengan makhluk lainnya. Manifestasi

manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi senantiasa bertasbih memuji dan mensucikan

hubungannya dengan sang pencipta, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, melindungi dan

memelihara hak-hak dasar manusia (hak hidup) agar senantiasa berbuat kebaikan.

Kompleksitas manusia menunjukkan bahwasanya manusia memiliki sub-sub kepribadian

dari kepribadian yang dimilikinya. Jung menjabarkan sub kepribadian tersebut sebagai kompleks

ego dan berbagai kompleks personal lemah lainnya seperti mother complex dan father complex

yang memiliki berbagai konstelasi dan imaji-imaji arketipal. Pemahaman tersebut memberikan

keyakinan bahwa keberadaan manusia itu kompleks karena meliputi kompleks ego dan kompleks

personal lainnya yang terbentuk dari potensi sikap dan orientasi divergen yang bertentangan satu

sama lain, menciptakan konflik dan berbagai jenis gangguan kepribadian neurotik. Oleh sebab

itu tidak mengherankan apabila tahapan pencapaian manusia sebagai manusia sempurna atau

Insan kamil merupakan sesuatu yang sulit bahkan dikatakan mustahil terjadi pada diri manusia

yang didominasi hasrat kemelekatan. Meski demikian perkembangan zaman dan kondisi

peradaban saat ini memiliki efek kemudahan jalan bagi para jiwa agar terbangkit sisi spiritualnya.

Tahapan menuju kesempurnaan bukan merupakan proses yang instan. Indikasi tersebut

terlihat jelas saat kompleksitas dalam kepribadian manusia tersebut muncul. Manusia perlu

mengenali satu persatu elemen dalam kepribadiannya sehingga salah satu pasangan sub

kepribadian divergen yakni bayang-bayang dan persona merupakan struktur komplementer

dalam kepribadian manusia (Stein, 2019).


229

Insan kamil merupakan figur yang merepresentasikan nilai-nilai keilahian dalam diri. Figur

tersebut ditunjukkan pada pribadi yang memiliki kesempurnaan jiwa, mampu mengenal

kedalaman dirinya yang bersifat persona, bayang-bayang, kompleks, anima maupun animus.

Setiap jiwa memiliki elemen-elemen kepribadian, hanya saja jiwa-jiwa tersebut apakah mampu

mengidentifikasikan posisi dirinya dalam persona, bayang-bayang, anima maupun animusnya.

Anima dan animus merupakan kepribadian subjektif yang mewakili tangga bawah sadar yang

lebih dalam daripada bayang-bayang (shadow). Mereka merupakan aspek-aspek jiwa manusia

yang mampu mengantarkan kita ke alam bawah sadar kolektif. Namun demikian jika kondisi

tersebut dikaitkan dengan ilmu kesadaran, maka jiwa akuntan perlu memahami posisi diri agar

mampu memahami kerentanan dalam dirinya sehingga dapat mengambil hikmah pembelajaran

dibalik kerentanan tersebut sebagai perwujudan nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari

ilahiah.

Keseimbangan diri manusia menempatkan jiwa tersebut dalam ranah kesempurnaan.

Dalam mencapai tingkatan tersebut, diri perlu mengenali persona, bayang-bayang maupun

kompleks. Keadaan tersebut bukan merupakan proses yang mudah karena ego individual

memiliki peran serta keterlibatan penting didalamnya. Ego biasanya tidak menyadari keberadaan

bayang-bayang tersebut sehingga tidak mampu mengendalikan bayang-bayang yang merupakan

faktor psikis bawah sadar.

Bayang-bayang merupakan siluet diri yang bergerak mengikuti kita saat berjalan menuju

cahaya. Bayang-bayang menempati porsi dalam diri yang sifatnya bertolak belakang dengan

fungsi moralitas, kesepakatan moral serta kebiasaan masyarakat. Bayang-bayang menempati

sisi belakang ego yang mampu mengoperasikan dan menggerakkan keberadaan ego dalam niat,

kehendak bahkan kemampuan mempertahankan diri. Sedangkan persona merupakan topeng

atau wajah yang digunakan seseorang saat menghadapi dunia sosial. Itulah sebabnya

kesempurnaan niat, kehendak dan upaya mempertahankan diri merupakan langkah awal jiwa

dalam menyempurnakan hidupnya. Diri memiliki tanggungjawab penuh merangkul elemen serta
230

kondisi apapun yang sedang dialami dirinya. Diri hendaknya mampu berdamai serta

berdampingan dalam menciptakan keselarasan dan keseimbangan dalam kehidupan.

Fungsi moralitas menilai sesuatu berdasarkan azas salah atau benar. Fungsi tersebut

berupaya memperbaiki kesalahan yang ada menjadi sebuah kebenaran yang didasarkan atas

kesepakatan moral yang berlaku dalam masyarakat. Fenomena tersebut sedikit banyak

menganggu psikologi manusia dalam berekspresi dan berkreasi. Dalam keadaan tersebut, jiwa

tidak memiliki kebebasan dalam menentukan kebenaran bagi dirinya sendiri. Jiwa diatur oleh

agen eksternal yang memiliki fungsi otoritatif.

Jika keberadaan azas moralitas dikonversikan dengan azas spiritualitas yang

berorientasi pada pertumbuhan CINTA, maka azas spiritualitas memberikan pemahaman

bahwasanya tidak ada orang jahat, buruk ataupun salah, yang ada hanya ada jiwa-jiwa yang

tidak selaras dengan kehidupan (life). Azas tersebut mengingatkan kembali akan esensi

penciptaan manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan dalam bentuk sebaik-baiknya.

0DQXVLD GLFLSWDNDQ 7XKDQ GDODP EHQWXN ³VHPSXUQD´ DJDU PDPSX PHPDQLIHVWDVLNDQ VLfat-sifat

ketuhanan dalam dirinya sehingga dapat merepresentasikan keberadaan dirinya sebagai wakil

Tuhan di muka bumi untuk menjaga alam dan segala isinya. Ketidakselarasan diri dengan Tuhan

terkait erat dengan keterlibatan jiwa pada medan atractor lemah yang menempatkan mereka

pada kondisi penderitaan, tekanan dan kesenangan semu (Force). Azas spiritual secara

bertahap dapat memberikan penyembuhan secara psikologis terhadap jiwa manusia dan

pemulihan rasa sakit yang diderita. Oleh sebab itu upaya penyadaran jiwa pada tingkatan makrifat

bukan didasarkan atas pernyataan kesalahan, kegagalan serta kebenaran dari agen eksternal

yakni fungsi otoritatif, melainkan berasal dari keyakinan yang bertumbuh dari dalam diri.

Fakta dari informan memperlihatkan bahwa realita akuntansi menunjukkan banyak

ketidaksesuaian antara harapan, keinginan dan hasrat besar. Kondisi tersebut terjadi karena jiwa

akuntan tidak mampu menjembatani sisi bawah sadar yang dapat menganggu kesadarannya.
231

Proses menjembatani dilakukan melalui serangkaian intropeksi dan kontemplasi untuk mencegah

konflik besar yang mampu mendorong perilaku atau tindakan yang merugikan.

Persona diidentifikasikan sebagai ego kesadaran yang menjadi identitas psiko sosial

individu tersebut. Ego lebih nyaman dengan persona karena memiliki kesesuaian peran dalam

beradaptasi dengan dunia sosial dimana keinginan publik atau masyarakat secara umum memiliki

kepatuhan terhadap moral dan norma-norma sosial. Keberadaan ego pada persona semakin

nyata bahkan memperkuat peran serta keterlibatan diri dalam profesi dan lingkungan masyarakat

yang lebih luas. Melalui topeng atau persona yang dimiliki, seorang akuntan mampu memainkan

peran serta identitas mereka agar sesuai tuntutan lingkungan dimana jiwa berada. Jiwa dapat

melakukan tindakan yang menguntungkan melalui eksploitasi terhadap diri dan lingkungan

sekitarnya atau justru memberikan kebermanfaatan kepada semesta sesuai keinginan dan

harapan sesama. Jiwa dituntut untuk memiliki kepekaan rasa empati serta emosi (kecerdasan

emosional, spiritual dan intelektual) sehingga mampu memahami dan merasakan kebutuhan dari

lingkungannya. Keadaan tersebut secara tidak langsung memanggil jiwa akuntan agar mampu

merepresentasikan diri sebagai Khalifah Allah. Dalam skope kecil, diri mampu memahami kondisi

lingkungan melalui peran serta aktif dalam pengaturan dan pengelolaan lingkungan tersebut.

Perbuatan merugikan seperti korupsi, pelanggaran etika dan penyimpangan merupakan

rangkaian ketidakberdayaan akuntan yang dapat menjerumuskan jiwa dalam kilauan dan

tuntutan persona. Dalam keadaan tersebut, jiwa tidak memiliki kebebasan untuk menjadi dirinya

sendiri karena larut dalam ketidakberdayaan atau bahkan justru menikmati persona yang

disandang diri sebagai simbol identitas atau trademark dalam realita sosialnya.

Persona lahir dalam diri seseorang melalui proses akulturasi, edukasi bahkan adaptasi

diri terhadap lingkungan fisik dan sosial yang merepresentasikan pikiran dan perasaan sadar

individu terhadap orang lain. Keberadaan bayang-bayang dan persona merupakan dua sisi mata

uang yang berbeda. Jika dianalogikan dengan profesi akuntan maka akuntan dengan segala

kode etik dan aturan yang melekat menempatkan jiwa tersebut sebagai sosok atau pribadi yang
232

disiplin, memiliki kompetensi, objektivitas, integritas, independensi, kehati-hatian professional,

kerahasiaan serta perilaku profesional (persona). Meskipun dalam perjalanan hidupnya, jiwa

akuntan memiliki sisi bayang-bayang. Jiwa mengalami konflik penyangkalan (pemberontakan)

dalam dirinya manakala ego ikut serta larut dalam buaian dan belaian bayang-bayang tersebut.

Ego yang larut dalam hasrat diri akuntan cenderung tidak mampu menolak hasutan dari

OLQJNXQJDQ VHNLWDUQ\D VHKLQJJD PHPLOLK ³MDODQ LQVWDQ´ XQWXN PHQJDWDVL SHQGHULWDDQ WHUNDLW

finansial dan problem lain serta ketidakyakinan atas prinsip kuat yang dimiliki. Keadaan tersebut

dianggap sebagian professional sebagai sebuah kondisi yang umum dan lumrah terjadi dalam

dunia bisnis khususnya akuntansi, dimana auditor sering menghadapi dilema dalam pengambilan

keputusan. Auditor sering mengalami enantiodromia yakni ayunan balik kepribadian kearah

karakter yang berlawanan. Jika terjadi demikian, jiwa akuntan akan terselamatkan melalui berkah,

karunia atau hidayah dari Tuhan. Keselarasan keinginan diri dengan kehendak Tuhan perlu

diperkuat keyakinannya, khususnya saat jiwa menemui hambatan dan tantangan dalam

menapaki perjalanan hidupnya. Keadaan tersebut menjadi penolong jiwa akuntan dalam

menghadapi permasalahan hidupnya menuju kemurnian dan kesempurnaan (Insan Kamil).

Semakin besar peran dan keterlibatan persona dalam diri manusia menimbulkan

keterjebakan diri berupa: 1) Identifikasi berlebihan terhadap persona akan mengakibatkan

seseorang menjadi terlalu perduli dalam berdaptasi dan memuaskan dunia sosial sehingga citra

yang dibangun bukan merupakan kepribadian sejati mereka. 2) Kurangnya perhatian terhadap

diri dalam dunia eksternal mengakibatkan jiwa terlalu menyibukkan diri secara eksklusif dalam

dunia internal (kerasukan anima dan animus).

Anima dan animus merupakan kepribadian subjektif yang mewakili tangga bawah sadar

lebih dalam daripada bayang-bayang dan merupakan aspek jiwa yang mengantarkan kita menuju

alam bawah sadar secara kolektif. Anima dan animus merupakan kepribadian dalam psike yang

tidak bersesuaian dengan penyajian diri atau identitas diri yang ditampilkan oleh persona. Anima

dan animus tidak berasal dari ego melainkan lebih asing dari bayang-bayang yang merupakan
233

polarisasi maskulin dan feminine. Secara abstrak, anima dan animus merupakan struktur psikis

yang: 1) komplementer terhadap persona dan 2) menghubungkan ego dengan lapisan terdalam

psike yakni imaji dan pengalaman diri (Stein, 2019)

Anima juga animus memiliki fungsi menjembatani kesadaran individu dengan bawah

sadar kolektif (Stein, 2019) atau sebagai jembatan yang menuntun kepada imaji-imaji alam sadar

kolektif yang memungkinkan ego memasuki dan mengalami kedalaman psike. Cara seseorang

merasakan diri terdalam akan mempengaruhi sikap anima atau animus tersebut. Pada laki-laki,

sosok feminin dalam dirinya merupakan anima, sedangkan pada perempuan, sosok maskulin

tersebut merupakan animus. Keberadaan lelaki yang sangat maskulin memiliki jiwa yang feminin,

begitupula dengan sosok perempuan yang sangat feminin memiliki jiwa yang maskulin. Baik

anima dan animus merupakan sosok arketipal pada psike. Jung menilai potensi seseorang untuk

menjadi indvidu yang unik tidak terletak pada persona yang ditampilkan melainkan terletak pada

bagian psike. Oleh sebab itu jiwa yang mengidentifikasikan dirinya sebagai sosok yang sama

dengan persona, tidak memiliki ruang ekspresi atau sisi-sisi kepribadian dalam jiwa yang mampu

membedakan dirinya dari citraan kolektif. Dengan demikian, keunikan seseorang tidak dapat

ditemukan dengan menelaah personanya, bisa jadi sebagian terdapat di dalam persona tetapi

bisa jadi telah disingkirkan seluruhnya dari personanya. Oleh sebab itu tujuan psikis

sesungguhnya dari hubungan seorang laki-laki dengan perempuan anima yang berada diluar

karakternya akan menghasilkan anak simbolis yang menggambarkan penyatuan atas

pertentangan-pertentangan dalam kepribadian dan inilah yang merupakan simbol Diri (Stein,

2019)

Dari sudut pandang Iqbal, Diri manusia ditempatkan bukan sebagai barang jadi melainkan

lebih kearah potensia daripada actus. Diri memiliki potensi dan kemampuan tanpa batas dalam

mengembangkan dirinya. Oleh sebab itu memahami hakekat penciptaan Tuhan merupakan

proses menumbuhkan kesadaran dalam diri sehingga mampu mengemban tanggung jawab

tertinggi yang diamanahkan Tuhan kepada segenap manusia. Tanggungjawab tersebut


234

ditunaikan melalui gerak kebermanfaatan terhadap sesama makhluk dan alam seisinya yang

berjalan menuju proses keutuhan dan kesempurnaan.

M. Iqbal mensyaratkan bahwasanya kesempurnaan diri manusia akan dicapai saat jiwa

mewujud sebagai pribadi yang utuh, seimbang dan selaras dengan semesta sehingga mampu

memberikan kebermanfaatan terhadap sesama makhluk, alam dan juga lingkungannya. Proses

kebermanfaatan secara terus menerus merupakan upaya penyempurnaan fungsi diri terhadap

sesama makhluk hidup dan alam semesta.

Perjalanan bukan merupakan proses yang instan karena diri telah melakukan

transformasi terlebih dahulu atas dirinya. Keadaan tersebut menggerakkan vibrasi serta

memantulkan cahaya agar mampu menyinari keberadaan makhluk hidup beserta alam seisinya.

Manusia dalam perjalanan hidupnya berupaya mewujudkan nilai-nilai keilahiannya agar

teraktualisasi dalam wujud perbuatan serta tingkah laku keseharian. Jika proses aktualisasi

dilakukan dengan menyadari fungsi dirinya, maka jiwa bergerak menuju pencerahan yang pada

akhirnya bermuara pada kesempurnaan manusia yakni Insan Kamil.

Kesempurnaan sifat yang digambarkan dalam sosok Insan Kamil ditunjukkan oleh akal

yang berfungsi secara optimal sehingga mampu bersikap adil, jujur serta berakhlak mulia. Intuisi

yang kemudian melahirkan kepekaan rasa dalam jiwa berfungsi sempurna dengan tidak

menimbulkan celah dalam diri untuk melakukan tindakan yang mengotori kesucian hati. Keadaan

tersebut menciptakan perilaku dan budaya yang merupakan pengejawantahan sifat-sifat

keilahian. Perjalanan menuju kesempurnaan telah menempatkan diri manusia dan makhluk hidup

lainnya berikut alam sekitarnya, berjalan beriringan, selaras, utuh menjadi satu kesatuan yang

seimbang. Dalam menyusuri tahapan tersebut, jiwa hendaknya mampu mengenali dan

memahami fungsi diri terlebih dahulu melalui identifikasi kelebihan dan kelemahan dalam dirinya.

Potensi diri merupakan jalan jiwa agar mampu meningkatkan kesadaran diri, memiliki makna dan

tujuan hidup kebermanfaatan di masa mendatang serta dapat memberdayakan diri manusia

dalam mengarungi dinamika kehidupan berlandaskan nilai-nilai keilahian. Dalam menunjang


235

proses tersebut, jiwa hendaknya memiliki keyakinan tegas agar senantiasa mampu melampaui

hambatan dan tantangan yang dihadapi, berproses menuju perbaikan diri bahkan mampu

menjadi cermin diri di masyarakat. Berikut ini merupakan gambaran proses kesempurnaan sifat

dalam Insan Kamil tersebut.

Kesempurnaan Khalifatullah Fil Ardh Insan Kamil


sifat
.
Akal berfungsi optimal Kekuatan
Adil, jujur, berakhlak (Daya)
Intuisi atau jiwa Wawasan
berfungsi sempurna (Pengetahuan)
Menciptakan budaya Perbuatan
Menghiasi dengan (Karakter)
sifat-sifat ketuhanan Kebijaksanaan

Gambar 7.3 Kesempurnaan Sifat dalam Insan Kamil

Proses transendensi mampu memberikan efek penyadaran terhadap jiwa agar diri

senantiasa melakukan transformasi terus menerus dan memperluas kesadaran jiwanya menuju

tataran ruang lingkup keluarga, komunitas, masyarakat, negara hingga peradaban. Transformasi

merupakan proses internal dalam diri yang mampu menghasilkan keyakinan (belief) sehingga

mendorong timbulnya perilaku individu maupun sosial yang melatarbelakangi suatu peristiwa

(event). Transformasi tercipta manakala sebuah peristiwa mistik muncul dan melahirkan misteri

kehidupan yang merupakan jalinan rangkaian kejadian-kejadian sinkronistik (Stein, 2019).


BAB VIII
³&,17$´ '$/$0 75,/2*, 3(0,.,5$1 ,4%$/ +$:.,16 '$1 -81*
DEKONSTRUKSI KESADARAN ETIKA AKUNTAN DALAM
PERSPEKTIF INSAN KAMIL

8.1 Multidisiplin Ilmu dalam Membangun Kesadaran Etika Akuntan: Sebuah Pengantar

Pendekatan multidisiplin sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan ekonomi dewasa

ini. Hal tersebut seolah menyiratkan pesan bahwa peran ekonom sebagai dasar utama kebijakan

nasional telah berakhir. Padahal ilmu ekonomi merupakan disiplin ilmu yang tepat untuk

kepentingan-akuntansi dan berbagai analisis mikrobidang (Capra, 2019). Meski demikian

penyelesaian masalah ekonomi tidak lepas dari masalah sosial, perilaku manusia serta

keterkaitan bidang lain dalam kehidupan. Keterkaitan bidang-bidang tersebut membutuhkan

kolaborasi serta kajian mendalam sehingga peneliti mampu memperluas resolusi pandang dalam

menyelesaikan permasalahan etika akuntan saat ini.

Profesi akuntan tidak lepas dari karakteristik sifat akuntansi yang mampu menumbuhkan

sikap, perilaku dan tindakan manusia kearah tertentu. Namun demikian perlu dipahami,

bahwasanya perubahan perilaku, sikap dan tindakan manusia tidak semata-mata ditunjang oleh

lingkungan eksternal yang mempengaruhi, karena sejatinya faktor internal atau keberadaan diri

manusia mengandung potensi yang mampu menggerakkan dan mengarahkan perilaku dan

tindakan manusia. Keberadaan dunia luar (eksternal) terkait erat dengan keberadaan dunia

internal manusia. Oleh sebab itu jiwa akuntan perlu menyelami dan mengenali lebih dalam

potensi dirinya agar dapat memberdayakan potensi ilahiah sehingga mampu memberikan vibrasi

positif terhadap lingkungan sekitarnya. Dunia eksternal merupakan manifestasi dunia internal

manusia. Hal inilah yang menjadi titik tolak peneliti dalam mengkaji keberadaannya tersebut

melalui pendekatan tasawuf, spiritual sains dan psikologi yang saling bersinergi membahas

236
237

keberadaan jiwa tersebut. Meskipun demikian ada keterlibatan ilmu lain seperti sosiologi,

antropologi dan ilmu alam yakni fisika modern (kuantum) yang menjabarkan budaya, lingkungan

dan efek getaran atau vibrasi dalam diri dan semesta.

Sinergi pemikiran Iqbal, Hawkins dan Jung tertuang dalam pemikiran utuh IHJ yang

menggunakan metode CINTA sebagai kolaborasi pemikiran yang melibatkan berbagai disiplin

ilmu. Kompleksitas diri manusia dilatarbelakangi oleh aspek diri, individu, lingkungan kerja

(habluminanas) serta hubungannya dengan Tuhan (habluminallah), sehingga mampu

menghasilkan berbagai efek perilaku. Keanekaragaman efek perilaku manusia tidak hanya

berdampak pada perwujudan akhlak atau etika yang bersangkutan, tetapi juga mempengaruhi

budaya komunitas atau lingkungan, masyarakat, negara hingga peradaban manusia. Solusi

terhadap pelanggaran yang dilakukan segelintir manusia tidak dapat dianggap ringan bahkan

kemudian diseragamkan dengan solusi yang diterapkan pada tipe manusia lain. Setiap jiwa

manusia memiliki karakteristik kerentanan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu setiap jiwa perlu

mengenal lebih dalam kelemahan (force) dalam dirinya sehingga dapat melihat ruang gerak

potensi yang memunculkan kepekaan terhadap rasa dan emosi tersebut. Emosi atau rasa perlu

dirangkul dan dipeluk sehingga jiwa tidak mengalami ledakan emosi. Jiwa yang berada dalam

kondisi rentan perlu dipahami dan dipelajari lebih lanjut, karena kerentanan mampu mengarahkan

gerak perilaku serta sikap yang mengantarkan kerugian pada diri sendiri serta lingkungan

sekitarnya. Keadaan tersebut mendorong peneliti untuk mengkaji lebih dalam perilaku manusia

yang memuat pemikiran intelektual di bidang psikologi, sains spiritual dan tasawuf (sufistik),

selain bidang akuntansi sebagai main concern dalam penelitian ini. Berbagai bidang disipilin ilmu

menjadi dasar peneliti dalam membangun kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil.

Pemikiran IHJ menekankan pentingnya posisi jiwa dalam menentukan arah perilaku yang

diinginkan, karena jiwa memiliki kebebasan berkendak. Posisi jiwa terkait erat dengan tingkat

kesadaran dan kadar kesucian jiwa yang dimiliki. Hal ini terkait erat dengan fase pertumbuhan

jiwa yang mengalami metamorfosis kesadaran. Kemampuan jiwa dalam mengatasi dan
238

melampaui kerentanan yang dimiliki berupa penderitaan, penyakit, konflik berkepanjangan,

dilema serta pelanggaran digerakkan oleh medan penarik lemah. Pembahasan mengenai tingkat

kesucian serta kesadaran jiwa bagi sebagian orang merupakan hal yang bersifat metafisis,

meskipun untuk perkembangannya saat ini, kajian atas fenomena tersebut telah diakui dan

masuk dalam ranah sains spiritual, psikologi dan juga tasawuf.

Akuntansi merupakan realita sosial dimana kebiasaan-kebiasaan akuntansi telah melekat

pada sebagian diri akuntan. Realita tersebut secara tidak langsung memberikan efek gerak, sifat

pada perilaku, sikap dan arah akuntan. Realitas sosial (akuntansi) mengarahkan jiwa akuntan

untuk menempatkan personanya dalam bentuk status atau tindakan yang sesuai dengan iklim

dan lingkungan yang telah terbentuk. Persona akuntan secara esensi bukan merupakan sifat

atau karakter yang utuh dari jiwa akuntan. Persona dibentuk oleh kemampuan jiwa untuk

beradaptasi bahkan survive dalam lingkungan sosialnya. Dalam kondisi tersebut, kegamangan

serta konflik antara persona dan anima/us terjadi. Kajian pembahasan tersebut masuk dalam

ranah psikologi mahzab ke 4 yakni psikologi transpersonal.

Peneliti menggunakan beberapa disiplin ilmu yakni ilmu akuntansi, ilmu spiritual yang

meliputi tasawuf (sufistik), psikologi transpersonal (Jung) dan sains spiritual (Hawkins) serta

beberapa kajian ilmu alam tentang energi, vibrasi dan medan penarik. Keberadaan ilmu sosiologi

dan antropologi melengkapi keberadaan disiplin ilmu lainnya karena ilmu tersebut telah menerima

efek luas dari perwujudan akhlak atau etika yang telah terinternalisasi dalam diri manusia. Efek

etika maupun akhlak akuntan secara luas terdapat pada komunitas, masyarakat hingga

peradaban. Kolaborasi beberapa disiplin ilmu baik akuntansi, sains spiritual, psikologi dan ilmu

alam bersinergi serta memuat nilai-nilai yang merupakan hasil dari ketiga pemikiran IHJ tersebut.

Nilai-nilai yang diperoleh dari akulturasi, asimilasi, adaptasi hingga sintesis mampu memberikan

dampak terhadap keberlangsungan budaya, komunitas, masyarakat hingga peradaban.

Keberlangsungan efek atau dampak itulah yang menjadi kajian dari ilmu sosiologi dan

antropologi.
239

Karakteristik (sifat) yang timbul serta konsep-konsep dalam disiplin ilmu akuntansi, sains

spiritual, psikologi, ilmu alam serta sosiologi antropologi saling bersinergi satu sama lain.

Berbagai disiplin ilmu tersebut menjadi dasar yang melatarbelakangi Kesadaran Etika Akuntan

dalam Perspektif Insan Kamil. Berikut ini merupakan gambaran karakteristik dari multidisiplin ilmu

tersebut sehingga mampu membangun kesadaran etika akuntan yang selaras dan seimbang

dalam kehidupan akuntan sehari-hari.

Ilmu Pengetahuan dalam


³.HVDGDUDQ Etika Akuntan Berdasarkan Insan Kamil´

Karakteristik (sifat) Kesadaran Etika


dalam Multi Disiplin Ilmu

Akuntansi Spiritual Psikologi llmu Alam SosioAntropologi

Materialistik Tasawuf sufistik Psikologi Kuantum energy Budaya


Kapitalistik Sains spiritual Transpersonal Vibrasi +; - Komunitas
Egoistik Fitrah Illahi Persona,anima/us Cahaya Masyarakat
Sekuler Bayang-bayang Gravitasi Peradaban

Kode etik Diri Jiwa (psike) Medan penarik +,- Mitologi/Mitos


Regulasi/Aturan Nafs, Sirr, Batin Ego, Nalar, asam basa Politik, Dogma
Balance Manunggaling Keseimbangan Larutan Adaptasi
Merger/Akuisisi Penyatuan Keutuhan Aksi Reaksi Kimia Akulturasi, Asimilasi
Sinkronistik Sinkronistik Komplemen, Irisan

Revolusi Industri Transformasi Transformasi Perubahan struktur Transformasi sosio


Transendensi Transendensi molekul kultural

Gambar 8.1 Multidisiplin Ilmu dalam Membangun Kesadaran Etika Akuntan


Berdasarkan Perspektif Insan Kamil
240

8.2 Menumbuhkan Nilai-Nilai Kesucian, Kesadaran, Ketuhanan dan Kesempurnaan

melalui Perwujudan Diri dalam Intrapersonal.

Proses intrapersonal merupakan proses pertukaran informasi yang dilakukan oleh diri

untuk diri serta melalui diri sendiri. Diri memiliki kemampuan untuk memahami dan

mengendalikan sesuatu yang berada didalam dirinya baik perasaan maupun pikiran. Sesuatu

yang berada dalam diri manusia merupakan potensi diri yang senyatanya sudah ada dan melekat

dalam diri sepanjang mampu mengidentifikasikannya.

Evolusi menawarkan kebebasan pada jiwa agar secara sadar mampu memilih sikap dan

perilaku yang dapat mengubah nilai, sehingga diri memperoleh cahaya spiritualitas kembali yakni

kesadaran ekologis yang telah hilang dan tertutup oleh jaring atau lapisan pemikiran (Capra,

2019) yang cenderung memiliki sifat kemelekatan eksternal. Bila jiwa mampu menguak dan

menyibak lapisan demi lapisan tersebut, maka jiwa tersebut dapat terhubung dengan ruh atau

percikan illahi yang merupakan manifestasi dari keberadaan Tuhan. Keberadaan Tuhan

merupakan cahaya sekaligus sumber kekuatan dalam diri sehingga mampu menerangi

perjalanan evolusi jiwa.

Potensi diri merupakan anugerah Tuhan yang mampu dikenali jika diri senantiasa

melakukan perjalanan kedalam. Perjalanan kedalam diri tidaklah semudah yang dibayangkan

karena harus menghadapi kekuatan ego dengan segala kemelekatannya. Diri dihadapkan pada

problematika kehidupan yang mampu mengoyak dan mencabik-cabik batin. Diri akan merasa

lega dan tenang saat masalah yang dihadapi tersebut telah tercerabut dari akarnya. Kondisi diri

saat menghadapi permasalahan tersebut merupakan gambaran ego yang mengenggam erat

program kesalahan sehingga tidak memiliki freedom serta rasa malu untuk melakukan kesalahan.

Program ego diatasi oleh jiwa melalui upaya penyadaran diri serta pelepasan kesalahan yang

telah diperbuat (letting go).

Secara hakekat, kesucian jiwa manusia terbentuk sejak awal penciptaan, meskipun dalam

perkembangan jiwanya tidak mampu mengenali kembali kesucian dalam dirinya. Hal tersebut
241

terjadi karena program ego menghasilkan kemelekatan jiwa dengan dunia eksternal. Posisi jiwa

tidak mampu mengimbangi gemerlapnya dunia eksternal (dimensi 3) sehingga jiwa terjebak

dalam kondisi penderitaan, ketakutan dan kesenangan semu. Keadaan tersebut pada akhirnya

menjerumuskan jiwa dalam posisi shame (20), guilt (30), apathy (50), grief (75), fear (100), desire

(125), anger (150) dan pride (175) (D. Hawkins, 2018). Proses internalisasi dalam tahapan ini

seolah mengingatkan jiwa untuk kembali pada esensi awal manusia diciptakan.

Jiwa yang mampu menyingkap hijab kemelekatan eksternal dalam diri lamban laun

bergerak menuju kesucian jiwa. Dalam keadaan tersebut, cahaya illahi masuk dan merebak

kedalam diri dalam bentuk percikan nilai-nilai keilahian sehingga termanifestasi dalam bentuk

kesadaran yang senantiasa bertumbuh dan mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Jiwa

mampu menempatkan dirinya pada nilai-nilai kesucian dan keilahian sehingga bergerak

mengalami pertumbuhan kesadaran. Jiwa yang bergerak selaras dengan kehendak Tuhan

memberikan kebermanfaatan kepada semesta. Kebermanfaatan merupakan upaya diri menuju

penyempurnaan. Kesempurnaan merupakan rangkaian akhir perjalanan jiwa dalam menyelami

esensi awal penciptaan manusia oleh Tuhan melalui segala bentuk tanggungjawabnya di muka

bumi.

Perjalanan kedalam diri merupakan tahapan jiwa untuk mengenal dirinya. Dimana

singgasana kesucian diri yang bersemayam mampu menumbuhkan percikan-percikan illahi yang

merembak kedalam jiwa dan raga dalam bentuk spirit ketuhanan. Nilai-nilai kesucian diri diawali

dari keberadaan niat dalam diri yang sepenuhnya meyakini dan menyaksikan segala sesuatu di

dunia berdasarkan kehendak Tuhan. Diri menyaksikan kehadiranNya termanifestasi dalam setiap

aktivitas jiwa. Mengenali diri sejati adalah kemampuan diri terhubung dengan cahaya Ilahi

sehingga mampu mengejawantahkan nilai-nilai Illahi atau percikan Illahi. Memahami esensi

maupun hakekat kehidupan dijalani melalui pemaknaan dimana segala sesuatu yang terjadi pada

dasarnya merupakan suratan takdir kehendak Tuhan. Keberadaan diri dihadirkan Tuhan di muka

bumi agar senantiasa mengingat bahwa diri ini memiliki amanah, misi serta tanggungjawab dari
242

Tuhan sebagai Abdullah dan Khalifatulah Fil Ardh. Oleh sebab itu nilai-nilai yang termuat dalam

kesucian diri merupakan pengejawantahan diri dalam kesadaran bertauhid. Serangkaian

informasi yang disampaikan informan mengenai kesadaran bertauhid mampu mengarahkan

peneliti untuk menjabarkan model esensi diri berikut ini.

Proses bertumbuhnya
Potensi Diri

Kesucian Kebermanfaatan Keselarasan Kesempurnaan


Diri Nilai-nilai Keseimbangan Keutuhan
Keilahian

Gambar 8.2 Esensi Diri

Adanya kebuntuan atau rantai terputus (missing link) pada informasi yang diungkapkan

informan, mengakibatkan makna kesucian diri belum dapat diidentifikasikan dengan jelas. Oleh

sebab itu peneliti berupaya menjembatani makna kesucian diri tersebut agar selaras dengan

fungsi Diri yang otentik melalui proses keutuhan dan keterhubungan, sehingga diri sejati mampu

teridentifikasi. Hal tersebut tidak lepas dari keberadaan rahmat serta kasih sayang Tuhan (nilai-

nilai Ilahiah) yang telah menetapkan dan mengatur proses tersebut. Proses tersebut mampu

menggerakkan evolusi jiwa secara progresif, sehingga apabila diri sejati teralineasi maka

keberadaan diri akan mengalami keterpisahan bahkan terputus. Dalam keadaan tersebut, diri

berada dalam mode survive yakni hidup tanpa tujuan, mengalir tanpa kejelasan, hidup dalam

moment jiwa yang sudah mati atau bahkan tidak memiliki makna hidup dalam dunia.

8.3 Menggerakkan Nilai-Nilai Kesucian, Kesadaran, Ketuhanan dan Kesempurnaan

melalui Perwujudan Diri dalam Interpersonal

Peralihan pertumbuhan dari materi menuju batin sedang dan kian marak digalakkan oleh

banyak gerakan atau komunitas. Mereka mengatasnamakan potensi manusia, kesehatan

holistik, gerakan feminis bahkan gerakan spiritual. Spirit gerakan atau komunitas menilai
243

kebutuhan akan perolehan materi tidak akan pernah berhenti dan terpuaskan sepanjang

kehidupan manusia masih diliputi oleh jiwa-jiwa yang masih menganut pola pikir linier yang

berorientasi pada kebutuhan materi semata. Lain halnya apabila arah berfikir mereka digeser

menuju pola pikir non linier dimana peralihan sistem nilai yang terjadi mengutamakan kebutuhan

non materi dimana terjadi aktualisasi diri yang menciptakan altruism dan hubungan antar pribadi

yang saling menyayangi, mencintai dan penuh kasih. Fenomena tersebut tercipta saat

pemahaman terhadap citra hakikat manusia memiliki penyatuan antara seluruh keluarga manusia

dengan seluruh kosmos holistik (Capra, 2019)

Dalam proses intrapersonal sebelumnya, diri berupaya mengkomunikasikan potensi yang

ada dalam dirinya baik berupa power maupun force. Saat diri mampu memberdayakan

potensinya berupa power, maka diri secara aktual tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri,

mampu mengendalikan emosi, penuh kesabaran, motivasi, bertanggung jawab, memiliki

kedisiplinan, open mindedness, optimis, inisiatif, kemandirian, kemauan untuk belajar serta

memiliki keterbukaan untuk berubah. Saat jiwa bergerak dalam posisi force, jiwa tumbuh menjadi

pribadi yang pesimis, tidak memiliki daya kreatif dan inisiatif, bergantung kepada orang lain

(malas), terjebak dalam penderitaan dan penyakit serta mengalami ketidakberdayaan. Potensi

yang tumbuh dan mengalir dalam diri merupakan kekuatan atau daya jiwa untuk membentuk sifat,

karakter serta kepribadian. Kepribadian, karakter serta sifat yang tumbuh dalam intrapersonal

menjadi titik tolak jiwa dalam membangun komunikasi harmonis dengan orang-orang disekitarnya

(interpersonal).

Perwujudan diri dalam Interpersonal merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan oleh

jiwa saat berinteraksi dengan jiwa lainnya. Hal tersebut dilakukan melalui tukar menukar gagasan,

mengkomunikasikan perasaan, ide, emosi serta informasi lainnya bahkan konfrontasi langsung

dengan pihak lain. Diri dalam Interpersonal dipengaruhi oleh serangkaian faktor berupa citra diri

(self Image), citra pihak lain, lingkungan fisik, kondisi, bahasa badan serta aspek-aspek

komunikasi interpersonal seperti rasa percaya, sikap sportif dan sikap terbuka. Faktor-faktor
244

tersebut merupakan rangkaian upaya diri manusia dalam beradaptasi dan bertahan di lingkungan

eksternal. Padahal senyatanya keberadaan Diri yang utuh justru mampu menciptakan vibrasi

positif terhadap lingkungan dan peradaban yang semakin luas. Keadaan tersebut berawal dari

hubungan antara diri, Tuhan serta dunia yang menjadi tempat penyatuan hubungan yang secara

organik diberikan tanpa ada pertentangan. Oleh sebab itu kesatuan hubungan ditandai dalam

bentuk keharmonisan, kehangatan dan cinta kasih bukan drama serta perselisihan (Capra, 2019)

Perwujudan diri dalam interpersonal dibangun melalui serangkaian pengenalan jiwa

terhadap diri yang agung dan utuh. Keberadaan diri yang utuh merupakan potensi terbesar

manusia dalam membangun kepercayaan diri, sehingga mampu mengemban misi dan

tanggungjawab yang diamanahkannya. Kesadaran jiwa dalam mengemban tanggungjawab,

secara tidak langsung mampu menggerakkan kebebasan jiwa dalam memilih. Diri dalam

interpersonal bergerak selaras menumbuhkan nilai-nilai keilahian sehingga diri mampu

memberikan kebermanfaatan kepada sesama makhluk dan seisi alam semesta.

Nilai kebermanfaatan bukan merupakan unsur yang mengalami keterpisahan atau berdiri

sendiri. Hal ini dikarenakan kebermanfaatan mengandung nilai-nilai keilahian (ketuhanan) yang

menjadi pendorong perilaku dan tindakan agar selaras dengan kehendak Tuhan. Keberadaan

cinta tanpa syarat merupakan upaya memberi tanpa mengharapkan kembali, diwujudkan dalam

bentuk welas asih, mengasihi, menyayangi, penuh keikhlasan serta tidak membeda-bedakan

keberadaan jiwa yang secara esensi memiliki hak dan proporsi yang sama (keadilan). Energi

kebermanfaatan yang ditularkan dari energi positif mampu mengisi relung-relung kosong dalam

jiwa yang hampa serta mengalami ketidakbermaknaan hidup. Dengan demikian energi

kebermanfaatan akan menjadi upaya penyeimbang jiwa yang sedang mengalami kekosongan.

Energi kebermanfaatan mengandung nilai-nilai ketuhanan jika selaras dengan semesta dan

membentuk energi keseimbangan dalam diri yang bergerak menuju kesempurnaan. Pemulihan

keseimbangan serta fleksibilitas ini acapkali ditempuh melalui proses transendensi dimana terjadi
245

pemecahan kondisi diri yang tidak stabil atau krisis yang bergerak membentuk organisasi baru

(Capra, 2019)

8.4 Menselaraskan Nilai-Nilai Kesucian, Kesadaran, Ketuhanan dan Kesempurnaan


melalui Perwujudan Diri dalam Trans(edensi)personal

Permasalahan dilema eksistensial secara umum terjadi pada tahapan interpersonal.

Eksistensial merupakan tingkatan dimana keutuhan organisme ditandai oleh rasa dan identitas

yang melibatkan kesadaran jiwa dan tubuh sebagai sistem yang mengatur diri sendiri hingga

kemudian terintegrasi. Kondisi tersebut dilakukan melalui transendensi dimana diri mengalami

eksistensi dalam konteks kosmik yang lebih luas. Persoalan eksistensial individu yang dipahami

dalam konteks kosmik, merupakan jalan menuju transendensi dimana diri akan memperoleh

kesadaran. Tingkat kesadaran dalam pengalaman tersebut akan dibahas pada tahapan

transpersonal.

Perwujudan diri dalam trans(endensi) personal merupakan tahapan dimana diri mampu

menerangi program kesalahan maupun kemelekatan eksternal yang digenggam erat oleh ego.

Dalam kajian tasawuf, tahapan tersebut merupakan tazkiyatun nafs, sedangkan dalam ilmu

mental spiritual merupakan tahapan self healing. Penelitian menggunakan kata transendensi

berdasarkan pilihan kata dalam pemikiran David R Hawkins dan Carl Gustav Jung.

Dalam tahapan sebelumnya, diri sejati memiliki kesucian dan kesempurnaan jiwa yang

merupakan anugerah Tuhan kepada manusia. Meski demikian dalam perkembangannya, jiwa

secara alamiah memiliki kerentanan yang diakibatkan kondisi trauma masa lalu, pola pengasuhan

serta efek negatif yang timbul dari lingkungan dimana dia berada. Kerentanan jiwa menimbulkan

ledakan emosi, khususnya saat diri dihadapkan pada kondisi yang mampu mengoyak kerentanan

jiwa tersebut. Posisi jiwa saat transendensi adalah memperoleh cahaya atau penyinaran Ilahi

sehingga mampu menetralisir bahkan menerangi kegelapan jiwa yang ada. Diri yang terhijab oleh
246

kemelekatan eksternal dapat terjerumus dalam kubangan penderitaan tanpa akhir serta ilusi

kesenangan. Dalam keadaan tersebut, jiwa memiliki kebebasan untuk memilih apakah akan terus

larut dan hanyut didalamnya atau bahkan bergerak bangkit menggapai cahaya illahi. Diri harus

mampu menemukan keberadaan cahaya illahi dalam dirinya sehingga mampu menguak dan

menyibak hijab kemelekatan yang menjadi akar permasalahan dalam hidup. Oleh sebab itu jiwa

dituntut senantiasa memiliki kepekaan dan menyertakan kehadiran Tuhan (penyaksian) di segala

aktivitas keseharian.

Diri hendaknya mampu melakukan identifikasi diri agar dapat menemukan akar

permasalahan yang ada. Saat diri menemukan akar permasalahan tersebut, akuilah dan pahami

bahwa masalah tersebut hanya merupakan bagian dari catatan perjalanan diri manusia.

Perjalanan jiwa manusia kedepannya masih terbentang luas sepanjang sisa umur manusia

tersebut di dunia. Kesalahan atau penderitaan yang telah atau sedang terjadi merupakan event

masa lalu yang sudah tidak bisa kita perbaiki kembali. Tetapi jika penderitaan tersebut masih

dan sedang berlangsung saat ini, maka diri memiliki kebebasan memilih untuk tetap larut

didalamnya, melepaskan bahkan melampauinya. Keadaan terpenting yang dilakukan jiwa saat

ini adalah berupaya menguak makna didalamnya dengan menyadari bahwa semua masalah

yang terjadi merupakan kehendak dan takdir Tuhan. Jiwa berupaya mengambil makna tersirat

dari penderitaan dan permasalahan tersebut. Dengan merengkuh dan memeluk permasalahan,

diri akan belajar memahami dan menerima rasa sakit tersebut, meskipun emosi yang ditularkan

oleh jiwa seolah mengiris dan menyayat diri kita paling dalam. Semakin diri hanyut dalam emosi

jiwa yang dirasakan, diri merasa lelah, hingga pada batasan tertentu menempatkan diri pada titik

terendah, dimana tiada upaya lain selain berserah diri. Berserah merupakan posisi netral dimana

rasa dan emosi yang dialami jiwa sudah tidak terasa sakit seperti diawal kejadian. Dalam kondisi

tertentu, diri menyerahkan segala sesuatunya kepada kehendak Tuhan, sehingga jiwa lamban

laun bergerak menetralisir rasa sakit dan emosi dengan menarik hikmah pembelajaran

didalamnya.
247

Perjalanan jiwa tidak selalu berjalan mulus dan lancar. Hal ini dikarenakan tantangan dan

hambatan merupakan cara jiwa untuk bertumbuh. Meskipun demikian perlu dipahami, bahwa

VHWLDS ³NHULNLO´ \DQJ GLWHPXL MLZD GDODP SHUMDODQDn hidupnya hendaknya jangan dimaknai sebagai

sebuah kerikil tajam, melainkan pengingat jiwa agar senantiasa berfikir bahwa keberadaan kerikil

tajam tersebut merupakan campur tangan kehendak Tuhan didalamnya. Tuhan memiliki cara

tersendiri membentuk umatnya agar terus naik kelas dan naik derajat kemuliaannya. Dengan

demikian jiwa akan terus bergerak melanjutkan evolusinya hingga mencapai kesempurnaan.

Meskipun dalam konteks tersebut, jiwa membayar mahal lewat penderitaan, sakit serta

kesenangan yang bersifat semu. Konteks tersebut merupakan hasil dari cara berfikir jiwa yang

masih dualistic (linier) serta memiliki keterbatasan cara pandang. Jiwa yang dualistik tidak

PHPLOLNL NHPDPSXDQ PHODPSDXL LOXVL SHUPDVDODKDQ VHKLQJJD PHPDQGDQJ ³NHULNLO´ WDMDP

tersebut sebagai penderitaan.

Perwujudan diri dalam transpersonal menempati porsi yang tidak kalah pentingnya dalam

memberdayakan potensi luhur serta spiritual manusia. Hal ini dikarenakan perwujudan diri dalam

transpersonal mampu menghasilkan pengalaman diri luar biasa berupa fenomena kesadaran,

yakni pengalaman batin (spiritual) manusia hingga penyatuan mistis. Peristiwa atau fenomena

yang seringkali diabaikan dalam telaah psikologi kontemporer, justru mendapat wadah dalam

psikologi transpersonal. Pengalaman transpersonal yang dialami jiwa justru menawarkan

wawasan mendalam mengenai hakikat dan relevansi dimensi kesadaran spiritual. Wawasan

tersebut melibatkan fenomena paranormal atau psikis (mental) sehingga sulit dijabarkan dalam

kerangka pemikiran rasional dan analisis ilmiah. Pengalaman transpersonal mampu memperluas

kesadaran diluar batas-batas konvensional organisme sehingga mampu menampung identitas

dan rasa yang lebih besar. Fenomena psikis mampu memanifestasikan kekuatan penuh dimana

diri berada diluar kerangka pemikiran analitis. Fenomena tersebut semakin menghilang tatkala

observasi dan analisisnya menjadi ilmiah. Modus penalaran seringkali melampaui penalaran logis
248

dan analisis intelektual sehingga pengalaman mistik menuju realitas dapat langsung didekati.

Pada akhirnya berkas transpersonal masuk ke dalam tingkatan jiwa (Capra, 2019)

Diri yang transpersonal memandang semua makhluk memiliki potensi kesadaran spiritual

yang tidak terpisahkan antara satu dan lainnya (kesatuan), begitupula dengan keberadaan diri

di alam semesta. Itulah mengapa sesi dalam psikologi transpersonal banyak digunakan dalam

bebagai jenis terapi untuk menyembuhkan kesehatan mental pada sisi internal manusia.

Keberadaan dimensi spiritual dalam transpersonal terkait dengan aktivitas ritual peribadatan

seperti berdoa, berzikir, pertobatan, meditasi, metode sufisme, psikosintesis dan juga budisme

zen. Aktivitas ritual peribadatan mampu meningkatkan pengalaman diri dalam transpersonal

selain proses transendensi yang telah dijelaskan sebelumnya.

Konsep utama psikologi transpersonal adalah kesadaran diri manusia yang tidak

semata-mata terletak pada kesadaran psiko fisis, psiko kognitif atau bahkan psiko humanistic

saja melainkan bermuara pada potensi diri dalam mencapai kesadaran yang lebih tinggi lagi,

tertinggi bahkan mendalam sifatnya (Mujidin, 2005). Kesadaran tertinggi atau mendalam sifatnya

ini, dikategorikan peneliti sebagai sebuah kesadaran Illahiah yakni kesadaran yang hanya mampu

dicapai oleh jiwa yang telah berada dalam tataran paripurna atau kesempurnaan yakni Insan

Kamil.

Posisi diri yang telah memiliki kesadaran Illahiah ini jika dijabarkan dalam peta kesadaran

Hawkins menempati tingkat kesadaran LoC 700-1000. Pada posisi tersebut, kehendak diri

manusia merupakan pengejawantahan kehendak Tuhan sehingga jika ditelisik dalam budaya

Islam Jawa, keadaan tersebut merupakan Manunggaling Kawulo Gusti. Meski demikian perlu

dipahami bahwa presentase jumlah jiwa manusia untuk sampai pada tataran kesempurnaan ini

sangatlah sedikit. Hal ini dikarenakan melekatnya hijab eksternal dalam jiwa manusia masih

mendominasi sebagian perjalanan hidup manusia. Jiwa masih menempatkan materi dan unsur-

unsur fisik di dunia sebagai tujuan prioritas dalam hidupnya. Padahal kenyataannya segala hal
249

yang bersifat materi dan fisik hanya mampu memberikan kesenangan yang bersifat semu dan

sementara.

Perwujudan diri dalam transpersonal telah memuat nilai-nilai kesempurnaan berupa

keselarasan, keseimbangan, kesatuan serta keotentikan. Nilai-nilai tersebut menghasilkan sosok

bijak yakni jiwa-jiwa yang memiliki kebijaksanaan hidup atau pribadi sempurna (paripurna) yang

merupakan nilai-nilai yang termuat dalam Insan Kamil.

Nilai keseimbangan merupakan bagian penting dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan

keseimbangan menjadi pola fluktuasi fleksibel bukan equilibrium statis yang melibatkan aspek

fisik dan psikologis suatu organisme dalam berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosial

sehingga mampu mengintegrasikan diri secara harmonis kedalam sistem yang lebih besar.

Keseimbangan terbentuk manakala penekanan berlebih atau dominasi penuh pada nilai yang

(Capra, 2019) atau elemen maskulinitas dihilangkan dengan memunculkan proporsi yang sama

yakni nilai yin atau elemen feminin dalam hakikat manusia. Secara hakekat, kesalinghubungan

elemen maskulin dan feminin akan menghasilkan fenomena dinamis yang berjalan seimbang

bukan pada dominasi peran serta keistimewaan salah satu elemen. Jika keadaan tersebut tidak

dapat diterapkan, maka disintegrasi akan muncul disertai hilangnya harmoni dalam elemen-

elemen tersebut serta terkikisnya nilai-nilai fleksibilitas dalam masyarakat. Bila peristiwa tersebut

berlanjut terus menerus akan berujung pada kekacauan sosial yang menimbulkan perpecahan.

Dalam skala individu manusia, diri akan jatuh pada tindakan-tindakan pelanggaran yang bersifat

manipulatif, anarkis dan tidak etis.

8.5 Konstruksi Kesadaran Etika Akuntan Berdasarkan Perspektif Insan Kamil

Kesadaran etika akuntan yang dibangun berdasarkan perspektif Insan Kamil bersumberkan

dari kehadiran nilai-nilai yang tumbuh selaras dalam perjalanan kesadaran etika informan

akuntan. Pemahaman tersebut termuat dalam gambar 8.3 berikut ini:


250

3.TRANSPERSONAL
(HABLUMINALLAH)

Nilai Kesempurnaan
Keselarasan, Keseimbangan
T T
Harmonisasi, Otentik, Utuh
R Kesatuan, Kesinambungan R
A
KEBIJAKSANAAN A
N N
S S
E E
N N
D D
E Nilai Ketuhanan (Ilahiah)bc E
N Cinta tanpa syarat, Kasih Sayang N
S Keikhlasan, Kesabaran, Keadilan S
Ib Kedamaian
Ic
KARAKTER

2.INTERPERSONAL 1.INTRAPERSONAL
(HABLUMINANAS) Kesadaran
Etika Akuntan
Nilai Kesadaran Nilai Kesucian
Potensi Diri Berdasarkan Niat
Kebermanfaatan Perspektif Diri sejati (jati diri)
Kebebasan/kehendak jiwa Insan Kamil Esensi / Hakikat
Vibrasi positif Misi dan tanggungjawab
DAYA PENGETAHUAN
TRANSENDENSI a

Nilai Ketuhanan (Illahiah)a


Cinta tanpa syarat, Kasih Sayang
Keikhlasan, Kesabaran, Keadilan
Kedamaian
KARAKTER

1. Kesadaran Intrapersonal dalam Menumbuhkan Nilai Kesucian Diri Akuntan


Berdasarkan Insan Kamil
Diawali dengan niat untuk menjaga kesucian diri melalui pengenalan dan penemuan diri sejati
sehingga mampu memahami esensi dan hakikat hidup manusia dalam mengemban misi dan
tanggungjawab yang diamanahkan Tuhan kepada dirinya.

TRANSEN
DENSI

2. Kesadaran Interpersonal dalam Menggerakkan Nilai Kesadaran Akuntan Berdasarkan Insan


Kamil
Kesadaran jiwa akuntan dapat menggunakan kebebasan dan kehendak jiwanya dalam mengaktivasi
potensi maha dahsyat yang tersimpan dalam diri sehingga mampu memberikan vibrasi positif yang
memiliki kebermanfaatan kepada masyarakat dan negara.

TRANSEN
DENSI
251

3. Kesadaran Trans(edensi) personal dalam Menselaraskan Nilai Keilahian dan Kesempurnaan


Akuntan Menuju Tingkatan Insan Kamil
Kesadaran jiwa akuntan yang melampaui penderitaan, hijab serta nafsu kemelekatan dapat
menumbuhkan nilai-nilai keillahian dalam diri sehingga mampu memberikan pancaran cinta kasih,
keadilan serta kedamaian kepada semesta.
Kesadaran jiwa akuntan yang otentik hendaknya mampu menselaraskan aspek maskulin dan feminin
dalam dirinya sehingga berdampak pada keselarasan akuntansi dengan lingkungan sosial yang
mengarah pada keseimbangan harmonis menuju satu kesatuan yang utuh yakni kesempurnaan.

Bangunan Kesadaran Etika Akuntan Berdasarkan Insan Kamil

Jiwa akuntan mengandung muatan nilai-nilai berupa kesucian diri, kesadaran, ketuhanan serta
kesempurnaan sehingga termanifestasi dalam bentuk pancaran ilmu pengetahuan yang memiliki
kemampuan atau daya untuk menggerakkan jiwa manusia agar mampu membangun karakter diri
yang menghasilkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam kehidupan

x Ilmu pengetahuan meliputi nilai-nilai kesucian dalam diri manusia yang diawali dengan
niat dalam hati untuk mengenal dan menemukan diri sejati (jati diri), hakekat atau esensi
kehidupan dalam memahami misi dan tanggungjawab yang dibebankan Tuhan kepada
manusia.
x Daya manusia menggerakkan nilai-nilai kesadaran atas diri, kelompok, lingkungan dan
peradaban dimana potensi diri yang maha dahsyat diberdayakan dengan menggunakan
kebebasan dan kehendak jiwa untuk bertanggung jawab memancarkan vibrasi atau
pancaran jiwa yang positif.
x Karakter jiwa mewujudkan nilai-nilai keilahian dalam diri (maqamat ruhiyah). Saat diri
hadir, maka dia akan mendapatkan maqamnya dan saat diri hadir disitulah dia akan
bereksistensi. Cara jiwa bereksistensi memberikan pengaruh dan akibat. Jiwa akan
diliputi oleh rasa cinta tanpa syarat, keikhlasan, kasih sayang, kesabaran dan kedamaian
x Kebijaksanaan menghasilkan nilai-nilai kesempurnaan, keutuhan dan keseimbangan
dalam diri dimana keselarasan jiwa senantiasa terhubung dengan Tuhan (otentik)
sehingga harmonisasi tumbuh dan menyatu dalam gerak jiwa akuntan

Gambar 8.3 Konstruksi Kesadaran Etika Akuntan dalam Perspektif Insan Kamil

8.6 Perbandingan Pertumbuhan Kesadaran Etika Akuntan dalam Potret Besar Informan
Akuntan dan Perspektif Insan Kamil

Kesadaran etika akuntan dipahami berbeda oleh potret besar informan akuntan maupun

dalam perspektif Insan Kamil. Kesadaran etika akuntan dalam perspektif berbeda kemudian

ditinjau dalam tiga kategori yakni tingkat kesempurnaan diri manusia, bangunan filosofi atau
252

metodologi serta realitas pemaknaan kesadaran etika akuntan. Masing-masing kategori tersebut

memiliki kajian khusus terhadap unsur-unsur tertentu.

Kesadaran etika akuntan dalam potret besar informan akuntan, mengkaji tingkat

kesempurnaan manusia berawal dari unsur tauhid. Unsur tersebut tidak dipahami sebagai unsur

yang mendominasi jiwa saat menumbuhkan kesadaran akuntan beretika. Lain halnya dengan

faktor regulasi, moralitas serta otorisasi yang memiliki peran penting melebihi kuasa Tuhan dalam

menilai kebenaran maupun kesalahan yang dilakukan oleh jiwa. Dalam unsur syariat, keberadaan

regulasi norma serta prinsip-prinsip moral yang termuat dalam kode etik merupakan mekanisme

kontrol dan sanksi yang kerap diberlakukan dalam pelanggaran profesi. Kode etik akuntan

memuat seperangkat prinsip moral yang mengatur perilaku profesional akuntan yang mana

prinsip moral tersebut merupakan hasil kesepakatan profesional dalam mengatur perilaku

akuntan saat mengemban profesi. Dari unsur tarekat, jiwa tidak sepenuhnya berpartisipasi atau

menyaksikan kehadiran Tuhan di segenap aktivitas pengambilan keputusan. Oleh sebab itu

ketidakselarasan jiwa yang mengarah pada ketidaksadaran diri menjurus pada

ketidakberdayaan. Jiwa memiliki keengganan berpartisipasi penuh karena kuasa atas peran

tersebut diambil alih oleh faktor regulasi dan moralitas. Keadaan tersebut menempatkan jiwa

layaknya robot yang mudah menerima instruksi atau informasi dari pihak eksternal tanpa terlebih

dahulu menilai, memfilter atau bahkan mengidentifikasi kebenaran yang tersimpan didalamnya.

Posisi manusia sebagai mesin atau robot sewaktu-waktu menimbulkan ledakan jiwa yang

memunculkan perilaku anarkis. Dalam unsur makrifat, fakultas ilmunya terdapat pada indrawi dan

nalar sebagai sarana utama manusia dalam berfikir, bersikap dan bertingkah laku (linier). Aspek

fisik (material) yang menjadi area pancaindera memiliki ruang lingkup terbatas dibandingkan

aspek metafisik berupa intuisi dan rasa. Dari unsur hakikat, kesadaran etika akuntansi belum

sepenuhnya dipahami para praktisi akuntan (professional) yang hanya mampu menghasilkan

kebenaran bersifat parsial. Faktor eksternal seperti lingkungan dan pembelajaran akuntansi lebih

menekankan pada asumsi-asumsi dasar manusia bukan pada realita yang telah atau sedang
253

dialami oleh jiwa. Aspek maskulin lebih mendominasi nilai-nilai akuntansi saat ini dibandingkan

aspek feminin. Hal tersebut memunculkan ketidakseimbangan dan ketidakselarasan dalam

akuntansi. Oleh sebab itu pengetahuan akuntansi hendaknya dipahami secara holistik oleh para

akuntan.

Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil, mengkaji tingkat kesempurnaan

manusia berawal dari unsur tauhid yang secara penuh menyakini dan menyaksikan kehadiran

Tuhan secara utuh dalam segenap aktivitas kehidupannya, sehingga menjadi dasar pijakan

manusia untuk menyempurnakan hidupnya. Unsur syariat menerapkan proses identifikasi diri,

dimana perjalanan jiwa kedalam diri adalah untuk mengidentifikasi potensi kelemahan maupun

keunggulan yang tersimpan sehingga kesucian atau fitrah yang tersemat dalam dirij dapat

dipahami dan dikenali. Dari unsur tarekat, diri sebagai subyek memiliki kebebasan dan

keleluasaan tanpa batas (non linier) dalam bersikap, bertindak serta berperilaku sehingga mampu

menghasilkan keputusan etis. Kebebasan dan keleluasan tersebut disertai tindakan reflektif yang

kontemplatif bukan atas dasar hasil proyeksi dan introyeksi yang menimbulkan kelemahan jiwa

serta gangguan persepsi. Ibadah yang dilakukan merupakan bentuk pelatihan yang mendalam

agar jiwa mampu menumbuhkan akhlak yang baik, kebiasaan terpuji dan penghayatan hidup

sepanjang masa. Dalam unsur makrifat, jiwa perlu mengenali keberadaan dirinya secara utuh

agar mampu memahami kepribadian secara mendalam serta menumbuhkan kesadaran dalam

diri, lingkungan dan masyarakat lebih luas. Kesadaran merupakan faktor pengendali diri yang

menghasilkan energi kuantum selaras yang mampu mengubah realita kehidupan. Berdasarkan

unsur hakekat, proses terbentuknya etika (akhlak) yang baik tidak semata-mata didasarkan atas

faktor regulasi atau norma saja melainkan bersumber dari proses bertumbuhnya kesadaran

dalam diri yang mampu mengenali fungsi fitrah atau kesucian dalam dirinya (sisi spiritual).

Hakekat mengarahkan diri pada sebuah kesadaran agar kita senantiasa berbuat kebaikan.

Kesadaran etika akuntan dalam potret besar informan akuntan mengkaji unsur ontologi

sebagai hakekat pengetahuan dari sebuah bangunan filosofi atau metodologi dengan
254

mendefinisikan ilmu pengetahuan sebagai rangkaian pengetahuan spiritual (agama atau syariat)

serta pengetahuan rasional (sains). Unsur epistemologi merupakan sumber ilmu pengetahuan

yang menilai tumbuh dan berkembangnya kesadaran etika semata-mata didasarkan pada tingkat

kepatuhan akuntan terhadap norma aturan atau regulasi. Aturan merupakan rasionalisasi dari

hasil akal pikiran (intelektual) manusia yang memiliki dominasi kemelekatan terhadap unsur

material atau eksternal cukup tinggi. Aksiologi sebagai unsur yang memberikan kebermanfaatan

terhadap ilmu pengetahuan, mengalami ketidakseimbangan proporsi penggunaan pengetahuan

yang bersumber dari akal pikiran (mind) dan juga pengetahuan batin (rasa). Keadaan tersebut

terlihat dari kandungan nilai-nilai syariat keagamaan yang memiliki peran besar terhadap aspek

ritual ibadah yang belum sepenuhnya mampu menyentuh aspek batin manusia. Peran syariat

keagamaan yang mengalami reduksi saat ini, lebih bersifat institusional atau kelembagaan

sehingga belum sepenuhnya memberikan upaya penyadaran atau internalisasi jiwa manusia

\DQJ EHOXP ELVD ³PHPEDFD´ UHDOLWD \DQJ DGD 6HEDJLDQ MLZD PDVLK PHQJDQXW GDQ PHQLODL V\DULDW

agama sebagai aturan yang bersifat legal formalitas dalam ruang lingkup kenegaraan, tanpa

memahami lebih lanjut esensi yang terkandung dalam syariat agama tersebut. Dalam jiwa yang

menganut prinsip dualitas, cara bereksistensinya masih didominasi aspek materialitas yang

menempatkan nilai-nilai syariat keagamaan sebagai label formalitas atau atribut pelengkap dalam

kegiatan ibadah, sehingga tidak memperoleh pemaknaan lebih lanjut. Padahal senyatanya nilai-

nilai syariat keagamaan merupakan panduan jiwa saat menghadDSL ³NHWHUSLVDKDQ´ VHEDJDL

akibat dominasi aspek materialitas atau fisik dalam kehidupan.

Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil menilai unsur ontologi merupakan

hakekat pengetahuan dari bangunan filosofi atau metodologi yang meliputi pengakuan atas ruang

lingkup ilmu pengetahuan spiritual (agama, syariat), pengetahuan rasional (sains) serta

pengetahuan metafisik (tarekat, hakekat dan makrifat dari tasawuf). Unsur epistemologi sebagai

sumber pengetahuan menetapkan nilai-nilai dalam kesadaran etika akuntan yang bersumber dari

Al Quran dan Hadist. Dukungan akal pikiran (intelektual) serta intuisi dalam batin mampu
255

memberikan rasa dan nalar pada jiwa. Unsur aksiologi yang memberikan manfaat pengetahuan

justru memberikan porsi keseimbangan dan keselarasan terhadap pengetahuan yang bersumber

dari akal pikiran (mind) dan juga pengetahuan batin (rasa) melalui bimbingan nilai-nilai keillahian

serta kesalehan sosial (kemanusiaan). Jika keadaan tersebut berlaku konsisten dalam ruang

lingkup masyarakat sosial maka akan memberikan upaya penyadaran secara utuh kepada jiwa

dalam bersikap dan berperilaku.

Potret besar informan akuntan mengkaji realitas dan pemaknaan kesadaran etika akuntan

dari unsur the reality of worldview, menilai sebagian besar keadaan saat ini masih didominasi

oleh aspek material dibandingkan aspek spiritual. Hasrat dan kemelekatan eksternal (duniawi)

terhadap aspek material lebih mendominasi realitas dibandingkan aspek spiritual yang

senyatanya sudah tercetak dan terekam dalam jiwa manusia (blueprint). Jiwa hanya perlu

menumbuhkan nilai-nilai keilahian dalam diri melalui energi kesadaran yang dimiliki. Apabila

dijabarkan dalam sebuah pengertian atau definisi, maka kesadaran etika akuntan merupakan

upaya dan citra diri yang dibentuk dan ditumbuhkan sedari dini melalui proses keterhubungan diri

dengan Tuhan, keluarga, masyarakat serta proses pendidikan. Dalam proses pendidikan

akuntansi, upaya menumbuhkan kesadaran beretika perlu dijaga keberlangsungannya melalui

dukungan dan legalisasi profesi agar memperoleh legitimasi luas dari masyarakat. Citra akuntan

yang dirumuskan dalam sebuah Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia memuat empat struktur yang

terdiri dari delapan prinsip etika (tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas,

objektivitas, kompetensi, kerahasiaan, kehati-hatian serta perilaku professional dan standar

tehnis); aturan etika; serta intepretasi aturan etika dan tanya jawab etika yang merupakan citra

diri akuntan yang tidak dibentuk secara instan. Proses tahapan tersebut membantu jiwa menapaki

perjalanan spiritual khususnya saat diri bereksistensi atau saat posisi jiwa mampu menumbuhkan

kesadaran diri akuntan dalam beretika.

Posisi diri dalam keberlangsungan etika jika diamati dari realita dan pemaknaan

kesadaran etika akuntan menurut potret besar informan akuntan merupakan gerak diri akuntan
256

dalam lingkungan sosial yang bersifat mekanis (mesin), bersikap dan bertindak sesuai aturan dan

regulasi yang berlaku, kaku dan kurang memaksimalkan daya kreativitas dalam diri sehingga

mudah terjebak dalam pola pikir linier yang bertahan hidup dan cenderung adaptif. Diri yang

memiliki hasrat dan kemelekatan besar terhadap aspek material cenderung mengalami

ketidakberdayaan diri saat menghadapi permasalahan dunia. Posisi jiwa yang tergantung pada

dunia luar seringkali dihadapkan pada konflik batin (dilema). Kondisi tersebut terjadi apabila

pemahaman akan konsep diri tidak dipahami secara utuh dimana diri memiliki keterbatasan

memandang realita yang penuh dengan ketidakpastian (linier). Potret besar informan akuntan

menilai pelanggaran etika dalam realita dan pemaknaan etika akuntan sebagai tindakan yang

menyalahgunakan nilai-nilai kesepakatan yang ditetapkan fungsi otorisasi yang memiliki kuasa

dan wewenang didalamnya. Kesadaran etika akuntan dalam potret besar informan akuntan

menjabarkan peran regulasi dan norma dalam realita dan pemaknaan etika sebagai aturan yang

memiliki peran penting dalam mengatur perilaku hidup manusia dalam ruang lingkup sosial

kemasyarakatan. Perubahan regulasi yang bersifat dinamis mengarahkan kecenderungan diri

agar bersikap adaptif saat mengantisipasi perkembangan sosial yang terjadi. Adaptasi itu berupa

persetujuan atas kesepakatan otoritas yang memiliki kuasa dan kepentingan terhadap fungsi

regulasi yang berdampak besar terhadap dunia eksternal yakni sosial masyarakat.

Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil mengkaji realitas dan pemaknaan

kesadaran etika akuntan dari sudut pandang reality of wordview sebagai sebuah kondisi yang

seimbang dan selaras antara aspek material dan aspek spiritual. Jiwa dalam keadaan tersebut

senantiasa bergerak kesadarannya karena nilai-nilai keillahian yang tumbuh dalam diri mampu

memancarkan vibrasi positif dalam dirinya. Jika ditinjau secara definitif, pengertian kesadaran

etika akuntan merupakan pengejawantahan diri (self) menuju diri ilahi (Self) yang

bertanggungjawab merepresentasikan citra illahi dalam diri sebagai Abdullah maupun Khalifah

Allah sehingga mampu bergerak menciptakan keselarasan dan keseimbangan sebagai upaya

diri menuju kesempurnaan. Kondisi tersebut mampu menselaraskan dan menyeimbangkan


257

keberadaan diri dengan semesta. Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil

menggambarkan posisi diri dalam keberlangsungan etika sebagai gerak diri dari sesuatu yang

bersifat mekanis menuju organis dimana diri mampu menumbuhkan sikap empati besar terhadap

kondisi jiwa yang terjebak dalam dunia mekanis. Gerak diri meniti jalan dari self menuju Self yakni

s kecil menuju S besar merupakan rangkaian pertumbuhan dan penyaksian nilai-nilai keilahian

secara terus menerus. Jiwa yang bertumbuh kesadarannya mampu menyaksikan percikan nilai-

nilai keillahian dalam diri yang berada dalam dekapan Tuhan dan senantiasa menempatkan jiwa

dalam wadah kesucian. Dengan demikian keselarasan antara diri dan kehendak Tuhan dapat

tercipta. Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil menilai pelanggaran (kesalahan)

dalam realita dan pemaknaan kesadaran etika akuntan sebagai kondisi ternodai atau terkotorinya

kesucian dalam diri manusia. Kesucian diri yang bersumber dari cahaya illahi Tuhan senyatanya

bersemayam dalam diri manusia yang telah menyadari misi serta tanggungjawab yang

diamanahkan Tuhan kepada dirinya. Ternodainya kesucian ditandai oleh ketidakmampuan jiwa

dalam menyelami dan memahami spirit keilahian yang bersemayam dalam diri sehingga jiwa

mengalami amnesia spiritual yakni sebuah kondisi jiwa dimana diri tidak mampu mengenali dan

memahami misi serta tanggung jawab yang dibebankan Tuhan kepada dirinya. Kesadaran etika

akuntan dalam perspektif Insan Kamil bila dikaji dari sudut pandang realita dan pemaknaan

kesadaran etika akuntan justru menilai regulasi dan norma dalam fungsi moralitas tidak

menempati porsi besar dalam kehidupan bermasyarakat. Keadaan tersebut terjadi karena

kesadaran yang tumbuh dalam diri menghasilkan kekuatan atau spirit positif yang mendukung

gerak perilaku dan sikap manusia. Pertumbuhan kesadaran dalam diri pada akhirnya secara luas

mampu memberikan energi serta vibrasi positif terhadap lingkungan keluarga, masyarakat serta

peradaban. Fungsi moralitas yang termuat dalam aturan dan regulasi merupakan pendukung

keselarasan hidup manusia dalam masyarakat.

Tabel 8.1 berikut ini merupakan perbandingan proses kesadaran etika akuntan dalam

potret besar informan akuntan Indonesia dan perspektif Insan Kamil. Perbandingan proses
258

tersebut diklasifikasikan dalam tiga tingkatan yakni tingkat kesempurnaan diri manusia, bangunan

filosofi dan metodologi serta realitas dan pemaknaan kesadaran etika akuntan beserta unsur-

unsur yang melekat dalam setiap klasifikasi tersebut.

Tabel 8.1
Perbandingan Kesadaran Etika Akuntan dalam Potret Besar Informan Akuntan
dan Perspektif Insan Kamil
Unsur Kesadaran Etika Akuntan Kesadaran Etika Akuntan
dalam dalam
Potret Besar Informan Perspektif Insan Kamil
Akuntan

Tingkat Kesempurnaan Diri Manusia


Tauhid Keberadaan fungsi moralitas Menyakini dan menyaksikan
(Teologi) melebihi peran Tuhan dalam kehadiran Tuhan dalam segenap
menilai dan mengidentifikasikan aktivitasnya menjadi dasar
suatu permasalahan atas dasar pijakan jiwa dalam
kebenaran maupun kesalahan. menyempurnakan hidupnya
Penilaian tersebut didukung oleh
keberadaan fungsi otoritatif yang
memiliki kuasa dan peran
didalamnya.
Syariat Regulasi norma serta prinsip- Perjalanan kedalam diri untuk
prinsip moral yang terdapat dalam menemukan dan memahami
kode etik merupakan mekanisme potensi kelemahan maupun
kontrol berikut sanksi terhadap keunggulan yang tersimpan
pelanggaran profesi. dalam diri (proses identifikasi diri)
sehingga mampu mengenali
kesucian (fitrah) dalam diri.

Tarekat Ketidakmampuan partisipasi jiwa Diri sebagai subyek memiliki


dalam menghadirkan keilahian di kebebasan dan keleluasaan
setiap aktivitas pengambilan tanpa batas (non linier) dalam
keputusan mengakibatkan bertindak dan berperilaku
ketidakberdayaan diri sehingga sehingga mampu menghasilkan
mendorong timbulnya perilaku keputusan etis disertai tindakan
anarkis. reflektif dan kontemplatif bukan
Kuasa atas peran tersebut diambil berdasarkan hasil proyeksi dan
alih oleh faktor regulasi dan introjeksi yang menimbulkan
moralitas sehingga jiwa-jiwa kelemahan jiwa serta gangguan
akuntan laksana robot yang tidak persepsi.
mampu mengidentifikasi
kebenaran yang tersimpan
sehingga sewaktu-waktu dapat
menimbulkan ledakan jiwa yang
memunculkan perilaku anarkis.
Makrifat Fakultas ilmunya terdapat pada Proses terbentuknya akhlak yang
indrawi dan nalar. baik tidak semata-mata
Intelektual menjadi sarana didasarkan atas faktor intelektual
kemampuan manusia dalam saja (sisi material) melainkan
berfikir, bersikap dan bertingkah bersumber dari kesadaran dalam
laku (linier) sehingga memiliki diri yang tumbuh saat jiwa
keterbatasan (sisi materil) ruang mengenal fungsi fitrah atau
259

lingkup dibandingkan aspek kesucian dalam dirinya (sisi


metafisik berupa intuisi dan rasa. spiritual).

Hakekat Keberadaan etika akuntansi tidak Manusia perlu mengenali


dipahami secara menyeluruh oleh keberadaan diri secara utuh agar
professional dikarenakan faktor mampu memahami kesadaran
eksternal seperti lingkungan yang tumbuh dalam diri sehingga
akuntansi dan pembelajaran menjadi faktor pengendali dalam
didalamnya tidak memberikan bertindak dan berperilaku
pemahaman secara holistic, sehingga mampu menghasilkan
dimana metode pendidikan tidak kebenaran absolut. Hakekat
berbasis kenyataan jiwa hidup manusia berupa unsur
melainkan berbasis asumsi. materi dan spiritual mengarahkan
Penekanan akuntansi lebih pada jiwa pada sebuah kesadaran agar
aspek maskulin sehingga muncul diri senantiasa berbuat kebaikan.
ketidakutuhan dalam memandang Kesadaran manusia ditumbuhkan
realita yang hanya mampu secara terus menerus melalui
menghasilkan kebenaran parsial. proses penyatuan yang
Kesadaran etika yang dihasilkan seimbang dan selaras menuju
dari kebenaran yang bersifat kesempurnaan (paripurna).
parsial memunculkan
ketidakseimbangan ruang dalam
akuntansi.

Bangunan Filosofi atau Metodologi


Ontologi Mengakui bahwa ilmu Mengakui bahwa ilmu
(Hakikat Pengetahuan) pengetahuan meliputi pengetahuan meliputi
pengetahuan spiritual (agama pengetahuan spiritual (agama,
atau syariat) dan pengetahuan syariat), pengetahuan rasional
rasional (sains) (sains) dan pengetahuan
metafisik (tarekat, hakekat dan
makrifat dari tasawuf)
Epistemologi Kesadaran etika akuntan merujuk Etika akuntan merujuk pada
(Sumber Pengetahuan) pada tingkat kepatuhan jiwa tuntunan Al Quran dan Hadist,
terhadap norma aturan atau didukung oleh akal pikiran
regulasi yang merupakan hasil (intelek) serta keberadaan intuisi
rasionalisasi akal pikiran (intelek) dalam batin yang mampu
dan kesepakatan para pemegang menumbuhkan rasa dan nalar
kuasa kepentingan yang pada jiwa
didominasi unsur materialisme
dan kapitalisme
Aksiologi Ketidakmampuan diri untuk Mampu menyeimbangkan dan
(Manfaat Pengetahuan) menyeimbangkan pengetahuan menyelaraskan pengetahuan
yang berasal dari akal pikiran dari akal pikiran (mind) dan juga
(mind) dan juga pengetahuan pengetahuan batin (rasa) yang
batin (rasa) meskipun didalamnya dibimbing oleh nilai-nilai
memuat nilai-nilai syariat keillahian serta kesalehan sosial
keagamaan yang hanya dimaknai (kemanusiaan) yang berlaku di
pada tataran institusional masyarakat sehingga mampu
formalitas sehingga tidak memberikan kesadaran utuh
memperoleh pemaknaan lebih manusia dalam sikap dan
lanjut yang belum sepenuhnya perilaku.
mampu memberikan efek
penyadaran kepada jiwa manusia

Realitas dan Pemaknaan Terhadap Kesadaran Etika Akuntan


The Reality of Worldview Realitas merupakan kondisi atau Realitas merupakan keadaan
keadaan yang mencakup aspek seimbang dan selaras antara
material dan spiritual dimana aspek material dan aspek
aspek material mendominasi spiritual. Jiwa berupaya
260

realitas tersebut dibandingkan menumbuhkan nilai-nilai


spiritual. Aspek kemelekatan keillahian dalam diri sehingga
eksternal (duniawi) lebih mampu memberikan vibrasi
mendominasi dibandingkan positif kepada dunia eksternal.
realitas spiritual berupa nilai nilai Kondisi tersebut mampu
keillahian yang perlu dikenali, menciptakan keselarasan dan
dieksplorasi serta ditumbuhkan keseimbangan dalam diri dengan
dalam diri semesta.
Pengertian Kesadaran Citra dibentuk dan dijaga oleh Pengejawantahan diri (self)
Etika Akuntan legalisasi profesi sehingga menuju diri yang ilahi (Self)
memperoleh legitimasi dimana diri illahi mengemban
masyarakat yang bersifat material amanah sebagai Abdulah dan
dan tidak abadi. Citra akuntan Khalifah Allah sehingga mampu
kemudian dirumuskan dalam bergerak menciptakan
sebuah Kode Etik IAI yang terdiri keselarasan dan keseimbangan
atas empat struktur yang meliputi diri sebagai upaya menuju
delapan prinsip etika (tanggung kesempurnaan.
jawab profesi, kepentingan publik,
integritas,objektivitas,kompetensi,
kerahasiaan, kehati-hatian serta
perilaku professional dan standar
tehnis); aturan etika; intepretasi
aturan etika serta tanya jawab
etika
Posisi Diri dalam Diri yang berada dalam Diri bergerak dari sesuatu yang
Keberlangsungan Etika lingkungan sosial yang bersifat mekanis menuju organis dimana
(sosialisasi, edukasi dan mekanis (mesin) seringkali diri senantiasa menumbuhkan
implementasi) terjebak dalam penderitaan, sikap empati terhadap kondisi
karena menganut pola pikir linier jiwa yang terjebak dalam dunia
yang memiliki kemampuan mekanis.
bertahan hidup dan adaptasi saja Diri bergerak dari self menuju Self
Diri memiliki hasrat besar mampu menggerakkan daya
terhadap kemelekatan material kreatif agar diri senantiasa
sehingga tidak memiliki bertumbuh.
kemampuan untuk memilih Jiwa mampu menumbuhkan serta
(dilema) dan mengalami menghadirkan nilai-nilai keillahian
ketidakberdayaan dalam dalam diri agar senantiasa
menghadapi kehidupan berada dalam kesucian, dengan
Konsep diri tidak dipahami secara demikian terdapat keselarasan
utuh melainkan memuat antara diri dengan kehendak
keterbatasan dalam memandang Tuhan
realita yang penuh dengan
ketidakpastian (linier)
Persepsi Mengenai Pelanggaran dipersepsikan Pelanggaran merupakan bentuk
Pelanggaran Etika sebagai tindakan kesalahan ternodai atau terkotorinya
(Kesalahan) dimana penyalahgunaan regulasi kesucian diri manusia. Kesucian
dan norma yang terjadi memuat diri manusia bersumber dari
nilai-nilai moral yang cahaya illahi Tuhan. Kesucian
mengandung kesepakatan para bersemayam dalam diri manusia
pemegang otorisasi yang memiliki dimana keberadaannya tidak
kuasa dan wewenang terlepas dari misi serta
didalamnya. tanggungjawab yang
dianugerahkan Tuhan kedalam
masing-masing jiwa.
Keberadaan Regulasi Regulasi serta norma memiliki Regulasi serta norma dalam
dalam Kesadaran Etika peran penting mengatur perilaku fungsi moralitas tidak
Akuntan hidup manusia dalam ruang sepenuhnya memiliki peran
lingkup sosial kemasyarakatan. penting dalam kehidupan
Perubahan regulasi terjadi masyarakat, karena yang
karena adanya perkembangan terpenting dari itu semua adalah
sosial masyarakat yang kesadaran yang tumbuh dalam
menyetujui kesepakatan para jiwa. Kesadaran dalam diri yang
261

otoritas yang memiliki kuasa dan semakin meluas pada akhirnya


kepentingan terhadap fungsi menyebar dan memberikan
regulasi dan juga terhadap dunia vibrasi positif ke lingkungan
sosial masyarakat (eksternal). keluarga, lingkungan, masyarakat
serta peradaban. Jadi fungsi
moralitas hanya sebagai
penunjang gerak kehidupan
manusia di masyarakat.

8.7 Operasionalisasi Kesadaran Etika Akuntan Berdasarkan Insan Kamil

Perjalanan kehidupan manusia digambarkan dalam tahapan kesadaran jiwa yang meliputi

tahapan awal berupa posisi diri dalam intrapersonal, kemudian tahapan kedua merupakan posisi

diri dalam interpersonal dan selanjutnya tahapan ketiga merupakan gerak posisi diri dalam

bertransendensi dimana diri memiliki kemampuan melampaui personal yang ada atau

transpersonal. Perjalanan kehidupan manusia digambarkan dalam sebuah rangkaian kehidupan

yang diawali dengan proses kehamilan sang ibu yakni janin bayi yang berada dalam kandungan

dan setelah itu proses kelahiran jabang bayi ke dunia. Jabang bayi kemudian mengalami yang

diawali dari usia bayi dibawah 1 tahun kemudian tumbuh menjadi anak batita, balita, anak-anak,

remaja hingga dewasa serta lanjut usia.

Perjalanan kehidupan yang dialami manusia merupakan fase perkembangan normal yang

secara umum terjadi pada manusia. Meskipun demikian, perjalanan hidup manusia kadangkala

mengalami fase terhenti di tengah perjalanan hidupnya. Kondisi tersebut terjadi saat jiwa

menghadapi kematian (tutup usia) sehingga keberadaan manusia telah selesai dan berakhir di

dunia, sehingga tidak terdapat penyelesaian tugas selanjutnya di dunia. Hal tersebut dikarenakan

kontrak hidup manusia dengan Tuhan di dunia telah berakhir.

Perjalanan kehidupan manusia memuat serangkaian tahapan evolusi kesadaran jiwa.

Berawal saat jiwa ditiupkan ruh, disaat itu jiwa memperoleh amanah dari Tuhan berupa misi dan

tanggungjawab yang harus diemban saat lahir ke dunia. Jiwa yang senantiasa terhubung dengan

ruh akan mampu mengingat kembali misi yang diemban dengan memegang penuh nilai-nilai

kesucian dalam diri. Proses tersebut merupakan perwujudan diri dalam intrapersonal. Namun
262

demikian perwujudan diri dalam interpersonal adakalanya mengalami distorsi karena efek

kemelekatan terhadap duniawi menghanyutkan jiwa dan mengabaikan nilai-nilai kesucian dalam

diri. Pengabaian nilai-nilai kesucian dalam diri manusia mampu memadamkan potensi keilahian

sehingga gerak jiwa mengalami kesulitan dalam bertumbuh. Jika kepekaan jiwa tidak dilatih untuk

senantiasa bertumbuh, maka jiwa akan terjebak dalam penderitaan berkepanjangan maupun ilusi

kesenangan yang bersifat semu. Saat diri berada dalam kondisi transendensi, jiwa dibimbing agar

senantiasa mampu melampaui segala kemelekatan eksternal yang menghadirkan penderitaan

dalam jiwa manusia. Jika proses transendensi tersebut dilakukan secara terus menerus,

kesadaran jiwa akan bertumbuh hingga pada akhirnya mampu memberikan efek vibrasi positif

kepada keluarga, lingkungan terdekat, masyarakat serta peradaban yang semakin luas.

Kesadaran jiwa merupakan bibit potensi yang menumbuhkan kesadaran kolektif. Keadaan

tersebut terjadi karena pergerakan jiwa yang selaras dengan kehendak Tuhan akan

menghidupkan dan menggetarkan gerak jiwa lain dalam bertumbuh. Mereka nantinya akan

membentuk sebuah komunitas yang bergerak selaras sesuai frekuensi dan vibrasi mereka.

Pergerakan selaras ini merupakan upaya diri menuju proses penyempurnaan, dimana ranah

kesempurnaan menempatkan posisi jiwa agar mampu melampaui personal (transpersonal). Oleh

sebab itu pertumbuhan kesadaran hendaknya dimulai dari dalam diri sendiri sehingga dunia luar

sebagai tempat aktualisasi diri akan mendapatkan efek pantulan dari posisi jiwa yang bersinar di

dalam diri.

Proses evolusi kesadaran bukan merupakan proses yang instan, tidak terjadi dalam satu

waktu, usai kemudian selesai. Proses tersebut justru terjadi di sepanjang waktu kehidupan

manusia di dunia. Itulah mengapa proses pertumbuhan kesadaran berkembang seiring cara

manusia bereksistensi di dunia. Keadaan inilah yang membentuk wujud diri manusia dalam

transpersonal. Ketika cinta murni tumbuh dan bersemayam dalam jiwa, maka gerak jiwa

senantiasa hidup dalam keabadian. Kepekaan jiwa yang muncul, mampu merasakan penderitaan

dan kesenangan yang dialami pihak luar sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perasaan
263

jiwa tersebut. Kehendak bebas dalam memilih antara cinta dan kebencian membuat dunia

eksternal menjadi lahan yang tepat bagi jiwa dalam menapaki evolusi spiritual. Seperti kondisi

jiwa yang tidak mampu melakukan tindakan kebaikan berupa cinta, kasih sayang serta

pengampunan merupakan efek dari ketidakmampuan diri dalam memilih atau menggunakan

kehendak bebasnya. Tindakan kejahatan yang timbul dari penderitaan maupun ilusi kesenangan,

jika direfleksi kembali kedalam diri merupakan jalan Tuhan untuk menempatkan jiwa-jiwa tersebut

agar senantiasa mengingat kembali padaNya. Pada waktunya nanti, jikalau semua keinginan

dan kemelekatan jiwa mereda dan memudar di hati, maka yang tersisa adalah perasaan cinta

yang kembali menjadi utuh. Cinta bukanlah sesuatu yang dicari atau diperoleh melainkan sebuah

kondisi yang sudah ada dan selalu melekat dalam hati manusia. Manusia hanya perlu sedikit

membuka, mengenal dan mengidentifikasikannya kembali. Itulah sebabnya keberadaan makna

cinta yang universal digunakan peneliti sebagai metode membangun Kesadaran Etika Akuntan

dalam Perspektif Insan Kamil. Cinta dikonstruksi oleh peneliti sebagai penjabaran atas

Consciousness In Nature Transcendence in Action yang meliputi pendekatan jiwa dalam

Penemuan Diri, Kesadaran, Transendensi (PDKT) yang menjadi panduan jiwa akuntan dalam

mewujudkan keberadaan dirinya dalam ranah intrapersonal, interpersonal dan

trans(edensi)personal.

CINTA memiliki makna dan keberadaan yang universal. Hal ini terjadi karena cinta

mengandung energi transformatif yang tidak hanya tercermin dalam sebuah perilaku atau

tindakan manusia, melainkan mengandung nilai-nilai keilahian yang secara esensi tersimpan

dalam diri manusia yang mampu menebar radiasi serta perubahan positif di dunia. Medan energi

cinta tidak terlihat tetapi mengejawantah dalam bentuk perilaku, sikap dan tindakan welas asih

terhadap kandungan isi semesta. Oleh sebab itu cinta dikenal oleh sebagian orang sebagai jalan

hidup yang mampu memberikan kebaikan dan kebermanfaatan kepada sekelilingnya. Berikut ini

urutan tahapan perjalanan kesadaran jiwa akuntan dimulai dari perwujudan diri dalam
264

intrapersonal, kemudian interpersonal, hingga perwujudan diri dalam trans(edensi) personal atau

transpersonal.

Gambar 8.4 Evolusi Kesadaran Jiwa Akuntan


265

Perjalanan jiwa akuntan dalam kesadaran etika akuntan berdasarkan perspektif Insan

Kamil menggugah dan menggerakkan kembali nilai-nilai kesucian yang senyatanya telah ada dan

bersemayam dalam diri manusia. Nilai-nilai kesucian tersebut menjadi sebuah rangkaian

pertumbuhan nilai-nilai kesadaran, keilahian serta kesempurnaan. Nilai-nilai tersebut menjadi

dasar realitas akuntan dalam kesadaran beretika. Peneliti kemudian mengkaji lebih dalam sudut

pandang Insan Kamil. Berikut ini merupakan gambaran yang memaparkan keberadaan nilai-nilai

keilahian tersebut pada urutan tahapan perjalanan kesadaran jiwa akuntan.

Intrapersonal Interpersonal Transpersonal


Ilmu Pengetahuan Daya Kreasi Kebijaksanaan

Nilai Kesucian Diri + Nilai Kesadaran + Nilai Keilahian + Nilai Kesempurnaan

Keselarasan, Utuh
Keseimbangan, Transpersonal
Keharmonisan
Kesatuan

Nilai Kesucian Diri + Nilai Kesadaran


Interpersonal
Potensi diri,
kebermanfaatan
Kebebasan, kehendak
jiwa dan vibrasi (+)

Nilai Kesucian Diri

Niat, diri sejati, esensi


dan hakikat serta misi Intrapersonal
dan tanggungjawab

Nilai-nilai Keilahian
Transendensi
Cinta tanpa syarat, kasih sayang, keikhlasan, kesabaran, keadilan, kedamaian (Karakter)

Gambar 8.5 Nilai-Nilai dalam Evolusi Kesadaran


266

Dalam menapaki perjalanan kesadaran jiwa akuntan, peneliti menetapkan unsur-unsur

penting dalam kesadaran beretika akuntan. Unsur-unsur tersebut termuat dalam realitas etika

akuntan yang kemudian dikaji ulang oleh peneliti dalam potret besar informan akuntan Indonesia

serta perspektif Insan Kamil. Unsur-unsur tersebut memuat posisi diri dalam keberlangsungan

etika, persepsi terhadap pelanggaran dan kesalahan dalam beretika serta keberadaan regulasi

dalam penerapan etika. Keberlangsungan etika ditinjau dari proses sosialisasi, edukasi serta

implementasi. Unsur-unsur tersebut kemudian dijabarkan sesuai pemaknaan diri terhadap

kesadaran etika akuntan berdasarkan urutan tahapan perjalanan evolusi kesadaran. Gambar

berikut ini menggambarkan perwujudan diri, regulasi serta pelanggaran (kesalahan) dalam

keberlangsungan etika.

Kesadaran Etika Akuntan


Diri Illahi > Regulasi
Perspektif Insan Kamil
Pelanggaran dan Kesalahan = Menodai Kesucian Diri

Regulasi > Diri


Kesadaran Etika Akuntan
Pelanggaran (Kesalahan) = Pengabaian/pengingkaran Fungsi
Regulasi dan Moralitas Potret Informan Akuntan

Gambar 8.6 Keberadaan Diri, Regulasi dan Pelanggaran (Kesalahan)


dalam Kesadaran Etika Akuntan

8.8 Penutup

Dalam perspektif Insan Kamil, realita kesadaran etika akuntan meliputi unsur-unsur

material dan spiritual. Oleh sebab itu kesadaran etika akuntan berdasarkan Insan Kamil

digambarkan dalam urutan tahapan perjalanan jiwa akuntan dalam kesadaran beretika. Tahapan

tersebut digambarkan dalam tingkat perwujudan diri manusia dalam intrapersonal, interpersonal

serta trans(edensi)personal atau transpersonal.


267

Realitas unsur material dalam akuntansi berupa aturan-aturan yang terkait norma serta

etika akuntan temuat dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang meliputi delapan prinsip

etika berupa tanggungjawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi,

kerahasiaan professional, kehati-hatian serta perilaku professional dan standar tehnis; aturan

etika; intepretasi aturan etika; serta tanya jawab etika. Sedangkan aturan serta norma-norma

etika non akuntansi mencakup adat istiadat serta kebiasaan dalam masyarakat (kebudayaan).

Realitas unsur non material (spiritual) meliputi nilai-nilai kesucian diri, kesadaran, nilai

keillahian serta nilai-nilai kesempurnaan. Keberadaan unsur spiritual dapat diamati dalam setiap

tahapan perwujudan diri. Dalam tahapan intrapersonal, nilai kesucian diri (fitrah) telah

bersemayam sejak janin berusia 4 bulan dalam kandungan. Nilai kesucian tersebut senantiasa

tumbuh dan berkembang dalam diri, saat jiwa memiliki keterhubungan yang kuat dengan Tuhan.

Dalam keadaan tersebut, penyaksian diri akan nilai-nilai keilahian tumbuh dan terdistorsi oleh

hijab kemelekatan eksternal. Perjalanan ke dalam diri merupakan sarana refleksi diri yang dapat

GLODNXNDQ MLZD PHODOXL NRQWHPSODVL G]LNLU EHUGRD VHUWD MDOXU ³NHKHQLQJDQ´ ODLQ .HJLDWDQ WHUVHEXW

merupakan upaya diri dalam menemukan, memahami, mengidentifikasi serta menggugah

potensi keilahian yang tersimpan. Perwujudan diri dalam interpersonal memiliki kehendak bebas

dalam mengaktualisasikan potensi yang tersimpan itu. Jika potensi keilahian tersebut

teraktualisasi maka akan memanifestasi wujud kesadaran jiwa dalam membentuk karakter positif.

Karakter tersebut nantinya menjadi landasan akuntan dalam berpikir, bersikap serta bertingkah

laku dalam keseharian. Begitupula sebaliknya jika potensi non keilahian yang teraktualisasi, maka

akan mewujud dalam bentuk karakter yang memiliki hasrat kemelekatan eksternal. Kemelekatan

eksternal ini berujung pada penderitaan dan ilusi yang berkepanjangan. Dalam tahapan

interpersonal tersebut, pertumbuhan nilai-nilai kesucian yang tidak selaras dengan kehendak

Tuhan akan mulai terdistraksi oleh hasrat jiwa yang menggebu-gebu terhadap dunia eksternal.

Jiwa yang berinteraksi dengan keluarga serta lingkungan sosial akan mengalami kewalahan serta

kelelahan fisik saat menghadapi gemerlapnya dunia eksternal yang seringkali menempatkan jiwa
268

manusia pada lapisan nafsu duniawi. Keadaan tersebut menjadi penghalang cahaya Illahi saat

menerobos masuk menerangi relung jiwa akuntan. Dalam tahapan trans(endensi) personal atau

transpersonal tersebut, posisi jiwa dikembalikan lagi pada jalan kemurnian, fitrah atau titik nol

sebagai analogi. Saat bertransendensi, penderitaaan jiwa akan tersinari oleh cahaya illahi.

Cahaya illahi yang bersinar terang sedikit demi sedikit mampu menerobos kegelapan jiwa yang

pekat nan suram. Jiwa yang tersinari percikan ilahi secara terus menerus akan membuka jalan

manusia dalam menumbuhkan nilai-nilai kesucian berkembang menjadi nilai-nilai kesadaran.

Nilai kesadaran yang berwujud daya dan kekuatan akan tersinari percikan cahaya Illahi yang

merupakan representasi sifat-sifat keilahian (Asmaul Husna) sehingga membentuk karakter diri.

Diri yang tersinari cahaya illahi akan tumbuh subur dan menghasilkan kebijaksanaan diri sebagai

wujud dari kesempurnaan, keseimbangan serta keselarasan dalam diri.

Perjalanan spiritual dialami jiwa secara terus menerus, naik turun hingga mencapai titik

terendah dalam hidup, berfuktuasi bahkan berhenti saat kematian menghinggapi dirinya.

Perjalanan tersebut merupakan tahapan evolusi kesadaran dimana cara bereksistensi yang

dipilih jiwa senyatanya mampu menempatkan posisi jiwa pada tingkat kesadaran tertentu baik

fase pertumbuhan maupun penurunan kesadaran. Cara bereksistensi mampu menumbuhkan

kesadaran diri khususnya saat jiwa senantiasa diingatkan kembali akan nilai-nilai kesucian yang

sudah tersemat dalam diri. Proses kontemplasi dan konfirmasi diri akan menghasilkan kesadaran

yang mampu menggerakkan nilai-nilai keilahian sehingga diri senantiasa bertumbuh menuju

proses penyempurnaan. Pada saatnya nanti, diri yang tawadhu dan qanaah dalam menapaki

perjalanan spiritual akan mengalami proses kemenjadian (becoming) sebagai upaya

penyempurnaan diri menuju manusia paripurna (Insan Kamil) dimana jiwa akuntan telah

mencapai kesadaran ilahiah yakni sebuah keadaan dimana sifat-sifat Tuhan telah membersamai

segenap aktivitas jiwanya sehingga mampu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.
269

BAB IX
SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN
PENELITIAN BERIKUTNYA

9.1 Pengantar

Pemikiran Muhammad Iqbal digunakan sebagai panduan awal peneliti dalam

membangun kesadaran beretika. Dalam proses penelitian tersebut, peneliti membutuhkan

dukungan pemikiran David R Hawkins serta Carl Gustav Jung untuk memperjelas pemikiran M

Iqbal khususnya saat mengkaji tahapan pertumbuhan kesadaran dalam pemikiran tersebut.

Ketiga pemikiran saling berkolaborasi dan bersinergi untuk memperkokoh pemikiran IHJ yang

menjelaskan tahapan perkembangan jiwa dalam menumbuhkan kesadaran beretika akuntan

yang direpresentasikan dengan CINTA (Consciousness In Nature Transcendence in Action)

Berdasarkan kajian pembahasan tersebut, peneliti menjelaskan pemikiran M. Iqbal

terlebih dahulu di bab 3, dilanjutkan pemikiran Hawkins dan Jung di Bab 4 sebagai pendukung

pemikiran Iqbal yang dinilai terlalu abstrak. Dukungan kedua pemikiran tersebut dalam pemikiran

Iqbal memberikan penjelasan lebih mendalam terkait masalah yang dihadapi jiwa-jiwa akuntan

khususnya saat menapaki tahapan perjalanan sehingga mampu menumbuhkan kesadaran

beretika. Kajian masing-masing tahapan tersebut kemudian dijabarkan di bab 5, 6 dan 7. Pada

akhirnya penelitian tersebut mampu memperjelas tahapan perjalanan akuntan dalam kesadaran

beretika secara beruntun sehingga mampu menghasilkan simpulan, implikasi, keterbatasan dan

saran penelitian secara kronologis dan teratur.

9.2 Simpulan

Kesadaran etika akuntan berdasarkan perspektif Insan Kamil merupakan gambaran jiwa

akuntan yang mengandung muatan nilai-nilai kesucian diri, kesadaran, ketuhanan (keilahian)

serta kesempurnaan yang termanifestasi dalam bangunan ilmu pengetahuan yang memiliki daya
270

serta kekuatan jiwa dalam menggerakkan potensi keilahian diri sehingga membentuk karakter

diri yang mampu menghasilkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam kehidupan. Kebijaksanaan

mampu melihat kebenaran dari berbagai macam perspektif, memiliki kebebasan, kejelasan,

hampa moral, ideologi, emosi serta kemarahan dan balas dendam, pengaruh politik, stereotipe,

ketakutan dan angan-angan.

Ilmu pengetahuan merupakan cahaya illahi yang tumbuh dan bersemayam dalam fitrah

diri manusia. Kesucian memuat nilai-nilai berupa niat, keinginan atau maksud dalam hati agar

menemukan diri sejati (jati diri), hakekat serta esensi kehidupan dalam mengenal dan memahami

misi serta tanggungjawab yang dibebankan Tuhan kepada manusia. Daya manusia merupakan

kekuatan yang mampu menggerakkan kesadaran diri hingga kelompok, lingkungan dan

peradaban melalui pertumbuhan niat, pemberdayaan potensi diri yang maha dahsyat serta

kebebasan dan kehendak jiwa untuk bertanggung jawab memancarkan vibrasi serta pancaran

jiwa yang positif. Dengan demikian karakter jiwa yang dihasilkan akan tumbuh selaras dengan

nilai-nilai keilahian dalam diri (maqamat ruhiyah). Ketika diri yang ilahi hadir, jiwa akan

memperoleh maqamnya dan mulai bereksistensi. Cara jiwa bereksistensi mewujud dalam

sejumlah rasa baik itu rasa cinta kasih tanpa syarat, keikhlasan, kasih sayang, kesabaran dan

lain-lain tergantung maqamnya. Fenomena tersebut menghasilkan kebijaksanaan yang

menumbuhkan nilai-nilai kesempurnaan, keutuhan serta keseimbangan dalam diri. Keadaan

tersebut selaras dengan kondisi jiwa yang senantiasa terhubung dengan Tuhan (otentik)

sehingga percikan nilai-nilai keillahian (ketuhanan) tumbuh dan menyinari diri akuntan saat

beretika.

Tingkat kesempurnaan diri manusia dalam unsur teologi (tauhid) memiliki perbedaan

mendasar dalam memahami kesadaran etika akuntan dari potret besar informan akuntan serta

dari sudut pandang Insan Kamil. Potret besar informan akuntan memahami kesadaran etika

akuntan dari fungsi regulasi dan moralitas yang ketat dan tegas, memiliki peran melebihi kuasa

Tuhan saat menilai dan mengidentifikasikan sesuatu atas dasar kebenaran maupun kesalahan.
271

Sedangkan kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil tumbuh dari keyakinan serta

penyaksian diri akan kehadiran Tuhan di segenap aktivitas kehidupan, sehingga menjadi dasar

jiwa dalam mengungkap kebenaran yang merupakan langkah awal diri dalam menyempurnakan

jiwa dan kehidupan.

Tingkat kesempurnaan diri manusia dalam tataran syariat menilai kesadaran etika

akuntan dari perspektif Insan Kamil merupakan proses pertumbuhan jiwa yang menyeluruh dan

menyempurnakan. Pemaknaan tersebut akan berbeda apabila dibandingkan dengan potret besar

informan akuntan. Dalam perspektif Insan Kamil, kesadaran etika akuntan dipandang sebagai

muara perjalanan jiwa ke dalam diri melalui identifikasi proses, menemukan dan memahami

potensi kelemahan maupun keunggulan yang tersimpan dalam diri sehingga mampu mengenali

aktivitas jiwa yang dapat menodai kesucian diri. Kesadaran etika akuntan dalam potret besar

informan akuntan Indonesia tumbuh dari regulasi yang memuat norma moral yang terdapat dalam

kode etik akuntan serta kebiasaan yang berlaku di masyarakat pada umumnya (budaya)

sehingga menjadi mekanisme kontrol dan sanksi terhadap pelanggaran profesi. Kode etik

akuntan memuat seperangkat prinsip moral yang mengatur perilaku professional akuntan dimana

prinsip-prinsip moral merupakan hasil kesepakatan professional dalam mengatur perilaku

akuntan saat mengemban tanggungjawab profesinya. Kebiasaan yang tumbuh dalam

masyarakat merupakan adat istiadat budaya yang berlaku setempat.

Tingkat kesempurnaan diri manusia dalam tarekat mengkaji kesadaran etika akuntan

dalam perspektif Insan Kamil sebagai keberadaan diri ilahi (Diri) yang bertindak sebagai subyek

yang memiliki kebebasan dan keleluasaan tanpa batas (non linier) dalam bertindak dan

berperilaku sesuai tuntunan Ilahi. Diri yang ilahi mampu menghasilkan keputusan etis melalui

tindakan reflektif dan kontemplatif, bukan atas dasar hasil proyeksi dan introjeksi yang

menimbulkan kelemahan jiwa dan gangguan persepsi. Ibadah ritual merupakan salah satu bentuk

pelatihan ruhani agar jiwa senantiasa mampu menumbuhkan akhlak, kebiasaan terpuji serta

penghayatan hidup sepanjang masa. Kesadaran etika akuntan dalam potret besar informan
272

akuntan merupakan keyakinan yang tumbuh terhadap Tuhan yang sebagian besar bersifat

artifisial, tidak terdapat upaya penuh dalam mengaktualisasikannya sehingga pemahaman akan

makna dan esensi dari keyakinan tersebut tidak terjadi secara mendalam. Diri tidak sepenuhnya

mendasarkan dan menempatkan keberadaan Tuhan dalam setiap pengambilan keputusan etis.

Hal ini dikarenakan masih terdapat dominasi unsur kemelekatan lain yang bersifat duniawi. Diri

tidak memiliki intervensi penuh terhadap keadaan yang ada sehingga posisi diri sebagai korban

atau pengamat, bukan sebagai penyaksi yang mampu menyaksikan nilai-nilai keilahian hadir

dalam segenap aspek kehidupan. Keadaan tersebut mendorong munculnya ketidakberdayaan

diri berupa perilaku anarkis. Ibadah yang selama ini dipahami sebagai kegiatan ritual yang

bersifat legal formalitas dan atribut identitas semata secara esensi tidak memiliki pemaknaan

lebih lanjut dalam upaya menyadarkan diri.

Tingkat kesempurnaan diri manusia dalam makrifat memahami kesadaran etika akuntan

dalam perspektif Insan Kamil sebagai sebuah rangkaian perjalanan yang memberikan upaya

penyadaran ke dalam diri manusia. Setiap tahapan perjalanan bersifat menyempurnakan diri

dimana jiwa bergerak untuk memahami kepribadian diri secara utuh, menumbuhkan kesadaran

diri serta menjadi faktor pengendali dalam bertindak sehingga mampu menghasilkan kebenaran

yang absolut. Pertumbuhan kesadaran manusia secara terus menerus dijalani melalui proses

penyatuan aspek material dan non material yang selaras dan seimbang berdasarkan kehendak

Tuhan menuju proses kesempurnaan (paripurna). Kesadaran etika akuntan dalam potret besar

informan akuntan (professional) lebih berorientasi pada aspek maskulin dibandingkan aspek

feminin. Keadaan tersebut mengakibatkan cara pandang diri terhadap realita tidak utuh karena

hanya mampu menghasilkan kebenaran yang bersifat parsial. Keberadaan faktor eksternal

seperti lingkungan pendidikan dan proses pembelajaran didalamnya dianggap tidak sepenuhnya

mampu memberikan pemahaman secara holistik karena metode pendidikan yang terjadi saat ini

lebih menekankan pada asumsi dasar manusia bukan berbasis pada kenyataan jiwa manusia.

Kondisi tersebut mengakibatkan tersendatnya proses internalisasi ilmu pengetahuan kedalam diri
273

sehingga proses pemahaman jiwa menjadi tidak utuh. Jiwa cenderung adaptasi, survive dan tidak

kreatif dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dipahami sekedar

warna warni bunga yang tumbuh dan bermekaran di pohon. Padahal senyatanya proses

tumbuhnya pohon dimulai dari benih atau biji buah yang jatuh merambat dan menjalar menjadi

akar. Akar tersebut kemudian tumbuh menjulang menjadi batang dan dahan ranting yang

menumbuhkan daun-daun serta bunga dan juga buah. Itulah yang sepantasnya terjadi dalam

proses memahami ilmu pengetahuan secara komprehensif. Ilmu pengetahuan dalam segenap

aspeknya hendaknya menjadi sarana diri dalam bertransformasi. Hal ini dikarenakan saat ini

perkembangan jiwa cenderung mengalami proses instant dimana diri hanya mampu mengenali

atribut-atribut atau identitas luaran dari cakupan pembelajaran tanpa berkeinginan lebih lanjut

memahami makna dan esensi dari keberlangsungan proses pendidikan tersebut. Jika kondisi

tersebut berlangsung terus menerus, maka slogan pendidikan sebagai upaya mencerdaskan

kehidupan bangsa dan menumbuhkan kesadaran tidak akan berjalan maksimal karena ruang

lingkup pemikirannya hanya sebatas asumsi- asumsi yang digunakan.

Tingkat kesempurnaan diri manusia dari hakekat memahami kesadaran etika akuntan

berdasarkan perspektif Insan Kamil tidak semata-mata didasarkan atas faktor regulasi atau

norma saja melainkan dari upaya pengenalan diri terhadap fitrah dan kesucian diri. Hakekat

mengarahkan kita pada fungsi kesadaran yang senantiasa berbuat kebaikan. Sedangkan potret

informan akuntan menilai keberadaan etika akuntansi tidak dipahami secara menyeluruh, hal ini

dikarenakan faktor eksternal seperti lingkungan akuntansi dan pembelajaran didalamnya tidak

berbasis pada kenyataan jiwa melainkan berbasis pada asumsi dasar yang memiliki kedangkalan

pemahaman. Penekanan akuntansi yang didominasi aspek maskulin memunculkan

ketidakutuhan diri dalam memandang realita sehingga hanya menghasilkan kebenaran parsial.

Kesadaran etika yang ditumbuhkan dari kebenaran parsial memunculkan ketidakseimbangan

ruang dalam akuntansi.


274

Ditinjau dari unsur ontologi dalam bangunan filosofi atau metodologi, kesadaran etika

akuntan dalam perspektif Insan Kamil memiliki pemahaman berbeda dengan potret besar

informan akuntan Indonesia. Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil tumbuh dari

proses pengenalan diri secara bertahap. Diri yang tersinari oleh cahaya ilmu berupa pengetahuan

yang bersifat spiritual (agama, syariat), rasional (sains) serta metafisik (tarekat, hakekat dan

makrifat dari tasawuf) akan menumbuhkan kesadaran yang bersifat komprehensif. Pertumbuhan

kesadaran etika akuntan dalam potret besar informan akuntan sebagian besar masih didominasi

oleh pengetahuan rasional (sains). Pengetahuan spiritual (agama atau syariat) bukan sebagai

satu-VDWXQ\D IDNWRU XWDPD PHODLQNDQ XQVXU SHQGDPSLQJ EDKNDQ ³PDUJLQDO´ GDODP SURVHV

menumbuhkan kesadaran etika saat ini. Pengetahuan sekedar dpahami sebagai alat yang

menumbuhkan kesadaran yang sifatnya parsial yakni berorientasi pada aspek material saja

(fisik).

Unsur epistemologi dalam bangunan filosofi atau metodologi memahami kesadaran etika

akuntan dalam perspektif Insan Kamil VHEDJDL ³VXDWX NRQVHS´ \DQJ bersumber dari tuntunan Al

Quran dan Hadist. Dukungan akal pikiran (intelektual) dan intuisi dalam batin menumbuhkan

kepekaan rasa dan emosi dalam diri. Kepekaan rasa dan emosi memiliki kendali peran dalam

menumbuhkan kesadaran diri. Epistemologi dari kesadaran etika akuntan dalam potret besar

informan akuntan Indonesia tumbuh dan berkembang karena didorong oleh faktor ketaatan dan

kepatuhan diri terhadap norma aturan. Norma dan aturan merupakan rasionalisasi dari hasil

berpikir intelektual dan praktisi profesional yang mengandung muatan kepentingan, kesepakatan

dan kemelekatan eksternal berupa aspek materialisme dan kapitalisme.

Unsur aksiologi dari bangunan filosofis atau metodologi menilai kesadaran etika akuntan

dalam perspektif Insan Kamil tumbuh dan berkembang dari sebuah rangkaian proses yang

mengarah pada keseimbangan dan keselarasan pengetahuan, bersumber dari akal pikiran (mind)

dan juga batin (rasa) yang disinari oleh cahaya keillahian dan kesalehan sosial (kemanusiaan).

Perjalanan menuju keseimbangan dan keselarasan merupakan tahapan kesadaran bertumbuh


275

dimana upaya penyempurnaan sikap dan perilaku manusia menumbuhkan manusia yang utuh

dan otentik. Potret besar informan akuntan memandang kesadaran etika belum sepenuhnya

tumbuh dan berkembang dalam jiwa-jiwa akuntan. Upaya penyadaran utuh belum sepenuhnya

dipahami dan dialami jiwa-jiwa yang masih dirundung kemelekatan eksternal. Kesenjangan

pengetahuan masih terjadi dalam diri akuntan baik berasal dari akal pikiran (mind) dan juga

pengetahuan batin (rasa), meskipun mengandung muatan nilai-nilai syariat keagamaan. Nilai-

nilai syariat keagamaan secara esensial tidak dipahami dan dimaknai secara utuh, melainkan

sekedar hukum, hiasan atau label dari sebuah pemberlakuan identitas belaka.

Realitas dan pemaknaan kesadaran etika akuntan dalam kajian reality of worldview dari

perspektif Insan Kamil merupakan perjalanan jiwa menuju penyempurnaan diri dimana terjadi

keseimbangan dan keselarasan antara aspek material dan aspek spiritual. Jiwa melalui tahapan

kesadaran berupaya menumbuhkan nilai-nilai keillahian sehingga mampu menempatkan posisi

dirinya sebagai citra illahi. Posisi diri tersebut dapat memberikan vibrasi positif kepada dunia

eksternal serta menggerakkan upaya penyatuan diri dengan semesta. Kesadaran etika akuntan

dalam potret besar informan akuntan dipahami sebagai sebuah kondisi yang meliputi aspek

material dan spiritual dimana dominasi aspek material dalam realitas memiliki peran besar dan

nyata dibandingkan aspek spiritual. Wujud kemelekatan eksternal tumbuh sebagai hasrat dan

keinginan jiwa terhadap aspek duniawi. Hasrat atau keinginan (desire) dapat menimbulkan ilusi

dan penderitaan berkepanjangan. Keadaan tersebut mampu menggerakkan perilaku dan sikap

manusia menuju angkara murka. Lain halnya apabila kehendak jiwa selaras dengan kehendak

Tuhan, maka jiwa senantiasa menyemai benih keillahian sehingga tumbuh subur dan merekah

dalam wujud kesadaran yang terefleksi dalam perilaku diri yang utuh.

Pengertian kesadaran etika akuntan Indonesia dalam realita dan pemaknaan etika

akuntan jika dijabarkan dalam perspektif Insan Kamil merupakan keberadaan diri yang ilahi (Diri)

dimana mengemban amanah sebagai Khalifah Allah serta bertanggungjawab merepresentasikan

citra illahi agar mampu menciptakan keselarasan dan keseimbangan sebagai jalan menuju
276

kesempurnaan. Perjalanan tersebut bukan merupakan proses yang instan melainkan melalui

proses tahapan demi tahapan. Sedangkan kesadaran etika akuntan dalam potret besar informan

akuntan merupakan kondisi yang dibentuk dan digerakkan oleh profesi untuk menjaga

kredibilitasnya. Keadaan tersebut dijaga keberlangsungannya melalui pemberlakukan dan

penetapan norma atau aturan yang dibuat profesi sehingga memperoleh legitimasi dan

kepatuhan dari masyarakat profesi dan pengguna. Keadaan yang dibangun dari faktor eksternal

serta bukan internalisasi dalam diri mengakibatkan proses kemenjadian menjadi tidak utuh.

Ketidakutuhan itu nantinya akan mengakibatkan ketimpangan bahkan mengaburkan esensi dari

proses tersebut sewaktu-waktu.

Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil menempatkan gerak posisi diri

dari sesuatu yang bersifat mekanis menuju organis dimana diri senantiasa menumbuhkan sikap

empati dan peka terhadap kondisi jiwa yang terjebak dalam dunia mekanis. Kondisi tersebut

menggambarkan posisi diri dari self menuju Self sehingga diri memiliki potensi untuk tumbuh dan

mengembangkan daya kreatifitas. Jiwa yang tumbuh mampu menghadirkan nilai-nilai keillahian

dalam diri sehingga jiwa senantiasa berada dalam dekapan Tuhan yang merupakan wadah

kesucian. Kesucian merupakan bentuk keselarasan antara diri dan kehendak Tuhan. Posisi diri

dalam realita dan pemaknaan kesadaran etika akuntan dijabarkan dalam potret besar informan

akuntan sebagai diri yang berada dalam lingkungan sosial yang bersifat mekanis (mesin) serta

pola pikir linier. Diri memiliki hasrat besar terhadap kemelekatan material sehingga seringkali

terjebak dalam penderitaan. Dalam keadaan tersebut, kemampuan diri hanya mampu bertahan

hidup dan beradaptasi sehingga tidak berdaya saat menjalani kehidupan (dilema). Konsep diri

yang tidak dipahami secara utuh memiliki ruang lingkup terbatas dalam memandang realita yang

penuh dengan ketidakpastian (linier).

Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil mempersepsikan pelanggaran

(kesalahan) dalam realita dan pemaknaan etika akuntan sebagai bentuk ternodai atau

terkotorinya kesucian diri manusia. Kesucian diri yang bersumber dari cahaya illahi Tuhan,
277

keberadaannya tidak terlepas dari misi serta tanggungjawab yang diamanahkan Tuhan kepada

jiwa. 7HUQRGDLQ\D NHVXFLDQ PHQHPSDWNDQ SHQJDODPDQ MLZD SDGD ³DPQHVLD VSLULWXDO´ DWDX

ketidakmampuan mengingat misi serta tanggung jawab yang dibebankan Tuhan kepada dirinya.

Sedangkan kesadaran etika akuntan dalam potret besar informan akuntan mempersepsikan

pelanggaran dalam realita dan pemaknaan etika akuntan sebagai sebuah kesalahan yang

melanggar nilai-nilai atau aturan yang merupakan hasil kesepakatan pihak-pihak yang memiliki

kepentingan. Kesepakatan ditetapkan oleh fungsi otorisasi sehingga memiliki kuasa dan

wewenang terhadap pemberlakuan kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan kamil menjabarkan keberadaan regulasi

serta norma dalam realita dan pemaknaan etika akuntan sebagai faktor pendukung yang

mengatur kehidupan bermasyarakat. Faktor terpenting yang senyatanya mengatur perilaku hidup

manusia adalah kesadaran itu sendiri. Kesadaran bertumbuh yang semakin luas dalam diri pada

akhirnya akan memberikan vibrasi positif terhadap keluarga, masyarakat serta peradaban.

Sedangkan kesadaran etika akuntan dalam potret besar informan akuntan menjabarkan

keberadaan regulasi serta norma dalam realita dan pemaknaan etika sebagai wadah yang

berperan penting dalam mengatur perilaku hidup masyarakat. Regulasi dapat mengalami

perubahan dan penyesuaian saat ruang lingkup perkembangan sosial masyarakat meningkat

pesat. Penyesuaian dan perubahan regulasi terjadi saat terdapat kesepakatan dari fungsi

otorisasi yang memiliki kuasa serta wewenang penuh dalam perubahan dan pemberlakuan

regulasi tersebut. Pada akhirnya penegakan regulasi akan mempengaruhi struktur sosial

masyarakat.

9.3 Implikasi Penelitian

Penelitian ini memaparkan tiga implikasi baik implikasi teoritis yakni memberikan

kebermanfaatan kepada dunia akademisi serta perkembangan ilmu pengetahuan. Implikasi


278

terkait kebijakan menjadi landasan atau dasar bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan

terhadap keputusan tersebut sehingga mampu memberikan solusi terkait masalah dan kebijakan

yang diterapkan. Implikasi praktis selanjutnya memberikan pemahaman dan panduan praktisi

bagi akuntan dalam menjalankan amanah dan tanggungjawab profesinya.

9.3.1 Implikasi Teoritis

Penelitian ini mampu memberikan implikasi dalam hal pertumbuhan kesadaran etika

akuntan yang bersifat holistik (menyeluruh) sebagai bagian dari proses pembelajaran etika

akuntan dalam pendidikan etika maupun akuntansi perilaku. Kesadaran etika akuntan yang

holistik merupakan dasar pendukung dari karakteristik serta sifat kesempurnaan jiwa manusia

dalam tataran Insan Kamil. Tingkatan Insan Kamil merupakan tahapan lahirnya jiwa manusia

yang telah mencapai kesadaran murni yakni kesadaran illahiah yang mana diri manusia

merepresentasikan sifat-sifat keilahian (citra illahi) dimana sikap, perilaku serta tindakan diri yang

ilahi (Diri) telah selaras dengan kehendak Tuhan. Tahapan tersebut merupakan tahapan ideal

dalam perjalanan jiwa manusia yang sedang bertumbuh. Tahapan yang memiliki kompleksitas

dan kadar kesulitan yang cukup tinggi mampu digapai dan diraih oleh jiwa±jiwa yang masih

memiliki kemelekatan eksternal. Meski demikian penelitian ini dapat memberikan kontribusi

wawasan serta ilmu pengetahuan berupa rangkaian perjalanan yang harus dilampaui jiwa-jiwa

akuntan yang istiqomah sehingga secara progresif jiwa tersebut mampu menumbuhkan tingkat

kesadarannya menuju kesadaran Ilahiah.

Kesadaran etika akuntan selama ini dipahami dan dimaknai sebagai sebuah pola berfikir

akuntan yang memiliki azas kepatuhan terhadap ketentuan etika seperti termuat dalam regulasi

dan norma tersebut. Azas tersebut menimbulkan efek ketertundukan saat jiwa berperilaku dan

bersikap ketika dihadapkan pada ketegasan dan kekakuan sifat dari regulasi, aturan serta norma

dalam prinsip etika. Prinsip etika memuat ketentuan serta aturan-aturan mengenai etika sebagai

hasil kesepakatan dari fungsi otoritas yang memiliki kuasa serta wewenang dalam menyusun
279

aturan beserta kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Jiwa akuntan selama ini dipahami sebagai

obyek atau korban dari keberadaan aturan, bukan sebagai subyek atau pelaku yang memiiki

kebebasan dan kehendak yang bertanggungjawab dalam menentukan pilihan hidupnya.

Kebebasan bertanggungjawab disini merupakan spiritual will yang menjadi kebebasan dan gerak

jiwa dalam bertindak. Meski demikian kebebasan dalam bertindak merupakan jalan jiwa untuk

memperoleh tuntunan dan bimbingan dari Tuhan.

9.3.2 Implikasi Kebijakan

Pemerintah sebagai pemilik otoritas tertinggi mampu menghasilkan kebijakan terkait

pertumbuhan kesadaran etika secara menyeluruh berdasarkan ketentuan yang

direkomendasikan dalam penelitian ini. Kesadaran etika tidak hanya berlaku pada profesi akuntan

saja melainkan sebagai konsep yang mampu membina akhlak manusia secara menyeluruh.

Konsep tersebut dipahami sebagai sebuah interaksi jiwa dalam menapaki perjalanan kesadaran

yang dimulai dari dalam diri manusia dan Tuhan, berinteraksi dengan keluarga, berhadapan

dengan lingkungan, masyarakat hingga mencerahkan peradaban. Tahapan perjalanan tersebut

dapat membantu pemerintah dalam mencerahkan peradaban.

Hasil penelitian ini dapat membantu peran Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam

menghasilkan kebijakan terkait pertumbuhan kesadaran etika akuntan. Selama ini keberadaan

etika akuntan hanya dilihat pada tataran permukaan fisik saja yang berbentuk regulasi atau

norma. Padahal ruang lingkup etika senyatanya merupakan bagian dari kajian metafisik dimana

potensi maha dahsyat yang tersimpan dalam diri manusia bergerak untuk menumbuhkan

kesadaran jiwa. Pergerakan jiwa untuk menumbuhkan kesadaran diri akuntan dimulai dari

keinginan diri menyibak hijab kemelekatan terhadap dunia eksternal kemudian berlanjut

menapaki perjalanan naik turun tersebut. Semakin tebal hijab kemelekatan semakin sulit cahaya

illahi menembus kedalaman diri, menerangi serta menggerakkan daya potensi ilahi yang

mengandung daya kreativitas.


280

9.3.3 Implikasi Praktis

Kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil dibangun peneliti untuk

masyarakat akuntan khususnya serta masyarakat di luar akuntan pada umumnya agar mampu

melakukan internalisasi diri, menggerakkan dan menumbuhkan serta menselaraskan nilai-nilai

yang termuat dalam kesucian diri, kesadaran serta keilahian menuju terwujudnya nilai-nilai

kesempurnaan. Nilai-nilai kesempurnaan tercermin dalam ilmu pengetahuan laksana seberkas

cahaya ilahi yang masuk kedalam diri dan mengilhami. Ilham atau ide tersebut dapat

membangkitkan daya kreativitas sehingga membentuk karakter diri yang menghasilkan

kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam hidup.

Kesadaran etika akuntan merupakan proses yang memberikan upaya penyadaran dalam

diri sehingga mampu meyakini dan menyaksikan kehadiran Tuhan di segala bentuk manifestasi

perwujudan yang terefleksi dalam segenap aspek kehidupan. Diri memandang apa yang terdapat

di alam semesta ini sebagai jalan untuk merefleksikan diri dan menumbuhkan kesadaran. Oleh

sebab itu, pemberlakuan aturan dan regulasi dalam fungsi moralitas bukan satu-satunya alat

yang dapat menindak pelaku pelanggaran atau perilaku tidak etis tersebut. Kesadaran yang

tumbuh dalam diri justru menjadi alarm pengingat saat jiwa berinteraksi dengan keluarga,

lingkungan masyarakat serta peradaban lebih luas. Kesadaran yang tumbuh melalui proses

transendensi dapat memberikan vibrasi positif terhadap lingkungan sekitarnya. Proses tersebut

pada akhirnya akan mengiringi perjalanan jiwa menuju keselarasan dan keseimbangan dalam

hidup. Proses transendensi menjadi jalan jiwa untuk mengenali potensi diri sehingga jiwa

memperoleh pemahaman diri lebih dalam dan menjadi sarana keterhubungan diri dengan Ilahi.

Keselarasan hidup menuju keseimbangan merupakan proses kesempurnaan jiwa yang dapat

diaktualisasikan diri melalui habluminanas.


281

9.4 Keterbatasan

Penelitian ini tidak bisa digeneralisasi atau diberlakukan secara umum namun transferable

yakni dengan mengalihkan hasil satu penelitian ke tempat lain asalkan memenuhi kesamaan

kondisi dengan situasi yang diteliti. Transferability adalah keteralihan situasi hasil penelitian pada

kondisi yang sama dengan objek kajian dari penelitian asal.

Penelitian ini menggunakan informan akuntan yang berprofesi sebagai akuntan pubik,

pemerintah, pendidik, manajemen maupun auditor internal. Penentuan jumlah informan tersebut

didasarkan atas sifat dan karakteristik serta faktor kedekatan mereka secara personil dengan

peneliti sehingga mampu mengidentifikasikan sifat dan merancang elemen dasar akuntan saat

berinteraksi dengan lingkungan kerja. Keanekaragaman karakteristik yang tumbuh dan

berkembang dalam ruang lingkup kerja akuntan diharapkan mampu menggugah kreativitas

peneliti saat memperoleh informasi terkait indikator penting yang dibutuhkan dalam

menumbuhkan kesadaran etika akuntan berdasarkan perspektif Insan Kamil.

Dalam kenyataannya, ruang lingkup serta gerak profesi memiliki keunikan yang berbeda

satu dengan lainnya. Peneliti membutuhkan benang merah serta kejelasan dari masing-masing

keunikan tersebut sehingga diperoleh pemahaman yang detail, terarah dan selaras mengenai

kesadaran etika akuntan. Benang merah tersebut kemudian dikaji dan diintegrasikan dalam ranah

disiplin ilmu yang berbeda yakni akuntansi, tasawuf, sains spiritual, psikologi, sosiologi dan

antropologi. Penelitian ini membutuhkan keterlibatan disiplin ilmu lain agar mampu menjelaskan

secara komprehensif topik tersebut. Keterlibatan disiplin ilmu lain mampu menjembatani

pemahaman peneliti mengenai proses kesadaran etika akuntan yang bersifat holistik. Itulah

sebabnya pemikiran Iqbal yang awalnya merupakan satu-satunya pemikiran dalam penelitian ini,

justru dalam perkembangannnya membutuhkan dukungan pemikiran lain yakni Hawkins dan

Jung. Ketiga pemikiran tersebut kemudian berkolaborasi dan bersinergi menjadi pemikiran IHJ

yang melahirkan metode CINTA (Consciousness In Nature Transcendence in Action) yang


282

merupakan rangkaian tahapan yang terdiri atas penemuan diri, kesadaran dan transendensi

(PDKT).

Dari kolaborasi ketiga pemikiran tersebut, peneliti merangkai benang merah yang hadir

dalam pemikiran-pemikiran tersebut. Pemikiran Iqbal sebagai induk pemikiran dalam penelitian

ini kemudian dijabarkan peneliti dalam tahapan perwujudan diri (jiwa) dalam meraih tingkat

kesadaran. Perwujudan diri tersebut meliputi intrapersonal, interpersonal serta

trans(edensi)personal. Masing-masing tahapan tersebut mengandung nilai-nilai kesucian,

kesadaran, keilahian dan kesempurnaan yang senantiasa perlu ditumbuhkan dan dikembangkan.

Dalam memahami tahapan perwujudan diri tersebut, peneliti membutuhkan serangkaian kegiatan

eksplorasi dan pemaknaan lebih lanjut agar dapat disesuaikan dengan kenyataan jiwa yang

sedang dialami peneliti saat ini. Proses penggalian tersebut membutuhkan serangkaian waktu

dan eksplorasi lebih lanjut dimana tanggung jawab tersebut nantinya akan menjadi rekomendasi

peneliti di masa yang akan datang.

Proses pengenalan jiwa terhadap diri tidak mengenal batasan ruang dan waktu

(continuity) terlebih lagi saat jiwa berinteraksi dengan lingkungannya. Jiwa perlu diperhatikan saat

berhadapan dengan peristiwa atau kenyataan naik turun yang dapat menggguncang batin dan

mengarah pada trauma batin, depresi serta kegagalan persepsi. Kondisi tersebut hendaknya

dilampaui sehingga diri mampu melampaui (trans) individu atau pribadi atau bahkan dapat

mencapai aspek-aspek lebih luas dari umat manusia, kehidupan, jiwa, atau kosmik atau

perkembangan melampaui batas-batas menuju tingkat keilahian. Masing-masing tahapan yang

dijabarkan dalam penelitian ini memiliki area cakupan terbatas sesuai temuan peneliti di

lapangan. Pada akhirnya peneliti mampu memberikan pemahaman atas realita dan pemaknaan

etika itu berdasarkan realita kesadaran etika, pengertian kesadaran etika akuntan, peran diri

dalam keberlangsungan etika, keberadaan regulasi dalam etika serta adanya persepsi yang

menilai pelanggaran sebagai sebuah kesalahan.


283

9.5 Penelitian lanjutan

Realitas kesadaran etika akuntan dalam perspektif Insan Kamil dijabarkan peneliti melalui

tingkat kesempurnaan diri manusia yang meliputi teologi (tauhid), syariat, makrifat dan hakekat.

Pada tingkat selanjutnya yakni bangunan filosofi atau metodologi membahas unsur ontologi,

epistemologi serta aksiologi. Pembahasan mengenai realita dan pemaknaan kesadaran etika

akuntan juga menjelaskan reality of worldview, pengertian kesadaran etika akuntan, posisi diri

dalam keberlangsungan etika, persepsi mengenai pelanggaran etika (kesalahan) serta

keberadaan regulasi dalam etika akuntan.

Banyak area cakupan filosofis lain yang dapat dikaji dalam penelitian yang akan datang.

Peluang penelitian tersebut selanjutnya dapat membahas implikasi etika akuntan dalam

perspektif Insan Kamil dikaitkan dengan tingkat pelanggaran etika, spiritual capital, kesuksesan

dan kebahagiaan akuntan maupun produktivitas akuntan. Peluang meneliti etika akuntan dalam

perspektif Insan Kamil jika dikaji dalam multidisiplin ilmu akan terkait dengan pembahasan

mengenai tingkat energi (E=MC2), getaran atau vibrasi dalam ilmu fisika, budaya lingkungan dari

ranah sosiologi antropologi serta mental health yang merupakan perkembangan dan pengalaman

spiritual dari kajian ilmu psikologi transpersonal maupun sains spiritual.

Kajian penelitian selanjutnya dapat menjadi jembatan jiwa akuntan dalam mencapai

kesempurnaan diperoleh dari ilmu spiritual maupun local wisdom yang terdapat di Indonesia.

Penggunaan pemikiran lain yang bersifat local wisdom dapat mengeskplorasi lebih lanjut nilai-

nilai spiritual lain untuk segera dapat ditumbuhkan dan diselaraskan dalam diri. Selain itu

penjelasan mengenai tingkat problematika, emosi serta rasa yang dihadapi oleh jiwa akuntan

dijabarkan kembali dalam peta kesadaran Hawkins. Fokus akuntan adalah menemukan posisi

diri yang terlokalisir pada titik-titik tertentu agar mampu mengurai kekusutan dan kekalutan dalam

jiwa sehingga mampu mengidentifikasi kesalahan yang timbul. Upaya memperoleh jawaban atas
284

permasalahan tersebut diperoleh saat diri mampu mengidentifikasikan kebenaran yang terjadi

saat ini. Dalam menghadapi kondisi tersebut, akuntan berada pada sebuah tahapan evolusi

kesadaran dimana masalah atau kesalahan tersebut dianggap sebagai kerentanan jiwa yang

aktual. Solusi terhadap permasalahan tersebut dapat memberikan wawasan sekaligus informasi

yang berguna bagi Kantor Akuntan Publik, Lembaga Pemerintahan maupun swasta serta

organisasi atau institusi lain dalam memetakan kualitas jiwa khususnya yang terjadi pada profesi

akuntan serta profesi lain dan sumber daya manusia pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai