Pajak Penghasilan Umum
Pajak Penghasilan Umum
Pajak Penghasilan Umum
Pajak Penghasilan Umum dan Cara Perhitungannya – Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU
PPh) mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan
penghasilan yangditerima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek pajak akan dikenai
pajak apabila memperoleh penghasilan. Dalam UU dijelaskan sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak
dikenai pajak atas penghasilannya yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak atau
dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Wajib pajak
orang pribadi sebagi penerima upah atau gaji disebut sebagai wajib pajak apabila penghasilannya
di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).
UU PPh beberapa kali mengalami perubahan, UU tentang pajak penghasilan yang dikeluarkan
pertam akali adalah UU Nomor 7 Tahun 1983 dan beberapa kali mengalami penyempurnaan
naskah dengan UU Nomor 7 Tahun 1991, kemudian disempurnakan lagi dengan UU Nomor 10
Tahun 1994, disempurnakan lagi dengan UU Nomor 17 Tahun 2000 dan yang terakhir dengan
UU Nomor 36 Tahun 2008.
Subjek Pajak
Apa yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan (PPh)? Pajak penghasilan adalah pajak yang
dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak.
Subjek pajak dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Istilah Wajib
Pajak dalam UU PPh berarti subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan. Dengan
kata lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif
dan objektif.
Wajib pajak dikenakan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama 1 Tahun
Pajak atau untuk penghasilan dalam bagian Tahun Pajak jika kewajiban pajak subjektif Wajib
Pajak dimulai atau berakhir dalam Tahun Pajak. Siapa yang bisa menjadi subjek pajak? Subjek
Pajak mencakup Orang Pribadi (OP), warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak, badan, dan bentuk usaha tetap (BUT). Subjek pajak dibedakan
menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang berada di Indonesia
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau Orang Pribadi yang dalam suatu Tahun
Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertimpat tinggal di Indonesia. Subjek
Pajak Orang Pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh
penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek Pajak Badan Dalam
Negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia.
2. Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)
a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalan usaha atau melalukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang Pribadi yang tidak bertempa tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
2. Cabang perusahaan.
3. Kantor perwakilan.
4. Gedung kantor.
5. Pabrik.
6. Bengkel.
7. Gudang.
13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
Pengertian Penghasilan
Menurut UU PPh Pasal 4 ayat (1), yang dimaksud penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik dari berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau bentuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pengertian penghasilan diatas menunjukan adanya lima elemen petnting yang perlu dipahami
menyangkut penghasilan, yaitu:
1. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis, yakni penghasilan yang ditinjau
dari aspek ekonomisnya, bukan secara akuntansi. PPh menganut pendekatan pertambahan yang
melihat wujud penghasilan dari indikasi adanya pertambahan kemampuan ekonomis Wajib
Pajak, tanpa memandang asal atau sumber penghasilan tersebut. Pendekatan pertambahan lebih
komprehensif cakupannya dan lebih efektid dalam mengumpulkan penerimaan pajak.
1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa seperti gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam
bentuk lain.
2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3. laba usaha.
4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
6. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
7. Royalty.
8. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
9. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
10. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
11. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
12. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan Pajak
2. Diterima atau diperoleh, menunjukkan adanya pengkuan penghasilan baik diakui pada saat
diterima (cash basis) ataupun diakui pada saat diperoleh (accrual basis). Pajak bisa
menggunakan keduanya tanpa tergantung pada penggunaan salah satunya. Sebagai contoh,
penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh merupakan penghasilan riil yang diterima
walaupun mungkin secara akrual belum menjadi hak Wajib Pajak.
3. Yang berasal dari Indoensia maupun dari luar Indonesia menunjukkan cakupan geografis asal
penghasilan yang mencakup basis global (worldwide income) tanpa melihat letak sumber
penghasilan (untuk wajib pajak dalam negeri).
4. Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
menunjukkan pada pemanfaatan penghasilan. Pintu keluar penghasilan secara umum hanyalah
terbatas pada tujuan konsumsi yaitu untuk menjaga kelangsungan hidup maupun untuk
menambah kekayaan yang bisa diwujudkan dalam bentuk menambung atau investasi.
5. Dengan nama dan dalam bentuk apapun menegaskan bahwa PPh menganut konsep material,
bukan formal. Ini berarti, ada atau tidak ada suatu penghasilan harus dilihat dari substansinya,
buka sekedar pada nama.
Dilihat dari sumber mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,
penghsila dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas: gaji, honorarioum,
tunjangan dan lain-lain.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan: usaha jual beli, perdagangan, industry, dan lain-lain.
3. Penghasilan dari modal (harta gerak maupun tak gerak): bunga, dividen, royalty, sewa dan
keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan.
Menurut UU PPh penghasilan terdiri atas penghasilan yang merupakan objek pajak dan
penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. pengenaan PPh atas penghasilan yang
dikecualikamn dari objek pajak. Pengenaan PPh atas penghasilan yang dikenakan pajak
dilakukan dengan du acara, yaitu:
1. Dikenakan PPh secara umum dan menggunakan tariff umum (PPh Pasal 17) dengan
mekanisme penghitungan melalui penyampaian SPT Tahunan.
2. Dikenakan PPh yang bersifat final dengan tariff tertentu setiap kali penghasilan diterima atau
diperoleh dengan mekanisme pemotongan pajak oleh pihak lain maupun menyetorkan sendiri.
Dengan kata lain, UU PPh memperlakukan penghasilan dalam tiga kelompok, yaitu:
Pajak penghasilan dihitung dengan mengalikan tariff tertentu terhadap dasar pengenaan pajak.
Adapun dasar pengenaan pajak dalam istilah perpajakan dinamakan Penghasilan Kena Pajak
(PKP). Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar atas perhitungan untuk menentukan besarnya
pajak terutanh. Untuk menghtung Penghasilan Kena Pajak ada proses yang harus dilalui yaitu
dengan cara menghitung berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk
menghitung PPh terutang, digunakan rumus berikut:
Di dalam UU PPH pasal 17 tarif pajak penghasilan dibagi menjadi dua, yaitu Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri dan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
1. Tariff PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dijelaskan dalam UU PPh Pasal 17 ayat
(1).
c. Di atas Rp. 250.000.000.00 sampai dengan Rp. 500.000.000.00 tarif pajak 25%
2. Tariff Wajib Pajak Dalam Negeri Badan dan Bentuk Usaha Tetap.
a. Dalam UU PPh Pasal 17 ayat (2a) tahun 2010 menyatakan tariff pajak Dalam Negeri Badan
dan Bentuk Usaha tetap 22%. Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan:
b. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.50.000.000.00
mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50% dari tariff seagaimana dijelaskan
pada nomor 2 paragraf pertama pasal 17 ayat (1b) dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan
Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai d
engan Rp.4.800.000.00.
– Peredaran bruto yang dimaksud adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan
usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik
berasal dari Indonesia maupun berasal dari luar Indoneisa, yang meliputi:
Tarif Khusus
PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan dari Penghasilan dari Usaha yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran Bruto tertentu mengatur bahwa penghasilan
di bawah Rp.4.800.00.00 dikenakan tarif final sebesar 1% dari penghasilan bruto. PP ini
kemudian diubah dengan PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
dari Usaha yang Diteriam atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Pasal 2 ayat (1) mengatakan bahwa PPh bersifat final dengan tarif 0,5%. Pasal 3 ayat (1)
menjelaskan yang dikenakan pajak final dalam PP Nomor 23 Tahun 2018, yaitu:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi dan
2. Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditerm firma atau perseroan
terbatas yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp.4.800.000.00 dalam 1 Tahun Pajak.
Pasal 3 ayat (2) dijelaskan tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam hal:
1. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1a),
Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 31E UU PPh.
2. Wajib Pajak Badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa
Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (41).
o PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan
Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya.
4. Wajib pajak pribadi dihitung dari penghasilan netto dikurangi penghasilan tidak kena
pajak (PTKP).
Cara menghitung PKP/penghasilan netto bagi WP dlm Negeri dan BUT dapat dilakukan dengan
dua cara :
a. Pembagian Laba dengan nama dan bentuk apa- pun seperti dividen
termasuk dari perh. Asuransi.
f. Premi asuransi Kesehatan, kecelakaan dan jiwa yang dibayar oleh wajib
pajak.
Penghasilan Netto (PKP) = % Norma Perhitungan Jmlah peredaran usaha &penghasilan bruto
setahun
3.Menyelenggarakan pencatatan.